PRINSIP NATIONAL TREATMENT HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM PELANGGARAN MEREK ASING MENURUT
HUKUM INTERNASIONAL
SKRIPSI
Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum
Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
OLEH:
NIM: 090200422 OJITA AZIZIYAH
DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PRINSIP NATIONAL TREATMENT HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM PELANGGARAN MEREK ASING MENURUT
HUKUM INTERNASIONAL
SKRIPSI
Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum
Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
OLEH:
NIM: 090200422 OJITA AZIZIYAH
DISETUJUI OLEH :
KETUA DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL
NIP : 196403301993031002 Arif, SH.MH
DOSEN PEMBIMBING I DOSEN PEMBIMBING II
Sutiarnoto,SH.M.Hum
NIP : 196403301993031002 NIP : 195610101986031003 Arif, SH.MH
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
A B S T R A K
Ojita Aziziyah* Sutiarnoto**
Arif***
Dalam transaksi perdagangan barang maupun jasa, hak merek memegang peranan penting karena menjadi unsur pembeda antara satu produk dengan produk lainnya termasuk juga untuk menjadi unsur identitas produk tersebut. Tingginya persaingan dan perilaku etika bisnis yang tidak baik dapat mendorong penyalahgunaan, maupun pemalsuan bahkan pelarangan atas merek tersebut. Namun diera perdagangan bebas, dan globalisasi hambatan-hambatan tersebut harus diatasi oleh masing-masing negara melalui berbagai konvensi-konvesi Internasional dimana salah satunya adalah pemberlakuan prinsip national treatment yang menuntut adanya perlakuan yang sama antara suatu produk dari luar dengan dari dalam negeri. Dalam hal merek, prinsip tersebut juga menghendaki adanya penghapusan batasan bahkan keinginan untuk juga melindungi merek asing yang masuk ke suatu negara.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
(secondary data), yaitu data yang tidak diperoleh secara langsung dari lapangan atau masyarakat, tetapi melalui studi kepustakaan dengan mengkaji dan mempelajari buku, literatur, jurnal, dan data internet. Pendekatan penelitian yang dipergunakan adalah pendekatan terhadap sistematik hukum, yaitu penelitian yang dilakukan pada peraturan perundang-undangan tertentu atau hukum tercatat. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah studi kepustakaan, sedangkan teknik analisis datanya dilakukan secara kualitatif.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah bentuk Pemberlakuan prinsip yang disebut national treatment tersebut dalam bidang hak kekayaan intelektual merupakan bagian dari komitnen pemerintah Indonesia terhadap perjanjian internasional yang telah ditandatangainya. Dan bagian dari keikutsertaan Indonesia dalam berbagai organisasi perdagagan dunia dalam rangka menuju pasar bebas internasional.
Kata Kunci : Hak Merek,Prinsip National Treatment dan Merek Asing
*Mahasiswa departemen Hukum Internasional **Dosen Pembimbing I
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim
Puji syukur penulis kehadirat ALLAH SWT atas limpahan rahmat, nikmat
dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini sebagai tugas
akhir untuk menyelesaikan studi dan mendapat gelar Sarjana Hukum pada
Fakultas Universitas Sumatera utara. Dan tidak lupa shalawat beriring salam saya
sampaikan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang telah menuntun umatnya
kejalan yang diridhoi Allah SWT.
Adapun skripsi ini berjudul : “PRINSIP NATIONAL TREATMENT HAK
KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM PELANGGARAN MEREK ASING
MENURUT HUKUM INTERNASIONAL ”.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih mempunyai banyak
kekurangan didalam penulisannya, oleh karena itu penulis berharap adanya
masukan dan saran yang bersifat membangun untuk dimasa yang akan datang.
Didalam pelaksanaan penulisan skripsi ini diakui banyak mengalami
kesulitan dan hambatan, namun berkat bimbingan, arahan, serta petunjuk dari
dosen pembimbing, maka penulisan ini dapat diselesaikan dengan baik. Dalam
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada semua pihak yang banyak membantu, membimbing,
dan memberikan motivasi. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Prof. Runtung, SH. M.Hum, selaku dekan Fakultas Hukum Universitas
Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Bapak Syafruddin, SH.
MH. DFM, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara, Bapak Muhammad Husni, SH. M.Hum selaku Pembantu Dekan III
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak arif, SH. MH, selaku Ketua Departemen Hukum Internasional Fakultas
Hukum Sumatera Utara dan sekaligus Dosen Pembimbing II Penulis.
3. Bapak Sutiarnoto, SH. M.Hum , selaku Dosen Pembimbing I yang telah
banyak memberikan arahan-arahan didalam penulisan skripsi ini.
4. Ibu Rabiatul Syahriah SH. M.Hum, selaku Dosen Penasehat Akademik
Penulis.
5. Seluruh Bapak dan Ibu staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama
berada di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara serta seluruh Pegawai
Administrasi yangtelah banyak membantu dalam proses perkuliahan.
6. Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang sangat
khusus penulis haturkan dengan rendah hati dan rasa hormat kepada kedua
orang tua penulis yang tercinta, Ayahanda H. Abdy Ben Hasan, SE. dan
Ibunda Hj. Nurlaily Banta, yang telah membesarkan, mendidik, membimbing,
memberikan bantuan yang tak terhingga dan menjadi motivator serta
memberikan motivasi kepada penulis sehingga skripsi ini bisa selesai.
7. Ungkapan terima kasih penulis haturkan khusus kepada abang tersayang,
Lettu. Inf. Wahyu Millian yang telah memberikan motivator dan memberikan
dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
8. Kepada yang terdekat , Chairul Masri Lubis, terimakasih atas support selama
penulis mengerjakan dan menyelesaikan skripsi ini.
9. Teman-teman tersayang : Give Me Five, ILSA 2012, Rizky Zalila,
Dalimunthe, Inge Sandra Dilla, Rizky Ridwan Matondang, Alfi Syahrin
Nasution, Raja Karsito Purba, Erika Ongko.
10.Dan semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan
namanya satu per satu.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak luput dari berbagai
kekurangan dan ketidaksempurnaan. Oleh sebab it, penulis sangat mengharapkan
kritik, saran dan sumbangan pemikiran yang bersifat membangun, agar bisa lebih
baik lagi di kesempatan yang akan datang.
Besar harapan penulis bahwa skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan
sumbangan pemikiran untuk memperluas cakrawala dan pengetahuan kita semua.
Medan, July 2013
Penulis
090200422 OJITA AZIZIYAH
DAFTAR ISI
ABSTRAK………..….. i
KATA PENGANTAR……….. ii
DAFTAR ISI ... iii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Permasalahan ... 12
C. Tujuan Penulisan... 12
D. Manfaat Penulisan... 13
E. Keaslian Penulisan... 14
F. Tinjauan Kepustakaan... 14
G. Metode Penelitian... 19
H. Sistematika Penulisan………... 23
BAB II: PRINSIP NATIONAL TREATMENT DALAM HUKUM INTERNASIONAL... 25
A.Pengertian TRIPs...………. ... 25
B.Prinsip National Treatment dalam Persetujuan TRIPs... 28
C.Perlindungan Hukum dalam Pelanggaran Merek Asing di Indonesia.. 31
D.Penyelesaian Sengketa Pelanggaran Merek Asing...……… 33
BAB III PENERAPAN PRINSIP NATIONAL TREATMENT OLEH NEGARA-NEGARA DIDUNIA...……… ... .. 36
A.Pengertian Prinsip National Treatment………..……….. 36
B.Prinsip National Treatment Menurut WIPO ……… ….……… 39
D.Pengaturan dan Penerapan Prinsip National Treatment Dalam Hukum
Internasional...42
BAB IV PENERAPAN PRINSIP NATIONAL TREATMENT DALAM HUKUM INDONESIA...……… ……… 46
A. Indonesia Sebagai Bagian dari World Trade Organization... 46
B. Konvensi-Konvensi Internasional Tentang Hak Kekayaan Intelektual... .47
C. Analisa Kasus PT Timor Putra Nasional... ... 50
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 54
A. Kesimpulan……… 54
B. Saran ... 55
A B S T R A K
Ojita Aziziyah* Sutiarnoto**
Arif***
Dalam transaksi perdagangan barang maupun jasa, hak merek memegang peranan penting karena menjadi unsur pembeda antara satu produk dengan produk lainnya termasuk juga untuk menjadi unsur identitas produk tersebut. Tingginya persaingan dan perilaku etika bisnis yang tidak baik dapat mendorong penyalahgunaan, maupun pemalsuan bahkan pelarangan atas merek tersebut. Namun diera perdagangan bebas, dan globalisasi hambatan-hambatan tersebut harus diatasi oleh masing-masing negara melalui berbagai konvensi-konvesi Internasional dimana salah satunya adalah pemberlakuan prinsip national treatment yang menuntut adanya perlakuan yang sama antara suatu produk dari luar dengan dari dalam negeri. Dalam hal merek, prinsip tersebut juga menghendaki adanya penghapusan batasan bahkan keinginan untuk juga melindungi merek asing yang masuk ke suatu negara.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
(secondary data), yaitu data yang tidak diperoleh secara langsung dari lapangan atau masyarakat, tetapi melalui studi kepustakaan dengan mengkaji dan mempelajari buku, literatur, jurnal, dan data internet. Pendekatan penelitian yang dipergunakan adalah pendekatan terhadap sistematik hukum, yaitu penelitian yang dilakukan pada peraturan perundang-undangan tertentu atau hukum tercatat. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah studi kepustakaan, sedangkan teknik analisis datanya dilakukan secara kualitatif.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah bentuk Pemberlakuan prinsip yang disebut national treatment tersebut dalam bidang hak kekayaan intelektual merupakan bagian dari komitnen pemerintah Indonesia terhadap perjanjian internasional yang telah ditandatangainya. Dan bagian dari keikutsertaan Indonesia dalam berbagai organisasi perdagagan dunia dalam rangka menuju pasar bebas internasional.
Kata Kunci : Hak Merek,Prinsip National Treatment dan Merek Asing
*Mahasiswa departemen Hukum Internasional **Dosen Pembimbing I
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Era perdagangan bebas yang terbuka antar negara memungkinkan suatu
negara dapat dengan mudah melakukan aktifitas transaksi perekonomian melintasi
batas negara (world borderless) tidak terkecuali dalam hal perdagangan barang dan jasa dimana produk-produk luar negeri sangat mudah memasuki pasar sebuah
negara sehingga akan menimbulkan persaingan dengan produk lokal. Persaingan
dagang tersebut apabila tidak dibarengi dengan payung hukum yang memadai
disuatu negara maka akan menimbulkan berbagai permasalahan terlebih apabila
pihak yang merasa dirugikan memiliki keunggulan dibanding produk lainnya.
Merek dengan demikian juga menjadi salah satu strategi setiap perusahaan
yaitu suatu strategi pemasaran berupa pengembangan produk. Suatu perdagangan
tidak akan berkembang dengan baik apabila suatu merek tidak memperoleh
perlindungan hukum yang memadai di suatu Negara.1
1
Citra Citawinda. Sekilas tentang pemalsuan terhadap merek. Artikel dalam www.legalitas.org. Tanggal akses 20 Mei 2013
Khusus terhadap
merek-merek terkenal atau merek-merek asing sebagai contoh Nike pastinya telah
mengembangkan kemampuannya untuk menciptakan nilai yang tinggi terhadap
produk-produknya sehingga permintaan terhadap produk-produk mereka juga
bahwa merek-merek terkenal tersebut dibajak di berbagai Negara. Tindakan
pemalsuan merek atau pembajakan tersebut tentunya akan mengurangi
kepercayaan internasional terhadap jaminan keamanan merek yang mereka miliki
sehinga pada akhirnya juga mengurangi kepercayaan investor asing untuk
menanamkan modalnya di Indonesia.
Image merek yang gampang diingat, menarik dan selalu dipromosikan berulang-ulang tentunya akan dapat menghadirkan efek brand minded pada masyarakat. Meskipun kualitas dan harga tetap menjadi pertimbangan utama
konsumen dalam membeli, namun suatu merek terkenal dan bonafid juga menjadi
faktor yang tidak kalah pentingnya dalam meraih pangsa pasar dibidang
perdagangan dan jasa. Asal negara pemilik merek ternyata juga ikut
mempengaruhi minat pembelian produk karena masyarakat Indonesia umumnya
menganggap merek asing memiliki citra produk yang baik disamping juga karena
faktor gengsi dan gaya hidup.
Pada awalnya merek hanyalah sebuah tanda agar konsumen dapat
membedakan produk yang satu dengan yang lainnya. Merek membuat konsumen
lebih mudah mengingat sesuatu yang dibutuhkan, dan dengan cepat dapat
menentukan apa yang akan dibelinya. Dalam perkembangannya peran merek
berubah. Merek bukan sekedar tanda, melainkan gaya hidup.2
2
www.google.com/merek_sebagai_tanda_pembeda. Tanggal akses 1 Mei 2013
Dalam kamus
bahasa Indonesia Merek diartikan sebagai tanda yang dikenalkan oleh pengusaha
tanda pengenal atau cap (tanda) yang menjadi pengenal untuk menyatakan nama
dan sebagainya.
Menurut David A. Aaker, merek adalah nama atau simbol yang bersifat
membedakan (baik berupa logo,cap dan kemasan) untuk mengidentifikasikan
barang dan jasa dari seorang penjual/ kelompok penjual tertentu. Tanda pembeda
yang digunakan suatu badan usaha sebagai penanda identitasnya dan produk
barang atau jasa yang dihasilkannya kepada konsumen, dan untuk membedakan
usaha tersebut maupun barang atau jasa yang dihasilkannya dari badan usaha
lain.3
3
http://id.wikipedia.org/wiki/Merek.Tanggal akses 1 Mei 2013
Merek merupakan suatu identitas bagi sebuah produk yang dihasilkan oleh
produsen yang merupakan bagian aset dari perusahaan. Bisa dikatakan identitas
ini mempunyai pengertian pada kualitas produksi suatu barang, artinya barang
tersebut memiliki ciri khas tersendiri. Hal inilah yang memerlukan perlindungan
hukum. Apabila terjadi pembajakan merek tetapi kualitas barang berlainan akan
mengganggu stabilitas dan jaminan konsumen terhadap barang tersebut. Merek
juga merupakan garansi atas jaminan kepemilikan pribadi atas sebuah produk
dagang, yang apabila produk dagang tersebut mempunyai kesamaan dengan
produk dagang milik orang lain, maka negara dalam hal ini Kantor Merek sebagai
wakilnya berkewajiban untuk menolak merek yang dimintakan pendaftarannya
Banyak alasan mengapa banyak industri atau pelaku memanfaatkan merek
merek terkenal untuk memasarkan produk-produknya, salah satunya adalah agar
mudah dijual, selain itu produsen merek tersebut juga tidak perlu bersusah payah
mengurus nomor pendaftaran kepada Dirjen HaKI atau mengeluarkan uang jutaan
rupiah untuk membangun citra produknya (brand image) melalui iklan dan pemasaran. Produsen juga tidak perlu membuat divisi riset dan pengembangan
untuk dapat menghasilkan produk yang selalu up to date, karena mereka tinggal menjiplak produk lain dan memasarkannya.
Persaingan dagang dan industri yang tajam menuntut berbagai pihak untuk
mengerahkan segala sumber daya yang ada dalam mengelola perusahaan dan
omzet pendapatannya dalam hal memupuk laba, namun pada praktiknya tidak
jarang dijumpai perbuatan melawan hukum khususnya berkenaan dengan merek
sebagai usaha persaingan yang tidak sehat dengan cara yang tidak jujur dengan
tujuan demi keuntungan pribadinya.
Adapun secara garis besar, praktek-praktek perdagangan yang tidak jujur
dalam hal pelanggaran merek tersebut meliputi sebagai berikut:
1. Praktek peniruan merek dagang
Pengusaha yang beritikad tidak baik tersebut pada cara ini akan berupaya
menggunakan merek terkenal yang sudah ada sehingga merek atas barang dan
jasa yang diproduksinya pada pokoknya memiliki persamaan dengan merek
yang sudah terkenal atau akan menimbulkan kesan seolah-olah berasal dari
2. Praktek Pemalsuan merek dagang
Modus daripada praktik ini ialah dengan memproduksi barang-barang atau jasa
dengan menggunakan merek terkenal yang sudah ada namun tidak menjadi
haknya. Praktek seperti ini disebut juga pembajakan dimana barang tersebut
akan bermerek terkenal namun dengan kualitas yang tidak memadai;
3. Praktek perbuatan yang dapat mengacaukan publik berkenaan dengan sifat dan
asal-usul merek
Modus ini terjadi karena adanya tempat atau daerah suatu Negara yang dapat
menjadi kekuatan untuk memberikan pengaruh baik pada suatu barang karena
dapat dianggap sebagai asal usul barang tersebut dengasn tujuan untuk
mengelabui konsumen. Sebagai contoh sejak dulu di Cina terkenal sebagai
tempat asal barang-barang antik yang pecah belah seperti teko, giok, guci dan
sebagainya. Keadaan ini membuat pihak-pihak lain yang membuat barang
serupa akan menulis Made in China pada produk tersebut.
Keadaan persaingan yang tidak sehat seperti ini tentunya akan merugikan
banyak pihak diantaranya pemilik merek karena omzet perusahaannya menurun,
konsumen yang dirugikan karena salah membeli serta pihak pemerintah dalam hal
menciptakan iklim usaha yang sehat serta keuntungan pajak yang ada. Oleh
karena itu Negara memiliki tanggung jawab untuk melakukan perlindungan atas
penerapan hak merek tersebut.4
4
Globalisasi yang diikuti dengan pasar bebas telah mengakibatkan
kompetisi semakin ketat, dan ratusan produk yang berada dalam satu kategori
saling berebut memuaskan kebutuhan konsumen. Konsumen berada dalam posisi
yang sangat kuat karena tersedianya banyak alternatif untuk suatu kebutuhan,
sekaligus bingung karena banyaknya pilihan. Apalagi masing-masing membanjiri
konsumen dengan iklan dan bentuk komunikasi pemasaran lainnya, disertai klaim
dan janji. Semakin jelaslah betapa pentingnya peran sebuah merek.
Era pembangunan global yang juga ditandai dengan pembangunan di
bidang perekonomian, diperlukan berbagai adanya peraturan atau
regulasi-regulasi untuk mendukung kegiatan ekonomi baik itu industri, jasa, maupun
perdagangan5
Hak kekayaan intelektual atau yang dikenal dengan singkatan HaKI
berasal dari kepustakaan hukum anglo saxon yang merupakan terjemahan dari
Intellectual Property Rights. HaKI adalah hak yang berasal dari hasil kegiatan kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak
umum dalam berbagai bentuknya, yang memiliki manfaat serta berguna dalam . Dalam kegiatan industri khususnya industri perdagangan, peranan
merek menjadi sangat penting dalam hal menjaga persaingan usaha sekaligus
menumbuhkan kegiatan usaha itu sendiri. Hal ini disebabkan merek merupakan
suatu image produk barang atau jasa yang ditawarkan kepada konsumen. Semakin mudah dan diingatnya merek tersebut pada masyarakat, maka omzet penjualan
suatu perusahaan tentunya akan semakin meningkat.
5
menunjang kehidupan manusia, juga mempunyai nilai ekonomis. Bentuk nyata
dari kemampuan karya intelektual tersebut bisa di bidang teknologi, ilmu
pengetahuan, seni dan sastra. Secara singkat HaKI adalah hak milik yang timbul
dari karya, karsa, dan cipta manusia, jadi esensi dari HaKI adalah ciptaan atau
creation.
Peristilahan hak kekayaan intelektual setidaknya memiliki tiga kata kunci
yaitu hak, kekayaan dan intelektual. Istilah hak memiliki pengertian benar, milik,
kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu karena telah ditentukan
oleh undang-undang ataupun wewenang menurut hukum. Kekayaan berarti harta
yang menjadi milik seseorang sedangkan intelektual berarti cerdas, berakal
berdasarkan ilmu pengetahuan sehingga HaKI didefenisikan sebagai hak atas
kekayaan yang timbul dari kemampuan intelek manusia (penciptanya).6
Dalam menghasilkan suatu hasil karya, manusia telah mengeluarkan
waktu, biaya dan tenaga yang tidak sedikit. Oleh karena itu, perlindungan hukum
terhadap Hak Kekayaan Intelektual sangat diperlukan. Karena dalam setiap karya,
terdapat hak yang dapat dinikmati, khususnya hak ekonomi. Terjaminnya
perlindungan hukum bagi suatu hasil karya, akan menumbuh kembangkan
semangat dan kreatifitas untuk berkarya dan mencipta.7
Hak atas merek maupun merek itu sendiri dapat digolongkan sebagai
suatu benda/ hak kebendaan. Hukum Perdata mengenai benda mengenal berbagai
6
Amstrong. Historis dan Perkembangan HaKI di Indonesia. Artikel dalam
www.amstrongsembiring.com.Tanggal akses 22 Januari 2010
macam penggolongan benda. Salah satunya adalah benda berwujud (materiil) dan benda tidak berwujud (immateri). HaKI sendiri dapat digolongkan ke dalam benda tidak berwujud. Abdul Kadir Muhammad juga mengemukakan bahwa yang
dimaksud dengan barang (tangible goods) adalah benda materiil yang ada wujudnya karena dapat dilihat dan diraba, misalnya kendaraan; sedangkan yang
dimaksud dengan hak (intangible goods) adalah benda imateril yang tidak ada wujudnya karena tidak dapat dilihat dan diraba, misalnya HaKI.8
Pernyataan Abdul Kadir di atas, sesuai dengan rumusan Pasal 499
KUHPerdata yang menyatakan bahwa : ”Barang adalah tiap benda dan tiap hak
yang dapat menjadi obyek dari hak milik”. Selanjutnya menurut Mahadi,
ketentuan Pasal 499 KUH Perdata mengenai hek benda ialah untuk benda yang
tergolong kepada benda materil (stoffelijk voorwrep). Hak atas benda tersebut yang disebut dengan benda immateril.9 Adapun klasifikasi benda tersebut
terdapat dalam Pasal 503 KUH Perdata10
Hal lain yang juga menjadikan hukum HaKI dalam hal ini merek termasuk
dalam aspek hukum privat/perdata adalah dari segi pemberian lisensi dengan
tujuan agar tidak melanggar hak atau kuasa dari si pemilik hak kekayaan
intelektual, pelaksanaan pemberian lisensi harus didahului dengan adanya
perjanjian lisensi antara pemohon lisensi dan pemberi lisensi yakni si pemilik hak.
Makna dari lisensi itu sendiri adalah suatu bentuk pemberian izin oleh pemilik .
8
Ibid,. 9
OK Saidin, Aspek hukum hak kekayaan intelektual, Jakarta, Rajawali Press. 2004. Hal 12
10
lisensi kepada penerima lisensi kepada penerima lisensi untuk memanfaatkan atau
menggunakan (bukan mengalihkan hak) suatu kekayaan intelektual yang dipunyai
pemilik lisensi berdasarkan syarat-syarat tertentu dan dalam jangka waktu tertentu
yang umumnya disertai dengan imbalan berupa royalti.
Sebagai cara untuk menyeimbangkan kepentingan dan peranan pribadi
individu dengan kepentingan masyarakat, maka sistem Hak Atas Kekayan
Intelektual berdasarkan prinsip :
1) Prinsip keadilan (the principle of natural justice) Pencipta sebuah karya atau orang lain yang bekerja membuahkan hasil dari kemampuan intelektualnya,
wajar memperoleh imbalan. Imbalan tersebut dapat berupa materi maupun
bukan materi, seperti adanya rasa aman karena dilindungi dan diakui atas
hasil karyanya. Hukum memberikan perlindungan tersebut demi kepentingan
pencipta berupa suatu kekuasaan untuk bertindak dalam rangka
kepentingannya tersebut, yang disebut dengan hak. Setiap hak menurut
hukum itu mempunyai title ,yaitu sebuah peristiwa tertentu yang menjadi
alasan melekatnya hak itu pada pemiliknya. Menyangkut hak milik
intelektual, maka peristiwa yang menjadi alasan melekatnya itu, adalah
penciptaan yang mendasarkan atas kemampuan intelektualnya. Perlindungan
inipun tidak terbatas di dalam negeri si penemu itu sendiri, tetapi juga dapat
meliputi perlindungan di luar batas negaranya. Hal itu karena hak yang ada
pada seseorang ini mewajibkan pihak lain untuk melakukan (commission)
2) Prinsip ekonomi (the economic argument) Hak Atas Kekayaan Intelektual ini merupakan hak yang berasal dari hasil kegiatan kreatif suatu kemampuan
daya pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam
berbagai bentuknya, yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang
kehidupan manusia, maksudnya ialah bahwa kepemilikan itu wajar karena
sifat ekonomis manusia yang menjadikan hal itu 1 (satu) keharusan untuk
menunjang kehidupannya di dalam masyarakat. Dengan demikian, Hak Atas
Kekayaan Intelektual merupakan suatu bentuk kekayaan bagi pemiliknya.
Dari kepemilikannya, seseorang akan mendapatkan keuntungan, misalnya
dalam bentuk royalty dan technical fee.
3) Prinsip kebudayaan (the cultural argument) dimana bahwa karya manusia itu pada HaKIkatnya bertujuan untuk memungkinkannya hidup, selanjutnya dari
karya itu pula suatu gerak hidup yang harus menghasilkan lebih banyak karya
lagi. Dengan konsepsi demikian maka pertumbuhan, perkembangan ilmu
pengetahuan, seni dan sastra sangat besar artinya bagi peningkatan taraf
kehidupan, peradaban, dan martabat manusia. Selain itu, juga akan
memberikan kemaslahatan bagi masyarakat, bangsa, dan negara. Pengakuan
atas kreasi, karya, karsa, dan cipta manusia yang dibakukan dalam sistem Hak
Milik Intelektual adalah suatu usaha yang tidak dapat dilepaskan sebagai
perwujudan suasana yang diharapkan mampu membengkitkan semangat dan
minat untuk mendorong melahirkan ciptaan baru.
manusia yang lain, tetapi hukum mengatur kepentingan manusia sebagai
warga masyarakat. Jadi, manusia dalam hubungannya dengan manusia lain,
yang sama-sama terikat dalam 1 (satu) ikatan kemasyarakatan. Dengan
demikian, hak apapun yang diakui oleh hukum dan diberikan kepada
perseorangan atau suatu persekutuan atau kesatuan itu saja, tetapi pemberian
hak kepada perseorangan persekutuan/kesatuan itu diberikan, dan diakui oleh
hukum, oleh karena dengan diberikannya hak tersebut kepada perseorangan,
persekutuan ataupun kesatuan hukum itu, kepentingan seluruh masyarakat
akan terpenuhi.
Perlindungan hukum terhadap merek diberikan melalui proses
pendaftaran. Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek menerapkan
sistem konstitutif. Artinya, hak atas merek diperoleh karena proses pendaftaran,
yaitu pendaftar merek pertama yang berhak atas merek. Perlindungan hukum
berdasarkan sistem first to file principle tersebut diberikan kepada pemegang hak merek terdaftar yang “beritikad baik” dengan bersifat preventif maupun represif.
Perlindungan hukum preventif dilakukan melalui pendaftaran merek, dan
perlindungan hukum represif diberikan jika terjadi pelanggaran merek melalui
gugatan perdata maupun tuntutan pidana dengan mengurangi kemungkinan
penyelesaian alternatif diluar pengadilan.11
11
Prasetyo Hadi. Problematika perlindungan hukum merek di Indonesia artikel dalam
www.google.com/hadi_problematikamerek. Tanggal akses 22 Juni 2013..
Hak untuk menuntut tersebut dijamin
dalam Pasal 76 ayat (1) UU Merek memberikan hak kepada pemilik merek
menggunakan merek barang dan atau jasa yang mempunyai persamaan pada
pokoknya atau keseluruhan untuk barang atau jasa sejenis berupa:
1) Gugatan ganti rugi, dan/atau
2) Penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek
tersebut
Secara ekonomis memanfaatkan merek terkenal memang mendatangkan
keuntungan yang cukup besar dan fakta dilapangan membuktikan hal tersebut,
selain itu juga didukung oleh daya beli konsumen yang pas-pasan tetapi ingin
tampil trendi. Namun jika dilihat dari sisi hukum hal itu sebenarnya tidak dapat
ditolelir lagi karena Negara Indonesia sudah meratifikasi Kovensi Internasional
tentang TRIPs dan WTO yang telah diundangkan dalam UU Nomor 7 Tahun 1994 sesuai dengan kesepakatan internasional bahwa pada tanggal 1 Januari 2000
Indonesia sudah harus menerapakan semua perjanjian-perjanjian yang ada dalam
kerangka TRIPs (Trade Related Aspects of Intellectual Property Right, Inculding Trade in Counterfeit Good), penerapan semua ketentuan-ketentuan yang ada dalam TRIPs tersebut adalah merupakan konsekuensi Negara Indonesia sebagai
anggota dari WTO (Word Trade Organization.).
Untuk menghindari praktek-praktek yang tidak jujur dan memberikan
perlindungan hukum kepada pemilik atau pemegang merek serta konsumen maka
Negara mengatur perlindungan merek dalam suatu hukum merek dan selalu
disesuaikan dengan perkembangan perkembangan yang terjadi di dunia
perdagangan internasional yang tujuannya adalah mengakomodasikan semua
Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual yang diwujudkan melalui
serangkaian kegiatan regulasi perundang-undangan merupakan langkah maju bagi
Bangsa Indonesia yang pada tahun 2020 akan memasuki era pasar bebas. Salah
salah satu implementasi era pasar bebas ialah negara dan masyarakat Indonesia
akan menjadi pasar yang terbuka bagi produk ataupun karya orang/perusahaan
luar negeri (asing), demikian pula masyarakat Indonesia dapat menjual
produk/karya ciptaannya ke luar negeri secara bebas. Oleh karena itu, sudah
selayaknyalah produk-produk ataupun karya-karya lainnya yang merupakan HaKI
dan sudah beredar dalam pasar global diperlukan perlindungan hukum yang
efektif dari segala tindak pelanggaran yang tidak sesuai dengan persetujuan TRIPs
serta konvensi-konvensi yang telah disepakati.
Sejarah merek12
12
www.google.com/analisa uu merek no 15 Tahun 2002. Tanggal akses 25 Mei 2013. di dunia dengan pemberian tanda pada barang sebagai
merek bukanlah fenomena baru. Zaman prasejarah dan setelah sejarah ditulis
telah membuktikan hal ini. Para pemburu pada zaman itu telah memberi tanda
atau ukir-ukiran pada senjata buruan mereka sebagai bukti kepemilikan. Pembuat
tembikar pada masa Yunani dan Romawi kuno telah memberi identitas dengan
memberi tanda pada dasar pot ketika masih basah, yang akan menimbulkan relief
ketika kering. Hal lain lagi adalah menuliskan nama diri pada beberapa barang,
seperti pada pahatan batu yang dimaksudkan sebagai identifikasi pembuatnya.
Pada abad pertengahan kemudian dimulaialah penggunaan tanda-tanda seperti cap
pada hewan ternak. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan tanda sekaligus
Salah satu bentuk perlindungan terhadap hak merek yang juga berdasarkan
kesepakatan internasional adalah tuntutan akan pemberlakuan prinsip national treatment di masing-masing negara. Prinsip national tretament merupaka suatu prinsip yang menuntut adanya kesetaraan perlakuan dan perlindungan antara
produk negara yang satu dengan lainnya dalam lingkup perdagangan barang dan
jasa. Dengan demikian setiap negara wajib memberikan kesempatan yang sama
dan menghindarkan proteksi berlebihan terhadap produk lokal yang dimilikinya.
Melalui ketentuan prinsip ini batas-batas Negara tidak lagi menjadi
halangan bagi lalu lintas perdagangan karena barang dan jasa akan bebas diperjual
belikan di mana saja, keseluruhan negara anggota telah bersatu menjadi satu pasar
bebas dan terbuka. Di sisi lain politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif
mengisyaratkan Indonesia untuk berperan serta secara aktif mewujudkan iklim
kondusif bagi persaingan bebas dalam perekonomian global dan mengambil
manfaat dari kebijakan-kebijakan non diskriminasi tersebut bagi kepentingan
nasional.13
Selain pertimbangan akses pasar dan penurunan tariff, prinsip National Treatment berpotensi untuk mengurangi konflik antar pelaku PMA yaitu Pemerintah Negara tuan tumah, Pemerintah Negara asal dan Penanam modal
karena prinsip ini akan memberikan jaminan keamanan terutama bagi penanam
modal, sedangkan bagi Negara penerima modal prinsip ini memungkinkan mereka
memberlakukan aturan yang sama mengikatnya terhadap Investor asing dan
domestik. Sehingga apabila Investor asing melakukan pelanggaran hukum yang
13
berlaku di Indonesia maka mereka mereka akan dijerat dengan hukum yang
berlaku tanpa adanya keistimewaan tertentu.
B. PERMASALAHAN
Dengan Latar belakang sebagaimana diuraikan diatas, maka skripsi ini
mengambil permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah penerapan prinsip national treatment yang diatur dalam hukum internasional?
2. Bagaimanakah pelaksanaan dan bentuk penerapan prinsip national treatment
oleh Negara-Negara di dunia?
3. Bagaimanakah penerapan prinsip national treatment dalam sistem hukum di Indonesia?
C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian pada dasarnya adalah suatu kegiatan yang terencana dan
dilakukan dengan metode ilmiah serta bertujuan untuk mendapatkan data baru.
Pengertian dari penelitian itu sendiri adalah suatu kegiatan ilmiah yang dilakukan
ilmiah yang disertai dengan suatu keyakinan bahwa setiap gejala akan dapat
ditelaah dan dicari hubungan sebab akibatnya atau kecenderungan yang timbul.14
1. Untuk mengetahui prinsip national treatment yang diatur dalam hukum internasional
Berdasarkan uraian yang terdapat dalam rumusan masalah, maka yang
menjadi tujuan penelitian ini adalah:
2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk penerapan prinsip national treatment di berbagai negara-negara didunia.
3. Untuk mengetahui penerapan sistem national treatment dalam sistme hukum di Indonesia.
D. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini memiliki manfaat teoritis dan praktis, adapun kedua manfaat
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Manfaat penelitian ini adalah sebagai bahan atau data informasi dibidang
ilmu hukum khusunya hukum bisnis bagi kalangan akademisi maupun praktisi
yang ingin mengetahui
lebih jauh mengenai penerapa prinsip national treatment dalam hukum hak
kekayaan intelektual dan hukum internasional. Penelitian ini juga diharapkan
dapat memberikan masukan mengenai dinamika bisnis dalam masyarakat dan
14
penyempurnaan pranata-pranata hukum khusunya mengenai hukum hak cipta
berkaitan dengan merek dan prinsip hukum internasional tentang merek
2. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberi bahan masukan
bagi aparat penegak hukum dan para praktisi hukum lainnya termasuk konsultan
hukum HaKI dan Badan Pengawas HaKI sehingga para pihak yang terlibat
menangani masalah HaKI dapat memiliki persepsi yang sama.
E. KEASLIAN PENELITIAN
Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan peneliti di perpustakaan
Universitas Sumatera Utara diketahui bahwa penelitian tentang Penerapan prinsip
National Treatment dalam hal pelanggaran merek asing menurut hukum internasional ini belum pernah dilakukan dengan pendekatan dan perumusan
masalah yang sama. Walaupun ada beberapa topik mengenai hukum merek dan
pelanggaran merek, namun jelas berbeda dengan penelitian ini. Oleh karena itu
penelitian ini adalah asli dan sesuai dengan asas-asas keilmuan yang jujur,
rasional, objektif dan terbuka, sehingga penelitian ini dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan terbuka atas masukan dan saran-saran
yang membangun. Apabila dikemudian hari ditemukan penelitian yang sama
persis yang telah dilakukan sebelumnya, maka peneliti akan bertanggungjawab
F. KERANGKA TEORI DAN KONSEPSI
1. Kerangka Teori
Menurut Undang-Undang Dasar Tahun 1945 pada Pasal 1 ayat (3), negara
Indonesia adalah negara hukum sehingga semua warga negara mempunyai
kedudukan yang sama didepan hukum dalam pengertian semua orang harus
dilindungi oleh hukum. Dalam pergaulan masyarakat, terdapat aneka macam
hubungan antar anggotanya, yaitu hubungan yang ditimbulkan oleh kepentingan
anggota masyarakat untuk menjamin kelangsungan keseimbangan dengan
hubungan antar anggota masyarakat itu, maka diperlukan adanya hukum.
Hukum merupakan seperangkat norma-norma yang menunjukkan apa
yang harus dilakukan atau harus dilakukan atau yang harus terjadi, dengan
demikian bila dilihat dari proses bekerjanya, maka akan terjadi regenerasi
norma-norma hukum. Masyarakat merupakan pasangan yang mutlak yang harus ada
dalam kajian hukum, karena tanpa masyarakat hukum tidak akan ada. Masyarakat
merupakan tempat dimana hukum tumbuh dan berkembang.
Secara teori dibedakan tiga (3) macam hal berlakunya hukum, yaitu:
a. Kaidah hukum berlaku secara yuridis, apabila penentuan didasarkan pada
kaidah yang lebih tinggi tingkatnya, atau apabila berbentuk menurut cara
yang telah ditetapkan atau apabila menunjukkan hubungan keharusan antar
b. Kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah tersebut efektif,
artinya kaidah tersebut dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa walaupun
tidak dapat diterima oleh warga masyarakat atau kaidah tadi berlaku karena
diterima dan diakui oleh masyarakat.
c. Kaidah hukum tersebut berlaku secara filosofis, artinya sesuai dengan
cita-cita hukum sebagai nilai positif yang tertinggi
Hak atas merek adalah suatu hak yang secara ekslusif diberikan oleh
Negara kepada pemilik merek yang telah terdaftar untuk menggunakan izin
mereknya tersebut atau memberi izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.
Dengan kata lain pemilik hak atas merek berhak untuk menggugat semua pihak
apabila tanpa seizinnya memakai merek tersebut demi keuntungan pribadi bahkan
berhak meminta putusan pengadilan untuk membatalkan merek tersebut apabila
telah didaftarkan.
Adapun kerangka teori yang dipakai dalam penelitian ilmiah ini adalah
teori hukum dari Roscoe Pound yaitu Law as a tool of social engineering dimana regulasi hukum yang dibuat pemerintah bertujuan memberikan sarana rekayasa
sosial yang baru. Imajinasi dan karya cipta atas merek menjadi sesuati yang
sangat berharga, mempunyai nilai ekonomis dan memiliki sanksi pidana apabila
dilanggar hak-haknya.
Pound menyatakan bahwa fungsi lain dari hukum adalah sebagai sarana
untuk melakukan rekayasa sosial (social engineering).15
15
Roscoe Pound 1992. Pengantar Filsafat Hukum Terjemahan Mohammad Radjab.
Jakarta Bharata. Hal 272.
hubungan sosial yang ideal atau beberapa bentuk kebajikan. Keadilan merupakan
suatu hal dari penyesuaian-penyesuaian hubungan dan penataan perilaku sehingga
tercipta kebaikan, alat yang memuaskan keinginan manusia untuk memiliki dan
mengerjakan sesuatu, melampaui berbagai kemungkinan terjadinya ketegangan,
inti teorinya terletak pada konsep "kepentingan". Pound mengatakan bahwa
sistem hukum mencapai tujuan ketertiban hukum dengan mengakui
kepentingan-kepentingan itu, dengan menentukan batasan-batasan pengakuan atas
kepentingan-kepentingan tersebut dan aturan hukum yang dikembangkan serta
diterapkan oleh proses peradilan memiliki dampak positif serta dilaksanakan
melalui prosedur yang berwibawa, juga berusaha menghormati berbagai
kepentingan sesuai dengan batas-batas yang diakui dan ditetapkan. Hukum
dengan kata lain sebagai sarana kontrol sosial.16
Pound juga menyatakan bahwa kebutuhan akan adanya kontrol sosial
bersumber dari fakta mengenai kelangkaan. Kelangkaan mendorong kebutuhan
untuk menciptakan sebuah sistem hukum yang mampu mengklasifikasikan
berbagai kepentingan serta menyahihkan sebagian dari kepentingan-kepentingan
itu. Hukum tidak melahirkan kepentingan, melainkan menemukannya dan
menjamin keamanannya. Hukum memilih untuk berbagai kepentingan yang
dibutuhkan untuk mempertahankan dan mengembangan peradaban. Pound
mengakui adanya tumpang tindih dari berbagai kelompok kepentingan, yaitu
antara kepentingan individual atau personal dengan kepentingan publik atau
sosial. Semua itu diamankan melalui dan ditetapkan dengan status “hak hukum”.
16
Sardjono Soekanto 1973. Pengantar Sosiologi Hukum. Edisi Revisi. Jakarta. Bharata.
Pernyataan Roscoe Pound tentang hukum. Persis sama seperti yang dikatakan
oleh Mochtar Kusumaatmadja bahwa hukum itu merubah masyarakat.
Dalam perspektif politik hukum, jika menurut Roscoe Pound hukum itu
berasal dari atas ke bawah (top down) maksudnya disini adalah hukum itu berasal dari pemerintah untuk dijalankan oleh masyarakat karena hukum butuh regulasi
dari pemerintah. Pembentukan hukum di Indonesia selalu dipengaruhi oleh suatu
kepentingan-kepentingan. Kekuasaan politiklah yang memiliki kepentingan
tersebut. Kekuasaan politik tersebut duduk di dalam institusi untuk melakukan
legislasi kepentingan. Jadi, kekuasaan politik dapat mempengaruhi hukum. Tapi,
pengaruh kekuatan-kekuatan politik dalam membentuk hukum dibatasi ruang
geraknya dengan berlakunya sistem konstitusional berdasarkan check and balances seperti yang dianut Undang-Undang Dasar 1945 setelah perubahan.
Dalam hal perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual yaitu merek,
pemerintah yang membuat undang-undang merek untuk dijalankan masyarakat
lebih kepada suatu rekayasa sosial. Jadi, pada kenyataannya pembentukan hukum
di Indonesia menggunakan teori Roscoe Pound (social engineering) yang top down. Ditinjau dari aspek hukum masalah merek menjadi sangat penting, sehubungan dengan persoalan perlu adanya perlindungan hukum dan kepastian
hukum bagi pemilik atau pemegang merek dan perlindungan hukum terhadap
masyarakat sebagai konsumen atas suatu barang atau jasa yang memakai suatu
merek agar tidak terkecoh oleh merek-merek lain, tidak dapat dipungkiri lagi
bahwa masalah penggunaan merek terkenal oleh pihak yang tidak berhak, masih
pemerintah, tetapi dalam praktek banyak sekali kendala-kendala. Hal itu tidak
dapat dilepaskan dari sisi historis masyarakat Indonesia yang sejak dahulu adalah
masyarakat agraris, sehingga terbiasa segala sesuatunya dikerjakan dan dianggap
sebagai milik bersama, bahkan ada anggapan dari para pengusaha home industri
bahwa merek adalah mempunyai fungsi sosial. Pada satu sisi keadaan tersebut
berdampak positif tetapi pada sisi lain justru yang anggapan demikian itu
menyebabakan masyarakat kita sering berpikir kurang ekonomis dan kurang
inovatif.
2. Konsepsi
a. Suatu merek bagi produsen barang atau jasa sangat penting, karena berfungsi
untuk membedakan antara barang atau jasa satu dengan yang lainnya serta
berfungsi sebagai tanda untuk membedakan asal-usul, citra reputasi maupun
bonafiditas diantara perusahaan yang satu dengan yang lainnya yang sejenis.
Bagi konsumen dengan makin beragamnya barang dan jasa yang berada
dipasaran melalui merek dapat diketahui kualitas dan asal-usul dari barang
tersebut. Dalam kamus bahasa Indonesia Merek diartikan sebagai tanda yang
dikenalkan oleh pengusaha (pabrik, produsen,) pada barang barang yang
dihasilkan sebagai tanda pengenal atau cap (tanda) yang menjadi pengenal
untuk menyatakan nama dan sebagainya.Merek adalah tanda atau simbol yang
dapat berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna
atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan
b. Merek terkenal dapat diartikan sebagai suatu merek yang telah memenuhi
berbagai kriteria diantaranya adalah dasar pengetahuan masyarakat terhadap
merek itu, reputasi merek itu diperoleh melalui promosi yang gencar dan luas,
pendaftaran merek dilakukan di beberapa negara dan investasi perusahaan itu
dinegara- negara lain.
c. Hak atas merek adalah hak ekslusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik
merek yang terdaftar dalam daftar umum merek untuk jangka waktu tertentu
dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada
pihak lain untuk menggunakannya.
d. Prinsip national treatment adalah prinsip yang melarang perbedaan perlakuan
antara produk asing dan produk domestik yang berarti bahwa suatu saat barang
impor telah masuk ke pasar dalam negeri suatu negara anggota, dan setelah
melalui daerah pabean serta membayar bea masuk barang impor tersebut harus
diberlakukan sama dengan barang dalam domestik.17
F. METODOLOGI PENELITIAN
Menurut pendapat koentjaraningrat, yang dinamakan metode penelitian
adalah Dalam arti katanya yang sesungguhnya, maka metode (Yunani :
"methods") adalah cara atau jalan, sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami obyek dari
sasaran yang bersangkutan. Untuk memenuhi kriteria penulisan yang bersifat
17
Syahmin,Hukum Dagang Inetrnasional, cetakan pertama, (Bandung:PT. Raja Grafindo
ilmiah, maka harus didukung dengan metode yang bersifat ilmiah pula, yaitu
berpikir yang obyektif, dan hasilnya harus dapat dibuktikan dan di uji secara
benar.18
Metodologi penelitian digunakan dalam setiap penelitian ilmiah. Penelitian
ilmiah itu sendiri ialah suatu proses penalaran yang mengikuti suatu alur berpikir
yang logis dan dengan menggabungkan metode yang juga ilmiah karena
penelitian ilmiah selalu menuntut pengujian dan pembuktian. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif. Metode penelitian
normatif tersebut disebut juga dengan penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu suatu penelitian yang memusatkan pada analisis hukum baik hukum yang
tertulis dalam buku (law in books) maupun hukum yang diputuskan oleh HaKIm melalui putusan pengadilan (law is decided by the judge through the judicial process)19
1) Sifat Penelitian .
Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan bahan-bahan hukum primer yaitu suatu teknik pengumpulan data
dengan memanfaatkan berbagai literatur ilmu hukum berupa peraturan
perundang-undangan, buku-buku hukum, karya ilmiah, bahan-bahan kuliah maupun putusan
pengadilan yang kemudian dianalisis dengan pendekatan yuridis normatif yaitu
menemukan hubungan antara peraturan yang satu dengan lainnya.
18
Danang Ari. 2008. Study Tentang Perlindungan Dagang. Surakarta, UMM Hal.9
19
Penelitian ini bersifat deskriptif analis yang bertujuan untuk
menggambarkan secara tepat sifat individu suatu gejala, keadaan atau kelompok
tertentu. Deskriptif analitis berarti bahwa penelitian ini menggambarkan suatu
peraturan hukum dalam konteks teori-teori hukum dan pelaksanaannya serta
menganalisis fakta secara cermat tentang penggunaan peraturan
perundang-undangan mengenai prinsip national teratment dalam hal pelanggaran merek.
2) Pendekatan Masalah
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
perundang-undangan (statute approach) karena penelitian ini mengambil fokus berbagai aturan hukum yang menjadi tema sentral penelitian. Pendekatan
perundang-undangan yang dimaksudkan diatas disebut juga pendekatan yuridis
normatif atau socio legal research.
Menurut Sunaryati Hartono untuk penelitian dalam rangka penulisan tesis,
penggunaan socio legal research disamping metode penelitian akan memberikan bobot lebih pada penelitian yang bersangkutan. Dalam penelitian hukum normatif
ini dilakukan penelaahan terhadap peraturan-peraturan yang ada relevansinya
dengan merek, selain itu juga penelaahan terhadap keputusan pengadilan dalam
penyelesaian perkara merek dengan melakukan inventarisasi hukum positif yang
berlaku in abstracto dan menghubungkannya dengan fakta-fakta yang relevan dalam perkara yang terjadi sehingga dapat menemukan hukum yang terjadi serta
Pendekatan socio legal research dimaksudkan untuk menjelaskan secara internal dan eksternal permasalahan yang diteliti beserta hasil yang diperoleh
dalam hubungannya dengan aspek-aspek hukumnya serta mencoba menjelajahi
relitas empirik dalam masyarakat khususnya pada masyarakat yang bergerak di
bidang produksi dan perdagangan barang atau jasa dengan menggunakan merek.
3) Sumber Data Penelitian
Sumber data penelitian dapat dibedakan menjadi bahan hukum primer
maupun bahan hukum sekunder.
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer merupakan suatu bahan hukum yang mempunyai
sifat authoritative yang berarti memiliki otoritas. Bahan hukum ini terdiri dari peraturan perundang-undangan, catatan-catatan resmi maupun risalah dalam
pembuatan undang-undang.
b. Bahan Hukum Sekunder
Yaitu berupa bahan hukum yang merupakan publikasi hukum yang bukan
merupakan dokumen-dokumen resmi meliputi buku-buku teks, dan jurnal. Bahan
hukum sekunder yang paling utama adalah buku teks karena berisi mengenai
prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan para sarjana yang
memiliki kualitas keilmuan.
4) Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini ialah studi
kepustkaan, yaitu suatu teknik yang dilakukan untuk mengumpulkan data
tulisan, maupun putusan pengadilan yang berkaitan dengan penelitian ini.
Pengumpulan data-data tersebut dilakukan dengan penelitian kepustakaan.
5) Analisis Data
Pengolahan, analisis dan konstruksi data penelitian hukum normatif dapat
dilakukan dengan cara melakukan analisis terhadap kaidah hukum dan kemudian
konstruksi dilakukan dengan cara memasukkan Pasal-Pasal kedalam
kategori-kategori atas pengertian dasar dari system hukum tersebut.data yang berasal dari
studi kepustakaan kemudian dianalisis berdasarkan metode kualitatif dengan
melakukan:
a. Menemukan konsep-konsep yang terkandung dalam bahan bahan hukum
(konseptualisasi) yang dilakukan dengan cara melakukan interpretasi terhadap
bahan hukum tersebut.
b. Mengelompokkan konsep-konsep atau peraturan-peraturan yang sejenis,
dalam hal ini ialah yang berhubungan dengan pelanggaran merek,
perlindungan serta pertanggungjawabannya.
c. Menemukan hubungan antara berbagai peraturan atau kategori dan kemudian
diolah
d. Menjelaskan dan menguraikan hubungan antara berbagai kategori atau
peraturan perundang-undangan kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif
sehingga mengungkapkan hasil yang diharapkan serta kesimpulan atas
G. SISTEMATIKA PENULISAN
Penulisan tesis ini direncanakan terbagi dalam 5 (Lima) Bab dengan
beberapa sub bab tersendiri dalam ruang lingkup sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Merupakan bab awal yang mmeberikan ilustrasi guna memberikan
informasi yang bersifat umum dan menyeluruh secara sistematis
mengenai perlindungan dan pertanggungjawaban hukum dalam hal
pelanggaran merek terkenal. Pembahasan dalam bab ini terdiri dari
latar belakang, permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian
penulisan, metode penelitian dan sistematika penulisan
BAB II : PENERAPAN PRINSIP NATIONAL TREATMENT DALAM
SISTEM HUKUM INTERNASIONAL
Pembahasan bab ini mencakup dan berusaha mencari pengertian
mengenai penerapan prinsip national treatment dalam hukum
internasional, Bab ini akan memusatkan pembahasan pada penjelasan
mengenai konvensi-konvensi internasional khusunya GATT dan
WIPO tentang prinsip national treatment.
BAB III : PRINSIP NATIONAL TREATMENT OLEH NEGARA-NEGARA
DIDUNIA
Pokok bahasan dalam bab ini akan mencakup penerapan prinsip
karakteristik penerapan prinsip tersebut dalam pelaksanaannya
berdasarkan persetujuan dan konvensi-konvensi internasional
BAB IV: PRINSIP NATIONAL TREATMENT DALAM SISTEM HUKUM DI
INDONESIA
Pokok bahasan dalam bab ini membahas mengenai prinsip national
treatment yang telah diratifikasi maupun diterapkan dalam sistem
hukum Indonesia terutama menyangkut penerapan prinsip tersebut
dalam perlindungan Hak Kekayaan Intelektual
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Merupakan bab penutup yang menguraikan kesimpulan atas
pembahasan-pembahasan masalah yang telah diuraikan. Bab ini juga
akan menguraikan sumbangsih saran yang dapat diberikan setelah
BAB II
PRINSIP NATIONAL TREATMENT DALAM SISTEM
HUKUM INTERNASIONAL
A. Pengertian TRIPs
Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs) adalah sebuah perjanjian yang diprakarsai oleh WTO (World Trade Organization). Berbeda dengan kebanyakan perjanjian mengenai hak kekayaan intelektual yang
tidak diprakasai oleh WIPO (World Intellectual Property Organization) sebagai badan hak kekayaan intelektual dunia. Inti dari TRIPs ini adalah upaya penyatuan
Hak-Hak Kekayaan Intelektual yang ada dalamkedalam ketentuan GATT atau hak
dan kewajiban negara WTO. Tujuan dan sasaran dari perjanjian ini yang disebut
pada Pasal 7 terdapat pada mukamidah dan sasaran objektif yaitu:20
Sistem HaKI menjadi cukup signifikan karena keterkaitannya dengan
perdagangan internasional. Setiap negara yang ikut meratifikasi TRIPs secara
moral mematuhi isi daripada perjanjian TRIPs ini, hal ini dikarenakan TRIPs
memang dianggap sebagai alat untuk dapat meregulasikan perdagangan dan
mencegah terjadinya pelanggaan hak kekayaan intelektual yang marak terjadi
20
dimasa globalisasi ini.Adapun prinsip-prinsip dasar yang terdapat dalam TRIPs
adalah sebagai berikut:
a. Standar Minimum
TRIPs hanya memuat ketentuan minimum yang wajib diikuti oleh para
negaraanggota, sehingga negara anggota tersebut dapat menerapkan ketentuan
yang lebihluas lagi asalakan sesuai dengan ketentuan TRIPs dan prinsip hukum
Internasional.
b. National Treatment
Pada pemberian perlakuan dalam kaitan perlindungan kekayaan intelektual
haruslahsama, baik diberikan kepada warga sendiri ataupun warga negara lain
c. Most-Favoured-Nation Treatment
Most-Favoured-Nation Treatment adalah istilah untuk perlakuan sebuah Negara terhadap negara tertentu yang dianggap melebihkan hak-haknya dari
negara lain,perlakuan seperti ini dilarang oleh TRIPs. National Treatment
mewajibkan setiap negara untuk memperlakukan setiap pendaftar hak kekayaan
intelektual dari Negara manapun sama seperti bagaimana Negara tersebut akan
memperlakukannya pada warga negaranya.21
d. Teritorialitas
Sistem hak kekayaan intelektual bernaung dalam yuridiksi masing-masing
negaradalam titik tolak pelaksanaanya.
21
Munir Fuady, Hukum Dagang Internasional, Aspek Hukum Dari WTO, cetakan
e. Alih Teknologi
Dengan Hak kekayaan Intelektual diharapkan terjadi alih teknologi
dengan tujan untuk pengembangan inovasi tekonolgi serta peyemaian teknologi
untuk kepentingan bersama. TRIPs mengaharuskan negara-negara anggota untuk
mematuhi ketentuan dalam Art. 1 sampai dengan 12, serta 19 dari Paris Convention. Yang berisi mengenai : Paten, Utility Models, Merek, Desain Industri, Persaingan Curang, Instansi Hak Kekayaan Intelektual,
Persetujuan-persetujuan Khusus.
Pentingnya pengelolaan hak kekayaan intelektual pasca Konvensi Paris
dan Konvensi Berne, serta dilanjutkan dengan berdirinya WIPO, mekanisme yang
lebih kompleks kemudian kembali digagas oleh negara-negara maju yang
diprakarsai oleh Amerika Serikat. Pembentukan TRIPs sebagai instrumen hukum
pengelolaan hak kekayaan intelektual dunia sebenarnya tidak lepas pelaksanaan
Uruguay Round tahun 1990. Kanada sebagai salah satu anggota General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) secara formal mengusulkan pembentukan suatu badan perdagangan internasional. Usul ini ditanggapi positif
oleh anggota GATT.22
Hak kekayaan intelektual yang semakin disadari negara-negara didunia
sebagai faktor penting dalam perdagangan internasional, maka dalam kerangka
sistem perdagangan multilateral, kesepakat-an mengenai HaKI (Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights/TRIPs) dinegosiasi-kan
22
Huala Adolf, 2005 Hukum Ekonomi Internasional Suatu Pengantar, Edisi revisi ke-4,
untuk pertama kalinya dalam pe-rundingan WTO, yaitu Uruguay Round pada tahun 1986-1994. Uruguay Round berhasil membuahkan kesepakatan TRIPs Agreement sebagai suatu jalan untuk mempersempit perbedaan yang ada atas
perlindungan HaKI di dunia dan menaunginya dalam sebuah peraturan
internasional. TRIPs Agreement menetapkan tingkat minimum atas perlindungan
HaKI yang dapat dijaminkan terhadap seluruh anggota WTO. Hal yang penting
adalah ketika terjadi perselisihan perdagangan yang terkait dengan HaKI, maka
sistem penyelesaian persengketaan WTO telah tersedia.
Berdirinya WTO membawa perubahan yang siginifikan dalam sistem
perdagangan dunia. Ada empat lampiran utama persetujuan pembentukan WTO.
Salah satunya adalah persetujuan TRIPs. TRIPs ini adalah prakarsa Amerika
Serikat yang juga didukung oleh Uni Eropa, Jepang dan negara maju. Persetujuan
diberlakukannya TRIPs tidak lain karena keprihatianan Amerika Serikat atas
perlindungan dan penegakan hak kekayaan intelektual selama perundingan
Putaran Uruguay. Dari perspektif Amerika Serikat, perjanjian TRIPs adalah
prestasi besar. Sebelumnya, perdebatan panjang mengenai implementasi TRIPs
terjadi dengan melibatkan kepentingan negara maju dan negara berkembang.23
1. Penerapan prinsip-prinsip dasar atas sistem perdagangan dan hak kekayaan
intelektual
Kesepakatan TRIPs ini meliputi 5 (lima) hal, yaitu:
2. Perlindungan yang layak atas hak kekayaan intelektual
23
3. Bagaimana negara-negara harus menegakkan hak kekayaan inte-lektual
sebaik-baiknya dalam wilayahnya sendiri
4. Penyelesaian perselisihan atas hak kekayaan intelektual antara negara-negara
anggota WTO
5. Kesepakatan atas transisi khusus selama periode saat suatu sistem baru
diperkenalkan
Perjanjian TRIPs yang berlaku sejak 1 Januari 1995 ini merupakan
perjanjian multilateral yang paling komprehensif mengenai HaKI. TRIPs
merupakan perjanjian dengan standar minimum yang memungkinkan negara
anggota WTO untuk menyediakan perlindungan yang lebih luas terhadap HaKI.
Negara-negara Anggota dibebaskan untuk menentukan metode yang paling
memungkinkan untuk menjalankan ketetapan TRIPs kedalam suatu sistem legal di
negaranya.
Perjanjian ini mengakui adanya praktik-praktik Negara yang berbeda
dalam memberikan standard perlindungan dan pelaksanaan hak milik intelektual,
kurangnya prinsip-prinsip multilateral, ketentuan-ketentuan serta aturan-aturan
mengenai perdagangan barang tiruan. Adanya perbedaan praktik ini telah
menimbulkan ketegangan dalam hubungan ekonomi internasional. Ketentuan
perjanjian mengenai bidang ini diperlukan untuk mengantisipasi timbulnya
ketegangan tersebut. Untuk itu perjanjian Uruguay menetapkan penerapan
prinsip-prinsip dasar GATT dan perjanjian-perjanjian hak milik yang relevan
perjanjian mengenai pelaksanaan atau penegakan hak-hak tersebut, penyelesaian
Ketentuan tersebut dijabarkan lebih lanjut ke dalam tiga bagian. Bagian
pertama menetapkan ketentuan umum dan prinsip dasarnya. Ketentuan dan
prinsip tersebut berupa komitmen perlakuan nasional yang memperlakukan warga
negara lain dengan perlakuan yang sama seperti kepada warga negaranya dalam
hal perlindungan hak milik intelektual. Ketentuan ini mengandung juga suatu
klausul perlakuan yang sama terhadap semua warga negara. Ketentuan demikian
merupakan suatu hal yang baru dalam perjanjian hak milik intelektual
internasional. Lebih lanjut ditegaskan pula bahwa perlakukan tersebut harus
diberikan secara langsung dan tanpa syarat kepada warga negara asing lain.
Bagian kedua mengatur bentuk-bentuk hak milik intelektual. Khusus mengenai
hak cipta, para pihak diwajibklan untuk mematuhi isi ketentuan-ketentuan
Konvensi Berne Tahun 1971 bagi perlindungan karya-karya literatur seni. Bagian
ketiga mengatur kewajiban-kewajiban anggota pemerintah untuk memberikan
prosedur-prosedur dan upaya penanggulangan menurut hukum nasionalnya
masing-masing.
Tujuanya adalah untuk menjamin agar milik intelektualnya dapt
dilaksanakan secara efektif, baik pemegang hak-hak oleh warga asing ataupun
juga oleh warga negaranya. Prosedur ini mengizinkan tindakan efektif terhadap
pelanggaran hak milik intelektual. Tindakan efektif tersebut harus adil dan jujur,
dan tidak berkepanjangan yang menyebabkan keterlambatan atau proses yang
berlarut-larut. Dalam perjanjian ini membentuk pula suatu Dewan Perdagangan
oleh para pemerintah. Apabila muncul sengketa dalam bidang ini, prosedur
penyelesaian sengketanya juga berlangsung menurut prosedur penyelesaian
sengketa yang ada dalam GATT.
Jika terjadi sengketa antar anggota mengenai masalah hak kekyaan
intelektual ini,maka sengketa itu menjadi subjek prosedur penyelesaian sengketa
yang ada di WTO seperti yang tertera pada Pasal 63 dan 64. Peraturan dan tata
cara penyelesaian sengketa ini terdapat pada annex 2. Jika persetujuan kedua
belah pihak tidak tercapai maka akan ada pemberitahuan untuk meminta
persetujuan para pihak sebelum dibentuknya panel untuk diadakan persidangan
oleh panel itu agar dibentuk keputusan dari panel tersebut mengenai
persengketaan yang tidak selesai itu. Panel tersebut hanya dapat menyelesaikan
sengketa diantara para anggotanya sehingga untuk masalah pribadi dari anggota
masyarakat atau unsur dari masyarakat negara anggota tersebut maka masalah
tersebut harus diangkat menjadimasalah nasional dari negara yang menjadi
kewarganegaraan dari para pihak. TRIPs memberikan waktu adaptasi bagi negara
yang akan menerima TRIPs.
Sebuah dewan untuk TRIPs dibentuk berdasarkan Pasal 68 yang diberi
tugas untuk menyediakan bantuan pada penyelesaian sengketa, mencari informasi
dan dalammenyelenggarakan kerja sama. Serta mengembangkan kerja sama dan
pertukaran informasimengenai barang palsu atau bajakan juga mengulas
pelaksanaan dari persetujuan TRIPs. Hak-hak kekayaan yang dilindungi oleh
TRIPs adalah hak cipta dan hak terkaitnya ; merk dagang dan merk usaha,
termasuk perlindungan varietas tanaman, penampakan dan desain dari sirkuit
terpadu (integrated circuit ), informasi rahasia termasuk rahasia dagang.24
a. Meningkat perlindungan terhadap HaKI dari produk-produk yang
diperdagangkan
Tujuan TRIPs secara umum adalah:
b. Menjamin prosedur pelaksanaan HaKI yang tidak menghambat kegiatan
perdagangan
c. Merumuskan aturan serta disiplin mengenai pelaksanaan perlindungan
terhadap HaKI
d. Mengembangkan prinsip, aturan dan mekanisme kerjasama internasional untuk
menangani perdagangan barang-barang hasil pemalsuan atau pembajak atas
HaKI
Hak Kekayaan Intelektual termasuk dalam bidang hukum yang bersifat
netral. Dengan demikian selalu mengalami perubahan lebih cepat dari hukum
yang bersifat sensitif, sebab menyangkut aspek perdagangan antar bangsa,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat.25
24
http://www.scribd.com/doc/117349950/TRIPs 25
Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-konsep Hukum Dalam Pembangunan (Kumpulan
Karya Tulis), Alumni, Bandung, 2006, hlm. 24.
Maka tidak
terhindarkan masuknya unsur hukum asing ke dalam hukum nasional. Menurut
Mochtar Kusumaatmadja, penggunaan model-model hukum asing tidak
menimbulkan kesulitan dalam pengembangan hukum. Secara teknis memang
demikian, namun persoalannya terletak pada aspek filosofis, substansi dan budaya
dengan nilai-nilai filosofis dan sosiologis masyarakat Indonesia, bahkan tidak
jarang berbenturan. Hal ini terjadi di Indonesia, dimana dasar filsafat asing masih
lebih kuat mempengaruhi pembentukan hukum HaKI daripada filsafat bangsa
Indonesia sendiri dan dipengaruhi juga oleh kekuatan-kekuatan yang bekerja
melalui pembentuk undang-undang (legislatif).26
B. Prinsip National Treatment Dalam Persetujuan Trips
Keberadaan TRIPs telah menimbulkan perbedaan pendapat tentang baik
atau tidaknya HaKI bagi kepentingan Negara-negara berkembang . Sudut pandang
Negara-negara Maju, pemerintah Negara-negara maju selalu menyatakan bahwa
suatu sistem HaKI yang kuat akan menguntungkan negara-negara berkembang
karena dua alasan utama. Pertama, telah dinyatakan sebelumnya bahwa tidak
sepantasnya Negara-negara berkembang berharap akan adanya peningkatan
penanaman modal asing dan pengalihan teknologi dan Negara-negar maju tanpa
adanya hukum HaKI. Bila perusahaan-perusahan asing khawatir terhadap
pembajakan dan dan penyebarluasan secara bebas atas HaKI,
perusahaan-perusahaan tersebut akan menolak menanamkan modal atau mengalihkan
teknologi, atau hanya akan memberikan atau bermutu rendah. Upaya untuk
memperoleh teknologi akan semakin mahal jika pihak pemberi teknologi
26
menaikkan biaya lisensinya untuk mengantisipasi kerugian potensial dari
hilangnya kekayaan intelektual.
Kedua, Negara-negara maju tersebut mengklaim bahwa dengan
meningkatkan perlindungan HaKI, Negara-negara berkembang akan mencapai
pembangunan berkelanjutan dari sumber-sumber dalam Negara mereka.
Dinyatakan bahwa HaKI akan mendorong para penemu dan pencipta local untuk
terus berkarya, dan membuat Negara berkembang tersebut lebih mampu bersaing
dalam menghasilkan teknologi dan kreativitas, serta mengurangi kebergantungan
kepada Negara-negara maju . Tanpa hukum HaKI yang kuat, para pencipta dan
penemu HaKI akan mencari Negara tempat keuntungan yang lebih besar dapat
diperoleh dari hasil ciptaan/temuannya. Para penanam modal juga akan bersedia
untuk menanamkan lebih banyak modal di pembangunan dan penelitian domestik
karena adanya kemungkinan yang lebih terjamin untuk memperoleh keuntungan
ekonomis.
HaKI sebagai hak-hak yang lahir dari kemampuan intelektual manusia
secara alamiah dianggap sebagai hak milik individu atau kelompok yang
penciptanya dan inventornya. Ciptaan atau invensi tersebut bernilai ekonomi
karena berguna dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta dapat
diterapkan dalam kegiatan industri dan perdagangan. Adanya nilai ekonomi inilah
yang kemudian memunculkan kebutuhan perlindungan hukum terhadap HaKI
untuk memaksimalisasi keuntungan bagi pencipta, inventor atau pemegang HaKI
dan melarang pihak-pihak lain dalam jangka waktu tertentu memanfaatkan HaKI
penghargaan yang diberikan Negara kepada pencipta dan inventor atas
pengorbanan, keahlian, waktu dan biaya yang sudah dikeluarkan untuk
menghasilkan HaKI.
Penegakan HKI dari Persetujuan TRIPs ditemukan di Bagian 3, terdiri dari
5 Bagian Anggaran meliputi Pasal 41-61. Kewajiban umum ditemukan di Pasal 41
direproduksi di bawah ini:
1. Anggota harus menjamin bahwa prosedur penegakan hukum yang ditentukan
dalam Bab ini tersedia di dalam hukum nasional sehingga memungkinkan
tindakan efektif terhadap setiap tindakan pelanggaran hak kekayaan
intelektual berdasarkan Persetujuan ini, termasuk upaya cepat untuk
mencegah terjadinya pelanggaran dan upaya yang dapat membuat jera
pelanggaran yang lain. Prosedur dimaksud wajib diterapkan sedemikian rupa
sehingga tidak menjadi hambatan terhadap perdagangan yang sah dan untuk
menciptakan perlindungan dari kemungkinan pelanggarannya.
2. Prosedur mengenai penegakan hukum atas hak kekayaan intelektual harus
adil dan merata. Prosedur tersebut tidak boleh berbelit-belit atau mahal, atau
berlangsung terlalu lama.
3. Keputusan mengenai pokok suatu perkara sebaiknya harus secara tertulis dan
beralasan.
Keputusan wajib diambil dan diberikan kepada para pihak yang bersengketa
dalam waktu singkat. Keputusan mengenai pokok suatu perkara hanya dapat
diambil berdasarkan pembuktian dimana para pihak yang bersengketa