• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Redistilat Asap Cair Cangkang Kelapa Sawit sebagai Bahan Pengawet Alami pada Bakso Sapi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan Redistilat Asap Cair Cangkang Kelapa Sawit sebagai Bahan Pengawet Alami pada Bakso Sapi"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN REDISTILAT ASAP CAIR CANGKANG

KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI

PADA BAKSO SAPI

IHSAN ANGGARA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan Redistilat Asap Cair Cangkang Kelapa Sawit sebagai Bahan Pengawet Alami pada Bakso Sapi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

IHSAN ANGGARA. Pemanfaatan Redistilat Asap Cair Cangkang Kelapa Sawit sebagai Bahan Pengawet Alami pada Bakso Sapi. Dibimbing oleh SUMINAR SETIATI ACHMADI dan HARSI D KUSUMANINGRUM.

Penyalahgunaan bahan kimia, seperti formalin, untuk pengawet masih banyak ditemukan dalam bahan olahan pangan. Penggunaan bahan tersebut dapat digantikan oleh redistilat asap cair cangkang kelapa sawit. Pada identifikasi senyawa dengan kromatografi gas-spektrometer massa, tidak terdapat senyawa berbahaya seperti tar dan hidrokarbon aromatik polisiklik. Kadar asam dan pH redistilat asap cair suhu 80 °C memiliki hasil yang lebih baik dengan nilai masing-masing 5.14% dan 2.26. Nilai LC50 yang dihasilkan dengan metode uji letalitas aureus dan 12.60 mm pada bakteri E coli. Redistilat asap cair dengan konsentrasi 0.8% lebih baik dibandingkan dengan konsentrasi 0.1% dalam menghambat pertumbuhan total mikrob pada bakso. Penambahan redistilat asap cair mampu menghambat pertumbuhan mikrob hingga 18 jam penyimpanan di suhu ruang. Kata kunci: bakso, cangkang kelapa sawit, pengawet alami, redistilat asap cair

ABSTRACT

IHSAN ANGGARA. Utilization of Redistilled Liquid Smoke of Oil-Palm Shells as a Natural Preservative for Beef Meatballs. Supervised by SUMINAR SETIATI ACHMADI and HARSI D KUSUMANINGRUM.

The misapplication of chemicals, such as formaldehyde, for preservative is still found in processed food ingredients. The use of these materials can be replaced by redistilled liquid smoke from oil palm shells. Identification using gas chromatography-mass spectrometer showed that there were no harmful compounds such as tar and polycyclic aromatic hydrocarbons. Acid level and pH of redistilled liquid smoke on 80 °C possess better result with the respectively values were 5.14% and 2.26. The LC50 value with brine shrimp lethality test

method is 0.16%. Inhibition zone on the antibacterial test to Staphylococcus aureus with redistilled liquid smoke on 0.1% and 0.8% were respectively 6.11 mm and 6.08 mm while to Escherichia coli were respectively 0 mm and 6.95 mm. The inhibition zone redistilled liquid smoke was lower than 100 ppm chloramphenicol, which were 14.17 mm on S. aureus and 12.60 mm on E. coli. Redistilled liquid smoke with concentration of 0.8% was better than the concentration of 0.1% in inhibiting the growth of total microbial on the meatballs. The addition of redistilled liquid smoke was able to inhibit the growth of microbial up to 18 hours at room temperature.

(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kimia

pada

Departemen Kimia

PEMANFAATAN REDISTILAT ASAP CAIR CANGKANG

KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI

PADA BAKSO SAPI

IHSAN ANGGARA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Judul Skripsi : Pemanfaatan Redistilat Asap Cair Cangkang Kelapa Sawit sebagai Bahan Pengawet Alami pada Bakso Sapi

Nama : Ihsan Anggara NIM : G44100094

Disetujui oleh

Prof Ir Suminar Setiati Achmadi, PhD Pembimbing I

Dr Ir Harsi D Kusumaningrum Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS Ketua Departemen

(8)
(9)

PRAKATA

Bismillahirrahmaanirrahiim

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Pemanfaatan Redistilat Asap Cair Cangkang Kelapa Sawit sebagai Bahan Pengawet Alami pada Bakso Sapi. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret– Agustus 2014 di Laboratorium Proses Balai Besar Industri Agro, Laboratorium Kimia Organik Departemen Kimia IPB, dan Laboratorium Mikrobiologi Pusat Studi Biofarmaka. Penelitian ini adalah bagian dari kegiatan “Membangun Standar Nasional Indonesia untuk Komoditas Minyak Atsiri Masoyi dan Asap

Cair Kayu” yang didanai oleh BOPTN IPB tahun 2014 dengan ketua peneliti Prof

Ir Suminar Setiati Achmadi, PhD.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat Ibu Prof Ir Suminar Setiati Achmadi, PhD dan Ibu Dr Ir Harsi D Kusumaningrum atas petunjuk dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Nunuk Kurniati Nengsih, SFarm, Apt, Bapak Guring Pohan, Ibu Yenni Karmila, dan Bapak Sabur yang telah membimbing penulis dalam pemakaian alat dan bahan di laboratorium.

Ungkapan terima kasih kepada Papa, Mama, Kakak, Adik, dan seluruh keluarga atas dukungan dan kasih sayangnya. Ucapan terima kasih kepada Ayu Riza Bestary, Muhana Nurul Hidayah, Muhammad Alif Hamimdal, Dicky Annas, Ika Nurmeilia, dan Wulan Suci Pamungkas yang telah memberikan semangat, motivasi, dan dorongan dalam penyusunan karya ilmiah ini.

Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun bagi pembaca. Bogor, September 2014

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

BAHAN DAN METODE 2

Tempat, Alat, dan Bahan 2

Metode 2

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Sifat Fisik Kimia 5

Toksisitas 7

Aktivitas Antibakteri 10

Aplikasi Redistilat pada Bakso 11

SIMPULAN DAN SARAN 13

Simpulan 13

Saran 13

DAFTAR PUSTAKA 13

LAMPIRAN 16

(11)

DAFTAR TABEL

1 Kadar asam dan pH redistilat asap cair 6

2 Hasil analisis GCMS redistilat asap cair dengan kemiripan ≥90% 7 3 Persentase kematian larva A. salina yang mati pada redistilat asap cair

suhu 80 °C 8

4 Persentase kematian larva A. salina yang mati pada redistilat asap cair

suhu 90 °C 8

5 Persentase kematian larva A. salina yang mati pada redistilat asap cair

suhu 90 °C 9

6 Nilai penghambatan redistilat asap cair terhadap bakteri S. aureus 11 7 Nilai penghambatan redistilat asap cair terhadap bakteri E. coli 11

DAFTAR GAMBAR

1 Metode cakram kertas untuk setiap ragam suhu (80, 90, dan 100 °C)

pada konsentrasi 0.1 0.2, 0.4, dan 0.8% (b/v) 4

2 Proses aplikasi asap cair redistilasi pada bakso daging 4 3 Tampilan asap cair kasar (a) dan redistilat asap cair (b) 6 4 Hubungan antara persen kematian A. salina dan log konsentrasi pada

redistilat asap cair suhu 80 °C 8

5 Hubungan antara persen kematian A. salina dan log konsentrasi pada

redistilat asap cair suhu 90 °C 9

6 Hubungan antara persen kematian A. salina dan log konsentrasi pada

redistilat asap cair suhu 100 °C 9

7 Zona hambat redistilat asap cair terhadap bakteri S. aureus (a) dan

bakteri E.coli (b) 10

8 Laju pertumbuhan total mikrob tanpa redistilat asap cair , dengan

redistilat asap cair 0.1% , dan 0.8% 12

DAFTAR LAMPIRAN

1 Bagan alir penelitian 16

2 Perhitungan kadar asam dan pH 17

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Bakso merupakan salah satu bahan pangan olahan yang banyak disukai oleh masyarakat Indonesia. Pada umumnya, bahan baku utama yang digunakan untuk pembuatan bakso adalah daging, sehingga bakso memiliki kandungan protein hewani, mineral, dan vitamin yang tinggi. Bakso memiliki masa simpan yang singkat, yaitu hanya mampu disimpan selama 12 jam hingga maksimal 24 jam penyimpanan pada suhu ruang (Sudarwati 2007). Hal tersebut disebabkan oleh kandungan nutrien dan kadar air yang tinggi sehingga memudahkan mikrob untuk berkembang.

Aktivitas mikrob dapat menyebabkan kerusakan, kebusukan, serta sumber racun pada produk pangan. Hal tersebut membuat produsen bakso memerlukan bahan tambahan makanan sebagai pengawet untuk memperpanjang masa simpan bakso. Meningkatnya penyalahgunaan bahan-bahan kimia berbahaya untuk pengawet makanan, mendorong usaha pencarian alternatif bahan pengawet makanan yang lebih aman. Sampai saat ini masih banyak produsen bakso yang menggunakan bahan pengawet makanan sintetik yang berbahaya seperti formalin. Hasil penelitian Arnim et al. (2012) menunjukkan bahwa asap cair dapat digunakan sebagai salah satu bahan pengawet makanan pada bakso. Masa simpan bakso tersebut dapat ditingkatkan hingga 15 hari pada suhu 4±1 °C dengan menggunakan asap cair pada konsentrasi 7%.

Asap cair diperoleh dari hasil pirolisis kayu yang mengandung selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Hasil pirolisis tersebut menghasilkan senyawa asam dan turunannya, alkohol, fenol, aldehida, karbonil, keton, dan piridina. Haji et al. (2007) melaporkan bahwa asap cair kasar pada umumnya berwarna merah kecokelatan serta semakin tinggi suhu pirolisis, kadar fenolnya cenderung semakin meningkat. Kadar fenol yang tinggi pada asap cair dapat menghambat aktivitas mikrob secara lebih baik sebagaimana yang telah dilaporkan oleh Meenazir (2010) dan Zuraida et al. (2011).

Asap cair kasar juga mengandung senyawa hidrokarbon aromatik polisiklik (PAH) dan residu tar yang bersifat karsinogenik. Oleh sebab itu, asap cair kasar perlu dimurnikan kembali untuk menghilangkan atau meminimumkan komponen-komponen yang bersifat karsinogenik tersebut. Distilasi ulang atau redistilasi merupakan salah satu proses pemurnian asap cair yang terbaik dibandingkan dengan cara pengendapan selama 24 jam (Luditama 2006). Redistilasi asap cair pada suhu 80 °C menghasilkan senyawa-senyawa asam karboksilat dan fenolik yang dapat menggantikan formalin sebagai bahan pengawet makanan (Achmadi et al. 2013).

(14)

2

BAHAN DAN METODE

Tempat, Alat, dan Bahan

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret–Agustus 2014 di Laboratorium Proses Balai Besar Industri Agro, Laboratorium Kimia Organik Departemen Kimia IPB, dan Laboratorium Mikrobiologi Pusat Studi Biofarmaka.

Alat utama untuk redistilasi asap cair adalah alat boule tipe TA62D dan untuk identifikasi dan kuantifikasi digunakan alat kromatografi gas-spektrometer massa (GCMS). Kromatogram GCMS diperoleh dengan metode ionisasi serangan elektron pada kromatografi gas GC-17A (Shimadzu) yang ditandem dengan spektrometer massa MS QP 5050A [kolom kapiler DB-5 ms (J&W) (silika, 30 m × 250 μm × 0.25 μm), suhu kolom 50 °C (t = 0 menit) hingga 290 °C pada laju 15 °C/menit, gas pembawa helium pada tekanan tetap 7.6411 psi, dengan pangkalan data Wiley 7N (2008)] di Laboratorium Forensik Mabes Polri Jakarta.

Bahan-bahan yang digunakan ialah asap cair kasar dari hasil pirolisis cangkang kelapa sawit pada suhu 400 °C (asap cair berasal dari PT Global Deorub Industry), bakso sapi, bakteri Staphylococus aureus ATCC 25923, Escherichia coli ATCC 25922, larutan butterfield’s phosphate buffered (BFP), media plate count agar (PCA), media trypticase soy agar (TSA) dan trypticase soy broth (TSB).

Metode

Penelitian ini terdiri atas beberapa tahap, yaitu redistilasi dan identifikasi komponen, uji toksisitas, analisis GC-MS, uji aktivitas antibakteri, uji aplikasi redistilat pada bakso sapi, dan uji angka lempeng total. Bagan alir penelitian ditunjukkan pada Lampiran 1.

Redistilasi dan Identifikasi Komponen (Achmadi et al. 2013)

Asap cair kasar kulit kelapa sawit dimasukkan wadah besar kemudian didistilasi menggunakan boule tipe TA62D pada suhu 80, 90, dan 100 °C. Distilat tersebut dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam wadah tertutup. Kadar total asam diukur menggunakan metode titrasi (AOAC 2005).

Uji Toksisitas (Nurhayati et al. 2006)

(15)

3

Keterangan:

T = jumlah rata-rata larva udang sampel yang mati K = jumlah rata-rata larva udang kontrol yang mati

Analisis GC-MS (Achmadi et al. 2013)

Senyawa kimia yang terkandung dalam redistilat asap cair dianalisis menggunakan GC-MS. Instrumen GC-MS dilengkapi dengan kolom HP5 60 meter. Suhu detektor, suhu kolom awal, suhu kolom akhir masing-masing adalah 250, 280, dan 290 °C. Gas pembawa yang digunakan ialah gas helium dengan laju alir 23.7 mL min-1 pada tekanan 17/56 psi.

Persiapan Bakteri Uji (modifikasi Noverita et al. (2009) dan Pradana (2013))

Kultur bakteri (S. aureus dan E. coli) yang diperoleh terlebih dahulu digoreskan ke agar-agar miring TSA untuk membiakkan mikrob. Agar-agar miring tersebut diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 °C. Inokulum yang akan digunakan untuk mengukur penghambatan pertumbuhan disiapkan dengan cara sebagai berikut: satu ose bakteri pada agar-agar miring TSA diinokulasi ke dalam media TSB steril dan diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam. Selanjutnya inokulum dapat digunakan untuk pengujian atau disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 4–5 °C.

Sebanyak satu ose koloni bakteri uji diinokulasi dalam larutan NaCl fisiologis 0.9% sebanyak 5 mL. Kekeruhannya diseragamkan dengan menggunakan standar McFarland 0.5 (kepadatan bakteri 1.5 × 108) pada latar belakang hitam dan cahaya terang. Standar kekeruhan McFarland dibuat dengan cara 0.5 mL larutan BaCl2 1% ditambah dengan 9.5 mL H2SO4 1%.

Inokulasi bakteri yang diterapkan dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik swab steril. Swab steril dicelupkan ke dalam campuran bakteri uji dengan NaCl fisiologis 0.9%, kemudian ditiriskan dengan cara ujung swab ditekan dan diputar untuk membuang kelebihan cairan. Selanjutnya swab tersebut dioleskan ke permukaan media TSA sebanyak 2 kali, yaitu secara horizontal dan vertikal agar pertumbuhan bakteri merata.

Uji Aktivitas Antibakteri (modifikasi Darmawi et al. 2013)

(16)

4

Sebagai kontrol positif digunakan cakram kloramfenikol 100 ppm dan untuk kontrol negatif digunakan cakram kosong steril. Pengujian diulang 3 kali. Setelah inkubasi pada suhu 37 °C selama 18–24 jam, diameter zona hambat di sekitar cakram diukur dengan menggunakan jangka sorong digital.

Gambar 1 Metode cakram kertas untuk setiap ragam suhu (80, 90, dan 100 °C) pada konsentrasi 0.1 0.2, 0.4, dan 0.8% (b/v)

Uji Aplikasi Redistilat pada Bakso Sapi (Wibowo 2006)

Sebanyak 1 kg daging dilumatkan, kemudian dimasukkan ke dalam meat grinder. Daging yang telah dilumatkan dicampur dengan es batu, 100 g tapioka, 25 g garam dapur, dan 20 g bumbu penyedap. Adonan dicetak menjadi bola bakso, lalu direbus dalam larutan redistilat asap cair dengan konsentrasi tertentu hingga matang (Gambar 2). Bakso dengan campuran redistilat asap cair tersebut disimpan pada suhu ruang selama 0, 6, 12, 18, dan 24 jam. Selanjutnya setiap hari dilakukan uji pendugaan umur simpan bakso secara visual meliputi kenampakan, warna, bau, tekstur bakso daging, dan uji total mikrob.

Gambar 2 Proses aplikasi asap cair redistilasi pada bakso daging

Uji Angka Lempeng Total (SNI 01-2332.3-2006)

Sampel secara aseptis ditimbang sebanyak 25 g, kemudian dimasukkan ke dalam wadah plastik steril. Selanjutnya, ditambahkan 225 mL larutan BFP, kemudian dihomogenkan dengan menggunakan alat stomacher selama 2 menit. Homogenat ini merupakan larutan pengenceran 10-1. Dengan menggunakan pipet

Kontrol positif

(17)

5 steril, sebanyak 1 mL homogenat diambil dan dimasukkan ke dalam tabung yang berisi 9 mL larutan BFP untuk mendapatkan pengenceran 10-2. Pengenceran selanjutnya (10-3) dilakukan dengan mengambil 1 mL sampel dari pengenceran 10-2 ke dalam 9 mL BFP. Pada setiap pengenceran dilakukan pengocokan sekurang-kurangnya 25 kali. Selanjutnya dapat dilakukan hal yang sama untuk pengenceran 10-4, 10-5, dst, sesuai dengan kondisi sampel.

Dari setiap pengenceran dipipet 1 mL dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril. Setiap pengenceran dilakukan duplo. Kemudian, ke dalam setiap cawan petri tersebut ditambahkan 12–15 mL PCA yang sudah didinginkan dalam penangas air hingga mencapai suhu 45 °C ± 1 °C ke dalam setiap cawan yang sudah berisi sampel. Setelah agar menjadi padat, cawan-cawan tersebut diinkubasi dengan posisi terbalik dalam inkubator selama 48 ± 2 jam pada suhu 35 °C. Perlakuan tersebut dapat dilakukan untuk kontrol tanpa sampel dengan mencampur larutan pengencer dengan media PCA.

Cawan yang mengandung 25–250 koloni dan bebas spreader dipilih untuk perhitungan. Pengenceran yang digunakan dan jumlah koloni dicatat kemudian perhitungan angka lempeng total dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:

Keterangan:

N : Jumlah koloni produk, dinyatakan dalam koloni per mL atau koloni per g

Σ C : Jumlah koloni pada semua cawan yang dihitung

n1 : Jumlah cawan pada pengenceran pertama yang dihitung

n2 : Jumlah cawan pada pengenceran kedua yang dihitung

d : Pengenceran pertama yang dihitung

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat Fisik Kimia

(18)

6

Gambar 3 Tampilan asap cair kasar (a) dan redistilat asap cair (b)

Kadar asam yang diperoleh dari redistilat asap cair suhu 80, 90, dan 100 °C masing-masing adalah 5.14, 4.38, dan 3.79% serta nilai pH masing-masing adalah 2.26, 2.57, dan 2.49 (Tabel 1 dan Lampiran 2). Kadar asam dan derajat keasaman (pH) merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk melihat kualitas dari asap cair (Wijaya et al. 2008). Menurut pendapatnya, semakin rendah nilai pH dan semakin tinggi, maka semakin baik mutu asap cair. Berdasarkan acuan tersebut, mutu redistilat asap cair yang diperoleh pada suhu 80 °C lebih sesuai untuk pangan dibandingkan dengan redistilat pada suhu 90 dan 100 °C. Namun, nilai pH dan kadar asam redistilat pada suhu 90 dan 100 °C tidak terlalu berbeda dengan redistilat pada suhu 80 °C. Oleh sebab itu, redistilat suhu 90 dan 100 °C diduga memiliki mutu yang tidak terlalu berbeda nyata dengan redistilat suhu 80 °C.

Tabel 1 Kadar asam dan pH redistilat asap cair Sampel Ulangan Kadar asam (%) Rata-rata (%) pH

Kadar asam dan pH yang diperoleh pada penelitian ini berbeda dengan yang dilaporkan oleh Achmadi et al. (2013), yaitu redistilat asap cair yang dihasilkan memiliki kadar asam sebesar 9.2% dan pH 3.2. Perbedaan hasil tersebut diduga karena perbedaan kadar selulosa, hemiselulosa, dan lignin yang terkandung pada cangkang kelapa sawit pada saat proses pirolisis (Darmadji 2002) serta perbedaan metode yang digunakan untuk pirolisis (Budijanto et al. 2008).

Hasil GCMS menunjukkan bahwa redistilat asap cair pada suhu 80, 90, dan 100 °C pada umumnya memiliki komponen yang sama, yaitu asam asetat, fenol, dan turunan fenol (Lampiran 3). Analisis GCMS ini dilakukan untuk melihat komponen kimia yang terkandung di dalam redistilat asap cair dari setiap variasi suhu. Hasil GCMS tersebut tidak menunjukkan keberadaan senyawa tar dan PAH seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.

(a )

(19)

7 Berdasarkan data GCMS, luas area senyawa fenol dan turunannya di dalam redistilat asap cair paling dominan, yaitu sebanyak 50.95%. Senyawa fenol dan turunannya diduga berperan sebagai antioksidan dan perisa pada produk pangan (Kadir et al. 2011). Asam asetat dan fenol merupakan senyawa yang paling dominan pada asap cair. Asam asetat tersebut merupakan hasil degradasi termal dari selulosa dan hemiselulosa pada suhu 250–300 °C. Asam-asam organik yang dihasilkan merupakan asam lemah, tetapi lebih asam dibandingkan dengan fenol. Hal tersebut disebabkan oleh efek stabilisasi anion karboksilat. Fenol dihasilkan dari dekomposisi lignin pada suhu 300–450 °C (Akbar et al. 2013).

Tabel 2 Hasil analisis GCMS redistilat asap cair dengan kemiripan ≥90% Waktu retensi

6.22 0.27 5-metil-2-furaldehida 91

6.40 36.25 fenol 94

8.46 2.71 2-metoksi-4-metil fenol 95 9.28 1.29 4-etil-2-metoksi fenol 94

Toksisitas

Toksisitas pada penelitian ini ditentukan melalui metode uji letalitas larva udang (BSLT). Data uji toksisitas disajikan pada Lampiran 4. Hasil uji toksisitas redistilat asap cair pada suhu 80 °C ditunjukkan pada Tabel 3 dan Gambar 4. Persamaan regresi linear yang diperoleh digunakan untuk mencari nilai LC50.

(20)

8

Gambar 4 Hubungan antara persen kematian A. salina dan log konsentrasi pada redistilat asap cair suhu 80 °C

(21)

9

Gambar 5 Hubungan antara persen kematian A. salina dan log konsentrasi pada redistilat asap cair suhu 90 °C

Hasil uji toksisitas redistilat asap cair pada suhu 100 °C ditunjukkan seperti pada Tabel 5 dan Gambar 6. Persamaan garis yang didapatkan pada redistilat asap cair suhu 100 °C adalah y = 98.247x – 284.97 sehingga pada nilai y=50 diperoleh nilai log x = 3.4095 dan nilai x = 2767.44 ppm (0.26% (b/v)). Hal ini menunjukkan bahwa kematian hewan uji mencapai 50% saat konsentrasi redistilat asap cair 100 °C sebesar 0.26% (b/v).

Tabel 5 Persentase kematian larva A. salina yang mati pada redistilat asap cair

Gambar 6 Hubungan antara persen kematian A. salina dan log konsentrasi pada redistilat asap cair suhu 100 °C

(22)

10

Berdasarkan data uji toksisitas tersebut, terlihat bahwa semakin tinggi suhu redistilat asap cair, semakin tinggi nilai LC50 yang diperoleh. Suatu zat dikatakan

aktif atau toksik bila nilai LC50 ˂1000 ppm (0.1%) untuk ekstrak dan ≤ 30 ppm

(0.03%) untuk suatu senyawa (Juniarti et al. 2009). Nilai LC50 redistilat asap cair

suhu 80, 90, dan 100 °C masing-masing adalah 0.16%, 0.19%, dan 0.26%, ketiganya lebih besar dari 1000 ppm (0.1%). Oleh karena itu redistilat asap cair ini dapat dikatakan aman (tidak toksik) bila dijadikan sebagai bahan tambahan pangan (Juniarti et al. 2009).

Budijanto et al. (2008) melaporkan bahwa asap cair memiliki nilai LD50

sebesar 15000 mg.kg-1. Namun, batas aman tersebut bukan untuk dikonsumsi setiap hari dan dalam jangka waktu yang lama. Penetapan acceptable daily intake (ADI), yaitu suatu bahan yang dapat dikonsumsi setiap hari dan aman bagi kesehatan, dilakukan berdasarkan no observed effect level (NOEL) dari penelitian sub-akut bersama dengan data toksisitas akut, data metabolisme, dan data penelitian jangka panjang (Lu 2006).

Aktivitas Antibakteri

Aktivitas antibakteri ditentukan dengan terbentuknya zona hambat (zona bening) di sekitar kertas cakram (Gambar 7). Hasil penelitian diameter zona hambat yang terbentuk disajikan pada Tabel 6 dan Tabel 7. Diameter zona hambat merupakan petunjuk kepekaan bakteri uji: semakin luas zona hambat, semakin tinggi aktivitas (Panagan dan Syarif 2009).

Gambar 7 Zona hambat redistilat asap cair terhadap bakteri S. aureus (a) dan bakteri E.coli (b)

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa penghambatan redistilat asap cair terhadap bakteri S. aureus lebih besar dibandingkan dengan bakteri E. coli. Pada Tabel 7 terlihat bahwa redistilat asap cair baru mampu menghambat pertumbuhan bakteri E. coli pada konsentrasi 0.8%. Hal tersebut diduga karena perbedaan struktur dinding sel yang menyusun kedua bakteri tersebut. Namun zona hambat redistilat asap cair tersebut lebih rendah dibandingkan kloramfenikol 100 ppm, yaitu 14.17 mm pada bakteri S. aureus dan 12.60 mm pada bakteri E. coli. Hal tersebut disebabkan oleh kloramfenikol merupakan antibiotik murni yang mengandung senyawa antibakteri.

(23)

11 Tabel 6 Nilai penghambatan redistilat asap cair terhadap bakteri S. aureus

Perlakuan Diameter zona bening (mm)

80 °C 90 °C 100 °C°C

Kloramfenikol (100 ppm) 14.17 13.19 13.74 Tabel 7 Nilai penghambatan redistilat asap cair terhadap bakteri E. coli

Perlakuan Diameter zona bening (mm)

80 °C 90 °C 100 °C

Kloramfenikol (100 ppm) 12.60 12.75 12.55

Bakteri E. coli merupakan bakteri Gram negatif. Struktur dinding sel bakteri Gram negatif relatif lebih kompleks, yaitu lapisan luar yang berupa lipoprotein, lapisan tengah berupa lipopolisakarida, dan lapisan dalam peptidoglikan. Sebaliknya, struktur dinding bakteri Gram positif, seperti S. aureus, relatif lebih sederhana sehingga memudahkan senyawa antimikrob untuk masuk ke dalam sel tersebut. Oleh sebab itu bakteri Gram negatif mempunyai ketahanan yang lebih baik terhadap senyawa antibakteri dibandingkan dengan bakteri Gram positif (Zuhud et al. 2001).

Senyawa utama dalam asap cair yang diketahui mempunyai efek bakterisida/bakteriostatik adalah fenol dan asam-asam organik, sebagaimana yang dilaporkan oleh Fatimah (2011). Widyastuti et al. (2012) selanjutnya menjelaskan bahwa senyawaan fenol (guaiakol dan siringol bersama dengan homolog dan derivatnya) dan komponen asam yang memengaruhi pH serta cita rasa dapat berperan sebagai pengawet dalam bahan tambahan pangan.

Aplikasi Redistilat pada Bakso

(24)

12

yang menggunakan redistilat pada konsentrasi 0.1 dan 0.8% memliki jumlah koloni masing-masing sebesar 1.5×107 dan 2.4×106 koloni/g pada jam ke-18 sedangkan bakso kontrol memiliki jumlah koloni sebesar 1.9×106 koloni/gpada jam ke-12 (Lampiran 5).

Batas maksimum cemaran mikrob dalam bakso adalah 1×105 koloni/g untuk jenis cemaran total mikrob pada uji ALT (SNI 7388:2009). Oleh sebab itu, bakso kontrol hanya mampu bertahan hingga 12 jam dan bakso dengan menggunakan redistilat bertahan hingga 18 jam pada suhu ruang. Namun, penggunaan redistilat asap cair pada konsentrasi 0.8% terlihat dapat menghambat laju pertumbuhan total mikrob lebih baik dibandingkan dengan konsentrasi 0.1%. Semakin tinggi konsentrasi yang digunakan, semakin baik aktivitas antimikrob tersebut dalam menghambat laju pertumbuhan total mikrob seperti yang ditunjukkan pada Gambar 8.

Gambar 8 Laju pertumbuhan total mikrob tanpa redistilat asap cair , dengan redistilat asap cair 0.1% , dan 0.8%

Tekstur bakso pada jam ke-0 teramati lebih kompak dan tidak berlendir. Sesuai dengan pernyataan Wibowo (2006) dan Usmiati (2009), tekstur bakso yang lebih disukai lebih kompak dan tidak berlendir. Pada jam ke-24, tekstur bakso mulai terlihat berlendir. Hal ini disebabkan oleh telah terjadi kerusakan akibat adanya pertumbuhan mikrob yang telah melewati batas aman. Aroma yang dihasilkan pada aplikasi redistilat asap cair dengan konsentrasi 0.1% dan 0.8% tidak terlalu tajam. Konsentrasi yang digunakan ini cukup rendah, sehingga tidak terlalu nyata memengaruhi aroma. Asap cair dapat digunakan untuk memberikan rasa, aroma, dan tekstur pada produk pangan sebagaimana yang dilaporkan oleh Nurhayati (2000) dan Ramakrishnan dan Moeller (2002).

Hasil penelitian ini berbeda dengan Arnim et al. (2012) yang melaporkan bahwa redistilat asap cair dapat memperpanjang masa simpan hingga 15 hari pada suhu 4±1 °C. Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan perlakuan pada saat penyimpanan bakso dan konsentrasi redistilat asap cair yang digunakan. Sementara Pradana (2013) melaporkan bahwa ekstrak daun tin dapat memperpanjang masa simpan bakso selama 48 jam pada suhu ruang dengan konsentrasi ekstrak sebesar 5% (b/b).

(25)

13

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Redistilat asap cair cangkang kelapa sawit memiliki warna yang lebih jernih, bau yang khas, dan mudah menguap. Suhu optimum yang diperoleh untuk redistilasi asap cair dan diaplikasikan pada bakso sapi adalah 80 °C yang memiliki kadar asam 5% dan pH 3. Penambahan redistilat asap cair dengan konsentrasi 0.8% menghasilkan daya hambat pertumbuhan total mikrob yang lebih baik dibandingkan dengan konsentrasi 0.1% dan kontrol (tanpa redistilat asap cair). Aktivitas antibakteri redistilat asap cair lebih baik terhadap bakteri S. aureus (Gram positif). Masa simpan bakso menggunakan redistilat asap cair lebih baik dibandingkan dengan kontrol, yaitu dapat bertahan hingga 18 jam pada suhu ruang dibandingkan kontrol yang hanya dapat bertahan hingga 12 jam.

Saran

Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk melihat efek toksisitas pada konsentrasi redistilat asap cair yang lebih tinggi serta mengukur cemaran mikrob lainnya yang direkomendasikan oleh SNI 7388:2009. Uji organoleptik perlu dilakukan untuk mengetahui gambaran penerimaan konsumen terhadap bakso dengan menggunakan redistilat asap cair dan uji analisis kandungan kimia pada produk bakso yang menggunakan redistilat.

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Methods of Analysis of AOAC International. Ed ke-18. Maryland (US): AOAC International.

Achmadi SS, Mubarik NR, Nursyamsi R, Septiaji P. 2013. Characterization of redistilled liquid smoke of oil-palm shells and its application as fish preservatives. J Appl Sci. 13(3):401-408.

Akbar A, Paindoman R, Coniwanti P. 2013. Pengaruh variabel waktu dan temperatur terhadap pembuatan asap cair dari limbah kayu pelawan (Cyanometra cauliflora). J Tek Kim. 1(19):1-8.

Arnim, Ferawati, Marlinda Y. 2012. The effect of liquid smoke utilization as preservative for meatballs quality. Pak J Nutr. 11(11):1078-1080.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2006. Penentuan angka lempeng total (ALT) pada produk perikanan. SNI 01-2332.3-2006. Jakarta (ID): BSN. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2009. Batas maksimum cemaran mikroba

(26)

14

Budijanto S, Hasbullah R, Prabawati S, Setiadjit, Sukarno, Zuraida I. 2008. Kajian keamanan asap cair tempurung kelapa untuk produk pangan. J Ilmu Pertan Indones. 13(3):194-203.

Darmadji P. 2002. Optimasi pemurnian asap cair dengan metoda redistilasi. J Teknol Indust Pangan. 13:267-271.

Darmawi, Manaf ZH, Putranda F. 2013. Daya hambat getah jarak cina (Jatropha multifida L.) terhadap Staphylococcus aureus secara in vitro. J Med Vet. 7(2):113-115.

Fatimah F. 2011. Komposisi dan aktivitas antibakteri asap cair sabut kelapa yang dibuat dengan teknik pembakaran non pirolisis. Agritech. 31(4):305-311.

Haji AG, Mas’ud ZA, Lay BW, Sutjahjo SH, Pari G. 2007. Karakterisasi asap cair hasil pirolisis sampah organik padat. J Tek Indust Pertan. 16(3):111-118. Juniarti, Osmeli D, Yuhernita. 2009. Kandungan senyawa kimia, uji toksisitas

(Brine Shrimp Lethality Test) dan antioksidan (1,1-diphenyl-2-pikrilhydrazyl) dari ekstrak daun saga (Abrus precatorius L.). Makara Sains. 13(1):50-54.

Kadir S, Darmadji P, Hidayat C, Supriyadi. 2011. Kesetimbangan adsorpsi fenol dari asap cair tempurung kelapa hibrida pada arang aktif. Agritech. 31(1):30-35.

Lu FC. 2006. Toksikologi Dasar. Jakarta (ID): UI Pr.

Luditama C. 2006. Isolasi dan pemurnian asap cair berbahan dasar tempurung dan sabut kelapa secara pirolisis dan distilasi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Meenazir R. 2010. Kajian identifikasi bahan tambahan pangan hasil fraksinasi asap cair dari tongkol jagung [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Noverita, Fitria D, Sinaga E. 2009. Isolasi dan uji aktivitas antibakteri jamur endofit dari daun dan rimpang Zingiber ottensii Val. J Farm Indones. 4(4):171-176.

Nurhayati T. 2000. Sifat destilat hasil destilasi kering 4 jenis kayu dan kemungkinan pemanfaatannya sebagai pestisida. Bul Penel Hasil Hutan. 17:160-168.

Nurhayati APD, Abdulgani N, Febrianto R. 2006. Uji toksisitas ekstrak Eucheuma alvarezii terhadap Artemia salina sebagai studi pendahuluan potensi anti kanker. Akta Kimindo. 2(1):41-46.

Nursyamsi R. 2012. Aplikasi asap cair cangkang sawit sebagai pengawet ikan dan antibakteri [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Panagan AT, Syarif N. 2009. Uji daya hambat asap cair hasil pirolisis kayu pelawan (Tristania abavata) terhadap bakteri Escherichia coli. J Lit Sains. 9:30-32.

Pradana AA. 2013. Potensi antimikroba daun tin (Ficus carica) terhadap Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa serta aplikasinya pada produk bakso [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Ramakrishnan S, Moeller P. 2002. Liquid smoke: product of hardwood pyrolysis. Fuel Chem Div Prepints. 47(1):366-367.

Septiaji P. 2012. Daya repelensi-lalat asap cair redistilasi dari tempurung kelapa sawit pada ikan asin jambal [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sudarwati. 2007. Pembuatan bakso daging sapi dengan penambahan kitosan.

(27)

15 Usmiati S. 2009. Bakso sehat. Warta Penel Pengemb Pertan. 31(6):13-14.

Wibowo S. 2006. Pembuatan Bakso Ikan dan Bakso Daging. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Widyastuti S, Saloko S, Murad, Rosmilawati. 2012. Optimasi proses pembuatan asap cair dari tempurung kelapa sebagai pengawet makanan dan prospek ekonomisnya. Agroteksos. 22(1):48-58.

Wijaya M, Noor E, Irawadi TT, Pari G. 2008. Karakterisasi komponen kimia asap cair dan pemanfaatannya sebagai biopestisida. Bionature. 9(1):34-40.

Zuhud EM, Rahayu WP, Wijaya CH, Sari PP. 2001. Aktivitas antimikroba ekstrak kedawung (Parkia roxburghii G. Don) terhadap bakteri patogen. J Teknol Indust Pangan. 12(1):6-12.

(28)

16

Asap Cair

Redistilat B (90 °C) Redistilat A

(80 °C)

Redistilat C (100 °C)

Redistilat A Redistilat B Redistilat C

Aplikasi pada bakso daging

- Penentuan kadar asam dan pH - Analisis GC-MS - Uji aktivitas

antibakteri - Uji BSLT - Penentuan KHM - Penentuan kadar

asam dan pH - Analisis GC-MS - Uji BSLT - Uji aktivitas

antibakteri - Penentuan KHM - Penentuan kadar

asam dan pH - Analisis GC-MS - Uji BSLT - Uji aktivitas

antibakteri - Penentuan KHM

Redistilasi pada suhu 80, 90, dan 100 °C

Hasil

(29)

17 Lampiran 2 Perhitungan kadar asam dan pH

a) Perhitungan total asam

Massa asam oksalat= 0.6339 g

Standardisasi NaOH dengan menggunakan asam oksalat 0.2012 N Ulangan Vas. oksalat

Sampel Ulangan VSampel (mL)

b) Pengukuran pH redistilat asap cair Sampel pH

(30)

18

Lampiran 3 Hasil analisis GCMS redistilat asap cair suhu 80, 90, dan 100 °C a) Kromatogram analisis GCMS redistilat asap cair suhu 80 °C

Waktu retensi

6.22 0.27 5-metil-2-furaldehida 91

6.40 36.25 fenol 94

(31)

19 lanjutan Lampiran 3

b) Kromatogram analisis GCMS redistilat asap cair 90 °C

waktu retensi

6.22 0.32 5-metil-2-furaldehida 91

(32)

20

lanjutan Lampiran 3

c) Kromatogram analisis GCMS redistilat asap cair 100 °C

waktu retensi

6.22 0.27 5-metil-2-furaldehida 91

6.39 37.57 fenol 91

(33)

21 Lampiran 4 Perhitungan uji toksisitas redistilat asap cair

(34)

22

0,0000 0,5000 1,0000 1,5000 2,0000 2,5000 3,0000 3,5000 4,0000

(35)

23 lanjutan Lampiran 4

(36)

24

Lampiran 5 Hasil uji angka lempeng total (ALT) pada bakso Pada jam ke-0 ulangan 1

Konsentrasi

Sampel (% b/v) U

Tingkat Pengenceran (koloni) Rata-rata Koloni

Pada jam ke-0 ulangan 2 Konsentrasi

Sampel (% b/v) U

Tingkat Pengenceran (koloni) Rata-rata Koloni

Pada jam ke-6 ulangan 1 Konsentrasi

Sampel (% b/v) U

Tingkat Pengenceran (koloni) Rata-rata Koloni

Pada jam ke-6 ulangan 2 Konsentrasi

Sampel (% b/v) U

(37)

25 lanjutan Lampiran 5

Pada jam ke-12 ulangan 1 Konsentrasi

Sampel (% b/v) U

Tingkat Pengenceran (koloni) Rata-rata Koloni

Pada jam ke-12 ulangan ke 2 Konsentrasi

Sampel (% b/v) U

Tingkat Pengenceran (koloni) Rata-rata Koloni

Pada jam ke-18 ulangan 1 Konsentrasi

Sampel (% b/v) U

(38)

26

lanjutan Lampiran 5 Pada jam ke-18 ulangan 2

Konsentrasi

Sampel (% b/v) U

Tingkat Pengenceran (koloni) Rata-rata Koloni

Pada jam ke-24 ulangan 1 Konsentrasi

Sampel (% b/v) U

Tingkat Pengenceran (koloni) Rata-rata Koloni

Pada jam ke-24 ulangan 2 Konsentrasi

Sampel (% b/v) U

Tingkat Pengenceran (koloni) Rata-rata Koloni

(39)

27

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 2 Juni 1992 sebagai anak ke dua dari 4 bersaudara dari pasangan Syahril Hasibuan dan Jumiyati. Tahun 2010, penulis lulus dari SMA Negeri 6 Bekasi dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui Ujian Talenta Mandiri IPB (UTMI) pada Departemen Kimia FMIPA IPB.

Gambar

Gambar 2  Proses aplikasi asap cair redistilasi pada bakso daging
Tabel 1  Kadar asam dan pH redistilat asap cair
Tabel 2  Hasil analisis GCMS redistilat asap cair dengan kemiripan ≥90%
Tabel 4  Persentase kematian larva A. salina yang mati pada redistilat asap cair suhu 90 °C
+4

Referensi

Dokumen terkait

Partisipan dalam penelitian ini adalah seorang mahasiswa yang merupakan pelaku aktif Shalawat Albanjari dan pengurus Ma’had Sunan Ampel al-Aly, serta melibatkan informan

“Dan janganlah kamu menyerahkan harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya (anak yatim) yang dijadikan Allah sebagai

– P00200700305 ESKTRAK HERBAL SEBAGAI IMUNOMODULATOR DAN ANTI - INFLAMASI.. Perangkat medis yang terdiri dari perangkat visualisasi yang terdiri dari kamera dan tabung kamera yang

Penerapan Penyusunan Laporan Keuangan (PP No.71 tahun 2010) sangat penting untuk menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas, karena penerapan penyusunan laporan

Untuk memperoleh lantai tanah yang padat (tidak berdebu) dapat ditempuh dengan menyiram air kemudian dipadatkan dengan benda-benda yang berat, dan dilakukan berkali-kali. Lantai

Adversity quotient yang tinggi merupakan salah satu faktor penting yang harus dimiliki oleh remaja warga binaan agar mereka tetap memiliki orientasi masa depan

Ucapan terimakasih saya ucapkan kepada seluruh teman-teman sejawat Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, para

Agar tidak terjadi penyimpangan dari persoalan pokok dan untuk mendukung hasil yang lebih baik, maka penulis membatasi pada masalah motiva si orang tua, minat belajar