• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Penyitaan Dalam Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Penyitaan Dalam Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDRI

PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK DENGAN PENYITAAN DALAM MENINGKATKAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK PADA KANTOR

PELAYANAN PAJAK PRATAMA BINJAI

DISUSUN OLEH LESTARI SIMANJUNTAK

082600039

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KATA PENGANTAR SYALOM

Dengan segenap kerendahan hati, penulis mengucap syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan berkat dan penyertaan kepda penuis sehingga dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “ PELAKSANAAN

PENAGIHAN PAJAK DENGAN PENYITAAN DALAM MENINGKATKAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BINJAI

Menyusun tugas akhir merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Muda Jurusan Amd.Perpajakan. dalam penulisan ini penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan.Hal ini sebabkan oleh keterbatasan kemampuan dan kurangnya pengalaman penulis.

Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis sangat mengharapkan segala kritik dan saran yang bersifat membangun penulis Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua sebagai wancana untuk memperluas ilmu pengetahuan.

Tugas akhir ini dibuat berdasarkan Riset Praktik Kerja Lapangan Mandiri pada KPP Pratama Medan Barat dan tentunya tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak.

(3)

1. Kedua Orangtua saya, Ayahanda B. Simanjuntak dan Ibunda saya A. Napitupulu yang selama ini telah mencurahkan kasih sayangnya dan telah membiayai pendidikan saya dan membarikan dorongan semangat serta doa, baik selama kuliah maupun dalam menyelesaikan Tugas Akhir. Luv U Dad n Mom....

2. Ibu Dr. Nurlela Ketaren, MSP selaku dosen pembimbing yang telah banyak membantu, membimbing serta berkenan meluangkan waktu hingga Tugas Akhir ini selesai.

3. Bapak Prof.Dr. Badaruddin Rangkuti, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Drs. Alwi Hashim Batubara, M.Si selaku Ketua Jurusan Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU.

5. Ibu Arlina, SH, M.Hum selaku sekretaris jurusan Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, khususnya Jurusan Administrasi Perpajakan, yang telah memberikan penulisan sebagai disiplin ilmu mulai tingkat pertama hingga laporan ini selesai.

7. Bapak Hermansyah, SH selaku Kasub Umum KPP Pratama Binjai

(4)

Penagihan yang telah membantu penulis dalam pelaksaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini serta memberikan data-data mengenai Penagihan Pajak. 9. Terima kasih kepada seluruh staf dan pegawai KPP Pratama Binjai yang telah

memberikan data kepada penulis dalam menyusun laporan tugas akhir ini. 10.Buat seluruh keluraga besarku yang telah mendukung dalam penulisan

Laporan Tugas Akhirku ini.

11.Spesial buat Dewanti (dewantot/geleg), Marta (magel/geleg), Lusi(onta/geleg) untuk kebersamaan selama tiga tahun kita berbagi suka dan duka. Kalian akan selalu aku ingat dan aku sayangi...

12.Buat seluruh Teman-teman kelas A,B.C tercinta yang gak akan pernah aku lupakan. Mudah-mudahan kita semua bisa meraih cita-cita kita.

13.Buat yang tersayang Cliff makasih yaaaahhh untuk dukungan, kasih sayang dan doanya.

14.Buat seluruh teman-teman satu kosan saya khususnya Juita yg slalu membantu TA saya makasihya atas dukungan, kasih sayang dan doanya.

(5)

Medan, Juli 2011 Hormat Penulis

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..……… i

DAFTAR ISI ……… iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri……… 1

B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri ………. 5

C. Uraian Teoritis Praktik Kerja Lapangan Mandiri ………. 7

D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri ………. 9

E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri……… 10

F. Metode Pengumpulan Data Praktik Kerja Lapangan Mandiri ……… 12

G. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri…… 12

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI A. Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai ……….. 15

B. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai ……… 16

C. Tugas dan Fungsi Pegawai Kantor Pelayanan Pajak Binjai ……….. 17

DATA BAB III GAMBARAN PRAKTIK A. Gambaran Pajaak Secara Umum ……… 21

1. Pengertian Pajak ………. 21

(7)

3. Jenis-Jenis Pajak ……… 24

4. Subjek dan Objek Pajak ………. 26

B. Gambaran Penagihan Pajak ………... 27

1.Dasar-dasar Penagihan Pajak ……….. 27

2. Dasar Hukum Penagihan Pajak ………. 30

3. Tujuan Penagihan Pajak ……… 30

BAB IV ANALISA DAN EVALUASI A. Kepatuhan Wajib Pajak ………. 32

B. Mekanisme dan Prosedur Kerja Pelaksanaan Penagihan Pajak dalam Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak ………. 33

C. Jurusita Pajak ………. 36

D. Mekanisme dan Prosedur Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Penyitaan ……… 40

E. Prosedur Penerbitan dan Pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan di KPP Pratama Binjai ……….. 53

F. Kendala-kendala yang dihadapi oleh Jurusita Pajak dalam Melaksanakan Pengihan Pajak dengan Penyitaan ... 61

(8)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan……… 66 B. Saran ……….. 68 DAFTAR PUSTAKA

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

Sebagai negara berkembang Negara Republik Indonesia tengah menggalakkan pembangunan di segala bidang, yaitu pembangunan bidang ekonomi, sosial budaya, hukum dan lain-lain. Pembangunan tersebut bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk mensejahterahkan rakyat Indonesia secara adil dan makmur.

(10)

Pajak dipungut dari warga negara Indonesia dan menjadi salah satu kewajiban yang dapat dipaksakan penagihannya karena menurut pasal 23A Amandemen keempat Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur dengan Undang-Undang”. Sehingga kepada pihak-pihak yang tidak mau membayar pajaknya tersebut dapat dilakukan penagihan pajak dengan upaya hukum yang bersifat mengikat dan memaksa sesuai dengan ketentuan dan peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Dalam melaksanakan pemungutan pajak, negara Indonesia menganut Self

Assesment System, dimana wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung,

membayar, dan melaporkan sendiri pajaknya yang terutang, sehingga melalui sistem ini administrasi perpajakan diharapkan dapat dilaksanakan dengan lebih rapi, terkendali, sederhana dan mudah untuk dipahami oleh anggota masyarakat wajib pajak (Sihaloho,2003;11)

(11)

(SPMP), Pengumuman Lelang dan dilaksanakan menurut ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Dengan adanya penagihan pajak dengan surat paksa, wajib pajak yang tidak mau membayar pajaknya dapat dipaksa untuk memenuhi kewajibannya. Jika setelah dilakukan penagihan menggunakan surat paksa, wajib pajak tersebut masih tetap tidak mau membayar pajaknya, maka kepadanya dapat dikenakan penyitaan atas hartanya.

Penyitaan merupakan upaya paksa terakhir yang dapat dilakukan dalam rangka menagih pajak, adanya penyitaan barang milik wajib pajak ini mengakibatkan harta orang tersebut tidak dapat dipergunakan lagi seperti semula sebab hak kepemilikannya sudah di ambil alih oleh negara sebagai barang sitaan atas utang pajak yang belum dilunasi (Soemitro,1998:93).

(12)

Perpajakan,Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, Walaupun sudah ada landasan yuridisnya, masih banyak wajib pajak yang tidak membayar pajak tepat pada waktunya. Oleh karena itu dibutuhkan peranan para aparat penagih pajak (Jurusita Pajak) untuk melaksanakan penagihan pajak dengan surat paksa dan dengan penyitaan.

Maka dari uraian diatas jelaslah bahwa kontribusi pajak bagi pembangunan nasional sangat besar, yang menjadi persoalannya adalah apakah masyarakat Indonesia sudah sepenuhnya menyadari akan besarnya kontribusi pajak yang dipungut oleh pemerintah terhadap pembangunan nasional, sehingga mereka dapat menjadi wajib pajak yang baik dan yang patuh serta setia membayar pajak secara tepat waktu.

Oleh sebab itu, untuk menunjang sepenuhnya pelaksanaan penagihan pajak serta mengingat perlu adanya peraturan perundangan yang dapat mengatasi permasalahan mengenai tunggakan pajak, maka ditetapkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

(13)

Paksa. Dengan harapan agar dapat mengatasi semua permasalahan yang ada dalam hal penagihan pajak, khususnya masalah penunggakan utang pajak oleh wajib pajak.

Penagihan pajak dengan penyitaan yang dilakukan oleh Juru Sita Pajak dengan menggunakan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) dilaksanakan apabila wajib pajak atau penanggung pajak lalai melaksanakan kewajiban membayar pajak dalam waktu sebagaimana telah ditentukan dalam pemberitahuan sebelumnya (Surat Paksa), jadi pelaksanaan penyitaan dalam proses penagihan tunggakan atas utang pajak mempunyai peranan yang sangat penting yang bisa menentukan berhasil atau tidaknya proses penagihan tunggakan pajak tersebut dalam meningkatkan penerimaan pajak serta dalam meningkatkan kesadaran dan kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk melakukan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) dengan judul “Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Penyitaan dalam Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai”.

B. TUJUAN DAN MANFAAT PKLM

I.Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

(14)

a. Mengetahui criteria persyaratan wajib pajak patuh.

b. Mengetahui mekanisme dan prosedur kerja pelaksanaan penagihan pajak. dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

c. Mengetahui tugas Jurusita Pajak.

d. Mengetahui mekanisme dan prosedur pelaksanaan penagihan pajak dengan penyitaan.

e. Mengetahui bagaimana prosedur penerbitan dan pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai, dan produktivitas penagihan aktif yang dilakukan di KPP Pratama Binjai.

f. Mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh Jurusita Pajak dalam melaksanakan penagihan pajak dengan penyitaan.

g. Mengetahui bagaimana cara penyelesaian masalah dalam pelaksanaan penagihan dengan penyitaan.

II.Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Praktik Kerja Lapangan mandiri ini tentunya diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang terlibat di dalamnya, diantaranya adalah :

1.Bagi Mahasiswa

(15)

b. Mengaplikasikan teori dan disiplin ilmu yang telah dipelajar khususnya tentang penagihan pajak terhadap masalah-masalah yang nyata dalam kehidupan dunia kerja dalam upaya peningkatan kepatuhan wajib pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai.

c. Mendapatkan pengalaman nyata di lapangan sehingga dapat menambah wawasan serta meningkatkan prestasi dan keahlian kerja.

d. Meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan mendapatkan pengalaman dalam penagihan pajak dengan penyitaan.

2. Bagi Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

a. Memberikan uji nyata atas disiplin ilmu yang telah disampaikan semasa perkuliahan.

b. Mempererat hubungan dan membina kerjasama yang baik antara Universitas Sumatera Utara khususnya Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dengan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai.

(16)

d. Membuka interaksi antara Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dengan instansi pemerintah.

3. Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai

a. Memberi masukan kepada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai atas pelaksanaan penagihan pajak dengan penyitaan dalam meningkatkaan kepatuhan wajib pajak.

b. Promosi hubungan baik dan peningkatan kerjasama yang lebih baik dengan Universitas Sumatera Utara Khususnya Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

c. Membantu pihak Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai dalam penyuluhan dan sosialisasi perpajakan kepada masyarakat sebagai wajib pajak melalui mahasiswa peserta Praktik Kerja Lapangan Mandiri yang nantinya diharapkan akan mengabdikan ilmu perpajakan yang dimllikinya kepada masyarakat.

C. URAIAN TEORITIS PKLM

(17)

membiayai pengeluaran rutin dan “surplusnya” digunakan untuk “Public saving” yang merupakan sumber utama untuk membiayai “public investment”.

Sedangkan Menurut Erly Suandi (2008:173), Penagihan pajak adalah: serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang barang yang telah disita.

Maka sebagai dasar dari penagihan pajak dilakukan adalah diakibatkan karena adanya utang pajak dari wajib pajak.

Menurut Erly Suandy (2008:175), Utang pajak adalah: pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga,denda,atau kenaikan yang tercantum di dalam surat ketetapan pajak,atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

(18)

Adapun dasar hukum penagihan pajak adalah :

a. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 pasal 18 menyatakan bahwa Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, merupakan dasar penagihan pajak.

b. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

Penyitaan merupakan: Tindakan penagihan lebih lanjut setelah surat paksa yang hanya dapat dilakukan setelah lewat batas waktu 2 x 24 jam setelah surat paksa diberitahukan, yang artinya bahwa penyitaan ini dapat dilakukan apabila surat paksa telah diterbitkan atau dengan kata lain bahwa penyitaan ini merupakan kelanjutan dari pernerbitan surat paksa dalam proses penagihan pajak aktif.

(19)

D. RUANG LINGKUP PKLM

Dalam laporan Praktik kerja Lapangan Mandiri ini, yang menjadi ruang lingkup penulisan adalah :

a. Teknik prosedur kerja kegiatan penagihan pajak yang dilaksanakan seksi penagihan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

b. Mekanisme dan prosedur pelaksanaan penagihan pajak dengan penyitaan yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai terhadap wajib pajak yang kurang patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.

c. Kendala- kendala yang dihadapi oleh Juru Sita Pajak dalam melaksanakan penagihan pajak dengan penyitaan.

E

.

METODE PKLM

Dalam pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri, maka penulis menggunakan metode sebagai berikut :

1.Tahap Persiapan

Pada tahap ini penulis melakukan persiapan yang dimulai dari :

(20)

b. Pengajuan judul kepada Ketua Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. c. Persetujuan penentuan judul tempat Praktik Kerja Lapangan Mandiri oleh Ketua

Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

d. Penyusunan proposal Praktik Kerja Lapangan Mandiri.

e. Memohon surat pengantar Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) dari Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2.Studi Literatur

Pada tahap ini, penulis mencari dan mengumpulkan sumber-sumber pustaka seperti Undang-Undang perpajakan, buku-buku perpajakan, internet, Keputusan Menteri keuangan, Keputusan Direktorat Jenderal Pajak, struktur organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai dan bahan-bahan lainnya yang berhubungan dengan obyek pembahasan dalam Praktik Kerja Lapangan Mandiri.

3.Observasi Lapangan

(21)

Jambi No.1 Rambung Barat Binjai Selatan untuk mengetahui pelaksanaan penagihan pajak dengan penyitaan dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

4.Pengumpulan Data

Dalam hal ini penulis mengumpulkan data yang berhubungan dengan apa yang dikerjakan pada Praktik Kerja Lapangan Mandiri dan yang diperlukan dalam penyusunan laporan akhir dari kegiatan Praktik Kerja Lapangan Mandiri yang Ada dua macam yang digunakan :

a. Data Sekunder yaitu data yang bersumber dari buku-buku perpajakan, diktat perpajakan,modul ketentuan umum dan tata cara perpajakan.

b. Data Primer yaitu data yang bersumber dari orang yang berkompeten dan menguasai sebagai pengambil kebijakan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai.

5.Analisis Data dan Evaluasi

(22)

F. METODE PENGUMPULAN DATA PKLM

Hal ini berkaitan dengan pengumpulan data dan informasi serta keterangan dalam pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Penulis menggunakan beberapa metode yaitu :

a. Wawancara (Interview)

Dengan cara melakukan komunikasi dan tanya jawab secara langsung dengan pihak Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai mengenai hal-hal yang menjadi obyek pembahasan dalam kegiatan Praktik Kerja Lapangan Mandiri.

b. Pengamatan (Observation guide)

Dengan melakukan pengamatan langsung dan melakukan pencatatan data yang diperlukan untuk pembahasan masalah.

c. Daftar Dokumentasi

(23)

G. SISTEMATIKA PENULISAN PKLM

Dalam laporan pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini penulis menguraikan penulisan tersusun secara sistematika. Adapun sistematika penulisan yang akan dilakukan dalam penulisan laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis menguraikan tentang latar belakang, tujuan, dan manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri, ruang lingkup, metode PKLM, metode pengumpulan data dan sistematika penulisan.

BAB II : GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM

Pada bab ini penulis akan menjelaskan tentang gambaran umum obyek pajak Praktik Kerja Lapangan Mandiri, sejarah singkat, visi dan misi, struktur organisasi serta uraian tugas pokok dan fungsi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai.

BAB III : GAMBARAN DATA PRAKTIK

(24)

gambaran umum penagihan pajak, serta dasar hukum penagihan pajak, dan tujuan umum penagihan pajak.

BAB IV : ANALISA DAN EVALUASI

Pada bab ini berisi analisa penulis dan pembahasan-pembahasan mengenai pelaksanaan penagihan pajak dengan penyitaan dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini terdiri dari dua hal yaitu kesimpulan dan saran. Kesimpulan merupakan intisari yang mencakup seluruh obyek pembahasan yang dibahas dalam Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Sedangkan saran merupakan hal-hal, ide-ide, atau gagasan yang harus dilakukan dalam melaksankan solusi atas masalah yang dibahas dari obyek pembahasan yang terdapat dalam laporan pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri.

DAFTAR PUSTAKA

(25)

BAB II

GAMBARAN LOKASI UMUM PKLM

A. Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai didirikan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 94/KMK/-1/1994 tanggal 29 Maret 1994, dengan wilayah kerja sebagai berikut :

a. Kota Madya Binjai b. Kabupaten Langkat c. Kabupaten Deli Serdang

1. Kecamatan Labuhan Deli 2. Kecamatan Sunggal 3. Kecamatan Pancur batu 4. Kecamatan Hamparan Perak 5. Kecamtan Sibolangit

6. Kecamatan Kutalimbaru d. Kabupaten Tanah Karo

(26)

a. Kota Madya Binjai b. Kabupaten Langkat

Lokasi Geografi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai terletak di jalan Jambi No. 1 Rambung Barat, Binjai Selatan. Kantor pemerintahan ini mempunyai kewajiban untuk memudahkan pengawasan dan memberikan pelayanan terhadap masyarakat dalam membayar pajak. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai dikepalai oleh seorang kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang terdiri atas Sub Bagian Umum dan beberapa seksi yang dipimpin oleh masing-masing seorang kepala seksi agar dapat lebih jelas dan transparan tentang keadaan dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai, maka disini penulis akan menggambarkan tentang struktur organisasi.

B. STRUKTUR ORGANISASI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BINJAI

Struktur organisasi adalah suatu bagan yang menggambarkan secara sistematis mengenai penetapan, tugas-tugas, fungsi, wewenang, serta tanggung jawab masing-masing dengan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Tujuan untuk membina keharmonisan kerja agar pekerjaan dapat dikerjakan dengan teratur dan baik untuk mencapai tujuan yang diinginkan secara maksimal.

(27)

b. Seksi Pengolahan Data dan Informasi c. Seksi pelayanan

d. Seksi Penagihan e. Seksi Pemeriksaan f. Seksi Ektensifikasi

g. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I h. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II i. Seksi Pengawasan dan Konsultasi III j. Kelompok Jabatan Fungsional

C. TUGAS DAN FUNGSI PEGAWAI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BINJAI

Adapun tugas pokok dan fungsi pada masing-masing seksi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai adalah sebagai berikut :

1. Sub Bagian Umum

Memiliki tugas dan fungsi :

a. Pelayanan dan Kesekretariatan terutama dalam hal pengaturan kegiatan tata usaha dan kepegawaian.

b. Melakukan urusan keuangan.

(28)

2. Seksi Pelayanan

Memiliki tugas dan fungsi :

a. Penetapan dan penerbitan produk hukum.

b. Pengadmininstrasian dokumen dan berkas perpajakan.

c. Penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan dan surat lainnya. d. Penyuluhan perpajakan.

e. Pelaksanaan registrasi wajib pajak.

f. Kerjasama perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku. 3. Seksi Pengolahan Data dan informasi (PDI)

Memiliki tugas dan fungsi : a. Pengumpulan data. b. Pengolahan data.

c. Penyajian informasi perpajakan. d. Perekaman dokumen perpajakan.

e. Urusan tata usaha penerimaan perpajakan.

f. Pengalokasian dan penatausahaan bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

(29)

4. Seksi Pengawasan dan Konsultasi. Memiiki tugas dan fungsi :

a. Melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan wajib pajak (PPh, PPn, PBB, BPHTB, dan pajak lainnya).

b. Bimbingan /himbauan kepada wajib pajak dan konsultasi teknis perpajakan.

c. Penyusunan profil wajib pajak. d. Analisis kerja wajib pajak.

e. Rekonsiliasi data wajib pajak dalam rangka melakukan intensifikasi. f. Melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang

berlaku.

5. Seksi Ektensifikasi

Memiliki tugas dan fungsi :

a. Pelaksanaan dan penatausahaan pengamatan potensi perpajakan. b. Pendataan objek pajak dan subjek pajak.

c. Penilaian objek pajak.

d. Kegiatan ekstensifikasi perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

6. Seksi Pemeriksaan

Memiliki tugas dan fungsi :

(30)

b. Pengawasan pelaksanan aturan pemeriksaan.

c. Penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak. d. Administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya.

7. Seksi Penagihan

Memiliki tugas dan fungsi :

a. Pelaksaan dan penatausahaan penagihan aktif. b. Penagihan piutang pajak.

c. Penundaan dan pengangsuran tunggakan pajak.

d. Usulan penghapusan piutang pajak sesuai ketentuan yang berlaku. 8. Kelompok Fungsional

Kelompok ini terdiri dari :

a. Pejabat Fungsional Pemeriksaan.

b. Pejabat Fungsional Penilaian yang bertanggungjawab secara langsung kepada kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai.

(31)

BAB III

GAMBARAN DATA PRAKTIK

A.GAMBARAN PAJAK SECARA UMUM 1. Pengertian Pajak

Terdapat bermacam-macam batasan atau defenisi tentang “pajak” yang dikemukakan oleh para ahli di bidang keuangan Negara, ekonomi, maupun hukum mancannegara diantaranya adalah :

Menurut Prof. Dr. P. J. A. Andriani merumuskan (Devano,2006:22), pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang digunakan adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H (Devano,2006:22), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara (peralihan kekayaan dari sektor partikulir ke sektor pemerintahan) berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa imbal (tegen prestasi), yang langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum. Defenisi ini kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut :

(32)

“ Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untum

membiayai pengeluaran rutin dan “Surplus-nya” digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment,”

Sedangkan menurut Ray M. Sommerfeld, Hershel M. Anderson, dan Horace R. Brock (Devano,2006:22), pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintahan, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.

Sementara menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja (Suandy,2008:9) “pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa norma-norma hukum, guna menutupi biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.”Dengan mencantumkan iuran wajib pajak,ia mengharapkan terpenuhinya ciri,bahwa pajak dipungut dengan bantuan dari dan kerja sama dengan wajib pajak, sehingga perlu pula dihindari penggunaan istilah “paksaan”. Selanjutnya (menurut pendapatnya) sangat berlebihan jika, khusus mengenai pajak, sekali lagi ditekankan pentingnya paksaan itu, seakan-akan tidak ada kesadaran masyarakat untuk melakukan kewajibannya.

(33)

terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan demikian pengertian pajak sekarang tidak lagi menggunakan istilah “iuran pajak” namun sudah beralih dengan menggunakan istilah “kontribusi wajib” yang lebih menekankan pada unsur partisipasi aktif dan kesadaran masyarakat untum memberikan sumbangan wajib kepada negara.

2. Fungsi Pajak

Menurut Sony Devano (Devano,2006:25) Pengertian “fungsi” dalam fungsi pajak adalah pengertian fungsi sebagaimana kegunaan suatu hal. Maka fungsi pajak adalah kegunaan pokok, manfaat pokok pajak. Dalam hal ini fungsi pajak tersebut dapat ditinjau dari 2 sudut pandang yakni sebagi berikut :

a.Fungsi Anggaran (budgetair) merupakan fungsi utama pajak, yaitu suatu fungsi dalam mana pajak digunakan sebagai alat untuk memasukkan dana secara optimal ke kas Negara berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku. b.Fungsi Mengatur (regulerend) yaitu, pajak merupakan alat kebijakan pemerintah

untuk mencapai tujuan tertentu.

(34)

sedikit dan tentu saja dapat merugikan negara dan sekaligus mengurangi pendapatan dalam negeri.

3. Jenis-Jenis Pajak

Menurut Suandy (Suandy,2008:37) pembagian pajak dapat ditinjau dari tiga segi, antara lain :

a. Menurut Golongan, dapat dibedakan atas :

1. Pajak Langsung, yaitu pajak yang bebannya harus ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak yang bersangkutan dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain.

Contoh : Pajak Penghasilan (PPh)

2. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang bebannya dapat dialihkan atau digeserkan kepada pihak lain.

Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPn) dan Pajak Penjualan atas Barang mewah (PPnBm).

b. Menurut sifat, dapat dibedakan atas :

1. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang memperhatikan kondisi/keadaan wajib pajak, dalam menentukan pajaknya harus ada alasan-alasan objektif yangberhubungan erat dengan keadaan material, yaitu gaya pikul.

(35)

2. Pajak Objektif, yaitu pajak yang pada awalnya memperhatikan objek yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar, kemudian baru dicari subjeknya baik orang Pribadi maupun badan.

Contohnya : Pajak Pertambahan Nilai ( PPn) dan Pajak Penjualan atas barang mewah (PPnBM).

c. Menurut Wewenang/Pemungut, dibedakan atas :

a. Pajak Pusat/Negara, yaitu pajak yang wewenang pemungutannya ada pada pemerintah pusat yang pelaksanaanya dilakukan oleh Departemen Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak.

Contoh : Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Penjualan ataa Barng Mewah (PPnBM), Pajak Pertambahan Nilai (PPn), Bea Materai.

b. Pajak Daerah yaitu, pajak yang wewenang pemungutannya ada pada Pemerintah Daerah yang pelaksanaanya dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah, yang terdiri atas :

1. Pajak Provinsi : Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak air Permukaan, Pajak Rokok.

(36)

Pedesaan dan perkotaan ,Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

4. Subjek dan Objek Pajak

Subjek pajak menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (Suandy,2008:45) adalah :

a. Orang Pribadi dan warisan yang belum terbagi sebagai kesatuan, menggantikan yang berhak.

b. Badan yang terdiri dari perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis lembaga, dana pensiun, dan bentuk usaha lainnya.

c. Bentuk Usaha Tetap (BUT).

(37)

1. Penggantian atau imbalan yang berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, uang pension, atau imbalan dalam bentuk lainnya ;

2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan ; 3. Laba Usaha ;

4. Keuntungan karena penjualan atau penghasilan harta ;

5. Sewa atau penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta ;

6. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya ;

7. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian hutang ;

8. Deviden, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk deviden dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi ;

9. Royalty ;

Dan lain-lain yang termasuk dalam kategori objek pajak menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.

B. GAMBARAN PENAGIHAN PAJAK I. Dasar-dasar Penagihan Pajak

(38)

Menurut Prof. Dr. Rochmant Soemitro, S.H. (Devano,2006:174), penagihan pajak adalah perbuatan yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak, karena wajib pajak tidak mematuhi ketentuan undang-undang, khususnya, mengenai pembayaran pajak.

Sedangkan menurut Moeljohadi, S.H. (Devano,2006:174), bahwa penagihan adalah serangkaian tindakan dari aparatur jenderal, berhubungan wajib pajak tidak melunasi baik sebagian/seluruhnya kewajiban perpajakan yang menurut Undang-Undang Perpajakan yang berlaku.

Dari defenisi penagihan yang dikemukakan oleh Moeljohadi, S.H. tersebut, terdapat unsur pengertian penagihan yaitu :

a. Serangkaian tindakan

Yaitu bahwa penagihan dilakukan tahap demi tahap dari diterbitkannya surat teguran, surat peruntah melaksanakan, dan permohonan jadwal waktu, tempat, tanggal, bulan pelelangan pada kantor lelang negara.

b. Aparatur Direktur Jenderal Pajak.

Yaitu Jurusita pajak negara yang telah memenuhi syarat-syarat khusus diangkat dan telah disumpahi lebih dahulu sebelum tugas.

c. Wajib pajak tidak melunasi sebagian/seluruhnya.

(39)

d. Menurut Undang-Undang Perpajakan.

Yaitu merujuk pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajaksn serta Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

2. Utang Pajak

Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak denga surat Paksa, (Suandy,2008:175) utang pajak adalah pajak yang mesti harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan.

3. Penanggung Pajak

Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, (Suandy,2008:174) penanggung pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggungjawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 4. Biaya Penagihan Pajak

(40)

Lelang, Pembatalan Lelang, Jasa Penilai, dan biaya lainnya sehubungan dengan penagihan pajak.

II. Dasar Hukum Penagihan Pajak

1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 pasal 18 menyatakan bahwa Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, merupakan asar penagihan pajak, ( Siahaan,2004:285).

2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, ( Siahaan,2004:285).

III. Tujuan Penagihan Pajak

Adapun tujuan pelaksanaan penagihan pajak ( www.pajak.go.id) adalah : 1. Membentuk keseimbangan antara kepentingan masyarakat wajib pajak dan

kepentingan negara.

2. Memberikan kepastian hukum kepada masyarakat sehingga termotivasi untuk membayar pajak.

(41)
(42)

BAB IV

ANALISA DAN EVALUASI

A. Kepatuhan Wajib Pajak

Wajib Pajak digolongkan dalam kategori wajib pajak patuh apabila memenuhi kriteria persyaratan sebagaai berikut (Keputusan Menteri Keuangan Nomor 544/KMK.04/2000).

a. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) untuk semua jenis pajak dalam 2 (dua) tahun terakhir.

b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.

c. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir.

d. Menyelenggarakan pembukuan wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan wajib pajak badan di Indonesia, kecuali bagi wajib pajak oarng pribadi yang diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan mempergunakan norma penghitungan penghasilan neto, sebagaiman dimaksud dalam pasal 28 (dua puluh delapan) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

(43)

e. Wajib pajak yang laporan keuangannya diaudit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, atau pendapat wajar dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba-rugi fiskal.

Tingkat kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan adalah merupakan tujuan utama dari penagihan pajak, sehingga bagi wajib pajak yang tingkat kepatuhannya tergolong masih rendah, diharapkan dengan dilakukannya penagihan pajak terhadapnya dapat memberikan motivasi postif agar untuk masa selanjutnya menjadi lebih baik ditingkat kepatuhannya (Bwoga,2005:66).

Dalaam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan dan pembinaan kepada wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan dan peraturan perpajakan yang berlaku maka konsekwensi logis yang diberikan kepada wajib pajak yang tergolong tidak patuh adalah dengan melaksanakan penagihan pajak berupa tindakan penagihan pasif maupun tindakan penagihan aktif.

B. Mekanisme dan Prosedur Kerja Pelaksana Penagihan Pajak dalam Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak.

Apabila utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran belum juga dilunsi oleh wajib pajak yang bersangkutan, maka kepada wajib pajak tersebut akan dilakukan tindakan penagihan pajak.

(44)

1. Penagihan Pasif

Adalah tindakan yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak sebagai perpanjangngantangan dari Direktorat Jenderal Pajak dengan cara dapat melakukan pencatatan, pengawasan atas kepatuhan pembayaran masa dan pembayaran lainnya yang dilakukan oleh wajib pajak, dan dilakukan melalui Surat Ketetapan Pajak (SKP, SKPKB, SKPKBT) dan Surat Tagihan Pajak (STP).

Maksud dari pelaksanaan penagihan pasif ini adalah memberi kesempatan kepada penanggung pajak untuk segera melunasi utang pajaknya, hal ini dimaksud untuk mencegah penagihan pajak dengan surat paksa dan penyitaan. Selanjutnya bilamana tindakan penagihan pasif ini telah dilakukan, namun wajib pajak belum juga melunasi utang pajaknya, maka tindakan penagihan pasif akan beralih ke penagihan aktif.

2. Penagihan Aktif

Adalah kelanjutan dari penagihan pasif , dimana dalam upaya penagihan ini fiskus berperan aktif dalam arti tidak hanya mengirim surat tagihan atau surat ketetapan pajak, tetapi akn diikuti dengan tindakan sita dan dilanjutkan dengan pelaksanaan lelang.

Tahapan Penagihan aktif : a. Surat Teguran

(45)

Tambahan, tidak dilunasi sampai melewati 7 (tujuh) hari dari batas wktu jatuh tempo (satu bbulan sejak tanggal diterbitkannya).

b. Surat Paksa

Apabila hutang pajak tidak dilunasi setelah 21hari dari tanggal surat teguran maka akan diterbitkan Surat Paksa yang disampaikan oleh Jurusita Pajak dengan dibebani biaya penagihan pajak sebesar Rp.50.000,00 (lima puluh ribu rupiah), utang pajak harus dilunasi dalam waktu 2x24 jam.

c. Surat Sita

Apabila utang pajak belum dilunasi dalam waktu 2x24 jam dapat dilakukan tindakan penyitaan atas barang-barang milik WP, dengan dibebani biaya pelaksanaan sita sebesar Rp.100.000,00 (seratus ribu rupiah).

d. Lelang

(46)

Penyitaan menurut hukum pajak yang dinyatakan dalam pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 adalah tindakan yang dilakukan jurusita pajak untuk menguasai barang Penanggung Pajak, guna dijadikan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undang. Penyitaan merupakan tindakan penagihan lebih lanjut setelah surat paksa yang hanya dapat dilakukan setelah lewat dari batas waktu 2x24 jam setelah surat paksa diberitahukan, yang artinya bahwa penyitaan ini baru dapat dilakukan apabila surat paksa ini telah diterbitkan atau dengan kata lain bahwa penyitaan ini merupakan kelanjutan dari penerbitan surat paksa dalam proses penagihan aktif.

C. Jurusita Pajak Negara

Menurut Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 562/KMK.04/2000 tentang syarat-syarat, Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Jurusita Pajak, bahwa yang dimaksud dengan jurusita pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan surat paksa, melaksanakan penyitaan dan penyanderaan. Jurusita pajak diangkat dan diberhentikan oleh Pejabat yang ditunjuk Menteri Keuangan untuk penagihan pajak pusat gubernur atau bupati/walikota untuk penagihan pajak daerah. Jurusita Pajak ini berstatus sebagai Pegawai Negeri.

(47)

seorang Jurusita Pajak Negara tergantung sepenuhnya pada bobot, keterampilan, keuletan, kejelian, mental yang dimiliki olehnya, apalagi Jurusita Pajak sepenuhnya bertugas dilapangan dengan segala persoalan penagihan pajak yang beraneka ragam coraknya dengan berbagai modus penghindaran dan perlawanan pasif dari para penanggung pajak.

Mengingat beratnya tugas dan peranan Jurusita Pajak dalam pengamanan penagihan pajak negara, maka untuk menjadi seorang Jurusita Pajak tidaklah mudah dan tidak sembarangan orang melainkan harus dilakukan oleh orang yang berkompeten sebagai Jurusita Pajak yang terlebih dahulu harus dibekali dengan kemampuan sebagai Jurusita Pajak melalui pendidikan dan pelatihan Jurusita Pajak disamping harus memenuhi syarat-syarat lainnya menurut peraturan perundang-undangan perpajakan.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk diangkat menjadi Jurusita Pajak adalah apabila telah memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut (Menurut Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 562/KMK.04/2000 tentang Syarat-syarat, Tata Cara Pengangkatan dan Pemberitahuan Jurusita Pajak).

1. Syarat Jurusita Pajak

Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar dapat diangkat menjadi Jurusita Pajak yaitu: a. Berijazah serendah-rendahnya Sekolah Menengah Umum atau yang setingkat

dengan itu.

(48)

c. Berbadan sehat.

d. Lulus pendidikan dan pelatihan Jurusita Pajak. e. Jujur, bertanggungjawab dan penuh pengabdian. 2. Pemberhentian JuruSita Pajak

Jurusita Pajak dapat diberhentikan apabila : a. Meninggal dunia;

b. Pensiun;

c. Karena alih tugas atau kepentingan lainnya;

d. Ternyata lalai atau tidak cakap dalm menjalankan tugas; e. Pendekatan perbuatan tercela

f. Melanggar sumpah atau janji Jurusita Pajak ; atau g. Sakit jasmani atau rohani secara terus menerus.

(49)

3. Tugas Jurusita Pajak menurut (Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000).

a. Melaksanakan Surat perintah penagihan seketika dan sekaligus ; b. Memberitahukan Surat Paksa ;

c. Melaksanakan Penyitaan atas barang Penanggung Pajak berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) ;

d. Melaksanakan penyanderaan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan.

4. Wewenang Jurusita Pajak (pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000).

a. Memasuki dan memeriksa semua ruangan termasuk membuka lemari, laci, dan tempat-tempat lain untuk menemukan objek sita di tempat di tempat usaha dan melakukan penyitaan di tempat tinggal penanggung pajak, atau tempat lain yang dapat diduga sebagai penyimpanan objek sita.

b. Meminta bantuan kepolisian, kejaksaan, departemen yang membidangi hukum dan perundang-undangan, pemerintah daerah setempat, Badan Pertahanan Nasional (BPN), Pengadilan Negeri (PN), bank atau pihak lain dalam rangka pelaksanaan penagihan pajak.

5. Kewajiban Jurusita Pajak.

a. Memperlihatkan kartu tanda pengenal Jurusita Pajak ;

(50)

c. Membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) ditandatangani oleh Jurusita, saksi-saksi dan penanggung pajak.

d. Menempelkan salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) pada barang yang disita atau tempat barang yang disita berada dan atau ditempat umum, kecuali jika barang yang disita sesuai dengan tidak dapat ditempeli salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita (BPAS).

e. Menempelkan segel sita pada barang yang disita. f. Membuat pengumuman lelang.

D. Mekanisme dan Prosedur Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Penyitaan Mekanisme dan Prosedur pelaksanaan penyitaan barang-barang milik wajib pajak/penanggung pajak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan dalam Rangka Penagihan dengan Surat Paksa adalah sebagai berikut :

1. Pengeluaran Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP).

a. Penyitaan terhadap barang milik penanggung pajak dilaksanakan oleh Jurusita Pajak berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Prnyitaan (SPMP) yang diterbitkan oleh pejabat, dalam hal utang pajak tidak dilunasi dalam jangka waktu 2x24 jam terhitung sejak tanggal surat diberitahukan kepada penanggung pajak.

(51)

dan mempelajari data mengenai harta kekayaan/aktiva yang akan disita tersebut.

Data ini dapat diperoleh, antara lain dari : 1. Surat Pemberitahuan (SPT) wajib pajak.

2. Laporan Keuangan wajib pajak (Neraca/Daftar L/B). 3. Laporan Pemeriksaan pajak.

4. Laporan pelaksanaan surat paksa.

2. Dalam ketentuan sita supaya diikuti ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

a. Sita dilakukan oleh Jurusita Pajak dengan dilakukan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi yang memenuhi syarat, antara lain :

1. Warga negara Indonesia. 2. Sudah mencapai usia 21 tahun. 3. Dikenal oleh Jurisita Pajak. 4. Dapat dipercaya.

b. Dalam melaksanakan penyitaan, Jurusita Pajak harus : a. Memperlihatkan kartu tanda pengenal jurusita Pajak.

b. Memperlihatkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP). c. Memberitahukan tentang maksud dan tujauan penyitaan.

(52)

Pajak dan Saksi-saksi (pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 ).

3. Berita Acara Pelaksanaan Penyitaan (BAPS) merupakan pemberitahuan kepada penanggung pajak dan masyarakat bahwa penguasaan barang penanggung pajak telah berpindah dari penanggung pajak kepada pejabat. Oleh karena itu, dalam setiap penyitaan, Jurusita Pajak harus membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) secara jelas dan lengkap yang sekurang-kurangnya memuat hari dan tanggal, nomor, nama Jurusita Pajak, nama penanggung pajak, nama dan jenis, barang yng disita, dan tempat penyitaan.

4. Penolakan dan tidak hadirnya penanggung pajak/wajib pajak dalm penyitaan

a. Dalam hal penanggung pajak menolak untuk menandatangani Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS), Jurusita Pajak harus mencantumkan penolakan tersebut dalam Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS), dan ditandatangani oleh Jurusita Pajak dan saksi-saksi, dan Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) tersebut telah sah dan mempunyai kekuatan mengikat (pasal 12 ayat (6) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000)

(53)

c. Barang bergerak yang telah disita dapat dititipkan kepada pemerintah daerah setempat yang menjadi saksi dalam pelaksanaan sita demikian juga dengan barang tidak bergerak pengawasannya diserahkan kepada pemerintah daerah setempat yang menjadi saksi dalam pelaksanaan sita tersebut.

d. Dalam hal pelaksanaan penyitaan tidak dihadiri oleh penanggung pajak, Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) ditandatangani oleh Jurusita Pajak dan saksi-saksi, dan Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) tetap sah dan mempunyai kekuatan mengikat (pasal 15 ayat (5) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000).

e. Salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) dapat ditempelkan pada barang bergerak dan atau barang tidak bergerak yang disita, atau di tempat barang bergerak dan atau tidak bergerak yang disita berada, atau di tempat-tempat umum (pasal 12 ayat (7) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000).

f. Salinan Berita Acara Pelaksanaan sita (BAPS) disampaikan kepada : 1. Penanggung Pajak ;

2. Kepolisian untuk barang bergerak yang kepemilikannya terdaftar

3. Badan Pertanahan Nasional (BPN), untuk tanah yang kepemilikannya sudah terdaftar ;

4. Pemerintah daerah dan Pengadilan negeri setempat, untuk tanah yang kepemilikannya belum terdaftar.

(54)

5. Kekayaan wajib pajak/penanggung pajak yang dapt disita.

Penyitaan dapat dilaksanakan terhadap milik penanggung pajak yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan, atau ditempat lain, termasuk yang penguasaannya berada di tangan pihak lain atau yang dibebani dengan hak tanggung jawab sebagai jaminan pelunasan utang tertentu berupa barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, dan deposito jangka panjang, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnyayang dipersamakan dengan itu, obligasi, saham, atau surat berharga lainnya, piutang, dan penyertaan modal pada perusahaan lain ; dan / atau barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, dan kapal kotor isi tertentu (Pasal 14 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000).

Atas barang yang disita dapat ditempeli atau diberi segel sita. Penempelan segel sita dilaksanakan dengan memperhatikan jenis, sifat dan bentuk barang sitaan. Segel sita memuat sekurang-kurangnya : Kata “disita” ; Nomor dan tanggal Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) ; dan larangan untuk memindahtangankan, meminjamkan, ataupun merusak barang yang disita.

Menurut pasal 25 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan surat Paksa, penyitaan harta kekayaan penanggung pajak ini meliputi :

(55)

perhiasan yang disita dalam satu daftar yang merupakan lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS).

b. Penyitaan terhadap uang tunai, dilaksanakan dengn cara menghitung terlebih dahulu uang tunai yang disita dan membuat rinciannya sebagai lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS), dan menempel segel sitadan menitipkan pada penangggung pajak atau pada bank.

c. Penyitaan terhadap harta berupa deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, dilaksanakan dengan cara :

1. Meminta pemblokiran kepada bank disertai salinan Surat Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) ;

2. Bank memblokir dan membuat berita acara pemblokiran serta mengirimnya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak ;

3. Jurusita memerintahkan penanggung pajak untuk memberi kuasa kepada bank agar memberitahukan saldo kekayaannya kepada Jurusita Pajak ; 4. Bila penanggung pajak tidak memberi kuasa, Kepala Kantor Pelayanan

Pajak meminta Menteri Keuangan memerintahkan bank memberitahukan saldo kekayaan penanggung pajak ;

(56)

6. Bila utang pajak belum dilunasi, Kepala Kantor Pelayanan Pajak meminta pencabutan pemblokiran setelah dikurangi jumlah yang telah disita ; d. Penyitaan terhadap obligasi, saham, yang diperdagangkan di bursa efek,

dilakukan dengan cara :

1. Direktur Jenderal Pajak atau pejabat setempat yang ditunjuk meminta secara tertulis kepada Ketua Badan Pengawasan Pasar Modal (Bapepam) dengan menyebutkan nama dan nomor rekening untuk memblokir dan alasan pemblokiran ;

2. Ketua Badan Pengwasan Pasar Modal (Bapepam) memerintahkan kustodian membuat berita acara pemblokiran dan berita acara pemberian keterangan kepada pejabat yang berwenang mendapatkan keterangan keterangan dan menyampaikan kepada Dirjen Pajak serta salinannya disampaikan kepada ketua Bapepam dan penanggung pajak sebagai pemegang rekening ;

3. Jurusita Pajak melakukan penyitaan atas efek kepada kustodian, dan membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita ( BAPS) ;

4. Bila penanggung pajak tidak hadir Berita Acara Pelaksanaan sita (BAPS) ditandatangani Jurusita dan saksi-saksi ;

(57)

6. Bila dilunasi Kepala Kantor Pelayanan Pajak meminta pencabutan pemblokiran kepada custodian ;

7. Efek yang disita dijual di bursa efek melalui perantara pedagang efek snggota bursa atas permintaan Kepala Kantor Pelayanan Pajak.

e. Penyitaan terhadap surat berharga berupa obligasi, saham dan sejenisnya yang tidak diperdagangkan di bursa efek, dilaksanakan dengan cara :

1. Melakukan inventarisasi dan membuat rincian tentang jenis, jumlah dan nilai nominal atau perkiraan nilai lainnya dari surat berharga yang disita dalam suatu daftar yang merupakan lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) ;

2. Membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) ;

3. Membuat Berita Acara Pengalihan Hak surat Berharga atas nama dari penanggung pajak kepada pejabat.

f. Penyitaan terhadap piutang, dilaksanakan dengan cara :

1. Melakukan inventarisasi dan membuat rincian tentang jenis, jumlah dan nilai nominal atau perkiraan nilai lainnya dari piutang yang disita dalam suatu daftar yang merupakan lampran Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) ;

(58)

4. Membuat Berita Acara Pengalihan Hak piutang atas nama dari penanggung pajak kepada pejabat, dan salinannya disampaikan kepada penanggung pajak dan pihak yang berkewajiban membayar hutang ;

g. Penyitaan terhadap penyertaan modal pada perusahaan lain yang tidak ada surat sahamnya, dilakukan dengan cara :

1. Melakukan inventaris dan rincian jumlah penyertaan modal pada perusahaan lain ;

2. Membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita (BPAS) ;

3. Membuat akta persetujuan pengalihan hak penyertaan modal, dan salinannya disampaikan kepada perusahaan tempat pernyertaan modal. a. Penyitaan terhadap barang yang telah disita oleh kejaksaan atau

kepolisian, dilakukan dengan cara :

1. Jurusita Pajak akan menyita barang bukti tersebut bila proses pembuktian telah setelah terlebih dahulu menyampaikan surak paksa dengan dilampiri surat pemberitahuan bahwa barang tersebut merupakan objek sita ;

2. Sebelum objek sita dikembalikan kepada penanggung pajak,kejaksaan atau kepolisian memberitahukan kepada pejabat yang menerbitkan surat paksa ;

(59)

b. Penyitaan terhadap kekayaan penanggung pajak yang disimpan pada bank, dilakukan dengan cara :

1. Jurusita Pajak setelah menerima berita acara pemblokiran memerintahkan kepada penanggung pajak untuk member kuasa kepada bank agar memberitahukan saldo kekayaannya yang tersimpan pada bank ;

2. Dalam hal penangggung pajak tidak memberikan kuasa kepada bank, maka pejabat meminta Gubernur Bank Indonesia melalui Menteri Keuangan untuk memerintahkan saldo kekayaan penanggung pajak yan tersimpan pada bank dimaksud kepada pejabat ;

3. Setelah saldo kekayaan penanggung pajak yang tersimpan pada bank diketahui, Jurusita Pajak melaksanakan penyitaan ;

4. Jurusita Pajak membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS), dan ditandatangani oleh Jurusita Pajak, saksi-saksi dan pimpinan bank yang bersangkutan ;

5. Jurusita Pajak menyampaikan salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) kepada penanggung pajakdan pimpinan bank yang bersangkutan ; 6. Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran bank setelah

penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak; 7. Dalam hal jumlah yang diblokir lebih besar dari jumlah yang disita, maka

(60)

8. Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak penyitaan, penanggung pajak teidak melunasi uatang pajakdan biaya penagihan pajak, pejabat segera meminta kepada pimpinan bank untuk memindahbukukan harta kekayaan penanggung pajak yang tersimpan di bank ke kas negara aatau ke kas daerah sejumlah yang tercantum dalam Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) ;

9. Sebelum jangka waktu 14 (empat belas) hari berakhir, penanggung pajakdapat mengajukan permohonan kepada pejabat utuk menggunakan barang sitaan dimaksud untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak ;

10.Pencabutan sita dilaksanakan oleh Jurusita Pajak berdasarkan surat pencabutan sita yang diterbitkan oleh pejabat dan tembusannya disampaikan kepada pimpinan bank yang bersangkutan ;

6. Barang-barang milik penanggung pajak yang dikecualikan dari penyitaan/tidak boleh disita:

Tidak semua harta kekayaan penanggung pajak dapat disita sebagai jaminan atas pelunasan utang pajaknya, tentu ada beberapa jenis harta kekayaan wajib pajak yang dikecualikan dari penyitaan menurut undang-undang yang diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 meliputi :

(61)

b. Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan 1 bulan beserta peralatan memasak yang berada di rumah ;

c. Perlangkapan penanggung pajak yang bersifat dinas ;

d. Buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan penanggung pajak dan alat-alat yang dipergunakan untuk pendidikan, kebudayaan, dan keilmuan;

e. Peralatan dalm keadaan jalan yang masih digunakan untuk melaksanakan pekerjaan atau usaha sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak lebih dari Rp. 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) ;

f. Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh penanggung pajak dan keluarga yang menjadi tangggungannya.

7. Batas waktu penyitaan.

Dalam pasal 11 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2000 disebutkan bahwa pelaksanaan surat paksa tidak dapat dilanjutkan dengan penyitaan sebelum lewat waktu 2x24 jam setelah surat paksa diberitahukan.

8. Biaya Penyitaan.

(62)

9. Penyitaan tambahan.

Menurut pasal 21 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, penyitaan tambahan dilaksanakan apabila :

a. Nilai barang yang disita nilainya tidak cukup ntuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak karena penyitaan akan tetap dilaksanakan sampai dengan nilai barang yang disita diperkirakan cukup untuk melunsi utang pajak dan biaya penagihan pajak.

b. Hasil lelang barang yang telah disita tidak cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak.

10. Pencabutan sita (Pasal 22 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa).

a. Pencabutan sita dilaksanakan apabila penanggung pajak telah melunasi biaya penagihan pajakdan utang pajak atau berdasarkan putusan pengadilan pajak atau ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan atau Gubernur atau Bupati/Walikota.

b. Pencabutan sita dilaksanakan berdasrkan surat pencabutan sita yang diterbitkan oleh pejabat.

(63)

E. Prosedur Penerbitan dan pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai.

a. Uraian Prosedur

1. Pelaksana menginventarisasi Penunggak Pajak yang harus dikirim SPMP, meneliti dengan melihat data tunggakan beserta pelunasan (SSP/STTS/SSB/bukti atau pembatalan ketetapan pajak/keputusan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi), membuat konsep SPMP dan menyampaikannya kepada Kepala Seksi Penagihan;

2. Kepala Seksi Penagihan meneliti, menyetujui dan memaraf konsep SPMP, serta menyampaikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak;

3. Kepala Kantor Pelayanan Pajak meneliti, menyetujui dan menandatangani SPMP dan meneruskan kepada Kepala Seksi Penagihan;

4. Kepala Seksi Penagihan menerima SPMP yang telah ditandatangani Kepala Kantor Pelayanan Pajak dan menugaskan Pelaksana untuk menatausahakan serta meneruskannya kepada Juru Sita Pajak;

5. Pelaksana menatausahakan dan meneruskan SPMP kepada Juru Sita Pajak; 6. Juru Sita Pajak menyampaikan SPMP kepada Penunggak Pajak/Penanggung

(64)

bahwa Penyitaan telah dilaksanakan, membuat konsep Laporan Pelaksanaan SPMP, dan menyampaikannya kepada Kepala Seksi Penagihan;

7. Kepala Seksi Penagihan meneliti, menyetujui, dan menandatangani Laporan Pelaksanaan SPMP, serta meneruskan kepada Pelaksana untuk ditatausahakan;

8. Pelaksana menatausahakan Laporan Pelaksanaan SPMP, salinan SPMP dan Berita Acara Pelaksanaan SPMP ke dalam berkas penagihan Wajib Pajak. b. Syarat Penyelesaian Pekerjaan

1. Undang undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; 2. Undang undang tentang Pajak Penghasilan;

3. Undang undang tentang Pajak Pertambahan Nilai; 4. Undang-undang tentang Penagihan Dengan Surat Paksa; 5. Undang-undang tentang Pengadilan Pajak;

(65)

C. Bagan Arus Prosedur Penerbitan dan Pelaksanaan Surat Perintah Melakukan Penyitaan (SPMP)

Bagan dimulai dari : menginventarisasi Penunggak Pajak yang harus dikirim SPMP, meneliti dengan melihat data tunggakan beserta pelunasan (SSP/STTS/SSB/bukti Pbk) atau pengurangan (keputusan pembetulan/keputusan keberatan /putusan banding/keputusan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak/keputusan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi) selanjutnya membuat konsep SPMP dan meneruskannya kepada Kepala Seksi Penagihan

Bagan berakhir : menerima Laporan Pelaksanaan SPMP dan menatausahakan Laporan Pelaksanaan SPMP, salinan SPMP dan Berita Acara Pelaksanaan SPMP ke dalam berkas penagihan Wajib Pajak

N

O URAIAN KEGIATAN

(66)

administrasi), membuat

konsep SPMP, danmenyampaikannya

kepada Kepala Seksi Penagihan.

3. Meneliti, menyetujui, menandatangani SPMP,

5. Menatausahakan dan meneruskan SPMP kepada Juru Sita Pajak

1 2 3 4 5 6 7

(67)

yang ditandatangani Penanggung Pajak atau pihak yang mewakilinya beserta dua orang saksi sebagai bukti bahwa

(68)

Kegiatan Penagihan Aktif di KPP Pratama Binjai

Produktivitas penagihan aktif yang berupa penyampaian Surat Paksa, penyampaian SPMP, Pelaksanaan Lelang, Pemblokiran Rekening Bank serta

pencegahan seperti rincian data berikut :

Tindakan Penagihan Aktif 2009 2010

Jumlah Jurusita Pajak (JSP) 2 2

Jumalah Surat Teguran terbit 1178 3197 Jumlah Surat Paksa (SP) terbit 166 240 Jumlah target SP sesuai standar prestasi 120 120 Persentase pencapaian target Surat Paksa 138,33 200

Jumlah SPMP terbit 3 0

Jumlah target SPMP sesuai stsndar prestasi 72 72

Persentase pencapaian target SPMP 4,16 0

Pelaksanaan Lelang 0 0

Target Lelang sesuai standar prestasi 4 4

Persentase pencapaian target Lelang 0 0

Pemblokiran Rekening 3 0

Target pemblokiran Rekening sesuai standar prestasi

36 36

Persentase pemblokiran Rekening 8,33 0

Penyitaan 0 0

Pencegahan/Pencekalan 0 0

Target Cegah/Cekal sesuai standar prestasi 12 12

Persentase Pencegahan/Cekal 0 0

Usaul sandera Badan 0 0

(69)

Dari data diatas mengenai penagihan aktif yang dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai diatas dapat dijelaskan bahwa jumlah surat teguran yang terbit untuk tahun 2010 adalah 3197 lembar yang mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya

Untuk surat paksa yang terbit selama tahun 2010 adalah 240 lembar, hal ini menunjukkan bahwa jumlah surat paksa yanfg terbit ini sudah melebihi jumlah surat paksa sesuai standar prestasi yaitu 120 lembar, sehingga di dapatkan persentase pencapaian target surat paksa untuk tahun 2010 yakni sebesar 200% yaitu dengan membandingkan jumlah surat paksa yang terbit dengan target surat paksa sesuai dengan standar prestasi.

(70)

Untuk pelaksanaan penyitaan pada 2 (dua) tahun terakhir mengalami penurunan dari tahun ke tahun yang berarti tingkat kepatuhan wajib pajak boleh dikatakan mulai membaik karena wajib pajak yang dikenai penyitaan makin berkurang jumlahnya dari tahun-tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan adanya upaya ataupun kesadaran wajib pajak untuk membayar utang pajaknya ketika telah diterbitkan surat teguran maupun surat paksa oleh Jurusita pajak sehingga pelaksanaan penyitaan dalam rangka penagihan pajak dapat dihindari dan berkurang jumlahnya dalam tahun terakhir seperti jumlah penyitaan yang terlihat pada data yang memperlihatkan penurunan angka penyitaan dalam 2 tahun terakhir.

Sementara untuk pelaksanaan lelang di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai pada tahun 2010 tidak melaksanakan pelelangan, bahkan di tahun sebelumnya juga. Sehingga diperoleh persentse persentase pencapaian target lelang sebesar 0%.

(71)

F. Kendala-kendala yang dihadapi Oleh Jurusita Pajak dalam Melaksanakan Penagihan Pajak dengan Penyitaan

Dalam melaksanakan penagihan pajak dengan penyitaan ini, tentunya juga tidak luput dari berbagai kendala yang sering dihadapi Jurusita Pajak pada saat berhadapan dengan para wajib pajak/penanggung pajak di lapangan.

Kendala tersbut dapat berupa :

1. Jurusita Pajak tidak diperbolehkan masuk ke dalam rumah wajib pajak/penanggung pajak.

Pada waktu pelaksanaan penyitaan, ada kemungkinan ataupun bahkan seringkali Jurusita Pajak tersebut tidak dapat masuk atau tidak diperrbolehkan masuk ke dalam rumah wajib pajak yang barang-barangnya akan disita. Sering dijumpai di lapangan bahwa pada saat akan melakukan penyitaan, Jurusita Pajak hanya diperbolehkan menunggu di dekat pagar rumah, tanpa dipersilahkan untuk masuk ke rumah sekalipun cuaca kurang mendukung. 2. Jurusita Pajak tidak diperbolehkan menyita barang wajib pajak/penanggung

pajak.

(72)

bersedia melunasi utang pajaknya. Namun bilamana jurusita Pajak sudah berupaya semaksimal mungkin memberikan pengertian dan penjelasan mengenai maksud penyitaan tersebut namun tetap juga mendapat perlawananan atau bahkan mendapat ancaman dari wajib pajak/penanggung pajak, maka Jurusita Pajak berwewenang melaporkannya kepada kepolisian dan meminta bantuan aparat kepolisian untuk mengambil tindakan tegas terhadap wajib pajak/penangggung pajak.

3. Wajib pajak/penanggung pajak atau wakilnya tidak mau menandatangani Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS).

Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) dibuat dan ditandatangani oleh Jurusita Pajak, para saksi dan wajib pajak/penanggung pajak atau wakilnya yang bertindak sebagai penyimpan barang. Apabila wajib pajak/penanggung pajak atau wakilnya menolak untuk ikut menandatangani Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) tersebut maka Jurusita Pajak dapat mengambil tindakn sebagai berikut :

a. Memberitahukan kepada kepolisian dan meminta bantuan agar dapat membantu menjaga supaya tidak ada barang-barang sitaan yang hilang.

(73)

4. Kesulitan mengidentifikasi barang-barang wajib pajak/penanggung pajak yang akan dijadikan sebagia objek sita.

Pada waktu melakukan penyitaan, selalu terbentur pada masalah objek sita, harta kekayaan wajib pajak/penanggung pajak sudah tidak ditemukan lagi atau sudah dipindah tangankan sehingga ketika akan dilakukan penyitaan terhadap barang-barang tersebut wajib pajak/penanggung pajak menolak dengan alasan barang-barang tersebut sudah bukan miliknya lagi.

Dalam hal ini wajib pajak /penanggung pajak atau wakilnya harus dapat menunjukkan bukti-bukti yang menegaskan bahwa barang-barang tersebut memang benar sudah bukan miliknya lagi.

5. Tingkat kesadaran wajib pajak masih rendah.

Walaupun sistem perpajakan kita telah menganut system self assesment namun tingkat kesadaran wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar serta membayar utang pajak pada tepat waktu masih rendah dikarenakan masih kurangnya pengetahuan wajib pajak tentang perpajakan.

G. Cara Penyelesaian Masalah Dalam Pelaksanaan Penagihan Melalui Penyitaan

Pemecahan masalah dalam hal Penagihan Pajak dengan Penyitaan :

(74)

menganut self assesment namun tingkat kesadaran wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar serta membayar utang pajak pada tepat waktu masih rendah sekali, hal ini juga bisa dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang perpajakan, untuk itu perlu ditingkatkan pembinaan terhadap wajib pajak dengan penyuluhan intensif. 2. Menjelaskan kepada wajib pajak selam wajib pajak membayar pajak tepat

pada waktunya atau sebelum jatuh tempo tidak akan dilakukan tindakan penagihan. Oleh karena itu wajib pajak hendak membayar pajaknya.

3. Diharapkan kepada fiskus agar dapat bekerjasama yang baik dengan instansi terkait, sehingga pelaksanaan penagihan dan pengawasan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Hal ini bertujuan memperkecil kesempatan wajib pajak dalam menghindari penunggakan pajak.

4. Apabila Jurusita Pajak tidak diperbolehkan masuk rumah untuk melaksanakan tugasnya dengan memberikan berupa ancaman maka Jurusita Pajak dapt melaporkan kepada pihak kepolisian untuk melaksanakan penyitaan tersebut. 5. Ada kalanya wajib pajak keberatan atau tidak memperbolehkan Jurusita Pajak

(75)

6. Pada waktu melakukan penyitaan atau ada kemungkinan bahwa wajib pajak/penanggung pajak mengatakan bahwa sebagian barang yang akan disita bukan miliknya, Oleh sebab itu wajib pajak/penanggung pajak atau wakilnya harus dapt menunjukkan bukti yang jelas bahwa barang tersebut memang benar bukan miliknya wajib pajak/penanggung pajak.

(76)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan, yakni sebagai berikut :

1. Tingkat kepatuhan wajib pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai untuk tahun 2009 jika ditinjau dari produktivitas penagihan aktif yang berupa penyampaian penyitaan sudah mulai mengarah pada peningkatan kesadaran dan kepatuhan akan kewajiban perpajakannya. Hal ini dapat dilihat dari semakin menurunnya jumlah wajib pajak yang sampai pada tahap pelaksanaan penyitaan karena adanya upaya ataupun kesadaran wajib pajak untuk membayar utang pajaknya yakni dengan melakukan pembayaran-pembayaran atas utang pajaknya yang belum dilunasi ketika telah diterbitkan surat teguranmaupun surat paksa olh Juru Sita Pajak sehingga pelaksanaan penyitaan dalam rangka penagihan pajak dapt dihindari dan berkurang. Namun sisi lain jumlah wajib pajak yang sampai pada penerbitan surat paksa masih melebihi jumlah penerbitan sesuai standar prestasi meskipun secara kwantitas jumlah surat paksa yang diterbitkan meningkat dari tahun sebelumnya. Begitu juga dengan jumlah surat teguran yang terbit untuk tahun 2010 meningkat daritahun sebelumnya.

Referensi

Dokumen terkait

Gen- gen kecil t erdiri dari beberapa rat us pasangbasa, sedangkan gen t erbesar yang diket ahui saat ini, gen pada krom osom X yang m enyandi prot ein dist ropin, m engandung 2

* Formutir Nomor : X.H.1-2 Laporan Butanan Kepemitikan Saham Emiten atau Perusahaan Pubtik dan Rekapitutasi yang tetah Ditaporkan.. * Laporan Penggunaan Btangko

fail to generate tangible business benefits The benefits of cultural and gender diversity at the management level have been overstated Having a single global code of ethical

A CRS Identifier in Compound CRS URI format shall , in its query parameters, only contain CRS Identifiers for complete CRSs, i.e., CRSs whose root element is in the substitution

For different sets of parameters tested for quality of correlation. The best combination of parameters came out to be reference block size = 15 pixels, search area size =

Sebagai dasar kegiatan operasional, KPH Madiun telah menyusun RPKH, yang merupakan Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) jangka 2011 s/d 2020 pada Kelas

The Antarctic Ice margins between Larsemann Hills and Amery Ice shelf is a potential region for ice loss as there are a number of glaciers in this area. During 33rd ISEA, an

dengan pendapat wajar dengan pengecualian atas penyesuaian bersih terhadap beberapa akun dalam laporan keuangan yang berhubungan dengan periode sebelum tahun 2010, namun dibebankan