PERBANDINGAN KONSENTRASI SIANIDA (CN
-) DAN pH
PADA INLET DAN OUTLET DARI INSTALASI
PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL)
INDUSTRI PENGOLAHAN
TEPUNG TAPIOKA
TUGAS AKHIR
DIAN PRATIWI
102401025
PROGRAM STUDI D3 KIMIA ANALIS
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
PERBANDINGAN KONSENTRASI SIANIDA (CN
-) DAN pH
PADA INLET DAN OUTLET DARI INSTALASI
PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL)
INDUSTRI PENGOLAHAN
TEPUNG TAPIOKA
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai
gelar Ahli Madya
Disusun Oleh
DIAN PRATIWI
102401025
PROGRAM STUDI D3 KIMIA ANALIS
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : PERBANDINGAN KONSENTRASI SIANIDA (CN-) DAN pH PADA INLET DAN OUTLET DARI INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) INDUSTRI PENGOLAHAN TEPUNG TAPIOKA Kategori : TUGAS AKHIR
Nama : DIAN PRATIWI
Nomor Induk Mahasiswa : 102401025
Program Studi : DIPLOMA 3 KIMIA ANALIS Departemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Disetujui di Medan, Juli 2013
Disetujui Oleh
Program Studi D3 Kimia Pembimbing, Ketua,
Dra.Emma Zaidar Nst, MS Dr.Yugia Muis.MS
NIP.195512181987012001 NIP. 195310271980032003
Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,
Dr.Rumondang Bulan, MS
ii
PERNYATAAN
PERBANDINGAN KONSENTRASI SIANIDA (CN-) DAN pH PADA INLET DAN OUTLET DARI INSTALASI
PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) INDUSTRI PENGOLAHAN
TEPUNG TAPIOKA
KARYA ILMIAH
Saya mengakui bahwa tugas akhir ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, April 2013
PENGHARGAAN
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan berkat dan ramat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.
Tugas akhir ini diajukan sebagai salah satu syarat kelulusan program D3 Kimia Analis Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, dengan judul “PERBANDINGAN KONSENTRASI SIANIDA (CN) DAN pH PADA INLET DAN OUTLET DARI INSTALASI
PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) INDUSTRI PENGOLAHAN
TEPUNG TAPIOKA”.
Dalam proses penulisan tugas akhir ini, penulis banyak menerima bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang telah memberikan do’a restu, bimbingan, motivasi serta dukungan baik secara moril maupun materil kepada saya
2. Ibu Dr.Rumondang Bulan,MS selaku ketua Departemen Kimia di FMIPA USU
iv
4. Sahabat dan teman – teman terbaik saya yang telah memberikan dukungan dan motivasi secara langsung maupun tidak langsung
5. Staf dan pegawai dilaboratorium lingkungan hidup yang telah banyak memberikan bantuan selama penulis menyelesaikan tugas akhir ini
6. Rekan – rekan Mahasiswa/i D3 Kimia Analis stambuk 2010 Fak. MIPA Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan dukungan dan kebersamaan selama menyelesaikan studi di D3 Kimia Analis. Serta sahabat yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan dalam materi maupun penyajianya. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak yang dapat menjadi masukkan bagi penulis untuk menambah kesempurnaan tugas akhir ini. Semoga penulisan karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, April 2013
PERBANDINGAN KONSENTRASI SIANIDA (CN-) DAN pH PADA INLET DAN OUTLET DARI INSTALASI
PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) INDUSTRI PENGOLAHAN
TEPUNG TAPIOKA
ABSTRAK
vi
COMPARISON OF CYANIDE CONCENTRATION (CN-) AND pH
AT INLET AND OUTLET OF THE WASTE WATER TREATMENT PLANT (WWTP) TAPIOCA
FLOUR PROCESSING INDUSTRY
ABSTRACT
DAFTAR ISI
Daftar Lampiran x
Bab 1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Permasalahan 2
1.3. Tujuan 2
1.4. Manfaat 3
Bab 2. Tinjauan Pustaka
2.1. Ubi Kayu 4
2.2. Tapioka 4
2.2.1. Pengolahan Tepung Tapioka 5
2.3. Air 7
2.7. Spektrofotometri 25
Bab 3. Metode Penelitian
3.1. Alat 27
3.2. Bahan 27
3.3. Prosedur Penelitian 28 Bab 4. Hasil dan Pembahasan
4.1. Hasil 29
4.2. Pembahasan 29
Bab 5. Kesimpulan dan Saran
5.1. Kesimpulan 32
5.2. Saran 33
viii
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Lamp Judul Halaman
v
PERBANDINGAN KONSENTRASI SIANIDA (CN-) DAN pH
PADA INLET DAN OUTLET DARI INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL)
INDUSTRI PENGOLAHAN TEPUNG TAPIOKA
ABSTRAK
COMPARISON OF CYANIDE CONCENTRATION (CN-) AND pH AT INLET AND OUTLET OF THE WASTE WATER
TREATMENT PLANT (WWTP) TAPIOCA FLOUR PROCESSING INDUSTRY
ABSTRACT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Air merupakan unsur yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup dalam melakukan berbagai macam kegiatan dalam kehidupan, seperti mencuci, memasak, mandi, dan lain-lain. Untuk itu kualitas air haruslah diperhatikan, agar air yang digunakan sebagai sumber utama dalam berbagai kegiatan kehidupan tidak membahayakan bagi makhluk hidup. Salah satu yang harus diperhatikan dalam suatu badan air adalah beban pencemaran dan senyawa-senyawa kimia yang berbahaya yang terdapat didalamnya.
Air limbah / air buangan dari berbagai industri yang dibuang kelingkungan pastilah mengandung senyawa-senyawa kimia, meskipun dalam jumlah yang relatif kecil. Senyawa yang terkandung dalam air buangan tersebut dapat mengakibatkan penurunan kualitas air.
Industri pengolahan tepung tapioka menghasilkan limbah cair dalam setiap pengolahannya. Ubi kayu sebagai bahan baku utama yang digunakan dalam pengolahan tepung tapioka diketahui mengandung sianida. Maka dari itu pastilah air buangan industri tapioka mengandung sianida.
sangat dipengaruhi oleh pH, oksigen terlarut, salinitas, dan keberadaaan ion lain. Sianida bersifat sangat reaktif. Sianida bebas menunjukkan adanya kadar HCN dan CNpada pH yang lebih kecil dari 8, sianida berada dalam bentuk HCN yang dianggap toksik bagi organisme akuatik dari pada CN-. Sianida berdampak negatif terhadap makhuk hidup, yakni mengganggu fungsi hati, pernafasan, dan menyebabkan kerusakan tulang( Effendi.2003).
1.2Permasalahan
Berapakah kadar sianida dan pH pada air limbah dari instalasi pengolahan air limbah industri pegolahaan tepung tapioka dan apakah kadar sianida tersebut memenuhi baku mutu limbah air sesuai dengan KEP-51/MENLH/10/1995 lampiran B VIII.
1.3Tujuan
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah kadar sianida dan pH pada air limbah industri pengolahan tapioka telah layak dibuang ke lingkungan sesuai dengan baku mutu air limbah menurut KEP-51/MENLH/10/1995 lampiran B VIII.
1.4Manfaat
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ubi Kayu
Ubi kayu adalah tanaman dikotil berumah satu yang ditanam untuk diambil patinya yang sangat layak dicerna, yang terkandung didalam akar lumbung (ubi) yang secara salah kaprah disebut umbi (Rubatzky dan Mas, 1995).
Sifat fisika dan kimia ubi kayu sangat perlu diketahui apabila ubi kayu tersebut akan diolah. Ada beberapa jenis ubi kayu yang memiliki kadar asam sianida (HCN/Asam Biru) tinggi yang apabila digunakan dalam pengolahan basah dari bahan ubi kayu segar,akan memberikan hasil yang kurang baik. Ubi kayu dengan kadar HCN tinggi dapat digunakan dalam industri pati ubi kayu, karena selama proses perendaman maupun pencucian, kadar HCN ini akan berkurang. Hal ini disebabkan oleh sifat HCN yang mudah larut dalam air (Djaafar dan Siti, 2003).
2.2 Tapioka
Tabel 2.1. Komposisi Rata – Rata Umbi Ubi Kayu Air 65% Pati 32% Protein 1% Lemak 0,4% Serat 0,8% Abu 0,4%
Selain pati, umbi singkong mengandung gula dan sedikit asam sianida dalam kadar rendah. Asam sianida ini sebagian ada dalam bentuk asam bebas dan sebagian lagi dalam bentuk senyawa kimia yang akan terbebaskan oleh asam enzim apabila selnya dipecah(Potter, 1994).
2.2.1 Pengolahan Tepung Tapioka
Pada umumnya dalam pembuatan tepung tapioka dihasilkan tepung tapioka sebagai produk utama dan ampas (onggok) sebagai limbah padat, serta limbah cair. Urutan langkah kerja dalam proses pengolahan tepung tapioka dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pemarutan
Tujuan utama pemarutan adalah memperkecil volume agar lebih mudah dihancurkan dan diekstrak patinya.
Singkong yang telah diparut segera dihancurkan dengan blender atau mesin giling daging. Apabila perlu dapat ditambahkan sedikit air.
3. Ekstraksi ( pemisahan sari singkong )
Untuk memisahkan sari singkong dapat dilakukan dengan cara seperti pembuatan santan. Mula-mula ditambahkan air bersih sedikit demi sedikit sambil diremas dan diaduk-aduk, kemudian disaring dengan saringan kain yang ditopang dengan kalo atau iring (saringan kasar yang terbuat dari bambu). Selanjutnya ampas dibungkus dengan kain dan dipres agar seluruh airnya keluar. Filtrat atau cairan hasil penyaringan bewarna putih atau kuning keruh. Kegiatan ekstraksi diulang 2-3 kali berturut-turut atau sampai cairan yang keluar menjadi jernih.
4. Pengendapan I – Pemisahan Air
Filtrat dipindahkan kedalam bak-bak pengendapan dan didiamkan beberapa saat agar pati yang terdapat dalam filtrat (aci basah) dan cairan yang ada diatas menjadi lebih jernih. Pengendapan I ini membutuhkan waktu selama 1-3 jam, kemudian cairan dipisahkan dengan cara dituang. 5. Pencucian aci basah
agar pati tidak ikut terbuang. Dengan pencucian ini, semakin banyak asam sianida (HCN) yang ikut terbuang sehingga kandungan HCN berkurang.
6. Pemutihan
Pemutihan dilakukan dengan menggunakan larutan garam setelah pencucian selesai. Konsentrasi larutan garam yang digunakan adalah 2% (20 g per liter air perendaman) sebanyak 1,5-2x volume aci basah(Suprapti, 2005).
2.3 Air
Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup dibumi ini. Fungsi air bagi kehidupan tidak dapat digantikan oleh senyawa lain. Penggunaan air utama dan sangat vital bagi kehidupan adalah sebagai air minum. Hal ini terutama untuk mencukupi kebutuhan air didalam tubuh manusia itu sendiri. Didalam tubuh manusia, air diperlukan untuk melarutkan berbagai jenis zat yang diperlukan tubuh. Mengingat pentingnya peranan air, sangat diperlukan adanya sumber air yang dapat menyediakan air yang baik dari segi kuantitas dan kualitasnya(Mulia, 2005).
Peraturan pemerintah No. 20 tahun 1990 mengelompokkan kualitas air menjadi beberapa golongan menurut peruntukkannya. Adapun penggolongan air menurut peruntukkannya adalah :
b. Golongan B, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum. c. Golongan C, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan
dan peternakan.
d. Golongan D, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian, usaha di perkotaan, industri, dan pembangkit listrik tenaga air (Effendi, 2003).
2.3.1 Polusi Air
Polusi air adalah penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal, bukan dari kemurnianya. Air yang tersebar dialam tidak pernah terdapat dalam bentuk murni, tetapi bukan berarti semua air sudah terpolusi.
Ciri-ciri air yang mengalami polusi sangat bervariasi tergantung dari jenis air dan polutannya atau komponen yang mengakibatkan polusi. Untuk mengetahui apakah suatu air terpolusi atau tidak diperlukan pengujian untuk menentukan sifat-sifat air sehingga dapat diketahui apakah terjadi penyimpangan dari batasan-batasan polusi air. Sifat air yang umum diuji dan dapat digunakan untuk menentukan tingkat polusi air misalnya :
1. Nilai pH, keasaman dan alkalinitas 2. Suhu
3. Warna, bau dan rasa 4. Jumlah padatan 5. Nilai BOD / COD
6. Pencemaran mikroorganisme patogen 7. Kandungan minyak
9. Kandungan bahan radioaktif (Fardiaz, 1992)
2.4 Air Limbah
Salah satu penyebab terjadinya pencemaran air adalah air limbah yang dibuang tanpa pengolahan kedalam suatu badan air. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 tahun 2001, air limbah adalah sisa dari suatu usaha atau kegiatan yang berwujud cair. Air limbah dapat berasal dari rumah tangga (domestic) maupun industri (industry).
Air limbah industry umumnya terjadi sebagai akibat adanya pemakaian air dalam proses produksi. Di industri, air umumnya memiliki beberapa fungsi sebagai berikut :
1. Sebagai air pendingin, untuk memindahkan panas yang terjadi dari proses industri
2. Untuk mentransportasikan produk atau bahan baku
3. Sebagai air proses, misalnya sebagai umpan boiler, pada pabrik minuman, dan sebagainya.
4. Untuk mencuci dan membilas produk dan gedung serta instalasi.
Berbeda dengan air limbah rumah tangga, zat-zat yang terkandung didalam air limbah industri sangat bervariasi sesuai dengan pemakaiannya di masing-masing industri(Mulia, 2005).
mengendap. Pencemaran air berhubungan dengan masalah limbah yang tergantung pada sifat-sifat kontaminan yang memerlukan oksigen, memacu pertumbuhan algae, penyakit dan zat toksik. Pencemaran terhadap sumber daya air dapat terjadi secara langsung dari saluran pembuangan (sewer) atau buangan industri (point source) atau secara tidak langsung melalui pencemaran air dan limpasan dari daerah pertanian dan perkotaan (nonpoint source) (Asmadi dan Suharno, 2012).
2.4.1 Karakteristik Air Limbah
Karakteristik air limbah dibedakan menjadi tiga bagian besar, yaitu karakteristik fisik, karakterisrik kimia dan karakteristik biologi air limbah. Semua karakteristik air limbah diatas mempunyai hubungan yang saling berkaitan antara satu dengan yang lain. Sebagai contoh, temperatur (sifat fisik) akan mempengaruhi aktivitas biologi dalam air limbah dan jumlah gas yang terlarut dalam air limbah.
1. Karakteristik fisik
Karakteristik limbah cair yang terkait dengan estetika karena sifat fisiknya yang mudah terlihat dan dapat diidentifikasi secara langsung. Karakteristik limbah cair meliputi :
a. Padatan total (Total Solid)
b. Bau
Bau merupakan petunjuk adanya pembusukan air limbah. Penyebab adanya bau pada air limbah karena adanya bahan volatile, gas terlarut dan hasil samping dari pembusukan bahan organik. Bau yang dihasilkan oleh air limbah pada umumnya berupa gas yang dihasilkan dari peruraian zat organik yang terkandung dalam air limbah, seperti Hidrogen Sulfida (H2S).
c. Temperatur
Temperatur merupakan salah satu parameter yang penting dalam air. Temperatur dalam air dapat menentukan besarnya kehadiran spesies biologi dan tingkat akivitasnya. Pada temperatur yang rendah aktivitas biologi seperti pertumbuhan dan reproduksi akan menjadi lebih lambat. Sebaliknya jika suhu meningkat maka aktivitas biologi juga akan meningkat. Suhu air limbah biasanya lebih tinggi dari pada air bersih.
d. Kepadatan (Density)
Kepadatan limbah cair didefinisikan sebagai masa per volume. Densitas merupakan karakteristik penting dalam limbah cair karena dapat memberikan informasi tingkat densitas air limbah dalam bak sedimentasi maupun unit lain dalam instalasi pengolahan air limbah. e. Warna
Karakteristik yang sangat mencolok pada air limbah adalah bewarna yang umumnya disebabkan oleh zat organik dan algae.
f. Kekeruhan
Kekeruhan pada dasarnya disebabkan oleh adanya koloid, zat organik, jasad renik, lumpur, tanah liat dan benda terapung yang tidak mengendap segera. Kekeruhan yang ada dalam air buangan disebabkan oleh berbagai macam suspended solid yang ada.
2. Karakteristik Kimia
Kandungan bahan kimia dalam air dapat merugikan lingkungan. Bahan organik terlarut dapat menghabiskan oksigen dalam sungai serta akan menimbulkan rasa dan bau yang tidak sedap pada pengolahan air bersih. Secara umum, karakteristik kimia limbah cair dapat dibedakan menjadi zat organik dan anorganik.
a. Zat Organik
Senyawa organik biasanya terdiri dari karbon, hidrogen, oksigen serta nitrogen. Beberapa bentuk senyawa organik dalam limbah antara lain.
i. Protein
ii. Minyak dan lemak
Minyak dan lemak adalah komponen penting dalam makanan dan biasanya terdapat dalam air limbah. Lemak merupakan senyawa organik yang stabil dalam air dan tidak mudah diuraikan oleh mikroba. Minyak jika terdapat dalam limbah cair, dapat merugikan karena dapat menghambat aktivitas biologi mikroba untuk pengolahan limbah cair.
iii. Karbohidrat
Karbohidrat terdapat dalam alam secara bebas dalam bentuk pati, selulosa dan serat kayu, yang semuanya dapat berada dalam air limbah. Karbohidrat mengandung karbon, hydrogen dan oksigen. Umumya karbohidrat terdiri dari enam atom karbon atau kelipatannya didalam molekul-molekulnya.
iv. Pestisida
Pestisida termasuk diantaranya inteksida dan herbisida telah banyak digunakan pada saat ini baik pada perkotaan maupun pertanian. Penggunaannya yang salah dapat menyebabkan kontaminasi pada aliran air. Banyak dari pestisida ini bersifat toksik dan akan terakumulasi sehingga menyebabkan permasalahan tingkat rantai makananan yang tertinggi.
b. Zat Anorganik
Menurut sugiharto (1987), parameter limbah cair yang tergolong dalam zat anorganik adalah sebagai berikut :
kadar pH yang baik adalah kadar pH dimana masih memungkinkan kehidupan biologis didalam air berjalan baik. pH yang baik untuk air limbah adalah netral (pH 7) ii. Alkalinitas
Alkalinitas atau kebasaan air limbah disebabkan oleh adanya hidroksida, karbonat dan bikarbonat seperti kalsium, magnesium, dan natrium atau kalium.
iii. Logam
Logam seperti nikel Ni, Mg, Fe meskipun dalam konsentrasi yang rendah dibutuhkan oleh mikroorganisme tetapi dengan kadar yang berlebih dapat membahayakan kehidupan mikroorganisme. Adanya polutan-polutan berupa logam berat Pb, Cd, Hg dan logam lainnya dalam konsentrasi yang melebihi ambang batas dalam air limbah dapat membahayakan bagi makhluk hidup.
3. Karakteristik Biologi
2.4.2 Dampak Buruk Air Limbah
Air limbah yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak buruk bagi makhluk hidup dan lingkungannya. Beberapa dampak buruk tersebut adalah sebagai berikut :
1. Gangguan Kesehatan
air limbah dapat mengandung bibit penyakit yang dapat menimbulkan penyakit bawaan air (waterborne disease). Selain itu didalam air limbah mungkin juga terdapat zat-zat berbahaya dan beracun yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi makhluk hidup yang mengkonsumsinya. Adakalanya, air limbah yang tidak dikelola dengan baik juga dapat menjadi sarang vektor penyakit (misalnya nyamuk, lalat, kecoa, dan lain-lain)
2. Penurunan Kualitas Lingkungan
3. Gangguan Terhadap Keindahan
Adakalanya air limbah mengandung polutan yang tidak mengganggu kesehatan dan ekosistem, tetapi mengganggu keindahan. Contoh yang sederhana adalah air limbah yang mengandung pigmen warna yang dapat menimbulkan perubahan warna pada badan air penerima. Walaupun pigmen tersebut tidak menimbulkan gangguan terhadap kesehatan, tetapi terjadi gangguan keindahan terhadap badan air penerima tersebut. Kadang-kadang air limbah dapat juga mengandung bahan-bahan yang bila terurai menghasilkan gas-gas yang berbau. Bila air limbah jenis ini mencemari badan air, maka dapat menimbulkan gangguan keindahan pada badan air tersebut.
4. Gangguan Terhadap Kerusakan Benda
Adakalanya air limbah mengandung zat-zat yang dapat dikonversikan oleh bakteri anaerobik menjadi gas yang agresif seperti H2S. Gas ini dapat
mempercepat proses perkaratan pada benda yang terbuat dari besi (misalnya pipa saluran air limbah) dan bangunan kotor air lainnya. Dengan cepat rusaknya air tersebut maka biaya pemeliharaannya akan semakin besar juga, yang berarti akan menimbulkan kerugian material (Mulia, 2005).
2.4.3 Pengolahan Air Limbah
awalnya tujuan dari pengolahan air limbah adalah untuk menghilangkan bahan-bahan tersuspensi dan terapung, pengolahan bahan-bahan organik biodegradable serta mengurangi organisme pathogen. Namun sejalan dengan perkembangannya, tujuan pengolahan air limbah sekarang ini juga terkait degan aspek estetika dan lingkungan(Asmadi dan Suharno, 2012).
Pengolahan air limbah dapat dilakukan secara alamiah maupun dengan bantuan peralatan. Pengolahan air limbah secara alamiah biasanya dilakukan dengan bantuan kolam stabilisasi. Kolam stabilisaasi merupakan kolam yang digunakan untuk mengolah air limbah secara alamiah. Kolam stabilisasi sangat direkomendasikan untuk pengolahan air limbah didaerah tropis dan negara berkembang sebab biaya yang diperlukan untuk membuatnya relatif murah tetapi membutuhkan area yang luas dan detention time yang cukup lama (biasanya 20-50 hari). Kolam stabilisasi yang umum digunakan adalah kolam anaerobik (anaerobic pond), kolam fakultatif (facultative pond) dan kolam maturasi (aerobic/ maturation pond). Kolam anaerobic biasanya digunakan untuk mengolah air limbah dengan kandungan bahan organik yang sangat pekat, sedangkan kolam maturasi biasanya digunakan untuk memusnahkan mikroorganisme patogen didalam air limbah. Pengolahan air limbah dengan bantuan peralatan biasanya dilakukan pada Instalasi Pengolahan air limbah / IPAL (Waste Water Treatment Plant/WWTP). Didalam IPAL, biasanya proses pengolahan dikelompokkan sebagai pengolahan pertama (primary trearment), pengolahan kedua (secondary treatment), dan pengolahan lanjutan (tertiary treatment) (Mulia, 2005).
Pengolahan pertama (primary treatment) bertujuan untuk memisahkan padatan dari air secara fisik. Hal ini dapat dilakukan dengan melewatkan air limbah melalui saringan (filter) dan atau bak sedimentasi (sedimentation tank). Berfungsi untuk mengambil/menyaring padatan terapung atau melayang dalam air limbah yang berupa lumpur, sisa kain, potongan kayu, pasir, minyak dan lemak. Saringan yang digunakan dengan ukuran 15-30 cm dengan bahan yang tidak mudah berkarat. Saringan ini harus setiap hari diperiksa untuk mengambil bahan yang terjaring sehingga tidak membuat kemacetan pada aliran air limbah.
Tujuan pengolahan pertama ini adalah untuk menghilangkan zat padat tercampur melalui pengendapan atau pengapungan. Primary treatmen dilakukan dengan dua metode utama, yaitu pengolahan secara fisika dan pengolahan secara kimia. Pengolahan kimia yaitu mengendapkan bahan padatan dengan penambahan bahan kimia. Pengolahan secara fisika dimungkinkan bila bahan kasar yang telah diolah dengan pengendapan atau pengapungan. Bahan kimia (koagulan) yang dipakai diantaranya : alumunium sulfat (tawas), natrium hidroksida, soda abu, soda api, feri sulfat, feri chlorida, dan lain-lain. Pengendapan adalah kegiatan utama pada tahap ini. Dengan adanya pengendapan ini, maka akan mengurangi kebutuhan oksigen pada pengolahan biologis berikutya dan pengendapan yang terjadi adalah pengendapan secara grafitasi.
a. Penyaringan ( Filtration )
limbah melalui media yang porous. Hal ini perlu dilakukan sebab polutan tersebut (padatan, lumpur tercampur dan partikel koloid) dapat menyebabkan pendangkalan bagi bahan air penerima. Selain itu juga, polutan tersebut dapat merusak perlatan pengolahan limbah lain seperti pompa serta dapat juga mengganggu efisiensi dari alat pengolahan lainnya. Pengoperasian alat filtrasi biasanya dibagi menjadi 2 aktivitas yakni penyaringan polutan dan pembersih alat filtrasi tersebut (disebut juga backwashing).
b. Pengendapan (sedimentation)
Pengendapan dapat terjadi karena adanya kondisi yang sangat tenang. Adakalanya bahan kimia juga dapat ditambahkan untuk menetralkan keadaan atau meningkatkan pengurangan dari partikel yang tercampur. Dengan adanya pengendapan ini, maka akan mengurangi kebutuhan oksigen pada proses pengolahan biologis berikutnya dan pengendapan yang terjadi adalah pengendapan secara gravitasi. Untuk mempercepat proses pengendapan ini, kadang-kadanag ditambhakan juga koagulan sepert alum (tawas). Bahan koagulan yang akan dipergunakan harus dipersiapkan dengan baik sebelumnya sebab bahan koagulan seperti tawas cukup sulit larut dalam air.
2. Secondary Treatment
mikroorganisme secara aerobic atau anaerobic. Treatment kedua pada umumnya melibatkan proses biologi dengan tujuan untuk mengurangi atau menghilangkan bahan organic mikroorganisme yang ada di dalam air limbah. Untuk proses biologis ini banyak digunakan reaktor lumpur aktif “trickling filter”.
a. Proses aerobik
Dalam proses aerobik penguraian bahan organik oleh mikroorganisme dapat terjadi dengan kehadiran oksigen sebagai electron aceptor dalam limbah. Proses aerobic biasanya dilakukan dengan bantuan lumpur aktif (activated sludge), yaitu lumpur yang banyak mengandung bakteri pengurai. Hasil akhir yang dominan dari proses ini bila dikonversi terjadi secara sempurna adalah karbon dioksida, uap air serta excess sludge. Lumpur aktif tersebut sering disebut dengan MLSS (Mixed Liquor Suspended Solid). Terdapat dua hal penting dalam proses ini, yakni proses pertumbuhan bakteri dan proses penambahan oksigen. Bakteri akan berkembang biak apabila jumlah makanan didalamnya cukup tersedia, sehingga pertumbuhan bakteri dapat dipertahankan secara konsisten. Dalam proses aerobic, terjadi proses konversi stoikiometri dengan bakteri sebagai berikut :
COHNS (zat organic) + O2 + nutrients CO2 + NH2 +
C5H7NO2 (new cells) + end product endogeneuos respiration
C5H7NO2 + 5O2 5CO2 + H2O + NH3 + energy
1) Memasukkan udara kedalam air
2) Memaksa air keatas untuk berkontak dengan oksigen
Memasukkan udara kedalam air limbah biasanya melalui benda porous atau nozzle. Apabila udara yang dimasukkan kedalam air oleh pompa tekanan. Dalam penetapan nozzle harus juga dipertimbangkan karakter pencampuran (mixing Characteristic) yang terjadi akibat pemasukan oksigen kedalam air limbah. Semakin baik karakter pencampuran, semakin besar kemungkinan kontak antara activated sludger dengan bahan organik dalam air limbah. Memaksa air keatas untuk berkontak dengan oksigen dilakukan dengan menggunakan pemutar baling-baling (aerator) yang diletakkan pada permukaan air limbah. Akibat dari pemutaran ini, air limbah akan terangkat keatas dan kontak langsung dengan udara sekitarnya. Biasanya bila terdapat senyawa nitrat organik, hasil akhir juga mengandung Nitrat dan terjadi penurunan pH.
b. Proses Anaerobic
Mula – mula bahan organik dihidroksida extra celluler enzymes menjadi produk terlarut sehingga ukurannya dapat menembus membran cell. Senyawa terlarut ini kemudian dioksidasi secara anaerobic menjadi asam lemak rantai pendek, alcohols, carbon dioxide, hydrogen dan amonia. Asam lemak rantai pendek, (selain acetate) dikonversi menjadi acetate, hydrogen gas dan carbon dioxide. Langkah terakhir, methanogenesis, berasal dari reduksi carbon dioxide dari hydrogen dan acetate.
3. Tertiary Treatment
4. Pengolahan Lanjut
Dari proses tahap pengolahan air limbah, maka hasilnya adalah berupa lumpur yang perlu dilakukan pengolahan secara khusus, agar lumpur tersebut dapat dimanfaatkan kembali. Pengolahan lumpur yang masih sedikit mengandung bahan nitrogen dan mempermudah proses pengangkutan, maka diperlukan beberapa tahapan pengolahan antara lain : a. Proses pemekatan
b. Proses penstabilan c. Proses pengaturan d. Proses pengurangan air e. Proses pengeringan
f. Proses pembuangan (Asmadi dan Suharno, 2012).
2.5 pH
sangat korosif terhadap baja dan sering menyebabkan perkaratan pada pipa-pipa besi (Fardiaz, 1992).
pH juga mempengaruhi toksiksitas suatu senyawa kimia. Senyawa amonium yang dapat terionisasi banyak ditemukan pada perairan yang memiliki pH rendah. Amonium bersifat tidak toksik (innocuous). Namun pada suasana alkalis (pH tinggi) lebih banyak ditemukan amonia yang tak dapat terionisasi (unionized) dan bersifat toksik. Amonia tak terionisasi ini lebih mudah terserap kedalam tubuh organisme akuatik dibandingkan dengan amonium. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah (Effendi, 2003).
2.6 Sianida (CN-)
Sianida adalah senyawa sian (CN) yang sudah lama terkenal sebagai racun. Didalam tubuh akan menghambat pernapasan jaringan, sehingga terjadi asphyxia, orang merasa seperti tercekik dan cepat diikuti oleh kematian. Keracunan kronis menimbulkan malaise, dan iritasi. Sianida ini didapatkan secara alami di berbagai tumbuhan. Apabila ada didalam air minum, maka untuk menghilangkannya diperlukan pengolahan khusus. Selain itu, hydrocyanida juga mudah terbakar(Slamet, 1994).
industi besi baja. Sianida bersifat biodegradable dan mudah berikatan dengan ion logam, misalnya tembaga dan besi. Sianida dapat menghambat pertukaran oksigen pada makhluk hidup. Sianida juga bersifat toksik bagi ikan, kadar sianida 0,2 mg/liter sudah mengakibatkan toksisitas akut bagi ikan. Kadar sianida diperairan yang dianjurkan adalah sekitar 0,005 mg/liter. Toksisitas sianida akan meningkat dengan berkurangnya kadar oksigen terlarut (Effendi, 2003).
Sianida dapat dihilangkan dengan pengasaman dan aerasi. Atau dengan pengendapan dengan ferro sulfat dan kapur. Klorinasi dalam larutan alkali dapat mengubahnya menjadi toxic sianat yang lebih kecil seperti NaOCN. Penambahan asam kedalam limbah sianida membebaskan toksik tinggi dari hydrogen sianida (HCN) (Pair and John, 1963).
2.7 Spektrofotometri
1. Sumber ; sumber yang biasa digunakan pada spektroskopi absorpsi adalah lampu wolfram. Kebaikan lampu wolfram adalah energi radiasi yang dibebaskan tidak bervariasi pada berbagai panjang gelombang.
2. Monokromator ; digunakan untuk memperoleh sumber, sinar yang monokromatis. Alatnya dapat berupa prisma ataupun grating.
3. Sel absorpsi ; pada pengukuran didaerah tampak kuvet kaca atau kuvet kaca corex dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah UV kita harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini. Umumnya tebal kuvetnya adalah 10mm, tetapi yang lebih kecil ataupun yang lebih besar dapat digunakan. Sel yang biasanya digunakan berbentuk persegi, tetapi bentuk silinder juga dapat juga digunakan.
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Alat
− Beaker glass 250 ml pyrex
− Pipet volume 5 ml pyrex
− Cell uji pyrex
− Spektrofotometri (Spektroquant nova 60) merck
− Tissue
− pH paper
− Botol aquadest
− Auto selektor
3.2 Bahan
− Natrium Hidroksida
− H2SO4
− Reagent Test Kit Pereaksi CN-3 Pereaksi CN-4
− Aquadest
3.3 Prosedur Penelitian
− Diukur pH sampel air limbah pada kisaran 4,5 – 8
− Ditambahkan natrium hidroksida atau H2SO4 untuk mengatur pH apabila
pH sampel tidak berada pada kisaran tersebut
− Dipipet 5 ml sampel air limbah kedalam tabung uji
− Ditambahkan 1 takar mikrospon hijau CN-3
− Dihomogenkan
− Ditambahakan 1 takar mikrospon biru CN-4
− Dihomogenkan
− Didiamkan selama 10 menit
− Dipindahkan larutan kedalam cell yang sesuai
− Dilakukan menyesuaian nol pada alat spektroquant nova 60
− Dipilih metode dengan auto selektor
− Ditempatkan cell kedalam ruang cell
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Percobaan
Dari hasil analisa kadar sianida dan pH dari beberapa industri pengolahan tepung tapioka metode spektroquant nova 60, diperoleh data sebagai berikut .
Tabel 4.1. Data Hasil Percobaan Analisa Sianida dan pH
Sampel
Parameter
Inlet Outlet
pH Konsentrasi CN (mg/L)
pH Konsentrasi CN (mg/L) Sampel A 4 0,423 8 0,136 Sampel B 5 0,622 8 0,119 Sampel C 5 0,552 7 0,061 Sampel D 4 0,444 4 0,444
4.2 Pembahasan
Pada sampel B yaitu PT. Florindo Makmur nilai pH pada inlet sebesar 5 dan kadar sianida 0,6622 mg/L, sedangkan pada outletnya diperoleh pH 8 dan kadar sianida sebesar 0,119 mg/L.
Pada sampel C yaitu PT. Sari Tani Sumatera diperoleh nilai pH pada inlet sebesar 5 dan kadar sianida sebesar 0,552 mg/L, sedangkan pada outlet diperoleh nilai pH sebesar 7 dan kadar sianida 0,061 mg/L. Dan pada sampel D yaitu PT. Deli Sari Murni diperoleh pH pada inlet sebesar 4 dan kadar sianida sebesar 0,444 mg/L, sedangkan pada outlet diperoleh pH 4 dan kadar sianida sebesar 0,444 mg/L
Bila dibandingkan sampel A, B, C dan D, maka nilai pH dan kadar sianida pada outlet instalasi pengolahan air limbah (IPAL) sampel A, B, C masih memenuhi syarat baku mutu limbah cair industri tapioka menurut KEP-51/MENLH/10/1995 lampiran B VIII. Sedangkan pada sampel D nilai pH serta kadar sianida pada outlet instalasi pengolahan air limbah (IPAL) tidak memenuhi syarat baku mutu limbah cair industri tapioka menurut KEP-51/MENLH/10/1995 lampiran B VIII, serta dapat dilihat nilai pH dan kadar sianida pada inlet dan outlet tidak mengalami perubahan sedikit pun.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
a. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa nilai pH yang diperoleh dari inlet pada masing – masing instalasi pengolahan air limbah dari industri pengolahan tepung tapioka yaitu pada sampel A (PT. Sinar Intan Tapioka) sebesar 4, pada sampel B (PT. Florindo Makmur) sebesar 5, pada sampel C (PT sari Tani Sumatera) adalah 5, pada sampel D (PT.Deli Sari Murni) adalah 4. Sementara nilai pH yang diperoleh dari outlet kolam air limbah industri pengolahan tepung tapioka yaitu pada sampel A(PT. Sinar Intan Tapioka) sebesar 8, pada sampel B (PT. Florindo Makmur) sebesar 8, pada sampel C (PT. Sari Tani Sumatra) sebesar 7, pada sampel D (PT. Deli Sari Murni) sebesar 4.
Sari Tani Sumatra) sebesar 0,061mg/l, pada sampel D (PT. Deli Sari Murni) sebesar 0,444 mg/l.
c. Nilai pH dan kadar sianida (CN-) dari sampel air limbah dari instalasi pengolahan air limbah industri pengolahan tepung tapioka pada sampel A (PT. Sinar Intan Tapioka),sampel B (PT. Florindo Makmur), sampel C (PT. Sari Tani Sumatra ) masih memenuhi syarat baku mutu air limbah industri untuk pengolahan tepung tapioka menurut KEP-51/MENLH/10/1995 lampiran B VIII, sedangkan pada sampel D (PT. Deli Sari Murni) tidak memenuhi syarat baku mutu air limbah industri untuk pengolahan tepung tapioka menurut KEP-51/MENLH/10/1995 lampiran B VIII.
5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. Dan Suharno.2012.Dasar-Dasar Teknologi Pengolahan Air Limbah.Yogyakarta.Gosyen Publishing.
Djaafar,F.T. dan Siti,R.2003.Ubi Kayu dan Olahannya.Yogyakarta.Kanisius. Effendi,H.2003.Telaah Kualitas Air.Yogyakarta.Kanisius.
Fardiaz,S.1992.Polusi Air dan Udara.Yogyakarta.Kanisius.
Khopkar,S.M.2008.Konsep Dasar Kimia Analitik.Jakarta.UI-Press. Mulia,M.R.2005.Kesehatan Lingkungan.Jakarta.Graha Ilmu
Pair,G.M. and John,C.G.1963.Water Supply and Waste Water Diposal.New York.John Willey & Sons,Inc.
Potter,C.1994.Limbah Cair Berbagai Industri di Indonesia.Canada.Dalhousie University.
Rubatzky,V.E. dan Mas,Y.1995.Sayuran Dunia Prinsip Produksi dan Gizi.Bandung.Penerbit ITB.
Slamet,J.S.1994.Kesehatan Lingkungan.Yogyakarta.Gadjah Mada University Press.
Lampiran A
LAMPIRAN B.VIII : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
NOMOR : KEP 51-/MENLH/10/1995
TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI
TANGGAL : 23 OKTOBER 1995
BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI TAPIOKA
PARAMETER KADAR
MAKSIMUM ( mg/L )
BEBAN PENCEMARAN
MAKSIMUM ( kg/ton )
BOD5 150 4,5
COD 300 9
TSS 100 3
Sianida (CN) 0,3 0,009
pH 6,0 – 9,0