• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran pupuk organik dalam meningkatkan efektivitas pupuk NPK pada bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran pupuk organik dalam meningkatkan efektivitas pupuk NPK pada bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq)"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN PUPUK ORGANIK DALAM MENINGKATKAN

EFEKTIVITAS PUPUK NPK PADA BIBIT KELAPA SAWIT

(

Elaeis guineensis

Jacq.) DI PEMBIBITAN UTAMA

VIRA IRMA SARI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Peran Pupuk Organik dalam Meningkatkan Efektivitas Pupuk NPK pada Pembibitan Utama Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Vira Irma Sari

(3)

RINGKASAN

VIRA IRMA SARI. Peran Pupuk Organik dalam Meningkatkan Efektivitas Pupuk NPK pada bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Pembibitan Utama. Dibimbing oleh SUDRADJAT dan SUGIYANTA.

Kelapa sawit merupakan tanaman yang memiliki produktivitas minyak paling tinggi dibandingkan tanaman penghasil minyak lain. Oleh karena itu, penerapan teknologi budidaya kelapa sawit yang tepat harus dilaksanakan agar dapat mempertahankan produktivitas minyak kelapa sawit yang tinggi. Pembibitan merupakan langkah awal yang sangat berpengaruh terhadap umur dan produktivitas kelapa sawit. Pertumbuhan bibit yang baik akan menghasilkan tanaman berkualitas dan produksi minyak berkualitas tinggi. Kebutuhan bibit kelapa sawit untuk perluasan areal dan peremajaan terus meningkat sehingga penyediaan bibit berkualitas memerlukan dukungan program pemupukan yang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendapatkan kombinasi dosis pupuk organik dan pupuk NPK yang tepat untuk bibit kelapa sawit di pembibitan utama, (2) mengetahui pengaruh pupuk organik untuk meningkatkan efektivitas penggunaan pupuk NPK pada bibit kelapa sawit di pembibitan utama, dan (3) mengetahui efisiensi pemupukan NPK bibit kelapa sawit pada kombinasi perlakuan terbaik.

Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Dramaga, Bogor dari bulan Desember 2011 sampai dengan September 2012. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Faktorial yang disusun dalam lingkungan acak kelompok dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah perlakuan perbandingan volume pupuk organik dan top soil terdiri atas 0:6, 1:6, 2:6 dan 3:6. Faktor kedua adalah perlakuan jumlah dosis NPK selama 7 bulan terdiri atas 0.0, 127.5, 255.0, dan 382.5 g tanaman-1. Setiap satuan percobaan terdiri atas 5 tanaman, sehingga jumlah sampel adalah 240 tanaman.

Hasil penelitian menunjukkan pemberian pupuk organik dan NPK meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, luas daun, dan kandungan klorofil. Interaksi antara pupuk organik dan NPK berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman (8 bulan setelah pindah tanam (BSP)), jumlah daun (5-8 BSP),diameter batang (8 BSP), luas daun (3BSP) dan kandungan klorofil (4 BSP).

(4)
(5)

SUMMARY

VIRA IRMA SARI. The Role of Organic Fertilizer to Increase the Effectivity of NPK Fertilizer for Oil Palm Seedling (Elaeis guineensis Jacq.) in Main Nursery. Supervised by SUDRADJAT dan SUGIYANTA.

Oil palm has higher palm oil productivity than the others. So that, the precision plantation technology of oil palm cultivation must be done in order to preserve high productivity of oil palm. A seedling is the first step that affecting for

oil palm’s age and productivity. Good growth will produce high quality and

production of oil palm. The necessity of oil palm seedlings to intensify areal and replant would grow continuously, so it has needed to obtain precise fertilization. The objectives of this experiment were (1) to obtain the best organic-NPK fertilizer combination in increasing the effectiveness of the use of NPK fertilizer, (2) to study the role of organic fertilizer for the growth of oil palm seedling in main nursery, and (3) to investigate the efficiency of NPK fertilizer for best combination.

The experiment was conducted from December 2011 to September 2012 at IPB Teaching Farm Dramaga Bogor. The layout was arranged in a factorial random block design with three replications. The first factor was volume ratio organic fertilizer to top soil i.e 0, 1:6, 2:6, and 3:6. The second was NPK Fertilizer rates i.e 0.0, 127.5, 255.0, and 382.5 g NPK.plant-1. Each of treatments have 5 plants, so that the numbers of sample were 240 plants.

The result showed that combination of organic and NPK fertilizer significantly affected to plant height, leaf number, steam diameter, leaf area, and chlorophyll content. The interaction between organic and NPK fertilizer significantly affected to plant height at 8 Months After Transplanting (MAT)), leaf number (5-8 MAT), steam diameter (8 MAT), leaf area (3 MAT) and chlorophyll number (4 MAT).

Organic fertilizer had increased the effectiveness of NPK fertilizer for oil palm seedlings, in this research the highest effective value was organic fertilizer 2:6 (organic fertilizer : top soil) and NPK 382.5 g plant-1 with the effective value was 179.38%. The only application of organic fertilizer 3:6 has showed oil palm seedling that no significant with NPK application from 127.5-382.5 g tanaman-1 without organic fertilizer. So that, organic fertilizer 3:6 could be substituted of NPK fertilizer. The best combination treatment was 2:6 and 382.5 NPK g plant-1 with effective value was 158.91%, 209.14% and 170.10% for plant height, leaf number and stem diameter, respectively. Organic fertilizer had increased the efficiency of NPK fertilizer with absorption rates of N, P and K was 56.16%, 11.06% and 29.90%.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agronomi dan Hortikultura

PERAN PUPUK ORGANIK DALAM MENINGKATKAN

EFEKTIVITAS PUPUK NPK PADA BIBIT KELAPA SAWIT

(

Elaeis guineensis

Jacq.) DI PEMBIBITAN UTAMA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

(8)
(9)
(10)

Judul Tesis : Peran Pupuk Organik dalam Meningkatkan Efektivitas Pupuk NPK pada Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Pembibitan Utama

Nama : Vira Irma Sari NIM : A252110221

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Sudradjat, MS Ketua

Dr Ir Sugiyanta, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura

Prof Dr Ir Munif Ghulamahdi, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2011 ini adalah Peran pupuk organik dalam meningkatkan efektivitas pupuk NPK pada bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di pembibitan utama.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Sudradjat, MS dan Bapak Dr. Ir. Sugiyanta MSi sebagai ketua dan anggota komisi pembimbing, Dr. Ir. Hariyadi, MS dan Dr. Ir. Maya Melati, Msi sebagai penguji luar komisi. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Dr. Ir. Agus Purwito MS dan ketua program studi Agronomi dan Hortikultura Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MSi serta semua staf departemen yang telah banyak membantu.

Ungkapan rasa hormat dan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ayahanda Nur Arfian, Ibunda Elvi Rahmi, Adik Vinni Ardwifa dan Muhammad Fachmi atas doa, kasih sayang, perhatian dan dukungannya baik moril dan materil selama perkuliahan, penelitian dan penulisan thesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman Pascasarjana program studi Agronomi dan Hortikultura 2011 dan 2010 IPB, teman-teman Agronomi 2007 Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, adik-adik Agronomi dan Hortikultura 45 IPB, serta kepada semua pihak yang telah membantu namun tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Juli 2013

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Hipotesa Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Morfologi Kelapa Sawit 3

Ekologi Kelapa Sawit 4

Pembibitan Utama Kelapa Sawit 5

Pemupukan Kelapa Sawit 5

Pupuk Organik 6

Pupuk NPK 8

3 METODE 9

Bahan 10

Alat 10

Prosedur Analisis Data 10

Pengamatan 12

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 15 Keadaan Umum 15 Tanggap Morfologi Tanaman 16 Tanggap Fisiologi Tanaman 23 Biomassa 28

Dinamika Hara 29

Neraca Hara 31

Peningkatan Pertumbuhan 32

Efektivitas Agronomi Relatif 34

5 SIMPULAN DAN SARAN 36

Simpulan 36

Saran 37

DAFTAR PUSTAKA 37

LAMPIRAN 43

(13)

DAFTAR TABEL

1 Dosis pupuk NPK (g tanaman-1) kelapa sawit di pembibitan utama 11 2 Pengaruh berbagai dosis pupuk organik dan NPK terhadap tinggi

tanaman 17

3 Interaksi pupuk organik dan NPK terhadap tinggi tanaman umur 8 BSP 17 4 Pengaruh berbagai dosis pupuk organik dan pupuk NPK terhadap

jumlah daun 18

5 Interaksi pupuk organik dan NPK terhadap jumlah daun umur 5-8 BSP 19 6 Pengaruh berbagai dosis pupuk organik dan pupuk NPK terhadap

jumlah diameter batang 20

7 Interaksi pupuk organik dan NPK terhadap diameter batang umur 8

BSP 21

8 Pengaruh berbagai dosis pupuk organik dan pupuk NPK terhadap luas

daun 22

9 Interaksi pupuk organik dan NPK terhadap luas daun umur 3 BSP 22 10 Pengaruh berbagai dosis pupuk organik dan pupuk NPK terhadap

kandungan klorofil 24

11 Interaksi pupuk organik dan NPK terhadap jumlah klorofil umur 4 BSP 25 12 Pengaruh berbagai dosis pupuk organik dan pupuk NPK terhadap

kerapatan stomata 26

13 Neraca hara berdasarkan perlakuan pupuk organik 2:6 dan NPK 382.5 g

tanaman-1 31

14 Peningkatan pertumbuhan bibit kelapa sawit 33 15 Nilai efektivitas agronomi relatif 35

DAFTAR GAMBAR

1 Bibit kelapa sawit pada penelitian di pembibitan utama 16 2 Kadar hara N pada daun bibit kelapa sawit (8 BSP) 27 3 Kadar hara P pada daun bibit kelapa sawit (8 BSP) 27 4 Kadar hara K pada daun bibit kelapa sawit (8 BSP) 27 5 Bobot kering tanaman bibit kelapa sawit umur 8 BSP pada perlakuan

kontrol dan kombinasi pupuk organik 2:6 NPK 382.5 g tanaman-1

(perlakuan terbaik) 29

6 Dinamika pergerakan hara N, P dan K dalam media tanam 30 7 Rataan peningkatan pertumbuhan peubah bibit kelapa sawit dengan

pemberian pupuk organik dan pupuk NPK terhadap kontrol (%) 34 8 Perbandingan nilai efektivitas agronomi relatif perlakuan NPK 382.5 g

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kriteria kelas kesesuaian lahan untuk pembudidayaan kelapa sawit 44 2 Hasil analisis sampel tanah 45 3 Hasil analisis pupuk organik yang digunakan pada penelitian 46 4 Rata-rata curah hujan, banyaknya hari hujan, temperatur rata-rata, lama

penyinaran, kelembaban udara dan Intensitas penyinaran matahari Desember 2011-Agustus 2012. 46 5 Standar pertumbuhan morfologi bibit PT. Dami Mas 47 6 Kadar hara N, P dan K daun bibit kelapa sawit pada setiap perlakuan 47 7 Kadar hara N, P dan K daun setiap lapisan tanah pada perlakuan terbaik

(Pupuk organik 2:6) dan NPK 382.5 g tanaman-1 47 8 Korelasi tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, jumlah klorofil

dan kerapatan stomata pada umur bibit kelapa sawit 8 BSP. 48 9 Rekomendasi pemupukan pada tahap pembibitan berdasarkan Uexkull

(15)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas perkebunan yang penting dalam perekonomian Indonesia karena menjadi komoditas andalan ekspor sebagai penghasil devisa negara dan dapat menciptakan lapangan kerja. Indonesia menjadi produsen utama minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil

(CPO) terbesar di dunia dengan luas perkebunan kelapa sawit pada tahun 2012 mencapai 9.27 juta ha dengan produksi CPO mencapai 25.6 juta ton. Indonesia menyumbang 47% kebutuhan minyak kelapa sawit di dunia dengan nilai ekspor mencapai 17.1 juta ton CPO (DITJENBUN 2012).

Produktivitas CPO di Indonesia adalah sebesar 3.3-4.5 ton hektar-1. Nilai produktivitas tersebut lebih tinggi dibandingkan minyak nabati lain seperti minyak kedelai (0.41 ton hektar-1), bunga matahari (0.43 ton hektar-1), canola (0.66 ton hektar-1), dan kelapa (0.25 ton hektar-1) (Oil world 2009). Minyak sawit dapat digunakan sebagai bahan pangan, bahan baku industri, farmasi, dan bahan bakar nabati (Palupi dan Yopi 2008). Namun, nilai produktivitas CPO Indonesia tersebut belum tergolong tinggi karena bila menggunakan bibit unggul kelapa sawit potensinya dapat mencapai 7.5 ton CPO hektar-1 (Husni 2012). Potensi produktivitas dapat dicapai apabila sejak bibit di pembibitan utama mendapatkan hara yang cukup dengan aplikasi pemupukan yang tepat jenis, jumlah, cara dan waktu.

Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam pengusahaan kelapa sawit adalah saat menyiapkan bibit di pembibitan kelapa sawit (Harahap et al. 2005). Pembibitan merupakan langkah awal dari seluruh rangkaian kegiatan budidaya kelapa sawit yang sangat berpengaruh terhadap produktivitas tanaman dan umur tanaman berproduksi (Jannah et al. 2012). Perhatian yang tetap dan terus menerus diperlukan kelapa sawit pada umur 1-1.5 tahun pertama sehingga pembibitan penting dilakukan pada budidaya kelapa sawit (Pahan 2006).

Pertumbuhan bibit yang baik merupakan faktor utama dalam memperoleh tanaman yang baik di lapangan, maka untuk itu diperlukan penanganan dan pemeliharaan bibit yang tepat. Kebutuhan bibit kelapa sawit untuk perluasan areal dan peremajaan terus meningkat sehingga penyediaan bibit berkualitas memerlukan dukungan program pemupukan yang tepat (Santi dan Goenadi 2008). Pemupukan yang tepat menjadi satu keharusan untuk menghasilkan tanaman yang berproduktivitas tinggi mengingat kelapa sawit tergolong tanaman yang membutuhkan unsur hara dalam jumlah yang banyak (Sutarta et al. 2005). Pemupukan bibit bertujuan menjamin kecukupan dan keseimbangan hara kelapa sawit serta menghasilkan produksi tandan buah segar yang optimal sehingga diperoleh produksi dan kualitas minyak yang baik (Harahap et al. 2005).

Bibit kelapa sawit yang unggul memiliki pertumbuhan fisik yang baik dan sehat dengan perkembangan yang normal. Tingkat kesehatan tanaman pada fase pembibitan sangat ditentukan oleh intensitas pemeliharaan bibit dari kecambah hingga siap dipindahkan. Dosis pemupukan yang tepat sesuai dengan kebutuhan tanaman sangat diperlukan, karena pada fase ini pertumbuhan tanaman sangat

(16)

(Lubis 2008). Dosis optimum Nitrogen dan Fosfor untuk kelapa sawit di pembibitan utama selama 6 bulan masing-masing diketahui sebesar 1.32 N g tanaman-1 dan 4.24 P g tanaman-1 (Darwis 2012).

Unsur hara makro yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan kelapa sawit adalah Nitrogen, Fosfor dan Kalium. Nitrogen berperan dalam pembentukan klorofil, memacu pertumbuhan vegetatif tanaman, penyusun dari banyak senyawa, dan meningkatkan kualitas daun (Rachman et al. 2008). Kalium berperan dalam proses fisiologi tanaman seperti aktivator enzim, pengaturan sel turgor, fotosintesis, transpor hara dan air, meningkatkan daya tahan tanaman, dan memperbaiki ukuran, rasa, warna serta kulit buah (Rahardjo 2006). Pupuk majemuk (NPK) adalah pupuk yang mengandung dua atau lebih unsur hara. Penggunaan pupuk majemuk ini menjamin diterapkannya teknologi pemupukan berimbang sehingga dapat meningkatkan produksi dan mutu hasil tanaman. Selain itu, pupuk majemuk juga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemupukan, mudah dalam aplikasi serta mudah diserap oleh tanaman (Primanti dan Haridjaja 2005).

Pemberian bahan organik dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Yang et al. 2004) seperti meningkatkan kapasitas air, kapasitas tukar kation, porositas, pH, serta merangsang pertumbuhan mikroorganisme di dalam tanah (Leszczynska dan Malina 2011). Dengan pemberian pupuk organik maka dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pupuk anorganik (NPK) terhadap pertumbuhan tanaman (Widowati 2009). Santi dan Goenadi (2008) menyatakan bahwa pemupukan kelapa sawit menggunakan pupuk organik dengan pupuk KCl menghasilkan pertumbuhan bibit yang lebih baik dibandingkan dengan pemupukan dosis standard pembibitan.

Pemberian pupuk organik dan anorganik dengan perlakuan dosis yang tepat dapat memberikan pertumbuhan yang optimal bagi bibit kelapa sawit. Untuk itu penelitian ini dirancang agar didapatkan kombinasi pemupukan yang tepat untuk kelapa sawit di pembibitan utama. Pupuk organik yang memiliki banyak keuntungan dapat mengimbangi pemberian pupuk anorganik agar efektif dan efisien pada kelapa sawit.

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk :

1. mendapatkan kombinasi dosis pupuk organik dan pupuk NPK yang tepat untuk bibit kelapa sawit di pembibitan utama,

2. mengetahui pengaruh pupuk organik untuk meningkatkan efektivitas penggunaan pupuk NPK pada bibit kelapa sawit di pembibitan utama, 3. mengetahui efisiensi pemupukan NPK bibit kelapa sawit pada kombinasi

(17)

Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian adalah :

1. pemberian pupuk organik dengan pupuk NPK menghasilkan pertumbuhan yang lebih baik,

2. pemberian pupuk organik dapat meningkatkan efektivitas pemakaian pupuk NPK pada bibit kelapa sawit di pembibitan utama,

3. pemberian pupuk organik dapat meningkatkan efisiensi pemupukan NPK pada bibit kelapa sawit di pembibitan utama.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Morfologi Kelapa Sawit

Tanaman Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman yang berasal dari Afrika dan telah ada di Indonesia sejak tahun 1848. Negara-negara produsen kelapa sawit adalah Indonesia dan Malaysia di kawasan Asia Tenggara, Columbia dan Ekuador di kawasan Amerika Latin, Nigeria dan Kamerun di kawasan Afrika. Negara-negara tersebut mempunyai kondisi iklim yang sesuai untuk pertumbuhan kelapa sawit.Tanaman kelapa sawit dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu bagian vegetatif dan bagian generatif. Bagian vegetatif kelapa sawit meliputi akar, batang dan daun, sedangkan bagian generatif yang merupakan alat perkembangan terdiri dari bunga dan buah (Purwanto 2009).

Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil. Akar tanaman kelapa sawit terdiri dari akar serabut primer yang tumbuh vertikal ke dalam tanah dan horizontal ke samping. Akar primer tumbuh dari pangkal batang dan mempunyai diameter antara 8 - 10 mm serta panjangnya dapat mencapai 18 m. Akar sekunder tumbuh dari akar primer dan mempunyai diameter antara 2-4 mm. Dari akar sekunder tumbuh akar tersier dan mempunyai diameter 0.7-1.5 mm serta panjangnya sekitar 15 cm. Akar kuarter berdiameter 0.1-0.5 mm tumbuh dari akar tersier dan panjangnya sekitar 1-4 mm. Akar tersier dan kuarter berjumlah sangat banyak membentuk masa yang sangat lebat dekat permukaan tanah. Penyerapan unsur hara dilakukan oleh akar kuarter (Mangoensoekarjo dan Semangun 2008).

Batang kelapa sawit tidak memiliki kambium dan tidak bercabang. Batang berbentuk silinder dengan diameter antara 20-75 cm, tinggi batang bertambah kira-kira 75 cm tahun-1 dan tinggi maksimum 24 m. Batang berfungsi sebagai penyangga tajuk serta menyimpan dan mengangkut bahan makanan (Savitri 2011).

(18)

kekiri dan kekanan. Rumus daun ini penting untuk mengetahui letak daun ke-9, ke-17 atau lainnya yang dipakai sebagai standar pengukuran pertumbuhan maupun pengambilan contoh daun (Adlin 2008).

Tanaman kelapa sawit berumah satu atau monoecious di mana bunga jantan dan betina berada dalam satu pohon, namun terletak pada tandan bunga yang berbeda dan keluar dari ketiak pelepah. Bunga jantan berbentuk lonjong memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat. Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman yang menyerbuk silang (Lubis 2008).

Buah kelapa sawit termasuk jenis buah keras (drupe), menempel dan bergerombol pada tandan buah. Jumlah buah per tandan dapat mencapai 1-600 buah, berbentuk lonjong sampai membulat. Panjang buah berkisar 2 - 5 cm dan beratnya sampai 30 gram. Buah kelapa sawit mencapai kematangan (siap untuk panen) sekitar 5 - 6 bulan setelah terjadinya penyerbukan. Warna buah bergantung pada varietas dan umurnya (Mangoensoekarjo dan Semangun 2008).

Berdasarkan ketebalan cangkang, tebal tipisnya cangkang tanaman kelapa sawit dapat dibagai menjadi tiga jenis yaitu:

 Dura, memiliki cangkang tebal (3-5 mm), daging buah tipis, dan rendemen minyak 15-17%.

 Pisifera, tidak memiliki cangkang, tetapi daging buahnya tebal dan bijinya kecil. Rendemen minyaknya tinggi (lebih dari 23%). Tandan buahnya hampir selalu gugur sebelum masak, sehingga jumlah minyak yang dihasilkan sedikit.

 Tenera, merupakan hasil persilangan antara Dura dan Psifera, memiliki cangkang tipis (2-3 mm) atau tebal (3-5 mm), daging buah tebal dan rendemen minyak 21-23% (Jefrialdi 2010).

Ekologi Kelapa Sawit

Kondisi iklim yang optimal untuk penanaman kelapa sawit adalah yang memiliki suhu 25-28C, curah hujan 1700-2500 mm tahun-1, kelembaban relatif (RH) diatas 85%, dan radiasi matahari sebesar 16-17 MJ/m2 per hari. Ketinggian tempat yang sesuai untuk tanaman kelapa sawit adalah 0-400 meter di atas permukaan laut (Wigena et al. 2009).

Tanah yang baik untuk budidaya kelapa sawit adalah tanah dengan tekstur lempung-liat, berdrainase baik, kedalaman tanah >100 cm, dan tidak berbatu. Topografi datar, berombak dan bergelombang dapat sesuai untuk budidaya kelapa sawit dengan lereng antara 0-25%. pH optimum untuk kelapa sawit adalah 5-6, dengan KTK >16 cmol kg-1 dan C organik >0.8% (Lumbangaol 2010).

(19)

Pembibitan Utama Kelapa Sawit

Bibit merupakan produk dari suatu proses pengadaan tanaman yang dapat berpengaruh terhadap pencapaian hasil produksi dan masa selanjutnya. Pembibitan merupakan langkah awal dari seluruh rangkaian kegiatan budidaya tanaman kelapa sawit. Melalui tahap pembibitan ini diharapkan akan menghasilkan bibit yang baik dan berkualitas. Bibit kelapa sawit yang baik memiliki kekuatan dan penampilan tumbuh yang optimal serta berkemampuan dalam menghadapi kondisi cekaman lingkungan saat pelaksanaan transplanting

(Asmono et al. 2003).

Pembibitan kelapa sawit terdiri dari dua sistem, yaitu sistem pembibitan satu tahap dan dua tahap. Sistem pembibitan satu tahap artinya kecambah langsung ditanam di polibag besar yang telah disiapkan untuk pembibitan selama 12 bulan. Sistem pembibitan dua tahap terdiri dari pembibitan pendahuluan dan pembibitan utama. Pembibitan pendahuluan atau disebut dengan pre nursery

adalah menanam kecambah di baby polibag selama 3 bulan. Setelah masa pre nursery selesai, bibit diseleksi kemudian dipindahkan ke polibag besar sampai berumur 10-12 bulan, masa ini dinamakan main nursery. Seleksi bibit pada main nursery ini dilakukan pada saat bibit dipindahkan dari pre nursery, umur 4 bulan, 8 bulan dan pada saat bibit pindah tanam ke lapangan. Sistem pembibitan dua tahap ini lebih sering digunakan dan disarankan karena proses seleksi yang lebih ketat sehingga dapat menjamin mutu bibit yang dihasilkan.

Pemupukan Kelapa Sawit

Kelapa sawit membutuhkan unsur hara makro dan mikro untuk menunjang pertumbuhannya. Unsur hara makro adalah unsur-unsur yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah besar (0.1-5%), yang meliputi C, H, O, N, P, K, Ca, S dan Mg. Unsur hara makro ini harus terpenuhi karena apabila tidak tersedia dapat menghambat atau bahkan mematikan tanaman. Unsur hara mikro adalah unsur-unsur yang diperlukan tanaman dalam jumlah lebih kecil, yakni kurang dari 0.025%. Unsur hara mikro meliputi Fe, Mn, Cu, Zn, Mo, B, dan Cl.

Kelapa sawit membutuhkan unsur hara makro dan mikro yang terdiri dari N, P, K, Ca, Mg, S, B, Mo, Cl, Zn, Cu, Fe dan Mn. Unsur hara ini tersedia dalam tanah dan bersumber dari pupuk anorganik yang memiliki kandungan hara yang cukup tinggi seperti penggunaan Urea, SP-36, KCl, pupuk majemuk, dan lainnya (Kurniadinata 2010). Pemupukan di pembibitan kelapa sawit bertujuan untuk menjamin kecukupan dan keseimbangan hara tanaman sehingga pertumbuhannya optimal. Umumnya total penambahan masing-masing unsur hara hingga bibit berumur 52 minggu adalah 35.1 g N, 15,1 g P, 34.9 g K, dan 12.6 g Mg (Harahap

et al. 2005).

(20)

2007). Pupuk majemuk tersebut biasanya dipesan langsung oleh perkebunan kepada produsen pupuk, sehingga umumnya pupuk majemuk dengan dosis tersebut kurang tersedia di pasaran.

Pupuk Organik

Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan atau bagian hewan dan atau limbah organik lainnya yang telah melalui proses rekayasa, berbentuk padat atau cair, dapat diperkaya dengan bahan mineral dan atau mikroba, yang bermanfaat untuk meningkatkan kandungan hara dan bahan organik tanah serta memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah (PERMENTAN 2011). Bahan organik juga merupakan zat perekat yang dapat memperbaiki struktur tanah dan pada peruraiannya dapat menghasilkan karbondioksida, air dan unsur hara (Wigati et al. 2006).

Pupuk organik merupakan hasil akhir dari peruraian bagian-bagian atau sisa- sisa (serasah) tanaman dan binatang, misalnya pupuk kandang, pupuk hijau, kompos, bungkil, guano, tepung tulang dan lain sebagainya. Limbah atau kotoran

hewan merupakan bahan organik yang bermanfaat bagi tanah pertanian (Yuliarti 2009). Sisa tumbuhan dan hewan mengandung banyak unsur hara dalam

bentuk organik. Sebelum diserap tanaman, bahan organik tersebut harus didekomposisi terlebih dahulu dengan bantuan mikroorganisme kemudian

menjadi bentuk anorganik, proses ini disebut dengan mineralisasi (Taiz and Zeiger 2002). Bahan organik yang telah mengalami dekomposisi

sempurna menghasilkan humus yang sifatnya mantap dan tahan terhadap dekomposisi lebih lanjut (Munawar 2011).

Pupuk organik mengandung bahan organik yang mampu meningkatkan pertumbuhan dan produksi pertanaman dengan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Bahan organik juga dapat mensuplai kebutuhan hara makro dan mikro tanaman, serta dapat mensubstitusi hara-hara yang berasal dari pupuk anorganik (Makinde et al. 2011). Peranan bahan organik dalam memperbaiki sifat fisik tanah adalah dengan meningkatkan daya serap dan daya pegang tanah terhadap air (Dharmawan 2003), meningkatkan granulasi (pembutiran) agregat sehingga agregat tanah lebih mantap, mengurangi plastisitas dan kelekatan, memperbaiki aerasi tanah (Syukur 2005), dan mengurangi erosi permukaan tanah (Munawar 2011).

Fungsi bahan organik dalam memperbaiki sifat kimia tanah adalah dengan meningkatkan kandungan unsur hara, kapasitas tukar kation, dan kemampuan tanah mengikat atau menyerap ion sehingga kehilangan unsur hara karena pelindian berkurang (Schnitzer 1991), serta memiliki kemampuan untuk dapat menetralkan pH tanah (Cooperband 2002). Peranan bahan organik dalam memperbaiki sifat kimia tanah tidak terlepas kaitannya dengan dekomposisi bahan organik, karena pada proses dekomposisi terjadi akumulasi residu tanaman dan hewan seperti lignin, tanin, senyawa N dan mineral yang dapat menambah unsur hara di dalam tanah.

(21)

Mikroorganisme memanfaatkan unsur karbon yang terdapat pada pupuk organik menjadi sumber energinya (Lesmanawati 2005). Pemberian bahan organik juga dapat meningkatkan mutu dan kualitas hasil (Chairani 2006). Tanaman yang dipupuk dengan pupuk organik cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia. French (1994) menyatakan bahwa pupuk organik juga dapat mendorong pertumbuhan cacing tanah dan membuat tanaman lebih resisten terhadap hama dan penyakit.

Tanaman kelapa sawit memerlukan media tanah yang bersifat permeabel (mudah meloloskan dan menyerap air dan udara tanah), dan memiliki kandungan air yang sesuai kebutuhan tanaman. Media tanam yang sering digunakan pada pembibitan adalah top soil, namun saat ini mulai ada kesulitan dalam mencari dan menyediakan tanah topsoil dalam skala besar untuk media pembibitan. Oleh karena itu bahan organik dapat dijadikan sebagai bahan campuran dalam media pembibitan kelapa sawit. Bahan organik diharapkan dapat meningkatkan daya dukung tanah akan ketersediaan unsur hara terhadap pembibitan kelapa sawit.

Penggunaan pupuk organik pada medium pembibitan kelapa sawit sangat diperlukan untuk mengatasi terbatasnya ketersediaan bahan organik pada lapisan tanah bagian atas (Lubis 2008). Pupuk organik berbentuk padat dapat digunakan dalam kegiatan pembibitan kelapa sawit dengan cara dicampurkan dengan media pembibitan (tanah) dalam polybag. Pupuk organik juga diberikan pada saat penanaman kelapa sawit di lapangan dan pada areal penanaman kelapa sawit yang telah berproduksi. Pemupukan pada saat penanaman dilakukan dengan cara memberikan pupuk organik di dalam lubang tanam yang telah disiapkan, sedangkan pada areal penanaman yang telah berproduksi pupuk organik dapat diberikan dengan cara larikan atau membuat lubang tanam disekitar tanaman kelapa sawit (Kurniadinata 2010).

Pupuk organik yang berasal dari kotoran hewan umumnya mudah terurai karena C/N rasio yang rendah. Selain itu, penggunaan pupuk organik tersebut secara ekonomis murah, mudah diperoleh, dan tanpa pendekatan teknologi yang tinggi sehingga relatif mudah dijangkau oleh petani (Rachman et al. 2008). Salah satu jenis pupuk organik kotoran hewan yang dapat diaplikasikan dalam pembibitan kelapa sawit adalah pupuk yang berasal dari kotoran sapi. Pupuk organik dari kotoran sapi mempunyai kadar serat yang tinggi seperti selulosa, memudahkan pertumbuhan akar tanaman, daya serap air yang lebih lama pada tanah, memperbaiki tekstur dan struktur tanah, meningkatkan porositas, aerasi dan mikroorganisme tanah. Untuk memaksimalkan penggunaan pupuk organik kotoran sapi harus dilakukan pengomposan dengan rasio C/N di bawah 20 (Hartatik dan Widowati 2010).

Pupuk organik yang digunakan pada penelitian ini adalah pupuk organik kotoran sapi biolaksmi yang memiliki kandungan C organik 30.96%, N total 1.56%, P total 1.42%, K 2.08% dan rasio C/N 19.8 (Lampiran 4). Berdasarkan rasio C/N, maka pupuk organik yang digunakan pada penelitian ini telah terdekomposisi sehingga cepat tersedia dan mudah diserap oleh tanaman.

(22)

batang, dan berat kering daun karena adanya respon pertumbuhan vegetatif akibat penambahan unsur yang terkandung dalam pupuk organik. Pertumbuhan terbaik terdapat pada perlakuan pupuk kandang sapi yang diikuti perlakuan pupuk kandang kambing.

Pupuk NPK

Pupuk majemuk adalah pupuk yang mengandung dua atau lebih unsur hara dengan jumlah yang berbeda pada setiap kemasannya seperti misalnya NPK 10-14-10 menunjukkan persentase kandungan N, P2O5, dan K berturut-turut (Taiz

and Zeiger 2002). Pupuk NPK merupakan salah satu pupuk majemuk yang sering digunakan dalam budidaya tanaman kelapa sawit. Unsur hara nitrogen bersama-sama P dan K sering disebut juga hara primer karena merupakan unsur yang paling sering menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman (Munawar 2011). Interaksi antara unsur N, P dan K sangat nyata berbeda dan bibit sangat peka terhadap perubahan perimbangan antara unsur-unsur hara (Lubis 2008).

Sulitnya mempertahankan ketersediaan beberapa pupuk tunggal tepat pada waktunya merupakan alasan utama penggunaan pupuk majemuk agar terdapat keseimbangan hara di dalam tanah. Ketersediaan hara di dalam tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berkaitan satu dengan lainnya, seperti pH tanah, KTK tanah, komposisi kation berkaitan dengan efek sinergisme maupun antagonisme di dalam tanah. Dengan demikian penggunaan satu unsur hara perlu mempertimbangkan unsur hara lainnya agar hara tersebut berada dalam kondisi yang optimum di dalam tanah untuk dapat diserap tanaman. Pupuk majemuk memiliki keunggulan dibandingkan dengan pupuk tunggal, yaitu lebih praktis dalam pemasaran, transportasi, penyimpanan, dan aplikasinya di lapangan karena satu jenis pupuk majemuk mengandung keseluruhan atau sebagian besar hara yang dibutuhkan tanaman. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah dosis aplikasi pupuk majemuk harus selalu memperhatikan jumlah hara yang diperlukan tanaman (Sutarta et al. 2005).

(23)

dan diameter batang) yang lebih baik apabila dibandingkan dengan tanggap terhadap penggunaan pupuk konvensional dosis standar pembibitan.

Pemupukan anorganik yang penting untuk tanaman adalah pemupukan dengan kombinasi tiga unsur hara utama yaitu Nitrogen, Fosfor dan Kalium (Wurts et al. 2005) atau sering disebut dengan pupuk majemuk NPK. Ketiga unsur hara tersebut sering disebut juga unsur hara primer karena merupakan unsur

yang paling sering menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman (Munawar 2011).

Nitrogen adalah unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman, yang pada umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian-bagian vegetatif tanaman, seperi daun, batang, dan akar. Kegunaan unsur nitrogen bagi tanaman adalah untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman, meningkatkan kadar protein (asam amino) dalam tubuh tanaman, meningkatkan berkembangbiaknya mikroorganisme tanah, meningkatkan kualitas tanaman penghasil daun dan membuat daun lebih hijau (CFF 2011).

Nitrogen di dalam tanaman merupakan unsur yang sangat penting untuk pembentukan protein, daun-daunan dan persenyawaan organik lainnya. Nitrogen diserap oleh tanaman dalam bentuk anorganik yaitu NO3- atau NH4+, dari dua

bentuk nitrogen ini tanaman lebih banyak menyerap dalam bentuk NO3

-(Marschner 1995). Hara N bersifat mobil di dalam tanah dan mudah hilang apalagi dengan pemberian yang kurang tepat. Hampir semua tanaman baik di lahan sawah maupun lahan kering sangat membutuhkan hara N (Kasno 2010).

Fosfor memiliki banyak fungsi penting bagi tanaman, salah satu yang utama adalah menjadi sumber dan transfer energi dalam tanaman. ADP dan ATP adalah senyawa fosfat berenergi tinggi yang mengontrol banyak reaksi di dalam tanaman seperti fotosintesis, respirasi, sintesis protein dan asam amino, dan transpor unsur hara melalui sel tanaman (Booromand dan Grough 2012). Hara P bersifat immobil di dalam tanah karena sebagian besar P tanah dijerap menjadi bentuk tidak tersedia bagi tanaman. Ketersediaan P untuk pertumbuhan tanaman tergantung kepada mobilitasnya di dalam tanah dan keseimbangan antara bentuk P larut dan terjerap (Nursyamsi et al. 2011).

Kalium merupakan hara utama ketiga setelah N dan P. Unsur K mempunyai fungsi yang sangat penting pada proses fisiologis tanaman seperti aktifitas enzim, pengaturan sel turgor, fotosintesis, transport hasil fotosintesis, transport hara dan air, serta metabolisme pati dan protein. Di samping itu unsur K juga berfungsi dalam permeabilitas dinding sel tanaman. Apabila tanaman kekurangan unsur K akan dapat menurunkan kekuatan batang dan ketahanan tanaman terhadap terjangkitnya hama dan penyakit (Sanyal dan Dhar 2006).

3 METODE

(24)

Analisis Tanah, analisis pupuk dan analisis jaringan tanaman dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB.

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit kelapa sawit Tenera umur 4 bulan hasil persilangan Dura dan Pisifera (D x P) varietas Damimas, top soil, polybag berukuran 50 cm x 40 cm dengan ketebalan 0.02 mm, tali plastik, kayu untuk plot penyangga, Mankozeb 80%, Karbaril 85%, pupuk kotoran sapi, pupuk NPK 15:15:15, cat kuku, air dan bahan-bahan kimia untuk analisis tanah dan jaringan tanaman.

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik, jangka sorong, mikroskop, SPAD-502 Plus Chlorophyll meter, dan leaf area meter.

Prosedur Analisis Data

Penelitian ini menggunakan Rancangan Faktorial dalam lingkungan Acak Kelompok dengan perlakuan terdiri atas dua faktor, yaitu :

1. Perlakuan perbandingan volume pupuk organik dan top soil yaitu : P0 : kontrol (tanpa pupuk organik)

P1 : pupuk organik : Top Soil 1 : 6

P2 : pupuk organik : Top Soil 2 : 6

P3 : pupuk organik : Top Soil 3 : 6

2. Perlakuan jumlah dosis pupuk NPK selama 7 bulan yaitu : M0 : 0.0 g tanaman-1

M1 : 127.5 g tanaman-1

M2 : 255.0 g tanaman-1

M3 : 382.5 g tanaman-1

(25)

Tabel 1 Dosis pupuk NPK (g tanaman-1) kelapa sawit di pembibitan utama Umur

(Bulan) M0 M1 M2 M3

0 0 7.5 15 22.5

1 0 7.5 15 22.5

2 0 7.5 15 22.5

3 0 15 30 45

4 0 15 30 45

5 0 15 30 45

6 0 30 60 90

7 0 30 60 90

Jumlah 0 127.5 255 382.5 Model linier aditif dari rancangan yang digunakan sebagai berikut :

Yijk = µ + ρi + αj + βk + (αβ)jk + εijk

Keterangan :

i = 1, 2, 3, 4 j = 1, 2, 3, 4

Yijk = respon pengamatan pada unit percobaan yang mendapat perlakuan dosis pupuk organik pada taraf ke-i dan dosis pupuk NPK pada taraf ke-j dengan ulangan ke-k

µ = rataan umum

ρi = pengaruh dari blok ke - i

αj = pengaruh perlakuan dosis pupuk organik ke-j

βk = pengaruh perlakuan dosis pupuk NPK ke-k

(αβ)jk = pengaruh interaksi perlakuan dosis pupuk organik ke-j dan pupuk NPK ke-k

εijk = pengaruh erorr dari perlakuan pemberian dosis pupuk organik ke-j dan dosis pupuk NPK ke-k dengan blok ke-i

Pelaksanaan Percobaan

(26)

Penanaman bibit

Bibit yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit Tenera varietas Damimas yang telah berumur 4 bulan. Bibit berasal dari pre nursery dan memiliki pertumbuhan yang baik. Bibit ditanam dalam polibag yang berukuran 50 cm x 40 cm dengan hati - hati untuk menghindari kerusakan pada akar, selanjutntya polibag disusun di areal penelitian dengan jarak antar polibag 90 cm x 90 cm x 90 cm.

Perlakuan dosis

Pupuk yang digunakan sebagai perlakuan ditimbang sesuai dengan dosis yang telah ditetapkan. Perlakuan pupuk organik diberikan pada saat persiapan media tanam. Pupuk organik dicampur merata dengan top soil kemudian dimasukkan ke dalam polibag. Perlakuan pupuk NPK diberikan sebanyak 8 kali aplikasi yaitu 2 minggu setelah pindah tanam ke pembibitan utama dan selanjutnya sekali setiap bulannya sampai bibit berumur 8 bulan di pembibitan utama. Pemupukan dilakukan dengan cara membenamkan pupuk di dalam alur yang dibuat melingkar dengan jarak ± 10 cm dari tanaman.

Pemeliharaan

Penyiraman dilakukan pada pagi hari kurang lebih sebanyak 1 liter air, apabila turun hujan dalam jumlah yang cukup tidak dilakukan penyiraman. Penyiangan gulma di dalam polibag dan di lapangan dilakukan secara rutin dua minggu sekali atau disesuaikan dengan intensitas pertumbuhan gulma dan dilakukan secara manual. Pengendalian hama dan penyakit pada bibit kelapa sawit dilakukan sedini mungkin (early warning system), bila terdapat serangan maka dikendalikan dengan menggunakan insektisida berbahan aktif karbaril 85% dan fungisida berbahan aktif mankozeb 80% untuk serangan cendawan. Insektisida dan fungisida masing-masing digunakan sebanyak 25-30 gram dilarutkan ke dalam 15 liter air.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan mulai dari bibit berumur dua minggu sejak pindah tanam dari pembibitan awal ke pembibitan utama, pengamatan selanjutnya dilakukan satu kali setiap empat minggu sampai bibit berumur delapan bulan. Jumlah sampel yang diamati pada setiap perlakuan berjumlah lima tanaman. Parameter yang diamati adalah respon morfologi tanaman (tinggi tanaman, luas daun, jumlah daun, dan diameter batang) dan respon fisiologi tanaman (kandungan klorofil, kerapatan stomata, biomassa dan analisis jaringan daun). Neraca dan dinamika hara dilakukan dengan analisis tanah pada awal dan akhir penelitian.

Respon Morfologi Tanaman

(27)

Jumlah Daun (helai). Jumlah daun yang dihitung adalah daun yang telah membuka sempurna. Penghitungan jumlah daun dilakukan mulai 2 minggu setelah pindah tanam dan kemudian sekali dalam sebulan sampai dengan tanaman berumur 8 BSP.

Diameter Batang (cm). Pengertian diameter batang disini adalah kumpulan pelepah daun. Pengukuran diameter batang dengan menggunakan jangka sorong diukur 5 cm diatas permukaan tanah. Pengukuran dilakukan mulai dua minggu setelah pindah tanam dan kemudian sekali dalam sebulan sampai dengan tanaman berumur 8 BSP.

Luas Daun. Pengukuran luas daun (cm2) dilakukan dengan menggunakan leaf area meter. Daun yang diukur adalah daun yang ke empat dari dan pengukuran dilakukan sekali sebulan sampai dengan tanaman berumur 3 BSP.

Biomassa (g). Pengukuran biomassa dilakukan dengan menimbang berat kering dari akar, pelepah dan daun (leaflet) kelapa sawit yang masing-masing terlebih dahulu sudah dipisahkan. Kemudian dikeringkan dalam oven selama 48 jam dengan suhu 80o C, lalu ditimbang bobot keringnya. Pengukuran dilakukan pada akhir percobaan (8 BSP) dengan mengambil sampel perlakuan terbaik dan kontrol.

Respon Fisiologi Tanaman

Kandungan Klorofil. Pengamatan kehijauan daun dilakukan dengan

menggunakan alat SPAD-502 plus chlorophyll meter pada umur 3 sampai dengan 8 BSP. Daun yang diamati adalah daun ke empat dan dilakukan pengukuran di tiga titik daun yaitu pangkal, tengah dan ujung daun. Nilai kehijauan daun yang diperoleh kemudian dikonversi untuk mendapatkan nilai kandungan klorofil. Rumus yang digunakan adalah Y=0.0007x–0.0059, dimana Y adalah kandungan klorofil dan X adalah nilai hasil pengukuran SPAD-502 (Farhana et al. 2007). Kerapatan Stomata. Pengamatan jumlah stomata dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada umur bibit empat dan akhir percobaan. Daun yang diukur adalah daun ke 4. Pengambilan sampel stomata dilakukan pada pagi hari dengan cara mengoleskan cat kuku di permukaan atas dan bawah daun, kemudian dibiarkan mengering. Setelah mengering, bagian yang telah dioleskan tadi ditempelkan selotip bening lalu ditekan agar cat kuku menempel dengan baik di selotip. Selotip dilepaskan dari daun kemudian ditempelkan pada gelas objek. Stomata diamati di mikroskop elektron dengan perbesaran 40 kali.

Kandungan Hara Jaringan Tanaman (Akar, Pelepah, Daun). Pengukuran

(28)

60oC selama 24 jam. Contoh komposit daun yang telah dikeringkan kemudian digiling dan diayak dengan ayakan berdiameter 1 mm. Contoh daun kemudian dianalisis secara pengabuan basah dengan HNO3 65%, HClO4 70%, H2SO4 98%,

katalisator campuran selena dengan Na2SO4 (500g Na2SO4 + 5 g Selenium);

kemudian ditetapkan kadar hara N, P, dan K. N ditetapkan dengan cara destilasi Kjeldahl sedangkan unsur P dan K dengan metode Double Acid (HNO3 + HClO4).

Unsur P ditetapkan secara Spectrofotometer (molibdenum biru) dengan panjang gelombang 639 nm, sedangkan K ditetapkan secara Flamefotometer.

Analisis Tanah. Analisis tanah dilakukan pada saat awal penelitian dan akhir penelitian. Pada awal penelitian sampel tanah diambil secara komposit yang diperoleh di beberapa titik yang mewakili areal yang ditetapkan sebagai lokasi penelitian. Sampel tanah dibersihkan dari sisa-sisa akar dan diambil 200 g untuk dianalisis. Analisis tanah dilakukan terhadap tekstur tanah, kadar C-organik, N total, P (HCl 25% dan Bray 1), pH, KTK, KB, Al-dd, dan unsur hara mikro (Fe, Cu, Zn, Mn). Pada akhir penelitian pengambilan sampel tanah diambil dari perlakuan yang terbaik, pengambilan sampel ini terdiri dari 4 (empat) kedalaman yaitu 0-7 cm, 7-14 cm, 14-21 cm dan 21-28 cm. Sampel tanah dikeluarkan secara hati-hati dari dalam polibag kemudian diukur N, P dan K total. Pengamatan ini bertujuan untuk melihat dinamika hara dalam media tanam pembibitan kelapa sawit.

Neraca Hara (N, P dan K). Neraca hara dihitung pada akhir penelitian (8 BSP) berdasarkan perlakuan terbaik. Perhitungan meliputi sumber hara (kandungan hara tanah awal dan pupuk), recovery nutrient (kandungan hara tanah akhir dan serapan tanaman), efisiensi pemupukan dan persentase pupuk yang hilang. Persentase efisiensi pemupukan adalah perbandingan jumlah hara yang diserap oleh tanaman dengan jumlah hara yang diberikan dari pupuk NPK. Persentase pupuk yang hilang adalah perbandingan antara hara yang berasal dari pupuk NPK dan hara yang ada didalam tanah akhir dikurangi tanah awal serta hara yang diserap tanaman dengan hara yang diberikan dari pupuk NPK.

Peningkatan Pertumbuhan. Peningkatan pertumbuhan dihitung pada peubah

tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter batang umur 8 BSP. Perhitungan peningkatan pertumbuhan dilakukan terhadap kontrol dengan rumus sebagai berikut :

Peningkatan pertumbuhan = Nilai Perlakuan – Nilai Kontrol x 100% Nilai Kontrol

(29)

terhadap kontrol. Efektivitas agronomi relatif dihitung pada peubah tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter batang umur 8 BSP. Rumus perhitungan efektivitas agronomi relatif adalah sebagai berikut :

Efektivitas agronomi relatif = _Nilai Perlakuan – Nilai Kontrol_ x 100% Nilai Pembanding – Nilai Kontrol

Analisis Data. Data dianalisis dengan sidik ragam, apabila dalam sidik ragam

pada taraf α 0.05 terdapat pengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) yang didasarkan pada segugus nilai pembanding yang nilainya meningkat tergantung dari jarak peringkat dua buah perlakuan yang akan dibandingkan (Mattjik dan Sumertajaya 2006). Perhitungan dilakukan dengan menggunakan SAS (Statistical Analysis Sistem), Minitab dan Microsoft Excel.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum

Hasil analisis tanah awal menunjukkan bahwa tekstur tanah terdiri dari pasir 4.47%, debu 21.07% dan liat 74.46%. Reaksi tanah tergolong masam dengan pH (H2O) 4.90, kandungan C organik sedang (2.39 %), N total sedang (0.23%), P

(Bray 1) sangat rendah (5.9 ppm), dan K rendah (0.20 me 100g-1). Kandungan unsur hara lainnya yaitu Ca (1.81 me/100g), Mg (0.55 me/100g), dan Na (0.28%) tergolong rendah. Kapasitas tukar kation tanah tergolong sedang (17.40 me/100g) dan kejenuhan basa tergolong sangat rendah (16.32%). Hasil analisis tanah awal yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 2.

Curah hujan di lokasi percobaan (Desember 2011-September 2012) berkisar antara 79.0-548.9 mm per bulan, tertinggi pada bulan Februari 2012 dan terendah pada bulan Agustus 2012, dengan rata-rata curah hujan 241.74 mm/bulan. Jumlah hari hujan berkisar antara 10-31 hari dengan rata-rata 23 hari, suhu bulanan berkisar antara 25.1-26.2C dengan rata-rata 25.9C, kelembaban udara berkisar antara 74-86% dengan rata–rata 82.4%/bulan dan lama penyinaran berkisar antara 2-7 jam/hari dengan rata-rata 4 jam/hari. Lama penyinaran tertinggi pada bulan Agustus 2012 dan terendah pada bulan Januari 2012 (data iklim diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika Bogor).

Pengamatan terhadap serangan hama dan penyakit selama penelitian berlangsung menunjukkan bahwa hama yang menyerang bibit kelapa sawit adalah belalang (Valanga nigricornis) dan ulat api (Setora nitens), sedangkan penyakit yang menyerang bibit adalah bercak daun Curvularia dan busuk kering daun.

(30)

(imperata cylindrica), papaitan (Axonopus compressus) dan teki (Cyperus rotundus). Pengendalian gulma dilakukan secara manual pada gulma di lahan penelitian dan di dalam polibag. Gambaran keadaan umum bibit kelapa sawit di lokasi penanaman disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Bibit kelapa sawit pada penelitian di pembibitan utama (a) 0 BSP dan (b) 8 BSP.

Tanggap Morfologi Tanaman

Tinggi Tanaman

Pengukuran tinggi tanaman kelapa sawit pada awal penelitian (0 BSP) menunjukkan bahwa tinggi tanaman bibit kelapa sawit tidak berbeda nyata sehingga bibit yang digunakan sudah tergolong seragam. Pemberian pupuk organik berpengaruh nyata secara tunggal dalam meningkatkan tinggi tanaman mulai umur 1-7 BSP, sedangkan pupuk NPK berpengaruh nyata secara tunggal mulai umur 2-7 BSP. Pemberian pupuk organik dan NPK secara nyata meningkatkan tinggi tanaman dibandingkan dengan perlakuan tanpa pemupukan, sedangkan antara perlakuan pupuk organik dan NPK tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Walaupun pemberian berbagai taraf pupuk organik dan NPK tidak berpengaruh nyata secara statistik, tetapi peningkatan dosis pupuk organik dan NPK masih dapat meningkatkan tinggi tanaman bibit kelapa sawit. Pengaruh berbagai dosis pupuk organik dan pupuk NPK terhadap tinggi tanaman disajikan pada Tabel 2.

Interaksi antara pupuk organik dengan NPK terhadap tinggi tanaman terlihat pada 8 BSP. Perlakuan kombinasi pupuk organik 2:6 dan pupuk NPK 382.5 g tanaman-1 menghasilkan tinggi tanaman tertinggi. Peningkatan dosis pupuk organik dari 1:6 sampai 3:6 pada aplikasi pupuk NPK menghasilkan tinggi tanaman yang tidak berbeda. Perlakuan dosis pupuk organik 3:6 saja menghasilkan tinggi tanaman yang tidak berbeda nyata dengan aplikasi pupuk NPK saja sampai dosis 382.5 g tanaman-1. Hasil interaksi pupuk organik dan NPK terhadap tinggi tanaman disajikan pada Tabel 3.

(31)

Tabel 2 Pengaruh berbagai dosis pupuk organik dan NPK terhadap tinggi

Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut Uji DMRT 5%, tn: tidak nyata, *: g tanaman-1.

Tabel 3 Interaksi pupuk organik dan NPK terhadap tinggi tanaman umur 8 BSP Dosis pupuk

Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata menurut Uji DMRT 5%, BSP: Bulan setelah pindah tanam.

Pemberian kombinasi pupuk organik dan pupuk NPK rata-rata menghasilkan tinggi bibit kelapa sawit yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan tanpa kombinasi pupuk organik dan pupuk NPK. Quansah (2010) menyatakan bahwa kualitas dan kuantitas produksi tanaman dapat ditingkatkan dengan pemberian bahan organik. Kombinasi pemupukan antara pupuk anorganik dengan organik biasanya lebih meningkatkan produksi karena bahan organik dapat sekaligus memperbaiki kondisi tanah sehingga unsur hara lebih tersedia.

Pemberian pupuk organik dengan perbandingan 2:6 dan pupuk NPK dosis 382.5 g tanaman-1 menghasilkan pertumbuhan tinggi tanaman bibit kelapa sawit yang tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa dosis pupuk organik tersebut telah mampu meningkatkan efektivitas pupuk anorganik sehingga dapat memenuhi kebutuhan hara tanaman dan menghasilkan tanaman yang berkualitas tinggi.

(32)

dapat melengkapi kebutuhan unsur hara mikro tanaman. Khumar dan Babel (2011) menyatakan bahwa ketersediaan unsur hara mikro di dalam tanaman meningkat dengan adanya pemberian pupuk organik. Unsur hara mikro dibutuhkan tanaman dalam jumlah sedikit tapi memiliki peran yang penting pada tanaman dan dapat meningkatkan hasil tanaman. Hasil penelitian Malakouti (2008) menunjukkan bahwa hasil tanaman gandum yang diberi perlakuan NPK dengan hara mikro lengkap (11 kg ha-1) lebih tinggi dibandingkan perlakuan NPK + Fe saja (9 kg ha-1).

Jumlah Daun

Pemberian pupuk organik dan pupuk NPK tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun pada umur 1 dan 2 BSP, sedangkan pada umur 3 dan 4 BSP pemberian pupuk organik dan NPK berpengaruh nyata secara tunggal dalam meningkatkan jumlah daun. Aplikasi pupuk organik dan NPK secara nyata meningkatkan jumlah daun dibandingkan dengan perlakuan tanpa pemupukan. Pemberian berbagai dosis pupuk organik dan pupuk NPK menghasilkan jumlah daun yang tidak berbeda nyata. Pengaruh berbagai dosis pupuk organik dan pupuk NPK terhadap jumlah daun disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Pengaruh berbagai dosis pupuk organik dan NPK terhadap jumlah daun Perlakuan

Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda

nyata menurut Uji DMRT 5%, tn: tidak nyata,*: g tanaman-1.

Pertumbuhan bibit kelapa sawit yang baik ditentukan juga dengan jumlah daun. Daun sangat penting bagi tanaman karena menjadi tempat berlangsungnya fotosintesis yang menghasilkan fotosintat. Pemberian pupuk organik dan NPK rata-rata memiliki jumlah daun yang lebih banyak dibandingkan perlakuan tanpa kombinasi pemupukan. Hal tersebut menandakan bahwa ketersediaan unsur hara yang lebih banyak dapat mengoptimalkan pertumbuhan daun kelapa sawit. Barker and Pilbeam (2007) menyatakan bahwa ketersediaan fotosintat akan memacu pertumbuhan vegetatif tanaman, meningkatkan jumlah dan ukuran organ tanaman serta sebagai sumber energi bagi tanaman. Proses fotosintesis di dalam daun didukung oleh berbagai faktor seperti klorofil, cahaya, CO2, dan juga dipengaruhi

(33)

dari klorofil yang merupakan komponen utama tanaman yang meyerap cahaya yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis Ketersediaan Kalium mempengaruhi membuka dan menutupnya stomata yang berkaitan dengan penangkapan CO2 dan

O2 untuk proses fotosintesis.

Interaksi antara perlakuan pupuk organik dengan NPK terhadap jumlah daun terlihat pada umur bibit 5-8 BSP. Perlakuan kombinasi pupuk organik 2:6 dan pupuk NPK 382.5 g tanaman-1 menghasilkan jumlah daun terbanyak pada saat tanaman berumur 8 BSP. Penambahan pupuk organik pada aplikasi pupuk NPK secara umum menghasilkan jumlah daun yang tidak berbeda. Perlakuan pemberian pupuk organik saja dengan dosis 3:6 menghasilkan jumlah daun yang tidak berbeda dengan aplikasi pupuk NPK saja dosis 127.5-382.5 g tanaman-1. Hasil interaksi pupuk organik dan NPK terhadap jumlah daun disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Interaksi pupuk organik dan NPK terhadap jumlah daun umur 5-8 BSP Umur

(34)

Diameter Batang

Pemberian pupuk organik dan pupuk NPK berpengaruh nyata secara tunggal dalam meningkatkan pertumbuhan diameter batang. Pemberian pupuk organik mulai berpengaruh terhadap diameter batang umur 1-7 BSP, sedangkan pemberian pupuk NPK berpengaruh nyata mulai umur 5-7 BSP.Perlakuan pupuk organik dan NPK secara nyata meningkatkan diameter batang dibandingkan dengan perlakuan tanpa pemupukan. Pemberian berbagai taraf dosis pupuk organik dan NPK menghasilkan diameter batang yang tidak berbeda nyata. Pengaruh berbagai dosis pupuk organik dan pupuk NPK terhadap diameter batang disajikan pada Tabel 6. menunjukkan berbeda nyata menurut Uji DMRT 5%, tn: tidak nyata, *: g tanaman-1.

(35)

Tabel 7 Interaksi pupuk organik dan NPK terhadap diameter batang umur 8 BSP Dosis pupuk

organik

Dosis pupuk NPK (g tanaman-1)

0 127.5 255 382.5 ---Diameter batang (cm)--- 0:6 4.32e 7.23bcd 8.30abcd 7.95abcd 1:6 6.84d 7.97abcd 8.79abc 7.89abcd 2:6 7.12cd 8.01abcd 9.33a 9.27a 3:6 7.78abcd 8.61abc 8.32abcd 8.95ab

Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata menurut Uji DMRT 5%, BSP: Bulan setelah pindah tanam.

Pemberian pupuk organik dan pupuk NPK rata-rata menghasilkan diameter batang yang lebih besar daripada perlakuan tanpa kombinasi pemupukan. Hasil ini sejalan dengan penelitian Gusniwati et al. (2012) yang menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik cair dengan 25% NPKMg rekomendasi menghasilkan diameter batang (23.1 mm) yang lebih besar dan berbeda nyata dengan perlakuan 100% NPKMg tanpa pupuk organik cair (20.5 mm). Berbeda dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Moyinjesu dan Charles (2003) yang menyatakan bahwa diameter batang bibit kelapa sawit yang diberi perlakuan pupuk NPKMg 12:12:7:2 tanpa pupuk organik lebih besar 2.1% daripada perlakuan pupuk organik (kotoran kambing) saja.

Luas Daun

Pemberian pupuk organik dan pupuk NPK berpengaruh nyata secara tunggal meningkatkan luas daun ke-4 pada 1 dan 2 BSP. Perlakuan pupuk organik dan pupuk NPK masing-masing terlihat dapat meningkatkan ukuran luas daun bibit kelapa sawit dibandingkan dengan perlakuan tanpa pemupukan. Perlakuan pupuk organik 1:6-3:6 rata-rata meningkatkan luas daun sebesar 32.73 cm2, sedangkan aplikasi pupuk NPK dosis 127.5-382.5 g tanaman-1 rata-rata meningkatkan luas daun sebesar 19.76 cm2. Pengaruh berbagai dosis pupuk organik dan pupuk NPK terhadap luas daun disajikan pada Tabel 8.

(36)

Tabel 8 Pengaruh berbagai dosis pupuk organik dan pupuk NPK terhadap luas menunjukkan berbeda nyata menurut Uji DMRT 5%, tn: tidak nyata *: g tanaman-1.

Tabel 9 Interaksi pupuk organik dan NPK terhadap luas daun umur 3 BSP Dosis pupuk menurut Uji DMRT 5%, BSP: Bulan setelah pindah tanam.

Pemupukan secara nyata meningkatkan luas daun dibandingkan perlakuan tanpa pemupukan, hal ini menandakan bahwa pemberian unsur hara berperan penting dalam pertumbuhan daun. Luas daun mencerminkan luas bagian yang melakukan fotosintesis, sehingga apabila luas daun semakin tinggi maka proses fotosintesis juga meningkat. Goh dan Hardter (2010) menyatakan bahwa pemberian nitrogen dapat meningkatkan luas daun, produksi daun dan tingkat rata-rata asimilat pada kelapa sawit. Pertumbuhan vegetatif dan luas daun meningkat dengan pemberian nitrogen pada saat umur tanaman masih muda.

(37)

Interaksi antara pupuk organik dan pupuk NPK yang terlihat pada peubah tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang dan luas daun menandakan bahwa pupuk organik dapat meningkatkan efektivitas pupuk NPK. Efektivitas pupuk NPK tersebut terjadi karena peran dari pupuk organik yang mampu memperbaiki sifat kimia tanah khususnya meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah. KTK tanah tinggi menunjukkan bahwa tanah mampu menjerap dan menyediakan unsur hara lebih baik. Herviyanti et al. (2012) menyatakan bahwa tanah-tanah dengan kandungan bahan organik tinggi dapat meningkatkan jumlah muatan negatif yang menyebabkan KTK tanah tinggi dan mampu mengikat unsur hara, sehingga efektivitas pemupukan NPK juga meningkat.

Tinggi tanaman pada 8 BSP berkorelasi positif dengan jumlah daun (0.812) diameter batang (0.858) dan jumlah klorofil (0.412) (Lampiran 8), hal ini menandakan bahwa ketika pertumbuhan tinggi tanaman meningkat maka jumlah daun, diameter batang dan jumlah klorofil juga meningkat. Daun yang banyak dan sehat membuat penampilan fisik tanaman semakin tinggi dan kokoh, diameter batang yang lebar membuat tanaman semakin kuat sehingga tidak mudah rebah, jumlah klorofil yang tinggi menandakan bahwa proses fotosintesis dapat berjalan dengan baik sehingga tanaman mendapatkan energi untuk pertumbuhannya.

Karakter morfologi bibit hasil penelitian dapat dilihat dari tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter batang sebagai acuan untuk menentukan bibit siap tanam. Hasil pengamatan dari tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter batang di akhir penelitian (8 BSP) di pembibitan utama atau 12 bulan sejak pre nursery

menghasilkan bibit kelapa sawit dengan tinggi maksimum 129.4 cm, jumlah daun 21 helai dan diameter batang 9.3 cm. Hasil ini menunjukkan bahwa tinggi tanaman dan jumlah daun bibit tersebut telah memenuhi 81.09% dan 94.04%, sedangkan diameter batang lebih besar 16.25% dari standar bibit siap salur. Pemberian pupuk organik dan NPK mampu memenuhi kebutuhan unsur hara bibit sehingga pertumbuhan dan perkembangan bibit optimal serta mampu sesuai dengan standar pertumbuhan bibit kelapa sawit. Standar pertumbuhan morfologi bibit dapat dilihat pada Lampiran 5.

Tanggap Fisiologi Tanaman

Kandungan Klorofil

Kandungan klorofil diamati pada leaflet dari daun ke-4 dengan menggunakan alat SPAD-502 Plus Chlorophyll meter. Alat ini dapat mengukur secara cepat dan mudah potensi aktifitas fotosintesis yang sangat erat kaitannya dengan kandungan klorofil, status nitrogen tanaman dan kehijauan daun (Shapiro

et al. 2013).

(38)

Tabel 10 Pengaruh berbagai dosis pupuk organik dan pupuk NPK terhadap

Organik:top soil ---Kandungan klorofil (mg/cm2)--- 0 : 6 0.034 b 0.034 b 0.035 b 0.034 0.034 menunjukkan berbeda nyata menurut Uji DMRT 5%, tn: tidak nyata, *: g tanaman-1.

Ketersediaan klorofil sangat penting untuk pertumbuhan tanaman karena menjadi salah satu pendukung utama kegiatan fotosintesis. Menurut Ai dan Banyo (2011) tiga fungsi utama klorofil dalam proses fotosintesis adalah memanfaatkan energi matahari, memicu fiksasi CO2 untuk menghasilkan

karbohidrat dan menyediakan energi bagi ekosistem secara keseluruhan.

Pemupukan berpengaruh terhadap kandungan klorofil karena unsur hara dari pupuk terutama Nitrogen menjadi salah satu faktor yang sangat dibutuhkan dalam pembentukan klorofil. Suharno et al. (2007) mengemukakan bahwa keberadaan unsur Nitrogen sangat penting terutama kaitannya dengan pembentukan klorofil yang mampu mensintesis karbohidrat sehingga dapat menunjang pertumbuhan tanaman.

Pemberian pupuk organik juga dapat meningkatkan kandungan klorofil karena pada umumnya bibit kelapa sawit dapat tumbuh baik pada tanah-tanah yang diberikan pupuk organik, sehingga menghasilkan pertumbuhan vegetatif dan kandungan klorofil yang tinggi (Uwumarongie 2012). Schaffer (1996) juga mengemukakan bahwa pertumbuhan tanaman erat kaitannya dengan hara N yang diserap dari dalam tanah. Penurunan kadar N dalam tanaman berpengaruh terhadap fotosintesis baik lewat kandungan klorofil maupun enzim fotosintetik yang akhirnya menurunkan hasil (pati) yang terbentuk, keadaan tersebut mempengaruhi produktivitas tanaman, terutama pembentukan bunga dan buah.

(39)

tanpa pemupukan. Interaksi pupuk organik dan NPK terhadap kandungan klorofil umur 4 BSP dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Interaksi pupuk organik dan NPK pada kandungan klorofil umur 4 BSP Dosis pupuk menurut Uji DMRT 5%, BSP: Bulan setelah pindah tanam.

Perlakuan tanpa pemupukan menghasilkan kandungan klorofil yang paling sedikit dibandingkan perlakuan pemupukan pada umur bibit 4 BSP. Hal ini disebabkan oleh tidak tersedianya unsur hara yang cukup untuk membantu proses pembentukan klorofil. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Darwis (2012) yang menyatakan bahwa bibit kelapa sawit tanpa pemupukan Nitrogen dan Fosfor menghasilkan jumlah klorofil terendah dibandingkan dengan yang diberi pemupukan.

Kerapatan Stomata

Kerapatan stomata diamati pada daun ke-4, dilakukan pada 3 dan 8 BSP. Pemberian pupuk organik dan NPK tidak berpengaruh nyata terhadap peubah kerapatan stomata. Pemberian pupuk organik menghasilkan kerapatan stomata tertinggi pada perlakuan 2:6, sedangkan pupuk NPK pada perlakuan 127.5 g tanaman-1. Interaksi antara pupuk organik dan pupuk NPK tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan stomata. Pengaruh berbagai dosis pupuk organik dan pupuk NPK terhadap kerapatan stomata disajikan pada tabel 14.

Tingkat kerapatan stomata dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan genetik. Faktor lingkungan yang mempengaruhi kerapatan stomata seperti ketersediaan air, intensitas cahaya, temperatur dan konsentrasi CO2. Pada

umumnya, kerapatan stomata lebih dipengaruhi oleh faktor genetik dibandingkan faktor lingkungan (Sundari dan Atmaja 2011). Pemberian pupuk organik dan NPK belum berpengaruh nyata terhadap kerapatan somata, hal ini diduga karena bibit kelapa sawit yang digunakan memiliki faktor genetik yang baik sehingga dapat beradaptasi pada kondisi tanah yang diberi pupuk ataupun yang tidak diberi pupuk.

(40)

dalam pertukaran gas CO2 dan O2 serta proses hilangnya air melalui proses

transpirasi (Sundari dan Atmaja 2011).

Tabel 12 Pengaruh berbagai dosis pupuk organik dan pupuk NPK terhadap kerapatan stomata

Perlakuan Dosis Pupuk

Umur (bulan setelah pindah tanam)

3 8

Organik:top soil ---Jumlah stomata/mm2---

0 : 6 18.41 23.91

1 : 6 19.37 25.54

2 : 6 19.83 25.83

3 : 6 19.16 25.12

NPK*

0.0 18.20 24.62

127.5 18.25 25.95 255.0 19.50 24.16 382.5 20.83 25.66

Interaksi 0.276 0.213

Notasi tn tn

Kandungan Hara Jaringan Tanaman

Analisis kandungan hara jaringan akar dan pelepah diambil dari perlakuan terbaik (Pupuk organik 2:6 dan NPK 382.5 g tanaman-1). Hasil analisis kandungan hara jaringan akar adalah 1.48% N, 0.17% P dan 1.65% K. Hasil analisis kandungan hara jaringan pelepah adalah 1.62% N, 0.20% P, dan 1.36% K.

(41)

Gambar 3 Kadar hara N pada daun bibit kelapa sawit (8 BSP)

Gambar 4 Kadar hara P pada daun bibit kelapa sawit (8 BSP)

Gambar 5 Kadar hara K pada daun bibit kelapa sawit (8 BSP)

(42)

Analisis daun digunakan untuk menentukan apakah perbedaan kandungan unsur hara akan menjelaskan penampilan abnormal dari bagian-bagian tertentu kelapa sawit (Fairhurst and Mutert 1999). Kadar hara N, P,dan K yang terdapat pada daun menunjukkan bahwa pemupukan berperan dalam meningkatkan kadar unsur hara di dalam daun. Kadar N, P dan K pada daun sudah tergolong dalam keadaan cukup berdasarkan kadar hara optimal daun ke 9 kelapa sawit. Kadar hara optimal untuk N, P dan K daun ke 9 kelapa sawit adalah 2.75%, 0.16% dan 1.25% (Ochs dan Olvin 1977).

Pemupukan bertujuan untuk memperbaiki, meningkatkan dan memperbaiki kesuburan dan kandungan unsur hara tanah. Peningkatan jumlah hara dalam tanah akan berdampak positif terhadap serapan hara dan pertumbuhan tanaman (Notohadiprawiro et al. 2006). Menurut Nursyamsi et al. (2005) serapan hara oleh tanaman mencerminkan kondisi hara tanah dan tanaman. Bila kondisi tanah (sifat fisik, kimia dan biologi) serta tanaman baik maka akar tanaman akan menyerap hara dengan efektif.

Kandungan hara N berkorelasi positif dengan kandungan klorofil, sedangkan hara P dan K berkorelasi negatif (Lampiran 8). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian hara N dapat meningkatkan kandungan klorofil tanaman. Kandungan klorofil pada tanaman dipengaruhi oleh ketersediaan N di dalam tanaman Munawar (2011) menyatakan bahwa N merupakan bahan integral dari klorofil yang mamou mengubah sinar matahari menjadi energi kimia yang diperlukan untuk fotosintesis. Kecukupan pasokan N ke tanaman ditandai oleh aktivitas fotosintesis yang tinggi, pertumbuhan vegetatif yang baik dan warna daun tanaman hijau tua.

Biomassa

Pertumbuhan juga dapat diukur dari pertambahan biomassa yang dihasilkan tanaman. Pendekatan yang digunakan untuk pengukuran biomassa tanaman adalah dengan menimbang bobot kering tanaman (Sitompul dan Guritno 1995). Bobot kering tanaman merupakan penimbunan hasil bersih asimilasi CO2

selama pertumbuhan. Semakin tinggi bobot kering maka reaksi metabolisme semakin baik karena tanaman memiliki daun yang kokoh sehingga proses fotosintesis berjalan lancar (Taufiq 2000). Bobot kering tanaman juga dipengaruhi oleh unsur hara yang diserap tanaman dari lingkungan.

Gambar

Tabel 2  Pengaruh berbagai dosis pupuk organik dan NPK terhadap tinggi tanaman
Tabel 4  Pengaruh berbagai dosis pupuk organik dan NPK terhadap  jumlah daun
Tabel 5.
Tabel 6  Pengaruh berbagai dosis pupuk organik dan pupuk NPK terhadap
+7

Referensi

Dokumen terkait

kawasan andalan dan kawasan budidaya lainnya, kota-kota dan pusat- pusat kegiatan di dalamnya, dengan kawasan-kawasan dan pusat- pusat pertumbuhan antar pulau di wilayah

Dari hasil pengujian didapat bahwa makin banyak jumlah node hidden layer yang digunakan maka akan menghasilkan error yang kecil dalam iterasi yang makin singkat,

Persinggungan antara dua motif dakwah politik diatas, tampak adanya dialektika antara partai politik yang menjadikan agama sebagai alat untuk meraih kekuasaan

Soal No Soal 3.3 Menganalisis ketergantungan antarruang dilihat dari konsep ekonomi (produksi, distribusi, konsumsi, harga, pasar) dan pengaruhnya terhadap migrasi

Secara keseluruhan limbah cair yang diolah dengan reaktor biofilter (bermedia botol plastik berisikan potongan-potongan plastik dan tanpa media botol plastik

Jenis penelitian ini adalah eksperimental yang dibagi menjadi beberapa tahap utama, yaitu: produksi HPIL (hidrolisat protein ikan lele dumbo), formulasi bubur bayi, seleksi

Menurut Undang – undang Nomor 8 tahun 1992 tentang Perfilman, yang dimaksud dengan Film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang –

Data ing panliten iki arupa perangan saka crita kang nuduhake sawijining bab kang ana sambungane karo underaning panliten yaiku ngenani gegambarane paraga utama,