ABSTRAK
UPAYA KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI PEREDARAN
VCD PORNO DI BANDAR LAMPUNG
(Studi Kasus Pada Polresta Bandar Lampung)
OLEH
Pornografi terbentuk dari kata pornos yang berarti melanggar kesusilaan atau cabul dan grafi yang berarti tulisan dan selanjutnya sekarang meliputi gambar dan patung. Masalah peredaran VCD porno awalnya meresahkan orang tua yang memiliki anak remaja. Keresahan yang dialami oleh para orangtua yang memiliki anak remaja tersebut merupakan masalah privat, namun dalam perkembangannya, peredaran VCD porno tidak hanya meresahkan orang tua yang anaknya sudah remaja, tetapi juga meresahkan orang tua yang anaknya belum remaja adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan ini adalah : bagaimanakah upaya kepolisian dalam menanggulangi peredaran VCD porno di Bandar Lampung (Studi kasus polresta Bandar Lampung), dan apakah faktor-faktor penghambat upaya kepolisian dalam menanggulangi peredaran VCD porno di Bandar Lampung (Studi kasus polresta Bandar Lampung).
Penelitian ini menggunakan pendekatan Yuridis Normatif dan Yuridis Empiris. Pendekatan Yuridis Normatif dilakukan terhadap hal-hal yang bersifat teoritis asas-asas hukum, sedangkan pendekatan Yuridis empiris yaitu dilakukan untuk mempelajari hukum dalam kenyataannya baik berupa penilaian perilaku, pendapat dan sikap, yang berkaitan dengan upaya kepolisian dalam penangulangan peredaran VCD porno di Bandar. Adapun sumber data dalam penelitian ini menggunakan data primer, sekunder dan tersier. Data primer diperoleh langsung dari objek penelitian lapangan. Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka dan Data tersier diperoleh dari kamus yang relevan dengan penelitian ini.
Angga Akbar Mulyadi
dihadapi oleh Kepolisian dalam menanggulangi peredaran VCD Porno tersebut pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor hukumnya sendiri meliputi Praktik penyelenggaraan penegakan hukum di lapangan seringkali terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, faktor mentalitas penegak hukum meliputi karena banyak oknum kepolisian itu sendiri tidak secara maksimal dalam penanganan tersebut bisa diakibatkan mentalitas penegak hukum yang masih
strick/kaku dalam penanganan peredaran VCD porno, faktor sarana atau fasilitas meliputi terbatasnya personel kepolisian dalam melakukan razia terhadap semua tempat di Bandar Lampung, faktor masyarakat terhadap hal ini masyarakat yang masih tidak sadar hukum dan para pedagang yang tidak mau mematuhi hukum agar tidak menjual dan mengedarkan VCD porno tersebut, dan faktor kebudayaan masuknya budaya negatif asing sehingga tidak terkendalinya peredaran VCD porno dan juga masyarakat tidak mempunyai kontrol sosial terhadap hal tersebut.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Komunikasi (IPTEK) dan pemanfaatannya dalam
berbagai bidang kehidupan menandai perubahan peradaban manusia menuju masyarakat
informasi. Internet adalah produk TIK yang memudahkan setiap orang memperoleh dan
menyebarkan informasi dengan cepat, murah dan menjangkau wilayah yang sangat luas.
Pemanfaatan Internet tidak hanya membawa dampak positif, tapi juga dampak negatif. Salah satu
dampak negatif dari pemanfaatan internet adalah penyebaran informasi bermuatan pornografi
yang menjadi perhatian serius dari Pemerintah di berbagai Negara termasuk Indonesia.
Pemerintah Cina pada tahun 2007 secara serius mengambil tindakan tegas dengan memberantas
penyebarluasan pornografi di Internet. Pemerintah Cina mengganggap masalah Pornografi
merupakan masalah sosial yang perlu ditangani secara serius karena memicu berbagai tindak
kriminal yang marak terjadi. Sikap Pemerintah Cina bukan hanya isapan jempol, sekitar 44.000
situs porno berhasil ditutup, menahan sekitar 868 orang dan memproses 524 kasus krimimal
berkaitan pornografi di Internet.1Dengan dibantu tenaga ahli komputer, Cina mampu menyensor isi situs di internet, dan memblokir akses situs porno dari luar negeri. Pemerintah Singapura yang
tidak ingin bermain-main dengan soal pornografi dengan keras menindak para pelaku
penyebaran pornografi terutama foto-foto bugil dan memblokir akses situs porno. Bahkan,
1
produk pornografi dalam kemasan VCD termasuk majalah PlayBoy tidak akan dijumpai pada
toko-toko di Singapura.
Peraturan Perundang-Undangan yang memuat larangan penyebaran pornografi, diantaranya
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002
tentang Penyiaran, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Peraturan perundang-undangan tersebut dianggap kurang memadai dan belum memenuhi
kebutuhan hukum untuk memberantas pornografi secara efektif.
Memasuki tahun 2006 telah dibahas Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi
(RUU APP) di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. dalam perjalanannya, RUU APP
berganti menjadi RUU Pornografi dan pada tanggal 30 Oktober 2008, DPR RI mengesahkan UU
Pornografi melalui Sidang Paripurna.
Kata pornografi ini terbentuk dari kata pornos yang berarti melanggar kesusilaan atau cabul dan
grafi yang berarti tulisan dan selanjutnya sekarang meliputi gambar dan patung. Pornografi
berarti tulisan, gambar atau patung, atau barang pada umumnya yang berisi atau menggambarkan
sesuatu yang menyinggung rasa susila dari orang yang membaca atau melihatnya.2
Tindak pidana mengenai pornografi ini termuat dalam Pasal 282 ayat (1) KUHP: Barang siapa
yang:
a. Menyiarkan, mempertunjukkan kepada umum, menempelkan, atau
b. Untuk disiarkan, dipertunjukkan kepada umum atau ditempelkan, membuat, memasukkan ke dalam negeri, mengirim terus ke dalam negeri, mengeluarkan dari negeri atau menyimpan, atau
2
c. Terang-terangan atau, dengan menyiarkan tulisan dan tanpa permintaan, menawarkan atau menunjukkan bahwa boleh didapat: Tulisan yang diketahui isinya, atau gambar atau barang yang dikenalnya: melanggar kesusilaan (aanstootelijk voor de eerbaarheid), dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya tiga ribu rupiah.
Peredaran VCD porno pada awalnya meresahkan orang tua yang memiliki anak remaja.
Keresahan yang dialami oleh para orangtua yang memiliki anak remaja tersebut merupakan
masalah privat. Namun dalam perkembangannya, peredaran VCD porno tidak hanya meresahkan
orang tua yang anaknya sudah remaja, tetapi juga meresahkan orang tua yang anaknya belum
remaja,
Apabila masih ingat berbagai tindak kriminal terjadi di tengah masyarakat seperti pemerkosaan
dan pelecehan seksual dimana si pelaku terdorong melakukannya setelah menonton film porno di
internet, kasus maraknya penyebaran foto bugil di internet dari hasil rekayasa foto, kasus
jual-beli VCD Porno yang melibatkan orang dewasa maupun anak-anak, dan masih banyak kasus
lainnya. Dengan lahirnya UU Pornografi dimaksudkan untuk segera mencegah berkembangnya
pornografi dan komersialisasi seks di masyarakat, dan memberikan kepastian hukum dan
perlindungan bagi warga negara dari pornografi, terutama bagi anak dan perempuan.
Kasus pemerkosaan berjamaah siswa SMP di Way Kanan, Lampung, terhadap teman sekolahnya
dipicu pengaruh negatif internet dan peredaran VCD porno. Anak-anak jadi ingin meniru apa
yang mereka lihat. Dengan 4.000 Rupiah, anak-anak dapat menjelajah dunia maya dan dengan
bebas melihat gambar porno di internet," Sekretaris Jenderal Komnas Perlindungan Anak Ariest
Merdeka Sirait menegaskan. peredaran VCD porno, juga memicu kejahatan seksual oleh anak.
Dengan mudahnya mendapatkan film-film tersebut menyebabkan anak ingin meniru apa yang
memberantas peredaran VCD porno yang saat ini sangat mudah didapatkan, bahkan oleh
anak-anak.3
Sebagai pelaksanaan Undang-Undang Pornografi, Aparat Penegak Hukum memiliki kewenangan
untuk mencegah dan memberantas penyebaran produk pornografi. Berbagai upaya dapat
dilakukan diantaranya melakukan razia (sweeping) di berbagai tempat termasuk pengguna komputer untuk memeriksa keberadaan produk pornografi, menindak para pembuat website
pornografi, melakukan penyuluhan tentang bahaya pornografi dan sanksi pidana.
Berdasarkan contoh kasus diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian skripsi yang
berjudul “Upaya Kepolisian Dalam Menanggulangi Peredaran VCD Porno di Bandar Lampung
(Studi Kasus Polresta Bandar Lampung).
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup
1. Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah adalah:
a. Bagaimanakah upaya kepolisian dalam menanggulangi peredaran VCD porno di Bandar
Lampung (Studi kasus polresta Bandar Lampung) ?
b. Apakah faktor-faktor penghambat upaya kepolisian dalam menanggulangi peredaran VCD
porno di Bandar Lampung (Studi kasus polresta Bandar Lampung)?
3
2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penelitian ini dibatasi pada kajian ilmu hukum pidana dan hukum acara
pidana, Penelitian juga mengkaji Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008
tentang Pornografi, serta yurisprudensi dan teori-teori yang berhubungan dengan penegakan
hukum pidana, terutama pada upaya kepolisian dalam menanggulangi peredaran VCD porno di
Bandar Lampung (Studi kasus polresta Bandar Lampung) dan faktor-faktor penghambat upaya
kepolisian dalam menanggulangi peredaran VCD porno di Bandar Lampung (Studi kasus
polresta Bandar Lampung) penelitian ini mengambil di wilayah hukum Polresta, Bandar
Lampung.
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui upaya kepolisian dalam menanggulangi peredaran VCD porno di Bandar
Lampung (Studi kasus polresta Bandar Lampung).
b. Untuk mengetahui factor penghambat upaya kepolisian dalam menanggulangi peredaran
VCD porno di Bandar Lampung (Studi kasus polresta Bandar Lampung).
a. Secara teoritis, Kegunaan penulisan ini adalah untuk pengembangan kemampuan daya nalar
dan daya pikir yang sesuai dengan disiplin ilmu pengetahuan yang dimiliki untuk dapat
mengungkapkan secara obyektif melalui metode ilmiah dalam memecahkan setiap
permasalahan yang ada, khususnya masalah yang berkaitan dengan aspek hukum pidana
terhadap upaya kepolisian dalam menanggulangi peredaran VCD porno di Bandar Lampung.
b. Secara praktis, sebagai sumber informasi atau bahan pembaca pembanding seperti hakim,
advokat, jaksa, terdakwa, mahasiswa, dan pihak yang membutuhkan dalam melakukan
penelitian yang berkaitan dengan upaya kepolisian dalam menanggulangi peredaran VCD
porno di Bandar Lampung.
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual
1. Kerangka Teoritis
Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenar-benarnya merupakan abstraksi dan hasil
pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi
terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan untuk penelitian.4
1) Teori Penanggulangan Kejahatan
Menurut Barda Nawawi Arief.5 Upaya atau kebijakan untuk melakukan pencegahan dan
penanggulangan kejahatan termasuk bidang kebijakan kriminal (criminal policy). Kebijakan
4
Soekanto, Soerjono..Pengantar Penelitian Hukum Indonesia. UI press, Jakarta, 1986, hlm 125
5
kriminal ini pun tidak terlepas dari kebijakan yang lebih luas yaitu kebijakan sosial (social policy) yang terdiri dari kebijakan/upaya-upaya untuk kesejahteraan sosial (social policy). Dengan demikian, sekiranya kebijakan penanggulangan kejahatan (politik kriminal) dilakukan
dengan menggunakan sarana penal (hukum pidana), maka kebijakan hukum (penal policy), khususnya pada tahap kebijakan yudikatif/ aplikatif (penegakan hukum pidanain concreto) harus memperhatikan dan mengarah pada tercapainya tujuan dari kebijakan sosial itu, berupa social welfare,dansocial defence.
Kebijakan yang dilakukan oleh dalam penanggulangan kejahatan peredaran VCD porno
dilakukan dengan sarana penal yaitu upaya penanggulangan kejahatan lebih menitik beratkan
kepada sifat repressive (penindasan/penangkalan/penumpasan) sesudah kejahatan terjadi dan sarana non penaladalah upaya menitik beratkan pada sifatpreventife (pencegahan/pengadilan) sebelum kejahatan terjadi.
Pelaksanaan penegakan hukum dengan melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut:
1. Bersifat Represif adalah meliputi serangkaian kegiatan yang berupa penindakan yang dijatukan untuk pengungkapan terhadap kasus kejahatan;
2. Bersifat Preventif adalah meliputi serangkaian kegiatan yang ditujukan untuk mencegah secara langsung kasus kejahatan;
3. Bersifat Pre-emtif adalah berupa serangkain kegiatan yang ditujukan untuk menangkal atau menghilangkan faktor-faktor kriminogen pada tahap sedini mungkin.6
Menurut G. P. Hoefnagels.7 tentang usaha penanggulangan tindak pidana atau dikenal dengan
istilah “Politik Kriminal” (Criminal Policy). Selanjutnya G. P. Hoefnagels menyatakan bahwa
criminal policymeliputi:
6
Romli Atmasasmita,SistemPeradilanPidanaPerspektifEksistensialismedan Abolisionisme, Bina Cipta,Bandung,1996, hlm 24
7
1. Penerapan Hukum Pidana (criminal law application) 2. Pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment)
3. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat media
masa (influencing views of society on crime and punishment).
Pada butir (2) dan (3) menitik beratkan pada sifat peventif
(pencegahan/penangkalan/pengendalian) sebelum tindak pidana terjadi dikelompokan dalam
sarana non penal. Sedangan pada butir (1) menitik beratkan pada sifat refrensif
(penindakan/pemberantasan/penumpasan) sesudah kejahatan terjadi termasuk dalam sarana
penal.
Upaya penanggulangan tindak pidana hakikatnya merupakan bagian dari kebijakan integral dari
upaya perlindungan masyrakat. Upaya penanggulangan tindak pidana diperlukan adanya
keterpaduan antara penanggulangan tindak pidana dengan sarana penal dan non penal, oleh karna
itu dapat dikatakan bahwa tujuan utama dari politik kriminal adalah perlindungan masyarakat
untuk kesejahtaraan masyarakat.
2) Faktor Penegakan Hukum
Menurut M. Friedman aparatur penegak hukum terdapat (3) tiga elemen penting yang
mempengaruhi yaitu:
1. Institusi penegak hukum serta berbagai perangkat sarana dan prasarana pendukung dan mekanisme kerja kelembagaannya;
2. Budaya kerja yang terkait dengan aparatnya, termasuk mengenai kesejahteraan aparatnya. 3. Perangkat peraturan yang mendukung baik kinerja kelembagaannya maupun yang
mengatur materi hukum yang dijadikan standar kerja, baik hukum materilnya maupun hukum acaranya.8
8
Upaya hukum penegakan hukum secara sistematika haruslah memerhatikan ketiga aspek itu
secara konkrit, sehingga proses penegakan hukum dan keadilan itu sendiri secara internal dapat
diwujudkan secara nyata. Penegakan hukum bukanlah semata-mata pelaksanaan
perundang-undangan saja, melainkan terdapat faktor-faktor penghambat yang dapat mempengaruhinya,
yaitu:
Kerangka konseptual adalah kerangka yang menggambarkan antara konsep-konsep khusus yang
merupakan kumpulan arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang ingin atau yang akan diteliti.9
Kerangka konseptual yang akan digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
a. Upaya
Sebuah tindakan yang diperlukan untuk mendapatkan suatu yang dicapai dengan cara
mengadakan segala usaha, dan kerja keras untuk mencapai suatu hasil yang maksimal.10
b. Kepolisian
Segala hal ikhwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan
Perundang-Undangan.11
9
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji,Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali, Jakarta, 1985.
10
Kamus Bahasa Indonesia 11
c. Menanggulangi
adalah suatu upaya-upaya atau metode yang diperlukan atau digunakan oleh pihak kepolisisan
dalam menyelesaikan mengenai suatu tindak pidana, antara lain seperti tindak represif, preventif,
pre-emitif.12
d. VCD Porno
Tayangan yang mempertontonkan/menyiarkan kecabulan serta memuat hal yang bertentangan
dengan kesusilaan masyarakat yang dapat membangkitkan hasrat sexual seseorang bagi yang
menontonnya.13
E. Sistematika Penulisan
Agar pembaca dapat dengan mudah memahami isi dalam penulisan skripsi ini dan dapat
mencapai tujuan yang diharapkan, maka skripsi ini disusun dalam 5 (lima) Bab dengan
sistematika penulisan adalah sebagai berikut:
I. PENDAHULUAN
Merupakan bab yang memuat latar belakang penulisan. Dari uraian latar belakang ditarik
suatu pokok permasalahan dan ruang lingkupnya, tujuan dan kegunaan dari penulisan,
kerangka teoritis dan konseptual, serta sistematika penulisan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
12
Romli Atmasasmita,SistemPeradilanPidanaPerspektifEksistensialismedan Abolisionisme, Bina Cipta,Bandung,1996.
13
Merupakan bab tinjauan pustaka yang merupakan bab pengantar dalam pemahaman pada
pengertian-pengertian umum serta pokok bahasan. Dalam uraian bab ini lebih bersifat teoritis
yang nantinya digunakan sebagai bahan studi perbandingan antara teori yang berlaku dengan
kenyataan yang berlaku dalam praktek. Bab ini menguraikan tentang pengertian dari teori
penanggulangan dan penegakan hukum oleh kepolisian serta pengertian dari pornografi.
III. METODE PENELITIAN
Merupakan bab metode penelitian yang dimulai dari kegiatan pendekatan masalah, sumber
dan jenis dara, penentuan populasi dan sampel, prosedur pengumpulan dan pengolahan data,
dan analisis data.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Merupakan bab yang memuat hasil penelitian dan pembahasan serta jawaban dari pokok
permasalahan yang akan dibahas yaitu mengenai upaya kepolisian dalam menanggulangi
peredaran VCD porno di Bandar Lampung.
V. PENUTUP
Merupakan bab yang berisikan hasil akhir dari pokok permasalahan yang diteliti berupa
I. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tugas Dan Fungsi Kepolisian
1. Definisi Kepolisian
Istilah “polisi” berasal dari bahasa latin, yaitu “politia”, artinya tata negara, kehidupan politik, kemudian menjadi “police” (Inggris), “polite” (Belanda), “polizei” (Jerman) dan menjadi
“polisi” (Indonesia), yaitu suatu badan yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat dan
menjadi penyidik perkara kriminal.AdapunKepolisian menurut Undang-undang Kepolisian
Negara Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1997 pasal (1)dan Undang-Undang Kepolisian
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 pasal (1)ialah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan
fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.1
Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian Nasional di Indonesia, yang
bertanggung jawab langsung di bawah Presiden.2 Polri mengemban tugas-tugas kepolisian di seluruh wilayah Indonesia. Polri dipimpin oleh seorang Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia (Kapolri).Pada awal mulanya, Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah bagian
dari ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia).
Namun, sejak dikeluarkannya Undang-Undang Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002, status
Kepolisian Republik Indonesia sudah tidak lagi menjadi bagian dari ABRI. Hal ini dikarenakan
adanya perubahan paradigma dalam sistem ketatanegaraan yang menegaskan pemisahan
1
Wirjono. Prodjodikoro,Azas-Azas Hukum Tatanegara di Indonesia. Ttp. : Dian Rakjat. 1983. 2
kelembagaan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia
sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing.
2. Fungsi Kepolisian
Kata ‘fungsi’ berasal dari bahasa inggris “function”. Menurut kamus webster,function berarti
performance; the special work done by an structure. Selain itu menurut Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 79 Tahun 1969 (lampiran 3), fungsi adalah sekelompok pekerjaan
kegiatan-kegiatan dan usaha yang satu sama lainnya ada hubungan erat untuk melaksanakan
segi-segi tugas pokok. Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa fungsi adalah merupakan
segala kegiatan dan usaha yang dilakukan dalam rangka melaksanakan tugas sebaik-baiknya
untuk mencapai tujuan.3
Fungsi kepolisian adalah menyelenggarakan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan
hukum,perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
terpeliharanya keamanan dalam negeri. Fungsi kepolisian yang ada di masyarakat menjadi aman,
tentram, tertib, damai dan sejahtera. Fungsi kepolisian (POLRI) terkait erat dengan Good Governance, yakni sebagai alat Negara yang menjaga kamtibmas (keamanan dan ketertiban masyarakat) yang bertugas melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat serta menegakkan
hukum yaitu sebagai salah satu fungsi pemerintahan hukum, perlindungan, pengayoman, dan
pelayanan kepada masyrakat yang diperoleh secara atributif melalui ketentuan Undang-Undang
(pasal 30 UUD 1945 dan pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang POLRI).
3. Tugas dan Wewenang Kepolisian
3
a. Tugas Kepolisian
Tugas kepolisian dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu tugas represif dan tugas preventif.
Tugas represif ini adalah mirip dengan tugas kekuasaan executive, yaitu menjalankan peraturan
atau perintah dari yang berkuasa apabila telah terjadi peristiwa pelanggaran hukum. Sedangkan
tugas preventif dari kepolisian ialah menjaga dan mengawasi agar peraturan hukum tidak
dilanggar oleh siapapun.4
Tugas utama dari kepolisian adalah memelihara keamanan di dalam negeri. Dengan ini nampak
perbedaan dari tugas tentara yang terutama menjaga pertahanan Negara yang pada hakikatnya
menunjuk pada kemungkinan ada serangan dari luar Negeri. Sementara itu, dalam
Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 pasal 13 dijelaskan bahwasannya
tugas pokok kepolisian adalah:5
a) memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; b) menegakkan hukum; dan
c) memberikanperlindungan, pengayoman,dan pelayanan kepada masyarakatSelanjutnya pada pasal 14 dijelaskan bahwasannya dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas :
1) melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;
2) menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;
3) membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;
d) turut serta dalam pembinaan hukum nasional;memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;
e) melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;
f) melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. Mengenai ketentuan-ketentuan penyelidikan dan penyidikan ini, lebih jelasnya telah diatur dalam Kitab Undang-Undang
4
Ibid,Wirjono. Prodjodikoro 5
Hukum Acara Pidana (KUHP) yang diantaranya menguraikan pengertian penyidikan, penyelidikan, penyidik danpenyelidik serta tugas dan wewenangnya.
g) menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian;
h) melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
i) melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;
j) memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; serta melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
k) Melaksanakantugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
b. Wewenang Kepolisian
Pasal15 Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002
menyatakanbahwasannya Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 dan 14 Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang:6
a) menerima laporan dan/atau pengaduan;
b) membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum;
c) mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;
d) mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;
e) mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif kepolisian; f) melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka
pencegahan;
g) melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;
h) mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang; i) mencari keterangan dan barang bukti;
j) menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;
B. Upaya Penanggulangan Kejahatan
Usaha penanggulangan kejahatan dengan hukum Pidana pada hakekatnya juga merupakan
bagian dari usaha penegakan hukum (khususnya penegakan hukum Pidana). Oleh karena itu
6
sering pula dikatakan, bahwa politik/kebijakan hukum Pidana merupakan bagian pula dari
kebijakan penegakan hukum (LawEnforecement Policy). Kebijakan atas penanggulangan kejahatan pada hakekatnya merupakan bagian dari integral dari upaya perlindungan
masyarakat (social defence)dan upaya mencapai kesejahteraan masyarakat(social welfare).7
Penegakan hukum Pidana dapat diartikan sebagai upaya untuk membuat hukum Pidana itu dapat
berfungsi, beroperasi atau bekerjanya dan terwujud secara konkrit.8 Oleh karena itu
upayakepolisian dalam penanggulangan terhadap peredaran VCD porno yang dilakukan oleh
Kepolisian Polres Kota Bandar Lampung adalah:
1. Menggunakan Hukum Pidana(Penal)
Menurut Sudarto (1986: 118), yang dimaksud dengan upaya refresif adalah segala tindakan yang
dilakukan oleh aparat penegak hukum sesudah terjadinya kejahatan atau tindak Pidana, termasuk
upaya refresif adalah penyelidikan, penuntutan sampai dilakukannya Pidana.
Menurut G. P. Hoefnagel yang dikutip oleh Barda Nawawi Arief.9upaya penanggulangan kejahatan lewatjalur penal lebih menitik beratkan kepada sifat refresif (penindasan/
pemberantasan/ penumpasan) sesudah kejahatan terjadi.
Menurut Gene Kaseebaum dikutip oleh Muladi dan Barda Nawawi.10penanggulangan kejahatan dengan menggunakan hukum Pidana merupakan cara yang paling tua, petua peradaban manusia
7
Barda Nawawi Arief,“Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan”, PT. Citra Aditya Bakti, Semarang, 1997, hlm 48
8
MuladidanBardaNawawiArief,Teori-TeoridanKebijakanHukumPidana,
PT.Alumni, Bandung, 2005, hlm 157 9
Ibid,Barda Nawawi Arief, hlm 59 10
itu sendiri disebut sebagai older philosophy of crime control.11 Menurut Roeslan saleh, dikutip oleh Muladi dan Barda Nawawi Arief.12 tiga alasan mengenai perlunya Pidana dalam hukum
Pidana, adapun intinya sebagai berikut:
a. Perlu tidaknya hukum Pidana tidak terletak pada persoalan tujuan-tujuan yang hendak dicapai, tetapi terletak pada persoalan seberapa jauh untuk mencapai tujuan itu boleh menggunakan paksaan, persoalan bukan terletak pada hasil yang akan dicapai tetapi dalam pertimbangan antara dari hasil itu dan nilai dari batas-batas kebebasan pribadi masing-masing.
b. Ada usaha-usaha perbaikan atau perawatan yang tidak mempunyai bentuk sekali bagi yang terhukum dan disamping itu harus tetap ada suatu reaksi atau pelanggaran-pelanggaran norma yang telah dilakukan itu dan tidaklah dapat diberikan begitu saja.
c. Pengaruh Pidana atau hukum Pidana bukan semata-mata ditunjukan kepada
penjahat, tetapi juga untuk mempengaruhi orang yang tidak jahat yaitu warga masyarakat yang mentaati norma-norma pada masyarakat.13
Menurut Soedarto apabila hukum Pidana hendak digunakan dapat dilihat dalam hubungan
keseluruhan politik kriminal atau social defence planning yang ini harus merupakan bagian integral dari rencana pembangunan nasional.14Politik kriminal menurut Marc Ancel yang dikutip oleh Muladi dan Barda Nawawi Arief adalah peraturan atau penyusunan secara nasional
usaha-usaha pengendalian kejahatan oleh masyarakat. Tujuan akhir dari kebijakankriminal adalah dari
perlindungan masyarakat untuk mencapai tujuan utama yang sering disebut dengan berbagai
istilah misalnya kebahagiaan warga masyarakat; kehidupan kultural yang sehat dan
menyegarkan; kesejahteraan masyarakat; mencapai keseimbangan.
2. Menggunakan Upaya(Non Penal)
11
Ibid,Barda Nawawi Arief, hlm 142
12
Muladi dan Barda Nawawi Arief,Teori-Teori dan Kebijakan Hukum Pidana,
PT.Alumni, Bandung, 2005, hlm 147
13
Barda NawawiArief,“Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan”, PT. Citra Aditya Bakti, Semarang, 1996, hlm 147
14
Sarana non penal biasa disebut sebagai upaya prefentif yaitu upaya-upaya yang dilakukan untuk
menjaga kemungkinan akan terjadinya kejahatan, merupakan upaya pencegahan, penangkalan,
dan pengendalian sebelum kejahatan terjadi, maka sasaran utamanya adalah mengenai
faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan. Faktor-faktor-faktor kondusif itu antara lain berpusat
pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi secara Iangsung atau tidak langsung menimbulkan
kejahatan.
Usaha-usaha non penal misalnya penyantunan dan pendidikan sosial dalam rangka
pengembangan tanggung jawab sosial warga masyarakat; penggarapan kesehatan jiwa
masyarakat melalui pendidikan moral, agama peningkatan usaha-usaha kesejahteraan anak dan
remaja; kegiatan patroli dan pengawasan lainnya secara kontinyu oleh polisi dan aparat
keamanan lainnya. Usaha-usaha non penal memperbaiki kondisi-kondisi sosial tertentu. dengan
demikian, dilihat dari politik kriminal secara keseluruhan kegiatan preventif yang non penal itu
sebenarnya mempunyai kedudukan yang sangat strategis, memegang posisi kunci diintensifkan
dan diefektifkan.
Kegagalan dalam menggarap posisi strategis ini justru akan berakibat sangat fatal bagi usaha
penanggulangan kejahatan. Oleh karena itu suatu kebijakan kriminal harus dapat
mengintegrasikan danmengharmonisasikan seluruh kegiatan preventif yang non penal itu ke
dalam suatu sistem kegiatan negara yang teratur.Tujuan utama dari sarana non penal adalah
memperbaiki kondisi-kondisi sosial tertentu. Penggunaan sarana non penal adalah merupakan
upaya-upaya yang dapat dilakukan meliputi bidang yang sangat luas sekali di seluruh sektor
Berdasarkan pemaparan diatas, maka dapat diidentifikasikan bahwa upaya pencegahan dan
penanggulangan kejahatan sebagai benikut:
a. Pencegahan dan penanggulangan kejahatan harus menunjang tujuan (goal), kesejahteraan
masyarakat (social welfare), dan perlindungan masyarakat (social defence).
b. Pencegahan dan penanggulangan kejahatan harus dilakukan dengan pendekatan integral yaitu
ada keseimbangan sarana penal dan non penal. Dilihat dari sudut politik kriminal, kebijakan
yang paling strategis melalui sarana non penal karena bersifat preventif dan kebijakan penal
mempunyai kelemahan karena bersifat refresif serta harus didukung dengan biaya tinggi.
c. Pencegahan dan penanggulangan kejahatan dengan sarana penal merupakan “penal policy” atau “Penal Law Enforcement Policy” yang fungsionalisasil operasionalisasinya melalui
beberapa tahap:
1) Tahap formulasi (kebijakan legislatif).
2) Tahap aplikasi (kebijakan yudikatif).
3) Tahap eksekusi (kebijakan eksekutif).
Sudarto sebagaimana dikutip Barda Nawawi Arief mengemukakan tiga arti penting mengenai
kebijakan/politik kriminal, yaitu:
a. Dalam arti sempit, ialah keseluruhan asas dan metode yang menjadi dasar dari reaksi
terhadap pelanggaran hukum yang berupa Pidana:
b. Dalam arti luas, ialah keseluruhan fungsi dari aparatur penegak hukum, termasuk di
c. Dalam anti paling luas, ialah keseluruhan kebijakan yang dilakukan melalui
perundang-Uundangan dan badan-badan resmi yang bertujuan untuk menegakkan norma-norma sentral
dimasyarakat.15
Dengan demikian, dapat diinterpretasikan upaya kepolisian dalam penanggulangan peedaran
VCD porno di Bandar Lampung menyangkut penyerasian antara nilai-nilai dengan kaidah serta
perilaku nyata manusia. Kaidah-kaidah tersebut kemudian menjadi pedoman atau patokan bagi
perilaku serta tindakan yang dianggap pantas dan seharusnyayang bertujuan untuk menciptakan,
memelihara, dan mempertahankan kehidupan yang damai, selaras, serasi dan seimbang.
C. Pengertian Umum Tentang VCD Porno Dan Undang-Undang Yang Mengaturnya
1. Pengertian Pornografi
Dewasa ini video mesum (pornografi) bukan merupakan hal baru di masyarakat. Hal tersebut
mudah ditemukan di tengah masyarakat saat ini, baik media elektronik berupa televisi,
handphone Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar
bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnyamelalui berbagai
bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di mukaumum,yang memuat kecabulan atau
eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaandalam masyarakat sebagaimana telah diatur
dalam Pasal 1 huruf (1)Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
Definisi pornografi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah penggambaran tingkah laku
secara erotis dengan lukisan atau tulisan untuk membangkitkan nafsu berahi; bahan bacaan yang
dengan sengaja dan semata-mata dirancang untuk membangkitkan nafsu berahi dalam seks.
15
Tindak pidana pornografi diatur pada Pasal 282 dan Pasal 283 KUHP untuk kejahatan. dalam
Bab XIV buku II tentang, “Kesusilaan” dan Pasal 532 KUHP Bab VI buku III untuk pelanggaran. Terminologi kesusilaan mempunyai pengertian yang luas . Pasal 282, Pasal 283 dan
Pasal 532 KUHP lebih pada “exhibitionisme”. Unsur pernyataan pornografi disampaikan lewat
tulisan, lisan, gambaran atau benda, termasuk pula peredarannya. Delik-delik tersebut termasuk
dalam pengertian “sex related oriented” terdiri dari dua perbuatan yakni mengeluarkan
pernyataan secara lisan ataupun secara tulisan atau dengan mempergunakan sebuah benda.
Beberapa pengertian mengenai pornografi diatas maka dapat disimpulkan bahwa pornografi
tersebut dapat diartikan sebagai berikut, yaitu:
a. tulisan, gambar/rekaman tentang seksualitas yang tidak bermoral,
b. bahan/materi yang menonjolkan seksualitas secara eksplisit terang-terangan dengan maksud
utama membangkitkan gairah seksual,
c. tulisan atau gambar yang dimaksudkan untuk membangkitkan nafsu birahi orang yang melihat
atau membaca,
d. tulisan atau penggambaran mengenai pelacuran, dan
e. penggambaran hal-hal cabul melalui tulisan, gambar atau tontonan yang bertujuan
mengeksploitasi seksualitas.
2. Pengertian Pornoaksi
Definisi pornoaksi menurut Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi pada
tahun 2006 adalah perbuatan mengeksploitasi seksual, kecabulan, dan/atau erotika dimuka
umum.
Peraturan Perundang-Undangan yang memuat larangan penyebaran pornografi, diantaranya
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002
tentang Penyiaran, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Peraturan perundang-undangan tersebut dianggap kurang memadai dan belum memenuhi
kebutuhan hukum untuk memberantas pornografi secara efektif.
Memasuki tahun 2006 telah dibahas Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi
(RUU APP) di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. dalam perjalanannya, RUU APP
berganti menjadi RUU Pornografi dan pada tanggal 30 Oktober 2008, DPR RI mengesahkan UU
Pornografi melalui Sidang Paripurna. Tindak pidana mengenai pornografi ini termuat dalam
Pasal 282 ayat 1 KUHP dan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008:
Pasal 282 ayat 1 KUHP
a. Menyiarkan, mempertunjukkan kepada umum, menempelkan, atau
b. Untuk disiarkan, dipertunjukkan kepada umum atau ditempelkan, membuat, memasukkan ke
dalam negeri, mengirim terus ke dalam negeri, mengeluarkan dari negeri atau menyimpan,
atau
c. Terang-terangan atau, dengan menyiarkan tulisan dan tanpa permintaan, menawarkan atau
menunjukkan bahwa boleh didapat: Tulisan yang diketahui isinya, atau gambar atau barang
yang dikenalnya: melanggar kesusilaan (aanstootelijk voor de eerbaarheid), dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya
Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 menjelaskan bahwa :
(1) Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan,
menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengeskpor, menawarkan, memperjualbelikan,
menyewakan, atau, menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat:
a. Persengamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;
b. Kekerasan Seksual;
c. Mastrubasi atau onani;
d. Ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
e. Alat kelamin; atau
f. Pornografi anak.
Pasal 29 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 menjelaskan bahwa :
“Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan,
memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat (enam) bulan dan
paling lama 12 (duabelas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 250.000.000,00
(dua ratus juta lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 6.000.000.000,00 (enam
miliar rupiah)”.
D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum
Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam
kaidah-kaidah atau pandangan-pandangan menilai yang mantap dan mengejawantahkan dan
engineering) memelihara dan mempertahankan (social control) kedamaian pergaulan hidup (Soerjono Soekanto, 1983: 5).16
Satjipto Raharjo dalam bukunya “Masalah Penegakan Hukum” menyatakan bahwa penegakan
hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkanide-ide tentang kepastian hukum, kemanfaatan
sosial dan keadilan menjadi kenyataan. Proses perwujudan ide-ide itulah yang merupakan
hakikat dari penegakan hukum.17
Secara konsepsional, maka intidariinti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan
hubungan-hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan
mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk
menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.18 Konsepsi yang mempunyai dasar filosofi tersebut, memerlukan penjelasan lebih lanjut, sehingga akan tampak
lebih konknit.
Penegakan hukum sebagai suatu proses, pada hakikatnya merupakan penerapan diskresi yang
menyangkut membuat keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaidah hukum, akan tetapi
mempunyai unsur penilaian pribadi.19Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan, bahwa gangguan terhadap penegak hukum mungkin terjadi, apabila ada ketidak serasian antara
nilai-nilai yang berpasangan, yang menjelma di dalam kaidah-kaidah yang bersimpang siur, dan pola
perilaku tidak terarah yang mengganggu kedamaian pergaulan hidup.
16
Soerjono Seokamto,Faktor-faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum,Jakarta : Rajawali Press, 1983, hlm 5
17
Satipto Raharjo,Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti. Bandung, 1996, hlm 13 18
IbidSoerjono Soekanto, hlm 7
19
Faktor yang mempengaruhi dan menentukan kualitas pembangunan dan penegakan hukum,
dapat berupa kualitas individual Sumber Daya Manusia (SDM), kualitas institusional atau
struktur hukum (tennasuk mekanisme tata kerja Dan manajemen), kualitas sarana dan prasarana,
kualitas perundang-Undangan (substansi hukum), dan kualitas kondisi lingkungan (sistem sosial,
ekonomi, politik, budaya, termasuk budaya hukum masyarakat.20
Menurut Soerjono Soekanto faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum yaitu sebagai
berikut:
a. Faktor hukumnya sendiri;
b. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum; c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;
d. Faktor masyarakat, yakni faktor lingkungan diimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan;
e. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan karsa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.21
Kelima faktor diatas dapat dijadikan sebagai pedoman terhadapupaya kepolisian dalam masalah
penegakan hukum, dan akan dijabarkan sebagai berikut:
a. Faktor Hukum
Praktik penyelenggaraan penegakan hukum di lapangan sering kali terjadi pertentangan
antara kepastian hukum dan keadilan, hal itu dilcarenakan konsepsi keadilan merupakan
suatu rumusan yang bersifat abstrak, Sedangkan kepastian hukum merupakan prosedur yang
telah ditentukan secara normatif.Suatu kebijakan atau tindakan yang tidak sepenuhnya
berdasarkan hukum merupakan suatu yang dapat dibenarkan sepanjang kebijakan atau
tindakan itu tidak bertentangan dengan hukum. Maka pada hakekatnya penyelenggaraan
20
Ibid,Barda Nawawi Arief, hlm 16
21Ibid,
hukum bukan hanya mencakup “Law Enforcement” saja, akan tetapi juga
“peacemaintenance”, karena penyelenggaraan hukum sesungguhnya merupakan proses
penyerasian antara nilai-nilai, kaidah-kaidah dan pola perilaku nyata yang bertujuan untuk
kedamaian.
b. Kepribadian atau Mentalitas Penegak Hukum
Salah satu kunci keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian
hukum. Dalam rangka penegakan hukum dan implementasi hukum, bahwa penegakan hukum
tanpa keadilan adalah kebejatan.Mentalitas petugas yang menegaskan seperti, kepolisian,
kejaksaan, dan hakim adalah hal yang sangat penting, karena sebaik apapun hukumnya kalau
mentalitas aparat penegak hukumnya kurang baik, maka akan terjadi gangguan pada sistem
penegakan hukum.22
c. Fasilitas Pendukung
Fasilitas pendukung mencakup perangkat lunak dan perangkat keras. Salah satu perangkat
lunak adaiah pendidikan ditambah minimnya penghasilan dan anggaran terhadap aparat
penegak hukum, maka sering terjadi penyalah gunaan wewenang.
d. Taraf Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum Masyarakat
Setiap warga masyarakat atau kelompok, pasti mempunyai permasalahan hukum, seperti taraf
kepatuhan hukum yang tinggi, sedang atau rendah.Sebagaimana diketahui, kesadaran hukum
merupakan suatu proses yang mencakup pengetahuan hukum, sikap hukumdan perilaku
hukum.
e. Faktor Budaya dan Masyarakat
22
Budaya adalah hasil karya, cipta, dan karsa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam
pergaulan hidup. Variasi-variasi kebudayaan yang sedemikian banyaknya dapat menimbulkan
persepsi-persepsi tertentu terhadap penegakan hukum, oleh karena itu penegakan hukum
harus disesuaikan dengan kondisi setempat. Budaya tertib hukum dalam kehidupan sehari-hari
akan sangat berpengaruh dalam proses penegakan hukum di Indonesia.
Kelima faktor tersebut di atas saling berkaitan dan merupakan inti dari sistem penegakan hukum.
Jika kelima faktor tersebut ditelaah akan dapat terungkapkan hal yang berpengaruh terhadap
sistem penegakan hukum yang dapat berdiri sendiri atau saling berhubungan satu sama lain
sehingga kebijakan yang di lakukan oleh aparat penegak hukum dan kesadaran dari
I. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Masalah
Metode penelitian dilakukan dalam usaha untuk memperoleh data yang akurat serta dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya. Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang
didasarkan kepada metode sistematika, dan pemikiran tertentu dengan jalan menganalisisnya.1 Selain itu juga diadakan pemeriksaan yang mendalam tentang fakta hukum tersebut untuk
kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan yang timbul.
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah secara yuridis normatif dan yuridis
empiris:
a. Pendekatan yuridis normatif dengan cara mempelajari buku-buku, bahan-bahan bacaan
literature peraturan perundang-undangan yang menunjang dan berhubungan sebagai
penelaahan hukum terhadap kaidah yang dianggap sesuai dengan penelitian hukum tertulis.
Penelitian normatif dilakukan terhadap hal-hal yang bersifat teoritis asas-asas hukum, dasar
hukum dan konsep-konsep hukum.
b. Pendekatan yuridis empiris yaitu pendekatan yang dilakukan dengan mengadakan penelitian
di lapangan terhadap pihak-pihak yang dianggap mengetahui permasalahan yang
berhubungan dengan penelitian.
B. Sumber dan Jenis Data
1
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui dua sumber yaitu sumber data primer
dan sumber data sekunder.
1. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari objek penelitian lapangan yang
berkaitan dengan permasalahan yang ada dalam penelitian ini. Dalam hal ini data diperoleh
dengan melakukan wawancara terhadap kepolisian terkait dengan upaya kepolisian dalam
menanggulangi peredaran VCD porno di Bandar Lampung.
2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan dengan cara membaca,
mengutip, dan menelaah peraturan perundang-undangan, buku-buku, dokumen, kamus, artikel
dan literature hukum lainnya yang berkenaan dengan permasalahan yang akan dibahas, yang
terdiri dari:
a. Bahan Hukum Primer
Merupakan bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Dalam hal ini
bahan hukum primer terdiri dari:
1. Undang-Undang No 1 Tahun 1946 Tentang KUHP;
2. Undang-Undang No 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP;
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi;
4. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian.
b. Bahan Hukum Sekunder
Merupakan bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat
membantu dalam menganalisa serta memahami bahan hukum primer, seperti literatur dan
norma-norma hukum yang berhubungan dengan masalah dibahas dalam skripsi ini.
Merupakan bahan-bahan yang berguna untuk memberikan informasi, petunjuk atau
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti Kamus Besar
Bahasa Indonesia, media massa, artikel, makalah, naskah, paper, jurnal, internet yang
berkaitan dengan masalah yang akan dibahas atau diteliti dalam skripsi ini.
C. Penentuan Populasi dan Sampel
Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya dapat diduga. Populasi
dalam penelitian ini adalah orang-orang yang berhubungan langsung dengan masalah dalam
penelitan skripsi ini.
Penentuan responden pada penulisan ini menggunakan metode pengambilan sampel secara
purposive sampling yang berarti bahwa dalam penentuan sampel disesuaikan dengan tujuan yang
hendak dicapai dan dianggap telah mewakili populasi terhadap masalah yang akan diteliti. Sesuai
dengan metode penentuan sampel dari populasi yang akan diteliti secara hierarki sebagaimana
tersebut diatas maka responden dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Dik Krimsus Polresta Bandar Lampung : 1 orang
2) Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum : 1 orang +
Jumlah 2 orang
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data
Prosedur pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Studi kepustakaan digunakan untuk memperoleh data sekunder, dilakukan melalui
serangkaian kegiatan dengan cara membaca, mencatat, dan mengutip literatur-literatur,
perundang-undangan, dokumen, dan pendapat para sarjana dan ahli hukum yang berkaitan
dengan masalah yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini.
b. Studi lapangan guna memperoleh data primer dengan metode wawancara (interview) secara
langsung dengan narasumber/responden sebagai usaha mengumpulkan data dengan
mengajukan pertanyaan secara lisan, maupun dengan menggunakan daftar pertanyaan secara
tertulis.
2. Pengolahan Data
Data yang diperoleh akan dilakukan pengolahan melalui tahapan sebagai berikut:
a. Editing, yaitu data yang diperoleh dari penelitian diperiksa dan diteliti kembali mengenai kelengkapannya, kejelasannya dan kebenarannya sehingga terhindar dari kekurangan dan
kesalahan.
b. Interpretasi, yaitu menghubungkan, membandingkan dan menguraikan data serta mendeskripsikannya dalam bentuk uraian untuk kemudian ditarik suatu kesimpulan
c. Sistematisasi, yaitu penyusunan data secara sistematis sesuai dengan pokok permasalahan sehingga memudahkan analisis data.
E. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis kualitatif, artinya menguraikan data
yang dilakukan bertitik tolak dari analisis yuridis empiris, yang didalamnya dilengkapi dengan
analisis normative dan analisis komparatif dengan menggunakan bahan-bahan hukum primer.
Berdasarkan hasil analisis ditarik kesimpulan secara induktif, yaitu cara berfikir yang didasarkan
pada fakta-fakta yang bersifat khusus untuk kemudian ditarik suatu kesimpulan yang bersifat
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang didapat, dapat disimpulkan bahwa:
1. Upaya kepolisian dalam menanggulangi peredaran VCD Porno meliputi dengan cara upaya
Preventifdilakukan dengan cara Pertama Razia Ponsel di Counter-counter HP dan di penjual VCD, Kedua Pengembangan software tanpa harus membatasi aktifitas masyarakat dalam mengakses informasi. Ketiga Mengintensifkan Peran Warung Internet (Jasa Layanan
Internet) Dalam Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran VCD Porno. Keempat
Kerjasama Kepolisian dengan instansi-instansi dan lembaga pendidikan, dan yang terakhir
Kampanye anti pornografi dan, upaya Represif yakni dengan cara melakukan penangkapan terhadap tersangka tentunya dengan bukti permulaan yang cukup sebagaimana di atur
didalam Pasal 17 KUHAP, setelah itu kepolisian melalukan penyitaan terhadap barang bukti
yakni terhadap VCD porno tersebut dan setelah bukti tersebut disita maka terhadap tersangka
tersebut dilakukan penahanan guna mengamankan tersangka dan barang bukti untuk
pemeriksaan lebih lanjut dan dirasa cukup setelah itu tersangka berserta barang bukti
diserahkan kepada kejaksaan untuk segera didakwa.
2. Faktor penghambat yang dihadapi oleh Kepolisian dalam menanggulangi peredaran VCD
Porno tersebut pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor hukumnya sendiri meliputi Praktik
penyelenggaraan penegakan hukum di lapangan seringkali terjadi pertentangan antara
kepastian hukum dan keadilan, faktor mentalitas penegak hukum meliputi karena banyak
oknum kepolisian itu sendiri tidak secara maksimal dalam penanganan tersebut bisa
VCD porno, faktor sarana atau fasilitas meliputi terbatasnya personel kepolisian dalam
melakukan razia terhadap semua tempat di Bandar Lampung, faktor masyarakat terhadap hal
ini masyarakat yang masih tidak sadar hukum dan para pedagang yang tidak mau mematuhi
hukum agar tidak menjual dan mengedarkan VCD porno tersebut, dan faktor kebudayaan
masuknya budaya negatif asing sehingga tidak terkendalinya peredaran VCD porno dan juga
masyarakat tidak mempunyai kontrol sosial terhadap hal tersebut.
B. Saran
1. Sebaiknya kepada pihak kepolisian agar meningkatkan lagi pengawasan dan razia yang
tadinya dilakukan hanya satu kali dalam satu tahun agar menjadi tiga kali dalam setahun hal
ini agar menghindari terjadinya pengulangan dan penyakit kambuhan terhadap
pedagang-pedagang yang menjual VCD porno tersebut dan aparat kepoilisian agar memberikan sanksi.
2. Sebaiknya Pemerintah segera merealisasikan pemblokiran permanen situs-situs porno di
Indonesia sehingga tidak dapat diakses oleh siapapun. dengan kerjasama dengan
Menkominfo dan aparat penegak hukum diharapkan dengan pemblokiran situs-situs porno
yang ada di internet dapat meminimalisir terjadinya pendowloadan dan penyebaran
konten-konten pornografi karena dari dasar situs porno tersebutlah para orang-orang yang tidak
bertanggung-jawab dapat mengakses baik gambar, maupun video porno dengan cara
UPAYA KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI PEREDARAN VCD PORNO DI BANDAR LAMPUNG
(Studi Kasus Pada Polresta Bandar Lampung)
(Skripsi )
Oleh
ANGGA AKBAR MULYADI
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
DAFTAR ISI
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 5
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 6
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 7
E. Sistematika Penulisan ... 11
II TINJAUAN PUSTAKA A. Tugas Dan Fungsi Kepolisian... 13
1. Definisi Kepolisian... 13
2. Fungsi Kepolisian... 14
3. Tugas Dan Wewenang... 15
B. Upaya Penanggulangan Kejahatan... 17
1. Menggunakan Hukum Pidana (Penal)... 18
2. Menggunakan UpayaNon Penal... 19
C. Pengertian Pornografi dan Pornoaksi dan Undang-Undang Yang Mengatur... 22
1. Pengertian Pornografi... 22
2. Pengertian Pornoaksi... 23
3. Undang-Undang Yang Mengatur... 24
III. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Masalah ... 30
B. Sumber dan Jenis data ... 31
C. Penentuan Populasi dan Sampel ... 32
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 33
E. Analisis Data ... 34
IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan A. Karakteristik Responden... 35
B. Upaya Kepolisian Dalam Menanggulangi Peredaran VCD Porno di Bandar Lampung... 36
1. Upaya Kepolisian Dengan Menggunakan CaraPreventif... 37
a. Razia Ponsel di Counter-Counter HP dan Penjual VCD... 39
b. PengembanganSoftware... 42
c. Mengintensifkan Warung Internet Sebagai Sarana Pencegahan.... 42
d. Kerjasama Kepolisian Dengan Instansi-Instansi Terkait... 43
e. Kampanye Anti Pornografi... 43
2. Upaya Kepolisian Dengan Menggunakan CaraRepresif... 44
a. Penangkapan... 46
b. Penyitaan... 49
c. Penahanan... 53
C. Faktor Penghambat Upaya Kepolisian Dalam Menanggulangi VCD Porno Di Bandar Lampung... 60
1. Faktor Hukumnya itu sendiri... 63
DAFTAR PUSTAKA
Atmasasmita, Romli,SistemPeradilan Pidana Perspektif Eksistensialis medan Abolisionisme, Bina Cipta,Bandung,1996
Gunawan, FX. R., 1993,Filsafat Sex, Bentang, Yogyakarta.
Heryanto, Ariel, 1994, “Seks dan Mitos Barat-Timur” dalam Jangan Tangisi
Tradisi, editor: Johanes Mardimin, Kanisius, Yogyakarta.
Kansil,Cristine, S.T. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia (Jilid II, cetakan kesebelas). Jakarta; PT Balai Pustaka. 2003.
Lamintang, P.A.F. 1984.Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia. Sinar Baru. Bandung
---, 1983.Beberapa Asas lIukum Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Aksara Baru. Jakarta
---, 2001, Mendobrak Tabu :Sex, Kebudayaan dan Kebejatan Manusia,Galang Press, Yogyakarta.
Moeljatno. 1983.Asas-Asas Hukum Pidana. Rineka Cipta. Bandung
Muladi dan Barda Nawawi Arif. 1998.Teori-teari dan Kebijakan Pidana. Cet 8. Alumni. Bandung
Nawawi Arief Barda, “Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan”, Kencana, Jakarta, 1997,
Nawawi Arief,Barda Kapita Selekta Hukum Pidana tentang Sistem Peradilan PidanaTerpadu, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2006
Prakoso,Djoko,Polri Sebagai Penyidik Dalam Penegakan Hukum. Jakarta :Bina Aksara. 1987. Prodjodikoro, Wiryono. 2003.Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia. PT. Reflika Aditama.
Bandung
Raharjo Satipto,Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti. Bandung, 1996 Roeslan Saleh, 1978.Stelsel Pidana Indoenesia. Cet.3. Aksara Baru. Jakarta Soekanto, Soerjono. 1983.Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.
Sudarto. 1983.Perbandingan Hukum Pidana. Alumni. Bandung.
Sunardjono.Hukum Kepolisian, Buku II(Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara). Tim Penyusun, 1998,Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.
Universitas Lampung,. 2010.Pedoman Penulisan Karya llmiah (Universitas Lampung. Unila Press. Bandar Lampung
Undang-Undang No 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP);
Undang-Undang No 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP);
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi
Sumber internet
http://www.personal. umich.edu/~wbutler/kristol.html
http//www.kompas.com/kompas%2Dcetak/9907/28/opini/porn.htm
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua :Firganefi, S.H., M.H.
...
Sekretaris/Anggota :Diah Gustiniati, S.H., M.H.
...
Penguji Utama :Tri Andrisman, S.H., M.H.
...
2. Dekan Fakultas Hukum
Dr. Heryandi, S.H. M.S.
NIP 19621109 198703 1 003
Motto
Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik
untuk hari tua.
(Aristoteles)
Apabila anda berbuat kebaikan kepada orang lain, maka anda telah berbuat
baik terhadap diri sendiri.( Benyamin Franklin )
Ibu Bagiku adalah sosok segalanya
(Choirul Tanjung)
Kesederhanaan adalah kunci kesuksesan yang terbaik, karna berawal dari situ, seseorang mampu melihat cermin didalam dirinya
Judul : Upaya Kepolisian dalam Menanggulangi Peredaran VCD Porno di Bandar Lampung (Studi Kasus pada Polresta Bandar Lampung)
Nama Mahasiswa : Angga Akbar Mulyadi
Nomor Pokok Mahasiswa : Hukum Pidana
Fakultas : Hukum
MENYETUJUI
1.Komisi Pembimbing
Firganefi, SH . MH Maya Shafira,S.H.,M.H.
196312171988032003 197706012005012002
Ketua/Sekretaris Bagian Hukum Pidana
PERSEMBAHAN
Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan hidayahNYA,
Dan Junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW,
maka dengan ketulusan dan kerendahan hati serta setiap perjuangan dan jerih payahku, aku persembahkan sebuah karya ini kepada :
Kedua orang tuaku Bapak Dedi Mulyadi dan Ibu Hj. Zainawati , Spg. yang
telah setia membimbingku,membekaliku,menyayangiku dan yang selalu memberi yang terbaik dalam hidupku hingga aku bisa mendapat gelar sarjana
Adikku yang tersayang Dicky Zafar Mulyadi yang selalu berdoa dan menanti keberhasilanku.
Para Dosen-Dosenku
Semoga ilmu yang telah kalian berikan dapat berguna bagiku dan menjadi ladang amal bagimu.
Sahabat-sahabat dan teman terdekatku yang selalu hadir menemaniku dalam suka maupun duka.
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Angga Akbar Mulyadi, beragama Islam
dilahirkan di Menggala, pada tanggal 30 Juni 1991.
Penulis merupakan anak Pertama dari dua bersaudara,
yang merupakan buah cinta kasih dari pasangan Bapak
Dedi Mulyadi dengan Ibu Hj Zainawati.
Penulis mengenyam pendidikan Sekolah Dasar Negeri 01 Brabasan tanjung raya
Mesuji Lampung yang diselesaikan pada tahun 2002, Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama Al-Kautsar Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2005, Sekolah
Menengah Umum Al-Azhar 3 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2008.
Pada tahun 2008 penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas
Lampung, dan untuk lebih mematangkan ilmu hukum yang diperoleh, penulis
mengkonsentrasikan diri pada bagian Hukum Pidana. Pada tahun 2011 penulis
mengikuti Kuliah Kerja Nyata di Desa Menggala Mas Kecamatan Panaragan jaya
SAN WACANA
Alhamdulillahirobbil’alamien. Segala puji syukur hanyalah milik Allah SWT,
Rabb seluruh Alam yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat guna
memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung
dengan judul : “Upaya Kepolisian dalam Menanggulangi Peredaran VCD
Porno di Bandar Lampung (Studi Kasus pada Polresta Bandar Lampung)”.
Penulis menyadari selesainya skripsi ini tidak terlepas dari partisipasi, bimbingan
serta bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung.
Maka kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang
setulus-tulusnya kepada:
1. Bapak Dr Heryandi,S.H.,MS., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Lampung.
2. Bapak Dr Yuswanto, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan I Fakultas
Hukum Universitas Lampung.
3. Ibu Yulianeta, S.H., M.H selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum
Universitas Lampung.
4. Bapak Hamzah, S.H., M.H selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum
Universitas Lampung.
5. Diah Gustiniati,S.H.,M.H., selaku Ketua Jurusan Hukum Pidana Universitas
Lampung dan Dosen Pembahas II yang telah banyak memberikan masukan
6. Ibu Firganefi,S.H.,M.H.selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak
memberikan bimbingan dan arahan selama penulisan skripsi ini.
7. Ibu Maya Shafira,S.H,M.H selaku Pembimbing II yang banyak memberikan
Bimbingan motivasi,Bimbingan moral dan arahan dalam penulisan skripsi ini.
8. Bapak Tri Andrisman,S.H.,M.H. selaku Pembahas I yang banyak memberikan
saran dan masukan dalam penulisan skripsi ini.
9. Ibu Siti Azizah, S.H., selaku Pembimbing Akademik selama penulis menjadi
mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung.
10. Bapak Musa Tampubolon,S.ik.,S.H., selaku narasumber dari Polresta Bandar
Lampung, yang telah meluangkan waktunya untuk melakukan wawancara
demi penelitian skripsi ini.
11. Bapak Reynaldi Amrulloh, S.H., M.H., selaku narasumber dari Faklutas
Hukum Universitas Lampung, yang telah meluangkan waktunya untuk
melakukan wawancara demi penelitian skripsi ini.
12. Para Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tak bisa disebutkan
satu persatu, atas bimbingan dan pengajarannya selama penulis menjadi
mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung.
13. Seluruh staf dan karayawan Fakultas Hukum Universitas Lampung: Ibu
Arniah, S.Pd., Mbak Sri, Mbak Yanti, Mbak Yani, Mbak Dian, Mas Yahya,
Babe Narto, dan yang lain-lain yang telah membantu penulis dalam proses
akademis dan kemahasiswaan atas bantuannya selama penyusunan skripsi ini.
14. Bapak dan Ibu tercinta, terima kasih untuk membesarkan penulis dengan
15. Adikku tersayang terima kasih untuk semua perhatian dan motivasi yang telah
diberikan.
16. Terimakasihku untuk Rena Mustika A.Md,Kep. atas do’a, dukungan,
perhatian, pengertian,Kasih sayang dan motivasinya.
17. Seluruh keluarga besar ku, terima kasih untuk semua kepercayaan, motivasi,
harapan, dukungan, dan inspirasi serta doa selama ini.
18. Sahabat-sahabat dan teman-teman : Deni Deskontama,Harki Mujianto ,Jaya
Adha ruskar,Sofyan Kamal, Apri Suwandi, Bayu, safei, , Lerry, Reza, Hengky
dan teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu persatu terimakasih atas
kebersamaan dan kekompakannya.
19. Almamaterku tercinta yang sudah memberi banyak wawasan dan pengalaman
berharga.
Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi agama, masyarakat, bangsa
dan negara, para mahasiswa, akademisi, serta pihak-pihak lain yang
membutuhkan terutama bagi penulis. Saran dan kritik yang bersifat membangun
sangat diharapkan. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih. Semoga Allah SWT
senantiasa memberikan perlindungan dan kebaikan bagi kita semua. Amin
Bandar Lampung, : 12 Februari 2013
Penulis