• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEMAMPUAN MENULIS NARASI BERDASARKAN TEKS DRAMA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 3 GEDONGTATAAN TAHUN PELAJARAN 2011/2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KEMAMPUAN MENULIS NARASI BERDASARKAN TEKS DRAMA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 3 GEDONGTATAAN TAHUN PELAJARAN 2011/2012"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

KEMAMPUAN MENULIS NARASI BERDASARKAN TEKS DRAMA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 3 GEDONGTATAAN

TAHUN PELAJARAN 2011/2012

Oleh

YINDA DWI GUSTIRA

Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah kemampuan menulis narasi siswa kelas VII SMP Negeri 3 Gedongtaatan tahun pelajaran 2011/2012. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan siswa menulis narasi berdasarkan teks drama siswa kelas VII SMP Negeri 3 Gedongtataan tahun pelajaran 2011/2012.

Sampel dalam penelitian ini sebanyak 36 siswa atau 20% dari jumlah populasi seba-nyak 180 siswa kelas VII SMP Negeri 3 Gedongtataan.Teknik pengumpulan data diambil melalui tes tertulis, yakni manulis narasi berdasarkan teks drama.

(2)
(3)

KEMAMPUAN MENULIS NARASI

BERDASARKAN TEKS DRAMA

SISWA KELAS VII SMP NEGERI 3 GEDONGTATAAN

TAHUN PELAJARAN 2011/2012

Oleh

Yinda Dwi Gustira

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

KEMAMPUAN MENULIS NARASI BERDASARKAN TEKS DRAMA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 3 GEDONGTATAAN

TAHUN PELAJARAN 2011/2012

(Skripsi)

Oleh

YINDA DWI GUSTIRA 0813041013

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)
(6)

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

3.1 Daftar Populasi Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Gedong Tataan

Tahun pelajaran 2011/2012 ... 40 3.2 Perhitungan Sampel dari Jumlah Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Gedong Tataan tahun pelajaran 2011/2012... 41 3.3 Tolok Ukur Penilaian ... 43 3.4 Indikator Penskoran Kemampuan Menulis Narasi Berdasarkan

Teks Drama ... 43 4.1 Hasil Tes Kemampuan Menulis Narasi Berdasarkan Teks Drama Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Gedong Tataan

Tahun Pelajaran 2011/2012 ... 48 4.2 Data Kemampuan Siswa Menulis Narasi Berdasarkan Teks Drama untuk Keseluruhan Karangan ... 51 4.3 Data Kemampuan Siswa Menulis Narasi Berdasarkan Teks Drama pada Aspek Isi Karangan ... 52 4.4 Distribusi Frekuensi Kemampuan Siswa Menulis Narasi

Berdasarkan Teks Drama pada Aspek Isi Karangan ... 53 4.5 Data Kemampuan Siswa Menulis Narasi Berdasarkan Teks Drama pada Aspek Kebahasaan (Diksi dan Ejaan) ... 59 4.6 Distribusi Frekuensi Kemampuan Siswa Menulis Narasi

Berdasarkan Teks Drama pada Aspek Kebahasaan

(Diksi dan Ejaan)... 61 4.7 Data Kemampuan Siswa Menulis Narasi Berdasarkan Teks Drama Pada Aspek Penataan Gagasan... 65 4.8 Distribusi Frekuensi Kemampuan Siswa Menulis Narasi

Berdasarkan Teks Drama pada Aspek Penataan Gagasan ... 67 4.9 Data Kemampuan Siswa Menulis Narasi Berdasarkan Teks Drama Pada Aspek Struktur Narasi ... 72 4.10 Distribusi Frekuensi Kemampuan Siswa Menulis Narasi

(7)

MOTO

“… Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha

Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujaadilah 11)

“ Wanita yang teguh pendirian, cerdas, dan berwawasan, meski dikecewakan oleh kesabaran, tidak akan dikhianati oleh kebahagiaan.”

(‘Aidh Al-Qarni)

“Latihan tidak membuat kesempurnaan. Latihan yang sempurnalah yang akan membuat kesempurnaan.”

(8)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Nurlaksana Eko, R.,M.Pd. ...

Sekretaris : Dr. Edi Suyanto, M.Pd. ...

Penguji

Bukan Pembimbing : Dr. Mulyanto Widodo, M.Pd. ...

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si. NIP 196003151985031003

(9)

PERSEMBAHAN

Terima Kasih Tuhan untuk seluruh kenikmatan-Mu, dari yang terlihat maupun seluruh yang tersamarkan, untuk semua kebaikan lahir serta bathin, atas segala

perlindungan dari sesuatu yang bisa dikendalikan maupun yang tak mampu dikendalikan, buat kesempurnaan perlindungan terhadap keselamatan raga serta jiwa

terdalam, kepada-Mu aku bergantung untuk kehidupan yang telah ditetapkan.

Hari takkan indah tanpa mentari dan rembulan, begitu juga hidup takkan indah tanpa tujuan, harapan serta tantangan. Meski terasa berat, namun manisnya hidup justru

akan terasa, apabila semuanya terlalui dengan baik, meski harus memerlukan pengorbanan.

Kupersembahkan karya luar biasa ini, untuk cahaya hidup, yang senantiasa ada saat suka maupun duka, selalu setia mendampingi, saat kulemah tak berdaya (Ayah dan Ibu tercinta) yang selalu memanjatkan doa kepada putri bungsu tercinta dalam setiap

sujudnya. Terima kasih untuk semuanya, karya ini juga kupersembahkan untuk sang motivator dan inspirator dalam hidupku yang telah menggoreskan tinta dengan

beribu warna, terimakasih kakakku tersayang (Delia Elmanisya).

Untuk ribuan tujuan yang harus dicapai, untuk jutaan impian yang akan dikejar, untuk sebuah pengharapan, agar hidup jauh lebih bermakna, karena tragedi terbesar dalam hidup bukanlah kematian tapi hidup tanpa tujuan. Teruslah bermimpi untuk sebuah

(10)

Judul Sripsi : Kemampuan Menulis Narasi Berdasarkan Teks Drama Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Gedong Tataan

Tahun Pelajaran 2011/2012

Nama Mahasiswa : Yinda Dwi Gustira

No. Pokok Mahasiswa : 0813041013

Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Seni

Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Dr. Nurlaksana Eko Rusminto, M.Pd. Dr. Edi Suyanto., M.Pd.

NIP 196401061988031001 NIP 196307131993111001

2. Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

(11)

RIWAYAT HIDUP DAN PENDIDIKAN

Penulis yang dilahirkan di Bandarlampung pada 19 Agustus 1990, putri bungsu dari

dua bersaudara dari pasangan Syamsi Rahman dan Lizana. Penulis menyelesaikan

pendidikan TK Perwanida pada tahun 1995, SD Negeri 3 Rajabasa pada tahun

2002, SLTP Negeri 8 Bandarlampung pada tahun 2005, dan SMA YP Unila

Ban-darlampung pada tahun 2008.

Pada tahun 2008, penulis terdaftar sebagai mahasiswa pada Program Studi

dikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah, Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendi-dikan Universitas Lampung melalui jalur PKAB (Panitia Khusus Penelusuran

(12)

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah subhanahuwata’ala, karena atas

rah-mat dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Kemampu-an Menulis Narasi Berdasark“Kemampu-an teks Drama Siswa Kelas VII SMP Negeri 3

Gedongtataan Tahun Pelajaran 2011/2012”.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Nurlaksana Eko Rusminto, M.Pd., selaku Pembimbing I atas segala

keikh-lasan dan kesabarannya dalam membimbing dan memotivasi penulis.

2. Dr. Edi Suyanto, M.Pd., selaku pembimbing II dan Kaprodi Pendidikan Bahasa

dan Sastra Indonesia dan Daerah atas segala masukan, motivasi, waktu, dan

bimbingannya yang sangat berarti bagi penulisan skripsi ini.

3. Dr. Mulyanto Widodo, M.Pd., selaku penguji utama atas segala masukan yang

sangat berarti bagi perbaikan skripsi ini.

4. Drs. A. Effendi Sanusi, selaku pembimbing akademik atas motivasi, dan

mem-bimbingan penulis dalam memecahkan permasalahan selama berada di bangku

kuliah.

5. Drs. Imam Rejana, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

FKIP Universitas Lampung.

(13)

yang telah membekali penulis dengan ilmu pengetahuan yang berguna

terima-kasih atas ilmu, kesabaran, masukan, bimbingan dan motivasi yang sangat luar

biasa yang telah diberikan kepada penulis selama dibangku kuliah.

8. Seluruh staf di Jurusan Bahasa dan Seni FKIP Universitas Lampung.

9. Kepala Sekolah, dewan guru, serta seluruh staf di SMP Negeri 3 Gedongtataan.

10. Siswa kelas VII SMP Negeri 3 Gedongtataan yang sudah bekerjasama dan

membantu selama proses penelitian berlangsung.

11. Kedua orang tuaku tercinta ayahanda Drs. Syamsi Rahman, M.M. dan ibunda

Lizana yang senantiasa mendoakanku dalam setiap sujudnya..

12. Kakakku tersayang Delia Elmanisya sang motivator dalam hidupku.

13. Sahabat-sahabatku tercinta; Asih Kurniawati, Ika Puspita Apriani, Nining

Sur-yani, Putri Wulandari, Rima Gustianita, Yasinta Susaeno, Yetni Halimah, dan

Yuliana Lestari, Devi Sukesti Junaidi, Wini Andalusia, Muhammad Indra atas

kebersamaan, keceriaan, kebahagiaan yang telah diciptakan dan diberikan

kepa-da penulis selama ini.

14. Rekan-rekan angkatan 2008 atas kebersamaan dan kekompakan yang selalu kita

ciptakan. Suatu kebahagian dapat mengukir sejarah bersama rekan-rekan.

15. Teman-teman PPL, Bayu , Berna , Dwi , Eka , Elysa, Esty, Fitri, Hesti, Nevi,

dan Yetni, terima kasih atas kekompakkan, kebersamaan, serta pengalaman

se-lama 3 bulan bersama kalian.

16. Mohammad Ridwan, S.Pd. yang telah banyak membantu penulis, melungkan

waktu, memotivasi, dan memberikan inspirasi dan semangat dalam penulisan

(14)

yang telah memberikan motivasi dan semangat kepada penulis.

18. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak

dapat disebutkan satu persatu.

Semoga Allah subhanahuwata’ala membalas semua kebaikan pihak-pihak yang

te-lah membantu penulis dengan pahala yang berlimpah. Aamiin. Penulis berharap

se-moga skripsi ini bermanfaat ba-gi kita semua, terutama bagi kemajuan pendidikan,

khususnya Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Bandar Lampung, Mei 2012

Penulis,

(15)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), standar kompetensi

bahan kajian bahasa Indonesia diarahkan kepada penguasaan empat keterampilan

berbahasa, yaitu : (1) keterampilan mendengar (menyimak), (2) keterampilan

berbi-cara, (3) keterampilan membaca, dan (4) keterampilan menulis. Keempat

keteram-pilan ini menjadi faktor pendukung dalam menyampaikan pikiran, gagasan, dan

pendapat, baik secara lisan, maupun secara tertulis, sesuai dengan konteks

komuni-kasi yang harus dikuasai oleh pemakai bahasa (Tarigan, 2008 : 20).

Keterampilan menulis merupakan kemampuan yang paling sulit untuk dikuasai

sis-wa dibandingkan dengan keterampilan berbahasa yang lain. Salah satu realitas

kon-kret yang mendukung pernyataan tersebut adalah kondisi pembelajaran

keterampi-lan menulis di SMP Negeri 3 Gedongtataan. Berdasarkan pengalaman peneliti dan

hasil observasi terhadap keadaan pembelajaran menulis di sekolah tersebut serta

wawancara awal yang dilakukan sejumlah guru Bahasa Indonesia di sekolah

terse-but, diperoleh informasi bahwa motivasi dan kemampuan menulis, termasuk

men-ulis karangan narasi, jarang ada siswa yang memunyai kemampuan yang menonjol

(16)

kosa-kata yang digunakan sederhana dan terbatas, penggunaan kalimat dan organisasi

tu-lisan narasi masih kurang terarah.

Masalah yang timbul dalam proses pembelajaran menulis serta kemampuan siswa

dalam menulis/mengarang sebagaimana uraian tersebut disebabkan oleh faktor

uta-ma dari dalam diri siswa antara lain: (1) motivasi siswa dalam menulis sangat

mi-nim; (2) konsep atau bahan yang dimiliki siswa untuk dikembangkan menjadi

tulis-an stulis-angtulis-an terbatas; (3) kemamputulis-an siswa menaf-sirktulis-an fakta untuk ditulis stulis-angat

rendah; (4) kemampuan siswa menuangkan gagaan atau pikiran ke dalam bentuk

kalimat-kalimat yang memunyai kesatuan yang logis dan padu serta diikat oleh

struktur bahasa.

Secara umum, menulis merupakan suatu proses sekaligus suatu produk (hasil).

Menulis sebagai suatu proses berupa pengelolaan ide atau gagasan dari tema atau

topik yang dipilih untuk dikomunikasikan dan pemilihan jenis wacana tertentu yang

sesuai atau tepat dengan situasi atau konteksnya. Kemampuan menulis yang

me-nuntut kemampuan untuk dapat melahirkan dan menyatakan kepada orang lain

tentang hal yang dirasakan, dikehendaki, dan dapat dipikirkan dengan bahasa

tulis-an.

Karangan merupakan pernyataan gagasan atau ide yang bersumber dari

pengalam-an, pengamatpengalam-an, imajinasi, pendapat, dan keyakinan dengan menggunakan media

tulis sebagai alatnya. Menyusun sebuah karangan bukanlah hal yang mudah.

(17)

susah menuangkannya dalam bentuk tertulis. Siswa kadang tidak mampu

merang-kai kata-kata untuk membentuk sebuah paragraf, apalagi wacana. Siswa kadang

kurang menyadari hubungan antara kalimat yang satu dan kalimat yang lain.

Ak-hirnya, sering ditemukan beberapa kalimat sumbang. Kalimat sumbang dalam

se-buah paragraf dapat menimbulkan kekaburan makna atau isi sese-buah karangan.

Se-baliknya, sebuah karangan akan lebih mudah dipahami jika kalimat-kalimatnya

tersusun rapi, jelas kohesi dan koherensi antara kalimatnya.

Sebuah tulisan pada dasarnya merupakan perwujudan hasil penalaran siswa.

Pena-laran ini merupakan proses pemikiran untuk memperoleh ide yang logis

berdasar-kan avidensi dan relevan. Penalaran ini terutama terkait dengan proses penafsiran

fakta sebagai ide dasar untuk dikembangkan menjadi tulisan. Setiap penulis harus

dapat menuangkan pikiran atau gagasannya secara cermat ke dalam tulisannya.

Salah satu cara yang dapat digunakan untuk memunculkan ide adalah dengan

me-nuntun siswa mencermati bentuk teks dan menyajikan kembali dalam bentuk teks

yang berbeda yaitu dengan menggunakan media berupa teks drama.

Hal itu merupakan salah satu kompetensi dasar menulis yang diharapkan dan

dimi-liki oleh siswa kelas VII SMP sebagai hasil dari pembelajaran menulis, yaitu

ke-mampuan megubah jenis tulisan (wacana) yang satu ke jenis tulisan (wacana) yang

lain, termasuk pengubahan teks drama yang berbentuk dialog ke dalam bentuk

wa-cana yang berentuk monolog, seperti karangan narasi. Lebih rinci lagi dalam

Kuri-kulum Tingkat Satuan Pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) kelas VII,

(18)

mengungkapkan berbagai informasi dalam bentuk narasi dan pesan singkat dengan

kompetensi dasar mengubah teks wawancara (jenis teks wacana dialog) menjadi

ka-rangan narasi. Kaka-rangan narasi adalah suatu bentuk tulisan yang berusaha

mencip-takan, mengisahkan, dan merangkaikan tindak tanduk perbuatan manusia dalam

se-buah peristiwa secara kronologis atau berlangsung dalam suatu kesatuan waktu

(Finoza, 2009 : 202).

Penggunaan teks drama sebagai alat bantu (media) dalam menuliskan karangan

na-rasi akan membantu siswa untuk menceritakan kembali sesuatu peristiwa atau

keja-dian secara kronologis. Kegiatan seperti ini menyuburkan kesempatan kreatif bagi

siswa dalam menampilkan gagasan dan keahlian memilih kata serta merangkainya

menjadi kalimat. Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan penulis adalah

teks drama. Jenis teks drama yang ditentukan penulis ialah drama satu babak,

ke-mudian teks drama tersebut dikembangkan menjadi karangan narasi oleh siswa.

Oleh karena itu, peneliti mengharapkan siswa mampu menulis karangan narasi

ber-dasarkan teks drama sebagai salah satu kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh

siswa kelas VII SMP. Untuk mencapai harapan itu, siswa harus mampu berpikir

kri-tis dan berlatih untuk menangkap gagasan-gagasan yang ada pada teks drama dan

menuangkannya dalam bentuk tulisan (karangan). Adapun tujuan penelitian ini

adalah mendeskripsikan kemampuan menulis siswa kelas VII SMP Negeri 3

Ge-dong Tataan berdasarkan teks drama menjadi karangan narasi. Hal ini dilakukan

karena selama ini siswa SMP masih dianggap belum mampu untuk menulis dengan

alasan menulis itu cukup sulit untuk dikuasai oleh mereka, padahal siswa SMP

(19)

Berdasarkan obeservasi langsung di sekolah tersebut, penulis mendapatkan fakta

bahwa sekolah tersebut memiliki kelas unggulan yang terdapat di kelas VII A, VIII

A, dan IX A.

Penelitian terkait yang telah dilakukan diantaranya yaitu Fachri Yunanda. 2011.

mampuan Menulis Karangan Narasi Berdasarkan Teks Wacana Dialog Siswa

Ke-las VII SMP Negeri 4 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2009/2010, Novry

Hestia-na. 2009. Kemampuan Menulis Karangan Narasi Menggunakan Media Lirik Lagu

Potret Bunda Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kotagajah Lampung Tengah Tahun

Pe-lajaran 2007/2008, Nurdiana. 2005. Kemampuan Menulis Narasi Berdasarkan Teks

Hasil Wawancara oleh Siswa Kelas VII SMP AL-Kautasr Bandarlampung Tahun

Pelajaran 2005/2006. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian yang

pe-nulis lakukan berkaitan dengan kemampuan mepe-nulis narasi, namun media yang

di-gunakan ialah teks drama sebagai penunjang kreatifitas siswa dalam

mengembang-kan karangan narasi. Sejalan dengan hal itu, dalam penelitian ini penulis lebih

me-nekankan kemampuan menulis narasi yaitu jenis narasi eksipotoris yang bersifat

khas.

Berdasarkan permasalahan di atas peneliti mencoba mengukur kemampuan menulis

siswa dengan judul penelitian ”Kemampuan Menulis Narasi Berdasarkan Teks

(20)

1.2 Rumusan Masalah

Bedasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan dalam penelitian ini

ada-lah bagaimanakah kemampuan menulis narasi berdasarkan teks drama oleh siswa

kelas VII SMP Negeri 3 Gedongtataan tahun pelajaran 2011—2012?

1.3Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan kemampuan menulis karangan narasi

ber-dasarkan teks drama siswa kelas VII SMP Negeri 3 Gedongtataan tahun pelajaran

2011—2012.

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan berguna baik secara teoritis maupun praktis.

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Kegunaan secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya teori yang berkaitan dengan

keter-ampilan menulis khususnya menulis narasi berdasarkan teks drama.

2. Kegunaan secara Praktis

1. informasi bagi guru SMP Negeri 3 Gedongtataan yang mengajarkan Bahasa

dan Sastra Indonesia tentang kemampuan siswa menulis narasi berdasarkan

teks drama;

2. bahan masukan guru SMP Negeri 3 Gedong Tataan yang mengajarkan

Ba-hasa dan Sastra Indonesia untuk meningkatkan kemampuan berbaBa-hasa

(21)

3. informasi bagi siswa kelas VII SMP Negeri 3 Gedongtataan sebagai

gam-baran kemampuan menulis narasi berdasarkan teks drama.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Berdasarkan judul penelitian, ruang lingkup penelitian ini meliputi:

1. subjek penelitian adalah siswa kelas VII SMP Negeri 3 Gedongtataan tahun

pel-ajaran 2011/2012;

2. objek penelitian adalah kemampuan siswa menulis narasi;

3. jenis narasi yang digunakan yaiutu narasi ekspositoris yang bersifat khusus atau

khas dengan menggunakan teks drama sebagai medianya;

4. lokasi penelitian adalah SMP Negeri 3 Gedongtataan;

5. waktu penelitian tanggal 9—12 Maret 2012;

6. aspek-aspek yang dinilai meliputi:

a) isi karangan;

b) diksi dan ejaaan;

c) penataan gagasan; dan

(22)

II. KAJIAN PUSTAKA

2.1 Menulis

Menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang

meng-gambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat

membaca labang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan

gambaran grafik itu (Tarigan, 2008 : 22). Sama halnya dengan Tarigan, Lado dalam

Suriamiharja, dkk. (1999 : 2) Mengemukakan menulis adalah menempatkan

sim-bol-simbol grafis yang menggambarkan suatu bahasa yang dimengerti oleh

seseo-rang, kemudian dapat dibaca oleh orang lain yang memahami bahasa tersebut

beser-ta simbol-simbol grafisnya. Sumiharja (1996 : 2), mengabeser-takan bahwa menulis

ada-lah kegiatan meada-lahirkan pikiran dan perasaan dengan tulisan. Dapat juga diartikan

bahwa menulis adalah berkomunikasi mengungkapkan pikiran, perasaan dan

kehen-dak kepada orang lain secara tertulis. Menulis merupakan bentuk komunikasi untuk

menyampaikan gagasan penulis kepada khalayak pembaca yang dibatasi oleh jarak

tempat dan waktu (Akhadiah, dkk., 1996 : 8).

Kesimpulan yang dapat diambil dari teori di atas, yaitu bahwa keterampilan menulis

(23)

oleh penulis bahasa itu sendiri maupun orang lain yang memunyai kesamaan

peng-ertian terhadap simbol-simbol bahasa tersebut.

2.1.1 Tujuan Menulis

Tujuan utama menulis atau mengarang adalah sebagai sarana komunikasi tidak

langsung. Tujuan menulis secara umum adalah memberikan arahan, menjelaskan

sesuatu, menceritakan kejadian, meringkaskan. Suriamiharja (1996 : 2)

mengemu-kakan bahwa tujuan dari menulis adalah agar tulisan yang dibuat dapat dibaca dan

dipahami oleh orang lain yang memunyai kesamaan pengertian terhadap bahasa

yang dipergunakan. Menulis karangan pada dasarnya bertujuan untuk

mengungkap-kan pikiran, gagasan dan maksud kepada orang lain secara jelas dan efektif. Tarigan

(2008 : 24-25) mengemukakan bahwa tujuan menulis dapat dikatakan bahwa:

a) memberitahu atau mengajarkan (informative discourse);

b) meyakinkan atau mendesak (persuasive discourse);

c) menghibur atau menyenangkan atau yang mengandung tujuan estetik disebut

literer (literary discourse).

Selain itu, Hugo Harting (dalam Tarigan, 2008: 25-26) mengklasifikasikan tujuan

penulisan, antara lain tujuan penugasan (assingnment purpose), tujuan altruistik

(altruistic purpose), tujuan persuasi (persuasive purpose), tujuan penerangan (

infor-mational purpose), tujuan pernyataan diri (self-expressive purpose), tujuan kreatif

(creative purpose), dan tujuan pemecahan masalah (problem-solving purpose).

Tu-juan-tujuan penulisan tersebut kadang-kadang berdiri sendiri secara terpisah, tetapi

(24)

atau lebih tujuan yang menyatu dalam suatu tulisan. Oleh karena itu, tugas seorang

penulis tidak hanya memilih topik pembicaraan yang sesuai atau serasi, tetapi juga

harus menentukan tujuan yang jelas. Penentuan tujuan menulis sangat erat

hubung-annya dengan bentuk atau jenis-jenis tulisan atau karangan.

2.1.2 Manfaat Menulis

Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang penting dan besar

man-faatnya dalam kehidupan seseorang. Ada pun manfaat-manfaat menulis antara lain:

1) menulis dapat digunakan untuk mengembangkan daya inisiatif dan kreatif.

Ber-kaitan dengan unsur mekanik seperti bahasa, ejaan, dan tanda baca harus

didu-kung juga dengan unsur kreativitas yang tidak bisa lepas dari kemampuan untuk

berinisiatif dan berkemampuan menciptakan hal-hal yang baru.

2) Menulis juga dapat menyumbang kecerdasan. Dengan menulis dapat melahirkan

pengetahuan, pengalaman, jenis tulisan, sehingga penyajiannya sesuai dengan

konvensi tulisan. Untuk itu diperlukan pengetahuan dan pengalaman yang luas,

kemampuan mengendalikan emosi, menata serta mengembangkan ide dengan

daya nalar dalam berbagai level berpikir.

3) Menulis juga dapat menumbuhkan keberanian. Pada saat menulis akan timbul

ra-sa keberanian yang meliputi pemikiran, perara-saan, sikap, dan gaya untuk dira-sam-

disam-paikan kepada pembaca. Kerena itu penulis harus berani menerima berbagai

kri-tikan dari pembaca.

Selain itu, Sabarti Akhadiah, dkk. (dalam Sumiharja, 1996 : 4) mengemukakan

(25)

1) Penulis dapat mengenali kemampuan dan potensi dirinya. Dengan menulis,

pen-ulis dapat mengetahui sampai di mana pengetahuannya tentang suatu topik,

un-tuk mengembangkan topik itu penulis harus berpikir menggali pengetahuan dan

pengalamannya.

2) Penulis dapat terlatih dalam mengembangkan berbagai gagasan. Dengan

menu-lis, penulis terpaksa bernalar, menghubung-hubungkan, serta

membanding-ban-dingkan fakta untuk mengembangkan berbagai gagasannya.

3) Penulis dapat lebih banyak menyerap, mencari, serta menguasai informasi

sehu-bungan dengan topik yang ditulis. Kegiatan menulis dapat memperluas wawasan

penulisan secara teoritis mengenai fakta-fakta yang berhubungan.

4) Penulis dapat terlatih dalam mengorganisasikan gagasan secara sistematis serta

mengungkapkannya secara tersurat. Dengan demikian, penulis dapat

menjelas-kan permasalahan yang semula masih samar.

5) Penulis akan dapat meninjau serta menilai gagasannya sendiri secara lebih

ob-jektif.

6) Dengan menulis sesuatu di atsa kertas, penulis akan lebih mudah memecahkan

permasalahan, yaitu dengan menganalisisnya secara tersurat dalam konteks yang

lebih konkret.

7) Dengan menulis, penulis terdorong untuk terus belajar secara aktif. Penulis

men-jadi penemu sekaligus pemecah masalahh, bukan sekedar menmen-jadi penyadap

in-formasi dari orang lain.

8) Dengan kegiatan menulis yang terencanakan membiasakan penulis berpikir serta

(26)

2.1.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kemampuan Menulis

Kemampuan menulis karangan siswa sangat dipengaruhi oleh kemampuan

kebaha-saannya. Seseorang siswa dapat menulis karangan dengan baik apabila mempunyai

kemampuan berbahasa yang baik. Untuk dapat menulis karangan dengan baik ada

beberapa faktor yang memengaruhi, yaitu (1) menguasai pengetahuan bahasa yang

meliputi penguasaan kosakata aktif, penguasaan kaidah gramatikal, dan penguasaan

gaya bahasa, (2) memiliki kemampuan penalaran yang baik, dan (3) memiliki

peng-etahuan yang baik dan mantap mengenai objek garapannya (Keraf, 2010:2).

Seseorang dapat dikatakan telah mampu menulis dengan baik jika dia dapat

meng-ungkapkan maksudnya dengan jelas sehingga orang lain dapat memahami apa yang

diungkapkannya. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Morsey

dalam kutipan Tarigan, bahwa:

Tulisan dikemukakan oleh orang-orang terpelajar untuk merekam, meyakinkan, serta mempengaruhi orang lain dan maksud serta tujuan tersebut hanya bisa tercapai dengan baik oleh orang-orang (atau para penulis) yang dapat menyusun pikirannya serta mengutarakannya dengan jelas dan mudah dipahami (H.G. Tarigan dalam Sumiharja, 1996 : 3)

Dari teori diatas dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi seorang penulis yang baik

sekurang-kurangnya harus memiliki kepekaan terhadap keadaan sekitarnya agar

tu-juan penulisannya dapat dipahami oleh pembaca. Tarigan (2008 : 22) mengatakan

bahwa penulis yang ulung adalah penulis yang memanfaatkan situasi yang tepat.

Dalam hal ini terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi cara penulisan

(27)

An-a. maksud dan tujuan penulis;

b. pembaca atau pemiarsa; dan

c. waktu atau kesempatan (Tarigan, 2010 : 22).

2.2 Karangan

Karangan merupakan hasil akhir dari pekerjaan merangkai kata, kalimat, dan alinea

untuk menjabarkan atau mengulas topik dan tema tertentu (Finoza, 2004 : 192).

Se-lanjutnya, menurut Tarigan (2008 : 22), menulis atau mengarang adalah proses

menggambarkan suatu bahasa sehingga pesan yang disampaikan penulis dapat

dipa-hami pembaca.

Tarigan (2008 : 20) mengemukakan bahwa “menulis karangan merupakan komulasi

beberapa paragraf yang tersusun dengan sistematis, koheren, uniti, ada bagian

uta-ma pengantar, isi, dan penutup—ada progresi, semua memperbincangkan sesuatu

serta tertulis dalam bahasa yang sempurna”. Ada juga yang menyatakan bahwa

menulis karangan adalah mengungkapkan sesuatu secara jujur, tanpa rasa

emosio-nal yang berlebihan, realistis, dan tidak menghamburkan kata-kata secara tidak

per-lu (Heuken, 2008 : 10).

Dari beberapa pendapat diatas, penulis mengacu pada pendapat Tarigan yang

meny-atakan bahwa menulis karangan merupakan komulasi beberapa paragraf yang

tersu-sun dengan sistematis, koheren, uniti, ada bagian utama pengantar, isi, dan

penu-tup—ada progresi, semua memperbincangkan sesuatu serta tertulis dalam bahasa

(28)

2.2.1 Unsur-Unsur Karangan

Baik atau tidaknya suatu karangan dapat dilihat dari unsur-unsur kebahasaan yang

membangaun karangan itu. Unsur-unsur tersebut meliputi (1) isi, (2) aspek

kebaha-saan, dan (3) teknik penulisan (Akhadiah, dkk. : 1996).

1. Isi karangan

Isi karangan merupakan gagasan yang mendasari keseluruhan karangan.

Gagasan yang baik didukung oleh.

a. Pengoperasian gagasan, yaitu kepaduan hubungan antarparagraf;

b. Kesesuaian isi dengan tujuan penulisan;

c. Kemampuan mengembangkan topik. Pengembangan topik yang baik adalah

pengambangan secara tutas, rinci, dan tungggal.

2. Aspek kebahasaan

Unsur-unsur kebahasaan yang dapat dijadikan petunjuk bahasa yang baik dalam

karangan sebagai berikut.

a. Kalimat di dalam karangan harus efektif agar informasi yang disampaikan

dapat lebih jelas dan tidak menimbulkan penafsiran ganda bagi pembaca.

Ka-limat efektif memiliki ciri-ciri, yaitu (1) kesepadanan dan kesatuan, (2)

kese-jajaran bentuk, (3) penekanan, (4) kehematan dalam mempergunakan

kata-ka-ta, dan (5) kevariasian dalam struktur kalimat.

b. Ejaan dalam penulisan yang dipakaiberpedoman pada Ejaan Yang

Disempur-nakan. Ejaan adalah keseluruhan peraturan dalam melambangkan

bunyi-bunyi ujaran, menempatkan tanda-tanda baca, memotong suatu kata, dan

(29)

ini dibatasi hanya pada pemakaian huruf kapital, tanda titik, tanda koma,

tanda petik, tanda seru, dan tanda tanya.

c. Pemakaian kata yang tepat terutama kebakuan kata yang digunakan.

Kata-kata yang digunakan dipilih sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaiu

me-rupakan kata-kata baku yang sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia.

3. Penggunaan teknik penulisan yang baik

Hal ini dapat dilihat dari kerapian karangan, keterkaitan judul dengan isi

kara-ngan, kesan umum yang menarik bagi pembaca, serta karangan yang kohesif

(Akhadiah, dkk.:1996:118).

2.2.2 Bagian-Bagian Karangan

Bagian-bagian karangan meliputi pendahuluan, isi, dan penutup. Adapun

fungsi-fungsinya sebagai berikut.

1. Pendahuluan

Pendahuluan berfungsi untuk:

a. menarik minat pembaca;

b. mengarahkan perhatian pembaca;

c. menjelaskan secara singkat ide pokok atau tema karangan;

d. menjelaskan bila dan bagaimana suatu hal diperbincangkan.

2. Isi

Isi berfungsi untuk menjembatani antara bagian pendahuluan dan bagian

penu-tup. Bagian ini merupakan pembahasan dari suatu ide.

3. Penutup

(30)

a. simpulan;

b. penekanan bagian-bagian tertentu;

c. klimaks

d. melengkapi;

e. merangsang pembaca mengerjakan sesuatu tentang apa yang sudah dikerja-

kan atau diceritakan (Tarigan, 2009 : 7).

2.2.3 Kriteria Karangan yang Baik

Karangan yang baik memiliki kriteria sebagai berikut.

1. Tema karangan

Tema dalam sebuah karangan merupakan salah satu faktor yang menetukan

ka-rangan menjadi baik. Berhasil atau tidaknya kegiatan menulis kaka-rangan

diten-tukan menarik tidaknya tema yang dipilih (Heuken, 2008 : 11). Tema yang baik

adalah tema yang memiliki kejelasan, kesatuan, keutuhan, dan keaslian. Tema

akan menjadi jelas apabila memiliki hubungan yang jelas. Karangan yang

memi-liki satu gagsan sentral berarti adanya kesatuan tema. Keutuhan pengembangan

tema, maksudnya tema diperinci secara ; logis, teratur, dan utuh. keaslian tema

dimiliki apabila pengarang mengemukakan pikiran dan perasaan dengan jujur.

Sebuah tema akan dinilai setinggi-tingginya bila telah dikembangkan secara

ju-jur dan segar, digarap secara terperinci dan jelas, sehingga dapat menambah

in-formasi yang berharga bagi perbendaharaan pengetahuan pembaca (Keraf, 2003

(31)

2. Keselarasan isi dengan judul

Judul sebuah karangan harus dapat mewakili secara singkat isi yang terdapat di

dalam sebuah karangan.

Judul dikatakan baik bila memenuhi kriteria sebagai berikut.

a. Singkat;

b. Provokatif;

c. Relevan dengan isi karangan (Keraf, 2003 : 320).

3. ketepatan ide dalam paragraf

Sebuah paragraf harus memiliki ide pokok yang akan dikembangkan menjadi

par-agraf. Paragraf yang baik harus memiliki syarat-syarat tertentu, seperti yang

dike-mukakan Akhadiah (1994 : 67) berikut ini.

a) Kesatuan

kesatuan dalam paragraf adalah semua kalimat yang membina paragraf itu secara

bersama-sama menyatakan suatu hal, suatu tema tertntu. Paragraf dianggap

me-munyai kesatuan, jika kalimat-kalimat dalam paragraf itu tidak terlepas dari

topik-nya atau selalu relevan dengan topik.

b) Koherensi (kepaduan)

satu paragraf bukanlah merupakan kumpulan atau tumpukan kalimat yang

masing-masing berdiri sendiri atau terlepas, tetapi dibangun oleh kalimat-kalimat yang

munyai hubungan timbal balik. Pembaca dapat dengan mudah memahami dan

me-ngikuti jalan pikiran penulis tanpa hambatan karena ada loncatan pikiran yang

membingungkan. Urutan pikiran yang teratur, akan memperlihatkan pada hubungan

(32)

kalimat yang trepisah-pisah melainkan, kalimat-kalimat tersebut membentuk suatu

paragraf.

Paragraf ialah suatu unsur yang kecil dalam sebuah unit yang lebih besar, baik

ber-upa bab maupun berber-upa sebuah karangan yang lengkap. Karena paragraf merber-upa-

merupa-kan suatu unit yang lebih kecil, maka harus dijaga agar hubungan antara paragraf

yang satu dengan yang lainnya, yang bersama-sama membentuk unit yang lebih

be-sar itu, terjalin dengan baik. Atau dengan kata lain harus terdapat perkembangan

dan perpaduan yang baik antara paragraf yang satu denga paragraf yang lain.

Apa-bila perpaduan antarparagraf itu lebih baik dan jelas, maka pembaca dapat

meng-ikuti uraian itu dengan jelas dan mudah.oleh karena itu, untuk menghasilkan

kara-ngan yang baik, kepaduan antarkalimat dan antarparagraf tidak dapat dipisahkan

dan diabaikan. Agar hubungan antarkalimat dan paragraf itu padu, maka penulis

da-pat menggunakan unsur kebahasaan yang digambarkan dengan (1) repetisi atau

pengulangan kata kunci, (2) kata ganti, (3) kata transisi atau ungkapan penghubung,

dan (4) paralelisme.

c) pengembangan paragraf

pengembangan paragraf adalah penyusunan atau perincian dari gagasan-gagasan

yang membina paragraf itu.

4. ketepatan susunan kalimat

Susunan sebuah kalimat sangat penting. Ini dimaksudkan untuk memudahkan

pem-baca menuangkan ide-ide pokok dalam paragraf. Begitu pula hubungan kalimat satu

dengan kalimat lain yang diungkapkan secara terpat akan ikut menentukan

(33)

5. ketepatan memilih kata/diksi

Dalam memilih kata terdapat dua persyaratan pokok yang harus diperhatikan yaitu

ketepatan dan kesesuaian. Persyaratan ketetapan menyangkut makna, aspek logika

kata-kata, kata yang dipilih harus secara tepat mengungkapkan pengertian yang

akan disampaikan. Persyaratan kesesuaian menyangkut kecocokan antara kata yang

digunakan dengan situasi/kesempatan dan keadaan pembaca. Jadi mengangkut

ke-cocokan antara kata yang digunakan dengan situasi/kesempatan dan keadaan

pem-baca (Akhadiah, 1999 : 83).

6. ketepatan penggunaan ejaan

Untuk membuat karangan kita harus berpedoman kepada Pedoman Umum Ejaan

Bahasa Indonesia. Ini berarti ejaan memegang peranan penting dalam karangan. Hal

yang tercakup dalam penggunaan ejaan adalah pemakaian huruf, penulisan kata,

pe-nulisan unsur serapan, dan pemakaian tanda baca (Finoza, 2009 : 20).

2.2.4 Jenis- Jenis Karangan

Ditinjau dari cara pengembangannya, karangan dapat dibedakan menjadi empat,

ya-itu (1) narasi, (2) eksposisi, (3) argumentasi, (4) deskripsi (Parera, 1984 : 3).

Penda-pat lain menyatakan bahwa karangan daPenda-pat dibedakan menjadi enam jenis, yaitu (1)

deskripsi (pelukisan), (2) eksopissi (pemaparan), (3) argumentasi (pembahasan), (4)

persuasi (pembujukan), (5) narasi (pengisahan), dan (6) campuran/kombinasi

(34)

Dari tiga pendapat diatas, penulis mengacu pada pendapat Finoza yang menyatakan

bahwa terdapat enam jenis karangan, yaitu (1) deskripsi (pelukisan), (2) eksopissi

(pemaparan), (3) argumentasi (pembahasan), (4) persuasi (pembujukan), (5) narasi

(pengisahan), dan (6) campuran/kombinasi.

2.3 Pengertian Narasi

Karangan narasi (berasal dari naration berarti bercerita) adalah suatu bentuk tulisan

yang berusaha menciptakan, mengisahkan, dan merangkaikan tindak tanduk

perbu-atan manusia dalam sebuah peristiwa secara kronologis atau berlangsung dalam

suatu kesatuan waktu (Finoza, 2009 : 244). Parera (1991 : 5) mengemukakan bahwa

narasi merupakan satu bentuk pengembangan karangan dan tulisan yang bersifat

menyejarahkan sesutu berdasarkan perkembangan dari waktu ke waktu. Selajutnya,

Keraf (2010 : 136) mengatakan karangan narasi merupakan suatu bentuk karangan

yang sasaran utamanya adalah tindak tanduk yang dijalin dan dirangkai menjadi

se-buah peristiwa yang terjadi dalam suatu kesatuan waktu. Atau dapat juga

dirumus-kan dengan cara lain; narasi adalah suatu bentuk karangan yang berusaha

mengam-barkan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan, secara sederhana narasi

merupakan cerita. Pada narasi terdapat peristiwa atau kejadian dalam suatu urutan

waktu. Di dalam kejadian itu ada pula tokoh yang menghadapi suatu konflik. Dalam

menulis, penulis dituntut mampu membedakan antara narasi dan deskripsi. Narasi

memunyai kesamaan dengan deskripsi, yang membedakannya adalah narasi

(35)

kro-nologis. Sedangkan deskripsi, unsur imajinasinya terbatas pada penekanan

organi-sasi penyampaian pada susunan ruang sebagai mana yang diamati, dirasakan, dan

didengar. Oleh karena itu, penulis perlu memperhatikan unsur latar, baik unsur

wak-tu maupun unsur tempat. Dengan kata lain, pengertian narasi iwak-tu mencakup dua

un-sur, yaitu perbuatan dan tindakan yang terjadi dalam suatu rangkaian waktu.

2.3.1 Ciri-Ciri Karangan Narasi

Setiap karangan mempunyai ciri tertentu. Adapun ciri-ciri karangan narasi, yaitu:

1) berupa cerita tentang pengalaman manusia;

2) kejadian atau peristiwa yang disampaikan dapat berupa peristiwa atau kejadian

yang benar-benar terjadi, dapat pula berupa semata-semata imajinasi, atau

gabungan keduanya;

3) bedasarkan konflik. karena, tanpa konflik biasanya narasi tidak menarik;

4) memiliki nilai estetika karena isi dan cara penyampainya bersifat sastra,

khusus-nya narasi berbentuk fiksi;

5) menekankan susunan kronologis (catatan: deskripsi menekankan susunan ruang);

dan

6) biasanya memiliki dialog.

Selain dari itu, Keraf (2010 : 133 ) juga mengatakan bahwa narasi dibagi atas dua

jenis, yaitu narasi informatif yang sering disebut pula narasi ekspositoris, yang pada

dasarnya berkencenderungan sebagai bentuk ekposisi yang berkecenderungan

memaparkan informasi dengan bahasa yang lugas dan konfliknya tidak terlalu

(36)

Menurut Keraf (2010 : 133-139), narasi ekpositoris dan narasi sugestis memiliki

ciri-ciri yang berbeda.

1) Narasi ekspositoris memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

a. memperluas pengetahuan;

b. menyampaikan informasi mengenai suatu kejadian;

c. didasarkan pada penalaran untuk mencapai kesepakatan nasional; dan

d. bahasanya lebih cenderung ke bahasa informatif dengan menitik beratkan pa-

da penggunaan kata-kata denotatif.

2) Narasi sugestis memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

a. menyampaikan suatu makna atau amanat yang tersirat;

b. menimbulkan daya khayal;

c. penalaran hanya berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan makna, se-

hingga kalau perlu penalaran dapat dilanggar; dan

d. bahasanya lebih cenderung ke bahasa figuratif dengan menitik beratkan pa-

da penggunaan kata-kata konotatif.

Berdasarkan kutipan di atas, tujuan narasi ekspositoris adalah untuk memberikan

informasi kepada para pembaca agar pengetahuannya bertambah luas. Sedangakan

narasi sugestis menyampaikan suatu makna kepada pembaca melalui daya khayal

yang dimilikinya, sehingga dapat menimbulkan daya tarik bagi pembaca dari daya

khayal yang dikembangkan oleh pengarangnya. Jadi, jelas bahwa antara narasi

eks-positoris dan narasi sugestis terdapat perbedaan tujuan pengarang dalam

(37)

2.3.2 Jenis Narasi

Dilihat dari peristiwa yang ditampilkan narasi dapat dibedakan menjadi dua jenis.

Jenis-jenis tersebut adalah sebagai berikut.

a. Narasi Ekspositoris

narasi ekspositoris adalah narasi yang memberi informasi kepada pembaca agar

pengetahuannya bertambah luas. Narasi ini bertujuan untuk menggugah pikiran

pa-ra pembaca untuk mengetahui apa yang dikisahkan. Sasapa-ran utamanya adalah pa-rasio,

yaitu berupa perluasan pengetahuan sesudah membaca kisah tersebut (Keraf, 2010 :

136). Sebuah contoh narasi ekspositoris yang murni adalah mengenai pembuatan

kapal.

Menurut sifatnya narasi ekspositoris terbagi menjadi dua macam yaitu (1) narasi

ekspositoris yang bersifat generalisasi dan (2) narasi eskpositoris yang bersifat khas

atau khusus. Penjelasan tentang dua jenis narasi ekspositoris adalah sebagai berikut

ini.

1) Narasi ekspositoris yang bersifat generalisasi.

Narasi ini menyampaikan sesuatu yang umum, yang dapat dilakukan siapa saja,

dan dapat pula dilakukan secara berulang-ulang, seperti biografi.

Chairil Anwar dilahirkan di Medan, 26 Julai 1922. Dia dibesarkan dalam

kelu-arga yang cukup berantakan. Kedua ibu bapanya bercerai, dan ayahnya

berka-win lagi. Selepas perceraian itu, saat habis SMA, Chairil mengikut ibunya ke

Ja-karta. Semasa kecil di Medan, Chairil sangat rapat dengan neneknya.

(38)

amat jarang berduka, salah satu kepedihan terhebat adalah saat neneknya

me-ninggal dunia. Chairil melukiskan kedukaan itu dalam sajak yang luar biasa

pe-dih: Bukan kematian benar yang menusuk kalbu/ Keridlaanmu menerima segala

tiba/ Tak kutahu setinggi itu atas debu/ Dan duka maha tuan bertahta

2) Narasi ekspositoris yang bersifat khas atau khusus.

Narasi ini berusaha menceritakan suatu peristiwa yang khas, yang hanya terjadi

satu kali. Misalnya, pengalaman seseorang yang pertama kali mengarungi

samu-dra (Keraf, 2010 : 137).

Siang itu, Sabtu pekan lalu, Ramin bermain bagus. Mula-mula ia menyodorkan

sebuah kontramelodi yang hebat, lalu bergantian dengan klarinet, meniupkan

garis melodi utamanya. Ramin dan tujuh kawannya berbaris seperti serdadu

masuk ke tangsi, mengiringi Ahmad, mempelai pria yang akan menyunting

Mul-yati, gadis yang rumahnya di Perumahan Kampung Meruyung. Mereka

memba-wakan lagu “Mars Jalan” yang dirasa tepat untuk mengantar Ahmad, sang

pengantin….

b. Narasi Sugestif

Narasi sugestif adalah narasi yang menyampaikan sebuah makna kepada para

pem-baca melalui daya khayal yang dimilikinya. Seperti halnya dengan narasi

eksposi-toris narasi sugestif juga pertama-tama bertalian dengan tindakan atau perbuatan

yang dirangkaikan dalam suatu kejadian atau peristiwa. Seluruh rangkaian kejadian

(39)

bu-kan memperluas pengetahuan seseorang, tetapi berusaha memberibu-kan makna atas

peristiwa atau kejadian itu sebagai suatu pengalaman. Karena sasarannya adalah

makna peristiwa atau kejadian itu, maka narasi sugestif selalu melibatkan daya

khayal (imajinasi) (Keraf, 2010 : 138). Contoh dari sebuah narasi sugestif adalah

dongeng. Dalam dongeng masalah penalaran yang sesuai dengan prinsip-prinsip

lo-gika tidak perlu berlaku.

Patih Pranggulang menghunus pedangnya. Dengan cepat ia mengayunkan pedang

itu ke tubuh Tunjungsekar. Tapi aneh, sebelum mengenai tubuh Tunjungsekar. Tapi

aneh, sebelum mengenai tubuh Tunjungsekar, pedang itu jatuh ke tanah. Patih

Pranggulang memungut pedang itu dan membacokkan lagi ke tubuh Tunjungsekar.

Tiga kali Patih Pranggulang melakukan hal itu. Akan tetapi, semuanya gagal.

2.3.3 Pola Pengembangan Narasi

Alwasilah dan Alwasilah (dalam Kuncoro, 2009 : 78) mengatakan bahwa tulisan

narasi biasanya mempuyai pola. Pola sederhana berupa awal peristiwa, tengah

per-istiwa, dan akhir peristiwa. Awal narasi biasanya berisi pengantar, yaitu

memper-kenalkan suasana dan tokoh. Bagian awal harus dibuat menarik agar dapat mengikat

pembaca. Dengan kata lain, bagian ini mempunyai fungsi khusus untuk

meman-cing pembaca dan mengiring pembaca pada kondisi ingin tahu kejadian selanjutnya.

Bagian tengah merupakan bagian yang menjelaskan secara panjang lebar tentang

peristiwa. Di bagian ini, penulis memunculkan suatu konflik. Kemudian, konflik

(40)

kli-maks, secara berangsur-angsur cerita akan mereda. Bagian terakhir ini konfliknya

mulai menuju ke arah tertentu.

Akhir cerita yang mereda ini memiliki cara pengungkapan bermacam-macam. Ada

bagian diceritakan dengan panjang,ada yang singkat, ada pula yang berusaha

meng-gantungkan akhir cerita dengan mempersilakan pembaca untuk menebaknya

sen-diri.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengembangan tulisan

de-ngan teknik narasi dilakukan dede-ngan mengemukakan rangkaian peristiwa yang

terjadi secara kronologis. Dalam karangan ini, bagian-bagian karangan disajikan

se-suai dengan kejadian dalam waktu tertentu. Bagian pertama menyajikan kejadian

satu, kemudian disusul dengan kejadian kedua, menyajikan bagian kedua dan

sete-rusnya.

Teknik pengembangan narasi diidetikkan dengan penceritaan (storytelling), karena

teknik ini biasanya selalu digunakan untuk menyampaikan sesuatu cerita.

Karang-an-karangan berbentuk cerita pada umumnya merupakan karangan fiksi. Namun,

teknik narasi ini tidak hanya digunakan untuk mengembangkan tulisan-tulisan

be-rupa fiksi saja.

2.3.4 Struktur Narasi

Struktur sebuah narasi dapat dilihat dari komponen-komponen yang

membentuk-nya. Komponen-komponen itu adalah (a) alur, (b) latar, (c) tindak-tanduk atau

(41)

a. Alur

Alur adalah interrelasi fungsional antara unsur-unsur narasi yang timbul dari

tindak-tanduk, karakter, suasana hati (pikiran) dan sudut pandang, serta ditandai oleh

kli-maks-klimaks dalam rangkaian tindak-tanduk itu, yang sekaligus menandai urutan

bagian-bagian dalam keseluruhan narasi. Alur merupakan kerangka dasar yang

sa-ngat penting dalam kisah, karena alur berfungsi untuk menggerakkan kejadian

ce-rita tersebut (Keraf, 2010 : 147). Dari hal itu dapat disimpulkan bahwa alurlah yang

menandai kapan sebuah narasi itu dimulai dan kapan berakhir.

b. Tindak-Tanduk atau Perbuatan

Tindak-tanduk atau perbuatan adalah segala tingkah laku yang dilakukan oleh

to-koh-tokoh dalam sebuah narasi. Cerita utama yang membedakan narasi—deskripsi

dari sebuah narasi adalah tindak-tanduk. Tanpa rangkaian tindak-tanduk, maka

se-buah narasi akan berubah menjadi deskripsi, karena semuanya dilihat dari keadaan

statis. Rangkaian tindak-tanduk atau perbuatan menjadi landasan utama untuk

men-ciptakan sifat dinamis pada sebuah narasi sehingga membuat kisah itu hidup (Keraf,

2010 : 156).

Perbuatan merupakan salah satu struktur yang membentuk narasidan dapat ditinjau

dari komponen-komponen perbuatan itu sendiri serta dari kaitannya dengan

faktor-faktor lain. Struktur perbuatan dapat dianalisis atas komponen yang lebih kecil yang

bersama-sama menciptakan perbuatan itu. Perbuatan itu sendiri memiliki struktur

tindakan yang harus diungkap secara terperinci sehingga pembaca merasakan

(42)

dijalin satu sama lain dalam suatu hubugan yang logis walaupun hal yang logis itu

bersifat relatif. Hubungan yang logis antara tindak-tanduk dalam sebuah narasi akan

lahir secagai kausalitas, sebagai hubungan sebab akibat. Setiap perbuatan akan

me-nimbulkan perbuatan lain sehingga terjadi rangkaian perbuatan dalam suatu arus

ge-rak yang bersinambung sepanjang waktu.

Berikut adalah contoh rangkaian tindak-tanduk dalam sebuah narasi. Bila dalam

na-rasi diceritakan mengenai sebuah tindakan memukul yang dilakukan oleh Ferri

ter-hadap Iqbal, maka perbuatan memukul itu sendiri dapat dikisahkan dalam sejumlah

komponen, tidak harus disebut ‘memukul’. Narator akan menceritakan “Dengan

muka penuh amarah, Ferri menggenggam tangannya. Otot-otot kelihatan

mene-gang. Dengan cepat diayunkan tangannya ke muka Iqbal. Iqbal terhuyung tiada

berdaya, kehilangan keseimbangan, dan jatuh terkapar tiada daya....”. dari contoh

ini struktur perbuatan dapat dilihat dari analisis komponen-komponen yang lebih

kecil yang bersama-sama menciptakan perbuatan itu. Artinya sebuah perbuatan

da-pat ditinjau dari komponen-komponen perbuatan itu sendiri, tetapi dada-pat juga dilihat

dari kaitannya dengan faktor lain. Semua unsur yang diungkapkan dalam contoh di

atas menciptakan pengertian ‘memukul’. Unsur-unsur itu adalah

komponen-kom-ponen yang membentuk struktur suatu perbuatan.

c. Latar (Setting)

Latar adalah lingkungan tempat peristiwa terjadi. Termasuk dalam latar ini adalah

tempat atau ruang yang dapat diamati, waktu, hari, tahun, musim, atau periode

(43)

bahwa tindak-tanduk dalam sebuah narsi biasanya berlangsung dengan mengambil

sebuah tempat tertentu yang dipergunakan sebagai pentas. Tempat atau pentas itu

disebut latar atau setting. Latar dapat digambarkan secara hidup dan terperinci,

da-pat pula digambarkan secara sketsa, sesuai dengan fungsi dan perannya pada

tin-dak-tanduk yang berlangsung. Ia dapat menjadi unsur yang penting dalam kaitannya

dengan tindak-tanduk yang terjadi, atau hanya berperan sebagai unsur tambahan

saja. Pada bagian tertentu mungkin saja peranan latar kurang sekali bila

dibanding-kan dengan latar pada bagaian lain. Demikian juga latar yang menjadi tempat atau

pentas itu bisa berbentuk suatu suasana pada suatu kurun waktu tertentu. Latar atau

setting meliputi, tempat, waktu, dan suasana yang melatar belakangi terjadinya

per-istiwa dalam suatu cerita. Latar memunyai fungsi memperjelas atau menghidupkan

peristiwa dalam cerita. Cerita yang baik harus memiliki setting yang menyatu

de-ngan tema, watak pelaku, dan alur. dari pendapat-pendapat tersebut dapat

disimpul-kan bahwa latar merupadisimpul-kan hal yang penting dalam sebuah narasi.

d. Sudut Pandang

sudut pandang adalah posisi atau penempatan diri pengarang dalam ceritanya, atau

dari mana ia melihat peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam cerita (Semi, 1998 :

89). Sehubungan dengan sudut pandang, Keraf (2010 : 190-192) mengemukakan

pendapatnya bahwa sudut pandang dalam sebuah narasi mempersoalkan bagaimana

pertalian antara seeorang yang mengisahkan narasi itu dengan tindak-tanduk yang

berlangsung dalam kisah itu. Orang yang membawa pengisahan itu dapat bertindak

sebagai pengamat (observer) saja, atau sebagai peserta (participant) terhadap

(44)

terak-hir ini adalah sebagai suatu pedoman atau panduan bagi pembaca mengenai

perbu-atan atau tindak-tanduk karakter dalam suatu pengisahan. Secara singkat dapat

di-katakan bahwa sudut pandang dalam narasi mempersoalkan: siapakah narator

da-lam narasi itu, dan apa atau bagaimana relasinya dengan seluruh proses

tindak-tan-duk karakter-karakter dalam narasi.

Jadi, sudut pandang dalam narasi berfungsi menyatakan bagaimana fungsi seorang

pengisah (narator) dalam sebuah narasi, apakah ia mengambil bagian langsung

da-lam seluruh rangkaian kejadian (yaitu sebagai participant), atau sebagai pengamat

(observer) dari seluruh aksi atau tindak-tanduk dalam narasi. Sudut pandang dalam

hubungan dengan narasi ini, yaitu cara seseorang pengarang melihat seluruh

tindak-tanduk dalam suatu narasi. Sudut pandang dapat dibagi lagi atas dua pola utama

yaitu (1) sudut pandang orang dan (2) sudut pandang orang ketiga (Keraf, 2010 :

193).

e. Karakter dan Karakterisasi

Sehubungan dengan karakter dan karakterisasi (Keraf, 2010 : 164) mengemukakan

bahwa karakter-karakter adalah tokoh-tokoh dalam sebuah narasi dan karakterisasi

adalah cara seorang penulis kisah menggambarkan tokoh-tokohnya. Perwatakan

da-lam pengisahan dapat diperoleh dengan usaha memberi gambaran tindak-tanduk

dan ucapan-ucapan para tokohnya (pendukung karakter), sejalan tidaknya kata dan

perbuatan. Motivasi para tokoh itu dapat dipercaya atau tidak diukur melalui

tindak-tanduk, ucapan, kebiasaan, dan sebagainya. Dalam bertindak mereka harus

(45)

wajar atau semua, berbicara atau bertindak sesuai dengan karakter dominan atau

menyimpang dari karakter yang dominan tadi. Seorang tokoh yang telah diciptakan

oleh penulisnya untuk memiliki kepribadian sesuai dengan kerangka yang telah

di-gariskan harus bertindak sesuai dengan kerangka tadi, penggambaran tokoh dalam

cerita dilakukan melalui watak para tokohnya, baik secara langsung maupun tidak

langsung. Secara langsung adalah dengan pelukisan tingkah laku dan perbuatan

to-koh, dengan pelukisan lahir, atau cara berpakaian dan gaya bicara tokoh cerita.

Se-dangkan secara tidak langsung, pelukisan tokoh itu melalui percakapan para

pelaku-nya atau tanggapan pelaku lain terhadap suatu keadaan atau peristiwa, atau reaksi

tokoh lain terhadap tokoh utama.

Gambaran mengenai karakter dan karakterisasi di atas dapat juga disimpulkan

bah-wa karakter dan karakterisasi juga dicapai melalui tokoh atau karakter lain yang

berinteraksi dalam pengisahan. Penulis harus menetapkan apakah perlu

mengguna-kan deskripsi untuk menyajimengguna-kan karakter itu, atau menyerahmengguna-kannya kepada

karak-ter-karakter lain dalam narasi untuk membicarakan karakter tokoh lainnya.

2.4 Pengertian Drama

Berdasarkan aspek etimologi, istilah drama berasal dari akar tunjang “drama” dari

bahasa Greek (Yunani Kuno) drau yang berarti melakukan (action) atau berbuat

se-suatu Ahmadi dalam (Endraswara, 11 : 2011). Selanjutnya, Wiyanto (dalam

Endra-swara, 11 : 2011) sedikit berbeda, katanya drama berasal dari bahasa Yunani, dram,

artinya bergerak. Kiranya gerak adalah mirip. Jadi, tindakan dan gerak merupakan

(46)

Kata kunci drama adalah gerak. Setiap drama akan mengandalkan gerak sebagai ciri

khusus drama. Kata kunci ini yang membedakan dengan puisi dan prosa fiksi.

Da-lam bahasa Prancis draa disebut drame Soemanto (dalam Endraswara 12 : 2011)

yang artinya lakon serius. Serius yang dimaksud, tidak berarti drama melarang

ada-nya humor. Serius dalam hal ini cenderung merujuk pada aspek penggarapan.

Dra-ma perlu garapan yang Dra-matang. DraDra-ma adalah seni cerita dalam percakapan dan

ak-ting tokoh. Dikatakan serius, artinya drama butuh penggarapan tokoh yang

menda-lam dan penuh pertimbangan, yang digarap adalah akting, agar memukau penonton.

Aristoteles (dalam Endraswara 2011 : 12) menyatakan bahwa drama adalah “a

representation of an action”. Action, adalah tindakan yang kelak menjadi akting.

Drama pasti ada akting. Dalam drama itu terjadi “a play”, artinya permainan atau

lakon. Jadi ciri drama harus ada akting dan lakon.

2.5 Ragam Drama

Ragam drama diglongkan menjadi dua bagian yaitu drama ditinjau dari bentuk

pen-ampilan dan drama ditinjau dari aspek konteks dan tempat pentas.

A. Drama Ditinjau dari Bentuk Penampilan

Drama ditinjau dari bentuk penampilan terbagi menjadi 7, yaitu:

1. Drama komedi (hiburan atau lawak);

Drama komedi adalah drama ringan yang sifatnya menghibur dan di dalamnya

ter-dapat dialog kocak yang bersifat menyindir dan biasanya berakhir dengan

kebaha-giaan. Drama ini bersifat humor dan pengarangnya berharap akan menimbulkan

(47)

ko-Drama komedi terbagi menjadi 5 yaitu;

a. komedi situasi;

b. komedi karakter/watak;

c. komedi pengembangan gagasan;

d. komedi sosial;

e. komedi gaya;

f. komedi romantik.

2. Pantomim (drama gerak);

Pantomim adalah drama gerak, yang diutamakan adalah kelucuan. Biarpun ada

aja-ran di dalamnya, namun disampaikan dengan gerak-gerak humor. Pantomim

meru-pakan drama komedi yang mengutamakan permainan ragawi.

3. Drama tragedi dan melodrama;

Drama tragedi atau drama duka adalah drama yang pada akhir cerita tokohnya

mengalami kedukaan. Jika kemudian ada sebutan lain, maka karena tokoh-tokohnya

pada pertengahan cerita menunjukkan sifat khas yang menyebabkan penamaan lain

seperti peperangan, percintaan, dan sebagainya. Sedangkan melodrama adalah

la-kon yang sangat sentimental, dengan tokoh dan cerita yang mendebarkan hati dan

mengharukan. Penggarapan alur dan penokohan yang kurang dipertimbangkan

se-cara cermat, maka cerita seperti dilebih-lebihkan sehingga kurang meyakinkan

pen-onton.

4. Drama eksperimental;

Penamaan drama eksperimental disebabkan oleh kenyataan bahwa drama tersebut

merupakan hasil eksperimen pengarangnya dan belum memasyarakat. Biasanya

(48)

kaidah-kaidah umum struktur lakon, baik dalam hal struktur tematik maupun dalam

hal struktur kebahasaan.

5. Sosio drama;

Sosio drama adalah bentuk pendramatisan peristiwa-peristiwa kehidupan sehari-hari

yang terjadi dalam masyarakat. Bentuk sosio drama merupakan bentuk drama yang

paling elementer. Simulasi dan role playing dapat diklasifikasikan sebagai sosio

drama. Latihan-latihan dasar penulisan lakon dan pemeranan tokh biasanya dapat

efektif dilakukan melalui sosio drama.

6. Drama absurd;

Nama absurd sebenarnya berhubungan dengan sifat lakon dan sifat tokoh-tokohnya.

Drama absurd sesungguhnya merupakan permainan simbol. Drama jenis ini

meru-pakan drama simbolik yang membutuhkan perenungan mendalam. Drama absurd

yang simbolik itu memiliki nuansa sugestif. Semakin dalam pemaknaan simbol,

se-makin kuat pula daya sugestinya.

7. Drama improvisasi.

Kata “improvisasi” sebenarnya berarti spontanitas. Drama-drama tradisional dan

drama klasik kebanyakan bersifat improvisasi. Dalam teater mutakhir kata

“impro-visasi” digunakan untuk member nama jenis drama mutakhir yang mementingkan

gerakan-gerakan (akting) yang bersifat tiba-tiba dan penuh kejutan.

B. Drama Ditinjau dari Aspek Konteks dan Tempat Pentas

Drama ditinjaun berdasarkan aspek konteks dan tempat pentas terbagi menjadi 8,

(49)

1. Drama Pendidikan

Istilah drama pendidikan sebenarnya tidak tepat. Sebab, hampir seluruh drama itu

berisi pendidikan. Istilah drama pendidikan disebut juga drama ajaran atau drama

didaktis. Pada abad pertengahan, lakon menunjukkan pelaku-pelaku yang

dipergu-nakan untuk melambangkan kebaikan atau keburukan, kematian, kegembiraan,

per-sahabatan, permusuhan, dan sebagainya. Pelaku-pelaku drama dijadikan cermin

ba-gi penontoh dengan maksud untuk mendidik.Lakon yang mengungkapkan

kehidup-an di akhirat menunjukkkehidup-an kepada mkehidup-anusia bahwa akhirnya semua orkehidup-ang akkehidup-an

sam-pai ke sana. Adegan di akhirat biasanya menunjukkan keindahan akhirat dan juga

penderitaan para pendosa.

2. Closed Drama (untuk dibaca)

Darama jenis ini hanya indah untuk bahan bacaan. Para sastrawan yang tidak

ber-pengalaman mementaskan drama biasanya menulis closed drama yang tidak

mem-unyai kemungkinan pentas atau kemungkinan pentas kecil. Para penulis drama yang

sekaligus sutradara atau aktor biasanya menulis drama yang tidak hanya

memper-hatikan srtuktur atau keindahan bahasa, akan tetapi yang terpenting adalah

kemung-kinannya untuk dipentaskan.

3. Drama Teatrikal (untuk dipentaskan)

Menurut kodratnya seharusnya semua naskah drama dapat dipentaskan. Akan tetapi

dalam closed drama, kemungkinan untuk dipentaskan itu kecil karena struktur lakon

dan cakapannya yang tidak mendukung pementasan. Dalam drama teatrikal

mung-kin nilai literernya tidak tinggi, tetapi kemungmung-kinan untuk dpat dipentaskan sangat

(50)

yang ditulis oleh para sutradara atau pekerja teater tidak hanya memerhatikan dialog

untuk dipentaskan. Dalam menulis drama teatrikal, penulis membayagkan

pang-gung dan proses pementasan.

4. Drama Lingkungan

Drama lingkungan disebut juga teater ligkungan, yaitu jenis drama modern yang

melibatkan penonton. Dialog drama dapat ditambah oleh pemain sehingga penonton

dilibatkan dengan lakon. Tujuan utama teater lingkungan adalah membuat

tonton-annya akrab dengan penonton.

7. Drama Radio

Drama radio mementingkan dialog yang diucapkan lewat media radio. Jenis drama

ini biasanya direkam melalui kaset. Drama radio dapat pula diklasifikasikan sebagai

sandiwara rekaman. Sebenarnya jenis drama ini telah populer sejak lama. Sanggar

Prathivi telah memproduksi ratusan cerita drama rekaman ini, baik cerita rakyat

maupun cerita hasil imajinasi para pengarang. Cara menulis cerita dalam drama

ra-dio (drama rekaman) berbeda dengan drama biasa. Banyak petunjuk teknis yang

ha-rus diberikan. Selingan musik, sound effect, jenis suara, serta petunjuk teknis lain

harus diberikan secara lengkap dan terperinci karena sandiwara ini tidak akan

diton-ton secara visual, tetapi hanya secara auditif. Adegan dan babak dapat diganti

seba-nyak mungkin karena tidak perlu menyiapkan pergantian dekor. Kecakapan juru

musik dan juru pengatur suara (teknik dan montase) ikut menentukan keberhasilan

drama rasio. Pelaku-pelakunya mengutamakan karakter suara, tetapi biasanya

(51)

Jadi, latihan akting kiranya tidak ada salahnya dijadikan latihan dasar bagi pemeran

sandiwara radio (rekaman).

8. Drama Televisi dan Film

Di televisi jenis pertunjukan drama (sinetron) sangat digemari oleh pemirsa.

Penyu-sunan drama televisi sama dengan penyuPenyu-sunan naskah film. Sebab itu, drama

tele-visi membutuhkan skenario. Dalam skenario tidak boleh diabaikan petunjuk teknis

yang lengkap dan terperinci. Ada yang disebut bahasa film, yaitu adegan diam dan

hanya menunjukkan gejolak perasaan pelaku. Dapat juga hanya menunjukkan

per-kembangan kejadian yang cukup lama. Hal ini tentu tidak dilukiskan dalam dialog,

tetapi dilukiskan melalui narasi. Dalam penyajiannya pun benar-benar

menggam-barkan pergolakan psikis para pemirsa. Kelebihan drama televisi adalah dalam hal

melukiskan flash back. Dalam drama pentas biasa dan dalam sandiwara radio, sukar

sekali dilukiskan flash back. Dalam drama televisi banyak kita jumpai flash back

yang biasanya membuat lakon lebih hidup dan menciptakan variasi. Televisi juga

sebagai pelopor drama dalam bentuk film. Film kolosal pun dapat masuk televisi

secara berseri.

2.6 Kemampuan Menulis Narasi berdasarkan Teks Drama

Menulis karangan adalah menyusun atau mengkoordinasikan buah pikiran atau ide

yang disajikan ke dalam rangkaian kalimat yang logis dan terpadu dalam bahasa

tu-lis. Narasi adalah suatu bentuk wacana yang sasaran utamanya adalah tindak-tanduk

yang dijalin dan dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang dalam kesatuan waktu

(Keraf, 2003 : 136). Teks adalah satuan yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar

(52)

berkesinam-bungan yang memunyai fungsi awal dan akhir yang nyata disampaikan secara

li-san/tertulis (Tarigan, 1987:27). Drama merupakan pertunjukan yang terjadi pada

dunia manusia Schechner (dalam Endraswara, 2011 : 264).

Jadi, yang dimaksud dengan kemampuan menulis karangan narasi berdasarkan teks

drama adalah kecakapan mengungkapkan pengetahuan yang dimiliki untuk

meng-koordinasikan ide yang disajikan dari sebuah teks drama ke dalam kalimat yang

(53)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penganalisisan deskriptif yang sesuai dengan

tujuan penelitian yaitu bermaksud mendeskripsikan kemampuan menulis karangan

narasi berdasarkan teks drama oleh siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Gedongtataan

tahun pelajaran 2011/2012 secara objektif. Metode deskriptif adalah prosedur

pe-mecahan masalah dengan memaparkan keadaan objek penelitian berdasarkan

fakta-fakta yang ada (Nawawi, 1996:63). Hal ini dilakukan untuk memecahkan

permasa-lahan yang dihadapi oleh murid dalam menulis, khususnya menulis karangan narasi

bardasarkan teks drama.

3.2 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Gedong

tataan. Jumlah populasi seluruhnya adalah 180 siswa yang tersebar dalam 5 kelas

yakni kelas VII A, VII B, VII C, VII D, VII D, dan VII E. Jumlah siswa tiap kelas

(54)

Tabel 3.1 Daftar Populasi Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Gedongtataan

Kabupaten Pesawaran Tahun Pelajaran 2011/2012

No Kelas Jumlah populasi

1

(sumber : Data siswa kelas VII SMP Negeri 3 Gedongtataan Kabupaten Pesawaran tahun pelajaran 2011/2012)

3.3 Sampel Penelitian

Subjek penelitian ini tergolong banyak, oleh karena itu dilakukan penelitian sampel.

Penetapan sampel penelitian ini didasarkan pada pendapat Arikunto (2002:112)

apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua, sehingga penelitian

i-ni merupakan penelitian populasi. Selanjutnya, jika jumlah subjeknya banyak dapat

diambil 10-15% atau 20-25% atau lebih tergantung pada kemampuan peneliti,

sem-pit luasnya wilayah pengamatan, dan besarnya resiko peneliti.” Dalam pengambilan

sampel, peneliti menggunakan teknik proportional cluster random sampling.

Berdasarkan pendapat di atas, sampel penelitian ini ditentukan sebanyak 20% dari

jumlah populasi sebanyak 180 siswa, yaitu 36 responden. Sampel tersebut diambil

secara acak pada lima kelas paralel. Dengan demikian, setiap kelas diambil 20%

sebagai sampel penelitian. Adapun distribusi sampel dipaparkan dalam tabel

(55)

Tabel 3.2 Perhitungan Sampel dari Jumlah Siswa Kelas VII

Pengambilan sampel untuk masing-masing kelas dilakukan secara acak dengan

tek-nik undian. Langkah-langkah penyampelan dengan tektek-nik undian adalah sabagai

berikut.

1. Membuat daftar nama semua objek penelitian menjadi populasi penelitian dan

memberi kode nomor urut utuk masing-masing subjek penelitian.

2. Memberi kode nomor urut yang ditulis pada kertas kecil dan digulung rapi.

3. Memasukkan gulungan kertas ke dalam kotak kemudian mengocok kotak

ter-sebut dan mengambil satu per satu gulungan kertas sesuai dengan jumlah sampel

yang dibutuhkan pada setiap kelasnya.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik tes tertulis. Jenis tes

yang digunakan adalah tes kemampuan menulis narasi. Objek penelitian ini adalah

karangan siswa. Karangan narasi yang dibuat oleh siswa harus berdasarkan teks

drama yang telah disediakan. Siswa diberi tugas menulis narasi berdasarkan teks

drama dengan waktu yang telah ditentukan yaitu 90 menit dengan panjang

karang-an 100-250 kata. Instrumen ykarang-ang digunakkarang-an adalah teks drama. Teks drama tersebut

Gambar

Tabel 3.1  Daftar Populasi Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Gedongtataan        Kabupaten Pesawaran Tahun Pelajaran 2011/2012
Tabel 3.2  Perhitungan Sampel dari Jumlah Siswa Kelas VII
Tabel 3.4 Indikator Penskoran Kemampuan Menulis Narasi

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Faktor utama dalam upaya peningkatan kinerja atau prestasi kerja adalah manajemen sumber daya yang tepat, meliputi kepemimpinan dalam organisasi, budaya organisasi, dan

[r]

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya masyarakat belum memahami secara mendalam bagaimana peran enzim dalam kehidupan sehari hari khususnya dalam

Mengenai strategi manajemen baik Kepala Sekolal1 maupun Komite Sekolah sangat memegang penman penting dalam pemberdayaan dana pembelajaran.. Yang menjadi pennasalahan dalam hal

Target adalah jumlah rencana penerimaan yang akan dicapai, penentuan target didasarkan potensi (kemampuan) daerah sehingga masing-masing daerah tidak sama

Metode distribusional digunakan adalah metode Baca Markah (BM) untuk menganalisis bentuk pronomina dan repetisi dalam wacana upacara pernikahan adat Jawa di Surakarta,

Penelitian ini merupakan kegiatan proses desain artwork pada taman pulau dan median jalan di kawasan Jalan Medan Merdeka Jakarta, dengan memperhatikan atribut- atribut