• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Kiambang (Salvinia molesta) dalam Mereduksi Bahan Pencemar pada Limbah Cair Tapioka.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan Kiambang (Salvinia molesta) dalam Mereduksi Bahan Pencemar pada Limbah Cair Tapioka."

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN KIAMBANG (Salvinia molesta) DALAM

MEREDUKSI BAHAN PENCEMAR PADA LIMBAH CAIR

TAPIOKA

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan Kiambang (Salvinia molesta) dalam Mereduksi Bahan Pencemar pada Limbah Cair Tapioka adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

(4)

ABSTRAK

SANTIKA RATNASARI. Pemanfaatan Kiambang (Salvinia molesta) dalam Mereduksi Bahan Pencemar pada Limbah Cair Tapioka. Dibimbing oleh SIGID HARIYADI dan INNA PUSPA AYU.

Limbah cair tapioka berpotensi mengganggu keseimbangan ekosistem perairan karena mengandung sianida, bahan organik yang tinggi, dan pH yang asam. Tanaman air mengapung seperti kiambang (Salvinia molesta) dapat dimanfaatkan sebagai pereduksi biologis limbah cair tapioka. Tanaman ini memanfaatkan bahan organik yang tidak terendapkan dan terendapkan. Maka dari itu, tinggi air dapat mempengaruhi pemanfaatan bahan organik oleh kiambang. Penelitian ini bertujuan mengkaji pemanfaatan tanaman kiambang dalam mereduksi bahan pencemar pada limbah tapioka dengan perlakuan perbedaan tinggi air. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan tinggi air 10 cm menurunkan konsentrasi sianida dan bahan organik lebih banyak dibandingkan 20 cm. Selain itu, perlakuan limbah tanpa tanaman air dengan ketinggian 10 cm menurunkan sianida dan bahan organik terbesar yaitu 70% dan 50%. Hal ini disebabkan difusi oksigen dari atmosfer ke air terhambat oleh tanaman air sehingga perombakan bahan organiknya juga terhambat. Aklimatisasi tanaman air pada media sebaiknya dilakukan dalam rentang waktu tertentu sehingga kemampuan tanaman air dalam menurunkan konsentrasi siandia dan bahan organik dapat lebih terlihat. Kata kunci: kiambang, limbah cair tapioka, Salvinia molesta, tinggi air.

ABSTRACT

SANTIKA RATNASARI. Utilization of Kiambang (Salvinia molesta) to Reduce Contaminant in Tapioca Wastewater. Supervised by SIGID HARIYADI and INNA PUSPA AYU.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan dan Ilmu Kelautan

pada

Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

PEMANFAATAN KIAMBANG (Salvinia molesta) DALAM

MEREDUKSI BAHAN PENCEMAR PADA LIMBAH CAIR

TAPIOKA

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji syukur Penulis panjatkan kepada Yesus Kristus yang telah memberikan kasih dan karunia-Nya dalam penyusunan skripsi yang berjudul “Pemanfaatan Kiambang (Salvinia molesta) dalam Mereduksi Bahan Pencemar pada Limbah Cair Tapioka” yang dilakukan di Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan ini dapat diselesaikan. Skripsi disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, terutama kepada:

1. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan Penulis untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan menyampaikannya melalui skripsi.

2. Prof Dr Ir Kadarwan Soewardi selaku dosen pembimbing akademik. 3. Dr Ir Sigid Hariyadi, MSc dan Inna Puspa Ayu, SPi MSi selaku dosen

pembimbing.

4. Dr Ir Isdradjad Setyobudiandi, MSc selaku dosen penguji. 5. Keluarga besar Laboratorium Produktivitas Lingkungan MSP.

6. Bapak Toha dan Bapak Nanang selaku pemilik industri tepung tapioka. 7. Keluargaku: Papa Manontong M.P Butar-Butar BBA, Mama Demah

Pardede SPd, Abang Wirawan Doli Hasiholan SST, Abang Indra Rully Permana SE, dan Adik Anggiat Ramos Juniarto ST yang telah memberikan dukungan dan kasih sayangnya.

8. Teman - teman yang selalu mendukung selama penelitian: Fauzia F, Dwi, Yucha, Novita, Nursi, Dirga, Putri, Made, dan teman MSP 46 lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu, MSP 47.

9. Teman - teman yang terus mendoakanku: Mazmur (Jenny, Gloria, Putriana, Meta, Sisca, Faithy), Indah, dan Kelompok Kecil (Kak Rara, Gaby, Lisa).

Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di masa depan. Demikian skripsi ini disusun, semoga bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE PENELITIAN 2

Waktu dan Tempat 2

Alat dan Bahan 2

Prosedur Penelitian 3

Metode Analisis 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Karakteristik Limbah Cair 8

Uji Kiambang pada Limbah Cair dengan Tinggi Air yang Berbeda 9

KESIMPULAN DAN SARAN 16

Kesimpulan 16

Saran 16

DAFTAR PUSTAKA 16

LAMPIRAN 19

RIWAYAT HIDUP 27

(10)

DAFTAR TABEL

1 Metode dan alat yang digunakan dalam analisis parameter fisika dan

kimia air 3

2 Perlakuan penelitian pendahuluan 4

3 Perlakuan perbedaan tinggi air menggunakan tanaman air 4

4 Sidik ragam untuk rancangan acak kelompok 7

5 Karakteristik limbah tapioka uji dan baku mutunya 8

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir perumusan masalah 2

2 Kiambang (Salvinia molesta) 3

3 Dimensi wadah penelitian dengan perbandingan tinggi air (I) dan luas tutupan tanaman (II) dengan masing-masing perlakuan 3 ulangan 5 4 Nilai rata-rata sianida (mg/L) selama penelitian 10 5 Persentase penutupan lapisan putih pada semua perlakuan di hari ke-6 11

6 Nilai rata-rata COD (mg/L) selama penelitian 11

7 Nilai rata-rata TSS (mg/L) selama penelitian 12

8 Nilai rata-rata pH pada pagi selama penelitian 13 9 Nilai suhu (0C) pada pengamatan pagi dan siang 14 10 Kiambang pada akuarium A (I) dan B (II) tampak atas pada H1 (kiri)

dan H6 (kanan) 14

11 Kemunculan helai daun kiambang 15

12 Panjang akar kiambang sebelum perlakuan (A) dan setelah perlakuan

pada tinggi air 20 cm (B) dan 10 cm (C) 15

DAFTAR LAMPIRAN

1 Skema proses pengolahan tapioka industri kecil 19 2 Perubahan kiambang pada berbagai konsentrasi limbah tapioka 20 3 Rataan nilai sianida beserta analisis statistika 21

4 Rataan nilai COD beserta analisis statistika 22

5 Rataan nilai TSS beserta analisis statistika 23

6 Rataan nilai pH selama penelitian 24

7 Rataan nilai suhu selama penelitian 24

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Industri tepung tapioka memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan di masa yang akan datang, karena terjadi peningkatan permintaan akan tepung tapioka di dalam negeri sebesar 10 % per tahun sedangkan permintaan pasar luar negeri mencapai 221.403.857 kg (Deptan 2005 dalam Wijana et al. 2011). Peningkatan jumlah industri tepung tapioka berimplikasi pada jumlah limbah cair yang dihasilkan oleh industri. Limbah yang dihasilkan industri tanpa melalui pengolahan air limbah akan berakibat terganggunya keseimbangan ekosistem perairan dan timbulnya bau yang tidak sedap bagi masyarakat sekitar. Perlunya proses pengolahan air limbah tapioka agar bahan pencemar yang terdapat pada limbah tapioka menurun sebelum limbah dibuang ke perairan sehingga tidak mengganggu ekosistem perairan dan potensi polusi udara bagi manusia.

Pengolahan limbah secara biologi dapat dilakukan dengan menggunakan tanaman air, salah satunya kiambang (Salvinia molesta). Keberadaan tanaman air dalam sistem pengolahan air limbah memberikan manfaat dalam memperbaiki kualitas air, termasuk limbah cair tapioka. Bahan pencemar yang berasal dari air limbah diserap melalui daun tanaman yang tenggelam, yang mana daun tersebut berubah bentuk menyerupai akar dan berfungsi sebagai akar (Sasrapradja dan Bimantoro 1981). Penyerapan bahan pencemar oleh tanaman air diharapkan akan memperbaiki kualitas air limbah sebelum dibuang ke lingkungan. Aplikasi tanaman kiambang pada limbah cair tapioka sebelumnya telah diteliti oleh Usman Effendi pada tahun 1984. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa kiambang memberikan hasil yang cukup baik dalam menurunkan bahan pencemar pada limbah cair tapioka.

Perbedaan tinggi air dapat mempengaruhi penyerapan bahan pencemar oleh akar tanaman, dikarenakan tanaman air yang digunakan merupakan tanaman air mengapung bebas. Selain itu, perlakuan perbedaan tinggi air akan memberikan saran mengenai dimensi kolam sebagai tempat pengolahan air limbah

.

Perumusan Masalah

Peningkatan jumlah bahan organik pada perairan bebas dapat disebabkan oleh banyaknya masukan bahan pencemar pada limbah cair tapioka yang belum melalui pengolahan air limbah terlebih dahulu. Pengolahan limbah diperlukan untuk memperbaiki kualitas air limbah sehingga tidak mengakibatkan dampak negatif bagi lingkungan perairan. Salah satu upaya yang dapat diterapkan pada penelitian ini adalah pengolahan limbah cair secara biologi.

(12)

2

-

Gambar 1 Diagram alir perumusan masalah

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengkaji pemanfaatan tanaman kiambang (Salvinia molesta) dalam mereduksi bahan pencemar pada limbah tapioka dengan perlakuan perbedaan tinggi air dalam skala laboratorium.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah menambah nilai guna dari tanaman air kiambang. Selain itu, memberikan saran mengenai dimensi kolam pengolahan air limbah yang paling baik untuk digunakan.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini terdiri dari tiga tahapan, yaitu penentuan karakteristik limbah cair, penelitian pendahuluan, dan penelitian utama. Penentuan karakteristik limbah cair dilaksanakan pada bulan Juni 2013, penelitian pendahuluan dilakukan pada bulan Juni 2013, dan penelitian utama pada bulan Juli sampai Agustus 2013. Penelitian dilakukan pada Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, FPIK, IPB.

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian meliputi akuarium berukuran 30 x 30 x 30 cm3 dan 60 x 30 x 30 cm3, peralatan yang digunakan untuk mengambil sampel air, serangkaian perlengkapan untuk penelitian pendahuluan dan penelitian utama.

Tanaman air yang digunakan adalah kiambang (dari kata ki: pohon, tumbuhan dan ambang: mengapung) atau mata lele merupakan nama umum bagi

(13)

3 paku air dari genus Salvinia (Sasrapradja dan Bimantoro 1981). Kiambang tidak memiliki akar, namun memiliki daun yang berubah bentuk menyerupai akar dan berfungsi sebagai akar (Pancho dan Soerjani 1978; Prescott 1969; Sasrapradja dan Bimantoro 1981). Tanaman ini tergolong dalam tanaman air yang mengapung dipermukaan perairan (Gambar 2). Berikut klasifikasi dari kiambang (Sasrapradja dan Bimantoro 1981):

Divisi : Pteridophyta Kelas : Filicopsida Ordo : Hydopteridales Famili : Salviniaceae Genus : Salvinia

Spesies : Salvinia molesta

Gambar 2 Kiambang (Salvinia molesta)

Prosedur Penelitian Karakteristik Limbah Cair

Penentuan karakteristik limbah cair tapioka bertujuan untuk mengetahui kadar bahan pencemar pada limbah cair tapioka. Tahapan ini dilakukan melalui pengukuran beberapa parameter fisika dan kimia air limbah, yaitu suhu, pH, TSS, COD, dan sianida (Tabel 1). Limbah cair yang digunakan selama penelitian merupakan limbah cair dari proses pengendapan pati (Lampiran 1).

Tabel 1 Metode dan alat yang digunakan dalam analisis parameter fisika dan kimia air (APHA 2012)

Parameter Unit Metode/Alat Tempat

Sianida mg/l Spektrofotometri laboratorium

pH - pH meter in situ

COD mg/l Spektrofotometri laboratorium

TSS mg/l Gravimetri laboratorium

(14)

4

Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mengetahui kemampuan hidup kiambang di berbagai tingkat konsentrasi limbah cair. Limbah cair diencerkan menggunakan air tawar, kemudian kiambang ditanam pada berbagai konsentrasi limbah, dan dilakukan pengamatan terhadap parameter biologi pada awal perlakuan (H0), hari ke-2 (H2), hari ke-4 (H4), dan hari ke-6 (H6). Tabel pengenceran (perbandingan antara limbah cair tapioka dan air tawar) pada penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Perlakuan penelitian pendahuluan

Perlakuan Perbandingan

Penelitian utama bertujuan mengetahui pengaruh tinggi air terhadap penurunan bahan pencemar oleh tanaman kiambang. Penelitian utama dilakukan selama 6 hari dengan perbedaan tinggi air (10 dan 20 cm). Lama pemeliharaan tanaman air pada air limbah ditentukan berdasarkan penelitian Effendi (1984) yang menyatakan bahwa dalam 6 hari terjadi pereduksian bahan pencemar dengan perlakuan perbedaan luas penutupan tanaman air pada tinggi air yang sama (20 cm). Terdapat perbedaan antara penelitian Effendi (1984) dengan penelitian ini. Limbah yang digunakan merupakan limbah hasil pengendapan pati, tidak mengunakan sistem resirkulasi, dan penambahan tanah.

Perbedaan dimensi wadah yang digunakan (30 x 30 x 30 cm3 dan 60 x 30 x 30 cm3) dengan volume air limbah yang sama (18 liter) akan menghasilkan tinggi air yang berbeda (10 cm dan 20 cm). Selain tinggi air, biomasa tanaman yang sama (160 gram) pada luas wadah yang berbeda dapat menghasilkan luas penutupan tanaman air yang berbeda (40 % dan 80 %) (Tabel 3). Tinggi air dan luas penutupan tanaman pada setiap jenis wadah, dapat dilihat pada Gambar 3.

Konsentrasi limbah yang digunakan pada tahapan ini adalah konsentrasi 1:2. Konsentrasi ini merupakan hasil dari penelitian pendahuluan. Tanaman air kiambang pada konsentrasi 1:2 mengalami peningkatan biomasa, sedangkan pada konsentrasi lain mengalami kematian pada hari ke-6 (Lampiran 2).

(15)

5 Keterangan:

KA : Akuarium tanpa tanaman (tinggi air 20 cm) KB : Akuarium tanpa tanaman (tinggi air 10 cm)

A 20 : Akuarium dengan tambahan tanaman (tinggi air 20 cm) B10 : Akuarium dengan tambahan tanaman (tinggi air 10 cm) (1,2,3) : Ulangan sebanyak 3 kali

Pengambilan data suhu dilakukan selama 6 hari pada jam 06.30 dan 12.00, data pH diambil selama 6 hari pada jam 06.30. Pengambilan sampel air limbah untuk analisis sianida, COD, dan TSS dilakukan pada jam 08.00 di awal perlakuan, hari kedua, hari keempat, dan hari keenam. Penentuan hari tersebut mewakili data pertama kali tanaman air diletakkan pada air limbah (H0), pertama kali tanaman air mengalami penambahan helai daun berdasarkan hasil dari penelitian pendahuluan (H2) kemudian kelipatannya, yakni H4 dan H6.

Gambar 3 Dimensi wadah penelitian dengan perbandingan tinggi air (I) dan luas tutupan tanaman (II) dengan masing-masing perlakuan 3 ulangan Keterangan gambar:

: Air limbah tapioka

: Tutupan tanaman air pada akuarium

Metode Analisis Analisis Biomasa Kiambang

Analisis biomasa kiambang dilakukan untuk melihat perubahan biomasa tanaman yang diukur di awal dan di akhir penelitian. Sebelum kiambang ditimbang, terlebih dulu kiambang dikeringkan menggunakan tisu selama 1-2 menit, kemudian ditimbang menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,0001 gram.

I

II

(16)

6

Persentase perubahan = - Keterangan:

B0 : Biomasa kiambang pada saat awal tebar (gram) Bt : Biomasa kiambang pada pengamatan terakhir (gram)

Analisis Laju Pertumbuhan

Analisis parameter pertumbuhan kiambang dihitung dengan menentukan besarnya laju pertumbuhan relatif (Relative Growth Rate, RGR) (Mitchell 1974):

RGR = ln - ln Keterangan:

W0 : Berat basah awal (gram)

Wt : Berat basah setelah waktu ke- t (gram) t : Waktu (hari)

Analisis Tingkat Perubahan Parameter Kualitas Air

Analisis tingkat perubahan parameter kualitas air dibutuhkan untuk mengetahui seberapa besar perubahan bahan pencemar pada limbah cair yang diukur di awal dan di akhir penelitian.

E = - Keterangan:

E : Tingkat perubahan bahan pencemar (%)

A : Konsentrasi COD, TSS, dan sianida awal (mg/L) B : Konsentrasi COD, TSS, dan sianida akhir (mg/L)

Analisis Statistika

Analisis statistika yang digunakan untuk melihat pengaruh perlakuan perbedaan tinggi air pada interval waktu dua hari (kelompok waktu) dalam memperbaiki kualitas air limbah adalah rancangan acak kelompok (RAK). Model rancangannya sebagai berikut (Mattjik dan Sumertajaya 2013):

(17)

7 Keterangan:

i : Perlakuan tinggi air (i = 1,2,3,....) j : Kelompok waktu (j = 1,2,3....)

Yij : Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i kelompok waktu ke-j µ : Rataan umum

τi : Pengaruh perlakuan ke-i

βj : Pengaruh kelompok waktu ke-j

εij : Galat pada perlakuan ke-i kelompok waktu ke-j

Hipotesis yang dapat di uji dari RAK adalah sebagai berikut:

H0 : Tidak ada τi (perlakuan tinggi air) yang berpengaruh terhadap penurunan

Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hipotesis tersebut adalah apabila Fhit < Ftab maka gagal tolak H0 dan apabila Fhit > Ftab maka tolak H0. Analisis sidik ragam untuk rancangan kelompok ini tertera pada Tabel 4.

Tabel 4 Sidik ragam untuk rancangan acak kelompok

Sumber Keragaman dB JK KT Fhit

Uji Lanjut BNT (Beda Nyata Terkecil)

Uji lanjut BNT digunakan untuk melihat perlakuan yang memberikan pengaruh yang berbeda nyata atau tolak H0. Berikut ini formula uji BNT (Mattjik dan Sumertajaya 2013):

(18)

8

Keterangan:

BNT : Beda Nyata Terkecil

t ( /2) : ilai abel pada selang kepercayaan / = 0,05) KTS : Kuadrat Tengah Sisa

n : jumlah ulangan

Kesimpulan yang didapat dari uji BNT adalah sebagai berikut:

1 Jika |Yi-Yi’| < nilai BNT 5 %, maka antara Yi dengan Yi’ disimpulkan tidak berbeda nyata (P > 0,05)

2 Jika |Yi-Yi’| ≥ nilai T 5 %, maka antara Yi dengan Yi’ disimpulkan berbeda nyata (P < 0,05)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Limbah Cair

Analisis karakteristik limbah cair tapioka yang belum melalui tahapan pengenceran diperlukan untuk mengetahui konsentrasi bahan pencemar pada limbah cair. Hasil dari analisis tersebut dibandingkan dengan baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri tapioka yang telah ditetapkan oleh pemerintah Indonesia dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor: KEP-51/MENLH/10/1995. Hasil analisis pada limbah cair tapioka ini menunjukkan bahwa nilai COD dan TSS di atas baku mutu, nilai pH rendah, sedangkan nilai sianida di bawah baku mutu air limbah sehingga sianida masih dalam batas aman. Karakteristik limbah cair tersebut memperlihatkan bahwa limbah cair tapioka dapat mencemari perairan bila tidak dilakukan pengolahan limbah terlebih dahulu. Karakteristik limbah cair tapioka dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Karakteristik limbah tapioka uji dan baku mutunya Parameter Satuan Nilai limbah tapioka Baku Mutu

Sianida mg/L 0,033 0,3

pH - 4,7 6,0-9,0

COD mg/L 10133,3 300

TSS mg/L 1145 100

Suhu ˚ C 27,9 -

BOD mg/L - 150

(19)

9 Uji Kiambang pada Limbah Cair dengan Tinggi Air yang Berbeda a. Sianida

Sianida yang dianalisis merupakan sianida bebas karena sianida bebas dapat bersifat toksik terhadap makhluk hidup (Logsdon et al. 1999; Purba 2009). Sianida akan bersifat toksik saat terjadi perubahan dari CN- menjadi HCN saat kondisi pH < 8 (EPA 1978 dalam ATSDR 2006; Julistiana 2009; Logston et al. 1999). Sianida dipengaruhi oleh pH, suhu, oksigen terlarut, salinitas, dan keberadaan ion yang lainnya (Effendi 2003).

Kadar sianida bebas yang dapat ditoleransi dan tidak bersifat merugikan bagi tanaman air adalah 0,16 ppm bahkan lebih (Logsdon et al. 1999). Kandungan sianida pada limbah cair tapioka sebesar 0,027 ppm, sehingga tidak menjadi penghalang bagi tanaman air. Kiambang memiliki kemampuan dalam menyerap sianida melalui daun yang menyerupai akar dalam bentuk CN (Hidayati et al. 2009; Prasad 2011). Selain kiambang, oksigen terlarut (O2) yang dihasilkan dari proses fotosintesis dan difusi atmosfer memiliki peranan dalam penurunan sianida dengan mengikat ion CN- pada limbah cair dan menghasilkan unsur N sebagai sumber nutrien bagi tanaman air. Unsur N dalam bentuk amonia (NH3) dapat berubah menjadi NH4+ (amonium) pada pH rendah dan dapat diserap secara langsung oleh jaringan tumbuhan (Sedana 1996 dalam Bey et al. 2011; Logsdon et al. 1999). Berikut reaksinya menurut EPA (1994).

CN- + ½ O2+ enzim → C O- CNO- + H2O → H3 + CO2

Penurunan nilai sianida hingga H6 terjadi pada semua perlakuan dari H0 sampai H6 (Gambar 4). Penurunan nilai sianida menunjukkan adanya oksigen yang berasal dari difusi atmosfer dan fotosintesis ke dalam limbah serta terjadinya peningkatan nilai pH selama 6 hari. Uji statistika menunjukkan bahwa waktu pengamatan mempengaruhi penurunan nilai sianida (P < 0,05).

Penurunan terbesar di hari ke-6 terjadi pada akuarium tanpa tanaman air di tinggi air 10 cm (KB) sebesar 84,6 %. Akuarium berisikan tanaman air di tinggi air 10 cm (B 10) terjadi penurunan sebesar 70,2 %, akuarium tanpa tanaman air di tinggi air 20 cm (KA) sebesar 50,8 %, dan akuarium berisikan tanaman air di tinggi air 20 cm (A 20) sebesar 18,8 % (Lampiran 3). Penurunan pada KB menunjukkan mikroorganisme yang ada di dalam limbah mampu menurunkan nilai sianida. Hal ini sesuai dengan pendapat ATSDR (2006) bahwa aklimasi mikroba terutama mikroba yang telah ada di dalam limbah cair tapioka mampu mempengaruhi penurunan nilai sianida karena telah beradaptasi dengan limbah tersebut. Uji statistika memperlihatkan tinggi air mempengaruhi penurunan sianida (P < 0,05). Tinggi air 10 cm (KB dan B10) memperlihatkan penurunan nilai sianida yang lebih baik bila dibandingkan tinggi air 20 cm (KA dan A 20).

(20)

10

terganggunya proses fotosintesis oleh organisme autotrof dalam menghasilkan oksigen terlarut, yang mana oksigen tersebut digunakan untuk berikatan dengan sianida. Cahaya matahari akan lebih banyak masuk ke dalam limbah pada tinggi air 10 cm dibandingkan tinggi air 20 cm sehingga organisme autotrof mampu melakukan fotosintesis lebih optimal pada akuarium dengan tinggi air 10 cm.

Gambar 4 Nilai rata-rata sianida (mg/L) selama penelitian

b. COD

Penurunan nilai COD terjadi di semua perlakuan dari H0 sampai H6 (Gambar 5). Penurunan nilai COD hingga 6 hari menunjukkan adanya perombakan bahan organik pada limbah tapioka di setiap hari pengamatan. Hasil perombakan bahan organik akan dimanfaatkan oleh tanaman kiambang untuk pertumbuhannya. Uji statistika menunjukkan bahwa waktu pengamatan mempengaruhi penurunan nilai COD (P < 0,05). Hal ini dapat disimpulkan bahwa lama waktu pengamatan mempengaruhi penurunan nilai COD.

Hasil analisis COD dihari terakhir pengamatan memperlihatkan penurunan nilai COD terjadi pada KB sebesar 71,7 %, B 10 sebesar 50,4 %, KA sebesar 21,4 %, dan A 20 sebesar 16,7 % (Lampiran 4). Berdasarkan persentase tersebut, terlihat bahwa kontrol menunjukkan penurunan yang lebih besar dibandingkan dengan perlakuan tanaman, namun uji statistika menduga bahwa tinggi air tidak mempengaruhi penurunan nilai COD (P > 0,05).

Penurunan COD pada akuarium dengan tanaman air lebih rendah dibandingkan akuarium tanpa tanaman air dikarenakan tanaman air mengapung menghambat terjadinya proses difusi oksigen ke dalam air limbah. Oksigen berperan dalam proses perombakan bahan organik dalam limbah (Hunt dan Christiansen 2000).

(21)

11

KA

KB

A 20

B 10

kemungkinan adanya peranan mikroorganisme dalam menurunkan nilai COD pada limbah cair tapioka. Kehadiran mikrooganisme khususnya mikrofungi, ditunjukkan melalui munculnya lapisan putih pada permukaan limbah. Persentase penutupan lapisan putih pada perlakuan kontrol lebih besar dibandingkan pada perlakuan A 20 dan B 10 (Gambar 5).

Gambar 5 Persentase penutupan lapisan putih pada semua perlakuan di hari ke-6

Pengamatan selama 6 hari menunjukkan bahwa tinggi air 10 cm menghasilkan penurunan nilai COD lebih besar dibandingkan tinggi air 20 cm. Penurunan nilai COD secara tidak langsung berkaitan dengan cahaya matahari yang masuk ke dalam akuarium. Pemanfaatan cahaya matahari oleh tanaman air dalam proses fotosintesis menghasilkan oksigen yang membantu dalam proses perombakan bahan organik, terlebih saat cahaya matahari yang masuk ke dalam air mencapai dasar akuarium. Pedersen et al. (2001) menyatakan bahwa rendahnya intensitas cahaya yang masuk ke dalam perairan tidak cukup mendukung tanaman air melakukan proses fotosintesis sehingga konsumsi oksigen untuk respirasi tanaman air lebih besar dibandingkan produksi oksigen.

(22)

12

Selain itu, tinggi air juga mempengaruhi tanaman air mengapung dalam memanfaatkan bahan organik. Tanaman air mengapung memiliki kesulitan untuk memanfaatkan nutrien yang ada di sedimen dasar (Hunt dan Christiansen 2000; Scheffer et al. 2003), namun ketinggian air yang lebih rendah dapat memudahkan akar kiambang (daun yang berfungsi sebagai akar) untuk memanfaatkan bahan organik yang berada di dekat sedimen.

c. TSS (Total Suspended Solid)

Penurunan nilai TSS terjadi pada semua perlakuan sejak H0 hingga H6. Uji statistika menunjukkan bahwa waktu pengamatan (H0 sampai H6) tidak mempengaruhi penurunan nilai TSS (P > 0,05). Gambar 6 menunjukkan di semua perlakuan terjadi penurunan TSS yang drastis dalam 2 hari. Hal ini dikarenakan partikel yang terdapat di limbah tersedimentasi di dasar akuarium.

Penurunan nilai TSS pada KA sebesar 79,8 %, KB sebesar 79,2 %, A 20 sebesar 78,9 %, dan B 10 sebesar 76,9 % (Lampiran 5). Penurunan nilai TSS pada semua perlakuan di H6 tidak memperlihatkan penurunan yang berbeda, namun dari hasil analisis terlihat penurunan nilai TSS terendah terlihat pada akuarium dengan tinggi air 10 cm, meskipun perbedaannya hanya sedikit. Hal ini dimungkinkan karena saat pengambilan sampel pada akuarium dengan tinggi air 10 cm, partikel yang telah mengendap di dasar akuarium ikut masuk ke dalam botol sehingga mempengaruhi jumlah partikel yang dianalisis dan berdampak terhadap peningkatan nilai TSS. Uji statistika menunjukkan bahwa perbedaan tinggi air (10 cm dan 20 cm) tidak memberikan pengaruh terhadap penurunan nilai TSS (P > 0,05).

Penurunan TSS pada akuarium dengan tanaman air memperlihatkan penurunan yang lebih rendah dibandingkan akuarium tanpa tanaman air. Hal ini dimungkinkan saat pengambilan sampel, partikel yang berada pada akar tanaman ikut ke dalam botol sehingga mempengaruhi nilai TSS saat dilakukan analisis.

Gambar 7 Nilai rata-rata TSS (mg/L) selama penelitian

(23)

13 sama baik pada akuarium tanpa dan dengan tambahan tanaman air, karena tanaman air masih melakukan adaptasi terhadap lingkungan baru.

Akuarium dengan tinggi air 10 cm (KB dan B 10) menunjukkan nilai pH yang lebih tinggi di hari ke-6 dibandingkan akuarium dengan tinggi air 20 cm (KA dan A 20). Tinggi air yang rendah memudahkan cahaya matahari menembus air sampai dasar akuarium sehingga memudahkan tanaman untuk melakukan fotosintesis. Hasil respirasi berupa CO2 dimanfatkan pada proses fotosintesis, maka pada H4 terjadi kenaikan nilai pH.

Peningkatan nilai pH tertinggi secara berturut - turut pada H6 terjadi pada kontrol dengan tinggi air 10 cm (KB) yaitu 6,52, kemudian B10, KA, dan A 20 (Lampiran 6). Hal ini dikarenakan tanaman air memiliki kemampuan untuk mengambil CO2 dalam bentuk gas dari atmosfer (Barrett 2007; Pedersen et al. 2001), bahkan menurut Strzatka dan Ketner (1997), tanaman air mengapung lebih banyak memanfaatkan CO2 yang di atmosfer dibandingkan di air. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan pH pada akuarium dengan tanaman air lebih kecil dibandingkan dengan akuarium tanpa tanaman air.

Nilai pH awal pada limbah tapioka berada di bawah kisaran pH yang baik untuk kiambang (Holm et al. 1977 dan Mitchell et al. 1980 dalam Driesche et al. 2002), namun kiambang dapat hidup dan memanfaatkan CO2 untuk berfotosintesis, bahkan biomasanya bertambah.

Gambar 8 Nilai rata-rata pH pada pagi selama penelitian

e. Suhu

(24)

14

Gambar 9 Nilai suhu (0C) pada pengamatan pagi dan siang

f. Biomasa Basah Tanaman Kiambang

Biomasa basah tanaman kiambang selama 6 hari pengamatan mengalami peningkatan sebesar 22,09 % pada perlakuan A (akuarium berukuran 30 x 30 x 30 cm), dan 53,10 % pada perlakuan B (akuarium berukuran 60 x 30 x 30 cm) (Gambar 9). Peningkatan biomasa tanaman kiambang per hari (RGR) pada perlakuan A sebesar 0,03 gr/hari, sedangkan pada perlakuan B sebesar 0,07 gr/hari (Lampiran 8). Penambahan biomasa tanaman dicirikan dengan penambahan helai daun (Gambar 10) dan penambahan panjang akar (Gambar 11). Penambahan panjang akar tanaman berkisar antara 3 sampai 5 cm baik pada akuarium A maupun akuarium B. Panjang akar kiambang mencapai 11 cm pada akuarium A dan 7 cm pada akuarium B.

(25)

15

B C

Gambar 11 Kemunculan helai daun kiambang

Gambar 12 Panjang akar kiambang sebelum perlakuan (A) dan setelah perlakuan pada tinggi air 20 cm (B) dan 10 cm (C)

g. Keterkaitan antar parameter uji

Penurunan nilai sianida dipengaruhi oleh peningkatan nilai pH yang terjadi pada semua akuarium. Brown dan Cadwell (2001) dan ATSDR (2006) menyatakan bahwa nilai pH yang meningkat dapat mempercepat penurunan nilai sianida. Pemanfaatan CO2 (menggambarkan penurunan nilai pH) dan menghasilkan O2 pada proses fotosintesis menyebabkan terjadinya pengikatan ion CN-, sehingga nilai sianida terus mengalami penurunan hingga hari terakhir pengamatan.

Penurunan sianida mengindikasi bahwa adanya penyerapan sianida oleh tanaman walaupun yang dapat diserap hanya sianida dalam bentuk CN saja. Sianida bersifat racun dan merupakan inhibitor metabolik potensial, tetapi sianida berperan dalam proses biokimia tumbuhan (Ebbs et al. 2003 dalam Syarif 2009; Logsdon et al. 1999).

Penurunan nilai COD berkaitan dengan peningkatan nilai pH. Peningkatan nilai pH menunjukkan adanya pemanfaatan CO2 dalam proses fotosintesis yang menghasilkan O2 (oksigen terlarut). Oksigen dibutuhkan oleh dekomposer untuk mendekomposisi bahan organik sehingga peningkatan nilai pH menggambarkan penurunan nilai COD (Effendi 2003).

Penurunan nilai COD dan TSS mengindikasi bahwa terjadi pemanfaatan hasil dari perombakan bahan organik oleh tanaman air yang ditunjukkan dengan

(26)

16

peningkatan biomasa tanaman air. Penyerapan hasil dari perombakan bahan organik ini dapat diserap melalui daun pada tanaman air (Cedergreen dan Madsen 2002; DEM-OWR 2007; Pedersen et al. 2001).

Hasil dari pengamatan menunjukkan bahwa penurunan nilai sianida, COD, dan TSS serta peningkatan nilai pH terbesar terdapat pada akuarium tanpa tanaman air dengan tinggi air 10 cm. Hal ini disebabkan karena adanya mikroorganisme yang sudah ada di dalam limbah cair mampu mereduksi bahan pencemar dan tidak terhalangnya proses difusi oksigen.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pengamatan selama 6 hari memperlihatkan bahwa penurunan nilai sianida dan COD pada perlakuan tinggi air 10 cm lebih besar dibandingkan pada tinggi air 20 cm, baik pada akuarium tanpa tanaman kiambang dan akuarium dengan tanaman kiambang. Akuarium dengan tanaman kiambang pada tinggi air 10 cm mengalami penurunan sianida hingga 70 %, COD hingga 50 %, dan TSS hingga 76,9 %, sedangkan akuarium tanpa tanaman kiambang pada tinggi air 10 cm mengalami penurunan nilai sianida hingga 85 %, COD hingga 72 %, dan TSS hingga 79,2 %. Nilai pH juga berubah dari asam ke arah netral, baik pada akuarium tanpa dan dengan tanaman kiambang. Akuarium dengan dan tanpa tanaman kiambang tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata dalam memperbaiki kualitas limbah cair tapioka.

Saran

Setelah dilakukannya penelitian ini, sebaiknya dilakukan proses aklimatisasi tanaman air pada limbah sebelum diaplikasikan pada penelitian utama dan perlunya penelitian lanjutan mengenai pemanfaatan kiambang pada limbah cair tapioka dengan waktu pengamatan yang lebih lama.

DAFTAR PUSTAKA

Aneez MM, Sekar P, dan George J. 2011. Efficacy of Microbes in Bioremediation of Tannery Effluent. Int J of Curr Res. 4: 324-326.

[APHA] American Public Health Association. 2012. Standart Methods For The Examination of Water and Wastewater. Ed ke-21. Washington DC (US): United Book Pr.

(27)

17 Arotupin DJ. 2007. Evaluation of Microorganisms from Cassava Waste Water

for Production of Amylase and Cellulase. J of Microbiol. 2(5): 475-480. Barrett MS. 2007. Carbon Acquisition in Variable Environments Aquatic Plants

of The River Murray, Australia [disertasi]. Adelaide (AU): University of Adelaide.

Bey Y, Wulandari S, dan Sukatmi. 2011. Dampak pemberian pakan pellet terhadap pertumbuhan Kiapu (Pistia stratiotes L). J Pendidikan Sains dan Biol. 7(2): 1-7.

Brown dan Cadwell. 2001. A Guidebook for Local Goverments for Developing Regional Watershed Protection Plans. Georgia (US): Northeast.

Cedergreen N dan Madsen TV. 2002. Nitrogen Uptake by The Floating Macrophyte Lemna minor. New Phytologist. 155: 285-292.

[DEM-OWR] Rhone Island Departement of Environmental Management – Office of Water Resources. 2007. Freshwater Aquatic Plants. Providence (US): DEM Office of Water Resources.

Driesche FV, Blossey B, Hoodle M, Lyon S, dan Reardon R. 2002. Biological Control of Invasive Plants of the Eastern United States. Morgantown (US): Forest Health Technology Enterprise Team.

Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengeloloaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Effendi U. 1984. Netralisasi limbah cair industri tapioka secara biofiltrasi dengan menggunakan eceng gondok (Eichhornia crassipes) dan kapu-kapu (Salvinia molesta) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[EPA] U.S. Environmental Protection Agency. 1994. Treatment of Cyanide Heap Leaches and Tailings. Washington DC (US): Environmental Fate and Effects Division.

Hasan MR dan Chakrabarti R. 2009. Use of Algae and Aquatic Macrophytes as Feed in Small-Scale Aquaculture- A Review. Rome (IT): FAO.

Hidayati N, Juhaeti T dan Syarif F. 2009. Mercury and cyanide contaminations in gold mine environment and possible solution of cleaning up by using phytoextraction. J of Biosciences. 16(3): 88-94.

Hunt RJ dan Christiansen IH. 2000. Dissoleved Oxygen Information Kit. Townsville (AU): A CRC Sugar Technical Pub.

Julien MH dan Stoors MJ. 1993. Salvinia molesta in Kakadu National Park: Biological Control. Jabiru (AU): CSIRO Division of Entomology.

Julistiana RAE. 2009. Pengembangan dan validasi metode pengujian kadar sianida dalam limbah cair secara spektroskopi UV-Vis [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[KepMenLH] Keputusan Menteri Lingkungan Hidup. 1995. Lampiran Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri. Jakarta (ID): KepMenLH Logsdon MJ, Hagelstein K dan Mudder TI. 1999. Environnmental and Health

Effect. Ottawa (US): International Cyanide Management Institute.

Mattjik AA dan Sumertajaya IM. 2013. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor (ID) : IPB Pr.

(28)

18

Prasad MNV. 2011. A State of The Art Report on Bioremediation, Its Applications to Contaminated Sites in India. Hyderabad (IN): Ministry of Environmental and Forests.

Sastrapradja S dan Bimantoro R. 1981. Tumbuhan Air. Bogor (ID): LIPI. Scheffer M, Szabo S, Gragnani A, Nes EH, Rinaldi S, Kautsky N, Norbey J,

Roljackers RMM, dan Franken RJM. 2003. Floating Plant Dominant as A Stable State. PNAS. 100(7): 4040-4045.

Strzatka K dan Ketner P. 1997. Plant Ecophysiology. Prasad MRN, editor. New York (US): Jhon Wiley & Sons, Inc.

Tung TQ, Miyata N, dan Iwahori K. 2003. Selection of Filamentous Fungi for Treatment of Synthetic Cassava Starch Processing Wastewater Cointaining Cyanide. Japanese J of Water Treatment Biol. 39(3): 109-117.

Pancho JV dan Soerjani M. 1978. Aquatic Weeds of Southeast Asia. Phillippines (PH): National Pub.

Pedersen O, Christensen C, dan Andresen T. 2001 November. CO2, Light and Growth of Aquatic Plant. Planted Aquaria. Artikel: 22.

Prescott GW. 1969. The Aquatic Plants. Dubuque (US): Brown Company Pub. Purba MEK. 2009. Analisis kadar total suspended solid (TSS), amoniak (NH3),

sianida (CN-), dan sulfida (S2-) pada limbah cair Bapedaldasu [skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.

Syarif F. 2009. Serapan sianida (CN) pada Mikania cordata (Burm f) B.L. Robinson, Centrosema pubescens Bth, dan Leersia hexandra Swartz yang ditanam pada media limbah tailing terkontaminasi CN. J Tek Ling. 10(1): 69-76.

(29)

19

Umbi ketela pohon

Pengupasan

Pencucian umbi

Pemarutan

Penyaringan

Tepung tapioka (bahan industri/

makanan) Endapan pati Onggok

(ampas dan serat)

Pengendapan Pati

Tepung onggok (pakan) Penggilingan Penjemuran Pengepressan

Penjemuran

Kulit umbi (pakan/kom

Limbah yang digunakan Air hasil

endapan pati

LAMPIRAN

(30)

20

H0 H2 H4 H6

Lampiran 2 Perubahan kiambang pada berbagai konsentrasi limbah tapioka  Konsentrasi 1:0

Hasil pengamatan:

Pembentukan lapisan putih pada permukaan air limbah terjadi mulai hari kedua (H2). Penguningan helai daun kiambang sejak hari kedua (H2), dan terjadi kematian kiambang di hari keenam (H6) pada perlakuan limbah cair tapioka tanpa pengenceran (1:0). Kematian helai daun kiambang ini mengakibatkan penurunan biomasa tanaman dihari terakhir pengamatan sehingga konsentrasi ini tidak diterapkan pada penelitian utama.

 Konsentrasi 1:1

Hasil pengamatan:

Pembentukan lapisan putih pada permukaan air limbah terjadi mulai hari kedua (H2). Penguningan helai daun terjadi di hari kedua (H2) kemudian di hari keempat (H4) terlihat adanya penambahan helai daun kiambang pada perlakuan limbah dengan pengenceran 1:1, namun ada helai daun yang layu kemudian mati diakhir pengamatan (H6). Kematian helai daun kiambang ini mengakibatkan penurunan biomasa tanaman dihari terakhir pengamatan sehingga konsentrasi ini tidak diterapkan pada penelitian utama.

 Konsentrasi 1:2

H0 H2 H4 H6

(31)

21 Lampiran 2 Perubahan kiambang pada berbagai konsentrasi limbah tapioka

(lanjutan) Hasil pengamatan:

Pembentukan lapisan putih pada permukaan air limbah terjadi mulai hari kedua (H2). Kiambang mengalami penambahan beberapa helai kiambang pada hari kedua (H2), namun ada juga helai daun mengalami penguningan dan pada hari keenam (H6) beberapa helai tersebut mengalami kematian. Hasil pengukuran tanaman di H6 menunjukkan peningkatan biomasa tamanan sebesar 41 %. Berdasarkan hasil pengujian tersebut, konsentrasi 1:2 yang akan diterapkan pada penelitian utama.

Lampiran 3 Rataan nilai sianida beserta analisis statistika

Perlakuan Hasil (mg/L) Penurunan nilai

(%) perbedaan yang nyata terhadap nilai sianida pada selang kepercayaan 95 %. Untuk melihat perlakuan yang memberikan perbedaan yang nyata terhadap nilai sianida, maka dilakukan uji lanjut BNT.

(32)

22

Lampiran 3 Rataan nilai sianida beserta analisis statistika (lanjutan) Kelompok waktu:

Fhit > Ftab berarti tolak H0. Minimal ada satu kelompok waktu yang memberikan perbedaan yang nyata terhadap nilai sianida pada selang kepercayaan 95 %.

Untuk melihat kelompok yang memberikan perbedaan yang nyata terhadap nilai sianida, maka dilakukan uji lanjut BNT.

Uji BNT

Semua kelompok waktu memiliki perbedaan yang nyata terhadap menurunkan nilai sianida.

Lampiran 4 Rataan nilai COD beserta analisis statistika

Perlakuan Hasil (mg/L) Penurunan nilai

(%)

Perlakuan tinggi air 676890,4321 3 225630,1440 0,7946 0,5271 3,8625 Kelompok waktu 5305038,5802 3 1768346,1934 6,2277 0,0141

Galat 2555532,4074 9 283948,0453

Total

Perlakuan tinggi air:

Fhit < Ftab berarti gagal tolak H0. Perlakuan tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap nilai COD pada selang kepercayaan 95 %.

Kelompok waktu:

Fhit > Ftab berarti tolak H0. Minimal ada satu kelompok waktu yang memberikan perbedaan yang nyata terhadap nilai COD pada selang kepercayaan 95 %.

(33)

23 Lampiran 4 Rataan nilai COD beserta analisis statistika (lanjutan)

Uji BNT

H6 H4 H2 H0

H6 0

H4 931,944 0

H2 1052,778 120,833 0

H0 1601,389 669,444 548,611 0 Nilai BNT = 505,849

Kelompok waktu H6– H4, H6– H2, H6– H0, H4– H0, H2– H0 > BNT, maka semua kelompok waktu memiliki perbedaan yang nyata terhadap nilai COD kecuali H4 – H2 (hari ke 4 – hari ke 2).

Lampiran 5 Rataan nilai TSS beserta analisis statistika

Perlakuan Hasil (mg/L) Penurunan nilai

(%)

H0 H2 H4 H6

KA 365,0000 128,3333 91,6667 73,7500 79,8 KB 365,0000 87,5000 102,3810 75,8333 79,2 A 20 365,0000 73,3333 75,0000 76,6667 79,0 B 10 365,0000 84,1667 74,6032 84,1667 76,9

Sumber keragaman JK dB KT Fhit P-value Ftab

Perlakuan tinggi air 662,0483 3 220,6828 1,1723 0,3732 3,8625 Kelompok waktu 234660,3689 3 78220,1230 415,5127 5,766.10-10

Galat 1694,2468 9 188,2496

Total 237016,6641 15

Perlakuan tinggi air:

Fhit < Ftab berarti gagal tolak H0. Perlakuan tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap nilai TSS pada selang kepercayaan 95 %.

Kelompok waktu:

Fhit > Ftab berarti tolak H0. Minimal ada satu kelompok waktu yang memberikan perbedaan yang nyata terhadap nilai TSS pada selang kepercayaan 95 %.

(34)

24

Lampiran 5 Rataan nilai TSS beserta analisis statistika (lanjutan) Uji BNT

H0 H2 H4 H6

H0 0

H2 271,6667 0

H4 279,0873 7,4206 0

H6 287,3958 15,7292 8,3085 0 Nilai BNT = 26,0494

Kelompok waktu H6– H0, H4– H0, H2– H0 > BNT. maka kelompok waktu H0 terhadap H2, H4, H6 memiliki perbedaan yang nyata terhadap nilai COD.

Lampiran 6 Rataan nilai pH selama penelitian

Perlakuan Pengamatan

H0 H1 H2 H3 H4 H5 H6

KA 4,76 4,55 4,44 4,34 4,55 4,94 5,70

KB 4,78 4,57 4,51 4,46 5,17 6,13 6,52

A 20 4,76 4,55 4,44 4,27 4,40 4,73 5,50

B 10 4,76 4,56 4,46 4,33 4,64 5,56 5,86

Lampiran 7 Rataan nilai suhu selama penelitian

Perlakuan Pengama an pagi ˚C Pengama an siang ˚C

H1 H2 H3 H4 H5 H6 H1 H2 H3 H4 H5 H6

KA 25,0 25,8 26,3 26,1 26,0 26,4 26,5 27,2 27,9 27,5 27,7 28,1 KB 25,1 25,8 26,2 26,1 25,9 26,4 26,6 27,3 28,0 27,6 27,8 28,2 A 20 25,1 25,8 26,4 26,2 26,1 26,4 26,5 27,1 27,9 27,3 27,7 28,1 B 10 25,1 25,8 26,3 26,1 26,1 26,3 26,5 27,2 27,9 27,4 27,7 28,1

Hari ke- Suhu harian

Min Max

H1 23,0 30,7

H2 23,3 31,2

H3 23,7 31,3

H4 23,5 30,8

H5 23,3 31,0

(35)

25 Lampiran 8 Biomasa tanaman kiambang

Perlakuan Biomassa (gram) Peningkatan

biomasa (%) Awal (H0) Akhir (H6) Selisih

A 20 162.8087 198.7675 35.9588 22.1 B 10 164.2359 251.4615 87.2256 53.1

Contoh perhitungan analisis biomasa kiambang:

Persentase peningkatan biomasa = -

x 100 %

= 5 –

x 100 %

= 22,1 %

Contoh perhitungan analisis laju pertumbuhan kiambang: RGR = ln - ln

RGR = n 5 - n

(36)
(37)

27

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 20 Februari 1992, merupakan anak ketiga dari empat bersaudara dengan orangtua dari Manontong MP Butar-Butar dan Demah Pardede. Penulis menempuh pendidikan formal di SD Negeri 11 Ciracas (1997-2003), SMP Negeri 09 Jakarta (2003-2006), SMA Negeri 58 Jakarta (2006-2009). Pada tahun 2009, penulis diterima di IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).

Selama perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan organisasi kampus yakni Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumber Daya Perairan (HIMASPER) pada periode 2013. Pada organisasi ini penulis menjabat sebagai anggota divisi Environmental and Social dan beberapa kepanitian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis juga aktif dalam bidang akademik menjadi Asisten Mata Kuliah Planktonologi (2011), Asisten Mata Kuliah Ekologi Perairan Pesisir (2012), Asisten Mata Kuliah Produktivitas Perairan (2012), dan Asisten Mata Kuliah Ilmu Tumbuhan Air dan Makroalga (2013). Penulis juga pernah mengikuti kegiatan Magang di UPTD BBI Tasikmalaya.

Gambar

Gambar 1  Diagram alir perumusan masalah
Tabel 2  Perlakuan penelitian pendahuluan
Gambar 3  Dimensi wadah penelitian dengan perbandingan tinggi air (I) dan luas
Tabel 5  Karakteristik limbah tapioka uji dan baku mutunya
+6

Referensi

Dokumen terkait

Setelah melakukan serangkaian penelitian, hasil yang telah peneliti dapatkan akan diuraikan sebagai berikut: Terdapat Pengaruh Efikasi Diri (X) terhadap Kempuan

peserta didik Kelas 7 Kelas 7 Pe Pese sert rta d a did idik ik Ib Ibu S u Sit iti K i Kho hodi dija jah h Bidang Pembinaan Kehidupan Berdemokrasi, Hak Asasi Manusia, Pendidikan

Edward Tigor Siahaan, Ketua Toba Nature, melalui komunikasi personal dengan penulis, menyatakan bahwa wacana- wacana tersebut tidak relevan untuk mengatasi persoalan Danau Toba

Intensitas perburuan telur yang sangat tinggi, tidak adanya kearifan tradisional dalam mendukung populasi berkelanjutan, nilai jual tukik yang terus meningkat, dan pemanfaatan

Pendidikan berkaitan dengan mempersiapkan calon tenaga kerja yang diperlukan oleh suatu Instansi atau Organisasi dan lebih menekankan kepada pengembangan

Murmanto (2007) yang menyebut dirinya seorang Re-Educator dan MindNavigator mengatakan konsep diri diibaratkan sebagai sebuah sistem yang menjalankan komputer mental

PariÊ, Js.: MaruliÊ u Madridu; izloæba posveÊena ocu hrvatske knjiæevnosti.. meunarodni skup o Marku