• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEDUDUKAN WAKIL KEPALA DAERAH MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KEDUDUKAN WAKIL KEPALA DAERAH MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

KEDUDUKAN WAKIL KEPALA DAERAH MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

Abstrak

Keberadaan wakil kepala daerah dalam undang-undang pemerintahan daerah bertentangan dengan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945, yang tidak menyebutkan kedudukan wakil kepala daerah. Dengan kondisi demikian dalam ketentuan konstitusional tersebut terdapat permasalahan konstitusionalitas posisi wakil kepala daerah, baik dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang No. 2 tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang. Dalam membahas kedudukan wakil kepala daerah metode penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif yang menelaah peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kedudukan wakil kepala daerah menurut UUD Tahun 1945. Pendekatan yang digunakan dalam membahas kedudukan wakil kepala daerah dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan sejarah. Keberadaan wakil kepala daerah dalam pemerintahan daerah sangat dipengaruhi oleh ketentuan Undang-Undang Dasar yang berlaku saat itu, selain itu berdampak terhadap ketentuan undang-undang tentang pemerintahan daerah. Beberapa diantaranya Undang Nomor 1 Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948, Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957, Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 Undang Nomor 18 Tahun 1965 s/d Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, telah menempatkan wakil kepala daerah menjadi bagian dari paket kepala daerah. Bahwa kedudukan seorang wakil kepala daerah merupakan pembantu dari kepala daerah dalam melaksanakan kewajibannya dan melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh kepala daerah. Dengan kata lain seorang wakil kepala daerah hanyalah second hand, jika Kepala Daerah menghendaki, seorang wakil kepala daerah dapat tidak memiliki tugas sama sekali karena keseluruhan pertanggung jawaban nya ada pada kepala daerah.

(2)

KEDUDUKAN WAKIL KEPALA DAERAH MENURUT

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

(Skripsi)

Oleh

Riki Indra

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

(3)

KEDUDUKAN WAKIL KEPALA DAERAH MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

Abstrak

Keberadaan wakil kepala daerah dalam undang-undang pemerintahan daerah bertentangan dengan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945, yang tidak menyebutkan kedudukan wakil kepala daerah. Dengan kondisi demikian dalam ketentuan konstitusional tersebut terdapat permasalahan konstitusionalitas posisi wakil kepala daerah, baik dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang No. 2 tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang. Dalam membahas kedudukan wakil kepala daerah metode penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif yang menelaah peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kedudukan wakil kepala daerah menurut UUD Tahun 1945. Pendekatan yang digunakan dalam membahas kedudukan wakil kepala daerah dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan sejarah. Keberadaan wakil kepala daerah dalam pemerintahan daerah sangat dipengaruhi oleh ketentuan Undang-Undang Dasar yang berlaku saat itu, selain itu berdampak terhadap ketentuan undang-undang tentang pemerintahan daerah. Beberapa diantaranya Undang Nomor 1 Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948, Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957, Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 Undang Nomor 18 Tahun 1965 s/d Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, telah menempatkan wakil kepala daerah menjadi bagian dari paket kepala daerah. Bahwa kedudukan seorang wakil kepala daerah merupakan pembantu dari kepala daerah dalam melaksanakan kewajibannya dan melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh kepala daerah. Dengan kata lain seorang wakil kepala daerah hanyalah second hand, jika Kepala Daerah menghendaki, seorang wakil kepala daerah dapat tidak memiliki tugas sama sekali karena keseluruhan pertanggung jawaban nya ada pada kepala daerah.

(4)

KEDUDUKAN WAKIL KEPALA DAERAH MENURUT

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

Riki Indra

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak ke-4 (empat) dari 4 saudara

pasangan Erman dan Yanidar alhamdulillah syukur penulis dilahirkan dengan selamat pada hari Minggu Tanggal 19 Mei

1991, dari rahim seorang ibu yang sangat penyanyang. Penulis

merupakan anak rantauan dari kota kecil namun padat

penduduk yaitu Kota Tembilahan, karier pendidikan penulis diimulai saat

menginjakkan kaki di SDN 002 Tembilahan hingga lulus sekolah dasar. Cerita

sekolah penulis berlanjut tatkala berhasil lulus di SMP Negeri 2 Tembilahan dan

SMA Negeri 1 Tembilahan.

Kehidupan sederhana dilalui penulis dalam kesehariannya saat mengemban

pendidikan status siswa hingga mahasiswa, tepat pada tahun 2009 penulis

mendaftarkan diri pada jalur SNMPTN 2009. Pilihan IPS pada Pilihan 1 untuk

Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (Fkip) Unila, pilihan 2 pada Fakultas Hukum

Unila, atas karunia Allah SWT penulis lulus pada pilihan kedua. Sehingga penulis

tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung Angkatan

2009. Selama aktif kuliah di kampus, penulis gemar dengan berbagai aktivitas

yang menyibukkan, baik organisasi maupun bersosialisasi. Terlebih penulis

bertemu sahabat-sahabat luar biasa dalam lingkungan serta kesehariannya selama

(8)

Dalam rentang dari tahun 2009 s/d 2013 penulis terkadang diamanahkan pada

berbagai organisasi dari tingkat fakultas hingga universitas, yaitu Mujahid Muda

FOSSI FH tahun 2009-2010, Anggota Tetap PSBH FH Unila 2010, Anggota

Kelompok Diskusi Mahasiswa (KDM) FH Unila, dan Sekretaris Umum FOSSI

FH Unila 2011-2012. Pada tingkatan Fakultas, Penulis dipercaya untuk

mengemban amanah sebagai Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Hukum Tata

Negara Unila 2013 dan pada tingkatan Universitas bersama kawan-kawan

seperjuangan, berhasil membentuk sebuah organisasi baru di Unila yang bernama

PIK M Raya.

Penulis juga terkadang mengikuti beberapa pelatihan diantaranya LKMI-TD, dan

beberapa pelatihan dan seminar tingkat daerah maupun nasional. Penulis juga

mengeluti dunia penulisan karya ilmiah mengikuti LKTI-M Piala Gubernur

Lampung tahun 2011 dan LKTI-M se kota Bandar Lampung dengan predikat

juara II tahun 2011, penulis pernah mengikuti lomba Mood Court (peradilan semu) tingkat fakultas maupun Nasional serta beberapa kali tembus proposal

PKM pada tahun 2012-2013 maupun PMW 2013 yang menjadi jalan bagi penulis

membuka usaha mikro dan lapangan pekerjaan kecil-kecilan dan membentuk jiwa

Entrepreneur bagi penulis hingga sempat mengecap manis pahit nya Universitas

(9)

“MOTTO”

Cukup Lah Allah sebagai penolong kami, dan Allah adalah

sebaik-baiknya pelindung

(Qs. Ali- Imran, 173)

Barangsiapa merintis jalan mencari ilmu maka Allah akan

memudahkan baginya jalan ke surga.”

(HR. Muslim)

“Kejujuran Lebih Baik Dari Kebenaran”

(Armen Yasir)

Big Price Huge Victory!!

(10)

PERSEMBAHAN

Atas semua Nikmat dan Rahmat-Mu

Kecil syukurku Untuk-Mu, Besar Kasih Sayang-Mu untukku

Inilah langkahku, kuingin berkah pada jiwa dan langkahku

Bismillahirrahmanirrohim

Sebuah karya sederhana ini kupersembahkan kepada:

Ayahanda Erman (Alm), dan Ibunda tercinta Yanidar sebagai jalan menuju

surga dan surga sesungguhnya didunia ini bagiku, yang telah membesarkan,

mendidik, mendoakan disetiap langkah perjuanganku.

Semua Abang, Kakak tercinta Eriyanti, S.T.P., Anjas Asmara Dan Dedek

Irawan, A.Md.

Saudara seperjuangan, pergerakan dan pecinta ilmu pengetahuan

(11)

SANWACANA

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.

Ucap syukurku pada Allah SWT Tuhan semesta alam yang telah melimpahkan

rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan

skripsi ini.

Dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Armen Yasir, S.H.,M.Hum., selaku Dosen Senior pada Bagian Hukum

Tata Negara, Fakultas Hukum, Universitas Lampung; Sebagai dosen

pembimbing I, sebagai motivator, pelecut serta sebagai inspirator akan sebuah

semangat, moral serta keteladanan dan orang yang akan paling penulis ingat

ketika sukses nanti karna jasa bapak yang tak ternilai oleh harga serta Terima

Kasih dan permohonan maaf sebesar-besar nya dalam mendidik,

membimbing penulis hingga selesai penulisan skripsi ini yang atas semua

bimbingan bapak, insyaallah menjadi berkah dalam kehidupan bapak.

2. Ibu Martha Riananda, S.H.,M.H. selaku dosen pembimbing II; sosok keibuan

yang terus mendukung penulis serta kemudahan yang ibu berikan guna

kelancaran selama menulis skripsi, insyaAllah Allah akan memudahkan hidup

(12)

ix

3. Bapak Rudy, S.H., LL.M., LL.D. selaku dosen pembahas utama penulis;

terima kasih atas semua ilmu, masukan dan kritikan pada penulisan skripsi

ini. Bapak telah mengajarkan nilai-nilai pembawaan sikap kasih sayang layak

nya seorang pendidik, salut buat bapak dalam pembawaan sikap langka

terhadap mahasiswa akhir yang tidak dimiliki oleh setiap dosen pengajar,

yang tanpa itu semua akan sulit bagi penulis dalam perjalanan menulis skripsi

ini.

4. Bapak Iwan Satriawan, S.H.,M.H. selaku dosen pembahas II, serta

Pembimbing Akademik; yang tak henti-henti memberikan masukan, kritik

dan saran serta dorongan untuk menulis skripsi ini.

5. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H.,M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Lampung

6. Bapak Marjiyono, S.pd. yang buat penulis “speechless” atas “support” bapak,

bantuan di segala apapun, serta dorongan yang tak henti-henti mengalir layak

nya seorang ayah.

7. Dosen-dosen Fakultas Hukum, mulai dari Bapak Muhtadi yang menjadi

dosen inspirasi, pribadi bapak yang tegas namun cerdas, yang memberikan

masukan pada skripsi penulis diawal-awal penulisan, Ibu Yusnani dengan

masukan atas penulisan skripsi penulis, Bapak Arif dengan masukan dan

kritikan tajam nan membangun pada skripsi penulis, Serta Ibu Yulia

Netta,ibu, Bapak Yoga,bapak Budiono Bapak Yhannu dan Bapak Rudi

(13)

x

8. Seluruh Civitas Akademika di lingkungan Fakultas Hukum Universitas

Lampung yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas semua ilmu yang

dibagikan.

9. Terima kasih luar biasa pada Bapak Jarwo dan Bapak Supendi telah menjadi

bapak, sahabat dan teman curhat atas cerita nan berbagai peristiwa yang ada

dan support pada penulis selama menjadi mahasiswa dan hingga menyelesaikan skripsi ini.

10. Kedua orang tua ku,Ama yang berdiri ringkih disamping ku disaat orang lain

menghindar,yang tiada putus kasih sayang mu mendoakan, bantuan masukan

serta saran-saran dari seorang ibu luar biasa yang tiada dua nya engkau lah

Jalan Surga dan Surgaku, penyemangatku, semuanya untukmu. Tiada cukup

kata didunia ini untukmu, Biarkanlah Allah SWT melihat semua ini dan

membalasnya.

11. Uny ku Eriyanti, tetap lah cerewet dan suka marah, tapi baik banget yang

selalu support disaat susah, baik kehidupan sehari-hari maupun segala macam

urusan skripsi.

12. Abang Anjas yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun materil,

serta kritikan pedas khas chandaan yang membangun dan melecut pribadi

penulis.

13. Abang Dedek Irawan yang dari awal kuliah banyak sekali bantuan yang

engkau berikan, sebagai abang luar biasa yang akan penulis ingat jasa budi

(14)

xi

14. Keluarga besar dimanapun berada, ingatlah selalu aku akan membanggakan

kalian dan begitupun kelak sebaliknya nama Er akan kembali harum di tangan

bungsu ini.

15. Saudaraku alias konco-konco the best para MABES Crew (markas besar): Muhammad Amin Putra yang entah bagaiman akan membalas nya nanti atas

kebaikan sebagai seorang kawan, sahabat melewati itu semua engkau adalah

sodara min,Sofyan Jailani, Pimal Ibrahim, Saputro Prayitno, Roni Septian

Maulana, SM Munawar Harun Al-Rasyid, Gigih Suci Prayudi, Muhammad

Yudho Safe’i, Hidayat Fadillah, Muhammad Gribaldi, Syukri Ramadhan,

Andika Prayoga, Raden Permata, Ridho Abdilah Husin, Muhammad Faisal

SF, Handi Alifta Mahendra, Adam Tiansyah, M. Tajuddin, Rafly Pramudya,

Garda Arian Gunawan serta Ari Otoy;

16. Rekan-rekan HIMA HTN 2009 yang luar biasa menemani diri, Sofyan

Jailani, Muhamad Yudho Syafe’i, Muhammad Amin Putra, Mushab

Rabbani, Nico Noviansyah, Zulqadri Anand, Malicia Evendia, Dinarti

Andarini dan Reisa Malida.

17. Rekan-rekan Kuliah Kerja Nyata periode I. Desa bumi dana waykanan,

Januari 2012.

18. Semua guru-guruku yang telah mendidik dan mengajarku dari SDN 002

Tembilahan, SMP Negeri 2 Tembilahan, SMA Negeri 1 Tembilahan.

19. Semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak

bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih atas do’a, dukungan dan

(15)

xii

Inilah sebagian ilmu ku yang kutulis dalam lembar-lembar, dan ini tidak lain hadir

karena Rahmat dan Karunia serta Pertolongan Allah SWT pada hambanya ini.

Semoga berakhirnya masa studi ini sebagai langkah awal dari cerita indah

berikutnya dalam kehidupan ini. Amin ya rabbalalamin.

Billahi Taufiq Walhidayah.

Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.

Bandarlampung, Juli 2016

Penulis

(16)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Ruang Lingkup Penelitian ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Kegunaan Penelitian... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Pemerintahan Daerah ... 7

2.2 Pemerintah Daerah ... 15

2.3 Wakil Kepala Daerah dan Kedudukannya ... 16

2.4 Jabatan dan Wewenang Wakil Kepala Daerah ... 18

III.METODE PENELITIAN ... 27

3.1 Jenis dan Tipe Penelitian ... 27

3.2 Metode Pendekatan ... 28

3.3 Data dan Sumber Data ... 29

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 30

3.5 Metode Pengolahan Data dan Bahan ... 31

(17)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

4.1 Pemerintah Daerah Sebelum dan Sesudah Perubahan UUD 45 ... 32

4.1.1 Pemerintah Daerah Menurut UUD 1945 (Sebelum Perubahan) ... 33

4.1.2 Pemerintah Daerah Menurut Konstitusi Republik Indonesia (RIS)Tahun1949 ... 43

4.1.3 Pemerintah Daerah Menurut UUD Sementara 1950 ... 46

4.1.4 Pemerintah Daerah Menurut UUD 1945 Tahun 1965 (sebelumperubahan) ... 52

4.1.5 Pemerintah Daerah Menurut UUD 1945 (Setelah Perubahan) ... 55

4.2 Pemerintah Daerah Dalam UUD 1945 ... 61

4.3 Urgensi Wakil Kepala Daerah Dalam Pelaksanaan Pemerintahan Daerah ... 62

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 70

5.1 Kesimpulan ... 70

5.2 Saran ... 71

(18)

1 I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Reformasi telah mengubah Indonesia menjadi negara yang lebih demokratis

dan mengaplikasikan berbagai demokrasi ke berbagai macam bentuk kehidupan

berbangsa dan bernegara.Salah satunya adalah agenda reformasi yang menghendaki

dilakukannya otonomi daerah yang seluas-luasnya atas sistem sentralisasi pada masa

orde baru1.

Pemberian otonomi kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya

kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran

serta masyarakat.Disamping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu

meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan,

keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah

dalam lingkup sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).Selanjutnya M.

Ryaas Rasyid, menjelaskan :

1

(19)

2 “Terdapat beberapa rasionalitas terhadap pemberian kewenangan yang

luas kepada Daerah, diantaranya adalah pemilihan otonomi luas merupakan pilihan yang sangat strategis dalam rangka memelihara Nation State (Negara Bangsa) yang sudah lama terpelihara, oleh karena itu dengan memberikan kewenangan yang utuh dalam rekrutmen politik lokal, masyarakat di Daerah dapat menentukan sendiri segala bentuk

kebijaksanaan yang menyangkut harkat hidup mereka.”2

Pemberian otonomi kepada daerah tidak terlepas dari adanya kepala daerah

sebagai perwujudan pelaksanaan otonomi, yang mengatur dan mengurus urusan

otonomi tersebut.Landasan dilaksanakannya otonomi daerah telah termaktub dalam

Bab VI Pasal 18 UUD 1945 perubahan kedua dengan judul Pemerintahan Daerah,

dan dibentuknya undang-undang tentang pemerintahan daerah pasca reformasi yaitu

Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan diganti

dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan

disahkannya Undang-Undang No. 2 tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang PemerintahanDaerah Menjadi

Undang-Undang.

Pemerintah dapat diartikan sebagai eksekutif dalam kewenangannya

menjalankan penyelengaraan pemerintahan. Demikian dengan pemerintah daerah,

dalam UUD 1945 dinyatakan dengan tegas sebagai Gubernur, Bupati dan Walikota

sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota. Dalam

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang PemerintahanDaerah dinyatakan sebagai

Kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah,danPasal 4 ayat (1)

2

(20)

3

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 menyatakanbahwa Provinsi sebagai wilayah

kerja bagi Gubernur, dan ayat (2) bahwa Kabupaten/Kota adalah wilayah kerja dari

Bupati/Walikota. Kepala daerah dalam menjalankan penyelengaraan Pemerintahan

Daerah berserta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dibantu oleh perangkat

daerah, yang terdiri Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Inspektorat, Dinas, dan

Badan, untuk tingkat Kabupaten/Kota.

Dalam ketentuan konstitusional tersebut terdapat permasalahan

konstitusionalitas posisi wakil kepala daerah, baik dalam Undang-Undang No. 22

Tahun 1999, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang No. 2 tahun

2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014

Tentang PemerintahanDaerah Menjadi Undang-Undangyang mencantumkan posisi

wakil kepala daerah dinilai dengan Pasal 18 ayat (4) UUD 19453 yang tidak

menetapkan kedudukan wakil kepala daerah secara tegas. Kedudukan wakil kepala

daerah dalam pemerintahan daerah muncul setelah adanya pengaturan pemerintah

daerah diatas,Sebagai perbandingan, berbeda dengan pasal 6A dalam undang-undang

dasar Negara republik Indonesia tahun 1945 perubahan ketiga secara jelas dinyatakan

presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat,

bahkan dalam UUD 1945 sebelum amandemen di pasal 4 ayat 2 menyatakan bahwa

dalam melakukan kewajibannya presiden dibantu oleh satu orang wakil presiden.

3

(21)

4

Dari permasalahan tersebut penulis tertarik menulis skripsi dengan judul

“Kedudukan Wakil Kepala Daerah Menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang diuraikan diatas maka penulis dapat merumuskan

permasalahan, yaitu :

1. Bagaimana kedudukan Wakil Kepala Daerah dalam penyelenggaraan

pemerintahan daerah menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945?

2. Apakah urgensi keberadaaan Wakil Kepala Daerah dalam pelaksanaan

pemerintahan daerah?

1.3 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini dibatasi pada ; kedudukanWakil Kepala Daerah

menurut Undang-Undang Dasar Negara Indonesia tahun 1945 dan urgensi wakil

kepala daerah dalam pelaksanaan Pemerintahan Daerah.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui kedudukanWakil Kepala Daerah menurut Undang-Undang

(22)

5

2. Untuk mengetahui urgensi Wakil Kepala Daerahdalam pelaksanaan

Pemerintahan Daerah.

1.5 Kegunaan Penelitian

Adapun yang menjadi kegunaan dari penelitian ini adalah:

1. Kegunaan Teoritis

Kegunaan teoritis adalahuntuk memberikan sumbangan pemikiran dan

pengembangan Ilmu Hukum khususnya Hukum Tata Negara (HTN) dalam

memahami kedudukanWakil Kepala Daerah dalam Undang-Undang Dasar Negar

Republik Indonesia tahun 1945 melalui interpretasinya.

2. Kegunaan Praktis

Kegunaan praktis dalam penelitian ini adalah :

a. Untuk memperluas wawasan dan pengetahuan mengenai interpretasi

kedudukanWakil Kepala Daerah dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia tahun 1945

b. Bahan informasi atau bahan bacaan bagi pihak-pihak yang berkepentingan

khususnya mahasiswa dalam memahami interpretasi kedudukanWakil Kepala

(23)

6

c. Sebagai salah satu syarat akademik bagi peneliti untuk memperoleh gelar Sarjana

(24)

7 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1Pemerintahan Daerah

Bentuk negara Indonesia diamanatkan sebagai negara kesatuan, berdasarkan

ketentuan Pasal 1 ayat (1) UUD 19454.Dalam hakikat negara kesatuan adalah negara

yang kedaulatannya tidak terbagi, atau dengan kata lain, negara yang kekuasaan

pemerintahan pusatnya tak terbatas5.Jika kekuasaan pusat berpendapat, ada baiknya

mendelegasikan kekuasaan itu pada badan-badan tambahan, apakah badan-badan

tersebut berupa otoritas daerah atau otoritas kolonial-maka hal itu bisa saja dilakukan

mengingat otoritas pusat memiliki kekuasaan penuh6.Dari penjelasan diatas maka,

kekuasaan mutlak terdapat pada pemerintah/otoritas pusat, pembentukan

pemerintah/otoritas daerah dapat dilakukan.

Dalam konteks kekinian, pembentukan tersebut tidak lain disebut dengan

otonomi daerah (desentralisasi dan dekonsentrasi). Sejalan dengan bentuk negara

tersebut, dalam UUD 1945 juga telah mengatur ketentuan mengenai Pemerintahan

Daerah.yang diatur lebih lanjut dalam Pasal 18 UUD 1945.Pasal 18 UUD Tahun

1945 merupakan landasan atau pedoman dasar bagi terbentuknya sistem

4

Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik.

5

C. F Strong, Konstitusi – Konstitusi Politik Modern: Studi Perbandingan Tentang Sejarah dan

Bentuk – Bentuk Konstitusi Dunia, Terj.SPA Neamwork (Bandung: Nusa Media, 2008), hlm. 115

6

(25)

8

Pemerintahan Daerah di Indonesia, sebagaimana isi dari pasal 18 tersebut adalah

sebagai berikut : “Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan

bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan

memandang dan mengingati dasar permusyawartan dalam sistem Pemerintahan

Negara, dan hak-hak asal usul dalam daerah yang bersifat Istimewa.”7

Dalam Pasal 18 UUD Tahun 1945, terdapat beberapa makna yang terkandung

diantaranya juga termasuk mengenai apa yang disebut dengan pemerintahan daerah,

berikut adalah penjabaran makna terhadap Pasal 18, yaitu :

1. Negara Kesatuan Republik Indonesia mengakui adanya pemerintahan daerah.

2. Pemerintahan daerah yang ada mencakup daerah besar dan kecil yang dimiliki

menurut status hukum daerah tertentu.

3. Pemerintah daerah yang ada didasar pada asas demokrasi, dengan memiliki

DPRD diseluruh Kabupaten/kota.

4. Mengakui adanya daerah swapraja maupun kesatuan masyarakat hukum yang

ada didaerah.

5. Memperhatikan keistimewaan atau kekhususan yang dimiliki oleh suatu

daerah.

Perubahan yang signifikan terjadi ketika dilakukannya perubahan terhadap

Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perubahan

tersebut dilakukan secara fundamental dan berbeda dari sebelumnya.Majelis

Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam terbitan resminya mengenai paduan dalam

7

(26)

9

memasyarakatkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa

terdapat 7 prinsip yang menjadi paradigma dan arah politik yang mendasari Pasal 18,

18A dan Pasal 18B UUD 1945, yaitu :8

1. Prinsip daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan

menurut asas otonomi dan tugas pembantuan ( Pasal 18 ayat (2) )

2. Prinsip menjalankan otonomi seluas-luasnya ( Pasal 18 ayat (5) )

3. Prinsip kekhususan dan keragaman daerah ( Pasal 18 ayat (1) )

4. Prinsip mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat

beserta hak-hak tradisionalnya ( Pasal 18B ayat (2) )

5. Prinsip mengakui dan menghormati Pemerintahan Daerah yang bersifat

khusus dan istimewa ( Pasal 18B ayat (3) )

6. Prinsip badan perwakilan dipilih langsung dalam suatu pemilihan

umum ( Pasal 18 ayat (3) )

7. Prinsip hubungan pusat dan daerah dilaksanakan secara selaras dan adil

( Pasal 18A ayat (2) )

Perubahan UUD 1945 memulai dinamika pemerintahan daerah, yang ditandai

era desentralisasi.Pemerintahan daerah diamanatkan untuk mengurus daerah

wilayahnya sendiri, dalam lingkup Gubernur, Bupati dan Walikota sebagai kepala

pemerintah daerah bersama dengan DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota9. Namun,

dengan merujuk bahwa pelaksana tugas pemerintah maka pengertian pemerintahan di

8

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Panduan dalam Memasyarakatkan Undang

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Sekertariat MPR RI, Jakarta, 2003, hal.

102-103.

9

(27)

10

sini dapat diartikan sebagai proses pemerintahan atau keseluruhan sistem dan

mekanisme pemerintahan. Dengan demikian kata pemerintah lebih sempit cakupan

pengertiannya dari pemerintahan.Kata pemerintah dapat dikatakan hanya menunjuk

kepada institusi pelaksana atau eksekutif saja yaitu dalam rangka melaksanakan

peraturan perundang-undangan pusat dan daerah yang berisi kebijakan kenegaraan di

daerah dan kebijakan pemerintahan daerah itu sendiri10.

Dalam rangka menjalankan otonomi daerah dilakukan oleh Pemerintah daerah

beserta DPRD dan dibantu oleh perangkat daerah.Keberadaan pemerintah daerah

yaitu kepala daerah dan DPRD merupakan bentuk sinergitas, DPRD tidak dipahami

sebagai lembaga legislatif daerah namun merupakan kesatuan dengan pemerintah

daerah dalam menjalankan pemerintahan daerah.Perubahan UUD 1945 tidak banyak

mengubah bentuk dari pemerintahan daerah, hanya kewenangan-kewenangan dan

titik berat otonomi yang berubah, yang diwujudkan dalam beberapa perubahan

undang-undang tentang pemerintahan daerah.

Dalam beberapa periode pemerintah daerah dalam melaksanakan tugasnya

diatur dalam ketentuan diantaranya:

a. UU No.1 tahun 1945 tentang Kedudukan Komite Nasional Daerah

b.UU No.22 tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah

c.UU No.1 tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah

10

(28)

11

d.UU No.6 tahun 1959 tentang Penyerahan Tugas-Tugas Pemerintahan Pusat Dalam

Bidang Pemerintahan Umum, Pembantuan Pegawai Negeri, dan Penyerahan

Keuangan Kepada Pemerintah Daerah

e.UU No.18 tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah

f.UU No.5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah

g.UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

h.UU No.32 tahun 2004juncto UU No. 12 tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah

i. UU No. 2 tahun 2015 Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2014 Tentang PemerintahanDaerah Menjadi Undang-Undang.

Pemerintahan daerah dikembangkan berdasarkan asas otonomi (desentralisasi)

dan tugas pembantuan11, dalam ketentuan UU No. 22 Tahun 1999 pelaksanaan

dekonsentrasi berada pada tingkat kabupaten, kota dan desentralisasi pada Provinsi

sedangkan pada ketentuan UU No. 32 Tahun 2004 sebaliknya desentralisasi pada

tingkat kabupaten, kota dan dekonsentrasi pada tingkat provinsi.

Menurut Manor, kebijakan desentralisasi berasal dari kebutuhan untuk

memperkuat pemerintah daerah dalam rangka menjembatani jurang pemisash antara

negara dan masyarakat lokal12. Pendapat lainnya oleh Gerald Maryanov bahwa

desentralisasi merupakan metode untuk mengakomodasikan kemajemukan, aspirasi,

11

Jimly Asshidiqqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta: Mahkamah Konstitusi dan Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004), hlm. 212

12

(29)

12

dan tuntutan masyarakat dalam batas-batas negara kesatuan13,Dalam pemahaman

sebaliknya desentralisasi seringkali direpresentasikan sebagai antitesa dari

sentralisasi. Antara dua kutub, dalam perkembangannya tidak jarang diletakkan pada

kutub yang saling berlawanan,14 seharusnya di dalam negara kesatuan di samping

keliru untuk mempertentangkan keduanya tidak bisa ditiadakan sama sekali. Artinya

kedua konsep, sistem bahkan teori dimaksud saling melengkapi dan

membutuhkandalam kerangka yang ideal sebagai sendi negara demokratis.Negara

yang menganut desentralisasi pasti juga melaksanakan sentralisasi secara

bersamaan15.Penyelenggaraan pemerintah daerah melalui sistem desentralisasi yang

berinti pokok atau bertumpu pada otonomi sangat mutlak didalam otonomi negara

demokrasi.

Diamond menyatakan bahwa pemerintahan di daerah beserta dengan

aktor-aktor politik lainnya memiliki peran yang sangat penting untuk akselerasi demokrasi

di daerah16.Penitngnya demokrasi di daerah oleh aktor politik daerah bukan hanya

dalam hal pemecahan kekuasaan.Dalam bahasa yang lebih tegas lagi dapat dikatakan

bahwa demokrasi bukanlah sekedar pemencaran wewenang (spreiding van bevoegheid) tetapi mengandung juga pembagian kekuasaan (scheiding van matchten)

13

Bhenyamin Hoessein, Perubahan Model, Pola, dan Bentuk Pemerintahan daerah: Dari Era Orde

Baru ke Era Reformasi, (Jakarta: Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Indonesia, 2011), hlm. 59

14

S.J. Wolhoff, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Republik Indonesia, (Jakarta: Timun Mas, NV, 1995) hlm.211

15

Bhenyamin Hoessein, Op. Cit. hlm. 59

16

Armen yasir, Formulasi Ideal Pemilu Kepala Daerah Sebagai Sarana penguatan Sistem Demokrasi

dan Otonomi di Daerah, Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional dengan Tema “Tinjauan

Terhadap Sistem Pemilihan Umum Kepala Daerah Langsung Dalam Rangka Penguatan Sistem

(30)

13

untuk mengatur dan mengurus penyelenggaraan pemerintah tingkatan lebih rendah.

Hal ini dikarenakan desentralisasi senantiasa berkaitan dengan status mandiri atau

otonom, maka setiap pembicaraan mengenai desentralisasai akan selalu dipersamakan

atau dengan sendirinya berarti membicarakan otonomi. Sebagaimana dalam

pemikiran Moh.Hatta yaitu otonomisasi tidak saja berarti melaksanakan demokrasi,

tetapi mendorong berkembangnya prakarsa sendiri.Prakarsa sendiri berarti

pengambilan keputusan dan pelaksanaan sendiri mengenai kepentingan masyarakat

setempat17.

Secara garis besar dapat dikatakan bahwa, hadirnya satuan pemerintahan

territorial yang lebih kecil dalam wilayah negara kesatuan Indonesia, yaitu

pemerintah daerah, yang didalamnya mempunyai kewenangan untuk mengatur dan

mengurus rumah tangganya, dapat dijelasakan dengan berbagai alasan berikut:

1. Sebagai perwujudan fungsi dan kedudukan negara modern, yang lebih

menekankan ada upaya memajukan kesejahteraan umum (welfare state). Kedudukan tersebut membawa konsekuensi pada semakin luasnya campur tangan

negara dalam mengatur dan mengurus aktivitas warga negara demi pencapaian

tujuan negara. Fakta kemajemukan (heterogenitas) masyarakat Indonesia, baik dari

segi territorial, suku, golongan., agama, membawa konsekuensi pada persoalan

kompleksnya persoalan persoalan kemasyarakatan yang harus dihadapidan

dipecahkan oleh negara. Kenyataan ini mendorong negara untuk membuka jalur

partisipasi masyarakat untuk ikut memikirkan dan menyelesaikan

17

(31)

14

persoalan tersebut, salah satunya adalah dengan memberikan kesempatan kepada

satuan pemerintah territorial terdekat dengan rakyat (local government) untuk terlibat dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Pemerintah

Daerah diberikan kewenangan-kewenangan untuk mengatur dan mengurus

aktivitas pemerintahan dan pembangunan diwilayahnya18.

2. Hadirnya otonomi daerah dapat pula didekati dari persepktif politik. Negara

sebagai organisasi kekuasaan yang didalamnya terdapat lingkungan-lingkungan

kekuasaan, baik pada tingkat supra-struktur maupun infra-struktur cenderung

menyalahgunakan kekuasaan. Untuk menghindari hal itu, diperlukan pemencaran

kekuasaan (dispersed power). Pemencaran kekuasaan negara dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dilakukan dengan membentuk satuan-satuan

territorial yang lebih kecil dan dekat dengan rakyat. Satuan territorial tersebut

dikenal dengan sebutan daerah-daerah besar dan kecil (sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar NRI 1945)19. Dari perspektif manajemen

pemerintahan modern,adanya kewenangan yang diberikan kepada daerah berupa

keleluasaan dan kemandirian untuk mengatur dan mengurus urusan

pemerintahannnya, merupakan perwujudan dari adanyan tuntutan efisiensi dan

efektivitas pelayanan kepada masyarakat dan kesejahteraan umum.

18

Bagir Manan, Hubungan antara Pusat dan Daerah berdasarkan Asasa Desentralisasi menuruT UUD 1945, Disertasi Universitas Padjajaran Bandung.

19

(32)

15 2.2Pemerintah Daerah

Dalam urusan penyelengaraan pemerintahan daerah, tidak dapat dilepaskan

eksistensi pemerintah daerah. Pemerintah daerah adalah kepala daerah sebagai

unsure penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpinpelaksanaan urusan

pemerintahan yang menjadikewenangan daerah otonom20.

Pemahaman serupa dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

Daerah dan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. Walaupun dalam

kedua undang-undang tersebut menegaskan dengan dua kata berbeda, yaitu “kepala

daerah” dan “Gubernur, Bupati atau Walikota”, namun memberikan pemahaman

bahwa pemerintah daerah dimaksudkan sebagai kepala daerah, tidak disertai wakil

kepala daerah. Pemerintah daerah berdasarkan ketentuan normatif tersebut dibantu

oleh perangkat daerah.

Perangkat daerah diantaranya unsur pembantu kepala daerah dan DPRD21.

Unsur pembantu kepala daerah yang dimaksud adalah perangkat daerah, yang terdiri

dari Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Inspektorat, Dinas, dan Badan, untuk

tingkat Kabupaten/Kota ditambah Kecamatan22. Ketentuan lebih tegas disebutkan

dalam Pasal 57 dalam UU No. 2 tahun 2015 Penetapan Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

(33)

16

Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Menjadi

Undang-Undang yang menyatakanPenyelenggara Pemerintahan Daerah provinsi

dankabupaten/kota terdiri atas kepala daerah dan DPRD dibantuoleh Perangkat

Daerah.

2.3 Wakil Kepala Daerah dan Kedudukannya

Keberadaan seorang Wakil Kepala Daerah pada prinsipnya bertujuan untuk

membantu meringankan tugas-tugas dari Kepala Daerah, Wakil seharusnya

merupakan "orang kepercayaan" atau tangan kanan dari Kepala Daerah yang

memiliki suatu keterikatan secara emosional satu sama lain. Kepercayaan ini akan

didapat apabila seorang Kepala Daerah bisa memilih secara bebas wakilnya tanpa

terikat kepada suatu sistem atau manajemen yang bersifat memaksa. Kalaupun ada

ketentuannya, maka seorang kepala daerah harus terlibat secara langsung dalam

menentukan Wakilnya.Jika tidak maka hubungan ini rentan konflik dan dapat

berujung kepada perpecahan antara Kepala Daerah dan wakilnya23.

Jika mengacu kepada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 yang mengatur

tentang Pemerintahan Daerah sebelum masa reformasi, maka keberadaan wakil KDH

harus disesuaikan dengan kebutuhan daerah (Pasal 24 Ayat 5). Artinya, posisi wakil

kepala daerahbukanlah suatu keharusan dan jumlahnya bisa disesuaikan dengan

kebutuhan daerah tersebut.Wakil Kepala Daerah Tk. I diangkat oleh Presiden dan

untuk Daerah Tk.II oleh Mendagri serta berasal dari pegawai negeri yang memenuhi

persyaratan dengan persetujuan dari DPRD tanpa melalui proses pemilihan. Dalam

23

(34)

17

penjelasan Undang-Undang ini dinyatakan bahwa keberadaan wakil kepala

daerahdipandang perlu mengingat luasnya tugas-tugas yang dihadapi oleh Kepala

Daerah baik fungsinya sebagai Kepala Wilayah Administratif maupun sebagai Kepala

Daerah Otonom.Keharusan Wakil KDH berasal dari pegawai negeri menunjukkan

bahwa seorang wakil kepala daerahharuslah berasal dari orang yang memahami seluk

beluk birokrasi agar dapat membantu Kepala Daerah secara maksimal.

Setelah era reformasi, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah mengamanatkan setiap daerah dipimpin oleh seorang kepala

daerah sebagai Kepala Eksekutif yang dibantu oleh seorang wakil kepala

daerah(Pasal 30). Pengisian jabatan wakil kepala daerahini dilakukan oleh DPRD

melalui pemilihan secara bersamaan (Pasal 34 Ayat 1). Selanjutnya pada Pasal 57

Ayat 1, disebutkan secara tegas bahwa tugas seorang Wakil Kepala Daerah adalah :

membantu kepala daerah dalam melaksanakan kewajibannya, mengkoordinasikan

kegiatan instansi pemerintahan di daerah dan melaksanakan tugas-tugas lain yang

diberikan oleh KDH. Seorang wakil kepala daerahjuga bertanggungjawab kepada

Kepala Daerah.Jadi meskipun mereka dipilih dalam satu paket, seorang Wakil Kepala

Daerah tetap berada dibawah koordinasi Kepala Daerah.

Meskipun Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah mengamanatkan secara jelas tentang keberadaan wakil kepala daerah, namun

kedudukan seorang wakil kepala daerahmasih sering menjadi persoalan.

Keberadaannya masih dirasakan kurang efektif dalam membantu tugas-tugas Kepala

(35)

18

Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dsb, tentunya keberadaan 1 orang wakil kepala

daerah kurang bisa membantu mengatasi persoalan yang timbul di daerah-daerah

tersebut. Sebaliknya, untuk daerah yang jumlah penduduknya masih sedikit seperti di

beberapa wilayah Sumatera dan Kalimantan serta belahan timur Indonesia,

keberadaan wakil kepala daerah menjadi kurang berarti karena memang semua tugas

pemerintahan masih bisa dilaksanakan oleh Gubernur dibantu oleh Sekretaris Daerah.

Eksistensi dari keberadaan wakil kepala daerah sangat dirasakan dalam sisi

pemilihan umum.Pasangan calon kepala daerah diajukan oleh partai politik atau

gabungan partai politik bahkan calon independen. Dalam perkembangannya, ketika

kepala daerah dan wakil kepala daerah yang tidak berasal dari partai politik atau

gabungan partai politik yang sama maka peluang terjadinya konflik. Kondisi

demikian karena wakil kepala daerah cenderung tidak difungsikan dan wakil kepala

daerah tidak memiliki wibawa dihadapan satuan kerja-satuan kerja pemerintah

daerah.

2.4Jabatan dan Wewenang Wakil Kepala Daerah

Dalam bidang hukum tata Negara dikenal teori Logemann yang menganggap

pengertian inti hukum tata Negara adalah jabatan. Menurut Logemann, Negara

menampakkan diri dalam masyarakat sebagai sebuah organisasi, yaitu segolongan

manusia yang bekerja sama dengan mengadakan pembagian kerja yang sifatnya

tertentu dan terus menerus untuk mencapai tujuan bersama atau tujuan Negara24.

Jabatan itu ada beberapa macam.Ada jabatan yang hanya diisi atau diwakili oleh satu

24

(36)

19

orang pemangku jabatan (jabatan tunggal), ada jabatan yang memiliki pengganti

(subtituut) yang setiap waktu berhak mewakili jabatan secara penuh (jabatan ganda), misal panitera pengganti25.

Di dalam jabatan terdapat kewenangan dan kekuasaan, dalam kekuasaan

terkandung suatu prinsip bahwa setiap kekuasaan wajib dipertanggung jawabkan oleh

setiap penerima kekuasaan pada saat menerima kekuasaan. Beban tanggung jawab

bentuknya ditentukan oleh cara-cara kekuasaan diperoleh. Suwoto mulyosudarmo

mengatakan pada dasarnya pemberian kekuasaan dapat dibedakan menjadi dua

macam, yaitu : (a) perolehan kekuasaan yang sifatnya atributif, (b) perolehan

kekuasaan yang sifatnya derivatif. Perolehan kekuasaan dengan cara yang pertama

menyebabkan terjadinya pembentukan kekuasaan, karena berasal dari keadaan yang

belum ada menjadi ada. Kekuasaan yang timbul karena pembentukkan secara atributif

bersifat asli26. Pembentukkan kekuasaan secara atributif menyebabkan adanya

kekuasaan yang baru.

Perolehan kekuasaan yang kedua disebut pelimpahan kekuasaan karena dari

kekuasaan yang telah ada dialihkan kepada pihak lain, karena itu sifatnya derivatif.

Pembentukkan kekuasaan bisa terjadi pada saat terjadi bersamaan pembentukkan

lembaga yang memperoleh kekuasaan dan bisa terjadi setelah lahirnya lembaga atau

badan. Konstitusi merupakan dasar hukum pembentukkan berbagai kekuasaan yang

kemudian diberikan kepada badan-badan negara yang dasar pembentukkannya

25

Ibid.,hlm. 7

26

(37)

20

didasarkan pada konstitusi pula. Dalam proses pendistribusian hanya melibatkan dua

pihak, yaitu pemilik kekuasaan dan penerima kekuasaan. Pemberi kekuasaan kepada

subyek hukum yang baru dapat dikatakan pula sebagai pembentuk kekuasaan.

Sedangkan perolehan kekuasaan secara derivatif mengenal dasar-dasar sistem

pertanggungjawaban. Sistem pertanggungjawabandisini dimaksutkan untuk

mengetahui siapa yang memegang tanggungjawab kekuasaan internal dan eksternal

setelah perolehan kekuasaan secara derivatif itu dilakukan27.

Henk van Maar Seveen mengatakan bahwa suatu subyek hukum yang

memiliki kewenangan dapat melimpahkan wewenangnya kepada subyek hukum yang

lain. Bentuk pelimpahan itu dapat berupa delegatie dan mandaat.Dalam undang-undang umum hukum pemerintahan belanda pasal 1a.1.2.1 dinyatakan bahwa yang

dimaksud dengan pemberian delegasi: pelimpahan kewenangan untuk mengambil

keputusan-keputusan oleh suatu organ pemerintah kepada pihak lain yang

melaksanakan kewenangan ini atas tanggung jawab sendiri. Sedangkan pasal 1a.1.2.3

mengatakan bahwa delegasi hanya diberikan jika kewenangan untuk itu diatur dengan

peraturan perundang-undangan, dalam Pasal 1a.1.2.7. menyatakan bahwa suatu

keputusan yang diambil atas dasar kewenangan yang didelegasikan, menyebut

keputusan delegasinya dan dimana itu diketemukan.

Berdasarkan ketentuan diatas, maka pada pendelegasian kekuasaan delegataris

melaksanakan kekuasaan atas nama sendiri dan dengan tanggung jawab sendiri,

delegasi kewenangan diberikan apabila kewenangan itu baik sebagian atau

27

(38)

21

keseluruhan wewenang dinyatakan dnegan tegas atau ditentukan dalam peraturan

perundang-undangan dan setiap keputusan yang diambil delegataris hanya atas dasar

kewenangan yang didelegasikan dan menyatakan dasar kewenangannya. Dalam

hubungannya dengan proses pendelegasian, seseorang delegant mempunyai

kepentingan apakah pelimpahan yang sudah dilakukan telah dilaksanakan dengan

memperhatikan segi manfaat dan kepatutan hukum. Perhatian ini adalah layak, karena

seorang delegant bertanggung-gugat terhadap pihak ketiga yang merasa dirugikan

oleh pemegang delegasi. Berdasarkan pandangan ini berarti, dalam delegasi harus

dipertanggungjawabkan, siapa yang harus mempertanggungjawabkan baik secara

internal maupun eksternal. Kepentingan pengawasan lebih ditujukan pada segi

keberhasilan suatu ketatalaksanaan organisasi.

Pendelegasian wewenang dapat dilakukan terhadap sebagian wewenang atau

terhadap keseluruhan wewenang, bentuk pendelegasian ini harus dinyatakan dalam

peraturan perundang-undangan.Begitu juga seorang delegataris dapat mendelegasikan

kepada pihak keiga, dengan ketentuan yang berlaku sama seperti pendelegasian

sebagian maupun seluruh wewenangnya. Bentuk pelimpahan wewenang ini disebut

sebagai subdelegasi.

Mandat merupakan bentuk pelimpahan wewenang, namun berbeda dengan

delegasi. Dalam pasal 1.a.1.1.1. undang-undang umum pemerintah belanda

dinyatakan bahwa pemberian mandat adalah kewenangan yang diberikan oleh suatu

organ pemerintahan kepada orang lain untuk atas namanya mengambil

(39)

22

memberi mandat, kecuali dengan peraturan perundang-undangan ditentukan lain atau

karena sifat kewenangan itu bertentangan dengan pemberi mandat itu. Pasal 1.a.1.1.3.

mengatakan suatu keputusan yang diambil oleh yang menerima mandat dalam

batas-batas kewenangannya berlaku sebagai suatu keputusan dari yang memberi mandat.

Pasal 1a.1.1.5 menyatakan bahwa suatu organ pemerintahan dapat memberikan baik

suatu mandat umum maupun suatu mandat untuk suatu hal tertentu saja.

Sama dengan ketentuan di atas Van Wijk atau Konijnenbelt menjelaskan

bahwa mandat tidak menimbulkan pergeseran wewenang dalam arti yuridis, sehingga

pertanggungjawaban untuk pelaksanaan wewenang tetap berada pada pemberi

kuasa.berdasarkan ketentuan ini, maka mandataris atau pihak yang menerima mandat

melaksanakan kekuasaan tidak bertindak atas nama sendiri. Mandataris bertindak atas

nama pemberi kuasa, karena ia tidak memiliki tanggungjawab sendiri. Batasan

kewenangan penerima mandat adalah dilarang undang-undang atau bertentangan

dengan kehendak pemberi mandat. Penerima mandat harus memberikan keterangan

kepada pemberi mandat terhadap pelaksanaan tugas-tugas yang dimandatkan

Berdasarkan pandangan diatas, maka delegasi kewenangan dalam

pembentukkan peraturan perundang-undangan ialah pelimpahan kewenangan

membentuk peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi kepada peraturan perundang-undangan yang

lebih rendah, baik pelimpahan dinyatakan dengan tegas maupun tidak. Kewenangan

bersifat sementara sepanjang kewenangan ini dapat diselenggarakan atau sepanjang

(40)

23

pembentukkan peraturan perundang-undangan ialah pemberian kewenangan

membentuk peraturan perundang-undangan yang diberikan oleh UUD atau UU

kepada suatu lembaga negara/pemerintah. Kewenangan tersebut melekat terus

menerus dan dapat dilaksanakan atas prakarsa sendiri setiap waktu diperlukan sesuai

dengan batas-batas kewenangan.

Jabatan itu tetap, sedangkan pemangkunya berganti-ganti,namun tugas serta

wewenang (kompetensi) tidak hilang bersamaan dengan bergantinya pemangku

jabatan, akan tetapi tetap melekat pada jabatan28. Hal ini pula yang melekat dari

jabatan sebagai wakil kepala daerah, yang melekat pula kewenangan atas

jabatan.Menurut Prajudi Atmosudirjo, yang disebut dengan suatu wewenang adalah kekuasaan untuk melakukan sesuatu tindak publik.29Wewenang tersebut dapatlah

dijabarkan ke dalam beberapa pengertian, yang mana diantaranya adalah pertama,

sebagai hak untuk menjalankan suatu urusan pemerintahan dan kedua, sebagai hak

untuk dapat secara nyata mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh instansi

pemerintah lainnya.30

Suatu wewenang yang sah dilakukan pemerintah atas suatu kewenangan yang

dilandasi dengan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya terlebih dahulu.

Suatu kewenangan (Authority atau Gezag) adalah apa yang disebut dengan

“kekuasaan formal”, kekuasaan yang berasal dari Kekuasaan Legislatif (diberikan

oleh undang-undang) atau Kekuasaan Eksekutif Administratif terhadap sesuatu

28

Ibid.,hlm. 8

29

Prajudi S. Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara,(Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994), hal.78.

30

(41)

24

bidang pemerintahan (atau bidang urusan) tertentu yang bulat.31Dengan demikian

pemerintah yang diberikan wewenang, harus melaksanakan kewenangan nya yang

didasari atas hukum (wetmatigheid van bestuur).

R. Sri Soemantri mengklasifikasikan kewenangan menjadi dua bagian ditinjau

menurut perolehan kewenangan oleh seseorang melalui dua cara, yaitu sebagai

berikut :32

1. Atribusi, yaitu wewenang yang melekat pada suatu jabatan. Dalam tinjauan

hukum tata negara, atribusi ini ditujukan dalam wewenang yang dimiliki oleh

organ pemerintahan dalam menjalankan pemerintahannya berdasarkan

kewenangan yang dibentuk oleh pembuat undang-undang. Atribusi ini

menunjuk pada kewenangan asli atas dasar konstitusi (UUD) atau peraturan

perundang-undangan.

2. Pelimpahan wewenang (Delegasi), adalah penyerahan sebagian dari

wewenang pejabat atasan kepada bawahan tersebut membantu dalam

melaksanakan tugas-tugas kewajibannya untuk bertindak sendiri. Pelimpahan

wewenang ini dimaksudkan untuk menunjang kelancaran tugas dan

ketertiban alur komunikasi yang bertanggung jawab, dan sepanjang tidak

ditentukan secara khusus oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Demikian halnya kewenangan wakil kepala daerah yang diberikan

kewenangannya oleh Undang-Undang No. 2 tahun 2015 Tentang Penetapan

31

Prajudi S. Atmosudirdjo, Op.Cit., hal.78.

32

(42)

25

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang

PemerintahanDaerah. Secara umum tugas dan wewenang dari wakil kepala daerah

disebutkan dalam Pasal 63 yang menyatakan membantu kepala daerah, lebih lanjut

kewenangan wakil kepala daerah diatur dalam Pasal 66, yaitu:

a. membantu kepala daerah dalam:

1. memimpin pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah;

2. mengoordinasikan kegiatan Perangkat Daerah dan menindaklanjuti laporan dan/atau temuan hasilpengawasan aparat pengawasan; 3. memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dilaksanakan oleh Perangkat Daerah provinsi bagi wakil gubernur; dan

4. memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Perangkat Daerah kabupaten/kota, kelurahan, dan/atau Desabagi wakil bupati/wali kota;

b. memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala daerah dalam pelaksanaan Pemerintahan Daerah;

c. melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah apabila kepala daerah menjalani masa tahanan atau berhalangan sementara; dan

d. melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dikarenakan wewenang dari wakil kepala daerah yang membantu kepala daerah,

maka tugas dan kewajiban dalam melaksanakannya ditetapkan dengan keputusan

kepala daerah, dan bertanggung jawab pada kepala daerah33.Disamping ketentuan

normative tentang kewenangan dari wakil kepala daerah, secara institusional

keberadaan wakil kepala daerah merupakan antisipasi dari ketidakberadaan kepala

daerah dalam kondisi tertentu, sebagaimana dimuat dalam Pasal 65 ayat (4) dan (5)

33

(43)

26

Undang-Undang No. 2 tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah34.

34

(44)

27 III. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian merupakan sarana pokok pengembangan ilmupengetahuan, karena

penelitian hukum bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis,

metodologis dan konsisten sistematis berarti menggunakan system tertentu.

Metodologis artinya menmggunakan metode tertentu dengan konsisten yang artinya

tidak bertententangan dalam kerangka tertentu.

3.1Jenis dan Tipe Penelitian

Jenis penelitian adalah penelitian normatif yang menelaah peraturan

perundang-undangan yang mengatur tentang kedudukan wakil kepala daerah menurut

Undang-Undang Dasar Negara Repbulik Indonesia Tahun 1945.Penelitian yang

digunakan adalah tipe penelitian deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan untuk

menggambarkan secara jelas, sistematis dari kedudukan Wakil Kepala Daerah dalam

(45)

28 3.2Metode Pendekatan

Sesuai dengan permasalahan yang diteliti, penelitian merupakan penelitian

bidang Ilmu Hukum (Legal Research) dengan konsentrasi Hukum Tata Negara.Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian normatif, sehingga

pendekatan masalah dilakukan dengan menginvestigasi bahan-bahan hukum yang

ada. Dimulai dari satu persoalan hukum, penelitian dilakukan dengan cara

mempelajari, mengkaji dan menginterpretasi bahan-bahan hukum yang berupa

Undang-Undang Dasar Negara Repbulik Indonesia Tahun 1945 sebagai Konstitusi

Negara Indonesia serta undang-undang yang berkaiitan erat dengan kedudukan wakil

kepala daerah.

Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statue approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan sejarah

(historical approach).Pedekatan perundang-undangan digunakan untuk meneliti, memahami dan mendalamiserta menelaah berbagai peraturan perundang-undangan

yang mengatur mengenai kedudukan wakil kepala daerah.Pendekatan konseptual

digunakan dalam penelitian ini untuk interpretasi Undang-Undang Dasar Negara

Repbulik Indonesia Tahun 1945 mengenai kedudukan wakil kepala

daerah.Pendekatan historis dimaksudkan untuk menelusuri kedudukan wakil kepala

daerah dalam Undang-Undang Dasar Negara Repbulik Indonesia Tahun 1945dan

(46)

29 3.3Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang

diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti dari sumber-sumber yang telah ada35,

berupa:

1. Bahan Hukum Primer, berupa :

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945

b. Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di

Daerah

c. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

d. Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara

Pemerintah Pusat dan Daerah

e. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

f. Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

g. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah

h. Undang-Undang No. 2 tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang PemerintahanDaerah

35

(47)

30

2. Bahan Hukum Sekunder, berupa bahan hukum yang berkaitan erat dan

menjelaskan masalah yang meliputi buku-buku tentang metode penelitian hukum

dan mengenai kedudukanWakil Kepala Daerah, dan literature-literatur dari para

ahli atau sarjana.

3. Bahan Hukum Tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan

terhadap bahan hukum primer dan sekunder berupa Kamus Hukum dalam mencari

pengertian-pengertian hukum.

3.4Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan adalah studi pustaka yang dilakukan dengan mengadakan

penelaahan dan pemikiran yang sangat mendalam terhadap kekhusukan Wakil Kepala

Daerah dalam Undang-Undang Dasar 1945.Teknik yang digunakan dalam penelitian

ini adalah mengumpulkan, mengidentifikasi dan mengenalisa data untuk kemudian

dilakukan pencatatan atau pengutipan data tersebut. Studi pustaka dilakukan dengan

tahap-tahap sebagai berikut :

1. Menentukan terlebih dahulu sumber data bahan hukum primer dansekunder

2. Identifikasi yang diperlukan

(48)

31 3.5Metode Pengolahan Data dan Bahan Hukum

Data dan bahan hukum yang diperoleh selanjutnya diolah dengan menggunakan

langkah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan data dan bahan hukum (editing), yaitu mengoreksi apakah data dan bahan hukum yang terkumpul sudah cukup lengkap, benar dan sesuai dengan

rumusan masalah.

2. Seleksi data, yaitu memeriksa secara keseluruhan data dan bahan hukum untuk

menghindari kekurangan dan kesalahan data yang berhubungan dengan

permasalahan.

3. Melakukan penelahaan atas data dan dan bahan hokum berdasarkan taraf

sinkronisasi dari peraturan perundang-undangan.

3.6Analisa Data

Metode yang digunakan dalam analisa data adalah deskriptif kualitatif yaitu

berupa penggambaran kenyataan-kenyataan yang ditemui dalam penelitian berbentuk

uraian-uraian kalimat serta menginterpretasikan data-data yang ada dalam bentuk

kalimat secara sistematis sehingga menuju suatu kesimpulan mengenai Kedudukan

(49)

70 V. PENUTUP

5.1Kesimpulan

Setelah melakukan penelitian dan pembahasan terhadap rumusan masalahdalam

penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan antara lain sebagai berikut

A. Kedudukan Wakil Kepala Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan

daerah menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945. Keberadaan wakil kepala daerah dalam pemerintahan daerah sangat

dipengaruhi oleh ketentuan Undang-undang Dasar yang berlaku saat itu, dan

sistem pemerintahan yang digunakan.

Berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945, Undang-Undang Nomor

22 Tahun 1948 masih belum menjelaskan secara khusus kedudukan wakil

kepala daerah. Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957,

wakil kepala daerah hanya diatur pada daerah istimewa, sedangkan dalam

Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 dapat diadakan wakil kepala daerah

yang diangkat oleh presiden. Hal ini menandakan dapat pula tidak

(50)

71

kepala daerah dalam Undang Nomor 18 Tahun 1965 s/d

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, telah menempatkan wakil kepala daerah

menjadi bagian dari paket kepala daerah. Dalam rentang waktu berlakunya

UUD 1945 awal kemerdekaan-Konstitusi RIS 1949-UUDS 1950 posisi wakil

kepala daerah sangat ditentukan oleh pemerintah pusat, baik oleh Presiden

maupun Menteri Dalam Negeri. Pasca kembali berlakunya UUD 1945 dan

Perubahan UUD 1945 tahun 1999-2002, wakil kepala daerah sudah diatur

secara khusus, namun terdapat perbedaan dalam hal pemilihan wakil kepala

daerah.

B. Urgensi keberadaaan Wakil Kepala Daerah dalam pelaksanaan pemerintahan

daerah. Bahwa kedudukan seorang wakil kepala daerah merupakan pembantu

dari kepala daerah dalam melaksanakan kewajibannya dan melaksanakan

tugas-tugas yang diberikan oleh kepala daerah. Serta dalam rangka politik

hukum negara untuk mengantisipasi ketika kepala daerah berhalangan.

Dengan kata lain seorang wakil kepala daerah hanyalah second handyang jika Kepala Daerah menghendaki, seorang wakil kepala daerah dapat tidak

memiliki tugas sama sekali karena keseluran pertanggung jawaban nya ada

pada kepala daerah,sehingga dapat dikatakan hanyalah cadangan dalam

pemerintahan daerah.

5.2 SARAN

Setelah melakukan pembahasan dan memperoleh kesimpulan dalam penelitian

(51)

72

A. Mengenai kedudukan wakil kepala daerah berdasarakan ketentuan UUD 1945

tidak diatur sama sekali, melainkan untuk aturan lebih lanjut diatur oleh

peraturan perundang-undangan namun meski telah beberapa kali dibuat

undang-undang yang mengatur yang berisi muatan tentang wakil kepala

daerah namun belum mampu menjawab tantangan dinamika konflik maupun

disharmonisasi yang terjadi dalam pemerintahan daerah sehingga perlu

dilakukan evaluasi terhadap keberlakuan undang-undang tentang

pemerintahan daerah secara periodik menyeluruh dan efektif sehingga

kedepannya mampu melahirkan Undang-Undang pemerintahan daerah yang

dapat meminimalisir kekurangan-kekurangan yang sudah ada.

B. Dikarenakan terjadi kecenderungan adanya pecah kongsi antara kepala daerah

dan wakil kepala daerah yang berakibat merusak kinerja pemerintahan

daerah,yang seharusnya dalam penyempurnaan undang-undang pemerintahan

daerah nantidapat dilakukan mekanisme pemilihan wakil kepala daerah sesuai

kebutuhan, sehingga tidak terjadi kemubaziran jabatan ketika seorang Kepala

Daerah mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya sendiri yang dibantu

oleh perangkat daerah, sebalik nya dalam suatu kondisi keadaan wilayah

ataupun populasi yang membutuhkan perhatian lebih dapat pula dilaksanakan

mekanisme lebih dari 1 wakil kepala daerah sesuai kebutuhan daerah tersebut

namun tetap dengan catatan Kepala Daerah lah yang memilih calon wakil nya

(52)

73 DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Al Rasid, Harun.1999. Pengisian Jabatan Presiden, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti Asshiddiqie, Jimly. 2004. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia.Jakarta:

Mahkamah Konstitusi dan Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

__________, Jimly. 2006. Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara, Jakarta: Konstitusi Press.

__________, Jimly, 2007.Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, Jakarta: Bhuana Ilmu Populer.

Hakim, Lukman.Filosofi Kewenangan Organ dan Lembaga Daerah, Malang: Setara Pers.

Hoessein, Bhenyamin.2011. Perubahan Model, Pola, dan Bentuk Pemerintahan daerah: Dari Era Orde Baru ke Era Reformasi. Jakarta: Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia

Joeniarto, 2001.Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia.Jakarta: Bumi Aksara M, R. Sri Soemantri., 1992.Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia. Bandung:

Alumni.

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, 2003.Panduan dalam Memasyarakatkan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Sekertariat MPR RI, Jakarta.

Nugraha, Safri dkk.2005.Hukum Administrasi Negara.Badan Penerbit Fakultas Hukum UI Jakarta.

Pieris, John.2007. Pembatasan Konstitusional Kekuasaan Presiden RI, (Jakarta: Pelangi Cendikia.

(53)

74

Rudy.2012.Hukum Pemerintahan Daerah Perspektif Konstitusionalisme Indonesia.Bandar Lampung: Indepth Publishing.

S. Atmosudirdjo, Prajudi, 1994. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. 1983.Penelitian Hukum Normatif:Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Wolhoff, S.J., 1995. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Republik Indonesia. Jakarta: Timun Mas, NV.

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

UU No. 2 tahun 2015 Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang PemerintahanDaerah Menjadi Undang-Undang. Lembaran Negara Republik Indonesia 2015 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5657.

C. WEBSITE

Referensi

Dokumen terkait

Batimetri daerah penelitian meliputi batimetri pa- paran benua dan palung dengan kedalaman bervari- asi. Kedalaman rata-rata laut Arafura berkisar antara 30 m sampai 90 m.

Dari analisis variansi diketahui bahwa H 0A ditolak, berarti ada pengaruh sistem penyelenggaraan pendidikan terhadap prestasi belajar matematika, karena sistem

Tujuan studi retrospektif ini adalah untuk mengevaluasi angka kejadian reaksi kusta tipe 1,distribusi, tanda dan gejala, waktu terjadinya reaksi tipe 1, dan terapi

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa computer self-efficacy berpengaruh positif terhadap perceived usefulness dan perceived ease of use, computer anxiety

Di wilayah Nusa Tenggara Barat terdapat sumber daya lahan sawah (irigasi dan tadah hujan) sekitar 197.466 ha, lahan kering (tegalan) 178.530 ha, dan lahan terlantar (sementara

Skripsi dengan judul “ Korelasi Antara Motivasi Belajar Dengan Keaktifan Bertanya Siswa Pada Bidang Studi Peendidikan Agama Islam Di Sekolah Menengah Pertama Negeri 35

Terkait dengan peningkatan koersivitas magnet intrinsik dari 1,68 kOe (origin ) menjadi 4,39 kOe setelah rekristalisasi dengan ukuran kristalit yang semakin halus, maka