• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Yuridis Terhadap Pembubaran Perseroan Terbatas Melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) (Studi Terhadap Pembubaran PT.Ulu Musi Agung Tenera)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Yuridis Terhadap Pembubaran Perseroan Terbatas Melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) (Studi Terhadap Pembubaran PT.Ulu Musi Agung Tenera)"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PEMBUBARAN PERSEROAN TERBATAS

MELALUI RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS)

(STUDI TERHADAP PEMBUBARAN PT.ULU MUSI AGUNG TENERA)

TESIS

OLEH

MAGDALENA SIMARMATA

097011044/MKn

MAGISTER KENOTARIATAN

FAKULTAS HUKUM

(2)

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PEMBUBARAN PERSEROAN TERBATAS

MELALUI RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS)

(STUDI TERHADAP PEMBUBARAN PT.ULU MUSI AGUNG TENERA)

TESIS

Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH :

MAGDALENA SIMARMATA

097011044/MKn

MAGISTER KENOTARIATAN

FAKULTAS HUKUM

(3)

Telah diuji

Pada Tanggal 13 Oktober 2011

PANITIA PENGUJI

Ketua

:

Prof. Dr. Sunarmi, SH, MHum

Anggota

:

1. Dr. T.Keizerina Devi A, SH, CN, MHum

2. Notaris Syafnil Gani, SH, MHum

(4)

ABSTRAK

Pembubaran Perseroan Terbatas merupakan tindakan yang serius. Menurut Pasal 142 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, menyebutkan bahwa Perseroan Terbatas dapat dibubarkan salah satunya berdasarkan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Proses pembubaran Perseroan Terbatas melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) harus memenuhi beberapa tahapan yang diatur dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas, akan tetapi pelaksanaan pembubaran “PT. Ulu Musi Agung Tenera” tidak memenuhi seluruh proses pembubaran Perseroan Terbatas yang diatur dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas. Sehubungan dengan hal tersebut maka timbul permasalahan Bagaimana pelaksanaan pembubaran Perseroan Terbatas melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT. Ulu Musi Agung Tenera ditinjau dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Bagaimana peranan Notaris pada saat terjadi pembubaran Perseroan Terbatas melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Bagaimana tanggung jawab pemegang saham, direksi dan likuidator bila proses pembubaran tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Jenis penelitian ini adalah yuridis normatif, yang bersifat deskriptif dan analitis. Penelitian ini menggunakan teori Positivisme Hukum. Sumber data berasal dari data sekunder yaitu data yang dikumpulkan melalui studi dokumen terhadap bahan kepustakaan yang didukung dengan wawancara dengan informan yang berhubungan dengan judul tesis ini. Alat pengumpulan data adalah dengan penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field

research).

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Pelaksanaan pembubaran Perseroan Terbatas melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT. Ulu Musi Agung Tenera ditinjau dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, bahwa pembubaran PT. Ulu Musi Agung Tenera tersebut tidak memenuhi seluruh proses pembubaran Perseroan, sehingga PT. Ulu Musi Agung Tenera tersebut belum bubar secara sempurna. Pada saat terjadinya pembubaran Perseroan Terbatas melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Notaris berperan membuat akta Berita Acara Rapat pembubaran Perseroan Terbatas dan memberitahukan pembubaran Perseroan Terbatas kepada Menteri dan mengumumkannya dalam Berita Negara Republik Indonesia (BNRI). Notaris juga membuat akta Berita Acara pertanggung jawaban Likuidator kepada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan melakukan pemberitahuan proses akhir likuidasi kepada Menteri. Sejak diangkat Likuidator bertanggung jawab untuk melakukan pemberesan boedelharta perseroan sampai proses likudasi selesai. Oleh karena itu, apabila proses pembubaran atau proses likuidasi tidak selesai dilakukan atau tidak memenuhi seluruh proses likuidasi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, maka yang bertanggungjawab adalah likuidator.

(5)

ABSTRACT

Dissolution of a limited liability company is a serious action. According to Article 142 paragraph (1) of Law No. 40/2007 on Limited Liability Company, a limited liability company can be dissolved, among other things, through the Decision of Shareholder General Meeting. The dissolution process of a limited liability company through Shareholder General Meeting must be through several phases regulated in Law No. 40/2007, but the implementation of the dissolution of “PT. Ulu Musi Agung Tenera” did not meet the whole process of the dissolution regulated in Law No.40/2007. Therefore, the research questions to be solved how the implementation of dissolution of a limited liability company through Shareholder General Meeting of PT. Ulu Musi Agung Tenera viewed from Law No. 40/2007 on Limited Liability Company, hoe a notary play his role in the dissolution process of a limited liability company through Shareholder General Meeting, how are shareholders, board of directors, liquidators responsible if the process of the dissolution is not in accordance with Law No.40/2007 on Limited Liability Company.

This is a descriptive analytical and normative juridical study employing Legal Positivism theory. The data consisted of secondary data collected through documentation study (library research) and was supported by interviews with informants (field research).

The result of this study showed that, based on the result of this study, it can be concluded that the dissolution of a limited liability company through general meeting of share holders of PT. Ulu Musi Agung Tenera, viewed from Law No.40/2007 on limited liability company, the dissolution of PT. Ulu Musi Agung Tenera did not meet the whole process of limited liability company dissolution, thus, PT. Ulu Musi Agung Tenera is not yet completely dissolved. The notary played his role in making the minutes of the dissolution of a limited liability company and announced the dissolution to the Minister and announces it in the state gazette of Republic of Indonesia and reported the final process of liquidation to the Minister. Since his appointment, the liquidator is responsible to settle the boedel of the company’s property until the liquidation process accomplished. Therefore, if the process of dissolution or liquidation is not yet accomplished or does not meet the whole process of liquidation regulated in Law No.40/2007 on Limited Liability Company, the one who is responsiblefor it is the liquidator.

(6)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Magdalena Simarmata, SH

Nim : 097011044

Program Studi : Magister Kenotariatas FH USU

Judul Tesis : ANALISIS YURIDIS TERHADAP PEMBUBARAN PERSEROAN TERBATAS MELALUI RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS) (STUDI TERHADAP PEMBUBARAN PT. ULU MUSI AGUNG TENERA)

Dengan ini menyatakan bahwa tesis yang saya perbuat adalah asli karya saya sendiri bukan plagiat, apabila dikemudian hari diketahui tesis saya tersebut ternyata plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak mana pun atas perbuatan saya tersebut.

Demikian surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan, 13 Oktober 2011

Yang membuat pernyataan

MAGDALENA SIMARMATA, SH

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa, yang telah melimpahkan berkat dan kasih-Nya dengan memberikan kesehatan, kekuatan dan memampukan penulis untuk menyelesaikan tesis ini. Adapun judul tesis ini adalah “ANALISIS YURIDIS TERHADAP PEMBUBARAN PERSEROAN TERBATAS MELALUI RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS) (STUDI TERHADAP PEMBUBARAN PT. ULU MUSI AGUNG TENERA)”. Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam menyelesaikan Program Studi Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan moril, masukan dan saran, sehingga penulisan tesis ini dapat selesai tepat pada waktunya. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis haturkan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan pada penulis mengikuti pendidikan pada Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. DR. Runtung, SH, MHum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan motivasi, kesempatan dan kelancaran proses administrasi pendidikan.

(8)

Penguji yang telah memberikan bimbingan, masukan dan saran kepada penulis dalam penyempurnaan tesis ini.

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum, selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan motivasi, kesempatan dan kelancaran proses administrasi pendidikan dan sekaligus selaku anggota Komisi Pembimbing yang penuh perhatian memberikan bimbingan, masukan dan saran dalam penyempurnaan tesis ini.

5. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, SH, MHum, selaku Dosen Pembimbing yang dengan penuh perhatian dan keikhlasan memberikan arahan, bimbingan, masukan dan saran kepada penulis untuk selesainya penulisan tesis ini.

6. Bapak Notaris Syafnil Gani, SH, MHum, selaku Dosen Pembimbing yang dengan penuh perhatian dan keikhlasan memberikan arahan, bimbingan, masukan dan saran kepada penulis untuk selesainya penulisan tesis ini.

7. Seluruh Guru Besar beserta Dosen dan Staf Pengajar pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmunya dan membuka cakrawala berpikir penulis yang sangat bermanfaat dikemudian hari.

8. Bapak Notaris Erwin Wahyu Purwantoro, SH, Ibu Notaris Mimin Rusli, SH dan Bapak Notaris Afrizal Arsad Hakim, SH yang memberikan data-data dan kesempatan kepada penulis dalam penelitian dengan wawancara yang mendukung penulisan tesis ini.

(9)

10. Teman-temanku seperjuangan yang terkasih Group A angkatan 2009 Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan terkhusus kepada sahabat-sahabatku terkasih Zuwina Putri, Mersita Sinaga, Agustina Lumbanbatu, Henny Suryani, Rahmat Setiadi, Abi Yaser yang selalu memberikan motifasi, terima kasih buat kekompakan, kebersamaan dan kerjasamanya selama ini, tetap semangat dan Tuhan memberkati.

11. Seluruh Staf dan Pegawai di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas segala bantuan dan pelayanan yang sangat membantu penulis hingga penyelesaian penulisan tesis ini.

12. Secara khusus penulis haturkan terima kasih yang tiada terhingga kepada orang tua penulis yang sangat penulis hormati dan sayangi, ayahanda Alm. Jatiman Simarmata dan Ibunda Alm. Pasuria br. Haloho, yang telah membesarkan kami dengan kasih, kesabaran dan doa yang tiada henti-hentinya hingga kami berhasil, kasih sayangmu selalu ku kenang dan ku rindu.

13. Terima kasih tiada terhingga juga penulis haturkan kepada adik-adikku tersayang Ir.Adelina Simarmata, Brigadir Bloni Dedi Fanry Simarmata, Agustenti Silvia Simarmata, Amd,Keb, Iparku Ir. Riman Manik, dan keponakan-keponakanku Tesa Monika Manik, Yohana Manik dan Mikael Manik atas doa-doanya yang tidak pernah putus dan memberikan dukungan, perhatian dan motifasinya kepada penulis dari awal study hingga selesai.

Penulis berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis, mendapat berkat dari Allah Yang Maha Kuasa, agar selalu dilimpahkan kesehatan, kebaikan, kesejahteraan dan rejeki kepada kita semua.

(10)

tesis ini dapat bermanfaat bagi penulis dan kita semua atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.

Medan, 13 Oktober 2011

Penulis,

(11)

RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

Nama : Magdalena Simarmata, SH

Tempat/Tanggal lahir : Aeknabara, 18 Agustus 1971

Status : Belum Menikah

Alamat : Jl. Rebab No. 70 Psr II Padang Bulan, Medan

II. ORANG TUA

Nama Ayah : Alm. Jatiman Simarmata

Nama Ibu : Alm. Pasuria br. Haloho

III. PENDIDIKAN

1. SD : SD Methodis Aeknabara (Tahun 1977 s/d 1984) 2. SMP : SMP Methodis Aeknabara (Tahun 1984 s/d 1987) 3. SMA : SMA Katolik Cinta Kasih, Tebing Tinggi (Tahun

1987 s/d 1990)

(12)

DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... vii

DAFTAR ISI... viii

BAB I : PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Perumusan Masalah ... 13

C. Tujuan Penelitian ... 13

D. Manfaat Penelitian ... 14

E. Keaslian Penelitian... 15

F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 16

1. Kerangka Teori ... 16

2. Konsepsi... 24

G. Metedologi Penelitian ... 27

1. Jenis Penelitian ... 28

2. Sifat Penelitian... 28

3. Sumber Data ... 28

4. Alat Pengumpulan Data ... 29

(13)

BAB II : PELAKSANAAN PEMBUBARAN PERSEROAN TERBATAS MELALUI RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS)

PT. ULU MUSI AGUNG TENERA DITINJAU DARI

UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN

TERBATAS... 31

A. Rapat Umum Pemegang Saham Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas ... 31

B. Pembubaran Perseroan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas... 53

C. Pembubaran Perseroan Terbatas Melalui Rapat Umum Pemegang Saham PT. Ulu Musi Agung Tenera Dan Akibat Hukumnya Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas .. 66

BAB III : PERANAN NOTARIS PADA SAAT TERJADI PEMBUBARAN PERSEROAN TERBATAS MELALUI RAPAT UMUM PEMEGANG... 75

A. Tinjauan Umum Tentang Notaris ... 75

1. Pengertian Notaris... 75

2. Kewajiban, Kewenangan dan Larangan Notaris... 76

B. Peranan Notaris Pada Saat Terjadi Pembubaran Perseroan Terbatas Melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) ... 83

1. Pembuatan Akta Pembubaran Perseroan Terbatas... 85

(14)

BAB IV : TANGGUNG JAWAB PEMEGANG SAHAM, DIREKSI, DAN LIKUIDATOR BILA PROSES PEMBUBARAN PERSEROAN

TERBATAS TIDAK SESUAI DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN

TERBATAS... 96

A. Likuidasi Perseroan Terbatas ... 96

1. Likuidasi Perseroan Terbatas... 96

2. Tugas Dan Kewenangan Likuidator... 98

3. Berakhirnya Likuidasi ... 101

B. Tanggung Jawab Pemegang Saham, Direksi, Dan Likuidator Bila Proses Pembubaran Perseroan Terbatas Tidak Sesuai Dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang PerseroanTerbatas ... 102

1. Tanggung Jawab Pemegang Saham ... 102

2. Tanggung Jawab Direksi ... 106

3. Tanggung Jawab Likuidator ... 119

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN... 125

A. Kesimpulan ... 125

B. Saran ... 126

DAFTAR PUSTAKA... 127

(15)

ABSTRAK

Pembubaran Perseroan Terbatas merupakan tindakan yang serius. Menurut Pasal 142 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, menyebutkan bahwa Perseroan Terbatas dapat dibubarkan salah satunya berdasarkan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Proses pembubaran Perseroan Terbatas melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) harus memenuhi beberapa tahapan yang diatur dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas, akan tetapi pelaksanaan pembubaran “PT. Ulu Musi Agung Tenera” tidak memenuhi seluruh proses pembubaran Perseroan Terbatas yang diatur dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas. Sehubungan dengan hal tersebut maka timbul permasalahan Bagaimana pelaksanaan pembubaran Perseroan Terbatas melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT. Ulu Musi Agung Tenera ditinjau dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Bagaimana peranan Notaris pada saat terjadi pembubaran Perseroan Terbatas melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Bagaimana tanggung jawab pemegang saham, direksi dan likuidator bila proses pembubaran tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Jenis penelitian ini adalah yuridis normatif, yang bersifat deskriptif dan analitis. Penelitian ini menggunakan teori Positivisme Hukum. Sumber data berasal dari data sekunder yaitu data yang dikumpulkan melalui studi dokumen terhadap bahan kepustakaan yang didukung dengan wawancara dengan informan yang berhubungan dengan judul tesis ini. Alat pengumpulan data adalah dengan penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field

research).

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Pelaksanaan pembubaran Perseroan Terbatas melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT. Ulu Musi Agung Tenera ditinjau dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, bahwa pembubaran PT. Ulu Musi Agung Tenera tersebut tidak memenuhi seluruh proses pembubaran Perseroan, sehingga PT. Ulu Musi Agung Tenera tersebut belum bubar secara sempurna. Pada saat terjadinya pembubaran Perseroan Terbatas melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Notaris berperan membuat akta Berita Acara Rapat pembubaran Perseroan Terbatas dan memberitahukan pembubaran Perseroan Terbatas kepada Menteri dan mengumumkannya dalam Berita Negara Republik Indonesia (BNRI). Notaris juga membuat akta Berita Acara pertanggung jawaban Likuidator kepada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan melakukan pemberitahuan proses akhir likuidasi kepada Menteri. Sejak diangkat Likuidator bertanggung jawab untuk melakukan pemberesan boedelharta perseroan sampai proses likudasi selesai. Oleh karena itu, apabila proses pembubaran atau proses likuidasi tidak selesai dilakukan atau tidak memenuhi seluruh proses likuidasi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, maka yang bertanggungjawab adalah likuidator.

(16)

ABSTRACT

Dissolution of a limited liability company is a serious action. According to Article 142 paragraph (1) of Law No. 40/2007 on Limited Liability Company, a limited liability company can be dissolved, among other things, through the Decision of Shareholder General Meeting. The dissolution process of a limited liability company through Shareholder General Meeting must be through several phases regulated in Law No. 40/2007, but the implementation of the dissolution of “PT. Ulu Musi Agung Tenera” did not meet the whole process of the dissolution regulated in Law No.40/2007. Therefore, the research questions to be solved how the implementation of dissolution of a limited liability company through Shareholder General Meeting of PT. Ulu Musi Agung Tenera viewed from Law No. 40/2007 on Limited Liability Company, hoe a notary play his role in the dissolution process of a limited liability company through Shareholder General Meeting, how are shareholders, board of directors, liquidators responsible if the process of the dissolution is not in accordance with Law No.40/2007 on Limited Liability Company.

This is a descriptive analytical and normative juridical study employing Legal Positivism theory. The data consisted of secondary data collected through documentation study (library research) and was supported by interviews with informants (field research).

The result of this study showed that, based on the result of this study, it can be concluded that the dissolution of a limited liability company through general meeting of share holders of PT. Ulu Musi Agung Tenera, viewed from Law No.40/2007 on limited liability company, the dissolution of PT. Ulu Musi Agung Tenera did not meet the whole process of limited liability company dissolution, thus, PT. Ulu Musi Agung Tenera is not yet completely dissolved. The notary played his role in making the minutes of the dissolution of a limited liability company and announced the dissolution to the Minister and announces it in the state gazette of Republic of Indonesia and reported the final process of liquidation to the Minister. Since his appointment, the liquidator is responsible to settle the boedel of the company’s property until the liquidation process accomplished. Therefore, if the process of dissolution or liquidation is not yet accomplished or does not meet the whole process of liquidation regulated in Law No.40/2007 on Limited Liability Company, the one who is responsiblefor it is the liquidator.

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pesatnya perkembangan ekonomi dan arus globalisasi semakin mengaitkan perekonomian Indonesia dengan perekonomian dunia, sehingga perekonomian Indonesia tidak dapat menutup diri terhadap pengaruh perekonomian dari negara-negara lain dan tuntutan globalisasi, karenanya dunia usaha yang sebahagian besar dijalankan oleh perusahaan-perusahaan harus mempunyai pondasi yang kuat dan kokoh agar dapat bersaing dengan perekonomian negara-negara lain.

Perkembangan ekonomi berdampak pada perkembangan dunia usaha. Perkembangan dunia usaha membuat para pelaku usaha lebih tertarik mendirikan badan usaha yang berbadan hukum dalam hal ini Perseroan Terbatas (untuk selanjutnya disebut PT). Pilihan badan hukum PT untuk menjalankan roda bisnisnya dikarenakan terdapatnya beberapa keuntungan karakteristik badan hukum PT, seperti memiliki kekayaan sendiri, yang terpisah dari kekayaan pengurus atau pendirinya,1 dan keharusan dalam urusan administratif.

Menyadari perkembangan dunia usaha, maka dalam memperkokoh keberadaan PT sebagai salah satu bentuk badan usaha yang menjadi pilihan utama para pelaku usaha, pemerintah pun menerbitkan ketentuan tentang PT yang lebih komprehensif, yakni Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT).2 Dalam perkembangannya Undang-Undang ini dinilai tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan

(18)

hukum yang terus terjadi. Oleh karena itu akhirnya pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (untuk selanjutnya disebut UUPT) menggantikan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995.

Menurut Pasal 1 ayat (1) UUPT, ”Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya”.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (1) di atas, elemen pokok yang melahirkan suatu Perseroan sebagai badan hukum (rechtspersoon, legal entity), harus terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1. Merupakan persekutuan modal. 2. Didirikan berdasarkan perjanjian. 3. Melakukan kegiatan usaha.

4. Lahirnya Perseroan melalui proses hukum dalam bentuk pengesahan Pemeritah.3

Perseroan sebagai badan hukum, didirikan berdasarkan ”perjanjian”.4 Dalam ketentuan Pasal 7 ayat (1) UUPT, dikatakan bahwa : ”Perseroan didirikan minimal oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia”. Jadi pada prinsipnya, pendirian perseroan memang harus dilakukan dengan perjanjian minimal 2 (dua) orang pendiri atau lebih yakni dengan bantuan notaris di daerah hukum tempat dimana para pendiri berada. Dalam perkembangan perseroan, peran Notaris sangat diperlukan salah satunya untuk melakukan akta perjanjian pendirian perseroan.

(19)

Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN). Adapun yang dimaksud dengan akta otentik menurut Pasal 1868 KUHPerdata adalah : ”Suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya”.

Oleh karena itu untuk melaksanakan ketentuan Pasal 1868 KUHPerdata tersebut, pembuat Undang-Undang harus membuat peraturan perundang-undangan untuk menunjuk para pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan oleh karena itulah para notaris ditunjuk sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UUJN.

Perjanjian pendirian Perseroan Terbatas harus dibuat dalam bentuk akta otentik, karena hal tersebut telah disyaratkan oleh Undang-Undang agar Perseroan Terbatas tersebut dapat disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia di Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

(20)

Perseroan sebagai badan hukum namun tidak dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum sendiri, sehingga ia harus bertindak dengan perantaraan orang alamiah (naturlijke

persoon), tetapi orang alamiah tersebut tidak bertindak untuk dirinya, melainkan untuk dan atas

tanggung jawab badan hukum.5Dalam pasal 1 ayat (2) UUPT menyebutkan : ”Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan Komisaris”.

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) merupakan organ yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam UUPT dan/atau anggaran dasar. Misalnya dalam Pasal 75 ayat (2) UUPT ditetapkan, dalam forum Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), pemegang saham berhak memperoleh keterangan yang berkaitan dengan Perseroan dari Direksi dan/atau Dewan Komisaris. Dalam hal ini jelas kewenangan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tersebut tidak mungkin dilimpahkan kepada organ-organ lainnya.

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) merupakan lembaga atau wadah berkumpulnya para pemegang saham untuk membahas segala sesuatu yang berhubungan dengan perseroan. Forum ini yang memutuskan hal-hal yang penting dari suatu Perseroan, termasuk pengangkatan dan pemberhentian Komisaris dan Direktur, mengesahkan atau menyetujui merger, akuisisi dan konsolidasi, bahkan membubarkan Perseroan. Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang dihasilkan ibarat undang-undang, karena mengikat organ perseroan lainnya (Direksi dan Komisaris) yang wajib dihormati dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.6 Hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) merupakan kehendak perseroan yang paling tinggi dan

5Handri Raharjo, Hukum Perusahaan, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2009, hal.91.

(21)

tidak dapat ditentang oleh siapapun kecuali keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) itu melanggar undang-undang atau melanggar akta pendirian atau anggaran dasar.7

UUPT memberikan batasan mengenai tanggung jawab pemegang saham atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 3 ayat (1) UUPT. Pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki. Dan UUPT menjelaskan bahwa tanggung jawab tersebut akan berlaku efektif pada saat PT efektif menjadi suatu badan hukum.8

Dalam mendirikan suatu perusahaan yang berbentuk PT ini, tujuan utama yang ingin dicapai oleh para pendiri atau pemegang saham adalah ”Perseroan dapat terus berjalan seperti idealnya salah satu ciri utama dari suatu perusahaan yakni aktifitasnya dilakukan secara terus menerus atau abadi (perpectual)”,9 tanpa mendapat suatu hambatan apapun juga serta menghasilkan keuntungan yang sebanyak-banyaknya.

Tujuan tersebut diatas tidak selamanya akan dapat terlaksana dengan baik, sebab bisa saja suatu perusahaan yang berbentuk PT ini ditengah-tengah kegiatan proses produksinya berjalan, terkadang menghadapi suatu permasalahan yang besar baik yang berasal dari dalam maupun yang berasal dari luar Perseroan yang menyebabkan Perseroan mengalami kerugian dan bisa berakibat dibubarkan. Akan tetapi pembubaran Perseroan sedapat mungkin harus dihindari, sebab akan memberikan kerugian besar terhadap pemegang saham perseroan dan para pekerja dalam perseroan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 142 ayat (1) UUPT, menyebutkan bahwa Perseroan Terbatas dapat dibubarkan dikarenakan hal-hal sebagai berikut :

7Handri Raharjo, Op.Cit, hal.91.

(22)

1. Berdasarkan keputusan RUPS;

2. Karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir; 3. Berdasarkan penetapan pengadilan;

4. Dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit Perseroan tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan; 5. Karena harta pailit Perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolven

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang; atau

6. Karena dicabutnya izin usaha Perseroan sehinggga mewajibkan Perseroan melakukan likuidasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pelaksanaan Pembubaran PT dapat dilaksanakan salah satunya melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Pelaksanaan pembubaran Perseroan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dapat dilakukan atas usul Direksi, Dewan Komisaris maupun Pemegang Saham, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 144 UUPT. Namun menurut Gatot Supramono :

Untuk melakukan pembubaran perseroan melalui RUPS hanya dapat dilakukan atas usul Direksi, karena sebagai pengurus perseroan, Direksi dianggap organ yang banyak mengetahui keadaan perseroan, sehingga mempunyai alasan yang kuat untuk membubarkan perseroan. Di ajukan ke dalam RUPS sekaligus mempertanggungjawabkan kepengurusannya yang terakhir kepada organ tertingi tersebut.10

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk membubarkan perseroan harus dihadiri paling sedikitnya ¾ (tiga per empat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah hadir atau diwakili dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit ¾ (tiga per empat) bagian dari jumlah suara yang hadir (Pasal 89 UUPT).

(23)

Pembubaran perseroan dimulai pada saat yang ditetapkan dalam keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), yang kemudian wajib diikuti dengan likuidasi. Proses likuidasi dilakukan oleh likuidator yang ditunjuk oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Adapun pembubaran Perseroan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) harus dilaksanakan melalui langkah-langkah sebagai berikut :

1. Pelaksanaan RUPS dengan materi acara pembubaran PT diikuti dengan penunjukan Likuidator untuk melakukan proses likuidasi (Pasal 142 ayat 1 dan 2);

2. Dalam jangka 30 hari terhitung sejak tanggal pembubaran Perseroan, Likuidator harus mengumumkan dalan Surat Kabar dan Berita Negara Republik Indonesia serta memberitahukan kepada Menteri (Pasal 147 ayat 1). Catatan : Dalam tahap ini Menteri hanya mencatat bahwa Perseroan dalam likuidasi.

3. Dalam tahap pemberesan harta kekayaan Perseroan, Likuidator wajib mengumumkan dalam Surat Kabar dan BNRI mengenai Rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi (Pasal 149);

4. Dan terakhir diadakan RUPS tentang pertanggung jawaban Likuidator dalam melaksanakan proses likuidasi, sekaligus memberikan pelunasan dan pembebasan kepada Likuidator, yang diikuti pengumuman dalam Surat Kabar mengenai hasil akhir proses likuidasi dan pemberitahuan kepada Menteri (Pasal 152 ayat 3);

5. Menteri mencatat berakhirnya status badan hukum Perseroan dan menghapus nama Perseroan dari Daftar Perseroan diikuti dengan pengumuman dalam BNRI (Pasal 152 ayat 5 jo ayat 8).

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diketahui dengan jelas bahwa Likuidator harus mengumumkan 3 kali dalam Surat Kabar (mengenai pembubaran, rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi dan hasil akhir proses likuidasi) dan 1 kali dalam BNRI (mengenai pembubaran), serta memberitahukan kepada Menteri 2 kali (mengenai pembubaran dan hasil akhir likuidasi).11

Likuidasi (vereffening,winding-up) mengandung arti pemberesan penyelesaian dan pengakhiran urusan Perseroan setelah adanya keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang menghentikan atau membubarkan Perseroan. Dan selama penyelesaian pembubaran atau pemberesan berjalan, eksistensi dan validitasnya adalah ”Perseroan dalam likuidasi” atau ”Perseroan dalam pembubaran” (vereffening, liquidation or settlement),12 sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 143 ayat (2) UUPT, yang berbunyi : ”Sejak saat pembubaran pada setiap

11http://rgs-opini-tanyajawab-hukum.blogspot.com/2010/11/pt-prosedur-pembubaran-pt.html, diakses

tanggal 31 Maret 2011.

(24)

surat keluar Perseroan dicantumkan kata ”dalam likuidasi” dibelakang nama Perseroan”. Tujuannya pencantuman itu, sebagai pernyataan pemberitahuan kepada pihak lain, bahwa Perseroan tersebut sedang berada dalam status likuidasi atau pemberesan. Dalam keadaan demikian Perseroan masih tetap eksis dan masih merupakan badan hukum, tetapi dijalankan oleh likuidatornya atau oleh pihak lain yang ditunjuk oleh likuidator.13

Meskipun menurut Pasal 143 ayat (1) UUPT pembubaran Perseroan tidak mengakibatkan Perseroan kehilangan status badan hukum selama proses likuidasi atau pemberesan berlangsung, namun menurut Pasal 142 ayat (2) huruf b UUPT, Perseroan tidak dapat lagi melakukan perbuatan hukum. Pelanggaran anggota Direksi atau Dewan Komisaris terhadap larangan itu, diancam dengan memikulkan tanggung jawab secara tanggung renteng atas perbuatan itu.

Berdasarkan ketentuan Pasal 147 UUPT, menyebutkan bahwa dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pembubaran, likuidator wajib memberitahukan kepada semua kreditur mengenai pembubaran Perseroan dengan cara :

1. Mengumumkan pembubaran tersebut dalam Surat Kabar dan Berita Negara Republik Indonesia, dengan memuat hal-hal sebagai berikut :

a. Pembubaran perseroan dan dasar hukumnya, b. Nama dan alamat likuidator,

c. Tata cara pengajuan tagihan, d. Jangka waktu pengajuan tagihan.

2. Pemberitahuan kepada Menteri wajib dilengkapi dengan bukti : a. Dasar hukum pembubaran Perseroan,

b. Pemberitahuan kepada kreditur dalam Surat Kabar sebagaimana dimaksud pada sub (1) di atas.

(25)

Selanjutnya yang menjadi kewajiban likuidator adalah melakukan pemberesan harta kekayaan perseroan dalam proses likuidasi, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 149 UUPT yang meliputi tindakan-tindakan sebagai berikut :

1. Pencatatan dan pengumpulan kekayaan dan utang perseroan;

2. Pengumuman dalam Surat Kabar dan Berita Negara Republik Indonesia mengenai rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi;

3. Pembayaran kepada para kreditor;

4. Pembayaran sisa kekayaan hasil likuidasi kepada pemegang saham; dan

5. Tindakan lain yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan pemberesan kekayaan.14

Perseroan Terbatas ”PT. Ulu Musi Agung Tenera” didirikan dan telah mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan surat keputusannya tanggal 13 September 2007 nomor : W2-000000 HT.01.01-TH.2007 dan telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia tanggal 06 Nopember 2007 nomor 00, Tambahan nomor 00. Perseroan didirikan untuk jangka waktu tidak terbatas. Kemudian Anggaran Dasar Perseroan tersebut pernah dirubah untuk menyesuaikannya dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dan perubahan Anggaran dasar tersebut telah mendapat persetujuan dari Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan surat keputusannya tanggal 15 Agustus 2008 nomor : AHU-00000.AH.01.02.Tahun 2008.

Adapun maksud dan tujuan dari PT. Ulu Musi Agung Tenera tersebut bergerak di bidang Pertanian dan Perindustrian, yaitu menjalankan usaha-usaha dibidang perkebunan Kelapa Sawit, Karet dan Coklat dan menjalankan usaha Pengolahan Kelapa Sawit. Dengan susunan pengurus terdiri dari : Pemegang Saham 2 (dua) orang, Komisaris 1 (satu) orang dan Direktur 1 (satu) orang. Dimana anggota Pemegang Saham tersebut, sekaligus menjabat masing-masing sebagai Direktur dan Komisaris.

(26)

Pembubaran Perseroan Terbatas ”PT.Ulu Musi Agung Tenera” berawal ketika Perseroan tidak melaksanakan aktifitasnya secara terus menerus sehingga Perseroan mengalami kerugian. Dengan keadaan tersebut, tidak memungkin Perseroan untuk berjalan terus. Kemudian Direksi mengusulkan pembubaran Perseroan kepada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dimana maksud tersebut oleh Direksi telah terlebih dahulu dibicarakan kepada Dewan Komisaris.

Atas usul dari Direksi tersebut, maka diadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Perseroan Terbatas ”PT.Ulu Musi Agung Tenera” dihadapan dan dengan akta Notaris, yang agendanya adalah pembubaran Perseroan Terbatas ”PT.Ulu Musi Agung Tenera” tersebut diikuti dengan penunjukan Direktur sebagai Likuidator untuk melakukan proses likuidasi.

Pada tanggal 06 Januari 2010 Likuidator mengumumkan pembubaran ”PT.Ulu Musi Agung Tenera” tersebut dalam Surat Kabar. Dan pada tanggal 07 Januari 2010, Notaris berdasarkan kuasa dari Likuidator memberitahukan pembubaran tersebut kepada Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia. Atas pemberitahuan tersebut Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia telah mengirimkan surat Penerimaan Pemberitahuan Pembubaran PT. Ulu Musi Agung Tenera (dalam likuidasi) tertanggal 20 Januari 2010 nomor : AHU-AH.01.10-00000.

(27)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian sebagaimana yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan tesis ini adalah :

1. Bagaimana pelaksanaan pembubaran Perseroan Terbatas melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT. Ulu Musi Agung Tenera ditinjau dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas?

2. Bagaimana peranan Notaris pada saat terjadi pembubaran Perseroan Terbatas melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)?

3. Bagaimana tanggung jawab pemegang saham, direksi dan likuidator bila proses pembubaran tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pelaksanaan pembubaran Perseroan Terbatas melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT. Ulu Musi Agung Tenera ditinjau dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

2. Untuk mengetahui peranan Notaris pada saat terjadi pembubaran Perseroan Terbatas melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

(28)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis.

1. Manfaat secara teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbang saran dalam ilmu pengetahuan khususnya tentang tata cara dan pelaksanaan pembubaran Perseroan Terbatas (PT) melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 dan pengetahuan hukum bagi notaris dalam melaksanakan tugasnya sebagai pejabat yang berwenang dalam membuat akta-akta otentik.

2. Manfaat secara praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan memperkaya pengetahuan dan khasanah berfikir bagi praktisi hukum dan bagi para mahasiswa Magister Kenotariatan khususnya tentang tata cara dan pelaksanaan pembubaran Perseroan Terbatas melalui RUPS.

E. Keaslian Penelitian

(29)

Namun pernah ada penelitian dari mahasiswa Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul:

1. Tanggung Jawab Pemegang Saham Akibat Pembubaran Perusahaan Perseroan Terbatas (PT) Melalui Penetapan Pengadilan Negeri di Medan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 (Penelitian di Medan) oleh Dessy Aryany NIM.017011011 Tahun 2004, dengan permasalahan sebagai berikut :

a. Bagaimana pelaksanaan pembubaran Perusahaan Perseroan Terbatas (PT) menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas melalui Penetapan Pengadilan Negeri?

b. Apakah akibat hukum dari pelaksanaan pembubaran Perusahaan Perseroan Terbatas (PT) melalui Penetapan Pengadilan Negeri?

c. Bagaimana tanggung jawab pemegang saham terhadap perseroan dan terhadap pihak ketiga sehubungan dengan terjadinya pembubaran perseroan melalui Penetapan Pengadilan Negeri?

2. Pelaksanaan Pembubaran Perseroan Terbatas Oleh Penetapan Pengadilan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan) oleh Chairunnisa Juliani NIM.057011011 Tahun 2007, dengan permasalahan sebagai berikut :

a. Bagaimanakah prosedur pembubaran suatu Perseroan Terbatas yang dimohonkan oleh pemegang saham melalui Penetapan Pengadilan?

b. Bagaimana bentuk kasus Permohonan Penetapan Pembubaran Perseroan Terbatas yang dimohonkan oleh pemegang saham melalui Pengadilan?

(30)

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Dalam penelitian ini diperlukan suatu teori yang melandasi dari pada suatu penelitian. Teori berasal dari kata “theoria” dalam bahasa latin yang berarti “perenungan”yang secara hakiki menyiratkan sesuatu yang disebut dengan

realitas.15

Jadi teori adalah seperangkat preposisi yang berisi konsep abstrak atau konsep yang sudah didefenisikan dan saling berhubungan antar variabel sehingga menghasilkan pandangan sistematis dari fenomena yang digambarkan oleh sutau variabel dengan variabel lainnya dan menjelaskan bagaimana hubungan antar variabel tersebut.16

Sedangkan fungsi teori dalam penelitian adalah untuk mensistimatiskan penemuan-penemuan penelitian, membuat ramalan atau prediksi atas dasar penemuan-penemuan dan menyajikan penjelasan yang dalam hal ini untuk menjawab pertanyaan. Artinya teori merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskan dan harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.17

Teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam tesis ini, adalah teori Positivisme Hukum.

Teori Positivisme Hukum adalah teori murni yang merupakan teori hukum realistis radikal. Dimana teori murni memperlihatkan kecondongannya dengan menyajikan hukum positif

15Soetandyo Wignjosoebroto dalam Salman Otje dan Susanto Anton, Teori Hukum, Mengingat,

Mengumpulkan dan Membuka Kembali, PT. Refika Aditama, Bandung 2004,hal. 21, menyebutkan bahwa teori adalah suatu konstruksi di alam cita atau ide manusia, dibangun dengan maksud untuk menggambarkan secara reflektif fenomena yang dijumpai yang tidak menyatakan di alam pengalaman.

16

Maria S.W. Sumardjono, Pedoman, Pembuatan Usulan Penelitian, Gramedia, Yogyakarta, 1989, hal 12-13, bandingkan dengan Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, PT. Gramedia, Jakarta, 1989, hal.19

(31)

yang bebas dari ketercampuran hukum “ideal” atau hukum yang “benar”. Dalam konteks ini, teori murni bermaksud menyajikan hukum sebagaimana adanya, bukan sebagaimana seharusnya.18

Dalam pandangan positivis, tidak ada hukum lain, kecuali perintah penguasa. Bahkan, bagian dari aliran Hukum Positif yang dikenal dengan nama positivisme Perundang-undangan

(Legisme) berpendapat lebih tegas, bahwa hukum itu identik dengan Undang-Undang.

John Austin mengemukakan :

Hukum adalah peraturan-peraturan yang berisi perintah, yang dibebankan untuk mengatur makhluk berpikir, perintah mana dilakukan oleh makhluk yang memegang dan mempunyai kekuasaan. Austin menganggap hukum sebagai system yang logis, tetap dan bersifat tertutup (closed logical system). Hukum tidak didasarkan pada nilai-nilai yang baik atau buruk, melainkan didasarkan pada kekuasaan dari penguasa.19

Menurut teori Positivisme hukum, hukum adalah peraturan-peraturan yang berisi perintah penguasa, sedangkan menurut teori Positivisme Perundang-undangan (Legisme), hukum adalah Undang-Undang. Dua hal tersebut sebenarnya mengandung pengertian yang sama, yaitu hukum adalah perintah penguasa yang disusun atau dikemas dalam bentuk Undang-Undang.

Dengan demikian menurut teori Positivisme Hukum, segala aspek hukum yang menyangkut Perseroan adalah perintah penguasa yang disusun atau dikemas kedalam bentuk undang-undang yang disebut dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT).

Semula hukum Perseroan Terbatas diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) dalam Buku Kesatu Titel Ketiga Bagian Ketiga dimulai dari Pasal 36 sampai dengan Pasal 56. Pada era setelah kemerdekaan, ketentuan pasal-pasal tersebut pernah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1971, dan perubahan yang terjadi tidak terlalu signifikan, karena tidak ada penambahan lebih luas, tetapi hanya mengubah ketentuan Pasal 54 KUHD

18 Hans Kelsen, Teori Hukum Murni Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatifdengan judul buku asli Pure

Theory of Law, Alih Bahasa Raisul Muttaqin, Nusa Media, Bandung, 2008, hal.121.

(32)

saja.20Pada akhirnya KUHD tidak dapat lagi mengikuti dan memenuhi kebutuhan perkembangan perekonomian dan dunia usaha. Padahal perekonomian Indonesia tidak dapat menutup diri terhadap pengaruh dan tuntutan globalisasi tanpa mengurangi pengaturan Perseroan yang harus tetap bersumber dan setia pada asas perekonomian yang digariskan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), yakni asas kekeluargaan. Dengan demikian diterbitkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, menggantikan KUHD tersebut di atas.

Selanjutnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, dalam perkembangannya ketentuan dalam Undang-Undang tersebut dipandang tidak lagi memenuhi perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat karena keadaan ekonomi serta kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi sudah berkembang begitu pesat khususnya pada era globalisasi.21Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas perlu diganti dengan Undang-Undang yang baru. Maka pada tanggal 16 Agustus 2007, diundangkanlah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT) sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995. Adapun yang menjadi alasan dilakukannya penggantian UUPT tersebut sebagaimana dalam konsiderans menimbang UUPT Nomor 40 Tahun 2007, yaitu :

a. Bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisien, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, perlu didukung oleh kelembagaan perekonomian yang kokoh dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat.

b. Bahwa dalam rangka meningkatkan pembangunan perekonomian nasioanl dan sekaligus memberikan landasan yang kokoh bagi dunia usaha dalam menghadapi perkembangan perekonomian dunia dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi pada masa mendatang, perlu didukung oleh suatu undang-undang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang mendapat menjamin terselenggaranya iklim dunia usaha yang kondusif.

20M. Yahya Harahap, Op.Cit, hal. 23.

(33)

c. Bahwa perseroan terbatas sebagai salah satu pilar pembangunan perekonomian nasional perlu diberikan landasan hukum untuk lebih memacu pembangunan nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.

d. Bahwa Unadang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dengan kebutuhan masyarakat sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru.22

Dengan perspektif tersebut diatas, UUPT 2007 diharapkan dapat menampung tuntutan perkembangan perekonomian, ilmu pengetahuan, dan teknologi secara substansial dengan rumusan yang sangat luas. Salah satunya adalah mengatur pembubaran Perseroan Terbatas. Dimana pembubaran Perseroan Terbatas diatur dalam Bab X tentang Pembubaran, Likuidasi, dan Berakhirnya Status Badan Hukum Perseroan mulai dari Pasal 142 sampai dengan Pasal 152.

Perseroan Terbatas adalah salah satu jenis perusahaan yang berbentuk badan hukum yang modalnya terdiri dari saham-saham. Perseroan sebagai badan hukum memiliki harta kekayaan telepas dari anggota-anggotanya, dianggap sebagai subjek hukum mempunyai tanggung jawab dan memiliki hak-hak serta kewajiban seperti yang dimiliki seseorang.

Dalam ilmu hukum, subjek hukum (legal subject) adalah setiap pembawa atau penyandang hak dan kewajiban dalam hubungan-hubungan hukum. Hal ini sejalan dengan pengertian subjek hukum yaitu suatu yang dapat atau cakap melakukan perbuatan hukum atau melakukan perbuatan perdata atau membuat perikatan.23 Manusia dikatakan sebagai subjek hukum karena manusia dapat dibebani hak dan kewajiban. Disamping manusia, masih ada lagi pendukung hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dinamakan badan hukum (reschtpersoon).24

22Habib Adjie, Status Badan Hukum, Prinsip-Prinsip dan Tanggung Jawab Sosial Perseroan Terbatas, Mandar Maju, Bandung, 2008, hal.1.

23

R. Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, Alumni, Bandung, 2001, hal. 17.

24A.Rido dalam Gatot Supramono, Kedudukan Perusahaan Sebagai Subjek dalam Gugatan Perdata di

(34)

Badan Hukum termasuk subjek hukum karena dapat dibebani hak dan kewajiban seperti manusia pada umumnya.

Untuk mengetahui apa hakikat badan hukum tersebut, ada beberapa teori yang dikemukakan oleh para ahli, antara lain sebagai berikut :

1. Teori Fiksi

Teori fiksi menyatakan bahwa badan hukum itu semata-mata buatan Negara saja. Badan hukum itu hanya suatu fiksi saja, yaitu sesuatu yang sesungguhnya tidak ada, tetapi orang menciptakan dalam bayangannya suatu pelaku hukum (badan hukum) yang sebagai subjek hukum diperhitungkan sama dengan manusia.

2. Teori Harta Kekayaan Bertujuan

Teori ini menganut pandangan bahwa pemisahan harta kekayaan badan hukum dengan harta kekayaan anggotanya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Karena itu teori ini berpandangan tidak peduli manusia atau bukan, tidak peduli apakah kekayaan tersebut merupakan hak-hak yang normal atau bukan, pokoknya adalah tujuan dari kekayaan tersebut.25 Harta kekayaan ini menjadi milik dari perkumpulan yang bersangkutan, yang menyebabkan perkumpulan ini menjadi subjek.

3. Teori Organ

Inti teori organ adalah badan hukum itu seperti manusia, menjadi penjelmaan yang benar-benar ada dalam pergaulan hukum. Badan hukum realita yang sesungguhnya, sama halnya dengan kepribadian manusia.26

(35)

Menurut teori ini, badan hukum bukanlah suatu hal yang abstrak, tetapi benar-benar ada. Badan hukum bukanlah suatu kekayaan (hak) yang tidak bersubjek, tetapi suatu organism riil, yang hidup dan bekerja seperti manusia.

4. Teori Pemilikan Bersama

Teori ini berpandangan bahwa badan hukum tidak lain merupakan perkumpulan manusia yang mempunyai hak dan kewajiban masing-masing. Itulah yang menyebabkan hak dan kewajiban badan hukum tersebut pada hakikatnya adalah hak dan kewajiban anggota secara bersama-sama. Jadi, sebenarnya badan hukum itu hanya konstruksi yuridis belaka.

Dalam prakteknya, badan hukum tidak mempunyai kehendak sendiri. Badan hukum hanya dapat melakukan perbuatan melalui perantaraan orang atau orang-orang yang duduk sebagai pengurus. Orang atau orang-orang yang menjadi pengurus tersebut bekerja tidak untuk dirinya sendiri melainkan untuk dan atas nama badan hukum tersebut. Oleh karena itu pengurus merupakan salah satu unsur badan hukum.

Sebagai sebuah badan hukum, Perseroan Terbatas telah memenuhi unsur-unsur sebagai badan hukum sebagaimana telah diatur dalam UUPT. Unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut :

a. Memiliki pengurus dan organisasi teratur;

b. Dapat melakukan perbuatan hukum (recht handeling) dalam hubungan-hubungan hukum

(rechts betrekking), termasuk dalam hal ini dapat digugat atau menggugat di depan

pengadilan;

c. Mempunyai harta kekayaan sendiri; d. Mempunyai hak dan kewajiban; e. Memiliki tujuan sendiri.27

Dalam sistim hukum Indonesia suatu badan hukum selain memenuhi lima unsur seperti disebutkan di atas juga harus di daftarkan sebagai badan hukum. Sebelum di daftarkan sebagai

(36)

badan hukum, organisasi itu secara formal belum dapat diakui sah sebagai badan hukum. Perbuatan-perbuatan hukum yang dilakukan oleh pengurus suatu perseroan yang belum didaftarkan dianggap sebagai perbuatan pribadi pengurus. Sesuai tuntutan perkembangan modern, pendaftaran badan hukum sekurang-kurangnya dapat dilihat sebagai syarat formil, sedangkan lima syarat di atas disebut syarat materil.28 Meskipun pendaftaran badan hukum sebagai syarat formil, dalam praktek seringkali sahnya suatu badan hukum berkaitan dengan tanggung jawab hukum pengurus. Dalam hal perbuatan-perbuatan perdata tanggung jawab pengurus badan hukum yang sah sebatas tanggung jawab pengurus menurut anggaran dasar atau anggaran rumah tangga. Sebaliknya jika badan hukumnya belum sah, maka tanggung jawab badan hukum bersifat pribadi dari orang-orang yang duduk sebagai pengurus.

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsepsi dalam penelitian adalah untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstrak dan kenyataan, sedangkan konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang disebut definisi operasional.29

Kegunaan dari adanya konsepsi agar ada pegangan dalam melakukan penelitian atau penguraian, sehingga dengan demikian memudahkan bagi orang lain untuk memahami batasan-batasan atau pengertian-pengertian yang dikemukakan. Oleh karena itu, di dalam penelitian ini dikemukakan beberapa konsep dasar sebagai berikut :

a. Perseroan Terbatas

28C.S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indoensia , Aspek Hukum dalam Ekonomi, Pradnya Paramita, Jakarta, 2005, hal

(37)

Adalah Badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.30

b. Akta Otentik

Adalah suatu akta yang dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang, dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu ditempat dimana akta itu dibuat.31 Adapan yang dimaksud dengan akta otentik dalam tesis ini adalah akta Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang dibuat dihadapan Notaris sebagai Pejabat Umum.

c. Notaris

Adalah adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta.32

d. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.33

e. Direksi

30

Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentangPerseroan Terbatas. 31Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

(38)

Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.34

f. Dewan Komisaris

Adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi.35

g. Pembubaran

Adalah langkah hukum terhadap suatu badan hukum perseroan terbatas dengan alasan-alasan hukum tertentu. Dalam tesis ini pembubaran dimaksudkan adalah pembubaran PT yang telah berbadan hukum melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

h. Likuidasi

Likudasi (vereffening, winding-up) mengandung arti pemberesan penyelesaian dan pengakhiran urusan Perseroan setelah adanya keputusan apakah itu berdasarkan keputusan RUPS atau berdasarkan Penetapan Pengadilan yang menghentikan atau membubarkan Perseroan.36

i. Likuidator

(39)

Adapun yang dimaksud dengan likuidator (liquidateur, liquidator), adalah orang yang ditunjuk atau diangkat menjadi penyelenggara likuidasi. Kepadanya dipikulkan kewajiban mengatur dan menyelesaikan harta atau budel Perseroan.37

j. Surat Kabar

Adalah surat kabar harian yang beredar secara nasional untuk mengumumkan pembubaran Perseroan dan pemberesan harta Perseroan.

k. Menteri

Adalah Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia di Jakarta, yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang hukum dan hak asasi manusia.38

G. Metode Penelitian

Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistimatika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jelas menganalisanya.39

Langkah-langkah penelitian mencakup apa yang diteliti, bagaimana penelitian dilakukan serta untuk apa hasil penelitian digunakan.

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum dengan metode pendekatan penelitian yuridis normatif. Penelitian dilakukan berdasarkan pendekatan yuridis normatif, disebabkan penelitian ini merupakan penelitian hukum doktriner yang disebut juga penelitian

37 Ibid, hal.556

(40)

kepustakaan atau studi dokumen yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain. Meliputi penelitian terhadap azas-azas hukum yaitu penelitian terhadap hukum positif yang tertulis atau penelitian terhadap kaedah hukum yang hidup dalam masyarakat, sumber-sumber hukum, peraturan perundang-undangan yang bersifat teoritis ilmiah serta yang dapat menganalisa permasalahan yang akan dibahas serta ditambah data lainnya yang diperoleh melalui wawancara.

2. Sifat Penelitian

Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif dan analitis, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fakta-fakta yang ada dan menganalisis data yang diperoleh secara sistematis, faktual dan akurat dikaitkan dengan ketentuan-ketentuan yuridis yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pembubaran Perseroan Terbatas melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

3. Sumber Data

Adapun sumber data dari penelitian ini adalah bahan-bahan yang dikaji meliputi :

a. Bahan Hukum Primer

Sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian ini diantaranya adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Peraturan Jabatan Notaris dan Peraturan-peraturan lainnya.

(41)

Bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan Hukum Primer seperti buku-buku teks

(texkbook) yang ditulis oleh para ahli hukum, hasil-hasil penelitian, hasil karya ilmiah dari

kalangan hukum serta penelitian lainnya yang relevan dengan penelitian ini.

c. Bahan Hukum Tersier

Yakni bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus umum, kamus hukum, ensiklopedia, majalah, surat kabar dan jurnal-jurnal hukum serta laporan ilmiah.

4. Alat Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat dipertanggungjawabkan hasilnya, maka data dalam peneilitian ini diperoleh dengan alat pengumpulan data yang dilakukan dengan mengunakan cara yaitu :

a. Studi Kepustakaan (library research), digunakan untuk memperoleh data sekunder dengan membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi dan menganalisis data sekunder yang berkaitan dengan materi penelitian.40

b. Studi Lapangan (field research), digunakan untuk memperoleh dokumen dan hasil wawancara. Wawancara dengan nara sumber yang dianggap layak mengetahui dan memahami tentang masalah yang diteliti yakni :

1) 3 (tiga) orang Notaris Kota Medan, yaitu Bapak Erwin Wahyu Purwantoro, SH, Bapak Afrizal Arsad Hakim, SH, dan Ibu Mimin Rusli, SH;

2) 1 (satu) orang Pengacara/Penasehat Hukum, yaitu Bapak Oka Iskandar, SH, selaku Likuidator.

(42)

5. Analisis Data

Setelah pengumpulan data dilakukan, maka data tersebut dianalisa secara kualitatif41 yakni dengan mengadakan pengamatan data yang diperoleh dan menghubungkan tiap-tiap data yang diperoleh tersebut dengan ketentuan-ketentuan maupun asas-asas hukum yang terkait dengan permasalahan yang diteliti. Karena penelitian ini normatif, dilakukan interpretasi dan konstruksi hukum dengan menarik kesimpulan menggunakan cara deduktif guna menjawab permasalahan dalam penelitian ini.

(43)

BAB II

PELAKSANAAN PEMBUBARAN PERSEROAN TERBATAS MELALUI RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS) PT. ULU MUSI AGUNG TENERA DITINJAU

DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

A. Rapat Umum Pemegang Saham Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang perseroan Terbatas

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) diatur dalam Bab VI Pasal 75 sampai dengan Pasal 91 UUPT. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) menurut Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Teratas yang menyebutkan : “Rapat Umum Pemegang Saham yang selanjutnya disebut RUPS, adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan undang-undang ini dan/atau anggaran dasar”. RUPS merupakan tempat berkumpulnya atau forum para pemegang saham untuk membahas segala sesuatu yang berhubungan dengan perseroan terbatas.42

Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) mempunyai segala kewenangan yang tidak diberikan kepada Direksi atau Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang perseroan dan anggaran dasar. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) berhak memperolah segala keterangan yang berkaitan dengan kepentingan perseroan dari Direksi dan/atau Komisaris.

(44)

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) diadakan ditempat kedudukan perseroan atau tempat perseroan melakukan kegiatan usahanya, kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar, tempat tersebut harus terletak di wilayah Negara Republik Indonesia.43

Setiap pemegang saham mempunyai hak untuk menghadiri Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Undang-Undang Perseroan pada masa modern mengatur ketentuan yang menegaskan hak tersebut. Begitu juga dengan Anggaran Dasar (AD) Perseroan, mengatur ketentuan Perseroan harus mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) paling tidak satu kali satu tahun. Pada dasarnya, dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pemegang saham melakukan control atas jalanya kepengurusan Perseroan yang dilakukan Direksi.44 Di dalam perseroan, jabatan pemegang saham bukanlah pemegang kedaulatan tertinggi namun seringkali digunakan untuk mempengaruhi kebijaksanaan perseroan. Sehingga di dalam perseroan seharusnya pemegang saham tidak mempunyai kekuasaan sama sekali (di luar forum), namun para pemegang saham baru mempunyai kekuasaan atas Perseroan Terbatas (PT), apabila mereka dalam suatu ruangan pertemuan atau forum yang dinamakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).45

Batas-batas dan ruang lingkup kewenangan yang dapat dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam suatu Perseroan Terbatas, antara lain sebagai berikut :

1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tidak dapat mengambil keputusan yang bertentangan dengan hukum yang berlaku dan ketentuan dalam anggaran dasarnya (meskipun anggaran dasar dapat diubah oleh Rapat Umum Pemegang Saham asal memenuhi syarat untuk itu).

43Frans Satrio Wicaksono, Tanggung Jawab Pemegang Saham, Direksi, & Komisaris Perseroan Terbatas, Visimedia, Jakarta, 2009, hal.4.

44M.Yahya Harahap, Op.Cit, hal. 305, yang dikutip dari James D. Cox, Thomas Lee Hazen, Hedge O’Neal,

(45)

2. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tidak boleh mengambil keputusan yang bertentangan dengan kepentingan yang dilindungi oleh hukum, yaitu kepentingan stake holders, seperti pemegang saham minoritas, karyawan, kreditor, masyarakat sekitar dan lain sebagainya.

3. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tidak boleh mengambil keputusan yang merupakan kewenangan Direksi dan Dewan Komisaris, sejauh kedua organ perusahaan tersebut tidak menyalahgunakan kewenangannya.46

Kewenangan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Perseroan Terbatas sebagai kumpulan atau asosiasi modal, yang oleh UUPT diberi status sebagai badan hukum. Dengan demikian pada hakekatnya Perseroan Terbatas adalah wadah kerja sama dari pada pemilik modal atau pemegang saham yang terjelma dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Artinya bahwa Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebagai organ Perseroan Terbatas memiliki kekuasaan dan wewenang yang tertinggi yang tidak dimiliki atau diserahkan kepada organ perseroan lainnya dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas maupun Anggaran Dasar nya. Inilah yang dinamakan wewenang eksklusif (exclusive authorities) Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).47

Wewenang eksklusif Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang ditetapkan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas akan ada selama Undang-Undang Perseroan Terbatas belum dirubah. Sedangkan wewenang eksklusif dalam Anggaran Dasar yang disahkan atau disetujui

(46)

oleh Menteri Kehakiman dapat diubah melalui perubahan Anggaran Dasar sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas.48

Adapun wewenang Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang dinyatakan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dapat dilihat dalam Pasal-pasal yang mengatur tentang, yaitu :

1) Menyatakan menerima atau mengambil alih semua hak dan kewajiban yang timbul dari perbuatan hukum yang dilakukan pendiri atau kuasanya.49

2) Menyetujui perbuatan hukum atas nama Perseroan yang dilakukan semua anggota Direksi, semua anggota Dewan Komisaris bersama-sama pendiri dengan syarat semua pemegang saham hadir dalam RUPS, dan semua pemegang saham menyetujuinya dalam RUPS tersebut.50

3) Perubahan AD ditetapkan oleh RUPS.51

4) Memberi persetujuan atas pembelian kembali atau pengalihan lebih lanjut saham yang dikeluarkan Perseroan.52

5) Menyerahkan kewenangan kepada Dewan Komisaris guna menyetujui pelaksanaan keputusan RUPS atas pembelian kembali atau pengalihan lanjut saham yang dikeluarkan Perseroan.53

6) Menyetujui penambahan modal perseroan.54 7) Menyetujui pengurangan modal Perseroan.55

48Parasian Simanungkalit, Rapat Umum Pemegang Saham Kaitanya Dengan Tanggung Jawab Direksi

pada Perseroan Terbatas, Yayasan Wajar Hidup, Jakarta, 2006, hal.53.

49Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 50Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 51

Gambar

Tabel : Proses pembubaran Perseroan Terbatas melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Referensi

Dokumen terkait

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) adalah organ perseroan yang memiliki kedudukan tertinggi, oleh karenanya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) mempunyai wewenang yang

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan

1) Pemberitahuan ini merupakan pemberitahuan resmi dari Perseroan dan Perseroan tidak mengeluarkan surat pemberitahuan secara khusus kepada pemegang saham

Pemegang saham yang telah memberikan deklarasi kehadiran atau memberikan kuasa kepada penerima kuasa yang disediakan oleh Perseroan (Independent Representative) atau

Jadi pemegang saham dilarang atau tidak berhak memberikan kuasa kepada lebih dari satu orang untuk sebagian dari jumlah saham yang dimilikinya dengan tujuan untuk mengeluarkan

a) Adanya gugatan. c) Gugatan tersebut diajukan oleh pemegang saham dari perseroan. d) Pemegang saham mengajukan gugatan untuk dan atas nama perseroan. e) Pihak yang digugat

bagaimana proses pembuatan akta notaris dalam pelaksanaan rapat umum pemegang saham perseroan terbatas melalui telekonferensi.. M

Menurut Pasal 126 ayat (2) Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas, apabila pemegang saham minoritas yang tidak setuju tersebut tidak dapat menjual sahamnya kepada pihak