• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penampilan Domba Ekor Tipis Jantan yang Diberi Konsentrat dan Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) pada Lama Penggemukan yang Berbeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penampilan Domba Ekor Tipis Jantan yang Diberi Konsentrat dan Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) pada Lama Penggemukan yang Berbeda"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS JANTAN YANG DIBERI

KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH (

Pennisetum purpureum

)

PADA LAMA PENGGEMUKAN YANG BERBEDA

SKRIPSI

KURNIAWATI HASANAH

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

KURNIAWATI HASANAH. D14102043. 2006. Penampilan Domba Ekor Tipis Jantan yang Diberi Konsentrat dan Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) Pada Lama Penggemukan yang Berbeda. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Sri Rahayu, MSi Pembimbing Anggota : Ir. Maman Duldjaman, MS

Jumlah penduduk yang semakin meningkat dari tahun ke tahun dan peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai gizi termasuk protein hewani, menuntut tersedianya sumber protein yang cukup, salah satunya adalah daging. Konsumsi daging yang tinggi tidak diimbangi dengan produksi daging yang cukup. Salah satu usaha untuk meningkatkan produktivitas domba lokal adalah perbaikan manajemen pemberian pakan. Usaha untuk meningkatkan konsumsi pakan dan pertambahan bobot hidup pada ternak dapat dilakukan dengan pemberian pakan tambahan berkualitas seperti konsentrat serta mengatur lama penggemukan agar didapatkan nilai ekonomis yang tinggi.

Suatu penelitian yang mengkaji tentang pengaruh lama penggemukan terhadap penampilan domba Ekor Tipis jantan telah dilakukan pada tanggal 20 Juli sampai dengan 11 Oktober 2005 bertempat di peternakan domba Mitra Tani Farm, Desa Tegal Waru RT 04 RW 05 Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama penggemukan terhadap penampilan domba Ekor Tipis jantan yang diberi konsentrat dan rumput gajah (pennisetum purpureum) serta lama penggemukan yang menghasilkan nilai ekonomis terbaik.

Materi penelitian terdiri atas 15 ekor domba Ekor Tipis jantan yang berumur kurang dari satu tahun dengan bobot tubuh awal 13,77±1,57 kg (CV 11,4%). Perlakuan yang diberikan adalah lama penggemukan dengan tiga taraf perlakuan yaitu lama penggemukan satu bulan (P1), lama penggemukan dua bulan (P2), dan lama penggemukan tiga bulan (P3). Masing-masing perlakuan terdiri atas lima ekor domba Ekor Tipis jantan sebagai ulangan/kelompok. Peubah yang diamati adalah konsumsi pakan, konsumsi zat makanan, pertambahan bobot tubuh, pertambahan panjang badan, pertambahan lingkar dada, konversi pakan dan analisis usaha. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK). Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA), jika perlakuan dan kelompok berpengaruh nyata terhadap peubah yang diukur maka dilakukan uji orthogonal polynomial, kecuali pendapatan usaha dan titik impas usaha dianalisis dengan analisis deskriptif.

(3)

ABSTRACT

Performance of Male Thin Tailed Sheep Which Given Concentrate and Elephant Grass (Pennisetum purpureum) on Different Fattening Period

Hasanah, K., S. Rahayu and M. Duldjaman

An experiment was carried out to know performance of male thin tailed sheep which given concentrate and elephant grass (Pennisetum purpureum) on different fattening period. This research was conducted in Mitra Tani Farm from July up to October 2005. Fifteen male thin tailed sheeps were used in this research. Sheep was placed in individual cage and divided into 5 groups of 3 treatments each.

The experiment design used was randomized group design with five treatments consisting P1 (one month fattening period), P2 (two months fattening period), and P3 (three months fattening period). Amount of feed given was based on sheep body weight and the need of the Total Digestible Nutrients (TDN). After two weeks preliminary time, the treatments were tested for twelve week time. Water and elephant grass as the basal diet feed ad libitum. Two weeks before being started, 15 of sheeps were shorn.

The parameters measured were feed comsumption, increasing of body weight, increasing of body length and hearth girth, feed convertion, and income analysis. Body gain and hearth girth were measured every week. Feed convertion was calculated based on feed consumption and increasing of body weight. Income analysis was calculated based on purchasing and selling price of the sheep and production cost.

The results showed that the effect of the treatment was very significant (P<0,01) for concentrate consumption. Significant (P<0,05) for the increasing of body length. While the average daily gain, comsumption of feed nutritions, increasing for hearth girth, and feed convertion observed shows that the effect is not significant (P>0.05). Two months fattening period showed biggest profit. It can be concluded that two months fattening period has better economis value.

(4)

PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS JANTAN YANG DIBERI

KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH (

Pennisetum purpureum

)

PADA LAMA PENGGEMUKAN YANG BERBEDA

KURNIAWATI HASANAH

D14102043

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(5)

PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS JANTAN YANG DIBERI

KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH (

Pennisetum purpureum

)

PADA LAMA PENGGEMUKAN YANG BERBEDA

Oleh:

KURNIAWATI HASANAH

D14102043

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada Tanggal 10 Juli 2006

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Ir. Sri Rahayu, MSi Ir. Maman Duldjaman, MS NIP : 131 667 775 NIP : 130 422 709

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 13 Februari 1984 di Bogor. Penulis adalah anak bungsu dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Warlan dan Ibu Suratinah.

Pendidikan taman kanak-kanak penulis selesaikan pada tahun 1990 di TK Aisyiyah Bustanul Athfal Leuwiliang, pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan pada tahun 1996 di SD Negeri Leuwimekar, pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama diselesaikan pada tahun 1999 di Madrasah Muallimien Muhammadiyah Leuwiliang dan pendidikan Sekolah Menengah Umum diselesaikan pada tahun 2002 di SMU Negeri 1 Leuwiliang.

Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2002.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Penampilan Domba Ekor Tipis Jantan yang Diberi Konsentrat dan Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) pada Lama Penggemukan yang Berbeda.

Domba merupakan salah satu ternak yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia. Peranannya dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani cukup besar. Hal ini merupakan potensi dalam pengembangan usaha peternakan domba. Akan tetapi, pemenuhan akan permintaan daging domba yang tinggi tidak diimbangi dengan sistem pemeliharaan yang baik dan terarah karena produktivitas ternak lokal sebagian besar hanya mengkonsumsi rumput alam biasa dengan kandungan nutrisi yang rendah. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk memenuhi permintaan daging domba yang tinggi adalah dengan penggemukan domba. Hal inilah yang menjadi landasan bagi penulis untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh lama penggemukan terhadap penampilan domba Ekor Tipis jantan yang diberi konsentrat dan rumput gajah (Pennisetum purpureum).

Sadar akan kelemahan dan kekeliruan diri sebagai manusia yang tidak pernah luput dari kekeliruan dan kehilafan, penulis yakin bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan masih terdapat kesalahan serta kekurangan. Untuk itu, saran dan kritik sangat penulis harapkan dalam perbaikan penulisan skripsi ini.

Di atas segalanya, seraya menadahkan tangan kepada Allah SWT, semoga skripsi ini dengan segala nilai minusnya dapat bermanfaat.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... .. i

ABSTRACT ... .. ii

RIWAYAT HIDUP ... .. iii

KATA PENGANTAR ... .. iv

DAFTAR ISI... .. v

DAFTAR TABEL ... .. vii

DAFTAR GAMBAR ... .. viii

DAFTAR LAMPIRAN ... .. ix

PENDAHULUAN ... .. 1

Latar Belakang ... .. 1

Perumusan Masalah ... .. 2

Tujuan Penelitian ... .. 2

Manfaat Penelitian ... .. 2

TINJAUAN PUSTAKA ... .. 3

Perkembangan Domba di Indonesia ... .. 3

Pertumbuhan Domba ... .. 4

Iklim dan Pertumbuhan Domba ... .. 5

Bangsa dan Pertumbuhan Domba ... .. 6

Pakan dan Pertumbuhan Domba ... .. 8

Penggemukan ... 10

Konsumsi Pakan... 11

Kebutuhan Nutrisi Pakan ... 11

Energi ... 11

Protein ... 13

Total Digestible Nutrients (TDN) ... 14

Analisis Usaha ... 15

METODE ... 16

Lokasi dan Waktu ... 16

Materi ... 16

Ternak ... 16

Ransum ... 16

Kandang dan Peralatan ... 17

Rancangan ... 17

Perlakuan... 17

Rancangan Percobaan ... 18

Peubah yang Diamati ... 18

Analisis Data ... 20

Prosedur ... 20

Persiapan Penelitian ... 20

(9)

Pelaksanaan Penelitian ... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

Konsumsi Pakan... 22

Konsumsi Zat Makanan ... 24

Konsumsi Bahan Kering ... 25

Konsumsi Protein Kasar ... 27

Konsumsi Serat Kasar ... 28

Konsumsi Total Digestible Nutrients (TDN) ... 30

Pertumbuhan ... 31

Pertambahan Bobot Tubuh ... 31

Pertambahan Panjang Badan... 32

Pertambahan Lingkar Dada... 34

Konversi Pakan ... 35

Analisis Usaha ... 35

Analisis Pendapatan ... 35

Titik Impas (Break Event Point) Volume Produksi ... 37

KESIMPULAN DAN SARAN ... 39

Kesimpulan ... 39

Saran ... 39

UCAPAN TERIMA KASIH ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Rataan Laju Pertambahan Bobot Tubuh Domba Lokal Prasapih dan

Pascasapih Menurut Jenis Kelamin dan Tipe Kelahiran ... 8

2. Kandungan Nutrisi Pakan Penelitian ... 16

3. Sebaran Bobot Tubuh Awal Domba ... 21

4. Rataan Konsumsi Rumput Gajah (RG) dan Konsentrat (K) ... 22

5. Rataan Konsumsi Zat Makanan (kg/ekor/hari) ... 25

6. Rataan Pertambahan Bobot Tubuh Harian (PBTH), Pertambahan Panjang Badan Harian (PPBH) dan Pertambahan Lingkar Dada Harian (PLDH) ... 31

7. Rataan Konversi Pakan ... 35

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kurva Pertumbuhan Hewan ... 5

2. Garis Besar Penggunaan Energi Bahan Makanan oleh Ternak Secara Umum ... 12

3. Domba Bakalan ... 16

4. Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) dan Konsentrat ... 17

5. Kandang dan Peralatan ... 17

6. Grafik Rataan Konsumsi Konsentrat ... 23

7. Grafik Rataan Konsumsi Rumput Gajah Segar ... 24

8. Grafik Rataan Konsumsi Bahan Kering Pakan ... 26

9. Grafik Rataan Konsumsi Protein Kasar Pakan ... 28

10. Grafik Rataan Konsumsi Serat Kasar Pakan ... 29

11. Grafik Rataan Konsumsi Total Digestible Nutrients (TDN) Pakan .. 30

12. Grafik Rataan Bobot Tubuh Domba ... 32

13. Grafik Rataan Panjang Badan Domba ... 33

14. Grafik Rataan Lingkar Dada Domba ... 34

15. Diagram Rataan Pendapatan Selama Penggemukan ... 37

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Rataan Konsumsi Pakan ... 47

2. Rataan Konsumsi Bahan Kering (BK) ... 48

3. Rataan Konsumsi Protein Kasar (PK) ... 49

4. Rataan Konsumsi Serat Kasar (SK) ... 50

5. Rataan Konsumsi Total Digestible Nutrients (TDN) ... 51

6. Bobot Tubuh (BB), Panjang Badan (PB) dan Lingkar Dada (LD) Domba ... 52

7. Pertambahan Bobot Tubuh (PBT), Pertambahan Lingkar Dada (PLD) dan Petambahan Panjang Badan (PPB) Domba ... 53

8. Analisis Ragam Konsumsi Rumput Gajah ... 54

9. Analisis Ragam Konsumsi Konsentrat ... 54

10. Uji Orthogonal Polinomial Konsumsi Konsentrat ... 54

11. Analisis Ragam Konsumsi Bahan Kering Pakan ... 54

12. Analisis Ragam Konsumsi Bahan Kering Rumput Gajah ... 55

13. Analisis Ragam Konsumsi Bahan Kering Konsentrat ... 55

14. Uji Orthogonal Polinomial Konsumsi Bahan Kering Konsentrat... 55

15. Analisis Ragam Konsumsi Protein Kasar Pakan ... 55

16. Analisis Ragam Konsumsi Protein Kasar Rumput Gajah... 56

17. Analisis Ragam Konsumsi Protein Kasar Konsentrat ... 56

18. Uji Orthogonal Polinomial Konsumsi Protein Kasar Konsentrat ... 56

19. Analisis Ragam Konsumsi Serat Kasar Pakan... 56

20. Analisis Ragam Konsumsi Serat Kasar Rumput Gajah ... 57

21. Analisis Ragam Konsumsi Serat Kasar Konsentrat ... 57

22. Uji Orthogonal Polinomial Konsumsi Serat Kasar Konsentrat ... 57

23. Analisis Ragam Konsumsi Total Digestible Nutrients (TDN) Pakan 57 24. Analisis Ragam Konsumsi Total Digestible Nutrients (TDN) Rumput Gajah ... 58

(13)

(TDN) Konsentrat ... 58

27. Analisis Ragam Pertambahan Bobot Tubuh Harian ... 59

28. Analisis Ragam Pertambahan Panjang Badan Harian ... 59

29. Uji Orthogonal Polinomial Pertambahan Panjang Badan Harian ... 59

30. Analisis Ragam Pertambahan Lingkar Dada Harian ... 59

31. Analisis Ragam Konversi Pakan ... 60

32. Biaya Produksi Domba Ekor Tipis Jantan Periode 1 Bulan ... 61

33. Jumlah Ternak Optimum pada Titik Impas (Break Event Point) Periode 1 Bulan ... 61

34. Perhitungan Titik Impas (Break Event Point) Volume Produksi Periode 1 bulan ... 61

35. Biaya Produksi Domba Ekor Tipis Jantan Periode 2 Bulan ... 62

36. Jumlah Ternak Optimum pada Titik Impas (Break Event Point) Periode 2 Bulan ... 58

37. Perhitungan Titik Impas (Break Event Point) Volume Produksi Periode 2 bulan ... 62

38. Biaya Produksi Domba Ekor Tipis Jantan Periode 3 Bulan ... 63

39. Jumlah Ternak Optimum pada Titik Impas (Break Event Point) Periode 3 Bulan ... 63

40. Perhitungan Titik Impas (Break Event Point) Volume Produksi Periode 3 bulan ... 63

41. Data Curah Hujan Bulan Juli-Oktober 2005 Daerah Cibanteng dan sekitarnya (mm/m2) ... 64

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jumlah penduduk Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,5% per tahun (Badan Pusat Statistik, 2003). Seiring dengan itu, kebutuhan pangan meningkat termasuk kebutuhan protein hewani. Populasi domba di Indonesia tahun 2003 tercatat sebesar 8.133.467 ekor. Populasi domba paling banyak terdapat di propinsi Jawa Barat yaitu sebanyak 3.673.812 ekor. Produksi daging domba untuk wilayah Jawa Barat sendiri sebesar 53.007 ton dari total produksi daging dalam negeri yaitu sebesar 1.908.600 ton. Produksi daging dalam negeri yang tidak mencukupi kebutuhan daging nasional menyebabkan impor daging dari luar negeri. Berdasarkan data statistik diketahui bahwa impor daging sejak tahun 1999 mengalami kenaikan dari 22.911,8 ton menjadi 42.029 ton pada tahun 2003 (Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, 2003).

Salah satu penyebab meningkatnya impor domba adalah produktivitas domba lokal sebagian besar masih berada di tangan peternak kecil yang manajemen pemeliharaannya masih tradisional. Kualitas pakan pada pemeliharaan tradisional hanya mengkonsumsi rumput alam dengan nilai nutrisi yang rendah, sehingga mengakibatkan ternak domba lokal kekurangan gizi dan pertambahan bobot tubuh harian domba sangat rendah.

(15)

(Pennisetum purpureum) sebesar 119,91 gram/ekor/hari, lamanya waktu pemeliharaan juga menghasilkan pertambahan bobot tubuh harian yang berbeda.

Penggemukan dalam jangka waktu lama menghasilkan pertambahan bobot tubuh total yang tinggi tetapi memerlukan biaya produksi yang tinggi pula. Sebaliknya penggemukan yang singkat memerlukan biaya yang rendah tetapi pertambahan bobot tubuh total yang diperoleh juga rendah. Pemberian pakan tambahan berupa konsentrat dengan pakan dasar rumput gajah (Pennisetum purpureum) pada penggemukan satu bulan diharapkan dapat menghasilkan penampilan domba dan nilai ekonomis terbaik. Oleh karena itu diperlukan data lama penggemukan yang efektif dan efisien.

Perumusan Masalah

Manajemen pemberian pakan merupakan salah satu faktor penting dalam usaha untuk meningkatkan produktivitas ternak domba. Penggemukan domba sangat ditentukan oleh besarnya biaya pakan yang dikeluarkan. Pakan tambahan berkualitas dan lamanya waktu penggemukan sangat menentukan penampilan domba. Pengaturan lama penggemukan dengan pakan tambahan berkualitas diharapkan dapat menghasilkan penampilan produksi dan nilai ekonomis yang terbaik pada usaha penggemukan domba Ekor Tipis jantan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama penggemukan terhadap penampilan domba Ekor Tipis jantan yang diberi konsentrat dan rumput gajah (Pennisetum purpureum) serta lama penggemukan yang menghasilkan nilai ekonomis terbaik.

Manfaat Penelitian

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Perkembangan Domba di Indonesia

Populasi domba di Indonesia selama lima tahun terakhir mengalami kenaikan sebesar 12,56%. Berdasarkan data sementara Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan tahun 2003 diketahui bahwa populasi domba di Indonesia sebesar 8.133.467 ekor. Jumlah ini tersebar di pulau Jawa sebesar 7.397.727 ekor, Sumatera sebesar 521.969 ekor, Kalimantan sebesar 117.971 ekor, Nusa Tenggara Timur sebesar 59.430 ekor, Nusa Tenggara Barat sebesar 18.378 ekor, Sulawesi sebesar 9.054 ekor, Maluku sebesar 7.659 ekor, Irian Jaya sebesar 1.120 ekor dan Bali sebesar 159 ekor. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa penyebaran ternak domba di tiap daerah tidak merata, populasi ternak domba sebagian besar terpusat di pulau Jawa. Hal ini disebabkan jaringan, sarana dan prasarana di pulau Jawa lebih berkembang sehingga peluang agribisnis peternakan di pulau Jawa jauh lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lain.

Berdasarkan data statistik diketahui bahwa konsumsi daging nasional selalu meningkat setiap tahun. Pada tahun 2003 konsumsi daging nasional tercatat sebesar 1.947.200 ton sementara produksi daging nasional hanya mencapai 1.908.605 ton. Produksi daging domba hanya sebesar 3,85% dari produksi daging nasional yaitu sebesar 73.481 ton dan untuk wilayah Jawa Barat sendiri sebesar 53.007 ton dari total produksi daging dalam negeri. Produksi daging nasional yang belum mencukupi menyebabkan dilakukannya impor dari luar negeri baik impor daging maupun impor ternak hidup. Impor domba tahun 2003 mencapai 835.737 ekor (Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, 2003).

Menurut Djajanegara (1992), nilai ekonomi sistem produksi ternak domba yang berjalan cenderung tidak ditentukan oleh pasar, akan tetapi lebih banyak ditentukan oleh kebutuhan produsen. Hal ini melemahkan posisi produsen (dalam hal ini peternak) dalam pemasaran ternak, sehingga diduga kurang memberikan motivasi peningkatan usaha.

(17)

mencapai 3-4 kali lipat dari harga normal. Keuntungan yang diperoleh satu saat itu dianggap memadai tetapi hal ini kurang merangsang produksi ternak secara keseluruhan (Djajanegara, 1992).

Perkembangan usaha penggemukan domba menuntut tersedianya ternak bakalan untuk digemukkan, sehingga usaha ini memerlukan dukungan usaha ternak rakyat sebagai penyedia bakalan. Dalam usaha ini maka sumber ternak bakalan belum merupakan usaha yang ekonomis layak (Sukmawan, 1992). Peluang menjadikan Bogor sebagai daerah pemasok kebutuhan hewan qurban/aqiqah sekaligus sebagai basis reproduksi dan fattening cukup beralasan, karena Bogor disamping memiliki sumber daya alam, sumber daya manusia, teknologi ditunjang dengan jarak ke lokasi pemasaran sangat dekat, juga mempunyai daerah penyangga produksi yaitu Cianjur dan Sukabumi.

Pertumbuhan Domba

Pertumbuhan adalah peningkatan berat hidup seekor ternak sampai mencapai berat tertentu sesuai dengan kemasakan tubuhnya (Sugeng, 1991). Pertumbuhan selanjutnya didefinisikan sebagai perubahan ukuran yang meliputi perubahan bobot hidup, bentuk dimensi linier dan komposisi tubuh termasuk perubahan organ-organ dan jaringan tersebut berlangsung secara gradual hingga tercapai ukuran dan bentuk karakteristik masing-masing organ dan jaringan tersebut (Soeparno, 1994).

Anggorodi (1990) menyatakan bahwa pertumbuhan murni mencakup daging, tulang, jantung, otak, dan semua jaringan tubuh lainnya kecuali jaringan lemak. Dari sudut kimiawi, pertumbuhan murni adalah suatu penambahan jumlah protein dan zat-zat mineral yang tertimbun dalam tubuh. Penambahan berat akibat penimbunan lemak dan air bukanlah pertumbuhan murni.

(18)

lebih lambat pada saat hewan mendekati dewasa tubuh, secara umum dapat terlihat pada Gambar 1.

Bobot badan

Umur Gambar 1. Kurva Pertumbuhan Hewan

(Goodwin, 1974)

Mathius (1989) melaporkan bahwa tingkat kenaikan bobot badan harian domba dan kambing di pedesaan adalah 20-40 gram/ekor. Pada umumnya anak domba mencapai 75% dari berat dewasa pada umur 1 tahun. Pertumbuhan pada tahun pertama sekitar 50% berat badan dicapai selama 3 bulan pertama, 25% pada tiga bulan kedua dan 25% dalam 6 bulan terakhir.

Pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas ransum yang diberikan disamping faktor genetis. Jumlah pakan yang diberikan pada ternak sehari-hari harus lebih banyak dari kebutuhan hidup pokok agar ternak tidak mengalami kesulitan berproduksi (Parakkasi, 1999). Peningkatan kecepatan pertumbuhan mengakibatkan anak domba dapat mencapai bobot pasaran dalam umur yang lebih muda, hal ini berarti bahwa masa pemeliharaan lebih pendek, resiko kematian lebih kecil dan lebih efisien dalam menggunakan makanan (Sumoprastowo, 1987).

Iklim dan Pertumbuhan Domba

(19)

sedangkan pengaruh secara tidak langsung terutama meliputi kuantitas dan kualitas makanan yang tersedia, perkandangan, manajemen, serta peluang timbulnya penyakit dan parasit.

Esmay (1987) menambahkan bahwa lingkungan disekitar hewan merupakan total keseluruhan kondisi eksternal yang mempengaruhi perkembangan, respon dan pertumbuhan. Menurut Purwanto (1999), intensitas panas pada ternak sebenarnya tidak hanya tergantung pada suhu udara tapi juga pada kelembaban. Kelembaban akan mempengaruhi jumlah panas yang dikeluarkan melalui jalur evaporasi (penguapan) dari permukaan kulit dan saluran pernafasan. Jumlah panas yang hilang akibat penguapan tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain faktor luas permukaan tubuh, bulu yang menyelubungi kulit, jumlah dan besarnya kelenjar keringat, suhu lingkungan dan kelembaban itu sendiri.

Menurut Martawidjaya et al. (1999), suhu udara 28,37oC akan berdampak negatif terhadap kondisi fisiologis maupun produktivitas domba, terutama untuk domba yang berasal dari daerah subtropis walaupun rataan kelembaban udara masih dalam kisaran optimal yaitu 69,70%, dan kenaikan suhu udara lingkungan berpengaruh terhadap kenaikan respirasi, denyut jantung, dan suhu rektal anak domba. Anggorodi (1990) menambahkan bahwa suhu lingkungan dapat berpengaruh terhadap nafsu makan dan jumlah makanan yang dikonsumsi oleh seekor ternak.

Sodiq dan Abidin (2003) menyatakan bahwa curah hujan yang sesuai untuk peternakan penggemukan domba adalah 1.500-3.000 mm/tahun atau sekitar 4,12-8,22 mm/hari. Curah hujan memiliki korelasi yang kuat dengan hijauan dan kesehatan domba. Kelembaban udara yang ideal bagi peternakan penggemukan domba adalah 60-80%. Kelembaban udara yang terlalu tinggi dapat menyebabkan domba mudah terserang penyakit yang disebabkan oleh parasit dan jamur. Begitu pula kelembaban udara yang terlalu rendah dapat menyebabkan domba mudah terserang penyakit karena udara terlalu kering.

Bangsa dan Pertumbuhan Domba

(20)

adalah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Subandriyo dan Djajanegara (1996) menambahkan bahwa domba Ekor Tipis mempunyai karakteristik reproduksi yang spesifik, yang dipengaruhi oleh gen prolifikasi (FecJF) dan dapat beranak sepanjang tahun.

Menurut Mulyono (2003) sekitar 80% populasi domba Ekor Tipis terdapat di Jawa Tengah dan Jawa Barat. Domba ini mampu hidup di daerah yang gersang dengan ciri-ciri tubuh kecil, ekor relatif kecil dan tipis serta bulu badan berwarna putih atau belang-belang hitam. Domba betina umumnya tidak bertanduk dengan berat dewasa sekitar 15-20 kg sedangkan domba jantan bertanduk kecil dan melingkar dengan berat dewasa sekitar 30-40 kg. Hardjosubroto (1994) menambahkan umumnya domba lokal mempunyai bulu yang berwarna putih dengan warna hitam pada hidung dan sekitar mata serta bagian yang lain.

Produktivitas domba secara umum ditentukan oleh kemampuan reproduksi dan produksi meliputi umur dewasa kelamin, nisbah kelamin, jumlah anak sepelahiran, tipe kelahiran, selang beranak dan tingkat kematian, bobot lahir, bobot dewasa dan bobot karkas (Ludgate, 1989). Subandriyo dan Djajanegara (1996) menambahkan bahwa produktivitas domba ditentukan oleh jumlah anak yang disapih oleh induk per tahun yang merupakan fungsi dari fertilitas, selang beranak, jumlah anak sepelahiran dan daya hidup anak sampai disapih.

Menurut Sugeng (1991), dewasa kelamin domba umumnya dicapai pada umur 6-8 bulan, 18-20 bulan mencapai dewasa tubuh dan untuk betina dikawinkan pada umur 15 bulan. Sementara untuk domba jantan dijadikan sebagai pemacek potensial adalah setelah mencapai umur di atas 12 bulan (Murtidjo, 1993).

(21)

gram/ekor/hari, sedangkan laju PBT pascasapih sebesar 95,3 ± 14,8 dan 67,8 ± 15,0 gram/ekor/hari.

Laju PBT prasapih berdasarkan tipe kelahiran berbeda untuk tiap tipe kelahiran tunggal/ kembar 2 terhadap kembar 3, sedangkan anak tunggal tidak berbeda dibandingkan dengan kembar 2. Berbeda dengan periode prasapih, pada pascasapih anak domba dengan kelahiran tunggal memiliki laju PBT nyata lebih tinggi dibandingkan dengan anak domba yang terlahir kembar (kembar 2 maupun 3). Sementara itu, domba yang terlahir kembar 2 mempunyai laju PBT yang tidak berbeda dengan domba kembar 3 (Handiwirawan et al. 2004).

Tabel 1. Rataan Laju Pertambahan Bobot Tubuh Domba Lokal Prasapih dan Pascasapih Menurut Jenis Kelamin dan Tipe Kelahiran

Variabel Pengamatan Pertambahan Bobot Tubuh (gram/ekor/hari)

Lokasi I Lokasi II

Prasapih 114,3 ± 8,9a 50,3 ± 17,9b

Pascasapih 111,7 ± 9,5a 51.4 ± 21,6b

Jenis Kelamin

Jantan 92,2 ± 12,5a 95,3 ± 14,8a

Betina 72,4 ± 11,0a 67,8 ± 15,0a

Tipe Kelahiran

Tunggal 129,7 ± 17,3a 115,4 ± 15,6a

Kembar 2 94,2 ± 12,6a 63,8 ± 15,0b

Kembar 3 22,9 ± 14,5b 65,5 ± 20,7b

Sumber: Handiwirawan et al. (2004)

Pakan dan Pertumbuhan Domba

(22)

ransum pellet dari 75% rumput gajah dan 25% beef kuik(R) lebih tinggi daripada domba yang diberi ransum lain yaitu sebesar 34,4 ± 5,1 kg.

Hasil penelitian Tangendjaja et al. (1994) bahwa domba ekor tipis yang digemukkan dengan pakan hijauan rumput Gajah dan jerami yang diberikan secara terpisah menghasilkan pertambahan bobot tubuh 90,5 gram/ekor/hari sedangkan pemberian pakan hijauan tersebut dicampur menghasilkan pertambahan bobot tubuh 115,0 gram/ekor/hari. Purbowati (2001) melaporkan bahwa Pertambahan Bobot Tubuh Harian (PBTH) domba dengan pakan dasar rumput gajah (Pennisetum purpureum) sebesar 119,91 gram/ekor/hari lebih tinggi daripada pemberian jerami padi yaitu sebesar 95,02 gram/ekor/hari.

Penggunaan konsentrat (terutama yang banyak mengandung biji-bijian) yang lebih tinggi akan mempercepat pertambahan bobot tubuh dan efisiensi pakan lebih baik. Penentuan jumlah konsentrat yang tepat merupakan salah satu cara optimasi kapasitas pencernaan untuk mendapatkan efisiensi pemanfaatan pakan yang lebih baik. Peningkatan aras konsentrat dari 60% ke 70% dan 80% juga meningkatkan PBTH. Peningkatan aras konsentrat dari 60% ke 70% meningkatkan PBTH sebesar 42,19% sedangkan dari aras konsentrat 60% ke 80% meningkatkan PBTH sebesar 47,88% (Purbowati, 2001).

Menurut Munier et al. (2003) pemberian pakan tambahan terhadap domba yang dipelihara secara semi-intensif dapat meningkatkan PBTH dan bobot akhir. Rataan PBTH untuk pemberian 500 gram brangkasan kacang tanah, 500 gram gamal, dan 500 gram desmanthus masing-masing 39,92; 51,58 dan 49,50 gram/hari dan rataan bobot akhir sebesar 22,31; 24,94 dan 21,94 kg. Pengkajiannya pada tahun 2004 terhadap domba yang dipelihara secara intensif menunjukan rataan PBTH untuk pemberian 1,5 kg rumput alam + 0,5 kg gamal + 0,2 dedak padi; 1,5 kg rumput alam + 0,5 kg brangkasan kacang tanah + 0,2 kg dedak padi; dan 1,5 kg rumput alam + 0,5 kg desmanthus + 0,2 kg dedak padi masing-masing 28,2; 23,9 dan 27,3 gram/ekor dan rataan bobot badan akhir masing-masing 23,8; 21,4 dan 22,5 kg/ekor.

(23)

pada bulan kedua dan naik lagi pada bulan ketiga menjelaskan adanya fenomena pertumbuhan kompensasi (Purbowati, 2001).

Penggemukan

Sistem pemeliharaan secara intensif dapat memperbaiki pertambahan bobot tubuh harian karena pemberian pakan dasar dan pakan tambahan cukup sesuai dengan kebutuhan domba. Selain itu dengan pemeliharaan secara intensif ini ternak domba dikandangkan penuh sehingga dapat menghemat energi dan dapat dimanfaatkan penuh untuk produksi daging (Mathius, 1998). Tomaszewska et al. (1993) menambahkan bahwa ternak yang dipelihara secara intensif biasanya ditempatkan di dalam kandang sepanjang hari, biasanya sistem ini dilakukan di pedesaan yang padat penduduknya. Ternak yang dipelihara secara intensif umumnya memiliki penampilan dan kondisi tubuh yang lebih baik dibandingkan dengan ternak yang digembalakan dan kondisi kesehatan domba yang dikandangkan mudah dikendalikan.

(24)

Konsumsi Pakan

Menurut Tillman et al. (1999) konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Aktivitas konsumsi meliputi proses mencari pakan, mengenal dan mendekati pakan, proses bekerjanya indra ternak terhadap pakan, proses memilih pakan dan proses menghentikan makan. Parakkasi (1999) menegaskan bahwa tingkat konsumsi (Voluntary Feed Intake) adalah jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ternak. Konsumsi pakan merupakan faktor esensial untuk mengetahui kebutuhan hidup pokok dan produksi. Tingkat konsumsi dapat menggambarkan palatabilitas. Tomaszewska et al. (1993) menyatakan bahwa jumlah konsumsi pakan merupakan faktor penentu yang paling penting dalam menentukan jumlah zat-zat makanan yang didapat ternak.

Konsumsi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berasal dari dalam ternak itu sendiri seperti nafsu makan, kesehatan dan kondisi ternak. Faktor eksternal berasal dari pakan dan lingkungan sekitar dimana ternak tersebut hidup. Konsumsi pakan dipengaruhi oleh palatabilitas. Palatabilitas pakan tergantung pada bau, rasa, tekstur dan temperatur pakan yang diberikan (Pond et al., 1995). Martawidjaja (1986) menambahkan bahwa pakan yang cukup kandungan protein dan lebih halus ukuran strukturnya dapat meningkatkan jumlah konsumsi makanan.

Menurut Parakkasi (1999) faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan adalah ternak bersangkutan, makanan yang diberikan, dan lingkungan tempat ternak tersebut dipelihara. Siregar (1984) menambahkan bahwa jenis kelamin, ukuran tubuh, aktivitas, dan lingkungan seperti suhu lingkungan dan kelembaban udara juga mempengaruhi tingkat konsumsi. Suhu udara yang tinggi menyebabkan kurangnya konsumsi pakan karena konsumsi air minum yang tinggi mengakibatkan penurunan konsumsi energi.

Kebutuhan Nutrisi Domba

Energi

(25)

tergantung dari proses fisiologis ternak. Tillman et al. (1991) menambahkan bahwa hewan yang sedang tumbuh membutuhkan energi untuk pemeliharaan tubuh (hidup pokok), memenuhi kebutuhan akan energi mekanik untuk gerak otot dan sintesa jaringan-jaringan baru. Menurut McDonald (2002), hewan memperoleh energi dari pakannya.

Menurut Pond et al. (1995), secara umum nutrisi yang paling membatasi dalam nutrisi ternak domba adalah energi. Sumber utama energi adalah dari pastura (hijauan makanan ternak, hutan dan rumput atau tunas-tunas), hay, silase, pakan dari produk sampingan (byproduct) dan biji-bijian. Ensminger (1991) juga menyatakan bahwa kebutuhan energi domba sebagian besar dipenuhi oleh konsumsi dan pencernaan dari hijauan pastura, hay dan silase. Sumber energi menurut Parakkasi (1999) adalah karbohidrat, protein dan lemak.

Menurut Anggorodi (1990), penentuan kriteria energi yang umum adalah dalam bentuk energi bruto (GE), energi dapat dicerna (DE), energi metabolis (ME) atau energi netto (NE) dan jumlah zat-zat makanan yang dapat dicerna (TDN). Hubungan antara berbagai nilai tersebut diperlihatkan pada Gambar 2.

Energi Total (Gross Energy/GE)

Energi Feses Energi Tercerna (Feces Energy/FE) (Digestible Energy/DE)

Energi Metabolisme Energi Urin dan CH4 (Metabolizable Energy/ME)

Energi Panas Energi Netto (Heat Energy) (Net Energy/NE)

Energi Netto Energi Netto untuk Hidup Pokok untuk Produksi

(26)

Energi pakan dapat didefinisikan sebagai kalori yang terkandung dalam pakan. Kalori ini berasal dari senyawa-senyawa organik seperti karbohidrat, protein dan lemak. Ternak memerlukan energi untuk berlangsungnya proses metabolisme di dalam tubuhnya. Konsumsi energi yang berlebihan oleh ternak akan mengarahkan penggunaan energi untuk memproduksi lemak tubuh yang lebih tinggi (Haryanto, 1992).

Defisiensi energi pada ternak yang sedang dalam fase pertumbuhan akan menyebabkan penurunan laju peningkatan bobot badan, yang akhirnya akan menghentikan pertumbuhan, bobot badan semakin menurun dan yang paling buruk adalah dapat menyebabkan kematian (NRC, 1985). Ensminger (1991) menambahkan bahwa kekurangan energi merupakan masalah defisiensi nutrisi yang umum terjadi pada domba, yang dapat disebabkan oleh kekurangan pakan atau karena mengkonsumsi pakan dengan kualitas rendah.

Protein

Menurut Siregar (1984), ternak ruminansia membutuhkan asam-asam amino yang berasal dari protein. Asam-asam amino yang dibutuhkan oleh ternak ruminansia sebagian dipenuhi dari protein mikroba dan sebagian lagi dari protein pakan atau ransum yang lolos dari fermentasi di dalam rumen atau disebut dengan protein by pass. Haryanto (1992) menyatakan bahwa protein adalah senyawa kimia yang tersusun atas asam-asam amino. Asam amino tersebut diperlukan oleh ternak dan ternak tidak dapat mensintesa (membuat) sendiri di dalam tubuhnya. Anggorodi (1990) menambahkan bahwa protein yang dibutuhkan oleh ternak yaitu dalam bentuk protein kasar dan protein dapat dicerna.

Pond et al. (1995) menegaskan bahwa kuantitas protein dalam pakan lebih penting daripada kualitasnya bagi ruminansia, karena ruminansia bergantung pada populasi mikroba dalam rumen untuk menghasilkan asam amino dan vitamin yang dibutuhkan untuk produksi yang diinginkan. Mikroba rumen menggunakan nitrogen dari protein pakan dan nitrogen dari sumber nonprotein nitrogen untuk menyusun asam amino.

(27)

protein merupakan bahan pembentuk jaringan-jaringan baru yang selalu terjadi dalam tubuh. Protein digunakan sebagai bahan bakar jika kebutuhan energi tubuh terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak.

Menurut NRC (1994), ternak ruminansia membutuhkan pakan berkadar protein lebih rendah dibandingkan ternak monogastrik. Protein yang dibutuhkan domba berkisar antara 10-12% bahan kering ransum. Herman (2003) menyatakan bahwa kebutuhan protein dan pertumbuhan ternak mempunyai hubungan yang erat dengan kebutuhan energi, sehingga kebutuhan energi perlu diperhitungkan.

Bila hewan diberi makan protein, dan energi yang dihasilkan melebihi kebutuhan hidup pokoknya, maka hewan tersebut akan menggunakan kelebihan zat makanan tersebut untuk pertumbuhan dan produksi (Tillman et al., 1991). Kebutuhan protein domba dipengaruhi oleh umur, masa pertumbuhan, kebuntingan, laktasi, ukuran dewasa/masak, kondisi tubuh dan rasio energi protein (Ensminger, 1990). Total Digestible Nutriens (TDN)

Total Digestible Nutrients (TDN) ditentukan oleh jumlah protein kasar tercerna, karbohidrat tercerna (BeTN dan serat kasar) serta 2,25 lemak kasar tercerna (NRC, 1985). Pernyataan ini didukung oleh Anggorodi (1990) yang menyatakan bahwa Total Digestable Nutrient (TDN) merupakan nilai yang menunjukkan jumlah dari zat-zat makanan yang dapat dicerna oleh hewan, yang merupakan jumlah dari semua zat-zat makanan organik yang dapat dicerna seperti protein, lemak, serat kasar dan BETN. Untuk perhitungan jumlah lemak perlu dikalikan 2,25 karena energi nilai lemak 2,25 kali lebih tinggi daripada nilai zat-zat karbohidrat dan protein.

(28)

(1985), kebutuhan TDN domba dengan bobot badan 10-20 kg dan pertambahan bobot badan sebesar 200-250 g/hari yaitu 0,4-0,8 kg.

Analisis Usaha

Tujuan dari pemeliharaan ternak domba yaitu untuk mendapatkan keuntungan dari penggunaan investasi. Untuk mengetahui seberapa besar keuntungan yang diperoleh peternak, harus dilakukan analisis ekonomi. Bambang (1992) menambahkan bahwa analisis ekonomi sangat penting untuk memberikan bantuan dalam mengukur kinerja kegiatan usahanya apakah memberikan keuntungan yang memadai atau sebaliknya. Menurut Kadarsan (1995), penerimaan usahatani dilihat sebagai perusahaan bersumber dari pemasaran atau penjualan hasil usaha seperti panen dari peternakan dan hasil olahannya.

Cyrilla dan Ismail (1988) menyatakan bahwa pendapatan adalah selisih antara penerimaan dan pengeluaran, dimana tingkat pendapatan dipengaruhi oleh keadaan harga faktor produksi dan harga hasil produksi. Analisis pendapatan dalam analisis usaha merupakan analisis yang berhubungan dengan aspek ekonomis. Pendapatan merupakan informasi yang sangat berguna dalam pengambilan keputusan dalam suatu usaha. Pendapatan juga merupakan indikator penilaian bagi berhasil atau tidaknya kegiatan usaha pada saat tertentu dan prospek usaha. Biaya yang dikeluarkan dari usaha ternak yang dilakukan dihitung selama periode tertentu dimana biaya usaha ternak ini terdiri dari biaya pembuatan kandang, alat produksi yang tahan lama, biaya tenaga kerja, biaya pakan, obat-obatan dan biaya operasional lainnya.

(29)

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Peternakan Domba Mitra Tani Farm, Desa Tegal Waru RT 04 RW 05 Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 20 Juli sampai dengan 11 Oktober 2005.

Materi

Ternak

Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah 15 ekor domba Ekor Tipis jantan dengan umur kurang dari satu tahun. Bobot awaldomba 13,77±1,57 kg (CV 11,4%). Domba bakalan yang digunakan dibeli dari Cianjur Jawa Barat.

Gambar 3. Domba Bakalan Ransum

Pakan yang diberikan terdiri atas konsentrat komersial (K) dan Rumput Gajah (RG) (Pennisetum purpureum) segar. Konsentrat diperoleh dari KPS Bogor dan Rumput Gajah diperoleh dari kebun rumput Mitra Tani Farm sendiri. Kandungan nutrisi pakan yang digunakan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan Nutrisi Pakan Penelitian

Bahan BK Abu PK SK LK BeTN TDN*

...%...

K 85,36 12,48 14,1 16,86 5,12 36,8 46,99

100 14,62 16,52 19,75 5,99 43,11 55,05

RG 17,20 1,72 2,87 8,06 0,28 4,27 10,23

100 10 16,69 46,86 1,63 24,82 59,49

Sumber: Hasil Analisis Kimiawi Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Institut Pertanian Bogor (2005)

Keterangan: BK : Bahan Kering LK : Lemak Kasar

PK : Protein Kasar Beta-N : Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen

(30)
[image:30.612.171.432.80.167.2]

Gambar 4. Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) dan Konsentrat Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan adalah kandang individu berukuran 100x40x90 cm yang dilengkapi tempat pakan dan minum. Peralaptan terdiri atas timbangan domba dengan kapasitas seratus kilogram, timbangan pakan dengan kapasitas sepuluh kilogram, meteran/pita ukur, alat ukur panjang badan (tongkat ukur), gunting, baskom plastik, sarung tangan, sabit, golok, sepatu boot, alat tulis (penggaris, pulpen, pensil), label, obat cacing dan antibiotik.

Gambar 5. Kandang dan Peralatan Rancangan

Perlakuan

[image:30.612.156.467.360.516.2]
(31)

Rancangan Percobaan

Rancangan yang digunakan dalam penelitian adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK). Model rancangan menurut Steel dan Torrie (1995) adalah sebagai berikut:

Yij = µ + i + βj + ij

Keterangan:

i = 1,2,3 j = 1,2,3,4,5

Yij = Pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j µ = Rataan umum

i = Pengaruh perlakuan ke-i βj = Pengaruh perlakuan ke-j

ij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

Peubah yang diamati

Dalam penelitian ini peubah yang diamati adalah konsumsi pakan, konsumsi zat makanan, pertambahan bobot tubuh (PBT), pertambahan panjang badan (PPB), pertambahan lingkar dada (PLD), konversi pakan (KP) dan analisis usaha.

Konsumsi Pakan. Konsumsi pakan dihitung dari selisih jumlah pakan yang diberikan dengan sisa pakan yang tidak dikonsumsi.

KPS = Po – Px

Keterangan: KPS : Konsumsi Pakan Segar (kg) Po : Pakan yang diberikan (kg) Px : Pakan Sisa (kg)

Konsumsi zat makanan (BK, PK, SK dan TDN). Jumlah zat makanan yang dikonsumsi dihitung dari konsumsi pakan dikali kadar zat makanan dibagi 100 (Djadjuli, 1982).

KZM = KPS x % Zat makanan dalam pakan

Keterangan: KZM : Konsumsi Zat Makanan (kg) KPS : Konsumsi Pakan Segar

(32)

PBT = BTi – BTo

Keterangan: PBT : Pertambahan Bobot Tubuh (kg) BTi : Bobot Tubuh Bulan ke-i (kg) BTo : Bobot Tubuh Awal (kg)

Pertambahan Panjang Badan. Panjang badan diperoleh dengan mengukur jarak antara tulang Humerus lateralis dan tulang Tuber ischii.

PPB = PBx – PBo

Keterangan: PPB : Pertambahan Panjang Badan (cm) PBx : Panjang Badan Bulan ke-i (cm) PBo : Panjang Badan Awal

Pertambahan lingkar dada. Lingkar dada diukur dengan melingkarkan meteran tepat dibelakang scapula.

PLD = LDi – LDo

Keterangan: PLD : Pertambahan Lingkar Dada (cm) LDi : Lingkar Dada Bulan ke-i (cm) LDo : Lingkar Dada Awal (cm)

Konversi pakan. Konversi pakan dihitung dengan membandingkan konsumsi pakan dan pertambahan bobot tubuh.

KBK KP =

PBT

Keterangan: KP : Konversi Pakan

PBT : Pertambahan Bobot Tubuh (kg) KBK : Konsumsi Bahan Kering (kg) Analisis Usaha

Pendapatan Usaha. Pendapatan dihitung pada akhir pemeliharaan setelah harga jual domba siap potong pada akhir pemeliharaan dikurangi harga beli dan biaya produksi selama pemeliharaan.

Pendapatan = (Harga Jual-Harga Beli) - Biaya Produksi

Titik Impas (Break Event Point) Volume Produksi. Titik impas volume produksi dihitung berdasarkan pertambahan bobot tubuh, total biaya produksi, selisih harga jual dan harga beli domba serta kapasitas domba yang dipelihara.

Total Biaya Produksi selama Penggemukan

BEP = x Kapasitas Domba

(33)

Analisis Data

Data konsumsi pakan, konsumsi zat makanan, pertambahan bobot tubuh, pertambahan panjang badan, pertambahan lingkar dada dan konversi pakan yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA), jika perlakuan dan kelompok berpengaruh nyata terhadap peubah yang diukur maka dilakukan uji orthogonal polinomial. Pendapatan usaha dan titik impas usaha dianalisis dengan analisis deskriptif.

Prosedur

Persiapan Penelitian

Bahan, peralatan dan kandang individu telah disiapkan sebelum penelitian dilakukan. Memilih bakalan yang akan digemukkan. Bakalan/domba yang dipilih berumur kurang dari satu tahun (Io), kurus, sehat, dan tidak cacat. Umur dapat diduga dengan melihat gigi serinya. Sebelum domba dimandikan, dilakukan pencukuran bulu (wool), kemudian dilakukan penyuntikan antibiotik dan pemberian obat cacing. Selanjutnya dilakukan penimbangan bobot awal untuk adaptasi pakan dan domba ditempatkan pada kandang individu.

Adaptasi Pakan

Terlebih dahulu dilakukan adaptasi pakan sebelum domba diberi perlakuan dengan tujuan untuk adaptasi terhadap pakan penelitian. Adaptasi pakan dilakukan selama dua minggu. Pada akhir penyesuaian pakan dilakukan penimbangan bobot awal, pengukuran panjang badan dan lingkar dada sebagai data awal penelitian. Bobot tubuh rata-rata 13,77±1,57 kg dengan nilai CV (koefisien keragaman) sebesar 11,4%.

Pelaksanaan Penelitian

(34)
[image:34.612.114.512.94.240.2]

Tabel 3. Sebaran Bobot Tubuh Awal Domba (kg)

Kelompok Perlakuan

P1 P2 P3

1 15 16 15,5

2 15 14 15 3 14 14 14 4 13,5 13 13,5

5 12,5 11,5 10

Rataan 14±1,06 13,7±1,64 13,6±2,16

Keterangan: P1 = Lama Penggemukan 1 bulan P2 = Lama Penggemukan 2 bulan P3 = Lama Penggemukan 3 bulan

Penelitian dilakukan selama 3 bulan (± 12 minggu) dimulai pada tanggal 20 Juli sampai dengan 11 Oktober 2005. Konsentrat diberikan pagi hari pada pukul 06.30-07.00 WIB menggunakan wadah plastik. Sisa pakan hari sebelumnya ditimbang dan dicatat sebelum konsentrat diberikan pada pukul 06.15-06.30 WIB. Rumput gajah segar diberikan ad libitum setelah konsentrat dikonsumsi. Rumput gajah diberikan dengan dilakukan pencacahan sebelumnya (±2-3 cm). Tujuan pencacahan untuk mempermudah domba pada saat mengkonsumsi rumput dan lebih efisien dalam penggunaan tempat pakan. Air minum diberikan ad libitum. Pakan yang diberikan berdasarkan kebutuhan optimal Total Digestible Nutrients (TDN) dengan rasio 55% rumput gajah dan 45% konsentrat dari kebutuhan bahan kering. Kebutuhan Total Digestible Nutrients (TDN) domba dengan bobot tubuh sebesar 10-30 kg yaitu 0,4-1 kg (NRC, 1985). Perhitungan pakan yang diberikan dapat dilihat pada Lampiran 35, 36 dan 37.

(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsumsi Pakan

[image:35.612.114.513.298.437.2]

Menurut Mulyono (2004), pakan merupakan unsur yang sangat menentukan dalam pertumbuhan, reproduksi, dan kesehatan ternak. Pemberian pakan yang baik adalah sesuai dengan kebutuhan nutrisi tubuh domba yang digunakan dalam proses metabolismenya. Pakan yang biasa diberikan pada domba adalah hijauan, tetapi karena nutrisi hijauan yang masih rendah biasanya diberikan pakan penguat (konsentrat) sebagai tambahan. Konsumsi rumput gajah (RG) dan konsentrat (K) domba Ekor Tipis jantan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan Konsumsi Rumput Gajah (RG) dan Konsentrat (K)

Peubah Perlakuan Rataan

P1 P2 P3

1.Konsumsi RG Segar

(kg/ekor/hari) 1,39±0,44 1,52±0,16 1,13±0,18 1,34±0,32

2.Konsumsi K

(kg/ekor/hari) 0,50±0,00

A

0,55±0,03B 0,59±0,01C

Keterangan: Superskrip huruf besar yang berbeda pada baris yang sama berarti sangat berbeda nyata (P<0,01)

P1 = Lama Penggemukan 1 bulan P2 = Lama Penggemukan 2 bulan P3 = Lama Penggemukan 3 bulan

(36)

yang membatasi domba dalam mngkonsumsi rumput gajah. Konsumsi konsentrat tidak terpengaruh karena tekstur konsentrat yang lembut dibanding rumput gajah, sehingga lebih mudah dikonsumsi.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa lama penggemukan berpengaruh sangat nyata terhadap konsumsi konsentrat (P<0,01). Peningkatan konsumsi konsentrat disebabkan oleh kebutuhan domba dalam mengkonsumsi konsentrat sesuai dengan bobot tubuhnya. Semakin lama domba digemukkan semakin meningkat bobot tubuhnya sehingga kebutuhan pakannya semakin banyak Rataan konsumsi konsentrat setiap minggunya dapat dilihat pada Gambar 6.

2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Lama P enggemukan (minggu)

K o ns um si K ( kg/ e k or /m in ggu )

[image:36.612.148.479.274.414.2]

P 1 P 2 P 3

Gambar 6. Grafik Rataan Konsumsi Konsentrat

(37)

sehingga ternak cepat kenyang dan mudah terserang penyakit. Hal ini didukung dengan pernyataan Sodiq dan Abidin (2003) bahwa curah hujan memiliki korelasi yang kuat dengan hijauan dan kesehatan domba. Rataan konsumsi rumput gajah segar setiap minggunya dapat dilihat pada Gambar 7.

0 2 4 6 8 10 12 14 16

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Lama Penggemukan (minggu)

K ons um si R G s e ga r (kg/ ek or/ m inggu )

[image:37.612.155.473.173.357.2]

P1 P2 P 3

Gambar 7. Grafik Rataan Konsumsi Rumput Gajah Segar Konsumsi Zat Makanan

Jumlah konsumsi pakan yang dikonsumsi oleh ternak harus disesuaikan dengan kebutuhan ternak tersebut. Menurut Siregar (1984), pada ternak yang sedang tumbuh, kebutuhan zat-zat makanan akan bertambah terus sejalan dengan pertambahan bobot tubuh yang dicapai sampai batas umur dimana tidak terjadi lagi pertumbuhan.

Parakkasi (1999) menegaskan bahwa konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar zat makanan dalam pakan untuk memenuhi hidup pokok dan produksi.

(38)
[image:38.612.116.515.94.418.2]

Tabel 5. Rataan Konsumsi Zat Makanan (kg/ekor/hari)

Peubah Perlakuan Rataan

P1 P2 P3

...kg/ekor/hari...

Konsumsi BK

RG 0,239±0,075 0,262±0,028 0,194±0,032 0,232±0,055

K 0,427±0,000A 0,469±0,029B 0,509±0,015C

Total 0,666±0,075 0,732±0,050 0,704±0,039 0,700±0,059

Konsumsi PK

RG 0,039±0,012 0,044±0,005 0,032±0,019 0,038±0,009

K 0,071±0,00A 0,077±0,00B 0,083±0,00C

Total 0,110±0,013 0,121±0,008 0,116±0,064 0,116±0,010

Konsumsi SK

RG 0,112±0,035 0,122±0,013 0,091±0,015 0,201±0,025

K 0,084±0,00A 0,093±0,00B 0,100±0,00C

Total 0,196±0,035 0,215±0,017 0,192±0,016 0,109±0,026

Konsumsi TDN

RG 0,142±0,045 0,156±0,017 0,115±0,019 0,138±0,033

K 0,235±0,000A 0,258±0,016B 0,280±0,009C

Total 0,377±0,045 0,414±0,029 0,396±0,023 0,396±0,035

Keterangan: Superskrip berbeda pada baris yang sama berarti sangat berbeda nyata (P<0,01) P1 = Lama Penggemukan 1 bulan K = Konsentrat P2 = Lama Penggemukan 2 bulan BK = Bahan Kering P3 = Lama Penggemukan 3 bulan PK = Protein Kasar

RG = Rumput Gajah TDN =Total Digestible Nutrient

Konsumsi Bahan Kering

(39)

Konsumsi bahan kering konsentrat semakin meningkat dengan semakin lamanya waktu penggemukan. Hal ini dapat disebabkan oleh bobot tubuh yang semakin meningkat, sehingga kebutuhan akan bahan kering pun semakin meningkat. Selain itu, tingginya konsumsi bahan kering konsentrat dapat disebabkan konsentrat merupakan pakan berkualitas baik. Menurut Parakkasi (1999), pakan yang berkualitas baik tingkat konsumsinya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pakan yang berkualitas rendah.

Kebutuhan bahan kering per ekor per hari untuk domba Indonesia dengan bobot tubuh 10-20 kg adalah 3,1%-4,7% dari bobot tubuh untuk pertambahan bobot tubuh sebesar 0-100 g/ekor/hari (Haryanto dan Djajanegara, 1993). Menurut NRC (1985), domba dengan bobot tubuh 10-20 kg membutuhkan bahan kering 0,5-1 kg. Rataan konsumsi bahan kering harian domba pada penelitian berkisar antara 3,42%-4,04% dari bobot tubuh atau 0,666-0,732 kg/ekor/hari. Konsumsi tersebut memperlihatkan bahwa rata-rata bahan kering yang dikonsumsi oleh ternak telah mencukupi kebutuhan. Grafik rataan konsumsi bahan kering dari masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 8.

3 3.5 4 4.5 5 5.5 6

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Lama P enggemukan (minggu)

K ons um si B K P a ka n (k g/ e kor /m ingg u)

[image:39.612.146.486.417.587.2]

P1 P2 P3

Gambar 8. Grafik Rataan Konsumsi Bahan Kering Pakan

(40)

kandungan air rumput gajah, sehingga secara tidak langsung mempengaruhi konsumsi rumput gajah dan kesehatan ternak. Hal ini didukung dengan pernyataan Sodiq dan Abidin (2003) bahwa curah hujan memiliki korelasi yang kuat dengan hijauan dan kesehatan domba.

Konsumsi Protein Kasar

Protein merupakan zat makanan yang sangat penting bagi pertumbuhan, sehingga defisiensi protein dapat mengganggu pertumbuhan. Protein berfungsi sebagai zat pembangun atau pertumbuhan, zat pengatur dan mempertahankan daya tahan tubuh. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa lama penggemukan tidak memberikan pengaruh terhadap konsumsi protein kasar total dan protein kasar rumput gajah per-hari, tetapi berpengaruh sangat nyata terhadap konsumsi protein kasar konsentrat per-hari (P<0,01). Konsumsi protein kasar konsentrat yang semakin meningkat disebabkan kebutuhan akan protein semakin besar berdasarkan bobot tubuhnya. Menurut Martawidjaja (1986) pakan yang cukup kandungan protein dan lebih halus ukuran strukturnya dalam hal ini konsentrat dapat meningkatkan jumlah konsumsi makanan.

Rataan konsumsi protein kasar total per-hari dari masing-masing perlakuan sebesar 0,116 kg/ekor/hari atau berkisar antara 110-121 g/ekor/hari. Jumlah konsumsi protein ini telah mencukupi jika berdasarkan Haryanto dan Djajanegara (1992) yang menyatakan bahwa kebutuhan protein kasar untuk domba dengan bobot tubuh sebesar 10-20 kg dengan pertambahan bobot tubuh 50-100 g/ekor/hari membutuhkan protein kasar sebesar 73,7-135,8 g/ekor/hari. Menurut NRC (1985), domba dengan bobot 10-20 kg dan pertambahan bobot tubuh harian sebesar 200-250 g/ekor/hari membutuhkan protein kasar sebesar 127-167 g/ekor/hari. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan protein domba lokal Indonesia berbeda dengan kebutuhan protein domba pada daerah temperate.

(41)

dengan semakin meningkatnya penggunaan ampas teh turut mengambil andil dalam menurunkan konsumsi protein. Sifat voluminous serat kasar menurunkan konsumsi protein karena ruang rumen tidak segera tersedia.

0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Lama P enggemukan (minggu)

K

ons

um

si

P

K

P

ak

an

(kg/e

k

or

/m

ingg

u)

[image:41.612.149.475.162.342.2]

P 1 P 2 P 3

Gambar 9. Grafik Rataan Konsumsi Protein Kasar Konsumsi Serat Kasar

Sifat bulky dari makanan dipengaruhi oleh kandungan serat kasarnya. Menurut Maylard dan Loosli (1956), serat kasar yang terlalu tinggi akan mengurangi konsumsi dari nutrisi tercerna, karenanya intake bahan bulky yang sulit dicerna harus dibatasi. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh terhadap konsumsi serat kasar total dan serat kasar rumput gajah per-hari, tetapi berpengaruh sangat nyata terhadap konsumsi serat kasar konsentrat per-hari (P<0,01). Konsumsi serat kasar konsentrat yang semakin meningkat disebabkan kebutuhan akan serat kasar semakin besar berdasarkan bobot tubuhnya. McDonald et al. (1988) mengemukakan bahwa rumput gajah segar dengan kandungan air dan serat kasar yang tinggi (81,5% dan 33,10%) akan membatasi kemampuan ternak dalam mengkonsumsi ransum.

(42)

makanan tersebut rendah. Hal ini sejalan dengan Cheeke dan Patton (1980) yang menyatakan bahwa semakin tinggi kadar serat kasar dalam ransum, semakin cepat pula laju pergerakan zat makanan sehingga dapat diperkirakan bahwa kecernaan zat-zat makanan akan semakin rendah karena untuk mencerna serat kasar diperlukan banyak energi. Grafik rataan konsumsi serat kasar pakan untuk masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 10.

0.5 0.7 0.9 1.1 1.3 1.5 1.7 1.9

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Lama P enggemukan (minggu)

K on sum si S K P a ka n (k g/ e k or/ m in gg u)

P1 P 2 P 3

[image:42.612.151.473.209.368.2]

Gambar 10. Grafik Rataan Konsumsi Serat Kasar Pakan

Gambar 10 menunjukkan bahwa peningkatan dan penurunan konsumsi serat kasar berkorelasi positif dengan peningkatan dan penurunan konsumsi rumput gajah segar maupun konsumsi zat makanan lainnya. Korelasi antara konsumsi rumput gajah segar dan konsumsi serat kasar sebesar 0,96.

(43)

Konsumsi Total Digestible Nutrients (TDN)

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa lama penggemukan tidak berpengaruh secara nyata terhadap konsumsi Total Digestible Nutrients (TDN) total dan konsumsi TDN rumput gajah per-hari, tetapi memberikan pengaruh sangat nyata terhadap konsumsi TDN konsentrat per-hari. Menurut perhitungan Hartadi et al. (1990) nilai TDN konsentrat sebesar 55,05% dan TDN rumput gajah sebesar 59,49%. Menurut Aboenawan (1991) semakin tinggi TDN suatu pakan maka pakan tersebut akan semakin baik karena banyak zat-zat makanan yang dapat digunakan. Jumlah konsumsi TDN rumput gajah per-hari (116-156 g/ekor/hari) lebih rendah dibandingkan dengan konsumsi TDN konsentrat per-hari (235-280 g/ekor/hari). Hal ini dapat disebabkan oleh nilai TDN rumput gajah lebih tinggi dibandingkan nilai TDN konsentrat. Hal ini didukung oleh Asriningrum (2003) yang menyatakan bahwa TDN yang tinggi menyebabkan konsumsi ransum rendah, karena energi yang terkandung dalam ransum lebih tinggi sehingga ternak cepat kenyang. Grafik rataan konsumsi Total Digestible Nutrients (TDN) dapat dilihat pada Gambar 11 dengan nilai rataan konsumsi TDN untuk perlakuan P1, P2 dan P3 adalah 0,396 kg/ekor/hari.

1.5 2 2.5 3 3.5

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Lama P enggemukan (minggu)

K o ns um si T D N P a ka n (kg /e k or /m ingg u)

[image:43.612.136.482.408.581.2]

P 1 P 2 P 3

Gambar 11. Grafik Rataan Konsumsi Total Digestible Nutrients (TDN) Pakan

(44)

Jumlah konsumsi TDN ini belum mencukupi kebutuhan pokok menurut NRC (1985) untuk domba dengan bobot tubuh 10-20 kg membutuhkan TDN sebesar 400-800 g/ekor/hari.

Pertumbuhan

[image:44.612.113.507.276.465.2]

Pertumbuhan ternak ditandai dengan peningkatan ukuran, bobot, dan adanya perkembangan yang digambarkan seperti kurva sigmoid. Pertambahan bobot tubuh dapat digunakan sebagai kriteria untuk mengukur pertumbuhan. Rataan pertambahan bobot tubuh harian, panjang badan dan lingkar dada selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan Pertambahan Bobot Tubuh Harian (PBTH), Pertambahan Panjang Badan Harian (PPBH) dan Pertambahan Lingkar Dada Harian (PLDH)

Peubah Perlakuan Rataan

P1 P2 P3

.../ekor/hari...

PBTH (g) 89,29±37,88 102,68±35,29 83,33±22,96 91,77±31,41

PPBH (cm) 0,08±0,01a 0,09±0,01b 0,08±0,00ab

PLDH (cm) 0,12±0,02 0,14±0,00 0,13±0,00 0,13±0,01

Keterangan: Superskrip berbeda pada baris yang sama berarti berbeda nyata (P<0,05) P1 = Lama Penggemukan 1 bulan

P2 = Lama Penggemukan 2 bulan P3 = Lama Penggemukan 3 bulan

Pertambahan Bobot Tubuh

(45)

dalam penelitian tersebut, metode pengumpulan data dan tatalaksana yang digunakan pada masing-masing penelitian. Grafik rataan bobot tubuh domba per-minggu dapat dilihat pada Gambar 12.

10 12 14 16 18 20 22

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Lama Penggemukan (minggu)

B o bot T u b uh ( k g/ e k or/ m in g g u

[image:45.612.149.479.165.334.2]

P1 P2 P 3

Gambar 12. Grafik Rataan Bobot Tubuh Domba

Cheeke (1999) menyatakan bahwa kualitas dan kuantitas pakan mempengaruhi pertambahan bobot tubuh. Peningkatan dan penurunan konsumsi pakan dan zat makanan biasanya diikuti dengan peningkatan dan penurunan bobot tubuh setiap minggunya. Hal ini menunjukkan bahwa pertambahan bobot tubuh berkorelasi positif dengan konsumsi pakan dan zat makanan. Nilai korelasi konsumsi rumput gajah dengan pertambahan bobot tubuh sebesar 0,6. Gambar 12 menunjukkan bobot tubuh domba mengalami peningkatan pada masa penggemukan, kecuali pada minggu kelima terjadi penurunan bobot tubuh pada semua perlakuan. Penurunan bobot tubuh pada minggu kelima disebabkan oleh kondisi ternak mengalami sakit mata, mencret dan libido tinggi. Kondisi kesehatan ternak secara tidak langsung dipengaruhi oleh iklim. Pernyataan ini didukung oleh Sodiq dan Abidin (2003) yang menyatakan bahwa curah hujan memiliki korelasi yang kuat dengan hijauan dan kesehatan domba. Pada minggu kelima ini curah hujan pada lokasi penelitian relatif tinggi (BMG, 2005).

Pertambahan Panjang Badan

(46)

tinggi dan panjang badannya. Soeparno (1992) menambahkan bahwa rasio otot dan tulang selalu meningkat selama pertumbuhan. Tulang tumbuh secara kontinyu dengan kadar laju pertumbuhan yang lebih lambat dibandingkan pertumbuhan otot.

Pengaruh perlakuan terhadap panjang badan dapat dilihat pada Tabel 6. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa lama penggemukan memberikan pengaruh terhadap pertambahan panjang badan harian domba (P<0,05). Pertambahan panjang badan harian domba pada lama penggemukan satu bulan memiliki nilai 0,08 cm yang nyata lebih rendah 0,01 cm dari pertambahan panjang badan pada lama penggemukan dua bulan (0,09 cm), tetapi tidak berbeda nyata dengan pertambahan panjang badan pada lama penggemukan tiga bulan. Begitu pula dengan lama penggemukan dua bulan memberikan nilai pertambahan panjang badan harian yang tidak berbeda nyata dengan lama penggemukan tiga bulan. Perbedaan pertambahan panjang badan harian dapat disebabkan oleh perbedaan kecepatan pertumbuhan pada masing-masing ternak sesuai dengan potensi genetiknya. Menurut Diwyanto (1982), setiap komponen tubuh mempunyai kecepatan pertumbuhan atau perkembangan yang berbeda-beda karena pengaruh genetik maupun lingkungan. Rataan panjang badan domba per-minggu selama penggemukan dapat dilihat pada Gambar 13.

40 42 44 46 48 50 52 54

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Lama P enggemukan (minggu)

P a nja ng B a da n (c m /e k or /m inggu )

[image:46.612.135.467.427.576.2]

P 1 P 2 P 3

Gambar 13. Grafik Rataan Panjang Badan Domba

(47)

Diwyanto et al. (1984) menyatakan bahwa semakin besar dan semakin panjang tubuh akan menyebabkan bobot meningkat.

Pertambahan Lingkar Dada

Ukuran-ukuran tubuh hewan sering digunakan untuk menaksir bobot tubuh dan merupakan gambaran eksterior hewan sebagai ciri untuk menentukan domba yang mempunyai produksi tinggi. Komponen tubuh yang berhubungan erat dengan bobot tubuh adalah lingkar dada. Pengukuran terhadap lingkar dada dilakukan untuk menilai kondisi atau kualitas produksi seekor ternak (Diwyanto et al., 1984). Syafwan et al. (2000), menegaskan bahwa lingkar dada merupakan petunjuk paling tepat untuk menentukan bobot tubuh dibandingkan dengan ukuran tubuh lainnya.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa lama penggemukan tidak memberikan pengaruh terhadap pertambahan lingkar dada harian domba. Pertambahan lingkar dada harian domba untuk masing-masing perlakuan sebesar 0,13 cm/ekor/hari. Pertambahan lingkar dada berkorelasi positif dengan pertambahan bobot tubuh setiap minggunya. Nilai korelasi antara pertambahan bobot tubuh dengan pertambahan lingkar dada pada penelitian ini sebesar 0,6. Menurut Jaya (1981) yang melakukan penelitian pada domba Garut melaporkan bahwa ukuran lingkar dada erat kaitannya dengan bobot tubuh. Hal ini diperkuat dengan penelitian Diwyanto et al. (1984) dan Jaya (1985) pada domba Garut, yang menyatakan bahwa korelasi antara bobot tubuh dan lingkar dada adalah besar dan positif. Nilai korelasi lingkar dada diatas 0,9 pada domba jantan dan diatas 0,7 pada domba betina (Mulliadi, 1996). Rataan dan peningkatan lingkar dada domba setiap minggunya dapat dilihat pada Gambar 14.

50 52 54 56 58 60 62 64

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Lama P enggemukan (minggu)

U kur a n L ing ka r D ad a ( c m )

[image:47.612.147.490.533.674.2]
(48)

Konversi Pakan

[image:48.612.107.513.245.382.2]

Konversi pakan merupakan jumlah bahan kering pakan yang dikonsumsi untuk meningkatkan satu satuan bobot tubuh. Konversi pakan merupakan peubah yang dapat digunakan untuk patokan dalam mengetahui tingkat efisiensi penggunaan pakan dimana semakin kecil nilai konversi pakan, maka semakin efisien dimanfaatkan untuk menghasilkan bobot tubuh. Rataan konversi pakan dari masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan Konversi Pakan

Perlakuan Konversi Pakan

P1 8,766±4,106

P2 7,844±2,696

P3 9,068±2,937

Rataan 8,559±3,106

Keterangan: P1 : Lama Penggemukan 1 bulan P2 : Lama Penggemukan 2 bulan P3 : Lama Penggemukan 3 bulan

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa lama penggemukan tidak berpengaruh terhadap konversi pakan. Rataan konversi pakan untuk ketiga taraf perlakuan sebesar 8,559. Menurut Pond et al. (1995), konversi pakan ternak ruminansia dipengaruhi oleh kualitas ransum, nilai kecernaan dan efisiensi pemanfaatan zat gizi dalam proses metabolisme di dalam jaringan tubuh ternak. Makin baik kualitas ransum yang dikonsumsi ternak, akan diikuti dengan pertambahan bobot tubuh yang lebih tinggi dan makin efisien penggunaan pakan. Nilai konversi pakan pada penelitian ini lebih rendah dari nilai konversi pakan yang baik berdasarkan NRC (1985) yaitu angka konversi pakan yang baik untuk pertumbuhan ternak domba adalah sebesar empat.

Analisis Usaha

Analisis Pendapatan

(49)
[image:49.612.113.509.141.285.2]

obat-obatan, tenaga kerja, listrik, telepon, dan penyusutan kandang. Pendapatan yang diperoleh selama penggemukan dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Rataan Pendapatan selama Penggemukan

Perlakuan Peubah

Harga Jual Harga Beli Biaya Produksi Pendapatan

...Rp/ekor/lama penggemukan...

P1 239.250 189.000 29.353 20.897

P2 282.025 184.950 58.627 38.448

P3 298.700 183.600 86.347 28.754

Keterangan: P1 : Lama Penggemukan 1 bulan P2 : Lama Penggemukan 2 bulan P3 : Lama Penggemukan 3 bulan

Faktor lain selain biaya produksi yang mempengaruhi pendapatan adalah pertambahan bobot tubuh. Pertambahan bobot tubuh yang tinggi akan menghasilkan harga jual yang tinggi pula. Harga bakalan domba yang digunakan untuk penggemukan yaitu Rp. 13.500,-/kg bobot hidup dan harga untuk domba finish adalah Rp. 14.500,-/kg bobot hidup, biaya produksi yang dikeluarkan berdasarkan kapasitas tampung sebesar 740 ekor. Harga jual dan harga beli domba serta biaya produksi yang digunakan berdasarkan harga yang berlaku di peternakan lokasi penelitian (Mitra Tani Farm).

(50)

20897

38448

28754

0 10000 20000 30000 40000 50000

Lama P enggemukan

P

end

apat

an (

R

p)

[image:50.612.153.475.96.229.2]

P 1 P 2 P 3

Gambar 15. Diagram Rataan Pendapatan Selama Penggemukan

Penggemukan satu bulan memberikan peluang untuk perputaran modal usaha (turn over) lebih cepat. Hal ini tidak dapat dijadikan patokan untuk melakukan penggemukan karena suatu sistem produksi tidak hanya mempertimbangkan biaya produksi saja tetapi mempertimbangkan pula kualitas domba hasil penggemukan yang dapat diterima pasar. Menurut Mitra Tani Farm (2006), domba hasil penggemukan satu bulan belum dapat diterima pasar secara menyeluruh. Sehingga meskipun turn over pada penggemukan satu bulan lebih cepat, tidak dapat dijadikan patokan untuk diterapkan di lapangan.

Titik Impas (Break Event Point) Volume Produksi

Berdasarkan biaya produksi yang harus dikeluarkan selama penggemukan, maka untuk mendapatkan titik impas (Break Event Point), kapasitas domba yang harus dipelihara pada penggemukan satu bulan dengan pertambahan bobot tubuh 2,5 kg sebanyak 228 ekor. Pada penggemukan dua bulan dengan pertambahan bobot tubuh sebesar 5,75 kg sebanyak 236 ekor, sedangkan pada penggemukan tiga bulan dengan pertambahan bobot tubuh sebesar 7 kg, kapasitas domba yang harus dipelihara sebanyak 392 ekor. Maka untuk mendapatkan keuntungan, kapasitas domba yang dipelihara selama penggemukan harus lebih dari nilai titik impas (Break Event Point). Jika domba yang dipelihara kurang dari nilai titik impas, maka usaha tersebut akan mengalami kerugian.

(51)
(52)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Perbedaan lama penggemukan tidak mempengaruhi konsumsi rumput gajah segar, konsumsi zat makanan pakan, pertambahan bobot tubuh harian (PBTH), pertambahan lingkar dada harian (PLDH) dan konversi pakan. Pendapatan usaha domba Ekor Tipis jantan pada lama penggemukan dua bulan dengan kapasitas domba 740 ekor memberikan keuntungan paling tinggi yaitu sebesar Rp. 38.448,-/ekor/lama penggemukan. Kapasitas domba yang harus dipelihara untuk mendapatkan titik impas (Break Event Point) pada penggemukan satu bulan dengan pertambahan bobot tubuh 2,5 kg sebanyak 228 ekor. Pada penggemukan dua bulan dengan pertambahan bobot tubuh sebesar 5,75 kg sebanyak 236 ekor, sedangkan pada penggemukan tiga bulan dengan pertambahan bobot tubuh sebesar 7 kg sebanyak 392 ekor. Lama penggemukan dua bulan menjadi alternatif pilihan pada penggemukan domba Ekor Tipis jantan.

Saran

(53)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah segala puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta karuniaNya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Empat tahun sebuah rentang waktu yang begitu pendek bagi seorang yang ingin terus mematangkan diri. Tetapi orang tua yang begitu letih menunggu anaknya, empat tahun niscaya menjadi waktu yang teramat panjang dan melelahkan. Maka dengan maaf dan hormat penulis sampaikan pada Ibu Bapak, jika telah membuatnya harus menunggu lama dalam hari-hari yang panjang.

Lebih dari itu, tanpa keterlibatan berbagai pihak, skripsi ini sangsi dapat terselesaikan. Untuk itu kepada Mitra Tani Farm, Ir. Sri Rahayu, MSi dan Ir. Maman Duldjaman, MS selaku dosen pembimbing, penulis mengucapkan terima kasih atas bimbingan, arahan dan masukan. Terima kasih kepada Zakiah Wulandari, S.TP, MSi selaku pembimbing akademik, Dr. Ir. Heny Nuraini, MSi selaku dosen penguji seminar dan kepada Dr. Ir. Rachjan G. Pratas, MSc. dan Dr. Ir. Moch. Yamin, MAgrSc. selaku dosen penguji sidang.

Terima kasih tak terhingga kepada Mamih, Bapak, kakak tercinta (Rahmat Amin M., Teapyani Q., Eni W. H., S.Pd, Ferry F.) dan Hilma atas semua pengorbanan, dorongan, doa, pengertian, cinta dan kasih sayang yang selalu tercurah.

Terima kasih banyak penulis sampaikan kepada Bahruddin, S.Pt, M. Afnaan W. S.Pt, Amrul Lubis S.Pt, Budi S. Setiawan, S.Pt, Kang Indra dan Teh Yayat atas bimbingan, arahan, dorongan, pengertian dan kesabarannya. Kepada keluarga Bapak Odih, terima kasih untuk tempat tinggalnya selama penelitian. Teman sepenelitian: Tri M., S.Pt, Galuh K., S.Pt, Yefri W. H., S.Pt, Dwi Purnomo, S.Pt, dan Eureka I. Z., S.Pt, terima kasih atas perjalanan indah selama penelitian. Dian H. A., Friska W., Rahmi A., S.Pt, Nur R. C., Shilpi M., Suherman, S.Pt, Suardi, S.Pt, Sugeng S. dan teman-teman TPT 39-41 terima kasih atas pengalaman berharganya, untuk CHK Karyadinata, S.Pt terima kasih atas bantuannya. Akhirnya kepada semua pihak yang jasanya tidak sedikit dan tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, penulis ucapkan terima kasih.

(54)

DAFTAR PUSTAKA

Aboenawan, L. 1991. Pertambahan berat badan, konversi ransum dan Total Digestible Nutrients (TDN) pellet

Gambar

Gambar 1.  Kurva Pertumbuhan Hewan
Tabel 1. Rataan Laju Pertambahan Bobot Tubuh Domba Lokal Prasapih dan Pascasapih Menurut Jenis Kelamin dan Tipe Kelahiran
Gambar 2.  Garis Besar Penggunaan Energi Bahan Makanan oleh Ternak    Secara Umum (Tillman et al., 1991)
Tabel 2.  Kandungan Nutrisi Pakan Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pemberian pakan rumput gajah dengan metode pemotongan yang berbeda- beda belum diketahui pengaruhnya terhadap respon fisiologis ternak sapi perah FH masa laktasi

Pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas pakan (Hardianto, 2006). Kuantitas pakan yang dimaksud adalah seberapa banyak jumlah pakan yang dikonsumsi,

Disimpulkan bahwa pemberian level protein 15% meningkatkan pertambahan bobot badan, panjang badan dan lingkar dada dibandingkan level protein 13%, namun pemberian pakan dengan

Hal ini dikarenakan bobot badan sapi PO dan sapi PFH yang digunakan dalam penelitian ini tidak berbeda, sedangkan banyaknya konsumsi BK pada ternak dipengaruhi oleh besarnya

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perbedaan metode pemberian pakan hijauan dan konsentrat tidak berpengaruh terhadap deposisi protein pada domba ekor

Pemberian pakan fermentasi rumput gajah 60% ditambah, rumput lapang 37%, bioplus dan dedak dapat menghasilkan pertambahan bobot badan harian sapi bunting sebesar

Dalam kajian ini konsumsi bahan kering pakan pada ternak domba jantan penggemukan lebih tinggi, bila dibandingkan hasil penelitian Rianto et al... yaitu ternak domba yang diberi

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengevaluasi efek dari tingkat ampas tahu kering yang berbeda terhadap pertambahan bobot badan harian (PBBH), konsumsi bahan