PERBANDINGAN SIFAT FISIK BETON YANG MENGGUNAKAN SEMEN PORTLAND POZZOLAN DAN SEMEN PORTLAND TIPE I
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
HENI YUSNITA 040801006
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : PERBANDINGAN SIFAT FISIK BETON
YANG MENGGUNAKAN SEMEN PORTLAND POZZOLAN DAN SEMEN PORTLAND TIPE I
Kategori : SKRIPSI
Nama : HENI YUSNITA
Nomor Induk Mahasiswa : 040801006
Program Studi : SARJANA (S1) FISIKA Departemen : FISIKA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA) USU
Diluluskan di Medan, Oktober 2009
Diketahui/Disetujui oleh
Departemen Fisika FMIPA USU
Ketua Pembimbing
PERNYATAAN
PERBANDINGAN SIFAT FISIK BETON YANG MENGGUNAKAN SEMEN PORTLAND POZZOLAN DAN SEMEN PORTLAND TIPE I
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Oktober 2009
PENGHARGAAN
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang maha pemurah lagi maha penyayang, dengan limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dalam waktu yang ditetapkan.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Prof.Drs.M.Syukur,MSc, selaku pembimbing dan Bpk.Subandi selaku pembimbing lapangan pada penyelesaian skripsi ini yang telah memberikan panduan dan penuh kepercayaan kepada saya untuk menyempurnakan skripsi ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada ketua dan sekretaris departemen Fisika FMIPA USU Dr.Marhaposan Situmorang dan Dra.Justinon,MSi, Dekan FMIPA USU Prof.Eddy Marlianto,MSc, Pembantu Dekan FMIPA USU dan semua Staf pengajar dan pegawai departemen Fisika USU. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Drs.M.Firdaus,MSi selaku dosen wali selama mengikuti perkuliahan dan karyawan di Laboratorium Beton Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara yang banyak memberikan masukkan demi penyempurnaan skripsi ini. Tidak lupa pula penulis ucapkan terimakasih kepada sahabatku Devi, teman-temanku Ifa, Momo, bang Jo, bang Heri, Riri, Indra, Deri, Hakim, kak Ade, Melda dan rekan-rekan fisika semuanya khususnya stambuk’04. Kepada rekan-rekan assisten dan Staf Laboratorium Fisika Dasar serta anak kost gang Sarmin no 15. Terimakasih atas semangat dan motivasinya.
Akhirnya tidak terlupakan dan yang teristimewa kepada Ayahanda Katimin, Ibunda Supiyatun, adikku Wiwin, abangku Anto, kakakku Tuti, kemanakanku Zacky dan semua sanak keluarga yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terimakasih atas dukungan, bantuan, dorongan baik moril maupun materil dan semangat yang kalian berikan kepadaku selama ini. Semoga Allah SWT akan membalasnya. Amien Allahuma Amien.
ABSTRAK
ABSTRACT
DAFTAR ISI
BAB III Metodologi Penelitian ... 20
3.1 Alat dan Bahan ... 20
3.1.1 Peralatan ... 20
3.1.2 Bahan-bahan ... 20
3.2.1 Diagram Alir Penelitian ... 21
3.3 Prosedur Pengujian Kuat Tekan ... 22
3.3.1 Prosedur Pembuatan Benda Uji Kuat Tekan... 22
3.3.2 Prosedur Pengujian Kuat Tekan Beton ... 25
3.4 Prosedur Pengujian Penyerapan Air ... 25
3.4.1 Prosedur Pembuatan Benda Uji Penyerapan Air ... 25
3.4.2 Prosedur Pengujian Penyerapan Air (Water Absorbtion) ... 26
3.5 Prosedur Pengujian Porositas ... 27
3.5.1 Prosedur Pembuatan Benda Uji Porositas... 27
3.5.2 Prosedur Pengujian porositas ... 28
3.6 Pengujian Sampel... 29
3.6.1 Kuat Tekan ... 29
3.6.2 Penyerapan Air (Water Absorbtion) ... 29
3.6.3 Porositas ... 39
BAB IV Hasil Dan Pembahasan ... 30
4.1 Analisis Data... 30
4.1.1 Pengujian Kuat Tekan Beton ... 31
4.1.2 Pengujian Penyerapan Air ... 33
4.1.3 Pengujian Porositas... 36
BAB V Kesimpulan Dan Saran ... 39
5.1 Kesimpulan ... 39
5.2 Saran ... 39
Daftar Pustaka ... x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Kelas Dan Mutu Beton ... 7
Tabel 2.2 Syarat Mutu Kekuatan Agregat Sesuai SII.0052-08 ... 13
Tabel 2.3 Persentasi Komposisi Semen Portland... 16
Tabel 2.4 Batas Maksimum Ion Klorida ... 19
Tabel 3.1 Komposisi Adukan Beton Rencana ... 22
Tabel 4.1 Data hasil pengujian kuat tekan beton yang menggunakan semen portland pozzolan ... 31
Tabel 4.2 Data hasil pengujian kuat tekan beton yang Menggunakan semen portland tipe I ... 32
Tabel 4.3 Data hasil pengujian penyerapan air yang Menggunakan semen portland pozzolan ... 34
Tabel 4.4 Data hasil pengujian penyerapan air yang Menggunakan semen portland tipe I ... 35
Tabel 4.5 Data hasil pengujian porositas yang Menggunakan semen portland pozzolan ... 37
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 4.1 Cetakan silinder... 22
Gambar 4.2 Grafik pengujian kuat tekan beton ... 32
Gambar 4.3 Grafik penyerapan air ... 35
ABSTRAK
ABSTRACT
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Beton adalah suatu material yang menyerupai batu yang diperoleh dengan
membuat suatu campuran yang mempunyai proporsi tertentu dari semen, pasir dan koral
atau agregat lainnya, dan air untuk membuat campuran tersebut menjadi keras dalam
cetakan sesuai dengan bentuk dan dimensi struktur yang diinginkan. (George Winter,
1993).
Beton merupakan bahan bangunan yang sangat popular digunakan dalam dunia
jasa konstruksi. Banyak penelitian tentang beton yang sudah dilaksanakan dan akan terus
berlanjut sebagai upaya untuk menjawab tuntutan perkembangan zaman dan kondisi
lingkungan. Diketahui bahwa kekuatan beton banyak dipengaruhi oleh bahan
pembentuknya (air, semen dan agregat) sehingga kontrol kualitas dari bahan-bahan
tersebut harus diperhatikan dengan seksama agar diperoleh beton sesuai dengan yang
diinginkan.
Semen adalah suatu bahan yang memiliki sifat adhesive dan kohesif yang
memungkinkan melekatnya fragmen-fragmen mineral menjadi suatu massa yang
padat.(Chu-Kia Wang, 1993).
Yang umum digunakan untuk membuat beton adalah semen portland tipe I.
Semen jenis ini dipakai untuk bangunan-bangunan yang tidak memerlukan persyaratan
khusus, seperti panas atau waktu hidrasi serta kondisi lingkungan agresif (SNI
15-2049-2004).
Dengan perkembangan teknologi dan juga usaha yang dilakukan untuk
menghemat biaya dan energi produksi semen portland pozzolan yang merupakan
campuran dari klinker semen portland dengan bahan yang mempunyai sifat pozzolan
1.2 PERMASALAH
Yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh
waktu perendaman terhadap sifat fisik beton yang menggunakan semen portland
pozzolan dan semen portland tipe I.
1.3 BATASAN MASALAH
Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah:
a. Menerangkan secara terperinci pembuatan beton yang menggunakan semen
portland pozzolan dan semen portland tipe I.
b. Melakukan pengujian fisik pada beton tersebut yaitu meliputi;
a. Pengujian kuat tekan.
b. Pengujian penyerapan air.
c. Pengujian porositas.
1.4 TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perbandingan
sifat fisik beton yang menggunakan semen portland pozzolan dan semen portland tipe I
dengan memvariasikan waktu perendaman.
1.3 MANFAAT PENELITIAN
a. Diharapkan melalui hasil penelitian ini masyarakat dapat mengetahui kualitas
beton tersebut dari uji karakterisasinya.
b. Sebagai sumber informasi tentang sifat fisik beton yang menggunakan semen
Portland pozzolan dan semen Portland tipe I.
1.5 TEMPAT PENELITIAN
1.7 SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan masing-masing bab adalah sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan
Bab ini mencakup latar belakang penelitian, tujuan penelitian, batasan
masalah, manfaat penelitian, tempat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II Tinjauan Pustaka
Bab ini berisi tentang teori yang mendasari penelitian.
BAB III Metodelogi Penelitian
Bab ini membahas tentang diagram alir penelitian, peralatan, bahan-bahan,
pembuatan sampel uji, pengujian sampel.
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Bab ini membahas tentang hasil penelitian dan menganalisa data yang
diperoleh dari penelitian.
BAB V Kesimpulan dan Saran
Menyimpulkan hasil-hasil yang didapat dari penelitian dan memberikan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Beton
Beton adalah suatu material yang menyerupai batu yang diperoleh dengan
membuat suatu campuran yaitu semen, pasir, kerikil dan air untuk membuat campuran
tersebut menjadi keras dalam cetakan sesuai dengan bentuk dan dimensi struktur yang
diinginkan. Kumpulan material tersebut terdiri dari agregat yang halus dan kasar. Semen
dan air berinteraksi secara kimiawi untuk mengikat partikel-partikel agregat tersebut
menjadi suatu massa padat.(George Winter, 1993).
Pada umumnya beton terdiri dari ± 15 % semen, ± 8 % air, ± 3 % udara,
selebihnya pasir dan kerikil. Campuran tersebut setelah mengeras mempunyai sifat yang
berbeda-beda, tergantung pada cara pembuatannya. Perbandingan campuran, cara
pencampuran, cara mengangkut, cara mencetak, cara memadatkan, dan sebagainya akan
mempengaruhi sifat-sifat beton.(Wuryati Samekto, 2001).
Sifat beton meliputi: mudah diaduk, disalurkan, dicor, didapatkan dan
diselesaikan, tanpa menimbulkan pemisahan bahan susunan pada adukan dan mutu beton
yang disyaratkan oleh konstruksi tetap dipenuhi.(Daryanto, 1994).
Material beton mempunyai beberapa keunggulan teknis jika dibanding dengan
material konstruksi lainnya. Bahan baku pembuatan beton, seperti semen, pasir dan koral
atau batu pecah, sangat mudah diperoleh.
Keunggulan lain yang dimiliki beton dibandingkan dengan material lainnya
adalah mempunyai kuat tekan dan stabilitas volume yang baik dan biaya perawatannya
relatif lebih murah. Selain itu, material beton lebih tahan terhadap pengaruh lingkungan,
sebagai pelindung struktur baja terhadap pengaruh kebakaran pada bangunan
gedung.(Syarif Hidayat, 2009).
Sifat dan karakter mekanik beton secara umum :
1. Beton sangat baik menahan gaya tekan (high compressive strength), tetapi tidak
begitu pada gaya tarik (low tensile strength). Bahkan kekuatan gaya tarik beton
hanya sekitar 10% dari kekuatan gaya tekannya.
2. Beton tidak mampu menahan gaya tegangan (tension) yang tinggi, karena
elastisitasnya yang rendah.
3. Konduktivitas termal beton relatif rendah.
Dalam keadaan yang mengeras, beton bagaikan batu karang dengan kekuatan
tinggi. Dalam keadaan segar, beton dapat diberi bermacam bentuk, sehingga dapat
digunakan untuk membentuk seni arsitektur atau semata-mata untuk tujuan dekoratif.
Beton juga akan memberikan hasil akhir yang bagus jika pengolahan akhir dilakukan
dengan cara khusus umpamanya diekspose agregatnya (agregat yang mempunyai bentuk
yang bertekstur seni tinggi diletakkan di bagian luar, sehingga nampak jelas pada
permukaan betonnya).
Faktor – faktor yang membuat beton banyak digunakan karena memiliki
keunggulan – keunggulannya antara lain :
1. Kemudahan pengolahannya.
2. Material yang mudah didapat.
3. Kekuatan tekan tinggi.
4. Daya tahan yang tinggi terhadap api dan cuaca merupakan bukti dari
kelebihannya.
Selain memiliki kunggulan-keunggulan seperti disebutkan di atas, beton juga
memiliki kekurangan seperti berikut:
1. Bentuk yang telah dibuat sulit diubah
3. Berat (bobotnya besar)
4. Daya pantul suara yang besar.
Sebagian besar bahan pembuat beton adalah bahan lokal (kecuali semen portland
atau bahan tambah kimia), sehingga sangat menguntungkan secara ekomoni. Namun
pembuatan beton akan menjadi mahal jika perencana tidak memahami karakteristik
bahan-bahan penyusun beton yang harus disesuaikan dengan perilaku struktur yang akan
dibuat. (Tri Mulyono, 2005)
2.1.1 Adukan Beton
Beton yang berasal dari pengadukan bahan-bahan penyusun agregat kasar dan
agregat halus kemudian diikat dengan semen yang bereaksi dengan air sebagai bahan
perekat, harus dicampur dan diaduk dengan benar dan merata agar dapat dicapai mutu
beton yang baik. Pada umumnya pengadukan bahan beton dilakukan menggunakan mesin
pengaduk kecuali jika hanya untuk mendapatkan beton mutu rendah pengadukan dapat
dilakukan tanpa menggunakan mesin pengaduk. Kekentalan adukan beton harus diawasi
dan dikendalikan dengan cara memeriksa kemerosotan (slump) pada setiap adukan beton
baru.
Nilai slump digunakan sebagai petunjuk ketepatan jumlah pemakaian air dalam
hubungannya dengan faktor air semen yang ingin dicapai. Waktu pengadukan lamanya
tergantung pada kapasitas isi mesin pengaduk, jumlah adukan, jenis serta susunan butir
bahan penyusun, dan slump beton, pada umumnya tidak kurang dari 1,50 menit dimulai
semenjak pengadukan, dan hasil umumnya menunjukkan susunan dan warna merata.
Sesuai dengan tingkat mutu beton yang dihasilkan memberikan:
1. Keenceran dan kekentalan adukan yang mmungkinkan pengerjaan beton
(penuangan, perataan, pemadatan) dengan mudah kedalam adukan tanpa
menimbulkan kemungkinan terjadinya segregation atau pemisahan agregat.
2. Ketahanan terhadap kondisi lingkungan khusus (kedap air, korosif, dan lain-lain)
3. Memenuhi uji kuat yang hendak dipakai.
2.1.2 Kinerja dan Mutu Beton
Sampai saat ini beton masih menjadi pilihan utama dalam pembuatan struktur.
Sifat-sifat dan karakteristik material penyusun beton akan mempengaruhi kinerja beton
yang dibuat. Kinerja beton ini harus disesuaikan dengan kelas dan mutu beton yang
dibuat. Sehingga dalam penggunaannya dapat disesuaikan dengan bangunan ataupun
konstruksi yang akan dibangun untuk mendapatkan hasil yang memuaskan dan sesuai
dengan dibutuhkan. Menurut PBI’ 71 beton dibagi dalam kelas dan mutu sebagai
berikut:
Tabel 2.1 Kelas dan Mutu Beton
Kelas Beton Mutu Beton Kekuatan Tekan
Minimum
Perumahan dan Bendungan
III K>225 >225 Jembatan,Bangunan tinggi,
Terowongan kereta api
(sumber : Gunawan, 2000)
Untuk kepentingan pengendalian mutu disamping pertimbangan ekonomis, beton
dengan mutu Bo (beton dengan fc' 50-80 MPa), perbandingan jumlah agregat (pasir,
kerikil atau batu pecah) terhadap jumlah semen tidak boleh melampaui 8:1. Untuk Beton
dengan mutu B1 (beton dengan '
c
f 100 MPa), dan K125 (beton dengan fc' minimum
125 MPa), dapat memakai perbandingan campuran unsur bahan beton dalam takaran
volume 1 pc : 2 Ps : 3 kr atau 3/2 ps : 5/2 kr (pc = semen portland, ps = pasir, kr =
kerikil). Apabila hendak menentukan perbandingan antar-fraksi bahan beton mutu K175
dapat menjamin tercapainya kekuatan karakteristik yang diinginkan dengan
menggunakan bahan-bahan susunan yang ditentukan.
2.1.3 Pengujian Pada Beton 2.1.3.1 Kuat Tekan
Kuat tekan beton mengidentifikasi mutu dari sebuah struktur. Semakin tinggi
tinggkat kekuatan struktur yang dikehendaki, semakin tinggi pula mutu beton yang
dihasilkan. Kekuatan beton dinotasikan sebagai berikut :
c
f' = Kekuatan tekan beton yang disyaratkan (Mpa).
=
ck
f Kekuatan tekan beton yang didapatkan dari hasil uji coba kubus 150 mm
atau dari silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm (MPa).
c
f = Kekuatan tarik dari hasil uji belah silinder beton (MPa).
cr
f' = Kekuatan tekan beton rata-rata yang dibutuhkan, sebagai dasar pemilihan
perancangan campuran beton.
S = Deviasi standar (s) (MPa).
Beton harus dirancang proporsi campurannya agar menghasilkan suatu kuat tekan
rata-rata yang disyaratkan. Pada tahap pelaksanaan konstruksi, beton yang telah
dirancang campurannya harus diproduksi sedemikian rupa sehingga memperkecil
frekuensi terjadinya beton dengan kuat tekan yang lebih rendah dari f'c seperti yang
telah disyaratkan. Kriteria penerima beton tersebut harus pula sesuai dengan standar yang
berlaku. Menurut Standar Nasional Indonesia, kuat tekan harus memenuhi 0,85 f'c untuk
kuat tekan rata-rata dua silinder dan memenuhi f'c +0,82 s untuk rata empat buah benda
uji yang berpasangan. Jika tidak memenuhi, maka di uji mengikuti ketentuan selanjutnya.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan tekan beton. Ada empat bagian
utama yang mempengaruhi mutu dari kekuatan beton :
• Proporsi bahan-bahan penyusunnya.
• Metode perancangan.
• Keadaan pada saat pengecoran dilaksanakan, yang terutama dipengaruhi oleh lingkungan setempat.
Kekuatan tekan f'c ditentukan dengan silinder standar (berukuran 6 inci x 12
inci) yang dirawat di bawah kondisi standar laboratorium pada kecepatan pembebasan
tertentu, pada umur 28 hari. Spesifikasi standar yang dipakai di Amerika Serikat biasanya
diambil dari ASTM C-39. Perlu di pahami bahwa kekuatan beton struktur aktual dapat
saja tidak sama dengan kekuatan silinder karena perbedaan pemadatan dan kondisi
perawatan.
Pengujian kuat tekan beton dilakukan menggunakan alat Mesin Kompresor (Compressor
Mechine) dengan rumus ( Lawrence H.Van Vlack, l989) :
A F
f'c= (2.1)
dengan:
'
c
f = Kuat tekan (N/cm2)
F = Gaya Tekan (N)
A = Luas bidang permukaan (cm2)
Dalam pengujian ini juga ada luas permukaan cetakan yang berbentuk silinder dengan
rumus ( Lawrence H.Van Vlack, l989) :
Luas permukaan (A) = π r2 (2.2)
dengan ;
A = Luas Permukaan Cetakan (cm2)
r = Tinggi cetakan silinder (cm)
2.1.3.2 Penyerapan Air (Water Absorbtion)
Penyerapan air (water absorbtion) merupakan salah satu parameter yang sangat
penting untuk memprediksi dan mengetahui kekuatan dan kualitas beton polimer yang
dimana jumlah pori-pori pada permukaan sedikit dan rapat. Pengukuran penyerapan air
(water absorbtion) menggunakan rumus ( Lawrence H.Van Vlack, l989) :
Water Absorbtion (%) = − × 100%
Porositas dapat didefenisikan sebagai perbandingan antara jumlah volume
lubang-lubang kosong yang dimiliki oleh zat padat (volume kosong) dengan jumlah dari volume
zat padat yang di tempati oleh zat padat.
Porositas pada suatu material dinyatakan dalam persen (%) rongga fraksi volume dari
suatu rongga yang ada dalam material tersebut. Besarnya porositas pada suatu material
bervariasi mulai dari 0 % sampai dengan 90 % tergantung dari jenis dan aplikasi material
tersebut. Ada dua jenis porositas yaitu porositas tertutup dan porositas terbuka. Porositas
tertutup pada umunya sulit untuk ditentukan pori tersebut merupakan rongga yang
terjebak didalam padatan dan serta tidak ada akses ke permukaan luar, sedangkan
porositas terbuka masih ada akses ke permukaan luar, walaupun rongga tersebut ada
ditengah-tengah padatan. Porositas suatu bahan pada umumnya dinyatakan sebagai
porositas terbuka dengan rumus ( Lawrence H.Van Vlack, l989) :
air
ρ = Massa jenis air (gr/cm3)
Dalam pengujian ini juga di dapat kan volume benda uji berbentuk silinder dengan rumus
( Lawrence H.Van Vlack, l989) :
L d uji benda
Volume 2
4
π
= (2.5)
( Lawrence H.Van Vlack, l989)
2.2 Agregat
Agregat menempati 65 – 80 % volum total dari beton, sifat-sifatnya sangat
mempengaruhi kualitas beton. Agregat yang baik seharusnya mempunyai sifat-sifat
sebagai berikut :
1. Keras dan kuat
2. Bersih
3. Tahan lama
4. Masa jenis tinggi
5. Butir bulat
6. Distribusi ukuran butir yang cocok.
(Tata Surdia, 2005)
Agregat dapat diperoleh dari proses pelapukan dan abrasi atau pemecahan massa
batuan induk yang lebih besar. Oleh karena itu, sifat agregat tergantung dari sifat batuan
induk. Sifat-sifat tersebut diantaranya, komposisi kimia dan mineral, klasifikasi
petrografik , berat jenis, kekerasan (hardness), kekuatan, stabilitas fisika dan kimia,
struktur pori, warna dan lain-lain. Namun, ada juga sifat agregat yang tidak bergantung
dari sifat batuan induk, yaitu ukuran dan bentuk partikel, tekstur dan absorbsi permukaan.
Agregat yang digunakan dalam campuran beton dapat berupa agregat alam atau
agregat buatan (artificial aggregates). Secara umum agregat dapat dibedakan berdasarkan
ukurannya, yaitu, agregat kasar dan agregat halus. Batasan antara agregat kasar dan
demikian, dapat diberikan batasan ukuran antara agregat halus dengan agregat kasar yaitu
4.80 mm (British Standard) atau 4.75 mm (Standar ASTM). Agregat kasar adalah batuan
yang ukuran butirannya lebih besar dari 4.80 mm (4.75 mm). Agregat dengan ukuran
lebih besar dari 4.80 – 40 mm disebut kerikil beton yang lebih dari 40 mm disebut kerikil
kasar.
Agregat yang digunakan dalam campuran beton biasanya berukuran lebih kecil
dari 40 mm. Agregat yang ukurannya lebih besar dari 40 mm digunakan untuk pekerjaan
sipil lainnya, misalnya untuk pekerjaan jalan, tanggul-tanggul penahan tanah, bronjong
atau bendungan, dan lainnya. Agregat halus biasanya dinamakan pasir dan agregat kasar
dinamakan kerikil, spilit, batu pecah, kricak dan lainnya.
2.2.1 Agregat Kasar
Jenis agregat kasar yang umum adalah :
1. Batu Pecah Alami : Bahan ini di dapat dari cadas atau batu pecah alami yang
digali.batu ini dapat berasal dari gunung api, jenis sedimen, atau jenis metamorf.
Meskipun dapat menghasilkan kekuatan yang tinggi terhadap beton, batu pecah
kurang memberikan kemudahan pengerjaan dan pengecoran dibandingkan dengan
jenis agregat kasar lainnya.
2. Kerikil Alami : Kerikil didapat dari proses alami, yaitu dari pengikisan tepi
maupun dasar sungai oleh air sungai yang mengalir. Kerikil memberikan
kekuatan yang lebih rendah dari pada batu pecah, tetapi memberikan kemudahan
pengerjaan yang lebih tinggi.
3. Agregat Kasar Buatan : Terutama berupa slag atau shale yang biasa digunakan
untuk beton berbobot ringan. Biasanya merupakan hasil dari proses lain seperti
blast-furnace dan lain-lain.
4. Agregat untuk Perlindungan Nuklir dan Berbobot Berat : Dengan adanya tuntutan
yang spesifik pada zaman atau sekarang ini, juga untuk pelindung dari radiasi
tenaga nuklir, maka perlu adanya beton yang dapat melindungi dari sinar x, sinar
gamm, dan neutron.
2.2.2 Agregat Halus
Agregat halus atau pasir adalah material yang dapat lolos dari saringan nomor 4,
yaitu saringan yang setiap 1 inchi panjang mempunyai 4 lubang. Material yang kasar dari
ukuran ini digolongkan sebagai agregat yang kasar atau koral.(George Winter, 1993).
Ukurannya bervariasi antara ukuran No. 4 dan No. 100 saringan Standar Amerika.
Agregat halus yang baik harus bebas organik, lempung, partikel, yang lebih kecil dari
saringan No.100, atau bahan-bahan lain yang dapat merusak campuran beton. Variasi
ukuran dalam suatu campuran harus mempunyai gradasi yang baik, yang sesuai dengan
standar analisis saringan dari ASTM ( American Society of Testing and Materials ).
Tabel 2.2 Syarat Mutu Kekuatan Agregat Sesuai SII.0052-08
Kelas dan mutu
Beton
Kekerasan dengan bejana
Rudelloff, bagian hancur
menembus ayakan 2
mm,persen % maksimum
Kekerasan dengan
bejana geser Los
Angelos, bagian
Beton kelas I dan mutu
B0 dan B1
22-30 24-32 40-50
Beton kelas II dan mutu
K-125,K-175 dan K-225
14-22 16-24 27-40
Beton kelas III dan mutu
> K-225 atau beton
pratekan
Kurang dari
14
Kurang dari
16
Kurang dari 27
2.3 Semen
Semen adalah bahan pengikat hidrolis berupa bubuk halus yang dihasilkan dengan
cara menghaluskan klinker (bahan ini terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang
bersifat hidrolis), dengan batu gips sebagai bahan tambahan. Bahan baku pembuatan
semen adalah bahan-bahan yang mengandung kapur, silika, alumina, oksida besi, dan
oksida-oksida lainnya.(Wuryati Samekto, 2001).
Fungsi utama semen adalah sebagai perekat.Bahan-bahan semen terdiri dari batu
kapur (gamping) yang mengandung senyawa: Calsium Oksida (CaO), lempung atau
tanah liat (clay) adalah bahan alam yang mengandung senyawa: Silika Oksida (SiO2),
Aluminium Oksida (Al2O3), Besi Oksida (Fe2O3) dan Magnesium Oksida (MgO). Untuk
menghasilkan semen, bahan baku tersebut dibakar sampai meleleh, sebagian untuk
membentuk klinker. Klinker kemudian dihancurkan dan ditambah dengan gips (gypsum).
(Abdul Rais,2007).
Semen dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu semen hidraulik dan semen
nonhidraulik. Semen hidraulik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di
dalam air. Contoh semen hidraulik antara lain kapur hidraulik, semen pozollan, semen
terak, semen alam, semen portland,semen alumina dan semen expansif. Contoh lainnya
adalah semen portland putih, semen warna, dan semen-semen untuk keperluan khusus.
Sedangkan semen non-hidraulik adalah semen yang tidak dapat mengikat dan mengeras
di dalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen
non-hidraulik adalah kapur.(Tri Mulyono, 2005).
2.3.1 Semen Portland
Semen portland adalah bahan konstruksi yang paling banyak digunakan dalam
pekerjaan beton. Menurut ASTM C-150,1985, semen portland didefinisikan sebagai
silikat hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat
sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya.
Ditinjau dari penggunaannya, menurut ASTM Semen Portland dapat dibedakan
menjadi lima tipe :
a. Semen Tipe I ( Semen penggunaan umum )
Sifat dari semen portland tipe I yaitu MgO dan SO3 hilang pada saat
pembakaran. Kehalusan dan kekuatannya secara berturut-turut juga ditentukan. Secara
umum mempunyai sifat-sifat umum dari semen. Digunakan secara luas sebagai semen
untuk teknik sipil dan konstruksi arsitektur misalnya pembangunan jalan, bangunan beton
bertulang, jembatan dan lain-lain.
b. Tipe II ( Semen pengeras pada panas sedang )
Semen Portland tipe II mempunyai C3S kurang dari 50% dan C3A kurang dari
8%. Kalor hidrasi 70 kal atau kurang (7 hari) dan 80 kal atau kurang (28 hari) pada
kondisi sedang. Peningkatan dari kekuatan jangka panjang diinginkan. Seca-ra umum
dipakai untuk mencegah serangan sulfat dan lingkungan sistem drainase dengan kadar
konsentrat tinggi didalam tanah.
c. Tipe III ( Semen berkekuatan tinggi awal )
Semen portland tipe III mengandung C3S maksimum. Kekuatan awal (1 hari dan
3 hari) diintensifkan, ditentukan untuk mempunyai kekuatan di atas 40 kg/cm² selama
penekanan 1 hari dan di atas 90 kg/cm² selama penekanan 3 hari. Kegunaannya yaitu
untuk menggantikan semen penggunaan umum untuk pekerjaan yang mendesak. Cocok
untuk pekerjaan dimusim dingin. Biasanya dipakai untuk konstruksi bangunan, pekerjaan
pembuatan jalan, dan produk semen.
d. Tipe IV ( Semen jenis rendah )
Pada semen Portland tipe IV, kalor hidrasi lebih rendah l0 kal dari pada semen
pengeras pada panas sedang, ditentukan dibawah 60 kal (7hari) dan diba-wah 70 kal yaitu
28 hari (ASTM).Memberikan kalor hidrasi minimum seperti semen untuk pekerjaan
masif. Dimana panas yang terjadi sewaktu hidrasi merupakan faktor penentu bagi
kebutuhan beton/mortar.
e. Tipe V ( Semen tahan sulfat )
Semen portland tipe V mempunyai C3S dibawah 50% dan C3A dibawah 50%
(ASTM). Diusahakan agar kadar C3A minimum untuk memperbesar ketaha-nan terhadap
sulfat. Biasanya dipakai untuk pekerjaan beton dalam tanah yang mengandung banyak
sulfat dan yang berhubungan dengan air tanah dan pelapisan dari saluran air dalam
terowongan. (Chu Kia Wang, 1993)
Komposisi kimia dari kelima tipe semen tersebut dapat dilihat pada tabel 2.3 :
Tabel 2.3 Persentasi Komposisi Semen Portland
sulfat
2.3.1.1 Semen Portland Tipe I
Semen portland tipe I adalah bahan konstruksi yang paling banyak digunakan
dalam pekerjaan beton. Menurut ASTM C-150,1985, semen portland didefinisikan
sebagai semen hidraulik yang dihasilkan dengan menggiling kliner yang terdiri dari
kalsium silikat hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium
sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya. (Tri
Mulyono, 2005).
Semen Portland dibuat dari serbuk halus kristalin yang komposisi utamanya
adalah kalsium dan aluminium silkat. Bahan baku utama dalam pemnuatan semen
Portland adalah sebagai berikut :
• Kapur (CaO) – dari batu kapur (60 – 65 %)
• Silika (SiO2) – dari lempung (17 – 25 %) • Alumina (Al2O3) – dari lempung (3 – 8 %) (Chu-Kia Wang, 1993).
Untuk Penelitian ini digunakan semen Portland Tipe I yang diproduksi oleh
PT.Semen Padang, Sumatera Barat. Semen ini dibuat dengan standart ASTM C-150
untuk semen portland.
2.3.2 Semen Portland Pozzolan
Pozzolan merupakan bahan yang mengandung silica atau senyawanya dan
alumina, yang tidak memiliki sifat mengikat seperti semen, tetapi dalam bentuk yang
halus adanya air dapat menjadi suatu massa padat yang tidak larut dalam air.
(Tjokrodimuljo,1996).
Semen pozzolan adalah bahan pengikat hidrolis yang terbuat dari hasil
penggilingan pozzolan dan kapur padam sesuai dengan ukuran halus dan homogen yang
mempunyai sifat semen dan memenuhi standar yang diperlukan.
Kegunaan semen Portland pozzolan :
1. Sebagai pengganti semen Portland.
2. Bahan komponen bangunan struktur ringan seperti lantai, dinding dan saluran air.
3. Material untuk bangunan rumah sangat sederhana di perkotaan dan pedesaan.
4. Material untuk jalan lingkungan pedesaan.
5. Mempertinggi kualitas beton.
(Distamben, 2009).
Semen portland pozzolan merupakan campuran dari semen portland biasa dengan
serbuk halus trass atau pozzolan, atau benda-benda yang bersifat pozzolan (misalnya abu
terbang, fly ash). Kadarnya adalah antara 10% - 30% dari berat. (Wuryati Samekto,
2001).
2.3.3 Faktor Air Semen (FAS)
Secara umum diketahui bahwa semakin tinggi FAS, semakin rendah mutu
kekuatan beton. Namum demikian, nilai FAS yang semakin rendah tidak selalu brarti
bahwa kekuatan beton semakin tinggi. Ada batas-batas dalam hal ini. Nilai FAS yang
rendah akan menyebabkan kesulitan dalam pengerjaan, yaitu kesulitan dalam
pelaksanaan pemadatan yang pada akhirnya menyebabkan mutu beton menurun.
Umumnya nilai FAS minimum yang diberikan sekitar 0,4 dan maksimum 0,65. Rata-rata
ketebalan lapisan yang memisahkan antar partikel dalam beton sangat tergantung pada
faktor air semen yang digunakan dan kehalusan butir semennya. (Tri Mulyono, 2005)
2.4 Air
Air sebagai bahan pencampur smen berperan sebagai bahan perekat, sehinnga
penambahan air dalam pembuatan spesi beton merupakan unsur yang sangat penting.
Peranan air sebagai bahan perekat terjadi melalui reaksi hidrasi, yaitu semen dan air akan
Secara umum, air yang dapat diminum cocok digunakan sebagai air pencampur,
sebab telah memenuhi persyaratan teknis sebagai air pencampur. Air yang digunakan
dalam pembuatan beton pra-tekan dan beton yang akan ditanami logam alumunium
(termasuk air bebas yang terkandung dalam agregat) tidak boleh mengandung ion klorida
dalam jumlah yang membahayakan. Untuk perlindungan terhadap korosi, konsentrasi ion
klorida maksimum yang terdapat dalam beton yang telah mengeras pada umur 28 hari
yang dihasilkan dari bahan campuran termasuk air, agregat, bahan bersemen dan bahan
campuran tambahan tidak boleh melampaui nilai batas yang diberikan pada Tabel 2.4:
Tabel 2.4 Batas Maksimum Ion Klorida
Jenis beton Batas
(%)
Beton pra-tekan
Beton bertulang yang selamanya berhubungan dengan klorida
Beton bertulang yang selamanya kering atau terlindung dari
basah
Konstruksi beton bertulang lainnya
0,06
0,15
1,00
0,30
(sumber: Tri Mulyono 2005).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Alat Dan Bahan 3.1.1. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
- Timbangan
- Gelas Ukur 1000 ml.
- Wadah
- Kuas
- Batang Perojok
- Ayakan
- Skrup
- Sendok semen
- Mesin Kompresor (compressor machine)
3.1.2. Bahan – bahan
Bahan- bahan yang di pergunakan dalam penelitian ini adalah :
- Semen Portland Pozzolan
- Semen Portland Tipe I
- Agregat
a. Agregat kasar (kerikil)
b. Agregat halus ( pasir).
- Air
- Vaselin
3.2 Metodelogi Penelitian 3.2.1 Diagram alir penelitian
KERIKIL - SEMEN PORTLAND POZZOLAN
- Kuat Tekan
- Penyerapan Air - Porositas
3.3 Prosedur Pengujian Kuat Tekan
3.3.1 Prosedur Pembuatan Benda uji Kuat Tekan
Prosedur yang dilakukan pada penelitian kuat tekan yaitu:
1. Persiapan alat dan bahan
Seluruh peralatan dan bahan disiapkan, guna memudahkan dalam
pengerjaan pengadonan dan pencetakan benda uji.
PENCAMPURAN
PENGADUKAN
PENCETAKAN
PENGERINGAN
PERENDAMAN
HASIL / LAPORAN PENELITIAN ANALISIS DATA
PENGERINGAN
2. Perencanaan campuran beton
Dalam penelitian ini digunakan campuran beton berdasarkan tabel dibawah ini
dimana telah dilakukan penelitian terhadap berapa banyaknya digunakan komposisi beton
tiap m yaitu: 3
Tabel 3.1 Komposisi Adukan Beton Rencana
Nama Bahan Massa/Volume
3
m kg
Perbandingan
Semen 367,4 1
Pasir 720,5 2
Kerikil 1127,0 3
Air 185,0 0,5
Sumber : Tri Mulyono,2005
Gambar 4.1 : Cetakan silinder ∅ 15 cm, t 30 cm
Volume beton 1 buah silinder adalah :
Silinder dengan : Diameter = ∅ 15 cm
Maka jari-jari, r = ½ (15 cm)
= 7,5 cm
Volume beton = π x (r )2 x t
= (3,14) x (7,5 cm)2 x (30 cm)
= (3,14) x (56,25 cm2) x (30 cm)
= 5298,75 cm3
= 0,00529875 m3
Untuk menghindari hilangnya beton pada waktu pengecoran maka dilakukan
Safety Factor (SF) = 1,2. Maka volume beton yang diaduk untuk 1 buah beton silinder
dengan SF = 1,2 adalah
Volume 1 buah silinder = 0,00529875 m3 x 1,2
= 0,0063585 m3
maka massa komposisi pasta dari beton untuk satu buah silinder dengan volume
0,0063585 m3 adalah sebagai berikut;
Contoh perhitungan:
Massa semen = 0,0063585 m3 x 367,4 Kg/m3
= 2,34 Kg
Nama Bahan Massa/Volume
3
m kg
Perbandingan
Semen 2,34 1
Pasir 4,58 2
Kerikil 7,17 3
Air 1,18 0,5
Maka untuk 3 buah silinder atau per sample:
Contoh perhitungan:
Massa semen = 2,34 x 3 = 7,02 Kg
Massa kerikil = 7,17 x 3 = 21,51 Kg
Massa air = 1,18 x 3 = 3,54 Kg
3. Pengadonan dan Pencetakan
Adapun pembuatan benda uji yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Menyediakan bahan-bahan campuran beton yaitu semen, pasir, kerikil dan air.
2. Setelah semua bahan disediakan maka dimasukan bahan dalam tempat
pengadonan yaitu pasir, kerikil, dan semen lalu diaduk sampai rata dan diberi air
pada bagian tengah adonan serta dibiarkan ± 2 – 5 menit agar campuran saling
mengikat.
3. Kemudian diaduk dan dicampur semua pasta beton sampai campuran benar-benar
homogen.
4. Setelah pengadonan selesai dilakukan pencetakan dengan cara memasukan pasta
beton kedalam cetakan silinder setinggi 1/3 tinggi cetakan, kemudian dirojok
dengan batang perojok besi untuk menjamin kepadatan susunan campuran.
5. Dimasukkan kembali 1/3 bagian campuran pasta beton kedalam cetakan
kemudian dirojok kembali.
6. Dimasukkan kembali pasta beton kedalam cetakan sampai penuh kemudian
dirojok kembali.
7. Permukaan cetakan diratakan dengan skrap dan benda uji diletakkan pada
ruangan perawatan.
8. Setelah beton berumur 24 jam cetakan dibuka dan diberi nomor kode pada benda
uji sesuai yang diinginkan kemudian diletakkan pada ruangan perawatan
kembali.
3.3.2 Prosedur Pengujian Kuat Tekan Beton ( Compresive Strength )
Pengujian kuat tekan beton dilakukan untuk mengetahui kuat tekan hancur dari
benda uji. Benda uji yang dipakai adalah silinder. Pengujian kuat tekan dilakukan saat
beton berumur 7, 14, 21 dan 28 hari. Jumlah beton yang diuji pada umur 7, 14, 21 dan 28
Adapun prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut:
1. Mengeluarkan benda uji setelah berumur 6, 13, 20 dan 27 hari dari bak
perendaman dan diletakkan pada ruangan sampai sampel kering dan hal ini
dilakukan selama 24 jam tepatnya benda uji mencapai umur 7, 14, 21 dan 28 hari.
2. Sebelum benda uji diberi pembebanan, diukur kembali masing-masing sisi.
3. Beban tekan diberikan secara perlahan-lahan pada benda uji dengan cara
mengoperasikan tuas pompa sehingga benda uji runtuh.
4. Pada saat jarum penunjuk skala beban tidak naik lagi atau bertambah, maka skala
yang ditunjukkan oleh jarum tersebut dicatat sebagai beban maksimum yang
dapat dipikul oleh benda uji tersebut.
5. Prosedur ini dilakukan untuk sampel benda uji kuat tekan yang lain.
3.4 Prosedur Pengujian Penyerapan Air
3.4.1 Prosedur Pembuatan Benda Uji Penyerapan Air
Prosedur yang dilakukan pada penelitian penyerapan air yaitu:
1. Persiapan alat dan bahan
Seluruh peralatan dan bahan disiapkan, guna memudahkan dalam pengerjaan
pengadonan dan pencetakan benda uji.
2. Perencanaan campuran beton
Dalam penelitian ini digunakan campuran beton berdasarkan tabel 3.1.
3. Pengadonan dan Pencetakan
Adapun pembuatan benda uji yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Menyediakan bahan-bahan campuran beton yaitu semen, pasir, kerikil dan air.
2. Setelah semua bahan disediakan maka dimasukkan bahan pada tempat
pengadonan yaitu pasir, kerikil, dan semen dan diaduk sampai rata dan diberi air
pada bagian tengan adonan serta dibiarkan ± 2 – 5 menit agar campuran saling
3. Kemudian diaduk dan dicampur semua pasta beton sampai campuran benar-benar
homogen.
4. Setelah pengadonan selesai dilakukan pencetakan dengan cara memasukkan
pasta beton ke dalam cetakan silinder setinggi 1/3 tinggi cetakan, kemudian
dirojok dengan batang perojok besi untuk menjamin kepadatan susunan
campuran.
5. Dimasukkan kembali 1/3 bagian campuran pasta beton kedalam cetakan
kemudian dirojok kembali.
6. Dimasukkan kembali pasta beton kedalam cetakan sampai penuh kemudian
dirojok kembali.
7. Permukaan cetakan diratakan dengan skrap dan benda uji diletakkan pada
ruangan perawatan.
8. Setelah beton berumur 24 jam cetakan dibuka dan diberi nomor kode pada benda
uji sesuai yang diinginkan kemudian diletakkan pada ruangan perawatan
kembali.
3.4.2 Prosedur Pengujian Penyerapan Air ( Water Absorbtion )
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui banyaknya air yang diserap oleh beton
partikel setelah direndam pada periode tertentu. Uji penyerapan air ( water absorbtion )
menggunakan benda uji berbentuk silinder. Penyerapan beton dilakukan pada saat beton
berumur 7, 14, 21 dan 28 hari, dengan jumlah beton yang akan diuji yaitu terdiri dari 3
sampel untuk masing-masing campuran.
Adapun prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut:
1. Benda uji pada umur 6, 13, 20 dan 27 hari diambil dari ruangan dan ditimbang
guna mengambil massa keringnya (mk).
2. Kemudian benda uji dilakukan perendaman di dalam bak perawatan selama 24
jam.
3. Setelah perendaman benda uji dikeluarkan, tepatnya benda uji berumur 7, 14, 21
dan 28 hari maka benda uji bila perlu dilap seluruh permukaan benda uji guna
4. Maka benda uji tersebut ditimbang kembali untuk memperoleh masa basah benda
uji (mb) tersebut.
6. Prosedur ini dilakukan untuk sampel benda uji yang lain.
3.5 Prosedur Pengujian Porositas
3.5.1 Prosedur Pembuatan Benda Uji Porositas
Prosedur yang dilakukan pada penelitian porositas yaitu:
1. Persiapan alat dan bahan.
Cetakan berupa silinder sebanyak 12 buah disiapkan, begitu juga dengan material
untuk benda uji.
2. Perencanaan campuran beton
Dalam penelitian ini digunakan campuran beton berdasarkan tabel 3.1.
3. Pengadonan dan Pencetakan
Adapun pembuatan benda uji yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Menyediakan bahan-bahan campuran beton yaitu semen, pasir, kerikil dan air.
2. Setelah semua bahan disediakan maka dimasukkan bahan pada tempat
pengadonan yaitu pasir, kerikil, dan semen dan diaduk sampai rata dan diberi air
pada bagian tengah adonan serta dibiarkan ± 2 – 5 menit agar campuran saling
mengikat.
3. Kemudian diaduk dan dicampur semua pasta beton sampai campuran benar-benar
homogen.
4. Setelah pengadonan selesai dilakukan pencetakan dengan cara memasukkan pasta
beton kedalam cetakan silinder setinggi 1/3 tinggi cetakan, kemudian dirojok
dengan batang perojok besi untuk menjamin kepadatan susunan campuran.
5. Dimasukkan kembali 1/3 bagian campuran pasta beton ke dalam cetakan
kemudian dirojok kembali.
6. Dimasukkan kembali pasta beton kedalam cetakan sampai penuh kemudian
7. Permukaan cetakan diratakan dengan skrap dan benda uji diletakkan pada ruangan
perawatan.
8. Setelah beton berumur 24 jam cetakan dibuka dan diberi nomor kode pada benda
uji sesuai yang diinginkan kemudian diletakkan pada ruangan perawatan kembali.
3.5.2 Prosedur Pengujian Porositas
Prosedur pengujian porositas dilakukan untuk mengetahui besarnya porositas
yang terdapat pada benda uji. Semakin banyak porositas yang terdapat pada benda uji
maka semakin rendah kekuatannya, begitu pula sebaliknya. Pengujian porositas
menggunakan benda uji berbentuk silinder. Pengujian porositas dilakukan pada beton uji
penyerapan air. Sehingga pengujian porositas dapat langsung bersamaan dengan uji
penyerapan air.
Adapun prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut :
1. Benda uji pada umur 6, 13, 20 dan 27 hari diambil dari ruangan dan ditimbang
guna mengambil masa keringnya (mk).
2. Kemudian benda uji dilakukan perendaman di dalam bak perawatan selama 24
jam
3. Setelah perendaman benda uji dikeluarkan, tepatnya benda uji berumur 7, 14, 21
dan 28 hari maka benda uji bila perlu dilap seluruh permukaan benda uji guna
menghindari air yang berlebihan.
4. Maka benda uji tersebut ditimbang kembali untuk memperoleh masa basah benda
uji (mb) tersebut.
5. Prosedur ini dilakukan untuk sampel benda uji yang lain.
3.6 Pengujian Sampel 3.6.1 Kuat Tekan
Kuat tekan beton pada dasarnya adalah sebuah fungsi dari volume pori/rongga
dari beton itu sendiri. Pengujian kuat tekan beton dilakukan pada saat beton berumur 7,
14, 21 dan 28 hari, dimana pada saat umur 6, 13, 20 dan 27 hari benda uji dikeluarkan
dari bak perendaman dan pada hari ke 7, 14, 21 dan 28 benda uji dikeringkan dengan
(Compressor Machine) hingga didapatkan beban maksimumnya. Pengujian dilakukan
sebanyak 3 kali untuk setiap sampel agar diperoleh kuat tekan rata – rata. Kuat tekan
beton dapat ditentukan dengan rumus 2.1.
3.6.2 Penyerapan Air (Water Absorbtion)
Pengujian ini, dimaksudkan untuk mengetahui banyaknya air yang diserap oleh
beton direndam pada periode tertentu. Dalam pengujian ini beton yang sudah mengalami
aging selama 7, 14, 21 dan 28 hari ditimbang dengan maksud mendapatkan massa kering
dari beton (mk) setelah itu beton direndam selama 24 jam untuk memperoleh massa basah
beton (mb), namun dalam hal ini beton dilap terlebih dahulu agar basah daripada beton
tidak berlebihan. Besarnya penyerapan air dapat ditentukan dengan rumus 2.3.
3.6.3 Porositas
Pengujian porositas dilakukan pada benda uji yang sama terhadap pengujian
penyerapan air (water absorbtion) jadi pengujian ini dilakukan guna memperoleh massa
basah (mb) setelah beton direndam dan diperoleh massa kering (mk) sebelum dilakukan
perendaman. Porositas dari benda uji dapat ditentukan dengan rumus 2.5.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisis Data
4.1.1 Pengujian Kuat Tekan Beton
Pengujian kuat tekan beton dilakukan dengan menggunakan alat Mesin
Kompresor (Compressor Machine). Kuat tekan beton dapat ditentukan dengan rumus 2.1.
Perhitungan pengujian kuat tekan sebagai berikut:
Beban maksimum (F) = 270000 N
Untuk perhitungan kuat tekan rata-rata:
Kuat tekan rata-rata (f’c)
Kuat Tekan rata-rata
3
Dari perhitungan di atas, diperoleh data hasil pengujian kekuatan tekan beton
sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan tertera pada tabel berikut ini :
7 hari 270000
Tabel 4.2 Data hasil pengujian kuat tekan yang menggunakan semen portland tipe I
14 hari 380000
semen portland pozzolan semen portland tipe I
Gambar. 4.1 Grafik pengujian kuat tekan beton menggunakan semen portland pozzolan dan semen portland tipe I
Pengujian kuat tekan beton dilakukan setelah beton berumur 7, 14, 21 dan 28
hari sejak pengecoran. Dari data tabel 4.1, diperoleh kuat tekan rata-rata beton yang
menggunakan semen Portland pozzolan sebesar 16,23 Mpa, 21,14 Mpa, 22,08 Mpa dan
23,50 Mpa dan yang menggunakan semen Portland tipe I sebesar 15,66 Mpa, 20,42 Mpa,
21,02 Mpa dan 21,53 Mpa.
Kuat tekan beton semakin meningkat pada beton yang menggunakan semen
portland pozzolan dan semen portland tipe I. Hal ini disebabkan karena berkurangnya
pada beton maka kuat tekan beton semakin meningkat. Peningkatan ini sesuai dengan
sifat dari beton, di mana beton akan mengalami perubahan kekuatan saat beton berumur 7
hari sampai 28 hari.
4.1.2 Pengujian Penyerapan Air (Water Absosbtion)
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui banyaknya air yang diserap
oleh beton setelah direndam pada periode tertentu. Dalam pengujian ini beton yang sudah
mengalami pengeringan berumur 6, 13, 20 dan 27 hari kemudian direndam selama 24
jam. Penyerapan air dapat ditentukan dengan rumus 2.3.
Perhitungan pengujian penyerapan air sebagai berikut:
• Penyerapan air
Massa basah (Mb) = 12800 gram
Perhitungan Penyerapan air rata-rata :
3
3 2
1 WaterAbsorbtion WaterAbsorbtion btion
Dari perhitungan di atas, diperoleh data hasil pengujian penyerapan air pada beton
Tabel 4.3 Data pengujian penyerapan air yang menggunakan semen
12.80
semen portland pozzolan semen portland tipe I
Gambar. 4.3 Grafik pengujian penyerapan air menggunakan semen portland pozzolan dan semen portland tipe I
Dari gambar grafik 4.2 di atas dapat dilihat persentase penyerapan air untuk beton
berumur 7, 14, 21 dan 28 hari dengan menggunakan semen portland pozzolan adalah
sebesar 1,05 %, 0,79 %, 0,65 % dan 0,51 %. Sedangkan yang menggunakan semen
portland tipe I adalah sebesar 1,04 %, 0,91 %, 0,77 % dan 0,64 %.
Penyerapan air semakin menurun pada beton yang menggunakan semen portland
pozzolan dan semen portland tipe I. Hal ini disebabkan karena berkurangnya kandungan
air yang disebabkan karena pemanasan. Dengan berkurangnya kandungan air yang ada
pada beton maka penyerapan air akan semakin menurun.
Pengujian porositas dilakukan setelah beton mengalami pengeringan berumur 6,
13, 20 dan 27 hari kemudian direndam selama 24 jam. Porositas dapat ditentukan dengan
rumus 2.4.
Perhitungan pengujian porositas sebagai berikut:
• Porositas
Untuk perhitungan porositas rata-rata :
3
Dari perhitungan di atas, diperoleh data hasil pengujian porositas beton yang
menggunakan semen portland pozzolan dan semen portland tipe I sesuai dengan hasil
penelitian yang telah dilakukan, tertera pada tabel berikut ini;
12.70
Tabel 4.6 Data pengujian porositas yang menggunakan semen portland tipe I
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
7 14 21 28
waktu perendaman (hari)
P
o
ro
s
it
a
s
(
%
)
semen portland pozzolan semen portland tipe I
Gambar. 4.4 Grafik pengujian porositas menggunakan semen portland pozzolan dan semen portland tipe I
Dari gambar grafik 4.3 di atas dapat dilihat persentase porositas untuk beton
berumur 7, 14, 21 dan 28 hari dengan menggunakan semen portland pozzolan adalah
sebesar 2,52 %, 1,89 %, 1,57 % dan 1,26 %. Sedangkan yang menggunakan semen
portland pozzolan adalah sebesar 2,52 %, 2,20%, 1,89 %, dan 1,57 %.
Porositas beton semakin menurun pada beton yang menggunakan semen portland
pozzolan dan semen portland tipe I. Hal ini disebabkan karena berkurangnya kandungan
air yang disebabkan karena pemanasan. Dengan berkurangnya kandungan air yang ada
pada beton maka porositas akan semakin menurun.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, beton yang menggunakan semen
portland pozzolan menghasilkan kuat tekan yang lebih baik daripada yang
2. Dari hasil penelitian diperoleh nilai penyerapan air dengan menggunakan
semen portland pozzolan yaitu 0,51 % sampai 1,05 %, sedangkan semen
portland tipe I yaitu 0,64 % sampai 1,04 %. Penyerapan air semakin menurun
karena berkurangnya kandungan air yang disebabkan karena pemanasan
sehingga beton akan kering dan penyerapan air akan semakin menurun.
3. Dari hasil penelitian diperoleh nilai porositas dengan menggunakan semen
portland pozzolan yaitu 1,26 % sampai 2,52 %, sedangkan semen portland
tipe I yaitu 1,57 % sampai 2,52 %. Porositas dari beton juga akan menurun
karena berkurangnya kandungan air yang disebabkan karena pemanasan.
4. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa beton yang menggunakan
semen portland pozzolan menghasilkan beton yang berkualitas lebih baik
daripada semen portland tipe I.
5.2 Saran
1. Dalam penggunaan air, diharapkan lebih teliti karena penggunaan air yang
cukup banyak akan menghasilkan beton yang tidak optimal.
2. Dalam melakukan pencetakan, diharapkan adonan benar -benar dalam kondisi
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rais, (2007), Tesis; Pengaruh Air Payau Terhadap Beton Yang Memakai Semen
Padang di Kota Padang Sumatera Barat, Sekolah Pasca Sarjana Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Chu-Kia Wang, (1993), Desain Beton Bertulang, Jilid I, Edisi Keempat, Penerbit,
Erlangga, Jakarta.
Daryanto, (1994), Pengetahuan Teknik Bangunan, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Dinas Distamben, (2009),
/17/04/2009.
George Winter, (1993), Perencanaan Struktur Beton Bertulang, Penerbit PT. Pradnya
Paramita, Jakarta.
I Made Alit Karyawan Salain, (2009), Perbandingan Kuat Tekan dan Permeabilitas Beton
Yang Menggunakan Semen Portland Pozzolan Dengan Yang Menggunakan
Semen Portland Tipe I,
Istimawan Dipohusodo, (1996), Struktur Beton Bertulang, Penerbit Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Kardiyono Tjokrodimuljo, (1996), Teknologi Beton, Penerbit Nafiri, Yogyakarta.
Lawrence H Van Vlack, (1989), Elemen Material Science and Engineering.
Margaret Gunawan, (2000), Konstruksi Beton I, Penerbit Delta Teknik Group, Jakarta.
Syarif Hidayat, (2009), Semen; Jenis dan Aplikasinya, Cetakan I, Penerbit PT. Kawan
Pustaka, Jakarta.
Tata Surdia, (1991), Pengetahuan Teknik Bahan, Cetakan Keenam, Penerbit PT.
Pradnya Paramita, Jakarta.
Tri Mulyono, (2005), Teknologi Beton, Penerbit Andi,Yogyakarta.
LAMPIRAN
Alat dan Benda Uji Pada Penelitian
Gambar : Compressor Gambar : Timbangan
Machine
Gambar : Benda uji yang Gambar : Benda uji yang Menggunakan semen portland menggunakan semen portland