• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Madu Terhadap Penyembuhan Luka Gangren Diabetes Mellitus.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Efektivitas Madu Terhadap Penyembuhan Luka Gangren Diabetes Mellitus."

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

Efektivitas Madu terhadap Penyembuhan Luka Gangren

Diabetes Mellitus di RSUP H. Adam Malik Medan

Lisbet L Situmorang

Skripsi

Program Studi Ilmu Keperawatan

Fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara

(2)

Judul : Efektivitas Madu Terhadap Penyembuhan Luka Gangren Diabetes Mellitus

Peneliti : Lisbet Lasmawati Situmorang

NIM : 041101044

Jurusan : Program Studi Ilmu Keperawatan Tahun Akademik : 2008/2009

Abstrak

Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin. Penyakit ini menjadi beban besar bagi pelayanan kesehatan dan perekonomian di Indonesia baik secara langsung melalui komplikasi-komplikasinya. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah terjadinya perubahan patologis pada anggota gerak yaitu luka. Luka diabetes yang tidak dirawat dengan baik akan berkembang menjadi ulkus gangren. Gangren diabetes memiliki laju amputasi yang cukup tinggi berkisar antara 15-30% sedangakan angka kematian berkisar antara 17-32%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas madu terhadap penyembuhan luka gangren diabetes mellitus dengan menggunakan desain quasi eksperimen. Pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling dengan jumlah sampel 4 orang masing-masing kelompok intervensi dan kontrol terdiri dari 2 responden. Data demografi disajikan dalam bentuk distribusi dan frekuensi. Untuk mengidentifikasi efektivitas madu pada luka gangren pre dan post terapi madu dianalisa dengan menggunakan statistik non parametrik yaitu sign rank test (Wilcoxon). Tidak ada perbedaan hasil uji wilcoxon dan Mann-Whitney pada penelitian ini yaitu Ho diterima yaitu madu tidak efektif digunakan dalam penyembuhan luka gangren diabetes dimana p value > 0,05. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa madu efektif digunakan dalam perawatan luka gangren diabetes. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa setelah dilakukan terapi madu, mulai hari kesepuluh terjadi proses penyembuhan yang ditandai dengan tumbuhnya jaringan granulasi diikuti jaringan epitel kemudia pada hari 13 luka mulai tertutup.

Dengan adanya penelitian ini diharapkan perawat perlu melakukan terapi alternatif seperti madu karena kenyataan sebenarnya yang terjadi pada pasien adalah luka diabetes dapat sembuh dengan cepat.

(3)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur kepada Allah Bapa di surga karena berkat dan kasih

karunia-Nya skripsi ini dapat diselesaikan dengan judul “Efektivitas Madu

Terhadap Penyembuhan Luka Gangren Diabetes Mellitus ”.

Selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan

banyak bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada

kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang

sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD-KGEH selaku Dekan

Fakultas Kedokteran USU, Bapak Prof. dr. Guslihan Dasa Tjipta, Sp.A (K) selaku

Pembantu Dekan I Fakultas Kedokteran USU, dan Ibu Erniyati, S.Kp, MNS

selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan USU dan juga selaku dosen

penguji II saat sidang proposal penelitian. Terima kasih juga diucapkan kepada

Bapak Ikhsanuddin Ahmad H., S.Kp, MNS selaku dosen pembimbing skripsi

yang telah meluangkan waktu dan memberikan saran serta kritik yang bermanfaat

bagi skripsi ini, kepada Bapak Dudut Tanjung S.Kp, M.Kep yang telah

memberikan masukan dalam penyusunan proposal penelitian sekaligus sebagai

dosen penguji II dalam sidang skripsi, kepada Ibu Rika Endah S.Kp selaku dosen

penguji III yang telah memberikan masukan yang berharga bagi penulis, kepada

Ibu Ellyta Aizar S.Kp selaku dosen pembimbing akademik, seluruh staf dosen

PSIK FK USU yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat sebagai bekal dalam

penyusunan skripsi ini, dan seluruh staf administratif kampus PSIK FK USU yang

(4)

Terima kasih juga diucapkan kepada pihak RSUP H. Adam Malik Medan

yang telah memberikan izin untuk penelitian ini, buat seluruh perawat di Ruang

Rawat Inap (Rindu A1 dan A2) yang telah membantu penulis dalam melakukan

penelitian, serta kepada pasien yang bersedia menjadi responden dan keluarga

pasien yang turut berpartisipasi dalam penelitian ini.

Terima kasih kepada seluruh keluargaku tercinta, Ayahanda A.

Situmorang, Ibunda R. Manurung, adik-adikku tersayang (Pamri, Marta, Jennis)

yang selalu memberikan semangat serta dukungan doa, daya, dan dana selama

proses penyusunan skripsi ini. Terima kasih buat kekasihku tercinta Charles

Lamsihar Hutabarat yang selalu menemani dengan penuh kesabaran,

mencurahkan segenap cinta, memberi semangat serta dukungan doa, daya, dan

dana, yang begitu berarti buat penulis. Serta semua teman-teman PSIK USU

stambuk 2004 tanpa terkecuali, terima kasih buat dorongan semangat yang telah

diberikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih buat Martalena Siahaan, Mika

V. Aritonang, Rotua Pestauli Marbun, terima kasih buat doa dan semangat yang

telah diberikan, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu

persatu terima kasih buat dukungan yang diberikan.

Biarlah Allah Bapa di surga yang mencurahkan berkat dan kasih-Nya

kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi

ini. Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat

memberikan informasi yang berharga bagi dunia keperawatan.

Medan, Juli 2007

(5)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ... ... i

KATA PENGANTAR ... ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR SKEMA ... iv

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ... 1

2. Tujuan Penelitian ... 5

3. .. Pertanyaan Penelitian ... 5

4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.Diabetes Mellitus ... 7

1.1 Defenisi ... 7

1.2 Patofisiologi ... 8

1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Diabetes Mellitus ... 11

1.4 Komplikasi Diabetes Mellitus ... 13

2. Luka Diabetik ... 14

2.1 Defenisi Luka Diabetik ... 15

2.2 Patofisiologi ... 18

2.3 Perawatan Luka Diabetik ... 20

3. Proses Penyembuhan Luka ... 22

3.1 .Tahap Penyembuhan Luka ... 22

(6)

4. Madu ... 30

4.1 Kandungan Madu ... 30

4.2 Pemanfaatan madu ... 30

4.3 Terapi Madu pada Luka Gangren Diabetik ... 32

BAB III KERANGKA PENELITIAN 1. Kerangka Konseptual ... 35

2. Kerangka Penelitian ... 36

3. Defenisi Operasional ... 36

4. Hipotesa Penelitian ... 37

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian ... 38

2. Populasi Penelitian dan Sampel Penelitian ... 38

3. Lokasi Penelitian ... 39

4. Pertimbangan Etik ... 40

5. Instrumen Penelitian ... 41

6. Alat dan Bahan ... 41

7. Pengumpulan Data ... 42

8. Rencana Analisa Data ... 43

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian ... 45

1.1 Karakteristik Demografi Responden ... 45

(7)

1.3 Uji Perbedaan Efektivitas Madu Terhadap Penyembuhan Luka

Gangren Diabetes Mellitus dengan Kelompok Kontrol ... 47

2. Pembahasan ... 48

2.1 Karakteristik Demografi Responden ... 48

2.2 Penyembuhan Luka Gangren Diabetes Mellitus Pre dan Post Terapi Madu ……….48

2.3 Efektivitas Madu Terhadap Penyembuhan Luka Gangren Diabetes pada Kelompok Intervensi dan Kontrol ... 49

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 1. Kesimpulan ……….. ... ..50

2. Rekomendasi …… ... 50

2.1 Bagi Praktek Keperawatan ... 50

2.2 Bagi Pendidikan Keperawatan ... 51

2.3 Bagi penelitian Keperawatan ... 51

(8)

LAMPIRAN

1. Formulir Persetujuan Menjadi Responden Penelitian

2. Instrumen Penelitian

3. Protokol Perawatan Luka Diabetes dengan Madu

4. Protokol Perawatan Luka Dibetes Tanpa Menggunakan Madu

5. Format Pengkajian

6. Hasil Analisa Data

7. Surat Izin Penelitian dari PSIK FK USU

8. Surat Izin Penelitian dari RSUP H. Adam Malik Medan

(9)

DAFTAR SKEMA

1. Kerangka Penelitian Efektivitas Madu Terhadap Penyembuhan Luka Gangren

(10)

DAFTAR TABEL

1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Demografi Responden

Kelompok Intervensi dan Kontrol (N=4)

2. Penyembuhan Luka Gangren Diabetes Pre dan Post Terapi Madu

3. Analisa Data Penelitian dengan Menggunakan Uji Non-Parametrik Sign Rank

(11)

Judul : Efektivitas Madu Terhadap Penyembuhan Luka Gangren Diabetes Mellitus

Peneliti : Lisbet Lasmawati Situmorang

NIM : 041101044

Jurusan : Program Studi Ilmu Keperawatan Tahun Akademik : 2008/2009

Abstrak

Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin. Penyakit ini menjadi beban besar bagi pelayanan kesehatan dan perekonomian di Indonesia baik secara langsung melalui komplikasi-komplikasinya. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah terjadinya perubahan patologis pada anggota gerak yaitu luka. Luka diabetes yang tidak dirawat dengan baik akan berkembang menjadi ulkus gangren. Gangren diabetes memiliki laju amputasi yang cukup tinggi berkisar antara 15-30% sedangakan angka kematian berkisar antara 17-32%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas madu terhadap penyembuhan luka gangren diabetes mellitus dengan menggunakan desain quasi eksperimen. Pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling dengan jumlah sampel 4 orang masing-masing kelompok intervensi dan kontrol terdiri dari 2 responden. Data demografi disajikan dalam bentuk distribusi dan frekuensi. Untuk mengidentifikasi efektivitas madu pada luka gangren pre dan post terapi madu dianalisa dengan menggunakan statistik non parametrik yaitu sign rank test (Wilcoxon). Tidak ada perbedaan hasil uji wilcoxon dan Mann-Whitney pada penelitian ini yaitu Ho diterima yaitu madu tidak efektif digunakan dalam penyembuhan luka gangren diabetes dimana p value > 0,05. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa madu efektif digunakan dalam perawatan luka gangren diabetes. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa setelah dilakukan terapi madu, mulai hari kesepuluh terjadi proses penyembuhan yang ditandai dengan tumbuhnya jaringan granulasi diikuti jaringan epitel kemudia pada hari 13 luka mulai tertutup.

Dengan adanya penelitian ini diharapkan perawat perlu melakukan terapi alternatif seperti madu karena kenyataan sebenarnya yang terjadi pada pasien adalah luka diabetes dapat sembuh dengan cepat.

(12)

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin ( ADA,

2003 dikutip dari Soegondo, 2007). Penyakit ini dapat mengenai banyak orang

pada semua lapisan masyarakt diseluruh dunia. Diabetes mellitus seperti juga

penyakit tidak menular lainnya akan berkembang menjadi suatu penyebab utama

kesakitan dan kematian di Indonesia. Penyakit ini juga menjadi beban yang besar

bagi pelayanan kesehatan dan perekonomian di Indonesia baik secara langsung

melalui komplikasi-komplikasi (Sukaton, 1985 dikutip dari Waspadji, 1987).

Gangguan kesehatan akibat komplikasi DM dapat berupa gangguan mata

(retinopati), gangguan ginjal (nefropati), gangguan pembuluh darah (vaskulopati)

dan kelainan pada kaki. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah terjadinya

perubahan patologis pada anggota gerak (Irwanashari, 2008). Salah satu

perubahan patologis yang terjadi pada anggota gerak ialah timbulnya luka. Luka

yang bila tidak dirawat dengan baik akan berkembang menjadi ulkus gangren

(Suyono, 2004). Pada gangren, kulit dan jaringan disekitar luka akan berwarna

kehitaman dan menimbulkan bau. Untuk mencegah gangren meluas, dokter dapat

mengambiltindakan operasi untuk memotong jari kaki atau bagian dari kaki yang

terinfeksi (nita-medicastore.com).

Beberapa penelitian di Indonesia melaporkan bahwa angka kematian ulkus

(13)

laju amputasi berkisar antara 15-30%. Para ahli diabetes memperkirakan ½

sampai ¾ kejadian amputasi dapat dihindarkan dengan perawatan kaki yang baik

(Monalisa, 2004). Studi epidemiologi melaporkan lebih dari satu juta amputasi

dilakukan pada penyandang luka diabetes khususnya diakibatkan oleh gangren

diseluruih dunia (nita-medicastore.com).

Pengelolaan kaki diabetik mencakup pengendalian gula darah,

debridemen/membuang jaringan yang rusak, pemberian antibiotik, dan obat-obat

vaskularisasi serta amputasi. Komplikasi kaki diabetik adalah penyebab amputasi

eksterimitas bawah non tarumatik yang peling sering terjadi di dunia. Sebagian

besar komplikasi kaki diabetik mengakibatkan amputasi yang dimulai dengan

pembentukan ulkus di kulit. Risiko amputasi ekstrimitas bawah 15-46 kali lebih

tinggi pada penderita diabetik dibandingkan dengan orang yang tidak menderita

diabetes mellitus. Komplikasi kaki diabetik adalah alasan yang paling sering

terjadinya rawat inap pasien dengan prevalensi 25% dari seluruh rujukan diabetes

di Amerika Serikat dan Inggris (Yunizone, 2008).

Terjadinya kaki diabetik tidak terlepas dari tingginya kadar glukosa darah

penyandang pada penyandang diabetes. Kadar gula darah yang tidak ditangani

dengan baik dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan

masalah pada kaki penyandang diabetes, yakni kerusakan saraf. Masalah pertama

yang timbul adalah kerusakan saraf ditangan dan kaki. Saraf yang rusak telah

membuat penyandang diabetes tidak dapat merasakan sensasi sakit, panas, atau

dingin, pada tangan dan kaki. Luka pada kaki dapat menjadi buruk karena

(14)

rasa ini disebabkan kerusakan saraf yang disebut sebagai neuropati diabetik

(Merry, 2007).

Neuropati diabetik terjadi pada lebih dari 50% penyandang diabetes.

Gejala yang umum terjadi adalah rasa kebas dan kelemahan pada kaki dan tangan

(nita-medicastore.com). Masalah kedua adalah terjadinya gangguan pada

pembuluh darah, sehingga menyebabkan tidak cukupnya aliran darah ke kaki dan

tangan. Aliran darah yang buruk ini akan menyebabkan luka dan infeksi sukar

sembuh. Ini disebut penyakit pembuluh darah perifer yang umum menyerang kaki

dan tangan. Penyandang diabetes yang merokok akan semakin memperburuk

aliran darah. Hal itu dapat mengakibatkan darah menjadi lebih kental sehingga

sirkulasi darah menjadi terganggu, terutama ke bagian-bagian ekstremitas tubuh.

Luka menjadi sulit sembuh karena oksigen dan zat-zat yang diperlukan tubuh

sebagai regenerasi luka sulit sampai ke daerah luka (Merry, 2007).

Penanganan luka gangren diabetes dapat dilakukan dengan terapi non

farmakologis. Madu merupakan terapi non farmakologis yang biasa diberikan

dalam perawatan luka diabetes mellitus (Suriadi, 2004). Berbagai penelitian

ilmiah membuktikan bahwa kandungan fiskal dan kimiawi dalam madu, seperti

kadar keasaman dan pengaruh osmotik, berperan besar membunuh kuman-kuman

(Dixon, 2003). Madu memiliki siafat anti bakteri yang membantu mengatasi

infeksi pada luka dan anti inflamasinya dapat mengurangi nyeri serta

meningkatkan sirkulasi yang berpengaruh pada proses penyembuhan (Hamad,

2008).

Dalam Ann Plast. Surg, edisi bulan Februari 2003, dilakukan sebuah uji

(15)

luka. Hasil penelitian tersebut menegaskan bahwa penggunaan madu efektiv bagi

setiap orang yang sakit atau luka. Madu cepat membereskan luka dan tidak

menimbulkan efek samping ketika digunakan untuk menyembuhkan luka

(Syafaka, 2008).

Dalam The Journal of Family Practise (2005) dikatakan bahwa proses

penyembuhan luka terjadi lebih cepat bila dibandingkan dengan terapi

farmakologis, terbukti dalam waktu dua minggu jaringan granulasi pada luka

diabetik tumbuh. Muhilal pakar gizi dari pusat penelitian dan pengembangan gizi

Bogor (2000, dalam Wati, 2004) mengatakan bahwa dalam madu banyak terdapat

kandungan vitamin, asam, mineral, dan enzim, yang sangat berguna sekali bagi

tubuh sebagai pengobatan secara tradisional, antibodi, dan penghambat

pertumbuhan sel kanker atau tumor. Selain asam organik, dalam madu juga

terdapat kandungan asam amino yang berkaitan dalam pembuatan protein tubuh

(asam amino non essensial). Selain asam amino non essensial ada juga asam

amino essensial diantaranya lysine, histadin, triptofan, dll.

Selain itu, madu juga mengandung antibiotika sebagai antibakteri dan

antiseptik menjaga luka. Bahkan madu sarang segera menyembuhkan luka bakar

akibat tersiram air mendidih atau minyak panas (Suranto, 2007). Molan (1997,

dalam Saptorini, 2003) mengatakan sifat antibakteri dari madu membantu

mengatasi infeksi pada perlukaan dan aksi anti inflamasinya dapat mengurangi

nyeri serta meningkatkan sirkulasi yang berpengaruh pada proses penyembuhan.

Madu juga merangsang tumbuhnya jaringan baru, sehingga selain mempercepat

penyembuhan juga mengurangi timbulnya parut atau bekas luka pada kulit

(16)

Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti merasa tertarik untuk menyelidiki

efektivitas kompres madu pada pasien diabetes mellitus dengan luka gangren,

mengingat adanya penelitian-penelitian dan percobaan-percobaan yang dilakukan

sebelumnya yang hasilnya efektiv terhadap penyembuhan luka dengan

menggunakan madu. Secara khusus dalam hal ini peneliti ingin meneliti efektifitas

penggunaan madu terhadap penyembuhan luka gangren diabetes yang diadakan di

RSUP H. Adam Malik, mengingat rumah sakit ini merupakan rumah sakit rujukan

sehingga kemungkinan banyak ditemukan kasus luka gangren diabetes mellitus.

2. Tujuan Penelitian

2.1 Mengetahui proses penyembuhan luka gangren pada pasien kelompok

intervensi.

2.2 Mengetahui proses penyembuhan luka gangren pada pasien kelompok

kontrol.

2.3 Membandingkan perbedaan proses penyembuhan luka gangren antara

kelompok kontrol dan intervensi.

3. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan dalam penelitian ini adalah :

3.1Bagaimana proses penyembuhan luka gangren diabetes pada pasien

kelompok intervensi ?

3.2 Bagaimana proses penyembuhan luka gangren diabetes pada pasien

(17)

3.3Bagaimana perbedaan proses penyembuhan luka gangren antara kelompok

kontrol dengan intervensi ?

4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat antara lain bagi :

4.1Praktek Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat dijadikan sebagai

pengetahuan dan strategi bagi perawat dalam memberikan asuhan

keperawatan yang lebih komprehensif pada pasien dengan luka DM.

4.2Pendidikan Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan yang berharga

tentang penggunaan kompres madu sebagai obat alternatif pada

penyembuhan luka gangren diabetes mellitus, sehingga dapat merupakan

pengalaman ilmiah yang diperoleh untuk penelitian dimasa mendatang.

Selain itu juga untuk menyediakan informasi awal untuk penelitian

keperawatan.

4.3Bagi Penelitian Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk

penelitian selanjutnya, untuk meneliti efektifitas kompres madu pada

(18)

BAB 2

Tinjauan Pustaka

Adapun konsep yang terkait dalam penelitian ini adalah : diabetes mellitus,

penyembuhan luka diabetes, dan manfaat madu. Konsep-konsep yang dipaparkan

sebagai berikut :

1. Diabetes Mellitus

1.1 Defenisi

Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada

seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah

akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Suyono, 1995).

Diabetes mellitus adalah sindrom yang disebabkan oleh

ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai insulin. Sindrom ini ditandai oleh

adanya hiperglikemia dan berkaitan dengan abnormalitas metabolisme

karbohidrat, lemak dan protein. Istilah diabetes mellitus sebenarnya mencakup 4

kategori yaitu tipe I (insulin dependen diabetes mellitus atau IDDM), diabetes

mellitus sekunder dan diabetes mellitus yang berhubungan dengan nutrisi. Selain

itu, terdapat dua kategori lain tentang abnormalitas metabolisme glukosa yaitu

kerusakan toleransi glukosa dan diabetes mellitus gestasional (Sukaton, 1985

dikutip dari Waspadji, 1988).

Diabetes mellitus tipe II lebih banyak dijumpai di Indonesia. Faktor resiko

diabetes mellitus tipe II antara lain usia, obesitas, riwayat keluarga dengan

diabetes mellitus tipe II, etnis, penyebaran lemak adroid (tubuh bagian atas atau

(19)

keterbatasan respon sel beta pankreas yang memproduksi insulin terhadap

hiperglikemia tampak menjadi faktor utama berkembangnya penyakit ini. Klien

dengan diabetes mellitus tipe II mengalami penurunan sensivitas terhadap kadar

glukosa, yang berakibat pada pembukaan kadar glukosa tinggi. Keadaan ini

disertai dengan ketidakmampuan otot dan jaringan lemak untuk meningkatkan

ambilan glukosa, sehingga mekanisme ini menyebabkan meningkatnya resistensi

insulin perifer (Tjokroprawiro, 1982). Komplikasi akut mayor diabetes mellitus

adalah diabetik ketoasidosis (DKA), sindrom nekrotik hiperosmolar hiperglikemia

(SKNH), dan hipoglikemia.

Pada diabetes mellitus tipe II komplikasi yang sering terjadi adalah

penyakit mikrovaskuler dan neuropati. Gangguan kesehatan komplikasi diabetes

mellitus antara lain gangguan mata (retinopati), gangguan ginjal (nefropati),

gangguan pembuluh darah (vaskulopati), dan kelainan pada kaki. Komplikasi

yang sering terjadi adalah perubahan patologis pada anggota gerak yang bisa

menyebabkan luka ulkus, atau luka gangren yang bila tidak ditangani dengan tepat

akan menimbulkan kecacatan bahkan berujung pada amputasi (Iqbal,2008).

1.2 Patofisiologi

Tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel

yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh dapat

berfungsi dengan baik. Sumber energi bagi tubuh berasal dari bahan makanan

yang kita makan sehari-hari, terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak.

Pengolahan bahan makanan dimulai dari mulut kemudian kelambung dan

selanjutnya usus. Di dalam saluran pencernaan makanan diolah menjadi bahan

(20)

amino, dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan itu, akan diserap oleh

usus kemudian masuk ke dalam pembuluh darah dan diedarkan keseluruh tubuh

untuk dipergunakan oleh organ-organ di dalam tubuh sebagai sumber energi.

Supaya dapat berfungsi sebagai bahan energi, zat makanan itu harus masuk

terlebih dahulu kedalam sel supaya dapat diolah. Di dalam sel, zat makanan

terutama glukosa dibakar melalui proses kimia yang hasil akhirnya adalah

timbulnya energi. Proses ini disebut metabolisme. Dalam proses metabolisme

insulin memegang peranan yang sangat penting yaitu bertugas memasukkan

glukosa dalam sel, untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai sumber energi.

Insulin adalah suatu zat atau hormon yang dikeluarkan oleh sel beta pankreas.

Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta tadi dapat diibaratkan sebagai anak

kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa kedalam sel, untuk kemudian

di dalam sel glukosa itu dimetabolismekan menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada,

maka glukosa akan tetap berada dalam pembuluh darah yang artinya kadarnya di

dalam darah meningkat. Dalam keadaan seperti ini badan akan lemah karena tidak

ada sumber energi didalam sel (Suyono, 2004).

Pada diabetes mellitus tipe I tidak ditemukan insulin karena pada jenis ini

timbul reaksi autoimun yang disebabkan adanya peradangan pada sel beta yang

disebut ICA (Islet Cell Antibody). Reaksi antigen (sel beta) dengan antibodi (ICA)

yang ditimbulkannya menyebabkan hancurnya sel beta. Insulitas bisa disebabkan

macam-macam diantaranya virus, seperti virus cocksakie, rubella, CMV, herpes

dan lain-lain. Umumnya yang diserang pada insulitas itu adalah sel beta, dan

(21)

Penyebab resistensi insulin pada DM tipe II sebenarnya tidak begitu jelas,

tetapi faktor-faktor seperti obesitas, diet tinggi lemak, dan rendah karbohidrat,

kurang aktivitas, dan faktor keturunan. Pada DM tipe II jumlah sel beta berkurang

sampai 50-60% dari normal, jumlah sel alfa meningkat. Yang menyolok adalah

adanya peningkatan jumlah jaringan amiloid pada sel beta yang disebut amilin.

Baik pada DM tipe II kadar glukosa darah jelas meningkat bila kadar itu melewati

batas ambang ginjal, maka glukosa akan keluar melalui urin (Suyono, 2004).

1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Diabetes Mellitus

1.3.1 Gaya Hidup

Gaya hidup menjadi salah satu penyebab utama terjdinya diabetes

mellitus. Diit dan olahraga yang tidak baik berperan besar terhadap timbulnya

diabetes mellitus yang dihubungkan dengan minimnya aktivitas sehingga

meningkatkan jumlah kalori dalam tubuh.

1.3.2 Usia

Peningkatan usia juga merupakan salah satu faktor risiko yang penting.

Diabandingkan wanita pada usia 20-an, wanita yang berusia diatas 40 tahun

berisiko enam kali lipat mengalami kehamilan dengan diabetes. Kadar gula darah

yang normal cenderung meningkat secara ringan tetapi progresif setelah usia 50

tahun, terutama pada orang-orang yang tidak aktif.

1.3.3 Ras dan Suku Bangsa

Suku bangsa Amerika Afrika, Amerika Meksiko, Indian Amerika, Hawai, dan

sebagian Amerika Asia memiliki resiko diabetes dan penyakit jantung yang lebih

tinggi. Hal itu sebagian disebabkan oleh tingginya angka tekanan darah tinggi,

(22)

1.3.4 Riwayat Keluarga

Meskipun penyakit ini terjadi dalam keluarga, cara pewarisan tidak

diketahui kecuali untuk jenis yang dikenal sebagai diabetes pada usia muda

dengan dewasa. Jika terdapat salah seorang anggota keluarga yang menyandang

diabetes maka kesempatan untuk menyandang diabetes maupun meningkat. Ada

empat bukti yang menunjukkan transmisi penyakit sebagai ciri dominal

autosomal. Pertama transmisi langsung tiga generasi terlihat pada lebih dari 20

keluarga. Kedua didapatkan perbandingan anak diabetes dan tidak diabetes 1:1

jika satu orang tua menderita diabetes. Pengaruh genetik sangat kuat, karena

angka konkordansi diabetes tipe 2 pada kembar monozigot mencapai 100 persen.

Resiko keturunan dan saudara kandung pasien penderita NIIDM lebih tinggi

dibanding diabetes tipe 1. Hampir empat persepuluh saudara kandung dan

sepertiga keturunan akhirnya mengalami toleransi glukosa abnormal atau diabetes

yang jelas.

1.3.5 Kegemukan (Obesitas)

Overweight dan obesitas erat hubungannya dengan peningkatan resiko

sejumlah komplikasi yang dapat terjadi sendiri-sendiri atau secara bersamaan.

Seperti yang telah disebutkan di awal, komorbiditas itu dapat berupa hipertensi,

dislipidemia, penyakit kardiovaskular, stroke, diabetes tipe II, penyakit gallblader,

disfungsi pernafasan, gout, osteoarthritis, dan jenis kanker tertentu. Penyakit

kronik yang paling sering menyertai obesitas adalah diabetes tipe II, hipertensi,

dan hiperkolesterolemia. NHANES III menyebutkan bahwa kurang lebih 12%

orang dengan BMI 27 menderita dibetes tipe 2. Obesitas merupakan faktor resiko

(23)

1.4 Komplikasi Diabetes Mellitus

Diabetes merupakan penyakit yang memiliki komplikasi yang paling

banyak. Hal ini berkaitan dengan kadar gula darah yang tinggi terus menerus,

sehingga berakibat rusaknya pembuluh darah, saraf dan struktur internal lainnya.

Zat kompleks yang terdiri dari gula di dalam dinding pembuluh darah

menyebabkan pembuluh darah menebal dan mengalami kebocoran. Akibat

penebalan ini maka aliran darah akan berkurang, terutama yang menuju aliran

saraf dan kulit. Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung

menyebabkan kadar zat berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat

terjadinya aterosklerosis (penimbunan plak lemak di dalam pembuluh darah).

Aterosklerosis ini 2-6 kali lebih sering terjadi pada penderita diabetes. Sirkulasi

darah yang buruk melalui pembuluh darah besar bisa melukai otak, jantung, dan

pembuluh darah kaki (makroangiopati), sedangkan pembuluh darah kecil bisa

melukai mata, saraf, dan kulit serta memperlambat penyembuhan luka. Penderita

diabetes bisa mengalami berbagai komplikasi jangka panjang jika diabetesnya

tidak dikelola dengan baik. Komplikasi yang lebih sering terjadi dan mematikan

adalah serangan jantung dan stroke. Kerusakan pada pembuluh darah mata bisa

menyebabkan gangguan penglihatan, akibat kerusakan pada retina mata

(retinopati diabetikum). Kelainan fungsi ginjal bisa menyebabkan gagal ginjal

sehingga penderita harus menjalani cuci darah. Gangguan saraf dapat

bermanifestasi dalam beberapa bentuk, misalnya jika satu saraf mengalami

kelainan fungsi, maka sebuah lengan atau tungkai bisa secara tiba-tiba menjadi

lemah. Jika saraf yang menuju ketangan, dan tungkai mengalami kerusakan, maka

(24)

atau kelemahan. Kerusakan pada saraf menyebabkan kulit sering mengalami

cedera karena penderita tidak dapat merasakan perubahan tekanan maupun suhu.

Berkurangnya aliran darah kekulit juga bisa menyebabkan ulkus atau borok

diamana proses penyembuhannya akan berjalan secara lambat hingga

menyebabkan amputasi (Soegondo, 2007).

2. Luka Diabetik

2.1 Defenisi

Luka diabetik adalah : luka yang terjadi pada pasien diabetik yang

melibatkan gangguan pada saraf peripheral dan autonomik (Suryadi, 2004). Luka

diabetik adalah luka yang terjadi karena adanya kelainan pada saraf, kelainan

pembuluh darah dan kemudian adanya infeksi. Bila infeksi tidak diatasi dengan

baik, hal itu akan berlanjut menjadi pembusukan bahkan dapat diamputasi

(Prabowo, 2007).

Terjadinya kaki diabetik tidak terlepas dari tingginya kadar glukosa darah

penyandang diabetes. Tingginya kadar gula darah berkelanjutan dan dalam jangka

waktu yang lama dapat menimbulkan masalah ada kaki penyandang diabetes

(nita-medicastore.com).

Komponen saraf yang terlibat adalah saraf sensori, autonomik dan sistem

pergerakan. Kerusakan pada saraf sensori akan menyebabkan klien kehilangan

sensasi nyeri sebagian atau keseluruhan pada kaki yang terlibat. Peripheral

vascular disease ini terjadi karena arteriosklerosis dan aterosklerosis. Pada

arteriosklerosis adalah terjadi penurunan elastisitas dinding arteri. Pada

(25)

lemak, sel-sel otot halus, monosit, pagosit, dan kalsium (Suriadi, 2004).

Kelangsungan hidup pasien dalam 5 tahun setelah amputasi adalah rendah,

diperkirakan hanya sekitar 25%.

2.2 Klasifikasi Luka Diabetik

Wagner (1983) berdasarkan luas dan kedalaman luka membagi gangren

diabetik menjadi 6 bagian yaitu, (1) kulit utuh tapi ada kelainan pada kaki akibat

neuropati, (2) draft I : terdapat ulkus superfisial, terbatas pada kulit, (3) draft II :

ulkus dalam, menembus tendon/tulang, (4) draft III : Ulkus dengan atau tanpa

osteomilitis, (5) draft IV : gangren jari kaki atau bagian distal kaki, dengan tanpa

selulitis (infeksi jaringan), (6) draft V : gangren seluruh kaki atau sebagian

tungkai bawah (Misnadiarly, 2008). Sedangkan Brand dan Ward (1987) membagi

gangren berdasarkan faktor pencetusnya menjadi 2 golongan yaitu : (1) kaki

diabetik akibat iskemia (KDI), disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai

akibat adanya makroangiopati (arterosklerosis) dari pembuluh darah besar di

tungkai, terutama daerah betis. Gambaran klinis KDI adalah penederita mengeluh

nyeri saat istirahat, pada perabaan terasa dingin, pulsasi pembuluh darah kurang

kuat, didapatkan ulkus sampai gangren. (2) Kaki diabetik akibat neuropati (KDN),

terjadi kerusakan saraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari sirkulasi.

Pada klinis ini di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa, edem

kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.

2.2.1 Gangren Diabetik

Gangren diabetik adalah luka diabetik yang sudah membusuk dan bisa

melebar, ditandai dengan jaringan yang mati berwarna kehitaman dan membau

(26)

secara bersama-sama berperan pada terjadinya ulkus atau gangren diabetes.

Banyak faktor yang mempengaruhi luka diabetes, dimulai dari faktor pengelolaan

kaki yang tidak baik pada penderita diabetes, adanya neuropati , faktor komplikasi

vaskuler yang memperburuk aliran darah ke kaki tempat luka, faktor kerentanan

terhadap infeksi akibat respons kekebalan tubuh yang menurun pada keadaan DM

tidak terkendali, serta kemudian faktor ketidaktahuan pasien sehingga terjadi

masalah gangren diabetik (Rinne, 2006).

Secara umum, gangren diabetik biasanya terjadi akibat, (1) neuropati

perifer, (2) insufisiensi vaskuler perifer (iskemik), (3) infeksi, (4) penderita yang

berisiko tingi mengalami gangren diabetik yaitu pasien dengan lama penyakit

diabetes yang melebiihi 10 tahun, usia pasien yang lebih dari 40 tahun, riwayat

merokok, penurunan denyut nadi perifer, penurunan sensibilitas, deformitas

anatomis atau bagian yang menonjol (seperti bunion atau kalus), riwayat ulkus

kaki atau amputasi, pengendalian kadar gula darah yang buruk (Rinne, 2006).

Rangkaian yang khas dalam proses timbulnya gangren diabetik pada kaki

dimulai dari edem jaringan lunak pada kaki, pembentukan fisura antara jari-jari

kaki atau didaerah kaki kering, atau pembentukan kalus. Jaringan yang terkena

mula-mula berubah warna menjadi kebiruan dan terasa dingin bila disentuh.

Kemudian jaringan akan mati, menghitam dan berbau busuk. Rasa sakit pada

waktu cedera tidak dirasakan oleh pasien yang kepekaannya sudah menghilang

dan cedera yang terjadi bisa berupa cedera termal, cedera kimia atau cedera

traumatik. Pengeluaran nanah, pembengkakan, kemerahan (akibat selulitis) pada

gangren biasanya merupakan tanda-tanda pertama masalah kaki yang menjadi

(27)

Prinsip dasar pengelolaan gangen diabetik, adalah (1) evaluasi keadaan

kaki dengan cermat, keadaan klinis luka, gambaran luka radiologi (adakah benda

asing, osteomielitis, gas subkutis), lokasi luka, vaskularisasi luka, (2)

pengendalian keadaan metabolik sebaik-baiknya, (3) debridement luka yang

adekuat dan radikal, sampai bagian yang hidup, (4) biakan kuman baik aerob

maupun anaerob, (5) antibiotik yang adekuat, (6) perawatan luka yang baik,

balutan yang memadai sesuai dengan keadaaan luka, (7) mengurangi edem, (8)

non weight bearing : tirah baring, tongkat penyangga, kursi roda, alas kaki

khusus, total contact casting, (9) perbaikan sirkulasi-vakuler, (10) tindakan bedah

atau rehabilitatif untuk mencegah perluasan luka dan kecepatan penyembuhan,

(11) rehabilitasi.

2.3 Patofisiologi

Penyakit neuropati dan vaskuler adalah faktor utama yang mengkontribusi

terjadinya luka. Masalah luka yang terjadi pada pasien dengan diabetik terkait

dengan adanya pengaruh pada saraf yang terdapat pada kaki dan biasanya dikenal

sebagai neuropati perifer. Pada pasien dengan diabetik sering kali mengalami

gangguan pada sirkulasi. Gangguan sirkulasi ini adalah yang berhubungan dengan

“pheripheral vasculal diseases”. Efek sirkulasi inilah yang menyebabkan

kerusakan pada saraf. Hal ini terkait dengan diabetik neuropati yang berdampak

pada sistem saraf autonom, yang mengontrol fungsi otot- otot halus, kelenjar dan

organ visceral.

Dengan adanya gangguan pada saraf autonom pengaruhnya adalah

terjadinya perubahan tonus otot yang menyebabkan abnormalnya aliran darah.

(28)

biotik tidak mencukupi atau tidak dapat mencapai jaringan perifer, juga tidak

memenuhi kebutuhan metabolisme pada lokasi tersebut. Efek pada autonomi

neuropati ini akan menyebabkan kulit menjadi kering, antihidrosis; yang

memudahkan kulit menjadi rusak dan mengkontribusi untuk terjadinya gangren.

Dampak lain adalah karena adanya neuropati perifer yang mempengaruhi kapada

saraf sensori dan sistem motor yang menyebabkan hilangnya sensasi nyeri,

tekanan dan perubahan temparatur (Suryadi, 2004).

2.4 Perawatan luka diabetik

Luka diabetik terdiri dari luka ulkus dan gangren. Tujuan perawatan luka

diabetik adalah mencegah terjadinya komplikasi dan mempercepat proses

pemulihan luka. Ulkus yang tidak dirawat dengan baik dapat mengakibatkan

timbulnya luka gangren. Gangren adalah luka yang sudah membusuk dan sudah

melebar, ditandai dengan jaringan yang mati berwarna kehitaman dan membau

disertai pembusukan oleh bakteri.

Gangren diabetik diklasifikasikan menjadi lima tingkatan yaitu (1) Tingkat

0, Resiko tinggi untuk megalami luka pada kaki, tidak ada luka. (2) Tingkat 1,

luka ringan tanpa adanya infeksi, biasanya luka taerjadi akibat kerusakan saraf,

kadang timbul kalus. (3) Tingkat 2 luka yang lebih dalam, sering kali dikaitkan

dengan peradangan jaringan sekitarnya. Tidak ada infeksi pada tulang dan

pembentukan abses. (4) Tingkat 3 luka yang lebih dalam hingga ketulang dan

berbentuk abses. (5) Tingkat 4 gangren yang teralokasi, seperti pada jari kaki,

bagian depan kaki atau tumit. (6) Tingkat 5, gangren pada seluruh kaki (Rinne,

(29)

Pasien dapat diberikan antiagregasi trombosit, hipolipidemik dan

hipotensif bila membutuhkan. Antibiotik pun diberikan bila ada infeksi. Pilihan

antibiotik berupa golongan penisilin spektrum luas, kloksasilin/diklosasilin dan

golongan aktif seperti klindamisin atau metronidazol untuk kuman anaerob.

Prinsip terapi bedah pada kaki diabetik adalah mengeluarkan semua jaringan

nekrotik dan mengeliminasi infeksi sehingga luka dapat sembuh. Tindakan

operatif pada luka diabetes dapat berupa tindakan bedah kecil seperti insisi dan

pengaliran abses, debridement dan nekrotomi. Tindakan bedah dilakukan

berdasarkan indikasi yang tepat. Prioritas tinggi harus diberikan untuk mencegah

tejadinya luka baru, jangan membiarkan luka kecil, sekecil apapun luka tersebut

dapat menjadi besar dan akhirnya mengarah pada luka gangren yang proses

penyembuhannya membutuhkan waktu yang lama (Yumizone, 2008).

Penyembuhan luka terjadi melalui tahapan yang berurutan mulai proses

inflamasi, proliferasi, pematangan dan penutupan luka. Pada gangren, tindakan

debridement yang baik sangat penting untuk mendapatkan hasil pengelolaan yang

perawatan luka diabetik yang memuaskan dengan melihat kondisi luka terlebih

dahulu, apakah luka yang dialami pasien dalam keadaan kotor atau tidak, ada apus

atau ada jaringan nekrotik (mati) atau tidak. Setelah dikaji , barulah dilakukan

perawatan luka. Untuk perawatan luka biasanya menggunakan antiseptik dan

kassa steril. Jika ada jaringan nekrotik sebaiknya dibuang daengan cara digunting

sedikit demi sedikit sampai kondisi luka mengalami granulasi (jaringan baru yang

mulai tumbuh). Lihat kedalam luka, pada pasien diabetes dilihat apakah terdapat

sinus (luka dalam yang sampai berlubang) atau tidak. Bila terdapat sinus,

(30)

pada sinus terdapat banyak kuman. Lakukan pembersihan luka sehari minimal dua

kali (pagi dan sore), setelah dilakukan perawatan lakukan pengkajian apakah

sudah tumbuh granulasi, (pembersihan dilakukan dengan kassa steril yang

dibasahi larutan NaCl). Setelah luka dibersihkan lalu tutup dengan kassa basah

yang diberi larutan NaCl lalu dibalut disekitar luka, dalam penutupan dengan

kassa jaga agar jaringan luar luka tertutup. Sebab jika jaringan luar ikut tertutup

akan menimbulkan maserasi (pembengkakan). Setelah luka ditutup dengan kassa

basah bercampur NaCl, lalu tutup kembali dengan kassa steril yang kering untuk

selanjutnya dibalut (Ismayati, 2007).

Jika luka sudah mengalami penumbuhan granulasi, selanjutnya akan ada

penutupan luka (skin draw). Penanganan luka diabetik, harus ekstra agresif sebab

pada luka diabetik kuman akan terus menyebar dan memperparah kondisi luka

(Hermawati, 2007).

3. Proses Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks karena proses

penyembuhan luka adalah kegiatan bio-seluler, bio-kimia yang terjadi

berkesinambungan. Penggabungan respon vaskuler, aktivitas seluler dan

terbentuknya bahan kimia sebagai substansi mediator di daerah luka merupakan

komponen yang saling terkait pada proses penyembuhan luka. Besarnya

perbedaan mengenai penelitian dasar mekanisme penyembuhan luka dan aplikasi

klinis saat ini telah dapat diperkecil dengan pemahaman dan penelitian yang

berhubungan dengan proses penyembuhan luka dan pemakaiaan bahan

(31)

Peran fibroblast sangat besar dalam proses perbaikan, yaitu bertanggung

jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan

selama proses konstruksi jaringan.

Pada jaringan lunak yang normal tanpa perlukan, pemaparan sel fibroblast

sangat jarang dan biasanya tersembunyi di matriks jaringan penunjang. Sesudah

terjadi luka fibroblast akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam

daerah luka, kemudian akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan

beberapa substansi (Kolagen, elastin, Inyalruounc acid, fibronectin dan

profeoglycans) yang berperan dalam membangun (rekonstruksi) jaringan baru.

Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk cikal bakal jaringan baru

(connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannya substrat oleh fibroblast,

memberikan tanda bahwa makrofag, pembuluh darah baru dan juga fibroblas

sebagai kesatuan unit dapat memasuki kawasan luka.

Sejumlah sel pembuluh darah baru yang tertanam di dalam jaringan baru

tersebut berfungsi sebagai jaringan granulasi, sedangkan proses proliferasi

fibroblas dengan aktivitas sintetiknya di sebut fibroblasia, migrasi, deposit

jaringan matriks, kontraksi luka.

Angiogenesis suatu pembentukan pembuluh kapiler baru di dalam luka,

mempunyai peran penting pada tahap proliferasi proses penyembuhan luka.

Vaskularisai yang tidak lancar, penyakit (diabetes), pengobatan (radiasi) atau obat

(preparat steroid) mengakibatkan lambatnya proses sembuh karena terbentuknya

ulkus yang kronis. Jaringan vaskuler yang melakukan invasi ke dalam luka

merupakan suatu respon untuk memberikan oksigen dan nutrisi yang cukup di

(32)

proses terintegrasi dan di pengaruhi oleh substansi yang di keluarkan oleh platelet

dan makrofag (growth factors).

Proses selanjutnya adalah epitelasi, dimnana fibrobalas mengeluarkan

“karatinocyle growth factor” (KGF) yang berperan dalam stimulasi mitosis sel

epitel. Keratinasasi akan di mulai dari pinggir luka dan akhirnya membentuk

barier yang menutupi permukaan luka. Dengan sintesa kolagen oleh fibroblas,

pembentukan lapisan dermis ini akan disempurnakan kualitasnya dengan

mengatur keseimbangan jaringan granulasi dan dermis. Untuk membantu jaringan

baru tersebut menutup luka, fibroblas akan merubah strukturnya menjadi

myofibroblast yang mempunyai kapasitas melakukan kontraksi pada jaringan.

Fungsi kontraksi akan leibh menonjol pada luka dengan defek luas dibandingkan

dengan defek luka. Minimal Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan

lapisan kolagen terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan di percepat oleh

berbagai growth factor yang dibentuk makrofag dan platelet.

Fase maturasi fase ini terjadi pematangan yang terdiri dari penyerapan

kembali jaringan yang berlebihan, pengerutan sesuai dengan gravitasi, pada

minggu ke 3 setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang lebih 12 bulan. Tujuan

dari fase maturasi adalah penyempurnaan terbentuknya jaringan baru menjadi

jaringan penyembuhan yang kuat dan bermutu. Fibroblas sudah mulai

meninggalkan jaringan granulasi, warna kemerahan dari jaringan mulai berkurang

karnea pembuluh mulai regresi dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak

untuk memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai

puncaknya pada minggu ke 10 setelah perlukaan. Sintesa kolagen yang telah di

(33)

pembentukan kolagen muda (gelatinious collagen) yang terbentuk pada fase

proliferasi akan berubah menjadi kolagen yang lebih matang, yaitu lebih kuat dan

struktur yang lebih baik (proses re-modelling).

Untuk mencapai penyembuhan yang optimal di perlukan keseimbangan

antara kolagen yang diproduksi dengan yang di pecahkan. Kolagen yang

berlebihan akan mengakibatkan terjadinya penebalan jaringan parut atau

hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan

kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka. Luka di katakan sembuh

apabila telah terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan jaringan kulit sehingga

mampu melakukan aktivitas yang normal. Meskipun proses penyembuhan luka

sama bagi setiap penderita, namun hasil yang dicapai sangat tergantung dari

kondisi biologik masing-masing individu, lokasi serta luasnya luka. Penderita

muda dan sehat akan mencapai proses yang cepat dibandingkan dengan yang

kurang gizi, dan yang disertai oleh penyakit sistemik (diabetes mellitus) (Tawi,

2004).

3.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi luka gangren diabetes mellitus

Faktor-faktor yang mempengaurhi penyembuhan luka gangren diabetes

mellitus secara umum adalah faktor intrinsika yaitu; (1) usia, semakin tua aka

semakin lama proses penyembuhan luka berlangsung. Hal ini dipengaruhi oleh

adanya penurunan elastisitas dalam kulit dan perbedaan penggantian kolagen yang

mempengaurhi penyembuhan luka, (2) status penyakit dan pengobatan, penderita

yang mengalami penyakit seperti DM, yang dapat menyebabkan terjadinya

mikroangiopai, neuropati dan masalah khusus yang terjadi pada penderita akan

(34)

tubuh seperti protein sangat dibutuhkan dalam proses neo-vaskularisasi,

proliferasi fibroblast, sintesa kolagen dan remodelling luka. Asam amino adalah

komponen struktural protein dan merupakan bagian penting dari deoxyribonucleic

acid (DNA) dan ribonucleic acid (RNA). Ini memberikan pola untuk mitosis sel

dan enzim yuang dibutuhkan dalam pembentukan jaringan, (4) oksigenasi dan

perfusi jaringan, oksigen berpengaruh dalam angiogenesis, fungsi fibroblast,

epitelisasi dan resistensi terhadap infeksi. Perfusi jaringan saling terkait dengan

oksigenasi jaringan.

Perfusi jaringan yang baik merupakan hal yang essensial untuk oksigenasi.

Volume darah beredar yang adekuat membawa hemoglobin yang kaya 02 ke

jaringan. Masalah yang berkaitan dengan perfusi jaringan dan oksigenasi dapat

diakibatkan oleh penyakit kardiovaskuler, paru dan hipovolemia, (5) merokok, hal

ini juga mengurangi perfusi dan oksitgenasi jaringan dan menimbulkan efek

mergikan pad aproses penyembuhan luka. Kemudian faktor Ekstrinsika yaitu, (1)

adanya teknik pembedahan yang buruk, jika jaringan di tangani secara kasar

selama pembedahan, maka jaringan mengalami kerusakan yang luas,

mengakibatkan hematom. Hal ini dapat meningkatkan resiko infeksi akibat

hematom yang pecah. Ruang mati (dead space) mungkin juga terjadi jika jaringan

tidak diperbaiki secara tepat selama pembedahan dan memberi peluang untuk

berkembangnya infeksi luka, (2) drug treatment, obat juga mempengaruhi

penyembuhan luka seperti steroid, obat anti inflamasi, obat antimitotik dan terapi

radiasi. Steroid menghambat seluruh fase penyembuhan luka, menghambat

fagositosis, sintesa kolagen dan angiogenesis, (3) manajemen luka yang tidak

(35)

bahan balutan yang kurang tepat atau penggunaan antiseptik solution yang

semestinya tidak diperlukan dapat menghambat proses penyembuhan luka, (4)

psikososial yang merugikan, berbagai jenis faktor psikososial dapat memberikan

efek merugikan pada penyembuhan luka seperti: buruknya pemahaman dan

penerimaan terhadap program pengobatan atau kecemasan yang berkaitan dengan

perubahan pada pekerjaan, penghasilan, hubungan pribadi dan body image

(Morison, 1992), (5) infeksi, dari semua faktor yang memperlambat penyembuhan

luka, infeksi adalah yang paling penting. Infeksi dapat terjadi jika selama

persiapan pembedahan, selama pembedahan dan setelah pembedahan tidak

dilakukan dengan prinsip aseptik dan antiseptik yang baik. Jenis luka dan lokasi

pembedahan juga mempengaurhi resiko infeksi pada luka insisi.

3.3. Kriteria Luka Sembuh

Pada dasarnya proses penyembuhan luka sama untuk setiap cedera

jaringan lunak. Begitu juga halnya dengan kriteria sembuhnya luka pada tipa

cedera jaringan luka baik luka ulseratif kronik, seperti dekubitus dan ulkus

tungkai, luka traumatis, misalnya laserasi, abrasi, dan luka bakar, atau luka akibat

tindakan bedah. Push Score (length x widht, tissue type, exudate amount) adalah

salah satu acuan dalam identifikasi proses penyembuhan luka. Luka dikatakan

mengalami proses penyembuhan jika mengalami proses fase respon inflamasi akut

terhadap cedera, fase destruktif, fase proliferatif, dan fase maturasi (Morison,

2004). Kemudian disertai dengan berkurangnya luasnya luka, jumlah exudate

(36)

4. Madu

Madu berasal dari nektar bunga yang disimpan oleh lebah dari kantung

madu. Oleh lebah nektar tersebut diolah sebelum akhirnya menghasilkan madu

dalam sarangnya. Madu dihasilkan oleh serangga lebah madu (Apis mellifera)

termasuk dalam superfamili apoidea. Madu adalah obat alami karena tidak pelru

diolah di laboratorium. Madu sudah ada di alam dan tinggal diolah dari sarangnya

(Susan, 2008).

4.1. Kandungan Madu

Madu mengandung senyawa radikal hidrogen peroksida yang bersifat

dapat membunuh mikroorganisme patogen. Berdasarkan hasil penelitian

Kamaruddin (1997), peneliti dari fakultas kedokteran Universitas Malaysia, di

Kuala Lumpur adanya senyawa organik yang bersifat antibakteri antara lain

seperti polypenol, dan glikosida. Selain itu dalam madu terdapat banyak sekali

kandungan vitamin, asam mineral, dan enzim yang sangat berguna bagi tubuh

sebagai pengobatan secara tradisional, antibod, dan penghambat pertumbuhan sel

kanker, atau tumor. Madu juga mengandung antioksidan, asam amino essensial,

dan non essensial.

4.2 Pemanfaatan Madu

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa madu bermanfaat sebagai

antiseptik dan antibakteri (mengatasi infeksi pada daerah luka dan memperlancar

proses sirkulasi yang berpengaruh pada proses penyembuhan luka) (Yudith,

2003). Madu juga merangsang pertumbuhan jaringan baru sehinga selain

mempercepat penyembuhan juga mengurangi timbulnya parut atau bekas luka

(37)

terutama fruktosa, dan kadar air yang sangat sedikit menyebabkan madu memiliki

efek osmotik yang tinggi. Dengan adanya efek tersebut memungkinkan

mikroorganisme yang ada dalam tubuh sukar tumbuh dan berkembang. Madu

memiliki kadar asam yang tingi dengan pH sekita antara 3.2-4.5 (sangat asam).

Dengan adanya kadar asam yang tingi inilah mikroorganisme yang tidak tahan

asam (seperti kuman TBC) akan mati. Madu mampu mengabsorbsi pus atau nanah

atau luka, sehingga secara tidak langsung madu akan membersihkan luka tersebut.

Madu menimbulkan efek analgetik (penghilang nyeri), mengurangi iritasi, dan

dapat mengeliminasi bau yang menyengat pada luka. Madu juga berfungsi

sebagai antioksidan karena adanya vitamin C yang banyak terkandung pada madu.

Secara tidak langsung madu mengeliminasi zat radikal bebas yang ada pada tubuh

kita (Abdillah, 2008).

Dari beberapa penelitian yang dilakukan salah satunya oleh Dr. Jamal

Burhan dari universitas Iskandariyah Mesir pada tahun 1991 menyebutkan madu

sangat efektif untuk pengobatan luka dan telah dilakukan eksperimen pengobatan

terhadap luka bakar dengan mengunakan madu dan setelah dilakukan

perbandingan dengan pengobatan modern yaitu SS, hasilnya setelah 7 hari,

kelompok yang diobati dengan madu 91% bebas dari infeksi sedangkan yang

diobati dengan SS hanya 7% yang bebas infeksi. Setelah pengobatan berjalan 15

hari, 87% pasien yang diobati madu sembuh sedangkan yang diobati dengan SS

hanya 10%yang sembuh. Penelitian pada tahun 1992 dan 1993 juga membuktikan

bahwa pasien luka bakar yang diobati dengan madu, hanya 20% yang menyisakan

luka luka ditubuhnya, sedangkan pengobatan modern dengan obat farmakologis

(38)

Pengobatan madu yang dicampur dengan minyak zaitun dan lilin lebah para

dokter di Dubai Specialized Medical Centre dibawah pimpinan Noori Al Wali

telah berhasil mencapai tingkat penyembuhan tertingi 86% untuk penyakit infeksi

kulit karena jamur (Iqbal, 2008).

Peneliti Jennifer Edy dari Universitas Wisconsin menyebutkan madu

efektif dalam mengobati luka diabetes karena kandungan airnnya rendah, juga pH

madu yang asam serta kandungan hidrogen peroxidanya mampu membunuh

bakteri dan mikroorganisme yang masuk kedalam tunuh kita (Iqbal, 2008).

Dalam perawatan luka diabetes madu dapat digunakan dengan cara madu

ditaruh pada balutan, kemudian sebelum luka diabalut terlebih dahulu luka

haruslah terlebih dahulu diolesi dengan madu sampai merata menutup seluruh

permukaan luka. Setelah itu luka dibalut dengan balutan yang telah diolesi madu

terlebih dahulu. Namun pada kondisi luka yang penuh dengan cairan cara ini tidak

dianjurkan (Iqbal, 2008).

Untuk luka yang mengeluarkan cairan yang banyak, pembalut madu yang

kedua dapat diterapkan diatas pembalut yang pertama untuk menampung

rembesan cairan dari pembalut pertama. Madu aman untuk dioleskan langsung

kedarerah luka yang terbuka karena madu selalu larut dalam air dan mudah

dibersihkan.

4.3 Terapi Madu pada luka Gangren

Pengunaan madu pada luka gangren tergantung dari jumlah cairan yang

keluar dari luka. Frekuensi penggantian pembalut madu tergantung dari beberapa

cepat madu tercampur dengan cairan yang keluar dari luka. Luka yang tidak

(39)

pemeberian madu yang baik adalah madu ditaruh dahulu pada pembalut yang

dapat menyerap madu, karena apabila dituangkan langsung, madu akan menyebar

kemana-mana dan tidak mengenai sasaran. Balutan yang digunakan harus yang

berpori agar madu dapat mencapai bagian tubuh yang luka. Pembalut alginate

yang diisi madu dapat juga diapakai sebagai pengganti pembalut dari selulosa

karena alginate akan berubah menjadi gel yang lunak yang mengandung madu.

Madu aman untuk dioleskan langsung ke daerah luka yang terbuka karena madu

selalu larut dalam air dan mudah dibersihkan. Dianjurkan selama pengunaan madu

ini, pasien tetap dalam pengawasan dokter (Iqbal, 2008) penerapan terapi madu

pada luka gangren diabetes dapat dilihat pada protokol penelitian efektivitas

(40)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual

Penelitian ini memiliki tujuan utama untuk mengetahui efektivitas madu

terhadap penyembuhan luka gangren DM. Penelitian ini mengunakan model

konsep penyembuhan luka pada umumnya sebagai panduan dalam penelitian

untuk mengetahui efektivitas madu terhadap penyembuhan luka gangren DM.

Sesuai dengan teori penyembuhan luka mka proses perawatan luka DM diawali

dengan pengkajian kondisi luka, perencanaan, implementasi, evaluasi, dan

monitoring, serta dokumentasi perawatan luka gangren DM. Proses perawatan

yang disebutkan diatas menjadi dasar perawatan luka gangren diabetes dengan

menggunakan madu. Pasien memerlukan bantuan perawat sebagai agen

keperawatan yang melakukan sistem keperawatan, dalam hal ini perawatan luka

gangren dengan menggunakan terapi madu untuk membantu pasien memenuhi

komponen kebutuhan perawatan diri terapeutiknya, dan membantu pasien agar

mampu menjadi agen perawatan diri sendiri sampai luka tersebut mengalami

tanda-tanda penyembuhan.

Penelitian menggunakan kelompok intervensi dan kontrol, dimana

kelompok kontrol adalah kelompok pembanding yang tidak diberi madu.

(41)

2. Kerangka Konseptual

Kerangka penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

3. Defenisi Operasional

Defenisi operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini

dijelaskan sebagai berikut :

3.1 Madu

Madu merupakan obat non farmakologis yang digunakan dalam merawat

luka gangren diabetes mellitus dengan cara menggunakan balutan madu,

kamudaian balutan tersebut digunakan menutup luka gangren, dengan

memperhatikan bahwa luka tersebut keseluruhan harus terpapar oleh balutan

(42)

3.2 Penyembuhan Luka Gangren Diabetes Mellitus

Proses penyembuhan luka gangren diabetes merupakan suatu fase

penyembuhan yang dilihat berdasarkan karakteristik push score (luas luka, tipe

jaringan, dan jumlah eksudat).

4. Hipotesa

Berdasarkan masalah penelitian, maka hipotesa penelitian ini adalah :

Ho = yaitu madu tidak efektif digunakan pada penyembuhan luka gangren

diabetes mellitus

Ha = Madu efektif digunakan pada proses penyembuhan luka gangren diabetes

mellitus.

Peneliti berharap bahwa hasil penelitian ini adalah Ho ditolak, dan Ha

(43)

BAB 4

METODE PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan desain quasi eksperiment, untuk

mengetahui efektivitas madu dalam penyembuhan luka gangren diabetes mellitus

dengan adanya keterlibatan peneliti dalam melakukan manipulasi terhadap

variabel.

Rancangan penelitian yang digunakan adalah control group pre and

post test design yang melibatkan kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Pada

kelompok intervensi akan diberikan perlakuan yaitu perawatan dengan

menggunakan balutan madu, sedangkan pada kelompok kontrol tidak diberikan

perlakuan. Kemudian setelah dilakukan perawatan luka gangren dengan

menggunakan madu dilakukan pengukuran untuk mengetahui akibat perlakuan.

Hasilnya kemudian dibandingkan antara kelompok intervensi dengan kelompok

kontrol.

2. Populasi dan Sampel

2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien diabetes mellitus dengan

luka gangren diabetes yang berada di RSUP H. Adam malik Medan. Populasi

tersebut diketahui dari studi pendahuluan yang bersumber dari buku rawatan

bulan Mei-Juni 2009 ruangan bagian penyakit dalam RSUP H. Adam Malik

(44)

gangren di RSUP H. Adam Malik Medan setiap bulannya berjumlah rata-rata 7

orang.

2.2 Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling.

Sampel dalam penelitian ini adalah sampel yang memenuhi kriteria inklusi untuk

layak diteliti. Kriteria inklusi dalam penelitian ini yaitu : pasien diabetes mellitus

dengan luka diabetik, pasien sadar dan kooperatif.

Besar sampel adalah berapa banyak subjek penelitian yang dibutuhkan

(Wilson, 1987). Penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini menggunakan

formula penentuan jumlah sampel Notoatmodjo (2005) yaitu n= N/1+N(d²) karena

populasi dapat diketahui. Berdasarkan formulasi tersebut, jumlah sampel yang

dalam penelitian ini sebanyak orang dengan jumlah sampel kelompok kontrol dan

intervensi adalah masing-masing 2 orang.

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan, mengingat

rumah sakit ini adalah rumah sakit pemerintah, dan merupakan Rumah Sakit

pendidikan yang memungkinkan peneliti untuk melakukan penelitian dan juga

merupakan rumah sakit rujukan daerah Medan sehingga memungkinkan

mendapatkan jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian. Penelitian ini

(45)

Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan oleh peneliti setelah mendapatkan rekomendasi

atau persetujuan dari program studi ilmu keperawatan Universitas Sumatera Utara

yang selanjutnya mengirimkan surat permohonan untuk mendapatkan izin. Setelah

mendapatkan izin, peneliti memulai pengumpulan data dengan memberikan

lembar persetujuan (informed consent) kepada pasien dengan luka gangren

diabetes mellitus yang akan diteliti. Sebelum pasien dengan luka gangren diabetes

mellitus mengisi dan menandatangani lembar persetujuan, peneliti terlebih dahulu

menjelaskan maksud, tujuan dan prosedur penelitian. Jika pasien menolak, maka

peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak-haknya tanpa ada

tekanan fisik ataupun psikologis. Penelitian ini tidak menimbulkan resiko bagi

individu yang menjadi responden baik itu resiko fisik maupun psikis.

Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan

nama lengkap tetapi hanya mencantumkan inisial nama responden atau memberi

kode pada masing-masing lembar pengumpulan data. Kerahasiaan informasi

responden dijamin keamanan oleh peneliti dan hanya kelompok data tertentu saja

yang dilaporkan sebagai hasil penelitian. Selama proses pengambilan data,

peneliti tidak menimbulkan sakit secara fisik dan tekanan pada psikologis pada

responden yang akan diteliti dan tidak ada efek yang merugikan bagi tindakan

asuhan keperawatan pada pasien dengan luka gangren diabetes mellitus.

Selama proses penelitian ini berlangsung, terjadi beberapa masalah etik

yang timbul namun bukan dari responden , melainkan dari rekan kerja sesama

pelaku tenaga kesehatan. Masalah yang terjadi adalah, setelah 2 hari proses

(46)

pasien) selama 2 hari yang diakibatkan oleh dokter supervisor secara mendadak

tidak mengizinkan pasien yang menjadi responden penelitian untuk diteliti,

dengan alasan bahwa dikhawatirkan penelitian ini tidak aman untuk kesehatan

pasien itu sendiri, walaupun penelitian ini telah mendapat izin dari komisi etik

yang menyatakan bahwa penelitian ini aman untuk dilakukan pada pasien karena

tidak memiliki bahaya apapun. Namun setelah diadakan komunikasi dengan

dokter supervisor tersebut, akhirnya penelitian boleh dilanjutkan kembali.

5. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini bentuk tabel observsi

yang dibuat peneliti berdasarkan konsep yang ada pada tinjauan pustaka.

Instrumen terdiri dari dua bagian yaitu :

5.1Data Demografi

Terdiri dari inisial nama responden, jenis kelamin, usia, suku bangsa,

pendidikan, status nutrisi, dan kadar gula darah.

5.2 Bagian instrumen yang kedua berisi data observasi penyembuhan luka

gangren diabetes mellitus. Sesuai dengan prosedur, bahwa pelaksanaannya telah

sesuai dengan protokol penelitian.

6. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

6.1 Protokol perawatan luka gangren diabetes mellitus dengan madu disusun

berdasarkan daftar pustaka yaitu dengan menggunakan proses perawatan

(47)

bersumber dari UW Medical Education and Research Committee

American Academy of Family Physician (2008) dan dimodifikasi isinya

dengan Standar Asuhan Keperawatan Luka Departemen Kesehatan R.I

(2005) tentang perawatan luka. Untuk lebih jelasnya lembar protokol

perawatan luka gangren pada diabetes mellitus dengan madu dapat dilihat

pada lampiran 3.

6.2 Madu Nusantara yang telah diproduksi sejak tahun 1963, dapat ditemukan

atau diperoleh dari apotik.

6.3Set peralatan perawatan luka gangren diabetes mellitus yang terdiri dari

pembalut atau kassa steril, madu nusantara, sepasang sarung tangan steril,

pinset anatomi 1 buah, pinset cirurgis 1 buah, gunting jaringan, kapas lidi,

gunting balutan, bensin, plester, NaCl 0,9%, bengkok.

7. Pengumpulan Data

Prosedur pengambilan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

7.1Permohonan ijin pelaksanaan penelitian didapatkan dari institusi

pendidikan (Fakultas Keperawatan).

7.2Permohonan ijin yang diperoleh dikirim ke tempat penelitian (RSUP H.

Adam Malik Medan).

7.3Peneliti bekerjasama dengan perawat di ruangan rawat inap bagian

penyakit dalam untuk melaksanakan pengumpulan data setelah mendapat

ijin dari pihak RSUP H. Adam Malik Medan.

7.4Peneliti menjelaskan kepada responden tentang tujuan, manfaat penelitian,

(48)

7.5Peneliti meminta responden menandatangani informed consent sebagai

bentuk persetujuan bersedia menjadi responden.

7.6Peneliti melakukan tindakan perawatan luka gangren diabetes dengan

menggunakan terapi madu setelah responden menandatangani informed

consent.

7.7Peneliti ini mengobservasi hasil perawatan luka gangren diabetes mellitus

setelah dilakukan terapi dengan menggunakan madu, tepatnya dimulai

pada hari kedua sampai hari keempat belas berdasarkan kriteri push score,

yaitu length×widht (luas luka), exudate amount (jumlah eksudat), tissue

type ( tipe jaringan) (NPUAP, 1998).

7.8Peneliti mengolah/menganalisa data yang terkumpul.

8. Analisa Data

Setelah dilakukan pengumpulan data, maka dilakukan analisa data, yaitu

sebagai berikut :

8.1 Statistik Deskriptif

Analisa deskriptif statistik akan digunakan untuk menyajikan data-data

tentang usia , jenis kelamin, pendidikan, suku bangsa, kadar gula darah, status

nutrisi. Data-data tersebut akan disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan

persentase.

8.2Statistik Inferensial

Rancangan analisa data hasil penelitian diformulasikan dengan menempuh

langkah-langkah yang dimulai dengan editing untuk mengevaluasi kelengkapan

(49)

statistik dengan menggunakan sistem komputerisasi untuk mengetahui besar nilai

probabilitas.

Untuk menilai efektivitas madu terhadap penyembuhan luka gangren

diabetes mellitus maka akan dilakukan uji Wilcoxon nonparametrik dimana madu

efektif dalam peneyembuhan luka diabetes jika nilai p pada kolom sig(2-tailed)

yaitu p value < 0.05. Uji Mann-Whitney digunakan untuk membandingkan

efektivitas madu pada penyembuhan luka gangren diabetes dengan perawatan luka

gangren diabetes tanpa menggunakan madu. Kolom hasil uji Mann-Whitney

dengan membandingkan nilai p pada kolom sig (2-tailed) dengan probabilitas (α

= 0,05) dimana jika p value < 0,05 maka Ho ditolak dengan kesimpulan adanya

(50)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Penelitian ini menguraikan karakteristik demografi responden, dan

efektivitas madu terhadap perawatan luka gangren diabetes mellitus.

1.1Karakteristik Demografi Responden

Karakteristik responden penelitian ini terdiri dari 2 kelompok, yaitu

responden yang diberi intervensi dan kelompok yang tidak mendapat intervensi.

Data demografi mencakup usia, jenis kelamin, suku, pendidikan, kadar gula darah,

status nutrisi.

Responden yang diberi terapi madu pada luka gangren diabetes berusia 55

dan 61 tahun sebanyak 2 orang (50%) dengan selururuh responden adalah

laki-laki (100%), sedangkan responden yang tidak mendapat terapi madu berusia 44

dan 55 tahun sebanyak 2 orang (50%) yang terdiri dari laki-laki (50%) dan

perempuan (50%). Responden yang mendapat terapi madu adalah masing-masing

suku melayu (50%) dan suku jawa (50%), sedangkan responden yang tidak

mendapat terapi madu juga masing-masing terdir dari suku melayu (50%) dan

suku jawa (50%). Responden yang mendapat terapi madu seluruhnya adalah

berpendidikan SD (100%), sedang yang tidak mendapat terapi madu adalah SD

(50%) dan SMP (50%).

Berkaitan dengan luka gangren diabetes mellitus pada kelompok intervensi

masing-masing responden memiliki kadar gula darah 160 mg/dl (50%) dan 176

(51)

160 mg/dl (50%). Status nutrisi pada kelompok intervensi adalah merupakan gizi

buruk (50%) dan gizi normal (50%), sedangkan pada kelompok intervensi semua

responden adalah gizi normal (100%).

Data demografi responden dapat dilihat pada tabel 5.1

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Demografi

Responden (N=4)

5. Kadar Gula darah

Gambar

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Demografi
Tabel Push ScorePre  Luka Diabetik Intervensi IA
Tabel Push ScorePre  Luka Diabetik Intervensi IA
Tabel Push Score Luka Diabetik Kontrol IB
+2

Referensi

Dokumen terkait

Syukur Alhamdulillah, penulis telah berhasil menyelesaikan karya tulis akhir yang berjudul ― PENGARUH MADU TERHADAP PENINGKATAN KECEPATAN PENYEMBUHAN LUKA LASERASI

Mengetahui pengaruh pemberian madu topikal terhadap peningkatan kecepatan penyembuhan luka bakar grade IIA yang dilakukan pada tikus putih (Rattus novergicus

Waktu penyembuhan luka insisi pada mencit Swiss Webster jantan akibat pemberian madu bunga Clover secara topikal lebih cepat dibandingkan dengan pemberian

Hasil penelitian menunjukkan peningkatan rerata tebal jaringan granulasi dan waktu penyembuhan yang lebih baik adalah pada kelompok percobaan yang diberi ekstrak daun

Berdasarkan hasil penelitian pengaruh pemberian kompres madu dan kompres gula kristal terhadap penyembuhan luka pada tikus putih di Laboratorium Anatomi Institut

vulgaris 10% mampu mempercepat penyembuhan luka sayat pada mencit karena dapat menjaga kelembaban luka dengan baik serta mendukung dalam pembentukan jaringan granulasi

Hasil penelitian menunjukkan peningkatan rerata tebal jaringan granulasi dan waktu penyembuhan yang lebih baik adalah pada kelompok percobaan yang diberi ekstrak daun binahong

Berdasarkan hasil observasi peneliti sebelum diberikan terapi madu banyak repsonden yang mengalami luka diabetik pada kategori berat, hal ini disebabkan karena