• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENGHAPUSAN PEMUNGUTAN PAJAK PROGRESIF KENDARAAN BERMOTOR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI PROVINSI LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PENGHAPUSAN PEMUNGUTAN PAJAK PROGRESIF KENDARAAN BERMOTOR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI PROVINSI LAMPUNG"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

ANALISIS PENGHAPUSAN PEMUNGUTAN PAJAK PROGRESIF KENDARAAN BERMOTOR SEBAGAI UPAYA

MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI PROVINSI LAMPUNG

Oleh Diasti Rastosari

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 jo Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah memberikan amanat penyelenggaraan otonomi daerah dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah. Kewenangan untuk menggunakan sumber keuangan sendiri dilakukan dalam wadah PAD yang bersumber dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Perusahaan Daerah dan pendapatan lain yang sah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Permasalahan yang akan dibahas yaitu pertimbangan yuridis dan akibat hukum dari penghapusan pemungutan pajak progresif kendaraan bermotor sebagai upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah di Provinsi Lampung. Metode penelitian dalam skripsi ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh jawaban bahwa pemungutan tarif progresif pada Pajak Kendaraan Bermotor dimaksudkan untuk menambah penerimaan dari PKB akibat kepemilikan kendaraan yang lebih dari satu. Tetapi pada kenyataannya pelaksanaan tarif progresif Pajak Kendaraan Bermotor di Provinsi Lampung kurang efektif untuk diterapkan karena Pemberlakuan tarif progresif Pajak Kendaraan Bermotor tersebut di Provinsi Lampung justru menurunkan pendapatan daerah provinsi Lampung. Oleh karena itu diharapkan kepada Pemerintah agar segera dihapuskannya Peraturan Daerah mengenai pemungutan pajak progresif pada kendaraan bermotor agar tujuan awal diberlakukannya Peraturan pemungutan pajak kendaraan bermotor untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah terlaksana.

Kata kunci:

(2)

ABSTRACT

ANALYSIS OF TAX COLLECTION PROGRESSIVE REMOVAL OF MOTOR VEHICLES AS AN EFFORT TO IMPROVE THE

ORIGINAL INCOME AREAS IN THE PROVINCE OF LAMPUNG

BY

DIASTI RASTOSARI

Act No. 12 of 2008 jo Act No. 23 of 2014 About local governance gives the mandate of conducting autonomous region by providing a broad authority, real and responsible to the region. Authority to use financial resources himself performed in the container PAD sourced from local tax Levy, area, regional and Company of other legitimate income as set forth in Act No. 28 of 2009 about local tax and Levy area.

Issues to be discussed, namely the consideration of the juridical and legal consequences of the abolition of the poll tax progressive motor vehicles in an effort to improve the original Income areas in Lampung Province. Research methods in this thesis was using juridical normative approach methods and juridical empirical approach methodes. Based on the research results obtained answers that the progressive rate of tax on the motor vehicle is intended to increase the acceptance of the PKB due to ownership of more than one vehicle. But in fact the implementation of progressive Tax rates of motor vehicles in the province of Lampung less effective to apply progressive Tax rates due to the enforcement of the motor vehicle in the province of Lampung thus lowering the income area of the province of Lampung. It is therefore expected to the Government so that local regulations concerning the abolition as soon as quorum progressive tax on motor vehicles for the purpose of the initial establishment of the motor vehicle tax collection Regulations to increase the income of the original Area was effected.

Keywords:

(3)

ANALISIS PENGHAPUSAN PEMUNGUTAN PAJAK PROGRESIF KENDARAAN BERMOTOR SEBAGAI UPAYA

MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI PROVINSI LAMPUNG

Oleh

DIASTI RASTOSARI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung

(4)
(5)
(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Karang, Bandar Lampung pada tanggal 16 November 1992, sebagai anak bungsu dari dua bersaudara, putri dari pasangan Bapak Edi Suparta Raswadiputra,S.H dan Ibu Dra. Pentasti Bintari.

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) AL-KAUTSAR diselesaikan tahun 1998, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD AL-KAUTSAR pada tahun 2004, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 22 Bandar Lampung pada tahun 2007, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 3 Bandar Lampung pada tahun 2010.

(7)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan Lafadz Hamdallah, ku persembahkan karya ilmiah ini untuk :

Sembah sujud serta syukur kepada Allah SWT. Taburan cinta dan kasih sayang-Mu telah memberikanku kekuatan dan membekaliku dengan ilmu. Atas karunia serta kemudahan yang Engkau berikan akhirnya skripsi yang sederhana ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam selalu terlimpahkan keharibaan Rasullah Muhammad SAW.

Ibu dan Bapak tercinta yang dengan segenap kasih sayang, kesabaran, dan nasehatnya dalam membesarkan dan mendidikku, atas setiap doa yang selalu dipanjatkan untuk keberhasilan dan kebahagianku.

Kakak tercinta Adisti Rastosari yang selalu menyayangiku dan mendukungku serta menghargaiku sebagai saudara juga teman.

Sahabat-sahabatku yang tidak bisa diucapkan satu persatu, terima kasih telah memberikan dorongan, motivasi, saran serta doanya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

(8)

MOTO

Orang yang menuntut ilmu berarti menuntut Rahmat, Orang yang menuntut ilmu berarti menjalankan Rukun Islam, dan

Pahala yang diberikan sama dengan para Nabi. -HR. Dailani dari Anas

r.a-Bukanlah hidup kalau tidak ada masalah, Bukanlah sukses kalau tidak melalui rintangan, Bukanlah menang kalau tidak dengan pertarungan,

Bukanlah lulus kalau tidak ada ujian, dan Bukanlah berhasil kalau tidak berusaha

(9)

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil ’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah SWT, Tuhan sekalian alam yang maha kuasa atas bumi, langit dan seluruh isinya, serta hakim yang maha adil di hari akhir nanti, sebab hanya dengan kehendaknya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam tak lupa semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa Rahmatan Lil’Aalaamiin.

Skripsi dengan judul “Analisis Penghapusan Pemungutan Pajak Progresif Kendaraan Bermotor Sebagai Upaya Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Di

Provinsi Lampung “ adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Lampung.

Terimakasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah memberiakan bantuan, bimbingan dan dorongan yang sangat berguna hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini, yaitu:

(10)

2. Ibu Nurmayani, S.H.,M.H. selaku Dosen Pembimbing I atas kesediannya untuk memberikan masukan, dorongan dan bimbingan dalam proses penyelsaian skripsi ini;

3. Ibu Eka Devianti, S.H.,M.H. selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran serta dengan penuh perhatian dan kesabaran sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;

4. Bapak Elman Eddy Patra, S.H.,M.H. selaku Dosen Pembahas I yang telah banyak memberikan saran dalam penulisan skripsi ini;

5. Ibu Ati Yuniati, S.H.,M.H. selaku Dosen Pembahas II yang telah memberikan kritik dan saran dalam penulisan skripsi ini;

6. Bapak Zulkarnaen Ridlwan, S.H.,M.H. selaku Pembimbing Akademik; 7. Bapak Ahmad Saleh, S.H.,M.H. selaku Pembimbing Akademik;

8. Para Dosen Pengajar dan Staff di Fakultas Hukum Universitas Lampung, terimakasih banyak atas bimbingan dan ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama dalam pendidikan;

9. Bapak Dr. Agus Nompitu, S.E.,M.T.P., selaku Sekretaris Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Lampung atas bantuan dalam penulisan skripsi ini;

10. Yang tercinta Bapak Edi Suparta Raswadiputra, S.H. dan Ibu Dra. Pentasti Bintari yang selalu mendoakan dan mendukungku dalam menyelesaikan skripsi ini, terimakasih atas doa dan dukungannya;

11. Satu-satunya Kakakku tercinta Adisti Rastosari, S.Pt.,M.Sc. Terima kasih telah selalu meluangkan waktunya untuk mendengarkan keluh kesah adikmu; 12. Sahabat-sahabatku tersayang Sarah Gartika, Lirta Amalia, Ika Nur Apriyanti,

(11)

Indah Nurfitria terima kasih selalu menemaniku dalam keadaan sedih dan senang serta bantuan pemikirannya sehingga skripsi ini terselesaikan;

13. Mona Vindytia dan Gusti Mona Sindytia, terima kasih sudah meluangkan waktu untuk menemaniku selama melakukan riset skripsi ini sehingga dapat selesai tepat waktu;

14. Sahabatku BOSTON3, Mona Ayu Wanda Hani Ira Rosani Iqbal terima kasih kuucapkan kepada kalian yang selalu menghiburku selama mengerjakan skripsi ini. Semoga kita semua akan menjadi sahabat yang saling menjaga satu sama lain;

15. Keluarga Besar HIMA HAN yang tidak bisa kuucapkan satu persatu. 16. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis mengucapkan terima kasih atas doa dan dukungannya dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT mencatat dan mengganti semuanya sebagai amal sholeh. Sangat penulis sadari bahwa berakhirnya masa studi ini adalah awal dari perjuangan panjang untuk menjalani kehidupan yang sesungguhnya. Semoga karya kecil ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, 2015 Penulis

(12)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian ... 6

1.2.1 Permasalahan ... 6

1.2.2 Ruang Lingkup ... 7

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 7

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 7

1.3.2 Kegunaan Penelitian... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Progresif Kendaraan Bermotor... 9

2.1.1 Pengertian Pajak ... 9

2.1.2 Pajak Progresif Kendaraan Bermotor ... 12

2.1.3 Pengertian Pajak Kendaraan Bermotor... 16

2.2 Pendapatan Asli Daerah ... 18

2.2.1 Pengertian Pendapatan Asli Daerah ... 18

2.2.2 Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah ... 20

2.2.3 Fungsi Pendapatan Asli Daerah ... 20

2.3 Konsep Otonomi Daerah ... 23

2.3.1 Pengertian Otonomi Daerah ... 23

2.3.2 Asas-Asas Otonomi Daerah... 25

2.3.3 Prinsip-Prinsip Otonomi Daerah ... 27

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Masalah ... 29

3.2 Sumber dan Jenis Data ... 29

3.3 Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data... 31

(13)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Lampung dan Sistem Manunggal Satu Atap ( SAMSAT )

Bandar Lampung ... 33 4.2 Pertimbangan Yuridis Penghapusan Pemungutan Pajak

Progresif Kendaraan Bermotor Sebagai Upaya

Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah di Provinsi Lampung. 43 4.3 Akibat Hukum Penghapusan Pemungutan Pajak

Progresif Kendaraan Bermotor di Provinsi Lampung………….59

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ... 61 5.2 Saran ... 62

(14)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Pembangunan daerah pada dasarnya adalah upaya untuk mengembangkan kemampuan ekonomi daerah untuk menciptakan kesejahteraan dan memperbaiki kehidupan material secara adil dan merata; meningkatkan kondisi kesehatan, pendidikan, perumahan, dan kesempatan kerja; mendorong penegakan hak-hak asasi manusia, kebebasan politik dan demokrasi mengembangkan peradaban dan meningkatkan kesadaran perlunya pembangunan berkelanjutan.1

Pelaksanaan pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang berkelanjutan, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah memberikan amanat penyelenggaraan otonomi daerah dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional serta diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. 2

1

Rayanto Sofian, Pembangunan Daerah di Era Otonomi. hlm.23 2

(15)

2

Pelaksanaan otonomi daerah pada dasarnya tidak terlepas persyaratan yang bersifat politis, di mana persyaratan ini menuntut tiga kondisi, yaitu pertama adanya political will dari pemerintah, yang bentuknya bermula dari sebuah pengakuan akan perlunya otonomi daerah, yang kemudian dibuktikan dengan adanya peraturan-peraturan dasar dan peraturan pelaksana, dan pada akhirnya dukungan dari pemerintah pusat; kedua adanya kekuatan ekonomi daerah, di mana dalam hal ini yang akan dipermasalahkan adalah sejauh mana daerah memberi sumbangan yang memadai bagi anggaran pendapatan dan belanja; penataan organisasi birokrasi dan sumber daya manusia. Ketiga adalah bersifat manajemen, di mana persyaratan ini menuntut tiga langkah yaitu reorientasi paradigma pemerintah, restrukturisasi pemerintah, dan aliansi dengan organisasi-organisasi dalam masyarakat.3

Otonomi daerah juga menuntut adanya kemampuan pemerintah daerah untuk menggali sumber-sumber penerimaan yang tidak tergantung kepada pemerintah pusat dan mempunyai kekuasaan di dalam menggunakan dana-dana tersebut untuk kepentingan masyarakat daerah, dalam batas-batas yang ditentukan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Konsekuensinya daerah harus mampu dan mandiri dalam menyelenggarakan pemerintahan daerahnya. Tingkat kemandirian diturunkan dari tingkat desentralisasi yang diselenggarakan. Semakin tinggi derajat desentralisasi, semakin tinggi tingkat otonomi daerah, jika tidak besar kemungkinan akan digabung dengan daerah lain. Sebab tidaklah efektif bila

3

(16)

3

daerah yang otonom selalu menggantungkan kehidupannya pada subsidi pemerintah pusat.4

Keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah tidak terlepas pada kemampuan keuangan daerah. Artinya daerah harus memiliki kemampuan dan kewenangan untuk menggali sumber keuangannya sendiri, mengelola dan menggunakannya dalam membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah. Maknanya adalah pemerintah daerah tidak selalu bergantung kepada bantuan dari pemerintah pusat, dan menunjukkan kemandirian daerah dalam pelaksanaan otonomi. Salah satu kriteria penting untuk mengetahui secara nyata, kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri adalah kemampuan self supporting di bidang keuangan.5

Keuangan menjadi salah satu faktor pendukung pelaksanaan otonomi daerah, di mana sumber pendapatan daerah menurut Pasal 157 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah. Terkait dengan pemberian otonomi kepada daerah dalam merencanakan, menggali, mengelola dan menggunakan keuangan daerah sesuai dengan kondisi daerah, PAD dapat dipandang sebagai salah satu indikator atau kriteria untuk mengurangi ketergantungan suatu daerah kepada pusat. PAD merupakan sumber penerimaan yang murni dari daerah, yang merupakan modal utama bagi daerah

4Ibid. hlm.25. 5

(17)

4

sebagai biaya penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Meskipun PAD tidak seluruhnya dapat membiayai total pengeluaran daerah, namun proporsi PAD terhadap total penerimaan daerah tetap merupakan indikasi derajat kemandirian keuangan suatu pemerintah daerah.

Daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangannya sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya. Ketergantungan daerah kepada pusat tidak lagi dapat diandalkan, sehingga Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar, yang didukung kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai prasyarat mendasar dalam sistem pemerintahan negara.

Kewenangan untuk mendayagunakan sumber keuangan sendiri dilakukan dalam wadah PAD yang bersumber dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Perusahaan Daerah dan lain-lain pendapatan yang sah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

(18)

5

bertanggungjawab dalam penentuan pajak progresif, selama ini SDM yang diposisikan pada pengenaan pajak progresif masih merangkap tugas lain.

Secara eksternal, kebijakan pengenaan kendaraan bermotor progresif tersebut menuai kritik dari berbagai komponen wajib pajak, seperi koperasi, yayasan, instansi pemerintahan, BUMD dan berbagai perusahaan swasta lainnya yang memiliki banyak kendaraan baik roda dua dan roda empat sebagai sarana untuk operasionalisasi kegiatan usaha, mereka. Mereka diwajibkan membayar pajak progresif sesuai dengan banyaknya jumlah dan jenis kendaraan yang dimilikinya.

Langkah kongkrit yang ditempuh oleh Provinsi Lampung dalam mengoptimalkan penerimaan pajak daerah adalah dengan memberlakukan Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah. Salah satu komponen pajak dalam Peraturan Daerah tersebut yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah pajak progresif. Kepala Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Lampung Nomor: 973/0037/III.18/01/2012 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengenaan Kendaraan Bermotor Progresif, yang secara efektif diberlakukan sejak 12 Maret 2012.

(19)

6

seterusnya untuk kendaraaan milik badan/lembaga yang berbadan hukum (lembaga sosial/keagamaan, yayasan, koperasi, CV/PT/Perusahaan), Lembaga Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota (Plat Nomor Polisi Merah), serta untuk Kendaraan Umum (Plat Nomor Polisi Kuning), tidak dikenakan pajak progresif. Pengenaaan pajak progresif terhadap kepemilikan kedua dan seterusnya atas kendaraan roda dua, roda empat atau lebih, hanya ditujukan kepada kepemilikan pribadi atau perorangan.

Pentingnya kajian mengenai pajak progresif ini berkaitan dengan kemampuan pemerintah daerah dalam memaksimalkan PAD ini merupakan salah satu indikator atau kriteria untuk mengukur kemampuan keuangan suatu daerah. Semakin besar kontribusi PAD terhadap APBD akan menunjukkan semakin besar kemampuan daerah dalam mengelola pembangunan di daerah sendiri dan semakin kecil ketergantungan daerah pada pemerintah pusat. PAD merupakan sumber penerimaan yang murni dari daerah, yang merupakan modal utama bagi daerah sebagai biaya penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis akan melakukan penelitian dan menuangkannya ke dalam Skripsi yang berjudul: "Analisis Penghapusan Pemungutan Pajak Progresif Sebagai Upaya Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah di Provinsi Lampung"

1.2 Permasalahan dan Ruang Lingkup

1.2.1 Permasalahan

(20)

7

1. Apakah pertimbangan yuridis penghapusan pemungutan pajak progresif kendaraan bermotor sebagai upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah di Provinsi Lampung?

2. Apakah akibat hukum penghapusan pemungutan pajak progresif kendaraan bermotor sebagai upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah di Provinsi Lampung?

1.2.2 Ruang Lingkup

Ruang lingkup kajian penelitian adalah Hukum Administrasi Negara yang dibatasi pada, masalah sebagai berikut:

1. Pertimbangan yuridis terhadap penghapusan pemungutan pajak progresif kendaraan bermotor sebagai upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah di Provinsi Lampung.

2. Akibat hukum dari penghapusan pemungutan pajak progresif kendaraan bermotor sebagai upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah di Provinsi Lampung.

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

(21)

8

2. Untuk mengetahui akibat hukum penghapusan pemungutan pajak progresif sebagai upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah di Provinsi Lampung.

1.3.2 Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam menambah wawasan dan kajian Hukum Administrasi Negara, khususnya yang berkaitan dengan penghapusan pemungutan pajak progresif sebagai upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah di Provinsi Lampung

2. Secara praktis

Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan berguna:

a. Sebagai sumbangan pemikiran dan kontribusi ilmiah bagi Pemerintah Provinsi Lampung dalam mengoptimalkan penerimaan pajak daerah, khususnya yang bersumber pajak kendaraan bermotor.

(22)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pajak Progresif Kendaraan Bermotor

2.1.1 Pengertian Pajak

Beberapa pengertian pajak menurut beberapa ahli sebagaimana dikemukakan adalah sebagai berikut:

a. Pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak yang dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang untuk menutup belanja pemerintah.

b. Pajak adalah bantuan uang secara insidental atau secara periodik (dengan tidak ada kontraprestasinya), yang dipungut oleh badan yang bersifat umum (negara), untuk memperoleh pendapatan, dimana tedadi suatu. tatbestand (sasaran pemajakan), yang karena undang-undang telah menimbulkan hutang pajak.

c. Uang pajak digunakan untuk produksi barang dan jasa, jadi benefit diberikan kepada masyarakat hanya tidak mullah ditunjukkannya apalagi secara perorangan.

(23)

10

e. kontraprestasi dan semata-mata digunakan untuk menutupi pengeluaran-pengeluaran umum.

f. Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terhutang melalaui norma-norma umum dan yang dapat dipaksakan tanpa adakalanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual untuk membiayai pengeluaran pemerintah.

g. Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.

h. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

(24)

11

a. Fungsi anggaran (budgetair)

Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari Tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.

b. Fungsi mengatur (regulerend)

Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.

c. Fungsi stabilitas

Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, hat ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien. d. Fungsi redistribusi pendapatan

Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kedaerah, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila terlalu tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak, namun bila terlalu rendah maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan pajak harus memenuhi persyaratan yaitu:

a. Pemungutan pajak harus adil

(25)

12

yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak dan sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai dengan berat ringannya pelanggaran

b. Pengaturan pajak harus berdasarkan undang-undang

Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: "Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang", ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU tersebut harus dijamin kelancarannya

c. Jaminan hukum

Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara umum. Jaminan hukum akan terjaganya kerahasiaan bagi para wajib pajak.

d. Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian

Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan, maupun jasa. Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat kecil dan menengah.

e. Pemungutan pajak harus efesien

Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana, dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun dari segi waktu.

f. Sistem pemungutan pajak harus sederhana

Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan dalam pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan dapat positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak remit, orang akan semakin enggan membayar pajak.6

2.1.2 Pajak Progresif Kendaraan Bermotor

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah maka diketahui bahwa pengaturan mengenai pajak progresif kendaraan bermotor adalah sebagai berikut:

6

(26)

13

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diketahui bahwa:

(1) Objek Pajak Kendaraan Bermotor adalah kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor.

(2) Termasuk dalam pengertian Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kendaraan bermotor beroda beserta gandengannya,yang dihasilkan di semua jenis jalan darat dan kendaraan bermotor yang dioperasikan di air dengan ukuran isi kotor GT 5 (lima Gross Tonnage) sampai dengan GT 7 (tujuh Gross Tonnage)

(3) Dikecualikan dari pengertian Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat 2 adalah:

a. Kereta api;

b. Kendaraan bermotor yang semata-mata digunakan untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara;

c. Kendaraan Bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dengan asas timbal batik dan lembaga-lembaga internasional yang memperoleh fasilitas pembebasan pajak dari Pemerintah;

d. Objek Pajak lainnya yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah.

Pasal 4 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diketahui bahwa:

(1) Subjek Pajak Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi atau Badan yang memiliki dan/atau menguasai Kendaraan Bermotor.

(2) Wajib Pajak Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi atau Badan yang memiliki Kendaraan Bermotor.

(3) Dalam hal Wajib Pajak Badan, kewajiban perpajakannya diwakili oleh pengurus atau kuasa Badan tersebut.

·

Pasal 5 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diketahui bahwa:

(1) Dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor adalah hasil perkalian dari 2 (dua) unsur pokok:

(27)

14

b. Bobot yang mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan dan/atau pencemaran lingkungan akibat penggunaan Kendaraan Bermotor.

(2) Khusus untuk Kendaraan Bermotor yang digunakan di luar jalan umum, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar Berta kendaraan di air, dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor adalah Nilai Jual Kendaraan Bermotor.

(3) Bobot sebagaimana dimaksud pada. ayat (1) huruf b dinyatakan dalam koefisien yang nilainya 1 (satu) atau lebih besar dari 1 (satu), dengan pengertian sebagai berikut:

a. koefisien sama dengan 1 (satu) berarti kerusakan jalan dan/atau pencemaran lingkungan oleh penggunaan Kendaraan Bermotor tersebut dianggap masih dalam batas toleransi; dan

b. koefisien lebih besar dari 1 (satu) berarti penggunaan Kendaraan Bermotor tersebut dianggap melewati batas toleransi.

(4) Nilai Jual Kendaraan Bermotor ditentukan berdasarkan Harga Pasaran Umum atas suatu Kendaraan Bermotor.

(5) Harga Pasaran Umum sebagaimana dimaksud pada, ayat (4) adalah harga rata-rata yang diperoleh dari berbagai cumber data yang akurat.

(6) Nilai Jual Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada, ayat (4) ditetapkan berdasarkan Harga Pasaran Umum pada, minggu pertama bulan December Tahun Pajak sebelumnya.

(7) Dalam hal Harga Pasaran Umum suatu Kendaraan Bermotor tidak diketahui, Nilai Jual Kendaraan Bermotor dapat ditentukan berdasarkan sebagian atau seluruh faktor-faktor:

a. harga Kendaraan Bermotor dengan isi silinder dan/atau satuan tenaga yang sama;

b. penggunaan Kendaraan Bermotor untuk umum atau pribadi;

c. harga Kendaraan Bermotor dengan merek Kendaraan Bermotor yang sama;

d. harga Kendaraan Bermotor dengan tahun pembuatan Kendaraan Bermotor yang sama;

e. harga Kendaraan Bermotor dengan pembuat Kendaraan Ben rotor; f. harga Kendaraan Bermotor dengan Kendaraan Bermotor sejenis;

dan

g. harga Kendaraan Bermotor berdasarkan dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB).·

(8) Bobot sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dihitung berdasarkan faktor-faktor:

(28)

15

b. jenis bahan bakar Kendaraan Bermotor yang dibedakan menurut solar, bensin, gas, listrik, tenaga surya, atau jenis bahan bakar lainnya; dan

c. jenis, penggunaan, tahun pembuatan, dan ciri-ciri mesin Kendaraan Bermotor yang dibedakan berdasarkan jenis mesin 2 tak atau 4 tak, dan isi silinder.

(9) Penghitungan dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), dan ayat (8) dinyatakan dalam suatu Label yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri setelah mendapat pertimbangan dari Menteri Keuangan.

(10) Penghitungan dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (9) ditinjau kembali setiap tahun.

Pasal 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diketahui bahwa:

(1) Tarif Pajak Kendaraan Bermotor pribadi ditetapkan sebagai berikut:

a. Untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor pertama paling rendah sebesar 1% (satu persen) dan paling tinggi sebesar 2% (dua persen); b. Untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor kedua dan seterusnya tarif

dapat ditetapkan secara progresif paling rendah sebesar 2% (dua persen) dan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).

c. Kepemilikan Kendaraan Bermotor didasarkan atas nama dan/atau alamat yang sama.

d. Tarif Pajak Kendaraan Bermotor angkutan umum, ambulans, pemadam kebakaran, sosial keagamaan, lembaga sosial dan keagamaan, Pemerintah/TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, dan kendaraan lain yang ditetapkan dengan Peraturan. Daerak ditetapkan paling rendah sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dan paling tinggi sebesar 1% (satu persen).

e. Tarif Pajak Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar ditetapkan paling rendah sebesar 0,1 % (no] koma satu persen) dan paling tinggi sebesar 0,2% (nol koma dua persen).

f. Tarif Pajak Kendaraan Bermotor ditetapkan dengan Peraturan. Daerah. ·

Pasal 7 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diketahui bahwa:

(29)

16

dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana, dimaksud dalam Pasal 5 ayat (9).

(2) Pajak Kendaraan Bermotor yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat Kendaraan Bermotor terdaftar.

(3) Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor dilakukan bersamaan dengan penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor.

(4) Pemungutan pajak tahun berikutnya dilakukan di kas daerah atau bank yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.

Pasal 8 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan. Retribusi Daerah diketahui bahwa:

(1) Pajak Kendaraan Bermotor dikenakan untuk Masa Pajak 12 (dua betas) bulan berturut-turut terhitung mulai saat pendaftaran Kendaraan Bermotor. (2) Pajak Kendaraan Bermotor dibayar sekaligus di muka.

(3) Untuk Pajak Kendaraan Bermotor yang karma keadaan kahar (force majeure) Masa Pajaknya tidak sampai 12 (dua betas) bulan, dapat dilakukan restitusi atas pajak yang sudah dibayar untuk porsi Masa Pajak yang belum dilalui.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tats cara pelaksanaan restitusi diatur dengan Peraturan Gubernur.

(5) Hasil penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor paling sedikit 10% (sepuluh persen), termasuk yang dibagihasilkan kepada kabupaten/kota, dialokasikan untuk pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan serta peningkatan moda dan sarana transportasi umum.

2.1.3 Pengertian Pajak Kendaraan Bermotor

(30)

17

berupa motor atau peralatan lain yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga.

Kendaraan bermotor itu sendiri adalah kendaraan yang digerakkan oleh motor/ mekanik, tidak termasuk kendaraan yang berjalan diatas rel. jadi kendaraan bermotor adalah kendaraan yang berjalan diatas aspal dan tanah seperti mobil sedan, bis, truck, trailer, pick-up, kendaraan beroda tiga dan beroda dua dan sebagainya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah maka diketahui bahwa pajak kendaraan bermotor termasuk pada pajak daerah maka subjek retribusi daerah sebagai berikut:

1. Retribusi jasa umum adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/ menikmati pelayanan jasa umum yang bersangkutan.

2. Retribusi jasa usaha adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/ menikmati pelayanan jasa usaha yang bersangkutan.

3. Retribusi perizinan tertentu adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin tertentu dari pemerintah daerah.

Sama seperti subjek retribusi daerah karena pajak kendaraan bermotor termasuk pada pajak daerah maka Objek retribusi daerah terdiri dari

(31)

18

2. Jasa, usaha yaitu berupa pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial.

3. Perizinan tertentu yaitu kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

Salah satu sumber dana yang dapat digunakan untuk membiayai sarana dan prasarana di setup daerah yaitu berasal dari pajak atau pendapatan asli daerah sendiri. Berdasarkan undang-undang pemerintahan daerah, khususnya asas desentralisasi, pemerintah daerah memiliki sumber penerimaan yang terdiri atas hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, laba perusahaan daerah, dan pendapatan asli daerah yang sah. Salah satu pendapatan asli daerah sendiri adalah dari sektor kendaraan bermotor. Sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah yang berpengaruh, terhadap pendapatan daerah. Dengan ditetapkannya suatu penerimaan pajak diharapkan mampu meningkatkan dari sector pajak, dalam hal ini khususnya dari pajak kendaraan bermotor.

2.2 Pendapatan Asli Daerah

2.2.1 Pengertian Pendapatan Asli Daerah

(32)

19

corak otonomi daerah, maka salah satu variabel pokok yang digunakan adalah kemampuan keuangan daerah. Selanjutnya, kemampuan keuangan daerah dapat dilihat dari rasio PAD terhadap APBD. Dengan demikian maka besarnya PAD menjadi unsur yang sangat penting dalam mengukur tingkat kemampuan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah.

Peran PAD sebagai sumber pembiayaan pembangunan daerah masih rendah. Kendatipun perolehan PAD setiap tahunnya relatif meningkat namun masih kurang mampu menambah laju pertumbuhan ekonomi daerah. Untuk beberapa daerah yang relatif minus dengan kecilnya pecan PAD dalam APBD, maka upaya satu-satunya adalah menarik investasi swasta domestik ke daerah minus. Pendekatan ini tidaklah mudah dilakukan sebab swasta justru lebih berorientasi kepada daerah yang relatif menguntungkan dari segi ekonomi.7

Melihat kenyataan yang ada bahwa PAD yang diperoleh pada umumnya masih relatif rendah, maka tidak sedikit Pemerintah Daerah yang merasa khawatir melaksanakan otonomi daerah. Kekhawatiran yang berlebihan bagi daerah, terlebih bagi daerah miskin dalam menghadapi otonomi daerah mestinya tidak perlu terjadi. Pertimbangan pemberian otonomi daerah tidaklah mesti dilihat dari pertimbangan keuangan semata, sekiranya pertimbangan ini masih tetap mendominasi pemberian otonomi ini tidak akan terlaksana. Sebenarnya apabila diberikan mekanisme kewenangan yang lebih luas dalam bidang keuangan, maka Pemerintah Daerah dapat menggali dan mengembangkan potensi yang dimilikinya.

7

(33)

20

Otonomi daerah diharapkan lebih menekankan kepada mekanisme yang memberikan kewenangan yang luas kepada daerah dalam bidang keuangan, karena dengan kewenangan tersebut uang akan dapat dicari semaksimal mungkin tentu saja dengan memperhatikan potensi daerah serta kemampuan aparat pemerintah untuk mengambil inisiatif guna menemukan sumber-sumber keuangan yang baru. Kewenangan yang luas bagi daerah akan dapat menentukan mana sumber dana yang dapat digali dan mana yang secara potensial dapat dikembangkan.

2.2.2 Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah

Sumber-sumber PAD sebagaimana telah dikemukakan pada bab terdahulu, terdiri dari beberapa unsur yaitu pajak daerah, retribusi daerah, perusahaan daerah, dan lain-lain pendapatan yang sah.

1. Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang dapat digunakan untuk pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.

2. Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

(34)

21

tersebut. Hasil perusahaan daerah sebagai salah satu sumber PAD meskipun memiliki potensi yang cukup besar tetapi dengan pengelolaan perusahaan yang tidak/kurang profesional dan terlebih lagi dengan adanya intervensi dari Pemerintah Daerah sendiri, maka kontribusi PAD dari sumber ini masih kurang memadai.

4. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah diperoleh antara lain dari hasil penjualan asset daerah dan jasa giro, penerimaan dari pihak ketiga yang bukan perusahaan daerah, deviden BPD, ganti biaya dokumen lelang, dan lain-lain.

2.2.3 Fungsi Pendapatan Asli Daerah

PAD sebagai anggaran sektor publik mempunyai beberapa fungsi utama yaitu sebagai berikut:

1) Anggaran Sebagai Alat Perencanaan (Planning Tool)

Anggaran merupakan alat perencanaan manajemen untuk mencapai tujuan organisasi. Anggaran sektor publik dibuat untuk merencanakan tindakan apa yang akan dilakukan oleh pemerintah, berapa, biaya yang dibutuhkan, dan berapa, hasil yang diperoleh dari belanja pemerintah tersebut.

Anggaran sebagai alat perencanaan digunakan untuk:

a) Merumuskan tujuan serta sasaran kebijakan agar sesuai dengan visi dan misi yang ditetapkan.

b) Merencanakan berbagai program dan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi serta merencanakan alternatif sumber pembiayaannya.

c) Mengalokasikan dana pada berbagai program dan kegiatan yang telah disusun,

d) Menentukan indikator kinerja dan tingkat pencapaian strategi.

2) Anggaran Sebagai Alat Pengendalian (Control Tool)

(35)

22

kepada, publik. Anggaran sebagai instrumen pengendalian digunakan untuk menghindari adanya overspending, underspending, dan salah sasaran (misappropiation) dalam pengalokasian anggaran pada bidang lain yang bukan merupakan prioritas. Anggaran merupakan alat untuk memonitor kondisi keuangan dan pelaksanaan operasional program atau kegiatan pemerintah. Sebagai alat pengendalian manajerial, anggaran sektor publik digunakan untuk meyakinkan bahwa pemerintah mempunyai uang yang cukup untuk memenuhi kewajibannya. Selain itu, anggaran digunakan untuk memberi informasi dan meyakinkan legislatif bahwa pemerintah bekerja secara efisien, tanpa ada, korupsi dan pemborosan.

3) Anggaran Sebagai Alat Kebijakan Fiskal (Fiscal Tool)

Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal pemerintah digunakan untuk menstabilkan ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Melalui anggaran publik tersebut dapat diketahui arch kebijakan fiskal pemerintah, sehingga dapat dilakukan prediksi-prediksi dan estimasi ekonomi. Anggaran dapat digunakan untuk mendorong, memfasilitasi, dan mengkoordinasikan kegiatan ekonomi masyarakat sehingga dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi.

4) Anggaran Sebagai Alat Politik (Politis Tool)

Anggaran digunakan untuk memutuskan prioritas-prioritas dan kebutuhan keuangan terhadap prioritas tersebut. Pada sektor publik, anggaran merupakan political tool sebagai bentuk komitmen eksekutif dan kesepakatan legislatif atas penggunaan dana, publik untuk kepentingan tertentu. Pembuatan anggaran publik membutuhkan politisal skill, coalition building, keahlian bernegosiasi, dan pemahaman tentang prinsip manajemen keuangan publik oleh pars manajer publik. Manajer publik harus sadar sepenuhnya bahwa kegagalan dalam melaksanakan anggaran yang telah disetujui dapat menjatuhkan kepemimpinannya, atau paling tidak menurunkan kredibilitas pemerintah.

5) Anggaran Sebagai Alat Koordinasi dan Komunikasi (Coordination and Communication Tool)

(36)

23

6) Anggaran Sebagai Alat Penilaian Kinerja (Performance Measurement Tool) Anggaran merupakan wujud komitmen dari budget holder (eksekutif) kepada pemberi wewenang (legislatif). Kinerja eksekutif akan dinilai berdasarkan pencapaian target anggaran dan efisiensi pelaksanaan anggaran. Anggaran merupakan alat yang efektif untuk pengendalian dan penilaian kinerja.

7) Anggaran Sebagai Alat Motivasi (Motivation Tool)

Anggaran dapat digunakan sebagai alat untuk memotivasi manajer dan stafnya agar bekeda secara ekonomis, efektif, dan efisien dalam mencapai target dan tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Agar dapat memotivasi pegawa4 anggaran hendaknya bersifat challenging but attainable atau demanding but achievable. Maksudnya adalah target anggaran hendaknya jangan terlalu tinggi sehingga tidak dapat dipenuhi namun juga jangan terlalu rendah sehingga terlalu mudah untuk dicapai.8

2.3 Konsep Otonomi Daerah

2.3.1 Pengertian Otonomi Daerah

Pengertian otonomi daerah menurut Pasal 1 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Otonomi daerah merupakan wewenang yang dimiliki daerah otonom untuk memanfaatkan hak-hak yang dimilikinya, dan salah satu wewenang yang dimiliki daerah otonom adalah wewenang untuk menyusun suatu kebijaksanaan daerah dalam mengelola rumah tangganya dan mengatur kepentingan masyarakat. Perbedaan kepentingan antara kebebasan berotonomi dengan mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa selalu menjadi ajang konflik kepentingan, karena

8

(37)

24

masing-masing meninjaunya dari prespektif yang berbeda, misalnya dari prespektif nasional bahwa pemerataan pembangunan ekonomi sudah merata, tetapi dari prespektif daerah beranggapan bahwa pusat telah mengeksploitasi sumber-sumber kekayaan daerah dengan tidak memperhitungkan pengembalian hasil secara seimbang kepada daerah untuk kesejahteraan masyarakat daerah.

Pemberlakuan otonomi daerah sebenamya merupakan suatu pilihan politis sebagai dampak penempan bentuk negara kesatuan dengan ciri terpusatnya kekuasaan. Ketika kondisi telah matang, tercipta momentum yang menggerakkan arus balik pusat ke daerah. Penerapan otonomi daerah juga dimaksud sebagai upaya mewujudkan terciptanya pusat-pusat kota baru yang bersifat metropolitan, kosmopolitan, sebagai sentra-sentra perdagangan, bisnis dan industri selain Jakarta. Hal ini sebagai pencerminan bahwa otonomi daerah mampu membuka semangat untuk berkompetisi sekaligus bekerja sama, bukan sebaliknya. Inti pelaksanaan otonomi daerah adalah terdapatnya kekuasaan pemerintah daerah untuk menyelenggarakan pemerintah sendiri atas dasar prakarsa, kreatifitas, peran serta aktif masyarakat dalam rangka mengembangkan dan memajukan daerahnya.

Manfaat local government dalam prespektif otonomi daerah adalah:

a. Daya tanggap publik terhadap prefrensi individual (public responsiveness to individual preferences). Barang dan pelayanan publik yang ditawarkan oleh pemerintah daerah tidak seperti swasta, semua akan dinikmati oleh seluruh penduduk yang relevan sehingga konsumsi oleh satu penduduk tidak akan mengurangi jatah penduduk yang lain. Pemerintah daerah juga akan menjamin keterjangkauan biaya penyediaan barang dan pelayanan publik karena apabila diberikan oleh swasta, akan menjadi tidak efektif. Local government juga memberikan cars agar preferensi penduduk dapat dikomunikasikan melalui pemilihan dan prosedur politik lainnya.

(38)

25

preferensi pasar swasta lebih mudah diketahui melalui kemauan untuk membayar, akan tetapi dalam politik, sulit diidentifikasi karena relasi yang rumit antara barang, harga, pajak, pemilihan dan prefrensi politik, partisipasi, dan kepemimpinan. Desentralisasi mampu mengurangi persoalan ini dengan meningkatkan jumlah unit-unit pemerintahan dan drajat spesialisasi fungsinya sehingga meningkatkan kemampuan pemerintah dalam memenuhi pemerintahan publik.

c. Desentralisasi mampu memberikan kepuasan yang lebih baik dalam menyediakan penawaran barang-barang publik (the supply of public goods). Terdapat banyak persoalan jika penyediaan pelayanan dan barang publik diselenggarakan tersentralisasi. Semakin besar organisasinya maka semakin besar pula kecendrungan untuk memberikan pelayanan. Semakin monopolistis suatu pemerintah maka semakin kecil insentif dan inovatifnya. Berdasarkan teori, yuridiksi terfragmentasi akan lebih memberikan kepuasan kepada konsumen daripada kewenangan yang terkonsolidasi. Desentralisasi akan memberikan peluang antar yuridiksi yang berbeda untuk bersaing dalam memberikan kepuasan kepada publik atas penyediaan barang dan layanan.

2.3.2 Asas-Asas Otonomi Daerah

Asas-asas yang dianut dalam pelaksanaan otonorni daerah meliputi: 1. Asas Desentralisasi

Asas desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan dari pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tujuan desentralisasi adalah pemberian otonomi kepada, daerah untuk meningkatkan days guna penyelenggaraaan pemerintahan daerah, terutama pelaksanaan pembangunan dan pelayanan masyarakat Berta melaksanakan kebijakan atas prakarsa sendiri.9

Negara kesatuan adalah bentuk negara di mana wewenang legislatif tertinggi dipusatkan pada satu badan legislatif nasional/pusat kekuasaan terletak pada pemerintah pusat dan tidak pada Pemerintah Daerah. Pemerintah pusat berwenang menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada daerah otonom atau negara kesatuan dengan sistem desentralisasi (Sesuai dengan Pasal 1 Angka 7 Undang-Undang

9

(39)

26

Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pernerintahan Daerah).

Urusan-urusan yang telah diserahkan kepada daerah dalam rangka, pelaksanaan asas desentralisasi, menjadi wewenang dan tanggung jawab daerah, baik yang menyangkut penentuan kebijakan maupun yang menyangkut segi-segi pembiayaannya. Bidang kewenangan yang mewarnai fenomena desentralisasi adalah bidang kepegawaian, budget kepegawaian dan penyesuaian berbagai rupa kebijaksanaan umum. Hal ini tertuang dalam Ketentuan Umum Pasal 1 Angka 2 dan dipertegas dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang Nomor 32 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah menyatakan:

a. Pemerintah Daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ini ditentukan menjadi urusan pemerintah.

b. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah sebagaimana pada Ayat (1), Pemerintah Daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.

c. Urusan pemerintah yang menjadi urusan pemerintah pusat sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) meliputi politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisia, moneter dan fiskal serta agama.

2. Asas Dekonsentrasi

(40)

27

3. Asas Tugas Perbantuan

Apabila semua urusan pemerintahan di daerah dilaksanakan sendiri oleh pemerintah pusat, maka ditinjau dari segi days dan hasil guna kurang dapat dipertanggung jawabkan karena memerlukan tenaga dan biaya yang sangat besar. Asas tugas perbantuan yaitu penugasan dari pemerintah pusat kepada Pemerintah Daerah dan/atau desa, dari pemerintah provinsi pada pemerintah kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

Dalam hal penyelenggaraan asas tugas perbantuan tidak beralih menjadi urusan rumah tangga daerah yang dimintakan bantuannya. Selanjutnya tugas perbantuan bukanlah sebagai asas pengganti dari asas desentralisasi dari urusan pemerintah pusat yang ditugaskan pada Pemerintah Daerah. Daerah yang mendapatkan tugas pembantuan wajib melaporkan dan mempertanggung jawabkan pada pemerintah pusat sesudah tugas dilaksanakan (Sesuai dengan Pasal 1 Angka 9 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah).

2.3.3 Prinsip-Prinsip Otonomi Daerah

(41)

28

Beberapa prinsip dasar yang harus dipegang oleh semua pihak dalam persiapan dan pelaksanaan otonomi daerah adalah:

a. Otonomi daerah harus dilaksanakan dalam konteks Negara kesatuan, b. Pelaksanaan otonomi daerah menggunakan tats cars desentralistis dan

dengan demikian peran daerah sangat menentukan,

c. Pelaksanaan otonomi daerah harus dimulai dari mendefinisikan kewenangan, organisasi, personal, kemudian diikuti dengan keuangan, bukan sebaliknya,

d. Adanya perimbangan keuangan baik perimbangan horizontal/antar-daerah (antar provinsi dan antar kabupaten/kota dalam satu provinsi) maupun vertikal antar pusat dan daerah,

e. Fungsi pemerintah pusat masih sangat vital, baik dalam kewenangan strategic (politik luar negeri, hankam, peradilan, moneter, fiskal, dan agama serta kewenangan bidang lain) maupun untuk mengatasi ketimpangan antar daerah.

Daerah otonom memiliki kebebasan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya (kepentingan sendiri) yang diperbolehkan oleh undang-undang tanpa campur tangan langsung dari pemerintah pusat, pemerintah pusat hanya mengerahkan, mengawasi, dan mengendalikan agar penyelenggaraan otonominya tetap dalam koridor peraturan yang telah ditetapkan.

(42)

29

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris.

a. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan melalui studi kepustakaan (library research) dengan cars membaca, mengutip dan menganalisis teori teori hukum dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian.

b. Pendekatan empiris adalah upaya untuk memperoleh kejelasan dan pemahaman dari permasalahan berdasarkan realitas yang ada.

3.2Jenis dan Sumber Data

(43)

30

a. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi kepustakaan (library research), dengan menelaah dan mengutip dari bahan kepustakaan dan melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan bahasan. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

1) Bahan Hukum Primer, terdiri dari: a) Undang-Undang Dasar 1945;

b) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah;

c) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah;

d) Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;

e) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Peraturan Perundang-Undangan;

f) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;

g) Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah;

h) Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah.

2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini bersumber dari bahan-bahan hukum yang dapat membantu pemahaman dalam menganalisa serta memahami permasalahan, berbagai buku hukum, arsip dan dokumen dan makalah.

3) Bahan Hukum Tersier

(44)

31

b. Data Primer

Data primer adalah data utama yang diperoleh secara langsung dari lapangan penelitian dengan cars melakukan wawancara dengan responder penelitian yaitu sebagai dari pihak Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Lampung dan Samsat Bandar Lampung.

3.3 Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data 3.3.1 Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan:

1) Studi pustaka (library research), adalah pengumpulan data dengan menelaah dan mengutip dari bahan kepustakaan dan melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan bahasan.

(45)

32

3.3.2 Prosedur Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh selama pelaksanaan penelitian selanjutnya diolah dengan tahapan sebagai berikut:

1) Seleksi Data

Data yang terkumpul kemudian diperiksa untuk mengetahui kelengkapan data selanjutnya data dipilih sesuai dengan permasalahan yang diteliti. 2) Klasifikasi Data

Penempatan data menurut kelompok-kelompok yang telah ditetapkan dalam rangka memperoleh data yang benar-benar diperlukan dan akurat untuk kepentingan penelitian.

3) Penyusunan Data

Penempatan data yang saling berhubungan dan merupakan satu kesatuan yang bulat dan terpadu pada sub pokok bahasan sesuai sistematika yang ditetapkan untuk mempermudah interpretasi data.

3.4Analisis Data

(46)

61

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

(47)

62

2. Untuk menghapuskan pemungutan pajak progresif kendaraan bermotor diperlukan proses yang sangat panjang. Jika Peraturan Daerah bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, maka pemerintah dapat membatalkan Peraturan Daerah tersebut.. Ketentuan pembatalan peraturan daerah dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

5.2Saran

Beberapa saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dihapuskannya pemungutan pajak progresif kendaraan bermotor karena pemungutan tarif progresif pada PKB dimaksudkan untuk menambah penerimaan dari PKB akibat kepemilikan kendaraan yang lebih dari satu. Tetapi pada kenyataannya pelaksanaan tarif progresif PKB di Provinsi Lampung kurang efektif untuk diterapkan. Apabila permasalahan seperti ini tidak segera diselesaikan dengan penyempurnaan administrasi yang lebih baik, maka penerimaan PKB progresif tidak akan optimal.

(48)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

B. Boediono, Pelayanan Prima Perpajakan, Cet.2. PT Rineka Cipta Anggota IKAPI. Jakarta. 2003

Chairijah, Peran Prolegnas dalam Pembentukan dan Pembangunan Hukum Nasional, Makalah dalam Pelatihan Penyusun dan Perancang Peraturan Perundang-Undangan Depkumham RI, Jakarta 5 Mei 2008.

Depkum HAM dan UNDP, Panduan Memahami Perancangan Peraturan Daerah. Jakarta. 2008.

Farida, Maria. Ilmu Perundang-Undangan, Kanisius, Yogyakarta. 2007.

H.A.S. Moenir, Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia, Bumi Aksara,Jakarta, 2001.

Jefferson, Rumajar. Otonomi Daerah: Sketsa, Gagasan dan Pengalaman, Media Pustaka, Manado. 2006.

MD, Mahfud. Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia, Gema Media, Yogyakarta. 1999.

M. Hadjon, Philipus. Hubungan Kewenangan Pusat dan Daerah di Era Otonomi, Rajawali Press. Jakarta. 2005.

Nugraha, Safri. et.al. Hukum Administrasi Negara Cet.Pertama, Ed.Revisi,

(Jakarta: Center For Law and Good Governance Studies (CLGS-FHUI), 2007.

(49)

Rayanto, Sofian. Pembangunan Daerah di Era Otonomi, Yayasan Obor, Jakarta, 2001.

Ryaas Rasyid, Desentralisasi dalam Rangka Menunjang Pembangunan Daerah, LP3ES, Jakarta, 2004.

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1983.

Soemitro, Rochmat, Asas dan Dasar Perpajakan 1, Op.Cit.

Tjahya, Supriatna, Administrasi Birokrasi dan Pelayanan Publik, Nimas Multima, Jakarta, 2005.

(50)

B. UNDANG-UNDANG DAN PERATURAN LAINNYA

Undang-Undang Dasar 1945

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota

Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah

Peraturan Gubernur Lampung No. 34 Tahun 2010 tentang Rincian Tugas, Fungsi dan Tatakerja Dinas-Dinas Daerah Pada Pemerintah Provinsi Lampung telah diubah dengan Peraturan Gubernur Lampung Nomor 11 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur Lampung Nomor 34 Tahun 2010 Tentang Rincian Tugas, Fungsi, dan Tatakerja Dinas-Dinas Daerah Pada Pemerintah Provinsi Lampung. Berita Daerah Provinsi Lampung Tahun 2014 Nomor 11.

Referensi

Dokumen terkait

06 Belanja Modal Peralatan dan Mesin - Pengadaan Alat Laboratorium Bahan Bangunan Konstruksi 5.. 12 Belanja Modal Peralatan dan Mesin -

Kepentingan dan kebutuhan masyarakat akan hidup sejahtera lahir dan bathin, tempat tinggal dan lingkungan yang baik dan sehat yang terbebas dari dampak negative

c) Membuat karya tulis berupa tinjauan atau ulasan ilmiah hasil gagasan sendiri dalam bidang epidemiologi/kesehatan yang tidak dipublikasikan dalam bentuk buku dan atau makalah..

Kesimpulan yang didapat dari kajian yang dilakukan adalah (1) bahwa penerapan semantic web untuk proses pencarian informasi raw material sebagai bahan produksi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada korelasi yang signifikan antara penguasaan kosakata bahasa Jerman dengan keterampilan menulis kalimat sederhana siswa kelas X SMA

Garis tengah, berat segar dan berat kering jamur kuping yang tumbuh pada kayu sengon juga lebih besar dibandingkan media serbuk kayu keras. Hal ini perlu diperhatikan

Dua poin ini dipilih karena apabila kabel Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) sudah terpelihara dan tidak ada pencurian terhadap peralatan sistem jaringan maka sistem

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran