KARAKTERISTIK MASSA AIR ARLINDO DI PINTASAN
TIMOR PADA MUSIM BARAT DAN MUSIM TIMUR
Oleh :
Agus Dwi Jayanti Diah Cahyaningrum C64104051
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:
KARAKTERISTIK MASSA AIR ARLINDO DI PINTASAN
TIMOR PADA MUSIM BARAT DAN MUSIM TIMUR
Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah dilakukan
sebelumnya oleh pihak lain baik di perguruan tinggi IPB maupun perguruan tinggi
yang lain. Data yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini merupakan data
yang diperoleh dari hasil penelitian dan pengamatan yang telah dilakukan. Semua
sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Februari 2009
RINGKASAN
AGUS DWI JAYANTI DIAH CAHYANINGRUM. Karakteristik Massa Air
Arlindo di Pintasan Timor pada Musim Barat dan Musim Timur. Dibimbing
oleh I WAYAN NURJAYA.
Pintasan Timor merupakan jalur keluar dari Arlindo (Arus Lintas Indonesia),
yaitu arus yang membawa massa air dari Samudera Pasifik melintasi perairan
Indonesia menuju Samudera Hindia. Oleh karena itu, Pintasan ini memiliki peranan
yang penting dalam sirkulasi massa air khususnya di lintang rendah.
Penelitian ini dilaksanakan pada dua periode pengamatan yaitu Januari 2004
(5 stasiun) dan Juni 2005 (6 stasiun). Data yang digunakan adalah data suhu,
salinitas, sigma-t, kedalaman, kecepatan dan arah arus. Pengolahan data dilakukan
dengan menggunakan perangkat lunak
Ocean Data View
(ODV), Surfer, dan Matlab
untuk memperoleh hasil berupa sebaran melintang dan menegak (suhu, salintas, dan
σ
t), diagram T-S, dan arus Geostropik.
Setiap parameter yang diamati memiliki pola pelapisan. Pelapisan ini
mengalami perubahan kisaran nilai dan ketebalan pada dua musim yang diamati.
Kisaran nilai suhu pada Musim Timur lebih rendah daripada Musim Barat, yaitu
mencapai 28.01
oC (Juni 2004) dan 29.60
oC (Januari 2005). Pada pelapisan suhu,
lapisan homogen yang terbentuk pada Musim Timur lebih tebal daripada Musim
Barat yaitu perbedaan ketebalannya mencapai 45 m, namun lapisan termoklin yang
terbentuk pada Musim Barat lebih tebal (perbedaan ketebalan mencapai 103 m)
daripada Musim Timur. Kisaran nilai salinitas permukaan pada Musim Timur lebih
rendah daripada Musim Barat, yaitu mencapai 33.91 psu (Musim Timur) dan 34.33
psu (Musim Barat). Nilai sigma-t di permukaan pada Musim Timur lebih tinggi dari
Musim Barat, yaitu berkisar antara 21.20-21.80 (Musim Timur) dan 20.08-21.70
(Musim Barat). Analisis dengan diagram T-S menunjukkan adanya dua jenis massa
air, yaitu massa air dicirikan oleh salinitas minimum
South Pacific Intermediate
Water
(SPIW) dan
Antarctic Intermediate Water
(AAIW). Pengamatan Musim Barat
dan Musim Timur tidak ditemukan massa air kerkarakteristik salinitas maksimum
baik yang berasal dari massa air Pasifik Utara maupun Pasifik Selatan.
Perhitungan arus dengan menggunakan metode geostropik, diketahui bahwa
arus di Pintasan Timor bergerak ke arah barat dan timur. Arah arus Geostropik di
lapisan permukaan didominasi menuju arah barat baik pada Musim Barat maupun
Musim Timur. Transpor massa air pada Musim Barat (Januari 2004) secara
SKRIPSI
Judul Skripsi :
KARAKTERISTIK MASSA AIR ARLINDO DI
PINTASAN TIMOR PADA MUSIM BARAT DAN
MUSIM TIMUR
Nama Mahasiswa : Agus Dwi Jayanti Diah Cahyaningrum
Nomor Pokok
: C64104051
Disetujui,
Dosen pembimbing
Pembimbing
Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc.
NIP. 131 859 209
Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc
NIP. 131 578 799
v
©Hak cipta milik Agus Dwi Jayanti Diah Cahyaningrum,
tahun 2009
Hak cipta dilindungi
KARAKTERISTIK MASSA AIR ARLINDO DI PINTASAN
TIMOR PADA MUSIM BARAT DAN MUSIM TIMUR
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
Oleh:
Agus Dwi Jayanti Diah Cahyaningrum C64104051
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya sehingga penyusunan skripsi dengan judul ”Karakteristik Massa Air Arlindo di Pintasan Timor pada Musim Barat dan Musim Timur” dapat
terselesaikan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dan kesabaran kepada
penulis selama penyusunan skripsi ini.
2. Orang tua (Agus Purwanto dan E. Reny Murdiyah), Mba Dhany dan De Danang atas semua motivasi, doa, dukungan dan kasih sayang yang tercurahkan.
3. Bapak Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M. Sc. selaku komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, bantuan, dan arahannya.
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M. Sc., sebagai Chief scientist INSTANT. 5. Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Non Hayati, BRKP-DKP RI
yang telah mengizinkan penggunaan data INSTANT bulan Januari 2004 dan Juni 2005 dalam skripsi ini.
6. Bapak Prof. Dr. Ir. Mulia Purba, M. Sc. Selaku dosen penguji. 7. Bapak Dr. Ir. Henry M. Manik, M. T. Selaku komisi pendidikan.
8. Mba Dhita, Mba Phia, Mba Erna, dan teman seperjuangan Laboratorium Oseanografi atas saran, kritik dan kerjasamanya.
9. Sahabat-sahabatku Ndarie, Na, Afin, Dini, Mita, Ike, Mpit dan Intan atas semua dukungannya dan kenangan indah yang tak terlupakan.
10. Teman-teman ITK’41 dan Warga Departemen ITK serta semua pihak yang telah memberi masukan, dan membantu penulis dalam penyusunan skripsi. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya dan dapat menjadi acuan bagi penulis berikutnya.
Bogor, Februari 2009
DAFTAR ISI
4.2. Sebaran menegak dan melintang salinitas ... 37
DAFTAR PUSTAKA ... 61
LAMPIRAN ... 64
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Posisi Pengambilan data melalui CTD pada bulan Januari 2004 dan
Juni 2005 di Pintasan Timor ... 22 2. Variasi suhu kisaran kedalaman di lapisan homogen, termoklin, dan
dalam pada Musim Barat dan Musim Timur ... 34 3. Variasi suhu kisaran kedalaman di lapisan homogen,haloklin, dan
dalam pada Musim Barat dan Musim Timur ... 41 4. Variasi suhu kisaran kedalaman di lapisan homogen, piknoklin, dan
KARAKTERISTIK MASSA AIR ARLINDO DI PINTASAN
TIMOR PADA MUSIM BARAT DAN MUSIM TIMUR
Oleh :
Agus Dwi Jayanti Diah Cahyaningrum C64104051
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:
KARAKTERISTIK MASSA AIR ARLINDO DI PINTASAN
TIMOR PADA MUSIM BARAT DAN MUSIM TIMUR
Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah dilakukan
sebelumnya oleh pihak lain baik di perguruan tinggi IPB maupun perguruan tinggi
yang lain. Data yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini merupakan data
yang diperoleh dari hasil penelitian dan pengamatan yang telah dilakukan. Semua
sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Februari 2009
RINGKASAN
AGUS DWI JAYANTI DIAH CAHYANINGRUM. Karakteristik Massa Air
Arlindo di Pintasan Timor pada Musim Barat dan Musim Timur. Dibimbing
oleh I WAYAN NURJAYA.
Pintasan Timor merupakan jalur keluar dari Arlindo (Arus Lintas Indonesia),
yaitu arus yang membawa massa air dari Samudera Pasifik melintasi perairan
Indonesia menuju Samudera Hindia. Oleh karena itu, Pintasan ini memiliki peranan
yang penting dalam sirkulasi massa air khususnya di lintang rendah.
Penelitian ini dilaksanakan pada dua periode pengamatan yaitu Januari 2004
(5 stasiun) dan Juni 2005 (6 stasiun). Data yang digunakan adalah data suhu,
salinitas, sigma-t, kedalaman, kecepatan dan arah arus. Pengolahan data dilakukan
dengan menggunakan perangkat lunak
Ocean Data View
(ODV), Surfer, dan Matlab
untuk memperoleh hasil berupa sebaran melintang dan menegak (suhu, salintas, dan
σ
t), diagram T-S, dan arus Geostropik.
Setiap parameter yang diamati memiliki pola pelapisan. Pelapisan ini
mengalami perubahan kisaran nilai dan ketebalan pada dua musim yang diamati.
Kisaran nilai suhu pada Musim Timur lebih rendah daripada Musim Barat, yaitu
mencapai 28.01
oC (Juni 2004) dan 29.60
oC (Januari 2005). Pada pelapisan suhu,
lapisan homogen yang terbentuk pada Musim Timur lebih tebal daripada Musim
Barat yaitu perbedaan ketebalannya mencapai 45 m, namun lapisan termoklin yang
terbentuk pada Musim Barat lebih tebal (perbedaan ketebalan mencapai 103 m)
daripada Musim Timur. Kisaran nilai salinitas permukaan pada Musim Timur lebih
rendah daripada Musim Barat, yaitu mencapai 33.91 psu (Musim Timur) dan 34.33
psu (Musim Barat). Nilai sigma-t di permukaan pada Musim Timur lebih tinggi dari
Musim Barat, yaitu berkisar antara 21.20-21.80 (Musim Timur) dan 20.08-21.70
(Musim Barat). Analisis dengan diagram T-S menunjukkan adanya dua jenis massa
air, yaitu massa air dicirikan oleh salinitas minimum
South Pacific Intermediate
Water
(SPIW) dan
Antarctic Intermediate Water
(AAIW). Pengamatan Musim Barat
dan Musim Timur tidak ditemukan massa air kerkarakteristik salinitas maksimum
baik yang berasal dari massa air Pasifik Utara maupun Pasifik Selatan.
Perhitungan arus dengan menggunakan metode geostropik, diketahui bahwa
arus di Pintasan Timor bergerak ke arah barat dan timur. Arah arus Geostropik di
lapisan permukaan didominasi menuju arah barat baik pada Musim Barat maupun
Musim Timur. Transpor massa air pada Musim Barat (Januari 2004) secara
SKRIPSI
Judul Skripsi :
KARAKTERISTIK MASSA AIR ARLINDO DI
PINTASAN TIMOR PADA MUSIM BARAT DAN
MUSIM TIMUR
Nama Mahasiswa : Agus Dwi Jayanti Diah Cahyaningrum
Nomor Pokok
: C64104051
Disetujui,
Dosen pembimbing
Pembimbing
Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc.
NIP. 131 859 209
Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc
NIP. 131 578 799
v
©Hak cipta milik Agus Dwi Jayanti Diah Cahyaningrum,
tahun 2009
Hak cipta dilindungi
KARAKTERISTIK MASSA AIR ARLINDO DI PINTASAN
TIMOR PADA MUSIM BARAT DAN MUSIM TIMUR
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
Oleh:
Agus Dwi Jayanti Diah Cahyaningrum C64104051
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya sehingga penyusunan skripsi dengan judul ”Karakteristik Massa Air Arlindo di Pintasan Timor pada Musim Barat dan Musim Timur” dapat
terselesaikan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dan kesabaran kepada
penulis selama penyusunan skripsi ini.
2. Orang tua (Agus Purwanto dan E. Reny Murdiyah), Mba Dhany dan De Danang atas semua motivasi, doa, dukungan dan kasih sayang yang tercurahkan.
3. Bapak Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M. Sc. selaku komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, bantuan, dan arahannya.
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M. Sc., sebagai Chief scientist INSTANT. 5. Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Non Hayati, BRKP-DKP RI
yang telah mengizinkan penggunaan data INSTANT bulan Januari 2004 dan Juni 2005 dalam skripsi ini.
6. Bapak Prof. Dr. Ir. Mulia Purba, M. Sc. Selaku dosen penguji. 7. Bapak Dr. Ir. Henry M. Manik, M. T. Selaku komisi pendidikan.
8. Mba Dhita, Mba Phia, Mba Erna, dan teman seperjuangan Laboratorium Oseanografi atas saran, kritik dan kerjasamanya.
9. Sahabat-sahabatku Ndarie, Na, Afin, Dini, Mita, Ike, Mpit dan Intan atas semua dukungannya dan kenangan indah yang tak terlupakan.
10. Teman-teman ITK’41 dan Warga Departemen ITK serta semua pihak yang telah memberi masukan, dan membantu penulis dalam penyusunan skripsi. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya dan dapat menjadi acuan bagi penulis berikutnya.
Bogor, Februari 2009
DAFTAR ISI
4.2. Sebaran menegak dan melintang salinitas ... 37
DAFTAR PUSTAKA ... 61
LAMPIRAN ... 64
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Posisi Pengambilan data melalui CTD pada bulan Januari 2004 dan
Juni 2005 di Pintasan Timor ... 22 2. Variasi suhu kisaran kedalaman di lapisan homogen, termoklin, dan
dalam pada Musim Barat dan Musim Timur ... 34 3. Variasi suhu kisaran kedalaman di lapisan homogen,haloklin, dan
dalam pada Musim Barat dan Musim Timur ... 41 4. Variasi suhu kisaran kedalaman di lapisan homogen, piknoklin, dan
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Profil menegak suhu di laut ... 4
2. Pengaruh gaya tekanan terhadap permukaan isobarik relatif terhadap permukaan acuan ... 10
3. Diagram T-S perairan Indonesia ... 14
4. Sistem Arus Lintas Indonesia ... 17
5. Peta Laut Timor ... 19
6. Sebaran arus permukaan di daerah paparan Laut Timor pada Musim Timur dan Peralihan I (Maret-Agustus) serta Musim Barat dan Peralihan II (September-Februari) ... 20
7. Peta lokasi seluruh pengambilan data ... 23
8. Diagram alir tahap penelitian ... 24
9. Sebaran menegak suhu pada Musim Barat dan Musim Timur ... 31
10. Sebaran melintang suhu pada Musim Barat ... 32
11. Sebaran melintang suhu pada Musim Timur ... 33
12. Sebaran menegak salinitas pada Musim Barat dan Musim Timur ... 38
13. Sebaran melintang salinitas pada Musim Barat ... 39
14. Sebaran melintang salinitas pada Musim Timur ... 40
15. Diagram T-S pada Musim Barat dan Musim Timur ... 46
16. Sebaran menegak sigma-t pada Musim Barat dan Musim Timur ... 49
17. Sebaran melintang sigma-t pada Musim Barat ... 50
18. Sebaran melintang sigma-t pada Musim Timur ... 51
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Waktu pengambilan data, nomor stasiun pengamatan, posisi lintang bujur stasiun dan kedalaman hasil pengukuran INSTANT pada
Januari 2004 dan Juni 2005 ... 64 2. Metode pengambilan data dengan CTD ... 65 3. Diagram alir pengolahan parameter oseanografi pada perangkat lunak
MATLAB ... 66
4. Diagram alir pengolahan parameter oseanografi pada perangkat lunak ODV ... 67 5. Contoh data mentah CTD ... 69 6. Contoh data sigma-t hasil rekaman CTD dan olahan dengan Matlab . 72 7. Data kisaran parameter oseaanografi CTD di L. Timor pada
1 Januari 2004 dan 21 Juni 2005 ... 73 8. Variasi salinitas pada lapisan homogen dan kedalaman salinitas
minimum < 34,25 psu, salinitas minimum 34,5 psu, serta salinitas
maksimum > 34,75 psu pada Musim Timur dan Musim Barat ... 74
9. Contoh data hasil perhitungan arus geostropik dan volume transpor
dari ODV ... 75
10. Contoh grafik Volume transpor pada pengamatan Musim Barat
(a); dan pengamatan Musim Timur (b), di tiga pengukuran ... 76
11. Peta arus permukaan pada bulan (a) Januari 2004 dan (b) Juni 2005
di lokasi pengamatan, Pintasan Timor ... 78
12. Peta angin pada bulan (a) Januari 2004 dan (b) Juni 2005 di lokasi
1. PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
Bentuk geografis Indonesia yang berupa kepulauan dan posisinya yang
diapit oleh dua samudera besar (Samudera Pasifik dan Samudera Hindia) berperan
sebagai “kanal penghubung” yang mengalirkan massa air antara kedua samudera
tersebut. Para peneliti menamakan kanal penghubung tersebut dengan sebutan
Arus Lintas Indonesia (Arlindo). Arus Lintas Indonesia (Arlindo) atau dikenal
oleh dunia dengan sebutan The Indonesian Throughflow membawa massa air dari
Samudera Pasifik menuju Samudera Hindia yang cenderung lebih dingin melalui
perairan Indonesia.
Massa air asal Samudera Pasifik masuk ke perairan Indonesia melalui dua
jalur. Jalur Selat Makasar (jalur barat) yang dimulai dari Selat Mindanao,
bergerak ke Laut Sulawesi terus bergerak ke Selat Makasar, Laut Flores, dan Laut
Banda. Jalur lain (jalur timur) Arlindo masuk melalui Laut Maluku dan Laut
Halmahera. Jalur keluar Arlindo melewati perairan yang terbuka terhadap
Samudera Hindia seperti Selat Lombok, Selat Ombai, Laut Sawu dan Laut Timor
(Wyrtki, 1961 dan Molcard et al., 1996). Adanya arus ini menyebabkan
terciptanya karakteristik massa air yang khas di perairan Indonesia.
Laut Timor merupakan salah satu jalur keluar massa air Arlindo. Hal ini
menyebabkan pentingnya dilakukan suatu penelitian tentang karakteristik massa
air Arlindo didalamnya. Perairan ini memiliki peranan yang penting dalam sistem
sirkulasi massa air yaitu mensuplai massa air ke Samudera Hindia (Molcard et al.,
dan Hindia melalui perairan Indonesia tentu akan mengakibatkan terjadinya
perubahan parameter oseanografi baik suhu maupun salinitas. Informasi tentang
variasi parameter oseanografi pada perairan lintasan Arlindo sangat diperlukan
untuk mempelajari karakteristik massa air suatu perairan, yang merupakan suatu
cara untuk mengetahui kondisi fisika perairan. Informasi ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi bagi pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya
perikanan dan kelautan khususnya di lokasi pengamatan.
1.2. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui sebaran menegak dan melintang suhu, salinitas dan densitas,
kecepatan arus Geostropik, dan mengidentifikasi massa air perairan melalui
analisis diagram T-S.
2. Mengetahui perubahan ketebalan pelapisan massa air akibat pengaruh
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1Suhu
Suhu merupakan salah satu parameter air laut yang sangat penting. Suhu
adalah suatu besaran fisika yang menyatakan banyaknya bahang (heat) yang
terkandung dalam suatu benda. Suhu pada umumnya diukur dalam satuan derajat
Celcius (oC). Sinar matahari merupakan sumber bahang bagi perairan. Pancaran
energi matahari yang sampai ke permukaan laut akan diserap oleh massa air.
Pada umumnya perairan yang banyak menerima bahang dari matahari adalah
daerah yang terletak pada daerah lintang rendah (Weyl, 1970) dan akan semakin
berkurang bila letaknya semakin mendekati kutub (Sverdrup et al., 1942). Suhu
air laut di daerah sekitar khatulistiwa pada umumnya tinggi.
Suhu permukaan laut umumnya dipengaruhi oleh kondisi meteorologis.
Faktor-faktor meteorologis yang berperan adalah evaporasi, presipitasi,
kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas radiasi matahari.
Suhu air laut bervariasi tergantung pada kedalaman, sirkulasi massa air,
turbulensi, kondisi geografis, dan jarak dari sumber panas seperti gunung berapi
di bawah air, dimana suhu ini akan menurun seiring bertambahnya kedalaman.
Suhu air laut berkisar antara -2 oC hingga 30 oC, nilai terendah terjadi di
daerah kutub (King, 1963). Rata-rata variasi tahunan suhu pada lapisan
permukaan daerah khatulistiwa kurang dari 2 oC, kecuali Laut Banda, Laut
Arafura dan Laut Timor memiliki nilai yang tinggi antara 3 – 4 oC yang sama
Menurut Richard dan Davis (1991), suhu perairan secara vertikal
dikelompokkan menjadi tiga zona, yaitu :
a) Lapisan permukaan (homogeneous layer),
b) Lapisan termoklin (thermocline layer),
c) Lapisan dalam (deep layer) yang merefleksikan ciri khas asal massa air
tiap lintang.
Profil sebaran menegak suhu yang menunjukkan letak lapisan tercampur dan
lapisan termoklin dapat dilihat pada Gambar 1.
Sumber : Pickard (1970)
Gambar 1. Profil menegak suhu di laut
Pada umumnya lapisan permukaan memiliki nilai suhu yang seragam
(homogen). Lapisan permukaan pada perairan tropis hangat dan memiliki variasi
Di daerah tropis, lapisan ini dimulai dari permukaan hingga kedalaman 50-100 m
dengan nilai suhu berkisar 26 – 30 oC. Menurut Wyrtki (1961), lapisan ini terjadi
karena adanya percampuran massa air yang disebabkan oleh angin, arus dan
pasang surut. Lapisan homogen pada Musim Barat terbentuk dari permukaan
hingga kedalaman 100 m dengan kisaran suhu 27 – 28 oC, sedangkan pada Musim
Timur ketebalan lapisan lebih tipis sekitar 50 m dari permukaan (Ilahude, 1970).
Wyrtki (1961) menyatakan lapisan termoklin adalah lapisan air tempat
terjadinya penurunan suhu yang cepat dengan bertambahnya kedalaman. Lapisan
termoklin memiliki ketebalan dan kedalaman yang berbeda di beberapa perairan.
Menurut Gross (1990), lapisan termoklin yang terbentuk di perairan tropis dapat
mencapai ketebalan antara 100 – 205 m dengan gradien suhu mencapai 0.1 oC/m.
Lapisan dalam (deep layer) mengalami perubahan suhu air laut yang
sangat lambat seiring meningkatnya nilai kedalaman. Oleh karena itu massa air
lapisan dalam relatif homogen hingga ke dasar perairan. Pada daerah tropis
kisaran suhu di lapisan dalam adalah 2 oC hingga 4 oC (Ilahude, 1999). Gradien
suhu air laut lapisan dalam hanya kira-kira sekitar 0,05 oC /100 m. Massa air yang
menempati lapisan ini biasanya dinamakan air jeluk (deep water).
Nilai suhu maksimum dipengaruhi oleh proses pemanasan yang kuat dan
kondisi angin yang bertiup melemah di permukaan laut. Sedangkan suhu
minimum dipengaruhi oleh tingginya presipitasi dan angin yang bertiup cukup
kuat, yang pada umumnya terjadi pada Musim Barat (Desember - Februari).
2.2. Salinitas
Salinitas merupakan parameter fisika laut yang sangat penting selain suhu.
terlarut yang terkandung dalam satu kilogram air laut, jika semua karbonat telah
teroksidasi, brom dan yod diubah menjadi khlor dan semua unsur organik telah
teroksidasi. Salinitas merupakan salah satu parameter yang dapat dimanfaatkan
dalam mempelajari karakteristik massa air suatu peraian.
Sebaran salinitas lebih bervariasi dibandingkan dengan sebaran suhu pada
umumnya di kawasan tropis (Wyrtki,1961). Sebaran salinitas di laut dipengaruhi
oleh beberapa faktor seperti presipitasi, evaporasi, masukan air tawar (run off),
proses pengadukan (mixing), serta perubahan arus akibat pergantian musim. Pada
Musim Barat (Desember-Februari) akan terjadi penurunan nilai salinitas air laut
akibat masukan air tawar dan presipitasi dalam jumlah yang besar. Daerah
dengan evaporasi yang lebih tinggi dibandingkan presipitasi memiliki nilai
salinitas yang tinggi. Pengaruh perubahan arus akibat pergantian musim terhadap
nilai salinitas dapat diketahui dari perbedaan letak isohalin. Di perairan
Indonesia, isohalin pada Musim Barat bergerak lebih ke timur dan sebaliknya
pada Musim timur (Ilahude, 1999).
Sebaran vertikal salinitas di suatu perairan dibagi dalam tiga lapisan, yaitu
lapisan permukaan (homogeneouslayer), lapisan haloklin, dan lapisan dalam.
Ketebalan lapisan homogen lebih tergantung pada kekuatan pengadukan. Pada
perairan dangkal, angin dapat melakukan pengadukan massa air lapisan atas
sehingga membentuk lapisan homogen dengan ketebalan 50 – 70 m. Pada lapisan
dengan salinitas homogen, suhu biasanya homogen.
Lapisan haloklin ditandai dengan perubahan salinitas secara drastis seiring
bertambahnya kedalaman. Lapisan terakhir terletak mulai dari batas bawah
Sebaran salinitas secara horizontal bervariasi berdasarkan lintang.
Salinitas minimum terdapat di daerah dekat ekuator yang disebabkan presipitasi
yang tinggi, sedangkan salinitas maksimum pada 20o LS dan 20o LU. Menurut
Pickard (1970), nilai salinitas mengalami penurunan dengan semakin besarnya
lintang.
Perairan Indonesia memiliki kisaran salinitas yang relatif beragam. Nilai
salinitas rata-rata tahunan yang terendah sering dijumpai di daerah bagian barat
dan semakin meningkat ke daerah timur. Hal ini disebabkan karena sebelum
memasuki perairan Indonesia bagian barat, massa air bersalinitas tinggi dari
Samudera Pasifik masuk ke Laut Cina Selatan dan mengalami penurunan nilai
salinitas karena terjadi pengenceran dari daratan Asia Tenggara sehingga ikut
menurunkan nilai salinitas di perairan bagian barat Indonesia. Sedangkan di
perairan bagian timur Indonesia, massa air dari Samudera Pasifik langsung masuk
ke perairan Indonesia melalui Laut Sulawesi, Laut Maluku, dan Laut Halmahera
tanpa mengalami proses pengenceran yang berarti. Selain itu, sedikitnya jumlah
sungai besar di Indonesia bagian timur dibandingkan di bagian barat ikut
mempengaruhi besarnya nilai salinitas di daerah tersebut (Wyrtki, 1961).
Tingginya tingkat presipitasi di daerah tropis menyebabkan rata-rata
salinitas di daerah tropis kurang dari 34 0/00. Nilai salinitas pada Musim Barat
lebih besar dari 34 0/00 dan pada Musim timur nilai salinitas kurang dari 34 0/00
(Wyrtki, 1961).
2.3. Densitas
Densitas (ρ) didefinisikan sebagai massa per unit volume dengan unit
langsung melalui suatu alat ukur. Densitas diukur menggunakan data suhu,
salinitas, dan tekanan yang diukur secara langsung. Perhitungan ini memiliki
ketelitian sampai lima angka di belakang koma. Pada umumnya nilai densitas air
pada permukaan laut berkisar 1027 kg/m3. Agar lebih praktis dan karena
perubahan nilai densitas hanya dalam dua digit terakhir, maka para ilmuwan
menggunakan suatu kuantitas yang disebut sebagai sigma (s, t, p) yang merupakan
fungsi dari suhu, salinitas, dan tekanan (Stewart, 2003) :
σ (s,t,p) = [ρ (s,t,p) – 1000] kg/m3... (1)
ρ (s,t,p) adalah densitas in situ yang merupakan fungsi dari salinitas, suhu, dan
tekanan.
Hubungan antara densitas pada suhu 0oC dan salinitas (S) yang
disimbolkan dengan ρ (s,0,0). Jika nilai σ0 = ρ(s,0,0) – 1000 maka σ0 sebagai
fungsi salinitas dinyatakan sebagai berikut (Neumann dan Pierson, 1966) :
σ 0 = -0,093 + 0,8149S – 0,000482S2 + 0,0000068S3... (2)
Neumann dan Pierson (1966) menyatakan nilai densitas yang dihitung
pada tekanan atmosfer (p = 0) dan suhu (toC) disebut sigma-t (σt) yang
dinyatakan dalam persamaan :
σ (s,t,0) = [(ρ (s,t,0) – 1) x 1000] kg/m3 ... (3)
Nilai σt hanya memperhatikan nilai suhu dan salinitas tanpa adanya pengaruh
dari tekanan air laut.
Densitas air laut akan meningkat akibat dari peningkatan nilai salinitas dan
tekanan serta penurunan nilai suhu (Ross, 1970). Secara tidak langsung,
perubahan nilai densitas dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi nilai
menyebabkan perubahan pada nilai densitasnya (Ross, 1970). Densitas air laut
lebih besar dari air murni disebabkan terdapatnya kandungan air garam dalam air
laut. Rata-rata densitas permukaan air laut sekitar 1,02500 g/cm3 (Ross, 1970).
Seperti halnya lapisan termoklin pada pelapisan suhu dan lapisan haloklin
pada pelapisan salinitas, pelapisan densitas pada suatu perairan akan
menghasilkan lapisan piknoklin. Densitas pada lapisan piknoklin mengalami
peningkatan yang drastis seiring meningkatnya kedalaman. Ketebalan lapisan ini
berbeda-beda untuk tiap wilayah perairan. Menurut Wyrtki (1961), ketebalan
lapisan ini dipengaruhi oleh proses dinamik. Di perairan Indonesia bagian timur,
tidak berkembang arus dalam sehingga lapisan ini mencapai kedalaman antara
120 – 160 m.
2.4. Arus Geostropik
Arus (pergerakan massa air) merupakan fenomena penting dalam
oseanografi, karena berkaitan dengan sirkulasi atau aliran massa air. Gerakan
massa air terjadi karena resultan dari berbagai macam gaya yang bekerja pada
kolom massa air yang memiliki suatu percepatan (Pond dan Pickard, 1983).
Gross (1990) mengelompokkan arus berdasarkan gaya-gaya yang
menimbulkannya menjadi empat macam, yaitu :
1. Arus Ekman, disebabkan oleh angin
2. Arus Pasang Surut (pasut), disebabkan adanya fluktuasi muka laut yang
disebabkan oleh gaya tarik menarik benda-benda angkasa
3. Arus Termohalin, disebabkan karena adanya perbedaan densitas air laut
4. Arus Geostropik, disebabkan karena adanya keseimbangan gradien
Arus Geostropik terjadi akibat adanya keseimbangan antara gaya Coriolis
dengan gaya gradien tekanan horizontal yang bekerja pada massa air di kolom
perairan (Borwn et al., 1989). Arus Geostropik digambarkan sebagai arus gradien
atau slope Current yang merupakan arus laut yang disebabkan adanya kemiringan
bidang isobar dengan bidang rata (level surface) (Pond dan Pickard, 1983).
Sumber : Pond dan Pickard (1983)
Gambar 2. Pengaruh gaya tekanan terhadap permukaan isobarik relatif terhadap permukaan acuan (di Belahan Bumi Selatan)
Keterangan :
i = sudut yang dibentuk antara permukaan isobarik dengan permukaan acuan
α = volume spesifik
n = arah tegak lurus terhadap permukaan isobarik
g = gravitasi
p = tekanan
Ω = kecepatan sudut perputaran bumi
θ = lintang
Pada Gambar 2 (di belahan bumi selatan ) ditunjukkan adanya keseimbangan
yang terjadi antara gaya Coriolis dengan gradien tekanan yang disebut dengan
keseimbangan geostropik dan arus yang bersesuaian disebut dengan arus
Geostropik (Tomczak dan Godfrey, 1994).
Seperti yang terlihat pada Gambar 2, jika permukaan isobarik membentuk
suatu lereng terhadap permukaan datar, maka terdapat beberapa gaya yang bekerja
pada partikel air. Pada partikel A bekerja 2 gaya, yaitu gaya tekanan dan gaya
gravitasi. Gaya tekanan terhadap partikel A dari unit massa adalah α n p
∂ ∂
, yang
arahnya tegak lurus terhadap permukaan isobar. Gaya tekanan ini dibagi menjadi
dua komponen yaitu, komponen menegak α i
n p
cos
∂ ∂
yang mengimbangi g dan
komponen mendatar α i
n p
sin
∂ ∂
. Komponen mendatar ini tidak ada yang
mengimbangi sehingga menyebabkan gerak ke kiri sebesar (Pond dan Pickard,
1983) :
Pada Gambar 2b, terlihat bahwa untuk mengimbangi gerak ke arah kiri
maka diperlukan gaya ke arah kanan yang besarnya setara dengan gtani
yaitu
Μ
F
. Gaya yang mengimbangi gerak ke arah kiri disebut gaya Coriolis.
Gerak air yang mula-mula bergerak dari tekanan tinggi ke tekanan rendah (ke
kiri) dibelokkan ke kiri di belahan bumi selatan (keluar kertas) dan dibelokkan ke
tersebut dapat ditulis 2ΩsinθV 1. Secara matematis keseimbangan tersebut dapat
dituliskan sebagai berikut (Pond dan Pickard, 1983) :
i gtan =
Μ
F
=2ΩsinθV 1
Persamaan matematis ini disebut persamaan geostropik dan arus yang ditimbulkan
disebut arus Geostropik.
Beberapa syarat yang harus diperhatikan dalam perhitungan arus
Geostropik (pada lapisan interior) yaitu (Stewart, 2003) :
1. Persamaan geostropik mengabaikan percepatan aliran massa air. Oleh
karena itu persamaan ini tidak berlaku untuk perairan yang memiliki
dimensi horizontal kurang dari 50 km dan waktu pengukuran tergantung
variabilitas arus dan karakteristik perairan tersebut,
2. Persamaan geostropik tidak berlaku untuk daerah dekat ekuator karena
gaya Coriolisnya mendekati nol,
3. Persamaan geostropik mengabaikan pengaruh gaya gesekan.
2.5. Massa air
Wyrtki (1961) mengatakan bahwa dalam mempelajari massa air suatu
perairan sangat dibutuhkan data suhu, salinitas, dan kandungan oksigen terlarut.
King (1963) mendefinisikan massa air sebagai badan air yang relatif homogen dan
dapat digambarkan dengan karakteristik yang dimilikinya. Karakteristik yang
terpenting untuk dapat menggambarkan karakteristik massa air adalah suhu,
salinitas, dan densitas yang dapat diperoleh dari nilai suhu dan salinitas. Massa
air memiliki karakteristik sesuai dengan daerah asalnya (Bishop, 1984). Massa air
rendah dan massa air yang terbentuk di perairan subtropik adalah hangat dengan
salinitas yang relatif rendah. Massa air perairan Indonesia lebih banyak diisi oleh
massa air yang berasal dari Samudera Pasifik, baik dari Samudera Pasifik Utara
maupun massa air Samudera Pasifik Selatan.
2.6. Diagram T-S
Massa air dapat dikenali berdasarkan karakteristik kombinasi dari
sifat-sifat massa air tersebut. Di seluruh perairan laut dunia, suhu dan salinitas suatu
massa air bersifat khas baik secara horizontal maupun vertikal. Saat massa air
tenggelam maka massa air akan membawa sifat-sifat tersebut bersamanya. Dalam
lautan terbuka, beberapa massa air yang memiliki sifat yang berbeda tersebut
bercampur menjadi satu, namun ada beberapa bagian dari massa air tesebut tetap
mempertahankan karakternya terutama suhu dan salinitas. Helland-Hansen
(1961) dalamPond dan Pickard (1983) memperkenalkan diagram T-S untuk
mengklasifikasikan tipe-tipe massa air.
Diagram T-S dapat digunakan untuk mengetahui asal-usul, sebaran dan
pelapisan massa air serta proses percampuran dari dua massa air yang berbeda.
Hubungan suhu dan salinitas yang menghasilkan garis lurus (mendekati)
menunjukkan percampuran dari dua massa air berbeda. Diagram T-S terbentuk
dengan memplotkan titik-titik yang mewakili suhu dinyatakan dengan sumbu-y
dan salinitas dinyatakan dengan sumbu-x. Satu titik dalam diagram tersebut
menunjukkan tipe massa air, sedangkan gabungan beberapa titik atau garis
menunjukkkan ciri atau karakteristik massa air suatu perairan.
Ilahude dan Gordon (1996) menggambarkan diagram T-S Arlindo pada
yang melalui perairan Indonesia pada musim-musim tersebut. Pada Musim Barat,
Arlindo dipengaruhi oleh massa air Selat Makasar, Laut Timor, Air Subtropik
Pasifik Utara (North Pacific Subtropical Water), Laut Banda, Air Subtropik
Pasifk Selatan (South Pacific Subtropical Water), Air Ugahari Pasifik Utara
(North Pacific Inermediate Water), dan Air Ugahari Antartika (AAIW).
a. Musim Timur b. Musim Barat
Sumber : Ilahude dan Gordon, 1996
Gambar 3. Diagram T-S perairan Indonesia
Adapun massa air yang mempengaruhiArlindo pada musim Timur, yaitu massa
air Selat Makasar, Air Subtropik Pasifik Utara (NPSW), Laut Banda, Air
Subtropik Pasifk Selatan (SPSW), Air Ugahari Pasifik Utara (NPIW).
Metode lain yang digunakan untuk mempelajari penyebaran dan
metode lapisan gumbar. Metode ini digunakan untuk mengetahui bagian dari
lapisan perairan yang memiliki salinitas yang ekstrim atau salinitas maksimum
dan minimum (Wϋst, 1935 in Sverdrup et al., 1942).
2.7. Arus Lintas Indonesia (Arlindo)
Arus lintas Indonesia (Arlindo) adalah aliran massa air yang berbentuk
arus laut dari Samudera Pasifik menuju Samudera Hindia dan mengalir di bagian
laut jeluk di kawasan timur kepulauan Indonesia. Hal ini disebabkan perairan
Indonesia yang terletak di perairan Asia Tenggara, merupakan perairan yang
relatif terbuka ke arah Samudera Pasifik namun tertutup terhadap perairan
Samudera Hindia. Kondisi tersebut memungkinkan massa air dari Samudera
Pasifik secara bebas masuk ke perairan Indonesia dibandingkan dengan massa air
Samudera Hindia. Arus ini melewati hamparan pulau-pulau di perairan Indonesia
Timur yang mempunyai struktur batimetri yang menunjukkan adanya palung yang
jeluk, basin laut dan tidak terhitung kepulauan karang, sehingga arus ini memiliki
dinamika dan pergerakan massa air yang komplek di kawasan tersebut.
Morey et al. (1999) menyatakan bahwa massa air Arlindo berasal dari
massa air Pasifik Utara (92%) dan massa air Pasifik Selatan (8%). Massa air
perairan Pasifik melintasi kepulauan Indonesia melalui jalur utama yaitu (Gordon
et al., 1994) :
1. Jalur barat
Massa air dari Samudera Pasifik utara dibawa menuju ke barat oleh Arus
Khatulistiwa Utara (North Equatorial Current atau NEC), yang
membentuk tiga cabang yaitu :
b) Berbelok ke arah timur di sekitar pusaran Mindanao (Mindanao
eddy atau ME), kemudian menjadi Arus Sakal Khatulistiwa Utara.
c) (North Equatorial Countercurrent atau NECC). Ke arah selatan
dan menjadi Arus Mindanao (Mindanao Current atau MC) yang
kemudian dibawa menuju jalur Arlindo oleh Pusaran Mindanao.
Massa air ini masuk melalui Laut Sulawesi menuju Selat Makasar
lalu ke Selat Lombok menuju Samudera Hindia. Sebagian lagi,
massa air dibelokkan ke arah timur (Laut Flores dan Laut Banda).
Dari arah timur, aliran arus terbagi melewati Pintasan Timor serta
Selat Ombai lalu ke Laut Sawu. Kedua aliran ini bersama-sama
keluar menuju Samudera Hindia.
2. Jalur timur
Massa air dari Pasifik selatan yang masuk ke perairan Indonesia dibawa
oleh Arus Pantai Papua (New Guinea Coastal Current atau NGCC).
Sebagian besar arus ini berbelok arah ke Samudera Pasifik oleh Pusaran
Halmahera (HE) dan mengalir bersama Arus Sakal Khatulistiwa Utara
(NECC). Sebagian lagi masuk melalui Laut Halmahera dan Laut Maluku
menuju Laut Banda, kemudian bergabung dengan aliran Arlindo dari Selat
Makasar. Aliran ini melewati Pintasan Timor serta Selat Ombai terus
Sumber : Lukas (1996)
Keterangan :
NEC : North Equatorial Current ME : Mindanao Eddy NECC : North Equatorial Counter Current MC : Mindanao Current SEC : South Equatorial Current HE : Halmahera Eddy
SECC : South Equatorial Counter Current NGCC : New Guinea Coastal Current
Gambar 4. Sistem Arus Lintas Indonesia
Aliran Arlindo di permukaan dipengaruhi oleh angin muson. Menurut
Wyrtki (1961), sistem muson mengalami perubahan arah sebanyak dua kali dalam
setahun. Sistem Muson terjadi karena pusat tekanan udara bergeser sesuai dengan
perubahan posisi matahari yang bergerak melintasi khatulistiwa dua kali dalam
setahun (Riehl, 1979). Muson di Indonesia merupakan bagian dari muson Asia
Timur dan Asia Tenggara. Bulan Juni-Agustus, saat matahari berada di belahan
bumi utara, Benua Asia memiliki suhu yang lebih tinggi dibandingkan Benua
Australia. Hal ini menyebabkan tekanan udara di Benua Asia menjadi lebih
rendah dari tekanan udara di Benua Australia sehingga angin bertiup dari Benua
angin yang bertiup berasal dari tenggara (Angin Muson Tenggara) untuk Belahan
Bumi Selatan. Pada bulan Desember-Februari, posisi matahari berada di belahan
bumi selatan sehingga Benua Asia memiliki tekanan lebih tinggi daripada Benua
Australia. Hal ini menyebabkan angin berhembus dari Benua Asia menuju Benua
Australia. Kondisi ini disebut dengan Musim Barat dan angin yang berasal dari
arah barat laut (Angin Muson Barat Laut, di Belahan Bumi Selatan) bertiup
(Wyrtki, 1961).
2.8. Perairan Pintasan Timor (Timor Passage)
Pintasan Timor merupakan pintu keluar utama Arlindo karena memiliki
kedalaman dan keterbukaan paling besar dengan Samudera Hindia dibanding
pintu keluar Arlindo lainnya. Cresswell et al. (1993) menyatakan bahwa
kedalaman maksimum Pintasan Timor adalah 3 km (pada Timor Trench) dengan
lebar pintasan 80 km, kedalaman sill di bagian barat 1890 m dan sill di bagian
timur 1400 m. Pintasan Timor merupakan bagian (di sebelah utara) dari wilayah
Laut Timor, dimana Paparan Sahul dan Paparan Australia (sekitar 2/3 bagian dari
Laut Timor) di bagian selatan (Cresswell et al., 1993). Kondisi Laut Timor
dengan daerah pintasannya diperlihatkan pada Gambar 5.
Suhu permukaan laut di Laut Timor pada Muson Tenggara (Musim
Timur) bervariasi antara 26.2 oC dan 27.0 oC dan nilai salinitas pada musim ini
berkisar antara 34.1-34.5. Pada Muson Barat laut (Musim Barat) suhu permukaan
laut Timor lebih hangat yaitu berkisar antara 29.9 oC dan 30.4 oC, nilai salinitas
Sumber : SRTM, 2005
Gambar 5. Peta Laut Timor
Tubalawony ( 2000) menyatakan adanya pelapisan sebaran vertikal suhu
yang diukur pada Musim Timur (Juni-Agustus). Lapisan permukaan tercampur
memiliki ketebalan rata-rata 70 m. Lapisan termoklin terletak pada kedalaman
denagn kisaran batas atas di kedalaman 49 – 117 m dan kisaran batas bawah
adalah 77 – 151.2 m.
Arus di Pintasan Timor konsisten mengalir ke arah barat daya (menuju
Samudera Hindia) pada musim dan tahun yang berbeda. Kecepatan arus di
Pintasan Timor sangat kuat di bagian yang dalam namun melemah di daerah
paparan (Wyrtki, 1961). Pengukuran yang dilakukan Kapal Riset Franklin pada
Pintasan Timor mencapai 0,4 m/detik pada lapisan kedalaman 100 – 150 m
sedangkan pada bulan Maret 1988 (Musim Peralihan I) pada kedalaman 100 m
(Cresswell et al., 1993).
Sumber : Creswell et al., 1993
Gambar 6. Sebaran arus permukaan di daerah paparan Laut Timor pada Musim Timur dan Peralihan I (Maret-Agustus) serta Musim Barat dan Peralihan II (September-Februari)
Pada Musim Timur, arus di Samudera Hindia bagian timur (selatan
Indonesia) bergerak menuju barat menghasilkan muka air yang rendah di bagian
selatan Indonesia. Perbedaan muka air di Samudera Pasifik bagian barat dengan
Samudera Hindia bagian timur akan menjadi besar (mencapai 28 cm) dan
kecepatan arus pun akan tinggi pada Musim Timur (Cresswell et al., 1993).
Arus di Pintasan Timor pada lapisan permukaan memiliki rata-rata
kecepatan yang relatif tinggi dan dominan mengalir ke Samudera Hindia (ke arah
permukaan memiliki kecepatan yang cukup tinggi terjadi pada Musim Timur
(0.24 m/dtk) serta Peralihan II 2005 dan 2006 (0.26 dan 0.21 m/dtk) karena
Musim Timur tinggi muka air antara Samudera Pasifk dan Samudera Hindia
bagian timur khususnya di selatan Indonesia cukup besar sehingga kecepatan arus
menjadi tinggi. Kecepatan arus pada Musim Timur ini akan melemah pada
kedalaman 300-997 m, mencapai 0.07 m/dtk. Arah arus pada lapisan yang lebih
dalam umumnya juga bergerak ke arah barat daya tetapi sering berubah arah ke
tenggara, selatan, barat laut, utara, dan timur laut yang diduga karena pengaruh
3. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan lokasi penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang
diperoleh dari proyek INSTANT (International Nusantara Stratification And
Transport). Program INSTANT merupakan program untuk meneliti kondisi
oseanografi Indonesia yang terletak pada jalur Arlindo di perairan timur
Indonesia. INSTANT merupakan hasil kerjasama lima negara (Indonesia,
Amerika Serikat, Australia, Perancis dan Belanda) yang bekerja di bawah
koordinasi Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan
Perikanan (BRKP-DKP) RI serta LIPI dan BPPT.
Pengambilan data dilakukan pada dua periode yaitu pada Januari 2004
dan Juni 2005 di Pintasan Timor. Stasiun pengamatan Januari 2004 terletak
antara 11.11o-11.57o LS dan 122.79o-122.99o BT, sedangkan stasiun pengamatan
Juni 2005 terletak antara 11.17o-11.63o LS dan 122.08o-123o BT. Posisi CTD
yang digunakan disajikan pada Tabel 1. Gambar peta lokasi penelitian
ditampilkan pada Gambar 7.
Tabel 1. Posisi Pengambilan data melalui CTD pada bulan Januari 2004 dan Juni 2005 di Pintasan Timor
Stasiun
Januari 2004 Juni 2005
Lintang
(LS) Bujur(BT) Lintang (LS) Bujur(BT)
Sumber : Diolah dari data INSTANT pada tahun 2004 sampai 2005
Gambar 7. Peta lokasi seluruh pengambilan data
Stasiun pengamatan Januari 2004 terdiri dari stasiun 1-5, sedangkan
pengamatan Juni 2005 terdiri dari stasiun 1-6. Pengolahan dan analisis data
dilaksanakan pada bulan Mei 2008 sampai Desember 2008 di Laboratorium
Oseanografi, Program studi Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (IPB).
3.2 Bahan dan alat
Penelitian ini menggunakan alat CTD (Conductivity, Temperature, Depth)
tipe SBE 911 Plus buatan Sea Bird Electronic,Inc. CTD dilengkapi dengan
sensor thermistor untuk melakukan pengukuran suhu, digiquartz untuk mengukur
tekanan, dan conductivity yang digunakan untuk mengukur salinitas. Data arus
yang merupakan data analisis bulanan. Satuan dari kecepatan angin adalah knot
yang kemudian dikonversi ke dalam m/detik dan satuan arah adalah derajat ( o )
dengan 0o adalah arah utara dan selanjutnya mengikuti arah jarum jam.
3.3 Pengumpulan data
Perolehan data oseanografi yang mencakup suhu, salinitas, dan kedalaman
dilakukan dengan menggunakan CTD (Conductivity, Temperature, Depth) tipe
SBE 911 Plus buatan Sea Bird Electronic,Inc.
Gambar 8. Diagram alir tahap penelitian
INSTANT BMKG
CTD
(Suhu, Salinitas, Densitas)
1.Profil menegak 2.Profil melintang 3.Diagram T-S
4.Arus Geostropik (m/detik) 5.Volume transport
1.Analisis lapisan 2.Analisis temporal 3.Analisis massa air
Peta sebaran arus dan angin Pengumpulan data
Data dari CTD kemudian digunakan untuk mengamati profil suhu dan
salinitas perairan. Hasil pengukuran yang diperoleh oleh masing-masing sensor
ditampilkan dalam bentuk derajat Celcius (oC) untuk parameter suhu, ratio
konduktivitas untuk parameter salinitas, dan dalam desibar (dB) untuk parameter
tekanan (Sea-bird Electronic, Inc, 1997). Tahap perekaman data dilakukan saat
CTD diturunkan ke kolom perairan dan saat dinaikkan ke permukaan. Kedalaman
pengukuran bervariasi untuk masing-masing stasiun baik pada pengamatan
Januari 2004 dan Juni 2005.
3.4 Pengolahan data
Dalam penelitian ini, data yang diolah berupa data hasil pengukuran CTD.
Data CTD diolah dengan menggunakan software ODV (Ocean Data View),
MATLAB versi 7.0.1 dan Microsoft Excel. Peta lokasi pengambilan data dan
letak stasiun pengamatan diolah dengan menggunakan software Surfer versi 8.0.
3.4.1CTD (Conductivity, Temperature, Depth)
Data CTD seperti suhu dan salinitas diolah dengan menggunakan software
ODV (Ocean Data View) untuk mendapatkan sebaran menegak dan melintang
parameter suhu, salinitas, sigma-t dan diagram T-S. Perangkat lunak ini juga
dapat digunakan untuk menentukan aliran massa air yang melalui stasiun
pengamatan, yaitu mencakup kedalaman dinamik (Dynamic height) dan arus
Geostropik (m/detik). Diagram alir pengolahan data pada perangkat lunak ODV
Data hasil pengukuran arus secara tidak langsung dengan menggunakan
metode geostropik, kemudian digunakan untuk menentukan besarnya transpor
massa air (Sv, 1 Sv = 106m3/s) dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft
excel.
3.3.1Data arus
Arus dihitung secara tidak langsung dengan menggunakan metode
geostropik, yaitu perhitungan yang dilakukan dengan menggunakan data suhu dan
salinitas dari CTD. Jarak antar stasiun pengamatan arus disesuaikan dengan
posisi stasiun pengamatan yang telah dilakukan. Data arus diolah dan ditampilkan
untuk menggambarkan pola arah dan kecepatan arus. Data arus tidak dapat
dihitung pada stasiun yang memiliki jarak antar stasiun kurang dari 50 km.
Stasiun yang berada di lintang 0º nilai arusnya akan lebih besar dari stasiun-
stasiun lain yang berada di lintang yang lebih tinggi.
3.5 Analisis data
3.5.1Sebaran menegak
Profil menegak dari suhu dan salinitas ditampilkan secara tumpang tindih
antar stasiun pengamatan. Profil menegak dari suhu dan salinitas ditampilkan
masing-masing untuk setiap transek pengamatan. Hal tersebut dilakukan untuk
memberikan informasi tentang pola dari nilai suhu dan salinitas untuk dua periode
pengamatan yang berbeda. Profil menegak suhu memberikan informasi tentang
pola pelapisan di perairan berdasarkan suhu, yaitu ketebalan lapisan homogen
(lapisan permukaan), lapisan termoklin, dan lapisan dalam. Gambaran profil
posisi kedalaman salinitas maksimum dan salinitas minimum. Tampilan menegak
salinitas juga digunakan untuk melihat pola pelapisan massa air berdasarkan
salinitas, yaitu ketebalan lapisan homogen, lapisan haloklin, dan lapisan dalam.
3.5.2Sebaran melintang
Data suhu dan salinitas juga ditampilkan dalam bentuk sebaran melintang.
Sebaran ini diperoleh dari seluruh stasiun pengamatan. Sebaran melintang suhu
akan digunakan untuk melihat lapisan-lapisan kolom air berdasarkan nilai
maksimum atau minimum suhu. Sebaran melintang salinitas dapat digunakan
untuk mengetahui adanya intrusi massa air dan lapisan gumbar pada kolom air.
Lapisan gumbar didefinisikan sebagai posisi karakteristik air laut mencapai
salinitas maksimum dan minimum dengan sebaran berbentuk kurva tertentu
ataupun lidah massa air (Pickard dan Emery, 1990).
Tujuan mengetahui lapisan gumbar adalah melihat pergerakan massa air
tersebut karena pada lapisan ini didapatkan informasi tentang karakteristik suatu
massa air, khususnya nilai salinitas. Nilai salinitas pada lapisan ini akan berbeda
(ekstrim) dibandingkan dengan massa air sekitarnya walaupun berada dalam suatu
kolom air yang sama. Metode ini dikenal dengan metode lapisan gumbar (Pickard
dan Emery, 1990).
3.5.3 Densitas air laut
Sebaran dari sigma-t air laut memiliki peran dalam menggambarkan
pergerakan massa air (Stewart, 2003). Seperti suhu dan salinitas, sebaran densitas
(sigma-t) ditampilkan secara menegak dan melintang untuk masing-masing
terjadinya perpindahan massa air secara horisontal. CTD yang digunakan pada
penelitian ini menghasilkan data sigma-t secara otomatis, namun data sigma-t
yang diperoleh pada pengamatan Januari 2004 berada di luar batas nilai densitas
air laut pada umumnya. Hal ini dapat disebabkan adanya kesalahan manual pada
saat pengaturan alat. Data sigma-t pada studi ini diperoleh dari hasil pengolahan
data suhu, salinitas dan tekanan pada CTD menggunakan program MATLAB
7.0.1. Hal ini disebabkan Sigma-t yang diperoleh menggunakan program
MATLAB 7.0.1 pada pengamatan Juni 2005 sama dengan nilai sigma-t yang
diperoleh secara otomatis dari CTD. Nilai sigma-t yang diperoleh
langsung dari CTD dan hasil olahan MATLAB disajikan pada Lampiran 6.
3.5.4 Diagram T-S
Diagram T-S merupakan diagram yang menunjukkan hubungan antara
suhu dan salinitas. Diagram T-S dapat digunakan dalam mengidentifikasi suatu
massa air yang ditunjukkan dengan satu titik sedangkan karakteristik massa air
suatu perairan ditunjukkan oleh gabungan beberapa titik atau garis, selanjutnya
dapat diketahui asal-usulnya. Sumbu x pada diagram ini mewakili nilai salinitas
dan sumbu y mewakili nilai suhu potensial. Suhu potensial didefinisikan sebagai
suhu yang dimiliki oleh massa air dari suatu kedalaman tertentu yang diangkat ke
suatu kedalaman acuan (biasanya permukaan) tanpa adanya pengaruh dari suhu
sekitar (Pickard, 1970). Percampuran lateral ditunjukkan dengan pergerakan
sepanjang sigma-t, sedangkan percampuran vertikal ditunjukkan dengan
pergerakan yang memotong garis sigma-t. Diagram T-S disajikan dalam bentuk
3.5.5 Arus Geostropik
Data suhu, salinitas, dan kedalaman yang diperoleh dari CTD diolah untuk
menghasilkan arus geostropik yang memiliki arah dan kecepatan. Data hasil
perhitungan kecepatan arus geostropik dengan menggunakan metode geostropik
disajikan dalam bentuk sebaran menegak kecepatan arus geostropik terhadap
kedalaman. Data kecepatan arus geostropik ini diperoleh dari pengolahan
menggunakan ODV, yaitu dengan menambahkan parameter geostropic Flow
melalui menu utility kemudian di eksport ke Microsoft excel. Data yang
diperoleh berupa kecepatan arus dan luas bidang. Perhitungan arus geostropik
secara manual disajikan pada Lampiran 13.
Data arus geostropik dianalisis yaitu arah arus ke timur apabila nilai arus
(+) dan arah arus ke barat apabila nilai arus (-). Kecepatan dan arah arus
digunakan untuk melihat seberapa besar pengaruh arus terhadap pergerakan massa
air. Data kecepatan arus dan luas bidang digunakan untuk melakukan perhitungan
volume transpor. Perhitungan volume transpor secara manual disajikan pada
Lampiran 14. Data hasil perhitungan tanspor massa air disajikan dalam bentuk
diagram batang antara dua stasiun yang berdekatan. Hal ini bertujuan untuk
melihat besarnya volume transpor pada masing-masing pengamatan dan arah
pergerakan massa air yang dominan sehingga arus yang mengalir di wilayah
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Sebaran menegak dan melintang suhu
Profil sebaran menegak dan melintang suhu pada kedua pengamatan
disajikan pada Gambar 9, 10 dan 11. Sebaran suhu semakin menurun dengan
bertambahnya kedalaman.
4.1.1. Musim Barat
Gambar sebaran menegak suhu menggambarkan sebaran suhu yang
mengalami penurunan nilai seiring bertambahnya kedalaman. Pola pelapisan
massa air berdasarkan perubahan suhu dibagi menjadi tiga lapisan, yaitu lapisan
permukaan tercampur, lapisan termoklin dan lapisan dalam. Suhu pada lapisan
permukaan tercampur hampir seragam sehingga pada Gambar 9 tampak garis
berbentuk menegak. Kedalaman lapisan permukaan tercampur berbeda untuk
masing-masing stasiun. Lapisan ini terbentuk mulai permukaan hingga batas
bawah terdangkal adalah 24 m (stasiun 5) dan terdalam 58 m (stasiun 3). Kisaran
suhu pada lapisan permukaan tercampur mencapai 29.31−29.88 oC dan gradien
suhu mencapai 0.01 oC/m .
Di bawah lapisan permukaan tercampur terdapat lapisan termoklin yang
nilai suhunya menurun drastis dengan bertambahnya kedalaman. Lapisan
termoklin pada pengamatan Januari 2004 terbentuk mulai dari batas bawah
lapisan permukaan tercampur dengan batas bawah yang bervariasi untuk
masing-masing stasiun. Kedalaman terdangkal sebesar 203 m (stasiun 1) dan terdalam
sebesar 292 m (stasiun 5), dengan kisaran suhu mencapai 10.57−29.53 oC.
Di bawah kedalaman 300 m terjadi penurunan suhu yang relatif lambat.
Lapisan ini ditandai dengan bentuk garis hampir menegak yang terletak di bawah
lapisan termoklin. Lapisan ini memiliki kisaran suhu antara 2.41−14.94 oC dan
memiliki gradien suhu kurang dari 0.02 oC/m.
Sumber : Diolah dari data INSTANT bulan Januari 2004 dan Juni 2005
Gambar 9. Sebaran menegak suhu pada Musim Barat dan Musim Timur
Sumber : Diolah dari data INSTANT bulan Januari 2004
Sumber : Diolah dari data INSTANT bulan Juni 2005
Tabel 2. Variasi suhu kisaran kedalaman di lapisan homogen, lapisan termoklin, dan lapisan dalam pada Musim Timur dan Musim Barat
Waktu
pengamatan Stasiun
Posisi Lapisan Homogen Lapisan Termoklin Lapisan Dalam
Lintang
5 11.20 122.75 0-31 27.99-28.04 0.01 32-301 11.40-27.94 0.1 302-1788 2.47-11.34 0.01
6 11.63 123.00 0-41 27.57-28.06 0.01 42-292 11.68-27.57 0.1 293-1067 4.64-11.67 0.01
4.1.1. Musim Timur
Pengamatan saat Musim Timur dilakukan pada bulan Juni 2005. Sebaran
menegak suhu memperlihatkan nilai suhu yang semakin meningkat seiring
bertambahnya kedalaman. Lapisan permukaan tercampur pada Musim Timur
terbentuk mulai permukaan hingga batas bawah terdangkal yaitu 31 m (stasiun 5)
dan terdalam 69 m (stasiun 2). Kisaran suhu lapisan ini mencapai 27.57−28.06 oC
dan memiliki gradien suhu 0.01 oC/m.
Lapisan termoklin pada pengamatan Juni 2005 terbentuk mulai dari batas
bawah lapisan permukaan tercampur dengan batas bawah yang bervariasi untuk
masing-masing stasiun. Kedalaman terdangkal yaitu sebesar 213 m (stasiun 2)
dan terdalam sebesar 301 m (stasiun 5), dengan kisaran suhu mencapai
11.04−27.75 oC dan gradien suhu mencapai 0.1 oC/m.
Suhu pada lapisan dalam mengalami penurunan nilai yang lambat seiring
bertambah kedalaman, dimulai kedalaman di bawah 214 m sampai akhir
pengukuran. Suhu pada lapisan ini berkisar antara 2.47−13.59 oC. Lapisan dalam
pada pengamatan Juni 2005 memiliki gradien suhu mencapai 0.01 oC/m. Gambar
sebaran menegak dan melintang suhu di atas dapat digunakan untuk mengetahui
perbedaan karakteristik suhu pada Musim Barat (Januari 2004) yang diwakili oleh
5 stasiun dan Musim Timur (Juni 2005) yang diwakili oleh 6 stasiun.
Pada sebaran menegak suhu (Gambar 9), terlihat suhu permukaan pada
Musim Timur (Januari 2004) lebih rendah (dingin) dibandingkan pada Musim
Barat (Juni 2005). Perbedaan suhu permukaan antara kedua waktu pengamatan
yakni suhu pada Januari 2004 lebih tinggi 1.82 oC dari suhu pada Juni 2005. Hal
Australia yang membawa massa udara yang lebih dingin (Wyrtki, 1961). Angin
dari Australia yang membawa massa air yang lebih dingin (kelembaban rendah)
menyebabkan hilangnya bahang, adanya percampuran vertikal, dan mengalirnya
massa air ke daerah yang sedikit pengaruh radiasinya dapat menyebabkan
penurunan suhu (Ilahude dan Gordon, 1996).
Pada sebaran melintang suhu (Gambar 10 dan 11) terlihat adanya
perbedaan pola pelapisan suhu pada kedua waktu pengukuran. Sebaran suhu pada
Musim Timur memperlihatkan bahwa lapisan permukaan tercampur yang
terbentuk lebih tebal dibandingkan pada Musim Barat. Perbedaan ketebalan
lapisan permukaan tercampur pada kedua musim mencapai 45 m. Lebih tebalnya
lapisan permukaan tercampur pada bulan Juni 2005 diperkirakan karena Angin
Muson Tenggara yang mulai bertiup bulan Juni lebih kuat mencampur massa
lapisan permukaan dibanding Angin Muson Barat Daya yang bertiup bulan
Januari di Pintasan Timor. Menurut Wyrtki (1961) ketebalan lapisan tercampur
dipengaruhi oleh angin, arus dan pasang surut. Lapisan tercampur yang relatif
lebih dalam memberi indikasi kemungkinan angin yang bertiup di permukaan air ,
arus dan pasang surut di daerah tersebut lebih kuat.
Pada penelitian ini, dengan menggunakan metode geostropik diperoleh
hasil kecepatan rata-rata aliran massa air di Pintasan Timor pada bulan Juni 2005,
sekitar 1.84 m/s ke arah barat daya lebih kuat dibandingkan bulan Januari 2004
(Gambar 19). Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika
(BMKG) Pusat, di daerah pengamatan pada bulan Juni 2005 bertiup angin dan
arus dengan kecepatan rata-rata 6.74 m/s dan 0.22 m/s, sedangkan pada bulan
dengan kecepatan rata-rata 0.08 m/s. Sebagai akibatnya, lapisan permukaan
cenderung akan lebih tebal pada Juni 2005 (Musim Timur) dibandingkan pada
Januari 2004 (Musim Barat).
Lapisan termoklin yang terbentuk pada Musim Timur (Juni 2005) lebih
tebal dibandingkan pada Musim Barat (Januari 2004). Pergerakan arus yang
semakin cepat menyebabkan kekuatan pengadukan akan semakin besar sehingga
dapat mendorong lapisan termoklin semakin ke dalam (Wyrtki, 1961). Selain itu,
kedalaman lapisan permukaan tercampur berpengaruh terhadap kedalaman lapisan
termoklin. Angin dan arus yang terjadi dengan kecepatan tinggi di lapisan
permukaan akan mendorong lapisan permukaan tercampur lebih dalam. Lapisan
permukaan tercampur yang lebih tebal akan mengakibatkan batas atas dari lapisan
termoklin lebih dalam. Perbedaan ketebalan lapisan termoklin pada kedua musim
mencapai 103 m.
4.2. Sebaran menegak dan melintang salinitas
Profil menegak (Gambar 12) dan melintang (Gambar 13 dan 14)
digunakan untuk melihat pola pelapisan massa air berdasarkan salinitas serta
menunjukkan adanya salinitas maksimum dan minimum. Nilai salinitas
meningkat seiring bertambahnya kedalaman.
4.2.1. Musim Barat
Sebaran menegak salinitas menunjukkan pola sebaran salinitas terhadap
kedalaman. Sebaran menegak salinitas pada Musim Barat memperlihatkan nilai
Kemudian salinitas mengalami penurunan nilai sampai kedalaman rata-rata 70 m.
Setelah itu salinitas mengalami peningkatan sampai kedalaman rata-rata 150 m.
Kemudian salinitas mengalami penurunan nilai yang relatif konstan terhadap
kedalaman.
Sumber : Diolah dari data INSTANT bulan Januari 2004 dan Juni 2005
Gambar 12. Sebaran menegak salinitas pada Musim Barat dan Musim Timur
Sumber : Diolah dari data INSTANT bulan Januari 2004
Sumber : Diolah dari data INSTANT bulan Juni 2005
Tabel 3. Variasi salinitas kisaran kedalaman di lapisan homogen, lapisan haloklin, dan lapisan dalam pada Musim Timur dan Musim Barat
Waktu
pengamatan Stasiun
Posisi Lapisan Homogen Lapisan Haloklin Lapisan Dalam
Lintang
1 11.57 122.99 0-37 32.66-34.28 38-160 34.27-34.54 161-603 34.55-34.57 2 11.42 122.94 0-40 32.45-34.39 41-133 34.38-34.54 134-1029 34.54-34.60 3 11.32 122.89 0-58 33.07-34.41 59-141 34.40-34.53 142-1662 34.54-34.72 4 11.20 122.83 0-37 33.50-34.33 38-158 34.34-34.54 159-1105 34.54-34.61 5 11.11 122.79 0-22 34.14-34.28 23-149 34.29-34.51 150-310 34.51-34.56
Juni 2005
Pada gambar sebaran menegak salinitas Musim Barat terlihat bahwa
hampir seluruh stasiun terbentuk lapisan permukaan tercampur. Lapisan
permukaan tercampur terbentuk mulai dari permukaan sampai kedalaman yang
berbeda untuk masing-masing stasiun. Kedalaman terdangkal untuk lapisan
permukaan tercampur pada pengamatan Januari 2004 (Musim Barat) sebesar 22 m
(stasiun 5) dan terdalam sebesar 58 m (stasiun 3). Kisaran salinitas pada
pengamatan Musim Barat yaitu 32.45−34.41 psu dengan gradien salinitas
mencapai 0.01 psu/m.
Di sekitar lapisan permukaan tercampur ditemukan massa air dengan
salinitas minimum kurang dari 34.25 psu mencapai kedalaman 4 m. Massa air
lainnya yang juga ditemukan pada pengamatan Musim Barat adalah massa air
bersalinitas minimum 34.5 psu tepatnya di lapisan termoklin yaitu stasiun 2−5 di
kedalaman sekitar 153−215 m.
Lapisan haloklin, dimana salinitas mengalami perubahan salinitas secara
cepat terhadap kedalaman, terbentuk pada masing-masing stasiun pengamatan
memiliki ketebalan yang berbeda-beda. Lapisan haloklin terbentuk sampai
kedalaman terdangkal yaitu pada stasiun 2 sebesar 133 m dan terdalam pada
stasiun 1 sebesar 160 m. Kisaran salinitas pada lapisan ini 34.27−34.54 psu
dengan gradien salinitas mencapai 0.007 psu/m.
Lapisan dalam pada Musim Barat (Januari 2004) memiliki kisaran salinitas
antara 34.51−34.72 psu dengan gradien salinitas mencapai 0.0006 psu/m.
Ketebalan lapisan kedalaman berdasarkan salinitas disajikan lebih jelas pada
4.2.2. Musim Timur
Pada gambar sebaran menegak salinitas Musim Timur terlihat bahwa
terbentuk lapisan permukaan tercampur pada seluruh stasiun. Lapisan permukaan
tercampur pada Musim Timur (pengamatan Juni 2005) terbentuk sampai batas
bawah terdangkal yaitu 22 m (stasiun 3) dan terdalam 36 m (stasiun 1), dengan
kisaran salinitas antara 33.33−33.91 psu dengan gradien salinitas yaitu sekitar
0.0007−0.001 psu/m.
Lapisan haloklin pada Musim Timur di daerah pengamatan hingga
kedalaman antara 147−229 m dengan kisaran salinitas antara 33.61−34.57 psu.
Gradien salinitas pada lapisan ini sekitar 0.003−0.007 psu/m. Di bawah lapisan
haloklin (lapisan dalam) salinitas mengalami penurunan nilai yang relatif konstan.
Kedalaman lapisan ini berakhir hingga kedalaman pengukuran. Kisaran salinitas
di lapisan ini pada Musim Timur antara 34.51−34.72 psu dengan gradien salinitas
0.0004-0.0006 psu/m.
Nilai salinitas di lapisan permukaan (sampai kedalaman 100 m) pada
Musim Barat (Januari 2004) lebih tinggi dibandingkan Musim Timur (Juni 2005).
Hal tersebut mengindikasikan beberapa hal. Indikasi pertama adalah pada Musim
Timur, massa air dari Laut Flores sudah mulai masuk ke Laut Banda menuju
Pintasan Timor. Akan tetapi massa air tersebut diperkirakan masih merupakan
sisa massa air dari Laut Jawa yang pada Musim Barat sebelumnya bergerak ke
timur memasuki Laut Flores. Massa air Laut Jawa pada Musim Barat mempunyai
salinitas yang rendah akibat presipitasi dan masukan air tawar dari sungai di
Indonesia bagian barat (Wyrtki, 1961). Indikasi kedua adalah pada Musim Barat