• Tidak ada hasil yang ditemukan

Refleksi Hukum Harta Perkawinan Dalam Hukum Adat Melayu (Studi di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Refleksi Hukum Harta Perkawinan Dalam Hukum Adat Melayu (Studi di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

POLA MIGRASI DI PROVINSI SUMATERA UTARA DAN

KAITANNYA DENGAN HUKUM DAN KEPENDUDUKAN

Surianingsih

Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Abstract: Migration is population movement from one to another within one country. There have been various characteristics that can be learned from migration as one of the general forms of population mobility, including its motivation, typology, impact and correlations. Migration is a normal social phenomenon in a country which happens mainly due to the push factor in better fulfilling primary needs in variuos aspects. This behavior is also influenced by ethnic tradition that encourages migration to other communities outside their own territories.

Kata Kunci: Migrasi, Hukum, Kependudukan

(2)

misalnya kondisi suatu desa yang menyebabkan kesempatan dan peluang kerja sangat terbatas, sedangkan di kota terdapat kondisi dan situasi yang sebaliknya. Deferensiasi antara desa dan kota sangat tajam, keadaan inilah yang memicu keinginan penduduk untuk bermigrasi keluar dari wilayahnya, karena Kota merupakan tempat berkumpul dan bertemunya aneka ragam kegiatan ekonomi, dan terdapat macam-macam suku, bangsa, agama, kepentingan dan lain sebagainya. Sehingga masyarakatnya sangat heterogen dan kompleks, dan bagi penduduk yang telah meninggalkan pekerjaannya di desa, dengan tujuan mencari nafkah di kota, tidak terlepas dari kemampuan mereka untuk dapat menyesuaikan hidupnya di kota. Lebih-lebih apabila mereka tidak memiliki keterampilan (skill) yang dapat dihandalkan, hal ini merupakan tantangan baru yang tidak ringan bagi mereka yang datang dari desa. Pemenuhan kebutuhan hidup “dinegeri orang” tentunya sangat dipengaruhi pula oleh tradisi atau sifat umum kesukaan yang mendorong untuk pergi merantau (bermigrasi). Misalnya Suku Minang Kabau dan Batak di Sumatera Utara atau Suku Bugis di Sulawesi. Banyak orang yang pergi merantau di antaranya kaum pria kategori usia muda (20 – 30 tahun). Di Suku Minang Kabau orang yang pergi merantau merupakan suatu kewajiban, apalagi bila si pria masih belum mampu secara financial untuk memenuhi tanggung jawab keluarga, sementara ia telah berada dalam rentang usia siap menikah. Jika kebiasaan ini tidak dijalankan, si pria bisa dijadikan bahan cemooh oleh masyarakat sekelilingnya. Biasanya dalam periode di negeri orang inilah, orang minang kabau yang merantau mulai mencari suatu bidang usaha untuk menghidupi dirinya bidang usaha yang dipilih adalah berdagang atau membuka restoran Padang. Dan tak jarang pula mereka akhirnya menetap didaerah tujuan, migrasi demikian disebut oleh suku Minang Kabau dengan merantau Cina. (Wiki, 2007). Merantau berarti: a) pergi meninggalkan kampung halaman dan berinteraksi dengan etnik/suku; b) dilakukan dengan suka rela dan atas kemauan sendiri; c) dalam waktu yang singkat maupun lama; d) dalam rangka mencari rezeki, menuntut ilmu atau menambah pengalaman; e) dengan keinginan untuk kembali (non permanen); f) didorong sistem sosial yang ada. (Mantra, 1985: 166-167). Seperti diketahui bahwa sitem kekerabatan suku minang adalah sistem garis keturunan ibu (matrilinial) sehingga harta warisan jatuh kepada keturunan perempuan, sehingga laki-laki merasa tidak berhak, keadaan ini membuat laki-laki minang cenderung merantau. Walaupun perantau laki-laki tersebut membawa serta istrinya seorang perempuan minang pula.

(3)

mencakup urbanisasi merupakan masalah yang kompleks yang meliputi berbagai aspek baik kesehatan, pendidikan, pemukiman, sosial ekonomi dan sosial budaya dan aspek hukum.

PENGERTIAN DASAR MIGRASI

Migrasi adalah salah satu faktor dasar yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk disuatu wilayah, pengaruh ini dapat dilihat dikota-kota besar seperti di Indonesia, yakni di Jakarta, Surabaya, Medan dan sebagainya. Migrasi adalah gejala gerak horizontal untuk pindah tempat tinggal dan pindahnya bisa tidak terlalu dekat, melainkan melintasi batas administrasi, pindah ke unit administrasi lain, misalnya kelurahan, kabupaten kota, sedangkan yang jauh jaraknya dilakukan melintasi negara. Dengan kata lain migrasi merupakan perpindahan penduduk dari satu unit geografis ke unit geografis lainnya. Unit geografis tersebut dapat berarti suatu daerah administratif. Migrasi ini disebut juga migrasi internal. Sedangkan Nani Suwondo menyebutnya dengan istilah Migrasi Nasional yakni perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah lain tetapi dilakukan dalam satu negara. Ada lagi Migrasi keluar negara lain yang disebut migrasi internasional yang terdiri dari emigrasi atau keluar ke negara lain, dan imigrasi yakni masuk ke negara lain. Migrasi Internasional tersebut lebih peka daripada migrasi dalam negeri (Nasional) karena sering menimbulkan masalah politik karena masing-masing negara membuat peraturan-peraturan tentang syarat yang harus dipenuhi oleh warga negara asing yang ingin masuk ke negara tersebut sehingga frekuensi arus migrasi Internasional sangat kecil dan negara Indonesia termasuk negara yang arus migrasi Internasionalnya kecil. (Mantra, 1985: 157 -158). Ada pula migrasi psikososial yakni penduduk yang pindah dari kota dengan alasan terlalu banyak orang dikota, migrasi ini selalu dilakukan golongan menengah ke atas yang memiliki fasilitas dan sarana transport yang memadai, sedangkan migrasi fisiososial yakni migran yang karena alasan kesehatan bermigrasi keluar wilayahnya untuk mempercepat penyembuhan penyakit yang dideritanya selanjutnya migrasi internasional (migrasi antar bangsa) tidak begitu berpengaruh terhadap bertambah atau berkurangnya jumlah penduduk suatu negara kecuali karena bencana alam atau karena perang dan lain sebagainya. Tidak berpengaruhnya terhadap pertumbuhan penduduk pada negara tujuan di sebabkan peraturan atau Undang-Undang yang diberlakukan oleh banyak negara, biasanya sangat ketat dan amatlah sulit bagi seseorang untuk menjadi warga negara/menetap secara permanen di negara lain. Seperti diketahui negara Indonesia termasuk negara yang ketat peraturannya untuk menerima warga negara lain untuk menjadi warga negara Indonesia. Jika kita melihat sejarah masa lalu bahwa negara Indonesia pada tahun 1959 dengan adanya migrasi internasional tersebut sehingga orang Tionghoa exsodus karena tidak diakuinya berkewarganegaraan ganda sesuai dengan ketentuan PP No. 10 Tahun 1959, akibatnya ± 150.000 jiwa orang Tionghoa kembali ke RRC (Suhaimi, 1982: 14).

(4)

oleh penduduk sangat mempengaruhi tertib administrasi disuatu tempat tujuan. Hal ini secara langsung mengakibatkan perubahan komposisi penduduk dalam suatu wilayah tujuan, dengan tidak memandang jarak jauh atau dekatnya tempat yang menjadi tujuan para migran, baik menetap secara permanen maupun non permanen.

MIGRASI DI PROVINSI SUMATERA UTARA

Aktivitas perpindahan penduduk mempunyai dampak yang sangat berarti bagi daerah-daerah di mana migrasi itu terjadi, baik ditinjau dari segi ekonomi, sosiologi, maupun disiplin kependudukan itu sendiri. Sesuai hal tersebut di atas, Provinsi Sumatera Utara yang letak geografisnya di antara 10 – 40 Lintang Utara dan 980 – 1000 Bujur Timur dengan ketinggian daerah permukaan laut) – 1418 m sebelah utara berbatasan dengan Nanggroe Aceh Darussalam dan Selat Malaka, sebelah Selatan dengan Provinsi Sumatera Barat dan Riau sebelah Barat dengan Samudera Hindia dan memiliki luas wilayah 71680 km persegi, dengan jumlah penduduk ± 12.500.000 jiwa. Provinsi Sumatera Utara, sejak zaman penjajahan Belanda telah mengalami arus perpindahan penduduk yang bersifat internasional atau disebut migrasi internasional, yang terjadi pada waktu itu karena migrasi merupakan aktivitas yang sangat penting dampaknya bagi landasan pembangunan daerah Sumatera Utara, khususnya berkaitan dengan sektor pertanian dan perkebunan. Sumatera Utara merupakan provinsi keempat yang terbesar jumlah penduduknya di Indonesia setelah Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah. Menurut hasil pencacahan lengkap Sensus Penduduk (SP) 1990 penduduk Sumatera Utara keadaan tanggal 31 Oktober 1990 (hari sensus) berjumlah 10,26 juta jiwa, dan dari hasil Sensus Penduduk 2005 jumlah penduduk Sumatera Utara sebesar 11,5 juta jiwa. Dari estimasi jumlah pendudul keadaan juni 2005 menjadi 12.326.678 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk Sumatera Utara tahun 2000 – 2005 adalah 1,50 % pertahun. Namun jika ditinjau dari arus perpindahan penduduk yang bersifat internal, di Provinsi Sumatera Utara, maka yang menjadi daerah sasaran dalam aktivitas perpindahan penduduk antar kabupaten/kota adalah daerah perkotaan, sehingga daerah perkotaan ini bisa dikatakan menjadi primadona masuknya arus migrasi. Lebih spesifik lagi, daerah tersebut paling diminati dan menjadi incaran para migran adalah kota Medan yang merupakan ibukota provinsi Sumatera Utara. (BKKBN Provsu, 2007: 54)

(5)

yang masuk untuk bekerja di sektor pemerintahan dan swasta, karena adanya pengembangan sektor perdagangan, industri, pendidikan dan usaha bisnis lainnya (BKKBN Provsu, 2007: 57).

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA MIGRASI ANTAR KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SUMATERA UTARA

Pengaturan hukum yang berkenaan dengan masalah migrasi dapat direfer pada Undang-Undang No. 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera. Menurut jiwa Undang-Undang tersebut berbagai aspek kependudukan harus dapat dikontrol atau dikendalikan termasuk jumlah dan mobilisasinya atau perpindahannya. Dalam Pasal 3 disebutkan bahwa pertumbuhan penduduk diarahkan pada pengendalian kuantitas, perkembangan kualitas serta pengarahan mobilitas penduduk sebagai potensi sumber daya agar menjadi kekuatan pembangunan dengan cara mewujudkan keserasian dan keseimbangan kuantitas, kualitas, dan persebaran penduduk. Sehubungan dengan hal tersebut perlu ada policy yang tepat yang didukung data yang lengkap dan akurat termasuk memahami tentang karakteristiknya. Sehubungan dengan arus migrasi misalnya pemahaman dan kejujuran melihat fakta yang sebenarnya diperlukan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya migrasi.

(6)

hal ini berbeda bagi masing-masing individu, ada yang memandang ringan dan ada pula yang memandangnya sebagai hal yang berat (tidak dapat diatasi), contoh: Jarak yang jauh, dan biaya transport sehingga menjadi penghalang bagi seseorang untuk bermigrasi. d. Faktor Pribadi/Individu yakni kepastian seseorang dalam mengambil keputusan untuk bermigrasi kedaerah lain (Hartono, 1990: 23).

Dari teori tersebut mempunyai makna, perpindahan penduduk yang terjadi antar kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara dipengaruhi banyak faktor salah satunya bahwa daerah tempat asal yang tidak memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan, serta lingkungan dan keadaan alamnya tidak mendukung, mengakibatkan terbatasnya sumber daya yang dibutuhkan dari daerah tersebut. Disisi lain dapat dilihat, daya tampung daerah tujuan dan keadaan lingkungannya sangat menjanjikan dengan tersedianya lapangan kerja, peluang meningkatkan pendapatan, sarana hiburan, pendidikan yang lebih baik, kesehatan dan lain sebagainya. Namun pada umumnya, migrasi bersifat selektif artinya bahwa yang pindah dan menempati tempat baru, memiliki karakteristik kependudukan yang khas, yakni mengenai umur, pendidikan, status sosial, kebudayaan dan sebagainya. Banyak golongan penduduk muda dari daerah-daerah luar kota Medan yang pandai dan berkemampuan dalam bidang materi lebih memilih bermigrasi ke kota Medan, dengan tujuan untuk menambah ilmu atau menuntut ilmu di Perguruan Tinggi yang tidak tersedia didesa asalnya. Tetapi, setelah menyelesaikan atau menamatkan studi, mereka lebih suka tinggal di kota Medan. Begitu pula bagi mereka yang memang lahir dan menetap di kota Medan enggan untuk meninggalkan kota Medan. Dengan demikian golongan penduduk yang berilmu di kota Medan terus meningkat jumlahnya bila dibandingkan dengan diluar kota Medan. Tetapi sebaliknya para migran tersebut beraneka ragam watak dan latar belakang kehidupannya datang ke kota Medan, belum tentu bisa ditolerir, sebab kota Medan pun mempunyai batas-batas kemampuan untuk menampung para migran. Jika dipandang dari aspek hukum dan kependudukan maka migrasi yang terjadi di kota Medan dapat mengakibatkan peningkatan angka pengangguran, kemiskinan, pertambahan jumlah penyandang penyakit sosial dan pelanggar hukum seperti gelandangan dan pengemis, pengamen-pengamen dai pinggir jalan dan peningkatan intensitas tindak kriminalitas terhadap harta kekayaan seperti pencurian, perampokan, termasuk tindak kriminalitas berupa pencemaran dan perusakan lingkungan, antara lain membuang sampah maupun limbah disembarangan tempat serta memanipulasi data kependudukan. Keadaan tersebut di atas merupakan problema yang harus diatasi dan dicari solusinya sesuai peraturan yang berlaku juga sekaligus menjadi acuan dan pertimbangan faktual dalam perancangan peraturan yang akan diberlakukan.

U P A Y A - U P A Y A H U K U M Y A N G D A P A T D I L A K U K A N D A L A M PENANGGULANGAN ARUS MIGRASI DI KOTA MEDAN

(7)

dari pengamat, perguruan tinggi dan khususnya dari pemerintah kota. Penyiapan informasi dan data akurat sejak dini dapat membantu mempersiapkan usulan kebijakan atau policy yang tepat untuk mengantisipasi dan mengatasi problematika yang berakar dari migrasi penduduk. Pengalaman Jakarta perlu menjadi bahan kajian pemerintah kota sehingga berbagai masalah yang sekarang dihadapi Ibu Kota negara Republik Indonesia tersebut dapat diminimalisir oleh kota Medan jika menghadapi masalah serupa. Secara geografis kota Medan terletak antara 020 29’ 30’-020 47’ 30’ dan 980 47’36’ Bujur Timur berbatasan dengan Selat Malaka, dan sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Langkat, sebelah selatan dengan kabupaten Deli Serdang luas wilayah 265, 10 KM2 yang terdiri dari 21 kecamatan dan 151 kelurahan. Dan saat ini usia kota Medan sudah 400 tahun lebih menunjukkan bahwa kota Medan keberadaannya sebagai kota terbesar nomor tiga setelah Jakarta dan Surabaya, dengan demikian sebagai kota besar sudah tentu banyak memiliki berbagai daya tarik bagi masyarakat/penduduk di luar dan kota Medan, apalagi kota Medan berkembang begitu cepat menuju Medan Metropolitan mengikuti arus perkembangan zaman, sehingga keinginan penduduk luar kota Medan untuk berimigrasi sangat besar. Hal ini dapat dilihat dari kepadatan penduduk kota Medan yakni 7.681 per km2 (sensus penduduk 2005). Masuknya migran ke kota Medan apabila tidak dikendalikan, maka dapat berdampak negatif terhadap proses pembangunan kota Medan sendiri.

KESIMPULAN

Umumnya pelaksanaan pembangunan sosial dalam mengatasi suatu dampak sosial dari suatu permasalahan kemasyarakatan seperti migrasi ini, memerlukan strategi khusus yang merupakan bagian dari strategi untuk melaksanakan kebijakan sosial. Kebijakan sosial itu pada akhirnya merupakan respon terhadap masalah sosial (Soetomo, 2007: 372). Beberapa kebijakan sosial tentatif yang perlu dikaji dan dikembangkan untuk menjadi kebijakan sosial (social policy) dalam peraturan perundang-undangan antara lain: a. Melalui penataan di bidang kependudukan, yang diregistrasikan dalam administrasi kependudukan. Yang artinya setiap penduduk yang bermukim dikota Medan harus memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang syah. b. Perlu adanya sorotan terhadap migrasi ini, secara sinkronisasi antara kabupaten dan kota antara kabupaten dan desa dan terkoordinasi, sebab kota sudah terlalu padat penduduknya. Sehingga dapat mengakibatkan polusi dan pencemaran lingkungan karena banyaknya pemukiman kumuh dipinggir sungai yang dapat mengakibatkan banjir di kota. Oleh karena itu masyarakat kota harus turun tangan. c. Untuk menanggulanginya diharapkan dengan kesadaran sendiri para migran u kembali ke daerah asal untuk meningkatkan taraf hidup di daerah asalnya. d. Instansi terkait harus berperan dan sungguh-sungguh bekerja untuk memulangkan Migran ke daerah asal tanpa biaya yang memberatkan, dan bila perlu diberi bekal materi secukupnya.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Kota Medan, 2003.

Bintarto, 1984. Urbanisasi dan Permasalahannya. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Guy Standing. 1987. Konsep-konsep Mobilitas di Negara Berkembag. Puslit Kependudukan UGM.

Haris Abdul Adika Nyoman. 2002. Gelombang Migrasi dan Konflik Kepentingan Regional.

(8)

Hartono, H, CS. 1990. Ilmu Sosial Dasar. Bumi Aksara.

Harus Suhaimi. 1981. Lokakarya Kependudukan. USU Http://id.wiki.pedia : org/wiki merantau. 2007

Wahyu. M S, 1986. Wawasan Ilmu Sosial Dasar, Usaha Nasional.Surabaya.

Arif. M. 1990. Migrasi Antar Provinsi. Makalah Seminar ke pendudukan dan lingkungan hidup.

Mantra, Ida Bagus. 1985. Pengantar Studi Demografi.

Prawiro, Ruslan. 1983. Kependudukan Teori, Fakta dan Masalah. Alumni Bandung.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 10/ 1992 tentang Migrasi.

Soetomo, 2006. Strategi-starategi Pembangunan Masyarakat. Pustaka Pelajar Jakarta.

Suwondo Nani. 1982. Hukum dan Kependudukan di Indonesia. Bina Cipta Bandung.

Tjiptoherijanto, Prijono. 1987. Perspektif Daerah Dalam Pembangunan Nasional. Fakultas Ekonomi UI Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Diagram 2 : Aktivitas Siswa Dalam Penerapan Model TGT di kelas IV pada Siklus I dan II Dari berbagai diagram aktivitas yang telah siswa lakukan dalam penelitian mengalami kenaikan

Masalah yang timbul dalam penentuan rute angkutan barang ini adalah merancang rute yang optimal sehingga diperoleh ongkos, waktu dan jarak yang optimal untuk ditempuh

Analisis data dilakukan dengan menganalisis 47 penderita OMSK rawat jalan di Rumah Sakit “X” periode Januari – Juli 2015 yang terdapat hasil kultur kuman dan uji sensitivitas

Retinopati pneumatik merupakan metode yang sering digunakan pada ablasio retina regmatogenosa terutama jika terdapat robekan tunggal pada bagian superior retina.Tujuan

pascapersalinan dipermudah apabila pada tiap-tiap persalinan setelah anak lahir secara rutin diukur pengeluaran darah dalam kala III dan satu jam sesudahnya. Apabila terjadi

[r]

Pelaksanaan Tindakan , Pelaksanaan tindakan pada siklus II pada dasarnya sama dengan siklus I hanya saja pada siklus II ini diadakan penyempurnaan atas kelemahan dan

Decision Analysis berdasarkan Multiatribut Value Theory dengan menggunakan pendekatan kriteria pembobotan untuk menentukan opsi/alternatif keputusan terbaik dari berbagai