• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Badan Pengawas Dalam Pengawasan Koperasi Berdasarkan Undang-Undang No 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peran Badan Pengawas Dalam Pengawasan Koperasi Berdasarkan Undang-Undang No 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian."

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN BADAN PENGAWAS DALAM

PENGAWASAN KOPERASI BERDASARKAN

UNDANG-UNDANG NO 25 TAHUN 1992 TENTANG

PERKOPERASIAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH :

IBNU RAYYAN NIM : 050200111

DEPARTEMEN HUKUM PERDATA DAGANG

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PERAN BADAN PENGAWAS DALAM PENGAWASAN

KOPERASI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO 25

TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN

SKRIPSI

OLEH :

IBNU RAYYAN NIM : 050200111

Disetujui Oleh :

KETUA DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

Hasim Purba, SH.M.Hum NIP : 196603031985081001

Dosen Pembimbing I : Dosen Pembimbing II :

Prof.Dr.H.Tan Kamello, SH.MS Puspa Melati Hasibuan, SH.M.Hum NIP : 196204211988031004 NIP : 196801281994032001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

ABSTRAK

Ruang lingkup dan luas koperasi sebagai suatu kesatuan ekonomi akan semakin komplek sehingga rentang kendali antara manajemen dan pelaksanaannya semakin jauh. Untuk dapat mengendalikan aktivitas operasi koperasi, manajemen memerlukan suatu alat yang dapat mengendalikan aktivitas koperasi. Untuk mengetahui apakah pengendalian intern berjalan dengan baik maka manajemen perlu melakukan pemeriksaan intern secara terus menerus terhadap struktur pengendalian intern. Pemeriksaan intern dalam organisasi koperasi dikenal dengan Badan pengawas yang merupakan penilaian atas keefektifan dan kecukupan struktur pengendalian intern yang ada

Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah mengenai bagaimanakah peran pemerintah dalam pengawasan terhadap koperasi, bagaimanakah kedudukan badan pengawas dalam lembaga koperasi, dan bagaimanakah wewenang dan tanggung jawab badan pengawas dalam pengawasan koperasi

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Metode penelitian normatif disebut juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis didalam buku (law as it is written in the book), maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law it is decided by the judge through judicial process). Penelitian hukum normatif dalam penelitian ini didasarkan data sekunder dan menekankan pada langkah-langkah spekulatif-teoritis dan analisis normatif-kualitatif.

(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, pada saat ini masih diberikan-Nya kesempatan yang tidak terhingga untuk dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “ Peran Badan Pengawas Dalam Pengawasan Koperasi Berdasarkan Undang-Undang No 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian ”, sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum ( S1 ) di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Selama Skripsi ini berlangsung, banyak pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Oleh karena itu, maka penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH.M.Hum, Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH.M.Hum, selaku pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Sulung Hasibuan, SH.MH.DFM, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Muhammad Husni, SH.M.Hum, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. Hasim Purba, SH.M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan.

6. Bapak Ramli Siregar, SH.M.Hum, sebagai Dosen Pembimbing I yang telah banyak membantu memberikan arahan, bimbingan, masukan, dan nasehat bagi penulis.

7. Bapak Asmin Nasution, SH.M.Hum, sebagai Dosen Pembimbing II yang telah banyak membantu memberikan arahan, bimbingan, masukan, dan nasehat bagi penulis.

8. Seluruh Dosen/Staf Pengajar dan Pegawai Administrasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mencurahkan ilmunya dan membantu penulis selama perkuliahan.

9. Teristimewa kepada kedua orang Tuaku tercinta, kakak dan adik yang saya sayangi, selaku memberikan bantuannya baik secara moril maupun materil, mendukung dalam segala bidang untuk mendorong selesainya kuliah hingga skripsi ini.

(6)

kita dan kalian dapat menjadi pembesar negeri ini, saudara yang telah memberikan dukungannya kepada saya, saya ucapkan salam persaudaraan dan terima kasih yang sebesar-besranya.

11. Kepada kakanda-kakanda di Fakultas Hukum, dan semua senioren yang tidak bisa disebutkan satu per satu, saya ucapkan terima kasih yang tak terhingga atas bimbingannya selama ini.

12. Seluruh pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis memahami berbagai kelemahan dan kekurangan dalam skripsi ini, untuk itu diharapkan saran dan kritikan yang membangun. Demikianlah sebagai kata pengantar, mudah-mudahan bermanfaat menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi semua pihak, mohon maaf segala kekurangan, penulis ucapkan terima kasih.

Medan, Agustus 2011 Penulis

IBNU RAYYAN

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 5

D. Keaslian Penulisan ... 6

E. Tinjauan Kepustakaan ... 6

F. Metode Penelitian ... 14

G. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP KOPERASI SECARA TEORITIS ... A. Sejarah, Pengertian, Asas dan Landasan Hukum Koperasi ... 18

B. Proses Pembentukan Koperasi ... 26

C. Keanggotaan dan Kepengurusan Koperasi ... 30

D. Pembubaran Koperasi ... 33

BAB III PEMBINAAN DAN PENGAWASAN KOPERASI ... 35

A. Pembinaan Koperasi ... 35

B. Pengawasan Koperasi ... 40

(8)

D. Peran pemerintah dalam Pembinaan dan Pengawasan

Koperasi ... 46

BAB IV PERAN BADAN PENGAWAS KOPERASI DALAM PENGAWASAN KOPERASI ... 52

A. Tujuan dan Ruang Lingkup Badan Pengawas dalam Koperasi ... 52

B. Wewenang dan Tanggung Jawab Badan Pengawas dalam Koperasi ... 54

C. Program Badan Pengawas dalam Pengawasan Koperasi ... 55

D. Laporan dan Tindak Lanjut Badan Pengawas dalam Pengawasan Koperasi ... 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

A. Kesimpulan ... 60

B. Saran ... 61

(9)

ABSTRAK

Ruang lingkup dan luas koperasi sebagai suatu kesatuan ekonomi akan semakin komplek sehingga rentang kendali antara manajemen dan pelaksanaannya semakin jauh. Untuk dapat mengendalikan aktivitas operasi koperasi, manajemen memerlukan suatu alat yang dapat mengendalikan aktivitas koperasi. Untuk mengetahui apakah pengendalian intern berjalan dengan baik maka manajemen perlu melakukan pemeriksaan intern secara terus menerus terhadap struktur pengendalian intern. Pemeriksaan intern dalam organisasi koperasi dikenal dengan Badan pengawas yang merupakan penilaian atas keefektifan dan kecukupan struktur pengendalian intern yang ada

Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah mengenai bagaimanakah peran pemerintah dalam pengawasan terhadap koperasi, bagaimanakah kedudukan badan pengawas dalam lembaga koperasi, dan bagaimanakah wewenang dan tanggung jawab badan pengawas dalam pengawasan koperasi

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Metode penelitian normatif disebut juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis didalam buku (law as it is written in the book), maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law it is decided by the judge through judicial process). Penelitian hukum normatif dalam penelitian ini didasarkan data sekunder dan menekankan pada langkah-langkah spekulatif-teoritis dan analisis normatif-kualitatif.

(10)
(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Koperasi adalah organisasi ekonomi yang memiliki ciri-ciri yang berbeda

dengan organisasi ekonomi lain. Perbedaan ini terletak pada sistem nilai etis

yang melandasi kehidupannya dan terjabar dalam prinsip-prinsipnya yang

kemudian berfungsi sebagai norma-norma etis yang mempolakan tata laku

koperasi sebagai ekonomi.1 Ciri utama koperasi adalah kerjasama anggota

dengan tujuan untuk mencapai kesejahteraan hidup bersama.

Terdapat bermacam-macam definisi koperasi dan jika diteliti secara

seksama, maka tampak bahwa definisi itu berkembang sejalan dengan

perkembangan jaman. Defenisi awal pada umumnya menekankan bahwa

koperasi itu merupakan wadah bagi golongan ekonomi lemah, seperti defenisi

yang diberikan Fray, yang menyatakan bahwa koperasi adalah:

Suatu perserikatan dengan persetujuan berusaha bersama yang terdiri atas mereka yang lemah dan diusahakan selalu dengan semangat tidak memikirkan diri sendiri sedemikian rupa, sehingga masing-masing sanggup menjalankan kewajibannya sebagai anggota dan mendapat imbalan sebanding dengan pemanfaatan mereka terhadap organisasi.2

Salah satu faktor penting untuk mewujudkan kinerja koperasi yang baik

adalah adanya peran Pemerintah dalam bentuk peraturan perundang-undangan

1

Fray dalam Asnawi Hasan, Koperasi dalam Pandangan Islam, Suatu Tinjauan dari Segi Falsafah Etik, dalam Membangun Sistem Ekonomi Nasional, Sistem Ekonomi dan Demokrasi Ekonomi, Sri Edi Swasono (ed), (Jakarta: UI Press, 1987), hal. 158

2

(12)

yang diatur dan dikeluarkan sedemikian rupa hingga sistem dapat berjalan

dengan baik. Beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang

koperasi adalah sebagai berikut:

1. Peraturan Pemerintah (PP) No.9 tahun 95 tentang Pengembangan Usaha

Kecil Menengah dan Koperasi

2. Peraturan Pemerintah (PP) No.4 tahun 1994 tentang Kelembagaan

3. Instruksi Presiden (Inpres) No.18 Tahun 1998, tentang Pengembangan

Kelembagaan Koperasi

4. Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Koperasi.

Umumnya koperasi dikendalikan secara bersama oleh seluruh

anggotanya, di mana setiap anggota memiliki hak suara yang sama dalam setiap

keputusan yang diambil koperasi. Pembagian keuntungan koperasi (biasa disebut

Sisa Hasil Usaha atau SHU) biasanya dihitung berdasarkan andil anggota

tersebut dalam koperasi, misalnya dengan melakukan pembagian dividen

berdasarkan besar pembelian atau penjualan yang dilakukan oleh si anggota.

Sebagai suatu perusahaan, koperasi harus menjalankan sesuatu usaha

yang mendatangkan keuntungan ekonomis, meskipun koperasi bukan

merupakan bentuk akumulasi modal. Untuk mencapai tujuan mendatangkan

keuntungan ekonomis tersebut, maka koperasi harus menjalankan usahanya

(13)

ketiga, dan memperhitungkan rugi laba serta mencatat semua kegiatan usahanya

tersebut ke dalam suatu pembukuan.3

Pengelolaan koperasi harus dilaksanakan secara produktif, efektif dan

efisien. Dalam arti koperasi harus memiliki kemampuan dalam mewujudkan

pelayanan usaha, yang dapat meningkatkan nilai tambah dan manfaat yang

sebesar-besarnya pada anggota, dengan tetap mempertimbangkan untuk

memperoleh sisa hasil usaha yang wajar. Untuk mencapai kemampuan usaha

seperti itu, maka koperasi harus dapat berusaha secar luwes, baik yang

menyangkut industri/produk hulu dan/ atau hilir tersebut. Ini berarti koperasi

mempunyai kesempatan dan peluang yang sama dengan pelaku ekonomi lainnya

dalam melakukan kegiatan usahanya.

Koperasi sebagai suatu badan usaha haruslah bekerja dengan prinsip dan

hukum ekonomi perusahaan, menjalankan asas bussiness efficiency, yaitu

mengupayakan keuntungan finansial untuk menghidupi dirinya.4 Koperasi harus

pula menjalankan asas efisiensi ekonomi (melaksanakan alokasi sumber daya)

sebaik mungkin guna menunjang program kesejahteraan anggota dan

pembangunan ekonomi untuk golongan ekonomi lemah pada umumnya. Dengan

koperasi bekerja efisien baik secara ekonomis maupun bisnis, koperasi akan

dapat melayani kepentingan anggotanya, sekaligus koperasi dapat melayani

masyarakat sekitar dengan baik. Sehingga pada akhirnya koperasi akan sangat

3

R.T. Sutantya Rahardja Hadhikusuma, Hukum Koperasi Indonesia, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005), hal. 101.

4

(14)

menunjang peningkatan kesejahteraan ekonomi golongan ekonomi lemah di

suatu daerah (pedesaan) pada khususnya dan suatu wilayah perekonomian

daerah (pedesaan) pada umumnya. Koperasi dan para pelakunya (pengurus,

manajer/ pengelola, dan anggotanya) harus mampu bekerja secara efisien, untuk

dapat bersaing dengan pelaku ekonomi lainnya (Badan Usaha Milik Swasta dan

Badan Usaha Milik Negara) dalam menjalankan kegiatan usaha di segala bidang

kehidupan ekonomi, sehingga mampu untuk meningkatkan kesejahteraan

anggotanya.

Ruang lingkup dan luas koperasi sebagai suatu kesatuan ekonomi akan

semakin komplek sehingga rentang kendali antara manajemen dan

pelaksanaannya semakin jauh. Untuk dapat mengendalikan aktivitas operasi

koperasi, manajemen memerlukan suatu alat yang dapat mengendalikan aktivitas

koperasi. Jika kebijaksanaan yang diterapkan koperasi tidak ketat, maka

kemungkinan terjadinya penyelewengan akan semakin besar, kondisi ini akan

menimbulkan resiko yang sangat besar pula. Untuk itu manajemen dituntut

untuk dapat menciptakan suatu struktur pengendalian intern.

Struktur pengendalian intern yang memuaskan akan sangat diperlukan

dalam membantu manajemen dalam pengawasan kegiatan bawahannya sesuai

dengan tanggung jawab dan wewenang yang dilimpahkan kepadanya. Untuk

mengetahui apakah pengendalian intern berjalan dengan baik maka manajemen

perlu melakukan pemeriksaan intern secara terus menerus terhadap struktur

pengendalian intern. Pemeriksaan intern dalam organisasi koperasi dikenal

(15)

kecukupan struktur pengendalian intern yang ada, meliputi cara-cara

pengamanan harta milik koperasi dari kemungkinan terjadinya penyelewengan,

kecurangan serta hal lain yang merugikan koperasi dan jika terjadi tindakan atau

kegiatan diluar batas wewenang dan tujuan yang dilimpahkan, dengan adanya

badan pengawas yang baik dapat segera diketahui dan dilakukan tindakan

pengamanan.

Berdasarkan uraian di atas, penulis melakukan penelitian mengenai

“Peran Badan Pengawas dalam Pengawasan Koperasi Berdasarkan

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian”.

B. Permasalahan

Berdasarkan hal tersebut di atas maka identifikasi masalah adalah

sebagai berikut:

1. Bagaimanakah tujuan dan ruang lingkup badan pengawas dalam

koperasi?

2. Bagaimanakah wewenang dan tanggung jawab dalam koperasi?

3. Bagaimanakah program badan pengawas dalam pengawasan koperasi?

4. Bagaimanakah laporan dan tindak lanjut badan pengawas dalam

pengawasan kopereasi?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Untuk mengetahui tujuan dan ruang lingkup badan pengawas dalam

(16)

2. Untuk mengetahui wewenang dan tanggung jawab dalam koperasi

3. Untuk mengetahui program badan pengawas dalam pengawasan

koperasi

4. Untuk mengetahui laporan dan tindak lanjut badan pengawas dalam

pengawasan kopereasi

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian

mengenai “Peran Badan Pengawas dalam Pengawasan Koperasi

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang

Perkoperasian” belum pernah dibahas oleh mahasiswa lain di Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini asli disusun oleh penulis sendiri dan

bukan plagiat atau diambil dari skripsi lain. Semua ini merupakan implikasi etis

dari proses menemukan kebenaran ilmiah, sehingga penelitian ini dapat

dipertanggung-jawabkan kebenarannya secara ilmiah. Apabila ternyata ada

skripsi yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian dan Prinsip Koperasi

Koperasi merupakan bagian dari tata susunan ekonomi, hal ini berarti

bahwa dalam kegiatannya Koperasi turut mengambil bagian bagi tercapainya

kehidupan ekonomi yang sejahtera, baik bagi orang-orang yang menjadi anggota

(17)

sebagai perkumpulan untuk kesejahteraan bersama, melakukan usaha dan

kegiatan di bidang pemenuhan kebutuhan bersama dari para anggotannya.

Koperasi mempunyai peranan yang cukup besar dalam menyusun usaha

bersama dari orang-orang yang mempunyai kemampuan ekonomi terbatas.

Dalam rangka usaha untuk memajukan kedudukan rakyat yang memiliki

kemampuan ekonomi terbatas tersebut, maka Pemerintah Indonesia

memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan perkumpulan-perkumpulan

Koperasi.

Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia memberikan landasan

bagi penyusunan dan pengelolaan ekonomi nasional dalam rangka memberikan

kesejahteraan kepada rakyat banyak dengan asas demokrasi ekonomi. Hal ini

ditegaskan dalam Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 bahwa Perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas

asas kekeluargaan. Dalam arti yang lebih luas, dirumuskan pada ayat 4 Pasal

tersebut di atas, bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan

atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efesiensi berkeadilan,

berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga

keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Koperasi yang sering

disebut sebagai sokoguru ekonomi kerakyatan ini, batasannya dirumuskan dalam

Undang-Undang Perkoperasian No. 25 tahun 1992 Pasal 1 angka 1 sebagai

berikut:

Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau

(18)

ekonomi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas

kekeluargaan.

Dari Pasal ini dapat dipastikan bahwa:

a. Koperasi adalah badan usaha bukan Ormas;

b. Pendiri/ pemiliknya adalah orang-orang (perorangan/ individu) atau

badan hukum Koperasi;

c. Bekerja berdasarkan prinsip-prinsip Koperasi dan asas kekeluargaan;

d. Sebagai gerakan ekonomi rakyat.

Menurut pendapat Fauguet dalam Pandji Anoraga menegaskan adanya 4

prinsip yang setidak-tidaknya harus dipenuhi oleh setiap badan yang menamakan

dirinya Koperasi. Prinsip-prinsip itu adalah:5

a. Adanya ketentuan tentang perbandingan yang berimbang di dalam hasil

yang diperoleh atas pemanfaatan jasa-jasa oleh setiap pemakai dalam

Koperasi.

Bersumber dari ketentuan ini timbul ketentuan-ketentuan tentang

pembagian atas sisa hasil usaha, kewajiban penyertaan uang simpanan

untuk partisipasi dalam pembiayaan Koperasi, kewajiban ikut serta

bertanggung jawab atas kemungkinan kerugian yang terjadi pada

Koperasi, atau ikut sertya dalam pembentukan cadangan perorangan atau

cadangan bersama dalam Koperasi; Adanya ketentuan atau peraturan

tentang persamaan hak antara para anggota; Adanya pengaturan tentang

keanggotaan organisasi yang berdasarkan kesukarelaan;

5

(19)

b. Adanya ketentuan atau peraturan tentang partisipasi dari pihak anggota

dalam ketatalaksanaan dan usaha Koperasi

c. Selanjutnya menurut Fauguet dalam Pandji Anoraga, prinsip pertama dan

kedua mutlak berlaku dalam Koperasi. Hal ini berarti bahwa dalam setiap

organisasi atau perkumpulan yang menamakan dirinya sebagai Koperasi,

kedua prinsip tersebut harus ada. Sedangkan prinsip ketiga dan keempat,

jika perlu dapat ditiadakan, dalam arti bahwa prinsip itu dapat diterapkan

atau diangkat sebagai ketentuan Koperasi jika keadaan dan kehendak

anggota demikian adanya.

Selanjutnya menurut Fauguet dalam Pandji Anoraga, prinsip pertama dan

kedua mutlak berlaku dalam Koperasi. Hal ini berarti bahwa dalam setiap

organisasi atau perkumpulan yang menamakan dirinya sebagai Koperasi, kedua

prinsip tersebut harus ada. Sedangkan prinsip ketiga dan keempat, jika perlu

dapat ditiadakan, dalam arti bahwa prinsip itu dapat diterapkan atau diangkat

sebagai ketentuan Koperasi jika keadaan dan kehendak anggota demikian

adanya.6

Sebagai badan usaha berbadan hukum dan melakukan kegiatan

berdasarkan prinsip ekonomi, sesungguhnya koperasi adalah suatu kegiatan

usaha karena prinsip ekonomi itu sendiri merupakan filosofi yang tidak dapat

dilepaskan dari tujuan mencari keuntungan. Hal lainnya yang menunjukkan ciri

koperasi sebagai suatu perkumpulan adalah status keanggotaan dan hak suara.

Tentang keanggotaan koperasi, Pasal 19 ayat 3 Undang-Undang Perkoperasian

6

(20)

No. 25 tahun 1992 menyatakan bahwa Keanggotaan koperasi tidak dapat

dipindahtangankan. Hal ini berbeda dengan Perseroan Terbatas khususnya

Perseroan Terbatas yang telah go public dimana para pemegang saham dapat

memperjual-belikan sahamnya sewaktuwaktu.

Terlepas dari pengertian tersebut, sebagai kumpulan orang-orang dalam

suatu organisasi dengan kegiatan dan tujuan tertentu, koperasi adalah perikatan

antara 20 (dua puluh) orang atau lebih yang akan menimbulkan

hubungan-hubungan hukum diantara para pihak yang tergabung dalam koperasi tersebut.

Semakin banyak jumlah anggota dan semakin tinggi tingkat aktivitas suatu

koperasi, akan menimbulkan hubungan-hubungan hukum yang semakin

beragam. Salah satu konsekwensi dari suatu hubungan hukum adalah adanya

potensi perselisihan diantara para pihak sebagai subjek hukum yang dapat

muncul baik dalam aktivitas sehari-hari maupun pada rapat-rapat para pendiri,

pengawas, pengurus, manajer atau rapat anggota. Dengan demikian maka setiap

koperasi membutuhkan pengaturan hubungan-hubungan hukum antara satu

dengan lainnya7

Salah satu badan usaha yang berstatus badan hukum (rechts persoon),

maka keberadaan koperasi diakui seperti manusia/orang (person) atau subyek

hukum yang memiliki kecakapan bertindak, memiliki wewenang untuk

mempunyai dan mencari harta kekayaan, serta dapat melakukan

perbuatan-perbuatan hukum seperti membuat perjanjian-perjanjian, menggugat dan digugat

di muka pengadilan, dan sebagainya. Sebagai subyek hukum, koperasi adalah

7

(21)

merupakan subyek hukum yang keberadaanya berdasar atas bentukan/rekayasa

dari manusia/orang (person). Oleh karena koperasi merupakan subyek hukum,

maka untuk melaksanakan kegiatan usahanya atau untuk mengelola jalannya

koperasi perlu kehadiran subyek hukum manusia atau orang (person)

2. Anggota Koperasi

Sesuai UU 25/1992 tentang Perkoperasian, hak dan kewajiban anggota

koperasi diatur dalam Bab V Keanggotaan, yaitu:

Pasal 17

(1) Anggota Koperasi adalah pemilik dan sekaligus pengguna jasa Koperasi.

(2) Keanggotaan Koperasi dicatat dalam buku daftar anggota.

Pasal 18

(1) Yang dapat menjadi anggota Koperasi ialah setiap warga negara Indonesia yang mampu melakukan tindakan hukum atau Koperasi yang memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar.

(2) Koperasi dapat memiliki anggota luar biasa yang persyaratan, hak, dan kewajiban keanggotaannya ditetapkan dalam Anggaran Dasar.

Pasal 19

(1) Keanggotaan Koperasi didasarkan pada kesamaan kepentingan ekonomi dalam lingkup usaha Koperasi.

(2) Keanggotaan Koperasi dapat diperoleh atau diakhiri setelah syarat sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar dipenuhi.

(3) Keanggotaan Koperasi tidak dapat dipindahtangankan.

(4) Setiap anggota mempunyai kewajiban dan hak yang sama terhadap Koperasi sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar.

Pasal 20

(1) Setiap anggota mempunyai kewajiban:

a. mematuhi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta keputusan yang telah disepakati dalam Rapat Anggota;

(22)

c. mengembangkan dan memelihara kebersamaan berdasar atas asas kekeluargaan.

(2) Setiap anggota mempunyai hak:

a. menghadiri, menyatakan pendapat, dan memberikan suara dalam Rapat Anggota;

b. memilih dan/atau dipilih menjadi anggota Pengurus atau Pengawas;

c. meminta diadakan Rapat Anggota menurut ketentuan dalam Anggaran Dasar;

d. mengemukakan pendapat atau saran kepada Pengurus di luar Rapat Anggota baik diminta maupun tidak diminta;

e. memanfaatkan Koperasi dan mendapat pelayanan yang sama antara sesama anggota;

f. mendapatkan keterangan mengenai perkembangan Koperasi menurut ketentuan dalam Anggaran Dasar.

3. Pengawasan

Pengawasan merupakan mendeterminasi apa yang telah dilaksanakan

maksudnya mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu menetapkan

tindakan-tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana-rencana.8

Menurut Stoner dan Wankel, “Pengawasan berarti para manajer

berusaha untuk meyakinkan bahwa organisasi bergerak dalam arah atau jalur

tujuan. Apabila salah satu bagian dalam organisasi menuju arah yang salah,

para manajer berusaha untuk mencari sebabnya dan kemudian mengarahkan

kembali ke jalur tujuan yang benar “.9

Sementara itu menurut McFarland, “Control is the process by which an

executive gets the performance of his subordinates to correspond as closely as

possible to chosen plans, orders, objectives, or policies “. (Pengawasan ialah

suatu proses dimana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil pelaksanaan

8

M. Manullang, Dasar-Dasar Manajemen, (Yogyakarta :Ghalia, 2000), hal. 128.

9

(23)

pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya sesuai dengan rencana, perintah,

tujuan, atau kebijaksanaan yang telah ditentukan).10

Selanjutnya Smith menyatakan bahwa: “Controlling“ sering

diterjemahkan pula dengan pengendalian, termasuk di dalamnya pengertian

rencana-rencana dan norma-norma yang mendasarkan pada maksud dan tujuan

manajerial, dimana norma-norma ini dapat berupa kuota, target maupun

pedoman pengukuran hasil kerja nyata terhadap yang ditetapkan. Pengawasan

merupakan kegiatankegiatan dimana suatu sistem terselenggarakan dalam

kerangka norma-norma yang ditetapkan atau dalam keadaan keseimbangan

bahwa pengawasan memberikan gambaran mengenai hal-hal yang dapat

diterima, dipercaya atau mungkin dipaksakan, dan batas pengawasan (control

limit) merupakan tingkat nilai atas atau bawah suatu sistem dapat menerima

sebagai batas toleransi dan tetap memberikan hasil yang cukup memuaskan.11

Dalam manajemen, pengawasan (controlling) merupakan suatu kegiatan

untuk mencocokkan apakah kegiatan operasional (actuating) di lapangan sesuai

dengan rencana (planning) yang telah ditetapkan dalam mencapai tujuan (goal)

dari organisasi. Dengan demikian yang menjadi obyek dari kegiatan

pengawasan adalah mengenai kesalahan, penyimpangan, cacat dan hal-hal yang

bersifat negatif seperti adanya kecurangan, pelanggaran dan korupsi.

Berdasarkan hal tersebut di atas, secara umum dapat diartikan bahwa

pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan tindakan-tindakan korektif

10

McFarland dalam S. Handayaningrat, Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen, (Jakarta: CV. Haji Masagung, 1994), hal. 143.

11

(24)

sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana-rencana. Pengawasan dapat

dianggap sebagai aktifitas untuk menemukan, mengoreksi

penyimpanan-penyimpanan penting dari aktivitas-aktivitas yang direncanakan. Adalah wajar

apabila terdapat adanya kekeliruan tertentu, kegagalan-kegagalan dan

petunjuk-petunjuk yang tidak efektif sehingga terjadi penyimpangan yang tidak

diinginkan dari pada tujuan yang ingin dicapai. Maka oleh karenanya fungsi

pengawasan perlu dilakukan.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode

penelitian hukum normatif. Metode penelitian hukum normatif disebut juga

sebagai penelitian hukum doktrinal. Pada penelitian hukum jenis ini, hukum

dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan

(law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang

merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas. Penelitian

hukum normatif ini sepenuhnya menggunakan data sekunder.12

2. Jenis Data dan Sumber Data

Data yang dipergunakan dalam skripsi ini adalah data sekunder. Data

sekunder adalah mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil

penelitian yang berwujud laporan dan sebagainya.13

12

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2006), hal. 118.

13

(25)

Data sekunder diperoleh dari :

a. Bahan Hukum Primer

Yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak

yang berwenang. Dalam tulisan ini di antaranya Undang-undang Dasar

1945, Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Koperasi, dan

peraturan lain yang terkait.

b. Bahan Hukum Sekunder

Yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum

primer, seperti dokumen-dokumen yang merupakan informasi dan

artikel-artikel yang berkaitan dengan peranan pemerintah terhadap

pembinaan serta pengawasan koperasi dikaitkan dengan aspek hukum

administrasi daerah, hasil penelitian, pendapat pakar hukum serta

beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan persoalan di atas.

c. Bahan Hukum Tersier

Yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap

bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti: kamus,

ensiklopedia dan lain-lain.

3. Metode pengumpulan data

Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan

(Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan

pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang

digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku baik

(26)

objek penelitian, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan

perundang-undangan.

Tahap-tahap pengumpulan data melalui studi pustaka adalah sebagai

berikut:

a. melakukan inventarisasi hukum positif dan bahan-bahan hukum

lainnya yang relevan dengan objek penelitian.

b. melakukan penelusuran kepustakaan melalui, artikel- artikel media

cetak maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah dan peraturan

perundang-undangan.

c. mengelompokan data-data yang relevan dengan permasalahan.

d. menganalisa data-data yang relevan tersebut untuk menyelesaikan

masalah yang menjadi objek penelitian.

4. Analisa data

Data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisa

dengan menggunakan metode deduktif dan induktif. Metode deduktif dilakukan

dengan membaca, menafsirkan dan membandingkan, sedangkan metode induktif

dilakukan dengan menerjemahkan berbagai sumber yang berhubungan dengan

topik skripsi ini, sehingga diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan

penelitian yang telah dirumuskan.

G. Sistematika Penulisan

BAB I : Bab ini merupakan bab pendahuluan yang isinya antara

(27)

dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan

Kepustakaan, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan.

BAB II : Bab ini akan dibahas tentang tinjauan umum terhadap koperasi

secara teoritis, yang isinya memuat antara lain tentang sejarah,

pengertian, asas dan landasan hukum koperasi, proses

pembentukan koperasi, keanggotaan dan kepengurusan koperasi,

dan pembubaran koperasi

BAB III : Bab ini akan membahas tentang pembinaan dan pengawasan

koperasi, yang isinya antara lain memuat pembinaan koperasi,

pengawasan koperasi, pembinaan dan pengawasan independen

dalam koperasi, peran pemerintah dalam pembinaan dan

pengawasan koperasi.

BAB IV : Bab ini akan membahas tentang peran badan pengawas

koperasi dalam pengawasan koperasi, yang memuat tentang

tujuan dan ruang lingkup badan pengawas dalam koperasi,

wewenang dan tanggung jawab badan pengawas dalam koperasi,

program badan pengawas dalam pengawasan koperasi, laporan

dan tindak lanjut badan pengawas dalam pengawasan koperasi

BAB V : Bab ini merupakan bab terakhir, yaitu sebagai bab kesimpulan

dan saran yang berisi kesimpulan dan saran mengenai

(28)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP KOPERASI SECARA TEORITIS

A. Sejarah, Pengertian, Asas dan Landasan Hukum Koperasi

1. Sejarah koperasi

Pertumbuhan koperasi di Indonesia dimulai sejak tahun 1896 yang

selanjutnya berkembang dari waktu ke waktu sampai sekarang. Perkembangan

koperasi di Indonesia mengalami pasang naik dan turun dengan titik berat

lingkup kegiatan usaha secara menyeluruh yang berbeda-beda dari waktu ke

waktu sesuai dengan iklim lingkungannya.14

Apabila pertumbuhan koperasi yang pertama di Indonesia menekankan

pada kegiatan simpan-pinjam15 maka selanjutnya tumbuh pula koperasi yang

menekankan pada kegiatan penyediaan barang-barang konsumsi dan dan

kemudian koperasi yang menekankan pada kegiatan penyediaan barang-barang

untuk keperluan produksi. Perkembangan koperasi dari berbagai jenis kegiatan

usaha tersebut selanjutnya ada kecenderungan menuju kepada suatu bentuk

koperasi yang memiliki beberapa jenis kegiatan usaha. Koperasi serba usaha ini

mengambil langkah-langkah kegiatan usaha yang paling mudah mereka kerjakan

terlebih dulu, seperti kegiatan penyediaan barang-barang keperluan produksi

14

Ahmed, Riazuddin, Cooperative Movement in South East Asia Obstacles to Development. Dalam Dr. Mauritz Bonow (Ed). The Role of Cooperatives in Social and Economic Development. London: International Cooperative Alliance, 1964), hal. 57.

15

(29)

bersama-sama dengan kegiatan simpan-pinjam ataupun kegiatan penyediaan

barang-barang keperluan konsumsi bersama-sama dengan kegiatan

simpan-pinjam dan sebagainya.16

Pertumbuhan koperasi di Indonesia dipelopori oleh R. Aria Wiriatmadja

patih di Purwokerto (1896), mendirikan koperasi yang bergerak dibidang

simpanpinjam. Untuk memodali koperasi simpan-pinjam tersebut di samping

banyak menggunakan uangnya sendiri, beliau juga menggunakan kas mesjid

yang dipegangnya.17 Setelah beliau mengetahui bahwa hal tersebut tidak boleh,

maka uang kas mesjid telah dikembalikan secara utuh pada posisi yang

sebenarnya.

Kegiatan R Aria Wiriatmadja dikembangkan lebih lanjut oleh De Wolf

Van Westerrode asisten Residen Wilayah Purwokerto di Banyumas. Ketika ia

cuti ke Eropa dipelajarinya cara kerja wolksbank secara Raiffeisen (koperasi

simpan-pinjam untuk kaum tani) dan Schulze-Delitzsch (koperasi simpan-pinjam

untuk kaum buruh di kota) di Jerman. Setelah ia kembali dari cuti melailah ia

mengembangkan koperasi simpan-pinjam sebagaimana telah dirintis oleh R.

Aria Wiriatmadja. Dalam hubungan ini kegiatan simpanpinjam yang dapat

berkembang ialah model koperasi simpan-pinjam lumbung dan modal untuk itu

diambil dari zakat.

Selanjutnya Boedi Oetomo yang didirikan pada tahun 1908

menganjurkan berdirinya koperasi untuk keperluan rumah tangga. Demikian

16

Masngudi. Peranan Koperasi Sebagai Lembaga Pengantar Keuangan. Tidak diterbitkan. Disertasi Doktor pada Universitas Gajah Mada Yogyakarta, 1989, hal. 1-2.

17

(30)

pula Sarikat Islam yang didirikan tahun 1911 juga mengembangkan koperasi

yang bergerak di bidang keperluan sehari-hari dengan cara membuka tokotoko

koperasi. Perkembangan yang pesat dibidang perkoperasian di Indonesia yang

menyatu dengan kekuatan social dan politik menimbulkan kecurigaan

Pemerintah Hindia Belanda. Oleh karenanya Pemerintah Hindia Belanda ingin

mengaturnya tetapi dalam kenyataan lebih cenderung menjadi suatu penghalang

atau penghambat perkembangan koperasi. Dalam hubungan ini pada tahun 1915

diterbitkan Ketetapan Raja No. 431 yang berisi antara lain:

a. Akte pendirian koperasi dibuat secara

notariil;

b. Akte pendirian harus dibuat dalam

Bahasa Belanda;

c. Harus mendapat ijin dari Gubernur

Jenderal; dan di samping itu diperlukan biaya meterai f 50.

Pada akhir Rajab 1336H atau 1918 K.H. Hasyim Asy’ari Tebuireng

Jombang mendirikan koperasi yang dinamakan “Syirkatul Inan” atau disingkat

(SKN) yang beranggotakan 45 orang. Ketua dan sekaligus sebagai manager

adalah K.H. Hasyim Asy ‘ari. Sekretaris I dan II adalah K.H. Bishri dan Haji

Manshur. Sedangkan bendahara Syeikh Abdul WAhab Tambakberas di mana

branndkas dilengkapi dengan 5 macam kunci yang dipegang oleh 5 anggota.

Mereka bertekad, dengan kelahiran koperasi ini unntuk dijadikan periode

“nahdlatuttijar”. Proses permohonan badan hukum direncanakan akan diajukan

(31)

Berbagai ketentuan dan persyaratan sebagaimana dalam ketetapan Raja

no 431/1915 tersebut dirasakan sangat memberatkan persyaratan berdiriya

koperasi. Dengan demikian praktis peraturan tersebut dapat dipandang sebagai

suatu penghalang bagi pertumbuhan koperasi di Indonesia, yang mengundang

berbagai reaksi. Oleh karenanya maka pada tahun 1920 dibentuk suatu ‘Komisi

Koperasi’ yang dipimpin oleh DR. J.H. Boeke yang diberi tugas neneliti sampai

sejauh mana keperluan penduduk Bumi Putera untuk berkoperasi.

Hasil dari penelitian menyatakan tentang perlunya penduduk Bumi

putera berkoperasi dan untuk mendorong keperluan rakyat yang bersangkutan.

Selanjutnya didirikanlah Bank Rakyat (Volkscredit Wezen). Berkaitan dengan

masalah Peraturan Perkoperasian, maka pada tahun 1927 di Surabaya didirikan

“Indonsische Studieclub” Oleh dokter Soetomo yang juga pendiri Boedi

Oetomo, dan melalui organisasi tersebut beliau menganjurkan berdirinya

koperasi. Kegiatan serupa juga dilakukan oleh Partai Nasional Indonesia di

bawah pimpimnan Ir. Soekarno, di mana pada tahun 1929 menyelenggarakan

kongres koperasi di Betawi. Keputusan kongres koperasi tersebt menyatakan

bahwa untuk meningkatkan kemakmuran penduduk Bumi Putera harus didirikan

berbagai macam koperasi di seluruh Pulau Jawa khususnya dan di Indonesia

pada umumnya.

Untuk menggiatkan pertumbuhan koperasi, pada akhir tahun 1930

didirikan Jawatan Koperasi dengan tugas:18

a. memberikan penerangan kepada pengusaha-pengusaha Indonesia

18

(32)

mengenai seluk beluk perdagangan;

b. dalam rangka peraturan koerasi No. 91, melakukan pengawasan dan

pemeriksaan terhadap koperasi-koperasi, serta memberikan

penerangannya;

c. memberikan keterangan-keterangan tentang perdagangan pengangkutan,

cara-cara pengangkutan, dan hal ihwal lainnya yang menyangkut

perusahaan-perusahaan

d. penerapan tentang organisasi perusahaan

e. menyiapkan tindakan-tindakan hukum bagi pengusaha Indonesia

Selanjutnya pada tahun 1933 diterbitkan Peraturan Perkoperasian dalam

berntuk Gouvernmentsbesluit No. 21 yang termuat di dalam Staatsblad no.

108/1933 yang menggantikan Koninklijke Besluit no. 431 tahun 1915. Peraturan

Perkoperasian 1933 ini diperuntukkan bagi orang-orang Eropa dan golongan

Timur Asing. Dengan demikian di Indonesia pada waktu itu berlaku 2 Peraturan

Perkopersian, yakni Peraturan Perkoperasian tahun 1927 yang diperuntukan bagi

golongan Bumi Putera dan Peraturan Perkoperasian tahun 1933 yang berlaku

bagi golongan Eropa dan Timur Asing.

Kongres Muhamadiyah pada tahun 1935 dan 1938 memutuskan tekadnya

untuk mengembangkan koperasi di seluruh wilayah Indonesia, terutama di

lingkungan warganya. Diharapkan para warga Muhammadiyah dapat

memelopori dan bersama-sama anggota masyarakat yang lain untuk mendirikan

dan mengembangkan koperasi. Berbagai koperasi dibidang produksi mulai

(33)

Zarkasi, H. Samanhudi dan K.H. Idris.

Perkembangan koperasi semenjak berdirinya Jawatan Koperasi tahun

1930 menunjukkan suatu tingkat perkembangan yang terus meningkat. Jikalau

pada tahun 1930 jumlah koperasi 39 buah, maka pada tahun 1939 jumlahnya

menjadi 574 buah dengan jumlah anggota pada tahun 1930 sebanyak 7.848

orang kemudian berkembang menjadi 52.555 orang. Sedang kegiatannya dari

574 koperasi tersebut diantaranya 423 kopersi (=77%) adalah koperasi yang

bergerak dibidang simpan-pinjam, sedangkan selebihnya adalah kopersi jenis

konsumsi ataupun produksi. Dari 423 koperasi simpan-pinjam tersebut

diantaranya 19 buah adalah koperasi lumbung.19

Pada masa pendudukan bala tentara Jepang istilah koperasi lebih dikenal

menjadi istilah “Kumiai”. Pemerintahan bala tentara Jepang di di Indonesia

menetapkan bahwa semua Badan-badan Pemerintahan dan kekuasaan hukum

serta Undang-undang dari Pemerintah yang terdahulu tetap diakui sementara

waktu, asal saja tidak bertentangandengan Peraturan Pemerintah Militer.

Berdasarkan atas ketentuan tersebut, maka Peraturan Perkoperasian tahun 1927

masih tetap berlaku. Akan tetapi berdasarkan Undang-undang No. 23 dari

Pemerintahan bala tentara Jepang di Indonesia mengatur tentang pendirian

perkumpulan dan penmyelenggaraan persidangan. Sebagai akibat daripada

peraturan tersebut, maka jikalau masyarat ingin mendirikan suatu perkumpulan

koperasi harus mendapat izin Residen (Shuchokan).

19

(34)

Perkembangan Pemerintahan pendudukan bala tentara Jepang

dikarenakan masalah ekonomi yang semakin sulit memerlukan peran “Kumiai”

(koperasi). Pemerintah pada waktu itu melalui kebijaksanaan dari atas

menganjurkan berdirinya “Kumiai” di desa-desa yang tujuannya untuk

melakukan kegiatan distribusi barang yang jumlahnya semakin hari semakin

kurang karena situasi perang dan tekanan ekonomi Internasional (misalnya gula

pasir, minyak tanah, beras, rokok dan sebagainya). Di lain pihak Pemerintah

pendudukan bala tentara Jepang memerlukan barang-barang yang dinilai penting

untuk dikirim ke Jepang (misalnya biji jarak, hasil-hasil bumi yang lain, besi tua

dan sebagainya) yang untuk itu masyarakat agar menyetorkannya melalui

“Kumiai”. Kumiai (koperasi) dijadikan alat kebijaksanaan dari Pemerintah bala

tentara Jepang sejalan dengan kepentingannya. Peranan koperasi sebagaimana

dilaksanakan pada zaman Pemerintahan pendudukan bala tentara Jepang tersebut

sangat merugikan bagi para anggota dan masyarakat pada umumnya.

2. Pengertian koperasi

Koperasi secara etimologis terdiri dari 2 (dua) suku kata yaitu, co dan

operation, yang mengandung arti bekerja sama untuk mencapai tujuan. Oleh

karena itu, koperasi adalah “suatu perkumpulan yang beranggotakan

orang-orang atau badan usaha yang memberikan kebebasan masuk dan keluar sebagai

anggota dengan bekerja sama secara kekeluargaan menjalankan usaha untuk

mempertinggi kesejahteraan jasmaniah para anggota.

(35)

Secara gamblang telah dinyatakan dalam Pasal 33 Ayat (1) UUD 1945,

perekonomian seperti apa yang seharusnya dijalankan di Indonesia.

Perekonomian tersebut dijalankan berdasarkan atas asas kekeluargaan. Koperasi

kemudian mencuat sebagai bentuk usaha yang special, karena bentuk usaha

inilah satu-satunya di Indonesia yang sesuai dengan cita-cita bangsa.

Koperasi di Indonesia menganut asas kekeluargaan. Hal ini diatur dalam

Pasal 2 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian, yang

menyatakan bahwa koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

1945 berdasar atas asas kekeluargaan.20 Dengan asas kekeluargaan, telah

mencerminkan adanya kesadaran dari budi hati nurani manusia untuk

mengerjakan segala sesuatu dalam koperasi oleh semua untuk semua, di bawah

pimpinan pengurus serta penilikan dari para anggota atas dasar keadilan dan

kebenaran serta keberanian berkorban bagi kepentingan bersama.21

Asas kekeluargaan tersebut memiliki suatu karakteristik khas bangsa

Indonesia, yaitu kerjasama atau kegotongroyongan. Di dalam kerjasama atau

kegotongroyongan tersebut tercermin bahwa di dalam koperasi telah terdapat

kesadaran dan keinsyfan semangat kerjasama dan tanggung jawab bersama

terhadap akibat dari karya, yang dalam hal ini bertitik berat pada kepentingan

kebahagiaan bersama, ringan sama dijinjing berat sama dipikul. Dengan

demikian maka kedudukan koperasi akan semakin kuat dan pelaksanaan

kerjanya akan semakin lancar karena para anggotanya dukung-mendukung dan

20

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, Pasal 2

21

(36)

dengan penuh kegairahan kerja serta tanggung jawab berjuang mencapai tujuan

koperasi.22

Asas kekeluargaan ini merupakan faham yang dinamis,23 artinya timbul

dari semangat yang tinggi untuk secara bekerjasama dan tanggung jawab

bersama berjuang menyukseskan tercapainya segala sesuatu yang menjadi

cita-cita dan tujuan bersama dan berjuang secara manunggal untuk mengatasi resiko

yang diderita koperasinya sebagai akibat usahanya untuk kepentingan bersama.

Dasar hukum keberadaan Koperasi di Indonesia adalah Undang-undang

Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian dan Pasal 33 Undang-undang

Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Sedangkan menurut Pasal 1

Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian di Indonesia adalah:

“Badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi

dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai

gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan”.

Landasan hukum koperasi di Indonesia sangat kuat dikarenakan koperasi

ini telah mendapatkan tempat yang pasti. Namun demikian perlu disadari bahwa

perubahan sistem hukum dapat berjalan lebih cepat dari pada perubahan alam

pikiran dan kebudayaan masyarakat, sehingga koperasi dalam kenyataannya

belum berkembang secepat yang diinginkan meskipun memiliki landasan hukum

yang kuat.

B. Proses Pembentukan Koperasi

22

(37)

Mekanisme pendirian koperasi dapat dijelaskan sebagai berikut:24

1. Fase pembentukan/ pendirian

Koperasi sebagai suatu badan usaha, adalah merupakan suatu bentuk

perhimpunan orang-orang dan/atau badan hukum koperasi dengan

kepentingan yang sama.

Oleh karena koperasi ini biasanya didirikan oleh orang-orang yang

mempunyai alat dan kemampuan yang terbatas, yang mempunyai

keinginan untuk memperbaiki taraf hidup dengan cara bergotong royong,

maka prosedur atau persyaratan pendiriannyapun diusahakan

sesederhana mungkin, tidak berbelit-belit, dengan persyaratan modal

yang relatif kecil, dan tanpa dipungut biaya yang tinggi.

Persyaratan untuk mendirikan koperasi yang biasanya telah tertuang

dalam undang-undang ataupun peraturan koperasi antara lain adalah

sebagai berikut:

1) Orang-orang yang akan mendirikan koperasi harus mempunyai

kepentingan ekonomi yang sama

2) Orang-orang yang mendirikan koperasi harus mempunyai tujuan

yang sama

24

(38)

3) Harus memenuhi syarat jumlah mínimum anggota, seperti telah

ditentukan oleh pemerintah.

4) Harus memenuhi persyaratan wilayah tertentu, seperti telah

ditentukan oleh pemerintah

5) Harus telah dibuat konsep anggaran dasar koperasi.

Jika persyaratan tersebut telah ada, maka orang-orang yang

memprakarsai pembentukan koperasi tersebut mengundang untuk rapat pertama,

sebagai rapat pendirian koperasi. Konsep anggaran dasar koperasi seharusnya

telah dipersiapkan terlebih dahulu oleh panitia pendiri, yang nantinya dibahas

dan disahkan dalam rapat pendirian. Dalam rapat pendirian ini selain disahkan

anggaran dasar koperasi, juga dibentuk pengurus dan pengawas. Setelah

perangkat organisasi koperasi terbentuk dalam rapat pendirian tersebut, maka

untuk selanjutnya pengurus koperasi (yang juga pendiri) mempunyai kewjaiban

mengajukan permohonan pengesahan kepada pejabat yang berwenang secara

tertulis disertai Akta Pendirian Koperasi dan Berita Acara Rapat Pendirian.

Dalam akta pendirian koperasi ini tertuang Anggaran Dasar Koperasi yang telah

disahkan dalam rapat pendirian, serta tertuang pula nama-nama anggota

pengurus (yang pertama) yang diberikan kewenangan untuk melakukan

kepengurusan dan mengajukan permohonan pengesahan kepada pejabat yang

berwenang.

2. Fase pengesahan

Atas dasar permohonan pengesahan yang disampaikan oleh pengurus

(39)

waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak diterimanya permohonan pengesahan,

pejabat yang bersangkutan harus memberikan putusan apakah permohonan

tersebut diterima atau tidak.

Jika permohonan pengesahan ini ditolak, alasan-alasan penolakan

diberitahukan secara tertulis kepada para pendiri dalam jangka waktu paling

lambat 3 (tiga) bulan sejak diterimanya permohonan pengesahan, para pendiri/

pengurus dapat mengajukan permohonan ulang paling lama 1 (satu) bulan sejak

diterimanya penolakan permohonan tersebut. Keputusan terhadap pengajuan

permohonan ulang ini, diberikan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan

sejak diterimanya pengajuan permohonan ulang tersebut.

Namun jika permohonan pengesahan tersebut diterima, maka sejak saat

itu koperasi berstatus sebagai badan hukum. Pengesahan ini ditandai dengan

diumumkannya akta pendirian koperasi tersebut (yang di dalamnya termuat pula

anggaran dasarnya), ke dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Dengan diperolehnya status sebagai badan hukum, maka secara hukum,

koperasi tersebut telah diakui keberadaannya seperti orang (person) yang

mempunyai kecakapan untuk bertindak, memiliki wewenang untuk mempunyai

harta kekayaan, melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti: membuat

perjanjian, menggugat dan digugat di muka pengadilan, dan sebagainya,

sehingga dengan demikian, sebagai suatu badan hukum maka koperasi adalah

juga merupakan subjek hukum.

Namun demikian, sebagai suatu subjek hukum, koperasi adalah

(40)

untuk memenuhi kebutuhan ekonomisnya. Karena merupakan subjek hukum

abstrak, maka di dalam menjalankan/ melakukan perbuatan-perbuatan hukum,

koperasi diwakili oleh perangkat organisasi yang ada padanya dalam hal ini

adalah pengurus.

C. Keanggotaan dan Kepengurusan Koperasi

Keanggotaan koperasi memiliki identitas ganda. Anggota koperasi

berperan sebagai pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi. Pihak-pihak yang

dapat menjadi anggota koperasi adalah setiap warga Negara Indonesia yang

mampu melakukan tindakan hukum atau koperasi yang memenuhi persyaratan

sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar.25

Keangotaan koperasi didasarkan pada kesamaan kepentingan ekonomi

dalam lingkup usaha koperasi. Setiap anggota mempunyai kewajiban dan hak

yang sama terhadap koperasi sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar. Di

dalam Pasal 20 Ayat (1) undang-undang perkoperasian, diatur mengenai

kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh anggota koperasi. Kewajiban

tersebut antara lain:26

1. Mematuhi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta

keputusan yang telah disepakati dalam Rapat Anggota;

2. Berpartisipasi dalam kegiatan usaha yang dieselnggarakan oleh koperasi;

3. Mengembangkan dan memelihara kebersamaan atas dasar asas

kekeluargaan.

25

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, Pasal 18 ayat (1)

26

(41)

Sedangkan mengenai hak-hak dari anggota koperasi diatur dalam Ayat

(2) dari Pasal diatas, hak-hak tersebut meliputi:27

1. Menghadiri, menyatakan pendapat, dan memberikan suara dalam Rapat

Anggota;

2. Memilih dan/atau dipilih menjadi anggota pengurus atau pengawas;

3. Meminta diadakan Rapat Anggota menurut ketentuan dalam Anggaran

Dasar;

4. Mengemukakan pendapat atau saran kepada pengurus di luar Rapat

Anggota baik diminta maupun tidak diminta;

5. Memanfaatkan koperasi dan mendapatkan pelayanan yang sama antara

sesama anggota;

6. Mendapatkan keterangan mengenai perkembangan koperasi menurut

ketentuan dalam Anggaran Dasar.

Sebagai suatu perkumpulan, koperasi tidak akan mungkin terbentuk

tanpa adanya anggota sebagai tulang punggungnya. Sebagai kumpulan orang

dan bukan kumpulan modal, anggota koperasi mutlak penting keberadaannya

demi majunya koperasi itu sendiri.

Pengurus adalah salah satu bagian yang penting dalam koperasi, karena

pengurus memegang peranan dalam pengelolaan sebuah koperasi. Pengurus

koperasi dipilih dari dan oleh Rapat Anggota.28 Pengurus bertanggung jawab

27

Ibid

28

(42)

mengenai segala kegiatan pengelolaan koperasi dan usahanya, baik kepada

Rapat Anggota maupun Rapat Anggota Luar Biasa.29

Menurut Leon Garayon dan Paul A. Mohn di dalam bukunya yang

berjudul “The Boards of Directors of Cooperative”, mereka berpendapat bahwa

pengururs memiliki fungsi yang idiil, fungsi tersebut adalah fungsi yang luas,

meliputi:30

1. Berfungsi sebagai pusat pengambil keputusan tertinggi;

2. Berfungsi sebagai pemberi nasihat;

3. Berfungsi sebagai pengawas atau sebagai orang yang dapat dipercaya;

4. Berfungsi sebagai penjaga berkesinambungannya organisasi;

5. Berfungsi sebagai simbol.

Tugas-tugas dari pengurus koperasi terdiri dari:31

1. Mengelola koperasi dan usahanya;

2. Mengajukan rancangan rencana kerja serta rancangan rencana anggaran

pendapatan dan belanja koperasi;

3. Menyelenggarakan Rapat Anggota;

4. Mengajukan laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan

tugas;

5. Memelihara daftar buku anggota dan pengurus.

Sedangkan wewenang-wewenang yang dimilikinya adalah terdiri dari:32

29

Ibid, Pasal 31.

30

Hendrojogi Koperasi: Asas-asa, Teori, dan Praktik, Edisi revisi, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), hal. 150.

31

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, Pasal 30.

32

(43)

1. Mewakili koperasi di dalam dan di luar pengadilan;

2. Memutuskan penerimaan dan penolakan anggota baru serta

pemberhentian anggota sesuai dengan ketentuan di dalam AD;

3. Melakukan tindakan dan upaya bagi kepentingan da kemanfaatan

koperasi sesuai dengan tanggung jawabnya dan keputusan Rapat

Anggota.

Masa jabatan bagi pengurus koperasi maksimal adalah 5 tahun.110

Namun, pada kenyatannya masalah mengenai masa jabatan ini diatur

sendiri-sendiri oleh AD masing-masing koperasi, yang umumnya selama 4-5 tahun.

D. Pembubaran Koperasi

Pembubaran koperasi dapat dilakukan berdasarkan keputusan pemerintah

atau keputusan rapat anggota. Dalam hal pembubaran didasarkan keputusan

pemerintah, maka keputusan pembubaran oleh pemerintah sebagaimana

dimaksud dilakukan apabila:33

1. Terdapat bukti bahwa koperasi yang bersangkutan tidak memenuhi

ketentuan undang-undang.

2. Kegiatannya bertentangan dengan ketertiban umum dan atau kesusilaan.

3. Kelangsungan hidupnya tidak dapat lagi diharapkan.

Keputusan pembubaran koperasi oleh pemerintah dikeluarkan dalam

waktu paling lambat 4 bulan terhitung sejak tanggal diterimanya surat

33

(44)

pemberitahuan rencana pembubaran tersebut oleh koperasi yang bersangkutan.

Dalam jangka waktu paling lambat 2 bulan sejak tanggal penerimaan

pemberitahuan, koperasi yang bersangkutan berhak mengajukan keberatan.

Keputusan pemerintah mengenai diterima atau ditolaknya keberatan atas rencana

pembubaran diberikan paling lambat 1 bulan sejak tanggal diterimanya

pernyataan keberatan tersebut.34

Dalam hal terjadi pembubaran koperasi, anggota hanya menanggung

kerugian sebatas simpanan pokok, simpanan wajib dan modal penyertaan yang

dimilikinya. Hapusnya Status Badan Hukum dilanjutkan dengan:35

1. Pemerintah mengumumkan pembubaran koperasi dalam berita Negara

Republik Indonesia

2. Status Badan Hukum Koperasi hapus sejak tanggal pengumuman

pembubaran koperasi tersebut dalam berita Negara Republik Indonesia.

34

Ibid

35

(45)

BAB III

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN KOPERASI

A. Pembinaan Koperasi

Keberadaan koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah (KUKM)

mencerminkan wujud nyata kehidupan sosial dan ekonomi bagian terbesar dari

rakyat Indonesia. Peran usaha kecil dan menengah (UKM) yang besar

ditunjukkan oleh kontribusinya terhadap produksi nasional, jumlah unit usaha

dan pengusaha, serta penyerapan tenaga kerja.

Menurut data Departemen Koperasi tahun 2005, jumlah Usaha Mikro

Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia saat ini sebanyak 42,4 juta unit

usaha, menyerap 79 juta tenaga kerja, dan menyumbang hampir 57% PDB

(Produk Domestik Bruto) nasional (Badan Pusat Statistik (BPS) 2003). Dari

jumlah tersebut 99,9 % merupakan usaha mikro dan kecil. Jadi hanya 0,1 %

yang merupakan usaha menengah. Ini menunjukkan betapa banyaknya

pengusaha mikro dan kecil yang harus diberdayakan. Apabila setiap unit usaha

mikro dan kecil mampu difasilitasi dan diberdayakan untuk menciptakan 1 (satu)

orang kesempatan kerja atau kesempatan usaha tambahan baru, maka akan

tercipta 40 juta kesempatan kerja baru. Ini artinya, jika mampu memberdayakan

UMKM tersebut, berarti upaya pemberantasan kemiskinan akan berhasil secara

signifikan.36

36

(46)

Gerakan pemberdayaan UMKM tersebut harus menjadi perhatian

pemerintah secara serius, tentunya bekerjasama dengan Lembaga Swadaya

Masyarakat dan Perguruan Tinggi. Kebijakan pokok secara garis besar, terdapat

3 (tiga) kebijakan pokok yang dibutuhkan dalam pemberdayaan koperasi, Usaha

Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), yaitu:37

1. menciptakan iklim usaha yang kondusif (conducive business climate)

sekaligus menyediakan lingkungan yang mampu (enabling environment)

mendorong pengembangan koperasi, UMKM secara sistemik, mandiri,

dan berkelanjutan;

2. menciptakan sistem penjaminan (guarantee system) secara finansial

terhadap operasionalisasi kegiatan usaha ekonomi produktif yang

dijalankan oleh koperasi, UMKM; dan

3. menyediakan bantuan teknis dan pendampingan (technical assistance

and facilitation) secara manajerial guna meningkatkan status usaha

koperasi, UMKM agar "feasible" sekaligus "bankable" dalam jangka

panjang.

Kebijakan dan strategi pertama pada dasarnya merupakan penerjemahan

dari fungsi pemerintah sebagai regulator dalam kegiatan ekonomi di

masyarakat. Oleh karenanya, pemerintah harus mampu mengembangkan

regulasi-regulasi ekonomis yang dapat memberikan tingkat kepastian usaha

sekaligus memberikan keberpihakan yang tepat kepada segenap pelaku UMKM

dalam menjalankan dan mengembangkan usahanya.

37

(47)

Kebijakan dan strategi kedua pada dasarnya merupakan solusi terobosan

terhadap adanya "gap" antara UMKM, dan perbankan/lembaga keuangan bukan

bank, dalam hal permodalan/pembiayaan usaha. Secara empiris, selama ini

UMKM terutama usaha mikro sangat sulit untuk memenuhi kriteria 5-C

(character, condition of economy, capacity to repay, capital, collateral) yang

merupakan aturan/mekanisme baku perbankan dalam penyaluran kredit untuk

membiayai usaha dan permodalan.

Oleh karenanya wajar apabila selama ini pemerintah melalui berbagai

program pemberdayaan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan lebih

cenderung menciptakan sekaligus menyediakan skema "kredit program" yang

lebih banyak bersifat "dana hibah bergulir" kepada berbagai kelompok

masyarakat (pokmas) yang bergerak dalam usaha mikro. Skema kredit program

tersebut merupakan salah satu alternatif strategi untuk membiayai kegiatan

UMKM dan koperasi (terutama usaha mikro) yang berkesan lebih cenderung

untuk "mengabaikan" kriteria 5-C yang diberlakukan kalangan perbankan.

Pemberdayaan Koperasi dan UMKM di Indonesia menurut Wayan

Suarja, dilakukan melalui:38

1. Meningkatkan kembali peran koperasi dan perkuatan posisi UMKM

dalam sistem perekonomian nasional.

38

(48)

2. Meningkatkan kembali koperasi dan perkuatan UMKM dilakukan

dengan memperbaiki akses KUMKM terhadap permodalan, teknologi,

informasi dan pasar serta memperbaiki iklim usaha;

3. Mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya pembangunan; dan

4. Mengembangkan potensi sumberdaya lokal.

Untuk tujuan tersebut di atas, Kementerian Negara Koperasi dan UKM

bekerjasama dengan instasi terkait dan Pemerintah Daerah Provinsi serta

Pemerintah Daaerah Kabupaten/Kota, telah melaksanakan program-program

pemberdayaan UMKM dan koperasi.

Kegiatan pembinaan Pemerintah terhadap koperasi, dilakukan secara

efektif oleh Menteri yang ruang lingkup kerjanya meliputi Koperasi dan Usaha

Kecil Menengah. Kegiatan pemberdayaan ini secara nyata dan strategic

terepresentasikan dalam usaha pemberdayaan koperasi oleh Kementrian

Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, yang secara terperinci meliputi

aspek-aspek sebagai berikut:39

1. Penciptaan iklim usaha bagi koperasi usaha mikro, kecil, dan menengah

(KUMKM);

2. Pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif KUMKM;

3. Pengembangan sistem pendukung KUMKM;

4. Pemberdayaan usaha skala mikro;

5. Peningkatan kualitas kelembagaan koperasi;

39

(49)

6. Kegiatan kerjasama internasional;

7. Program-program pendukung lainnya.

Penciptaan iklim usaha bagi koperasi dilakukan dengan penguatan status

badan hukum koperasi, penyempurnaan undang-undang, dan lain-lain.

Pengembangan kewirausahaan dilakukan dengan program-program yang secara

sektoril langsung dilakukan ke lapangan-lapangan usaha koperasi.

Pengembangan sistem pendukung dilakukan dengan linkage ke bank umum,

penjaminan kredit, penerbitan SKIM, dan lain-lain.

Peningkatan kualitas kelembagaan dilakukan dengan kegiatan

pemeringkatan koperasi, penilaian koperasi berprestasi dan koperasi award, dan

lain-lain. Kegiatan kerjasama internasional dilakukan dengan pengembangan

kerjasama luar negeri dan kunjungan-kunjungan Kementrian ke negara lain yang

mempopulerkan koperasi.

Pemberdayaan usaha skala mikro dilakukan dengan peluncuran

programprogram seperti Program Pembiayaan Produktif Koperasi dan Usaha

Mikro (P3KUM), Kredit Usaha Mikro dan Kecil (KUMK), Perkuatan

Permodalan bagi Koperasi Sivitas Akademika (KOSIKA), dan tak ketinggalan

(50)

B. Pengawasan Koperasi

Pengawasan yang bertujuan untuk mencegah kesalahan yang mungkin

terjadi adalah lebih bijaksana daripada memberi hukuman dan peringatan. Jadi,

tugas pengawas sesuai UU No.25/1992 Pasal 39 adalah sebagai berikut:40

1. Pengawas bertugas:

a. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan

pengolaan koperasi

b. Membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasannya

2. Pengawas berwenang:

a. Meneliti catatan yang ada pada koperasi.

b. Mendapatkan segala keterangan yang diperlukan

Di samping itu, karena pengawasan yang bersifat mencegah itu lebih baik

dan lebih bijaksana, maka tugas pengawas hendaknya bertujuan:41

1. Memberikan bimbingan kepada pengurus dan karyawan kea rah keahlian

dan ketrampilan.

2. Mencegah pemborosan bahan/sumber daya, waktu, dan tenaga agar tercapai

efisiensi perusahaan koperasi.

3. Menilai hasil kerja dengan rencana yang sudah ditetapkan.

4. Mencegah terjadinya penyelewengan.

5. Menyelesaikan atau Menjaga tertib administrasi secara menyeluruh.

Manfaat struktur pengawasan dalam koperasi dapat diuraikan dalam empat

(4) butir penting, sedangkan lingkupnya dalam dua (2) butir sebagai berikut:

40

Hendrojogi, Op. cit, hal. 53

41

(51)

1. Manfaat struktur pengawasan intern dalam koperasi

a. Mengamankan harta kekayaan koperasi sekaligus mencegah kebocoran

b. Meningkatkan efektivitas dan efesiensi koperasi

c. Meningkatkan kepastian hukum dalam aturan main mekanisme koperasi

d. Sebagai instrumen audit untuk memudahkan penelusuran jika terjadi

pelanggaran

2. Lingkup struktur pengawasan dalam koperasi secara umum dibagi dalam

dua bidang sebagai berikut:

a. Struktur pengawasan intern manajemen. Tujuannya untuk memastikan

apakah pelaksana mentaati semua prosedur yang ada dengan benar dan

apakah prosedur yang ada telah menjamin efesiensi. Sasarannya adalah:

1) tepat prosedur, dapat dinilai dari kecepatan menyelesaikan pekerjaan

dengan biaya yang lebih murah.

2) tepat pelaksana, berpengetahuan dan trampil, dapat dinilai dari

tingkat kerajinan, ketelitian/kesalahan, dan volume pekerjaan yang

diselesaikan.

3) tepat otoritas, pemisahan wewenang, delegasi, tanggung jawab dapat

dinilai dari tingkat kepemimpinan, tanggung jawab terhadap

pekerjaannya maupun pekerjaan bawahannya.

4) Struktur Pengawasan akuntansi. Tujuannya untuk memastikan

apakah semua transaksi telah dicatat dengan benar sesuai Standar

Akuntansi Keuangan (SAK). Sasarannya: tepat prosedur, tepat

(52)

Untuk mengukur apakah proses dan sistem pengawasan oleh anggota secara

demokratis dilakukan di dalam sebuah koperasi dilakukan dengan benar, ada

beberapa komponen yang perlu diperhatikan atau dapat digunakan sebagai alat ukur,

yakni sebagai berikut:

1. penyelenggaraan RA tahunan;

2. rasio kehadiran anggota dalam RA;

3. Rencana kegiatan (RK) dan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja

Koperasi (RAPB) disyahkan dan Dilaksanakan;

4. Realisasi anggaran pendapatan koperasi;

5. Realisasi anggaran belanja koperasi;

6. Realisasi surplus hasul usaha koperasi;

7. Pemeriksaan intern dan ekstrn

Pengawas koperasi berdiri sejajar dengan pengurus. Ini artinya bahwa

diantara keduanya tidak ada yang lebih atas atau membawahi. Keduanya sama

sederajat dimata anggota dan didalam manajemen koperasi. Keduanya dipilih oleh

anggota lewat RA, dan oleh karena itu keduanya bertanggung jawab pada RA, serta

keduanya melaksanakan amanat RA didalam mengelola kegiatan sehari-hari

walaupun dalam fungsi yang berbeda.42

Agar pelaksanaan pengawasannya baik atau efektif sesuai tujuannya, maka

setiap anggota pengawas harus memiliki beberapa pengetahuan dasar sbb:43

1. Pengetahuan tentang perkoperasian, yang meliputi:

42

Ibid

43

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Keanggotaan wajib pada koperasi di lingkungan instansi pemerintah bertentangan dengan asas dalam hukum perjanjian

PENDAFTARAN BADAN HUKUM KOPERASI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2012

Pengurus KSP dipilih dari dan oleh anggota koperasi serta diangkat dalam rapat anggota, sesuai dengan persyaratan yang diputuskan dalam Anggaran Dasar.. Persyaratan untuk masa

khusus karena akad koperasi menurut islam lebih kepada profit sharing. Pada Undang-Undang No. Melihat pasal ini maka pada dasarnya mekanisme detail pembagian sisa

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dirumuskan 2 (dua) permasalahan yakni bagaimana landasan hukum penggunaan metode omnibus law dalam kerangka hukum nasional Indonesia

Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa setoran pokok dalam koperasi merupakan harta kekayaan badan hukum koperasi yang terpisah dari kekayaan anggota, yang digunakan

Hasil penelitian menunjukan bahwa Undang-Undang No.25 Tahun 1992 mampu menjadi sarana pemberdayaan bagi koperasi berdasarkan sistem syariah untuk tumbuh dan berkembang

Dalam pasal 17 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian disebutkan bahwa Anggota koperasi adalah pemilik dan sekaligus pengguna jasa koperasi. Dalam