• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Biaya Transaksi Pada Usaha Sapi Perah Di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Biaya Transaksi Pada Usaha Sapi Perah Di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS BIAYA TRANSAKSI PADA USAHA SAPI PERAH

DI KABUPATEN BOYOLALI, JAWA TENGAH

ANIS NUR AINI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Biaya Transaksi Pada Usaha Sapi Perah di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2016

Anis Nur Aini

(4)

RINGKASAN

ANIS NUR AINI. Analisis Biaya Transaksi Pada Usaha Sapi Perah di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah (YUSMAN SYAUKAT sebagai Ketua, AMZUL RIFIN sebagai Anggota Komisi Pembimbing).

Susu sapi perah merupakan salah satu produk pertanian yang memiliki sifat mudah rusak dan memiliki volume yang besar. Dengan adanya sifat mudah rusak tersebut diperlukan penanganan distribusi susu yang cepat agar susu tidak basi. Untuk mengatasi resiko susu rusak, peternak membutuhkan peralatan yang memadai untuk menjual susu ke konsumen. Agar susu sampai ke tangan konsumen, peternak membutuhkan wadah yang besar yang dilengkapi dengan pendingin agar susu tidak rusak saat pengangkutan. Selain itu, wadah yang besar dibutuhkan agar susu tidak tumpah saat pengiriman. Peternak juga memerlukan kendaraan yang dapat mengangkut seluruh produksi susu. Semua usaha yang dilakukan peternak untuk mengurangi resiko susu rusak akan menimbukan biaya transaksi yang besar. Biaya ini tidak dapat dihindari oleh peternak, namun seringkali diabaikan oleh peternak sapi perah. Biaya transaksi memiliki sifat sulit diidentifikasi namun keberadaan biaya transaksi akan berpengaruh pada penerimaan peternak dari penjualan susu sapi perah.

Biaya transaksi yang besar perlu dihindari untuk mengurangi biaya yang dikeluarkan peternak. Salah satu upaya peternak untuk mengurangi resiko susu rusak adalah dengan bekerja sama dengan lembaga pemasaran. Lembaga pemasaran sangat diperlukan dalam usaha penanganan pemasaran susu hingga konsumen, seperti Koperasi Unit Desa (KUD) dan pedagang pengumpul. Lembaga pemasaran memiliki peralatan dan kendaraan yang memadai untuk memasarkan susu. Pada umumnya lembaga pemasaran mengangkut susu menggunakan mobil bak terbuka yang dilengkapi dengan milk can yang dapat menampung susu dengan jumlah yang besar. Selain itu, lembaga pemasaran telah memiliki konsumen tetap sehingga tidak perlu mencari konsumen lagi untuk memasarkan susu. Upaya peternak mencari lembaga pemasaran juga akan mengeluarkan biaya transaksi, namun diyakini akan menurunkan biaya transaksi yang ditanggung peternak jika peternak menjual susu tanpa bekerjasama dengan lembaga pemasaran. Selain itu, tujuan pemasara yang dipilih oleh peternak juga akan memengaruhi besar biaya transaksi yang ditanggung oleh peternak.

(5)

ke KUD. Petugas KUD akan mendatangi setiap rumah peternak untuk menjemput susu untuk diproses di pabrik pendinginan (cooling unit).

Hasil penelitian selanjutnya adalah pada analisis biaya transaksi menunjukkan bahwa biaya transaksi peternak anggota KUD lebih kecil dibanding peternak bukan anggota KUD. Rata-rata biaya transaksi yang ditanggung oleh peternak sapi perah sebesar Rp 47,44/liter susu. Struktur biaya transaksi yang dikeluarkan oleh peternak anggota KUD terdiri dari 3,31 persen biaya pencarian informasi, 2,27 persen biaya negosiasi, dan 94,42 persen biaya pelaksanaan kontrak. Sedangkan pada peternak bukan anggota KUD struktur biaya transaksi terdiri dari 5,88 persen biaya pencarian informasi, 2,51 persen biaya negosiasi, dan 91,61 persen biaya pelaksanaan kontrak. Pada faktor-faktor yang memengaruhi biaya transaksi adalah jumlah ternak yang dimiliki peternak, jarak antara rumah peternak dengan cooling unit, dummy informasi, dan dummy keanggotaan di KUD. Sedangkan pada faktor-faktor yang memengaruhi tujuan penjualan susu ke KUD oleh peternak adalah jarak dari rumah ke cooling unit, adanya akses ke kredit, dan

dummy informasi. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa secara statistik biaya transaksi tidak memengaruhi keputusan tujuan penjualan susu oleh peternak. Meskipun nilai biaya transaksi cukup besar. Hal ini dapat dikatakan bahwa rendahnya kesejahteraan peternak tidak dipengaruhi oleh pendekatan non produktivitas dalam hal ini biaya transaksi. Sehingga untuk meningkatkan kesejahteraan peternak diperlukan pendekatan produktivitas berupa peningkatan kualitas susu melalui peningkatan pakan yang diberikan kepada ternak.

(6)

SUMMARY

ANIS NUR AINI. Transaction Cost Analysis of Dairy Farming in Boyolali, Jawa Tengah. Supervised by YUSMAN SYAUKAT and AMZUL RIFIN.

Dairy milk has a perishable and bulky characteristic. From its characteristics, milk requires rapid management system before it become stale. To overcome the risk of milk damaged, farmers need proper equipment to sell the milk to consumers. farmers need large container equipped with cooling to milk is not damaged. Large container is needed to make milk not spilt when delivery. Farmers also requires vehicle that can be carried away all milk production. All efforts to reduce the risk of milk damaged by farmers, will influence transaction costs. This cost is unavoidable but often ignored by dairy farmers. Transaction cost is difficult to identify but it would affect in revenue of the farmers from selling the dairy milk.

Transaction cost needs to be avoided to reduce the costs of farmers. One of the efforst to farmers to reduce the risk damaged is by working with market institutions. Market institutions is needed in business handling marketing milk to consumers, as vilage unit cooperative (KUD) and intermediary traders. Market institutions have all the equipments and vehicles to market milk. In general, market institutions transporting milk use open cabin car equipped with milkcan that can accomodate milk with large amounts. In addition, market institutions hav having fixed consumers so they do not need to find consumers again too market milk. Efforts to farmers seacrh for an market institutions also will issue the transaction costs, but is believed will reduces the transaction costs borne by farmers if farmers sells milk without engaged with their market institutions. .

The purpose of this research is: (1) analyze the partnership system between farmers and KUD, (2) calculate and analyze the factors that infuence transaction costs, and (3) analyze factors that influence sales goal milk chosen by farmers. The analysis used transaction costs analysis. 104 dairy farmers in Boyolali become respondents in this research. This research shows that the KUD members and KUD links rights and obligations to be executed. Farmers have an obligation to pay basic saving and compulsory saving per month, and attending a meeting (RAT) by KUD. The obtained by KUD members is being able to enjoy the entire facilitiesprovided by the KUD. The KUD having door to door collection service where this service allow farmers do not have to leave their homes to sell milk to KUD. KUD officers will come to every house of farmers to pick up milk to be processed in the cooling unit. The result for transaction cost analysis shows that transaction costs KUD members smaller than non KUD member farmers. The average of transaction costs borne by dairy farmers Rp 47,44/liter milk. The transaction cost incurred by KUD members consisting of 3,31 percent searching cost, 2,27 percent negotiation cost, and 94,42 enforcement cost. While the structure of transaction cost of non KUD members consist of 5,88 percent searching cost, 2,51 percent negotiation cost, and 91,61 percent enforcement cost. The factors affecting transaction cost is the number of cattle owned by farmerds, the distance between house with cooling unit, dummy information, and membership of KUD.

(7)

milk marketing goal by farmers. Despite the transaction costs big enough. This could be said that the low prosperity level of farmers not affected by non productivity approach in this case is transaction costs. So to improve the welfare of farmers required productivity approach by increasing feeding the cattle.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

ANALISIS BIAYA TRANSAKSI PADA USAHA SAPI PERAH

DI KABUPATEN BOYOLALI, JAWA TENGAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(10)
(11)
(12)

PAKATA

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan perkenaan-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penelitian ini mengaji mengenai hubungan kelembagaan dan biaya transaksi yang ditanggung petemak sapi perah. Judul penelitian ini adalah "Analisis Biaya Transaksi pada Usaha Sapi Perah di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah". Semoga hasil penelitian ini dapat membantu memberikan informasi ilmiah mengenai keberadaan biaya transaksi yang seringkali diabaikan oleh pelaku usaha. Penulis menyadari tahap penyelesaian skripsi ini melibatkan bantuan, doa dan dukungan dari banyak pihak, untuk itu pada kesempatan kali ini, penulis ucapkan terima kasih kepada:

1. Orang tua tercinta Ibu Siti Fatimah dan Bapak Widodo (aim) dan adik tercinta Arsyadani Tri Nastiti Nur. Serta kepada kakek H. Muhammad Zarqoni dan nenek Satinah (almh). Terima kasih telah menjadi alasan terbaik agar Anis melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya. Terima kasih telah memberikan doa, cinta, dan kasih sayang yang tidak ada putusnya. Semoga karya ilmiah ini menjadi persembahan terbaik dari Anis.

2. Keluarga Budhe Hj. Sudhini, keluarga Om H. Darmanto-Bulik Nanik Sukami, keluarga Mas Ratmoyo, Mbak Muhsinatun Tsabataini, Muhammad Kunto Putro Utomo, Muhammad Nur Shodiq, dan keluarga besar kakek H. Muhammad Zarqoni. Terima kasih atas dukungan, doa, dan kasih sayangnya sehingga Anis dapat berdiri di sini.

3. Bapak Pro. Dr. Ir Yusman Syaukat, M.Ec selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Amzul Riin, SP, MA selaku anggota komisi penbimbing yang telah memberikan banyak araban, bimbingan, saran, serta ilmu yang . bermanfaat sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ini.

4. Dosen penguji luar komisi Bapak Pro. Manuntun Parulian Hutagaol, M.S dan dosen penguji perwakilan dari proram studi Bapak Prof. Sri Hartoyo, M.S yang telah memberikan masukan dalam penulisan tesis ini.

5. Ketua KUD Cepogo Bapak Gito Triyono, seluruh pengurus KUD Cepogo dan para petemak yang bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. Terima kasih atas kesempatan, kejasama, dukungan, dan informasi sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

6. Staf tenaga kependidikan di lingkungan Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian dan Sekretariat Pascasajana IPB atas segala bantuan dan dukungan yang diberikan.

7. Keluarga Tante Fia, Om Dito, Mas Arkan, dan Arfa. Keluarga Pak Aris-Ibu

Rita. Teima kasih telah meninspirasi dan memberikan dukungan dan kasih sayang yang selama Anis di Bogor.

(13)

ini. Sahabat terbaik Ade Eka Putri, terima kasih telah menjadi sahabat yang selalu mendukung untuk menyelesaikan penelitian ini. Kepada Canggih Wisnu Hidayat, terima kasih telah membersamai hingga saat ini.

9. Rekan-rekan di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian yang telah menjadi tenan diskusi selama ini. Terima kasih atas dukungan dan kebersamaannya.

10. Rekan-rekan satu kabinet di BEM FEM IPB Kabinet Prioritas dan BEM FEM IPB Kabinet Simfoni yang belum disebutkan saat penulisan skripsi. Terima kasih telah menjadi tempat penulis belajar banyak hal mengenai keorganisasian. Organisasi ini merupakan organisasi terbaik yang penulis ikuti saat kuliah di IPB.

11. Tenan-tenan di Wisma Queen 1 atas perhatian dan kasih sayang yang diberikan kepada penulis.

12. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam penyelesaian penulisan karya ilmiah ini.

Akhir kata semoga hasil penelitian ini bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan serta wawasan bagi semua pihak atau sebagai bahan rujukan kembali untuk menyempumakan basil penelitian yang akan datang.

Bogor, November 2016

(14)

DAFTARISI

DAFT AR T ABEL XI

DAFT AR GAMBAR XI

DAFTAR LAMPIRAN x1

I PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Masalah Penelitian 4

Tujuan Penelitian 6

Ruang Lingkup Penelitian 6

II TINJAUAN PUSTAKA 9

Teori Ekonomi Kelembagaan 9

Kelembagaan Koperasi 12

Struktur Biaya Transaksi 15

Deinisi Transaksi 15

Pengertian Biaya Transaksi 16

Kasiikasi Biaya Transaksi 19

Karakteristik dan Faktor yang Memengaruhi Biaya Transaksi 20

III KERANGKA PEMIKIRAN 23

IV METODOLOGI PENELITIAN 25

Metode Penelitian 25

Lokasi dan Waktu Penelitian 25

Jenis dan Sumber Data 25

Metode Pengambilan Sampel 26

Teknik Analisis 26

Analisis Kemitraan Petemak Sapi Perah dan KUD 26

Analisis Biaya Transaksi 27

Faktor-faktor yang Memengaruhi Biaya Transaksi 28

Analisis Pengaruh Biaya Transaksi terhadapKeputusan Penjualan Susu 30

V GAMBARAN UMUM 33

Letak Geograis dan Pembagian Administratif Lokasi Penelitian 33

Gambaran Umum Koperasi Unit Desa (KUD) Cepogo 36

Karakteristik Responden 38

Umur Responden 38

(15)

Tingkat Pendidikan 40

Pengalaman Betemak Sapi Perah 40

Jumlah Kepemilikan Sapi Perah 40

Produktivitas TemakSapi Perah 41

Teknis Pelaksanaan Usaha Temak Sapi Perah 41

Penerimaan Petemak Anggota dan Petemak Bukan Anggota 44

Biaya Produksi Petemak Anggota dan Petemak Bukan Anggota 47 Biaya Transpotasi Petemak Anggota dan Petemak Bukan Anggota 51 VI ANALISIS KEMITRAAN ANTARA KUD CEPOGO DAN PETERNAK

ANGGOTA KUD 53

Unit-unit Usaha KUD Cepogo 53

Hak dan Kewajiban Petemak Anggota KUD 56

Sistem Jual Beli Susu 60

Sistem Pengajuan redit 61

Hasil Korelasi Spearman 62

VII STRUKTUR BIA Y A TRANSAKSI PETERNAK SAPI PERAH 65

Struktur Biaya Transaksi 65

Biaya pencarian informasu (searching cost) 68

Biaya pengambilan keputusan (concluding cost) 69

Biaya pelaksanaan kontrak (enforcement cost) 69

Persentase Biaya Transaksi terhadap Harga Sumberdaya 72

Pendapatan dan Persentase Biaya Transaksi terhadap Pengeluaran Petemak per

Liter Susu '

73

Model Biaya Transaksi 74

VIII PENGARUH BIA Y A TRANSAKSI TERHADAP KEPUTUSAN

PENJUALAN SUSU DI TINGKAT PETERNAK SAPI PERAH 77

Uji Siniikansi Model (Uji G) 77

Uji Kebaikan Model (Goodness of Fit Test) 77

Measur es of Association 78

Uji Parsial (Uji Wald) 78

Nilai Odds Ratio 79

IXPENUTUP 81

Simpulan 8 1

Saran 82

DAFTAR PUSTAKA 83

(16)

DAFTAR TABEL

J umlah produksi susu dan kepemiikan sa pi perah per kecamatan di

Kabupaten Boyolali tahun 2013 2

2 Persebaran penduduk Kecamatan Cepogo Tahun 2014 33 3 Distribusi penduduk Kecamatan Cepogo berdasarkan sektor lapangan

pekerjaan utama tahun 2014 34

4 Kepemilikan sapi perah dan sapi potong di Kecamatan Cepogo tahun

2014 35

5 Persebaran keanggotaan KUD Cepogo tahun 2015 37

6 Produksi susu KUD Cepogo tahun 2008-2014 37

7 Distribusi responden petenak sapi perah Kecamatan Cepogo bulan April

tahun 2016 39

8 Distribusi rata-rata konsumsi konsentrat, hijauan, dan jerami petenak

responden tahun 2016 42

9 Penerimaan petemak anggota KUD Cepogo 45

10 Penerimaan petenak bukan anggota KUD Cepogo 46

1 1 Struktur biaya produksi petenak responden 50

12 Hak dan kewajiban petenak, sistem jual beli susu, dan sistem pengajuan

pinjaman 57

13 Hubungan kewajiban KUD dan kesjiban petenak anggota 63 14 Struktur biaya transaksi petenak anggota dan bukan anggota 67 15 Pendapatan dan persentase biaya transaksi terhadap pengeluaran

petenak 74

16 Model biaya transaksi petenak sa pi perah respond en 7 5 1 7 Model keputusan penjualan petemak responden 78

DAFTARGAMBAR

1 Kerangka Pemikiran Operasional 24

DAFTAR LAMPIRAN

1 . Data produksi susu nasional per provinsi tahun 2009-20 1 3 (liter) 89

2. Data produksi susu provinsi jawa tengah per kabupaten 2009-20 1 3

(liter) 90

(17)

4. Uji heteroskedastisitas dan uji normalitas model biaya transaksi 92

5. Uji regresi model biaya transaksi 93

6. Hasil regresi binary logistik keputusan penjualan susu oleh petenak

(18)

I PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peternakan sapi perah merupakan salah satu subsector pada sektor pertanian. Peternakan sapi perah memberikan kontribusi terhadap sektor pertanian diantarannya dapat menghemat devisa negara, dapat menambah lapangan pekerjaan, dan dapat meningkatkan pendapatan petani kecil. Usaha peternakan sapi perah di Indonesia didominasi oleh usaha ternak sapi perah skala kecil dan menengah. Menurut Erwidodo (1998), usaha ternak sapi perah Indonesia memiliki komposisi peternak skala kecil (kurang dari 4 ekor sapi perah) mencapai 80 persen, peternak skala menengah (4-7 ekor sapi perah) mencapai 17 persen dan peternak skala besar (lebih dari 7 ekor sapi perah) sebanyak 3 persen. Dengan rata-rata pemilikan sapi perah 3-5 ekor per peternak, tingkat efisiensi usahanya masih rendah. Berdasarkan komposisi peternak tersebut, sumbangan terhadap jumlah produksi susu dalam negeri adalah 64 persen oleh peternak skala kecil, 28 persen oleh peternak skala menengah, dan 8 persen oleh peternak skala besar (Erwidodo 1993).

Komoditas utama sektor peternakan sapi perah adalah susu sapi perah. Saat ini produksi susu sapi dalam negeri didominasi oleh kekuatan tiga provinsi dalam memproduksi susu sapi perah. Ketiga provinsi tersebut adalah Provinsi Jawa Timur, Provinsi Jawa Barat, dan Provinsi Jawa Tengah. Produksi dari ketiga provinsi tersebut mencapai 97 persen dari total produksi dalam negeri. Kementerian Pertanian (2015) menyebutkan pada tahun 2009 hingga 2013 rata-rata produksi susu per tahun oleh Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat,dan Jawa Tengah adalah 405 juta liter per tahun, 211 juta liter per tahun, dan 81 juta liter per tahun. Dari data tersebut, Provinsi Jawa Tengah terbukti memiliki peran yang cukup penting dalam pemenuhan produksi susu dalam negeri, mencapai 10.45 persen dari total produksi dalam negeri atau sebesar 81 juta liter per tahun.

(19)

2

Kabupaten Boyolali mencapai 88.533 ekor dengan jumlah pemilik mencapai 35.221 (BPS Kabupaten Boyolali 2014). Rata-rata tiap satu peternak memiliki 2-3 ekor sapi. Data produksi susu dan kepemilikan sapi perah per kecamatan di Kabupaten Boyolali dapat dilihat di Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah produksi susu dan kepemilikan sapi perah per kecamatan di Kabupaten Boyolali tahun 2013

No. Kecamatan Susu (liter) Kepemilikan ternak sapi perah Pemilik (orang) Ternak (ekor)

(20)

3 lembaga yang dapat menyalurkan susu agar susu dapat segera sampai ke tangan konsumen dan IPS dengan waktu singkat.

Susu sapi perah merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki sifat mudah rusak (perishable) dan memiliki bobot dan volume yang besar (bulky). Setelah dilakukan pemerahan, susu hanya dapat bertahan selama 3-4 jam di suhu luar, jika lebih dari itu susu dapat berubah warna dan akhirnya menjadi basi. Adanya sifat mudah rusak menyebabkan susu harus segera disalurkan kepada konsumen secara cepat atau harus segera ditangani agar tidak basi. Dengan adanya hal tersebut hampir tidak mungkin peternak menjual susu langsung ke konsumen, dan mencari konsumen dari rumah ke rumah. Susu sangat cepat mengalami penurunan kualitas setelah dilakukan proses pemerahan. Selain itu, dengan adanya sifat susu yang memiliki volume yang besar akan meningkatkan resiko susu tumpah jika peternak harus menjual susu secara langsung ke konsumen. Kondisi tersebut membuat peternak mengeluarkan biaya transaksi untuk mengurangi resiko kerugian yang semakin besar. Ditambah dengan produksi susu sapi perah sepanjang tahun menyebabkan peternak harus mencari lembaga pemasaran yang bersedia membeli susu dari peternak, sehingga peternak tidak akan mengalami kerugian yang lebih besar.

Peternak sapi perah skala kecil akan menghadapi biaya-biaya yang tidak dapat dihindari untuk memasuki pasar dan menjalankan usaha (Staal et all. 1997). Salah satunya adalah biaya transaksi. Biaya transaksi merupakan biaya yang timbul akibat adanya transaksi atau perpindahan barang dan jasa dari satu pihak ke pihak lain. Staal et all. juga menjelaskan terdapat perbedaan besar biaya transaksi yang dihadapi oleh produsen bergantung pada akses terhadap aset kepemilikan dan akses terhadap informasi. Biaya transaksi memiliki peran yang penting pada produksi susu dan pemasaran, karena tidak hanya berkaitan pada transaksi yang terjadi namun juga terkait usaha penanggulangan mengurangi resiko yang lebih besar dari peternak sapi perah. Peran organisasi kolektif seperti lembaga pengolahan, koperasi, dan kelompok menjadi sangat penting, yakni untuk mengurangi biaya transaksi untuk pengembangan peternak sapi perah.

(21)

4

penerimaan peternak. Meskipun sulit dihindari, biaya transaksi perlu ditekan hingga mencapai tingkat yang efisien, agar penerimaan yang diterima dapat lebih maksimal. Maka dari itu penelitian ini penting dilakukan untuk melihat bagaimana pengaruh biaya transaksi terhadap keputusan yang diambil oleh peternak sapi perah.

Masalah Penelitian

Kabupaten Boyolali menjadi produsen susu terbesar di Jawa Tengah. Sebanyak 44,27 persen kebutuhan susu Provinsi Jawa Tengah dipenuhi oleh Kabupaten Boyolali (Kementerian Pertanian 2015). Kondisi topografi dan keadaan cuaca di Kabupaten Boyolali yang mendukung untuk budidaya sapi perah serta adanya ketersediaan lahan yang cukup untuk pakan ternak membuat usahaternak sapi perah di Boyolali memiliki peluang yang cukup besar untuk dikembangkan. Sebagai penghasil susu terbesar di Provinsi Jawa tengah, produksi susu Kabupaten Boyolali terpusat di enam kecamatan penghasil susu terbesar. Keenam kecamatan tersebut adalah Kecamatan Selo, Cepogo, Musuk, Ampel, Boyolali dan Mojosongo. Kecamatan penghasil susu terbesar di Kabupaten Boyolali adalah Kecamatan Musuk, dengan produksi susu pada tahun 2013 mencapai 15 juta liter, posisi kedua adalah Kecamatan Cepogo dengan produksi susu pada tahun 2013 mencapai 9 juta liter. Jumlah produksi susu Kecamatan Cepogo memiliki persentase sebesar 19,9 persen dari total produksi susu Kabupaten Boyolali (BPS Kabupaten Boyolali 2014). Produksi susu Kabupaten Boyolali mengalami peningkatan dari tahun 2008 hingga 2013. Pada tahun 2008 produksi susu mencapai 32 juta liter dan pada tahun 2013 meningkat hingga mencapai 48 juta liter, sehingga dalam kurun waktu lima tahun terjadi peningkatan produksi susu hingga 48 persen (BPS 2014).

Di Kabupaten Boyolali, terdapat dua lembaga yang berhubungan langsung dengan peternak sapi perah untuk membeli hasil susu dari peternak. Lembaga yang pertama adalah KUD. KUD memiki peran penting dalam menyalurkan susu hasil ternak dan memberdayakan peternak. Selain membeli susu dari peternak, KUD memiiki peran untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan peternak. Berbagai upaya dan program kegiatan telah dilakukan oleh KUD. Contohnya di Kecamatan Cepogo. Menurut Aini (2015), KUD Cepogo telah melaksanakan berbagai kegiatan untuk meningkatkan produksi susu di Kecamatan Cepogo, seperti melakukan penyuluhan, meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, dan memberikan bantuan pinjaman modal kepada peternak anggota KUD. KUD dapat membantu peternak melalui unit usaha simpan pinjam dan kredit umum. Namun, tidak semua peternak sapi perah menjadi anggota KUD, tetapi peternak anggota KUD akan lebih mudah mendapatkan layanan tersebut daripada peternak yang bukan anggota KUD. Hal ini disebabkan anggota KUD difasilitasi oleh KUD dan adanya jaminan penjualan produksi susunya ke KUD.

(22)

5 pengumpul membeli susu ke peternak untuk dijual kembali ke IPS. Biasanya pedagang pengumpul membeli susu dengan mendatangi langsung daerah peternak. Peternak yang tergabung menjadi kelompok peternak yang menjual susu ke pedagang pengumpul biasanya berkumpul di ujung jalan desa untuk menyetorkan hasil susu ke pedagang pengumpul. Berbeda dengan KUD, pedagang pengumpul tidak memfasilitasi peternak dengan berbagai kegiatan pendukung. Beberapa layanan yang dapat diberikan pedagang pengumpul kepada peternak adalah membeli susu, memberikan kredit pinjaman, dan menyediakan input produksi berupa pakan ternak sesuai harga pasar.

(23)

6

Telah disebutkan bahwa di Kabupaten Boyolali terdapat dua lembaga pemasaran yang bekerja sama dengan peternak untuk memasarkan susu. Adanya kerjasama antara peternak dengan KUD dan peternak dengan pedagang pengumpul meengindikasikan adanya perbedaan biaya transaksi. Perbedaan biaya transaksi dapat disebabkan oleh adanya perbedaan akses pada aset, informasi yang tidak sempurna, perbedaan pelayanan, dan pasar yang menguntungkan (Delgado, ). Perbedaan keanggotaan pada lembaga formal seperti KUD mengindikasikan adanya perbedaan layanan yang diterima antara peternak anggota dan peternak bukan anggota yang berdampak pada perbedaan biaya transaksi.

Berdasarkan masalah tersebut, maka penelitian ini akan mengkaji: 1. Bagaimana sistem kemitraan antara peternak sapi perah dan KUD?

2. Bagaimana struktur dan besar biaya transaksi yang ditanggung oleh peternak sapi perah?

3. Faktpr-faktor apa saja yag memengaruhi keputusan tujuan penjualan susu oleh peternak sapi perah?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang dijabarkan di atas, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis sistem kemitraan antara peternak sapi perah dan KUD.

2. Mengestimasi struktur dan besar biaya transaksi yang ditanggung oleh peternak sapi perah, serta faktor-faktor yang mempengaruhi biaya transaksi. 3. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi keputusan tujuan penjualan

susu pyang dilakukan oleh peternak sapi perah.

Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi kinerja dari KUD sebagai lembaga yang memiliki peran meningkatkan produktivitas peternak sapi perah. Kinerja dari KUD akan digambarkan melalui bagaimana sistem kemitraan atau kerjasama yang terjadi antara KUD dan peternak sapi perah. Selain itu, penelitian ini juga akan mengidentifikasi biaya transaksi yang dikeluarkan oleh peternak sapi perah untuk menjalankan usaha ternak sapi perah. Ruang lingkup penelitian ini adalah:

(24)

7 2. Responden peternak sapi perah akan dibagi menjadi dua kelompok, yakni peternak yang menjadi anggota KUD, dan peternak sapi perah bukan anggota KUD.

3. Penelitian ini akan mengkaji biaya transaksi yang berkaitan dengan penjualan susu sapi perah.

(25)
(26)

9

II TINJAUAN PUSTAKA

Teori Ekonomi Kelembagaan

Institusi sosial atau kelembagaan diartikan sebagai sistem organisasi hubungan sosial yang terwujud dari beberapa nilai umum dan cara dalam menyatukan beberapa kebutuhan dasar masyarakat (Horton 1964 dalam Munandar 2008). Pendapat lain mengartikan institusi sosial atau kelembagaan merupakan bentuk formal budaya yang terdiri dari kumpulan kebutuhan-kebutuhan sosial yang mendasar atau pokok (Landis 1958 dalam Munandar 2008). Berdasarkan kedua definisi tersebut, maka kelembagaan merupakan suatu wadah berkumpulnya orang-orang untuk menyalurkan aspirasi, pendapat, dan alat untuk pemenuhan kebutuhan pokok. Konsep kelembagaan menunjukkan bahwa hubungan-hubungan tertentu dan pola-pola tindakan yang dicakup dalam organisasi adalah bersifat normatif, baik di dalam organisasi sendiri maupun untuk satuan sosial lainnya. Definisi-definisi di atas telah menunjukkan bahwa kelembagaan sangat berperan dalam menunjang pembangunan karena apabila kelembagaan tersebut dibangun atas dasar partisipasi masyarakat sendiri, maka akan lebih mengedepankan kepentingan kelembagaan dibandingkan dengan kepentingan individu.

Sementara itu, Wiliamson (2000) merinci lagi institusi sebagai aturan main ke dalam empat tingkatan institusi berdasarkan analisis sosial, yakni:

1. Tingkatan pertama adalah tingkatan lekat sosial (social embeddedness) dimana institusi telah melekat (embeddedness) dalam waktu yang sangat lama di dalam masyarakat dan telah menjadi pedoman masyarakat dalam hidup dan berkehidupan. Tingkatan ini sering juga disebut sebagai institusi informal, misalnya: adat, tradisi, norma dan agama. Agama sangat berperan penting pada tingkatan ini. Institusi pada tingkatan ini berubah sangat lambat antara satu abad sampai satu milenium. Lambatnya perubahan institusi pada tingkatan ini karena institusi ini dapat diterima dan diakui oleh masyarakatnya antara lain: institusi tersebut bersifat fungsional (seperti konvensi), dianggap sebagai nilai simbolis bagipenganutnya dan seringkali institusi tersebut bersifat komplementer dengan institusi formal yang ada.

(27)

10

kedua ini. Sistem perusahaan swasta (private-enterprise) tidak dapat berfungsi dengan baik tanpa adanya hak kepemilikan akan sumber daya. Adanya hak kepemilikan akan memaksa orang yang ingin menggunakan sunber daya tersebut untuk membayar kepada pemiliknya. Setelah hak kepemilikan ditetapkan dan dilaksanakan, pemerintah menjaga (melalui regulasi) agar sumber daya digunakan pada tingkat penggunaanyang terbaik. 3. Tingkatan ketiga yayaitu tentang tata kelola (governance) yang baik agar

biaya transaksi (transaction costs) dapat diminumkan. Hal ini dapat dilakukan dengan pembuatan, pengaturan dan penegakan sistem kontrak dengan baik. Sistem tata kelola ini bertujuan untuk menciptakan tatanan (order) yang baik agar dapat mengurangi konflik dan menghasilkan manfaat bersama (mutual gains). Tujuan institusi pada tingkatan ini adalah menciptakan tata kelola yang baik (second-order economizing).

4. Tingkatan keempat adalah institusi yang mengatur alokasi sumberdaya dan pengerjaan (employment). Institusi ini mengatur hubungan principal dan agen atau lebih dikenal dengan teori keagenan (agency theory). Hubungan ini akan berjalan efisien jika ada sistem insentif (reward and punishment) diantara merekan dirancang dengan baik.

Commons (1931) lebih berkonsentrasi kepada hukum, hak kepemilikan (property rights), dan organisasi yang memiliki implikasi terhadap kekuatan ekonomi, transaksi ekonomi, dan distribusi pendapatan. Di sini, kelembagaan dilihat sebagai pencapaian dari proses formal dan informal dari resolusi konflik. Williamson (1985) menyatakan bahwa kelembagaan mencakup penataan institusi (institutional arrangement) untuk memadukan organisasi dan institusi. Penataan institusi adalah suatu penataan hubungan antara unit-unit ekonomi yang mengatur cara unit-unit ini apakah dapat bekerjasama dan atau berkompetisi. Dalam pendekatan ini organisasi adalah suatu pertanyaan mengenai aktor atau pelaku ekonomi di mana ada kontrak atau transaksi yang dilakukan dan tujuan utama kontrak adalah mengurangi biaya transaksi (Williamson 1985).

Pada intinya, kelembagaan adalah jejaring yang terbentuk dari sejumlah, mungkin puluhan sampai ratusan interaksi atau bisa disebut kelembagaan sebagai interaksi yang berpola. Dari interaksi inilah dapat dipahami sebuah kelembagaan hanya dengan memahami bagaimana pola, ciri, dan bentuk sebuah interaksi dan dalam satu kelembagaan, sebagian besar interaksi berbentuk sama.

(28)

11 Dalam perkembangannya, terdapat dua macam ekonomi kelembagaan yakni ekonomi kelembagaan lama (Old Institutional Economics) dan ekonomi kelembagaan baru (New Institutional Economics). Ekonomi kelembagaan lama muncul pada awal abad ke-20. Menurut Rutherford (2001), ekonomi kelembagaan lama ini dibangun dan berkembang di kawasan Amerika Utara, para tokohnya antara lain: Veblen, Commons, Mitchell dan Clarence Ayres. Ekonomi kelembagaan lama ini muncul sebagai kritik terhadap aliran neoklasik. Para tokoh ekonomi kelembagaan lama mengkritik keras aliran neoklasik karena:

1. Neoklasik mengabaikan institusi dan oleh karena itu mengabaikan relevansi dan arti penting dari kendala – kendala non anggaran (nonbudgetary constraints).

2. Penekanan yang berlebihan kepada rasionalitas pengambilan keputusan

(rational-maximizing self-seeking behaviour of individuals).

3. Konsentrasi yang berlebihan terhadap keseimbangan (equilibrium) serta bersifat statis.

4. Penolakan neoklasik terhadap preferensi yang dapat berubah atau perilaku adalah pengulangan atau kebiasaan (Nabli dan Nugent 1989 ).

Sementara itu, ekonomi kelembagaan baru mencoba untuk menawarkan ekonomi lengkap dengan teori dan institusinya. Ekonomi kelembagaan baru menekankan pentingnya institusi, tetapi masih menggunakan landasan analisis ekonomi neoklasik. Beberapa asumsi ekonomi neoklasik masih digunakan, tetapi asumsi tentang rasionalitas dan adanya informasi sempurna (sehingga tidak ada biaya transaksi) ditentang oleh ekonomi kelembagaan baru. Menurut ekonomi kelembagaan baru, institusi digunakan sebagai pendorong bekerjanya sistem pasar. Arti penting dari ekonomi kelembagaan baru adalah:

1. Ekonomi kelembagaan baru merupakan seperangkat teori yang dibangun di atas landasan ekonomi neoklasik, tetapi ekonomi kelembagaan baru mampu menjawab bahkan mengungkapkan permasalahan yang selama ini tidak mampu dijawab oleh ekonomi neoklasik. salah satu permasalahan tersebut adalah eksistensi sebuah perusahaan sebagai sebuah organisasi administratif dan keuangan. Ekonomi kelembagaan baru merupakan sebuah paradigma baru di dalam mempelajari, memahami, mengkaji atau bahkan menelaah ilmu ekonomi.

(29)

free-12

riders di dalam barang-barang publik dinilai sebagai sumber utama kegagalan pasar, sehingga kehadiran institusi non-pasar mutlak diperlukan.

3. Ketika studi-studi pembangunan memerlukan satu landasan teoritis, ekonomi kelembagaan baru mampu memberikan solusinya.

Teori mengenai informasi yang sempurna dan tidak adanya biaya transaksi ditentang oleh ekonomi kelembagaan baru. Namun, asumsi mengenai individu yang berupaya untuk mencari keuntungan pribadi (self-seeking individuals) untuk memeroleh kepuasan maksimal tetap diterima. Coase (1988) mengatakan bahwa inefisiensi pada ekonomi neoklasik bisa terjadi bukan hanya akibat dari adanya struktur pasar yang tidak sempurna, namun karena adanya kehadiran secara implisit biaya transaksi. Demikian pula North (1990) menerangkan bahwa tidak tepat jika pada pasar persaingan sempurna terdapat informasi yang sempurna dan pertukaran tanpa biaya. Biaya transaksi akan muncul dalam pertukaran akibatadanya informasi yang tidak sempurna. Selanjutnya North juga menjelaskan bahwa biaya mencari informasi merupakan kunci biaya transaksi yang terdiri dari biaya untuk mengerjakan pengukuran kelengkapan yang dipertukarkan untuk melindungi hak kepemilikan dan menegakkan kesepakatan.

Kelembagaan Koperasi

Koperasi adalah sebuah lembaga formal atau organisasi dimana hak kepemilikan dari masing-masing individu lebih tinggi dari perusahaan, dimana setiap anggota mempunyai kekuatan untuk memengaruhi kinerja dari koperasi (Zylbersztajn 1993). Koperasi merupakan salah satu bentuk kelembagaan di antara sekian banyak kelembagaan yang berperan dalam pengembangan sektor pertanian. Lembaga koperasi memiliki ciri double identity yang mungkin tidak dimiliki oleh lembaga lain. Ciri ini menjelaskan bahwa para anggota koperasi merupakan owner

sekaligus customer dari lembaga tersebut. Perbedaan ini terlihat dengan adanya unit usaha ekonomi yang dimiliki dan diawasi bersama secara demokratis dengan satu tujuan, yaitu melayani kebutuhan anggota.

UU RI No. 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian memberikan definisi koperasi sebagai badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan.

Cook (1995) menjelaskan mengenai alur tahapan dari koperasi yang terdiri dari lima tahap berdasarkan biaya transaksi dan biaya agensi. Lima tahapan tersebut adalah:

1. Tahap 1

(30)

13 rendah akibat adanya kelebihan penawaran, dan (2) produsen membutuhkan mekanisme kelembagaan jika terjadi kegagalan pasar.

2. Tahap 2

Koperasi yang dapat bersaing dengan kegagalan pasar umumnya dapat memasarkan produk atau input pasokan pertanian dengan harga yang lebih menguntungkan dari pasar oligopoli milik investor. Akibatnya, koperasi biasanya bertahan pada tahap ini. Di sisi lain, koperasi yang dibentuk dengan pasokan dan harga lebih rendah memiliki dampak ekonomi yang kecil terhadap anggotanya dan biasanya berumur pendek

3. Tahap 3

Koperasi yang bertahan Tahap 2 biasanya menjadi sukses dalam mengoreksi atau mengurangi dampak ekonomi negatif yang berasal dari kegagalan pasar. Dalam reaksi kehadiran koperasi di pasar, pesaing menyesuaikan perilaku strategis dan harga koperasi. Sebagai perbedaan antara harga koperasi dan harga pesaing, biaya bertransaksi dengan koperasi menjadi semakin penting untuk anggota koperasi. Pada umumnya terdapat lima masalah instrinsik yang terdapat dalam koperasi, yaitu: masalah penumpang gelap, masalah horizon, masalah portofolio, masalah kontrol, dan masalah kenaikan biaya.

4. Tahap 4

Pengambil keputusan dalam koperasi menjadi semakin sadar masalah ini serta manfaat yang berasal dari koperasi yang mungkin hilang jika harus menghentikan koperasi. Pada akhir tahap ini, koperasi menyimpulkan bahwa pilihan koperasi terdiri dari: (1) keluar dari pasar (koperasi berhenti beroperasi), (2) melanjutkan, atau (3) transisi.

5. Tahap 5

Pimpinan koperasi memilih di antara tiga pilihan yang strategis.

Pada usaha ternak sapi perah, koperasi menjadi salah satu lembaga yang membantu peternak meningkatkan produktivitas dan memasarkan hasil perahan susu. Koperasi dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi peternak mengenai sifat susu yang mudah rusak dan memiliki volume yang besar. Koperasi yang menyediakan kapasitas pabrik yang besar dan peningkatan posisi tawar peternak, dapat meningkatkan akses terhadap pasar dan membantu peternak menghindari peningkatan biaya akibat penurunan kualitas susu (Holloway et al. 1999). Jaffee dan Morton (1995) juga menjelaskan bahwa adanya koperasi sangat membantu peternak mengatasi hambatan akses terhadap aset, informasi yang tidak sempurna, dan pelayanan yang tidak merata antar peternak sehingga peternak dapat memasuki pasar dengan memroduksi produk dengan kualitas tinggi.

(31)

14

1. Melalui koperasi, peternak dapat memperbaiki posisi tawar dalam memasarkan hasil produksi maupun dalarn pengadaan input produksi yang dibutuhkan. Posisi tawar ini bahkan dapat berkembang menjadi kekuatan penyeimbang dari berbagai ketidakadilan pasar yang dihadapi para peternak. 2. Apabila mekanisme pasar tidak dapat menjamin terciptanya keadilan, koperasi dapat mengupayakan pembukaan pasar barn bagi produk anggotanya. Di sisi lain koperasi dapat memberikan akses kepada anggotanya terhadap berbagai penggunaan faktor produksi dan jasa yang tidak ditawarkan pasar.

3. Dengan bergabung dalam koperasi, para petani dapat lebih mudah melakukan penyesuaian produksinya melalui pengolahan pascapanen sehubungan dengan perubahan permintaan pasar. Hal ini akan memperbaiki efisiensi tata niaga yang bermanfaat bagi kedua belah pihak, bahkan bagi masyarakat umum maupun perekonomian nasional.

4. Dengan penyatuan sumber daya para petani dalam sebuah koperasi, para petani lebih mudah dalam menangani resiko yang melekat pada produksi pertanian, seperti pengaruh iklim, heterogenitas kualitas produksi dan sebaran daerah produksi.

5. Dalam wadah organisasi koperasi, para petani lebih mudah berinteraksi secara positif terkait dengan proses pembelajaran guna meningkatkan kualitas SDM. Koperasi sendiri memiliki misi khusus dalam pendidikan bagi anggotanya. 6. Berdirinya koperasi sekaligus membuka lapangan kerja dan sumber

pendapatan bagi para petani anggota maupun masyarakat di sekitarnya. Penelitian mengenai kinerja koperasi telah banyak dilakukan. Nugroho dan Dedi (2011) melakukan penelitian dengan judul Analisis Kinerja Koperasi Susu Segar Dengan Metoda Balanced Scorecard di KUD DAU Malang menjelaskan bahwa KUD DAU termasuk dalam kategori baik. Hal ini dilihat dari aspek keuangan dan non keungan. Hasil dari penilaian kinerja perspektif keuangan adalah 42,50persen dan termasuk dalam kategori cukup baik. Ada tiga tolok ukur yang digunakan yaitu pertumbuhan SHU, pertumbuhan simpanan/modal dan ROE. Hasil dari penilaian kinerja perspektif keanggotaan adalah 75persen dan termasuk dalam kategori baik. Ada dua tolok ukur yang digunakan yaitu pertumbuhan jumlah anggota dan persentase SHU untuk anggota. Hasil dari penilaian kinerja perspektif proses internal bisnis adalah 100persen dan termasuk dalam kategori sangat baik. Ada tiga tolok ukur yang digunakan yaitu jumlah dan usaha menjaga hubungan dengan mitra, pelaksanaan RAT dan pemilihan pengurus dan karyawan koperasi. Hasil dari penilaian kinerja perspektif pertumbuhan dan pembelajaran adalah 100persen dan termasuk dalam kategori sangat baik. Ada tiga tolok ukur yang digunakan yaitu kepuasan karyawan, produktivitas karyawan dan pengurus dan pengembangan kualitas SDM dan sistem manajemen.

(32)

15 Kemitraan antara KUD Batu dengan para peternak sapi perah, yaitu dengan mengadakan program kredit sapi perah, program pemberian penyuluhan secara teknis, dan pemberian bantuan permodalan. Setelah memberikan program kepada para peternak KUD juga memberikan pelayanan kepada para peternak yaitu penampungan air susu, pemeriksaan kesehatan dan pengobatan ternak sapi perah pelaksanaan inseminasi buatan dan kemudahan untuk mendapatkan makanan ternak, ini semua merupakan wujud untuk meningkatkan perkembangan usaha perter-nakan sapi perah masyarakat, dan agar masyarakat lebih berdaya dan dapat terus memacu usaha peternakan sapi perahnya, sehingga usaha peternakan ini bisa menyokong kehidupan masyarakat dengan meningkatkan pendapatan masyarakat melalui usaha berternak sapi perah. Di sini selain KUD pemerintah juga memberikan bantuan yaitu bantuan program KKP-E yang bertujuan membantu KUD untuk mendapatkan permodalan yang selanjutnya diberikan kepada para peternak, dan pemerintah juga memberian bantuan pelatihan kepada para karyawan KUD agar karyawan bisa memberikan penyuluhan kepada para peternak, jadi disini sangat terlihat kerjasama atau kemitraan antara KUD pemerintah dan masyarakat peternak yang bertujuan untuk meningkatkan perekonomian para perter-nak sapi perah. Setelah terjadi kemitraan, peternak merasakan manfaat seperti: (1) mampu meningkatkan taraf pendidikan putra dari para peternak, (2) terwujudnya peningkatan kemampuan pembangunan secara individu, seperti: pembangunan perumahan dan pemilikan sarana berupa kendaraan bermotor maupun elektronik, (3) terwujudnya pembangunan secara gotong royong, seperti seluruh jalan desa telah diaspal dan pembangunan musolah. Selain itu, terdapat manfaat yang dirasakan oleh KUD Batu,yaitu: (1) Meningkatkan jumlah produksi susu, (2) meningkatkan populasi sapi perah, (3) dapat melakukan pemupukan modal terus menerus dan meningkatkan pelayanan pada peternak, dan (4) dengan kemampuan modal yang terus meningkat, KUD dapat memperbaiki perangkat management dan proses produksi ke arah yang lebih profesional.

Struktur Biaya Transaksi

Definisi Transaksi

(33)

16

Selanjutnya Schmid (2004) menjelaskan bahwa transaksi adalah perubahan hak kepemilikan antara individu atau kelompok individu. Hak kepemilikan bukan merupakan sesuatu yang dapat dimiliki secara bebas oleh sesorang ketika orang tersebut memiliki hubungan kerjasama dengan orang lain. Selain dalam pengertian perpindahan fisik, transaksi juga meliputi akuisisi atau pemindahan hak kepemilikan atas barang dari pemilik ke pihak lain dimana hal ini disebut transaksi dari aspek legal. Adanya kegiatan transaksi akan menyebabkan adanya perpindahan hak kepemilikan yang akan memengaruhi aturan dari transaksi tersebut (Olilla,). Hal ini sesuai dengan teori Demsetz (1967) dimana ketika terjadi transaksi untuk memasuki pasar maka dua jenis hak kepemilikan akan berubah. Hak kepemilikan biasanya menyatu dengan barang dan jasa secara fisik, namuan nilai dari hak kepemilikan ditentukan oleh apa yang dipertukarkan tersebut.

Pengertian Biaya Transaksi

Pengukuran biaya transaksi di sektor industri perbankkan telah dilakukan oleh North. Menurut North 1990, seluruh ekonomi dibagi dalam dua bagian, yaitu transformasi atau produksi dan transaksi, dengan mengukur total nilai dari sumberdaya yang digunakan dalam sector transaksi/jasa, akan menjadi agregasi biaya transaksi dari ekonomi (North 1990).

Randal (1972) diacu dalam Abdullah et al. (1998) mendefinisikan biaya transaksi mencangkup: (1) biaya memperoleh informasi, (2) biaya untuk memperkuat posisi tawar dalam sebuah kelompok pengambil keputusan, dan (3) biaya untuk menegakkan keputusan yang telah dibuat. Lebih lengkap Gray (1994) diacu dalam Abdullah et al. (1998) mengemukakan beberapa elemen biaya transaksi yaitu: (1) biaya negosiasi kontrak; mencangkup biaya pengumpulan informasi dan negosiasi dalam membuat sebuah kesepakatan, (2) moral hazard

(perilaku opportunistik dari pelaku); saat seorang pelaku terlibat dalam produksi, keputusan dalam kontrak mungkin menciptakan sebuah insentif untuk memaksimumkan sesuatu dibandingkan dengan net return dari produksi. Hilangnya efisiensi merupakan biaya dari transaksi yang dianggap dalam hal ini, (3) biaya monitoring dan penegakkan, (4) signaling cost, (5) tingkah laku untuk menghindari resiko; seorang yang menghindari resiko akan menggunakan input dalam tingkat sub-optimal bila ia tidak dilengkapi oleh insuransi. Kehilangan efisiensi yang timbul karena tindakan yang menghindari resiko merupakan bagian dari biaya transaksi, (6) mengurangi investasi karena kondisi yang tidak aman, dan (7) keterbatasan ukuran ekonomi; kehilangan efisiensi yang terjadi karena harus dibatasinya ukuran dan model investasi dalam suatu kontrak menimbulkan biaya transaksi.

(34)

17 juga mengkasifikasikan biaya transaksi menjadi dua macam, yakni: (1) biaya transaksi tetap atau biaya transaksi berdasarkan investasi spesifik pada pengaturan kelembagaan, dan (2) biaya transaksi variabel atau biaya transaksi berdasarkan banyak kegiatan transaksi yang diakukan.

Petrovic dan Milos (2011) menjelaskan bahwa biaya transaksi dapat berupa

ex ante dan ex post. Transaksi ex ante terdiri dari: (1) biaya persiapan kontrak, (2) biaya negosiasi, dan (3) biaya untuk mendapatkan hak kepemiikan kontrak dan obigasi. Sedangkan transaksi ex post terdiri dari: (1) biaya kesalahan ketika transaksi tidak seimbang terjadi antara pihak yang melakukan kontrak, (2) biaya negosiasi saat pihak yang melakukan kontrak memperbaruin kontrak, (3) biaya peningkatan peran dan fungsi dari stuktur pemerintahan, dan (4) biaya asuransi dan liabilitas.

Terdapat empat determinan penting dari biaya transaksi sebagai unit analisis: 1. Apa yang disebut sebagai atribut perilaku yang melekat pada setiap pelaku ekonomi (behavioral attributes of actors) yaitu rasionalitas terbatas/terikat

(bounded rationality) dan oportunisme (opportunism).

2. Sifat yang berkenaan dengan atribut dari transaksi (attributes of the transaction) yaitu spesifisitas aset (asset specificity), ketidakpastian

(uncertainty) dan frekuensi (frequency).

2. Hal-hal yang berkaitan dengan struktur tata kelola kegiatan ekonomi

(governance structures) yaitu pasar (market), hybrid, birokrasi public (public bureaucracy).

3. Faktor yang berdekatan dengan aspek lingkungan kelembagaan (institutional environment) yaitu hukum kepemilikan, kontrak dan budaya. Dalam praktiknya, keempat determinan tersebut bisa diturunkan menjadi variabel – variabel yang dapat menuntun setiap peneliti untuk melakukan pengukuran

(measurement) (Poel 2005).

(35)

18

dibandingkan dengan intensitas modal yang lebih rendah. Pengurangan biaya transaksi biasanya dengan cara pengumpulan susu secara kolektif dan transportasi, dan juga karena organisasi mengurangi kebutuhan untuk informasi tentang tersebar luas dan pembeli dan penjual skala kecil.

Penelitian tentang biaya transaksi dalam pertanian dilakukan oleh Stifel et al.

(2003), dengan judul penelitian “Transaction Costsand Agricultural Productivity: Implications of Isolation for Rural Poverty in Madagascar”. Penelitian ini

memfokuskan pada keterkaitan antara jarak dengan biaya transaksi dengan menganalisis dampak dari keterpencilan terhadap produktifitas pertanian terutama produksi beras. Beberapa ukuran yang digunakan oleh Stifel et al. (2003) untuk mengetahui tingkat keterpencilan di Madagaskar adalah: (1) waktu perjalanan menuju pusat kota terdekat, (2) biaya transportasi per satu sak beras dengan berat 50 kg ke pusat kota terdekat, dan (3) indeks keterasingan/keterpencilan yang merupakan hasil dari analisis faktor dari berbagai ukuran aksesibilitas. Ukuran-ukuran tersebut antara lain: jarak antara tempat tinggal dengan fasilitas kesehatan, bank, kantor pos, pengadilan, pasar input, jasa pertanian, peternakan, jalan provinsi dan jalan pusat, layanan umum, media, pasar, dan akses pada transportasi.

(36)

19 dibandingkan harga pasar. Struktur pasar yang tidak sempurna dan penegakan aturan yang lemah sejatinya adalah permasalahan-permasalahan

kelembagaan.

Elly (2008) menjelaskan dampak biaya transaksi pada penelitiannya yang berjudul Dampak Biaya Transaksi Terhadap Perilaku Rumah Tangga Petani Usahaternak Sapi-Tanaman di Sulawesi Utara. Hasil penelitian tersebut menjelaskan biaya transaksi mempengaruhi keputusan rumah tangga dalam penggunaan input, produksi, dan pengeluaran. Biaya transaksi dinyatakan sebagai harga bayangan penjualan sapi, jagung, kopra, dan upah tenaga kerja. Kombinasi peningkatan biaya transaksi dan harga output memberikan dampak positif terhadap pendapatan petani.

Penelitian yang dilakukan Rahman (2009) mengenai biaya transaksi pada kelembagaan pemuda perkotaan studi kasus dua organisasi pemuda di Kota Bogor hasilnya menunjukan bahwa interdependensi antar tahapan biaya transaksi (tahap akuisisi, distribusi dan penjagaan), besaran biaya transaksi pada satu tahap akan mempengaruhi besaran pada tahap lainnya. Hasil ini juga menunjukkan besarnya pengaruh modal sosial terhadap minimalisasi biaya transaksi. Modal sosial yang baik menurunkan contracting costs dan enforcement costs serta mendistribusikan hak kepemilikan secara lebih lengkap. Hal ini pada akhirnya tidak hanya meminimalkan biaya transaksi saja melainkan juga mempengaruhi ekonomi secara keseluruhan.

Klasifikasi Biaya Transaksi

Furubotn dan Richter (2005) membagi biaya transaksi menjadi tiga jenis, sesuai dengan jenis transaksinya, yaitu:

1. Market transaction cost

(37)

20

pengambilan keputusan), dan biaya pengawasan (monitoring) dan pemaksaan kewajiban yang tertuang dalam kontrak (enforcing the contractual obligations). 2. Managerial transaction cost

Biaya terkait dengan upaya menciptakan keteraturan, contoh: biaya membuat, mempertahankan atau mengubah rancangan/struktur oragnisasi, meliputi biaya personal management, IT, mempertahankan kemungkinan pengambilalihan pihak lain, public relation, dan negosiasi. Biaya menjalankan organisasi, meliputi: biaya informasi (biaya pembuatan keputusan, pengawasan pelaksanaan perintah sesuai keputusan, mengukur kinerja pegawai, biaya agen, dan manajemen informasi. Termasuk juga biaya pemindahan barang intra perusahaan.

3. Political transaction cost

Biaya terkait pembuatan tata aturan/kelembagaan (public goods) sehingga transaksi pasar dan manajerial bisa berlangsung dengan baik. Biaya pembuatan (setting up), pemeliharaan, pengubahan organisasi politik formal dan informal, seperti biaya penetapan kerangka hukum, struktur administrasi pemerintahan, militer, sistem pendidikan, pengadilan dan lain-lain. Biaya menjalankan bentuk pemerintahan, peraturan pemerintah atau masyarakat yang bertata negara, seperti biaya legislasi, pertahanan, administrasi hukum, pendidikan, termasuk di dalamnya semua biaya pencarian/pengumpulan dan pengolahan informasi yang diperlukan agar tata pemerintahan dapat berjalan. Biaya upaya pelibatan masyarakat dalam proses politik termasuk ke dalam transaksi politik.

Biaya transaksi mempertimbangkan manfaat dalam melakukan transaksi di dalam organisasi dan antara aktor (organisasi) yang berbeda dengan menggunakan mekanisme pasar. Schmid (1987) di sisi lain membedakan biaya transaksi atas tiga hal, yakni: (1) biaya informasi, (2) biaya kontrak (biaya negosiasi/bargaining dan pengambilan keputusan), dan (3) biaya pengawasan (monitoring) dan penegakan hukum (compliance). Dalam konteks inilah sering terjadi pemahaman yang keliru mengenai apa yang dimaksud dengan transaction cost. Transaction cost bukanlah biaya pertukaran (cost of exchange) atau salah satu biaya dalam jual beli barang dan

jasa (termasuk lahan), namun lebih diartikan sebagai “the cost of establishing and maintaining right” (Allen 1991). Jadi biaya transaksi bukan hanya mengenai biaya pertukaran namun berkaitan dengan bagaimana seseorang dapat meningkatkan hak kepemilikan.

Karakteristik dan Faktor yang Memengaruhi Biaya Transaksi

Perusahaan, birokrasi, organisasi, dan lain-lain dianggap sebagai sebuah

governance (tata kelola). Di dalamnya terjadi transaksi atau interaksi antara individu atau bagian. Transaksi dengan pihak luar (di luar governance) dipengaruhi oleh lingkungan kelembagaan eksternal yang tingkatannya lebih tinggi. Perubahan pada lingkungan kelembagaan eksternal berpengaruh terhadap transaksi yang terjadi antara individu atau bagian dalam tata kelola. Transaksi dalam suatu

(38)

21

interest, greeedi dan lain-lain. Contoh: peternak/individu merupakan sebuah governance. Transaksi yang terjadi dipengaruhi oleh kelembagaan internal dan lingkungan kelembagaan eksternal. Koperasi merupakan sebuah governance. Transaksi terjadi mengikuti kelembagaan internal tapi juga dipengaruhi oleh lingkungan kelembagaan global. Semakin kompleks transaksi biayanya semakin mahal. Karakteristik transaksi mempengaruhi besaran biaya transaksi.

Menurut Williamson (1985) ada tiga karaktristik transaksi yang penting, yaitu: (1) ketidakpastian (uncertainty), terutama terkait dengan produksi, supply, demand, fluktuasi harga, iklim, dan kondisi lapangan, (2) frekuensi, tergantung pada keadaan dan kemampuan produksi. Produk pertanian, perikanan, sangat tergantung pada musim, dan (3) spesifitas, yang meliputi site specifity, physical asset speficifity, human asset specifity. Asset yang spesifik membatasi kegiatan tertentu yang memilikitransaksi yang terbatas.

Zhang (2000) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi biaya transaksi, sebagai berikut:

1. Karakterisrtik benda dan hak atas benda tersebut (terkait dengan informasi mengenai benda dan status orang atas benda tersebut).

2. Identitas aktor yang terlibat dalam transaksi tersebut, berkenaan dengan sifat manusia yang rasional terbatas, yaitu keterbatasan manusia mencari, menerima, menyimpan, mengolah informasi; kekurangan ketersediaan informasi.

3. Situasi teknis dan sosial penataan pertukaran dan bagaimana pertukaran tersebut dikelola. Apakah pertukaran tersebut hanya karena kekuatan pasar atau ada intervensi kelembagaan yang turut menata pertukaran tersebut. Berdasarkan penjelasan tentang definisi dan faktor-faktor yang mempengaruhi besaran biaya transaksi, Beckman (2000) memformulasi empat determinan biaya transaksi:

1. Atribut aktor/pelaku yang melekat (rasionalitas terbatas dan oportunisme) menentukan besaran transaksi.

2. Sifat/atribut transaksi (spesifitas asset, ketidakpastian, frekuensi).

3. Dipengaruhi hal-hal yang berkaitan dengan struktur tata kelola (market, hierarki, hybrid, regulasi).

(39)
(40)

III KEAN GA PEMIKIAN

Usaha petemak sapi perah dipengaruhi oleh tiga faktor, yakni hak kepemilikan propery right), struktur pasar, dan kondisi sosial. Ketiga faktor ini sangat mempengaruhi aktivitas ekononi petemak. Hak kepemilikan berpengaruh pada keputusan petemak memanfaatkan hasil sumberdaya temak yang dimiliki untuk dijual ke lembaga pemasaran. Adanya informasi yang tidak sempuma menyebabkan petemak tidak memiliki posisi tawar yang cukup tinggi untuk memasuki pasar susu. Ketiga, kondisi lingkungan sosial yang tercipta pada masyarakat petemak memengaruhi keputusan petemak dan pola pikir yang terbentuk dari diri masing-masing petemak. Adanya aktivitas usaha temak menyebabkan adanya biaya transaksi dimana biaya transaksi akan selalu ada ketika tejadi pertukaran barang dan jasa yang menyebabkan pertukaan hak kepemilikan. Lembaga pemasaran hadir untuk mengurangi biaya transaksi yang ditanggung oleh petemak sapi perah. Kondisi petemak di Boyolali dihadapkan pada pilihan untuk menjadi anggota KUD atau tidak menjadi anggota KUD. Adanya pilihan tersebut menyebabkan perbedaan saluran pemasaran. Petemak anggota KUD akan menjual susu ke KUD, sedangkan petemak bukan anggota KUD akan menjual susu ke pedagang pengumpul. Adanya perbedaan keanggotaan di KUD menyebabkan petemak memiliki perbedaan perilaku dan pelayanan yang berbeda yang di dapat dari KUD. Penelitian ini akan melihat kemitraan yang terjadi antara petemak anggota dengan yang didukung dengan analisis Spearman. Hasil dari analisis Spearman akan digunakan sebagai bahan masukan untuk KUD untuk memperbaiki kineja KUD.

(41)

24

meningkatkan usaha temak sapi perah dari petemak anggota. Secara skematis, kerangka pendekatan studi dapat dilihat pada Gambar 1.

Lingkungan sosial

Koperasi Unit Desa Petemak sapi Struktur pasar

(KUD) perah

Property right modal

Anggota KUD (Anggota) Bukan anggota KUD (Bukan anggota)

Kemitraan antara KUD dan anggota Biaya transaksi

1. Biaya memasuki pasar

I. Sistem kerjasama/kontrak 2. Biaya manajerial 2. Sistem penjualan/pembelian 3. Biaya politik

susu

3. Sistem simpan pinjam 4. Hak dan kewajiban petemak

anggota dan KUD 1. Transaction Cost Analysis

5. Pelayanan yang disediakan 2. Transaction Cost-Farmgate

oleh KUD price

Biaya transaksi mempengaruhi '

I. Analisis deskriptif keputusan penjualan susu 2. Analisis korelasi Spearman

I. Uji regrsi berganda dengan metode OLS

2. Uji binary logistic dengan meyode MLE

Tingkat kesejahteraan

Bahan masukan KUD untuk meningkatkan peran serta fungsinya kepada petemak sapi

perah yang tergabung sebagai anggota koperasi

(42)

25

IV METODE PENELITIAN

Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian kuantitatif dengan menggunakan analisis biaya transaksi dan kelembagaan peternak sapi perah. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei. Fokus penelitian ini adalah: biaya transaksi yang berkaitan dengan penjualan susu yang dikeluarkan oleh petenak sapi perah di Kabupaten Boyolali.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Cepogo dan KUD Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive)

berdasarkan pertimbangan Kecamatan Cepogo merupakan kecamatan penghasil susu terbesar kedua di Kabupaten Boyolali. Disamping itu, KUD Cepogo merupakan koperasi pengumpul susu segar terbesar yang berperan penting di Kabupaten Boyolali. Pengumpulan data primer dilakukan selama dua bulan, terhitung pada bulan Maret 2016.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan teknik wawancara menggunakan daftar pertanyaan kepada responden dan turun lapang melakukan observasi langsung ke unit KUD. Data primer meliputi biaya produksi per peternak, biaya transaksi per per peternak, penerimaan peternak, jumlah kepemilikan sapi perah, jumlah kredit yang diterima peternak, dan harga susu yang diberikan kepada peternak. Data sekunder didapat dari Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Pertanian, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Boyolali, laporan tahunan KUD Cepogo, dan berbagai literatur, baik buku, jurnal, situs internet dan referensi yang terkait dalam penelitian. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi data time-series produktivitas susu (2004-2015) dari KUD Cepogo, data anggota peternak sapi perah KUD Cepogo (2014), data time-series produktivitas susu Kecamatan Cepogo (2014), data time-series produktivitas susu Kabupaten Boyolali (2009-2015), data time-series

produktivitas susu Provinsi Jawa Tengah (2009-2015), data time-series

(43)

26

Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel sebagai responden dalam penelitian ini menggunakan metode simple random sampling, yaitu populasi sampel dibagi dalam kelompok yang homogen terlebih dahulu (strata) dan anggota sampel ditarik dari setiap strata. Strata penarikan sampel dalam penelitian ini didasarkan pada keanggotaan peternak di KUD dan skala usaha ternak sapi perah. Teknik pengambilan sampel berupa wawancara serta observasi langsung. Populasi yang diteliti dalam penelitian ini adalah peternak sapi perah di Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali.

Teknik Analisis

Analisis Kemitraan Peternak Sapi Perah dan KUD

Kemitraan antara peternak sapi perah dan KUD dapat dianalisis menggunakan analisis deskriptif. Analisis deskriptif dipilih karena dirasa paling cocok untuk menjawab pertanyaan hubungan antara peternak sapi perah dan KUD. Analisis deskriptif akan meihat bagaimana sistem kerjasama antara peternak dan KUD, sistem simpan pinjam, sistem penjualan susu, hak dan kewajiban dari masing-masing pihak, dan menggambarkan pelayanan yang diberikan oleh KUD kepada peternak anggota KUD. Selain melalui analisis deskriptif, dilakukan pula analisis korelasi untuk melihat hubungan antara kewajiban peternak dan kewajiban KUD.

Analisis korelasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis korelasi Spearman. Korelasi Spearman merupakan pengukuran non-parametrik. Koefisien korelasi ini mempunyai symbol  (rho). Pengukuran dengan menggunakan koefisien korelasi Spearman digunakan untuk menilai adanya seberapa baik fungsi monotonik arbitrer digunakan untuk menggambarkan hubungan dua variabel dengan tanpa membuat asumsi distribusi frekuensi dari variabel-variabel yang diteliti. Korelasi Spearman mempunyai jarak antara -1 sampai dengan + 1. Jika koefesien korelasi adalah -1, maka kedua variabel yang diteliti mempunyai hubungan negatif. Jika koefesien korelasi adalah +1, maka kedua variabel yang diteliti mempunyai hubungan sempurna positif. Jika koefesien korelasi menunjukkan angka 0, maka tidak terdapat hubungan antara dua variabel yang dikaji. Data yang digunakan menggunakan data ordinal. Pada penelitian ini, analisis korelasi Spearman digunakan untuk melihat hubungan antara kewajiban KUD yang menjadi variabel Y dan kewajiban peternak yang merupakan variabel X. Rumus korelasi Spearrman adalah:

� = −� � −∑ � (4.1)

Keterangan:

 = koefisien korelasi Spearman Rank

(44)

27 n = jumlah variabel yang diuji

KUD memiliki kewajiban untuk meningkatkan produksi dan kesejahteraan peternak. Kewajiban KUD juga merupakan hak dari peternak, antara lain: (1) hasil penjualan susu ke KUD mencukupi kebutuhan sehari-hari, (2) harga susu yang dibayarkan KUD, (3) kemampuan KUD untuk menyediakan input produksi dan modal, (4) menyediakan program-program yang dapat meningkatkan kinerja peternak, dan (5) bagi hasil keuntungan dari KUD ke peternak. Untuk mengukur kewajiban KUD, digunakan skala Likert. Menurut Sugiyono (1999), skala likert merupakan skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang tentang fenomena sosial. Jawaban dari pertanyaan yang diajukan memiliki gradasi dari sangat positif hingga sangat negatif, yang berupa kata-kata antara lain:

1. sangat setuju/selalu/sangat positif diberi skor 5 2. setuju/sering/positif diberi skor 4

3. ragu-ragu/kadang-kadang/netral diberi skor 3

4. tidak setuju/hampir tidak pernah/negatif diberi skor 2 5. sangat tidak setuju/tidak pernah/sangat negatif diberi skor 1

Skala Likert juga digunakan untuk melihat pelaksanaan kewajiban dari peternak anggota KUD. Beberapa variabel yang digunakan yaitu: (1) memenuhi kewajiban membayar simpanan pokok dan simpanan wajib, (2) menjual susu yang dihasilkan kepada KUD, (3) mematuhi segala peraturan KUD agar kualitas susu tetap terjaga, (4) mengambil kredit simpan pinjam melalui KUD, (5) membeli input produksi melalui KUD, dan (6) menghadiri program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh KUD.

Analisis Biaya Transaksi

Masing-masing komponen biaya transaksi yang dihadapi peternak tidak selalu sama. Perbedaan kondisi sosial, property right, dan kondisi pasar yang dihadapi peternak menciptakan biaya transaksi yang berbeda pula. Secara umum menurut North dan Thomas (1973) biaya transaksi (transaction cost/TrC) mencangkup biaya pencarian (search cost) yaitu biaya untuk mendapatkan informasi pasar (Z1j); biaya negosiasi (negotiation cost) yaitu biaya merundingkan

syarat-syarat suatu transaksi/pertukaran (cost of negotiating the terms of the exchange) (Z2j); dan biaya pelaksanaan (enforcement cost) yaitu biaya untuk

melaksanakan suatu kontrak/transaksi (cost of enforcing the contract) (Z3j).

Persamaan yang digunakan untuk biaya transaksi peternak (TrCj) adalah:

�� = ∑ (4.2) Rasio masing-masing komponen biaya transaksi terhadap total biaya transaksi (z) dihitung dengan menggunakan:

Gambar

Tabel 1. Jumlah produksi susu dan kepemilikan sapi perah per kecamatan di
Gambar 1. Bagan Alir Pendekatan Studi
Tabel 2. Persebaran penduduk Kecamatan Cepogo Tahun 2014
Tabel 3. Distribusi penduduk Kecamatan Cepogo berdasarkan sektor lapangan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Karena atas berkat rahmat dan kasih karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Perilaku Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

7/31/2017 Polda Bali Tangkap Kurir Sabu 2 Ons di Pelabuhan Gilimanuk -.. Polda Bali Tangkap Kurir Sabu 2 Ons di

Pengaruh pengaktifan zeolit, yaitu dapat memurnikan zeolit dari komponen pengotor, menghilangkan jenis kation logam tertentu dan molekul air yang terdapat dalam rongga,

Ketika di dalam koloni terdapat bunga yang akan mekar, nutrisi dari inang akan lebih banyak tersedot untuk bunga mekar tersebut daripada untuk kuncup baru.. Kematian

Kebiasaan membolos yang sering dilakukan oleh siswa tentu akan berdampak negatif pada dirinya, misalnya dihukum, diskorsing, tidak dapat mengikuti ujian, bahkan bisa dikeluarkan

2) Dapat menjatuhkan putusan sela (khusus dalam perkara sengketa kewenangan lembaga Negara) 3) Dapat melakukan pemeriksaan di tempat; atau b. Memutus perkara, dengan:. 1)

Bentuk saluran pemasaran buah naga di Desa Sanggulan adalah saluran dua tingkat yaitu dari petani, pedagang pengumpul, pedagang pengecer, dan

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa uji t menunjukkan bahwa arus kas operasi berpengaruh signifikan terhadap arus kas masa depan, disebabkan karena arus kas