ABSTRAK
KEMAMPUAN MENULIS NARASI BERDASARKAN TEKS DRAMA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 3 GEDONGTATAAN
TAHUN PELAJARAN 2011/2012
Oleh
YINDA DWI GUSTIRA
Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah kemampuan menulis narasi siswa kelas VII SMP Negeri 3 Gedongtaatan tahun pelajaran 2011/2012. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan siswa menulis narasi berdasarkan teks drama siswa kelas VII SMP Negeri 3 Gedongtataan tahun pelajaran 2011/2012.
Sampel dalam penelitian ini sebanyak 36 siswa atau 20% dari jumlah populasi seba-nyak 180 siswa kelas VII SMP Negeri 3 Gedongtataan.Teknik pengumpulan data diambil melalui tes tertulis, yakni manulis narasi berdasarkan teks drama.
KEMAMPUAN MENULIS NARASI
BERDASARKAN TEKS DRAMA
SISWA KELAS VII SMP NEGERI 3 GEDONGTATAAN
TAHUN PELAJARAN 2011/2012
Oleh
Yinda Dwi Gustira
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
KEMAMPUAN MENULIS NARASI BERDASARKAN TEKS DRAMA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 3 GEDONGTATAAN
TAHUN PELAJARAN 2011/2012
(Skripsi)
Oleh
YINDA DWI GUSTIRA 0813041013
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
3.1 Daftar Populasi Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Gedong Tataan
Tahun pelajaran 2011/2012 ... 40 3.2 Perhitungan Sampel dari Jumlah Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Gedong Tataan tahun pelajaran 2011/2012... 41 3.3 Tolok Ukur Penilaian ... 43 3.4 Indikator Penskoran Kemampuan Menulis Narasi Berdasarkan
Teks Drama ... 43 4.1 Hasil Tes Kemampuan Menulis Narasi Berdasarkan Teks Drama Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Gedong Tataan
Tahun Pelajaran 2011/2012 ... 48 4.2 Data Kemampuan Siswa Menulis Narasi Berdasarkan Teks Drama untuk Keseluruhan Karangan ... 51 4.3 Data Kemampuan Siswa Menulis Narasi Berdasarkan Teks Drama pada Aspek Isi Karangan ... 52 4.4 Distribusi Frekuensi Kemampuan Siswa Menulis Narasi
Berdasarkan Teks Drama pada Aspek Isi Karangan ... 53 4.5 Data Kemampuan Siswa Menulis Narasi Berdasarkan Teks Drama pada Aspek Kebahasaan (Diksi dan Ejaan) ... 59 4.6 Distribusi Frekuensi Kemampuan Siswa Menulis Narasi
Berdasarkan Teks Drama pada Aspek Kebahasaan
(Diksi dan Ejaan)... 61 4.7 Data Kemampuan Siswa Menulis Narasi Berdasarkan Teks Drama Pada Aspek Penataan Gagasan... 65 4.8 Distribusi Frekuensi Kemampuan Siswa Menulis Narasi
Berdasarkan Teks Drama pada Aspek Penataan Gagasan ... 67 4.9 Data Kemampuan Siswa Menulis Narasi Berdasarkan Teks Drama Pada Aspek Struktur Narasi ... 72 4.10 Distribusi Frekuensi Kemampuan Siswa Menulis Narasi
MOTO
“… Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujaadilah 11)
“ Wanita yang teguh pendirian, cerdas, dan berwawasan, meski dikecewakan oleh kesabaran, tidak akan dikhianati oleh kebahagiaan.”
(‘Aidh Al-Qarni)
“Latihan tidak membuat kesempurnaan. Latihan yang sempurnalah yang akan membuat kesempurnaan.”
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Dr. Nurlaksana Eko, R.,M.Pd. ...
Sekretaris : Dr. Edi Suyanto, M.Pd. ...
Penguji
Bukan Pembimbing : Dr. Mulyanto Widodo, M.Pd. ...
2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si. NIP 196003151985031003
PERSEMBAHAN
Terima Kasih Tuhan untuk seluruh kenikmatan-Mu, dari yang terlihat maupun seluruh yang tersamarkan, untuk semua kebaikan lahir serta bathin, atas segala
perlindungan dari sesuatu yang bisa dikendalikan maupun yang tak mampu dikendalikan, buat kesempurnaan perlindungan terhadap keselamatan raga serta jiwa
terdalam, kepada-Mu aku bergantung untuk kehidupan yang telah ditetapkan.
Hari takkan indah tanpa mentari dan rembulan, begitu juga hidup takkan indah tanpa tujuan, harapan serta tantangan. Meski terasa berat, namun manisnya hidup justru
akan terasa, apabila semuanya terlalui dengan baik, meski harus memerlukan pengorbanan.
Kupersembahkan karya luar biasa ini, untuk cahaya hidup, yang senantiasa ada saat suka maupun duka, selalu setia mendampingi, saat kulemah tak berdaya (Ayah dan Ibu tercinta) yang selalu memanjatkan doa kepada putri bungsu tercinta dalam setiap
sujudnya. Terima kasih untuk semuanya, karya ini juga kupersembahkan untuk sang motivator dan inspirator dalam hidupku yang telah menggoreskan tinta dengan
beribu warna, terimakasih kakakku tersayang (Delia Elmanisya).
Untuk ribuan tujuan yang harus dicapai, untuk jutaan impian yang akan dikejar, untuk sebuah pengharapan, agar hidup jauh lebih bermakna, karena tragedi terbesar dalam hidup bukanlah kematian tapi hidup tanpa tujuan. Teruslah bermimpi untuk sebuah
Judul Sripsi : Kemampuan Menulis Narasi Berdasarkan Teks Drama Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Gedong Tataan
Tahun Pelajaran 2011/2012
Nama Mahasiswa : Yinda Dwi Gustira
No. Pokok Mahasiswa : 0813041013
Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Seni
Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Dr. Nurlaksana Eko Rusminto, M.Pd. Dr. Edi Suyanto., M.Pd.
NIP 196401061988031001 NIP 196307131993111001
2. Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
RIWAYAT HIDUP DAN PENDIDIKAN
Penulis yang dilahirkan di Bandarlampung pada 19 Agustus 1990, putri bungsu dari
dua bersaudara dari pasangan Syamsi Rahman dan Lizana. Penulis menyelesaikan
pendidikan TK Perwanida pada tahun 1995, SD Negeri 3 Rajabasa pada tahun
2002, SLTP Negeri 8 Bandarlampung pada tahun 2005, dan SMA YP Unila
Ban-darlampung pada tahun 2008.
Pada tahun 2008, penulis terdaftar sebagai mahasiswa pada Program Studi
dikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendi-dikan Universitas Lampung melalui jalur PKAB (Panitia Khusus Penelusuran
SANWACANA
Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah subhanahuwata’ala, karena atas
rah-mat dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Kemampu-an Menulis Narasi Berdasark“Kemampu-an teks Drama Siswa Kelas VII SMP Negeri 3
Gedongtataan Tahun Pelajaran 2011/2012”.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Nurlaksana Eko Rusminto, M.Pd., selaku Pembimbing I atas segala
keikh-lasan dan kesabarannya dalam membimbing dan memotivasi penulis.
2. Dr. Edi Suyanto, M.Pd., selaku pembimbing II dan Kaprodi Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia dan Daerah atas segala masukan, motivasi, waktu, dan
bimbingannya yang sangat berarti bagi penulisan skripsi ini.
3. Dr. Mulyanto Widodo, M.Pd., selaku penguji utama atas segala masukan yang
sangat berarti bagi perbaikan skripsi ini.
4. Drs. A. Effendi Sanusi, selaku pembimbing akademik atas motivasi, dan
mem-bimbingan penulis dalam memecahkan permasalahan selama berada di bangku
kuliah.
5. Drs. Imam Rejana, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
FKIP Universitas Lampung.
yang telah membekali penulis dengan ilmu pengetahuan yang berguna
terima-kasih atas ilmu, kesabaran, masukan, bimbingan dan motivasi yang sangat luar
biasa yang telah diberikan kepada penulis selama dibangku kuliah.
8. Seluruh staf di Jurusan Bahasa dan Seni FKIP Universitas Lampung.
9. Kepala Sekolah, dewan guru, serta seluruh staf di SMP Negeri 3 Gedongtataan.
10. Siswa kelas VII SMP Negeri 3 Gedongtataan yang sudah bekerjasama dan
membantu selama proses penelitian berlangsung.
11. Kedua orang tuaku tercinta ayahanda Drs. Syamsi Rahman, M.M. dan ibunda
Lizana yang senantiasa mendoakanku dalam setiap sujudnya..
12. Kakakku tersayang Delia Elmanisya sang motivator dalam hidupku.
13. Sahabat-sahabatku tercinta; Asih Kurniawati, Ika Puspita Apriani, Nining
Sur-yani, Putri Wulandari, Rima Gustianita, Yasinta Susaeno, Yetni Halimah, dan
Yuliana Lestari, Devi Sukesti Junaidi, Wini Andalusia, Muhammad Indra atas
kebersamaan, keceriaan, kebahagiaan yang telah diciptakan dan diberikan
kepa-da penulis selama ini.
14. Rekan-rekan angkatan 2008 atas kebersamaan dan kekompakan yang selalu kita
ciptakan. Suatu kebahagian dapat mengukir sejarah bersama rekan-rekan.
15. Teman-teman PPL, Bayu , Berna , Dwi , Eka , Elysa, Esty, Fitri, Hesti, Nevi,
dan Yetni, terima kasih atas kekompakkan, kebersamaan, serta pengalaman
se-lama 3 bulan bersama kalian.
16. Mohammad Ridwan, S.Pd. yang telah banyak membantu penulis, melungkan
waktu, memotivasi, dan memberikan inspirasi dan semangat dalam penulisan
yang telah memberikan motivasi dan semangat kepada penulis.
18. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
Semoga Allah subhanahuwata’ala membalas semua kebaikan pihak-pihak yang
te-lah membantu penulis dengan pahala yang berlimpah. Aamiin. Penulis berharap
se-moga skripsi ini bermanfaat ba-gi kita semua, terutama bagi kemajuan pendidikan,
khususnya Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Bandar Lampung, Mei 2012
Penulis,
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), standar kompetensi
bahan kajian bahasa Indonesia diarahkan kepada penguasaan empat keterampilan
berbahasa, yaitu : (1) keterampilan mendengar (menyimak), (2) keterampilan
berbi-cara, (3) keterampilan membaca, dan (4) keterampilan menulis. Keempat
keteram-pilan ini menjadi faktor pendukung dalam menyampaikan pikiran, gagasan, dan
pendapat, baik secara lisan, maupun secara tertulis, sesuai dengan konteks
komuni-kasi yang harus dikuasai oleh pemakai bahasa (Tarigan, 2008 : 20).
Keterampilan menulis merupakan kemampuan yang paling sulit untuk dikuasai
sis-wa dibandingkan dengan keterampilan berbahasa yang lain. Salah satu realitas
kon-kret yang mendukung pernyataan tersebut adalah kondisi pembelajaran
keterampi-lan menulis di SMP Negeri 3 Gedongtataan. Berdasarkan pengalaman peneliti dan
hasil observasi terhadap keadaan pembelajaran menulis di sekolah tersebut serta
wawancara awal yang dilakukan sejumlah guru Bahasa Indonesia di sekolah
terse-but, diperoleh informasi bahwa motivasi dan kemampuan menulis, termasuk
men-ulis karangan narasi, jarang ada siswa yang memunyai kemampuan yang menonjol
kosa-kata yang digunakan sederhana dan terbatas, penggunaan kalimat dan organisasi
tu-lisan narasi masih kurang terarah.
Masalah yang timbul dalam proses pembelajaran menulis serta kemampuan siswa
dalam menulis/mengarang sebagaimana uraian tersebut disebabkan oleh faktor
uta-ma dari dalam diri siswa antara lain: (1) motivasi siswa dalam menulis sangat
mi-nim; (2) konsep atau bahan yang dimiliki siswa untuk dikembangkan menjadi
tulis-an stulis-angtulis-an terbatas; (3) kemamputulis-an siswa menaf-sirktulis-an fakta untuk ditulis stulis-angat
rendah; (4) kemampuan siswa menuangkan gagaan atau pikiran ke dalam bentuk
kalimat-kalimat yang memunyai kesatuan yang logis dan padu serta diikat oleh
struktur bahasa.
Secara umum, menulis merupakan suatu proses sekaligus suatu produk (hasil).
Menulis sebagai suatu proses berupa pengelolaan ide atau gagasan dari tema atau
topik yang dipilih untuk dikomunikasikan dan pemilihan jenis wacana tertentu yang
sesuai atau tepat dengan situasi atau konteksnya. Kemampuan menulis yang
me-nuntut kemampuan untuk dapat melahirkan dan menyatakan kepada orang lain
tentang hal yang dirasakan, dikehendaki, dan dapat dipikirkan dengan bahasa
tulis-an.
Karangan merupakan pernyataan gagasan atau ide yang bersumber dari
pengalam-an, pengamatpengalam-an, imajinasi, pendapat, dan keyakinan dengan menggunakan media
tulis sebagai alatnya. Menyusun sebuah karangan bukanlah hal yang mudah.
susah menuangkannya dalam bentuk tertulis. Siswa kadang tidak mampu
merang-kai kata-kata untuk membentuk sebuah paragraf, apalagi wacana. Siswa kadang
kurang menyadari hubungan antara kalimat yang satu dan kalimat yang lain.
Ak-hirnya, sering ditemukan beberapa kalimat sumbang. Kalimat sumbang dalam
se-buah paragraf dapat menimbulkan kekaburan makna atau isi sese-buah karangan.
Se-baliknya, sebuah karangan akan lebih mudah dipahami jika kalimat-kalimatnya
tersusun rapi, jelas kohesi dan koherensi antara kalimatnya.
Sebuah tulisan pada dasarnya merupakan perwujudan hasil penalaran siswa.
Pena-laran ini merupakan proses pemikiran untuk memperoleh ide yang logis
berdasar-kan avidensi dan relevan. Penalaran ini terutama terkait dengan proses penafsiran
fakta sebagai ide dasar untuk dikembangkan menjadi tulisan. Setiap penulis harus
dapat menuangkan pikiran atau gagasannya secara cermat ke dalam tulisannya.
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk memunculkan ide adalah dengan
me-nuntun siswa mencermati bentuk teks dan menyajikan kembali dalam bentuk teks
yang berbeda yaitu dengan menggunakan media berupa teks drama.
Hal itu merupakan salah satu kompetensi dasar menulis yang diharapkan dan
dimi-liki oleh siswa kelas VII SMP sebagai hasil dari pembelajaran menulis, yaitu
ke-mampuan megubah jenis tulisan (wacana) yang satu ke jenis tulisan (wacana) yang
lain, termasuk pengubahan teks drama yang berbentuk dialog ke dalam bentuk
wa-cana yang berentuk monolog, seperti karangan narasi. Lebih rinci lagi dalam
Kuri-kulum Tingkat Satuan Pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) kelas VII,
mengungkapkan berbagai informasi dalam bentuk narasi dan pesan singkat dengan
kompetensi dasar mengubah teks wawancara (jenis teks wacana dialog) menjadi
ka-rangan narasi. Kaka-rangan narasi adalah suatu bentuk tulisan yang berusaha
mencip-takan, mengisahkan, dan merangkaikan tindak tanduk perbuatan manusia dalam
se-buah peristiwa secara kronologis atau berlangsung dalam suatu kesatuan waktu
(Finoza, 2009 : 202).
Penggunaan teks drama sebagai alat bantu (media) dalam menuliskan karangan
na-rasi akan membantu siswa untuk menceritakan kembali sesuatu peristiwa atau
keja-dian secara kronologis. Kegiatan seperti ini menyuburkan kesempatan kreatif bagi
siswa dalam menampilkan gagasan dan keahlian memilih kata serta merangkainya
menjadi kalimat. Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan penulis adalah
teks drama. Jenis teks drama yang ditentukan penulis ialah drama satu babak,
ke-mudian teks drama tersebut dikembangkan menjadi karangan narasi oleh siswa.
Oleh karena itu, peneliti mengharapkan siswa mampu menulis karangan narasi
ber-dasarkan teks drama sebagai salah satu kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh
siswa kelas VII SMP. Untuk mencapai harapan itu, siswa harus mampu berpikir
kri-tis dan berlatih untuk menangkap gagasan-gagasan yang ada pada teks drama dan
menuangkannya dalam bentuk tulisan (karangan). Adapun tujuan penelitian ini
adalah mendeskripsikan kemampuan menulis siswa kelas VII SMP Negeri 3
Ge-dong Tataan berdasarkan teks drama menjadi karangan narasi. Hal ini dilakukan
karena selama ini siswa SMP masih dianggap belum mampu untuk menulis dengan
alasan menulis itu cukup sulit untuk dikuasai oleh mereka, padahal siswa SMP
Berdasarkan obeservasi langsung di sekolah tersebut, penulis mendapatkan fakta
bahwa sekolah tersebut memiliki kelas unggulan yang terdapat di kelas VII A, VIII
A, dan IX A.
Penelitian terkait yang telah dilakukan diantaranya yaitu Fachri Yunanda. 2011.
mampuan Menulis Karangan Narasi Berdasarkan Teks Wacana Dialog Siswa
Ke-las VII SMP Negeri 4 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2009/2010, Novry
Hestia-na. 2009. Kemampuan Menulis Karangan Narasi Menggunakan Media Lirik Lagu
Potret Bunda Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kotagajah Lampung Tengah Tahun
Pe-lajaran 2007/2008, Nurdiana. 2005. Kemampuan Menulis Narasi Berdasarkan Teks
Hasil Wawancara oleh Siswa Kelas VII SMP AL-Kautasr Bandarlampung Tahun
Pelajaran 2005/2006. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian yang
pe-nulis lakukan berkaitan dengan kemampuan mepe-nulis narasi, namun media yang
di-gunakan ialah teks drama sebagai penunjang kreatifitas siswa dalam
mengembang-kan karangan narasi. Sejalan dengan hal itu, dalam penelitian ini penulis lebih
me-nekankan kemampuan menulis narasi yaitu jenis narasi eksipotoris yang bersifat
khas.
Berdasarkan permasalahan di atas peneliti mencoba mengukur kemampuan menulis
siswa dengan judul penelitian ”Kemampuan Menulis Narasi Berdasarkan Teks
1.2 Rumusan Masalah
Bedasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan dalam penelitian ini
ada-lah bagaimanakah kemampuan menulis narasi berdasarkan teks drama oleh siswa
kelas VII SMP Negeri 3 Gedongtataan tahun pelajaran 2011—2012?
1.3Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan kemampuan menulis karangan narasi
ber-dasarkan teks drama siswa kelas VII SMP Negeri 3 Gedongtataan tahun pelajaran
2011—2012.
1.4 Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan berguna baik secara teoritis maupun praktis.
Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Kegunaan secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya teori yang berkaitan dengan
keter-ampilan menulis khususnya menulis narasi berdasarkan teks drama.
2. Kegunaan secara Praktis
1. informasi bagi guru SMP Negeri 3 Gedongtataan yang mengajarkan Bahasa
dan Sastra Indonesia tentang kemampuan siswa menulis narasi berdasarkan
teks drama;
2. bahan masukan guru SMP Negeri 3 Gedong Tataan yang mengajarkan
Ba-hasa dan Sastra Indonesia untuk meningkatkan kemampuan berbaBa-hasa
3. informasi bagi siswa kelas VII SMP Negeri 3 Gedongtataan sebagai
gam-baran kemampuan menulis narasi berdasarkan teks drama.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Berdasarkan judul penelitian, ruang lingkup penelitian ini meliputi:
1. subjek penelitian adalah siswa kelas VII SMP Negeri 3 Gedongtataan tahun
pel-ajaran 2011/2012;
2. objek penelitian adalah kemampuan siswa menulis narasi;
3. jenis narasi yang digunakan yaiutu narasi ekspositoris yang bersifat khusus atau
khas dengan menggunakan teks drama sebagai medianya;
4. lokasi penelitian adalah SMP Negeri 3 Gedongtataan;
5. waktu penelitian tanggal 9—12 Maret 2012;
6. aspek-aspek yang dinilai meliputi:
a) isi karangan;
b) diksi dan ejaaan;
c) penataan gagasan; dan
II. KAJIAN PUSTAKA
2.1 Menulis
Menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang
meng-gambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat
membaca labang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan
gambaran grafik itu (Tarigan, 2008 : 22). Sama halnya dengan Tarigan, Lado dalam
Suriamiharja, dkk. (1999 : 2) Mengemukakan menulis adalah menempatkan
sim-bol-simbol grafis yang menggambarkan suatu bahasa yang dimengerti oleh
seseo-rang, kemudian dapat dibaca oleh orang lain yang memahami bahasa tersebut
beser-ta simbol-simbol grafisnya. Sumiharja (1996 : 2), mengabeser-takan bahwa menulis
ada-lah kegiatan meada-lahirkan pikiran dan perasaan dengan tulisan. Dapat juga diartikan
bahwa menulis adalah berkomunikasi mengungkapkan pikiran, perasaan dan
kehen-dak kepada orang lain secara tertulis. Menulis merupakan bentuk komunikasi untuk
menyampaikan gagasan penulis kepada khalayak pembaca yang dibatasi oleh jarak
tempat dan waktu (Akhadiah, dkk., 1996 : 8).
Kesimpulan yang dapat diambil dari teori di atas, yaitu bahwa keterampilan menulis
oleh penulis bahasa itu sendiri maupun orang lain yang memunyai kesamaan
peng-ertian terhadap simbol-simbol bahasa tersebut.
2.1.1 Tujuan Menulis
Tujuan utama menulis atau mengarang adalah sebagai sarana komunikasi tidak
langsung. Tujuan menulis secara umum adalah memberikan arahan, menjelaskan
sesuatu, menceritakan kejadian, meringkaskan. Suriamiharja (1996 : 2)
mengemu-kakan bahwa tujuan dari menulis adalah agar tulisan yang dibuat dapat dibaca dan
dipahami oleh orang lain yang memunyai kesamaan pengertian terhadap bahasa
yang dipergunakan. Menulis karangan pada dasarnya bertujuan untuk
mengungkap-kan pikiran, gagasan dan maksud kepada orang lain secara jelas dan efektif. Tarigan
(2008 : 24-25) mengemukakan bahwa tujuan menulis dapat dikatakan bahwa:
a) memberitahu atau mengajarkan (informative discourse);
b) meyakinkan atau mendesak (persuasive discourse);
c) menghibur atau menyenangkan atau yang mengandung tujuan estetik disebut
literer (literary discourse).
Selain itu, Hugo Harting (dalam Tarigan, 2008: 25-26) mengklasifikasikan tujuan
penulisan, antara lain tujuan penugasan (assingnment purpose), tujuan altruistik
(altruistic purpose), tujuan persuasi (persuasive purpose), tujuan penerangan (
infor-mational purpose), tujuan pernyataan diri (self-expressive purpose), tujuan kreatif
(creative purpose), dan tujuan pemecahan masalah (problem-solving purpose).
Tu-juan-tujuan penulisan tersebut kadang-kadang berdiri sendiri secara terpisah, tetapi
atau lebih tujuan yang menyatu dalam suatu tulisan. Oleh karena itu, tugas seorang
penulis tidak hanya memilih topik pembicaraan yang sesuai atau serasi, tetapi juga
harus menentukan tujuan yang jelas. Penentuan tujuan menulis sangat erat
hubung-annya dengan bentuk atau jenis-jenis tulisan atau karangan.
2.1.2 Manfaat Menulis
Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang penting dan besar
man-faatnya dalam kehidupan seseorang. Ada pun manfaat-manfaat menulis antara lain:
1) menulis dapat digunakan untuk mengembangkan daya inisiatif dan kreatif.
Ber-kaitan dengan unsur mekanik seperti bahasa, ejaan, dan tanda baca harus
didu-kung juga dengan unsur kreativitas yang tidak bisa lepas dari kemampuan untuk
berinisiatif dan berkemampuan menciptakan hal-hal yang baru.
2) Menulis juga dapat menyumbang kecerdasan. Dengan menulis dapat melahirkan
pengetahuan, pengalaman, jenis tulisan, sehingga penyajiannya sesuai dengan
konvensi tulisan. Untuk itu diperlukan pengetahuan dan pengalaman yang luas,
kemampuan mengendalikan emosi, menata serta mengembangkan ide dengan
daya nalar dalam berbagai level berpikir.
3) Menulis juga dapat menumbuhkan keberanian. Pada saat menulis akan timbul
ra-sa keberanian yang meliputi pemikiran, perara-saan, sikap, dan gaya untuk dira-sam-
disam-paikan kepada pembaca. Kerena itu penulis harus berani menerima berbagai
kri-tikan dari pembaca.
Selain itu, Sabarti Akhadiah, dkk. (dalam Sumiharja, 1996 : 4) mengemukakan
1) Penulis dapat mengenali kemampuan dan potensi dirinya. Dengan menulis,
pen-ulis dapat mengetahui sampai di mana pengetahuannya tentang suatu topik,
un-tuk mengembangkan topik itu penulis harus berpikir menggali pengetahuan dan
pengalamannya.
2) Penulis dapat terlatih dalam mengembangkan berbagai gagasan. Dengan
menu-lis, penulis terpaksa bernalar, menghubung-hubungkan, serta
membanding-ban-dingkan fakta untuk mengembangkan berbagai gagasannya.
3) Penulis dapat lebih banyak menyerap, mencari, serta menguasai informasi
sehu-bungan dengan topik yang ditulis. Kegiatan menulis dapat memperluas wawasan
penulisan secara teoritis mengenai fakta-fakta yang berhubungan.
4) Penulis dapat terlatih dalam mengorganisasikan gagasan secara sistematis serta
mengungkapkannya secara tersurat. Dengan demikian, penulis dapat
menjelas-kan permasalahan yang semula masih samar.
5) Penulis akan dapat meninjau serta menilai gagasannya sendiri secara lebih
ob-jektif.
6) Dengan menulis sesuatu di atsa kertas, penulis akan lebih mudah memecahkan
permasalahan, yaitu dengan menganalisisnya secara tersurat dalam konteks yang
lebih konkret.
7) Dengan menulis, penulis terdorong untuk terus belajar secara aktif. Penulis
men-jadi penemu sekaligus pemecah masalahh, bukan sekedar menmen-jadi penyadap
in-formasi dari orang lain.
8) Dengan kegiatan menulis yang terencanakan membiasakan penulis berpikir serta
2.1.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kemampuan Menulis
Kemampuan menulis karangan siswa sangat dipengaruhi oleh kemampuan
kebaha-saannya. Seseorang siswa dapat menulis karangan dengan baik apabila mempunyai
kemampuan berbahasa yang baik. Untuk dapat menulis karangan dengan baik ada
beberapa faktor yang memengaruhi, yaitu (1) menguasai pengetahuan bahasa yang
meliputi penguasaan kosakata aktif, penguasaan kaidah gramatikal, dan penguasaan
gaya bahasa, (2) memiliki kemampuan penalaran yang baik, dan (3) memiliki
peng-etahuan yang baik dan mantap mengenai objek garapannya (Keraf, 2010:2).
Seseorang dapat dikatakan telah mampu menulis dengan baik jika dia dapat
meng-ungkapkan maksudnya dengan jelas sehingga orang lain dapat memahami apa yang
diungkapkannya. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Morsey
dalam kutipan Tarigan, bahwa:
Tulisan dikemukakan oleh orang-orang terpelajar untuk merekam, meyakinkan, serta mempengaruhi orang lain dan maksud serta tujuan tersebut hanya bisa tercapai dengan baik oleh orang-orang (atau para penulis) yang dapat menyusun pikirannya serta mengutarakannya dengan jelas dan mudah dipahami (H.G. Tarigan dalam Sumiharja, 1996 : 3)
Dari teori diatas dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi seorang penulis yang baik
sekurang-kurangnya harus memiliki kepekaan terhadap keadaan sekitarnya agar
tu-juan penulisannya dapat dipahami oleh pembaca. Tarigan (2008 : 22) mengatakan
bahwa penulis yang ulung adalah penulis yang memanfaatkan situasi yang tepat.
Dalam hal ini terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi cara penulisan
An-a. maksud dan tujuan penulis;
b. pembaca atau pemiarsa; dan
c. waktu atau kesempatan (Tarigan, 2010 : 22).
2.2 Karangan
Karangan merupakan hasil akhir dari pekerjaan merangkai kata, kalimat, dan alinea
untuk menjabarkan atau mengulas topik dan tema tertentu (Finoza, 2004 : 192).
Se-lanjutnya, menurut Tarigan (2008 : 22), menulis atau mengarang adalah proses
menggambarkan suatu bahasa sehingga pesan yang disampaikan penulis dapat
dipa-hami pembaca.
Tarigan (2008 : 20) mengemukakan bahwa “menulis karangan merupakan komulasi
beberapa paragraf yang tersusun dengan sistematis, koheren, uniti, ada bagian
uta-ma pengantar, isi, dan penutup—ada progresi, semua memperbincangkan sesuatu
serta tertulis dalam bahasa yang sempurna”. Ada juga yang menyatakan bahwa
menulis karangan adalah mengungkapkan sesuatu secara jujur, tanpa rasa
emosio-nal yang berlebihan, realistis, dan tidak menghamburkan kata-kata secara tidak
per-lu (Heuken, 2008 : 10).
Dari beberapa pendapat diatas, penulis mengacu pada pendapat Tarigan yang
meny-atakan bahwa menulis karangan merupakan komulasi beberapa paragraf yang
tersu-sun dengan sistematis, koheren, uniti, ada bagian utama pengantar, isi, dan
penu-tup—ada progresi, semua memperbincangkan sesuatu serta tertulis dalam bahasa
2.2.1 Unsur-Unsur Karangan
Baik atau tidaknya suatu karangan dapat dilihat dari unsur-unsur kebahasaan yang
membangaun karangan itu. Unsur-unsur tersebut meliputi (1) isi, (2) aspek
kebaha-saan, dan (3) teknik penulisan (Akhadiah, dkk. : 1996).
1. Isi karangan
Isi karangan merupakan gagasan yang mendasari keseluruhan karangan.
Gagasan yang baik didukung oleh.
a. Pengoperasian gagasan, yaitu kepaduan hubungan antarparagraf;
b. Kesesuaian isi dengan tujuan penulisan;
c. Kemampuan mengembangkan topik. Pengembangan topik yang baik adalah
pengambangan secara tutas, rinci, dan tungggal.
2. Aspek kebahasaan
Unsur-unsur kebahasaan yang dapat dijadikan petunjuk bahasa yang baik dalam
karangan sebagai berikut.
a. Kalimat di dalam karangan harus efektif agar informasi yang disampaikan
dapat lebih jelas dan tidak menimbulkan penafsiran ganda bagi pembaca.
Ka-limat efektif memiliki ciri-ciri, yaitu (1) kesepadanan dan kesatuan, (2)
kese-jajaran bentuk, (3) penekanan, (4) kehematan dalam mempergunakan
kata-ka-ta, dan (5) kevariasian dalam struktur kalimat.
b. Ejaan dalam penulisan yang dipakaiberpedoman pada Ejaan Yang
Disempur-nakan. Ejaan adalah keseluruhan peraturan dalam melambangkan
bunyi-bunyi ujaran, menempatkan tanda-tanda baca, memotong suatu kata, dan
ini dibatasi hanya pada pemakaian huruf kapital, tanda titik, tanda koma,
tanda petik, tanda seru, dan tanda tanya.
c. Pemakaian kata yang tepat terutama kebakuan kata yang digunakan.
Kata-kata yang digunakan dipilih sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaiu
me-rupakan kata-kata baku yang sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia.
3. Penggunaan teknik penulisan yang baik
Hal ini dapat dilihat dari kerapian karangan, keterkaitan judul dengan isi
kara-ngan, kesan umum yang menarik bagi pembaca, serta karangan yang kohesif
(Akhadiah, dkk.:1996:118).
2.2.2 Bagian-Bagian Karangan
Bagian-bagian karangan meliputi pendahuluan, isi, dan penutup. Adapun
fungsi-fungsinya sebagai berikut.
1. Pendahuluan
Pendahuluan berfungsi untuk:
a. menarik minat pembaca;
b. mengarahkan perhatian pembaca;
c. menjelaskan secara singkat ide pokok atau tema karangan;
d. menjelaskan bila dan bagaimana suatu hal diperbincangkan.
2. Isi
Isi berfungsi untuk menjembatani antara bagian pendahuluan dan bagian
penu-tup. Bagian ini merupakan pembahasan dari suatu ide.
3. Penutup
a. simpulan;
b. penekanan bagian-bagian tertentu;
c. klimaks
d. melengkapi;
e. merangsang pembaca mengerjakan sesuatu tentang apa yang sudah dikerja-
kan atau diceritakan (Tarigan, 2009 : 7).
2.2.3 Kriteria Karangan yang Baik
Karangan yang baik memiliki kriteria sebagai berikut.
1. Tema karangan
Tema dalam sebuah karangan merupakan salah satu faktor yang menetukan
ka-rangan menjadi baik. Berhasil atau tidaknya kegiatan menulis kaka-rangan
diten-tukan menarik tidaknya tema yang dipilih (Heuken, 2008 : 11). Tema yang baik
adalah tema yang memiliki kejelasan, kesatuan, keutuhan, dan keaslian. Tema
akan menjadi jelas apabila memiliki hubungan yang jelas. Karangan yang
memi-liki satu gagsan sentral berarti adanya kesatuan tema. Keutuhan pengembangan
tema, maksudnya tema diperinci secara ; logis, teratur, dan utuh. keaslian tema
dimiliki apabila pengarang mengemukakan pikiran dan perasaan dengan jujur.
Sebuah tema akan dinilai setinggi-tingginya bila telah dikembangkan secara
ju-jur dan segar, digarap secara terperinci dan jelas, sehingga dapat menambah
in-formasi yang berharga bagi perbendaharaan pengetahuan pembaca (Keraf, 2003
2. Keselarasan isi dengan judul
Judul sebuah karangan harus dapat mewakili secara singkat isi yang terdapat di
dalam sebuah karangan.
Judul dikatakan baik bila memenuhi kriteria sebagai berikut.
a. Singkat;
b. Provokatif;
c. Relevan dengan isi karangan (Keraf, 2003 : 320).
3. ketepatan ide dalam paragraf
Sebuah paragraf harus memiliki ide pokok yang akan dikembangkan menjadi
par-agraf. Paragraf yang baik harus memiliki syarat-syarat tertentu, seperti yang
dike-mukakan Akhadiah (1994 : 67) berikut ini.
a) Kesatuan
kesatuan dalam paragraf adalah semua kalimat yang membina paragraf itu secara
bersama-sama menyatakan suatu hal, suatu tema tertntu. Paragraf dianggap
me-munyai kesatuan, jika kalimat-kalimat dalam paragraf itu tidak terlepas dari
topik-nya atau selalu relevan dengan topik.
b) Koherensi (kepaduan)
satu paragraf bukanlah merupakan kumpulan atau tumpukan kalimat yang
masing-masing berdiri sendiri atau terlepas, tetapi dibangun oleh kalimat-kalimat yang
munyai hubungan timbal balik. Pembaca dapat dengan mudah memahami dan
me-ngikuti jalan pikiran penulis tanpa hambatan karena ada loncatan pikiran yang
membingungkan. Urutan pikiran yang teratur, akan memperlihatkan pada hubungan
kalimat yang trepisah-pisah melainkan, kalimat-kalimat tersebut membentuk suatu
paragraf.
Paragraf ialah suatu unsur yang kecil dalam sebuah unit yang lebih besar, baik
ber-upa bab maupun berber-upa sebuah karangan yang lengkap. Karena paragraf merber-upa-
merupa-kan suatu unit yang lebih kecil, maka harus dijaga agar hubungan antara paragraf
yang satu dengan yang lainnya, yang bersama-sama membentuk unit yang lebih
be-sar itu, terjalin dengan baik. Atau dengan kata lain harus terdapat perkembangan
dan perpaduan yang baik antara paragraf yang satu denga paragraf yang lain.
Apa-bila perpaduan antarparagraf itu lebih baik dan jelas, maka pembaca dapat
meng-ikuti uraian itu dengan jelas dan mudah.oleh karena itu, untuk menghasilkan
kara-ngan yang baik, kepaduan antarkalimat dan antarparagraf tidak dapat dipisahkan
dan diabaikan. Agar hubungan antarkalimat dan paragraf itu padu, maka penulis
da-pat menggunakan unsur kebahasaan yang digambarkan dengan (1) repetisi atau
pengulangan kata kunci, (2) kata ganti, (3) kata transisi atau ungkapan penghubung,
dan (4) paralelisme.
c) pengembangan paragraf
pengembangan paragraf adalah penyusunan atau perincian dari gagasan-gagasan
yang membina paragraf itu.
4. ketepatan susunan kalimat
Susunan sebuah kalimat sangat penting. Ini dimaksudkan untuk memudahkan
pem-baca menuangkan ide-ide pokok dalam paragraf. Begitu pula hubungan kalimat satu
dengan kalimat lain yang diungkapkan secara terpat akan ikut menentukan
5. ketepatan memilih kata/diksi
Dalam memilih kata terdapat dua persyaratan pokok yang harus diperhatikan yaitu
ketepatan dan kesesuaian. Persyaratan ketetapan menyangkut makna, aspek logika
kata-kata, kata yang dipilih harus secara tepat mengungkapkan pengertian yang
akan disampaikan. Persyaratan kesesuaian menyangkut kecocokan antara kata yang
digunakan dengan situasi/kesempatan dan keadaan pembaca. Jadi mengangkut
ke-cocokan antara kata yang digunakan dengan situasi/kesempatan dan keadaan
pem-baca (Akhadiah, 1999 : 83).
6. ketepatan penggunaan ejaan
Untuk membuat karangan kita harus berpedoman kepada Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia. Ini berarti ejaan memegang peranan penting dalam karangan. Hal
yang tercakup dalam penggunaan ejaan adalah pemakaian huruf, penulisan kata,
pe-nulisan unsur serapan, dan pemakaian tanda baca (Finoza, 2009 : 20).
2.2.4 Jenis- Jenis Karangan
Ditinjau dari cara pengembangannya, karangan dapat dibedakan menjadi empat,
ya-itu (1) narasi, (2) eksposisi, (3) argumentasi, (4) deskripsi (Parera, 1984 : 3).
Penda-pat lain menyatakan bahwa karangan daPenda-pat dibedakan menjadi enam jenis, yaitu (1)
deskripsi (pelukisan), (2) eksopissi (pemaparan), (3) argumentasi (pembahasan), (4)
persuasi (pembujukan), (5) narasi (pengisahan), dan (6) campuran/kombinasi
Dari tiga pendapat diatas, penulis mengacu pada pendapat Finoza yang menyatakan
bahwa terdapat enam jenis karangan, yaitu (1) deskripsi (pelukisan), (2) eksopissi
(pemaparan), (3) argumentasi (pembahasan), (4) persuasi (pembujukan), (5) narasi
(pengisahan), dan (6) campuran/kombinasi.
2.3 Pengertian Narasi
Karangan narasi (berasal dari naration berarti bercerita) adalah suatu bentuk tulisan
yang berusaha menciptakan, mengisahkan, dan merangkaikan tindak tanduk
perbu-atan manusia dalam sebuah peristiwa secara kronologis atau berlangsung dalam
suatu kesatuan waktu (Finoza, 2009 : 244). Parera (1991 : 5) mengemukakan bahwa
narasi merupakan satu bentuk pengembangan karangan dan tulisan yang bersifat
menyejarahkan sesutu berdasarkan perkembangan dari waktu ke waktu. Selajutnya,
Keraf (2010 : 136) mengatakan karangan narasi merupakan suatu bentuk karangan
yang sasaran utamanya adalah tindak tanduk yang dijalin dan dirangkai menjadi
se-buah peristiwa yang terjadi dalam suatu kesatuan waktu. Atau dapat juga
dirumus-kan dengan cara lain; narasi adalah suatu bentuk karangan yang berusaha
mengam-barkan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan, secara sederhana narasi
merupakan cerita. Pada narasi terdapat peristiwa atau kejadian dalam suatu urutan
waktu. Di dalam kejadian itu ada pula tokoh yang menghadapi suatu konflik. Dalam
menulis, penulis dituntut mampu membedakan antara narasi dan deskripsi. Narasi
memunyai kesamaan dengan deskripsi, yang membedakannya adalah narasi
kro-nologis. Sedangkan deskripsi, unsur imajinasinya terbatas pada penekanan
organi-sasi penyampaian pada susunan ruang sebagai mana yang diamati, dirasakan, dan
didengar. Oleh karena itu, penulis perlu memperhatikan unsur latar, baik unsur
wak-tu maupun unsur tempat. Dengan kata lain, pengertian narasi iwak-tu mencakup dua
un-sur, yaitu perbuatan dan tindakan yang terjadi dalam suatu rangkaian waktu.
2.3.1 Ciri-Ciri Karangan Narasi
Setiap karangan mempunyai ciri tertentu. Adapun ciri-ciri karangan narasi, yaitu:
1) berupa cerita tentang pengalaman manusia;
2) kejadian atau peristiwa yang disampaikan dapat berupa peristiwa atau kejadian
yang benar-benar terjadi, dapat pula berupa semata-semata imajinasi, atau
gabungan keduanya;
3) bedasarkan konflik. karena, tanpa konflik biasanya narasi tidak menarik;
4) memiliki nilai estetika karena isi dan cara penyampainya bersifat sastra,
khusus-nya narasi berbentuk fiksi;
5) menekankan susunan kronologis (catatan: deskripsi menekankan susunan ruang);
dan
6) biasanya memiliki dialog.
Selain dari itu, Keraf (2010 : 133 ) juga mengatakan bahwa narasi dibagi atas dua
jenis, yaitu narasi informatif yang sering disebut pula narasi ekspositoris, yang pada
dasarnya berkencenderungan sebagai bentuk ekposisi yang berkecenderungan
memaparkan informasi dengan bahasa yang lugas dan konfliknya tidak terlalu
Menurut Keraf (2010 : 133-139), narasi ekpositoris dan narasi sugestis memiliki
ciri-ciri yang berbeda.
1) Narasi ekspositoris memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a. memperluas pengetahuan;
b. menyampaikan informasi mengenai suatu kejadian;
c. didasarkan pada penalaran untuk mencapai kesepakatan nasional; dan
d. bahasanya lebih cenderung ke bahasa informatif dengan menitik beratkan pa-
da penggunaan kata-kata denotatif.
2) Narasi sugestis memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a. menyampaikan suatu makna atau amanat yang tersirat;
b. menimbulkan daya khayal;
c. penalaran hanya berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan makna, se-
hingga kalau perlu penalaran dapat dilanggar; dan
d. bahasanya lebih cenderung ke bahasa figuratif dengan menitik beratkan pa-
da penggunaan kata-kata konotatif.
Berdasarkan kutipan di atas, tujuan narasi ekspositoris adalah untuk memberikan
informasi kepada para pembaca agar pengetahuannya bertambah luas. Sedangakan
narasi sugestis menyampaikan suatu makna kepada pembaca melalui daya khayal
yang dimilikinya, sehingga dapat menimbulkan daya tarik bagi pembaca dari daya
khayal yang dikembangkan oleh pengarangnya. Jadi, jelas bahwa antara narasi
eks-positoris dan narasi sugestis terdapat perbedaan tujuan pengarang dalam
2.3.2 Jenis Narasi
Dilihat dari peristiwa yang ditampilkan narasi dapat dibedakan menjadi dua jenis.
Jenis-jenis tersebut adalah sebagai berikut.
a. Narasi Ekspositoris
narasi ekspositoris adalah narasi yang memberi informasi kepada pembaca agar
pengetahuannya bertambah luas. Narasi ini bertujuan untuk menggugah pikiran
pa-ra pembaca untuk mengetahui apa yang dikisahkan. Sasapa-ran utamanya adalah pa-rasio,
yaitu berupa perluasan pengetahuan sesudah membaca kisah tersebut (Keraf, 2010 :
136). Sebuah contoh narasi ekspositoris yang murni adalah mengenai pembuatan
kapal.
Menurut sifatnya narasi ekspositoris terbagi menjadi dua macam yaitu (1) narasi
ekspositoris yang bersifat generalisasi dan (2) narasi eskpositoris yang bersifat khas
atau khusus. Penjelasan tentang dua jenis narasi ekspositoris adalah sebagai berikut
ini.
1) Narasi ekspositoris yang bersifat generalisasi.
Narasi ini menyampaikan sesuatu yang umum, yang dapat dilakukan siapa saja,
dan dapat pula dilakukan secara berulang-ulang, seperti biografi.
Chairil Anwar dilahirkan di Medan, 26 Julai 1922. Dia dibesarkan dalam
kelu-arga yang cukup berantakan. Kedua ibu bapanya bercerai, dan ayahnya
berka-win lagi. Selepas perceraian itu, saat habis SMA, Chairil mengikut ibunya ke
Ja-karta. Semasa kecil di Medan, Chairil sangat rapat dengan neneknya.
amat jarang berduka, salah satu kepedihan terhebat adalah saat neneknya
me-ninggal dunia. Chairil melukiskan kedukaan itu dalam sajak yang luar biasa
pe-dih: Bukan kematian benar yang menusuk kalbu/ Keridlaanmu menerima segala
tiba/ Tak kutahu setinggi itu atas debu/ Dan duka maha tuan bertahta
2) Narasi ekspositoris yang bersifat khas atau khusus.
Narasi ini berusaha menceritakan suatu peristiwa yang khas, yang hanya terjadi
satu kali. Misalnya, pengalaman seseorang yang pertama kali mengarungi
samu-dra (Keraf, 2010 : 137).
Siang itu, Sabtu pekan lalu, Ramin bermain bagus. Mula-mula ia menyodorkan
sebuah kontramelodi yang hebat, lalu bergantian dengan klarinet, meniupkan
garis melodi utamanya. Ramin dan tujuh kawannya berbaris seperti serdadu
masuk ke tangsi, mengiringi Ahmad, mempelai pria yang akan menyunting
Mul-yati, gadis yang rumahnya di Perumahan Kampung Meruyung. Mereka
memba-wakan lagu “Mars Jalan” yang dirasa tepat untuk mengantar Ahmad, sang
pengantin….
b. Narasi Sugestif
Narasi sugestif adalah narasi yang menyampaikan sebuah makna kepada para
pem-baca melalui daya khayal yang dimilikinya. Seperti halnya dengan narasi
eksposi-toris narasi sugestif juga pertama-tama bertalian dengan tindakan atau perbuatan
yang dirangkaikan dalam suatu kejadian atau peristiwa. Seluruh rangkaian kejadian
bu-kan memperluas pengetahuan seseorang, tetapi berusaha memberibu-kan makna atas
peristiwa atau kejadian itu sebagai suatu pengalaman. Karena sasarannya adalah
makna peristiwa atau kejadian itu, maka narasi sugestif selalu melibatkan daya
khayal (imajinasi) (Keraf, 2010 : 138). Contoh dari sebuah narasi sugestif adalah
dongeng. Dalam dongeng masalah penalaran yang sesuai dengan prinsip-prinsip
lo-gika tidak perlu berlaku.
Patih Pranggulang menghunus pedangnya. Dengan cepat ia mengayunkan pedang
itu ke tubuh Tunjungsekar. Tapi aneh, sebelum mengenai tubuh Tunjungsekar. Tapi
aneh, sebelum mengenai tubuh Tunjungsekar, pedang itu jatuh ke tanah. Patih
Pranggulang memungut pedang itu dan membacokkan lagi ke tubuh Tunjungsekar.
Tiga kali Patih Pranggulang melakukan hal itu. Akan tetapi, semuanya gagal.
2.3.3 Pola Pengembangan Narasi
Alwasilah dan Alwasilah (dalam Kuncoro, 2009 : 78) mengatakan bahwa tulisan
narasi biasanya mempuyai pola. Pola sederhana berupa awal peristiwa, tengah
per-istiwa, dan akhir peristiwa. Awal narasi biasanya berisi pengantar, yaitu
memper-kenalkan suasana dan tokoh. Bagian awal harus dibuat menarik agar dapat mengikat
pembaca. Dengan kata lain, bagian ini mempunyai fungsi khusus untuk
meman-cing pembaca dan mengiring pembaca pada kondisi ingin tahu kejadian selanjutnya.
Bagian tengah merupakan bagian yang menjelaskan secara panjang lebar tentang
peristiwa. Di bagian ini, penulis memunculkan suatu konflik. Kemudian, konflik
kli-maks, secara berangsur-angsur cerita akan mereda. Bagian terakhir ini konfliknya
mulai menuju ke arah tertentu.
Akhir cerita yang mereda ini memiliki cara pengungkapan bermacam-macam. Ada
bagian diceritakan dengan panjang,ada yang singkat, ada pula yang berusaha
meng-gantungkan akhir cerita dengan mempersilakan pembaca untuk menebaknya
sen-diri.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengembangan tulisan
de-ngan teknik narasi dilakukan dede-ngan mengemukakan rangkaian peristiwa yang
terjadi secara kronologis. Dalam karangan ini, bagian-bagian karangan disajikan
se-suai dengan kejadian dalam waktu tertentu. Bagian pertama menyajikan kejadian
satu, kemudian disusul dengan kejadian kedua, menyajikan bagian kedua dan
sete-rusnya.
Teknik pengembangan narasi diidetikkan dengan penceritaan (storytelling), karena
teknik ini biasanya selalu digunakan untuk menyampaikan sesuatu cerita.
Karang-an-karangan berbentuk cerita pada umumnya merupakan karangan fiksi. Namun,
teknik narasi ini tidak hanya digunakan untuk mengembangkan tulisan-tulisan
be-rupa fiksi saja.
2.3.4 Struktur Narasi
Struktur sebuah narasi dapat dilihat dari komponen-komponen yang
membentuk-nya. Komponen-komponen itu adalah (a) alur, (b) latar, (c) tindak-tanduk atau
a. Alur
Alur adalah interrelasi fungsional antara unsur-unsur narasi yang timbul dari
tindak-tanduk, karakter, suasana hati (pikiran) dan sudut pandang, serta ditandai oleh
kli-maks-klimaks dalam rangkaian tindak-tanduk itu, yang sekaligus menandai urutan
bagian-bagian dalam keseluruhan narasi. Alur merupakan kerangka dasar yang
sa-ngat penting dalam kisah, karena alur berfungsi untuk menggerakkan kejadian
ce-rita tersebut (Keraf, 2010 : 147). Dari hal itu dapat disimpulkan bahwa alurlah yang
menandai kapan sebuah narasi itu dimulai dan kapan berakhir.
b. Tindak-Tanduk atau Perbuatan
Tindak-tanduk atau perbuatan adalah segala tingkah laku yang dilakukan oleh
to-koh-tokoh dalam sebuah narasi. Cerita utama yang membedakan narasi—deskripsi
dari sebuah narasi adalah tindak-tanduk. Tanpa rangkaian tindak-tanduk, maka
se-buah narasi akan berubah menjadi deskripsi, karena semuanya dilihat dari keadaan
statis. Rangkaian tindak-tanduk atau perbuatan menjadi landasan utama untuk
men-ciptakan sifat dinamis pada sebuah narasi sehingga membuat kisah itu hidup (Keraf,
2010 : 156).
Perbuatan merupakan salah satu struktur yang membentuk narasidan dapat ditinjau
dari komponen-komponen perbuatan itu sendiri serta dari kaitannya dengan
faktor-faktor lain. Struktur perbuatan dapat dianalisis atas komponen yang lebih kecil yang
bersama-sama menciptakan perbuatan itu. Perbuatan itu sendiri memiliki struktur
tindakan yang harus diungkap secara terperinci sehingga pembaca merasakan
dijalin satu sama lain dalam suatu hubugan yang logis walaupun hal yang logis itu
bersifat relatif. Hubungan yang logis antara tindak-tanduk dalam sebuah narasi akan
lahir secagai kausalitas, sebagai hubungan sebab akibat. Setiap perbuatan akan
me-nimbulkan perbuatan lain sehingga terjadi rangkaian perbuatan dalam suatu arus
ge-rak yang bersinambung sepanjang waktu.
Berikut adalah contoh rangkaian tindak-tanduk dalam sebuah narasi. Bila dalam
na-rasi diceritakan mengenai sebuah tindakan memukul yang dilakukan oleh Ferri
ter-hadap Iqbal, maka perbuatan memukul itu sendiri dapat dikisahkan dalam sejumlah
komponen, tidak harus disebut ‘memukul’. Narator akan menceritakan “Dengan
muka penuh amarah, Ferri menggenggam tangannya. Otot-otot kelihatan
mene-gang. Dengan cepat diayunkan tangannya ke muka Iqbal. Iqbal terhuyung tiada
berdaya, kehilangan keseimbangan, dan jatuh terkapar tiada daya....”. dari contoh
ini struktur perbuatan dapat dilihat dari analisis komponen-komponen yang lebih
kecil yang bersama-sama menciptakan perbuatan itu. Artinya sebuah perbuatan
da-pat ditinjau dari komponen-komponen perbuatan itu sendiri, tetapi dada-pat juga dilihat
dari kaitannya dengan faktor lain. Semua unsur yang diungkapkan dalam contoh di
atas menciptakan pengertian ‘memukul’. Unsur-unsur itu adalah
komponen-kom-ponen yang membentuk struktur suatu perbuatan.
c. Latar (Setting)
Latar adalah lingkungan tempat peristiwa terjadi. Termasuk dalam latar ini adalah
tempat atau ruang yang dapat diamati, waktu, hari, tahun, musim, atau periode
bahwa tindak-tanduk dalam sebuah narsi biasanya berlangsung dengan mengambil
sebuah tempat tertentu yang dipergunakan sebagai pentas. Tempat atau pentas itu
disebut latar atau setting. Latar dapat digambarkan secara hidup dan terperinci,
da-pat pula digambarkan secara sketsa, sesuai dengan fungsi dan perannya pada
tin-dak-tanduk yang berlangsung. Ia dapat menjadi unsur yang penting dalam kaitannya
dengan tindak-tanduk yang terjadi, atau hanya berperan sebagai unsur tambahan
saja. Pada bagian tertentu mungkin saja peranan latar kurang sekali bila
dibanding-kan dengan latar pada bagaian lain. Demikian juga latar yang menjadi tempat atau
pentas itu bisa berbentuk suatu suasana pada suatu kurun waktu tertentu. Latar atau
setting meliputi, tempat, waktu, dan suasana yang melatar belakangi terjadinya
per-istiwa dalam suatu cerita. Latar memunyai fungsi memperjelas atau menghidupkan
peristiwa dalam cerita. Cerita yang baik harus memiliki setting yang menyatu
de-ngan tema, watak pelaku, dan alur. dari pendapat-pendapat tersebut dapat
disimpul-kan bahwa latar merupadisimpul-kan hal yang penting dalam sebuah narasi.
d. Sudut Pandang
sudut pandang adalah posisi atau penempatan diri pengarang dalam ceritanya, atau
dari mana ia melihat peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam cerita (Semi, 1998 :
89). Sehubungan dengan sudut pandang, Keraf (2010 : 190-192) mengemukakan
pendapatnya bahwa sudut pandang dalam sebuah narasi mempersoalkan bagaimana
pertalian antara seeorang yang mengisahkan narasi itu dengan tindak-tanduk yang
berlangsung dalam kisah itu. Orang yang membawa pengisahan itu dapat bertindak
sebagai pengamat (observer) saja, atau sebagai peserta (participant) terhadap
terak-hir ini adalah sebagai suatu pedoman atau panduan bagi pembaca mengenai
perbu-atan atau tindak-tanduk karakter dalam suatu pengisahan. Secara singkat dapat
di-katakan bahwa sudut pandang dalam narasi mempersoalkan: siapakah narator
da-lam narasi itu, dan apa atau bagaimana relasinya dengan seluruh proses
tindak-tan-duk karakter-karakter dalam narasi.
Jadi, sudut pandang dalam narasi berfungsi menyatakan bagaimana fungsi seorang
pengisah (narator) dalam sebuah narasi, apakah ia mengambil bagian langsung
da-lam seluruh rangkaian kejadian (yaitu sebagai participant), atau sebagai pengamat
(observer) dari seluruh aksi atau tindak-tanduk dalam narasi. Sudut pandang dalam
hubungan dengan narasi ini, yaitu cara seseorang pengarang melihat seluruh
tindak-tanduk dalam suatu narasi. Sudut pandang dapat dibagi lagi atas dua pola utama
yaitu (1) sudut pandang orang dan (2) sudut pandang orang ketiga (Keraf, 2010 :
193).
e. Karakter dan Karakterisasi
Sehubungan dengan karakter dan karakterisasi (Keraf, 2010 : 164) mengemukakan
bahwa karakter-karakter adalah tokoh-tokoh dalam sebuah narasi dan karakterisasi
adalah cara seorang penulis kisah menggambarkan tokoh-tokohnya. Perwatakan
da-lam pengisahan dapat diperoleh dengan usaha memberi gambaran tindak-tanduk
dan ucapan-ucapan para tokohnya (pendukung karakter), sejalan tidaknya kata dan
perbuatan. Motivasi para tokoh itu dapat dipercaya atau tidak diukur melalui
tindak-tanduk, ucapan, kebiasaan, dan sebagainya. Dalam bertindak mereka harus
wajar atau semua, berbicara atau bertindak sesuai dengan karakter dominan atau
menyimpang dari karakter yang dominan tadi. Seorang tokoh yang telah diciptakan
oleh penulisnya untuk memiliki kepribadian sesuai dengan kerangka yang telah
di-gariskan harus bertindak sesuai dengan kerangka tadi, penggambaran tokoh dalam
cerita dilakukan melalui watak para tokohnya, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Secara langsung adalah dengan pelukisan tingkah laku dan perbuatan
to-koh, dengan pelukisan lahir, atau cara berpakaian dan gaya bicara tokoh cerita.
Se-dangkan secara tidak langsung, pelukisan tokoh itu melalui percakapan para
pelaku-nya atau tanggapan pelaku lain terhadap suatu keadaan atau peristiwa, atau reaksi
tokoh lain terhadap tokoh utama.
Gambaran mengenai karakter dan karakterisasi di atas dapat juga disimpulkan
bah-wa karakter dan karakterisasi juga dicapai melalui tokoh atau karakter lain yang
berinteraksi dalam pengisahan. Penulis harus menetapkan apakah perlu
mengguna-kan deskripsi untuk menyajimengguna-kan karakter itu, atau menyerahmengguna-kannya kepada
karak-ter-karakter lain dalam narasi untuk membicarakan karakter tokoh lainnya.
2.4 Pengertian Drama
Berdasarkan aspek etimologi, istilah drama berasal dari akar tunjang “drama” dari
bahasa Greek (Yunani Kuno) drau yang berarti melakukan (action) atau berbuat
se-suatu Ahmadi dalam (Endraswara, 11 : 2011). Selanjutnya, Wiyanto (dalam
Endra-swara, 11 : 2011) sedikit berbeda, katanya drama berasal dari bahasa Yunani, dram,
artinya bergerak. Kiranya gerak adalah mirip. Jadi, tindakan dan gerak merupakan
Kata kunci drama adalah gerak. Setiap drama akan mengandalkan gerak sebagai ciri
khusus drama. Kata kunci ini yang membedakan dengan puisi dan prosa fiksi.
Da-lam bahasa Prancis draa disebut drame Soemanto (dalam Endraswara 12 : 2011)
yang artinya lakon serius. Serius yang dimaksud, tidak berarti drama melarang
ada-nya humor. Serius dalam hal ini cenderung merujuk pada aspek penggarapan.
Dra-ma perlu garapan yang Dra-matang. DraDra-ma adalah seni cerita dalam percakapan dan
ak-ting tokoh. Dikatakan serius, artinya drama butuh penggarapan tokoh yang
menda-lam dan penuh pertimbangan, yang digarap adalah akting, agar memukau penonton.
Aristoteles (dalam Endraswara 2011 : 12) menyatakan bahwa drama adalah “a
representation of an action”. Action, adalah tindakan yang kelak menjadi akting.
Drama pasti ada akting. Dalam drama itu terjadi “a play”, artinya permainan atau
lakon. Jadi ciri drama harus ada akting dan lakon.
2.5 Ragam Drama
Ragam drama diglongkan menjadi dua bagian yaitu drama ditinjau dari bentuk
pen-ampilan dan drama ditinjau dari aspek konteks dan tempat pentas.
A. Drama Ditinjau dari Bentuk Penampilan
Drama ditinjau dari bentuk penampilan terbagi menjadi 7, yaitu:
1. Drama komedi (hiburan atau lawak);
Drama komedi adalah drama ringan yang sifatnya menghibur dan di dalamnya
ter-dapat dialog kocak yang bersifat menyindir dan biasanya berakhir dengan
kebaha-giaan. Drama ini bersifat humor dan pengarangnya berharap akan menimbulkan
ko-Drama komedi terbagi menjadi 5 yaitu;
a. komedi situasi;
b. komedi karakter/watak;
c. komedi pengembangan gagasan;
d. komedi sosial;
e. komedi gaya;
f. komedi romantik.
2. Pantomim (drama gerak);
Pantomim adalah drama gerak, yang diutamakan adalah kelucuan. Biarpun ada
aja-ran di dalamnya, namun disampaikan dengan gerak-gerak humor. Pantomim
meru-pakan drama komedi yang mengutamakan permainan ragawi.
3. Drama tragedi dan melodrama;
Drama tragedi atau drama duka adalah drama yang pada akhir cerita tokohnya
mengalami kedukaan. Jika kemudian ada sebutan lain, maka karena tokoh-tokohnya
pada pertengahan cerita menunjukkan sifat khas yang menyebabkan penamaan lain
seperti peperangan, percintaan, dan sebagainya. Sedangkan melodrama adalah
la-kon yang sangat sentimental, dengan tokoh dan cerita yang mendebarkan hati dan
mengharukan. Penggarapan alur dan penokohan yang kurang dipertimbangkan
se-cara cermat, maka cerita seperti dilebih-lebihkan sehingga kurang meyakinkan
pen-onton.
4. Drama eksperimental;
Penamaan drama eksperimental disebabkan oleh kenyataan bahwa drama tersebut
merupakan hasil eksperimen pengarangnya dan belum memasyarakat. Biasanya
kaidah-kaidah umum struktur lakon, baik dalam hal struktur tematik maupun dalam
hal struktur kebahasaan.
5. Sosio drama;
Sosio drama adalah bentuk pendramatisan peristiwa-peristiwa kehidupan sehari-hari
yang terjadi dalam masyarakat. Bentuk sosio drama merupakan bentuk drama yang
paling elementer. Simulasi dan role playing dapat diklasifikasikan sebagai sosio
drama. Latihan-latihan dasar penulisan lakon dan pemeranan tokh biasanya dapat
efektif dilakukan melalui sosio drama.
6. Drama absurd;
Nama absurd sebenarnya berhubungan dengan sifat lakon dan sifat tokoh-tokohnya.
Drama absurd sesungguhnya merupakan permainan simbol. Drama jenis ini
meru-pakan drama simbolik yang membutuhkan perenungan mendalam. Drama absurd
yang simbolik itu memiliki nuansa sugestif. Semakin dalam pemaknaan simbol,
se-makin kuat pula daya sugestinya.
7. Drama improvisasi.
Kata “improvisasi” sebenarnya berarti spontanitas. Drama-drama tradisional dan
drama klasik kebanyakan bersifat improvisasi. Dalam teater mutakhir kata
“impro-visasi” digunakan untuk member nama jenis drama mutakhir yang mementingkan
gerakan-gerakan (akting) yang bersifat tiba-tiba dan penuh kejutan.
B. Drama Ditinjau dari Aspek Konteks dan Tempat Pentas
Drama ditinjaun berdasarkan aspek konteks dan tempat pentas terbagi menjadi 8,
1. Drama Pendidikan
Istilah drama pendidikan sebenarnya tidak tepat. Sebab, hampir seluruh drama itu
berisi pendidikan. Istilah drama pendidikan disebut juga drama ajaran atau drama
didaktis. Pada abad pertengahan, lakon menunjukkan pelaku-pelaku yang
dipergu-nakan untuk melambangkan kebaikan atau keburukan, kematian, kegembiraan,
per-sahabatan, permusuhan, dan sebagainya. Pelaku-pelaku drama dijadikan cermin
ba-gi penontoh dengan maksud untuk mendidik.Lakon yang mengungkapkan
kehidup-an di akhirat menunjukkkehidup-an kepada mkehidup-anusia bahwa akhirnya semua orkehidup-ang akkehidup-an
sam-pai ke sana. Adegan di akhirat biasanya menunjukkan keindahan akhirat dan juga
penderitaan para pendosa.
2. Closed Drama (untuk dibaca)
Darama jenis ini hanya indah untuk bahan bacaan. Para sastrawan yang tidak
ber-pengalaman mementaskan drama biasanya menulis closed drama yang tidak
mem-unyai kemungkinan pentas atau kemungkinan pentas kecil. Para penulis drama yang
sekaligus sutradara atau aktor biasanya menulis drama yang tidak hanya
memper-hatikan srtuktur atau keindahan bahasa, akan tetapi yang terpenting adalah
kemung-kinannya untuk dipentaskan.
3. Drama Teatrikal (untuk dipentaskan)
Menurut kodratnya seharusnya semua naskah drama dapat dipentaskan. Akan tetapi
dalam closed drama, kemungkinan untuk dipentaskan itu kecil karena struktur lakon
dan cakapannya yang tidak mendukung pementasan. Dalam drama teatrikal
mung-kin nilai literernya tidak tinggi, tetapi kemungmung-kinan untuk dpat dipentaskan sangat
yang ditulis oleh para sutradara atau pekerja teater tidak hanya memerhatikan dialog
untuk dipentaskan. Dalam menulis drama teatrikal, penulis membayagkan
pang-gung dan proses pementasan.
4. Drama Lingkungan
Drama lingkungan disebut juga teater ligkungan, yaitu jenis drama modern yang
melibatkan penonton. Dialog drama dapat ditambah oleh pemain sehingga penonton
dilibatkan dengan lakon. Tujuan utama teater lingkungan adalah membuat
tonton-annya akrab dengan penonton.
7. Drama Radio
Drama radio mementingkan dialog yang diucapkan lewat media radio. Jenis drama
ini biasanya direkam melalui kaset. Drama radio dapat pula diklasifikasikan sebagai
sandiwara rekaman. Sebenarnya jenis drama ini telah populer sejak lama. Sanggar
Prathivi telah memproduksi ratusan cerita drama rekaman ini, baik cerita rakyat
maupun cerita hasil imajinasi para pengarang. Cara menulis cerita dalam drama
ra-dio (drama rekaman) berbeda dengan drama biasa. Banyak petunjuk teknis yang
ha-rus diberikan. Selingan musik, sound effect, jenis suara, serta petunjuk teknis lain
harus diberikan secara lengkap dan terperinci karena sandiwara ini tidak akan
diton-ton secara visual, tetapi hanya secara auditif. Adegan dan babak dapat diganti
seba-nyak mungkin karena tidak perlu menyiapkan pergantian dekor. Kecakapan juru
musik dan juru pengatur suara (teknik dan montase) ikut menentukan keberhasilan
drama rasio. Pelaku-pelakunya mengutamakan karakter suara, tetapi biasanya
Jadi, latihan akting kiranya tidak ada salahnya dijadikan latihan dasar bagi pemeran
sandiwara radio (rekaman).
8. Drama Televisi dan Film
Di televisi jenis pertunjukan drama (sinetron) sangat digemari oleh pemirsa.
Penyu-sunan drama televisi sama dengan penyuPenyu-sunan naskah film. Sebab itu, drama
tele-visi membutuhkan skenario. Dalam skenario tidak boleh diabaikan petunjuk teknis
yang lengkap dan terperinci. Ada yang disebut bahasa film, yaitu adegan diam dan
hanya menunjukkan gejolak perasaan pelaku. Dapat juga hanya menunjukkan
per-kembangan kejadian yang cukup lama. Hal ini tentu tidak dilukiskan dalam dialog,
tetapi dilukiskan melalui narasi. Dalam penyajiannya pun benar-benar
menggam-barkan pergolakan psikis para pemirsa. Kelebihan drama televisi adalah dalam hal
melukiskan flash back. Dalam drama pentas biasa dan dalam sandiwara radio, sukar
sekali dilukiskan flash back. Dalam drama televisi banyak kita jumpai flash back
yang biasanya membuat lakon lebih hidup dan menciptakan variasi. Televisi juga
sebagai pelopor drama dalam bentuk film. Film kolosal pun dapat masuk televisi
secara berseri.
2.6 Kemampuan Menulis Narasi berdasarkan Teks Drama
Menulis karangan adalah menyusun atau mengkoordinasikan buah pikiran atau ide
yang disajikan ke dalam rangkaian kalimat yang logis dan terpadu dalam bahasa
tu-lis. Narasi adalah suatu bentuk wacana yang sasaran utamanya adalah tindak-tanduk
yang dijalin dan dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang dalam kesatuan waktu
(Keraf, 2003 : 136). Teks adalah satuan yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar
berkesinam-bungan yang memunyai fungsi awal dan akhir yang nyata disampaikan secara
li-san/tertulis (Tarigan, 1987:27). Drama merupakan pertunjukan yang terjadi pada
dunia manusia Schechner (dalam Endraswara, 2011 : 264).
Jadi, yang dimaksud dengan kemampuan menulis karangan narasi berdasarkan teks
drama adalah kecakapan mengungkapkan pengetahuan yang dimiliki untuk
meng-koordinasikan ide yang disajikan dari sebuah teks drama ke dalam kalimat yang
III. METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penganalisisan deskriptif yang sesuai dengan
tujuan penelitian yaitu bermaksud mendeskripsikan kemampuan menulis karangan
narasi berdasarkan teks drama oleh siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Gedongtataan
tahun pelajaran 2011/2012 secara objektif. Metode deskriptif adalah prosedur
pe-mecahan masalah dengan memaparkan keadaan objek penelitian berdasarkan
fakta-fakta yang ada (Nawawi, 1996:63). Hal ini dilakukan untuk memecahkan
permasa-lahan yang dihadapi oleh murid dalam menulis, khususnya menulis karangan narasi
bardasarkan teks drama.
3.2 Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Gedong
tataan. Jumlah populasi seluruhnya adalah 180 siswa yang tersebar dalam 5 kelas
yakni kelas VII A, VII B, VII C, VII D, VII D, dan VII E. Jumlah siswa tiap kelas
Tabel 3.1 Daftar Populasi Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Gedongtataan
Kabupaten Pesawaran Tahun Pelajaran 2011/2012
No Kelas Jumlah populasi
1
(sumber : Data siswa kelas VII SMP Negeri 3 Gedongtataan Kabupaten Pesawaran tahun pelajaran 2011/2012)
3.3 Sampel Penelitian
Subjek penelitian ini tergolong banyak, oleh karena itu dilakukan penelitian sampel.
Penetapan sampel penelitian ini didasarkan pada pendapat Arikunto (2002:112)
apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua, sehingga penelitian
i-ni merupakan penelitian populasi. Selanjutnya, jika jumlah subjeknya banyak dapat
diambil 10-15% atau 20-25% atau lebih tergantung pada kemampuan peneliti,
sem-pit luasnya wilayah pengamatan, dan besarnya resiko peneliti.” Dalam pengambilan
sampel, peneliti menggunakan teknik proportional cluster random sampling.
Berdasarkan pendapat di atas, sampel penelitian ini ditentukan sebanyak 20% dari
jumlah populasi sebanyak 180 siswa, yaitu 36 responden. Sampel tersebut diambil
secara acak pada lima kelas paralel. Dengan demikian, setiap kelas diambil 20%
sebagai sampel penelitian. Adapun distribusi sampel dipaparkan dalam tabel
Tabel 3.2 Perhitungan Sampel dari Jumlah Siswa Kelas VII
Pengambilan sampel untuk masing-masing kelas dilakukan secara acak dengan
tek-nik undian. Langkah-langkah penyampelan dengan tektek-nik undian adalah sabagai
berikut.
1. Membuat daftar nama semua objek penelitian menjadi populasi penelitian dan
memberi kode nomor urut utuk masing-masing subjek penelitian.
2. Memberi kode nomor urut yang ditulis pada kertas kecil dan digulung rapi.
3. Memasukkan gulungan kertas ke dalam kotak kemudian mengocok kotak
ter-sebut dan mengambil satu per satu gulungan kertas sesuai dengan jumlah sampel
yang dibutuhkan pada setiap kelasnya.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik tes tertulis. Jenis tes
yang digunakan adalah tes kemampuan menulis narasi. Objek penelitian ini adalah
karangan siswa. Karangan narasi yang dibuat oleh siswa harus berdasarkan teks
drama yang telah disediakan. Siswa diberi tugas menulis narasi berdasarkan teks
drama dengan waktu yang telah ditentukan yaitu 90 menit dengan panjang
karang-an 100-250 kata. Instrumen ykarang-ang digunakkarang-an adalah teks drama. Teks drama tersebut