• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Potensi Dampak Wisata Bahari terhadap Terumbu Karang di Kelurahan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Potensi Dampak Wisata Bahari terhadap Terumbu Karang di Kelurahan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN POTENSI DAMPAK WISATA BAHARI TERHADAP TERUMBU KARANG

DI KELURAHAN PULAUPANGGANG, KEPULAUAN SERIBU

IKA YUSNITA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Potensi Dampak Wisata Bahari terhadap Terumbu Karang di Kelurahan Pulau Panggang, Kepulauan Seribuadalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalamteks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada InstitutPertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014

Ika Yusnita

(3)

IKA YUSNITA. Kajian Potensi Dampak Wisata Bahari terhadap Terumbu Karang di Kelurahan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh FREDINAN YULIANDA dan HANDOKO ADI SUSANTO.

Kepulauan Seribu merupakan salah satu tujuan wisata bahari di wilayah ibu kota Jakarta dan sekitarnya. Jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kepulauan Seribu menunjukan peningkatan,yaitu berjumlah 659.659 orang pada tahun 2012 meningkat menjadi1.498.470orang pada tahun 2013(Suku Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kepulauan Seribu, 2014). Peningkatan jumlah wisatawan ke Kepulauan Seribu, diantaranya disebabkan oleh keindahan panorama,kemudahan akses, dan biaya yang terjangkau.

Peningkatan jumlah wisatawan, khususnya wisatawan yang menikmati keindahan alam bawah laut melaluidivingdan snorkelingdapat mempengaruhi perubahan kondisi ekosistem terumbu karang (Loya, 1976 in

Liew,2001).Beberapa kerusakan yang diakibatkan oleh kegiatan wisata bahari umumnya terjadi akibat kontak fisik wisatawan dengan terumbu karang baik secara sengaja maupun tidak disengaja. Kontak fisik tersebut antara lain menendang, menginjak, memegang, mengambil biota laut serta peralatan selam yang bersentuhan dengan terumbu karang (Rouphael and Inglis, 1997).Terkait hal tersebut, diperlukan kajian terkait dampak wisata bahari terhadap terumbu karang dengan pendekatan perilaku wisatawan saat berwisata. Perilaku wisatawan yang ramah terhadap terumbu karang merupakanpotensi dalam rangka pengelolaan keberlanjutan wisata bahari.

Tujuan penelitian ini adalah: 1.mengidentifikasi perilaku wisatawan yang berpotensi merusak terumbu karang; 2.mengkaji potensi tingkat kerusakan terumbu karang akibat wisata bahari; dan 3. menyusun strategi untuk meminimalisasi dampak kegiatan wisata bahari terhadap terumbu karang. Penelitian ini difokuskan untuk mengkaji dampak wisata bahari yaitu divingdan

snorkelingmelalui pendekatan perilaku wisatawan yang berpotensi merusak terumbu karang. Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2013di Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Kepulauan Seribu yaitu di Pulau Pramuka, Pulau Nusa Keramba, Pulau Panggang, Pulau Air dan Pulau Semak Daun. Pulau tersebut merupakan lokasi penyelaman yang sering dikunjungi wisatawan.

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder yang terdiri dari kondisi terumbu karang, karakteristik wisatawan, dan perilaku wisatawan yang berpotensi merusak terumbu karang. Data karakteristik wisatawan diperoleh melalui kuesioner dan wawancara mendalam dengan wisatawan yang berkunjung. Pengumpulan data perilaku wisatawan yang berpotensi merusak terumbu karang diperoleh dengan cara mengikuti dan mencatat seluruh aktivitas wisatawan yang melakukan diving dan snorkeling. Pemilihan responden dilakukan dengan cara

purposive sampling.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini, diantaranya adalah metode

(4)

kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, menunjukan persentase tutupan karang di Kelurahan Pulau Panggang termasuk dalam kategori buruk hingga baik pada kedalaman 3 (tiga) dan 10 (sepuluh) meter. Pada kedalaman 3 (tiga) meter, persentase tutupan karang berkisar antara 30,20%dan62,20% atau termasuk dalam kategori sedang hingga baik. Pada kedalaman 10 (sepuluh) meterpersentase tutupan karang berkisar antara 19,60%dan49,00% atau termasuk dalam kategori buruk hingga sedang.

Karakteristik wisatawan yang berkunjung berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa wisatawan yang berkunjung di Kelurahan Pulau Panggang didominasi oleh wisatawan berjenis kelamin laki-laki (68%) dengan pendidikan mayoritas adalah sarjana (66%). Rata-rata usia pengunjung yang berwisata ke Kepulauan Seribu berkisar antara 21 sampai 30 tahun. Berdasarkan hasil pengamatan, menunjukan bahwa perilaku wisatawansaatdivingdan

snorkelingberpotensi mengakibatkan kerusakan terumbu karang.Perilaku wisatawansaat divingdan snorkelingyang berpotensi mengakibatkan kerusakan terumbu karang adalah menginjak karang, menendang karang, mengambil karang, dan memegang karang.Perilaku wisatawan saat divingyang berpotensi paling besar menyebabkan kerusakan terumbu karang adalah kegiatan menendang karang dengan peluang sebesar 0,014 dan yang paling kecil adalah kegiatan mengambil karang dengan nilai peluang sebesar 0,001. Kegiatan wisata

snorkelingyang berpotensi paling besar menyebabkan kerusakan terumbu karang adalah kegiatan menginjak karang dengan peluang sebesar 0,043 sedangkan peluang paling kecil menyebabkan kerusakan adalah kegiatan mengambil karang yaitu sebesar 0,001.

Berdasarkan analisa dampak yang dilakukan, menunjukan bahwa potensi tingkat kerusakan akibat divingadalah sebesar 7,574 % per tahun dan snorkeling

sebesar 8,196 % per tahun. Untuk meminimalisasi tingkat kerusakan akibat kegiatan divingdan snorkeling, diperoleh 3 (tiga)strategi prioritaspengelolaan wisata bahari melalui analisis SWOT sebagai berikut:1. penetapan/pengaturan spot wisata divingdansnorkelingdisesuaikan dengan karakteristik jenis terumbu karang, daya dukung kawasan, serta tingkat keahlian menyelam wisatawan; 2.koordinasi para pemangku kepentingan dan stakeholder dalam pemanfaatan sumberdaya laut khususnya ekosistem terumbu karang;3.peningkatan pengawasan terhadap pemanfaatan sumberdaya laut, khususnya ekosistem terumbu karang.

(5)

IKA YUSNITA. Study of Potential Impact for Marine Tourism on Coral Reef in Pulau Panggang Village, Kepulauan Seribu. Supervised by FREDINAN YULIANDA dan HANDOKO ADI SUSANTO.

Marine tourism is rapidly growing and in some countries has created marine park and protected areas to sustain their reef resources. Coral reefs have became popular tourist destination as reef related recreational activities such as snorkellingand scuba diving. Coral reef ecosystem is a unique resource characteristics and beauty that has potential to be utilized for the development of marine tourism. However, coral reef resources also have high levels of vulnerability to environmental disturbances, such as marine tourism activities. These increasing human recreational activities have threatened the survival of coral reefs (Loya, 1976).

This study aim to asses impact of marine tourism activities on coral reef ecosystem in Panggang sub-district of Seribu Island. An assesment of the impact by divers on coral reef was conducted from April to June 2013. Direct observation were made on behaviour of tourist at popular dive site in Pulau Panggang Village. Coral reefs classified as category bad to good. This study revealed that coral cover under bad to medium condition with low level of mortality.

It is known that reef damage can occur from direct contact through fin, kicking, trampling, holding, touching, kneeling, standing or dragging and sangging of equipment (Hawkins and Robert, 1992). This study shows that kicking coral is the most often done by tourist during diving and trampling during their snorkeling. The result of analysis of potential impact for marine tourism on coral reef is 7,574% per year, activities of diving can be contribute to coral reef condition. Then, snorkeling is about 8,196% can be contribute to coral reef condition.

SWOT analysis shows that there are eight strategis can implemented at Pulau Panggang Village to reduce or enhance the condition of coral reef such. Three mayor priorities are: 1. Improve and enhance the rule of utilization of marine tourism area with characteristic of coral reef; 2. Integrating the role of institution (stakeholders) of utilization of nature resources especially coral reef; 3. Enforce the law through supervisory of utilization of nature resource especially coral reef.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatumasalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan lPB.

(7)

KAJIAN POTENSI DAMPAK WISATA BAHARI TERHADAPTERUMBU KARANG

DI KELURAHAN PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU

IKA YUSNITA

Tesis

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelarMagister Sains pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Nama : Ika Yusnita

NIM : C252100194

Disetujui KomisiPembimbing,

Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc. Ketua

Dr. Handoko Adi Susanto, S.Pi, M.Sc. Anggota

Mengetahui, Ketua Program Studi

Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Dr. Ir. Luky Adrianto, M. Sc.

an. Dekan,

Sekretaris Program Magister

Prof. Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc.

(10)

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena rahmat dan hidayah-Nya sehingga penelitian yang berjudul Kajian Potensi Dampak Wisata Bahari terhadap Terumbu Karang di Kelurahan Pulau Panggang, Kepulauan Seribudapat diselesaikan.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu penulisan tesis ini, khususnya kepada Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc.selaku Ketua Komisi Pembimbing, Dr. Handoko Adi Susanto, S.Pi, M.Sc.selaku Anggota Komisi Pembimbing, Dr. Yonvitner, S.Pi, M.Si dan Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA selaku Penguji Luar Komisi pada ujian tesis dan Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc. selaku Ketua Program Studi SPL atas segala bimbingan, arahan dan motivasinya hingga terselesaikannya tesis ini.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh keluarga, rekan SPL IPB, serta seluruh pihak yang telah membantu penulisan tesis ini atas segala doa dan kasih sayangnya.

Bogor, Juni 2014

(11)

Nama : Ika Yusnita

NIM : C252100194

Disetujui KomisiPembimbing,

Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc. Ketua

Dr. Handoko Adi Susanto, S.Pi, M.Sc. Anggota

Mengetahui, Ketua Program Studi

Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc.

Dekan,

Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(12)
(13)

DAFTAR ISI

COVER i

DAFTAR ISI xv

DAFTAR TABEL xvi

DAFTAR GAMBAR xvi

DAFTAR LAMPIRAN xvii

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

Manfaat Penelitian 3

Kerangka Pemikiran 3

2 METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian 5

Alat dan Bahan 6

Jenis dan Metode Pengumpulan Data 6

Analisis Data 9

Analisis PersentaseTutupan Karang 9

Analisis Indeks Mortalitas 10

Analisis Chi Kuadrat 10

Analisis Dampak Wisata Bahari 11

Analisis SWOT 11

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum di Kelurahan Pulau Panggang 13

Parameter Fisika di Kelurahan Pulau Panggang 14

Karakteristik Terumbu Karang di Kelurahan Pulau Panggang 15 Karakteristik Wisatawan di Kelurahan Pulau Panggang 17

Persepsi Wisatawan Terhadap Terumbu Karang 21

Perilaku Wisatawan yang Berpotensi Merusak Terumbu Karang

23

Strategi Minimalisasi Dampak Pengembangan Wisata Bahari 28

Identifikasi Faktor-Faktor Strategis Internal 28

Identifikasi Faktor-Faktor Strategis Eksternal 32

Matriks Faktor Strategi Internal dan Eksternal 34

Formulasi Strategi 35

5 KESIMPULAN DAN SARAN 40

Kesimpulan 40

Saran 40

DAFTAR PUSTAKA 41

(14)

DAFTAR TABEL

1 Posisi stasiun pengamatan 5

2 Alat dan bahan penelitian 6

3 Daftar lifeform komunitas karang dan biota benthos lainnya

7

4 Jenis dan sumber data penelitian 9

5 Kriteria baku kerusakan terumbu karang 10

6 Parameter fisika perairan 13

7 Bentuk pertumbuhan karang (lifeform) di stasiun pengamatan

16

8 Potensi perilaku wisatawan selam yang berpotensi merusak

23

9 Hasil analisi uji chi kuadrat kegiatan wisata selam 24

10 Perilaku yang berpotensi merusak saat snorkeling 26

11 Hasil analisis uji chi kuadrat kegiatan snorkeling 26

12 Potensi kerusakan terumbu karang 27

13 Matrik faktor strategi internal 35

14 Matrik faktor stratagi eksternal 35

15 Formulasi strategi minimalisasi dampak wisata bahari 36

16 Hasil perhitungan prioritas strategi minimalisasi dampak wisata bahari menggunakan analisi QSPM

37

17 Rangking alternatif strategi 38

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran 4

2 Alur penelitian 4

3 Lokasi penelitian 5

4 Persentase tutupan karang 16

5 Indeks mortalitas 17

6 Profil wisatawan berdasarkan jenis kelamin 18

7 Profil wisatawan berdasarkan umur 18

8 Profil wisatawan berdasarkan tingkat pendidikan 19

9 Profil wisatawan berdasarkan motivasi berkunjung 20

10 Profil wisatawan berdasarkan tempat menginap 20

11 Profil wisatawan berdasarkan lama berkunjung 21

12 Profil wisatawan berdasarkan tingkat keahlian selam 21

13 Persepsi wisatawan terhadap kegiatan yang mempengaruhi kondisi terumbu karang

22

14 Persepsi pengetahuan wisatawan tentang kondisi terumbu karang

23

15 Grafik perilaku wisatawan selam yang berpotensi merusak terumbu karang

25

16 Grafik klasifikasi potensi dampak perilaku wisatawan saat wisata selam

(15)

17 Persentase perilaku wisatawan yang berpotensi merusak saat

snorkeling

26

18 Grafik klasifikasi potensi dampak perilaku wisatawan saat

snorkeling

27

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuesioner wisatawan selam/snorkeling 44

2 Kuesioner pemilik/pengelola penginapan/homestay 50

3 Kuesioner pemilik rumah makan 54

4 Jumlah wisatawan di Kelurahan Pulau Panggang tahun 2012 58 5 Frekuensi dan waktu perilaku wisatawan yang berpotensi

merusak terumbu karang saat wisata selam

59

6 Frekuensi dan waktu perilaku wisatawan yang berpotensi merusak terumbu karang saat snorkeling

60

7 Rekapitulasi bobot faktor strategis internal dan eksternal 61 8 Rekapitulasi rangking faktor strategis internal dan eksternal 62 9 Gambaran umum kegiatan wisata bahari di Kelurahan Pulau

Panggang

63

10 Pengambilan data fisika dan kondisi terumbu karang di Kelurahan Pulau Panggang

(16)

Latar Belakang

Terumbu karang merupakan salah satu sumberdaya pesisir dan lautan yang mempunyai produktifitas organik dan keanekaragaman hayati yang tinggi. Kondisi terumbu karang banyak memberikan pengaruh pada wilayah pesisir. Selain itu terumbu karang juga mempunyai fungsi ekologis dan ekonomi antara lain: sebagai pelindung terhadap terjadinya erosi, sebagai tempat penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat berlindung, tempat pemijahan, tempat bermain dan asuhan bagi berbagai biota karang,

serta sebagai supporting system bagi masyarakat pesisir yang bermata pencaharian

sebagai nelayan dan pelaku wisata bahari. Terumbu karang juga memiliki berbagai macam biota karang yang mempunyai nilai ekonomi penting seperti berbagai jenis ikan karang, udang karang, alga, teripang, dan tiram mutiara (Dahuri, 2003)

Di beberapa negara, terumbu karang berpotensi mengalami tekanan karena aktivitas manusia (Richmond, 1990). Beberapa hal yang menyebabkan terumbu karang

mengalami kerusakan atau penurunan kualitas antara lain: overfishing, laju sedimentasi,

pembuangan limbah dan sampah serta kegiatan wisata (Clark dan Gulko, 1999).

Wisata bahari merupakan salah satu jenis pemanfaatan bidang kelautan yang potensial. Wisata bahari terdiri dari empat kategori berdasarkan jenis dan wilayah

aktivitasnya, yaitu: wisata selam, snorkeling, wisata mangrove dan wisata pantai.

Wisata selam dan snorkeling merupakan kegiatan wisata yang memanfaatkan objek

bawah laut sebagai daya tarik wisata. Wisata selamatau menyelam merupakan kegiatan

dibawah permukaan air dengan atau tanpa peralatan, sedangkan snorkeling (selam

permukaan) adalah kegiatan berenang atau menyelam dengan mengenakan peralatan berupa masker selam dan snorkel.

Objek utama wisata wisata selam dan snorkeling adalah sistem kehidupan yang

terdapat di ekosistem terumbu karang. Menurut Loya (1976) in Liew, (2001)

meningkatnya kegiatan wisata bahari dapat mempengaruhi kondisi terumbu karang. Aktivitas wisata bahari dapat memberikan dampak kerusakan secara langsung maupun tidak langsung. Dampak langsung terjadi karena adanya kontak fisik wisatawan baik

disengaja maupun tidak sengaja dengan terumbu karang saat wisata selam dan

snorkeling. Sedangkan dampak tidak langsung terjadi karena pembangunan fasilitas

wisata seperti hotel, dermaga dan fasilitas wisata lainnya yang secara tidak langsung mengubah bentuk penampakan wilayah pesisir. Menurut Rophael dan Inglis (1997), beberapa perilaku wisatawan yang berpotensi dapat merusak terumbu karang antara lain: menendang karang, memegang karang, berjalan di atas karang, serta penambatan jangkar di karang. Dampak yang diakibatkan oleh masing-masing perilaku wisatawan terhadap terumbu karang sangat kecil, namun secara kumulatif perilaku tersebut dapat memberikan tekanan terhadap terumbu karang dan mempengaruhi persentase tutupan

karang (Hawkins et al. 1992). Bahkan beberapa penelitian menyebutkan bahwa hampir

semua wisatawan melakukan kontak fisik dengan terumbu karang selama wisata selam

dan snorkeling. Sebagian besar kontak fisik tersebut tidak menimbulkan kerusakan

terhadap terumbu karang, namun terdapat beberapa wisatawan yang menyebabkan

dampak kerusakan signifikan akibat menginjak dan mengambil karang (Harriot et al.

(17)

Kepulauan Seribu merupakan gugusan pulau yang terletak di sebelah utara ibukota Jakarta yang sebagian besar wilayahnya merupakan wilayah perairan. Selain itu, Kepulauan Seribu merupakan salah satu tujuan wisata bagi para wisatawan yang tertarik pada wisata bahari. Berbagai kegiatan wisata bahari yang ditawarkan di Kepulauan

Seribu, antara lain: wisata selam, snorkeling, memancing, banana boat, serta wisata

pendidikan (penanaman lamun dan rehabilitasi karang). Kelurahan Pulau Panggang menjadi salah satu primadoma dan daerah tujuan wisata bahari khususnya bagi masyarakat di wilayah Jabodetabek karena akses yang mudah, biaya yang terjangkau, serta menawarkan berbagai obyek wisata yang menarik.

Menurut Tomascik et al. (1997), dampak perkembangan pariwisata di daerah

Kepulauan Seribu menjadi masalah penting, untuk itu perlu dipelajari dan dipahami. Terkait hal tersebut, maka diperlukan suatu penelitian terkait potensi dampak kegiatan wisata bahari melalui pendekatan perilaku wisatawan sebagai dasar untuk pengelolaan wisata bahari.

Perumusan Masalah

Kelurahan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu mempunyai potensi besar untuk pengembangan wisata bahari. Selain letaknya yang dekat dengan ibu kota negara (Jakarta), keindahan alam laut yang ditawarkan juga menarik minat wisatawan. Hal ini dapat dilihat dari semakin meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan sejak tahun 2003. Bahkan pada tahun 2012 jumlah wisatawan mencapai 659.659 orang dan meningkat pada tahun 2013 menjadi 1.498.470 orang (Suku Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Kabupaten Kepulauan Seribu, 2014). Angka tersebut menunjukkan bahwa minat masyarakat terhadap wisata bahari semakin meningkat. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap aspek ekologi, ekonomi dan sosial. Meningkatnya jumlah wisatawan akan mempengaruhi kondisi terumbu karang. Oleh karena itu, pengelolaan wisata bahari di Kelurahan Pulau Panggang perlu memperhatikan aspek ekologi seperti daya dukung kawasan, tutupan terumbu karang serta kebutuhan ruang untuk wisatawan. Apabila terumbu karang rusak atau mengalami penurunan tutupan karang, maka akan menurunkan nilai jual obyek wisata bahari di Kelurahan Pulau Panggang.

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Peningkatan jumlah wisatawan berpotensi mempengaruhi kondisi terumbu karang

2. Perilaku wisatawan saat wisata selam dan snorkeling berpotensi merusak terumbu

karang

3. Perlu adanga strategi yang dapat dilakukan dalam rangka meminimalisasi dampak

wisata bahari terhadap kerusakan terumbu karang

Oleh karena itu dibutuhkan pengelolaan wisata bahari melalui pendekatan strategi minimalisasi dampak wisata bahari terhadap terumbu karang agar kegiatan wisata dapat berkelanjutan.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi perilaku wisatawan yang berpotensi merusak terumbu karang

2. Mengkaji potensi tingkat kerusakan terumbu karang akibat wisata bahari.

3. Menyusun strategi untuk meminimalisasi dampak kegiatan wisata bahari terhadap

(18)

Ruang Lingkup Penelitian

Pokok kajian dalam penelitian ini adalah mengkaji dampak wisata bahari yaitu

wisata wisata selam dan snorkeling. Fokus penelitian dilakukan melalui pengamatan

terhadap tutupan terumbu karang, karakteristik wisatawan dan perilaku wisatawan yang berpotensi merusak terumbu karang di lokasi penelitian.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang terkait dengan pengembangan wisata bahari khususnya di Kelurahan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu (Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, wisatawan/pengunjung, masyarakat lokal, dan penyedia jasa wisata) dalam rangka meminimalisasi dampak wisata bahari. Melalui pengelolaan wisata bahari diharapkan terumbu karang terjaga kelestariannya dan menjadi daya tarik bagi wisatawan.

Kerangka Pemikiran

Terumbu karang merupakan salah satu sumber daya pesisir dan lautan yang menjadi obyek wisata bahari. Dalam pemanfaatannya, terumbu karang dapat mengalami penurunan kualitas seperti menurunnya persentase tutupan, dan tingginya indeks mortalitas. Agar pengelolaan wisata bahari di Kelurahan Pulau Panggang dapat berkelanjutan, maka kondisi terumbu karang harus tetap dijaga. Pengelolaan wisata bahari yang berkelanjutan dilakukan melalui dua pendekatan yaitu pengelolaan terhadap wisatawan dan sumberdaya terumbu karang. Pengelolaan terhadap wisatawan dilakukan melalui pemberian pendidikan dan pemahaman tentang ekowisata. Sedangkan pendekatan terhadap sumberdaya terumbu karang dilakukan dengan mengurangi tekanan dan gangguan serta menjaga kelestariannya.

Berdasarkan penelitian kondisi terumbu yang dilakukan oleh Estradivari dkk.

(2007) beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi terumbu karang di Kepulauan Seribu antara lain: kegiatan wisata bahari, perikanan yang merusak serta aktivitas masyarakat lokal. Hal ini menjadi dasar dalam membangun kerangka pikir pada penelitian ini sebagaimana disajikan pada Gambar 1.

(19)

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian

Untuk itu perlu dilakukan penelitian melalui pendekatan perilaku wisatawan yang berpotensi merusak terumbu karang. Tahapan penelitian ini dimulai dengan pengamatan kegiatan wisata bahari melalui: identifikasi kondisi terumbu karang, identifikasi perilaku dan karakteristik wisatawan, serta identifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam pengelolaan wisata bahari. Dengan pendekatan tersebut diharapkan dapat dihasilkan strategi dalam rangka mengurangi dampak wisata bahari terhadap terumbu karang sebagaimana disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Alur penelitian

Wisata bahari

Fasilitas wisata

Diving dan snorkeling

Limbah wisatawan

Perikanan

yang merusak Masyarakat

lokal

Limbah Masyarakat

lokal

Penambangan karang

Berpotensi merusak terumbu karang

Strategi Minimalisasi Kerusakan Terumbu Karang

Pengelolaan Terumbu Karang dapat Berkelanjutan

Wisata Bahari di Kelurahan Panggang 

1.  Snorkling 2.  Diving

Observasi dan pengamatan kegiatan wisata bahari di Kelurahan Panggang 

1. Kondisi terumbu karang 2. Identifikasi profil wisatawan 3. Identifikasi perilaku wisatawan

1. Indeks Dampak Wisata Bahari terhadap Potensi Ekologis Terumbu 2. Analisis SWOT

(20)

2METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kelurahan Pulau Panggang sebagai pusat pemerintahan Kabupaten Kepulauan Seribu. Stasiun pengamatan dilakukan di perairan yang memiliki hamparan terumbu karang dan telah dijadikan obyek wisata. Penelitian dilakukan padabulan April s.d Juni 2013.

Gambar 3Lokasi penelitian

Penentuan stasiun pengamatan dilakukan melalui survei pendahuluan berdasarkan informasi dari para pelaku wisata bahari dan masyarakat lokal.Penelitian dilakukan pada 5 stasiun pengamatan pada 2 (dua) kedalaman yaitu 3 (tiga) dan 10 (sepuluh) metersebagaimana disajikan pada Tabel 1. Terumbu karang hidup antara kedalaman 0 sampai dengan 25 meter dari permukaan laut.Posisi dan letak stasiun pengamatan secara lengkap disajikan pada Tabel 1.

Tabel1 Posisi stasiun pengamatan

Stasiun Kedalaman (m) Koordinat

1 3 106° 34' 32.916" E, 5° 44' 5.1" S 10 106° 34' 32.916" E, 5° 44' 6.756" S 2 3 106° 34' 33.204" E, 5° 44' 6.4674" S

10 106° 34' 43.7874" E ; 5° 45' 37.404" S 3 3 106° 36' 47.304" E, 5° 44' 35.844" S

10 106° 36' 46.5834" E, 5° 44' 37.5714" S 4 3 106° 36' 43.7034" E; 5° 44' 3.0114" S

(21)

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam pengumpulan data primer pada penelitian ini antara lain: GPS (Geographic Position System), peralatan menyelam (scuba set), kamera bawah air, roll meter, current meter, deep gauge, thermometer, dan seichi disk.Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta lokasi kawasan Kelurahan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu dan buku identifikasi karang. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian secara lengkap disajikan dalan Tabel 2.

Tabel 2 Alat dan bahan penelitian

Alat dan bahan Fungsi alat dan bahan

Kapal/perahu Alat transportasi ke lokasi penyelaman

Scuba set Alat bantu penyelaman Underwater camera Pengambilan foto didalam air

GPS Penentuan titik koordinat stasiun/lokasi pengamatan

Rollmeter Garis transek

Sabak dan pensil Alat tulis untuk mencatat Kertas gambar biota Identifikasi jenis biota

Current meter Mengukur kecepatan arus

Deep gauge Mengukur kedalaman perairan

Thermometer Mengukur suhu

Seichi disk Mengukur kecerahan Buku karang Indonesia Identifikasi jenis karang

Jenis dan Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan dari kegiatan observasi, wawancara, diskusi, dan pengukuran di lapang. Data sekunder dikumpulkan dari berbagai institusi terkait dan penelusuran berbagai pustaka yang ada. Data yang dikumpulkan antara lain: parameter fisika, biofisik terumbu karang, identifikasi perilaku wisatawan yang berpotensi merusak terumbu karang, serta karakteristik wisatawan yang berkunjung.

Parameter fisika yang diukur yaitu suhu, salinitas, kecerahan dan kecepatan arus. Databiofisik terumbu karang yang dikumpulkan antara lain: persentase tutupan, jenis life form dan indeks mortalitasnya. Data sosial meliputi karakteristik wisatawan dan persepsiterhadap terumbu karang. Data karakteristik wisatawan meliputi jumlah wisatawan, asal daerah, umur, mata pencaharian, pendidikan, tujuan berwisata, frekuensi kunjungan persepsi terhadap terumbu karang, dan data-data lainnya terkait dengan wisata bahari.Data perilaku wisatawan meliputi frekuensi dan waktu perilaku wisatawan yang berpotensi merusak terumbu karang dalam satu kali wisata selam dan snorkeling.

(22)

diukur dengan menghitung panjang rollmeter dari yang menyinggung masing-masing lifeformyang disinggungnya dengan ketelitian mendekati sentimeter. Identifikasi lifeform dan jenis karang dilakukan dengan mencocokan gambar

lifeform dan jenis karang yang ditemukan di stasiun pengamatan dengan gambar

lifeform dan jenis karang pada buku jenis karang Indonesia(Suharsono,etal.2004) sebagaimana disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3 Daftar lifeform komunitas karang dan biota benthos lainnya serta substrat

Kategori Kode Keterangan

Dead Coral DC Baru saja mati, warna putih sampai kotor Dead Coral Algae DCA Karang mati yang sudah ditumbuhi alga

Acropora

Branching ACB Sedikitnya 2 cabang

Encrusting ACE Pada umumnya berupa pelat dasar dari bentuk Acropora yang baru tumbuh Submassive ACS Kokoh berbentuk bonggol/baji Digitate ACD Percabangan soliter

Tabular ACT Pelat datar seperti meja

Non-Acropora

Branching CB Percabangan >20

Encrusting CE Sebagaian besar menempel pada substrat sebagai plat laminar

Subbmasive CS Membentuk kolom kecil, baji atau bonggol

Foliase CF Bentuk menyerupai daun atau kipas Mushromm CMR Soliter

Benthos lain (OF)

Soft coral SC Karang lunak

Sponges SP

Zoanthids ZO

Others OT Ascidians, Anemon, Gorgonian, dll

Alga

Coraline CA Halimeda HA

Turf Alga TA Alga filament yang lembut

Abiotik

Sand S Pasir

Rubble R Pecahan karang tak beraturan

Silt SI Lumpur

Water WA Kolam air lebih dari 50 cm

Rock RCK Tapakan karang termasuk kapur, batu Sumber. Suharsono et al. 2004

(23)

pengamatan. Setelah selesai pendataan, selanjutnya peneliti melakukan wawancara dengan wisatawan dan pemandu wisata untuk validasi data yang telah dicatat. Hasil dari wawancara tersebut dikelompokkkandan diolah oleh peneliti sebagai hasil pengamatan.

Pengumpulan data primer terkait karakteristik wisatawan dilakukan melalui wawancara mendalam dengan menggunakan kuesioner. Wisatawan yang menjadi responden adalah mereka yang berkunjung ke Kelurahan Pulau Panggang. Pengambilan contoh dilakukan dengan metode purposive samplingatau pemilihan secara sengaja dengan pertimbangan responden adalah orang yang mampu memberikan informasi terkait dengan penelitian.Responden tersebut berasal dari beragam kelompok umur, pendidikan dan mata pencaharian yang mewakili masing-masing kategori di atas. Jumlah responden yang dipilih untuk mengetahui karateristik wisatawan sebesar 100 orang, sedangkan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kelurahan Pulau Panggang adalah sebesar 536 orang per minggu. Menurut Dale, (1998) pengambilan contoh untuk jumlah populasi antara 300 sampai 1.000 adalah sebesar 70 sampai 90 unit contoh.

Penentuan strategi dilakukan menggunakan analisis SWOT. Model analisis ini membandingkan faktor eksternal yaitu peluang dan ancaman dengan faktor internal yaitu kekuatan dan kelemahan. Penentuan strategi minimalisasi dampak wisata bahari dengan analisis SWOTdiawali denganpengumpulan data. Pada dasarnya tahap ini, tidak hanya sekedar pengumpulan data tetapi juga merupakan suatu kegiatan pengklasifikasian dan pra analisis. Pada tahap ini data dikumpulkan dari responden melalui wawancara dan kuisioner. Data tersebut selanjutnya diklasifikasikan menjadi dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Setelah faktor internal dan eksternal diklasifikasikan, selanjutnya faktor-faktor tersebut diidentifikasi menjadi 4 faktor, yaitu faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Keempat faktor tersebut, selanjutnya diberi bobot yang nilai kumulatifnya dimulai dari 1 (paling penting) sampai dengan 0 (tidak penting), faktor-faktor tersebut sebagai pedoman dalam menyusunstrategi minimalisasi dampak wisata bahari terhadap terumbu karang. Semua bobot tersebut jumlahnya tidak boleh melebihi skor total 1.

Kemudian faktor-faktor tersebut diberi skala peringkat/rangking yaitu mulai dari skala empat sampai dengan satu berdasarkan pengaruh setiap faktor terhadap terhadap upaya minimalisasi dampak wisata bahari terhadap terumbu karang. Pemberian nilai peringkat/rangking peluang yang paling besar diberi nilai 4 (empat), tetapi jika peluangnya kecil terhadap upaya pengembangan menjadi destinasi wisata bahari diberi nilai1(satu), sedangkan pemberian nilai ancaman adalah sebaliknya. Jika ancaman kecil diberi nilai 4 (empat) dan sebaliknya.

Pemberian nilai peringkat/rangkingterhadap faktor internal adalah sebagai berikut:kekuatan yang paling besar diberi nilai 4 (empat), tetapi jika kekuatannya kecil diberi nilai 1 (satu), sedangkan pemberian nilai kelemahan adalah sebaliknya, Jika kelemahan besar diberi nilai 1 (satu), tetapi jika kelemahanya kecil diberi nilai 4 (empat).

(24)

Pulau-Pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan, AKKI (Asosiasi Koral Karang Indonesia), serta pelaku usaha di bidang wisata bahari. Responden tersebut dipilih karena dianggap mewakili semua pihak yang bergerak di bidang wisata bahari yaitu mulai dari pemerintah, pelaku usaha dan asosiasi pemerhati terumbu karang, sehingga mampu menghasilkan strategi meminimalisasikan dampak wisata bahari di Kepulauan Pulau Panggang.

Tabel 4Jenis dan sumber data penelitian

Data Jenis Data Sumber Data

Data geografi dan kondisi umum

Sekunder Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu (BTNKS)

Primer Pengukuran langsung

Data biofisik (tutupan karang dan jenis lifeform

Primer Pengukuran langsung

Data jumlah wisatawan Sekunder Paguyuban pengelola penginapan dan Suku Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kepulauan Seribu Jumlah wisatawan wisata

selamdan snorkeling

Primer Pengusaha penyewaan alat selam dan perahu 

Peta lokasi penelitian Sekunder Bakorsurtanal Frekuensi dan perilaku

wisatawan yang berpotensi merusak terumbu karang

 

Primer  Pengamatan langsung, wawancara dengan wisatawan dan pemandu wisata 

Analisis Data

Analisis Persentase Tutupan Karang

Analisiskondisi terumbu karang dilakukan dengan menggunakan persentase tutupan karang. Persentase tutupan karang diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut (English et al. 1997) :

 

Keterangan :

Ni = Persentase penutupan karang ke-i (%) li = Panjang lifeform karang jenis ke-i

L = Panjang total transek garis pengamatan ke-i

(25)

baik dan sangat baik sebagaimana disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5. Kriteria baku kerusakan terumbu karang (%)

Parameter Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang (%)

Persentase luas tutupan

terumbu karang yang

hidup

Rusak Buruk 0 – 24,9

Sedang 25 – 49,9

Baik

Baik 50 – 74,9

Baik Sekali 75 – 100

Sumber. English et al. 1997

Analisis Indeks Mortalitas

Untuk melengkapi penilaian kondisi kesehatan terumbu karang, selain penghitungan persentase tutupan karang juga dilakukan penghitungan indeks mortalitas. Indeks mortalitas adalah penilaian suatu kondisi atau kerusakan ekosistem terumbu karang berdasarkan perbandingan persentase penutupan karang karang mati terhadap karang hidup.

Persentase penutupan karang disuatu wilayah dapat sama, namun mempunyai tingkat kerusakan yang berbeda. Tingkat kerusakan ini terkait dengan besarnya perubahan karang hidup menjadi karang mati. Rasio kematian karang dapat diketahui melalui indeks kematian karang dengan perhitungan sebagai berikut: (English et al. 1997).

IM =

Keterangan :

IM : Indek mortalitas

KM : Persentase penutupan karang mati (%) KH : Persentase penutupan karang hidup (%)

Nilai indeks kematian yang mendekati nol menunjukan bahwa tidak ada perubahan yang berarti bagi karang hidup. Nilai indeks kematian yang mendekati satu menunjukan bahwa terjadi perubahan yang berarti dari karang hidup menjadi karang mati.

Uji Chi Kudrat

Uji chi kuadrat (x2) adalah teknik statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis bila dalam populasi terdiri atas dua atau lebih kelas. Rumus dasar chi kuadrat adalah sebagai berikut (Sugiyono, 2010) :

x2 =

Keterangan :

x2 : Chi kuadrat

fo : Frekuensi yang diobservasi

fh : Frekuensi yang diharapkan

∑(fofh).(fofh) fh

%IM

(26)

Sesuai dengan ketentuan,apabila chi kuadrat hitung lebih besar dari tabel chi kuadrat, maka hipotesa nol ditolak.

Analisis Dampak Wisata Bahari

Analisis dampak wisata bahari dilakukan untuk mengetahui seberapa besar wisata bahari berpotensi merusak terumbu karang melalui pendekatan luasan ekologis terumbu karang, kebutuhan ruang yang dibutuhkan untuk setiap kategori wisata bahari dan jumlah pengunjung. Analisis dampak ini akan menghasilkan persentase potensi kerusakan terumbu karang pertahun. Dengan angka tersebut akan memberikan gambaran tentang prediksi tingkat kerusakan terumbu karang akibat wisata bahari sehingga perlu dilakukan strategi pengelolaan wisata bahari yang berkelanjutan.

Perhitungan persentase dampak wisata bahari dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut (modifikasi dari Yulianda, 2007):

Analisis SWOT

Analisis SWOTbertujuan untuk menghasilkan strategi pengelolaan dampak wisata bahari melalui pendekatan faktor internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap pengembangan wisata bahari.Tahap yang dilakukan diantaranya dengan identifikasi faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) secara sistematis untuk menghasilkan strategi. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats).

Menurut Marimin (2011), proses yang harus dilakukan dalam analisis SWOT agar keputusan yang diperoleh lebih tepat adalah sebagai berikut:

a. Tahap pengambilan data yaitu evaluasi faktor eksternal dan internal. Tahap

pengambilan data ini digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi kekuatan,kelemahan, peluang dan ancaman untuk meminimalisasi dampak Keterangan :

DWB : Persentase dampak wisata bahari (%)

K : Potensi ekologis pengunjung per satuan area untuk kategori wisata bahari tertentu (m2/orang)

Lp : Luas area yang dapat dimanfaatkan untuk kategori wisata bahari tertentu (m2)

Lt : Luas area yang dibutuhkan untuk kategori wisata bahari tertentu (m2)

P : Jumlah wisatawan untuk kategori wisata bahari tertentu (orang/tahun)

ΣwiFi : Jumlah waktu dan frekuensi perilaku pengunjung yang berpotensi merusak terumbu karang untuk kategori wisata tertentu (menit)

(27)

wisata bahari dilakukan melalui wawancara terhadap responden.Setelah mengetahui berbagai faktor dalam minimalisasi dampak wisata bahari maka tahap selanjutnya adalah membuat matriks internal dan eksternal. Lingkup kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman adalah sebagai berikut :

1. Kekuatan

Kekuatan yang diidentifikasi meliputi semua aspek yang berada dalam sistem rencana pengelolaan wisata bahari wisata selamdan snorkeling dan yang memberikan nilai positif.

2. Kelemahan

Kelemahan yang diidentifkasikan meliputi semua aspek yang berada dalam sistem rencana pengelolaan wisata bahari wisata selamdan snorkelingdi Kelurahan Pulau Panggang yang memberikan nilai negatif

3. Peluang

Peluang yang diidentifikasi adalah peluang dari sistem rencana pengelolaan wisata bahari wisata selamdansnorkeling dan di Kelurahan Panggang yang dapat diambil.

4. Ancaman

Ancaman yang diidentifikasi adalah ancaman dari luar sistem rencana pengelolaan di Kelurahan Panggang yang mungkin dihadapi.

b. Tahap analisis yaitu pembuatan matriks internal eksternal dan matrik SWOT. Matriks SWOT menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman

yang dihadapi disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan dalam rangka meminimalisasi dampak wisata bahari.

c. Tahap pengambilan keputusan dilakukan melalui QSPM (Quantitatic Strategic Planning Matrix). Teknik ini secara obyektif mengindikasikan alternatif strategi mana yang terbaik. QSPM menggunakan input dari analisis tahap 1 dan 2 untuk menentukan secara obyektif alternatif strategi, yaitu matrik eksternal dan internal.Tahap pembuatan matriks QSPM adalah :

1. Identifikasi peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan . 2. Pembobotan sesuai matriks eksternal dan internal.

3. Identifikasi alternatif strategi yang dievaluasi

4. Berikan nilai nilai daya tarik, yaitu pengaruh terhadap alternatif strategi dengan ketentuan sebagai berikut: nilai 1: tidak dapat diterima, 2:mungkin dapat diterima, 3: kemungkinan besar dapat diterima, 4: dapat diterima) 5. Hitung nilai daya tarik terbobot

(28)

Kelurahan Pulau Panggang memiliki luas wilayah 62,10 hektar. Kelurahan Pulau Panggang terdiri dari dua pulau pemukiman yaitu Pulau Panggang dan Pulau Pramuka. Kelurahan ini merupakan salah satu kelurahan yang memiliki luas wilayah paling kecil dibandingkan dengan kelurahan lainnya yang ada di wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu.

Kondisi perairan laut sangat dipengaruhi oleh dua musim setiap tahunnya yaitu musim barat pada bulan November sampai Maret dan musim timur pada bulan Mei sampai September. Jumlah penduduk di Kelurahan Pulau Panggang mencapai 5.886 orang. Sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai nelayan. Pada umumnya pendidikan sebagian besar masyarakat lokal umumnya lulusan sekolah dasar (Laporan Tahunan Kabupaten Kepulauan Seribu Tahun 2013).

Beberapa pulau di Kelurahan Pulau Panggang berpotensi besar untuk dikembangkan menjadi lokasi tujuan wisata bahari, mengingat letaknya yang dekat dengan ibukota Negara (Jakarta) serta mempunyai keindahan alam pesisir. Kegiatan wisata bahari yang berkembang antara lain: wisata selam, snorkeling, wisata pendidikan (penanaman lamun, mangrove serta rehabilitasi terumbu karang), dan memancing. Jumlah kunjungan wisatawan yang berkunjung ke Kepulauan Seribu meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini ditunjukan dengan data kunjungan wisatawan yang meningkat sebesar 659.659 orang pada tahun 2012 menjadi sebesar 1.498.470 orang pada tahun 2013 (Suku Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Kabupaten Kepulauan Seribu, 2014). Hal ini menunjukan bahwa semakin banyak masyarakat yang berminat menikmati wisata bahari.

Parameter Fisika di Kelurahan Pulau Panggang

Kondisi lingkungan suatu perairan akan mempengaruhi segala bentuk kehidupan yang ada pada perairan tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung. Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah parameter lingkungan perairan yang mempengaruhi berkembangnya terumbu karang di perairan seperti suhu, salinitas, kecerahan, dan kecepatan arus.

Tabel 6 Parameter fisika perairan

No Parameter Satuan Stasiun

1 2 3 4 5

1 Suhu 0C 30 30 25 30 35,10

2 Kecerahan M 5 6 8 7,5 8

3 Kecepatan

arus cm/detik 5,05 6,12 6,02 5,17 3,12

4 Salinitas 0/00 30 30 25 30 35,10

(29)

 

300C atau berada pada kondisi kisaran suhu, dimana terumbu karang dapat tumbuh dengan subur dan mendekati suhu ekstrim yang masih dapat ditolerir untuk berkembangnya terumbu karang. Terumbu karang dapat hidup subur pada perairan dengan suhu antara 230C sampai 250C, sedangkan suhu ekstrim yang masih dapat ditolerasi berkisar antara 360C dan 400C (Nybakken, 1992).

Nilai kecerahan di 5 (lima) stasiun penelitian berada pada kisaran 5 sampai 8 meter. Cahaya merupakan salah satu faktor penting bagi pertumbuhan terumbu karang. Cahaya dibutuhkan untuk proses fotosintesis. Laju fotosintesis akan berkurang tanpa adanya cahaya. Kemampuan karang untuk menghasilkan kalsium karbonat (CaCO3) dan membentuk terumbu akan berkurang tanpa adanya cahaya. Terumbu karang dapat tumbuh pada kedalaman dimana intensitas cahaya berkurang antara 15 sampai 20% dari intensitas di permukaan (Nybakken, 1992). Ekosistem terumbu karang pada umumnya hidup diantara kedalaman 0 sampai 25 meter di permukaan laut. Terumbu karang banyak ditemukan di pinggiran benuaatau pulau (Nybakken, 1992).

Kecepatan arus di 5 (lima) stasiun pengamatan lokasi penelitian berada pada kisaran antara 3,12 dan 6,12 cm/detik. Kecepatan arus tersebut berada pada kisaran tolerir terumbu karang dapat tumbuh dan berkembang. Arus laut merupakan gerakan suatu massa air yang dapat disebabkan oleh tiupan angin, atau karena perbedaan dalam densitas air laut atau dapat pula disebabkan oleh gerakan bergelombang panjang (Nontji, 2007). Faktor arus dapat bersifat positif dan negatif bagi pertumbuhan karang. Bersifat positif apabila membawa nutrien dan bahan organik yang diperlukan oleh karang, sedangkan berdampak negatif apabila menyebabkan sedimentasi dan menutupi permukaan karang. Sedimentasi dapat menyebabkan kematian karang (Nybakken, 1992). Terumbu karang lebih subur pada daerah yang bergelombang besar. Gelombang ini memberi sumber air yang segar dan menghalangi pengendapan pada koloni karang (Nybakken, 1992). Substrat yang keras dan bersih dari lumpur diperlukan untuk penempelan planula (larva karang) yang akan membentuk koloni baru (Nontji, 2007). Pertumbuhan terumbu karang ke arah atas dibatasi oleh udara. Sebagian besar karang mati karena terlalu lama berada di udara terbuka. Pertumbuhan karang ke atas terbatas sampai tingkat pasang surut terendah (Nybbaken, 1992).

Salinitas di 5 (lima) lokasi pengamatan berada pada kisaran antara 25 sampai 350/

00. Nilai salinitas tersebut berada pada kisaran angka yang dapat

ditolerir untuk tumbuh dan berkembangnya terumbu karang. Salinitas penting untuk mempertahankan tekanan osmosis di perairan. Salinitas dapat mempengaruhi ekosistem terumbu karang. Terumbu karang hanya dapat hidup di perairan laut dengan kisaran salinitas antar 320

/00 sampai 350/00. Umumnya terumbu

karang tidak dapat hidup di perairan laut yang mendapat limpasan air tawar teratur dari sungai sehingga menyebabkan rendahnya salinitas (Nybakken, 1992). Apabila salinitas lebih rendah dari kisaran 32 sampai 350

/00, terumbu karang akan

(30)

 

Karakteristik Terumbu Karang di Kelurahan Pulau Panggang

Terumbu karang di Kelurahan Pulau Panggang umumnya merupakan terumbu karang tepi (fringing reef). Terumbu karang tepi tumbuh mulai dari tepian pantai dan tidak dipisahkan oleh gobah besar yang membentuk paparan terumbu (reef flat). Karang tepi adalah karang yang tumbuh menuju permukaan laut ke arah laut lepas dan melindungi daratan pulau dari gempuran ombak. Pulau-pulau di Kelurahan Pulau Panggang umumnya dikelilingi oleh hamparan terumbu karang yang terbentang pada kedalaman 1 (satu) hingga 20 (dua puluh) meter. Kerapatan tertinggi ditemukan di kedalaman 3 (tiga) hingga 10 (sepuluh) meter.

Persentase tutupan terumbu karang menggambarkan kondisi kerusakan terumbu karang. Menurut English et al. (2007), persentase tutupan terumbu karang terbagi menjadi empat yaitu buruk, sedang, baik dan baik sekali. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Estradivari dkk. (2009) menyatakan bahwa persentase tutupan karang di Kepulauan Seribu mengalami perubahan dari tahun ke tahun. Penelitian terhadap kondisi terumbu karang yang dilakukan pada tahun 2003 sampai 2007 di Kepulauan Seribu menunjukan adanya penurunan kondisi terumbu karang. Penyebabnya antara lain pencemaran minyak yang terjadi pada tahun 2003 sampai 2004, eksploitasi berlebihan terhadap terumbu karang dan penggunaan sianida (Estradivari dkk. 2009). Penyebab lain adalah telah ditemukan penyakit pada sebagian besar karang genus Acropora

tabulate dan branching, Pocillopora, Galaxea dan Porites.

Berdasarkan hasil penelitian, persentase tutupan karang di Kelurahan Panggang pada kedalaman 3 (tiga) meter berkisar antara 30,20% dan 62,20% atau termasuk dalam kategori sedang dan baik. Pada 5 (lima) stasiun pengamatan di kedalaman 3 (tiga) meter, ditemukan 3 (tiga) stasiun kategori sedang, dan 2 (dua) stasiun kategori baik. Pada kedalaman 10 (sepuluh) meter persentase tutupan karang berkisar antara 19,60% sampai 49,00 % atau termasuk dalam kategori buruk dan sedang. Pada 5 (lima) stasiun pengamatan di kedalaman 10 (sepuluh) meter, ditemukan 2 (dua) stasiun kategori buruk dan 3 (tiga) stasiun kategori sedang. Berdasarkan hasil analisis persentase tutupan karang menunjukan bahwa kondisi penutupan karang hidup di kedalaman tiga meter lebih baik daripada di kedalaman sepuluh meter.

(31)

 

Gambar 4. Persentase tutupan karang

Jumlah jenis lifeform merupakan salah satu parameter analisis kesesuaian wisata bahari wisata selam dan snorkeling (Yulianda, 2007). Semakin banyak jenis lifeform, maka semakin sesuai kawasan tersebut untuk dijadikan lokasi pengembangan wisata bahari. Pada kedalaman 3 (tiga) meter, bentuk pertumbuhan (lifeform) tertinggi berada di stasiun 3 (tiga) dengan 9 (sembilan) jenis bentuk pertumbuhan (lifeform) yaitu ACB (Acropora branching), CM (coral

massive), CMR (Coral mushroom), CS (Coral submassive), ACT (Acropora (sepuluh) meter, stasiun pengamatan yang memiliki jenis lifeform tertinggi terletak di stasiun 4 (empat) terdiri dari CM (Coral massive), CE (Coral

encrusting), ACB (Acropora branching), CMR (Coral mushroom), CF (Coral

foliosa), CS (Coral submassive), CME (Coral millepora), CB (Coral branching).

Secara lebih lengkap jumlah dan jenis pertumbuhan karang (lifeform) di 5 (lima) stasiun pengamatan disajikan dalam Tabel 7.

Tabel 7 Bentuk pertumbuhan karang (lifeform) di stasiun pengamatan Stasiun

Indeks mortalitas merupakan penilaian suatu kondisi atau kesehatan dari ekosistem terumbu karang. Nilai indeks kematian yang mendekati nol menunjukan bahwa tidak ada perubahan yang berarti bagi karang hidup. Sedangkan nilai yang mendekati satu menunjukan bahwa terjadi perubahan yang berarti dari karang hidup menjadi karang mati. Nilai indek mortalitas pada

kedalaman 3 meter kedalaman 10 meter

(32)

 

kedalaman 3 (tiga) meter berkisar antara 0,000 dan 0,150. Nilai indeks mortalitas terendah terdapat di stasiun pengamatan 5 (lima) dengan nilai indek mortalitas sebesar 0,00. Nilai indeks mortalitas tertinggi terdapat di stasiun pengamatan 2 (dua) dengan nilai indeks mortalitas sebesar 0,150. Berdasarkan hasil perhitungan indeks mortalitas tersebut, dapat disimpulkan bahwa stasiun 5 (lima) mempunyai tingkat kesehatan karang yang lebih baik, dibandingkan lokasi stasiun pengamatan lainnya pada kedalaman 3 (tiga) meter.

Nilai indeks mortalitas pada kedalaman 10 (sepuluh) meter berkisar antara 0,040 dan 0,280. Nilai indeks mortalitas tertinggi terdapat di lokasi stasiun pengamatan 5 (lima) dengan nilai indeks mortalitas sebesar 0,280. Nilai indek mortalitas terendah terdapat di stasiun pengamatan 2 (dua) dengan nilai indeks mortalitas sebesar 0,040. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stasiun pengamatan 2 (dua) mempunyai tingkat kesehatan yang lebih baik dibandingkan dengan stasiun pengamatan lainnya. Pada stasiun 5 (lima) kedalaman 10 (sepuluh) meter ditemukan nilai indeks mortalitas tertinggi dengan nilai 0,280. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa pemandu wisata dan masyarakat lokal setempat, pada kedalaman 10 meter di stasiun 5 (lima) banyak ditemukan nelayan yang menangkap ikan dengan menggunakan bom ataupun alat tangkap muroami. Hal ini menjadi penyebab tingginya indeks mortalitas di lokasi tersebut. Nilai indeks mortalitas pada masing-masing stasiun disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5 Indek mortalitas (IM) di lokasi penelitian

Karakteristik Wisatawan di Kelurahan Pulau Panggang

(33)

 

Gambar 6 Profil wisatawan berdasarkan jenis kelamin

Umumnya wisata bahari banyak diminati oleh kaum muda karena membutuhkan kekuatan fisik dan keberanian yang cukup tinggi. Usia wisatawan yang berkunjung ke Kelurahan Pulau Panggang beragam mulai dari usia kurang dari 21 tahun sampai lebih dari 50 tahun. Wisatawan yang berkunjung ke Kelurahan Pulau Panggang terbanyak berusia antara 21 dan 30 tahun dengan persentase sebesar 54%. Hal ini merupakan peluang bagi pengembangan wisata bahari yang berkelanjutan, karena mudah menerima pemahaman tentang perilaku yang dapat merusak terumbu karang. Karakteristik wisatawan berdasarkan umur secara lebih lengkap dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Profil wisatawan berdasarkan umur wisatawan

Pemahaman yang diberikan kepada pengunjung tentang pentingnya menjaga kelestarian terumbu karang, diantaranya adalah larangan mengambil biota laut, larangan membuang limbah, tidak memakai sarung tangan, dan tidak menambatkan jaring kapal di terumbu karang. Hal ini sebagaimana yang disosialisasikan oleh green fins, sebuah organisasi pencinta wisata selam dan

snorkeling yang bergerak mensosialisasikan kelestarian terumbu karang.

Berdasarkan tingkat pendidikan, wisatawan yang berkunjung ke Kelurahan Pulau Panggang didominasi oleh wisatawan dengan pendidikan sarjana yakni sebesar 66%. Tingkat pendidikan yang tinggi menjadi potensi untuk memberikan pengarahan dan penyadaran kepada para wisatawan agar ikut serta menjaga kelestarian terumbu karang saat berwisata bahari. Secara lebih lengkap profil wisatawan berdasarkan tingkat pendidikan dapat disajikan pada Gambar 8.

Laki‐Laki  68%  Perempuan 

32% 

< 21 tahun  30% 

21‐30 tahun  54%  31‐40 tahun 

10% 

41‐50 tahun  4% 

(34)

 

Gambar 8 Profil wisatawan berdasarkan tingkat pendidikan

Menurut Davis and Tisdell (1995) menyatakan bahwa pendidikan memiliki peranan penting untuk meningkatkan kesadaran lingkungan dan mengurangi dampak kerusakan yang diakibatkan oleh pengguna. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin tinggi pula tingkat kematangan berpikir dan pemahaman akan fungsi ekologis, ekonomi dan sosial terhadap sumber daya alam.

Hasil wawancara dengan para pengunjung menyatakan bahwa, beberapa alasan penyebab mereka tertarik berkunjung ke Kepulauan Seribu diantaranya adalah kemudahan akses, biaya yang relatif murah serta tersedianya fasilitas sarana dan prasarana wisata seperti penginapan, rumah makan dan fasilitas kesehatan. Sebagian besar wisatawan yang berkunjung ke Kelurahan Pulau Panggang, mempunyai tujuan yang bervariasi tergantung dari motivasi setiap individu. Berdasarkan hasil kuisioner terhadap 100 responden wisatawan didapatkan bahwa sebagian besar wisatawan yang berkunjung bertujuan untuk melakukan wisata selamdan snorkeling dengan persentase sebesar 64%. Motivasi lainnya antara lain untuk menikmati panorama pulau, kebudayaan masyarakat lokal, penelitian dan mengunjungi kerabat/teman. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi ekosistem terumbu karang di lokasi penelitian sangat diminati oleh sebagian besar wisatawan, meskipun sesuai hasil pengamatan di beberapa lokasi spot wisata selam dan snorkeling presentasi tutupan karangnya tergolong dalam kondisi sedang dengan kisaran persentase tutupan karang berkisar antara 30,80% sampai 38,15%. Minat wisatawan yang tinggi disebabkan juga karena Kepulauan Seribu merupakan salah satu spot wisata selam dan snorkeling yang mudah dijangkau oleh wisatawan. Secara lengkap profil wisatawan berdasarkan motivasi berkunjung dapat dilihat secara lengkap pada Gambar 9.

Sarjana  66% 

S‐2  8% 

SMA  14% 

(35)

 

Gambar 9 Profil wisatawan berdasarkan motivasi berkunjung

Menurut hasil pengamatan yang telah dilakukan, hampir semua wisatawan yang berkunjung di Kelurahan Pulau Panggang menginap di penginapan/homestay yang banyak disediakan oleh masyarakat setempat dan pengusaha wisata dengan persentase sebesar 74% dan sisanya menginap di rumah penduduk serta berkemah. Profil wisatawan berdasarkan tempat menginap secara lengkap disajikan pada Gambar 10. Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar wisatawan mengunjungi lokasi wisata untuk menikmati suasana dan pemandangan pulau atau sengaja datang ke Kelurahan Pulau Panggang untuk berwisata. Hal tersebut menjadi potensi untuk meningkatkan komitmen para pengelola homestay agar turut serta menjaga kelestarian terumbu karang.

Gambar 10 Profil wisatawan berdasarkan tempat menginap

Karateristik wisatawan terkait lamanya berwisata di Kelurahan Pulau Panggang bervariasi mulai dari yang berwisata hanya 1 (satu) hari sampai lebih dari 4 (empat) hari. Sebagian besar wisatawan berasal dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi, maka umumnya wisatawan berwisata selama 2 hari khususnya di akhir pekan yaitu Sabtu sampai Minggu, dengan persentase sebesar 16%. Hal ini merupakan potensi untuk memberikan pemahaman bagi para wisatawan tentang pentingnya kelestarian ekosistem terumbu karang. Profil wisatawan berdasarkan lama berkunjung secara lengkap disajikan pada Gambar 11.

Menikmati  pemandangan 

pulau  16% 

Snorkling dan  diving 

64%  Mengunjungi 

temen  4% 

Menikmati  kebudayaan/

masyarakat  lokal  10% 

Penelitian  6% 

Rumah  penduduk 

16% 

Penginapan /homestay 

74%  Berkemah 

(36)

 

Gambar 11 Profil pengunjung berdasarkan lama berkunjung

Berdasarkan data yang diperoleh dari pelaku usaha wisata yang ada di Kelurahan Pulau Panggang hampir 70% wisatawan tidak memiliki sertifikat keahlian selam (lisensi). Umumnya wisatawan yang memiliki sertifikat selam bertindak sebagai instruktur bagi wisatawan lain. Kondisi tersebut menunjukan bahwa tingkat profesionalitas wisatawan penyelam belum cukup baik. Keahlian selam bukan hanya mengambarkan keahlian dalam teknik menyelam tapi juga pengetahuan dasar lingkungan dan etika menyelam. Kepemilikan sertifikat selam diharapkan dapat mengurangi kecelakaan dan kerusakan lingkungan. Beberapa wisatawan yang ada di Kelurahan Pulau Panggang, sedang menjalani pelatihan dan sertifikasi selam. Hal ini merupakan potensi penyebab kerusakan terumbu karang, karena keahlian menyelam yang kurang. Profil wisatawan berdasarkan tingkat keahlian menyelam disajikan secara lengkap pada Gambar 12.

Gambar 12 Profil Wisatawan berdasarkan tingkat keahlian selam

Persepsi Wisatawan Terhadap Terumbu Karang

Persepsi berhubungan dengan kecerdasan emosial yaitu bagaimana individu menggunakan emosinya atas dasar pilihan informasi yang bersedia untuk mendapatkan pemahaman yang utuh terhadap suatu objek (Wijayanti, 2008). Persepsi individu merupakan dasar bagaimana individu tersebut bersikap dan berperilaku, sehingga untuk memahami sikap dan perilaku terhadap lingkungannya sangat perlu untuk mengetahui persepsi individu terhadap lingkungannya. Berkes et al. (2000) menyatakan bahwa usaha konservasi membutuhkan banyak pemahaman alam dari banyak orang, masyarakat, kelembagaan dan interaksi antar semuanya pada berbagai level.

1 hari  16% 

2 hari  64%  3 hari 

10%  4 hari 

4%  > 4 hari 

6% 

tidak  bersetiLikat 

70%  bersertiLikat 

(37)

 

Analisis persepsi wisatawan dilakukan untuk mengetahui tanggapan dan pendapat para wisatawan tentang variabel-variabel terkait wisata bahari (pengelolaan dan dampaknya terhadap terumbu karang). Analisis persepsi dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan kepada responden. Pertanyaan tersebut antara lain pengetahuan wisatawan terhadap ekosistem terumbu karang, aktivitas wisatawan saat wisata selam dan snorkeling serta strategi pengelolaan dampak wisata bahari.

Berdasarkan Estradivari dkk (2009), kondisi terumbu karang di Kepulauan Seribu pada umumnya dipengaruhi oleh aktivitas manusia seperti kegiatan perikanan, wisata bahari, pembuangan limbah serta penambangan karang. Dilihat dari faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kerusakan terumbu karang, 32% responden menyatakan bahwa kegiatan perikanan seperti penggunaan bom, dan sianida berkontribusi terhadap kondisi ekosistem terumbu karang. Secara rinci persepsi wisatawan terhadap kegiatan yang mempengaruhi kondisi terumbu karang disajikan pada Gambar 13.

 

Gambar 13 Persepsi wisatawan terhadap kegiatan yang mempengaruhi kondisi ekosistem terumbu karang

Berdasarkan informasi dari petugas Kelurahan Panggang, faktor ekonomi yang sulit menyebabkan beberapa nelayan dan masyarakat lokal masih melakukan kegiatan perikanan yang bersifat merusak dengan menggunakan bom, sianida dan alat tangkap muroami. Meskipun pengarahan dan pengertian telah diberikan oleh pemerintah lokal, namun masih banyak ditemukan nelayan yang secara sembunyi-sembunyi melakukan praktek perikanan yang bersifat merusak.  

Kondisi ekosistem terumbu karang merupakan daya tarik utama bagi kegiatan wisata bahari terutama wisata selamdan snorkeling. Meskipun beberapa wisatawan tidak mengetahui secara pasti kondisi terumbu karang, namun hampir sebagian besar wisatawan yang berkunjung menyatakan bahwa kondisi terumbu karang di Kelurahan Pulau Panggang termasuk kategori cukup baik dan layak untuk dijadikan obyek wisata. Hasil kuisioner menunjukan bahwa 40% wisatawan menyatakan kondisi terumbu karang di Kelurahan Pulau Panggang mempunyai kondisi cukup baik sampai sedang. Persepsi wisatawan terhadap kondisi terumbu karang secara lengkap disajikan pada Gambar 14. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan terhadap persentase tutupan karang yang dilakukan di 5 (lima) stasiun pengamatan yaitu dalam kondisi sedang/cukup baik. Untuk itu perlu dilakukan upaya yang intensif agar kondisi terumbu karang dapat dipertahankan kondisinya atau bahkan lebih ditingkatkan menjadi baik.

(38)

 

Gambar 14 Pengetahuan wisatawan tentang kondisi ekosistem terumbu karang

Perilaku Wisatawan yang Berpotensi Merusak Terumbu Karang

Wisata selam dan snorkeling merupakan salah satu kegiatan wisata bahari yang memanfaatkan keindahan terumbu karang. Meningkatnya peminat wisata bahari (wisata selam dan snorkeling), dapat mempengaruhi kondisi ekosistem terumbu karang. Penelitian di beberapa negara menunjukan bahwa kegiatan wisata bahari wisata selam dan snorkeling memberikan kontribusi terhadap kerusakan terumbu karang (Woodland and Hooper, 1997; Liddle and Kay, 1987; Hawkins and Robert, 1992). Kegiatan wisata bahari (wisata selamdan snorkeling)

dapat mempengaruhi kondisi ekosistem terumbu karang secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung diakibatkan oleh aktivitas wisata (penyelaman) itu sendiri seperti penambatan jangkar kapal di karang dan perilaku wisatawan yang merusak terumbu karang. Penyebab tidak langsung disebabkan oleh pembangunan infrastruktur penunjang wisata seperti penginapan, restoran dan lain-lain (Hawkins and Roberts, 1992 dan 1994; Dixon et al. 1993; Sladek et al.1997; Walter and Samways, 2001; Milazzo et al. 2002; Anthony et al. 2004).

Menurut Rouphael & Inglis (1997), kontak fisik wisatawan dengan terumbu karang baik disengaja maupun tidak disengaja merupakan salah satu penyebab kerusakan terumbu karang. Kontak fisik tersebut diantaranya menendang karang, memegang karang/biota lainnya, menginjak karang, mengambil karang/biota lainnya, peralatan wisata selam yang menyentuh karang, serta penambatan jangkar kapal di karang.

Tabel 8 Potensi perilaku wisatawan wisata selamyang berpotensi merusak

No

Hasil identifikasi terhadap wisatawan yang melakukan wisata selam dan

snorkeling di Kelurahan Pulau Panggang, didapatkan 4 (empat) perilaku

wisatawan yang paling sering dilakukan dan berpotensi merusak terumbu karang diantaranya menendang karang, memegang karang, menginjak karang, serta mengambil karang. Rata-rata perilaku tersebut dilakukan oleh wisatawan pada

(39)

 

menit pertama mereka wisata selam dan snorkeling. Penyebabnya adalah belum beradaptasinya wisatawan dengan peralatan yang dipakai dan lingkungan perairan. Menurut Barker (2003) kontak fisik wisatawan dengan terumbu karang biasanya terjadi pada saat 10 (sepuluh) menit pertama menyelam.

Peluang wisatawan melakukan perilaku yang berpotensi merusak saat wisata selam yaitu menendang karang adalah sebesar 1,40% dengan frekuensi rata-rata 5,800 kali dan rata-rata waktu 0,149 menit. Perilaku lainnya yang berpotensi merusak terumbu karang saat wisata selam secara lengkap disajikan pada Tabel 8. Dampak kontak fisik wisatawan dengan terumbu karang sangatlah kecil, namun secara kumulatif dapat memberikan tekanan terhadap terumbu karang dan mempengaruhi persentase tutupan terumbu karang (Hawkins et al, 2005). Talge (1991) menyatakan bahwa meskipun 90% penyelam di Florida Key melakukan kontak fisik dengan terumbu karang, namun hanya 2% terumbu karang yang mengalami kerusakan. Beberapa kerusakan terumbu karang akibat wisata selam dan snorkeling antara lain patahnya terumbu karang sebagaimana yang terjadi di beberapa daerah tujuan wisata selamseperti Carribbean, Red Sea dan Australia (Hawkins et al. 1992; Muthiga dan Mc Clanaham, 1997; Tratalos dan Austin, 2001; Zakai dan Chadwick-Furman, 2002). Kontribusi wisatawan terhadap kerusakan terumbu karang bervariasi tergantung jenis terumbu karang. Tipe terumbu karang bercabang sangatlah rentan dan mudah patah (Rouphel dan Inglis, 1997: Garraou et al, 1998).

Hasil uji chi kuadrat terhadap 4 (empat) perilaku wisatawan yang berpotensi merusak terumbu karang menunjukkan bahwa keempat perilaku tersebut memberikan dampak yang sama terhadap terumbu karang. Hasil analisis uji khi kuadrat disajikan pada Tabel 9. Hal ini menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95% tidak terdapat perbedaan yang nyata antara menendang karang, memegang karang, menginjak karang, dan mengambil karang yang dilakukan oleh wisatawan saat wisata selamterhadap terumbu karang.

Tabel 9. Hasil analisis uji chi kuadrat kegiatan wisata selam

No Perilaku yang berpotensi merusak terumbu karang saat wisata selam

Total Frekuensi x Waktu (menit)

1. Menendang karang 0,866

(40)

 

lebih rinci frekuensi perilaku wisatawan yang berpotensi merusak terumbu karang dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Grafik perilaku wisatawan wisata selamyang berpotensi merusak terumbu karang

Hasil wawancara terhadap wisatawan menunjukan bahwa wisatawan sering menginjak karang, karena kurang menguasai teknik penyelaman, seperti keseimbangan saat menyelam. Klasifikasi perilaku wisatawan dibagi menjadi 3 (tiga) macam yaitu perilaku berdampak rendah, sedang dan tinggi. Hasil perhitungan menunjukan bahwa sebesar 13,33% perilaku menendang karang yang dilakukan wisatawan saat wisata selammempunyai potensi yang tinggi terhadap kerusakan terumbu karang. Secara lengkap dampak perilaku yang dilakukan wisatawan saat wisata selam berdasarkan sebaran frekuensi dan waktu disajikan secara lengkap pada Gambar 16.

Gambar 16. Grafik klasifikasi potensi dampak perilaku wisatawan saat wisata selam

Perilaku wisatawan yang berpotensi merusak terumbu karang saat

snorkeling antara lain: menginjak karang, menendang karang, memegang karang

dan mengambil karang. Perilaku menginjak mempunyai peluang paling besar dilakukan oleh wisatawan saat snorkeling dengan peluang sebesar 4,30%. Secara lengkap peluang wisatawan melakukan perilaku yang berpotensi merusak terumbu karang secara lengkap disajikan pada Tabel 10.

90%

Menendang karang Memegang karang Menginjak karang Mengambil karang/biota lainnya

persentase

Menendang karang Memegang karang Menginjak karang Mengambil karang/biota

lainnya persentase

dampak wisata (%)

Gambar

Grafik perilaku wisatawan selam yang berpotensi merusak
Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian
Gambar 3Lokasi penelitian
Tabel  3 Daftar lifeform komunitas karang dan biota benthos lainnya serta substrat
+7

Referensi

Dokumen terkait

1) Jenis spesies ikan karang di sekitar terumbu karang buatan; 2) Komposisi dan kelimpahan plankton di sekitar terumbu karang; 3) Isi perut dari ikan-ikan karang yang

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul : Analisis Keterkaitan Daya Dukung Ekosistem Terumbu Karang Dengan Tingkat

dimanfaatkan untuk pengembangan wisata selam terdiri dari karang keras, karang lunak, dan biota lain yang berasosiasi langsung dengan karang. Komunitas- komunitas ini

Untuk mengetahui sejauh mana dampak pencemaran minyak yang terjadi di perairan Pulau Pari terhadap ekosistem terumbu karang, menjadikan hal tersebut sebagai alasan perlunya dilakukan

Layaknya biota laut lainnya, terumbu karang pun mengalami tekanan dalam penerimaan cairan yang masuk sehingga apabila salinitas lebih rendah dari kisaran di atas terumbu karang

Analisis yang digunakan pada riset ini adalah kondisi terumbu karang, data kelimpahan ikan karang, kesesuaian lahan perairan, daya dukung kawasan, dan analisis perilaku

Untuk mengetahui sejauh mana dampak pencemaran minyak yang terjadi di perairan Pulau Pari terhadap ekosistem terumbu karang, menjadikan hal tersebut sebagai alasan perlunya dilakukan

dimanfaatkan untuk pengembangan wisata selam terdiri dari karang keras, karang lunak, dan biota lain yang berasosiasi langsung dengan karang. Komunitas- komunitas ini