PENGARUH PROYEK IRIGASI PONGKOLEN TERHADAP
PENGEMBANGAN WILAYAH KECAMATAN KERAJAAN
KABUPATEN PAKPAK BHARAT
TESIS
Oleh
AUGUSMAN HARAPAN PADANG
087003003/PWD
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010
S
E K O L
A H
P A
S C
A S A R JA N
PENGARUH PROYEK IRIGASI PONGKOLEN TERHADAP
PENGEMBANGAN WILAYAH KECAMATAN KERAJAAN
KABUPATEN PAKPAK BHARAT
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
AUGUSMAN HARAPAN PADANG
087003003/PWD
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc,. Ph.D) Ketua
(Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE) Anggota
(Kasyful Mahalli, SE., M.Si) Anggota
Ketua Program Studi
(Prof. Bachtiar Hassan Miraza)
Direktur
(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)
Tanggal lulus: 09 Februari 2010
Judul Tesis : PENGARUH PROYEK IRIGASI PONGKOLEN
TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH
KECAMATAN KERAJAAN KABUPATEN
PAKPAK BHARAT
Nama Mahasiswa : Augusman Harapan Padang
Nomor Pokok : 087003003
Telah diuji pada
Tanggal 09 Februari 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc. Ph.D
Anggota : 1. Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE
2. Kasyful Mahalli, SE, M.Si
3. Agus Purwoko, S.Hut, M.Si
4. Drs. Rujiman, MA
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul:
“PENGARUH IRIGASI PONGKOLEN TERHADAP PENGEMBANGAN
WILAYAH KECAMATAN KERAJAAN KABUPATEN PAKPAK BHARAT”
Adalah benar hasil kerja saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun
sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan
secara benar dan jelas.
Medan, 12 Februari 2010
yang membuat pernyataan:
Augusman Harapan Padang
ABSTRAK
Augusman Harapan Padang, 2010. Pengaruh Proyek Irigasi Pongkolen terhadap
Pengembangan Wilayah Kecamatan Kerajaan Kabupaten Pakpak Bharat, dengan
Komisi Pembimbing: Zulkifli Nasution, Sirojuzilam dan Kasyful Mahalli.
Tujuan dari penelitian ini dilakukan adalah (1) untuk mengetahui perbedaan tingkat pendapatan petani padi sawah non irigasi dengan petani padi sawah irigasi di Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat. (2) untuk mengetahui perbedaan fungsi faktor-faktor produksi padi sawah antara petani non irigasi dengan petani padi sawah irigasi (berupa lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja) terhadap hasil pertanian padi sawah di Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat, (3) untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor produksi padi sawah petani irigasi berupa lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja terhadap hasil pertanian padi sawah irigasi di Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat, (4) untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor produksi padi sawah petani non irigasi berupa lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja terhadap hasil pertanian padi sawah non irigasi di Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat (5) untuk mengetahui kontribusi Sektor Pertanian terhadap PDRB Kabupaten Pakpak Bharat.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Ordinary Least Square (OLS) dengan pengujian regresi berganda dan regresi sederhana dengan menggunakan persamaan fungsi produksi Cobb Douglass dan melakukan uji t. Variabel dalam penelitian ini adalah variabel independen sektor pertanian dan PDRB sebagai variabel dependen. Selain itu faktor-faktor produksi berupa luas lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja. Jumlah sampel 156 responden (irigasi dan non irigasi).
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara pendapatan petani pola irigasi dengan pendapatan petani non irigasi. Selain itu menunjukkan beberapa faktor produksi berupa luas lahan, pemakaian pestisida, penggunaan tenaga kerja dan jenis petani memberikan kontribusi yang signifikan terhadap jumlah produksi. Faktor produksi berupa luas lahan dan tenaga kerja berpengaruh terhadap jumlah produksi petani irigasi. Variasi variabel hasil produksi petani irigasi dapat dijelaskan oleh faktor-faktor produksi (lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja) sebesar 79,6% sedangkan sisanya sebesar 20,4% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dijelaskan oleh model penelitian ini. Faktor produksi petani non irigasi berupa luas lahan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap jumlah produksi petani non irigasi. Variasi variabel hasil produksi petani irigasi dapat dijelaskan oleh faktor-faktor produksi (lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja) sebesar 77,5% sedangkan sisanya sebesar 22,5% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dijelaskan oleh model penelitian ini. Selain itu, hasil lain menyimpulkan bahwa sektor pertanian di Kabupaten Pakpak Bharat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap total Product Domestic Regional Bruto Kabupaten Pakpak Bharat.
ABSTRACT
Augusman Harapan Padang, 2010. Influance of Pongkelan Irrigation Project to the Regional Developing of Kerajaan Sub Distric of Pakpak Bharat Regency, with counsellor commission: Zulkifli Nasution, Sirojuzilam and Kasyful Mahalli.
This research purpose is aim to know (1) difference of income level between farmer irrigation and farmer non irrigation in Kerajaan Sub Distric of Pakpak Bharat Regency. (2) aim to know difference of some production factor (land, seed, fertilizer and worker) by the farmer irrigation and farmer non irrigation to the riece field in Kerajaan sub district of Pakpak Bharat Regency. (3) aim to know influence of production factor (land, seed, fertilizer and worker) by the farmer irrigation to the total production in Kerajaan sub district of Pakpak Bharat Regency. (4) aim to know influence of production factor (land, seed, fertilizer and worker) by the farmer non irrigation to the total production in Kerajaan sub district of Pakpak Bharat Regency. and (5) aim to know an agriculture sector contribution to the Product Domestic Regional Bruto in Pakpak Bharat Regency.
The analyze method that is used in this research is quantitative method with ordinary least square (OLS) with multiple regression analysis and simple regression with Cobb Douglass estimation function and use t test model bring about classical assumption test before rushing up to best linier model. The use variable is agriculture sector contribution as independent variable and the Product Domestic Regional Bruto as dependend variable. Some production factor are land, seed, fertilizer and worker. The sample collect are 156 of farmer (irrigation and non irrigation farmer).
The result of this research finding of some significance difference of income level between, farmer irrigation and farmer non irrigation. In addition show some other factor are land size, fertilizer used, worker and kind of farmer can be contribute significance to the total production. For the irrigation farmer some production factor are land size and worker can be contribute significance to the total production, by variation the expressed in R2 equal to 79,6 % and while the rest equal to 20,4% influenced by other variable which is explained by this research model. For the non irrigation of farmer some production factor are land size only can be contribute significance to the total production by variation the expressed in R2 equal to 77,5 % and while the rest equal to 22,5% influenced by other variable which is explained by this research model. The other result conclusion that agriculture sector gave contribution to the Product Domestic Regional Bruto in Pakpak Bharat Regency.
KATA PENGANTAR
Segala puji yang tidak terhingga kepada Tuhan, sehingga penulisan tesis ini
dapat diselesaikan. Tesis ini berjudul “Pengaruh Proyek Irigasi Pongkolen
terhadap Pengembangan Wilayah Kecamatan Kerajaan Kabupaten Pakpak
Bharat” yang dikaji dengan beberapa pendekatan/analisis sebagai aplikasi
pengetahuan yang didapat oleh penulis selama mengikuti perkuliahan pada Program
Magister Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Universitas Sumatera
Utara Medan.
Selain itu tidak lupa saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan
kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya sehingga penulisan tesis ini
dapat diselesaikan, terutama kepada:
1. Bapak Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A.(K), selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc, Selaku Direktur Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Bachtiar Hasan Miraza, Selaku Ketua Program Studi Magister
Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc. Ph.D, selaku Pembimbing I, yang telah
5. Bapak Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE selaku Pembimbing II, yang telah
banyak membantu/membimbing saya dalam penyelesaian tesis ini.
6. Bapak Kasyful Mahalli, SE, M.Si selaku Pembimbing III, yang telah banyak
membantu/membimbing saya dalam penyelesaian tesis ini.
7. Bapak Dosen Penguji, Bapak Agus Purwoko, S.Hut, M.Si, Bapak Drs. Rudjiman,
M.Si dan Bapak Dr. Rahmanta Tarigan, M.Si yang telah banyak memberikan
masukan dalam penyelesaian tesis ini.
8. Bapak Bupati, Wakil Bupati, Sekretaris Daerah (Sekda) dan Bapak Kepala Dinas
Pekerjaan Umum Kabupaten Pakpak Bharat selaku atasan saya yang telah
banyak memberikan dukungan moril selama mengikuti pendidikan di Program
Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan.
9. Istri saya tercinta dan ketiga anak saya yang telah mendorong menyelesaikan
studi pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan.
Dengan segala kerendahan hati, Penulis memohon maaf kepada Bapak/Ibu
Dosen serta segenap Civitas Akademika Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara maupun rekan-rekan.
Medan, 28 Januari 2010
RIWAYAT HIDUP
1. N a m a : Augusman Harapan Padang
2. Tempat/Tanggal lahir : Salak, 17 Agustus 1972
3. Pekerjaan : PNS
4. Agama : Kristen Protestan
5. Orang tua
a. Ayah : Arc. Padang
b. Ibu : Nia Roswati Berutu
6. Istri : Nora Irawati Sihite
7. Anak : 1. Natauli Auresa Padang
2. Graha Tua Padang
3. Aura Alexa Padang
8. Alamat : Jl. Ahmad Yani No. 53 Batang Beruh Sidikalang
9. Pendidikan
a. SD Negeri : SD Negeri 030288 Sidikalang
b. SLTP Negeri : SMP Katolik St. Paulus Sidikalang
c. SMU Negeri : SMA Negeri 44 Jakarta
d. Universitas/Fakultas : Jurusan Teknik Sipil Univ. HKBP Nomensen Medan
e. Sekolah Pascasarjana Program Studi Magister Perencanaan Pembangunan
DAFTAR ISI
2.1. Peranan Irigasi dan Penggunaan Input Kimia – Biologis dalam Produksi... 9
2.5. Batasan dan Pengertian Faktor-faktor Produksi... 25
2.6. Pengembangan Wilayah... 29
2.7. Hubungan Hasil Produksi Pertanian terhadap Pengembangan Wilayah ... 33
2.8. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ... 35
2.9. Penelitian Terdahulu ... 38
2.10.Kerangka Pemikiran... 41
2.11.Hipotesis Penelitian... 44
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 45
3.1. Waktu dan Lokasi ... 45
3.2. Populasi dan Sampel ... 45
3.4. Teknik Pengumpulan Data... 50
3.5. Teknik Analisis Data………... 51
3.6. Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) ... 58
3.7. Definisi Operasional... 61
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 63
4.1. Gambaran Proyek Irigasi Pongkelan ... 63
4.2. Kabupaten Pakpak Bharat ... 64
4.3. Karakteristik Responden ... 65
4.4. Analisis Pemanfaatan Input Produksi ... 66
4.5. Intensitas Pola Tanam ... 68
4.6. Uji Asumsi Klasik ... 68
4.7. Pembahasan Perbedaan Tingkat Pendapatan Petani Padi Sawah Irigasi dengan Petani Padi Sawah Non Irigasi... 71
4.8. Pembahasan Perbedaan Fungsi Faktor Produksi Petani Irigasi dan Non Irigasi... 72
4.9. Pembahasan Fungsi Faktor Produksi Petani Irigasi.. ... 75
4.10. Pembahasan Fungsi Faktor Produksi Petani Non Irigasi... 78
4.11. Pembahasan Peranan Sektor Pertanian terhadap PDRB... 81
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 87
5.1. Kesimpulan ... 87
5.2. Saran... 88
DAFTAR PUSTAKA... 90
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1.1 Data Proyek Irigasi Kabupaten Pakpak Bharat Tahun 2008/2009... 4
1.2 PDRB Kabupaten Pakpak Bharat Menurut Sektor Tahun 2004 - 2008 ... 5
3.1 Jumlah Desa, Luas Lahan, Jumlah Petani di Kecamatan Kerajaan .... 46
3.2 Jumlah Desa Sampel dan Responden sebagai Petani Irigasi dan Non Irigasi... 50
4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia... 65
4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 66
4.3 Deskripsi Data Penelitian... 66
4.4 Deskripsi Berdasarkan Kelompok Petani... 67
4.5 Intensitas Pola Tanam dalam Setahun... 68
4.6 Pengujian Multikolinieritas... 70
4.7 Uji Sampel Berpasangan (Paired Sample Tes) ... 71
4.8 Pengujian Goodness of Fit ... 72
4.9 Uji F. ... 73
4.10 Uji t.. ... 73
4.11 Pengujian Goodness of Fit ... 76
4.12 Uji F. ... 76
4.13 Uji t.. ... 77
4.14 Pengujian Goodness of Fit ... 78
4.15 Uji F. ... 79
4.16 Uji t... ... 80
4.17 Pengujian Goodness of Fit ... 82
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1 Hubungan Distribusi Pendapatan Fungsional dan Personal ... 22
2.2 Unsur-Unsur Pengembangan Wilayah ... 31
2.3 Kerangka Pemikiran………... 43
4.1 Grafik Normal PP-Plot ………... 69
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian ... 94
2. Data Pendapatan Petani Irigasi dan Non Irigasi... 96
3. Faktor Produksi Petani... ... 97
4. Kontribusi Sektor Pertanian terhadap PDRB... 99
5. Fungsi Cobb Douglass Faktor Produksi... 100
6. Hasil Uji Beda atas Pendapatan... ... 103
7. Hasil Regresi Sederhana... 104
8. Fungsi Cobb Douglass Faktor Produksi Petani Irigasi... 105
9. Fungsi Cobb Douglass Faktor Produksi Petani Non Irigasi... 108
10. Foto Lokasi Penelitian... 111
ABSTRAK
Augusman Harapan Padang, 2010. Pengaruh Proyek Irigasi Pongkolen terhadap
Pengembangan Wilayah Kecamatan Kerajaan Kabupaten Pakpak Bharat, dengan
Komisi Pembimbing: Zulkifli Nasution, Sirojuzilam dan Kasyful Mahalli.
Tujuan dari penelitian ini dilakukan adalah (1) untuk mengetahui perbedaan tingkat pendapatan petani padi sawah non irigasi dengan petani padi sawah irigasi di Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat. (2) untuk mengetahui perbedaan fungsi faktor-faktor produksi padi sawah antara petani non irigasi dengan petani padi sawah irigasi (berupa lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja) terhadap hasil pertanian padi sawah di Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat, (3) untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor produksi padi sawah petani irigasi berupa lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja terhadap hasil pertanian padi sawah irigasi di Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat, (4) untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor produksi padi sawah petani non irigasi berupa lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja terhadap hasil pertanian padi sawah non irigasi di Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat (5) untuk mengetahui kontribusi Sektor Pertanian terhadap PDRB Kabupaten Pakpak Bharat.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Ordinary Least Square (OLS) dengan pengujian regresi berganda dan regresi sederhana dengan menggunakan persamaan fungsi produksi Cobb Douglass dan melakukan uji t. Variabel dalam penelitian ini adalah variabel independen sektor pertanian dan PDRB sebagai variabel dependen. Selain itu faktor-faktor produksi berupa luas lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja. Jumlah sampel 156 responden (irigasi dan non irigasi).
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara pendapatan petani pola irigasi dengan pendapatan petani non irigasi. Selain itu menunjukkan beberapa faktor produksi berupa luas lahan, pemakaian pestisida, penggunaan tenaga kerja dan jenis petani memberikan kontribusi yang signifikan terhadap jumlah produksi. Faktor produksi berupa luas lahan dan tenaga kerja berpengaruh terhadap jumlah produksi petani irigasi. Variasi variabel hasil produksi petani irigasi dapat dijelaskan oleh faktor-faktor produksi (lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja) sebesar 79,6% sedangkan sisanya sebesar 20,4% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dijelaskan oleh model penelitian ini. Faktor produksi petani non irigasi berupa luas lahan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap jumlah produksi petani non irigasi. Variasi variabel hasil produksi petani irigasi dapat dijelaskan oleh faktor-faktor produksi (lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja) sebesar 77,5% sedangkan sisanya sebesar 22,5% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dijelaskan oleh model penelitian ini. Selain itu, hasil lain menyimpulkan bahwa sektor pertanian di Kabupaten Pakpak Bharat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap total Product Domestic Regional Bruto Kabupaten Pakpak Bharat.
ABSTRACT
Augusman Harapan Padang, 2010. Influance of Pongkelan Irrigation Project to the Regional Developing of Kerajaan Sub Distric of Pakpak Bharat Regency, with counsellor commission: Zulkifli Nasution, Sirojuzilam and Kasyful Mahalli.
This research purpose is aim to know (1) difference of income level between farmer irrigation and farmer non irrigation in Kerajaan Sub Distric of Pakpak Bharat Regency. (2) aim to know difference of some production factor (land, seed, fertilizer and worker) by the farmer irrigation and farmer non irrigation to the riece field in Kerajaan sub district of Pakpak Bharat Regency. (3) aim to know influence of production factor (land, seed, fertilizer and worker) by the farmer irrigation to the total production in Kerajaan sub district of Pakpak Bharat Regency. (4) aim to know influence of production factor (land, seed, fertilizer and worker) by the farmer non irrigation to the total production in Kerajaan sub district of Pakpak Bharat Regency. and (5) aim to know an agriculture sector contribution to the Product Domestic Regional Bruto in Pakpak Bharat Regency.
The analyze method that is used in this research is quantitative method with ordinary least square (OLS) with multiple regression analysis and simple regression with Cobb Douglass estimation function and use t test model bring about classical assumption test before rushing up to best linier model. The use variable is agriculture sector contribution as independent variable and the Product Domestic Regional Bruto as dependend variable. Some production factor are land, seed, fertilizer and worker. The sample collect are 156 of farmer (irrigation and non irrigation farmer).
The result of this research finding of some significance difference of income level between, farmer irrigation and farmer non irrigation. In addition show some other factor are land size, fertilizer used, worker and kind of farmer can be contribute significance to the total production. For the irrigation farmer some production factor are land size and worker can be contribute significance to the total production, by variation the expressed in R2 equal to 79,6 % and while the rest equal to 20,4% influenced by other variable which is explained by this research model. For the non irrigation of farmer some production factor are land size only can be contribute significance to the total production by variation the expressed in R2 equal to 77,5 % and while the rest equal to 22,5% influenced by other variable which is explained by this research model. The other result conclusion that agriculture sector gave contribution to the Product Domestic Regional Bruto in Pakpak Bharat Regency.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Infrastruktur memiliki peran yang cukup signifikan dalam perkembangan
suatu wilayah. Infrastruktur dalam hal ini meliputi sektor-sektor seperti transportasi,
air bersih dan sanitasi, listrik, irigasi, serta telekomunikasi, yang merupakan bentuk
fasilitas publik yang memiliki jaringan (network) sebagai fitur fisik utamanya.
Berbagai studi telah banyak dilakukan untuk membuktikan hubungan kuat antara
pembangunan infrastruktur dengan pengembangan wilayah, tidak hanya dalam
konteks makro namun juga konteks mikro yang terkait dengan peningkatan
pendapatan perkapita masyarakat. Peran penting infrastruktur tersebut dalam
pengembangan suatu wilayah terutama terletak pada fungsinya sebagai input dalam
proses produksi. Sebagian besar mata pencaharian penduduk masyarakat pedesaan
di Indonesia adalah bertani. Hal ini disebabkan karena letak geografis Indonesia
berada di daerah Khatulistiwa yang memiliki kandungan kesuburan tanah yang tinggi.
Karena itu bentuk keberhasilan pembangunan masyarakat pedesaan berada pada
sektor pertanian.
Pertanian adalah mata pencaharian dan lapangan kerja yang pokok bagi
penduduk pedesaan. Karena itu perhatian utama pada pembangunan desa tertuju pada
pembangunan pertanian sebagai sektor kegiatan ekonomi yang paling dominan.
pertanian, perluasan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan petani secara
khusus dan menunjang pertumbuhan ekonomi Indonesia pada umumnya. Oleh sebab
itu sejak Pelita I hingga Pelita V, pemerintah Indonesia menitikberatkan usaha
pembangunan pada sektor pertanian. Sesuai dengan Pembangunan Jangka Panjang
Pelita V sasaran pembangunan sektor pertanian adalah menetapkan swasembada
pangan dan meningkatkan produksi hasil pertanian dan upaya pelestarian sumber
daya alam serta lingkungan hidup. Selanjutnya dalam kebijaksanaan pembangunan
pertanian Pelita VI adalah pembangunan pertanian pangan terus ditingkatkan untuk
memelihara kemantapan swasembada pangan, meningkatkan pendapatan masyarakat
dan memperbaiki gizi melalui penganekaragaman jenis bahan pangan.
Untuk keberhasilan dalam sektor pertanian, haruslah memiliki persediaan air
yang memadai karena tanpa adanya persediaan air yang memadai maka produktivitas
dari hasil pertanian sulit untuk ditingkatkan. Hal ini dikarenakan sumber daya alam
utama dalam usaha pertanian adalah tersedianya air secara terus menerus sepanjang
tahun. Secara alamiah, pada musim hujan persediaan air merupakan bentuk
keterikatan keadaan ruang dan waktu, di mana ketersediaan air dapat melimpah dan
bahkan dapat menyebabkan banjir.
Sedangkan pada musim kemarau, sebagian daerah sangat kekurangan air
sehingga para petani umumnya tidak dapat menanami tanam-tanaman mereka.
Demikian juga lokasi atau daerah yang dekat dengan sumber air, persediaan air sering
berlebihan dan pemakaiannya cenderung boros, sebaliknya daerah yang jauh dari
sama-sama mempunyai akibat yang merugikan bagi usaha tani. Kelebihan air dapat
menyebabkan terjadinya genangan dan penggaraman yang keduanya dapat merusak
atau meracuni tanaman sedang kekeringan dapat mengakibatkan kegagalan panen.
Memperhatikan kenyataan di atas dirasa perlu sistem irigasi yang mengatur distribusi
dan pemakaian air sampai tingkat usaha tani di pedesaan. Oleh karena itu, Pemerintah
membangun berbagai proyek irigasi yang tujuannya untuk memenuhi kebutuhan
pengairan pertanian dan juga sebagai sarana untuk menanggulangi atau mencegah
terjadinya banjir.
Dalam rehabilitasi, pengembangan tersier lebih berperan dari segi optimasi
dan efisiensi irigasi serta pemerataan dan penyediaan air yang memadai. Sasaran
utama dari pengembangan tersier ini adalah memperluas sawah dan areal tanaman.
Sebelum adanya proyek irigasi, sistem pertanian yang dilakukan masyarakat adalah
sistem tadah hujan sehingga penanaman padi hanya dapat dilakukan satu kali dalam
setahun dan jika musim hujan datang sering menyebabkan banjir yang dapat
mengganggu kegiatan masyarakat maupun ekonomi wilayah itu. Selama ini investasi
pemerintah untuk sistem irigasi baru menelan biaya yang besar dengan kurang
memperhatikan pemeliharaannya serta kurang memperhatikan manfaat yang
dirasakan para petani pedesaan. Agar petani dapat menikmati manfaat yang lebih
besar dari pembangunan irigasi, pemerintah memberikan tanggung jawab yang besar
kepada petani dengan memberi subsidi langsung untuk memelihara dan
pemerintah dengan para petani dalam suatu organisasi perkumpulan petani pemakai
air (P3A).
Proyek Irigasi Pongkolen yang dilaksanakan di Kecamatan Kerajaan
Kabupaten Phakpak Bharat merupakan salah satu bentuk wadah kepedulian
Pemerintah kepada rakyat. Adapun proyek irigasi yang dilakukan oleh Dinas PU dan
Perhubungan Kabupaten Pakpak Bharat dilihat pada Tabel 1.1 berikut ini:
Tabel 1.1. Data Proyek Irigasi Kabupaten Pakpak Bharat Tahun 2008/2009
No Kecamatan
Sumber: Dokumentasi Dinas PU dan Perhubungan Kabupaten Pakpak Bharat 2009.
Dengan adanya Proyek Irigasi Pongkolen yang ada di Kecamatan Kerajaan
maka diharapkan masyarakat dapat merasakan dampak bagi penghasilan petani dalam
rangka mewujudkan taraf hidup kesejahteraan masyarakat petani yang lebih baik.
Selain sistem irigasi, hasil produksi pertanian pedesaan tergantung dari faktor-faktor
produksi pertanian yang digunakan seperti luas lahan, tenaga kerja, bibit, pupuk dan
pestisida yang digunakan. Dengan adanya Irigasi yang dibangun, maka diharapkan
dapat meningkatkan hasil produksi pertanian. Dengan meningkatnya hasil produksi
swasembada pangan akan terjamin. Karena itu pembangunan proyek irigasi
Pongkolen ini diharapkan mampu mendorong pertumbuhan khusunya di sektor
pertanian juga perekonomian pedesaan lainnya.
Perkembangan ekonomi suatu daerah dapat dilihat dari PDRB tahun 2005
sampai tahun 2008 (Produk Domestik Regional Bruto). Dalam hal ini Kabupaten
Pakpak Bharat merupakan salah satu kabupaten yang di mana mata pencaharian
masyarakat pada umumnya berada pada sektor pertanian padi sawah. Sumber mata
pencaharian terbesar masyarakat adalah sektor pertanian dapat dilihat pada Tabel 1.2
sebagai berikut:
Tabel 1.2. PDRB Kabupaten Pakpak Bharat Menurut Sektor Tahun 2004 – 2008
Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Pertanian
2. Pertambangan & Penggalian 3. Industri dan Pengolahan 4. Listrik, Gas & Air Bersih 5. Bangunan
Sumber: BPS dan BAPPEDA, Kabupaten Pakpak Bharat 2009.
Hal ini dapat dikatakan bahwa di Kabupaten Pakpak Bharat sangat tergantung
kepada sektor Pertanian yang menyumbang lebih dari setengah PDRB Pakpak Bharat.
Pembangunan pedesaan mempunyai arti dan peranan yang strategis dalam rangka
landasan dari kekuatan ekonomi, politik, sosial budaya dan pertahanan keamanan
serta juga merupakan titik sentral dari pembangunan nasional. Pembangunan desa
beserta dengan berbagai permasalahan di dalamnya merupakan pembangunan yang
berkaitan secara langsung dengan sebagian masyarakat yang berada di pedesaan.
Untuk melihat dampak atau pengaruh yang ditimbulkan dari Proyek Irigasi dalam
pembangunan pedesaaan, maka penulis mengadakan penelitian mengenai “Dampak
Proyek Irigasi Pongkolen terhadap Pengembangan Wilayah Kecamatan
Kerajaan Kabupaten Pakpak Bharat”.
1.2. Perumusan Masalah
Dengan berpedoman terhadap patokan hasil perencanaan pembangunan irigasi
Pongkolen dan masih ada areal persawahan yang belum terjangkau oleh irigasi akan
dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan. Tolak ukur terhadap peningkatan hasil/
pendapatan masyarakat di wilayah proyek yaitu antara hasil pertanian yang
memperoleh irigasi dengan yang belum mempergunakannya. Sehubungan dengan
uraian tersebut, perumusan masalah pokok yang dapat diteliti dalam penelitian ini
antara lain:
1. Apakah ada perbedaan tingkat pendapatan petani padi sawah non irigasi dengan
petani padi sawah irigasi di Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat?
2. Apakah ada perbedaan fungsi faktor-faktor produksi padi sawah antara petani
dan tenaga kerja) terhadap hasil pertanian padi sawah di Kecamatan Kerajaan,
Kabupaten Pakpak Bharat?
3. Apakah faktor-faktor produksi petani padi sawah irigasi berupa lahan, bibit,
pupuk, pestisida dan tenaga kerja berpengaruh terhadap hasil pertanian padi
sawah irigasi di Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat?
4. Apakah faktor-faktor produksi petani padi sawah non irigasi berupa lahan, bibit,
pupuk, pestisida dan tenaga kerja berpengaruh terhadap hasil pertanian padi
sawah non irigasi di Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat?
5. Apakah Sektor Pertanian memberikan kontribusi yang signifikan terhadap PDRB
Kabupaten Pakpak Bharat?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui perbedaan tingkat pendapatan petani padi sawah irigasi dengan
petani padi sawah non irigasi di Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat.
2. Untuk mengetahui perbedaan fungsi faktor-faktor produksi padi sawah antara
petani irigasi dengan petani padi sawah non irigasi (berupa lahan, bibit, pupuk,
pestisida dan tenaga kerja) terhadap hasil pertanian padi sawah di Kecamatan
Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat.
3. Untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor produksi padi sawah petani irigasi
berupa lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja terhadap hasil pertanian
4. Untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor produksi padi sawah petani non irigasi
berupa lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja terhadap hasil pertanian
padi sawah non irigasi di Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat.
5. Untuk mengetahui kontribusi Sektor Pertanian terhadap PDRB Kabupaten Pakpak
Bharat.
1.4. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian, diharapkan penelitian ini nantinya menjadi sumbang
saran yang dapat memberikan manfaat untuk:
1. Bahan masukan dan informasi bagi Pemerintah dalam rangka mengambil
keputusan untuk menetapkan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dapat ditempuh
dalam rangka menciptakan dan mempertahankan swasembada beras.
2. Bahan pertimbangan masyarakat khususnya kaum petani yang ingin
meningkatkan hasil produksi padi sawahnya di Kecamatan Kerajaan, Kabupaten
Pakpak Bharat.
3. Bahan masukan bagi Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan
Pedesaan di Universitas Sumatera Utara dalam melengkapi ragam penelitian yang
telah dibuat oleh para mahasiswa maupun penelitian yang lain untuk menambah
bacaan dan referensi bahan bacaan dan referensi dari suatu karya ilmiah.
4. Bagi ilmu pengetahuan sebagai bahan masukan bagi penelitian lain yang lebih
lanjut, terutama yang berkaitan dengan penelitian bidang pertanian maupun
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Peranan Irigasi dan Penggunaan Input Kimia – Biologis dalam Produksi
Peranan irigasi dalam meningkatkan dan menstabilkan produksi pertanian
tidak hanya bersandar pada produktivitas saja tetapi juga pada kemampuannya untuk
meningkatkan faktor-faktor pertumbuhan lainnya yang berhubungan dengan input
produksi. Irigasi mengurangi resiko kegagalan panen karena ketidakpastian hujan dan
kekeringan, membuat unsur hara yang tersedia menjadi lebih efektif, menciptakan
kondisi kelembaban tanah optimum untuk pertumbuhan tanaman, serta hasil dan
kualitas tanaman yang lebih baik. Metoda penggunaan air irigasi untuk tanaman dapat
digolongkan ke dalam: (a) Irigasi permukaan (surface irrigation), (b) Irigasi
bawah-permukaan tanah (sub-surface irrigation), (c) Irigasi curah (sprinkler), dan
(d) Irigasi tetes (drip atau trickle irrigation). Irigasi curah dan tetes disebut juga
Irigasi bertekanan (pressurized irrigation). Pemilihan metoda irigasi tersebut
tergantung pada: (a) Air yang tersedia, (b) Iklim, (c) Tanah, (d) Topografi,
(e) Kebiasaan, dan (f) Jenis dan nilai ekonomi tanaman (IPB, 2008).
Pada irigasi permukaan berdasarkan perbedaan status kelembaban tanah dan
keperluan air tanaman dibedakan menjadi dua hal yakni: (a) irigasi padi sawah dan
(b) irigasi untuk tanaman bukan-padi sawah (upland crops). Irigasi secara langsung
berfungsi untuk menyediakan air pada lahan usaha pertanian. Penggunaan pupuk
akibat buruk bagi pertumbuhan tanaman. Selain itu perrtumbuhan buruk tanaman bisa
diakibatkan karena menghilang dan melambungnya harga pupuk kimia seperti Urea,
TSP dan KCl dan obat-obatan kimia dipasaran selalu terjadi setiap musim tanam
seperti saat ini, sehingga membuat kita untuk berfikir ulang akan penggunaan pupuk
dan obat-obatan kimia. Menyimak perkembangan praktek pertanian masa lalu,
praktek penggunaan pupuk kimia yang berkonsentrasi tinggi dan dengan dosis yang
tinggi dalam kurun waktu yang panjang ternyata menyebabkan terjadinya
kemerosotan kesuburan tanah karena terjadi ketimpangan hara atau kekurangan hara
lain, dan semakin merosotnya kandungan bahan organik tanah (IPB, 2008).
Demikian juga halnya dengan dampak negatif dari penggunaan pestisida ini
mulai meresahkan masyarakat, antara lain berupa pencemaran air, tanah, dan hasil
pertanian, gangguan kesehatan petani, menurunya keanekaragaman hayati.
Penggunaan obat-obatan kimia dalam kurun yang panjang, akan berdampak pada
kepunahan musuh alami hama dan penyakit, dan kehidupan biota tanah. Hal ini
menyebabkan terjadinya ledakan hama penyakit dan degradasi biota tanah. Bahkan
saat ini residu pestisida akan menjadi faktor penentu daya saing produk-produk
pertanian yang akan memasuki pasar global.
Oleh karena itu perlu dicari pupuk dan obat-obatan yang ramah lingkungan,
sehingga aman dan tidak menjamin kelestarian sumber daya lahan kita. Pada awal
tahun 2000, para pakar pertanian ramai membahas mengenai konsep pertanian sehat.
Namun para petani sebagai pelakunya tidak tahu apa yang harus dikerjakan untuk
pertanian yang dapat mempertahankan keberlanjutan kesuburan dan produktivitas
tanah, menciptakan konservasi tanah dan mengurangi degradasi tanah. Kalo (1987)
berkesimpulan bahwa bibit padi unggul memiliki hubungan timbal balik terhadap
pemupukan pada kondisi irigasi yang terjamin. Di mana hasil penelitian Kalo
menunjukkan adanya pengaruh irigasi terhadap produksi padi yang dicapai
maksudnya usaha tani di lokasi yang terjamin irigasinya memberikan hasil produksi
yang lebih tinggi daripada usaha tani di lokasi yang tidak terjamin irigasinya.
Sedangkan hasil penelitian Sudaryanto (1980) dalam Wibowo (1986) menunjukkan
bahwa petani yang menggunakan irigasi, menggunakan pupuk dan obat-obatan lebih
banyak dari petani yang tidak menggunakan air irigasi. Hal ini akan menyebabkan
perubahan pada intensitas tanaman. Beberapa penelitian lain menunjukkan bahwa
adanya irigasi telah meningkatkan intensitas tanam.
Seperti pada penelitian Saleh (1992) yang menunjukkan adanya kenaikan
intensitas tanam sebesar 88% setelah petani menggunakan irigasi. Hasil penelitian ini
bertolak belakang dengan hasil penelitian Lydia (1993) yang menunjukkan bahwa
kenaikan intensitas tanam sebesar 36% setelah petani menggunakan irigasi. Selain
meningkatkan hasil produksi pertanian, penggunaan irigasi juga diharapkan mampu
memberikan pengaruh yang positif dalam distribusi pendapatan melalui perbaikan
dalam distribusi hasil tersebut di antara para pemilik faktor yang digunakan.
Secara khusus diharapkan terjadinya perbaikan distribusi pendapatan diantara
penggarap, pemilik lahan dan buruh tani. Penelitian yang dilakukan oleh Wibowo
pendapatan dalam usaha tani setelah digunakan irigasi. Bagian pendapatan yang
diterima oleh buruh tani dan pemilik lahan, baik absolut maupun relatif mengalami
penurunan sedangkan bagian untuk input langsung (seperti pupuk, obat-obatan, bibit
dan iuran irigasi) dan penggarap, baik absolut maupun relatif mengalami kenaikkan.
Sedangkan hasil penelitian Kalo (1987) yang dilakukan pada Kabupaten Indramayu
menunjukkan hasil yang agak berbeda. Beliau mengatakan bagian pendapatan yang
diterima penggarap dan pemilik lahan, baik absolut maupun relatif besarnya naik
apabila irigasinya lebih baik sedangkan tenaga kerja pra panen hanya menerima
pendapatan absolut meningkat tetapi pendapatan relatifnya menurun dengan semakin
baiknya irigasi.
2.2. Konsep Pertanian yang Sehat
Menurut Atmojo (2007), Prinsip sistem pertanian sehat ini meliputi:
(1) memproduksi bahan makanan yang berkualitas tinggi (bebas dari senyawa/
polutan anorganik racun) dalam jumlah yang cukup, (2) memperbaiki dan
mendukung siklus biologis dalam usaha tani dengan memanfaatkan mikrobia, flora
dan fauna tanah serta tumbuhan dan tanaman, (3) mengelola dan meningkatkan
kelestarian kesuburan tanah, (4) meminimalkan segala bentuk kerusakan dan polusi
dalam tanah, serta (5) memanfaatkan dan menghasilkan produk pertanian organik
yang mudah dirombak dari sumber yang dapat didaur ulang.
Berbagai istilah yang sering kita dengar dalam mewujudkan pertanian sehat
yang pada prinsipnya sama, yaitu suatu sistem budidaya pertanian sehat dengan
masukan rendah yang akan menjamin keberlanjutan usaha pertanian. Sistem
pertanian ini bukan merupakan sistem usahatani tradisional yang stagnan tanpa
masukan input dari luar, melainkan dengan menggunakan input luar secara arif
mendasarkan pada produktivitas tinggi jangka panjang dengan pertimbangan
sosio-ekonomi, budaya dan pemeliharaan sumber daya alam serta lingkungan secara lestari.
Upaya-upaya strategis dalam menciptakan pertanian sehat ramah lingkungan dapat
dilakukan antara lain melalui: (1) Penerapan pola pertanian organik ramah
lingkungan dalam menjaga kesuburan tanah; dan (2) Penerapan konsep pengendalian
hama terpadu.
2.2.1. Pertanian Ramah Lingkungan
Salah satu kunci terciptanya pertanian sehat adalah tersedianya tanah yang
sehat, sehingga akan menghasilkan pangan yang sehat yang pada gilirannya akan
menghasilkan manusia yang sehat pula. Sementara tanah yang sehat adalah tanah
subur yang produktif, yaitu yang mampu menyangga bagi pertumbuhan tanaman dan
bebas dari berbagai pencemar. Untuk itu keberadaan bahan organik penting untuk
penyediaan hara dan untuk mempertahankan struktur tanah. Sistem pertanian organik
ini dapat menjamin keberlanjutan usaha pertanian mengingat sistem usaha ini mapu
menjamin kelestarian kesuburan dan lingkungannya.
Salah satu upaya dalam memelihara kesuburan tanah yaitu dengan
penggunaan pupuk organik, yang mempunyai kelebihan tidak hanya meningkatkan
tanah serta mengandung senyawa pengatur tumbuh. Atau dengan kata lain
penggunaan pupuk organik tidak sekedar mampu memperbaiki kesuburan saja,
namun akan menyehatkan tanah, sehingga akan menjamin terhadap kesehatan
tanaman dan hasilnya, serta akan menyehatkan manusia yang mengkomsumsinya.
Dalam praktek penerapan sistem pertanian organik sekarang ini, masalah
utama yang sering timbul di lapangan adalah sumber bahan organik yang dapat
digunakan. Untuk itu kita harus mencari sumber bahan organik potensial setempat,
yang tersedia dan mempunyai hara tinggi. Misalnya dari: sisa dan kotoran hewan
(pupuk kandang), sisa tanaman, pupuk hijau, sampah kota, limbah industri, dan
kompos. Dalam praktek pertanian organik secara murni, pemupukan organik secara
penuh memang sangatlah sulit, karena jumlah unsur hara yang dikandung dalam
bahan organik memang relatif rendah, sehingga memerlukan bahan yang relatif
banyak. Oleh karena itu selain pupuk organik, penggunaan pupuk anorganik masih
dapat diberikan untuk memenuhi kebutuhan hara. Praktek penggunaan variasi pupuk
organik dengan anorganik ini, sering kita sebut sebagai semi-organik (Atmojo, 2007).
2.2.2. Pupuk Hayati
Dalam rangka mewujudkan pertanian sehat dapat dilakukan dengan
memperbaiki dan mendukung siklus biologis dalam usaha tani dengan memanfaatkan
mikrobia, flora dan fauna tanah serta tumbuhan dan tanaman. Misalnya pada tanaman
kacang-kacangan mempunyai potensi untuk berswasembada hara nitrogen, melaui
aktivitas bakteri rizobium. Nitrogen yang digunakan berasal dari udara, dan melalui
pertumbuhan tanaman. Tanaman akan mempunyai kemampuan menambat nitogen
tersebut jika bakteri rizobium tersebut sudah berada dalam tanah.
Untuk tanah tanah yang jarang digunakan untuk budidaya kacang-kacangan
umumnya keberadaan bakteri tersebut rendah. Untuk keperluan tersebut perlu adanya
pemupukan hayati yang berupa spora dari risobium, yang salah satu nama dagangnya
legin. Nitrogen ini dibutuhkan tanaman dalam jumlah paling banyak, sehingga jika
tanaman mampu mempu memenuhi kebutuhan nitrogen sendiri, akan menekan
pengeluaran untuk pupuk. Penggunaan legin ini tidak secara terus menerus, jika
tanaman telah efektif dalam memfiksasi nitrogen, maka sudah tidak perlu pemupukan
legin lagi. Hal ini dapat kita lihat dari banyak sedikitnya bintil akar yang ada. Pupuk
hayati legin ini cara penggunaanya cukup mudah, yaitu biji (misal kedelai) kita basahi
kemudian kita campur dengan legin, dan langsung kita tanam dilahan.
Karena pupuk ini merupakan bahan hidup maka baik penyimpanan maupun
penggunaan agar terhindar dari matahari langsung. Di samping bakteri rizobium,
penggunaan jamur mycoriza mampu mebantu terhadap penyerapan hara tanah dan air.
Penggunaan mycorisa ini telah banyak digunakan pada tanaman kehutanan dan
perkebunan (Atmojo, 2007).
2.2.3. Pengendalian Hama Terpadu
Praktek penggunaan pestisida takterkendali akan berdampak luas, antara lain
berupa pencemaran air, tanah, dan hasil pertanian, gangguan kesehatan petani,
menurunnya keanekaragaman hayati. Bahkan saat ini residu pestisida pada hasil akan
pasar global. Oleh karena itu, dalam upaya dengan pengendalian hama dan penyakit,
dapat dilakukan dengan menggunakan pestisida biologi, varietas toleran, maupun
penggunaan agensia hayati.
Sehingga pengendalian hama terpadu adalah upaya mengendalikan tingkat
populasi atau tingkat serangan organisme terhadap tanaman dengan menggunakan
dua atau lebih teknik pengendalian dalam satu kesatuan untuk mencegah atau
mengurangi kerugian secara ekonomis dan kerusakan lingkungan hidup. Konsep
pengelolaan hama terpadu ini tidak bertujuan untuk mendapatkan suatu keadaan yang
bebas hama, tetapi untuk mengendalikan populasi hama agar kerusakan yang terjadi
selalu di bawah ambang ekonomi, lebih mementingkan penekanan hama oleh
faktor-faktor alami, misalnya menggunakan musuh alami dan selalu didasari oleh
pertimbangan ekologi.
Penerapan Pengelolaan hama terpadu secara konsekwen akan mampu
menekan penggunaan pestisida kimia sehingga tidak berbahaya bagi kesehatan dan
lingkungan. Selain itu pendapatan petani meningkat dan kualitas hasil meningkat
sehingga akan memperoleh harga jual yang lebih tinggi. Selain itu lebih bersifat
ramah lingkungan, dan mampu menjamin keberlanjutan usaha pertanian (Suntoro
Wongso Atmojo, 2007).
2.2.4. Pestisida Organik
Berbagai upaya dilakukan untuk mengganti pestisida sintetik (kimia), salah
satunya dengan mengembangkan pestisida organik terutama untuk mengatasi masalah
yang berada di daerah tropis sangat memungkinkan untuk mengembangkan pestisida
organik, mengingat melimpah sumber keragaman hayati di negara kita ini. Yang
termasuk pestisida organik meliputi pestisida biologi dan pestisida nabati.
Pestisida biologi ini bahan aktifnya berupa mikrobia yang digunakan untuk
pengendalian hayati. Misalnya Bacillus thuringiensis yang mampu mengendalikan
hama jenis ulat. Tricoderma koninggi untuk mengendalikan jamur akar karet dan layu
pada cabe. Pestisida nabati sekarang banyak dikembangkan, yaitu pestisida yang
dibuat dari bahan tumbuh-tumbuhan atau produk tumbuhannya. Banyak tanaman
yang mempunyai potensi sebagai pestisida nabati baik dari akarnya, batangnya,
daunnya, bunganya bahkan buangan (limbah) dari produk yang telah diproses,
misalnya limbah pabrik rokok dan jamu. Para peneliti telah banyak menguji tentang
efektivitasnya antara lain daun kecubung, daun mimbo, daun serai, daun secang, umbi
bawang putih, rimpang lempuyang gajah dan emprit dan sebagainya.
Menyadari praktek pola pembangunan pertanian masa lalu dengan masukan
tinggi (penggunaan pupuk kimia dan obat berlebih) ternyata berdampak negatif luas
pada kesehatan dan lingkungan, maka perlu mengembangkan pola masukan rendah
(low input sustainable agriculture, LISA) dengan penggunaan pupuk organik, pupuk
hayati dan obat-obatan organik, yang sehat dan ramah likungan (Atmojo, 2007).
2.3. Produksi dan Pendapatan Petani
Ketahanan pangan tidak hanya mencakup pengertian ketersediaan pangan
dan tidak terjadinya ketergantungan pangan pada pihak manapun. Dalam hal inilah,
petani memiliki kedudukan strategis dalam ketahanan pangan di mana petani adalah
produsen pangan dan petani adalah juga sekaligus kelompok konsumen terbesar yang
sebagian masih miskin dan membutuhkan daya beli yang cukup untuk membeli
pangan. Petani harus memiliki kemampuan untuk memproduksi pangan sekaligus
juga harus memiliki pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan
mereka sendiri. Karena itu perlu adanya pembangunan irigasi yang bertujuan untuk
meningkatkan hasil produksi pertanian dan pendapatan petani sawah.
Dengan meningkatkan produksi pertanian diharapkan sekaligus juga
meningkatnya keuntungan anggota masyarakatnya. Pendapatan petani dari usaha
taninya dapat diperhitungkan dari total penerimaan yang berasal dari hasil penjualan
produksi ditambah dengan nilai yang dikonsumsi sendiri dikurangi dengan total nilai
pengeluaran yang terdiri dari:
1. Pengeluaran untuk input (bibit, pupuk dan pestida).
2. Pengeluaran upah tenaga kerja.
3. Pengeluaran untuk pajak, iuran air dan lain-lain.
Pada umumnya rumah tangga pedesaan sering beranggapan bahwa sumber
utama pendapatan masyarakat berasal dari lahan pertanian. Di mana akan dikaitkan
luas tanah yang dimiliki dengan besarnya pendapatan rumah tangga petani.
Masyarakat masih beranggapan apabila tanah yang dimiliki oleh petani luas, maka
besar pulalah pendapatan yang diterima dalam keluarganya. Pada saat sekarang ini
tergantung kepada tanah yang dimiliki sebagai indikator pendapatan utama rumah
tangga.
Usaha pertanian baik di pedesaan maupun di perkotaan saat sekarang ini
sudah tidak begitu dominan dan tidak memberikan sumbangan yang besar lagi bagi
pendapatan rumah tangga di pedesaan. Hal ini disebabkan mayoritas rumah tangga
pedesaan khususnya yang tidak atau memiliki tanah yang sempit, kegiatan sekitar
usaha tani merupakan keharusan (mungkin demikian sejak dahulu), sedangkan bagi
rumah tangga yang lain kegiatan usaha tani dapat merupakan jalan menambah tingkat
subsistensi. Selain itu pendapatan petani juga diperoleh dari berbagai sumber
diantaranya (1) dari usaha tani sendiri, (2) dari sumber usaha lain di bidang pertanian,
seperti buruh tani dan (3) dari kegiatan di luar usaha tani dan buruh tani. Kegiatan
usaha tani bertujuan untuk mencapai produksi yang lebih tinggi di bidang pertanian.
Sayogyo (1996) membagi penghasilan petani menjadi tiga tahap, yaitu: (1) tergolong
miskin sekali jika penghasilannya setara dengan 118 kg/beras/tahun/orang,
(2) tergolong miskin jika penghasilannya setara dengan 246 kg/beras/tahun/orang,
(3) tergolong cukup jika penghasilannya setara dengan 408 kg/beras/tahun/orang.
Banyak di negara yang sedang berkembang, pertanyaan tentang penguasaan
tanah yang luas berapakah yang paling kecil masih dapat diusahakan secara
ekonomis, dalam arti berapa luas tanah yang diperlukan supaya kelengkapan petani
dapat dimanfaatkan sepenuhnya adalah kurang penting bila dibandingkan dengan
pertanyaan luas minimal guna mempertahankan hidup, baik dengan langsung
dari hasil tanam-tanaman perdagangan. Standar itu diukur tidak dengan
ukuran-ukuran suatu skala operasi yang diperlukan tetapi diukur dengan konsumsi pangan
minimal. Bahkan dengan mempergunakan basis ini, luas tanah semata-mata tidak
merupakan suatu kriteria yang mencukupi, karena terdapat perbedaan-perbedaan yang
besar dalam intensitas pengusahaannya dan terdapat perbedaan-perbedaan mengenai
jumlah kali penanam. Sebagai contoh, luas tanah satu hektar di sebuah lembah sungai
di India yang dapat diairi dan dapat ditanami dua kali setahun dapat menghasilkan
enam kali lebih banyak dari pada satu hektar tanah yang tidak dapat diairi dan hanya
ditanami sekali setahunnya. Penerimaan usaha tani atau pendapatannya mendorong
petani untuk mengalokasikannya dalam berbagai kegunaan, seperti untuk biaya
produksi pada periode berikutnya, tabungan dan pengeluaran untuk memenuhi
kebutuhan keluarganya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani dari
usaha taninya adalah (1) luas areal tanaman, (2) produktivitas per Ha, pola tanam,
ukuran keluarga petani dan modal yang dipakai petani untuk usaha taninya
(Hermanto, 1993).
Produksi dapat ditingkatkan pada lahan usaha pertanian antara lain dengan
intensifikasi melalui penerapan Panca Usaha yang meliputi: penggunaan benih
unggul, pemberantasan hama dan penyakit, perbaikan teknik bercocok tanam,
pemupukan dan perbaikan pengairan. Perpaduan semua unsur Panca Usahatani
tersebut dapat mengakibatkan produksi yang lebih besar dari pemakaian satu atau
beberapa unsur saja. Pendapatan petani yang bersumber dari kegiatan pertanian
faktor-faktor produksi berupa lahan garapan, modal dan ukuran keluarga petani.
Kontribusi tanah adalah berupa unsur-unsur tanah yang menghasilkan produksi
pertanian dan untuk memperoleh produksi itu diperlukan tenaga kerja. Modal
merupakan biaya yang harus disediakan untuk membeli benih unggul, pupuk,
pestisida dan input lainnya (Mubyarto, 2007).
Selain itu harga output dan harga input juga turut menentukan besarnya
pendapatan petani. Pendapatan di luar usaha tani ditentukan antara lain oleh
kesempatan kerja yang tersedia, tingkat upah dan banyaknya anggota keluarga yang
dewasa. Tinggi rendahnya pendapatan yang diperoleh keluarga petani akan
menentukan tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga terseebut. Di samping itu dalam
melakukan usaha di bidang pertanian, sangat diperlukan sumber daya atau faktor
produksi untuk mengembangkannya, seperti tanah, tenaga kerja, modal (meliputi
modal tetap dan modal kerja untuk pembelian input variable) serta keterampilan
manajemen dari para petani.
2.4. Analisis Distribusi Pendapatan
Pada dasarnya, analisis distribusi pendapatan dapat dilakukan dengan dua
pendekatan, yaitu: (1) Analisis Distribusi Pendapatan Personal dan (2) Analisis
Distribusi Pendapatan Fungsional. Pendekatan pertama mengukur distribusi
pendapatan diantara individu dalam suatu masyarakat. Pendekatan kedua mengukur
1977 dalam Kalo, 1987). Hubungan antara distribusi pendapatan fungsional dan
personal diilustrasikan pada Gambar 2.1 berikut ini:
Sumber: Kalo, 1987.
Gambar 2.1. Hubungan Distribusi Pendapatan Fungsional dan Personal
Dari Gambar 2.1 dapat dilihat bahwa pendapatan yang diterima petani dapat
diperoleh dari tanah, manajemen (operator’s residual) dan dari tenaga kerja dalam
keluarga. Berarti naiknya produktivitas tanah dapat menaikkan pendapatan dari
Distribusi Pendapatan
F u n g s i o n a l P e r s o n a l
KELUARGA
Diantara Pemilik Faktor Produksi (Earners)
TANAH Diantara Faktor
Produksi (Factors)
M a n a j e m e n
Tenaga Kerja
petani. Naiknya produktivitas tenaga kerja dapat menaikkan pendapatan tenaga kerja
upahan. Analisis pendapatan fungsional (distribusi pendapatan diantara faktor-faktor
produksi) dapat didekati dengan “pendekatan fungsi produksi” dan dengan apa yang
dinamakan “factor share analysis”. Prinsip dasar dari factor share analysis ialah
menghitung bagian (share) dari output (pendapatan) yang diterima oleh
masing-masing input yang digunakan, di mana semua output (pendapatan) akan dialokasikan
pada semua input tersebut. Karena prinsip ini serupa dengan prinsip “akuntansi”,
maka analisis ini sering disebut dengan “pendekatan akuntansi”. Dengan pendekatan
akuntansi nilai pengeluaran petani untuk faktor produksi (tanah, tenaga kerja,
manajemen atau operator’s residual dan currents inputs) diartikan sebagai
pendapatan faktor produksi yang bersangkutan. Dengan memperhatikan siapa pemilik
dari masing-masing input, maka “factor share analysis” dapat diubah menjadi
“earner share analysis”. Dengan “earner share analysis” berarti “analisis distribusi
pendapatan personal” dilakukan secara tidak langsung. Dalam penelitian ini, metode
analisis yang digunakan adalah “factor share analysis” dan “earner share analysis”,
atau lebih dikenal dengan “pendekatan akuntansi”. Dengan pendekatan akuntansi
nilai pengeluaran petani untuk faktor produksi yaitu tanah, tenaga kerja, manajemen
(operator’s residual dan currents inputs) diartikan sebagai faktor produksi yang
bersangkutan. Semua nilai pembayaran untuk masing-masing input dan pemilik input
dikonversikan ke dalam nilai riil ekuivalen kilogram gabah. Distribusi pendekatan
1. Distribusi pendapatan absolut (absolut share)
Pada aspek ini, bagian pendapatan input (factor share) atau pemilik input
(earner share) diukur dalam nilai absolutnya. Pendekatan ini dimaksudkan untuk
menelaah bagaimana perubahan pendapatan absolut didistribusikan di antara input
dan pemilik input yang mana lebih diuntungkan pada perubahan tersebut. Penerimaan
atau pendapatan absolut (absolute share) dari faktor produksi secara langsung dapat
dihitung sebagai berikut:
Sxi = Pxi. xi……….(1)
Di mana : Sxi = Pendapatan absolut yang diterima input xi
Pxi = Harga persatuan input xi
xi = Jumlah input xi yang digunakan
2. Distribusi pendapatan relatif (relative share)
Pada aspek ini, bagian pendapatan input (factor share) atau pemilik input
(earner share) diukur dalam nilai relatifnya. Pendapatan relatif (relatif share) input xi
y = output
2.5. Batasan dan Pengertian Faktor-faktor Produksi
Usaha tani merupakan kemampuan petani dalam mengorganisasikan dan
mengkoordinir faktor-faktor produksi yang dikuasainya dengan sebaik-baiknya.
Dengan demikian petani yang kurang mampu memanfaatkan benih, pupuk, luas
lahan, tenaga kerja dan pestisida akan memiliki tingkat pendapatan yang relatif lebih
rendah. Namun demikian usaha tani ada yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
keluarga maupun untuk memperoleh keuntungan.
Pada umumnya ciri-ciri usaha tani yang ada di Indonesia antara lain berlahan
sempit, modal relatif kecil, tingkat pengetahuan yang rendah dan kurang dinamis
sehingga mengakibatkan tingkat dan pendapatan usaha tani yang rendah (Soekartawi,
1987). Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, salah satu diantaranya adalah
subsektor tanaman pangan. Pembangunan subsektor tanaman pangan menerapkan
pola intensifikasi, diversifikasi, ekstensifikasi dan rehabilitasi, mengacu pada
fungsi-fungsi pokok pengembangan dan pembangunan pertanian. Fungsi-fungsi-fungsi pokok
pengembangan dan pembangunan pertanian mencakup pengembangan produksi,
pembinaan faktor produksi, pengembangan sumber daya alam dan lingkungan hidup,
pengembangan dan ahli teknologi, pembinaan informasi pertanian, pembinaan pasca
panen dan pemasaran, pembinaan pasar ekspor, pemantapan kelembagaan,
pembinaan gizi masyarakat, pengembangan wilayah, pembinaan hubungan sektoral
Pembahasan aspek produksi tanaman pangan (padi sawah) adalah bagian dari
proses produksi yang tercakup dalam variabel input atau faktor produksi. Tanaman
padi merupakan tanaman semusim, termasuk golongan rumput-rumputan. Tanaman
padi dapat dibedakan dalam dua tipe, yaitu padi kering yang tumbuh di dataran tinggi
dan padi sawah yang memerlukan air menggenang. Dalam suatu proses produksi ada
hubungan fisik antara faktor-faktor produksi dengan hasil produksi dan tujuannya
adalah untuk menentukan kombinasi masukkan produksi mana yang baik, kemudian
sampai seberapa besar masukkan produksi tersebut berpengaruh terhadap produksi
yang diperoleh itu disebut dengan fungsi produksi yang secara sistematis dinyatakan
sebagai berikut (Budiono, 1993):
Y = Produk yang dihasilkan (dependent variable)
x1, x2, x3, x4, x5 = Faktor-faktor produksi yang dipakai (independent variable)
Proses produksi sawah menggunakan faktor-faktor produksi seperti benih,
pupuk, luas lahan, tenaga kerja, dan pestisida. Hubungan fisik antara produksi dengan
hasil produksi atau biasa disebut dengan analisis fungsi produksi. Di mana analisis ini
menunjukkan hubungan antara hasil produksi fisik (output) dengan faktor produksi/
input (Mubyarto, 2007).
Analisis ini sebagai dasar perhitungan sejauhmana pengaruh faktor-faktor
(1993) mengemukakan bahwa ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam
penggunaan fungsi produksi tersebut, yaitu:
1. Tidak ada nilai pengamatan sama dengan nol, sebab logaritma dari bilangan nol
adalah suatu bilangan yang ilegal, besarnya tidak diketahui.
2. Tidak terdapat perbedaan teknologi pada setiap pengamatan.
3. Tiap variabel regressor (x1) adalah berada pada perfect competitive market.
4. Variabel-variabel di luar model tercakup dalam faktor kesalahan.
Ada tiga macam fungsi produksi yaitu fungsi produksi linier, kuadratik, dan
eksopensial (Cobb-Douglas). Fungsi produksi Cobb-Douglas ini merupakan fungsi
produksi yang cukup baik digunakan dalam pertanian dan industri dirumuskan
sebagai berikut (Soekartawi, 1994):
Y = a x1b1
. x2 b2…………
xn bn………
..(1)
Untuk pengaplikasian ordinary Least Square maka persamaan ini dirubah
menjadi bentuk regressi linear berganda, dengan cara melogaritmakan persamaan
tersebut seperti persamaan berikut:
Log Y = log a + b1log x1 + b2 log x2 + ... + bnlog xn + ……….(2)
Di mana:
Y = variabel yang dijelaskan
x = variabel yang menjelaskan
a, b = besaran yang akan diduga
Keunggulan fungsi ini adalah pangkat dari fungsi atau koefisien i ( i =
1,2,…..,n) merupakan elastisitas produksi (Ep) yang dapat digunakan secara langsung
dan penjumlahan dari koefisien dapat menduga bentuk skala usaha (return to scale)
atau tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi. Dengan skala usaha (return
to scale) akan diketahui apakah suatu kegiatan usaha tani yang diteliti dapat
mengikuti kaidah increasing, constant atau decreasing return to scale, di mana
(Budiono, 1993):
1. Increasing return to scale, bila (b1 + b2 + ….+ b5) > 1. Ini artinya bahwa
proporsi penambahan faktor-faktor produksi akan menghasilkan tambahan hasil
produksi yang proporsinya lebih besar. Jadi misalnya masukkan produksi
ditambah 10 persen maka produksi akan bertambah sebesar 20 persen.
2. Constant return to scale, bila (b1 + b2 + ….+ b5) = 1. Dalam keadaan demikian
penambahan faktor-faktor produksi akan proporsional dengan penambahan hasil
produksi yang diperoleh. Jadi misalnya masukkan produksi ditambah 20 persen
maka produksi akan bertambah sebesar 20 persen.
3. Decreasing return to scale, bila (b1 + b2 + ….+ b5) < 1. Dalam keadaan
demikian penambahan faktor-faktor produksi melebihi proporsi penambahan hasil
produksi yang diperoleh. Jadi misalnya masukkan produksi ditambah 20 persen
2.6. Pengembangan Wilayah
Pengembangan wilayah memiliki pengertian yang luas, tetapi pada dasarnya
merupakan upaya yang dilakukan untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup
wilayah tertentu. Tujuan pengembangan wilayah mengandung dua sisi yang saling
berkaitan. Di sisi sektor ekonomis, pengembangan wilayah adalah upaya memberikan
kesejahteraan kualitas hidup masyarakat.
Menurut Zen (2001), pengembangan dalam arti development bukanlah suatu
kondisi atau keadaan yang ditentukan oleh apa yang dimiliki masyarakat penduduk
setempat. Sebaliknya, pengembangan itu adalah kemampuan yang ditentukan oleh
apa yang mereka dapat lakukan dengan apa yang mereka miliki guna meningkatkan
kualitas hidupnya dan juga kualitas hidup orang lain. Jadi pengembangan harus
diartikan sebagai keinginan untuk memperoleh perbaikan, serta kemampuan untuk
merealisasikannya.
Menurut Miraza (2005), pengembangan wilayah pada dasarnya merupakan
peningkatan nilai manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah tertentu, mampu
menampung lebih banyak penghuni dengan tingkat kesejahteraan rata-rata
masyarakat yang lebih baik, di samping menunjukkan lebih banyak sarana/prasarana,
barang atau jasa yang tersedia dan kegiatan-kegiatan usaha masyarakat yang
meningkat, baik dalam arti jenis, intensitas, pelayanan maupun kualitasnya.
Dalam pengembangan wilayah biasanya terdapat beberapa kata kunci yang
1. Program yang menyeluruh dan terpadu.
Berbagai upaya yang dilaksanakan dalam rangka pengembangan suatu
wilayah harus dilakukan secara menyeluruh dan terpadu. Hal ini dapat berupa
berbagai program pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah atau masyarakat
setempat. Dalam mengembangkan wilayah terdapat dua pendekatan yang
dilakukan, yakni pendekatan sektoral atau fungsional (yang dilaksanakan melalui
departemen atau instansi sektoral), dan pendekatan regional atau territorial yang
dilakukan oleh daerah atau masyarakat setempat.
Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah selama ini
cenderung didominasi oleh program-program sektoral sehingga apa yang
dilaksanakan dan dihasilkan dari program tersebut sering kurang mencerminkan
keinginan dari masyarakat setempat sehingga banyak dijumpai hasil
pembangunan yang tidak memberikan manfaat secara optimal. Menurut
Jayadinata (dalam Tiga Pilar Pengembangan Wilayah, 2001), pemberian otonomi
kepada daerah diharapkan dapat mengurangi dominasi dari program-program
regional.
2. Sumber daya yang tersedia dan kontribusinya terhadap wilayah.
Sumber daya yang dimiliki oleh suatu wilayah terbagi dalam sumber daya
alam dan sumber daya manusia. Dalam suatu upaya pengembangan wilayah
nasional, menyebutkan bahwa perkembangan Indonesia dalam dua tiga dasawarsa
mendatang akan sangat tergantung pada kemampuannya dalam menggerakkan