• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kombinasi Kinin-Doksisiklin Dibandingkan dengan Kombinasi Kinin-Klindamisin sebagai Pengobatan Malaria Falsiparum pada Anak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kombinasi Kinin-Doksisiklin Dibandingkan dengan Kombinasi Kinin-Klindamisin sebagai Pengobatan Malaria Falsiparum pada Anak"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

KOMBINASI KININ-DOKSISIKLIN DIBANDINGKAN DENGAN

KININ-KLINDAMISIN SEBAGAI PENGOBATAN MALARIA FALCIPARUM PADA ANAK

TESIS

DITHO ATHOS P. DAULAY 057103008/IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KOMBINASI KININ-DOKSISIKLIN DIBANDINGKAN DENGAN

KININ-KLINDAMISIN SEBAGAI PENGOBATAN MALARIA FALCIPARUM PADA ANAK

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik (Anak) Dalam Program Magister Kedokteran Klinik

Konsentrasi Kesehatan Anak

Pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

DITHO ATHOS P. DAULAY 057103008/IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : Kombinasi Kinin-Doksisiklin Dibandingkan

dengan Kombinasi Kinin-Klindamisin sebagai

Pengobatan Malaria Falsiparum pada Anak

Nama Mahasiswa : Ditho Athos P. Daulay

Nomor Induk Mahasiswa : 057103008

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik

Konsentrasi : Kesehatan Anak

Menyetujui Komisi Pembimbing :

(Prof. Dr. dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM), SpA(K)) Ketua

(dr. Hj. Tiangsa Sembiring, SpA(K)) Anggota

Ketua Program Studi, Ketua TKP-PPDS,

(4)

PERNYATAAN

KOMBINASI KININ-DOKSISIKLIN DIBANDINGKAN DENGAN

KININ-KLINDAMISIN SEBAGAI PENGOBATAN MALARIA FALCIPARUM PADA ANAK

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tes ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka

Medan, Juni 2010

(5)

Telah diuji pada Tanggal:

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua: Prof. Dr. dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H,

MSc(CTM), SpA(K) ………

Anggota:

1. dr. Hj. Tiangsa Sembiring, SpA(K) ………

2. ………

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan hidayahNya serta telah memberikan kesempatan kepada

penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas

akhir pendidikan keahlian di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK-USU /

RSUP H. Adam Malik Medan.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari

kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, karena itu dengan segala

kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari

semua pihak untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan

penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Pembimbing utama, Prof. DR. dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H,

MSc(CTM), SpA(K), yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta

saran-saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan

penyelesaian tesis ini.

2. dr. Hj. Tiangsa Sembiring, SpA(K), selaku anggota pembimbing, yang

telah memberikan bimbingan dalam penyusunan dan penulisan tesis

(7)

3. Prof. dr. H. Munar Lubis, SpA(K), selaku Ketua Program Studi

Pendidikan Dokter Spesialis Anak FK-USU dan Prof. dr. Hj. Bidasari

Lubis, SpA(K) selaku Sekretaris Program Studi hingga tahun 2007 dan

dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K) selaku Sekretaris Program Studi periode

2007 hingga saat ini, yang telah banyak membantu dalam penelitian

dan penyelesaian tesis ini.

4. dr. H. Ridwan M. Daulay, SpA(K), selaku Ketua Departemen Ilmu

Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik

Medan periode 2003 – 2010 yang telah memberikan bantuan dalam

pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini.

5. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK

USU/RSUP H.Adam Malik Medan, yang telah memberikan sumbangan

pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini,

6. Rektor Universitas Sumatera Utara : Prof. H. Chairuddin P Lubis,

DTM&H, SpA(K) dan Prof. DR. dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H,

MSc(CTM), SpA(K) serta Dekan FK-USU yang telah memberikan

kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Dokter Spesialis

Anak di FK- USU.

7. Kepala Sekolah beserta guru-guru dimana penelitian ini dilakukan, Ka.

(8)

8. Teman-temanku seangkatan Ady Subrata, Syamsidah Lubis dan Fakhri

Widyanto, yang tidak henti-hentinya memberikan semangat, dorongan

dan bantuannya selama ini.

9. Beby Syofiani Hasibuan, Yunnie Trisnawaty, Syamsidah Lubis dan

Yulia Lukita Dewanti atas kerjasamanya selama penelitian ini,

teman-teman sejawat PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK USU Jaenida Maulidina,

Erlina M. Napitupulu, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan

satu persatu yang telah memberikan bantuan dalam penulisan tesis ini.

Kepada yang tercinta, papa dr. H. Athos P. Daulay,SpA; mama Hj.

Dini Irsanye D. Siregar dan adik-adikku, terima kasih karena selalu

mendoakan, memberikan dorongan, motivasi, bantuan moril dan materil

selama penulis mengikuti pendidikan ini hingga penulis mampu

menyelesaikan pendidikan. Mudah-mudahan Allah senantiasa

melimpahkan rahmat, rezeki, dan karuniaNya buat kita semua.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini

bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Medan, Juni 2010

(9)

DAFTAR ISI

Lembar Persetujuan iii

Lembar Pernyataan iv

Ucapan Terima Kasih vi

Daftar Isi ix Daftar Tabel xi

Daftar Gambar xii Daftar Singkatan dan Lambang xiii Abstrak xiv BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1

1.2. Perumusan Masalah 3

1.3. Hipotesis 3

1.4. Tujuan Penelitian 3

1.5. Manfaat Penelitian 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi 4

2.2. Sejarah 4

2.3. Epidemiologi 5

2.4. Transmisi 5

2.5. Siklus Hidup Plasmodium falciparum 6

2.5.1. Siklus hidup pada manusia 6

2.5.2. Siklus pada nyamuk Anopheles betina 7

2.6. Diagnosis Malaria Falsiparum 8

2.6.1. Manifestasi klinis malaria falsiparum tanpa komplikasi 9

2.6.2. Pemeriksaan laboratorium 10

2.7. Pengobatan Malaria Falsiparum Tanpa Komplikasi 12

2.7.1. Kinin 14

2.7.2. Doksisiklin 16

2.7.3. Klindamisin 17

(10)

BAB 3. METODELOGI PENELITIAN

3.1. Desain 20

3.2. Tempat dan Waktu 20

3.3. Populasi Penelitian 20

3.4. Perkiraan Besar Sampel 21

3.5. Kriteria Penelitian 22

3.6. Persetujuan/Informed Consent 22

3.7. Etika Penelitian 23

3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian 23

3.9. Identifikasi Variabel 25

3.10. Definisi Operasional 25

3.11. Pengolahan dan Analisis Data 26

BAB 4. HASIL 27

BAB 5. PEMBAHASAN 32

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 38

5.2. Saran 38

Ringkasan 39

Daftar Pustaka 43

Lampiran 1. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan 48

2. Lembar Penjelasan 49

3. Lembar Kuesioner 51

4. Etika Penelitian 54

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Dosis obat pada kedua kelompok sampel penelitian 24

Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian 28

Tabel 4.2. Penilaian gejala awal sebelum pemberian obat 29

Tabel 4.3. Efek samping pemberian obat 29

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Siklus hidup parasit malaria 8

Gambar 2.2. Struktur kimia Kinin 14

Gambar 2.3. Rumus bangun Doksisiklin 16

Gambar 2.4. Rumus bangun Klindamisin 17

Gambar 2.5. Kerangka konsep penelitian 19

Gambar 4.1. Profil penelitian 27

(13)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

α : Kesalahan tipe I atau hasil positif semu

β : Kesalahan tipe II atau hasil negatif semu < : Lebih kecil dari

ACT : Artemisinin-based Combination Therapy CDC : Centers for Disease Control and Prevention

Cl : Chlorine

cm : sentimeter

EKG : Elektro Kardio Gram

H0 : Hari pertama pemberian obat H2 : 48 jam setelah pemberian obat H28 : Hari ke-28 setelah pemberian obat H7 : Hari ke-7 setelah pemberian obat kgbb : kilogram berat badan

mg : miligram

n : Jumlah subyek / sampel

NCHS : National Center for Health Statistics

P : Nilai proporsi pada perhitungan besar sampel P : Tingkat kemaknaan

P. falciparum : Plasmodium falciparum P. malariae : Plasmodium malariae P. ovale : Plasmodium ovale P. vivax : Plasmodium vivax

PCR : Polymerase Chain Reaction

Q : 1-P

RES : Reticulo Endothelial System RI : Republik Indonesia

SD : Sekolah Dasar

SLTA : Sekolah Lanjutan Tingkat Akhir SLTP : Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama WHO : World Health Organization

(14)

Latar Belakang. Telah banyak dilakukan uji klinis obat kombinasi pengobatan malaria sebagai terapi alternatif untuk mencegah resistensi di daerah endemik malaria falciparum. Beberapa uji klinis menunjukkan bahwa kombinasi kinin-klindamisin dan kinin-doksisiklin memiliki efikasi tinggi untuk pengobatan malaria falciparum pada orang dewasa. Tetapi sedikit saja uji klinis yang menggunakan kombinasi ini pada anak.

ABSTRAK

Tujuan. Untuk membandingkan efikasi kombinasi kinin-doksisiklin dengan kombinasi kina-klindamisin, sebagai pengobatan untuk malaria falciparum tanpa komplikasi pada anak.

Metode. Merupakan uji klinis acak terbuka yang dilakukan dari Juli hingga Agustus 2007 di Mandailing Natal, Propinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan pada anak berumur 8 - 18 tahun dengan Plasmodium falciparum positif dari hapusan darah perifer. Kedua kelompok menerima kinin 10 mg/KgBB per oral selama 4 hari dilanjutkan dengan 5 mg / KgBB untuk 3 hari berikutnya. Kemudian kelompok I dikombinasikan dengan klindamisin 10 mg/KgBB per oral selama 3 hari.Dan kelompok II dikombinasikan dengan doksisiklin 2 mg /kgBB/hari per oral sekali sehari selama 7 hari. Parasitemia dihitung pada hari ke 0, 2, 7 dan 28.

Hasil. 246 anak dengan malaria P.falciparum positif secara acak dipisahkan menjadi dua kelompok. Semua sampel pada kedua kelompok memenuhi kriteria inklusi dan menyelesaikan studi. Tingkat kesembuhan mencapai 100% dari hasil pemeriksaan hapusan darah perifer pada hari ke 2 (p = 0,0001). Kedua kelompok menunjukkan tidak ada kejadian rekrudensi pada hari ke-28 (p = 0,000). Sakit kepala dan tinnitus sebagai efek samping ditemukan pada kedua kelompok kombinasi obat.

Kesimpulan: Kedua kombinasi obat ini dapat digunakan sebagai pengobatan alternatif untuk malaria P.falciparum tanpa komplikasi pada anak.

(15)

ABSTRACT

Results. Randomly, 246 children with positive P.falciparum malaria, separated into two groups. All sample in the two groups fulfilled inclusion criterias and completed the study. Cure rate achieved 100% from peripheral blood smear examination at day 2nd (p=0.0001). Both groups showed no recrudescence event at day 28th (p=0.000). Headache and tinnitus as adverse events were found in both group respectively.

Background. There have been so much clinical trial of combination drugs for malaria treatment as alternative therapy for prevent resistency in endemic area of falciparum malaria. Some clinical trial shown that combination quinine-clindamycin and quinine-doxycycline had high eficacy for treatment of falciparum malaria in adult. But just few clinical trial that have been done with this combination treatment for children.

Objective. To compare the efficacy of quinine-doxycycline combination with quinine-clindamycin combination, as the treatment for uncomplicated falciparum malaria in children.

Methods. This randomized open label clinical trial was undertaken from July to August 2007 at Mandailing Natal, Sumatera Utara Province. This study was done at 8 – 18 years old children with positive Plasmodium falciparum from the peripheral blood smear. Both two group receive quinine 10 mg/KgBW orally for 4 days continued with 5 mg/KgBW for next 3 days and group I combine with clindamysin 10 mg/KgBW orally for 3 days. And group II combined with doxycycline 2 mg/kgBW/days orally once daily for 7 days. Parasitemia was counted on day 0, 2, 7 and 28.

Conclusion: Both of drug combinations can be used as alternative treatments for uncomplicated P.falciparum malaria in children.

(16)

Latar Belakang. Telah banyak dilakukan uji klinis obat kombinasi pengobatan malaria sebagai terapi alternatif untuk mencegah resistensi di daerah endemik malaria falciparum. Beberapa uji klinis menunjukkan bahwa kombinasi kinin-klindamisin dan kinin-doksisiklin memiliki efikasi tinggi untuk pengobatan malaria falciparum pada orang dewasa. Tetapi sedikit saja uji klinis yang menggunakan kombinasi ini pada anak.

ABSTRAK

Tujuan. Untuk membandingkan efikasi kombinasi kinin-doksisiklin dengan kombinasi kina-klindamisin, sebagai pengobatan untuk malaria falciparum tanpa komplikasi pada anak.

Metode. Merupakan uji klinis acak terbuka yang dilakukan dari Juli hingga Agustus 2007 di Mandailing Natal, Propinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan pada anak berumur 8 - 18 tahun dengan Plasmodium falciparum positif dari hapusan darah perifer. Kedua kelompok menerima kinin 10 mg/KgBB per oral selama 4 hari dilanjutkan dengan 5 mg / KgBB untuk 3 hari berikutnya. Kemudian kelompok I dikombinasikan dengan klindamisin 10 mg/KgBB per oral selama 3 hari.Dan kelompok II dikombinasikan dengan doksisiklin 2 mg /kgBB/hari per oral sekali sehari selama 7 hari. Parasitemia dihitung pada hari ke 0, 2, 7 dan 28.

Hasil. 246 anak dengan malaria P.falciparum positif secara acak dipisahkan menjadi dua kelompok. Semua sampel pada kedua kelompok memenuhi kriteria inklusi dan menyelesaikan studi. Tingkat kesembuhan mencapai 100% dari hasil pemeriksaan hapusan darah perifer pada hari ke 2 (p = 0,0001). Kedua kelompok menunjukkan tidak ada kejadian rekrudensi pada hari ke-28 (p = 0,000). Sakit kepala dan tinnitus sebagai efek samping ditemukan pada kedua kelompok kombinasi obat.

Kesimpulan: Kedua kombinasi obat ini dapat digunakan sebagai pengobatan alternatif untuk malaria P.falciparum tanpa komplikasi pada anak.

(17)

ABSTRACT

Results. Randomly, 246 children with positive P.falciparum malaria, separated into two groups. All sample in the two groups fulfilled inclusion criterias and completed the study. Cure rate achieved 100% from peripheral blood smear examination at day 2nd (p=0.0001). Both groups showed no recrudescence event at day 28th (p=0.000). Headache and tinnitus as adverse events were found in both group respectively.

Background. There have been so much clinical trial of combination drugs for malaria treatment as alternative therapy for prevent resistency in endemic area of falciparum malaria. Some clinical trial shown that combination quinine-clindamycin and quinine-doxycycline had high eficacy for treatment of falciparum malaria in adult. But just few clinical trial that have been done with this combination treatment for children.

Objective. To compare the efficacy of quinine-doxycycline combination with quinine-clindamycin combination, as the treatment for uncomplicated falciparum malaria in children.

Methods. This randomized open label clinical trial was undertaken from July to August 2007 at Mandailing Natal, Sumatera Utara Province. This study was done at 8 – 18 years old children with positive Plasmodium falciparum from the peripheral blood smear. Both two group receive quinine 10 mg/KgBW orally for 4 days continued with 5 mg/KgBW for next 3 days and group I combine with clindamysin 10 mg/KgBW orally for 3 days. And group II combined with doxycycline 2 mg/kgBW/days orally once daily for 7 days. Parasitemia was counted on day 0, 2, 7 and 28.

Conclusion: Both of drug combinations can be used as alternative treatments for uncomplicated P.falciparum malaria in children.

(18)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Di Indonesia, malaria sampai saat ini masih merupakan masalah

kesehatan masyarakat. Angka kesakitan malaria masih cukup tinggi,

terutama di luar Jawa dan Bali, oleh karena di daerah itu terdapat

campuran penduduk yang berasal dari daerah endemis dan non endemis

malaria. Spesies yang terbanyak dijumpai adalah Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax.1-3

Banyak obat yang dipakai sebagai anti malaria, derivat Kuinolon

(kinin, klorokuin, meflokuin, primakuin, amodiakuin, dll), Antifolat

(pyrimethamin, proguanil, trimetoprim), Artemisin (artemisin, artemether,

astesunat), dan Antibiotik (Sulphonamid, tetrasiklin, makrolid).4 Tetapi

penggunaan yang luas dan bebas menyebabkan terjadinya resisten yang

tinggi. Walau klorokuin masih dapat digunakan untuk malaria falciparum,

tetapi angka resistennya semakin tinggi. Sementara penggunaan

multiterapi berbagai obat antimalaria membuat resisten semakin luas.

Di Asia Tenggara sendiri, termasuk Indonesia resistensi multiterapi

obat anti malaria semakin meluas sehingga monoterapi saja tidak dapat

digunakan pada daerah endemi malaria.5 Penelitian di berbagai tempat di

Indonesia menunjukkan angka resistensi yang cukup tinggi terhadap

(19)

Natal Sumatera Utara pada tahun 2001 didapati sekitar 32% dan resisten

terhadap Fansidar sekitar 29%.6

Terapi kombinasi antimalaria yang terdiri dari obat antimalaria kerja

singkat, waktu paruh pendek dan obat antimalaria kerja lambat dan waktu

paruh yang panjang, telah dianjurkan untuk terapi malaria falciparum. 7,8

Telah banyak penelitian kombinasi obat antimalaria sebagai alternatif

terapi untuk mencegah resistensi. Kombinasi kinin-klindamisin pada

berbagi penelitian telah menunjukkan efikasi yang tinggi untuk terapi

malaria falciparum pada anak. Terapi alternatif lain adalah kombinasi

dengan antibiotik seperti tetrasiklin atau doksisiklin.9,10 Penelitian di

Thailand menunjukkan respon terapi yang baik dengan menggunakan

kinin-klindamisin maupun kinin-doksisiklin pada penderita malaria

falciparum dewasa.11

Tetapi penelitian sejenis yang dilakukan untuk penderita malaria

falciparum anak belum pernah dilakukan. Hal ini disebabkan penggunaan

antibiotik tetrasiklin memiliki efek samping yang besar terhadap anak,

khususnya anak di bawah usia 8 tahun.10,12 Selain memiliki efikasi terapi

yang hampir sama, harga klindamisin jauh lebih mahal dibandingkan

(20)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut di atas, maka

diperlukan penelitian untuk mengetahui apakah ada perbedaan efikasi

antara kombinasi kinin-doksisiklin dengan kombinasi kinin-klindamisin

sebagai alternatif dalam pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi

pada anak.

1.3.Hipotesis

Kombinasi kinin-doksisiklin memberikan angka kesembuhan yang sama

dengan kombinasi kinin-klindamisin pada anak dengan malaria falsiparum

tanpa komplikasi.

1.4. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kesembuhan antara

kombinasi kinin-doksisiklin dengan kombinasi kinin-klindamisin sebagai

alternatif dalam pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi pada

anak.

1.5.Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk mendapatkan terapi alternatif lain yang

efektif dan murah dalam pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi

(21)

BAB 2.TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Malaria merupakan penyakit infeksi yang bersifat akut maupun kronis

yang disebabkan oleh protozoa intrasel dari genus Plasmodium. Ada empat parasit yang dapat menginfeksi manusia, yaitu P.malariae, P.vivax, P.falciparum dan P.ovale.2,13 P.falciparum paling sering didapati pada daerah tropis dan sering menyebabkan kematian pada manusia karena

dapat menginvasi sel darah merah pada semua usia dan sering resisten

terhadap obat-obat anti malaria.14

2.2. Sejarah

Penyakit ini pertama kali dinamakan mal air (udara busuk) oleh seseorang yang berkebangsaan Itali pada abad ke-18, namun tulisan yang pertama

kali menyebutkan tentang demam periodik didapati dalam tulisan Hindu

dan Cina. Terobosan besar dalam hal etiologi malaria yaitu pada tahun

1880, setelah seorang ahli bedah militer dari Algeria pertama kali

(22)

2.3. Epidemiologi

Malaria merupakan penyakit endemis atau hiperendemis di daerah tropis

maupun subtropis dan menyerang negara dengan penduduk padat.1-3 Kini

Malaria terutama dijumpai di Meksiko, sebagian Karibia, Amerika Tengah

dan Selatan, Afrika Sub-sahara, Timur tengah, India, Asia Selatan, Indo

Cina, dan pulau-pulau di Pasifik Selatan. Diperkirakan prevalensi malaria

di seluruh dunia berkisar antara 160-400 juta kasus pertahun.1

Di Indonesia malaria tersebar di seluruh pulau dengan derajat

endemisitas yang berbeda-beda dengan ketinggian sampai 1800 meter di

atas permukaan laut. Di Indonesia terdapat 15 juta kasus malaria dengan

38000 kematian setiap tahun dan diperkirakan 35% penduduk Indonesia

tinggal di daerah yang beresiko tertular malaria.1

2.4. Transmisi

Malaria ditransmisikan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi malaria, atau melalui inokulasi langsung dari sel darah yang

terinfeksi.13 Seperti melalui transfusi darah, penggunaan jarum suntik yang

terkontaminasi, dari ibu hamil ke bayi yang dikandungnya, dan dari

(23)

2.5. Siklus Hidup Plasmodium falciparum

Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu

manusia dan nyamuk Anopheles.

2.5.1. Siklus hidup pada manusia

Pada waktu nyamuk Anopheles infektif menghisap darah manusia, sporozoit yang berada di kelenjar air liur nyamuk akan masuk ke dalam

peredaran darah selama kurang lebih ½ jam. Setelah itu sporozoit akan

masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian

berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10 000-30 000 merozoit

hati (tergantung spesiesnya). Siklus ini disebut siklus ekso-eritrositer yang

berlangsung selama lebih kurang 2 minggu.15-17

Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke

peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah

merah, parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon

(8-30 merozoit, tergantung spesiesnya). Proses perkembangan aseksual

ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi (skizon) pecah

dan merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya.

Siklus ini disebut siklus eritrositer.15 Siklus eritrositer ini menyebabkan

(24)

Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang

menginfeksi sel darah merah akan membentuk stadium seksual

(gametosit jantan dan betina).

2.5.2.Siklus hidup pada nyamuk Anopheles betina

Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan betina melakukan

pembuahan menjadi zigot. Zigot berkembang menjadi ookinet kemudian

menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar lambung nyamuk

ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit,15 dan

bermigrasi ke kelenjar air liur nyamuk.1 Sporozoit ini bersifat infektif dan

siap ditularkan ke manusia.1,15 Siklus hidup malaria dapat dilihat pada

(25)

Gambar 2.1. Siklus hidup malaria17

2.6. Diagnosis Malaria Falsiparum

Pada daerah endemis malaria, biasanya diagnosis ditegakkan

berdasarkan gejala dan tanda klinis. Tetapi walaupun di daerah bukan

(26)

splenomegali dan anemia. Diagnosis malaria merupakan hasil

pertimbangan klinis dan tidak selalu disertai hasil laboratorium karena

beberapa kendala pada pemeriksaan laboratorium.1 Anak dengan keluhan

demam atau gejala sistemik yang tidak diketahui penyebabnya dan ada

riwayat perjalanan atau tinggal di daerah endemis malaria dalam setahun

terakhir dapat didiagnosis menderita malaria sampai terbukti.2

2.6.1. Manifestasi klinis malaria falsiparum tanpa komplikasi

Manifestasi klinis malaria tergantung status imunitas pejamu dan spesies

malaria yang menginfeksi. Secara umum, infeksi P.falciparum lebih berat dan lebih jelas gejala klinisnya dibandingkan infeksi spesies Plasmodium

lainnya.16 Pada anak dan dewasa seringkali gejala bersifat asimtomatik

selama fase awal, yaitu pada masa inkubasi infeksi malaria. Masa

inkubasi P.falsiparum berlangsung dalam 9-14 hari, dimana masa ini dapat lebih lama pada pasien dengan imunitas parsial. Gejala prodromal

berlangsung selama 2-3 hari sebelum parasit dijumpai dalam darah.

Gejala prodromal berupa sakit kepala, mudah lelah, anoreksia, myalgia,

demam, nyeri dada, nyeri sendi dan sakit perut.2

Gambaran klinis malaria berupa demam yang paroksismal yang

merupakan gejala khas dari malaria. Demam paroksismal bersamaan

dengan pecahnya skizon dan lepasnya merozoit dari eritrosit yang

(27)

paroksismal ini ditandai dengan adanya periode menggigil hebat, diikuti

dengan demam tinggi yang dapat mencetuskan kejang demam; lalu

berkeringat banyak yang diikuti dengan turunnya suhu tubuh.16 Pada

pemeriksaan fisik biasanya dijumpai hepatosplenomegali dan pucat.

Dapat pula dijumpai takikardia. Ikterik berhubungan dengan

hiperparasitemia.13 Pada anak usia < 2 bulan gejala malaria sangat

bervariasi dari mulai demam yang tidak terlalu tinggi sampai demam >

40°C disertai sakit kepala, mengantuk, anoreksia, mual, muntah, diare,

pucat, sianosis, splenomegali, hepatomegali, anemia, trombositopeni,

leukosit yang menurun atau normal.2,13,16

2.6.2. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan baku emas dalam menegakkan diagnosis malaria yaitu

pemeriksaan apusan darah,13 baik apusan darah tebal maupun tipis

dengan pewarnaan Giemsa.16 Pemeriksaan ini untuk menentukan : ada

tidaknya parasit malaria (positif atau negatif); spesies dan stadium

Plasmodium; dan kepadatan parasit.15

Plasmodium falciparum menyerang semua bentuk eritrosit mulai dari retikulosit sampai eritrosit yang matang. Pada pemeriksaan darah tepi

(28)

Bentuk seksual/gametosit muncul dalam waktu 1 minggu dan dapat

bertahan sampai beberapa bulan setelah sembuh. Tanda-tanda parasit

malaria yang khas pada sediaan tipis, gametositnya berbentuk pisang dan

terdapat bintik Maurer pada sel darah merah. Pada sediaan darah tebal

dapat dijumpai gametosit bentuk pisang, banyak sekali bentuk cincin

tanpa bentuk lain yang dewasa (star in the sky), terdapat balon merah di sisi luar gametosit.1

Tes serologis yang digunakan untuk diagnosis malaria adalah

Indirect Fluorescent Antibody test (IFA), Indirect Hemaglutination test (IHA) dan Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay (ELISA). Kegunaan tes serologis untuk diagnosis malaria akut sangat terbatas, karena baru akan

positif beberapa hari setelah parasit malaria ditemukan dalam darah. Jadi

sampai saat ini tes serologi merupakan cara terbaik untuk studi

epidemiologi.1

Teknik diagnostik lainnya adalah pemeriksaan Quantitative Buffy Coat (QBC), dengan menggunakan tabung kapiler dan pulasan jingga akridin kemudian diperiksa di bawah mikroskop fluoresens. Teknik

mutakhir lainnya dengan menggunakan pelacak DNA probe untuk mendeteksi antigen. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan yaitu

Malaquick test dan Parasight F.1

Anemia pada malaria dapat terjadi akut maupun kronis. Anemia ini

(29)

terjadinya hemolisis oleh proses imunologis. Pada darah tepi dapat

dijumpai poikilositosis, anisositosis, polikromatosis dan bintik-bintik

basofilik yang menyerupai anemia pernisiosa. Terjadi ikterus ringan

dengan peningkatan bilirubin indirek dan tes fungsi hati yang abnormal

seperti meningkatnya enzim transaminase, kadar glukosa dan alkali

fosfatase menurun.1,16

2.7. Pengobatan Malaria Falsiparum Tanpa Komplikasi

Pemilihan obat antimalaria berdasarkan atas spesies Plasmodium yang menginfeksi, kemungkinan terjadinya resistensi obat, dan keparahan

penyakit.11 Obat antimalaria bekerja pada stadium yang berbeda dalam

siklus hidup parasit. Obat skizontosid darah menyerang parasit dalam

eritrosit, mencegah atau menghilangkan gejala klinis. Obat gametosid

menghancurkan bentuk seksual pada manusia, menurunkan transmisi.

Obat skizontosid jaringan bekerja pada fase awal perkembangan parasit

di hati, sebelum lepasnya merozoit ke dalam darah. Obat hipnozoitosid

membunuh hipnozoit yang bersifat dormant di hati, mencegah relaps. Obat sporontosid menginhibisi perkembangan ookista di tubuh nyamuk,

menurunkan transmisi malaria.18

(30)

Oleh karena itu, World Health Organization merekomendasikan suatu kebijakan terapi bagi negara-negara yang telah didapati kasus

P.falciparum resisten terhadap antimalaria monoterapi, seperti klorokuin, amodiakuin, atau sulfadoksin/pirimetamin, berupa terapi kombinasi yang

mengandung derivat artemisinin atau yang disebut dengan Artemisinin-based Combination Therapies (ACT). Berikut ini merupakan beberapa ACT yang dapat dijadikan pilihan :

1. Artemeter + Lumefantrin

2. Artesunate + Amodiakuin

3. Artesunate + Sulfadoksin-Pirimetamin (pada daerah yang efikasi

Sulfadoksin-Pirimetamin masih tinggi)

4. Artesunate + Meflokuin (pada daerah dengan transmisi rendah)

5. Amodiakuin + Sulfadoksin-Pirimetamin (pada daerah yang efikasi

kedua obat masih tinggi) 21

Selain itu WHO juga merekomendasikan pengobatan untuk daerah yang

terbukti resistensi klorokuin dengan memberikan kombinasi berikut:

1. Kinin + Tetrasiklin

2. Kinin + Doksisiklin

(31)

2.7.1. Kinin

Kinin adalah suatu derivat alkaloid dari kulit pohon Cinchona. Ada 4 alkaloid antimalaria yang dapat diturunkan dari kulit pohon ini, yaitu : kinin,

kuinidin, kinkonin dan kinkinidin. Kinin merupakan bentuk L-stereoisomer dari kuinidin.21 Rumus bangun kinin dapat dilihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2. Struktur kimia kinin10

Farmakokinetik

Kinin diabsorbsi baik jika diberikan secara oral maupun intramuskular.

Absorbsi secara oral terutama terjadi di usus halus dan mencapai 80%,

walaupun pada pasien diare. Setelah pemberian secara oral, kadar kinin

dalam plasma mencapai maksimum dalam waktu 3-8 jam dan, kemudian

didistribusikan keseluruh tubuh. Farmakokinetik kinin dapat berubah

sesuai dengan keparahan infeksi malaria.22 Waktu paruh obat pada orang

sehat mencapai 11 jam, penderita malaria tanpa komplikasi mencapai 16

(32)

Alkaloid kinkona dieksresikan terutama melalui urin dalam bentuk

metabolit hidroksi, dan sebagian kecil melalui tinja, getah lambung,

empedu dan air liur. Ekskresi lengkap terjadi dalam 24 jam. Ekskresi

dalam urin yang asam 2 kali lebih cepat dibandingkan dalam urin alkali.24

Farmakodinamik

Kinin beraksi terutama melawan parasit malaria bentuk eritrositik aseksual

dan memiliki efek minimal terhadap parasit di hepar.22 Seperti antimalaria

lainnya, kinin juga membunuh bentuk seksual P.vivax, P.malariae dan P. ovale, namun tidak membunuh bentuk gametosit dewasa P.falciparum. Kinin juga tidak membunuh parasit malaria bentuk pre eritrositik.

Mekanisme aksi kinin sebagai antimalaria yaitu melalui inhibisi

detoksifikasi haem parasit dalam vakuola makanan, namun

mekanismenya tidak jelas diketahui.10

Pemberian kinin secara oral untuk mempertahankan konsentrasi

terapeutik diberikan selama 5-7 hari. Terutama untuk pengobatan malaria

falsiparum resisten banyak obat, skizontosidal kerja lambat, seperti

sulfonamid atau tetrasiklin, dapat diberikan bersamaan untuk

(33)

2.7.2. Doksisiklin

Doksisiklin adalah turunan dari tetrasiklin yang mempunyai aktifitas yang

hampir sama. Perbedaannya dimana doksisiklin diabsorbsi lebih baik dan

mempunyai waktu paruh yang lama. Rumus bangun doksisiklin dapat

[image:33.595.219.413.257.382.2]

dilihat pada gambar 2.3

Gambar 2.3. Struktur Kimia Doksisiklin. 10

Farmakokinetik

Doksisiklin diabsorbsi sempurna melalui saluran cerna dan tidak

dipengaruhi oleh adanya makanan. Konsentrasi puncak plasma terjadi 2

jam setelah pemberian, 80-95% berikatan dengan protein dan mempunyai

waktu paruh 10-24 jam. Distribusinya keseluruh jaringan tubuh dan cairan

kecuali cairan serebrospinal. Pada pasien dengan fungsi ginjal yang

normal, 40% doksisiklin diekskresikan keluar melalui urin. Akan tetapi

(34)

Farmakodinamik

Doksisiklin bersifat bakteriostatik. Dimana bersifat menginhibisi síntesis

protein dengan berikatan dengan ribosom 30s dan menghalangi

masuknya komplek tRNA-asam amino pada lokasi asam amino.10,12,25

Doksisiklin dapat digunakan sebagai profilaxis malaria di daerah yang

resisten terhadap klorokuin dan atau sulfadoksin pirimetamin.10,12

2.7.3. Klindamisin

Klindamisin (7-chloro-lincomycin) merupakan derivat semisintetik dari linkomisin dan diperkenalkan pada tahun 1960-an sebagai suatu

antibiotik.17 Rumus bangun klindamisin (gambar 2.4.) mirip dengan

linkomisin. Perbedaannya hanya pada 1 gugus hidroksil pada linkomisin

[image:34.595.198.427.475.598.2]

yang diganti dengan atom Cl.26

(35)

Farmakokinetik

Klindamisin diserap hampir lengkap pada pemberian oral. Adanya

makanan dalam lambung tidak banyak mempengaruhi absorpsi obat ini.

Setelah pemberian dosis oral 150 mg tercapai kadar puncak plasma 2-3

mcg/mL dalam waktu 1 jam, dengan waktu paruh 2,7 jam.

Klindamisin didistribusikan dengan baik ke berbagai cairan tubuh,

jaringan dan tulang, kecuali ke cairan serebrospinal. Sebanyak 90%

klindamisin dalam serum terikat dengan albumin. Hanya 10% klindamisin

diekskresikan dalam bentuk asal melalui urin. Sejumlah kecil klindamisin

ditemukan dalam feses. Sebagian besar obat dimetabolisme menjadi

N-demetilklindamisin dan klindamisin sulfoksid untuk selanjutnya diekskresi

melalui urin dan empedu.26

Farmakodinamik

Penelitian sejak 1970-an sampai dengan 1980-an telah menunjukkan

efikasi, keamanan dan kepraktisan klindamisin sebagai terapi malaria

falsiparum.17 In vitro, klindamisin dan ketiga metabolitnya memiliki efek inhibisi yang kuat terhadap P.falciparum. Obat ini berakumulasi di parasit.27 Klindamisin merupakan obat yang bekerja lambat, ditoleransi

(36)

2.8. Kerangka Konseptual

[image:36.595.107.526.138.651.2]

: yang diamati dalam penelitian

Gambar 2.5. Kerangka konseptual

Lini Pertama : WHO: artesunate-amodiakuin

vivax ovale malariae

- bentuk cincin - gametosit

- Quantitative buffy coat method - PCR

- Malaquick test - Parasight F

Berat Tanpa komplikasi

Pengobatan Resistensi ↑ (klorokuin)

Alternatif : - artesunate - klindamisin - kinin-azitromisin

Parasitemia H-0, 2, 7, 28 MALARIA

- Apusan darah tepi

Efek samping

Efikasi - kinin-doksisiklin - kinin-klindamisin

P. falciparum

Efek samping

(37)

BAB 3.METODELOGI PENELITIAN

3.1. Desain

Penelitian ini bersifat uji klinis acak terbuka, untuk membandingkan

kesembuhan kombinasi doksisiklin (KD) dengan kombinasi

kinin-klindamisin (KK) sebagai alternatif dalam pengobatan malaria falsiparum

tanpa komplikasi.

3.2. Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Umum

di Kecamatan Gunung Baringin, Tanjung Julu, Purba, Adian Jior, Gunung

Manaon, Pagarantonga, Panyabungan Jae, Kabupaten Mandailing Natal,

Propinsi Sumatera Utara pada bulan Juli hingga Agustus 2007.

3.3. Populasi Penelitian

Populasi target adalah anak Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah

Umum yang berusia 5 sampai 18 tahun yang menderita malaria. Populasi

terjangkau adalah anak Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Umum

yang berusia 8 sampai 18 tahun yang menderita malaria falsiparum di 7

(38)

3.4. Perkiraan Besar Sampel

Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus untuk uji hipotesis

terhadap 2 proporsi, yaitu sebagai berikut: 28

( zα√2PQ + zβ√ P1Q1 + P2Q2 )2

n1=n2=

( P1 – P2 )2

n1 = jumlah subyek yang masuk dalam kelompok I n2 = jumlah subyek yang masuk dalam kelompok II P1 = proporsi sembuh untuk kelompok I

P2 = proporsi sembuh untuk kelompok II

P = proporsi = ½ (P1+P2)

Q= 1-P

Pada penelitian ini ditetapkan α = 0,05 (tingkat kepercayaan 95%) dan β = 0,2 (power 80%). Perbedaan sembuh yang diharapkan adalah 0,08 maka:

P1 = 0,88 dan P2 = 0,98

P = ½ (0,88 + 0,98) = 0,93

Q = 1-0,93 = 0,07

Dengan memakai rumus di atas maka diperoleh jumlah sampel untuk

(39)

3.5. Kriteria Penelitian 3.5.1. Kriteria Inklusi

1. Penderita malaria berusia antara 8 sampai 18 tahun yang bersedia

mengikuti penelitian

2. Dijumpai P. falciparum pada pemeriksaan apusan darah tepi 3. Tidak mendapat obat anti malaria dalam satu bulan terakhir

4. Subjek penelitian tinggal di lokasi penelitian

3.5.2. Kriteria eksklusi

1. Tidak dapat mengikuti penelitian sampai akhir

2. Penderita malaria berat

3. Tidak teratur atau menolak minum obat

4. Dijumpai infeksi gabungan (mixed infection) dengan Plasmodium lainnya.

3.6. Persetujuan/Informed Consent

Semua subyek penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua setelah

dilakukan penjelasan terlebih dahulu mengenai kondisi penyakit yang

(40)

3.7. Etika Penelitian

Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian

Pemeriksaan apusan darah tepi tipis dan tebal dilakukan pada siswa yang

berusia 8 sampai 18 tahun yang diduga menderita malaria, yang

sebelumnya telah dilakukan pengisian lembar PSP, melakukan anamnesis

dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan apusan darah tepi diwarnai dengan

pewarnaan giemsa sesuai prosedur dan dibaca oleh tenaga laboratorium

yang terlatih. Bila ditemukan P. falciparum pada pemeriksaan apusan darah tepi, maka anak tersebut dimasukkan dalam sampel kemudian

dihitung jumlah parasit. Parasit aseksual dihitung dalam 200 sel darah

putih.

Sampel yang memenuhi kriteria kemudian dibagi menjadi dua

kelompok secara acak sederhana (berdasarkan no urutan daftar sampel).

Kedua kelompok sampel diberikan pengobatan dengan dosis sesuai yang

tertera dalam Tabel 3.1. Semua obat anti malaria diberikan sesudah

makan. Jika anak muntah dalam 15 menit setelah pemberian obat, dosis

(41)
[image:41.595.111.501.139.353.2]

Tabel 3.1. Dosis obat pada kedua kelompok sampel penelitian

Hari Kelompok Jenis Obat

1 2 3 4 5 6 7

Kinin 10 mg/kgbb/hari

terbagi 3 dosis

5 mg/kgbb/ hari

terbagi 3 dosis I. KD

Doksisiklin 2 mg/kgbb/hari

sekali sehari

Kinin 10 mg/kgbb/hari

terbagi 3 dosis

5 mg/kgbb/ hari

terbagi 3 dosis II. KK

Klindamisin 10 mg/kgbb/hari

terbagi 2 dosis

Semua obat dimasukkan dalam sediaan kapsul yang sama bentuk

dan warnanya. Selama penelitian dilakukan pencatatan rutin tanda dan

gejala malaria, riwayat penggunaan obat-obatan yang lain selain malaria

serta efek samping pengobatan. Pemeriksaan fisik dan apusan darah tepi

ulangan dilakukan pada hari ke-2,7 dan 28.Berat badan ditimbang dengan

menggunakan timbangan merek Camry (sensitivitas 0,1 kg). Penimbangan dilakukan tanpa mengenakan sepatu dan pakaian seminal

(42)

3.9. Identifikasi Variabel

Variabel bebas Skala

Jenis obat nominal

Variabel tergantung Skala

Parasitemia ordinal

Pusing nominal

Tinitus nominal

Muntah nominal

3.10. Definisi Operasional

1. Infeksi malaria falsiparum ditetapkan apabila di dalam pemeriksaan

apusan darah tepi dijumpai P. falciparum.

2. Dikatakan sembuh bila dalam pemeriksaan apusan darah tepi

penderita tidak ditemukan lagi parasit malaria.

3. Malaria falsiparum tanpa komplikasi adalah malaria yang tidak

disertai dengan komplikasi apapun, seperti malaria serebral dengan

kesadaran menurun, anemia berat (hemoglobin ≤ 5 g/dl), dehidrasi,

gangguan asam basa (asidosis metabolik) dan gangguan elektrolit,

hipoglikemia berat, gagal ginjal, edema paru akut, kegagalan

sirkulasi, kecenderungan terjadinya perdarahan, hiperpireksia,

(43)

4. Efikasi adalah sejauh mana intervensi tertentu (obat) memberikan

hasil yang menguntungkan pada keadaan ideal.

5. Parasitemia adalah jumlah kuantitatif parasit yang ditemukan dalam

darah. Pemeriksaan dilakukan dengan apusan darah tepi diwarnai

dengan pewarnaan giemsa sesuai prosedur. Pemeriksaan dengan

mikroskop pada hari 0, 2, 7 dan 28. Parasit aseksual (gametosit

berbentuk sabit) dihitung dalam 200 sel darah putih.

6. Rekrudensi adalah demam yang timbul kembali dalam kurun waktu

delapan minggu sesudah serangan pertama hilang. Hal ini akibat

kembali meningkatnya jumlah parasit dalam darah.

3.11. Pengolahan dan Analisis Data

Data diolah dengan SPSS for WINDOWS 15 (SPSS Inc, Chicago). Analisis data untuk mengetahui perubahan hasil terapi pada kelompok

sebelum dan sesudah pengobatan dengan Wilcoxon signed-rank test. Data karakteristik dan efek samping pengobatan dengan kai kuadrat.

(44)

BAB 4. HASIL

Dari 300 orang anak yang menjadi sampel penelitian ini, di dapatkan 246

orang anak yang memenuhi kriteria inklusi yang kemudian dibagi menjadi

2 kelompok secara randomisasi; kelompok pertama terdiri 123 anak yang

mendapatkan kombinasi KD dan kelompok kedua mendapatkan

kombinasi KK. Semua anak dalam kedua kelompok menyelesaikan

penelitian sampai akhir (Gambar 4.1).

Sampel masuk ke dalam

penelitian (n=246)

Kinin-Klindamisin

(n=123) Kinin-Doksisiklin

(n=123)

Dianalisis lengkap (n=123)

• Infeksi gabungan (n=1)

• Mendapat obat malaria 1 bulan terakhir (n=3) Dieksklusikan:

• Negatif (n=50)

Sampel penelitian (n=300)

[image:44.595.109.555.352.681.2]

Dianalisis lengkap (n=123)

(45)
[image:45.595.112.525.141.357.2]

Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian

Karakteristik Kinin-Doksisiklin n (%)

Kinin-Klindamisin n (%) Umur (tahun)

8 - 15 > 15 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan

Pendidikan Orang Tua SD SLTP SLTA Sarjana 111 (89,4) 13 (10,6) 55 (44,7) 68 (55,3) 80 (65.0) 12 (9.8) 28 (22.8) 3 (2.4) 120 (97,6) 3 (2,4) 54 (43,9) 69 (56,1) 88 (71,5) 18 (14,6) 15 (12,2) 2 (1,6)

Distribusi dan karakteristik sampel ditunjukkan pada Tabel 4.1.

Pada kedua kelompok sampel umumnya berumur 8-15 tahun (KD=89.4%

dan KK=97,6%), sementara sampel berumur >15 tahun lebih banyak pada

kelompok kombinasi KD (10.6%).

Pemeriksaan fisik awal dilakukan pada kedua kelompok untuk

mencari gejala klinis, seperti demam, pucat, hepatomegali, splenomegali

dan parasitemia. Pucat dijumpai pada kedua kelompok, yaitu 2 anak pada

kelompok kombinasi KD dan 1 anak pada kelompok kombinasi KK.

Splenomegali dijumpai pada 5 orang anak (4.1%) pada kelompok

(46)

kombinasi KK (Tabel 4.2). Setelah diberikan pengobatan, dilakukan

[image:46.595.109.507.224.392.2]

penilaian efek samping obat pada kedua kelompok (Tabel 4.3).

Tabel 4.2. Penilaian gejala awal sebelum pemberian obat

Gejala Awal Kinin-Doksisiklin n (%)

Kinin-Klindamisin n (%) Demam

Pucat

Hepatomegali Splenomegali Parasitemia < 200 / μl 200 - 400 / μl 400 – 600 / μl 600 – 800 / μl

0 2 (1.6) 3 (2.4) 5 (4.1) 51 (41.5) 40 (32.5) 30 (24.4) 2 (1.6) 0 1 (0.8) 1 (0.8) 0 50 (40.7) 54 (43.9) 16 (13.0) 3 (2.4)

Tabel 4.3. Efek samping pemberian obat

Efek Samping

Kinin-Doksisiklin n (%)

Kinin-Klindamisin n (%)

P Sakit kepala Tinitus Muntah 21 (17.1) 40 (32.5) 18 (14.6) 4 (3.3) 1 (0.8) 0 0.000* 0.000* 0.000*

*P < 0,05

Terdapat perbedaan bermakna pada pengamatan efek samping obat yaitu

sakit kepala, tinitus pada kedua Kelompok (P < 0.05). Pada kelompok KK, muntah tidak dijumpai. Sementara kelompok yang mendapat kombinasi

KD, ada 21 anak (17.1%) sakit kepala, 40 anak (32.5%) tinitus, 18 anak

[image:46.595.109.507.469.554.2]
(47)
[image:47.595.109.545.140.266.2]

Tabel 4.4. Perubahan parasitemia pada hari ke-2,7 dan 28

Pemeriksaan Darah Tepi

H0 H2 H7 H28

Kinin-Doksisiklin

Positif 123 (100%) 2 (1,62%) 0 0

Negatif 0 121(98,3%) 123(100%) 123(100%) Kinin-Klindamisin

Positif 123 (100%) 0 0 0

Negatif 0 123 (100%) 123(100%) 123(100%)

Hasil uji Wilcoxon signed rank pada H0 dan H2 : P = 0,000 dan H2 dan H7: p = 0,157 pada kelompok KD.

Terdapat perbedaan yang bermakna terhadap parasitemia pada

hari ke-2 setelah pengobatan, namun masih ditemukan pada 2 orang

anak (1.62%; P=0.157) pada kelompok KD. Sedangkan pada pengamatan hari ke-7 dan 28, parasitemia negatif pada kedua kelompok (Gambar 4.3).

(48)
[image:48.595.108.550.142.487.2]

Gambar 4.2. Perubahan parasitemia pada hari ke-2,7 dan 28

Parasitemia (%)

100 Kelompok I (kinin-klindamisin)

90 Kelompok II (kinin-doksisiklin)

80

70

60

50

40

30

20

10

D0 D2 D7 D28 Hari Pengamatan

(49)

BAB 5. PEMBAHASAN

Efikasi dan resistensi obat masih menjadi malasah dan tantangan

terapetik terbesar dalam pengobatan malaria.29 Di Asia Tenggara

resistensi obat antimalaria sekarang begitu menyebar sehingga

pengobatan monoterapi tidak dapat digunakan lagi.5

Konsekuensi resistensi terhadap obat antimalaria sangat

memprihatinkan, dimana saat obat antimalaria yang murah tidak efektif,

namun terapi alternatif lain tersedia dengan harga mahal. Ketika obat

yang tersedia tidak dapat menyembuhkan, maka morbiditas meningkat,

bahkan pada kasus malaria tanpa komplikasi sekalipun.

Mengkombinasikan obat dapat meningkatkan efikasi, menambah daya

tahan dan menurunkan risiko resistensi. Sehingga dibutuhkan obat yang

dapat menyembuhkan penderita tanpa memakan waktu lebih lama dari

terapi standar yang ada.29 Pada studi ini, peneliti berkeinginan

menemukan terapi alternatif kombinasi antimalaria jika terapi standar tidak

tersedia dan terjangkau secara ekonomi oleh masyarakat.

Alasan sederhana mengkombinasikan antimalaria adalah untuk

meningkatkan efikasi obat. Disampimg itu, kombinasi obat dapat

(50)

kesembuhan terhadap penyakit malaria falsiparum tanpa komplikasi pada

anak dengan menggunakan obat kombinasi kinin-doksisiklin (KD) dan

kinin-klindmisin (KK).

Alkaloid kinkona telah digunakan sebagai antimalaria selama lebih

dari 300 tahun. Kinin, merupakan alkaloid kinkona dan masih efektif

sebagai pengobatan malaria falsiparum yang resisten dan digunakan

secara luas. Telah diketahui kina secara efektif dapat menurunkan

parasitemia, tetapi diperlukan kombinasi dengan obat lain karena

pengobatan dengan kina sendiri tidak dapat menghilangkan infeksi secara

sempurna.25 Di daerah seperti Thailand dapat dijumpai strain resisten

banyak obat yang tinggi, pemberian kombinasi kinin-tetrasiklin tujuh hari

menjadi standard terapi. Dimana angka kesembuhan masih mencapai

lebih dari 98% pada penderita malaria falsiparum tanpa komplikasi.30,31

Klindamisin merupakan derivat antibiotik semisintetik golongan

linkomisin.5 Onset aksinya yang lambat menjadikan klindamisin sebagai

obat yang berbahaya jika digunakan sebagai monoterapi dimana

dibutuhkan parasite clearance yang cepat, sehingga aman untuk anak.17 Klindamisin terbukti sangat efektif ketika digunakan minimal dalam 5 hari

untuk pengobatan malaria falsiparum di Brazil, Filipina dan Gabon. Tetapi

pemberian monoterapi klindamisin selama 3 hari tidak memberikan

kesembuhan.32 Karena klindamisin adalah obat beronset aksi lambat

(51)

onset aksi cepat. Biasanya dikombinasikan dengan kinin, telah digunakan

secara luas di Amerika Selatan dan telah terbukti efektif pada dewasa dan

anak penderita malaria akut di Afrika.33,34. Untuk mengatasi malaria

falsiparum tanpa komplikasi, beberapa penelitian mengenai pemberian

kombinasi KK jangka pendek telah dilakukan di beberapa daerah

endemik.33,34 Penelitian ini mengkombinasikan kinin oral dengan dosis 10

mg/kgBB/hari terbagi 3 dosis selama 4 hari pertama dan dilanjutkan

selama 3 hari dengan dosis 5 mg/kgBB/hari terbagi 3 dosis

dikombinasikan dengan klindamisin menggunakan dosis 5 mg/kgBB dua

kali sehari selama 3 hari pertama pada anak penderita malaria tanpa

komplikasi. Hasilnya, angka kesembuhan mencapai 100% dan tidak

dijumpai rekrudensi selama pemantauan 28 hari.

Kombinasi klindamisin 5 mg/kgBB dengan kinin merupakan pilihan

yang baik untuk terapi malaria tanpa komplikasi di Afrika dan daerah

dengan derajat resistensi yang masih rendah terhadap berbagai macam

obat antimalaria. Pada daerah dimana banyak terdapat resistensi obat

antimalaria, seperti Thailand, maka terapi diperpanjang 5-7 hari, namun

penelitian lebih lanjut diperlukan untuk hal ini.35

Penelitian di Thailand menemukan bahwa klindamisin merupakan

(52)

adanya kegagalan pengobatan pada 60 pasien yang mendapat kombinasi

kinin-klindamisin selama 7 hari. Dengan estimasi efikasi 100%.11

Penelitian di Prancis yang membandingkan pengobatan

kinin-klindamisin selama 3 hari dengan pengobatan Kinin saja selama 7 hari

terhadap penderita malaria falciparum yang pulang dari daerah tropis,

mendapatkan angka kesembuhan 100% dari kelompok kinin saja 96.3%.36

Penelitian yang di Gabon mendapatkan 97% orang dewasa sembuh

setelah pemberian kombinasi klorokuin-klindmaisin.37 Penelitian lain di

Gabon bagian Barat menggunakan kombinasi kinin-klindmisin selama 3

hari pada anak, mendapati angka kesembuhan mencapai lebih dari 97%

pada pengamatan hari ke-20.34

Di Asia Tenggara, Tetrasiklin biasanya dikombinasikan dengan

kinin untuk mengobati malaria P. Falciparum. Namun, karena efek

samping antibiotik ini, kombinasi ini biasanya tidak diberikan untuk anak

dan wanita hamil.38 Doksisiklin, sintetik turunan tetrasiklin, kini dianggap

sebagai obat pilihan untuk penyakit infeksi anak, termasuk malaria.

Doksisiklin memiliki spektrum antimikroba mirip dengan tetrasiklin, namun

memiliki bioavailabilitas yang lebih besar, waktu paruh yang panjang, dan

profil efek samping yang lebih ringan.5,39 Doksisiklin dapat digunakan

sebagai profilaksis untuk malaria falciparum di daerah dengan resistensi

(53)

Umumnya doksisiklin ditoleransi dengan baik pada anak. 39

Informasi tentang farmakokinetika doksisiklin yang dipublikasikan sangat

terbatas, karena doksisiklin tidak dianjurkan untuk anak di bawah 8

tahun.40 Kombinasi dengan kinin untuk anak usia 8 tahun atau lebih

adalah alternatif pilihan kombinasi obat dimana jika terjadi resistensi

terhadap klorokuin. 9,39Dosis yang direkomendasikan untuk anak adalah 2

sampai 4 mg/kgBB/hari sampai 200 mg/hari diberikan sehari sekali atau

setiap 12 jam.39,41

Dalam penelitian ini, diberikan kinin 10 mg/KgBB/hari dibagi 3 dosis

selama 4 hari dilanjutkan 5 mg/KgBB/hari dibagi 3 dosis selama 3 hari

yang dikombinasikan dengan doksisiklin 2 mg/KgBB/hari sekali sehari

selama 7 hari. Doksisiklin diberikan dengan dosis minimal untuk

mengurangi efek samping pada anak-anak.

Di Inggris, kombinasi KD efektif untuk pengobatan malaria tanpa

komplikasi pada orang dewasa, sebagai salah satu dari 3 pilihan terapi

utama untuk pengobatan malaria, meskipun doksisiklin direkomendasikan

untuk anak > 12 tahun.41 Penelitian yang dilakukan pada 100 anak di

Gabon menunjukkan bahwa kombinasi KD dapat mengurangi parasitemia

setelah 7 hari perawatan.18 Penelitian lain membandingkan tiga obat (kina,

(54)

oleh monoterapi kina.32 Dalam penelitian ini, tingkat kesembuhan

pengobatan dengan kombinasi KD hingga 100% untuk semua sampel

yang memenuhi syarat, dan tidak ada rekrudensi pada tindak lanjut hari

ke-28.

Dalam penelitian ini, kombinasi KK lebih baik ditoleransi daripada

kombinasi KD. Beberapa pasien mengeluh mengalami sakit kepala,

muntah dan tinnitus. Selama 28 hari pengamatan, 21 anak (17.1%, P= 0.000) menderita sakit kepala, 18 anak (14.6%, P= 0.000) muntah dan 40 anak (32.5%, P= 0.000) menderita tinnitus pada kelompok KD. Sementara kelompok kombinasi KK dijumpai 4 anak (3.3%, P = 0.000) menderita sakit kepala, 1 orang anak (8.0%, P= 0.00) menderita dari tinnitus dan tidak ada keluhan muntah.

Pemberian kinin secara teratur menyebabkan gejala kompleks

yang dikenal sebagai cinchonism, dengan gejala ringan seperti tinnitus, sakit kepala, mual, sakit kepala termasuk muntah, diare, sakit perut dan

vertigo parah.10,35 Pada doksisiklin, efek gastrointestinal lebih sedikit dari

tetrasiklin, meskipun ulkus esofagus masih bisa menjadi masalah jika

diberikan tanpa minum air yang cukup.10,21 Sementara efek samping

klindamisin biasanya adalah diare. Tetapi tidak terjadi dalam pengamatan

dalam penelitian ini.10

(55)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan angka kesembuhan

pada pada anak yang menerima kombinasi KD maupun kombinasi KK

pada pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi, sehingga

kombinasi kedua obat ini dapat dijadikan terapi alternatif. Tetapi Kelompok

kombinasi KD memiliki toleransi kurang baik, dengan efek samping yang

lebih jelas dibandingkan kombinasi KK.

6.2. Saran

Bagi pemerintah Kabupaten Mandailing Natal khususnya Dinas

Kesehatan setempat, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan

pertimbangan sebagai terapi alternatif jika terdapat kendala dalam

penggunaan terapi standar pada anak penderita malaria falsiparum tanpa

komplikasi. Dan perlu diadakannya sosialisasi kepada petugas-petugas

kesehatan di kecamatan setempat mengenai manfaat pengobatan malaria

falsiparum tanpa komplikasi pada anak dikarenakan masih tingginya

resistensi terhadap klorokuin.

(56)

DAFTAR PUSTAKA

1. Soedarmo SS, Garna H, Hadinegoro SR, Satari HI. Malaria. Dalam :

Buku ajar infeksi & pediatrik tropis. Edisi ke-2. Jakarta: IDAI; 2008.

h.408-37

2. Krause PJ. Malaria (Plasmodium). Dalam: Behrman ER, Kliegman

MR, Jonson BH, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi

ke-17. Philadelphia: Saunders; 2004. h.1139-43

3. Weinberg A, Levin JM. Infections: parasitic & myotic. Dalam: Hay WW,

Hayward RA, Levin MJ, Sondheimer JM, penyunting. Current pediatric

diagnosis and treatment. Edisi ke 16. Boston: Mc graw hill; 2003.

h.1213-23.

4. Common protozoal and helminthic infections. Dalam: Gupta P, Paul

KV, penyunting. Essential pediatrics. Edisi ke -5. New delhi: Mehta;

2001.h.213-18.

5. Whitty CJ, Rowland M, Sanderson F, Mutabingwa TK. Science,

medicine, and future: Malaria. BMJ. 2002; 325:1221-4.

6. Azlin E, Batubara I, Dalimunthe W, Siregar C, Lubis B, Lubis M, dkk.

The effectiveness of chloroquine compared to fansidar in treating

falciparum malaria. Paediatrica Indonesiana 2004;44:17-20

7. Miller RS, Wongsrichanalai C, Buathong N, McDaniel P, Walsh DS,

Knirsh, dkk. Effective treatment of uncomplicated plasmodium

falciparum malaria with azithromycin-quinine combinations: A

randomized, dose-ranging study. Am.J.Trop.Med.Hyg.2006;74(3):

401-6

8. Ohrt C, Willingmyre GD, Lee P, Knirsch C, Milhous W. Assessment of

(57)

plasmodium falciparum in vitro. Antimicrob agents chemother. 2002;

46(8): 2518-24

9. Stauffer W, Fischer RP. Diagnosis and treatment of malaria in

children. Clinical Infectious Diseases. 2003; 37: 1340-48.

10. WHO Library Cataloguing-in-Publication Data. Guidelines for the

treatment of malaria. Geneva: WHO; 2006: 108-15

11. Pukrittayakamee S, Wanwimolruk S, Stepniewska K, Jantra A,

Huyakorn S, Looareesuwan S, et al. Quinine

pharmacokinetic-pharmacodynamic relationships in uncomplicated falciparum malaria.

Antimicrob Agents Chemother 2003; 47:3458-63

12. Williams DN, Hermans PE. Tetracyclines and Lincosamide. Dalam:

Peterson PK, Verhoef J, Penyunting. The Antimicrobial Agents

Annual/1. Amsterdam: Elsevier; 1986. h. 103-12 & 188-95

13. Taylor TE, Strickland GT. Malaria. Dalam: Strickland GT, penyunting.

Hunter’s tropical medicine and emerging infectious disease. Edisi

ke-8. Philadelphia: W.B. Saunders Company; 2000. h. 614-43

14. Krogstad DJ. Plasmodium species (malaria). Dalam: Mandell GL, Bennett JE, Dolin R, penyunting. Mandell, douglas, and bennett’s

principles and practice of infectious diseases. Edisi ke-5. Philadelphia:

Churchill Livingstone; 2000. h. 2817-31

15. Ditjen pemberantasan penyakit menular dan penyehatan lingkungan

departemen kesehatan RI. Pedoman tatalaksana kasus malaria di

Indonesia: gebrak malaria. Jakarta: Bakti Husada; 2005. h. 1-38

16. Wilson CM. Plasmodium species (malaria). Dalam: Long SS, Pickering LK, Prober CG, penyunting. Principles and practice of

pediatric infectious disease. Edisi ke-2. Philadelphia: Churchill

(58)

18. World Health Organization. Roll back malaria partnership. Malaria

treatment. Geneva: WHO; 2004

19. Baird JK. Drug therapy: effectiveness of antimalarial drugs. N Engl J

Med. 2005; 352(15):1565-77

20. White NJ. Antimalarial drug resistance. JCI. 2004; 113(8):1084-92

21. Bosman A, Olumese P. Current trends in malaria treatment:

artemisinin-based combination therapy. WHO. 2004; 112:h.1-2

22. Brunton L, Parker K, Blumenthal D, Buxton I. Goodman & gilman’s:

manual of pharmacology and therapeutics. Edisi ke - 11. New York:

McGraw Hill; 2008. h.661-94

23. White NJ. Quinine pharmacokinetics and toxicity in cerebral and

uncomplicated falciparum malaria. Am J Med. 1982; 73:564-72

24. Sukarban S, Zunilda SB. Obat malaria. Dalam:. Sulistia GG, Setiabudi

R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafrialdi, penyunting. Farmakologi

dan terapi. Edisi ke-4. Jakarta: Gaya Baru; 1995. h. 545-59

25. Chambers HF. Chlorampenicol, Tetracycline, Macrolides, Clindamycin

and Streptomycins. Dalam: Katzung BG, penyunting. Basic and

Clinical pharmacologi. edisi ke-7. New York: Mc Graw Hill; 1998.

h.743-850

26. Setiabudy R. Antimikroba lain. Dalam:. Sulistia GG, Setiabudi R,

Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafrialdi, penyunting. Farmakologi dan

terapi. Edisi ke-4. Jakarta: Gaya Baru; 1995. h. 675-85

27. Ramhater M, Noedl H, Winkler H, Graninger W, Wernsdorfer H, Kremsner PG, et al. In vitro activity and interaction of clindamycin

combined with dihydroartemisinin against Plasmodium falciparum. Antimicrob Agents Chemother. 2003; 47(11):3494-99

28. Madiyono B, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanti SH.

(59)

Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi ke-2. Jakarta: Sagung Seto;

2002. h. 259-86

29. Kremsner PG, Krishna S. Antimalarial combinations. Lancet. 2004;

364:285-94

30. Looareesuwan S, Vanijanonta S, Viravan C, Wilairatana P,

Charoenlarp P, Lasserre R, et al. Randomised trial of

mefloquinine-tetracycline and quinine-mefloquinine-tetracycline for acute uncomplicated

falciparum malaria. Acta Tropica1994; 57(1):47-53

31. Nontprasert A, Pukrittayakamee S, Kyle DE, Vanijanonta S, White NJ.

Antimalarial activity and interactions between quinine, dihydroquinine,

and 3-hydroxyquinine against P.falciparum in vitro. Trans R Soc Trop Med Hyg 1996; 90:553-5

32. Wolfram M, Benjamin M, Wolfgang G, at al. High Efficacy of

Short-Term Quinine-Antibiotic Combination for treating Adult Malaria

Patients in an area in Which Malaria is Hyperendemic. American

Society for Microbiology, Januari 1995 ; 39 (1): 245-46

33. Kremsner PG, Winkler S, Brandts C, Neifer S, Bienzle U, Graninger

W. Clindamycin in combination with chloroquine or quinine is an

effective therapy for uncomplicated Plasmodium falciparum malaria in children from Gabon. J Infect Dis 1994; 169:467-70

34. Vaillant M, Luty MA, Tshopamba P, Lekoulu F, Mayombo J, Georges

AJ, et al. Therapeutic efficacy of clindamycin in combination with

quinine for treating uncomplicated malaria in a village dispensary in

Gabon. Trop Med Int Health 1997; 2:917-9

35. Lell B, Kremsner PG. Clindamycin as an antimalarial drug: review of clinical trials. Antimicrob Agents Chemother. 2002; 46:2315-20

(60)

Malaria Imported from the Tropics. Antimicrob Agents

Chemother.2001 ; 45 (3): 932 - 35

37. Kremsner PG, Wildling E, Jenne L, Graninger W, Biennzle U.

Comparison of micronized halofantrine with chloroquine-antibiotic

combinations for treating Plasmodium falciparum malaria in adults from Gabon. Am. J. Trop. Med. Hyg. 1994; 50:790-5

38. Kremsner PG, Radloff P, Metzger W, Wildling E, Mordmuller B,

Philipps J dkk. Quinine plus Clindamycin Improves Chemotherapy of

severe Malaria in Children. Antimicrob Agents Chemother. 1995;

39(70: 1603-05

39. Buck ML. Doxycycline for Pediatric Infections. Pediatric

Pharmacotherapy. 2003; 9(10): 1-4

40. Newton NP, Chaulet FJ, Brockman A, Wirongrong C, Dondrop A,

Ruangveerayuth R dkk. Pharmanokinetics of Oral Doxycycline during

Combination Treatment of Severe Falciparum Malaria. Antimicrob

Agents Chemother. 2005; 49 (4): 1622-25

41. Lallo DG, Shingadia D, Pasvol G, Chiodini PL, Whitty CJ, Beeching NJ

(61)

Lampiran 1

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)

Dengan ini saya / orang tua dari :

Nama : ... Jenis kelamin: LK / PR

Umur : ...Tahun ...Bulan Alamat : ...

Desa ...Kecamatan ...

Setelah mempelajari dan mendapat penjelasan yang sejelas-jelasnya mengenai penelitian dengan judul ‘Kombinasi kinin-doksisiklin dibandingkan dengan kinin-klindamisin sebagai pengobatan malaria falsiparum pada anak.’

Setelah mengetahui dan menyadari sepenuhnya risiko yang mungkin terjadi, dengan ini saya menyatakan bahwa saya mengijinkan dengan rela saya / anak saya menjadi subjek penelitian tersebut dengan catatan sewaktu-waktu bisa mengundurkan diri apabila merasa tidak mampu untuk mengikuti penelitian ini.

Demikian pernyataan ini diperbuat dengan sebenarnya dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari siapapun juga.

Panyabungan, ...2007

Yang membuat pernyataan

(...)

Saksi :

(62)

Lampiran 2

LEMBAR PENJELASAN

Penjelasan kepada orang tua subyek diberikan secara lisan dan dilakukan

anamnesis / wawancara dengan keterangan sebagai berikut:

” Bapak/Ibu, pertama saya akan menjelaskan tentang penyakit malaria.

Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit yang

ditularkan melalui nyamuk anopheles. Malaria seringkali diawali oleh

demam, menggigil, berkeringat, pucat, dan gejala lainnya. Malaria sering

diderita oleh penduduk di daerah endemis malaria seperti daerah

bapak/ibu. Anak-anak juga dapat terjangkit malaria seperti orang dewasa,

namun gejala yang ditimbulkan biasanya lebih berat dan sering

menyebabkan ketidakhadiran anak di sekolah, serta mengganggu

kegiatan dan perilaku anak di rumah sehari-hari. Bapak/ibu, setelah saya

dapat mengetahui anak bapak/ibu menderita malaria dari pemeriksaan

darah tepi, dengan persetujuan / kesediaan bapak/ibu akan kami beri obat

yang dapat memusnahkan parasit malaria di dalam tubuhnya, sehingga

kita harapkan anak bapak/ibu dapat melakukan kegiatan di sekolah dan di

rumah dengan baik tanpa ada gangguan akibat malaria. Anak bapak/ibu

akan saya beri dua jenis obat. Obat pertama dan kedua ada 2 jenis obat.

Obat pertama diminum 7 hari dan pada hari ke-5 akan ditambahkan

dengan obat lain yang diminum selama 3 hari. Obat kedua diberikan dua

jenis obat, obat pertama diberikan selama 7 hari dan obat kedua diberikan

selama 3 hari. Saya akan melakukan pemantauan jumlah parasit malaria

dari pemeriksaan darah tepi anak bapak/ibu pada hari 2, 7 dan 28 setelah

meminum obat untuk melihat kesembuhan. Dan saya akan mengambil

data yang berhubungan dengan pemberian obat yang kami berikan

(63)

Demikian penjelasan yang dapat saya sampaikan kepada orang tua

pasien agar mengerti tindakan apa yang akan dilakukan dan apa

manfaatnya.

Medan, 2007

Peneliti,

(64)

Lampiran 3

LEMBAR KUESIONER

KOMBINASI KININ-DOKSISIKLIN DIBANDINGKAN DENGAN KININ-KLINDAMISIN SEBAGAI PENGOBATAN MALARIA

FALCIPARUM PADA ANAK

Nomor urut pemeriksaan : ...

Puskesmas : ……….

Desa : ... Kecamatan : ... Tanggal : ... Pewawancara : ...

Nama lengkap : ... Jenis kelamin : LK / PR

Umur : ...Tahun ...Bulan Anak ke : ... dari...bersaudara Sekolah / kelas : ... Alamat : Desa ...Kecamatan

... Pekerjaan orang tua ( ) Petani

( ) Wiraswasta ( ) Pegawai Negeri

( ) Lain-lain ...

Penghasilan orangtua : Rp.../bulan Tingkat pendidikan / orangtua : AYAH IBU

( ) ( ) Tidak sekolah ( ) ( ) Sekolah Dasar ( ) ( ) SLTP

( ) ( ) SLTA ( ) ( ) Perguruan Tinggi

Apakah ada makan obat anti malaria dalam 1 bulan terakhir ? ( ) Ya

(65)

KELUHAN PENDERITA

NO KELUHAN H0 H2 H7 H28

1 Demam

2 Pusing

3 Menggigil

4 Pusing

5 Mual

6 Nyeri epigastrium

7 Muntah

8 Mencret

9 Pucat

(66)

PEMERIKSAAN FISIK / LABORATORIUM

NO VARIABEL H0 H2 H7 H28

1 Berat Badan

2 Tinggi Badan

3 Frekuensi Jantung

4 Frekuensi Pernafasan

5 Suhu Tubuh

6 Hepar ... cm bac kanan

... cm bac kanan

7 Limpa Schuffner... ... Hacket... ...

Schuffner.. ... Hacket... ...

(67)

Lampiran 4

Gambar

Gambar 2.1. Siklus hidup malaria17
Gambar 2.3. Struktur Kimia Doksisiklin. 10
Gambar 2.4. Struktur kimia klindamisin10
Gambar 2.5. Kerangka konseptual
+7

Referensi

Dokumen terkait

berdasarkan pada morfologi koloni dan spora yang terbentuk, sedangkan 2 isolat lainnya merupakan hifa steril sehingga identitasnya hanya dapat diketahui melalui teknik PCR

Bagi menjayakan pelaksanaan KSSR, pengajaran dan pembelajaran guru perlu memberi penekanan kepada KBAT dengan memberi fokus kepada pendekatan Pembelajaran

Memecahkan masalah dalam perluasan jangkauan pemasaran produk-produk yang ada pada Toko Batik Lamongan dengan menggunakan sistem transaksi online ( E-Commerce ). Digunakannya

Animal biotechnology development is strongly related to the historical context of animal production in a country and the receiving environment, particularly social environment of

Sampai dengan penyusunan makalah ini, penulis telah berhasil mempublikasikan beberapa paper hasil analisis dengan metoda PSHA, seperti peta percepatan maksimum di batuan dasar

• Letak dari SMP Negeri 32 Semarang yang strategis sehingga mudah dijangkau. • SMP Negeri 32 Semarang menerima mahasiswa praktikan dengan baik. • Guru pamong yang

Pada tabel 4.21 dapat diketahui bahwa tingkat pengetahuan reponden tentang pengelolaan sampah pada kategori baik di desa Medan Senembah sebanyak 69 responden (71,87%) dan

Analisa data dalam penelitian ini dilakukan dengan program komputer yaitu uji chi square dan fisher exact yaitu untuk mengetahui hubungan antara karakteristik (umur, jumlah