• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Pelet Campuran Tandan Kosong Kelapa Sawit :(Elaeis guineensis jacq.) dan Arang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Pelet Campuran Tandan Kosong Kelapa Sawit :(Elaeis guineensis jacq.) dan Arang"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK PELET CAMPURAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT

(Elaeis guineensis Jacq.)

DAN ARANG

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Pelet Campuran Tandan Kosong Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dan Arang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014

(4)

ABSTRAK

EKA AMRIAN NUGRAHA. Karakteristik Pelet Campuran Tandan Kosong Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dan Arang. Dibimbing oleh Wasrin Syafii

Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) merupakan biomassa yang jumlahnya melimpah di Indonesia. Biomassa ini memiliki potensi yang sangat besar untuk dimanfaatkan sebagai bioenergi terbarukan. Penelitian ini mencoba untuk melakukan kajian pemanfaatan biomasa TKKS untuk dijadikan biopelet sebagai bahan bakar alternatif terbarukan. Pelet dibuat dengan pencampuran serbuk tandan kosong kelapa sawit dan arang tandan kosong kelapa sawit dengan proporsi penambahan arang masing-masing 0, 10, dan 20%. Biopelet dicetak dengan menggunakan alat peletmill yang menghasilkan pelet berbentuk silinder dengan ukuran diameter 0,4 cm dan panjang +4 cm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan arang dapat meningkatkan nilai kalor pelet. Nilai kalor pelet dengan tambahan arang sebanyak 10 dan 20% menghasilkan pelet dengan nilai kalor masing-masing 17,21 MJ/kg dan 17,38 MJ/kg. Sementara itu nilai Kalor bahan baku tandan kosong kelapa sawit kering dan peletnya masing-masing 16,21 MJ/kg dan 16,40 MJ/kg. Selain nilai kalor, penambahan arang pada pembuatan pelet tandan kosong kelapa sawit juga menurunkan kadar air dan abu serta meningkatkan densitas kamba pelet. Secara umum, kualitas biopelet pencampuran 20% arang dapat memenuhi standar Negara Perancis untuk parameter ukuran diameter, ukuran panjang, kadar air, dan nilai kalor, sedangkan kadar abu, dan massa jenis belum memenuhi syarat pada semua jenis biopelet yang dihasilkan.

Kata kunci:tandan kosong kelapa sawit, biopelet, nilai kalor, arang, energi alternatif terbarukan.

ABSTRACT

EKA AMRIAN NUGRAHA. The Characteristics of Pellets Made from Empty Fruit Bunches of Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.) and Charcoal. Supervised by Wasrin Syafii

(5)

value, adding char to pellets made from oil palm empty fruit bunched will reduce the moisture and ash contents and improve the bulk density of pellets. In general, the quality of biopellets that have been mixed with 20% of char is capable of meeting the French standard as regard to diameter size, length size, moisture content, and calorific value parameters, on the other hand as regard to ash content, and bulk density, all biopellet types still hasn’t been able to fulfill the requirements.

(6)
(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan

hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak

merugikan kepentingan IPB

(8)
(9)

KARAKTERISTIK PELET CAMPURAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

DAN ARANG

Skirpsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada

Departemen Hasil Hutan

EKA AMRIAN NUGRAHA E24070070

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)

Judul Skripsi : Karakteristik Pelet Campuran Tandan Kosong Kelapa Sawit :(Elaeis guineensis jacq.) dan Arang

Nama : Eka Amrian Nugraha NIM : E24070070

Disetujui oleh :

Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M. Agr Pembimbing

Diketahui oleh :

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-NYA sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M. Agr atas segala bimbingan, dukungan dan saran yang telah diberikan selama penelitian maupun dalam penyelesaian karya ilmiah yang berjudul Karakteristik Pelet Campuran Tandan Kosong Kelapa Sawit (Elaeis guineensis jacq.)dan Arang.

Selama penelitian dan penyusunan laporan penulis banyak mendapatkan bimbingan, bantuan, dan pengarahan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pak Wardi Staf laboran Pakan Ternak , Pak Hendra pekerja perkebunan Jasinga yang telah membantu menyediakan bahan baku. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ir. Deded Sarip Nawawi, M.Sc, Pak Atin, Mas Gunawan dari Lab.Kimia Hasil Hutan yang telah banyak memberi bantuan moral. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada orang tua, adik-adik, dan teman-temanku di THH 44 dan 45 atas dukungannya selama penulis melakukan penelitian ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2014

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...………..…….xi

DAFTAR TABEL……….…..xii

DAFTAR GAMBAR……….……….……….xii

PENDAHULUAN……….1

BAHAN DAN METODE………..…2

HASIL DAN PEMBAHASAN.….……….……..5

Kadar Komponen Kimia Tandan Kosong Kelapa Sawit..………...…………..5

Kualitas Bioellet Kelapa Sawit……….…..………….…..6

KESIMPULAN.………..…………....………..……….9

DAFTAR PUSTAKA…………...………..………….10

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komponen kimia tandan kosong kelapa sawit …..………..5 Tabel 2. Kualitas Biopelet hasil Pengujian dibandingkan dengan standar dari

beberapa Negara……….………..6

DAFTAR GAMBAR

(15)

PENDAHULUAN

Semakin tingginya tingkat pertumbuhan penduduk, mengakibatkan konsumsi energi juga semakin meningkat. Saat ini pemenuhan energi yang besar tersebut masih ditopang oleh bahan bakar fosil yang lama kelamaan akan habis. Hal ini mendorong perlunya upaya untuk mencari energi alternatif terbarukan, mudah didapat dan murah. Indonesia memiliki potensi energi baik dari sumber-sumber baru hingga yang terbarukan, antara lain panas bumi, tenaga air, biomassa, tenaga surya dan angin. (Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi 2011).

Diantara sumber energi alternatif tersebut, energi biomassa memiliki potensi sangat besar untuk dikembangkan karena ketersediaanya melimpah, mudah didapat dan dapat diperbaharui secara cepat. Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintesis, biomassa untuk bahan energi dapat memanfaatkan bahan yang nilai ekonomisnya rendah atau limbah setelah diambil produk primernya. Biomasa dapat dimanfaatkan secara pembakaran langsung atau diubah dalam bentuk produk lainnya antara lain pelet, briket, atau gas.

Salah satu sumber energi dari biomassa yang belum dimanfaatkan secara optimal yaitu limbah kelapa sawit yang berupa tandan kosong kelapa sawit. Tandan kosong kelapa sawit merupakan limbah utama berligniselulosa yang belum termanfaatkan secara optimal dari industri pengolahan kelapa sawit. Dari satu ton tandan buah segar akan dihasilkan Crude Palm Oil (CPO) sebanyak 21%, minyak inti sawit sebanyak 0,5% dan sisanya merupakan limbah dalam bentuk tandan kosong sebanyak 23%, serat 13,5% dan cangkang biji 5,5% (Darnoko 1995). Pada tahun 2011 luas kebun kelapa sawit di Indonesia mencapai 8,99 juta ha dan produksi mencapai 23,10 juta ton tandan buah segar per tahun dan menghasil tandan kosong kelapa sawit sebanyak 5,17 juta ton (Dirjen perkebunan, 2011).

Tandan kosong kelapa sawit memiliki potensi besar untuk dijadikan sumber energi terbarukan karena hasil pembakaran tandan kosong dapat menghasilkan 9,6 MJ/kg (Prasertsan 1996). Nilai kalor pembakaran tandan kosong tersebut masih tergolong rendah dibandingkan dengan bahan bakar lainnya yang digunakan untuk pembangkit listrik seperti batu bara 11,3-17,58 MJ/kg dan cangkang kelapa sawit 16,98 MJ/kg (Muluk 2011). Oleh sebab itu dalam rangka pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit sebagai bahan energi perlu dilakukan penelitian untuk meningkatkan nilai kalornya, sehingga berguna untuk memenuhi kebutuhan energi rumah tangga maupun industri. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan nilai kalor yang dihasilkan yaitu dengan mengubahanya dalam bentuk pelet atau dengan penambahan bahan energi biomassa lainnya yang memiliki nilai kalor tinggi.

(16)

itu penelitian ini juga dapat berkontribusi pada upaya pemanfaatan limbah tandan kosong kelapa sawit menjadi sumber energi terbarukan.

BAHAN DAN METODE

Bahan

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah tandan kosong kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq.) yang berasal dari daerah Jasinga Bogor dan arang tandan kosong kelapa sawit. Bahan kimia yang digunakan n-hexana, ethanol-benzena (1:2), H2SO4, NaOH, Hipoklorit, CH3COOH, HNO3, Na2SO4, HCl dan air destilata. Peralatan yang digunakan antara lain oven, hammermill, saringan bertingkat, kiln pembakaran, ring die peletmill dan perlengkapan pengujian seperti :desikator, timbangan elektrik, pemanas air, pengaduk, cawan abu, corong, cawan porselen, gelas, gelas ukur, geles piala, caliper, elemeyer, dan bom calorimeter.

Metode

Persiapan Serbuk. Sebelum pengujian kimia tandan kosong kelapa sawit dipotong menjadi ukuran kecil dan dioven dengan suhu 40 oC selama satu minggu hingga kering udara. Sampel tandan kosong kelapa sawit dicacah menggunakan hammermill

hingga menjadi lebih kecil, dan kemudian digiling menggunakan willey mill hingga menjadi serbuk. Partikel atau serbuk disaring dengan saringan bertingkat hingga diperoleh serbuk berukuran 40-60 mesh. Selanjutnya 2 g serbuk tandan kosong kelapa sawit dioven selama 1 hari pada suhu 103±2 oC untuk mengetahui kadar air serbuk. Pengovenan dilakukan hingga serbuk memiliki berat yang konstan (TAPPI T264 om-88).

Pengujian Kadar Komponen Kimia. Pengujian kimia tandan kosong kelapa sawit antara lain kelarutan zat ekstraktif dalam air panas dan air dingin, kelarutan zat ekstraktif dalam NaOH 1%, kelarutan dalam pelarut etanol-benzena (1:2), kadar abu, kadar holoselulosa, selulosa, lignin.

Kelarutan Zat Ekstraktif dalam Air Dingin. Serbuk (2 g) dimasukkan ke dalam erlenmeyer kemudian diekstraksikan dengan 300 ml air destilata selama 1 hari. Setelah itu serbuk disaring dan dicuci dengan air destilata. Serbuk dioven pada suhu 103±2 0C hingga memiki berat konstan (TAPPI T207 om-88).

Kelarutan Zat Ekstraktif dalam Air Panas. Serbuk (2 g) dimasukkan ke dalam erlenmeyer kemudian ditambah 100 ml air destilata dan dipanaskan dalam waterbath

(17)

Kelarutan Zat Ekstraktif dalam NaOH 1%. Serbuk (2 g) dimasukkan ke dalam gelas piala dan ditambahkan 100 ml larutan NaOH 1% sambil diaduk. Gelas piala dipanaskan di dalam waterbath padah suhu 100 oC selama 1 jam dan diaduk 3x pada menit 10, 15 dan 20. Setelah itu serbuk disaring dan dicuci dengan air panas, asam asetat dan air panas sampe filtrate tidak berwarna. Serbuk dioven pada suhu 103±2 0C hingga memiki berat konstan (TAPPI T4 om-59).

Kelarutan Zat Ekstraktif dalam Etanol-benzena (1:2). Sebanyak 10 g serbuk dimasukkan kedalam kertas saring yang bebentuk timbel. Timbel kemudian dimasukkan kedalam soxhlet dan diekstraksi. Timbel dicuci dengan etanol hingga larutan menjadi bening dan dioven pada suhu 103±2 oC hingga beratnya konstan (TAPPI T204 om-88).

Kadar Abu. Sebanyak 2 g Serbuk dimasukkan ke cawan porselen yang telah dioven. dan dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 575±25 oC selama 6 jam. Abu dimasukkan ke desikator dan ditimbang (TAPPI T211 om-85).

Kadar Holoselulosa. Serbuk (1 g) dimasukkan dalam elenmeyer berukuran 500 ml kemudian ditambah 100 ml air destilata, 3 ml hipoklorit , dan 1 ml CH3COOH. Larutan dipanaskan pada waterbath dengan suhu 80-90 oC selama 5 jam dan setiap jam ditambahkan 3 ml hipoklorit dan 0,2 ml CH3COOH. Setelah itu larutan tersebut disaring dan dicuci dengan air destilata. Sebanyak 50 ml asam asetat ditambahkan pada kertas saring yang berisi holoselulosa. Kertas saring dan serbuk kemudian di oven pada suhu 103±2 oC dan ditimbang beratnya hingga konstan (TAPPI T211m). Kadar Selulosa. Sebanyak 2 g serbuk bebas zat ekstraktif dimasukkan ke dalam erlenmeyer kemudian diberi 125 ml larutan HNO3 3,5%. Larutan tersebut dipanaskan pada waterbath dengan suhu 80 oC selama 12 jam, dan disaring. Serbuk kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer dan ditambah campuran NaOH dan Na2SO3 sebanyak 125 ml dengan perbandingan 20:20 g dalam 1 liter air. Larutan tersebut dipanaskan pada waterbath dengan suhu 50 oC selama 2 jam. Larutan selanjutnya disaring menggunakan kertas saring hingga airnya bening. Sebanyak 50 ml hipoklorit 10% ditambahkan dan dicuci dengan air destilata panas hingga bewarna bening, Serbuk selulosa kemudian dibilas dengan 100 ml CH3COOH 10%. Filtrat dicuci hingga bebas asam dengan menggunakan air destilata panas. Kertas saring yang berisi selulosa dioven pada suhu 103±2 oC dan ditimbang (TAPPI T203 om-93).

Kadar Hemiselulosa. Holoselulosa merupakan gabungan antara selulosa dan hemiselulosa, sehingga hemiselulosa dapat dihitung dari holoselulosa dikurangi kadar selulosa yang didapat dari pengujian.

(18)

dan disaring serta dicuci dengan air panas hingga serbuk bebas asam. Kertas saring berisi lignin dioven pada suhu 103±2 0C dan ditimbang beratnya hingga diperoleh berat konstan (TAPPI T13 os-54).

Pembuatan Pelet. Proses pembuatan pelet dimulai dari proses karbonisasi. Proses karbonisasi bertujuan memperoleh arang. Sebanyak 1 kg bahan baku tandan kosong kelapa sawit dengan ukuran >50 mesh dipanaskan dalam kiln pembakaran tanpa kontak dengan oksigen pada suhu 500-800 ˚ C hingga terbentuk arang. Pelet dibuat dari bahan tandan kosong kelapa sawit dan campuran arang dan tandan kosong kelapa sawit. Proses pembuatan pelet tandan kosong kelapa sawit menggunakan serbuk tandan kosong dan arang yang telah digiling dengan ukuran 20-40 mesh. Pelet berbahan campuran dibuat dengan penambahan serbuk arang 10% dan 20%. Pelet tandan kosong kelapa sawit 100% akan digunakan sebagai control. Proses pencetakan pelet tandan kosong kelapa sawit menggunakan peletmill yang dilakukan di laboraturium pakan ternak IPB. Sebanyak 1 kg serbuk tandan kosong, 1 kg tandan kosong yang telah yang dicampur arang 10% dan 1kg serbuk tandan kosong yang dicampur dengan arang sebanyak 20% dicetak dengan peletmill menghasilkan pelet tandan kosong 100% dan 10% dan 20% campuran arang. Pelet yang dihasilkan berdiameter 4 mm dan panjangnya 5 hingga 40 mm.

Pengujian Pelet. Pengujian Karakteristik pelet dilakukan pada parameter kadar air, nilai kalor, diameter, panjang, densitas dan kadar abu. Pada pengukuran kadar air, 2 g pelet dioven selama 1 hari pada suhu 103±2 ˚ C untuk mengetahui kadar air serbuk. Pengovenan dilakukan hingga serbuk memiliki berat yang konstan (TAPPI T264 om-88). Nilai kalor dihitung dengan cara menghitung banyaknya energi yang dihasilkan per massa yang digunakan . Sebanyak 1 gram serbuk tandan kosong dibakar dalam bom kalori meter. Perhitungan panjang dan diameter Pelet dihitung secara manual menggunakan caliper. Densitas pelet dihitung sebagai pebandingan antara massa dan volume pelet. Kadar abu diukur dengan mengabukan sebanyak 2 g pelet dalam tanur pada suhu 575±25 oC selama 6 jam (TAPPI T211 om-85). Kualitas bioplet kemudian dibandingkan dengan standar yang berlaku di beberapa negara antara lain Austria, Jerman, Amerika, dan Prancis.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Komponen Kimia Tandan Kosong Kelapa Sawit

(19)

Tabel 1 Komponen kimia tandan kosong kelapa sawit

Parameter Sampel 1 Sampel 2 Rata-rata

Kadar air (%) 15,4 15,2 15,3 dibandingkan dengan hasil penelitian Nurwigha (2012) yang menghasilkan pelet dengan kadar air sebesar 11,52%. Menurut Seng (1994) besarnya kadar air kering udara bahan sangat bergantung atas kondisi lingkungan setempat dan Indonesia berkisar 12-20% dan di Bogor sekitar 15%. Tabil (2011) mengatakan bahwa kualitas pelet yang paling baik akan dihasilkan apabila kadar air didalam bahan baku yang digunakan 8-12%. Pembentukan pelet dengan kadar air diatas 12% dapat menurunkan kualitas pelet yang dihasilkan.

Zat ekstraktif merupakan komponen kayu yang tidak termasuk dalam komponen kayu struktural penyusun dinding sel kayu. Pada tabel diatas menujukkan bahwa kelarutan dalam air panas (9,70%), lebih tinggi dibandingkan dengan kelarutan di dalam air dingin (8,35%). Sementara itu, kelarutan dalam NaOH 1% sebesar 10,90% dan dalam pelarut ethanol-benzena(1:2) sebesar 4,00%. Kadar zat ekstraktif dapat berpengaruh terhadap nilai kalor bahan biomassa. Biomassa yang memiliki kadar zat ekstraktif tinggi cenderung menghasilkan nilai kalor pembakaran yang lebih tinggi pula.

Kadar abu merupakan faktor dalam biomassa yang berkorelasi negatif terhadap nilai kalor. Semakin tinggi kadar abu bahan biomassa akan menyebabkan semakin rendah nilai kalornya. Hasil penelitian ini memperoleh kadar abu rata-rata tandan kosong kelapa sawit 7% dan hampir sama dengan hasil penelitian Darnoko (1995) yang memperoleh kadar abu tandan kosong kelapa sawit 6,59%.

(20)

et al (1995) 22,23%, kadar abu menurut Irawadi (1991) sebesar 6,04%, Azemi et al

(1994) dalam Fauzi (2002) 15% dan Darnoko et al (1995) sebesar6,59%.

Tillman (1976) menyatakan bahwa komponen kimia penyususn biomassa, contohnya kayu, berkontribusi terhadap nilai kalor yang berbeda-beda. Holoselulosa menghasilkan nilai kalor sekitar 17,6 MJ/kg, sedangkan lignin menghasilkan nilai kalor sekitar 26,7 MJ/kg. Sementara itu, zat ekstraktif memiliki nilai kalor sekitar 26,8 MJ/kg. Hal yang sama disampaikan juga oleh Prawirohatmodjo (2004), bahwa pengaruh lignin yang memiliki nilai kalor lebih tinggi (±6100 kkal/kg) lebih besar dibandingkan dengan selulosa (4.150 – 4.350 kkal/kg) terhadap nilai kalor biomassa.

Kualitas Pelet Tandan Kosong Kelapa Sawit

Karakteristik pelet tandan kosong kelapa sawit dan arang beragam bergantung pada proporsi penambahan arang. Penambahan proporsi arang semakin tinggi mengakibatkan kualitas pelet lebih baik. Kualitas pelet yang diuji dibandingkan dengan beberapa standar disajikan pada Table 2.

Tabel 2 Kualitas pelet hasil pengujian dibandingkan dengan standar dari beberapa negara Sumber: a) Hahn (2004); b) PFI (2007); c) Douard (2007)

Gambar 1 Pelet tandan kosong kelapa sawit: (a) tanpa penambahan arang (b) penambahan 10% arang; (c) penambahan 20% arang tandan kosong kelapa sawit.

(21)

Kadar Air. Kadar air pelet mengalami penurunan dibandingkan dengan kadar air serbuk tandan kosong sebelum dijadikan pelet yaitu dari 15,3% menjadi 8,42% pada pelet campuran arang 0%, menjadi 6,95% pada pelet campuran arang 10% dan menjadi 7,58% pada campuran arang 20%. Menurut Rahman (2011) kadar air pelet selain dipengaruhi oleh kadar air bahan baku juga dipengaruhi oleh besarnya tekanan mesin dan suhu pada proses densifikasi. Tekanan yang tinggi menyebabkan pelet yang terbentuk semakin padat, halus, dan seragam, sehingga partikel biomassa dapat saling mengisi pori-pori yang kosong dan menurunkan molekul air yang dapat menempati pori-pori tersebut.

Kadar air merupakan salah satu parameter yang menentukan kualitas pelet yang berpengaruh terhadap nilai kalor pembakaran, kemudahan menyala, daya pembakaran, dan jumlah asap yang dihasilkan selama pembakaran. Tingginya kadar air pelet dapat menurunkan nilai kalor pembakaran, menyebabkan proses penyalaan menjadi lebih sulit, dan menghasilkan banyak asap pada proses pembakaran ( Hansen

et al. 2009). Kadar air pelet yang dihasilkan dalam penelitian ini telah memenuhi standar yang berlaku di berbagai negara seperti terlihat pada Table 2.

Kadar Abu. Kadar abu pelet campuran 0% arang adalah 10,64 %, campuran arang 10% adalah 10,26 %, dan campuran arang 20 % adalah 8,91 %. Dari hasil penelitian ini menunjukkan meningkatnya kandungan arang dalam pelet maka kadar abu yang dihasilkan semakin kecil. Menurut Nurwiga (2012), semakin tinggi kadar arang yang dicampurkan ke dalam pembuatan pelet maka akan menghasilkan kadar abu yang semakin rendah. Hal ini disebabkan proses karbonisasi tanpa oksigen dapat mengurangi kandungan abu. Disamping itu semakin tinggi persentase serabut sawit pada campuran maka semakin tinggi kadar abu yang dihasilkan. Pengepresan yang terlalu lama juga dapat menyebabkan bahan menjadi gosong dan sebagian terbentuk abu pada saat pembuatan pelet. Beberapa negara memberikan standar yang ketat untuk kadar abu pelet. Austria mempersyaratkan kadar abu hanya <0,5%, Jerman <1,5%, Amerika <2%, dan Perancis ≤6%. Kadar abu produk pelet dihasilkan penelitian ini belum memenuhi standar kadar abu pelet yang ditetapkan oleh beberapa negara maju.

Kadar abu merupakan salah satu parameter penting untuk bahan energi. Semakin banyak abu hasil pembakaran, semakin rendah kualitas pelet yang dihasilkan. Kadar abu tergantung dari jenis biomassa yang digunakan. Tingginya kadar abu juga akan mempengaruhi nilai kalor yang dihasilkan. Tingginya kadar abu merupakan salah satu kelemahan pada pelet tandan kosong kelapa sawit. Keberadaan abu juga dapat menurunkan efisiensi pembakaran karena abu merupakan komponen yang tidak menghasilkan energy. El Bassam dan Maegaard (2004), dan Compete (2009) menyebutkan hal tersebut dikarenakan abu dapat menginduksi proses pembentukan

slag yang dapat menurunkan efisiensi pembakaran.

(22)

semakin padat hasil pelet dan semakin besar masa jenisnya. Massa jenis merupakan salah satu parameter yang dapat menunjukkan kualitas pelet. Semakin tinggi nilai

Massa jenis pada suatu bahan maka semakin padat benda tersebut. Tinggi atau rendahnya Massa jenis pelet ditentukan oleh Massa jenis bahan tersebut (Hartoyo 1983). Demirbas (1999) menambahkan bahwa Massa jenis juga ditentukan oleh tekanan yang digunakan pada proses densifikasi. Peningkatan Massa jenis pelet tandan kelapa sawit berbanding lurus dengan peningkatan persentase arang tandan kosong kelapa sawit yang digunakan.

Penambahan arang dapat meningkatkan kerapatan partikel penyusun pelet. Pelet tandan kosong kelapa sawit memiliki nilai Massa jenis yang berkisar 0,378-0,409 kg/dm3 lebih tinggi dari densitas tandan kosong kelapa sawit sebelum dijadikan pelet yang berkisar 0,167- 0,211 kg/dm3. Tingginya nilai Massa jenis memungkinkan pelet digunakan untuk unit pembakaran kecil dengan menggunakan kompor (Lehtinkangas 1999). Massa jenis pelet yang dihasilkan masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan standar kualitas pelet.

Nilai Kalor. Nilai kalor merupakan parameter utama dalam menentukan kualitas bahan bakar padat dari limbah biomassa (Grover et al. 2002). Semakin tinggi nilai kalor, maka kualitas bahan bakar semakin baik. Nilai kalor berbanding lurus dengan kerapatan bahan baku (Sudrajat 1984), dan berbanding terbalik dengan kadar abu (Nurhayati 1974). Selain itu Rahman (2011) juga menjelaskan kadar air memberikan pengaruh negatif terhadap nilai kalor yang dihasilkan. Semakin tinggi nilai kadar air maka semakin rendah nilai kalor yang dihasilkan dari pelet.

Berdasarkan hasil penelitian, nilai kalor hasil pembakaran tandan kosong kelapa sawit sebesar 16,06 MJ/kg, sedangkan menurut Prasertsan dan Prasertsan (1996) nilai kalor pembakaran tandan kosong sebesar 9,60 MJ/kg. Nilai kalor pelet dengan kadar arang 0% sebesar 16,40 MJ/kg, 10% sebesar 17,25 MJ/kg, dan 20% sebesar 17,38 MJ/kg. Penambahan arang sebesar 10-20% mampu meningkatkan nilai kalor pelet 0,85-0,98 MJ/kg. Nilai kalori tertinggi sebesar 17,38 MJ/kg dimiliki oleh pelet dengan penambahan arang tandan kosong sebesar 20%, sebaliknya nilai kalor terendah sebesar 16,40 MJ/kg dimiliki oleh pelet tanpa penambahan arang tandan kosong. Dari variasi pencampuran arang dapat dilihat pula arang memberi pengaruh terhadap nilai kalor pelet dimana semakin tinggi penambahan arang semakin tinggi pula nilai kalor yang didapat.

(23)

KESIMPULAN

(24)

DAFTAR PUSTAKA

Darnoko G. 1995. Pembuatan briket arang dari limbah padat kelapa sawit. Laporan Kegiatan penelitian PPKS 1994/1995.

Demirbas A. 1999. Properties of charcoal derived from hazelnut shell and the production of briquettes using pyrolitic oil. Energy 24: 141-150.

Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, Jakarta, 2011. www.esdm.go.id/Direktorat Jenderal Energi Terbarukan.

[Dirjen Perkebunan] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2011. Statistik Perkebunan Indonesia, Ditjen Perkebunan 2011-2013 http:// Dirjenbun .deptan.go.id. Douard F. 2007. Chalange in Expanding French Pelet Market. ITEBE pelet 2007

Conference.Well, Australia

El Basam N, Maegaard P. 2004. Integrated renewable energy on rural communities planning guidelines, technologies and applications. Elsevier. Amsterdam. Fauzi Y, Widyastuti YE, Satyawibawa I, Hartono R. 2002. Kelapa sawit: Budidaya ,

pemanfaatan Hasil dan Limbah , Analisis Usaha dan Pemasaran. Penebar Swadaya. Jakarta.

Grover VI, Grover VK, Hogland W. 2002. Recovering Energy from Waste: Various Aspects Enfield: Science Publisher Inc.

Hahn B. 2004. Existing Guidelines and Quality Assurance for Fuel Pelets. Austria: Umbera.

Hansen MT, Jein AR, Hayes S, Batemen P. 2009. English handbook for wood pelet combustion. Intelegent Energy For Europe.

Hartoyo. 1983. Pembuatan arang dari briket arang secara sederhana dari serbuk gergaji dan limbah industri perkayuan. Puslitbang Hasil Hutan, Bogor.

Irawadi T T. 1991. Produksi Enzim Ekstraseluler (Selulosa dan Xilanase) Sari

Neurospora sithopila pada Substrat Limbah Padat Kelapa Sawit. Disertasi

Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Lehtinkangas P. 2000. Storage effects on peletised sawdust, logging residues and bark. Biomass and Bioenergy. Vol 19:2000.

Mani S, Tabil LG, Sokhansanj S. 2004. Ecoomics of producing fuel pelets from biomass. Applied Engineering in Agriculture.

Muluk C. 2011. Pemanfaatan Biomassa Tandan Kosong Kelapa Sawit Untuk Pembangkit Listrik. Seminar &Ekshibisi, Kementerian ESDM , Jakarta. Nurhayati T. 1994. Percobaan Pembuatan Arang Aktif dari Bambu. Dalam: Prosiding

(25)

Nurwigha R. 2012.Pembuatan Pelet dari cangkaang kelapa sawit dengan penambahan arang cangkang sawit dan serabut sawit sebagai bahan bakar alternative terbarukan. Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.

Nuryanto E. 2000. Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit sebagai Sumber Bahan Kimia. Warta PPKS 2000. Vol. 8(3).

[PFI] Pellet Fuel Institute. 2007a. Pellets: Industry Specifics. http://www.peletheat.org/3/ industry/IndustrySpecifics.html.

Prasertsan S, Prasertsan P .1996. Biomass Residues From Palm Oil Mills in Thailand: An. Overview on Quality and Potential Usage.Songkla University Hat Yai, Thailand.

Prawirohatmodjo S. 2004. Sifat-sifat fisika kayu. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Rahman. 2011. Uji keragaan pelet dari biomassa limbah sekam padi (Oryza sativa

Sp.) sebagai bahan bakar alternatif terbarukan. Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.

Seng O. 1964. Berat jenis dari jenis-jenis kayu Indonesia dan pengertian beratnya kayu untuk keperluan praktek. Pengumuman No. 1. Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Bogor.

Sudradjat. 1984. Pengaruh kerapatan kayu, tekanan pengempaan dan jenis perekat terhadap sifat briket kayu. Jurnal Penelitian Hasil Hutan.

Tabil L, Phani A, dan Mahdi K. 2011. Biomass Feedstock Pre-Processing – Part 2: ……....Densification. Biofuel Engineering Porcess Technology 19(1):

439-460.

Tillman, D (eds). 1976. Thermal Uses and Properties of Carbohydrates and Lignins. San Francisco.

(26)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pekanbaru, 7 September 1989 dari Bapak Amri dan Ibu Arbaini. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara.

Pendidikan formal penulis dimulai dengan memasuki Sekolah Dasar Negeri 049 Pekanbaru pada tahun 1995 dan lulus tahun 2001. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Pekanbaru pada tahun 2001 dan lulus pada tahun 2004, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Negeri 9 Pekanbaru dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai Mahasiswa Fakultas Kehutanan, Departemen Hasil Hutan Institut Pertanian Bogor.

Selama menjalani pendidikan di Fakultas Kehutanan, penulis pernah aktif sebagai anggota UKM Panahan dan MP IPB 2007-2009, angota kepengurusan Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan 2009-2010 dan silva kehutanan 2008-2010.

Gambar

Tabel 2. Kualitas Biopelet hasil Pengujian dibandingkan dengan  standar dari beberapa Negara……………………………………………………….……………..6
Tabel 1 Komponen kimia tandan kosong kelapa sawit
Tabel 2 Kualitas pelet hasil pengujian dibandingkan dengan standar dari beberapa

Referensi

Dokumen terkait

Penulisan ilmiah ini mengambil masalah mengenai website pemesanan kebutuhan rumah tangga pada Minimarket SERENA, adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk mempermudah orang

Tujuan model pembelajaran kooperatif tipe STAD sama dengan tujuan pembelajaran kooperatif pada umumnya. Pembelajaran kooperatif STAD bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa

Tesis Pondok pesantren dan perubahan ..... ADLN -

siswa , Apersepsi : “ Siapa yang pernah mengikuti upacara bendera 17.. Agustus? Pernahkan tidak kalian mendengarkan teks proklamasi yang dibacakan oleh pembina

[r]

Bila dibandingkan dengan hasil penelitian Permaesih yang dilakukan pada santri remaja, konsumsi zat besi untuk anak sekolah dasar lebih tin@.. Hasil pemeriksaan

Hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa struktur kalimat tanya bahasa Mandailing terdiri atas: (a) 22 struktur yang berbeda pada kalimat tanya dengan kata tanya, (b) 8 struktur

Bentuk hukum badan hukum BUMD menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1998 tentang Bentuk Hukum BUMD dapat berupa Perusahaan Daerah atau PD dan Perseroan Terbatas