• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perubahan Penggunaan Lahan dan Fragmentasi Lahan Pertanian Di Kabupaten Bogor Bagian Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Perubahan Penggunaan Lahan dan Fragmentasi Lahan Pertanian Di Kabupaten Bogor Bagian Barat"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN

FRAGMENTASI LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN

BOGOR BAGIAN BARAT

ZULFA ANNIDA DINILLAH

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudulAnalisis Perubahan Penggunaan Lahan Dan Fragmentasi Lahan Pertanian Di Kabupaten Bogor Bagian Barat adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

Zulfa Annida Dinillah

(4)
(5)

ABSTRAK

ZULFA ANNIDA DINILLAH. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan dan Fragmentasi Lahan Pertanian di Kabupaten Bogor Bagian Barat. Dibimbing oleh SANTUN R.P SITORUS dan KHURSATUL MUNIBAH.

Pertumbuhan penduduk merupakan salah satu penyebab semakin tingginya aktivitas manusia yang akan memicu laju perubahan penggunaan lahan dan penyempitan lahan yang berasosiasi dengan fragmentasi lahan. Kabupaten Bogor Bagian Barat merupakan Wilayah Pembangunan I Kabupaten Bogor yang ditetapkan untuk pengembangan sektor pertanian. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan non pertanian dan tingkat fragmentasi lahan pertanian. Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor bagian Barat khususnya pada Kecamatan Jasinga, Cigudeg, Parung Panjang dan Tenjo pada tahun 2001 sebanyak 88.54% berupa lahan pertanian yang terdiri dari sawah, kebun campuran, tegalan, hutan, dan perkebunan. Pada tahun 2013 penggunaan lahan pertanian mengalami pengurangan menjadi 85.37%. Terjadi penyusutan lahan pertanian sebesar 3.17% selama periode 12 tahun. Perubahan penggunaan lahan didominasi oleh perubahan lahan kebun campuran menjadi emplasemen. Hasil analisis tingkat fragmentasi lahan pertanianmenggunakan patch analysismenunjukkan bahwa lahan pertanian di Kecamatan Parung Panjang lebih terfragmentasi dibandingkan dengan tiga kecamatan lainnya. Jarak yang relatif dekat antara Kecamatan Parung Panjang dan Kota Tangerang yang sedang mengalami perkembangan pesat dalam sektor permukiman menjadi salah satu penyebab banyaknya jumlah polygon (NumP) dan kecilnyarata-rata luas polygon (MPS) di kecamatan tersebut. Rendahnya parameter NumP dan tingginya parameter MPS di Kecamatan Jasinga menunjukkan bahwa kecamatan tersebut mampu mempertahankan lahan pertaniannya. Hasil analisis regresi menunjukkan perubahan penggunaan lahan terjadi karena besarnya luas area lahan terbagun dan jarak ke pusat kota, pusat desa atau kecamatan sedangkan fragmentasi lahan pertanian terjadi karena kepadatan penduduk, jarak ke jalan tol, ukuran rumah dan pekarangan, harga lahan non sawah jauh dari jalan dan jumlah KK.

(6)
(7)

ABSTRACT

ZULFA ANNIDA DINILLAH. Analysis of Land Use Change and Land Fragmentation in Western Part of Bogor Regency.Supervised by SANTUN R.P SITORUS and KHURSATUL MUNIBAH.

Population growth often leads to activities that triggers land use change and land fragmentation. Western part of Bogor Regency had been assigned for agricultural development by government. This research aims to assess agricultural land use change into non agricultural and agricultural land fragmentation level. Land use in Western part of Bogor Regency especially in Kecamatan Jasinga, Cigudeg, Parung Panjang, and Tenjo in 2001 was dominated by agricultural land (88.54% of total area). In 2013, agricultural land in those kecamatans had decreased into 85.37% that means that in the interval of 12 years, 3.17% of agricultural land had already lost. Land use change from 2001 to 2013 was dominated by mixed garden into emplasement. Based on patch analysis, agricultural land in Kecamatan Parung Panjang was more fragmented than Jasinga, Cigudeg, and Tenjo. Parung Panjang is located near Kota Tangerang which have rapid development in settlements. In general, land fragmentation was showed by NumP and MPS. Parung Panjang has high number of polygon (NumP) and low mean patch size (MPS). On the contrary, Kecamatan Jasinga has low NumP and high MPS which means the agricultural land in Kecamatan Jasinga is more reserved. Regression analysis result showed that factors affecting land use change are increasing of built-up area, distance to the nearby city, distance to highway, housing size, non rice field land price, and number of household.

(8)
(9)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN

FRAGMENTASI LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN

BOGOR BAGIAN BARAT

ZULFA ANNIDA DINILLAH

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(10)
(11)

Judul Skripsi : Analisis Perubahan Penggunaan Lahan dan Fragmentasi Lahan Pertanian Di Kabupaten Bogor Bagian Barat

Nama : Zulfa Annida Dinillah NIM : A14100091

Disetujui oleh

Prof.Dr.Ir.Santun R P Sitorus Pembimbing I

Dr. Khursatul Munibah Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc Ketua Departemen

(12)
(13)

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah fragmentasi lahan dengan judul Analisis Perubahan Penggunaan dan Fragmentasi Lahan Pertanian di Kabupaten Bogor Bagian Barat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Santun Sitorus selaku dosen pembimbing yang senantiasa memberikan ilmu dan arahan, serta motivasi selama masa penulisan karya ilmiah ini.Terima kasih kepada Dr Khursatul Munibah selaku dosen pembimbing skripsi kedua atas ilmu, bimbingan dan saran dalam penyempurnaan penulisan skripsi.

Pada kesempatan ini, Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dyah Retno Panuju, S.P., M.Si dan Bambang Hendro Trisasongko, S.P., M.Sc selaku dosen pembimbing awal yang telah memberikan nasihat, motivasi, saran, dan masukannya.

2. Dr Ir Widiatmaka, DAA selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukannya

3. Kedua orang tua tercinta, Oded M Danial dan Ibu Siti Muntamah yang telah memberikan doa, motivasi, perhatian, pengorbanan, cinta, dan kasih sayang. 4. Instansi-instansi di Kabupaten Bogor, Badan Perencanaan dan Pembangunan

Daerah (Bappeda), Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol), Dinas Pertanian, Dinas Tata Ruang serta beberapa instansi lainnya yaitu Kecamatan Cigudeg, Jasinga, Parung Panjang dan Tenjoatas kerjasama dalam memberikan informasi dan data yang diperlukan.

5. Kepala desa, ketua RT, masyarakat Kecamatan Cigudeg, Jasinga, Parung Panjang, dan Tenjo juga kepada seluruh pihak yang terlibat dalam penelitian ini atas kebersamaannya selama di lapangan, kerjasama, motivasi, dan keterbukaannya dalam memberikan informasi dan data yang diperlukan. 6. Seluruh dosen dan staf Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan yang

telah memberikan ilmu, nasehat, dan kerjasamanya.

7. Sahabat Bangwilers yang telah banyak membantu dan saling memberikan dukungan serta motivasi (Emi, Fia, Angel, Dwi, Aeni, Salimah, Andang, Ardy) dan Edwina yang telah banyak membantu saat pengecekan ke lapang. Semoga karya ilmiah ini bermanfaatdan menambah wawasan pembaca.

Bogor, September 2015

(14)
(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Lahan dan Penggunaan Lahan 2

Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan 3

Fragmentasi Lahan 4

METODE PENELITIAN 5

Lokasi dan Waktu Penelitian 5

Jenis Data,Sumber Data dan Alat 5

Analisis Data 6

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 13

Letak Geografis dan Batas Administrasi 13

Ketinggian dan Iklim 13

Kondisi Tanah 13

Kependudukan 14

Sarana dan Prasarana 14

Potensi Pengembangan 15

Fasilitas Sosial 15

HASIL DAN PEMBAHASAN 15

Penggunaan LahanEksisting 15

Perubahan Penggunaan Lahan 19

Analisis Tingkat Fragmentasi Lahan 25

Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan dan Fragmentasi

Lahan 29

(16)

DAFTAR PUSTAKA 34

LAMPIRAN 36

RIWAYAT HIDUP 43

DAFTAR TABEL

1. Jenis data yang digunakan, teknik analisis, dan luaran yang

diharapkan ... 6

2. Variabel dalam regresi untuk perubahan penggunaan lahan ... 11

3. Variabel dalam regresi untuk fragmentasi lahan ... 12

4. Hasil Interpretasi Penggunaan Lahan Eksisting di wilayah Kabupaten Bogor bagian Barat pada Citra Landsat. ... 18

5. Matrik transisi perubahan penggunaan lahan di lokasi penelitian (ha) ... 20

6. Hasil Selisih Patch Analysis Lahan Pertanian Tahun 2001-2013 ... 25

7. Hasil Analisis Regresi Perubahan Penggunaan Lahan ... 30

DAFTAR GAMBAR

1. Peta Lokasi Penelitian Kabupaten Bogor bagian Barat 5 2. Bagan Alir Analisis Data Penggunaan Lahan 7 3. Sebaran Titik Sampel Pengecekan Lapang 9 4. Hasil Pengamatan Lapang Lahan Eksisting di Kabupaten Bogor bagian Barat 17

5. Hasil Perubahan Penggunaan Lahan Periode 2001-2013 21

6. Grafik Konversi (a) Kebun Campuran, (b) Sawah, (c) Hutan, (d) Perkebunan, (e) Tegalan, (f) Semak pada Penggunaan Lahan Tahun 2001-2013 22

7. Grafik Perubahan Luas Penggunaan Lahan Tahun 2001-2013 24

8. Grafik Parameter Fragmentasi Class Area 26

9. Grafik Parameter Fragmentasi NumP 27

10.Grafik Parameter Fragmentasi MPS 28

11.Grafik Parameter Fragmentasi TE 28

12.Grafik Parameter Fragmentasi MSI 29

DAFTAR LAMPIRAN

1. Tabel Analisis Regresi Fragmentasi Lahan Pertanian Skala Desa

Tahun 2001 dan 2013 36

2. Tabel Analisis Regresi Fragmentasi Lahan Pertanian Skala Rukun

Tetangga Tahun 2001 36

(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penduduk perkotaan dunia tumbuh pada tingkat yang fenomenal.Tingginya harga lahan dan tingkat polusi mendorong masyarakat memilih untuk tinggal di daerah pinggiran yang dinilai lebih nyaman. Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan daerah pinggiran kota seperti : (1) tersedianya fasilitas pelayanan transportasi yang memadai, (2) meningkatnya taraf hidup masyarakat sehingga memungkinkan masyarakat lebih mendapatkan rumah yang layak, dan (3) perpindahan dari pusat kota dan masuknya penduduk baru ke pedesaan (Djaljoeni, 1992).

Data BPS tahun 2010 menyebutkan bahwa dalam kurun waktu 10 tahun (1980 – 1990) laju pertumbuhan penduduk Jakarta 2,42%, sedangkan wilayah BOTABEKpertumbuhannya sebesar 6,16%, namun pada kurun waktu 1990 – 2000 laju pertumbuhan penduduk di Jakarta turun menjadi 0,16 per tahun, pada kurun waktu 2000 – 2010 laju pertumbuhan penduduk Jakarta mencapai 1,40% per tahun, sebaliknya laju pertumbuhan penduduk di wilayah BOTABEK (Bogor, Tangerang, Bekasi) tetap tinggi. Seperti halnya Kabupaten Bogor, berdasarkan hasil survei penduduk 2010 Kabupaten Bogor berpenduduk 4.770.744 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Bogor sebesar 3,61% per tahun. Fenomena ini berbanding terbalik dengan jumlah ketersediaan lahan di Kabupaten Bogor yang hanya memiliki luas wilayah 2.710,62 km2.

Tingginya aktivitas manusia sangat berpengaruh terhadap laju perubahan penggunaan lahan dan penyempitan lahan yang berasosiasi terhadap tingkat fragmentasi lahan (Kamusoko et al. 2007).Fenomena ini menyebabkan turunnya pendapatan sektor pertanian dan meningkatkan pembangunan sektor infrastruktur wilayah, sehingga dapat memicu konflik antar stakeholder di dalamnya (Sari et al.

2007) seperti ketidakmampuan petani untuk mempertahankan lahan akibat adanya tekanan investor untuk membangun infrastruktur.Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bogor (2011) menyebutkan, luas lahan sawah menurut penggunaannya terus mengalami pengurangan tiap tahun akibat dari adanya alih fungsi lahan.Pada tahun 2008 terdapat 48.849 ha lahan pertanian produktif, berkurang menjadi 48.766 ha pada tahun 2009 dan 48.484 ha pada tahun 2010.

Berdasarkan data monografi Kecamatan Jasinga, Tenjo, Cigudeg dan Parung panjang, jumlah luas lahan pertanian dari empat kecamatan tersebut adalah 7.691,37 ha dengan jumlah petani sebanyak 34.160 jiwa, maka setiap petani akan memiliki lahan dengan luas rata-rata 0,22 ha. Dengan luas rata-rata tersebut, petani tidak mampu mencapai tingkat hidup yang layak sebagaimana yang diamanatkan UUPA Tahun 1960 bahwa luas minimum untuk mencapai tingkat hidup yang layak adalah 2 ha.

(18)

2

Perumusan Masalah

Kabupaten Bogor bagian Barat merupakan Wilayah Pembangunan I Kabupaten Bogor yang ditetapkan untuk pengembangan sektor pertanian.Seiring dengan perumbuhan penduduk yang semakin meningkat sementara ketersediaan lahan yang terbatasmengakibatkan meningkatnya alih fungsi lahan pertanian ke lahan non pertanian.Hal ini terjadi karena semakin intensifnya aktivitas manusia di suatu wilayah yang akan berdampak terhadap peningkatan perubahan penggunaan lahan. Selain itu aktivitas manusia sangat mempengaruhi penyempitan lahan dan perubahan struktur lanskap yang berasosiasi terhadap tingkat fragmentasi lahan.

Berdasarkan rumusan masalah diatas, disusun beberapa pertanyaan penelitian yaitu:

1. Bagaimana penggunaan lahan eksisting dan perubahan penggunaan lahan yang terjadi di lokasi penelitian?

2. Bagaimana tingkat fragmentasi lahan dalam kaitannya dengan dinamika penggunaan lahan?

3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhinya? Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan :

1) Mengkaji penggunaan lahan eksisting di Kabupaten Bogor Bagian Barat 2) Mengidentifikasi perubahan penggunaan lahan selama periode 2001-2013 3) Mengidentifikasitingkat fragmentasi lahan pertanian

4) Menganalisis faktor penyebab terjadinya perubahan penggunaan lahan dan fragmentasi lahan pertanian

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan informasi dan masukan kepada pemerintah dan pihak lainnya yang berkepentingan dalam proses pembangunan dan perencanaan wilayah di Kabupaten Bogor.

TINJAUAN PUSTAKA

Lahan dan Penggunaan Lahan

Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaannya (Sitorus 1989).Pengertian penggunaan lahan penting untuk berbagai kegiatan perencanaan dan pengelolaan yang berhubungan dengan permukaan bumi.Penutupan lahan berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi, sedangkan penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu (Lillesand dan Kiefer 1994).

(19)

3 adalah penelitian yang dilakukan oleh Firman (1997) mengenai perubahan penggunaan lahan dan perkembangan perkotaan di wilayah bagian utara Jawa Barat. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan di pinggiran kota-kota besar seperti Jakarta tidak dapat terelakan sehingga diperlukan adanya penyusunan rencana tataruang yang berpedoman terhadap kondisi sosial ekonomi dan lingkungan, termasuk memperhatikan pola perubahan penggunaan lahan.

Perubahan lahan sebenarnya merupakan upaya manusia dalam interaksinya dengan sumberdaya fisik lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya (Utoyo 2012).Fenomena kebutuhan terhadap lahan cenderung terus meningkat yang merupakan resultan dari perkembangan ekonomi dan pertumbuhan penduduk.Hampir semua aspek kehidupan dan pembangunan, baik langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan permasalahan lahan. Seiring dengan terjadinya pertumbuhan wilayah, kebutuhan akan semberdaya lahan cenderung meningkat. Sementara itu dilihat dari ketersediaannya dalam batas administratif bersifat terbatas. Tingginya kebutuhan akan lahan di wilayah pinggiran, memicu perubahan penggunaan lahan yang umumnya dari lahan pertanian ke lahan non pertanian. salah satu jenis lahan yang meningkat dengan laju yang cukup tinggi adalah permukiman. Lebih lanjut, Giyarsih (2001) menyatakan bahwa perubahan lahan yang tinggi menunjukkan suatu wilayah pinggiran yang dinamis.

Irawan (2005) mennyebutkan bahwa terdapat tiga dampak yang akan terjadi pada perubahan penggunaan lahan pertanian, yakni dampak yang bersifat permanen, komulatif dan progresif. Dampak permanen yang ditimbulkan meliputi permasalahan pangan dalam jangka waktu yang panjang meskipun konversi tidak terjadi lagi. Dampak bersifat komulatif merupakan akumulasi dari hasil produksi yang tiap tahun mengalami penurunan. Dampak bersifat progresif merupakan peningkatan hilangnya produksi pangan dari tahun ke tahun yang semakin besar.

Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan

Menurut McNeil et al. (1998) beberapa faktor yang mendorong perubahan penggunaan lahan adalah politik, ekonomi, demografi dan budaya. Irawan (2005) berpendapat bahwa ada dua hal yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan yaitu (1) sejalan dengan pembangunan kawasan perumahan atau industri di suatu lokasi alih fungsi lahan, maka aksesibilitas di lokasi tersebut semakin kondusif untuk pengembangan industri dan pemukiman yang akhirnya mendorong meningkatnya permintaan lahan oleh investor lain atau spekulan tanah sehingga harga lahan disekitarnya meningkat, (2) peningkatan harga lahan selanjutnya dapat merangsang petani lain di sekitarnya untuk menjual lahan.

(20)

4

Grubler (1998) mengatakan bahwa ada tiga hal bagaimana teknologi mempengaruhi pola penggunaan lahan.Pertama, perubahan teknologi telah membawa perubahan dalam bidang pertanian melalui peningkatan produktivitas lahan pertanian dan produktivitas tenaga kerja.Kedua, perubahan teknologi transportasi meningkatkan efisiensi tenaga kerja, memberikan peluang dalam meningkatkan urbanisasi daerah perkotaan.Ketiga, teknologi transportasi dapat meningkatkan aksesibilitas pada suatu daerah. Dampak suatu kegiatan pembangunan dibagi menjadi dampak fisik dan kimia seperti dampak terhadap tanah, iklim mikro, pencemaran, dampak terhadap vegetasi (flora dan fauna), dampak terhadap kesehatan lingkungan, dan dampak terhadap sosial ekonomi yang meliputi cirri pemukiman, penduduk, pola lapangan pekerjaan, dan pola pemanfaatan sumberdaya alam yang ada (Suratmo 1982).

Pertambahan jumlah penduduk berarti pertambahan terhadap kebutuhan pangan yang dapat dihasilkan oleh sumberdaya lahan.Permintaan terhadap hasil-hasil pertanian meningkat dengan adanya pertambahan penduduk.Demikian pula yang terjadi pada hasil non pertanian seperti kebutuhan perumahan, sarana dan prasarana wilayah.Peningkatan pertumbuhan penduduk dan peningkatan kebutuhan material ini cenderung menyebabkan persaingan dalam penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan dalam pelaksanaannya tidak dapat dihindari, karena disebabkan oleh dua hal, pertama adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin meningkat jumlahnya dan kedua berkaitan dengan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik (Mansuri 1996).

Fragmentasi Lahan

Fragmentasi perkotaan merupakan sebuah fenomena spasial hasil tindakan memisahkan diri, terpecah dari, atau lepas dari struktur kota dan sistem kota (Stella et al. 2005). Terdapat dua kelompok fragmentasi lahan yang dilihat dari karakteristiknya menurut waktu, yakni (1) bersifat permanen yang disebabkan karena adanya sistem bagi waris lahan dan jual beli lahan di kalangan masyarakat.Adanya warisan, memberikan hak secara penuh kepada ahli waris untuk mempertahankan lahan yang telah dimiliki atau melakukan aktivitas tertentu terhadap lahannya, (2) bersifat sementara yang terjadi karena adanya sewa-menyewa lahan, bagi hasil dan sistem gadai lahan pertanian. Dengan adanya bagi hasil maka fragmentasi lahan pemilikan dan lahan garapan akan terjadi perbedaan (Susanti et al. 2013).

Fragmentasi lahan garapan dialami oleh setiap lapisan petani yang menambah lahan garapan melalui sewa, bagi hasil dengan dinas pertanian dan pihak perhutani (Susantiet al. 2013). Tidak adanya pembatasan penjualan lahan oleh komunitas menunjukkan bahwa sistem kepemilikan lahan bercorak individual dapat memberikan kelonggaran terjadinya komersialisasi lahan pertanian. Karena itu, lahan pertanian dapat diakses secara bebas oleh anggota masyarakat. Dengan demikian, sebaran lahan pertanian itu dihasilkan oleh sistem warisan dan komersialisasi lahan pertanian yang mencakup jual beli, sewa menyewa, bagi hasil, dan gadai.

(21)

5 kondisi alam atau bencana alam, (2) adanya aktivitas terkait pembangunan seperti pembangunan jalan, kereta api, kanal, dan lain-lain; (3) kegiatan pertanian yang berlebihan, (4) alasan yang tidak termasuk kedalam tiga alasan diatas.

Berdasarkan hasil penelitian Bereitsschaft et al. (2014), cepatnya laju pertumbuhan kota menyebabkan tingkat fragmentasi lahan yang lebih tinggi dibandingkan perdesaan. Tingginya fragmentasi lahan di perkotaan secara tidak langsung akan mempengaruhi daerah disekitarnya yang di sebut dengan daerah

peri urban.

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di empat kecamatan yang terletak di Kabupaten Bogor Bagian Barat yaitu Kecamatan Cigudeg, Jasinga, Tenjo, dan Parung Panjang. Analisis data dilakukan di Studio Divisi Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung mulai dari bulan Maret 2014 sampai dengan Desember 2014.Lokasi Penelitian ditunjukan pada Gambar 1.

Jenis Data,Sumber Data dan Alat

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer yang diperoleh dari hasil survei lapang secara langsung melalui pengamatan dan

(22)

6

wawancara kepada Sekretaris Desa atau Kepala Urusan Pemerintah serta perwakilan tiga ketua RT untuk setiap desa. Data spasial yang digunakan berupa peta dasar yaitu peta administrasi serta peta sungai dan jalan dengan skala 1:100.000. Selain itu, digunakan pula citra Landsat7 tahun 2001 dan Landsat 8

tahun 2013 yang diperoleh dari United States Geological Survey (USGS). Peralatan yang digunakan untuk survei lapang adalah perangkat navigasi (Global Positioning System, GPS), kamera digital, dan kuesioner. Jenis data yang digunakan, teknik analisis dan luaran yang diharapkan menurut tujuan penelitian disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis data yang digunakan, teknik analisis, dan luaran yang diharapkan

No Tujuan Penelitian Jenis Data Teknik Analisis Luaran yang

Diharapkan

a) Data fusion, koreksi geometri, digitasi,

(23)

7

PC Spectral Sharpening agar dapat menghasilkan citra yang sama dengan citra aslinya dan memiliki ketajaman warna yang jelas sehingga lebih memudahkan dalam pengklasifikasian. Hasil fusi akan menunjukkan tampilan citra yang lebih jelas. Hal ini terlihat pada perubahan resolusi spasial citra Landsat dimana resolusi spasial citra sebelum dilakukan proses fusi adalah 30 m dan mengalami perubahan menjadi 15 m setelah dilakukan proses fusi data.

Sebelum melakukan digitasi, data citra hasil fusi di koreksi secara geometri agar memiliki sistem referensi dan acuan sistem koordinat yang sama. Sistem proyeksi koordinat yang digunakan adalah system UTM dengan datum WGS 84 zona 48S. Koreksi geometri dilakukan pada perangkat lunak ArcGIS 9.3

dengan menentukan titik Ground Control Point (GCP).

Selanjutnya citra Landsat didigitasi menggunakan perangkat lunak

ArcView GIS 3.2. Peta penggunaan lahan diperoleh dari hasil digitasi peta administrasi Kabupaten Bogor dengan citra Landsat hasil fusi data dengan skala kerja 1:25.000.Kemudian Google Earth digunakan untuk membantu interpretasi penggunaan lahan pada tahun 2001.

Gambar 2.Bagan Alir Analisis Data Penggunaan Lahan

(24)

8

1. Badan Air

Badan Air merupakan semua kenampakan air yang berada disuatu wilayah yang terdiri dari sungai, sempadan sungai, dan danau dengan bentuk memanjang atau melebar, berwarna hitam dan biru dengan pola menyebar (Menteri pekerjaan umum 2007).

2. Emplasemen

Areal dimana didirikan bangunan-bangunan yang berkenaan dengan usaha bidang perkebunan, kehutanan, pertambangan atau pertanian seperti gudang dan pabrik.

3. Perkebunan

Lahan yang digunakan untuk kegiatan pertanian tanpa pergantian tanaman selama dua tahun.

4. Kebun Campuran

Bentuk budidaya pertanian lahan kering dengan komoditas yang beragam (mixed farming) dan biasanya kebun campuran ditanami tanaman budidaya dan pohon berkayu.Mayoritas kebun campuran tersebar di permukiman tidak teratur.Kebun campuran diinterpretasikan dengan warna hijau bercampur coklat, bertekstur kasar dengan pola menyebar (Sitorus 2012). 5. Tegalan

Area yang digunakan untuk kegiatan pertanian dengan jenis tanaman selain padi, tidak memerlukan pengairan secara ekstensif, vegetasinya bersifat artificial dan memerlukan campur tangan manusia untuk menunjang kelangsungan hidupnya.Tegalan diinterpretasikan dengan warna coklat bercampur hijau, dengan bentuk persegi panjang, bertekstur agak halus dan memiliki pola berkelompok.

6. Semak

Lahan kering yang ditumbuhi berbagai vegetasi alamiah homogeny dengan tingkat kerapatan jarang hingga rapat didominasi vegetasi rendah (alamiah)

7. Sawah

Menurut SNI (2010) sawah merupakan areal pertanian yang digenangi air atau diberi air, baik dengan teknologi pengairan, tadah hujan maupun pasang surut.Areal pertanian dicirikan oleh pola pematang, dengan ditanami jenis tanaman pangan berumur pendek (padi).Sawah diinterpretasikan dengan warna hijau muda, dengan bentuk persegi panjang, bertekstur halus dan memiliki pola berkelompok (Sitorus 2012). 8. Permukiman

Areal atau lahan yang digunakan sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung kehidupan orang. Permukiman dinterpretasikan dengan warna merah, merah muda, orange cerah (Sitorus 2012)

9. Hutan

Suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi jenis pepohonan dalam persekutuan dengan lingkungannya, yang satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan (UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan)

(25)

9 Menurut Undang-undang No.11 tahun 1967 bahan tambang golongan C merupakan bahan tidak strategis dan tidak vital. Bahan tambang yang merupakan golongan C meliputi asbes, talk, mika, grafit, magnesit, batu permata, batu setengah permata, batu apung, pasir kuarsa, kaolin, gips, marmer, batu tulis, batu kapur, dan kalsit.

Pengecekan lapang

Pengecekan ke lapang dilakukan untuk mengamati secara langsung kondisi aktual di lapang sehingga hasil interpretasi yang telah dilakukan memiliki tingkat akurasi yang lebih tinggi.Perangkat yang digunakan dalam tahapan ini adalah GPS, kamera digital dan kuesioner yang disebar kepada beberapa responden.Responden merupakan perangkat desa dan ketua RT di setiap desa.Lokasi pengecekan lapang terletak di Kabupaten Bogor Barat tepatnya di Kecamatan Cigudeg, Jasinga, Tenjo dan Parung Panjang.Gambar 3 menyajikan sebaran titik sampel pengecekan lapangan.

Gambar 3.Sebaran Titik Sampel Pengecekan Lapang

(26)

10

Analisis fragmentasi lahan dengan Patch Analysis

Menurut Elkie et al. dalam Gunawan (2013) menyebutkan bahwa program

Patch Analysis yang kompatibel dengan Arview 3.x cukup handal untuk menghitung statistik fragmentasi, karena merupakan modifikasi dari program

Fragstats dan dapat digunakan untuk menghitung statistik spasial, baik file poligon (seperti shape file) maupun file raster (seperti Arc grids).

Sebelum melakukan analisis fragmentasi lahan, hasil interpretasi penggunaan lahan pada citra dikelompokan menjadi dua bagian yaitu lahan pertanian dan lahan non pertanian, sehingga didapatkan dua kategori dalam analisis fragmentasi lahan yaitu analisis fragmentasi untuk lahan pertanian dan analisis fragmentasi untuk lahan non pertanian.

Penggunaan lahan yang merupakan lahan pertanian dalam penelitian ini adalah sawah, kebun campuran, perkebunan, hutan dan tegalan sedangkan penggunaan lahan non pertanian adalah permukiman, emplasemen, galian C, semak, dan badan air.

Terdapat beberapa parameter yang digunakan untuk mengetahui tingkat fragmentasi lahan yaitu Mean Shape index (indeks rata-rata), Shannon’s Diversity

Index (indeks Shannon untuk keanekaragaman patch), Shannon’s Evennes Index (indeks Shannon untuk keseragaman patch), Number of Patch (total jumlah patch),

Mean Patch Size (ukuran rata-rata luas kelas penggunaan), dan Total Edge

(ukuran panjang total tepi).

Analisis faktor penyebab fragmentasi dan perubahanpenggunaanlahan Analisis ini menggunakan analisis regresi yang berarti peramalan teknik statistik (alat analisis) hubungan yang digunakan untuk meramalkan atau memperkirakan nilai dari satu variabel dalam hubungannya dengan variabel yang lain melalui persamaan garis regresi. Terdapat dua bentuk regresi yaitu regresi linear, yang memperlihatkan data berada pada suatu garis lurus (linear) dan regresi nonlinear, yaitu regresi yang memperlihatkan data yang ada tidak dapat dinyatakan pada suatu garis lurus (Hasan 2004).

Regresi linier berganda merupakan suatu analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara satu variabel respon dengan lebih dari satu variabel prediktor (Draper et al.1992).Menurut Sembiring (1995) analisis regresi berganda digunakan untuk membuat model pendugaan terhadap nilai suatu parameter dari parameter – parameter (variabel penjelas) yang diamati. Model yang dihasilkan dapat digunakan sebagai penduga yang baik jika asumsi– asumsi berikut dapat dipenuhi:

1. E (ei) = 0, untuk setiap i, dimana i = 1, 2, ..., n, artinya rata – rata galat adalah 0.

2. Kov (ei, ej) = 0, i ≠ j, artinya kovarian (Ei, Ej) = 0, dengan kata lain tidak ada auto korelasi antara galat satu dengan yang lain.

3. Var (ei2) = σ2, untuk setiap i, dimana i = 1, 2, ...,n, artinya setiap galat memiliki varian yang sama.

(27)

11 5. Tidak ada multikolinearitas, artinya tidak ada hubungan linier yang eksak antara variabel – variabel penjelas, atau variabel penjelas harus saling bebas.

6. ei ≈ N (0;σ), kesalahan penganggu menyebar normal dengan rata – rata nol dan varian σ2

Persamaan (model) yang dihasilkan adalah Y = A0 + A1X1 + A2X2 + A3X3 + ... + AnXn Dimana :

Y = dependent variable (variabel yang diduga) X = independent variable (variabel penduga) A = koefisien regresi

Metode Foreward Stepwise Regression merupakan metode yang mengaitkan lebih dulu antara Y dengan X.. yang memiliki nilai R2 paling besar kemudian langkah berikutnya menambahkan X.. (lain) yang memiliki korelasi parsial paling besar dan akan berhenti bila ditambahkan lagi X.. lain yang tidak menambah nilai R2 nya. Variabel yang digunakan dalam analisis regresi untuk perubahan penggunaan lahan tertera pada Tabel 2 dan untuk fragmentasi lahan tertera pada Tabel 3.

Tabel 2 Variabel dalam regresi untuk perubahan penggunaan lahan Peubah tujuan (variabel Y) Peubah Penduga (variabel x) Perubahan luas lahan

pertanian menjadi lahan terbangun

(X1) Kepadatan Penduduk (X2) Persentase petani (X3) Presentase non petani

(X4) Perkiraan pertumbuhan penduduk(orang) (X5) Luas absentee (%)

(X6) Harga sawah dekat jalan (X7) Harga sawah jauh dari jalan (X8) Harga non sawah dekat jalan (X9) Harga non sawah jauh dari jalan (X10) Ukuran sawah (m2)

(X11) Jarak ke jalan tol (X12) Jarak ke kota desa/kec (X13) Jarak ke kota/kab (X14) Kemudahan akses

(X15) Jumlah rumah yang tumbuh

(X16) Persentase luas rumah yangtumbuh (X17) Luas lahan terbangun (ha)

(X18) Luas lahan pertanian (ha) (X19) Luas rumah yang tumbuh (ha)

(28)

12

Tabel 3 Variabel dalam regresi untuk fragmentasi lahan

Peubah tujuan (variabel Y) Peubah penduga (variabel X)

Desa RT Desa RT 3. Jumlah anak(anak) 3. Jumlah anak(anak) 4. Jumlah KK 4. Persentase petani 5. Persentase petani 5. Persentase non petani 6. Presentase non

Petani

6. Persentase sawah milik penduduk asli (%) 7. Jumlah Kel. Tani 7. Persentase sawah milik

prov lain (%)

8. Ukuran rumah 8. Persentase sawah milik PT (%)

13. Jumlah transaksi 13. Ukuran rumah 14. Harga sawah dekat

16. Jarak ke jalan tol(km) 17. Harga non sawah

Sumber : Hasil perhitungan fragmentasi Keterangan : PTN (lahan pertanian)

(29)

13

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Letak Geografis dan Batas Administrasi

Wilayah Kabupaten Bogor bagian Barat secara geografis terletak pada posisi 6019’00” – 6047’00” Lintang selatan dan 106021’00” – 107013’00” Bujur Timur, dengan luas wilayah 128,750 hektar yang terdiri dari tiga belas kecamatan dan 180 desa dengan batas wilayah sebagai berikut :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Tangerang 2. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi

4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bogor bagian Tengah

Pembangunan wilayah barat meliputi tiga belas kecamatan yaitu Kecamatan Jasinga, Parung Panjang, Tenjo, Cigudeg, Sukajaya, Nanggung, Leuwiliang, Leuwisadeng, Tenjolaya, Cibungbulang, Ciampea, Pamijahan dan Kecamatan Rumpin. Pembangunan wilayah tengah meliputi dua puluh kecamatan, yaitu Kecamatan Gunung Sindur, Parung, Ciseeng, Kemang, Rancabungur, Bojong Gede, Tajurhalang, Cibinong, Sukaraja, Dramaga, Cijeruk, Cigombong, Caringin, Ciawi, Megamendung, Cisarua, Citeureup, Babakan Madang, Ciomas, dan Kecamatan Tamansari. Pembangunan di wilayah timur meliputi tujuh kecamatan, yaitu Kecamatan Gunung Putri, Cileungsi, Klapanunggal, Jonggol, Sukamakmur, Tanjungsari dan Kecamatan Cariu.

Ketinggian dan Iklim

Kabupaten Bogor memiliki tipe morfologi wilayah yang sangat bervariasi, dari dataran yang relatif rendah di bagian utara hingga dataran tinggi di bagian selatan, yaitu sekitar 29.28% berada pada ketinggian 15-100 mdpl, 42.62% berada pada ketinggian 100 - 500 mdpl, 19.53% berada pada ketinggian 200 - 1000 mdpl, 8.43% berada pada ketinggian 1,000 – 2,000 mdpl dan 0.22% berada pada ketinggian 2,000 – 2,500 mdpl.

Secara klimatologi, wilayah Kabupaten Bogor termasuk dalam iklim tropis sangat basah di bagian Selatan dan iklim tropis basah di bagian Utara, dengan rata-rata curah hujan tahunan 2,500-5,000 mm/tahun.

Suhu rata-rata 20º - 30ºC, dengan rata-rata tahunan 25ºC, kelembaban udara 70% dan kecepatan angin cukup rendah dengan rata-rata 1.2 m/detik dengan evaporasi di daerah terbuka rata – rata sebesar 146.2 mm/bulan (BPS Kab Bogor 2013).

Kondisi Tanah

Berdasarkan Peta Tanah Bogor, Kabupaten Bogor bagian Barat terdapat 15 macam tanah, dengan macam tanah dominan adalaha podsolik dan latosol, serta Satuan Peta Tanah (SPT) Asosiasi dan Kompleks, tergantung pada lereng, bahan induk dan iklim yang bervariasi.

(30)

14

struktur rendah, konsistensi gembur, permeabilitas dan drainase sedang sampai agak cepat. Tanah latosol bereaksi agak masam sampai masam, kadar zat organiknya dan zat hara tanaman rendah sampai agak tinggi.

Podsolik merah kuning, tanah yang memiliki sedikit kandungan organik pada lapisan atas, pada lapisan bawah terdapat penimbunan liat, struktur gumpal atau gumpal bersudut, solum tanah sedang sampai agak dangkal, bahaninduk batu liat bercampur bahan volkan bersusunan andesit. Permeabilitas sedang sampai agak lambat, drainase sedang, kadar bahan organik dan zat hara tanaman rendah.

Kependudukan

Jumlah Penduduk Kabupaten Bogor pada tahun 2012 berdasarkan estimasi data Badan Pusat Statistik (BPS) berjumlah 5.077.210 jiwa (angka sementara) yang terdiri dari penduduk laki-laki 2.604.873 jiwa dan jumlah penduduk perempuan 2.472.337 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Bogor pada tahun 2012 sebesar 3.15%.. Data sex rasio penduduk Kabupaten Bogor adalah sebesar 106, artinya setiap 100 orang perempuan terdapat 106 laki-laki. Hampir di semua kecamatan di Kabupaten Bogor memiliki sex rasio di atas 100, yang berarti berlaku umum bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk perempuan.

Sarana dan Prasarana Listrik

Sarana energi listrik yang dilakukan dengan pemasangan jaringan listrik PLN telah menjangkau hampir seluruh wilayah Kabupaten Bogor

Air Bersih

Kabupaten Bogor memiliki Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk melayani kebutuhan air bersih masyarakat yaitu PDAM Tirta Kahuripan.Berdasarkan Masterplan SPAM Kabupaten Bogor tahun 2008, Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) yang beroperasi di Kabupaten Bogor dapat di klasifikasikan meliputi SPAM Perkotaan dan SPAM Perdesaan dimana keduanya terdiri dari sistem perpipaan dan non perpipaan.Ketersediaan air bersih merupakan salah satu prasyarat bagi terwujudnya permukiman yang sehat dan bagi kepentingan pengembangan investasi, terutama pertanian dan industri (pabrik).Adapun pelayanan air bersih rumah tangga baru mencapai 56.86% dari total penduduk Kabupaten Bogor. Cakupan tersebut merupakan gabungan dengan pelayanan air bersih yang dilakukan oleh PDAM di 80 desa/kelurahan di 19 kecamatan yang memiliki kapasitas produksi sebesar 2.098,5 liter/detik. Sementara pelayanan air bersih di luar PDAM, yaitu melalui penyediaan sarana prasarana air bersih perdesaan oleh pemerintah, cakupan pelayanannya hanya mengalami peningkatan 1% - 2% pertahun.

Transportasi

(31)

15 memiliki panjang 121,190 km dan jalan propinsi dengan panjang 126,380 km. Kondisi jalan kabupaten sendiri telah beraspal. Selain prasarana jalan, Kabupaten Bogor juga dilayani sistem jaringan rel kereta api yang menghubungkan Kabupaten Bogor dengan Kota Jakarta untuk wilayah utara dan Kota Sukabumi untuk wilayah selatan. Dengan adanya jaringan rel tersebut, maka Kereta Api telah menjadi modal penting dalam pergerakan penduduk terutama bagi para komuter menuju Jakarta, untuk mendukung transportasi perkereta apian, Kabupaten Bogor memiliki dua stasiun kereta api yang terletak di Cilebut dan Bojong Gede.

Potensi Pengembangan

Komoditas unggulan untuk usaha sektor tanaman pangan dan hortikultura adalah Talas Bogor, Nanas Gati, Pisang Rajabulu dan Manggis Raya.Keempat komoditas tersebut varietasnya telah dilepas atau dirilis oleh pusat kajian buah tropika (PKBT-IPB) menjadi komoditas unggulan khas Kabupaten Bogor.Komoditas lapangan usaha penggalian dan pertambangan pada umumnya sudah banyak diusahakan dengan pangsa pasar tersendiri, namun demikian terdapat komoditas yang menjadi unggulan antara lain emas, perak serta andesit, tanah liat, dan batu kapur yang merupakan bahan galian konstruksi

Fasilitas Sosial

Fasilitas pendidikan di Kabupaten Bogor tersebar dalam tiga wilayah pembangunan, yaitu Barat, Timur, dan Tengah, terdiri dari 1.678 Sekolah Dasar yang meliputi, 1.553 Sekolah Dasar Negeri dan 125 Sekolah Dasar Swasta. Adapun Sekolah Lanjutan Tingkat Atas terdiri dari 154 yang diantaranya 34 SLTS Negeri dan 110 SLTA Swasta.

Sarana kesehatan Kabupaten Bogor yang ada saat ini diantaranya adalah 14 unit Rumah Sakit, 1023 Praktek Dokter Umum, 198 Unit dokter spesialis, 202 Unit Praktek Dokter Gigi, 101 Unit Puskesmas dan 84 Puskesmas Pembantu.

Polisi Resor (Polres) Bogor yang merupakan satuan keamanan di Kabupaten Bogor saat ini mencapai 1727 personil dari 28 jajaran Polisi Sektor (Polsek) dan 10 Polsek yang membawahi 2 kecamatan. Adapun 10 Polsek yang meliputi 2 kecamatan ini dibantu oleh 24 Pos Polisi (Pospol) yang dibagi menjadi 2, yaitu 7 Pospol untuk membantu Polsek yang meliputi 2 kecamatan dan 17 Pospol yang terbentuk karena lokasi rawan kriminalitas dan lalu lintas.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penggunaan LahanEksisting

Interpretasi Visual PenggunaanLahan Eksistingmelalui Citra Landsat7 dan

Landsat8

(32)

16

penggunaan lahan yang dianalisis dalam penelitian ini, yaitu Sawah (SWH),Hutan (HTN), Perkebunan (KBN), Kebun campuran (KBC), Tegalan (TGL), Permukiman (PMK), Badan air (AIR), Emplasemen (EMP), Galian C (gal-c), Semak (SMK).Selanjutnya hasil interpretasi penggunaan lahan pada citra disesuaikan dengan kondisi aktual di lapang.Penggunaan lahan tahun 2001 secara spasial disajikan pada Gambar 4.

Dalam identifikasi penggunaan lahan dengan citra landsat, selain beberapa unsur yang digunakan sebagai dasar analisis, juga diperhatikan beberapa faktor penutup lahan seperti jenis vegetasi, keadaan air genangan, dan tanah terbuka. Setiap faktor akan memberikan reflektansi yang berbeda dan dapat berpengaruh terhadap kenampakan objek tersebut (Wahyunto et al., 1993).

(33)
(34)

18

Tabel 4 Hasil Interpretasi Penggunaan Lahan Eksisting di wilayahKabupaten Bogor bagian Barat pada Citra Landsat.

No Simbol Penggunaan lahan

(35)

19

dan dibedakan 4129.41 8.86

10 gal-c Galian C

Keterangan : Interpretasi menggunakan Lillesand et al. (1994)

Perubahan Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan pada tahun 2001 didominasi oleh penggunaan lahan untuk kebun campuran yakni dengan persentase sebesar 40.14% dan perkebunan sebesar 17.91% (Tabel 5). Perubahan penggunaan lahan yang terjadi pada tahun 2013 tidak terlihat begitu signifikan dari tahun 2001.Penggunaan lahan untuk kebun campuran dan perkebunan masih mendominasi dibandingkan penggunaan lahan lainnya (Tabel 5).Luas lahan pertanian terbesar secara umum terletak di Kecamatan Cigudeg dan Kecamatan Jasinga, sedangkan luas lahan terbangun terpusat di Kecamatan Parung Panjang.

Perubahan penggunaan lahan yang terjadi selama kurun waktu dua belas tahun antara tahun 2001 dan tahun 2013 cukup menyebar.Hampir seluruh penggunaan lahan yang terdapat di empat kecamatan tersebut terjadi perubahan penggunaan lahan, terutama yang banyak terjadi pada perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi non pertanian (Tabel 5). Berdasarkan hasil pemaparan aparat desa pada saat dilakukan wawancara, diketahui bahwa peningkatan lahan terbangun (non pertanian) yang menyebabkan menyusutnya lahan pertanian terjadi karena didorong oleh tingginya kebutuhan papan (tempat tinggal) dan perubahan aktivitas masyarakat yang secara sengaja mengubah lahan pertanian menjadi emplasemen untuk membangun usaha lain terutama oleh para pengusaha yang berasal dari luar daerah. Harga lahan yang cenderung relatif lebih murah menjadi salah satu penyebab lainnya, rata-rata harga lahan yang ditawarkan di lokasi penelitian berkisar Rp. 15.000 hingga Rp. 400.000 per m2 . Perubahan lain yang terjadi adalah perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan non terbangun, pada Tabel 5 menunjukkan adanya lahan hutan yang berubah menjadi galian C.

(36)

20

Fenomena ini dapat terjadi karena banyaknya sumber daya alam khususnya batuan kapur di wilayah penelitian sehingga menarik perhatian para pengusaha untuk melakukan eksplorasi terhadap sumber daya alam tersebut.Banyaknya perusahaan yang melakukan investasi berdampak pada kerusakan alam yang tidak hanya terjadi pada lahan hutan tetapi juga banyak terjadi pada lahan sawah.

Perubahan penggunaan lahan yang terjadi pada lokasi penelitiansecara umum di dominasi oleh perubahan penggunaan lahan kebun campuran menjadi emplasemen.Sebanyak 461.37 ha kebun campuran terkonversi menjadi emplasemen (Tabel 5).Perubahan penggunaan lahan lainnya dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5Matriktransisi perubahan penggunaan lahan di lokasi penelitian (ha) 2013

2001 AIR EMP HTN KBC KBN PMK SMK SWH GAL

C TGL Jumlah %

AIR 123.75 123.75 0.27

EMP 1480.64 1480.64 3.18

HTN 4129.41 38.11 4167.52 8.95

KBC 461.37 18027.12 71.98 88.04 44.83 8.22 18701.55 40.14

KBN 22.52 8167.01 154.36 8343.89 17.91

PMK 4083.91 4083.91 8.77

SMK 2.05 9.14 11.19 0.02

SWH 120.25 54.94 3.12 7689.76 10.21 7878.28 16.91

GAL C 102.17 102.17 0.22

TGL 6.89 23.87 1661.80 1692.56 3.63

Jumlah 123.75 2093.73 4129.41 18027.12 8238.99 4405.11 57.09 7689.76 140.28 1680.23 46585.47

% 0.27 4.49 8.86 38.70 17.69 9.46 0.12 16.51 0.30 3.61 100.00

Pada Gambar 5 sangat terlihat jelas bahwa perubahan penggunaan lahan banyak terjadi di Kecamatan Parung Panjang.Hal ini terjadi karena letak Kecamatan Parung Panjang yang dekat dengan Kota Tangerang, daerah yang sedang mengalami perkembangan pesat di sektor permukiman.Perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi non pertanian di wilayah pinggiran kota sangat tinggi seiring dengan pertumbuhan penduduk. Besarnya perubahan tersebut mengindikasikan perkembangan lahan terbangun dan tingkat kedinamisan wilayah pinggiran kota (Bittner et al. 2013).

Perubahan penggunaan lahan di Kecamatan Cigudeg banyak terjadi di empat desa yang terletak di sebelah utara Kecamatan Cigudegyaitu di Desa Rengasjajar, Batujajar, Tegalega dan Bangunjaya (Gambar 5).Keempat desa tersebut terletak di perbatasan antara Kecamatan Cigudeg dan Kecamatan Parung Panjang.

(37)

21

Gambar 5Hasil Perubahan Penggunaan Lahan Periode 2001-2013

Keterangan: AIR = badan air, SWH = sawah, HTN = hutan, KBN = perkebunan, KBC = kebun campuran, TGL = tegalan, PMK = permukiman, SMK = semak,GAL-C = galiah c, EMP = emplasemen.

Tampak sekali perubahan penggunaan lahan yang terjadi di Kecamatan Jasinga cukup menyebar.Terlihat pada Gambar 5 perubahan lahan banyak terjadi di Desa Barengkok Kecamatan Jasinga yang letaknya berbatasan dengan Desa Tapos Kecamatan Tenjo.Pada Kecamatan Jasinga, terdapat beberapa penggunaan lahan yang terkonversi menjadi lahan emplasemen yaitu lahan sawah sebanyak 4,5 ha, lahan tegalan sebanyak 6.3 ha, dan lahan kebun campuran sebanyak 49 ha. Selain itu terdapat pula lahan kebun campuran yang terkonversi menjadi permukiman sebanyak 12.6 ha.Masing-masing perubahan tersebut terjadi di Desa Barengkok, Desa Koleang, Desa Tegalwangi dan Desa Kalong Sawah.

(38)

22

menjadi lahan permukiman.Lahan sawah turut mengalami perubahan penggunaan lahan menjadi lahan permukiman dan lahan emplesemen.Sebanyak 7.4 ha lahan sawah terkonversi menjadi emplasemen dan sebanyak 32.3 ha berubah menjadi permukiman.Perubahan penggunaan lahan sawah di Kecamatan Tenjo banyak terjadi di Desa Tapos, sedangkan perubahan lahan kebun campuran menjadi emplasemen banyak terjadi di Desa Ciomas, Desa Tapos dan Desa Singabraja.Perubahan penggunaan lahan secara umum yang terjadi di empat kecamatan wilayah penelitian tersaji pada Gambar 6.

(a) (b)

(39)

23

Gambar 6 memperlihatkan adanya perubahan penggunaan lahan di Wilayah Kecamatan Jasinga, Cigudeg, Tenjo dan Parung Panjang. Grafik di atas menunjukkan secara jelas bahwa lahan yang banyak terkonversi pada periode 2001-2013 terjadi pada lahan kebun campuran dimana sebanyak 88 ha lahan kebun campuran terkonversi menjadi permukiman, 72 ha terkonversi menjadi perkebunan, 44.8 ha terkonversi menjadi semak, 8.22 ha terkonversi menjadi tegalan, luasan lahan kebun campuran semakin menyusut karena disusul dengan adanya peningkatan lahan terbangun untuk emplasemen sebanyak 461.3 ha (Gambar 6a). Selanjutnya lahan sawah menjadi salah satu lahan yang banyak terkonversi menjadi beberapa penggunaan lahan, yakni sebanyak 120.25 ha terkonversi menjadi emplasemen, 54.94 ha terkonversi menjadi lahan permukiman, 10.21 ha terkonversi menjadi lahan tegalan dan sebanyak 3.12ha terkonversi menjadi semak (Gambar 6b). Saat dilakukan wawancara pada salah satu ketua gapoktan di daerah penelitian, menyebutkan bahwa konversi lahan sawah akan lebih banyak mendatangkan kerugian dalam bentuk hilangnya manfaat jasa lingkungan daripada biaya untuk mengelolanya.

Dilihat dari Gambar 6c, nampak bahwa lahan hutan menjadi sasaran para investor dan pengusaha untuk melakukan kegiatan penambangan yang meliputi eksplorasi, eksploitasi, pengolahan atau pemurnian, pengangkutan mineral atau bahan tambang (Yudhistira 2008).Sebanyak 38.1 ha lahan hutan terkonversi menjadi tempat penambangan bahan galian C. Lahan perkebunan turut menjadi sasaran perubahan penggunaan lahan menjadi lahan terbangun, sebanyak 154.36 ha terkonversi menjadi lahan permukiman dan 22.52 ha terkonversi menjadi lahan emplasemen (Gambar 6d).Menurut hasil wawancara di lapang, perubahan penggunaan lahan perkebunan menjadi emplasemen terjadi karena adanya lahan perkebunan yang dianggap sudah tidak produktif.

(e) (f)

(40)

24

Gambar 6f menunjukkan bahwa sebanyak 2.05 ha lahan semak terkonversi menjadi emplasemen.Peningkatan pembangunan dapat disebabkan adanya ketersediaan lahan yang masih luas untuk dialihfungsikan menjadi lahan terbangun (As-syakur 2011).Selain itu, Gambar 6e menunjukkan lahan tegalan yang turut mengalami konversi menjadi lahan terbangun, sebanyak 23.87 ha berubah menjadi lahan permukiman dan 6.89 ha terkonversi menjadi emplasemen.

Grafik 7 menunjukkan jumlah perubahan luas penggunaan lahan selama periode 2001- 2013.Terlihat sangat jelas pada penggunaan lahan sebagai emplasemen yang mengalami perluasan lahan dari 1480.6 ha (2001) menjadi 2093.7 ha (2013), artinya terdapat 613.1 ha lahan yang terkonversi menjadi emplasemen. Penggunaan lahan untuk emplasemen meningkat sebesar 1.31% selama periode 12 tahun (Tabel 5 terdahulu). Penggunaan lahan terbangun lainnya yaitu lahan untuk permukiman juga mengalami perubahan luas sebesar 321.2 ha dari angka 4083.9 ha (2001) bertambah menjadi 4405.1 ha (2013) dengan persentase peningkatan 0.68% (Tabel 5 terdahulu).Perubahan luas yang terjadi pada penggunaan lahan terbangun sangat berbanding terbalik dengan perubahan luasan yang terjadi pada penggunaan lahan petanian.Grafik pada Gambar 7 menunjukkan hampir semua penggunnaan lahan pertanian mengalami penyusutan luas lahan selama periode 12 tahun. Luasan pada penggunaan lahan hutan terjadi penyusutan, dimana luas lahan hutan pada tahun 2001 sebesar 4167.5 ha dan pada tahun 2013 sebesar 4129.4 ha, sebayak 38.1 ha lahan hutan telah terkonversi menjadi penggunaan lahan lain. Selanjutnya penyusutan luas lahan juga terjadi pada penggunaan lahan kebun campuran, sebanyak 673.9 ha lahan kebun campuran telah hilang terkonversi selama periode tahun 2001-2013.Luas lahan kebun campuran pada tahun 2001 sebanyak 18701.6 ha dan mengalami penurunan menjadi 18027.1 ha dengan persentase penurunan 1.45% pada tahun 2013 (Tabel 5 terdahulu).

(41)

25 . Penyusutan luas juga terjadi pada lahan perkebunan dimana luas lahan perkebunan pada tahun 2001 sebesar 8343.9 ha dan berkurang menjadi 8239 ha pada tahun 2013. Sebanyak 104.9 ha lahan perkebunan telah berubah menjadi penggunaan lahan lain. Penggunaan lahan pertanian yang juga mengalami penyusutan luas terjadi pada lahan tegalan.Luas lahan tegalan pada tahun 2001 sebesar 1692.6 ha menyusut menjadi 1680.2 ha pada tahun 2013. Sebanyak 12.4 ha lahan tegalan telah terkonversi. Berbeda dengan penggunaan lahan pertanian, lahan semak mengalami peningkatan luas sebesar 45.9 ha.Lahan semak banyak tumbuh akibat lahan sawah yang mengalami kekeringan dalam waktu yang sangat panjang dan lahan kebun campuran yang sudah tidak produktif.

Analisis Tingkat Fragmentasi Lahan Perpecahan dan Fragmentasi Lahan Pertanian

Fragmentasi lahan pertanian merupakan proses terjadinya pembagian lahan pertanian menjadi unit-unit (patch) berukuran kecil yang telah mengalami eksploitasi (Hartvigsen 2014). Lahan-lahan yang sebelumnya kontinyu menjadi terpecah ke dalam fragment-fragment yang terpisah.Menurut hasil wawancara di lapang, sistem penguasaan lahan yang umum digunakan pada wilayah penelitian adalah sistem pembelian, sewa, bagi hasil dan warisan.Pembelian lahan oleh petani penyewa dilakukan atas dasar jaminan menguasai lahan secara permanen.Dalam pandangan petani, lahan dianggap sebagai sumber daya yang langka dan dinilai sebagai benda pusaka.Setiap petani berupaya untuk membeli dan memelihara lahan miliknya agar tidak terjual.Namun pewarisan yang terjadi di masyarakat cenderung mengarah pada fragmentasi lahan. Ketimpangan kepemilikan lahan akan mempengaruhi pendapatan petani dan kemampuan petani dalam mempertahankan lahan.

Dalam menganalisis fragmentasi terdapat beberapa parameter yang dapat digunakan untuk melihat tingkat fragmentasi lahan. Parameter yang digunakan pada penelitian ini adalah Class Area (CA), Number of Patch (NumP), Mean Patch Size (MPS), Total Edge (TE), Mean Shape Index (MSI) yang tersaji pada Tabel 6. Secara umum jumlah poligon (NumP) dapat digunakan untuk mengukur tingkat fragmentasi yang terjadi.NumP yang tinggi dalam suatu luasan tertentu menandakan tingkat fragmentasi yang tinggi pula. Selain NumP, luas rata-rata per poligon (MPS) juga dapat dijadikan sebagai indikator fragmentasi. Nilai MPS suatu daerah yang lebih kecil dari lainnya mengindikasikan bahwa daerah tersebut lebih terfragmentasi (Herzog et al 2001).

Tabel 6Hasil Selisih Patch Analysis Lahan Pertanian Tahun 2001-2013

Kecamatan Class CA NUMP MPS PSSD TE MSI

Cigudeg PTN -248.07 -42.00 3.14 58404.42 -56819.50 0.02

Jasinga PTN -77.79 -24.00 1.61 32375.56 -22591.87 0.01

Parung Panjang PTN -289.76 -40.00 0.01 2248.76 -62587.65 0.01

Tenjo PTN -163.01 -41.00 0.45 8284.32 -36243.73 0.03

*Hasil lengkap tersaji pada Lampiran 4

(42)

26

Class Area

Class Area menunjukkan luas penggunaan lahan pertanian pada masing-masing kecamatan. Pada lokasi penelitian diindikasikan adanya aktivitas manusia yang tinggi. Kondisi ini dapat mendorong terjadinya penyempitan lahan yang berasosiasi pada fragmentasi lahan. Berdasarkan grafik pada Gambar 8 terlihat jelas bahwa nilai CA mengalami penurunan dari tahun 2001 hingga 2013. Kondisi ini terjadi di seluruh kecamatan yang menandakan bahwa setiap lahan pertanian pada masing-masing kecamatan mengalami penyusutan. Penyusutan lahan pertanian terbesar terjadi di Kecamatan Parung Panjang yang merupakan wilayah yang sedang mengalami pertumbuhan pesat di sektor pembangunan. Hampir 290 ha lahan pertanian hilang dan terkonversi menjadi lahan terbangun. Kondisi yang sama terjadi di Kecamatan Cigudeg dimana lahan pertanian mengalami penyusutan yang cukup tinggi yaitu sebanyak 248 ha. Selanjutnya lahan pertanian di Kecamatan Jasinga mengalami penyusutan seluas 78 ha, angka yang sangat rendah jika dibandingkan dengan tiga kecamatan lainnya.

Gambar 8.Grafik parameter fragmentasi class area Number of Patch

Number of Patch (NumP) menunjukkan banyaknya jumlah poligon lahan pertanian. NumP merupakan parameter yang sangat berpengaruh dalam menganalisis tingkat fragmentasi lahan.Semakin banyak jumlah poligon, menandakan adanya lahan yang terpecah menjadi beberapa bagian yang membentuk poligon baru dan menyebar.Grafik pada Gambar 9 tampak lahan pertanian di Kecamatan Tenjo memiliki jumlah patches atau poligon terbanyak yaitu 624 patches dan disusul oleh Kecamatan Parung Panjang sebanyak 593

patchespada tahun 2013. Selanjutnya lahan pertanian di Kecamatan Jasinga dan Cigudeg masing-masing tersebar dalam 419 dan 412 patches. Namun demikian jika dilihat dari selisih tahun 2001 dan 2013, terjadi pengurangan jumlah poligon di setiap kecamatan dimana pengurangan terbesar terjadi di Kecamatan Cigudeg, disusul oleh Kecamatan Tenjo kemudian Kecamatan Parung Panjang dan

Cigudeg Jasinga Parung

Panjang Tenjo

CA tahun 2001 16666 13916 4642 7211

CA tahun 2013 16418 13838 4352 7048

(43)

27 selanjutnya Kecamatan Jasinga yang mengalami pengurangan jumlah poligon paling sedikit yaitu sebanyak 24 patches (Tabel 6).

Gambar 9.Grafik parameter fragmentasi NumP

Berkurangnya jumlah poligon dapat diindikasikan karena adanya lahan pertanian yang berubah menjadi lahan non pertanian atau bisa saja terjadi karena adanya poligon lahan pertanian yang menyatu dengan poligon lainnya akibat perluasan lahan pertanian.Kecamatan Jasinga yang mengalami penurunan jumlah poligon paling sedikit menunjukkan bahwa Kecamatan Jasinga masih mampu mempertahankan lahan pertaniannya selama selang 12 tahun.

Mean Patch Size

Mean Patch Size (MPS) menunjukkan luas rata-rata dari setiap patch. Pada Gambar 10 terlihat bahwanilai MPS terbesar terdapat di Kecamatan Cigudeg yaitu sebesar 40 ha. Fenomena ini sesuai dengan kondisi aktual di lapang dimana banyak terdapat lahan pertanian seperti sawah, perkebunan dan kebun campuran di Kecamatan cigudeg dalam satu hamparan luasan. Kondisi serupa terjadi di Kecamatan Jasinga yang memiliki nilai MPS sebesar 33 ha. Terdapat dua kecamatan yang memiliki karakter yang sama yaitu Kecamatan Tenjo dan Parung Panjang dimana nilai MPS dari kedua kecamatan tersebut cenderung stabil selama periode 12 tahun. Peningkatan nilai MPS selama tahun 2001 hingga 2013 terjadi pada dua kecamatan lainnya yaitu Kecamatan Jasinga sebanyak 2 ha dan Kecamatan Cigudeg sebanyak 3 ha. Peningkatan nilai MPS (Gambar 10) pada lahan pertanian menunjukkan bahwa lahan pertanian di wilayah tersebut menjadi lebih mengelompok dan saling berdekatan (Kamusoko et al 2007). Kecilnya luas rata-rata poligon di Kecamatan Parung Panjang karena banyaknya lahan pertanian yang terpecah menjadi unit-unit kecil akibat pertumbuhan sektor pembangunan yang sedang terjadi di wilayah tersebut

Cigudeg Jasinga Parung Panjang Tenjo

NUMP tahun 2001 454 443 633 665

NUMP tahun 2013 412 419 593 624

0 100 200 300 400 500 600 700

Ju

m

lah

P

atch

(44)

28

Gambar 10.Grafik parameter fragmentasi MPS

Perpecahan lahan yang terjadi secara tidak langsung menjadi salah satu pendorong ketidakmampuan petani dalam mempertahankan lahannya akibat luas garapan yang semakin sempit dan penurunan produksi primer. Menurut salah seorang petani saat dilakukan wawancara, penurunan skala usaha akan mengakibatkan lahan semakin tidak produktif dan beranggapan bahwa lahan yang sudah tidak produktif lebih baik di jual. Selain itu berdasarkan hasil wawancara di lapang perpecahan lahan yang terjadi disebabkan oleh sistem bagi waris dan jual beli lahan pertanian

Total Edge

. Keliling poligon atau nilai TE paling panjang berturut-turut terdapat pada Kecamatan Tenjo, Jasinga, Cigudeg, Parung Panjang (Gambar 11).

Gambar 11.Grafik parameter fragmentasi TE

Cigudeg Jasinga Parung

TE tahun 2001 1216163 1268938 1018619 1321353

TE tahun 2013 1159344 1246347 956031 1285109

(45)

29 Semakin panjang edge dapat menjadi indikasi bentuk patch yang semakin tidak beraturan (kompleks) dan jumlah patch yang semakin banyak (Bereitschaft

et al. 2014) Kondisi ini sesuai dengan bahasan sebelumnya dimana pada Kecamatan Tenjo memiliki jumlah NumP yang paling banyak di bandingkan kecamatan lainnya (Gambar 9). Namun selisih TE dari dua titik tahun (2001 dan 2013) pada masing-masing kecamatan menunjukkan bentuk poligon yang lebih sederhana dari tahun sebelumnya (tahun 2001) karena adanya keliling poligon yang semakin kecil (Tabel 6).

Mean Shapes Index

Mean Shape Index (MSI) menggambarkan kompleksitas bentuk patch. Semakin tinggi nilai MSI suatu kelas penutupan lahan maka semakin kompleks bentuk-bentuk patches-nya dan semakin besar nilai TE. Gambar 12 menunjukkan bentuk poligon dengan nilai MSI terbesar di Kecamatan Jasinga dan Tenjo dan jika dilihat dari selisihnya antara dua titik tahun, nilai MSI cenderung stabil di setiap kecamatan hal ini juga menunjukkan tidak ada perubahan bentuk yang signifikan selama periode 12 tahun.

Gambar 12. Indeks bentuk patch rata-rata

Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan dan Fragmentasi Lahan

Faktor penyebab perubahan penggunaan lahan

Interaksi antara dimensi ruang dan waktu dengan dimensi biofisik dan manusia mengakibatkan terjadinya perubahan penggunaan lahan (Veldkamp et al.,

2004). Perubahan iklim, peningkatan jumlah penduduk dan proses urbanisasi merupakan penyebab umum yang dianggap sebagai faktor-faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya perubahan penggunaan lahan (Wu et al., 2011). akan tetapi kenyataannya perubahan penggunaan lahan tidak terjadi karena adanya faktor tunggal.

Cigudeg Jasinga Parung

Panjang Tenjo

MSI tahun 2001 1.85 1.99 1.82 1.94

MSI tahun 2013 1.87 2.00 1.83 1.98

1.70 1.75 1.80 1.85 1.90 1.95 2.00 2.05

In

d

e

x

(46)

30

Identifikasi terhadap faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan dapat dilakukan melalui analisis regresi.Pada penelitian ini data yang digunakan berupa data primer hasil wawancara kepada masyarakat di wilayah setempat.Variabel yang digunakan sebagai peubah tujuan (variabel Y) adalah perubahan luas lahan pertanian menjadi lahan terbangun sedangkan variabel peubah penduga (variabel X) yang digunakan berjumlah 20 variabel (Tabel 2 terdahulu). Hasil analisis regresi perubahan penggunaan lahan pada penelitian ini tersaji dalam Tabel 7.

Berdasarkan hasil analisis, didapatkan nilai R square sebesar 56% artinya variabel dependen dapat dijelaskan oleh sekelompok variabel independen secara serentak atau simultan sebesar 56 % sedangkan sisanya (100%-56%=46%) dijelaskan oleh variabel lain di luar model yang tidak diteliti. Terdapat beberapa variabel yang berpengaruh nyata terhadap perubahan penggunaan lahan.Secara statistik dapat dilihat pada nilai derajat signifikansi.Derajat kepercayaan yang digunakan adalah sebesar 0.05 (5%).Apabila nilai signifikan lebih kecil dari derajat kepercayaan, maka hipotesis alternatif dapat diterima, yang menyatakan bahwa suatu variabel independen (peubah penduga) secara parsial mempengaruhi variabel dependen (peubah tujuan).

Tabel 7 Hasil Analisis Regresi Berganda Perubahan Penggunaan Lahan

Variabel X Beta t Sig R2 adjusted R

Luas lahan terbangun (ha) 0.57 4.33 0.00

0.56 0.46

Harga sawah dekat jalan 0.25 1.86 0.07

Jarak ke kota, desa/kec 0.32 2.46 0.02

Jarak ke jalan tol 0.20 1.70 0.10

Luas lahan pertanian (ha) -0.34 -1.61 0.12

Jarak ke kota/kab -0.19 -1.41 0.17

(47)

31 tempuh menjadi lebih baik sebagai akibat arus lalu lintas yang semakin lancar, akan menarik sejumlah kegiatan dan pergerakan menuju area tersebut.

Faktor penyebab fragmentasi lahan pertanian

Analisis regresi berganda digunakan untuk mengidentifikasi faktor yang memiliki pengaruh nyata terhadap fragmentasi lahan pertanian pada lokasi penelitian. Data yang digunakan sebagai variabel independen adalah NumP tahun 2001 dan NumP tahun 2013.Variabel dependen yang digunakan untuk analisis regresi pada skala desa sebanyak 22 dan pada skala RT sebanyak 17 variabel (Tabel 3 terdahulu).

Tabel 8 menunjukkan variabel yang secara statistik berpengaruh nyata terhadap fragmentasi lahan pertanian dalam unit desa. Fragmentasi lahan pertanian yang terjadi pada tahun 2001 dipengaruhi oleh empat faktor yaitu kepadatan penduduk, jarak ke jalan tol, ukuran rumah dan pekarangan, dan harga non sawah jauh dari jalan. Hal ini dapat terlihat pada Tabel 8 dimana ke empat variabel tersebut memiliki derajat signifikansi (p-level) < 0.05 dengan nilai R2 sebesar 79%.

Tabel 8 Ringkasan Hasil Analisis Regresi Berganda Fragmentasi Lahan Pertanian Skala Desa

Kepadatan Penduduk -1.915 -4.753 0.000

0.79 0.69

Kepadatan Penduduk -1.676 -4.923 0.000

Ukuran Rumah dan

Pekarangan -0.184 -2.630 0.013 Harga non sawah jauh

dari jalan 0.000 2.207 0.035

Jumlah KK 0.006 2.419 0.021

*Hasil lengkap tersaji pada Lampiran 1

(48)

32

berpengaruh terhadap peningkatan nilai NumP (Liet al. 2010).Tabel 9 merupakan hasil analisis regresi fragmentasi lahan pada tingkat Rukun Tetangga (RT).

Tabel 9 Ringkasan Hasil Analisis Regresi Berganda Fragmentasi Lahan Pertanian Skala Rukun Tetangga (RT)

Persntse petani 20.602 2.490 0.018

NumP PTN tahun

2013

Ukuran rumah 0.943 2.346 0.025

0.50 0.44

Persentase petani 18.891 2.319 0.027

Persentase

penggarap(%) 0.503 2.795 0.009 Pertumbuhan penduduk

(%) 2.934 2.415 0.021

*Hasil lengkap tersaji pada Lampiran 3

Berdasarkan Tabel 9 tersebut Nampak bahwa faktor yang mempengaruhi fragmentasi lahan pada skala RT tahun 2001 dan tahun 2013 adalah ukuran rumah, persentase penggarap, persentase pertumbuhan penduduk, dan jumlah petani dalam persen. Keempat variabel tersebut memiliki nilai R2 sebesar49% (tahun 2001) dan 5% (tahun2013). Namun demikian keempat variabel tersebut sangat berpengaruh nyata terhadap fragmentasi lahan pada skala RT.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut

1. Penggunaan lahan eksisting di lokasi penelitian secara berurutan dari yang terluas sampai terkecil adalah penggunaan lahan kebun campuran yang merupakan penggunaan lahan dominan dengan luas 18027 ha (38.69%),lahan perkebunan seluas 8238.99 ha (17.68%), lahan sawah seluas 7691.37 ha (16.51%), lahan permukiman seluas 4405.11 (9.45%), lahan hutan seluas 4129.41 ha (8.86%), lahan emplasemen seluas 2093.73 ha (4.49%), lahan tegalan 1680.23 ha (3.61%), badan air 129.24 ha (0.28%), galian c seluas 140.28 ha (0.30%), dan lahan semak seluas 57.09 ha (0.12%).

(49)

33 3. Tingkat fragmentasi lahan pertanian di Kecamatan Parung Panjang dan Tenjo lebih terfragmentasi dibandingkan dengan dua kecamatan lainnya yaitu, Kecamatan Jasinga dan Cigudeg

4. Terdapat dua faktor yang berpengaruh nyata terhadap perubahan penggunaan lahan yaitu luas lahan terbangun dan jarak ke kota, desa atau kecamatan.

5. Secara umum terdapat lima faktor yang berpengaruh nyata terhadap fragmentasi lahan untuk skala desa yaitu kepadatan penduduk, jarak ke jalan tol, ukuran rumah dan pekarangan, harga lahan non sawah jauh dari jalan dan jumlah KK, sedangkan faktor yang berpengaruh pada skala Rukun Tetangga yaituukuran rumah, persentase penggarap, persentase pertumbuhan penduduk, dan banyaknya jumlah petani.

SARAN

Sebagai daerah hinterland, penggunaan lahan eksisting di Kecamatan Jasinga, Parung Panjang, Tenjo dan Cigudeg yang didominasi oleh lahan pertanian (kebun campuran, perkebunan, dan sawah) harus dipertahankan karena merupakan pemasok atau penyuplai kebutuhan masyarakat kota.

Gambar

Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian Kabupaten Bogor Bagian BaratJenis Data,Sumber Data dan Alat
Tabel 1 Jenis data yang digunakan, teknik analisis, dan luaran yang diharapkan
Gambar 2.Bagan Alir Analisis Data Penggunaan Lahan
Gambar 3.Sebaran Titik Sampel Pengecekan Lapang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Arahan pengendalian penggunaan lahan skenario kedua, dimana hutan yang berada di kawasan lindung dan sawah yang berada di kawasan pertanian lahan basah

Arahan penggunaan lahan untuk penyempurnaan RTRW Kabupaten Humbang Hasundutan 2011 – 2031 yang didasarkan pada pertimbangan penggunaan lahan eksisting,

Penggunaan lahan di Kabupaten Bandung dikelompokan menjadi enam jenis penggunaan lahan dengan luas terbesar hingga terkecil pada tahun 2002 dan 2012

Hasil perubahan penggunaan lahan yang diperoleh dari hasil overlay peta tersebut akan dapat menjawab kondisi penggunaan lahan eksisting dan bagaimana hubungan bencana banjir

Mendeteksi perubahan penggunaan dan penutupan lahan di Kota Bogor sejak tahun 1905an-2005; Mengamati perubahan proposi ruang terbuka hijau di kota Bogor sejak

Untuk memperoleh arahan penggunaan lahan untuk pengembangan komoditas pertanian di Kabupaten Nias Barat...

Hasil pengolahan peta penggunaan lahan Kabupaten Indramayu yang diperoleh dari hasil interpretasi foto udara tahun 1994 menunjukkan penggunaan lahan di Indramayu

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengetahui jenis penggunaan lahan dan perubahannya di Kecamatan Dramaga, (2) mengetahui tingkat perkembangan desa di Kecamatan