EFEK EKSTRAK ETANOL BUAH INGGIR-INGGIR (Solanum
sanitwongsei Craib.) TERHADAP PENURUNAN TEKANAN
DARAH TIKUS WISTAR NORMOTENSI DAN HIPERTENSI
SKRIPSI
OLEH:
DENNY AMINUNSYAH
NIM 101501110
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
EFEK EKSTRAK ETANOL BUAH INGGIR-INGGIR (Solanum
sanitwongsei Craib.) TERHADAP PENURUNAN TEKANAN
DARAH TIKUS WISTAR NORMOTENSI DAN HIPERTENSI
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
DENNY AMINUNSYAH
NIM 101501110
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGESAHAN SKRIPSI
EFEK ESKTRAK ETANOL BUAH INGGIR-INGGIR (Solanum
sanitwongsei Craib.) TERHADAP PENURUNAN TEKANAN
DARAH TIKUS WISTAR NORMOTENSI DAN HIPERTENSI
OLEH:
DENNY AMINUNSYAH NIM 101501110
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal : 14 Agustus 2014
Pembimbing I, Panitia Penguji,
Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt. NIP 195301011983031004 NIP 195103261978022001
Pembimbing II, Prof. Dr. Urip Harahap, Apt.
NIP 195301011983031004
Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt. Dr. Poppy Anjelisa Hasibuan, M.Si., Apt. NIP 197806032005012004 NIP 197506102005012003
Drs. Saiful Bahri, M.S., Apt NIP 1952082411983031001
Medan, 14 Agustus 2014 Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Dekan,
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia yang
berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang
berjudul Efek Ekstrak Etanol Buah Inggir-Inggir (Solanum sanitwongsei Craib.) Terhadap Penurunan Tekanan Darah Tikus Wistar Normotensi dan Hipertensi.
Skripsi ini diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan
terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt., dan Ibu Aminah
Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah mengarahkan
penulis dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab, memberikan petunjuk dan
saran-saran selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt.,
selaku Dekan Fakultas Farmasi yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis
selama perkuliahan di Fakultas Farmasi. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Ibu Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt., selaku ketua penguji, Ibu
Dr. Poppy Anjelisa Hasibuan, M.Si., Apt., dan Bapak Drs. Saiful Bahri, M.S.,
Apt., selaku anggota penguji yang telah memberikan saran dan arahan untuk
menyempurnakan skripsi ini, dan Ibu Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt., selaku dosen
penasehat akademik yang telah banyak membimbing penulis selama masa
perkuliahan hingga selesai.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada keluarga
tercinta, Ayahanda Ir. Isa Ansari, M.Sc., dan Ibunda Nurlaili, S.Pd., serta Adik
ternilai dengan apapun. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
teman-teman asisten Farmakologi Farmasi USU Kak Asni, Kak Fithra, Kak Helen, Bang
Asyrun, Kak Tiwi, Kak Ika, Dara, Ridha, Jiro, Albert, Marta, Nana dan
sahabat-sahabat tercinta Intan Yusnia, Andi, Arif, Bambang, Eki, Nugra, Sakses, Syahril
dan Mahasiswa/i angkatan 2010 fakultas farmasi USU yang selalu mendoakan
dan memberi semangat.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih belum
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga
skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.
Medan, 14 Agustus 2014 Penulis,
EFEK EKSTRAK ETANOL BUAH INGGIR-INGGIR
(Solanum sanitwongsei Craib.) TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH TIKUS WISTAR NORMOTENSI DAN HIPERTENSI
ABSTRAK
Hipertensi adalah penyakit yang paling sering terjadi di dunia yang disadari maupun tidak oleh penderitanya. Efek samping obat-obat konvensional antihipertensi yang berbahaya menyebabkan masyarakat cenderung memilih obat herbal sebagai alternatif pengobatan yang lebih aman. Buah inggir-inggir (Solanum sanitwongsei Craib.) adalah tanaman obat yang memiliki khasiat antihipertensi. Beberapa kandungan senyawa kimia buah inggir-inggir adalah alkaloid, flavonoid, triterpenoid, tanin dan steroid. Berdasarkan kandungan kimianya, buah inggir-inggir diduga dapat menurunkan tekanan darah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek penurunan tekanan darah dari ekstrak etanol buah inggir-inggir terhadap tikus Wistar normotensi dan hipertensi.
Pada penelitian ini menggunakan tikus Wistar jantan normotensi dan hipertensi. Tikus Wistar normotensi diukur tekanan darah awalnya dengan menggunakan alat NIBP (Non Invasive Blood Pressure) lalu dibagi menjadi 5 kelompok yaitu kelompok kontrol negatif diberikan CMC Na 0,5%, kontrol positif diberikan bisoprolol dosis 0,0714 mg/kg bb, dan kelompok uji diberikan ekstrak etanol buah inggir-inggir dosis 50, 100, 150 mg/kg bb. Perlakuan diberikan selama 14 hari berturut-turut. Pengukuran tekanan darah dilakukan pada hari ke-7 dan ke-14. Tikus Wistar hipertensi diukur tekanan darah awalnya lalu dibagi menjadi 6 kelompok yaitu kelompok normal, tidak diberikan perlakuan; kelompok kontrol negatif diberikan CMC-Na 0,5%; kontrol positif diberikan bisoprolol 0,0714 mg/kg bb, dan kelompok uji diberikan ekstrak etanol buah inggir-inggir dosis 50, 100 dan 150 mg/kg bb. Sebelum diberi perlakuan, tikus diinduksi dengan larutan NaCl 2,5% dan metilprednisolon dosis 1,5 mg/kg bb selama 7 hari berturut-turut; pada hari ke-8 diberi perlakuan sampai hari ke-14. Pengukuran tekanan darah dilakukan setiap hari pada hari ke-8 sampai hari ke-14.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian EEBI (Ekstrak Etanol Buah Inggir-Inggir) tidak dapat menurunkan secara signifikan (p > 0,05) tekanan darah tikus Wistar normotensi. EEBI dosis 150 mg/kg bb adalah kelompok yang paling baik menurunkan TDS (Tekanan Darah Sistol), TDD (Tekanan Darah Diastol), dan TAR (Tekanan Arteri Rata-Rata) tikus Wistar normotensi berturut-turut yaitu, 7,42 ± 1,42% (9,8 mmHg), 11,65 ± 3,94% (10,2 mmHg) dan 9,97 ± 3,38% (10,1 mmHg). Tetapi, EEBI dapat menurunkan secara signifikan (p < 0,05) tekanan darah tikus Wistar hipertensi. EEBI dosis 50 mg/kg bb adalah kelompok yang paling baik menurunkan TDS, TDD, dan TAR tikus Wistar hipertensi berturut-turut yaitu, 30,9 ± 1,92% (84,4 mmHg), 19,31 ± 6,25% (37,2 mmHg) dan 24,49 ± 3,98% (53,2 mmHg). Penurunan tekanan ini tidak berbeda signifikan (p > 0,05) dengan bisoprolol sebagai kontrol positif.
Kata kunci: Buah inggir-inggir (Solanum sanitwongsei Craib.), tekanan darah,
EFFECTS OF ETHANOL EXTRACT INGGIR-INGGIR FRUIT (Solanum sanitwongsei Craib.) OF BLOOD PRESSURE REDUCTION IN
NORMOTENSION AND HYPERTENSION WISTAR RATS
ABSTRACT
Hypertension is a disease that most often affects the world which known and not known by sufferer. Side effect of conventional drugs as antihypertensives was dangerous caused the people tend to choose herbal medicine as an alternative treatment which is safer. Inggir-inggir fruit (Solanum sanitwongsei Craib.) is a medicinal plant that has antihypertensive properties. Some chemical content of inggir-inggir fruit are alkaloids, flavonoids, triterpenoids, tannins and steroids. Based on the content of their compounds, inggir inggir fruit be expected to give the effect of a decrease in blood pressure. The aim of this study was to determine the effects of blood pressure reduction of the ethanol extract of the inggir-inggir fruit on normotension and hypertension Wistar rats.
Animals used were male normotensive and hypertensive Wistar rats. Normotensive Wistar rats initially measured blood pressure using a NIBP tool (Non Invasive Blood Pressure) then divided into 5 groups: negative control group was given 0.5% Na CMC, positive control group was given bisoprolol 0.0714 mg/kg bw and test group was given ethanol extract inggir-inggir fruit at dose 50, 100 and 150 mg/kg body weight. Treatment was given for 14 consecutive days. Blood pressure measurements performed on days 7 and 14. Hypertensive Wistar rats initially blood pressure is measured and divided into 6 groups is normal group were not given treatment, negative control group was given 0.5% CMC-Na, positive control was given bisoprolol 0.0714 mg/kg bw and test group was given ethanol extract inggir-inggir fruit at dose 50, 100,150 mg/kg bw. Before the treatment, rats was induced with 2.5% sodium chloride solution and methylprednisolone 1.5 mg/kg bw for 7 consecutive days then treated on day 8 up to day 14. Blood pressure measurements performed daily on day 8 to day 14.
The study showed that ethanol extract inggir-inggir (EEII) fruit can not reduced significantly (p > 0.05) systole, diastole, heart rate and MAP (Mean Arterial Pressure) in normotensive Wistar rats. EEII at dose 150 mg/kg bw is the most effective group who can reduced systole, diastole and MAP consecutively, 7.42 ± 1.42% (9.8 mmHg), 11.65 ± 3.94% (10.2 mmHg) and 9.97 ± 3.38% (10.1 mmHg). But, EEII fruit can reduced significantly (p < 0.05) systole, diastole and MAP in hypertensive Wistar rats. EEII at dose 50 mg/kg bw is the most effective group who can reduced systole, diastole and MAP consecutively, 30.9 ± 1.92% (84.4 mmHg), 19.31 ± 6.25% (37.2 mmHg) and 24.49 ± 3.98% (53.2 mmHg). The reduction is not differed signifiqantly with bisoprolol as positive control.
Keyword : Inggir-inggir fruit (Solanum sanitwongsei Craib.), blood pressure,
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
PENGESAHAN SKRIPSI ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
DAFTAR SINGKATAN ... xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 3
1.3 Hipotesis ... 3
1.4 Tujuan Penelitian ... 4
1.5 Manfaat Penelitian ... 4
1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 Uraian Tumbuhan ... 7
2.1.1 Sistematika tumbuhan ... 7
2.1.3 Habitat ... 8
2.1.4 Morfologi ... 8
2.1.5 Khasiat dan penggunaan ... 8
2.1.6 Kandungan kimia ... 9
2.2 Ekstrak ... 9
2.2.1 Cara dingin ... 9
2.2.2 Cara panas ... 10
2.3 Tekanan Darah ... 10
2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah ... 11
2.4.1 Tekanan darah sistol dan diastol ... 11
2.4.2 Tekanan arteri rata-rata ... 11
2.4.3 Curah jantung ... 12
2.4.4 Volume sekuncup (Stroke Volume) ... 12
2.4.5 Aliran balik vena ... 14
2.4.6 Tahanan perifer total ... 16
2.4.7 Denyut jantung ... 16
2.4.8 Elastisitas pembuluh arteri ... 16
2.4.9 Viskositas darah ... 17
2.5 Pengaturan Tekanan Darah ... 17
2.5.1 Pengaturan tekanan darah jangka pendek ... 17
2.5.2 Pengaturan tekanan darah jangka panjang ... 19
2.6 Hipertensi ... 21
2.6.1 Hipertensi primer (essensial) ... 22
2.7 Patofisiologi Hipertensi ... 23
2.8 Farmakoterapi Hipertensi ... 24
2.9 Obat Antihipertensi ... 26
2.9.1 Diuretik ... 26
2.9.2 Penghambat enzim konversi angiotensin (ACEi) ... 28
2.9.3 Antagonis kalsium ... 28
2.9.4 Penghambat reseptor angiotensin (ARB) ... 28
2.9.5 Penghambat reseptor β (β blocker) ... 29
2.9.6 Penghambat reseptor alfa (α blocker) ... 30
2.9.7 Agonis α2 sentral ... 31
2.10 Metode Pengukuran Tekanan Darah Secara Noninvasif ... 31
BAB III METODE PENELITIAN ... 33
3.1 Alat dan Bahan ... 37
3.1.1 Alat ... 37
3.1.2 Bahan ... 37
3.2 Penyiapan Sampel ... 30
3.2.1 Pengambilan dan pengolahan sampel ... 37
3.3 Pembuatan Ekstrak Etanol Buah Inggir-Inggir (EEBI) ... 38
3.4 Hewan Percobaan ... 38
3.5 Penyiapan Bahan Uji ... 38
3.5.1 Pembuatan suspensi CMC-Na 0,5% (b/v) ... 39
3.5.2 Pembuatan larutan NaCl 2,5% (b/v) ... 39
3.5.3 Pembuatan suspensi metilprednisolon tablet ... 39
3.5.5 Pembuatan suspensi bisoprolol tablet (SB) ... ... 40
3.6 Pengukuran TD Tikus Wistar dengan Alat NIBP ... 40
3.7 Pengujian Efek Penurunan TD Tikus Normotensi ... 41
3.8 Pengujian Efek Peningkatan TD Setelah Induksi Hipertensi ... 42
3.9 Pengujian Efek Penurunan TD Tikus Hipertensi ... 42
3.10 Analisis Statistik ... 43
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44
4.1 Bahan Baku Ekstrak ... 44
4.2 Hasil Uji Penurunan TD Tikus Normotensi ... ... 45
4.2.1 Hasil perubahan TDS tikus normotensi ... 45
4.2.2 Hasil perubahan TDD tikus normotensi ... ... 48
4.2.3 Hasil perubahan DJ tikus normotensi ... 51
4.2.4 Hasil perubahan TAR tikus normotensi ... 55
4.3 Hasil Peningkatan TD Tikus Setelah Induksi Hipertensi ... 58
4.4 Hasil Uji Penurunan TD Tikus Hipertensi ... 62
4.4.1 Hasil perubahan TDS tikus hipertensi ... 62
4.4.2 Hasil perubahan TDD tikus hipertensi ... 65
4.4.3 Hasil perubahan DJ tikus hipertensi ... ... 69
4.4.4 Hasil perubahan TAR tikus hipertensi ... 73
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 79
5.1 Kesimpulan ... 79
5.2 Saran ... 79
DAFTAR PUSTAKA ... 81
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah berdasarkan JNC VII ... 21
Tabel 3.1 Matriks penelitian uji efek EEBI terhadap penurunan TD tikus Wistar normotensi ... 34
Tabel 3.2 Matriks penelitian uji efek EEBI terhadap penurunan TD tikus Wistar hipertensi ... 35
Tabel 4.1 Hasil karakterisasi serbuk simplisia buah inggir-inggir ... 44
Tabel 4.2 Hasil skrinning fitokima serbuk simplisia dan ektrak etanol buah inggir-inggir (EEBI) ... 45
Tabel 4.3 Rata-rata TDS (mmHg) tikus normotensi hari ke-0, ke-7 dan ke-14 ... 46
Tabel 4.4 Rata-rata persentase perubahan TDS (%) tikus normotensi pada hari ke-7 dan hari ke-14 ... 47
Tabel 4.5 Rata-rata TDD (mmHg) tikus normotensi hari ke-0, ke-7 dan ke-14 ... 49
Tabel 4.6 Rata-rata persentase perubahan TDD (%) tikus normotensi pada hari ke-7 dan ke-14 ... 50
Tabel 4.7 Rata-rata DJ (BPM) tikus normotensi hari 0, 7 dan
ke-14 ... 52
Tabel 4.8 Rata-rata persentase perubahan DJ (%) tikus normotensi pada hari ke-7 dan ke-14 ... 54
Tabel 4.9 Rata-rata TAR (mmHg) tikus normotensi hari ke-0, ke-7 dan ke-14 ... 55
Tabel 4.10 Rata-rata persentase perubahan TAR (%) pada hari ke-7 dan ke-14 ... 57
Tabel 4.11 Hasil TD tikus wistsetiap kelompok setelah diinduksi larutan NaCl 2,5% dan metilprednisolon 1,5 mg/kg bb ... 58
Tabel 4.12 Rata-rata persentase peningkatan TD (%) tikus wistar setelah diinduksi larutan NaCl 2,5% dan metilprednisolon 1,5 mg/kg
Tabel 4.13 Rata-rata TDS (mmHg) tikus hipertensi hari ke-7, ke-8, ke-9,
ke-10, ke-11, ke-12, ke-13 dan ke-14 ... 62
Tabel 4.14 Rata-rata persentase perubahan TDS (%) tikus hipertensi hari
ke-7, ke-8, ke-9, ke-10, ke-11, ke-12, ke-13 dan ke-14 ... 64
Tabel 4.15 Rata-rata TDD (mmHg) tikus hipertensi hari ke-7, ke-8, ke-9,
ke-10, ke-11, ke-12, ke-13 dan ke-14 ... 66
Tabel 4.16 Rata-rata persentase perubahan TDD (%) tikus hipertensi hari
ke-7, ke-8, ke-9, ke-10, ke-11, ke-12, ke-13 dan ke-14 ... 68
Tabel 4.17 Rata-rata DJ (BPM) tikus hipertensi hari 7, 8, 9,
ke-10, ke-11, ke-12, ke-13 dan ke-14 ... 70
Tabel 4.18 Rata-rata persentase perubahan DJ (%) tikus hipertensi hari ke-7, ke-8, ke-9, ke-10, ke-11, ke-12, ke-13 dan ke-14 ... 72
Tabel 4.19 Rata-rata TAR (mmHg) tikus hipertensi hari ke-7, ke-8, ke-9, ke-10, ke-11, ke-12, ke-13 dan ke-14 ... 74
Tabel 4.20 Rata-rata persentase perubahan TAR (%) tikus hipertensi hari
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian ... 6
Gambar 2.1 Tumbuhan buah inggir-inggir (Solanum sanitwongsei Craib.) ... 7 Gambar 2.2 Sistem renin-angiotensin aldosteron ... 19 Gambar 2.3 Patogenesis hipertensi ... 23 Gambar 2.4 Algoritma dan target tekanan darah pengobatan hipertensi 25 Gambar 2.5 Algoritma terapi hipertensi berdasarkan komplikasi
penyakit ... 26
Gambar 4.1 Grafik hasil perubahan TDS (mmHg) tikus normotensi
terhadap hari pengukuran pada tiap kelompok perlakuan ... 46
Gambar 4.2 Grafik hasil persentase perubahan TDS (%) tikus normotensi terhadap hari pengukuran pada tiap kelompok perlakuan ... 48
Gambar 4.3 Grafik hasil perubahan TDD (mmHg) tikus normotensi terhadap hari pengukuran pada tiap kelompok perlakuan ... 49
Gambar 4.4 Grafik hasil persentase perubahan TDD (%) tikus normotensi terhadap hari pengukuran pada tiap kelompok perlakuan ... 51
Gambar 4.5 Grafik hasil perubahan DJ (BPM) tikus normotensi terhadap hari pengukuran pada tiap kelompok perlakuan ... 53
Gambar 4.6 Grafik hasil persentase perubahan DJ (%) tikus normotensi terhadap hari pengukuran pada tiap kelompok perlakuan ... 54
Gambar 4.7 Grafik hasil perubahan TAR (mmHg) tikus normotensi terhadap hari pengukuran pada tiap kelompok perlakuan ... 56
Gambar 4.8 Grafik hasil persentase perubahan TAR (%) tikus normotensi terhadap hari pengukuran pada tiap kelompok perlakuan ... 57
Gambar 4.10 Grafik hasil persentase kenaikan TDD (%) setelah pemberian larutan NaCl 2,5% dan metilprednisolon dosis 1,5 mg/kg bb pada tiap kelompok perlakuan ... 60
Gambar 4.11 Grafik hasil persentase kenaikan DJ (%) setelah pemberian larutan NaCl 2,5% dan metilprednisolon dosis 1,5 mg/kg bb pada tiap kelompok perlakuan ... 61
Gambar 4.12 Grafik hasil persentase kenaikan TAR (%) setelah pemberian larutan NaCl 2,5% dan metilprednisolon dosis 1,5 mg/kg bb pada tiap kelompok perlakuan ... 61
Gambar 4.13 Grafik hasil perubahan TDS (mmHg) tikus hipertensi terhadap hari pengukuran pada tiap kelompok perlakuan ... 63
Gambar 4.14 Grafik hasil persentase perubahan TDS (%) hipertensi terhadap hari pengukuran pada tiap kelompok perlakuan ... 65
Gambar 4.15 Grafik hasil perubahan TDD (mmHg) tikus hipertensi terhadap hari pengukuran pada tiap kelompok perlakuan ... 67
Gambar 4.16 Grafik hasil persentase perubahan TDD (%) hipertensi terhadap hari pengukuran pada tiap kelompok perlakuan ... 69
Gambar 4.17 Grafik hasil perubahan DJ (BPM) tikus hipertensi terhadap hari pengukuran pada tiap kelompok perlakuan ... 71
Gambar 4.18 Grafik hasil persentase perubahan DJ (%) hipertensi terhadap hari pengukuran pada tiap kelompok perlakuan ... 73
Gambar 4.19 Grafik hasil perubahan TAR (mmHg) tikus hipertensi terhadap hari pengukuran pada tiap kelompok perlakuan ... 75
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Hasil determinasi tumbuhan buah inggir-inggir (Solanum
sanitwongsei Craib.) ... 84
Lampiran 2 Data TD tikus wistar normotensi hari ke-0 ... 85
Lampiran 3 Data TD tikus wistar normotensi hari ke-7 ... 86
Lampiran 4 Data TD tikus wistar normotensi hari ke-14 ... 87
Lampiran 5 Data persentase perubahan TD tikus wistar normotensi hari ke-7 ... 88
Lampiran 6 Data persentase perubahan TD tikus wistar normotensi hari ke-14 ….. ... 89
Lampiran 7 Data TD tikus wistar hipertensi hari ke-0 ... 90
Lampiran 8 Data TD tikus wistar hipertensi hari ke-7 ... 91
Lampiran 9 Data TD tikus wistar hipertensi hari ke-8 ... 92
Lampiran 10 Data TD tikus wistar hipertensi hari ke-9 ... 93
Lampiran 11 Data TD tikus wistar hipertensi hari ke-10 ... 94
Lampiran 12 Data TD tikus wistar hipertensi hari ke-11 ... 95
Lampiran 13 Data TD tikus wistar hipertensi hari ke-12 ... 96
Lampiran 14 Data TD tikus wistar hipertensi hari ke-13 ... 97
Lampiran 15 Data TD tikus wistar hipertensi hari ke-14 ... 98
Lampiran 16 Data persentase peningkatan TD tikus wistar setelah permberian larutan NaCl 2,5% dan metilprednisolon dosis 1,5 mg/kg bb ... 99
Lampiran 17 Data persentase perubahan TD tikus wistar hipertensi ke-8 ... 100
Lampiran 19 Data persentase perubahan TD tikus wistar hipertensi
hari ke-10 ... 102
Lampiran 20 Data persentase perubahan TD tikus wistar hipertensi
hari ke-11 ... 103
Lampiran 21 Data persentase perubahan TD tikus wistar hipertensi
hari ke-12 ... 104
Lampiran 22 Data persentase perubahan TD tikus wistar hipertensi
hari ke-13 ... 105
Lampiran 23 Data persentase perubahan TD tikus wistar hipertensi
hari ke-14 ... 106
Lampiran 24 Contoh perhitungan dosis CMC Na 0,5% dosis 1% bb .... 107
Lampiran 25 Contoh perhitungan metilprednisolon dosis 1,5 mg/kg bb 108
Lampiran 26 Contoh perhitungan NaCl 2,5% ... 109
Lampiran 27 Contoh perhitungan EEBI dosis 50, 100, 150 mg/kg bb .. 110
Lampiran 28 Contoh perhitungan bisoprolol dosis 0,0714 mg/kg bb .... 111
Lampiran 29 Bagan alur penelitian ... 112
Lampiran 30 Gambar tumbuhan inggir-inggir (Solanum sanitwongsei
Craib.) ... 113
Lampiran 31 Contoh hasil pengukuran TD tikus wistar ... 114
DAFTAR SINGKATAN
ACE : Angiotensin Converting Enzyme
ACEi : Angiotensin Converting Enzyme inhibitor
ARB : Angiotensin Receptor Blocker
AT : Angiotensin
AV : Atrioventrikular
b/v : berat/volume
bb : berat badan
bw : body weight
BPM : Beat Per Minute
CCB : Calcium Channel Blocker
CMC Na : Carboxyl Metil Selulosa Natrium
DJ : Denyut Jantung
EBM : Evidence Based Medicine
EDV : End Diastolic Volume
EEBI : Ekstrak Etanol Buah Inggir-Inggir
ESV : End Systolic Volume
HR : Heart Rate
JNC : Joint Nation Commitee
LIPI : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
PGK : Penyakit Ginjal Kronis
MAP : Mean Atrial Pressure
NaCl : Natrium Klorida
NO : Nitrit Oksida
NTS : Nukleus Traktus Solitarius
RAAS : Renin Angiotensin Aldosteron System
SB : Suspensi Bisoprolol
SD : Standar Deviasi
SEEBI : Suspensi Ekstrak Etanol Buah Inggir-Inggir
SV : Stroke Volume
TAR : Tekanan Arteri Rata-Rata
TD : Tekanan Darah
TDD : Tekanan Darah Diastol
EFEK EKSTRAK ETANOL BUAH INGGIR-INGGIR
(Solanum sanitwongsei Craib.) TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH TIKUS WISTAR NORMOTENSI DAN HIPERTENSI
ABSTRAK
Hipertensi adalah penyakit yang paling sering terjadi di dunia yang disadari maupun tidak oleh penderitanya. Efek samping obat-obat konvensional antihipertensi yang berbahaya menyebabkan masyarakat cenderung memilih obat herbal sebagai alternatif pengobatan yang lebih aman. Buah inggir-inggir (Solanum sanitwongsei Craib.) adalah tanaman obat yang memiliki khasiat antihipertensi. Beberapa kandungan senyawa kimia buah inggir-inggir adalah alkaloid, flavonoid, triterpenoid, tanin dan steroid. Berdasarkan kandungan kimianya, buah inggir-inggir diduga dapat menurunkan tekanan darah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek penurunan tekanan darah dari ekstrak etanol buah inggir-inggir terhadap tikus Wistar normotensi dan hipertensi.
Pada penelitian ini menggunakan tikus Wistar jantan normotensi dan hipertensi. Tikus Wistar normotensi diukur tekanan darah awalnya dengan menggunakan alat NIBP (Non Invasive Blood Pressure) lalu dibagi menjadi 5 kelompok yaitu kelompok kontrol negatif diberikan CMC Na 0,5%, kontrol positif diberikan bisoprolol dosis 0,0714 mg/kg bb, dan kelompok uji diberikan ekstrak etanol buah inggir-inggir dosis 50, 100, 150 mg/kg bb. Perlakuan diberikan selama 14 hari berturut-turut. Pengukuran tekanan darah dilakukan pada hari ke-7 dan ke-14. Tikus Wistar hipertensi diukur tekanan darah awalnya lalu dibagi menjadi 6 kelompok yaitu kelompok normal, tidak diberikan perlakuan; kelompok kontrol negatif diberikan CMC-Na 0,5%; kontrol positif diberikan bisoprolol 0,0714 mg/kg bb, dan kelompok uji diberikan ekstrak etanol buah inggir-inggir dosis 50, 100 dan 150 mg/kg bb. Sebelum diberi perlakuan, tikus diinduksi dengan larutan NaCl 2,5% dan metilprednisolon dosis 1,5 mg/kg bb selama 7 hari berturut-turut; pada hari ke-8 diberi perlakuan sampai hari ke-14. Pengukuran tekanan darah dilakukan setiap hari pada hari ke-8 sampai hari ke-14.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian EEBI (Ekstrak Etanol Buah Inggir-Inggir) tidak dapat menurunkan secara signifikan (p > 0,05) tekanan darah tikus Wistar normotensi. EEBI dosis 150 mg/kg bb adalah kelompok yang paling baik menurunkan TDS (Tekanan Darah Sistol), TDD (Tekanan Darah Diastol), dan TAR (Tekanan Arteri Rata-Rata) tikus Wistar normotensi berturut-turut yaitu, 7,42 ± 1,42% (9,8 mmHg), 11,65 ± 3,94% (10,2 mmHg) dan 9,97 ± 3,38% (10,1 mmHg). Tetapi, EEBI dapat menurunkan secara signifikan (p < 0,05) tekanan darah tikus Wistar hipertensi. EEBI dosis 50 mg/kg bb adalah kelompok yang paling baik menurunkan TDS, TDD, dan TAR tikus Wistar hipertensi berturut-turut yaitu, 30,9 ± 1,92% (84,4 mmHg), 19,31 ± 6,25% (37,2 mmHg) dan 24,49 ± 3,98% (53,2 mmHg). Penurunan tekanan ini tidak berbeda signifikan (p > 0,05) dengan bisoprolol sebagai kontrol positif.
Kata kunci: Buah inggir-inggir (Solanum sanitwongsei Craib.), tekanan darah,
EFFECTS OF ETHANOL EXTRACT INGGIR-INGGIR FRUIT (Solanum sanitwongsei Craib.) OF BLOOD PRESSURE REDUCTION IN
NORMOTENSION AND HYPERTENSION WISTAR RATS
ABSTRACT
Hypertension is a disease that most often affects the world which known and not known by sufferer. Side effect of conventional drugs as antihypertensives was dangerous caused the people tend to choose herbal medicine as an alternative treatment which is safer. Inggir-inggir fruit (Solanum sanitwongsei Craib.) is a medicinal plant that has antihypertensive properties. Some chemical content of inggir-inggir fruit are alkaloids, flavonoids, triterpenoids, tannins and steroids. Based on the content of their compounds, inggir inggir fruit be expected to give the effect of a decrease in blood pressure. The aim of this study was to determine the effects of blood pressure reduction of the ethanol extract of the inggir-inggir fruit on normotension and hypertension Wistar rats.
Animals used were male normotensive and hypertensive Wistar rats. Normotensive Wistar rats initially measured blood pressure using a NIBP tool (Non Invasive Blood Pressure) then divided into 5 groups: negative control group was given 0.5% Na CMC, positive control group was given bisoprolol 0.0714 mg/kg bw and test group was given ethanol extract inggir-inggir fruit at dose 50, 100 and 150 mg/kg body weight. Treatment was given for 14 consecutive days. Blood pressure measurements performed on days 7 and 14. Hypertensive Wistar rats initially blood pressure is measured and divided into 6 groups is normal group were not given treatment, negative control group was given 0.5% CMC-Na, positive control was given bisoprolol 0.0714 mg/kg bw and test group was given ethanol extract inggir-inggir fruit at dose 50, 100,150 mg/kg bw. Before the treatment, rats was induced with 2.5% sodium chloride solution and methylprednisolone 1.5 mg/kg bw for 7 consecutive days then treated on day 8 up to day 14. Blood pressure measurements performed daily on day 8 to day 14.
The study showed that ethanol extract inggir-inggir (EEII) fruit can not reduced significantly (p > 0.05) systole, diastole, heart rate and MAP (Mean Arterial Pressure) in normotensive Wistar rats. EEII at dose 150 mg/kg bw is the most effective group who can reduced systole, diastole and MAP consecutively, 7.42 ± 1.42% (9.8 mmHg), 11.65 ± 3.94% (10.2 mmHg) and 9.97 ± 3.38% (10.1 mmHg). But, EEII fruit can reduced significantly (p < 0.05) systole, diastole and MAP in hypertensive Wistar rats. EEII at dose 50 mg/kg bw is the most effective group who can reduced systole, diastole and MAP consecutively, 30.9 ± 1.92% (84.4 mmHg), 19.31 ± 6.25% (37.2 mmHg) and 24.49 ± 3.98% (53.2 mmHg). The reduction is not differed signifiqantly with bisoprolol as positive control.
Keyword : Inggir-inggir fruit (Solanum sanitwongsei Craib.), blood pressure,
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Hipertensi adalah salah satu penyakit pembunuh diam-diam (silent killer) yang dikenal sebagai penyakit kardiovaskular. Meningkatnya tekanan darah dan
gaya hidup yang tidak seimbang dapat meningkatkan faktor risiko munculnya
berbagai penyakit seperti arteri koroner, gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal.
Salah satu studi menyatakan pasien yang menghentikan terapi antihipertensi
kemungkinan lima kali lebih besar terkena stroke. Penyakit ini salah satu
penyumbang tingginya biaya pengobatan akibat tingginya angka kunjungan ke
dokter, perawatan di rumah sakit dan/atau penggunaan obat jangka panjang
(Depkes RI, 2006).
Menurut Ikeda, et al., (2014), penyumbang terbesar penyakit hipertensi di
dunia adalah Amerika dengan prevalensi sebesar 83,9% pada tahun 2009-2010
terjadi pada umur 35-49 tahun. Di Indonesia, prevalensi hipertensi sebesar 25,8%
terjadi pada usia ≥18 tahun. Penderita hipertensi yang paling banyak berasal dari
kalangan menengah ke bawah yang tinggal di perkotaan dengan status
pengangguran (Riskesdas, 2013). Mahalnya obat-obat kimia untuk mengobati
hipertensi tidak dapat ditanggung oleh masyarakat ekonomi lemah sehingga
obat-obat herbal menjadi alternatif utama.
Banyak pengobatan tradisional yang telah direkomendasikan sebagai
alternatif untuk mengobati hipertensi. Mekanisme obat herbal pada pengobatan
tumbuhan bekerja dengan berbagai cara, antara lain menurunkan volume cairan
tubuh (diuresis), mengurangi tahanan perifer (vasodilator), atau menghambat
pelepasan hormon aldosteron. Kebanyakan tumbuhan yang telah ditemukan
mengandung beberapa senyawa seperti alkaloid, terpenoid, flavonoid, steroid,
glikosida dan saponin. Tetapi baru sedikit yang telah diketahui aksi yang spesifik
dari tumbuhan tersebut dalam pengobatan hipertensi (Loew dan Kaszkin, 2002).
Buah inggir-inggir termasuk genus Solanum merupakan salah satu
tanaman obat yang berpotensi dimanfaatkan sebagai obat antihipertensi. Menurut
penelitian Thongpukdee, et al., (2010), diketahui bahwa buah inggir-inggir adalah
tanaman obat yang biasa digunakan untuk mengobati batuk dan menurunkan
kadar glukosa darah pada pasien diabetes. Menurut Fabellar (1998),
mengkonsumsi secara teratur buah inggir-inggir dapat menurunkan kadar glukosa
darah pasien diabetes. Kegunaaannya sebagai antihipertensi belum banyak dikaji
namun ada beberapa kasus di Indonesia terutama di Sumatera Utara menunjukkan
bahwa mengkonsumsi tanaman ini dapat menurunkan tekanan darah tinggi.
Walaupun menurut Maryono (2008), penggunaan tanaman obat sebagai
antihipertensi tidak sepenuhnya mampu menurunkan tekanan darah namun
setidaknya dapat mengurangi konsumsi obat konvensional yang harganya relatif
mahal dan mengurangi efek samping yang ditimbulkannya. Belum diketahui
secara pasti kandungan kimia yang terdapat pada buah inggir-inggir tetapi
umumnya famili solanaceae memiliki kandungan flavonoid tinggi yang memiliki
efek sebagai antihipertensi. Solanum macrocarpum yang juga berasal dari genus Solanum telah terbukti memiliki efek antihipertensi, dan diketahui bahwa tanaman
2011). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar genus Solanum memiliki
aktivitas antihipertensi.
Menurut penelitian Sinaga (2014), ekstrak etanol buah inggir-inggir dosis
50, 100 dan 150 mg/kg bb per oral pada tikus jantan memiliki efek diuretik yang
tidak berbeda signifikan secara statistik dengan furosemida dosis 3,6 mg/kg bb
terhadap kadar natrium dan kalium yang diinduksi NaCl 0,9 % secara oral dengan
dosis 20 ml/kg bb. Oleh sebab itu, pada penelitian ini diuji efek ekstrak etanol
buah inggir-inggir terhadap penurunan tekanan darah pada tikus wistar normotensi
dan hipertensi.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. apakah ekstrak etanol buah inggir-inggir dapat menurunkan tekanan darah
tikus Wistar normotensi?
b. apakah ekstrak etanol buah inggir-inggir dapat menurunkan tekanan darah tikus
Wistar hipertensi?
1.3 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. ekstrak etanol buah inggir-inggir dapat menurunkan tekanan darah tikus Wistar
normotensi.
b. ekstrak etanol buah inggir-inggir dapat menurunkan tekanan darah tikus Wistar
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan hipotesis penelitian di atas, maka tujuan dalam penetian ini
adalah sebagai berikut:
a. untuk mengetahui efek penurunan tekanan darah ekstrak etanol buah
inggir-inggir terhadap tikus Wistar normotensi.
b. untuk mengetahui efek penurunan tekanan darah ekstrak etanol buah
inggir-inggir terhadap tikus Wistar hipertensi.
1.5 Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka manfaat dalam penelitian
adalah sebagai berikut:
a. mengembangkan buah inggir-inggir menjadi obat herbal dengan efek menurunkan
tekanan darah.
b. menambah inventaris tanaman obat Indonesia yang berkhasiat menurunkan
tekanan darah.
1.6 Kerangka Pikir Penelitian
Penelitian dilakukan terhadap tikus jantan putih galur Wistar normotensi
dan hipertensi. Variabel bebas terdiri dari ekstrak etanol buah inggir-inggir
(EEBI), suspensi ekstrak etanol buah inggir-inggir (SEEBI), kelompok perlakuan
terhadap tikus Wistar normotensi meliputi kelompok normotensi + EEBI 50, 100
dan 150 mg/kg bb, normotensi + CMC Na 0,% dan normotensi + suspensi
bisoprolol (SB) 0,0714 mg/kg bb. Kelompok perlakuan terhadap tikus hipertensi
meliputi NaCl + metilprednisolon (hipertensi), hipertensi + CMC Na 0,5%,
mg/kg bb. Variabel terikat meliputi TD tikus normotensi dan hipertensi. Terdapat
4 parameter dalam penelitian ini yaitu tekanan darah sistol (TDS), tekanan darah
diastol (TDD), denyut jantung (DJ) dan tekanan arteri rata-rata (TAR) seperti
Adapun kerangka pikir penelitian ini :
Variabel bebas Variabel terikat Parameter
Normotensi + EEBI dosis 50 mg/kg bb
Normotensi + EEBI dosis 100 mg/kg bb
Normotensi + EEBI dosis 150 mg/kg bb
TD tikus normotensi
1.TDS (mmHg) 2.TDD (mmHg) 3.DJ (BPM) 4.TAR (mmHg)
TD Tikus Hipertensi
1.TDS (mmHg) 2.TDD (mmHg) 3. DJ (BPM) 4.TAR (mmHg) Normotensi + CMC Na
0,5%
Normotensi + SB 0,0714 mg/kg bb
NaCl + metilprednisolon (hipertensi)
Hipertensi + CMC Na 0,5%
Hipertensi + EEBI dosis 50 mg/kg bb
Hipertensi + EEBI dosis 100 mg/kg bb
Hipertensi + EEBI dosis 150 mg/kg bb
Hipertensi + SB 0,0714 mg/kg bb
Ekstrak Etanol Buah Inggir-Inggir (EEBI)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan
Tumbuhan inggir-inggir (Solanum sanitwongsei Craib.) adalah tumbuhan yang secara morfologi hampir mirip dengan tomat (Solanum lycopersicum), tekokak (Solanum torvum) dan terong (Solanum melongena). Tumbuhan ini mudah tumbuh di berbagai tempat seperti di semak dan pekarangan rumah.
Gambar 2.1 daun dan buah inggir-inggir (Solanum sanitwongsei Craib)
2.1.1 Sistematika tumbuhan
Tumbuhan inggir-inggir memiliki sistematika sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Solanales
Suku : Solanaceae
Marga : Solanum
2.1.2 Nama lain
Tumbuhan inggir-inggir memiliki nama lain yaitu:
Sinonim : Solanum kurzii Brace.
Nama daerah : Inggir-inggir (Batak), Terung siam (Jawa)
Nama asing : Talong siam (Tagalog), Ma kae kom; Ma waeng dton; Ma
waeng khruea (Thailand).
2.1.3 Habitat
Tumbuhan inggir-inggir umumnya tumbuh di semak dan di pekarangan
rumah dengan tinggi ± 2 m (Widyaningrum, 2011).
2.1.4 Morfologi
Inggir-inggir berbatang tegak, bulat, berkayu, berbulu halus, dan berwarna
putih putih kotor. Daun tunggal, lonjong, panjang 4-10 cm, lebar 3-7 cm, tepi rata,
ujung runcing, berbulu, tangkai panjang ±0,5 cm dan berwarna hijau. Bunga
majemuk, bentuk tandan, berbulu, tangkai panjang ±2 cm, bewarna ungu, kelopak
bertajuk lima, hijau keunguan, benang sari kuning, putik berbulu, kuning,
mahkota bentuk bintang dan berwarna ungu. Buah berbentuk bulat, masih muda
hijau setelah tua kuning atau jingga. Biji bulat pipih, kecil, kuning muda serta
mempunyai akar tunggang berwarna coklat kotor (Widyaningrum, 2011).
2.1.5 Khasiat dan penggunaan
Buah Inggir-inggir berkhasiat meredakan nyeri haid, obat kencing manis,
obat tekanan darah tinggi dan obat jerawat, bijinya digunakan untuk sakit gigi dan
obat pada gusi bengkak (Widyaningrum, 2011). Buah inggir-inggir efektif dalam
2.1.6 Kandungan kimia
Buah inggir-inggir mengandung saponin dan tanin, buah dan akarnya
mengandung polifenol, di samping itu akarnya juga mengandung alkaloida,
buahnya juga mengandung flavonoida (Widyaningrum, 2011).
2.2 Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (Ditjen POM, 1995).
Metode ekstraksi menurut Ditjen POM (1995) ada beberapa cara, yaitu:
cara dingin dan cara panas.
2.2.1 Cara dingin
a. Maserasi
Maserasi merupakan suatu proses pengekstrakan simplisia dengan
menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada
temperatur ruangan (kamar).
b. Perkolasi
Perkolasi merupakan suatu cara penyarian simplisia dengan menggunakan
perkolator di mana simplisianya terendam dalam pelarut yang selalu baru dan
umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Prosesnya terdiri dari tahapan
pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan dan penampungan ekstrak) terus-menerus sampai diperoleh ekstrak
2.2.2 Cara panas
a. Refluks
Refluks merupakan suatu cara ekstraksi dengan pelarut pada temperatur
titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik.
b. Sokletasi
Sokletasi merupakan suatu cara ekstraksi kontinu dengan menggunakan
alat soklet, di mana pelarut akan terkondensasi dari labu menuju pendingin,
kemudian jatuh membasahi sampel dan mengisi bagian tengah alat soklet. Tabung
sifon juga terisi dengan larutan ekstraksi dan ketika mencapai bagian atas tabung
sifon, larutan tersebut akan kembali ke dalam labu.
c. Digesti
Digesti merupakan maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur kamar, umumnya dilakukan pada
suhu 40-50oC.
d. Infundasi
Infundasi merupakan suatu cara ekstraksi dengan menggunakan pelarut air
pada temperatur 90oC selama 15 menit.
e. Dekoktasi
Dekoktasi merupakan suatu cara ekstraksi pada suhu 90oC dengan
menggunakan pelarut air selama 30 menit.
2.3 Tekanan Darah
Tekanan darah adalah kekuatan yang dihasilkan aliran darah terhadap
dinyatakan dalam milimeter air raksa (mmHg). Secara umum tekanan darah
dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer total (Guyton, 1993).
tekanan darah = curah jantung x tahanan perifer total
Berdasarkan rumus di atas dapat dilihat bahwa setiap keadaan yang
meningkatkan baik curah jantung maupun tahanan perifer total akan
meningkatkan tekanan darah. Namun, pada dasarnya tekanan darah tidak hanya
diatur oleh satu sistem pengatur tekanan darah melainkan oleh beberapa sistem
yang saling berkaitan satu sama lain (Guyton, 1993).
2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah
2.4.1 Tekanan darah sistol dan diastol
Tekanan darah sistol adalah tekanan yang terjadi ketika ventrikel kiri
jantung berkontraksi untuk mengalirkan darah ke aorta sedangkan tekanan darah
diastol terjadi ketika ventrikel kiri jantung relaksasi. Tekanan darah sistol normal
berkisar antara 120 ± 10 mmHg dan tekanan darah diastol normal berkisar antara
80 ± 10 mmHg (Gunstream, 2000).
2.4.2 Tekanan arteri rata-rata
Tekanan darah arteri rata-rata adalah tekanan rata-rata selama satu siklus
denyut jantung. Besarnya tekanan arteri biasanya sedikit lebih rendah daripada
rata-rata tekanan sistolik dan tekanan diastolik. Pada orang dewasa muda yang
normal tekanan arteri rata kira-kira 96 mmHg, sedikit lebih kecil dari
rata-rata tekanan sistolik dan tekanan diastolik, yaitu 120 dan 80 mmHg (Guyton,
1993).
Tekanan darah arteri rata-rata adalah gaya utama yang mendorong darah
tidak akan menerima aliran darah dari jantung. Sebaliknya, jika terlalu tinggi
menyebabkan beban kerja tambahan bagi jantung dan meningkatkan risiko
kerusakan pembuluh serta perdarahan pada arteri-arteri kecil (Sherwood, 2001).
2.4.3 Curah jantung (Cardiac Output)
Selama periode waktu tertentu, jumlah darah yang dipompa oleh ventrikel
kiri dan ventrikel kanan sama besarnya. Jika tidak, akan terjadi penimbunan darah
di tempat tertentu di jantung atau paru-paru. Volume darah yang dipompa oleh
tiap-tiap ventrikel per menit disebut curah jantung. Peningkatan atau penurunan
curah jantung berbanding lurus dengan perubahan tekanan darah. Curah jantung
dipengaruhi oleh volume sekuncup dan denyut jantung (Sherwood, 2001).
curah jantung = volume sekuncup x denyut Jantung
Besar curah jantung seseorang tidak selalu sama, bergantung pada
keaktifkan tubuhnya. Curah jantung orang dewasa pada keadaan istirahat kurang
lebih 5 liter. Dengan kata lain, setiap menit ventrikel kanan memompa 5 liter
darah ke paru-paru dan ventrikel kiri memompa 5 liter darah ke sirkulasi sistemik.
Curah jantung akan meningkat saat bekerja berat, stres, dan olahraga lalu menurun
saat tidur (Sherwood, 2001).
2.4.4. Volume sekuncup (Stroke Volume)
Volume sekuncup (SV) adalah jumlah darah yang dipompa ke luar dari
ventrikel setiap berkontraksi. Volume sekuncup dipengaruhi oleh selisih antara
volume diastolik akhir atau end diastolic volume (EDV) dengan volume sistolik akhir, end systolic volume (ESV).
Volume diastolik akhir adalah jumlah darah di ventrikel sebelum
berkontraksi sedangkan volume sistolik akhir adalah jumlah darah di ventrikel
setelah berkontraksi. Dengan kata lain, semakin besar selisih antara volume
diastolik akhir dan volume sistolik akhir semakin besar juga jumlah darah yang
dialirkan ke sirkulasi sistemik saat ventrikel berkontraksi (Sherwood, 2001).
Berdasarkan hukum Frank Starling menyatakan:
a. Semakin besar darah di jantung saat diastol maka semakin besar jumlah darah
yang dipompakan ke aorta.
b. Dalam batas fisiologis, jantung memompakan darah kembali ke jantung tanpa
menyebabkan penumpukan darah di vena.
c. Jumlah darah yang dipompa oleh jantung bergantung pada jumlah darah yang
mengalir kembali ke vena.
Hubungan langsung antara volume diastolik akhir dan volume sekuncup
bergantung pada panjang tegangan otot jantung disebut kontrol intrinsik. Pada
keadaan istirahat, panjang serat otot jantung lebih kecil daripada panjang
optimum. Peningkatan volume diastolik akan meningkatkan panjang serat otot
awal sebelum kontraksi (preload) dan menyebabkan volume sekuncup lebih besar. Preload dinyatakan sebagai beban kerja yang diberikan jantung sebelum kontraksi dimulai. Ketika berkontraksi, ventrikel harus menghasilkan cukup
tekanan untuk mengatasi tekanan darah di arteri-arteri besar agar katup-katup
semilunaris dapat terbuka. Tekanan ini disebut dengan afterload.afterload adalah tekanan yang harus dilawan oleh jantung selama kontraksi untuk mempertahankan
volume sekuncup normal. Volume sekuncup juga diatur oleh kontrol ekstrinsik
dan meningkatkan aliran balik vena. Stimulasi simpatis menyebabkan konstriksi
vena yang memeras lebih banyak darah dari vena ke jantung sehingga terjadi
peningkatan volume diastolik akhir dan secara langsung akan meningkatkan
volume sekuncup (Sherwood, 2001).
2.4.5 Aliran balik vena
Darah meninggalkan jaringan sistemik menuju pembuluh darah vena
untuk dibawa kembali ke jantung. Selain berfungsi sebagai aliran bagi darah
kembali ke jantung, vena juga berfungsi sebagai reservoir darah; yaitu, apabila kebutuhan akan darah rendah, vena-vena dapat menyimpan darah ekstra sebagai
cadangan karena sifat mereka yang mudah diregangkan. Dalam keadaan istirahat,
pembuluh darah vena mengandung 60% volume darah total. Apabila, simpadan
darah dibutuhkan, faktor-faktor ekstrinsik melalui aktivitas saraf simpatis akan
mendorong darah dari vena ke jantung. Darah yang tersimpan di vena terlalu
banyak akan menyebabkan penurunan volume sekuncup dan curah jantung
(Sherwood, 2001).
Aliran balik vena adalah jumlah darah yang kembali ke jantung melalui
vena cava superior (Scanlon, 2007). Aliran balik vena dipengaruhi oleh berbagai
faktor yaitu aktivitas saraf simpatis, aktivitas otot rangka, efek katup vena,
aktivitas pernafasan dan efek penghisapan oleh jantung (cardiac suction effect). a. Aktivitas saraf simpatis, otot polos vena dipersarafi oleh banyak saraf
simpatis. Stimulasi saraf simpatis menimbulkan vasokontriksi vena yang
cukup meningkatkan tekanan vena; hal ini kemudian meningkatkan gradien
tekanan untuk mendorong lebih banyak darah dari vena ke dalam atrium
b. Aktivitas otot rangka, vena-vena besar banyak terletak diantara otot-otot
rangka sehingga pada saat otot-otot ini berkontraksi, vena-vena tersebut
tertekan. Penekanan ini akan menurunkan kapasitas vena dan meningkatkan
tekanan vena, sehingga darah mengalir ke jantung.
c. Efek katup vena, katup vena berbeda dengan katup atrioventrikular
(trikuspidalis dan bikuspidalis) dan katup semilunaris (aorta dan pulmonalis)
pada jantung. Katup vena bersifat satu arah yang berfungsi mendorong darah
ke jantung tetapi mencegah darah kembali ke jaringan. Katup-katup vena ini
juga berperan melawan efek gravitasi yang ditimbulkan oleh posisi berdiri
dengan memperkecil aliran balik darah yang cenderung terjadi ketika
seseorang dalam posisi berdiri.
d. Aktivitas pernafasan, Tekanan di dalam rongga dada rata-rata 5 mmHg di
bawah tekanan atmosfer. Pada saat mengalir melalui rongga dada, sistem
vena yang mengembalikan darah ke jantung dari bagian bawah tubuh terpapar
ke tekanan subatmosfer tersebut. Karena sistem vena di tungkai dan abdomen
mendapat tekanan normal, terjadi gradien tekanan eksternal antara vena-vena
bawah (tekanan atmosfer) dan vena-vena dada (5 mmHg lebih kecil dari
tekanan atmosfer). Perbedaan tekanan ini akan mendorong darah dari
vena-vena bagian bawah menuju vena-vena dada sehingga aliran balik vena-vena meningkat.
Mekanisme fasilitasi aliran balik vena ini dikenal sebagai pompa respirasi
karena terjadi akibat aktivitas pernafasan. Peningkatan aktivitas respirasi akan
meningkatkan aliran balik vena.
e. Efek penghisapan oleh jantung, Jantung memiliki peran pengisian darah
ke bawah, sehingga rongga atrium membesar. Akibatnya, tekanan atrium
sementara turun dibawah 0 mmHg. Sehingga gradien tekanan vena ke atrium
meningkat dan aliran balik vena juga meningkat. Tekanan ventrikel akan
lebih negatif dari pada tekanan vena dan atrium. Hal ini akan meningkatkan
gradien tekanan vena ke atrium lalu ke ventrikel. Dengan demikian, jantung
berfungsi sebagai “pompa penghisap” untuk mempermudah pengisian jantung
(Sherwood, 2001).
2.4.6 Tahanan perifer total
Tahanan perifer total adalah gesekan antara darah melawan dinding
pembuluh darah. Arteriol berperan penting dalam pengaturan tekanan darah
berdasarkan perubahan diameternya, mengubah tahanan perifer total. Ketika
arteriol berkontraksi, tahanan perifer dan tekanan darah meningkat. Namun
sebaliknya, ketika arteriol dilatasi tahanan perifer total dan tekanan darah
menurun (Gunstream, 2000).
2.4.7 Denyut jantung
Denyut jantung adalah denyut yang terjadi pada saat depolarisasai sinus
atrial node berkisar antara 60-80 kali permenit. Perlambatan denyut jantung di
bawah normal disebut bradikardia dan percepatan denyut jantung disebut
takikardia. Denyut jantung sangat mempengaruhi curah jantung. Secara tidak
langsung jika denyut jantung meningkat maka tekanan darah akan meningkat
melalui peningkatan curah jantung (Sherwood, 2001).
2.4.8 Elastisitas pembuluh arteri
Ketika ventrikel kiri berkontraksi, darah masuk ke aorta dan meregangkan
berbagai tekanan. Ketika ventrikel kiri relaksasi, pembuluh arteri kembali menjadi
normal. Elastisitas normal arteri mengatur tekanan darah sistol maupun diastol
(Scanlon, 2007).
2.4.9 Viskositas darah
Viskositas darah normal bergantung pada jumlah sel-sel darah merah dan
protein plasma, terutama albumin. Penurunan jumlah sel darah merah seperti pada
penderita anemia, atau menurunnya albumin, penyakit hati dan ginjal kronik dapat
menurunkan viskositas darah dan tekanan darah. Pada kondisi ini, mekanisme lain
seperti vasokontriksi akan mengatur tekanan darah menjadi normal (Scanlon,
2007).
2.5 Pengaturan Tekanan Darah
Mekanisme pengaturan tekanan darah dapat dibagi menjadi dua tipe yaitu
pengaturan tekanan darah jangka pendek dan pengaturan tekanan darah jangka
pendek. Pengaturan tekanan darah jangka panjang diperantarai oleh mekanisme
ginjal cairan tubuh dan sistem renin angiotensin aldosteron. Pengaturan tekanan
darah jangka pendek bekerja melalui saraf dengan pengaturan baroreseptor dan
kemoreseptor pembuluh darah arteri (Guyton, 1993).
2.5.1. Pengaturan tekanan darah jangka pendek
Pengaturan tekanan darah jangka pendek melibatkan refleks neuronal
susunan saraf pusat dan regulasi curah jantung. Mekanisme pengaturan tekanan
darah ini berlangsung beberapa detik hingga beberapa menit. Sistem refleks
neuronal yang mengatur tekanan darah bekerja melalui baroreseptor, yaitu suatu
reseptor regang yang mampu mendeteksi peregangan dinding pembuluh darah
perubahan PO2, PCO2 dan pH darah. Baroreseptor dapat dijumpai di hampir
semua arteri besar yang terletak di daerah toraks dan leher. Tetapi dijumpai
terutama dalam: dinding arteri karotis interna yang terletak di atas sinus karotikus
dan dinding arkus aorta. Sinus karotikus adalah bagian pembuluh darah yang
paling mudah teregang. Sinyal yang dijalarkan dari setiap sinus karotikus akan
melewati saraf hering yang sangat kecil ke saraf kranial ke-9 (glosofaringeal) dan
kemudian ke nukleus traktus solitarius (NTS) di daerah medula oblongata. Arkus
aorta adalah bagian yang paling teregang setiap kali terjadi ejeksi ventrikel kiri.
Sinyal dari arkus aorta dijalarkan melalui saraf kranial ke-10 (vagus) ke dalam
area yang sama di medula oblongata. Perangsangan vagus pada jantung akan
mengatur denyut, frekuensi dan kontraksi jantung. Pada keadaan normal sinus
karotikus lebih berperan dalam mengendalikan tekanan darah dibanding arkus
aorta, dimana arkus aorta memiliki ambang rangsang yang lebih tinggi dibanding
sinus karotikus. Baroresepor lebih banyak berespon terhadap tekanan yang
berubah cepat daripada tekanan yang menetap. Banyaknya jalur neuronal yang
saling berinteraksi untuk mengatur impuls saraf otonom dipengaruhu oleh
berbagai stimulus yang mempengaruhi tekanan darah seperti: emosi (takut, marah
dan cemas) dan stres fisik (Sherwood, 2001).
Kendali kemoreseptor pada sistem kardiovaskuler mencakup kemoreseptor
sentral dan perifer. Kemoreseptor sentral di medulla oblongata sensitif terhadap
PCO2 arteri yang tinggi. Peningkatan PCO2 arteri menstimulasi kemoreseptor
sentral untuk menghambat area vasomotor yang menyebabkan aktivasi saraf
simpatis kemudia vasokontriksi pembuluh darah. Kemoreseptor perifer berperan
dan arkus aorta. Penurunan PO2 arteri menstimulasi kemoreseptor untuk
menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah (Sherwood, 2001).
2.5.2 Pengaturan tekanan darah jangka panjang
Pengaturan tekanan darah jangka panjang berfungsi mengatur homeostatis
sirkulasi melalui sistem humoral endokrin yang melibatkan ginjal sebagai organ
pengatur utama distribusi cairan ekstraseluler. Mekanisme pengaturan tekanan
darah jangka panjang diperantarai oleh sistem sistem renin angiotensin aldosteron
(RAAS) merupakan sistem endogen kompleks yang dipengaruhi oleh ginjal dan
hati. Sistem ini berperan dalam pengaturan keseimbangan elektrolit baik secara
intraselular maupun ekstraselular, seperti ion Na+, K+ dan Cl- melalui pengaktifan
atau penghambatan hormon seperti terlihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Sistem renin angiotensin aldosteron (Scanlon, 2007)
a. Renin, enzim yang terdapat di sel-sel juxtaglomerular pada arteriol aferen
ginjal dan dilepaskan ke pembuluh darah sebagai respon terhadap sirkulasi
hidrolitik dekapeptida angiotensin I dari ujung amino terminal
angiotensinogen (Guyton, 1993).
b. Angiotensinogen, disebut juga sebagai substrat renin, di sirkulasi dijumpai dalam fraksi α2 globulin plasma. Angiotensinogen disintesa di dalam hati,
mengandung sekitar 13% karbohidrat dan dibentuk dari 453 residu asam
amino. Angiotensinogen akan memicu pelepasan angiotensin I ke pembuluh
darah (Guyton, 1993).
c. Angiotensin I, peptida asam amino-10 yang merupakan vasokonstriktor yang
ringan tetapi tidak cukup kuat untuk menyebabkan perubahan fungsional
yang bermakna dalam fungsi sirkulasi. Selama beberapa waktu, angiotensin I
akan berubah menjadi angiotensin II melalui bantuan enzim pengubah
angiotensin (ACE) (Guyton, 1993).
d. ACE atau Angiotensin Converting Enzyme, terdapat di endotelium pembuluh paru-paru dan epitel pembuluh darah yang berfungsi mengubah angiotensin I
menjadi angiotensin II (Scanlon, 2007).
e. Angiotensin II, vasokonstriktor yang sangat kuat terhadap sistem sirkulasi.
Angiotensin II berada dalam darah hanya selama 1 atau 2 menit, karena
angiotensin II secara cepat akan diinaktivasi oleh berbagai enzim darah yang
secara bersama-sama disebut angiotensinase. Angiotensin II akan berikatan
dengan reseptornya yaitu AT(1), AT(2) dan AT(3). AT(1) adalah reseptor
angiotensin II yang menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah melalui
peningkatan efek saraf simpatis dan merangsang korteks adrenal untuk
melepaskan aldosteron. AT(2) juga mempunyai peranan penting dalam
f. Aldosteron, yaitu hormon steroid yang bekerja pada tubulus ginjal untuk
mempertahankan ion natrium dan klorida dan mengekskresikan kalium, Jika
natrium direabsorpsi maka akan diikuti masuknya air ke dalam pembuluh
darah, yang menyebabkan volume darah meningkat sehingga tekanan darah
meningkat (Guyton, 1993).
Sistem RAAS merupakan sistem umpan balik kompleks yang berfungsi
dalam homeostasis sistemik. Penurunan atau peningkatan tekanan darah akan
memicu perubahan hormon-hormon dalam sistem renin angiotensin aldosteron
(Sherwood, 2001).
2.6 Hipertensi
Hipertensi adalah penyakit tekanan darah tinggi di atas batas normal
(120/80 mmHg). Para ahli medis menetapkan bahwa 120 - 139/80 - 89 dikatakan
sebagai prehipertensi (Scanlon, 2007). Klasifikasi tekanan darah menurut JNC
(Joint National Commitee) VII 2003 dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah berdasarkan JNC VII (Dipiro, et al., 2008). Klasifikasi Tekanan Sistolik (mmHg) Tekanan Diastolik (mmHg)
Normal <120 <80 Pre Hipertensi 120-139 80-89
Stadium I 140-159 90-99
Stadium II ≥160 ≥100
Klasifikasi tekanan darah yang telah dirilis oleh JNC VIII pada tahun 2013
masih merujuk klasifikasi tekanan darah JNC VII. Tetapi, manajemen terapi
hipertensi dalam JNC VIII lebih berdasarkan Evidence Based Medicine (EBM), komplikasi penyakit, ras dan riwayat penderita. Target tekanan darah pada
managemen terapi hipertensi dalam JNC VIII bergantung pada komplikasi
target terapi tekanan darah yang berbeda-beda yang akan dibahas pada sub bab 2.8
(James, et al., 2014).
Berdasarkan etiologi patofisiologinya hipertensi dapat dibedakan menjadi
hipertensi primer (e sensial) yang tidak diketahui penyebabnya dan hipertensi
sekunder (non esensial) yang diketahui penyebabnya (Depkes RI, 2006).
2.6.1 Hipertensi primer (esensial)
Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi essensial
(hipertensi primer). Literatur lain mengatakan, hipertensi essensial merupakan
95% dari seluruh kasus hipertensi.
Beberapa mekanisme yang mungkin berkontribusi untuk terjadinya
hipertensi ini telah diidentifikasi, namun belum satupun teori yang tegas
menyatakan patogenesis hipertensi primer tersebut. Hipertensi sering turun
temurun dalam suatu keluarga, hal ini setidaknya menunjukkan bahwa faktor
genetik memegang peranan penting pada patogenesis hipertensi primer. Menurut
data, bila ditemukan gambaran bentuk disregulasi tekanan darah yang monogenik
dan poligenik mempunyai kecenderungan timbulnya hipertensi essensial. Banyak
karakteristik genetik dari gen-gen ini yang mempengaruhi keseimbangan natrium,
tetapi juga di dokumentasikan adanya mutasi-mutasi genetik yang merubah
pelepasan nitrit oksida, ekskresi aldosteron, steroid adrenal, dan angiotensinogen
(Depkes RI, 2006).
2.6.2 Hipertensi sekunder (non esensial)
Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari penyakit
komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. Pada
renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu,
baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau
memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Apabila penyebab
sekunder dapat diidentifikasi, maka dengan menghentikan obat yang bersangkutan
atau mengobati/mengoreksi kondisi komorbid yang menyertainya sudah
merupakan tahap pertama dalam penanganan hipertensi sekunder (Depkes RI,
2006).
2.7 Patofisiologi Hipertensi
Banyak faktor patofisiologi yang telah dihubungkan dalam penyebab
hipertensi seperti meningkatnya aktivititas sistem saraf simpatis yang mungkin
berhubungan dengan pertambahan umur dan kondisi stres, berlebihnya kadar
natrium dan vasokonstriktor dalam tubuh, asupan garam tinggi, gangguan pada
sistem renin-angiotensin sehingga meningkatkan produksi aldosteron,
menurunnya kadar nitrit oksida (NO), dan meningkatnya viskositas darah (Oparil,
et al., 2003).
Korteks adrenal adalah bagian ginjal yang memproduksi hormon mineral
kortikoid dan glukokortikoid, yaitu aldosteron dan kortisol. Kelebihan aldosteron
akan meningkatkan reabsorpsi air dan natrium, sedangkan kelebihan kortisol
meningkatkan sintesa epinefrin dan norepinefrin yang bertindak sebagai
vasokonstriktor pembuluh darah. Secara tidak langsung, ini akan mempengaruhi
peningkatan volume darah, curah jantung dan menyebabkan peningkatan tahanan
perifer total (Dipiro, et al., 2008).
2.8 Farmakoterapi Hipertensi
Tujuan umum pengobatan hipertensi adalah menurunkan mortalitas dan
morbiditas yang berhubungan dengan kerusakan organ target seperti gagal
jantung, penyakit jantung koroner atau penyakit ginjal kronik. Target nilai tekanan
darah yang di rekomendasikan dalam JNC VII adalah <140/90 mmHg untuk
pasien dengan tanpa komplikasi, <130/80 mmHg untuk pasien dengan diabetes
dan penyakit ginjal kronis (Dipiro, et al., 2008). Menurut JNC VIII (2013), target
penurunan tekanan darah berbeda-beda pada pasien hipertensi berdasarkan
Gambar 2.4 Algoritma dan target tekanan darah pengobatan hipertensi (James, et al., 2014)
Kebanyakan pasien dengan hipertensi memerlukan dua atau lebih obat
antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah yang diinginkan. Penambahan
obat kedua dari kelas yang berbeda dimulai apabila pengunaan obat tunggal
dengan dosis lazim gagal mencapai target tekanan darah. Apabila tekanan darah
melebihi 20/10 mm Hg diatas target, dapat dipertimbangkan untuk memulai terapi
dengan dua obat. Yang harus diperhatikan adalah risiko untuk hipotensi ortostatik,
terutama pada pasien-pasien dengan diabetes, disfungsi autonomik, dan lansia
(Depkes RI, 2006).
Komplikasi penyakit-penyakit lain yang disebabkan oleh hipertensi seperti
gagal jantung, penyakit jantung koroner, infark miokard dan stroke memiliki
Gambar 2.5 Algoritma terapi hipertensi berdasarkan komplikasi penyakit (Dipiro, et al., 2008).
2.9 Obat Antihipertensi
2.9.1 Diuretik
Diuretik adalah obat antihipertensi yang bekerja dengan meningkatkan
pengeluaran urin (diuresis) melalui kerja langsung terhadap ginjal. Diuretik dibagi
menjadi empat golongan obat yaitu:
a. Diuretik lengkungan (loof of henle), disebut juga diuretik kuat karena bekerja di ansa henle bagian asenden pada nefron ginjal. Golongan obat ini bekerja
dengan cara menghambat reabsorpsi ion Na+, K+ dan Cl- di ansa henle dan
tubulus distal, mempengaruhi sistem co-transport ion Cl- yang menyebabkan
meningkatnya ekskresi air. Obat-obat yang termasuk diuretik kuat adalah
furosemida, asam etakrinat dan bumetamida.
b. Diuretik tiazid, yaitu obat lini pertama untuk mengobati hipertensi tanpa
komplikasi. Diuretik ini bekerja dengan cara menghambat reabsorpsi ion Na+
dibanding diuretik kuat. Obat-obat yang termasuk diuretik tiazid adalah
hidroklorotiazid, politiazid, indapamid, klortaridon dan siklotiazid.
c. Diuretik osmotik, yaitu obat yang bekerja pada tiga tempat di nefron ginjal,
yakni tubuli proksimal, ansa henle dan duktus koligentes. Golongan obat ini
bekerja dengan menghambat reabsorpsi natrium dan air melalui daya
osmotiknya. Obat-obat golongan diuretik osmotik adalah mannitol, sorbitol,
gliserin, dan isosorbid.
d. Diuretik hemat kalium, diuretik ini dibagi dua berdasarkan mekanisme
kerjanya yaitu diuretik penghambat aldosteron dan penghambat saluran ion
natrium. Aldosteron menstimulasi reabsorpsi natrium dan eksresi kalium.
Proses ini dihambat oleh diuretik penghambat aldosteron, yaitu: spironolakton
dan eplerenon. Ketika direabsorpsi, natrium akan masuk melalui kanal
natrium tetapi hal ini dihambat oleh penghambat saluran natrium, yaitu:
triamteren dan amilorid.
e. Diuretik penghambat enzim karbonik anhidrase, golongan obat ini bekerja
pada tubuli proksimal dengan cara menghambat reabsopsi bikarbonat melalui
penghambatan enzim karbonik anhidrase. Enzim ini berfungsi meningkatkan
ion hidrogen pada tubulus proksimal yang akan bertukar dengan ion natrium
di lumen. Penghambatan enzim ini akan meningkatkan ekskresi natrium,
kalium, bikarbonat dan air. Obat-obat dari golongan ini adalah asetazolamid
dan diklorofenamid.
Efek samping diuretik umumnya berupa hipokalemia, hipomagnesia,
hiperkalsemia, hiperurisemia, hiperglisemia, hiperlipidemia, dan disfungsi seksual
2.9.2 Penghambat enzim pengubah angiotensin (ACEi)
ACEi menurunkan produksi angiotensin II, meningkatkan kadar
bradikinin, dan menurunkan aktivitas sistem saraf simpatis melalui penurunan
curah jantung dan dilatasi pembuluh arteri akibat berkurangnya jumlah
angiotensin II di dalam darah. Obat-obat yang termasuk dalam golongan ini
adalah kaptopril, enalapril, ramipril, lisinoril. Golongan obat ini efektif digunakan
sebagai terapi tunggal maupun terapi kombinasi dengan golongan diuretik,
penghambat reseptor alfa dan antagonis kalsium. Efek samping dari golongan obat
ini adalah gangguan fungsi ginjal, batuk kering, dan dapat menyebabkan
hiperkalemia pada pasien dengan gangguan ginjal kronis (Fauci, et al., 2008).
2.9.3 Antagonis kalsium
Antagonis kalsium bekerja menurunkan tahanan vaskular dan menurunkan
kalsium intraseluler. Ion kalsium di jantung mempengaruhi kontraktilitas otot
jantung. Kelebihan ion ini akan menyebabkan kontraksi otot jantung meningkat
sehingga akan meningkatkan tekanan darah. Antagonis kalsium bekerja
menghambat ion kalsium di ekstrasel sehingga kontraktilitas jantung kembali
normal. Obat-obat yang termasuk dalam golongan ini adalah verapamil, diltiazem,
nifedipin dan amlodipin. Penggunaan tunggal maupun kombinasi, obat ini efektif
menurunkan tekanan darah. Untuk terapi hipertensi golongan obat ini sering
dikombinasikan dengan ACEi, penyekat beta, dan penyekat alfa (Fauci, et al.,
2008).
2.9.4 Penghambat reseptor angiotensin (ARB)
ARB bekerja dengan cara menghambat ikatan antara angiotensin II dengan
II tipe 1 (AT1) yang terdapat di jaringan. AT1 memediasi efek angiotensin II yaitu
vasokontriksi, pelepasan aldosteron, aktivasi simpatetik, pelepasan hormon
antidiuretik dan kontriksi arteriol eferen glomerulus. Penghambat reseptor
angiotensin tidak menghambat reseptor angiotensin II tipe 2 (AT2). Jadi, efek
yang menguntungkan dari stimulasi AT2 seperti vasodilatasi, perbaikan jaringan
dan penghambatan pertumbuhan sel tetap utuh selama penggunaan obat ini. ARB
mempunyai efek samping paling rendah dibandingkan dengan ACEi karena tidak
mempengaruhi bradikinin, ARB tidak menyebabkan batuk kering seperti ACEi.
Sama halnya dengan ACEi, ARB dapat menyebabkan insufisiensi ginjal,
hiperkalemi, dan hipotensi ortostatik (Depkes RI, 2006).
2.9.5 Penghambat reseptor beta (β blocker)
Penghambat β menurunkan tekanan darah melalui penurunan curah
jantung akibat penurunan denyut jantung dan kontraktilitas. Mekanisme utama
penghambat β adalah menghambat reseptor β1 pada otot jantung sehingga secara
langsung akan menurunkan denyut jantung. Penghambat β dibedakan menjadi
penghambat β selektif dan non selektif. Penghambat beta selektif hanya memblok
reseptor β1 dan tidak memblok reseptor β2. Penghambat beta non selektif
memblok kedua reseptor baik β1 maupun β2. Adrenoreseptor β1 dan β2
terdistribusi di seluruh tubuh, tetapi terkosentrasi pada organ-organ dan jaringan
tertentu. Reseptor β1 lebih banyak pada jantung dan ginjal, dan reseptor β2 lebih
banyak ditemukan pada paru-paru, liver, pankreas, dan otot halus arteri.
Perangsangan reseptor β1 menaikkan denyut jantung, kontraktilitas, dan pelepasan
renin. Perangsangan reseptor β2 menghasilkan bronkodilatatasi dan vasodilatasi.