• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Keluarga Sadar Gizi Dan Status Gizi Balita Di Desa Sitinjo Induk Kecamatan Sitinjo Kabupaten Dairi Tahun 2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Keluarga Sadar Gizi Dan Status Gizi Balita Di Desa Sitinjo Induk Kecamatan Sitinjo Kabupaten Dairi Tahun 2008"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh:

RINI SIHOTANG NIM : 051000518

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

2

GAMBARAN KELUARGA SADAR GIZI DAN STATUS GIZI BALITA DI DESA SITINJO INDUK KECAMATAN SITINJO

KABUPATEN DAIRI TAHUN 2008

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH:

RINI SIHOTANG NIM : 051000518

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi Dengan Judul

GAMBARAN KELUARGA SADAR GIZI DAN STATUS GIZI BALITA DI DESA SITINJO INDUK KECAMATAN SITINJO

KABUPATEN DAIRI TAHUN 2008 Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

RINI SIHOTANG NIM : 051000518

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 02 Juni 2009 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

(Dr.Ir. Zulhaida Lubis, MKes) (Dra. Jumirah, Apt, MKes)

NIP. 131 862 380 NIP. 131 803 342

Penguji II Penguji III

(Dr.Ir.Evawany Y Aritonang, MSi) (Ernawati Nasution, SKM, MKes)

NIP. 132 049 788 NIP. 132 126 844 Medan, 02 Juni 2009

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Dekan,

(4)

4

ABSTRAK

Masalah gizi buruk dan gizi kurang berpengaruh pada rendahnya kualitas sumber daya manusia. Saat ini keadaan gizi terutama pada anak-anak masih memprihatinkan. Menurut Depkes pada tahun 2006 sekitar 28% dari jumlah balita di Indonesia mengalami gizi kurang. Selama ini telah diupayakan perbaikan gizi mencakup promosi gizi seimbang termasuk penyuluhan gizi di posyandu, fortifikasi pangan, pemberian makanan tambahan termasuk MP-ASI, pemberian suplemen gizi (kapsul vitamin A dan tablet tambah darah TTD), pemantauan dan penanggulangan gizi buruk. Kenyataannya masih banyak keluarga yang belum berperilaku gizi yang baik sehingga penurunan masalah gizi berjalan lambat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran keluarga sadar gizi dan status gizi balita, bersifat deskriptif dengan rancangan cross sectional, dilakukan di Desa Sitinjo Induk Kabupaten Dairi. Jumlah sampel adalah 66 orang. Pengumpulan data primer dilakukan dengan melakukan penimbangan, kuesioner , test yodina, dan formulir food frekuensi. Status gizi balita diukur dengan indeks antropometri BB/U. Data sekunder diperoleh dari Kepala Desa, Puskesmas, Kantor Camat, dan Dinas Kesehatan. Indikator penimbangan dan pemberian vitamin A dilihat dari KMS.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa kesadaran keluarga terhadap gizi berdasarkan indikator penimbangan balita, ASI Eksklusif, keanekaragaman makanan, penggunaan garam beryodium, penggunaan garam beryodium lebih besar pada kategori tidak baik. Pada indikator pemberian vitamin A lebih banyak pada kategori baik. Persentase status gizi dengan indikator BB/U adalah status gizi baik 78,79%, status gizi kurang 18,18%, dan status gizi buruk 3,03%.

Dari hasil penelitian juga dapat diketahui semakin keluarga sadar gizi maka status gizi balita baik.

Sebagai rekomendasi dalam hal ini diharapkan pelaksanaan penyuluhan tentang ASI Eksklusif, cara menggunakan dan menyimpan garam beryodium, pentingnya penimbangan, penganekaragaman dengan penggunaan lahan pekarangan. Adanya upaya Dinas Kesehatan dan Pemerintah untuk membantu upaya sosialisasi dan pelaksanaan program kadarzi termasuk alokasi dana.

(5)

ABSTRACT

The problem of defisit nutrition and mal nutrition contributed to a lower quality human power. Recently the nutritional status of children under five years old especially has been a serious concern. According to Health Department in 2006, about 28% of total children under five years old in Indonesia suffered from mal nutrition. So far there has been the nutrition improvement attempt, including the balance nutrition promotion involving the nutrition extension in integrated service post, food fortification, give food additional including MP-ASI, nutrition supplement ( Vitamin A capsule and blood- producing tablet), monitoring and management of under nutrition. In reality, there were still many families who did not practice a good nutrition behavior, thus the management of nutrition problem operated slowly.

The objective of research would be to know the description of nutritional– awareness family and nutritional status of the children under five years old, this was a descriptive research by cross sectional design, conducted in Sitinjo Induk village, the district of Dairi. Total sample was 66 family. The collection of primary data was made throught weighing, distribution of questionnaires, yodine test, and food frequency forms. The nutritional status of children under five years old was measured by anthropometry index of BB/U. The secondary data was gained from Chief of Village, Public Health Center, Sub district Office, and Health Service Board. Indicators of weighing and vitamin A administration were seen from KMS.

The result of research indicated that the awareness of family on nutrition base on indicators of children under five years old weighing, Exclusive breast feeding, food diversity, the using yodium salt, was classified in to bad categorization. In indicator of vitamin A administration, it was more found in good categorization. The persentage of nutritional status with indicator BB/U was in good nutritional status 77,27%, defisit nutritional status 18,18%, and mal nutritional status 3,03%.

The result also indicated that the larger family’s nutrition awareness, the better nutritional status of children under five years old would be.

It is recommended that exclusive breast feeding extension, the method of use and yodium salt storage, the importance of weighing, diversity and utilization of yard park, should be implemented. There should be participation of health agency and government to help the socialization and implementation of nutritional-awareness program and also the allocation of fund.

(6)

6

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Rini Sihotang

Tempat tanggal lahir : Sidikalang , 22 Januari 1982

Agama : Kristen Katolik

Status Perkawianan : Belum Kawin Jumlah Anggota keluarga : 6 orang bersaudara

Alamat Rumah : Jln. Tigalingga KM 2. SD Inpres No. 142 Sidikalang

Riwayat Pendidikan : 1. 1988 − 1994 SD ST.Yosef Bersubsidi Sidikalang

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih. Atas berkat dan karunia-Nyalah saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Gambaran Keluarga Sadar Gizi Dan Status Gizi Balita di Desa Sitinjo Induk Kecamatan Sitinjo Kabupaten Dairi Tahun 2008.

Selama proses skripsi ini mulai dari proposal, penelitian dan pembuatan laporan penelitian (skripsi), saya mendapatkan banyak bimbingan dan arahan dari dosen pembimbing. Untuk itu saya mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang tulus kepada Ibu Dr. Ir.Zulhaidah Lubis, MSi, selaku dosen pembimbing I. Ibu Dra. Jumirah, Apt, MKes, selaku dosen pembimbing II, sekaligus ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, saran dan motivasi yang sangat berharga bagi penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini, saya juga berterimakasih kepada berbagai pihak atas bantuanya dalam penyusunan skripsi ini. Ucapan terimakasih saya yang tulus, saya tujukan kepada:

1. Ibu dr.Ria Masniari Lubis, MSi, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. dr. David H Simanjuntak selaku penasehat akademik yang telah memberikan bimbingan dan nasehat selama penulis menjadi mahasiswa bimbingan beliau.

3. dr. Nitawati Sitohang, selaku Kepala Puskesmas Sitinjo yang telah memberi izin dan dukungan dalam penyelesaian kuliah saya dan skripsi ini.

4. Bapak Japar Kudadiri yang memberikan izin untuk melakukan penelitian di Desa tersebut.

(8)

8

6. Kepada kedua orang tua saya M Sihotang. S.Sos dan T Manalu yang telah memberikan semangat dan dorongan baik moril maupun materil serta doa yang tak henti-hentinya menyertai dalam melanjutkan pendidikan sarjana di Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Medan.

7. Kepada adikku yang tersayang Maria Morisa Sihotang yang telah setia menemani setiap kegiatanku dalam melaksanakan penelitian ini, serta adik-adikku yang juga memberi dukungan dan doa Theresia, Beniarto, Hendri, Rizona.

8. Kepada pegawai-pegawai Puskesmas Sitinjo yang telah memberi dukungan dan doa kepada saya hingga saya bisa menyelesaikan perkuliahan saya ini.

9. Juga kepada teman-teman satu perjuangan di FKM USU, yang telah memberi dukungan dan dorongan, serta kebersamaan selama ini dalam penyelesaian skripsi ini.

Akhirnya kata semoga Tuhan yang maha pengasih senanatiasa memberkati dan melimpahkan karunia-nya kepada kita semua dan harapan saya semoga skipsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Mei 2009 Penulis

(9)

DAFTAR ISI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Keluarga Sadar Gizi ... 7

2.2. Pembinaan Keluarga Sadar Gizi ... 8

a. Memantau Pertumbuhan Balita Dengan Menimbang Berat Badan .. Secara Teratur... 12

b. Memberikan ASI Eksklusif... 13

c. Makan Beraneka Ragam... 14

d. Menggunakan Garam beryodium Dalam Makanannya ... 15

e. Pemberian Kapsul Vitamin A ... 16

2.8. Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Sadar Gizi Keluarga ... 17

a. Pengetahuan ... 17

b. Pendapatan Keluarga ... 17

2.9. Pengertian Status Gizi ... 18

2.10. Status Gizi Balita ... 19

2.10. Pengukuran Status Gizi Balita ... 19

(10)

10

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Desain dan Rancangan Penelitian ... 22

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 22

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 22

3.5. Instrument Penelitian ... 24

3.6. Defenisi Operasional ... 24

3.7. Aspek Pengukuran ... 26

3.8. Pengolahan Data ... 28

3.9. Analisa Data ... 28

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 29

4.1.1 Geografis ... 29

4.5. Makan Beraneka Ragam Pada Keluarga ... 36

4.6. Penggunaan Garam Beryodium ... 37

4.7. Pemberian Suplemen Kapsul Vitamin A ... 39

4.8. Keluarga Sadar Gizi ... 39

(11)

BAB V PEMBAHASAN ... 42

5.1. Kesadaran Keluarga Terhadap Gizi berdasarkan Indikator Penimbangan ... 42

5.2. Kesadaran Keluarga Terhadap Gizi berdasarkan Indikator Pemberian Kapsul Vitamin A ... 43

5.3. Kesadaran Keluarga Terhadap Gizi Berdasarkan Indikator Keanekaragaman Makanan ... 44

5.4. Kesadaran Keluarga Terhadap Gizi Berdasarkan Indikator Penggunaan Garam Beryodium ... 46

5.5. Kesadaran Keluarga Terhadap Gizi Berdasarkan Indikator Pemberian Kapsul Vitamin A Pada Balita ... 47

5.6. Status Gizi Balita Berdasarkan Indeks BB/U ... 48

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

6.1. Kesimpulan ... 50

6.2. Saran ... 51 DAFTAR PUSTAKA

Kuesioner

Formulir Food Frekuensi LAMPIRAN

(12)

12

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Distribusi Penduduk Menurut Agama di Desa Sitinjo Induk Tahun 2008 ... 29 Tabel 4.2. Distribusi Penduduk Menurut Suku di Desa Sitinjo Induk

Tahun 2008 ... 30 Tabel 4.3. Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Desa

Sitinjo Induk Tahun 2008 ... 31 Tabel 4.4. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa

Sitinjo Induk Tahun 2008 ... 31 Tabel 4.5. Distribusi Penduduk Menurut Umur di Desa Sitinjo Tahun

2008 ... 32 Tabel 4.6. Distribusi Responden Menurut Umur di Desa Sitinjo

Induk Tahun 2009 ... 33 Tabel 4.7. Distribusi Responden Menurut Pendidikan Terakhir di

Desa Sitinjo Induk Tahun 2009 ... 33 Tabel 4.8. Distribusi Keluarga Menurut Jumlah Anggota Keluarga di

Desa Sitinjo Induk Tahun 2009 ... 34 Tabel 4.9. Distribusi Keluarga Menurut Penghasilan Keluarga di

Desa Sitinjo Induk Tahun 2009 ... 34 Tabel 4.10. Distribusi Responden Menurut Pemantauan Pertumbuhan

Balita Dengan Menimbang Balita Minimal 4 kali Berturut-turut Selama 6 Bulan Terakhir di Desa Sitinjo Induk Tahun 2008 ... 35 Tabel 4.11. Distribusi Keluarga Berdasarkan Pemberian Makanan

atau Minuman Pertama Sekali Sesaat Setelah Bayi di Desa Sitinjo Induk Tahun 2009. ... 36 Tabel 4.12. Distribusi Keluarga Berdasarkan Pemberian ASI

(13)

Tabel 4.13. Distribusi Keluarga Berdasarkan Makan Beranekaragam di Desa Sitinjo Induk Tahun 2009. ... 37 Tabel 4.14. Distribusi Keluarga Menurut Cara Menggunakan Garam

Beryodium Dalam Pengolahan Makanan di Desa Sitinjo Induk Tahun 2009 ... 37 Tabel 4.15. Distribusi Keluarga Menurut Cara Menyimpan Garam

Beryodium Dalam Pengolahan Makanan di Desa Sitinjo Induk Tahun 2009 ... 38 Tabel 4.16. Distribusi Keluarga Menurut Penggunaan Garam

Beryodium di Desa Sitinjo Induk Tahun 2009 ... 38 Tabel 4.17. Distribusi Keluarga Menurut Pemberian Suplemen Kapsul

vitamin A di Desa Sitinjo Induk Tahun 2009 ... 39 Tabel 4.18. Distribusi Keluarga Berdasarkan Jumlah Indikator

Keluarga Sadar Gizi Yang Terlaksana dengan Baik Desa

Sitinjo Induk Tahun 2009 ... 39 Tabel 4.19. Distribusi Status Gizi Balita Menurut Indeks BB/U di

Desa Sitinjo Induk Tahun 2009 ... 40 Tabel 4.20. Distribusi Jumlah Indikator Keluarga Sadar Gizi dan

(14)

14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas. Bukti empiris menunjukkan bahwa hal ini ditentukan oleh status gizi yang baik (Dinkes Propinsi Sumatra Utara, 2006).

Masalah gizi terjadi disetiap siklus kehidupan, dimulai sejak dalam kandungan (janin), bayi, anak, dewasa dan usia lanjut. Periode dua tahun pertama kehidupan merupakan masa kritis, karena pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Gangguan gizi yang terjadi pada periode ini bersifat permanen tidak dapat dipulihkan walaupun kebutuhan gizi pada masa selanjutnya terpenuhi. Pada tingkat individu, keadaan gizi dipengaruhi oleh asupan gizi dan penyakit infeksi yang saling terkait. Apabila seseorang tidak mendapat asupan gizi yang cukup akan mengalami kekurangan gizi dan mudah sakit. Demikian juga bila seseorang sering sakit akan menyebabkan gangguan nafsu makan dan selanjutnya akan mengakibatkan gizi kurang (Depkes RI, 2007).

(15)

Pengaruh dari kedua masalah gizi ini sangat luas dalam berbagai sendi kehidupan masyarakat, baik dalam konteks masalah sosial budaya, maupun ekonomi dan status bangsa. (Dinkes Propinsi Sumatra Utara, 2006).

Menurut laporan UNICEF (United Nations International Children’s Emergency Fund) jumlah anak balita penderita gizi buruk mengalami lonjakan dari 1,8 juta ( 2005), menjadi 2,3 juta (2006) diluar 2,3 juta penderita gizi buruk masih ada 3 juta lebih mengalami gizi kurang yaitu sekitar 28% dari total balita di seluruh Indonesia. Dari jumlah balita penderita gizi buruk dan kurang sekitar 10% berakhir dengan kematian. Dari angka kematian balita yang 37 per 1000 ini, separuhnya adalah kurang gizi (Depkes, 2006)

Meningkatnya gizi buruk, terutama pada anak-anak di Indonesia harus diwaspadai. Khomsam (2008) menyebutkan bahwa pada tahun 2007 anak usia dibawah lima tahun (balita) yang mengalami gizi buruk sebanyak tujuh ratus ribu anak dan yang mengalami gizi kurang sebanyak empat juta balita.

Keadaan gizi masyarakat Indonesia pada saat ini juga masih memprihatinkan, terutama pada anak-anak. Hasil penelitian program pangan dunia pada tahun 2008 yang menyebutkan bahwa sebanyak 13 juta anak Indonesia menderita mal nutrisi atau gizi buruk (Siswono, 2008).

(16)

16

1998 menjadi 11,1% pada tahun 2003. Prevalensi anemia pada balita 40,5% pada tahun 1995 menjadi 47,0% pada tahun 2001 (Untoro, 2006).

Pada tahun 2000 di Sumatera Utara terdapat kasus gizi kurang sebesar 17,3% dan gizi buruk 9,16%. Tahun 2003 terjadi peningkatan, gizi kurang 18,59% dan gizi buruk 12,3%, tahun 2005 terjadi penurunan gizi kurang menjadi 15,78% dan gizi buruk menjadi 8,82% pada tahun 2006 terjadi penurunan persentase balita dengan gizi buruk sebesar 1,02% menjadi 7,8% tetapi balita dengan gizi kurang meningkat menjadi 20,5%. Pada tahun 2006 balita yang tergolong gizi buruk yang mendapat perawatan di Sumatera Utara hanya mencapai 43,9%, tahun 2007 prevalensi gizi buruk 4,4% dan prevalensi gizi kurang 18,8%, bila dibandingkan dengan target 2010 yaitu 100% masih sangat rendah (Dinkes Propinsi Sumut, 2006).

Selama ini telah dilakukan upaya perbaikan gizi mencakup promosi gizi seimbang termasuk penyuluhan gizi di posyandu, fortifikasi pangan, pemberian makanan tambahan termasuk MP-ASI, pemberian suplemen gizi (kapsul Vitamin A dan tablet tambah darah TTD), pemantauan dan penanggulangan gizi buruk. Kenyataannya masih banyak keluarga yang belum berperilaku gizi baik sehingga penurunan masalah gizi berjalan lambat (Depkes RI, 2007).

(17)

Di Kabupaten Dairi, pelaksanaan program masih pada tahap pemetaan yang pelaksanaanya belum secara menyeluruh disemua daerah. Penyuluhan-penyuluhan mengenai gizi di lapangan seperti di posyandu, pada pengobatan gratis dilaksanakan hanya sebagai kegiatan rutin oleh petugas kesehatan.

(18)

18

Dengan demikian penulis tertarik untuk meneliti gambaran tingkat sadar gizi keluarga dan status gizi balita di Desa Sitinjo Induk.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran tingkat sadar gizi keluarga dan status gizi balita di Desa Sitinjo Induk Kecamatan Sitinjo Kabupaten Dairi tahun 2008.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran keluarga sadar gizi dan status gizi balita di Desa Sitinjo Induk tahun 2008.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui kesadaran keluarga terhadap gizi berdasarkan indikator penimbangan balita.

2. Untuk mengetahui kesadaran keluarga terhadap gizi berdasarkan indikator ASI Eksklusif.

3. Untuk mengetahui kesadaran keluarga terhadap gizi berdasarkan indikator keaneka ragaman makanan yang dikonsumsi.

(19)

5. Untuk mengetahui kesadaran keluarga terhadap gizi berdasarkan indikator pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi pada balita.

6. Untuk mengetahui status gizi balita berdasarkan indeks antropometri BB/U.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Diharapkan hasil penelitian dapat dijadikan sebagai masukan bagi puskesmas dan instansi yang terkait (Dinas Kesehatan).

(20)

4

ABSTRAK

Masalah gizi buruk dan gizi kurang berpengaruh pada rendahnya kualitas sumber daya manusia. Saat ini keadaan gizi terutama pada anak-anak masih memprihatinkan. Menurut Depkes pada tahun 2006 sekitar 28% dari jumlah balita di Indonesia mengalami gizi kurang. Selama ini telah diupayakan perbaikan gizi mencakup promosi gizi seimbang termasuk penyuluhan gizi di posyandu, fortifikasi pangan, pemberian makanan tambahan termasuk MP-ASI, pemberian suplemen gizi (kapsul vitamin A dan tablet tambah darah TTD), pemantauan dan penanggulangan gizi buruk. Kenyataannya masih banyak keluarga yang belum berperilaku gizi yang baik sehingga penurunan masalah gizi berjalan lambat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran keluarga sadar gizi dan status gizi balita, bersifat deskriptif dengan rancangan cross sectional, dilakukan di Desa Sitinjo Induk Kabupaten Dairi. Jumlah sampel adalah 66 orang. Pengumpulan data primer dilakukan dengan melakukan penimbangan, kuesioner , test yodina, dan formulir food frekuensi. Status gizi balita diukur dengan indeks antropometri BB/U. Data sekunder diperoleh dari Kepala Desa, Puskesmas, Kantor Camat, dan Dinas Kesehatan. Indikator penimbangan dan pemberian vitamin A dilihat dari KMS.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa kesadaran keluarga terhadap gizi berdasarkan indikator penimbangan balita, ASI Eksklusif, keanekaragaman makanan, penggunaan garam beryodium, penggunaan garam beryodium lebih besar pada kategori tidak baik. Pada indikator pemberian vitamin A lebih banyak pada kategori baik. Persentase status gizi dengan indikator BB/U adalah status gizi baik 78,79%, status gizi kurang 18,18%, dan status gizi buruk 3,03%.

Dari hasil penelitian juga dapat diketahui semakin keluarga sadar gizi maka status gizi balita baik.

Sebagai rekomendasi dalam hal ini diharapkan pelaksanaan penyuluhan tentang ASI Eksklusif, cara menggunakan dan menyimpan garam beryodium, pentingnya penimbangan, penganekaragaman dengan penggunaan lahan pekarangan. Adanya upaya Dinas Kesehatan dan Pemerintah untuk membantu upaya sosialisasi dan pelaksanaan program kadarzi termasuk alokasi dana.

(21)

ABSTRACT

The problem of defisit nutrition and mal nutrition contributed to a lower quality human power. Recently the nutritional status of children under five years old especially has been a serious concern. According to Health Department in 2006, about 28% of total children under five years old in Indonesia suffered from mal nutrition. So far there has been the nutrition improvement attempt, including the balance nutrition promotion involving the nutrition extension in integrated service post, food fortification, give food additional including MP-ASI, nutrition supplement ( Vitamin A capsule and blood- producing tablet), monitoring and management of under nutrition. In reality, there were still many families who did not practice a good nutrition behavior, thus the management of nutrition problem operated slowly.

The objective of research would be to know the description of nutritional– awareness family and nutritional status of the children under five years old, this was a descriptive research by cross sectional design, conducted in Sitinjo Induk village, the district of Dairi. Total sample was 66 family. The collection of primary data was made throught weighing, distribution of questionnaires, yodine test, and food frequency forms. The nutritional status of children under five years old was measured by anthropometry index of BB/U. The secondary data was gained from Chief of Village, Public Health Center, Sub district Office, and Health Service Board. Indicators of weighing and vitamin A administration were seen from KMS.

The result of research indicated that the awareness of family on nutrition base on indicators of children under five years old weighing, Exclusive breast feeding, food diversity, the using yodium salt, was classified in to bad categorization. In indicator of vitamin A administration, it was more found in good categorization. The persentage of nutritional status with indicator BB/U was in good nutritional status 77,27%, defisit nutritional status 18,18%, and mal nutritional status 3,03%.

The result also indicated that the larger family’s nutrition awareness, the better nutritional status of children under five years old would be.

It is recommended that exclusive breast feeding extension, the method of use and yodium salt storage, the importance of weighing, diversity and utilization of yard park, should be implemented. There should be participation of health agency and government to help the socialization and implementation of nutritional-awareness program and also the allocation of fund.

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi)

Keluarga sadar gizi (Kadarzi) adalalah suatu keluarga yang mampu mengenal, mencegah dan mengatasi masalah gizi setiap anggotanya. Suatu keluarga disebut Kadarzi apabila telah berperilaku gizi yang baik yang dicirikan minimal dengan menimbang berat badan secara teratur, memberikan air susu ibu (ASI) saja kepada bayi sejak lahir sampai umur 6 bulan (ASI eksklusif), makan beraneka ragam, menggunakan garam beryodium, minum suplemen gizi (kapsul vitamin A dosis tinggi) (Depkes RI, 2007).

Dalam hal ini, keluarga merupakan tatanan masyarakat terkecil dan paling inti dengan beranggotakan bapak, ibu, dan anak-anak. Di sinilah tata cara nilai, norma, kepedulian dan kasih sayang terbina sejak dini. Dalam keluarga, sumber daya dimiliki dan dimanfaatkan untuk memenuhi berbagai kebutuhan termasuk kebutuhan fisik yang paling dasar yaitu makan dan minum. Ditingkat keluarga juga dilakukan pengambilan keputusan tentang makanan, gizi dan kesehatan dilaksanakan. Masalah yang terjadi ditingkat keluarga seperti gizi kurang, gizi buruk, anemia dan sebagainya, sangat erat kaitannya dengan perilaku keluarga yang bersangkutan selain akar masalah adalah kemiskinan. Pemahaman Kadarzi oleh semua yang bertujuan mewujudkan keluarga sehat, cerdas dan mandiri sangat diperlukan untuk menjadikan bangsa sehat dan negara kuat (Syahartini, 2006).

(23)

keluarga yang berperilaku gizi baik dan benar. Bisa seorang ayah, ibu, anak, atau siapa pun yang terhimpun dalam keluarga itu (Depkes RI, 1998).

2.2. Pembinaan Keluarga Sadar Gizi

Pembinaan keluarga sadar gizi adalah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kemampuan keluarga, agar terwujud keluarga yang sadar gizi. Upaya meningkatkan kemampuan keluarga itu dilakukan dengan penyuluhan, demo, diskusi dan pelatihan (Depkes RI, 1998).

2.3. Tujuan Pembinaan Keluarga Sadar Gizi

Tujuan Pembinaan Keluarga Sadar gizi (KADARZI) adalah a. Menimbang balita ke posyandu secara berkala.

b. Mampu mengenali tanda-tanda sederhana keadaan kelainan gizi (gizi kurang dan gizi lebih).

c. Mampu menerapkan susunan hidangan yang baik dan benar, sesuai dengan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS).

d. Mampu mencegah dan mengatasi kejadian atau mencari rujukan, manakala terjadi kelainan gizi di dalam keluarga.

(24)

22

2.4. Sasaran Pembinaan Keluarga Sadar Gizi

Sasaran pembinaan Kadarzi adalah semua keluarga di wilayah kerja puskesmas. Namun perhatian utama pembinaan ditujukan kepada keluarga yang memiliki kelainan gizi, keluarga pra-sejahtera dan keluarga sejahtera tahap I.

Dengan adanya pembinaan kadarzi maka diharapkan agar :

a. Dalam setiap keluarga, setidak-tidaknya terdapat seorang anggota keluarga yang menjadi kader kadarzi.

b. Semua keluarga menjadi Keluarga Sadar Gizi (KADARZI).

c. Tidak ada lagi masalah gizi utama dikalangan keluarga (Depkes RI, 1998).

2.5. Kegiatan Dalam Pelaksanaan Program Kadarzi. a. Pemetaan Kadarzi

Pemetaan kadarzi dilakukan untuk menganalisis situasi kadarzi di suatu wilayah kerja puskesmas yang dilakukan pertama kali oleh Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) kemudian untuk berikutnya dilakukan oleh ketua kelompok posyandu. Pemetaan dilakukan setiap 6 bulan sekali yaitu setiap bulan Februari dan Agustus.

Tujuan pemetaan kadarzi yaitu :

1. Mendapatakan informasi situasi kadarzi dalam satu wilayah atau dasawisma berdasarkan indikator yang ditentukan.

(25)

3. Sebagai bahan acuan pemantauan dan evaluasi situasi kadarzi dari waktu- kewaktu.

Sasaran Pemetaan Kadarzi

Sasaran pemetaan kadarzi adalah semua keluarga yang ada di wilayah kerja puskesmas.

b. Konseling Kadarzi

Konseling kadarzi adalah dialog atau konsultasi antara kader dasawisma, tenaga penggerak masyarakat (TPM) untuk membantu memecahkan masalah prilaku gizi yang belum dapat dilakukan oleh keluarga.

Tujuan konseling kadarzi adalah untuk memantapkan kemauan dan kemampuan keluarga dalam melaksanakan perilaku gizi yang baik dan benar dengan memanfaatkan yang dimiliki keluarga atau yang ada di lingkungannya.

Pelaksanaan konseling kadarzi, untuk pertama kali konseling dilakukan oleh tenaga pelaksana gizi (TPG) puskesmas bersama tenaga penggerak masyarakat dan kader dasawisma. Untuk selanjutnya konseling kadarzi dilakukan oleh kader dasawisma dan TPM.

Sasaran konseling kadarzi

(26)

24

2.6. Strategi untuk mencapai sasaran keluarga sadar gizi (Kadarzi). Strategi untuk mencapai sasaran kadarzi adalah :

1. Meningkatkan fungsi dan peranan posyandu sebagai wahana masyarakat dalam memantau dan mencegah secara dini gangguan pertumbuhan balita.

2. Menyelenggarakan pendidikan/promosi gizi secara sistematis melalui advokasi, sosialisasi, dan pendampingan keluarga.

3. Menggalang kerja sama dengan lintas sektor dan kemitraan dengan swasta dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) serta pihak lainnya dalam mobilisasi sumber daya untuk penyediaan pangan.

4. Mengupayakan terpenuhinya kebutuhan suplemen gizi terutama zat gizi mikro dan MP-ASI bagi balita dalam keluarga di bawah garis miskin. 5. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas puskesmas dan

jaringannya dalam pengelolaan dan tatalaksana pelayanan gizi.

6. Mengupayakan dukungan sarana dan prasarana pelayanan untuk meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan gizi di puskesmas dan jaringannya (Depkes RI, 2007).

2.7. Indikator Keluarga Sadar Gizi

(27)

garam beryodium, memberikan suplemen gizi (kapsul vitamin A pada balita) sesuai anjuran.

a. Memantau pertumbuhan balita dengan menimbang Berat Badan balitanya secara teratur

Menurut Soekirman (2000) status gizi balita erat hubungannya dengan pertumbuhan anak, oleh karena itu perlu suatu ukuran/ alat untuk mengetahui adanya kekurangan gizi dini, monitoring penyembuhan kurang gizi dan efektivitas suatu program pencegahan. Sejak tahun 1980-an pemantauan berat badan anak balita telah dilakukan dihampir semua desa di Indonesia melalui posyandu. Dengan meningkatkan mutu penimbangan dan pencatatannya, maka melalui posyandu dimungkinkan untuk memantau status gizi setiap anak balita di wilayahnya (Soekirman, 2000).

(28)

26

Ada beberapa hal yang mempengaruhi kesinambungan seorang ibu membawa balitanya ke posyandu untuk ditimbang yaitu : tingkat pengetahuan responden terhadap penimbangan, sikap responden terhadap penimbangan, manfaat yang dirasakan dalam penimbangan balita, kepuasan pelayanan penimbangan balita, jadwal pelayanan, tempat pelayanan, tingkat partisipasi tokoh masyarakat (Lius, 1994).

b. Memberikan ASI Eksklusif

ASI Eksklusif merupakan makanan terbaik bagi bayi. Pemberian ASI Eksklusif adalah menyusui bayi secara murni. Bayi hanya diberi ASI saja tanpa cairan lain seperti susu, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim (Danuatmojo, 2004).

(29)

ASI yang juga merupakan makanan yang sempurna, seimbang, bersih sehat. Dapat diberikan setiap saat dan mengandung zat kekebalan serta dapat menjalin hubungan kasih sayang antara ibu dan bayi (Syahartini, 2006).

Namun masih banyak ibu yang tidak memberikan bayinya ASI Eksklusif dengan faktor penyebab antara lain :

- Produksi ASI yang kurang atau tidak keluar sama sekali,

- Umur; dimana ibu yang berusia muda kurang mengetahui manfaat pemberian ASI Eksklusif,

- Penghasilan keluarga; keluarga dengan penghasilan besar menginginkan anak yang sehat sehingga mereka membeli dan memberikan susu atau makanan lain kepada bayinya tanpa mereka sadari bahwa ASI dapat mencukupi sampai berumur 6 bulan,

- Status kesehatan ibu; pikiran kacau dan emosi saat menyusui mengakibatkan bayi cengeng,

- Kurang persiapan ibu saat menghadapi masa laktasi sehingga ASI tidak keluar pada masa 1-3 hari setelah melahirkan, sehingga pemberian ASI tidak lancar dan ibu memilih memberi bayinya susu formula dengan sendirinya ASI Eksklusif terabaikan (Fatimah, 2007).

c. Makan beranekaragam makanan

(30)

28

dari masakan yang berlain-lainan. Untuk mencapai kondisi demikian maka bahan makanan yang dipergunakan dan juga jenis masakannya atau cara memasaknya harus selalu beraneka ragam (Sediaoetama, 2006).

Menurut Depkes RI (2007), makan beraneka ragam makanan adalah keluarga mengonsumsi makanan pokok, lauk pauk, sayuran dan buah setiap hari.

Susunan makanan menurut Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) Departemen Kesehatan RI yaitu:

1. Beragam, apabila dalam setiap kali makan hidangan terdiri dari makanan pokok + lauk pauk, sayur, buah atau makanan pokok + lauk pauk +sayur 2. Tidak Beragam, apabila dalam setiap kali makan hanya terdiri dari 2 atau 1

jenis pangan.

d. Menggunakan garam berjodium dalam makanannya

Garam beryodium baik adalah garam yang mempunyai kandungan yodium dengan kadar yang cukup (>30 ppm kalium yodat ). Garam beryodium sangat perlu dikonsumsi oleh keluarga karena zat yodium diperlukan tubuh setiap hari. Gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY) menimbulkan penurunan kecerdasan pada anak-anak, gangguan pertumbuhan dan pembesaran kelenjar gondok (Depkes RI, 2005).

(31)

Tekanan darah tinggi merupakan pencetus terjadinya stroke yaitu pecahnya pembulu darah di otak. Stroke merupakan penyebab kematian pada orang dewasa di atas 40 tahun. Sedangkan penyakit tekanan darah tinggi membawa resiko timbul penyakit jantung pada orang dewasa. Karena itu konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram atau satu sendok setiap harinya ( Depkes RI, 1996).

Untuk mengetahui garam yang digunakan oleh keluarga mengandung yodium atau tidak secara umum dapat dilakukan dengan dua cara yaitu melihat ada tidaknya label garam beryodium atau melakukan test yodina. Disebut baik jika berlabel dan bila ditest dengan yodina berwaran ungu, tidak baik jika tidak berlabel dan bila ditest dengan yodina warna tidak berubah (Depkes RI, 2007).

e. Pemberian Kapsul Vitamin A Pada Balita

(32)

30

Sering kali kebutuhan vitamin A tidak terpenuhi dengan makan sehari-hari. Kebutuhan ini dapat dipenuhi dengan pemberian vitamin A dosis tinggi 100.000 SI (kapsul biru) untuk balita umur 6-11 bulan dan vitamin A dosis tinggi 200.000 SI (kapsul merah) untuk balita umur 12-59 bulan. Pemberian vitamin A dilakukan setiap bulan Februari dan Agustus dan dapat diperoleh di posyandu maupun di puskesmas (Depkes RI, 2007).

2.8. Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Sadar Gizi Keluarga a. Pengetahuan dan Pendidikan Ibu

Pendidikan yang rendah belum tentu kurang mampu menyusun makanan yang memenuhi persyaratan gizi dibandingkan dengan seseorang yang pendidikannya lebih tinggi. Walaupun pendidikan seorang ibu itu rendah akan tetapi dia bisa mendapatkan pengetahuan gizi dari luar formal seperti dari penyuluhan, diskusi, dll. Tetapi memang perlu dipertimbangkan bahwa faktor tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh.

b. Pendapatan Keluarga

(33)

bisa di usahakan sendiri dirumah. Keterbatasan kesempatan kerja yang bisa segera menghasilkan uang, biasanya untuk pekerjaan diluar usaha tani, juga sangat mempengaruhi besar kecilnya pendapatan keluarga. Kemampuan keluarga untuk membeli bahan makanan dalam jumlah yang mencukupi juga amat dipengaruhi oleh harga bahan makanan. Bahan makanan yang mahal harganya biasanya jarang, atau bahkan tidak pernah di beli.

Hal ini menyebabkan satu jenis bahan makanan tidak pernah di hidangkan dalam susunan makanan keluarga. Menghadapi ini ada ibu-ibu rumah tangga yang menjalankan cara tertentu. Agar bisa mendapatkan bahan makanan yang mahal dengan harga lebih murah, biasanya mereka berbelanja setelah pasar mulai sepi. Hanya saja masih perlu dipertanyakan apakah para ibu tersebut bisa memilih bahan makanan yang mutu gizinya masih baik. Oleh karena itu tingkat ekonomi keluarga sangat berpengaruh terhadap kemampuan keluarga untuk membeli bahan makanan untuk mencukupi kebutuhan gizi keluarganya (Susidasari,1999).

2.9. Pengertian Status Gizi.

(34)

32

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan antara gizi buruk, gizi kurang, gizi baik, dan gizi lebih (Almatsier, 2002).

2.10. Status Gizi Balita.

Status gizi anak yang berumur di bawah lima tahun (balita) merupakan salah satu indikator yang dapat dipakai untuk menunjukkan tingkat perkembangan sosial dan ekonomi suatu bangsa. Status gizi anak disamping menunjukkan kualitas hidup, juga memberikan kesempatan untuk intervensi sehingga akibat lebih buruk dapat dicegah dan perencanaan lebih baik dapat dilakukan untuk mencegah anak-anak dari penderitaan yang sama ( Santoso, 2004).

Pada bayi dan anak balita, kekurangan gizi dapat mengakibatkan terganggunya pertumbuhan dan pekembangan fisik, mental dan spritual. Bahkan pada bayi, gangguan tersebut dapat bersifat permanen dan sangat sulit untuk diperbaiki. Kekurangan gizi pada bayi dan balita demikian akan mengakibatkan rendahnya kualitas sumber daya manusia (Syarief, 2004).

2.10.1 Pengukuran Status Gizi Balita

Status Gizi Balita diukur dengan indeks antropometri BB/U, TB/U, BB/TB. 1. Berat badan menurut umur (BB/U)

(35)

menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil.

Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebalikya dalam keadaan yang abnormal, terdapat 2 kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal. Berdasarkan karakteristik berat badan ini, maka indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi. Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini.

2. Tinggi badan Menurut Umur (TB/U)

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama. Berdasarkan karakteristik tersebut di atas, maka indeks ini menggambarkan status gizi masa lalu (Supariasa, 2002).

3. Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)

(36)

34

yang baik untuk menilai status gizi saat kini (sekarang). Indeks BB/TB adalah merupakan indeks yang independen terhadap umur.

2.11. Kerangka Konsep

Keluarga sadar gizi diukur dengan menggunakan lima indikator yang dapat mempengaruhi status gizi pada balita. Dapat dilihat pada konsep sebagai berikut:

Keluarga Sadar Gizi

1. Memantau Pertumbuhan balita 2. Memberikan ASI Eksklusif 3. Makan beraneka ragam pada

anggota keluarga

4. Menggunakan garam berjodium

5. Memberikan suplemen kapsul vitamin A.

(37)

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini bersifat deskriptif dengan rancangan Cross Sectional yaitu ingin mengetahui gambaran sadar gizi keluarga dan status gizi balita.

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Desa Sitinjo Induk Kecamatan Sitinjo Kabupaten Dairi. Lokasi penelitian dilakukan secara purposive. Sitinjo Induk dipilih sebagai tempat penelitian karena masih banyak balita bawah garis titik-titik (BGT) yaitu sebanyak 85 orang dan balita bawah garis merah (BGM) 6 orang dari 534 orang balita yang diketahui dari survei awal yang dilakukan oleh peneliti pada bulan November sampai Januari.

3.2.2. Waktu Penelitian

Dimulai pada bulan November 2008 hingga penelitian selesai pada bulan April 2009.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

(38)

36

3.3.2. Sampel

3.3.2.1. Kriteria Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah keluarga yang mempunyai balita yang berumur > 6 bulan yang memiliki KMS di desa Sitinjo Induk dan responden adalah ibu yang memiliki balita tersebut.

3.3.2.2. Penentuan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara simple random sampling. Besar Sampel ditentukan dengan menggunakan rumus menurut Notoatmodjo (2002) :

d = Penyimpangan terhadap populasi/ derajat ketepatan yang di inginkan (0,1)

3.4. Metode pengumpulan 3.4.1.Data primer

Data primer meliputi data yang terdiri dari identitas responden, karakteristik balita, pemberian ASI Eksklusif kepada bayi yang diperoleh dengan wawancara langsung dengan menggunakan pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya, pemberian makanan beraneka ragam yang diperoleh dengan metode

food frekuensi, penggunaan garam beryodium yang diperoleh dengan melakukan

(39)

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder mencakup gambaran Desa Sitinjo yang diperoleh dari Kantor Camat Sitinjo dan Puskesmas Sitinjo. Data tersebut terdiri atas karakteristik penduduk, jumlah penduduk, dan data demografi lainnya. Data pemantauan pertumbuhan balita dan pemberian tablet vitamin A diperoleh dari KMS.

3.5. Instrumen Penelitian

1. Timbangan injak untuk menimbang berat badan balita. 2. Kuesioner

3. Formulir Food frekuensi

4. Test Yodina.

3.6 Defenisi Operasional

1. Keluarga sadar gizi adalah: keluarga yang telah melaksanakan 5 indikator keluarga sadar gizi dengan memantau pertumbuhan balita (menimbang), memberikan ASI eksklusif, makan beraneka ragam, menggunakan garam beryodium, memberikan supemen vitamin A pada balitanya.

2. Memantau Pertumbuhan balita adalah mengamati pertumbuhan balita melalui kegiatan penimbangan berat badan balita dengan menggunakan alat pengukur berat badan (timbangan) dilakukan setiap bulan atau minimal 4 kali pada anak umur diatas 6 bulan berturut-turut selama 6 bulan terakhir. 3. Tindakan pemberian ASI Eksklusif adalah tindakan ibu dalam memberikan

(40)

38

tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim.

4. Makan beraneka ragam pada anggota keluarga adalah mengkonsumsi makanan pokok, lauk pauk, sayuran dan buah atau makanan pokok, lauk pauk, sayuran atau buah setiap hari (2-3x) pada anggota keluarganya. 5. Menggunakan garam beryodium adalah menggunakan garam yang apabila

diuji dengan menggunakan test yodina berwarna ungu dan digunakan setelah makanan matang serta disimpan pada wadah kering (tertutup) di tempatkan ditempat sejuk.

6. Memberikan suplemen vitamin A adalah tindakan ibu dalam pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi 100.000 SI (kapsul biru) untuk balita umur 6-11 bulan dan vitamin A dosis tinggi 200.000 SI (kapsul merah) untuk balita umur 12-59 bulan yang diperoleh dari posyandu maupun sarana kesehatan lainnya.

(41)

3.7. Aspek Pengukuran

1. Status Gizi balita diperoleh melalui pengukuran antropometri BB/U yang menggunakan baku World Health Organization-Nation Center for Health Statistic (WHO-NCHS). Kategori sesuai dengan klasifikasi status gizi berdasarkan indeks BB/U.

BB/U dengan kategori: - Gizi lebih : > + 2SD

- Gizi Baik : ≥ - 2SD - + 2 SD - Gizi kurang : ≥ - 3SD - <- 2SD

- Gizi buruk : < - 3 SD

2. Memantau pertumbuhan dengan menimbang berat badan secara teratur dapat diketahui dengan melihat KMS dalam 6 bulan terakhir.

- Baik, jika ditimbang 4 kali atau lebih berturut turut

- Tidak baik, jika ditimbang kurang dari 4 kali secara berturut-turut.

3. Tindakan Pemberian ASI Eksklusif dapat diketahui melalui wawancara langsung dengan responden yang berpedoman pada kuisioner yang telah dipersiapkan sebelumnya:

- Baik, jika langsung diberikan ASI saja sesaat setelah bayi lahir sampai berumur 6 bulan.

- Tidak Baik, jika tidak memberikan ASI saja sesaat setelah bayi lahir sampai berumur 6 bulan.

(42)

40

4. Makan beraneka ragam dapat diketahui dengan menggunakan metode food frekuensi.

- Baik, jika mengkonsumsi makanan yang terdiri dari: makanan pokok, lauk pauk, sayuran dan buah atau makanan pokok, lauk pauk, sayur (buah) setiap kali makan (2-3 kali sehari).

- Tidak baik, jika mengkonsumsi makanan yang terdiri dari: makanan pokok, lauk pauk atau makanan pokok, sayur setiap kali makan.

5. Menggunakan garam beryodium dapat diketahui dengan wawancara langsung mengenai cara memakai/menyimpan garam beryodium yang benar dan menguji garam melalui test yodina. Test ini dilakukan untuk mengetahui secara pasti adanya kandungan yodium dalam garam.

- Baik, - Jika garam yang digunakan mengandung yodium, ditest dengan yodina berwarna ungu dan pemakaian/penyimpanan sesuai aturan.

- Tidak baik, - Jika garam yang digunakan mengandung yodium, ditest dengan yodina berwarna ungu tetapi pemakaian/penyimpanan tidak sesuai aturan.

- Jika garam yang digunakan tidak mengandung yodium, ditest dengan yodina tidak berubah warna menjadi berwarna ungu walaupun pemakaian/ penyimpanan sesuai aturan.

6. Pemberian Suplemen kapsul Vitamin A

(43)

- Balita umur 12- 59 bulan mendapatkan kapsul vitamin A berwarna merah setiap bulan Februari dan Agustus.

- Tidak baik, - Balita umur 6-11 bulan tidak mendapatkan kapsul vitamin A berwarna biru pada bulan Februari atau Agustus

- Balita umur 12- 59 bulan tidak mendapatkan kapsul vit A berwarna merah setiap bulan Februari dan Agustus.

7. Keluarga Sadar Gizi.

- Baik, jika 5 indikator terlaksana dengan baik

- Tidak baik, jika ada diantara 5 indikator tidak terlaksana dengan baik

3.8. Pengolahan data.

Pengolahan data dilakukan secara manual dan menggunakan alat bantu komputer dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Editing, yaitu melihat dan memeriksa data yang dikumpulkan. Bila terdapat kesalahan dalam pengumpulan data, data diperbaiki (editing) dengan cara memeriksa jawaban yang kurang.

2. Koding, yaitu memberi kode atau angka-angka tertentu pada kuesioner. 3. Entri Data, memasukkan data ke dalam komputer.

3.9. Analisa Data

(44)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian 4.1.1. Geografis

Desa Sitinjo Induk merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Sitinjo Kabupaten Dairi dengan luas sekitar 3071 Ha.

Adapun batas-batas Desa Sitinjo Induk adalah sebagai berikut: - Sebelah Utara : Lae Renun

- Sebelah Selatan : Kecamatan Kerajaan dan Desa Sitinjo II - Sebelah Timur : Lae Pandaroh

- Sebelah Barat : Bintang Hulu 4.1.2. Demografi

Jumlah penduduk desa Sitinjo Induk berdasarkan profil 2009 adalah 3612 jiwa, terdiri dari 628 kepala keluarga.

a. Agama

Jumlah penduduk menurut agama di Desa Sitinjo Induk dapat dilihat pada tabel 4.1 di bawah ini:

Tabel 4.1. Distribusi Penduduk Menurut Agama di Desa Sitinjo Induk Tahun 2008

No Agama n Persentase

1 Islam 980 27,13

2 Kristen Protestan 2319 64,20

3 Kristen Katolik 308 8,53

4 Hindu 0 0

5 Budha 5 0,14

Jumlah 3612 100,00

(45)

Berdasarkan tabel 4.1. diatas dapat diketahui bahwa masyarakat Desa Sitinjo Induk mayoritas beragama Kristen Protestan yaitu 64,20%. Tetapi tidak ada penduduk yang menganut agama Hindu yang tinggal menetap di Desa ini.

b. Suku

Jumlah penduduk menurut suku di Desa Sitinjo Induk tahun 2008 dapat dilihat pada tabel 4.2 dibawah ini:

Tabel 4.2. Distribusi Penduduk Menurut Suku di Desa Sitinjo Induk Tahun 2008

No Suku n Persentase

1 Toba 2080 58,00

2 Pakpak 1145 31,70

3 Karo 212 5,87

4 Simalungun 101 2,80

5 Jawa 51 1,41

6 Tionghoa 8 0,22

Jumlah 3612 100,00

Sumber: Profil Desa Sitinjo Induk tahun 2009

Mayoritas Desa Sitinjo Induk dihuni oleh masyarakat suku Batak Toba. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.2. yang menyebutkan bahwa dari 6 suku yang ada di Sitinjo Induk, suku terbanyak adalah Batak Toba yaitu 58% dan yang paling sedikit adalah Tionghoa yaitu 0,22%.

c. Pendidikan

(46)

44

Tabel 4.3. Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Sitinjo Induk tahun 2009

Sumber: Profil Desa Sitinjo Induk tahun 2009

Tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa umumnya tingkat pendidikan terakhir penduduk di Desa Sitinjo Induk adalah SLTA yaitu sebesar 28,63% dan hanya sedikit jumlah masyarakat yang menyelesaikan pendidikannya sampai ke perguruan tinggi yaitu 2,55%.

d. Mata Pencaharian

Jumlah penduduk menurut mata pencaharian kepala keluarga di Desa Sitinjo Induk tahun 2008 dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut ini:

Tabel 4.4. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Sitinjo Induk tahun 2009

Sumber: Profil Desa Sitinjo Induk 2009

(47)

e. Umur

Jumlah penduduk menurut umur penduduk di Desa Sitinjo Induk tahun 2008 dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini:

Tabel 4.5. Distribusi Penduduk Menurut Umur di Desa Sitinjo Induk Tahun 2009

No Umur n Persentase

1 0-11 1003 27,77

2 12-23 996 26,58

3 24-35 460 12,74

4 36-47 445 12,32

5 48-59 423 11,71

6 >59 285 7,89

Jumlah 3612 100,00 Penduduk usia anak-anak lebih mendominasi daripada penduduk usia tua di daerah ini. Hal ini dapat dilihat dari tabel 4.5. di atas yang menunjukkan bahwa jumlah penduduk menurut umur di Desa Sitinjo Induk yang paling banyak adalah umur 0-11 tahun yaitu sebesar 27,77% dan yang paling sedikit adalah umur >59 tahun yaitu sebesar 7,89%.

4.2. Karakteristik Responden

Karakteristik responden yang berjumlah 66 orang, berdasarkan umur, alamat, pendidikan terakhir, jumlah anggota keluarga, dan penghasilan dapat dilihat pada tabel-tabel berikut ini :

a. Umur

(48)

46

Tabel 4.6. Distribusi Responden Menurut Umur di Desa Sitinjo Induk tahun 2009

Responden terbanyak menurut tabel 4.6. diatas adalah ibu rumah tangga yang berumur 26-30 tahun yaitu sebesar 37,87%. Paling sedikit adalah ibu rumah tangga pada 3 kategori umur yaitu 15-20 tahun, 41-45 tahun, 46-50 tahun yang masing-masing 1,52%.

b. Pendidikan

Jumlah responden menurut pendidikan di Desa Sitinjo Induk tahun 2009 dapat dilihat sebagai berikut ini:

Tabel 4.7. Distribusi Responden Menurut Pendidikan Terakhir di Desa Sitinjo Induk tahun 2009

(49)

c. Jumlah Anggota Keluarga

Jumlah keluarga menurut jumlah kepemilikan anggota keluarganya di Desa Sitinjo Induk tahun 2009 dapat dilihat sebagai berikut ini:

Tabel 4.8 Distribusi Keluarga Menurut Jumlah Anggota Keluarga di Desa Sitinjo Induk Tahun 2009

No. Jlh Anggota Keluarga n Persentase

1. 3-4 32 48,48

2. 5-7 28 42,42

3. >7 6 9,10

Jumlah 66 100,00 Pada umumnya anggota keluarga responden berjumlah 3-4 orang yaitu 48,48%. Dan jumlah anggota keluarga responden yang paling sedikit adalah >7 orang yaitu sebesar 9,10%. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.8. diatas. Namun bila dilihat dari jumlah anggota keluarga ≥5 orang ternyata masih cukup banyak

responden yang belum melaksanakan program keluarga berencana. d. Penghasilan

Jumlah keluarga menurut penghasilan di Desa Sitinjo Induk tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 4.9 sebagai berikut ini:

Tabel 4.9. Distribusi Keluarga Menurut Penghasilan Keluarga di Desa Sitinjo Induk Tahun 2009.

No. Penghasilan n Persentase

1. < 822.205 45 68,18

2. ≥ 822.205 21 31,82

Jumlah 66 100,00

Ket: UMP (upah minumum propinsi) : Rp. 822. 205,-

(50)

48

berpendapatan di bawah UMP ini adalah keluarga petani tradisional yang memperoleh pendapatan dari hasil penjualan panennya.

4.3. Memantau Pertumbuhan Balita.

Kesadaran keluarga terhadap gizi berdasarkan indikator penimbangan balita di Desa Sitinjo Induk tahun 2009 yang dilihat dari KMS dapat dibedakan dalam 2 kategori baik dan tidak baik yang dapat dilihat pada tabel 4.10 berikut ini:

Tabel 4.10. Distribusi Keluarga Menurut Pemantauan Pertumbuhan Balita Dengan Menimbang Balita Minimal 4 Kali Berturut-Turut Selama 6 Bulan Terakhir.

No Memantau Pertumbuhan Balita n Persentase

1. Baik 27 40,90

2. Tidak Baik 39 59,10

Jumlah 66 100,00

Keluarga menurut pemantauan pertumbuhan balita dengan menimbang balita minimal 4 kali berturut-turut selama 6 bulan terakhir yang dilihat pada tabel 4.10 di atas lebih banyak pada kategori tidak baik yaitu 59,10%.

4.4. Pemberian ASI

(51)

Tabel 4.11. Distribusi Keluarga Berdasarkan Pemberian Makanan Atau Minuman Pertama Sekali Sesaat Setelah Bayi Lahir di Desa Sitinjo Induk Tahun 2009

No Makanan/minuman yang diberikan pada

bayi sesaat setelah lahir n Persentase

Keluarga berdasarkan pemberian makanan atau minuman pertama sekali sesaat setelah bayi lahir di Desa Sitinjo Induk Tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 4.11 di atas. Keluarga yang memberikan bayinya air putih/susu formula merupakan jumlah yang paling banyak yaitu 89,39%. Jumlah paling sedikit adalah makanan lain selain ASI misalnya madu sebesar 3,03%.

Kesadaran keluarga terhadap gizi berdasarkan indikator ASI Eksklusif di Desa Sitinjo Induk tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 4.12 sebagai berikut:

Tabel 4.12. Distribusi Keluarga Berdasarkan Pemberian ASI saja di Desa Sitinjo Induk tahun 2009

No Pemberian ASI saja n Persentase

1. Baik 2 3,03

2. Tidak baik 64 96,97

Jumlah 66 100,00

Pada umumnya kesadaran keluarga terhadap gizi berdasarkan indikator pemberian ASI saja kepada balita yang diperlihatkan pada tabel 4.12. dapat diketahui bahwa lebih banyak pada kategori tidak baik yaitu sebesar 96,97%.

4.5. Makan Beraneka Ragam Pada Keluarga.

(52)

50

makanan di Desa Sitinjo Induk tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 4.13 sebagai berikut:

Tabel 4.13. Distribusi Keluarga Berdasarakan Makan Beraneka Ragam di Desa Sitinjo Induk Tahun 2009

Kesadaran keluarga terhadap gizi berdasarkan indikator makan beraneka ragam dalam keluarga responden yang paling banyak yang diperlihatkan tabel 4.13. diatas adalah pada kategori tidak baik yaitu 90,90%.

4.6. Penggunaan garam beryodium

Dari hasil pemeriksaan menggunakan test yodina, di ketahui bahwa 100% responden menggunakan garam beryodium. Untuk mengetahui kesadaran keluarga terhadap gizi berdasarkan indikator penggunaan garam beryodium juga dipengaruhi cara penggunaan dan penyimpanan garam yang dapat dilihat pada tabel 4.14 dan 4.15 di bawah ini:

Tabel 4.14. Distribusi Keluarga Menurut Cara Menggunakan Garam Beryodium Dalam Pengolahan Makanan di Desa Sitinjo Induk Tahun 2009

No. Cara menggunakan garam beryodium n Persentase 1. Setelah bahan makanan matang 18 27,27 2. Pada awal/saat proses pemasakan 48 72,73

Jumlah 66 100,00

(53)

Tabel 4.15. Distribusi Keluarga Menurut Cara Menyimpan Garam Beryodium di Desa Sitinjo Induk tahun 2009.

No. Cara penyimpanan garam beryodium n Persentase 1. Menggunakan wadah kering dan tertutup 25 27,88

2. Wadah terbuka/dibiarkan tetap dalam plastik kemasan

41 62,12

Jumlah 66 100,00

Di samping cara penggunaan garam beryodium, penyimpanannya juga berpengaruh terhadap kadar yodium yang dikonsumsi. Dari tabel 4.15 di atas menunjukkan bahwa responden yang paling banyak adalah menggunakan wadah terbuka/dibiarkan tetap dalam plastik kemasan yaitu sebesar 62,12%.

Kesadaran Keluarga terhadap gizi berdasarkan indikator penggunaan garam beryodium dengan cara menggunakan garam beryodium setelah masakan matang dan penyimpanan pada wadah kering dan tertutup di Desa Sitinjo Induk tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 4.16 di bawah ini:

Tabel 4.16 Distribusi Keluarga Menurut Penggunaan Garam Beryodium di Desa Sitinjo Induk tahun 2009

No Menggunakan Garam Beryodium n Persentase

1. Baik 13 19,70

2. Tidak baik 53 80,30

Jumlah 66 100,00

(54)

52

4.7 Pemberian Suplemen Kapsul Vitamin A

Kesadaran keluarga terhadap gizi berdasarkan indikator pemberian suplemen kapsul vitamin A di Desa Sitinjo Induk tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 4.17 berikut ini:

Tabel 4.17 Distribusi Keluarga Menurut Pemberian Suplemen Kapsul Vitamin A di Desa Sitinjo Induk Tahun 2009

No. Pemberian Suplemen Kapsul Vitamin A n Persentase

1. Baik 42 63,64

2. Tidak Baik 24 36,36

Jumlah 66 100,00

Kesadaran keluarga terhadap gizi berdasarkan indikator pemberian suplemen kapsul vitamin A di Desa Sitinjo Induk sudah cukup baik. Dapat diketahui secara jelas dengan melihat tabel 4.17. yang menunjukkan bahwa kategori baik merupakan jumlah yang paling banyak yaitu 63,64%.

4.8. Keluarga Sadar Gizi

Dari hasil analisis berdasarkan indikator keluarga sadar gizi yang terlaksana dengan baik yang dilakukan di Desa Sitinjo Induk tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 4.18 berikut ini:

Tabel 4.18. Distribusi Keluarga Berdasarkan Jumlah Indikator Keluarga Sadar Gizi Yang Terlaksana di Desa Sitinjo Induk Tahun 2009 No. Keluarga

sadar gizi Indikator yg terlaksana n Persentase

(55)

Dari tabel 4.18 dapat dilihat bahwa hampir keseluruhan responden tidak sadar gizi. Bahkan keluarga yang tidak melaksanakan salah satu pun indikator keluarga sadar gizi ini merupakan jumlah yang paling banyak yaitu sebesar 30,30%. Hanya 1,52% yang sudah melaksanakan 5 indikator keluarga sadar gizi. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat di Desa Sitinjo Induk belum tergolong keluarga sadar gizi.

4.9. Status Gizi Balita Berdasarkan Indeks BB/U.

Status gizi balita (bawah lima tahun) berdasarkan indikator BB/U di Desa Sitinjo Induk tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 4.20 bawah ini:

Tabel 4.19. Distribusi Status Gizi Balita Menurut BB/U di Desa Sitinjo Induk Tahun 2009

No Status Gizi n Persentase

1. Gizi Buruk 2 3,03

2. Gizi Kurang 13 19,70

3. Gizi Baik 51 77,27

Jumlah 66 100,00 Berdasarkan pengukuran yang dilakukan saat penelitian dapat dilihat pada tabel 4.19. bahwa status gizi balita di Desa Sitinjo Induk tahun 2009 yang paling banyak adalah gizi baik yaitu 77,27% dan ditemukan masalah gizi buruk pada balita yaitu 3,03%.

(56)

54

Tabel 4.20. Distribusi Keluarga Sadar Gizi Dan Status Gizi Balita di Desa Sitinjo Induk Tahun 2009

N

o Kadarzi

Jlh Klg

Status Gizi

Jumlah

Baik Kurang Buruk

n % n % n % n %

1 Baik 1 1 100,00 0 0 0 0 1 100,00

(57)

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Kesadaran Keluarga Terhadap Gizi Berdasarkan Indikator Penimbangan.

Pemantauan pertumbuhan balita bisa dilakukan dengan menimbang balita di rumah maupun di posyandu atau di puskesmas. Pemantauan ini dimaksudkan untuk mengetahui pertumbuhan balita dan bisa mencegah masalah sedini mungkin apabila terjadi penyimpangan. Pemantauan pertumbuhan ini dapat dilihat dari KMS.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 66 keluarga responden yang diteliti kesadaran keluarga terhadap gizi berdasarkan indikator penimbangan yang dikategorikan baik hanya sekitar 40,90%. Pada kategori tidak baik adalah 59,10%. Rutinitas penimbangan ini biasanya dilakukan oleh ibu yang rumahnya dekat dengan posyandu atau keluarga kader, serta responden dengan balita yang masih mendapat imunisasi.

(58)

56

5.2. Kesadaran Keluarga Terhadap Gizi Berdasarkan Indikator Pemberian ASI Eksklusif.

Kebutuhan zat gizi bayi sampai umur 6 bulan masih bisa dipenuhi dengan memberikan ASI saja. Pemberian ASI Eksklusif sangat dianjurkan karena pencernaan bayi belum siap untuk mencerna makanan selain ASI. ASI juga mengandung zat-zat kekebalan yang sangat diperlukan oleh bayi karena bayi sangat rentan terhadap penyakit.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 66 responden yang diteliti diketahui bahwa kesadaran keluarga terhadap gizi berdasarkan indikator pemberian ASI Eksklusif yang dikategorikan baik hanya 3,03%. Hal ini menunjukkan bahwa hampir seluruh responden tidak memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya.

Dari wawancara yang telah dilakukan diketahui bahwa umumnya bayi diberikan air putih atau susu formula sesaat setelah bayi lahir dengan alasan produksi ASI tidak cukup atau bahkan tidak keluar sama sekali. Kemungkinan hal ini disebabkan karena ibu kurang persiapan menghadapi masa laktasi. Seperti pendapat Fatimah (2007) bahwa kurang persiapan ibu saat menghadapi masa laktasi sehingga pemberian ASI tidak lancar dan ibu memilih memberi bayinya air putih atau susu formula dengan sendirinya ASI Eksklusif terabaikan. Alasan lain adalah karena responden bekerja sebagai petani dan bayinya harus ditinggal di rumah. Bayi diberikan susu formula atau nasi bubur dan akhirnya bayi lebih suka minum susu formula atau nasi bubur dari pada ASI.

(59)

menurut Roesli (2008) bahwa seharusnya pada usia 0-6 bulan bayi hanya diberi ASI saja karena sistem pencernaan bayi belum dapat bekerja dengan sempurna. Pemberian makanan padat/tambahan yang terlalu dini dapat menggangu pemberian ASI Eksklusif serta meningkatkan angka kesakitan pada bayi.

5.3. Kesadaran Keluarga Terhadap Gizi Berdasarkan Indikator Keanekaragaman Makanan.

Tidak satupun jenis makanan yang mengandung lengkap semua zat gizi yang mampu membuat seseorang untuk hidup sehat, tumbuh kembang dan produktif. Orang perlu mengkonsumsi aneka ragam makanan, kecuali bayi < 6 bulan yang cukup dengan ASI saja. Zat gizi yang tidak terkandung dalam satu jenis bahan makanan akan digantikan dari bahan makanan lain (Depkes RI, 2000).

Hasil penelitian terhadap 66 keluarga responden, diketahui bahwa kesadaran keluarga terhadap gizi berdasarkan indikator keanekaragaman makanan sebahagian besar dikategorikan tidak baik yaitu: 90,90%. Keanekaragaman makanan yang dikategorikan baik hanya 9,10%. Hal ini kemungkinan disebabkan karena kurangnya pengetahuaan ibu tentang manfaat makan beranekaragaman sehingga menu makanan hampir sama setiap hari dan konsumsi sayur tidak rutin.

(60)

58

Dari hasil wawancara dapat diketahui bahwa umumnya keluarga responden mengkonsumsi sayur hanya sekali dalam sehari yaitu makan siang atau makan malam. Ada juga keluarga yang jarang mengkonsumsi sayuran hanya 2 atau 3 kali seminggu. Kesadaran mengkonsumsi buah juga sangat rendah. Dari 66 responden hampir keseluruhan mengatakan bahwa konsumsi buah hanya sekali seminggu yaitu pada saat pekan saja. Buah yang paling banyak mereka konsumsi adalah pisang atau jeruk.

Tingkat pendapatan keluarga responden pada umumnnya di bawah UMP (822.205) juga kemungkinan sangat mempengaruhi daya beli masyarakat terhadap makanan. Ini sesuai dengan pendapat Apriadji, W (1985) yang menyebutkan bahwa keluarga dengan pendapatan terbatas besar kemungkinan kurang dapat memenuhi kebutuhan makanan sejumlah yang diperlukan setidaknya keanekaragaman bahan makanan kurang bisa dijamin. Keuangan yang terbatas menyebabkan tidak akan banyak pilihan. Dengan perkataan lain rendahnya pendapatan keluarga merupakan rintangan lain yang menyebabkan orang-orang tidak mampu membeli makanan dalam jumlah yang diperlukan tubuh.

(61)

5.4. Kesadaran Keluarga Terhadap Gizi Berdasarkan Indikator Penggunaan Garam Beryodium.

Menurut BPS-UNICEF yodium merupakan salah satu mineral esensial

hingga keadaan kekurangan akan menggangu kesehatan dan pertumbuhan, walaupun garam yang dibeli mengandung yodium yang cukup. Penanganan dan cara penyimpanan oleh rumah tangga yang kurang baik dapat menyebabkan kandungan yodium dalam garam berkurang bahkan bisa hilang.

Hasil penelitian terhadap garam yang digunakan oleh 66 keluarga responden dengan menggunakan test yodina dapat diketahui bahwa seluruh responden menggunakan garam beryodium. Tetapi dari hasil wawancara dengan responden dapat diketahui bahwa pengetahuan responden tentang cara menggunakan garam beryodium masih kurang. Masih banyak responden yang menggunakan garam pada awal/saat proses pemasakan yaitu sebesar 62,12%, menyimpan garam beryodium dengan meletakan pada wadah terbuka atau tetap pada plastik kemasan dengan kondisi terbuka sebesar 62,12%. Dengan penggunaan dan penyimpanan garam beryodium sesuai aturan dapat mengetahui kesadaran keluarga terhadap gizi berdasarkan indikator penggunaan/penyimpanan sesuai aturan garam beryodium lebih banyak pada kategori tidak baik yaitu 80,30%.

(62)

60

disadari oleh responden, keluarga hanya mendapat sedikit yodium dari garam atau bahkan tidak mengkonsumsi garam beryodium lagi. Walaupun awalnya sudah menggunakan garam beryodium tetapi karena penggunaan yang salah menyebabkan zat yodium hilang dari garam.

5.5. Kesadaran Keluarga Terhadap Gizi Berdasarkan Indikator Pemberian Kapsul Vitamin A Pada Balita.

Vitamin A sangat diperlukan oleh tubuh, penyakit akibat kekurangan vitamin A ini disebut xeropthalmia. Penyakit ini merupakan penyebab kebutaan yang paling sering terjadi pada anak-anak. Hal ini karena setelah di sapih, anak tidak diberikan makanan yang memenuhi syarat gizi. Untuk memenuhi kebutuhan ini dapat dibantu dengan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi yang bisa di dapatkan di Posyandu maupun di Puskesmas pada bulan Februari dan Agustus.

(63)

Kesadaran keluarga terhadap gizi berdasarkan indikator vitamin A yang umumya sudah baik. Hal ini diharapkan dapat membantu agar anak balita terhindar dari penyakit yang disebabkan kurang vitamin A (xeropthalmia) dan membantu meningkatkan daya tahan tubuh anak balita tersebut.

5.6 Status Gizi Balita Berdasarkan Indeks BB/U

Status gizi balita merupakan indikator yang dipakai untuk menunjukkan tingkat perkembangan sosial ekonomi suatu bangsa. Pada balita, kekurangan gizi dapat mengakibatkan terganggunya pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan spiritual. Hasil penelitian terhadap 66 balita di Desa Sitinjo Induk tahun 2009, ditemukan bahwa jumlah yang paling banyak adalah balita dengan status gizi baik yaitu 77,27% tetapi masih ditemukan balita gizi buruk yaitu 3,03%.

(64)

62

(65)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut yaitu:

1. Kesadaran keluarga terhadap gizi berdasarkan indikator penimbangan masih rendah hal ini ditunjukkan dengan jumlah keluarga yang melakukan penimbangan terhadap balita yang dikategorikan tidak baik lebih banyak yaitu 59,10%.

2. Kesadaran keluarga terhadap gizi berdasarkan indikator pemberian ASI Eksklusif pada bayi masih rendah hal ini bisa dilihat dari tingkat pengetahuan masyarakat tentang pemberian ASI Eksklusif masih sangat rendah sehingga keluarga yang memberikan bayinya ASI Eksklusif hanya sekitar 3,03%.

3. Sebahagian besar keluarga mengkonsumsi makanan yang tidak beraneka ragam. Hanya sekitar 9,10% keluarga responden yang mengkonsumsi makanan beranekaragam.

Gambar

Tabel 4.13.
Tabel 4.1.  Distribusi Penduduk Menurut Agama di Desa Sitinjo Induk Tahun 2008
Tabel 4.2.   Distribusi Penduduk Menurut Suku di Desa Sitinjo Induk Tahun   2008
Tabel 4.3.   Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Sitinjo Induk tahun 2009
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk mengangkat permasalahan ini sebagai skripsi dengan judul: “Pengaruh Atribut Produk dan Persepsi Harga Terhadap

[r]

Studi Dokumen, pada metode ini dilakukan pengumpulan informasi berdasarkan jurnal, buku, literatur, datasheet dan internet yang berhubungan dengan komponen yang akan

a komputer, output berupa hasil pengolahan yang telah diproses dengan program komputer yang sesuai. Bentuk output komputer bias dalam bentuk cetakan, tampilan, gambar, damn suara.

6 Jumlah folikel limfoid, diameter rata-rata folikel limfoid, serta kepadatan populasi sel limfosit pada organ limfonodus mencit dengan penggunaan bedding kain

Sistem politik Indonesia diartikan sebagai kumpulan atau keseluruhan berbagai kegiatan dalam Negara Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan umum

dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu”. Yang mana berdasarkan pasal ini keperawatan merupakan salah satu profesi/tenaga. kesehatan

Tidak ada jalan lain untuk menghindar bahkan menyingkirkan pengaruh negatif dari hal-hal yang disebut diatas adalah mendalami, memahami dan mengaplikasikan Aqidah Islamiyah yang