DAMPAK PEMUPUKAN P DAN PEMBERIAN MEDIA TANAM
KOMERSIAL TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) DAN BEBERAPA SIFAT KIMIA
TANAH ULTISOL ASAL MANCANG KABUPATEN LANGKAT
SKRIPSI
OLEH:
ROBET TYSON SUHENDRA 060303035
ILMU TANAH
DEPARTEMEN ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAMPAK PEMUPUKAN P DAN PEMBERIAN MEDIA TANAM
KOMERSIAL TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) DAN BEBERAPA SIFAT KIMIA
TANAH ULTISOL ASAL MANCANG KABUPATEN LANGKAT
SKRIPSI
OLEH:
ROBET TYSON SUHENDRA 060303035
ILMU TANAH
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh
Gelar Sarjana (S1) di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Skripsi :Dampak Pemupukan P dan Pemberian Media Tanam Komersial Terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L) dan Beberapa Sifat Kimia Tanah Ultisol Asal Mancang Kabupaten Langkat
Nama : Robet Tyson Suhendra
Nim : 060303035
Program Studi: : Ilmu Tanah
Minat Studi : Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman
Menyetujui Komisi Pembimbing :
Ir. M.M.B. Damanik, MSc.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemberian kombinasi/interaksi
dari pupuk kompos sebagai media komersial dan pupuk SP-36 terhadap sifat
kimia tanah Ultisol asal Mancang dan pertumbuhan tanaman jagung
(Zea mays L). Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok faktorial
(RAK) dengan 12 perlakuan dan 3 ulangan. Faktor pertama, pupuk SP-36 dengan
4 taraf ( O gr SP-36 (P0), 0,25 gr SP-36 (P1), 0,5 gr SP-36 (P2) dan 0,75 gr SP-36
(P3)). Faktor kedua yaitu Media Komersial dengan 3 taraf (0 gr (K0), 50 gr (K1),
100 gr (K2), sehingga diperoleh 36 unit percobaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian interaksi dari pupuk
kompos sebagai media komersial dan pupuk SP-36 tidak berpengaruh nyata dalam
meningkatkan kesuburan kimia tanah Ultisol. Sedangkan pemberian pupuk SP-36
meningkatkan tinggi tanaman, berat kering tanaman, P tanaman dan serapan P
tanaman.
ABSTRACT
This study aims to determine the granting combination / interaction from
manure compost as a commercial medium and SP-36 fertilizer on soil chemical
properties Mancang Ultisol origin and growth of maize (Zea mays L). This study
used a factorial randomized block design (RAK) with 12 treatments and 3
replications. The first factor, SP-36 fertilizer with 4 levels (O gr SP-36 (P0), 0.25
grams of SP-36 (P1), 0.5 g SP-36 (P2) and 0.75 grams of SP-36 (P3)). The second
factor is the Media Commercial with 3 levels (0 g (K0), 50 g (K1), 100 g (K2),
which acquired 36 units experiment.
The results showed that the interaction of fertilizer and manure compost as
a commercial medium SP-36 had no significant effect in improving the chemical
fertility Ultisol. While the SP-36 fertilizer increased plant height, plant dry
weight, plant P and P uptake of plants.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan, 22 Oktober 1988 dari bapak R. Manurung
dan ibu N. Br Gultom. Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara.
Riwayat Pendidikan :
• SD SWASTA ANDREAS Medan lulus tahun 2000
• SLTP SWASTA FMI-2 Medan lulus tahun 2003
• SMA Negeri 4 Medan lulus tahun 2006
• Lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara (USU) Medan melalui
jalur SPMB dan memilih program studi Ilmu Tanah, pada Fakultas
Pertanian USU.
Aktifitas Selama Perkuliahan :
• Asisten di Laboratorium mata kuliah Agrogeologi tahun 2008-2009.
• Asisten di Laboratorium mata kuliah Agrohidrologi tahun
2008-2009.
• Asisten di Laboratorium mata kuliah Mineralogi dan Kristalografi tahun
2008-2009.
• Asisten di Laboratorium mata kuliah Pengelolaan Tanah dan Air tahun
2009 -2010.
• Pengurus Ikatan Mahasiswa Ilmu Tanah (IMILTA) FP USU sebagai
Koordinator Humas periode 2008-2009.
• Melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PTPN II Kebun Tanjung
• Panitia Seminar dan Lokakarya “ Membudidayakan Tindakan Konservasi
SDA pada Setiap Aspek Kehidupan “ di Fakultas Pertanian USU,
31 Januari 2009.
• Peserta Lokakarya “ Metode Pembelajaran Inovatif (e-learning dan
bi-lingual)” Program Hibah Kompetisi Institusi (PHK-I) USU, di
Perpustakaan USU, 28 April 2009.
• Peserta Workshop “ Upgrading The Students’ Parents, Alumni and the
Corperate Social Responbility Contributions to develop Education in
Program Study” di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik USU, 30 Mei 2009.
• Peserta Seminar dan Lokakarya Nasional “ Optimalisasi Pengelolaan
Lahan dalam Upaya Menekan Pemanasan Global Mendukung Pendidikan
Berbasis Pembangunan Berkelanjutan “ di Fakultas Pertanian USU
Medan, 12 Februari 2010.
• Peserta Seminar “ Masa Depan Tanpa Batas (Future Without Frontiers) “
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
tepat pada waktunya. Adapun judul dari skripsi ini adalah “ Dampak
Pemupukan P dan Pemberian Media Tanam Komersial Terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) dan Beberapa Sifat Kimia Tanah Ultisol Asal Mancang Kabupaten Langkat” sebagai salah satu syarat
untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Departemen Ilmu Tanah Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara , Medan.
Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan beribu-ribu terima kasih
kepada Ir. M.M.B. Damanik, MSc dan Ir. T. Sabrina. MAgr. Sc. PhD.,selaku
ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberi bimbingan
dan sarannya dari awal peneliitian hingga selesai, Ir. Bintang Sitorus. MP dan
Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf. MP selaku Ketua Departemen Ilmu Tanah atas segala
bantuan dan kemudahan yang diberikan kepada penulis selama melaksanakan
penelitian.
Ungkapan penuh dengan rasa haru dan tulus penulis sampaikan terima
kasih sebesar-sebesarnya kepada ayahanda R. Manurung, Ibunda N. br Gultom,
abang kardo, adik-adikku (Eva, Rahmat, Iwan) atas doa, keringat, air mata dan
semua pengorbanan untuk keberhasilan penulis. Seluruh teman-teman Ilmu Tanah
’06 yang saya sayangi (khususnya Ramson, Carlos, Raja, Harry) Elon, Vebby,
Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih. Semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan. Desember 2010
DAFTAR ISI
Sifat dan Ciri Tanah Ultisol ... 4Pupuk SP-36 dan Peranannya Pada Tanaman ... 7
Kompos Sebagai Media Komersial. ... 10
Tanaman Jagung (Zea mays L) sebagai Tanaman Indikator ... 13
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 15
DAFTAR TABEL
hal
1. Pengaruh pemberian pupuk SP-36 dan Media Tanam Komersial pH tanah Ultisol. ... 20
2. Pengaruh pemberian pupuk SP-36 dan Media Tanam Komersial C-organik ultisol ... 21
3. Pengaruh pemberian pupuk SP-36 dan Media Tanam Komersial N-tanah ultisol .. .21
4. Pengaruh pemberian pupuk SP-36 dan Media Tanam Komersial C/N ultisol ... 22
5. Pengaruh pemberian pupuk SP-36 dan Media Tanam Komersial P-tersedia ultisol ... 23
6.Pengaruh pemberian pupuk SP-36 dan Media Tanam Komersial Al-dd Ultisol .. 23
7. Pengaruh pemberian pupuk SP-36 dan Media Tanam Komersial pertumbuhan tinggi tanaman jagung ... 24
8. Pengaruh pemberian pupuk SP-36 dan Media Tanam Komersial terhadap berat kering tanaman jagung... 25
9. Pengaruh pemberian pupuk SP-36 dan Media Tanam Komersial terhadap serapan P-tanaman ... 26
DAFTAR LAMPIRAN
hal
1. Data Analisis Awal Tanah Ultisol Asal Mancang ... 36
2. Data Analisis Kompos ... 37
3. Deskripsi Tanaman Jagung ... 38
4. Bagan Penelitian ... 39
5. Data pH Ultisol ... 40
6. Daftar Sidik Ragam pH tanah Ultisol ... 40
7. Data C-Organik Ultisol ... 41
8. Daftar Sidik Ragam C-Organik Ultisol ... 41
9. Data N-Tanah Ultisol ... 42
10. Daftar Sidik Ragam N-Tanah Ultisol ... 42
11. Data C/N Ultisol ... 43
12. Daftar Sidik Ragam C/N Ultisol ... 43
13. Data P-Tanah Ultisol ... 44
14. Daftar Sidik Ragam P-Tanah Ultisol ... 44
15. Data Al-dd Ultisol ... 45
16. Daftar Sidik Ragam Al-dd Ultisol ... 45
17. Data Tinggi Tanaman Jagung ... 46
18. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman Jagung ... 46
19. Data Berat Kering Tanaman Jagung ... 47
20. Daftar Sidik Ragam Berat Kering Tanaman Jagung ... 47
22. Daftar Sidik Ragam Data P-Daun Tanaman Jagung ... 48
23. Data Serapan P pada Tanaman Jagung (mg/tanaman). ... 49
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemberian kombinasi/interaksi
dari pupuk kompos sebagai media komersial dan pupuk SP-36 terhadap sifat
kimia tanah Ultisol asal Mancang dan pertumbuhan tanaman jagung
(Zea mays L). Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok faktorial
(RAK) dengan 12 perlakuan dan 3 ulangan. Faktor pertama, pupuk SP-36 dengan
4 taraf ( O gr SP-36 (P0), 0,25 gr SP-36 (P1), 0,5 gr SP-36 (P2) dan 0,75 gr SP-36
(P3)). Faktor kedua yaitu Media Komersial dengan 3 taraf (0 gr (K0), 50 gr (K1),
100 gr (K2), sehingga diperoleh 36 unit percobaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian interaksi dari pupuk
kompos sebagai media komersial dan pupuk SP-36 tidak berpengaruh nyata dalam
meningkatkan kesuburan kimia tanah Ultisol. Sedangkan pemberian pupuk SP-36
meningkatkan tinggi tanaman, berat kering tanaman, P tanaman dan serapan P
tanaman.
ABSTRACT
This study aims to determine the granting combination / interaction from
manure compost as a commercial medium and SP-36 fertilizer on soil chemical
properties Mancang Ultisol origin and growth of maize (Zea mays L). This study
used a factorial randomized block design (RAK) with 12 treatments and 3
replications. The first factor, SP-36 fertilizer with 4 levels (O gr SP-36 (P0), 0.25
grams of SP-36 (P1), 0.5 g SP-36 (P2) and 0.75 grams of SP-36 (P3)). The second
factor is the Media Commercial with 3 levels (0 g (K0), 50 g (K1), 100 g (K2),
which acquired 36 units experiment.
The results showed that the interaction of fertilizer and manure compost as
a commercial medium SP-36 had no significant effect in improving the chemical
fertility Ultisol. While the SP-36 fertilizer increased plant height, plant dry
weight, plant P and P uptake of plants.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai
sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan
Indonesia. Sebaran terluas terdapat di Kalimantan (21.938.000ha), diikuti di
Sumatera (9.469.000 ha), Maluku dan Papua (8.859.000 ha), Sulawesi
(4.303.000 ha), Jawa (1.172.000 ha), dan Nusa Tenggara (53.000 ha).
(Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).
Ultisol merupakan daerah luas di dunia yang masih tersisa untuk
dikembangkan sebagai daerah pertanian. Ciri tanah Ultisol yang terutama menjadi
kendala bagi budidaya tanaman ialah pH rendah, kejenuhan Al tinggi ;
kemungkinan besar juga Fe dan Mn aktif tinggi, lempung beraktivitas rendah
(LAC) bermuatan terubahkan (variable charge), daya semat terhadap fosfat kuat,
kejenuhan basa rendah, kadar bahan organik rendah, daya simpan air terbatas,
jeluk (kedalaman) efektif terbatas, derajat agresi rendah dan kemantapan agregat
lemah.
Untuk meningkatkan produktivitas Ultisol dapat dilakukan melalui
pemberian kapur, penambahan bahan organik, penanaman tanaman adaptif,
penerapan teknik budidaya tanaman lorong, trasering, pengolahan tanah yang
seminim mungkin dan pemupukan.
Pemupukan merupakan cara penambahan unsur hara ke dalam tanah
sehingga tersedia oleh tanaman. Unsur N, P, dan K tergolong unsur makro
antara unsur hara memegang peranan penting dalam pertumbuhan maupun
produksi tanaman, karena dosis pupuk organik yang tinggi mengakibatkan tanah
menjadi padat.
Media tanam komersial yang digunakan ialah kompos. Banyak kompos
yang beredar di masyarakat adalah kompos palsu. Karena petani tidak mengetahui
berapa besar kandungan hara yang terdapat pada kompos tersebut. Pada penelitian
ini penulis mencoba mengkombinasikan pupuk SP-36 dan Media Tanam
komersial (Kompos yang beredar di masyarakat) dan mengaplikasikannya ke
tanah Ultisol. Penggunaan bahan ini diharapkan dapat memperbaiki masalah
dalam tanah ultisol terutama dalam kesuburan kimia tanah Ultisol serta
mengetahui pengaruh pemberian pupuk SP-36 dan Media Komersial terhadap
perubahan sifat kimia ultisol dan terhadap pertumbuhan tanaman jagung.
Penulis juga mengharapkan penelitian ini nantinya akan menjadi
informasi bagi petani jagung dan juga agar petani lebih mencermati dalam
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh pemberian kombinasi pupuk SP-36 dengan
Media tanam Komersial terhadap sifat kimia tanah Ultisol asal Mancang dan
pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays L).
Hipotesis Penelitian
Penggunaan kombinasi pupuk SP-36 dan Media tanam komersial mampu
memperbaiki sifat kimia tanah Ultisol dan meningkatkan pertumbuhan tanaman
jagung (Zea mays L).
Kegunaan Penelitian
1. Sebagai salah satu syarat untuk dapat mendapatkan gelar Sarjana Pertanian
di Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,
Medan.
2. Sebagai bahan informasi bagi kepentingan ilmu pengetahuan dan dapat
TINJAUAN PUSTAKA
Sifat dan Ciri Tanah Ultisol
Kata Ultisol berasal dari bahasa latin Ultimus, yang berarti terakhir atau
dalam arti hal ultisol, tanah yang paling terkikis dan memperlihatkan pengaruh
pencucian yang terakhir. Ultisol memiliki horizon argilik dengan kejenuhan basa
yang rendah. Biasanya terdapat aluminium yang dapat dipertukarkan dalam
jumlah yang tinggi. Beberapa sifat Ultisol menurut Foth, (1994) ialah :
1. Kandungan tanah liat memperlihatkan perkembangan horizon argilik
2. Kandungan bahan organik dan semua horizon, kecuali pada horizon Al
yang sangat tipis, sangat rendah
3. Kapasitas tukar kation rendah, menyatakan kandungan bahan organik yang
rendah dan adanya tanah liat berkapasitas tukar kation yang rendah sampai
kaolinit
4. Jumlah basa yang dapat di pertukarkan dan persentase kejenuhan basa
sangat rendah, kecuali untuk horizon Al yang sangat tipis.
Tanah Ultisol mempunyai sebaran yang sangat luas, meliputi hampir 25%
dari total daratan Indonesia. Penampang tanah yang dalam dan kapasitas tukar
kation yang tergolong sedang hingga tinggi menjadikan tanah ini mempunyai
peranan yang penting dalam pengembangan pertanian lahan kering di Indonesia.
Hampir semua jenis tanaman dapat tumbuh dan dikembangkan pada tanah ini,
kecuali terkendala oleh iklim dan relief (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).
Dalam menghadapi tanah berkemampuan rendah dan berkendala banyak
membenahi kemampuan tanah sehingga serasi dengan macam pemanfaatan atau
bentuk penggunaan yang diinginkan. Kedua, memilih macam pemanfaatan atau
bentuk penggunaan yang dapat diaplikasikan pada kemampuan asli tanah
(Notohadiprawiro, 2006).
Pada umumnya Ultisol berwarna kuning kecoklatan hingga merah. Pada
klasifikasi menurut Soepraptohardjo (1961), bahwa Ultisol diklasifikasikan
sebagai podsolik merah kuning. Warna tanah pada horizon argilik sangat
bervariasi dengan hue dari 10R, nilai 3-6 dan kroma 4-8. Tekstur tanah Ultisol
bervariasi dan dipengaruhi oleh bahan induk tanahnya. Tanah Ultisol dari granit
yang kaya akan mineral kuarsa umumnya memiliki tekstur yang kasar seperti liat
berpasir (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).
Reaksi tanah Ultisol pada umumnya masam hingga sangat masam (pH
5-3,1), kecuali tanah Ultisol dari batu gamping yang mempunyai reaksi netral
hingga agak masam (pH 6.80-6.50). Ultisol tidak hanya sangat rendah
kesuburannya, pH yang rendahpun membuat pupuk kandang tidak berhasil guna
pada persediaan hara dan keracunan alumunium merupakan masalah dalam
horizon argilik (Foth, 1994).
Tanah Ultisol ini dicirikan oleh kadar bahan organik dan muatan variabel
yang amat rendah. Muatan listrik rendah itu, karena kandungan liat sesquioksida
dan liat 1:1, membentuk KTK yang juga sangat rendah. Umumnya tanah ini juga
sangat tercuci (leached) hingga kandungan basa-basa menjadi sangat rendah. Hal
ini menyebabkan pH tanah rendah sekali yang meningkatkan kadar Al bebas,
Komponen kimia tanah berperan besar dalam menentukan sifat dan ciri
tanah umumnya dan kesuburan tanah. Ultisol merupakan tanah yang mengalami
proses pencucian yang sangat intensif yang meyebabkan Ultisol miskin secara
kimia dan secara fisik. Selain itu Ultisol mempunyai kendala kemasaman tanah,
kejenuhan Aldd tinggi, kapasitas tukar kation rendah (< 24 me/100 g tanah),
kandungan N rendah, kandungan fosfor dan kalium rendah serta sangat peka
terhadap erosi (Munir, 1996).
Adapun penambahan bahan organik ke dalam ultisol, dimaksudkan untuk
memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah secara simultan. Bahan organik
dapat memberi pengaruh yakni pengaruh fisik pada tanah, merupakan gudang
nutrisi tanaman dan pengaruh terhadap keadaan biologi tanah. Dengan pengaruh
ini struktur tanah menjadi lebih baik, aerasi menjadi lebih baik, mempunyai efek
pengikat yang baik atas partikel tanah, kapasitas menahan air meningkat ,
membantu tanah mengabsorbsi panas lebih besar, meningkatkan daya sangga
tanah, mencegah meningkatkan kemasaman tanah dan alakalinitas yang terlalu
tinggi (Munir, 1996).
Masalah Al umumnya terjadi pada tanah ultisol dari bahan sedimen.
Bahan sedimen merupakan hasil dari proses pelapukan dan pencucisan, bai
pelapukan dari bahan volkan, batuan beku, batuan metamorf maupun campuran
dari berbagai jenis batuan sehingga mineral penyusunnya sangat bergantung pada
asal bahan yang melapuk. Untuk mengatasi kendala kemasaman dan kejenuhan Al
yang tinggi dapat dilakukan pengapuran. Kandungan Al yang tinggi berasal dari
pelapukan mineral mudah lapuk. Kemasaman dan kejenuhan Al yang tinggi dapat
pH dari sangat masam hingga netral, serta menurunkan kadar Al. Ultisol pada
umumnya memberikan respon yang baik terhadap pemupukan fosfat. Penggunaan
pupuk P dari TSP dan SP-36 lebih efisien dibandingkan P alam. (Prasetyo dan
Suriadikarta, 2006).
Pupuk SP-36 dan Peranannya Pada Tanaman
Secara umum kulit bumi mengandung 0.1 % P atau setara 2 ton P ha -1,
tetapi kebanyakan berbentuk apatit terutama fluoroapatit dalam bebatuan beku
dan bahan induk tanah, sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Dalam siklus P
terlihat bahwa kadar P-larutan tanah merupakan hasil keseimbangan antara suplai
P, pelarutan P- terfiksasi dan mineralisasi P-organik dan kehilangan P berupa
imobilisasi oleh tanaman, fiksasi dan pelindian P. Tanah-tanah tua di indonesia
umumnya berkadar alami P rendah dan berdaya fiksasi tinggi, sehingga
penanaman tanpa memperhatikan suplai P berkemungkinan besar akan gagal
akibat defisisensi P (Hanafiah, 2005).
Secara garis besar fosfor tanah dibedakan atas fosfor organik dan fosfor
anorganik. Dalam bentuk anorganik, satu hingga tiga atom hidrogen dari asam
fosfat digantikan oleh kation logam. Sebagai bentuk organik, satu mungkin lebih
atom hidrogen dari asam fosfat hilang karena ikatan ester. Sisa dari atom
hidrogen, seluruhnya atau sebagian digantikan oleh kation logam. Kedua bentuk
fosfor ini merupakan sumber P yang penting untuk tanaman (Hakim dkk, 1986).
Fosfat tanah pada umumnya berada dalam bentuk yang tidak tersedia bagi
tanaman. Tanaman akan mampu menyerap fosfor dalam bentuk orthofosfat
pada pH tanah, tetapi pada umumnya H2PO4- terbanyak dijumpai pada pH tanah
berkisar antara 5.0-7.2 (Hakim dkk, 1986).
Masalah yang sering timbul di lapangan adalah fiksasi P. Terikatnya P
oleh tanah sebegitu kuat sehingga P yang tadinya tersedia untuk tanaman menjadi
tidak tersedia untuk tanaman. Adapun macam-macam fiksasi yang dikenal
menurut Rosmarkam dan Yuwono, (2002) adalah
1. Fiksasi oleh ion Fe dan Al dalam larutan tanah. Kelarutan Fe dan Al dalam
tanah asam relatif besar jika dibandingkan tanah alkalis
2. Pada tanah alkalis yang mengandung CaCO3, ion fosfat yang tersedia bila
bertemu dengan CaCO3 akan diendapkan pada partikel tanah.
3. Fiksasi lainnya yang umumnya dikenal adalah yang berperanan fiksasi,
yakni tanah yang bereaksi alkalis.
Unsur P di dalam tanah berasal dari bahan organik (pupuk kandang,
sisa-sisa tanaman), pupuk buatan dan mineral-mineral di dalam tanah (apatit). Fungsi
unsur hara P di dalam tanah yakni pembelahan sel, pembentukan albumin,
pembentukan bunga, buah dan biji, mempercepat pematangan (Hardjowigeno,
2003).
Fosfor juga berperan dalam menstimulir pertumbuhan akar. Hal ini
dibuktikan dari hasil percobaan pada tanah yang kekurangan fosfor, bila
ditambahkan fosfor, ternyata bahagian akar lebih besar pertambahannya
dibandingkan dengan bagian atas tanaman terutama daun (Damanik dkk, 2010).
Pupuk adalah material yang ditambahkan pada media tanam atau
tanaman untuk mencukupi kebutuhan hara yang diperlukan tanaman sehingga
ataupun non-organik (mineral). Pupuk berbeda dari suplemen. Pupuk
mengandung bahan baku yang diperlukan pertumbuhan dan perkembangan
tanaman, sementara suplemen seperti hormon tumbuhan membantu kelancaran
proses metabolisme. Meskipun demikian, ke dalam pupuk, khususnya pupuk
buatan, dapat ditambahkan sejumlah material suplemen (Hasibuan, 2009).
Hampir semua pupuk fosfat komersial berasal dari batuan fosfat, kecuali
Basic slag. Selain itu dapat pula berasal dari mineral-mineral fosfat dan bahan
organik seperti tepung tulang dan guano. Bahan baku untuk pembuatan fosfat
banyak disuplay dari Afrika Utara dan Amerika Serikat. Batuan fosfat terbaik
mengandung 35 % P2O5. Sumber fosfat alam yang dikenal mempunyai kadar hara
P tinggi adalah batuan beku dan batuan endapan dengan bahan mineral yang
mengandung apatit (Damanik dkk, 2010).
SP-36 mulai populer akhir-akhir ini karena keberadaan TSP di pasaran
mulai berkurang. Masalahnya, kandungan bahan impor dari TSP sulit diperoleh.
Kadar P2O5 pupuk SP-36 hanya 36 %. Namun fisik, warna dan sifatnya tidak
berbeda dengan TSP (Marsono dan Lingga, 2000).
Ciri-ciri dari pupuk SP-36 menurut Sutejo, (2002) antara lain
• Kadar P2O5 total minimal 36%
• Kadar P2O5 larut Asam Sitrat minimal 34%
• Kadar P2O5 larut dalam air minimal 30%
• Kadar air maksimal 5%
• Kadar Asam Bebas sebagai H3PO4 maksimal 6%
• Warna abu-abu.
Sifat, manfaat dan keunggulan pupuk SP 36 menurut Marsono dan
Lingga, (2000) antara lain :
Tidak higroskopis
Mudah larut dalam air
Sebagai sumber unsur hara Fosfor bagi tanaman
Memacu pertumbuhan akar dan sistim perakaran yang baik
Memacu pembentukan bunga dan masaknya buah/biji
Mempercepat panen
Memperbesar prosentase terbentuknya bunga menjadi buah/biji
Menambah daya tahan tanaman terhadap gangguan hama, penyakit dan
kekeringan.
Kompos Sebagai Media Komersial
Kompos merupakan bahan organik, seperti daun-daunan, jerami,
alang-alang, rumput-rumputan, dedak padi, batang jagung, sulur, carang-carang serta
kotoran hewan yang telah mengalami proses dekomposisi oleh mikroorganisme
pengurai, sehingga dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah.
Kompos mengandung hara-hara mineral yang esensial bagi tanaman (Atmojo,
2003).
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran
bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi
berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan
organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba
yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos
adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat
terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang
seimbang, pemberian air yang cukup, pengaturan aerasi, dan penambahan
aktivator pengomposan. Sampah terdiri dari dua bagian, yaitu bagian organik dan
anorganik. Rata-rata persentase bahan organik sampah mencapai ±80%, sehingga
pengomposan merupakan alternatif penanganan yang sesuai
(Atmojo, 2003).
Bahan organik dari sampah-sampah kota dan limbah pertanian lainnya
dalam jumlah yang banyak tidak dapat digunakan langsung sebagai pupuk tetapi
harus terlebih dahulu didekomposisikan sehingga melapuk dengan tingkat C/N
yang rendah (10-12). Bahan-bahan yang mempunyai C/N sama atau mendekati
C/N tanah, dapat langsung digunakan sebagai pupuk (Damanik dkk, 2010).
Ciri-ciri kompos yang baik, senyawa-senyawa karbon harus terombak
sempurna, senyawa nitrogen sebagian besar sudah menjadi amonium (diperlukan
nisbah C/N yang kecil), kehilangan N harus sekecil mungkin, sisa-sisa sebagai
humus harus sebanyak mungkin (Damanik dkk, 2010).
Masyarakat sering sekali tertipu dengan kompos palsu. Karena
masyarakat tidak mengetahui berapa besar kandungan hara pada kompos tersebut.
Masyarakat hanya melihat dari penampilan luar seperti berwarna hitam, tidak
berbau. Padahal masyarakat tidak mengetahui apakah itu benar-benar kompos
atau hanya tanah sisa bakaran sampah. Bahan yang disebut kompos memilki
Kondisi Kondisi Yang Bisa Diterima
Kondisi Ideal Kompos
Rasio C/N 20:1 s/d 40:1 25-35:1
Kelembaban 40 – 65 % 45 – 62 %
Berat Konsentrasi Oksigen
> 5% > 10%
Ukuran partikel 1 inchi bervarias
Bulk Density 1000 lbs/cu yd 1000 lbs/cu yd
pH pH 5.5 – 9.0 6.5 – 8.0
Suhu 43 – 66oC 54 -60oC
Tanah Ultisol umumnya peka terhadap erosi serta mempunyai pori aerasi
dan indeks stabilitas rendah sehingga tanah mudah menjadi padat. Akibatnya
pertumbuhan akar tanaman terhambat karena daya tembus akar ke dalam tanah
menjadi berkurang. Bahan organik selain dapat meningkatkan kesuburan tanah
juga mempunyai peran penting dalam memperbaiki sifat fisik tanah. Bahan
organik dapat meningkatkan agregasi tanah, memperbaiki aerasi dan perkolasi,
serta membuat struktur tanah menjadi lebih remah dan mudah diolah. Bahan
organik tanah melalui fraksi-fraksinya mempunyai pengaruh nyata terhadap
pergerakan dan pencucian hara. Asam fulvat berkorelasi positif dan nyata dengan
kadar dan jumlah ion yang tercuci, sedangkan asam humat berkorelasi negatif
Tanaman Jagung Sebagai Tanaman Indikator
Jagung (Zea mays L.) merupakan kebutuhan yang cukup penting bagi
kehidupan manusia dan hewan. Jagung mempunyai kandungan gizi dan serat
kasar yang cukup memadai sebagai bahan makanan pokok pengganti beras. Selain
sebagai makanan pokok, jagung juga merupakan bahan baku makanan ternak.
Kebutuhan akan konsumsi jagung di Indonesia terus meningkat. Hal ini
didasarkan pada makin meningkatnya tingkat konsumsi perkapita per tahun dan
semakin meningkatnya jumlah penduduk Indonesia (AAK, 1991).
Tanaman jagung mempunyai kemampuan beradaptasi terhadap tanah, baik
jenis tanah lempung berpasir maupun tanah lempung dengan pH tanah 6 -8.
Temperatur untuk pertumbuhan optimal jagung antara 24-30 °C. Tanaman jagung
pacta masa pertumbuhan membutuhkan 45-60 cm air. Ketersediaan air dapat
ditingkatkan dengan pemberian pupuk buatan yang cutup untuk meningkatkan
pertumbuhan akar, kerapatan tanaman serta untuk melindungi dari rumput liar dan
serangan hama (Bakhri, 2007).
Hal-hal yang harus diperhatikan tentang tanah sebagai syarat yang baik
untuk pertanaman jagung : (a) pH tanah netral atau mendekati netral diperlukan
untuk pertumbuhan optimal pada tanaman jagung yakni berkisar antara pH
5,5-6,5, (b) tanah dan tempat pertanaman hendaknya memperoleh sinar dan udara
yang cukup, (c) drainase yang baik akan membantu usaha pengendalian pencucian
tanah, selanjutnya ada hubungannya dengan keasaman tanah dan (d) pada
kesuburan tanah yang tinggi akan membantu dalam penyediaan hara (Purwono
Tanaman jagung membutuhkan paling kurang 13 unsur hara yang diserap
melalui tanah. Hara N, P, dan K diperlukan dalam jumlah lebih banyak dan sering
kekurangan, sehingga disebut hara primer. Hara Ca, Mg, dan S diperlukan dalam
jumlah sedang dan disebut hara sekunder. Hara primer dan sekunder lazim disebut
hara makro. Hara Fe, Mn, Zn, Cu, B, Mo, dan Cl diperlukan tanaman dalam
jumlah sedikit, disebut hara mikro. Unsur C, H, dan O diperoleh dari air dan udara
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di rumah kaca dan di Laboratorium Kimia dan
Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan
ketinggian tempat ± 25 meter di atas permukaan laut dan dimulai pada bulan Mei
2010 sampai dengan selesai.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah tanah ultisol asal mancang yang diambil
secara komposit pada kedalaman 0-20 cm, pupuk standar yang terdiri dari pupuk
Urea, dan KCl sebagai pupuk dasar, pupuk SP-36, kompos sebagai media tanam
komersial, bibit tanaman jagung sebagai tanaman indikator dan bahan-bahan
kimia untuk keperluan analisis tanah dan tanaman di laboratorium.
Alat yang digunakan adalah cangkul, polybag, plastik, meteran,
timbangan, serta alat-alat yang digunakan di laboratorium untuk analisis tanah dan
tanaman.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial. Faktor
perlakuannya adalah Pupuk SP-36 (P) dan Media Tanam Komersial (K). Dengan
(P) 4 taraf dosis dan (K) 3 taraf dosis, dengan 3 ulangan sehingga diperoleh unit
Faktor Kombinasi Pupuk SP-36 (P) :
Po = 0 gr SP-36 /polybag ( 0 kg/Ha)
P1 = 0,25 gr SP-36 /polybag (100 kg/Ha)
P2 = 0,5 gr SP-36 /polybag (200 kg/Ha)
P3 = 0,75 gr SP-36 /polybag (300 kg/Ha)
Faktor Kombinasi Media Tanam Komersial (K) :
Ko = 0 gr Kompos /polybag
K1 = 50 gr Kompos /polybag
K2 = 100 gr Kompos /polybag
Bagan Percobaan :
I II III
P0K0 P3K2 P0K1
P0K1 P3K1 P1K1
P0K2 P3K0 P2K1
P1K0 P2K2 P3K1
P1K1 P2K1 P0K0
P1K2 P2K0 P1K0
P2K0 P1K2 P2K0
P2K1 P1K1 P3K0
P2K2 P1K0 P0K2
P3K0 P0K2 P1K2
P3K1 P0K1 P2K2
Model Linear Rancangan Acak Kelompok :
Yijk = µ + Pi + Kj + Bk(PK)ij + ∑ijk
Dimana :
Yij : Nilai hasil pengamatan
µ : Rataan umum
Pi : Pengaruh taraf ke -i dari faktor P
Ki : Pengarih taraf ke –i dari faktor K
Bk : Pengaruh taraf ke-k dari faktor blok
(PK)ij : Pengaruh interasi taraf ke-i dari faktor P dan taraf ke-j dari
faktor K
∑ijk : Pengaruh galat taraf ke-I dari faktor P dan taraf ke-j dari faktor
K pada blok ke-k .
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan Tanah
Pengambilan contoh tanah dilakukan secara komposit pada kedalaman
0-20 cm. Kemudian dikeringudarakan dan diayak dengan ayakan 10 mesh.
Analisis Tanah Awal
Tanah yang telah kering udara dan telah diayak lalu dianalisis % KA dan
% KL nya untuk menentukan berat tanah yang dimasukkan ketiap polybag setara
dengan 5 kg berat tanah kering oven. Selain itu dilakukan analisis tanah awal
Aplikasi Perlakuan
Setelah tanah dimasukkan kedalam polybag setara dengan 5 kg berat tanah
kering oven, kemudian dilakukan penyusunan dan pengacakan berdasarkan RAK
Faktorial dan diletakkan dirumah kaca menurut bagan penelitian. Kemudian diberi
perlakuan SP-36 dan kompos sesuai dengan taraf perlakuan dan dicampur merata
bersama tanah.
Penanaman dan Pemeliharaan
Setelah tanah diinkubasi selama 14 hari, lalu dilakukan penanaman benih
jagung sebanyak 2-3 biji/polybag. Setelah itu diberi pupuk dasar sesuai dosis
anjuran. Penjarangan dilakukan setelah tanaman berumur dua minggu dengan
meninggalkan satu tanaman yang pertumbuhan tanamannya dianggap baik.
Pemeliharaan dilakukan dengan menyiram tanaman setiap hari sampai tanah
dalam keadaan kapasitas lapang. Pembersihan gulma dilakukan setiap hari agar
tidak terjadi persaingan unsur hara dengan tanaman jagung.
Pemanenan
Pemanenan dilakukan setelah tanaman berumur 40 hari (Masa Vegetatif).
Parameter yang Diukur A. Analisa Tanah
1. pH tanah dengan metode ekstrak H2O
2. C- organik (%) dengan metode Colorimetri
4.C/N
5. P tersedia tanah (ppm) dengan metode Bray II
6.Al-dd (m.e/100 g) dengan Metode Titrasi
B. Parameter Tanaman
1.Tinggi Tanaman (Cm)
2.Bobot Kering Tanaman (gr)
3.Kandungan P tanaman (%) dengan metode Destruksi Basah
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pH Ultisol
Dari hasil sidik ragam pada Lampiran 6 diketahui bahwa pemberian pupuk
SP-36 dan Media tanam komersial berpengaruh tidak nyata terhadap pH Ultisol.
Pengaruh pupuk SP-36 dan Media tanam komersial terhadap pH Ultisol dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Pengaruh Pemberian Pupuk SP-36 dan Media Tanam Komersial terhadap pH Tanah Ultisol.
Dari hasil sidik ragam pada Lampiran 8 diketahui bahwa pemberian pupuk
SP-36 dan Media tanam komersial berpengaruh tidak nyata terhadap C-organik
Ultisol. Pengaruh pupuk SP-36 dan Media tanam komersial terhadap C-organik
Ultisol dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Pengaruh Pemberian Pupuk SP-36 dan Media Tanam Komersial terhadap C-organik Ultisol.
Dari hasil sidik ragam pada Lampiran 10 diketahui bahwa pemberian
N-tanah Ultisol. Pengaruh pupuk SP-36 dan Media tanam komersial terhadap
N-tanah Ultisol dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Pengaruh Pemberian Pupuk SP-36 dan Media Tanam Komersial terhadap Ultisol.
Dari hasil sidik ragam pada Lampiran 12 diketahui bahwa pemberian
pupuk SP-36 dan Media tanam komersial berpengaruh tidak nyata terhadap C/N
Ultisol. Pengaruh pemberian kombinasi pupuk SP-36 dan Media tanam komersial
terhadap C/N Ultisol dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Pengaruh Pemberian Pupuk SP-36 dan Media Tanam Komersial terhadap C/N Ultisol.
Dari hasil sidik ragam pada Lampiran 14 diketahui bahwa pemberian
kombinasi pupuk SP-36 dan Media tanam komersial berpengaruh tidak nyata
terhadap P-tersedia Ultisol. Pengaruh pemberian pupuk SP-36 dan Media tanam
Tabel 5. Pengaruh Pemberian Pupuk SP-36 dan Media Tanam Komersial terhadap
Dari hasil sidik ragam pada Lampiran 16 diketahui bahwa pemberian
pupuk SP-36 dan Media tanam komersial berpengaruh tidak nyata terhadap Al-dd
Ultisol. Pengaruh pemberian kombinasi pupuk SP-36 dan Media tanam komersial
terhadap Al-dd Ultisol dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Pengaruh Pemberian Pupuk SP-36 dan Media Tanam Komersial terhadap Al-dd Ultisol.
Dari hasil sidik ragam pada Lampiran 18 diketahui bahwa pemberian
pupuk SP-36 berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman.
Pengaruh pemberian kombinasi pupuk SP-36 dan Media tanam komersial
Tabel 7. Pengaruh Pemberian Pupuk SP-36 dan Media Tanam Komersial terhadap
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada taraf 5 % (a, b,…).
Dari tabel dwikasta pada taraf 5 % diatas terlihat bahwa tinggi tanaman
tertinggi terdapat pada perlakuan P2 (118,2) yang sangat berbeda nyata terhadap
perlakuan P0 (72,2). Tinggi tanaman terendah terdapat pada perlakuan P0(72,2)
yang berbeda nyata dengan perlakuan P1(100,3) dan P3 (103,6).
Berat Kering Tanaman (gr)
Dari hasil sidik ragam pada Lampiran 20 diketahui bahwa pemberian
pupuk SP-36 berpengaruh sangat nyata terhadap berat kering tanaman. Pengaruh
pemberian kombinasi pupuk SP-36 dan Media tanam komersial terhadap berat
kering tanaman dapat disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 . Pengaruh Pemberian Pupuk SP-36 dan Media Tanam Komersial terhadap berat kering tanaman.
Dari tabel dwikasta di atas terlihat bahwa berat kering tanaman tertinggi
terdapat pada perlakuan P3 (13.78) yang berbeda nyata terhadap perlakuan P1
(7.72),P0 (4.50) dan P2 (11.40).
P-Tanaman
Dari hasil sidik ragam pada Lampiran 22 diketahui bahwa pemberian
pupuk SP-36 berpengaruh sangat nyata terhadap P-tanaman. Pengaruh pemberian
pupuk SP-36 dan Media tanam komersial terhadap P-tanaman dapat disajikan
pada Tabel 11.
Tabel 9. Pengaruh Pemberian Pupuk SP-36 dan Media Tanam Komersial terhadap P-tanaman.
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada taraf 5 % (a, b,…).
Dari tabel dwikasta di atas pada taraf 5 % terlihat bahwa P tanaman
tertinggi terdapat pada perlakuan P3 (0.228) yang berbeda nyata terhadap
perlakuan P0 (0.129) tetapi tidak berbeda nyata terhadap perlakuan P2 (0.218) dan
P1 (0.204) .
Serapan P-Tanaman (mg/tanaman)
Dari hasil sidik ragam pada Lampiran 24 diketahui bahwa pemberian
pupuk SP-36 berpengaruh sangat nyata terhadap serapan P-tanaman. Pengaruh
pemberian pupuk SP-36 dan Media tanam komersial terhadap serapan P-tanaman
Tabel 10. Pengaruh Pemberian Pupuk SP-36 dan Media Tanam Komersial
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada taraf 5 % (a, b,…).
Dari tabel dwikasta di atas pada taraf 5 % terlihat bahwa serapan P
tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan P3 (3.09 mg/tanaman) yang berbeda
nyata terhadap perlakuan P1 (0.71 mg/tanaman), P2 (2.34 mg/tanaman) dan
P0 (0.71 mg/ tanaman).
Pembahasan pH ultisol
Dari hasil sidik ragam pada Lampiran 6 diketahui bahwa pemberian
pupuk SP-36 dan media tanam komersial berpengaruh tidak nyata terhadap pH
ultisol. Hal ini dikarenakan kandungan bahan organik pada media tanam
komersial dan pupuk SP-36 tidak cukup banyak untuk meningkatkan pH ultisol.
Menurut Lingga P dan Marsono, 2008 , cara terbaik memperbaiki pH
tanah masam seperti ultisol yakni dengan cara pemberian kapur. Beberapa
keuntungan tanah masam diberi kapur antara lain adalah struktur tanah menjadi
lebih baik sehingga kerja mikroorganisme di dalam tanah meningkat dalam
menguraikan bahan organik, kelarutan zat-zat yang sifatnya meracun dapat
C-organik
Dari hasil sidik ragam pada lampiran 8 pemberian media tanam komersial
dan pupuk SP-36 tidak berpengaruh nyata dalam meningkatkan ketersediaan
C-organik ultisol hal ini dikarenakan media tanam komersial yang digunakan
memiliki kandungan unsur hara yang rendah (kandungan C-organik : 2.40 %.,
N-total : 0.77 % dan ketersediaan P-N-total : 0.34 %) sehingga pemberian kombinasi
dari kompos dan pupuk SP-36 tidak memberikan pengaruh nyata terhadap
kandungan bahan organik pada ultisol.
Kandungan hara pada ultisol pada umumnya rendah karena pencucian
basa berlangsung secara intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah
karena proses dekomposisi cepat dan sebagian terbawa erosi. Penambahan bahan
organik seperti kompos lebih membantu memperbaiki kesuburan fisik tanah
dibanding dengan kesuburan kimia tanah. Hal ini sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Prasetyo dan Suriadikarta, (2006) yang menyatakan bahwa
pemberian bahan organik dapat meningkatkan agregasi tanah, memperbaiki aerase
dan perkolase tanah serta membuat struktur tanah menjadi lebih remah sehingga
mudah untuk diolah.
N-tanah Ultisol
Dari hasil sidik ragam pada lampiran 10 pemberian media tanam
komersial dan pupuk SP-36 tidak berpengaruh nyata terhadap N-total tanah
ultisol. Hal ini dikarenakan aktivitas fiksasi N tidak berlangsung dengan baik
dikarenakan kandungan bahan organik pada tanah ini sedikit.
Kadar bahan organik yang rendah pada ultisol terlongok pada lapisan
dalam permukaan lapisan tipis tersebut. Heichel dan Barnes dalam
Notohadiprawiro, (2006) mengatakan dalam memenuhi kebutuhan N pertanaman
ultisol sebaik nya dilakukan penyematan simbiotik sehingga dapat mengganti
20-25 % N pupuk yang diperlukan dalam pertanaman berdaya hasil tinggi.
P-Tersedia Ultisol
Dari hasil sidik ragam pada lampiran 14 diketahui bahwa pemberian media
tanam komersial dan pupuk SP-36 tidak berpengaruh nyata terhadap P-tersedia
tanah Ultisol. Hal ini disebabkan karena tanah ultisol memiliki kemasaman yang
tinggi sehingga P-tersedia terikat dengan ion Al, Fe, Mn, dan menjadi tidak
tersedia bagi tanaman.
Pemupukan fosfat merupakan salah satu cara mengelola tanah ultisol,
dengan dosis yang tepat tentunya. Karena disamping P-rendah juga terdapat
unsure-unsur yang dapat meretensi fosfat yang ditambahkan. Kekurangan P pada
tanah ultisol dapat disebabkan oleh kandungan P dari bahan induk yang rendah
dan tidak tersedia karena diserap oleh unsur lain seperti Al dan Fe.
Al-dd Ultisol
Dari hasil sidik ragam pada lampiran 16 pemberian media tanam
komersial dan pupuk SP-36 tidak berpengaruh nyata terhadap Al-dd. Hal ini
disebabkan karena pemberian pupuk media tanam komersial tidak dapat menekan
unsur Al. Pemberian SP-36 pun tidak dapat mengikat ion Al karena unsur hara P
dari SP-36 diserap oleh tanaman.
Masalah Al umumnya terjadi pada tanah ultisol dari bahan sedimen. Oleh
karena itu sebaiknya untuk menekan unsure Al dilakukan pengapuran. Kandungan
Suriadikarta (2006) mengatakan bahwa terdapat hubungan yang sangat nyata
antara takaran kapur dan kejenuhan Al. pengapuran efektif mereduksi kemasaman
dan pemeberian kapur setara dengan 1 x Al-dd dapat menurunkan kejenuhan Al
dari 87% menjadi < 20%.
Tinggi Tanaman
Dari hasil sidik ragam pada lampiran 18 diketahui bahwa pemberian SP-36
pada tanah ultisol berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Berdasarkan tabel
peningkatan tinggi tanaman berjalan sejalan dengan peningkatan dosis pemberian
pupuk SP-36 .
Dari hasil uji beda rataan pada taraf 5 % tabel diatas terlihat bahwa tinggi
tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan P2 (118,2) yang sangat berbeda nyata
terhadap perlakuan P0 (72,2). Tinggi tanaman terendah terdapat pada perlakuan
P0(72,2) yang berbeda nyata dengan perlakuan P1(100,3) dan P3 (103.6). Hal ini
sesuai dengan Damanik dkk 2010 yang menyatakan bahwa fungsi P yang lain
adalah mendorong pertumbuhan akar tanaman. Kekurangan unsur hara P
umumnya menyebabkan volume jaringan tanaman lebih kecil.
Berat Kering Tanaman
Dari hasil sidik ragam diketahui bahwa pemberian pupuk SP-36
berpengaruh nyata terhadap berat kering tanaman. Hal ini disebabkan karena
tanaman menyerap unsur hara P dari pupuk SP-36. Hal ini diperkuat dengan
meningkat nya serapan P pada tanaman. Ini berarti ada korelasi positif antara
Dari hasil uji beda rataan pada tabel di atas terlihat bahwa berat kering
tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan P3 (13.78) yang berbeda nyata terhadap
perlakuan P1 (7.72) dan P0 (4.50) dan P2 (11.40).
P Tanaman
Dari tabel dwikasta di atas pada taraf 5 % terlihat bahwa P tanaman
tertinggi terdapat pada perlakuan P3 (0.228) yang berbeda nyata terhadap
perlakuan P0 (0.129) tetapi tidak berbeda nyata terhadap perlakuan P2 (0.218) dan
P1 (0.204) .
Dari hasil penelitian di dapat bahwa pemberian pupuk SP-36 dan kompos
tidak berpengaruh nyata terhadap P tersedia tanah ultisol sedangkan pada P
tanaman pemberian kombinasi ini berpengaruh nyata. Hal ini disebabkan analisis
P-tersedia tanah dilakukan setelah masa vegetative sehingga P tersedia tanah
sudah diserap oleh tanaman.
Serapan P tanaman
Dari hasil sidik ragam diketahui bahwa pemberian pupuk SP-36
berpengaruh sangat nyata dalam menaikkan serapan P-tanaman. Akibat
pemberian SP-36 serapan P tanaman meningkat dari perlakuan control sebesar
0,71 mg/ tanaman menjadi 3.09 mg/tanaman (P3). Peningkatan serapan P tanaman
ini ditandai oleh semakin menurunnya nilai P-tersedia tanah yang diberi perlakuan
sehingga mengakibatkan semakin meningkat nya bobot kering tanaman. Hal ini
sesuai dengan Hardjowigeno,2003 yang menyatakan bahwa fungsi P yang lain
adalah pembelahan sel, pembentukan albumin, pembentukan buah, bunga dan biji
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Penggunaan Pupuk SP-36 sebanyak 300 kg/Ha dapat meningkatkan tinggi
tanaman, berat kering tanaman, P- tanaman dan serapan P-tanaman.
2. Penggunaan Media tanam komersial (kompos) yang digunakan tidak
mampu memperbaiki sifat kimia tanah Ultisol maupun terhadap
pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays L).
Saran
Diperlukan penelitian lanjutan untuk menentukan kombinasi yang lebih
DAFTAR PUSTAKA
AAK. 1991. Jagung. Kanisius, Yogyakarta.
Atmojo. S. W. 2003. Peranan Bahan Organik terhadap Kesuburan Tanah dan Upaya Pengelolaannya.. USM Press. Surakarta.
Bakhri. S. 2007. Budidaya Jagung. BPTP Sulawesi Tengah. Provisi Sulawesi Tengah.
Damanik. M. M. B., Hasibuan. B. E., Fauzi., Sarifuddin., dan Hanum. H. 2010. Kesuburan Tanah dan Pemupuka n. USU Press., Medan.
Foth, H. D. 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Terjemahan Purbayanti, E. D., D. R. Lukiwati., dan R. Trimulatsih. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Hakim, N., M.Y.Nyakpa., A.M.Lubis., S.G.Nugroho., M.R.Soul., M.A.Diha., G.B.Hong dan H..H.Bailey. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung Press, Lampung.
Hanafiah, K. A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT Radja Grafindo Persada, Jakarta.
Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo, Jakarta.
Hasibuan, B. E. 2009. Pupuk dan Pemupukan. Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Marsono dan Lingga. P. 2000. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta.
Munir, M. 1996. Tanah-Tanah Utama Indonesia. Pustaka Jaya, Malang.
Musa, L., Mukhlis, dan A. Rauf. 2006. Dasar Ilmu Tanah. Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Musa, L., dan Mukhlis. 2006. Kimia Tanah. Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Notohadiprawiro. T. 2006. Ultisol, Fakta dan Implikasi Pertaniannya. UGM Press. Yogyakarta.
Prasetyo. B. H. dan D. A. Suriadikarta. 2006. Karakteristik dan Teknologi Pengelolaan Tanah Ultisol Untuk Pengembangan Lahan Kering di Indonesia. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdeaya Lahan Pertanian. Bogor.
Purwono, M. S., dan Hartono, R. 2005. Bertanam Jagung Unggul. Penebar Swadaya, Jakarta.
Rosmarkam, A., dan N. W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius, Yoggyakarta.
Sutejo. M. M. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta.
Syafiruddin., Faesal., dan M. Akil. 2006. Pengelolaan Hara Pada Tanaman Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros.
Wirawan. Gede N., dan Moh. Ismail Wahab. 1996. Rakitan Paket Teknologi
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Analisis Awal Tanah Ultisol Asal Mancang
No Parameter
Hasil
Analisis Kriteria Metode
1 pH 4.76 Masam Elektrometri
2 C-Organik (%) 1.15 Rendah Spectrophotometry
3 N-total (%) 0.19 Rendah Kjeldahl
4 P-Bray I (ppm) 12.63 Sedang Spectrophotometry
5 Mg (me/100g) 0.6 Rendah AAS
6 Na(me/100g) 0.21 Rendah AAS
7 KTK(me/100g) 13.43 Rendah AAS
8 Al(me/100g) 1.84 Titrymetry
9 Cu (ppm) Td*) AAS
10 Zn (ppm) 14.77 AAS
11 Mn (ppm) Td*) AAS
12 Fe (ppm) 147.96 AAS
13 S (ppm) 125.54 Spectrophotometry
14 B (ppm) 4.93 Spectrophotometry
15 Tekstur Tanah Lempung Liat Berpasir
Ket : Td*) = Tidak Terdeteksi
Lampiran 2. Data Analisis Kompos Sebagai Media Komersial
No Parameter
Hasil
Analisis
1 pH 5.81
2 C-Organik (%) 2.4
3 N-total (%) 0.77
4 P2O5-total 0.34
Lampiran 3. Deskripsi Tanaman Jagung.
Tahun dilepas : 1983
Golongan : Hibrida
Umur : Kurang lebih 58 hari keluar rambut
±95-100 hari panen
Batang : Tinggi tegak
Warna daun : Hijau Cerah
Tongkol : Besar dan cukup silindris
Warna biji : Kuning kemerahan
Kulit Tongkol : Tidak semua tongkol tertutup dengan baik
Baris Biji : Lurus Rapat
Kedudukan Tongkol : Kurang Lebih di tengah batang
Perakaran : Baik
Jumlah baris/tongkol : 12-16 baris
Bobot 1000 butir : ± 317 gr
Rata-rata hasil : 5.8 ton/Ha pipilan kering
Ketahanan Terhadap Penyakit : Toleran terhadap bulai
(Sclerospora maydis)
Lampiran 4. Bagan Penelitian
U I II III
S
P0K0 P3K2 P0K1
P0K1 P3K1 P1K1
P0K2 P3K0 P2K1
P1K0 P2K2 P3K1
P1K1 P2K1 P0K0
P1K2 P2K0 P1K0
P2K0 P1K2 P2K0
P2K1 P1K1 P3K0
P2K2 P1K0 P0K2
P3K0 P0K2 P1K2
P3K1 P0K1 P2K2
Lampiran 5. Data pH Ultisol
Lampiran 6. Daftar Sidik Ragam pH tanah Ultisol
Lampiran 7. Data C-Organik Ultisol
Lampiran 8. Daftar Sidik Ragam C-Organik Ultisol
Lampiran 9. Data N-Tanah Ultisol
Lampiran 10. Daftar Sidik Ragam N-Tanah Ultisol.
Lampiran 11. Data C/N Ultisol
Lampiran 12. Daftar Sidik Ragam C/N Ultisol
Lampiran 13. Data P tersedia Tanah Ultisol
Lampiran 14. Daftar Sidik Ragam P tersediaTanah Ultisol
Lampiran 15. Data Al-dd Ultisol
Lampiran 16. Daftar Sidik Ragam Al-dd Ultisol
Lampiran 17. Data Tinggi Tanaman Jagung
Lampiran 18. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman Jagung
Lampiran 19. Data Berat Kering Tanaman Jagung
Perlakuan Blok Jumlah Rataan
I II III
Lampiran 20. Daftar Sidik Ragam Berat Kering Tanaman Jagung
Lampiran 21. Data P-Daun Tanaman Jagung
Lampiran 22. Daftar Sidik Ragam Data P-Daun Tanaman Jagung
Lampiran 23. Data Serapan P pada Tanaman Jagung (mg/tanaman).
Lampiran 24. Daftar Sidik Ragam Serapan P pada Tanaman Jagung.