• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Pengembangan Agribisnis Dan Agroindustri Kelapa Dalam Pengembangan Wilayah Di Kabupaten Padang Pariaman

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Pengembangan Agribisnis Dan Agroindustri Kelapa Dalam Pengembangan Wilayah Di Kabupaten Padang Pariaman"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI

KELAPA DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN

PADANG PARIAMAN

ANIFRIZA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi Pengembangan Agribisnis dan Agroindustri Kelapa dalam Pengembangan Wilayah di Kabupaten Padang Pariaman adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

RINGKASAN

ANIFRIZA. Strategi Pengembangan Agribisnis dan Agroindustri Kelapa dalam Pengembangan Wilayah di Kabupaten Padang Pariaman. Dibimbing oleh SETIA HADI dan DWI PUTRO TEJO BASKORO.

Kelapa merupakan komoditas unggulan sub sektor perkebunan di Kabupaten Padang Pariaman yang tersebar hampir diseluruh kecamatan dengan luas areal perkebunan 40.891 ha terdiri dari 23.768 ha Tanaman Menghasilkan, 5.005 ha Tanaman Belum Menghasilkan, 12.118 ha Tanaman Tidak Menghasilkan, produksi 32.410 ton setara kopra yang diusahakan oleh 97.094 KK Petani. Potensi kelapa yang ada seharusnya menjadi peluang Kabupaten Padang Pariaman untuk meningkatkan produksi dan industri hilir melalui pengembangan agribisnis dan agroindustri di pedesaan. Tumbuhnya industri pedesaan akan menciptakan lapangan kerja baru di wilayah pedesaan, dan keinginan rakyat untuk mencari pekerjaan ke kota semakin berkurang sehingga perekonomian pedesaanpun akan meningkat dan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan perekonomian wilayah.

Tujuan penelitian ini adalah: (1). Menganalisis potensi pengembangan kelapa dan kawasan yang representatif sebagai lokasi pengembangan industri hilir kelapa (agroindustri) di Kabupaten Padang Pariaman; (2). Menganalisis tata niaga dalam tiap tingkat produksi dan analisis kelayakan usaha pengolahan kelapa (3). Mengetahui kelembagaan yang berperan dalam pengembangan agroindustri kelapa dan (4). Merumuskan strategi pengembangan agroindustri kelapa dalam pengembangan wilayah di Kabupaten Padang Pariaman.

Analisis potensi pengembangan kelapa dilakukan dengan menentukan ketersediaan lahan yang bisa mendukung pengembangan luas areal kelapa yang pada akhirnya akan mencukupi kebutuhan bahan baku untuk kegiatan agroindustri yang ada. Potensi lahan untuk ketersediaan lahan dilakukan dengan cara mencari wilayah yang sesuai dan tersedia untuk perkebunan kelapa yaitu melalui evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa berdasarkan metode FAO (1976). Ketersediaan lahan dilakukan dengan mengoverlay peta tutupan lahan, peta kawasan hutan, dan peta pola ruang RTRW. Setelah itu dilakukan overlay dengan peta kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa untuk mendapatkan lahan yang sesusi dan berpotensi untuk pengembangan kelapa. Dari analisis diketahui lahan yang sesui dan berpotensi untuk pengembangan kelapa adalah 19,13% dari total lahan yang ada dan dapat meningkatkan kontribusi terhadap PDRB dari sub sektor perkebunan sebanyak 46,44%.

(6)

Berdasarkan margin tata niaga, semakin panjang rantai pemasaran suatu barang maka margin yang diterima petani juga akan semakin besar. Hasil finansial pengolahan VCO menunjukkan bahwa pengolahan kelapa menjadi VCO memberikan keuntungan yang sangat nyata dengan hasil NPV sebesar Rp.220.648.813,92,-; IRR 82,60%; Net B/C Ratio sebesar 32,75 dan Payback Period usaha 2 tahun 7 bulan, sedangkan analisis finansial pengolahan sabut kelapa menunjukan bahwa NPV sebesar RP. 1.399.277.447,30,-; IRR sebesar 50,38%; Net B/C Ratio sebesar 3,29 dan Payback Period usaha 3 tahun 1 bulan. Dari analisis finansial yang dilakukan diketahui pengolahan kelapa menjadi produk turunannya sangat menguntungkan secara ekonomi.

Analisis terhadap kelembagaan yang cocok dalam pengelolaan agroindustri kelapa dilakukan dengan metode AHP. Hasil yang didapatkan kelembagaan yang cocok dalam pengelolaan kegiatan agro adalah Koperasi/Usaha Kecil Menengah (UKM) milik masyarakat/petani kelapa. Kriteria yang sangat penting dalam pengelolaan kelembagaan adalah sumberdaya manusia. Strategi pengembangan agroindustri kelapa yang menjadi prioritas adalah mendirikan pabrik pengolahan kelapa terpadu dengan skor 0.74.

(7)

SUMMARY

ANIFRIZA. Development Strategy of Agribusiness and Agro-Industry of the Coconut in the Regional Development of Padang Pariaman Regency. Supervised by SETIA HADI and DWI PUTRO TEJO BASKORO.

Coconut is a leading commodity on the plantation sub sector in Padang Parliament regency that were spread almost throughout the regency with a total area of 40.891 ha comprising 23,768 ha plantation of productive plants, 5,005 ha of pre-productive plants, the production of 32,410 tons of copra provided by 97,094 Farmers. The existing Oil potency should becoming an opportunity for Padang Pariaman regency to increase the production and downstream industries through the development of agribusiness and agro-industries in rural areas. The growth of rural industries will create new jobs in rural areas, and decrease the desire of the people to find jobs to the city, so the economic condition of the rural area will increase and can contribute to the economic development of the region.

The purpose of this study are: (1) To analyze the poteency of oil development and the suitable location for the downstream oil industry development (agro-industry) in the district of Padang Pariaman; (2). To analyze the trade system in every level of production and business feasibility analysis of the coconut processing industry (3). To identify the institutional role in the development of coconut oil agro-industry (4). To formulate strategies of palm agro-industry development in the development of the district of Padang Pariaman.

Analysis of the potential for oil development is conducted by determining the availability of sufficient land that can support the coconut planting development that will ultimately meet the demand for raw materials for oil agro-industrial activities in the region. Potential land availability is determined by finding the suitable and available area for palm plantations through the evaluation of the suitability of land for coconut based on FAO method (1976). The availability of land is identified by overlay of land cover maps, forest maps, and RTRW (spatial arrangement plan) maps. After that identified by overlay with land suitability for coconut maps for suitable and poteency land of oil development. Potential Land for the development of the coconut is 19,13% of the total land area of Padang Pariaman regency and can increase the contribution to the GDP from plantation sub-sector as much as 46.44%.

Having obtained the availability of land for oil development then proceeded into regional hierarchy determination. Based on analysis the best hierarchy then appointed as priority locations for palm agro-industry development. From the schallogram analysis obtained 7 districts at the 1st hierarchy to be directed into the area of agro-industry activities development are district Sungai Geringging, District 2 x 11 Six Lingkung, District V Koto Timur, District IV Koto Aur Malintang, Sungai Limau, District V Koto Kampung in Sub Padang Sago. Further analysis coconut trade system within each level of production and business analysis activities of agro-industries.

(8)

advantage with the results of the NPV of Rp.220.648.813,92, -; IRR is 82.60%; Net B / C Ratio of 32.75 and a payback period of business of 2 years and 7 months, while the coconut coir processing financial analysis shows that the NPV of RP.1,399,277,447.30, -; IRR of 50.38%; Net B / C ratio of 3.29 and a payback period of business of 3 years and 1 month. Of the financial analysis it is noted that oil processing into derived products are economically very profitable.

Analysis of institutional suitableility in the management of agro-oil conducted by the method of AHP. The results indicated that the suitable institutions in the management of agro activity is Cooperative / Small and Medium Enterprises (SMEs) owned by the community / coconut farmers. The very important criteria in the management of the institution is the human resources. The Proirity on the palm agro-industry development strategy is to build integrated coconut processing plant, which comes with a score of 0.74.

(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI

KELAPA DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN

PADANG PARIAMAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(11)
(12)

Judul Tesis : Strategi Pengembangan Agribisnis dan Agroindustri Kelapa dalam Pengembangan Wilayah di Kabupaten Padang Pariaman Nama : Anifriza

NIM : A156140244

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Setia Hadi, MS Ketua

Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, M.Sc. Agr. Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian: 18 Februari 2016 27 Oktober 2015

(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni sampai dengan Oktober 2015 ini ialah Strategi Pengembangan Agribisnis dan Agroindustri Kelapa dalam Pengembangan Wilayah di Kabupaten Padang Pariaman.

Dalam penyusunan karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Setia Hadi, MS dan Bapak Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, M.Sc. Agr selaku ketua dan anggota komisi pembimbing atas segala motivasi, arahan, dan bimbingan yang diberikan mulai dari tahap awal hinga penyelesaian tesis ini.

2. Bapak Dr Ir Widiatmaka, DEA selaku Dosen Penguji Luar Komisi atas masukan dan sarannya.

3. Segenap dosen pengajar, asisten dan staf manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB.

4. Kepala Pusbindiklatren Bappenas beserta jajarannya atas kesempatan beasiswa yang diberikan kepada penulis.

5. Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengikuti program tugas belajar ini serta izin melakukan penelitian di lingkungan Pemda Kabupaten Padang Pariaman.

6. Rekan-rekan PWL kelas Bappenas maupun Reguler angkatan 2014 dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

Terima kasih yang istimewa khusus disampaikan kepada Ayah, Ibunda, Mertua, Suamiku Irwan Himawan, anakku Irene Faiza Janzabila dan Khaliqa Alya Dzahin beserta seluruh keluarga, atas segala Do’a, dukungan, kasih sayang, dan pengorbanan yang telah diberikan selama ini.

Penulis menyadari adanya keterbatasan ilmu dan kemampuan, sehingga dalam penelitian ini masih banyak kekurangan. Akhirnya, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terimakasih.

Bogor, Februari 2016

(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 5

Kerangka Pemikiran 5

Ruang Lingkup Penelitian 7

TINJAUAN PUSTAKA 8

Perencanaan Pengembangan Wilayah 8

Komoditas Kelapa 8

Agribisnis dan Agroindustri Kelapa 10

Industri Hilir Kelapa 11

Analytical Hierachy Process (AHP) 12

Analisis A’WOT 13

Penelitian Terdahulu 14 METODE PENELITIAN 16 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian 16 Jenis Data, Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data 16 Metode Analisis 18 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 30 Kondisi Geografi 30 Iklim 31 Alokasi Penggunaan Lahan 32 Kawasan Rawan Bencana 32 Demografi 32 Kondisi Perekonomian Wilayah 35 Pertumbuhan Ekonomi 35 Struktur Perekonomian Wilayah 37 Industri, Perdagangan dan Koperasi 39 Perkembangan Perkebunan Kelapa Rakyat di Kabupaten 41 Padang Pariaman HASIL DAN PEMBAHASAN 42 Identifikasi Lahan Berpotensi untuk Pengembangan Kelapa 42 Ketersediaan Lahan 42

Kesesuaian Lahan 42

Hirarki Perkembangan Wilayah 47

(15)

Tata Niaga dan Kelayakan Usaha Pengolahan Kelapa 51

Tata Niaga Kelapa Butiran 52

Tata Niaga Produk Turunan Kelapa 53

Kelayakan Usaha Pengolahan Kelapa 56

Bentuk Kelembagaan dalam Pengelolaan Agroindustri Kelapa 62

Strategi Pengembangan Agroindustri Kelapa 63

Faktor Internal dan Eksternal 63

Pembobotan Unsur SWOT berdasarkan AHP 66

Penyusunan Strategi 68

SIMPULAN DAN SARAN 72 Simpulan 72 Saran 73

DAFTAR PUSTAKA 73

LAMPIRAN 78

(16)

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan Sumber Data 17

2 Jenis dan Sumber Data, Teknik Analisis dan Output yang Diharapkan 19 3 Variabel yang Digunkan untuk Analisis Skalogram 21

4 Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan 27

5 Tabel SWOT Penetapan Strategi Pengembangan Agroindustri Kelapa 29

6 Matriks Strategi Hasil Analisis SWOT 29

7 Urutan/Ranking Strategi Pengembangan Agroindustri Kelapa

Kabupaten Padang Pariaman 30

8 Data Iklim di Kabupaten Padang Pariaman Tahun 2013 31 9 Alokasi Penggunaan Lahan di Kabupaten Padang Pariaman Tahun 2013 32 10 Intensitas Kejadian Bencana di Kabupaten Padang Pariaman dari Tahun

2009 – 2013 33

11 Kawasan Rawan Bencana di Kabupaten Padang Pariaman 33 12 Data Kependudukan Kabupaten Padang Pariaman Tahun 2009-2013 34 13 Penduduk 15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha

Tahun 2013 35

14 Distribusi PDRB Kabupaten Padang Pariaman ADHK Menurut

Lapangan Usaha Tahun 2009-2013 36

15 Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Padang Pariaman ADHK

Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009-2013 38

16 Distribusi PDRB Kabupaten Padang Pariaman ADHB Menurut

Lapangan Usaha Tahun 2009-2013 39

17 Unit Usaha Industri Kecil di Kabupaten Padang Pariaman Tahun

2009-2013 40

18 Jumlah Tenaga Kerja Industri Kecil di Kabupaten Padang Pariaman

Tahun 2009-2013 40

19 Luas dan Produksi Tanaman Kelapa Menurut Kecamatan Tahun 2013 41 20 Luas Sebaran Lahan Berpotensi untuk Pengembangan Kelapa 44 21 Luas dan Sebaran Kelas Kesesuaian Lahan Aktual Pada Masing -

Masing Kecamatan Menurut Faktor Pembatasnya 45

22 Hasil Analisis Skalogram 47

23 Matrik Hasil Analisis Kinerja Pasar Komoditi Kelapa Butiran di

Kabupaten Padang Pariaman 55

24 Matriks Hasil Analisis Kinerja Pasar VCO di Kabupaten

Padang Pariaman 56

25 Analisis Finansial Usaha Pengolahan Produk turunan Kelapa 60 26 Bobot Kriteria dan Alternatif dalam Penentuan Kelembagaan

yang Sesuai untuk Pengembangan Agroindustri Kelapa 62 27 Faktor Internal dan Eksternal dalam Pengembangan Agroindustri

Kelapa 64 28 Hasil Pembobotan Komponen SWOT 67 29 Strategi Pengembangan Agroindustri Kelapa Kabupaten

(17)

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Pemikiran Penelitian 7

2 Peta Lokasi Penelitian 16

3 Diagram Alir Analisis Kesesuaian Lahan Kelapa 21

4 Hirarki Analisis A’WOT Pengembangan Agroindustri Kelapa 28

5 Grafik Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut

Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan 34

6 Grafik Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Padang Pariaman

dalam Kurun Waktu 2009-2013 37

7 Persentase Nilai PDRB per Subsektor Pertanian Kabupaten Padang

Pariaman Tahun 2009-2013 38

8 Peta Ketersedian Lahan kelapa di Kabupaten Padang Pariaman 43 9 Peta Wilayah yang Sesuai dan berpotensil untuk Pengembangan Kelapa 44 10 Peta Hirarki Wilayah Di Kabupaten Padang Pariaman 48 11 Peta Arahan Lokasi Pengembangan Agroindustri Kelapa 49 12 Saluran Tataniaga Kelapa di Kabupaten Padang Pariaman 52 13 Skema Saluran Tataniaga Serat Sabut Kelapa di Kabupaten Padang

Pariaman 54

14 Skema Saluran Tataniaga VCO di Kabupaten Padang Pariaman 54 15 Urutan Strategi Pengembangan Agroindustri Kelapa di Kabupaten

Padang Pariaman 70

DAFTAR LAMPIRAN

1 Pohon Industri Kelapa 79

2 Kriteria Kesesuain Lahan untuk Tanaman Kelapa 80

3 Peta Penunjukan Kawasan Hutan Kabupaten Padang Pariaman 81 4 Peta RTRW Kabupaten Padang Pariaman Tahun 2010-2030 82 5 Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Padang Pariaman 83 6 Peta Satuan Lahan (Land Unit) Kabupaten Padang Pariaman 84

7 Satuan Lahan untuk Kelapa 85

8 Analisis Kelayakan Finansial Serat Sabut Kelapa 93

9 Analisis Kelayakan Finansial VCO 94

10 Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Serat Sabut Kelapa 95 11 Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial VCO 96 12 Nilai Variabel yang digunakan dalam Analisis Skalogram 97 13 Hasil Analisis Perbandingan Berpasangan Kelembagaan Menggunakan

Software Expert Choiche 2000 100

14 Hasil Analisis Pembobotan Komponen SWOT Menggunakan

(18)
(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Subsektor perkebunan dalam perekonomian Indonesia mempunyai peranan strategis, antara lain sebagai penyerap tenaga kerja, penyedia pangan, penopang pertumbuhan industri manufaktur dan sebagai sumber devisa negara. Pengembangan subsektor perkebunan diharapkan dapat mendorong pertumbuhan, pemerataan, dinamika ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di pedesaan dalam bentuk kegiatan agribisnis maupun agroindustri. Salah satu sektor perkebunan yang perlu mendapatkan perhatian adalah kelapa. Pohon ini dapat ditemukan hampir di seluruh wilayah Indonesia dari pulau Sumatera hingga Papua, namun, pengembangan kelapa dirasakan belum optimal hingga saat ini (Anonimus, 2011).

Luas perkebunan kelapa di Indonesia saat ini mencapai 3,8 juta hektar (ha) yang terdiri dari perkebunan rakyat seluas 3,7 juta ha; perkebunan milik pemerintah seluas 4.669 ha; serta milik swasta seluas 66.189 ha. Selama 34 tahun, luas tanaman kelapa meningkat dari 1,66 juta hektar pada tahun 1969 menjadi 3,8 juta hektar pada Tahun 2011 (Anonimus, 2011). Perkebunan kelapa yang ada di Indonesia pada umumnya merupakan perkebunan rakyat (98%). Perkebunan kelapa rakyat umumnya kondisinya sama yakni luas lahan yang sempit, dan pemeliharaan seadanya atau tidak sama sekali, tidak berada pada skala komersial dan dikelola secara tradisional (Deprin, 2010).

Produksi kelapa di Indonesia sebagian besar dipakai untuk memenuhi kebutuhan domestik, sisanya diekspor dalam bentuk kelapa butir dan olahan. Pengolahan kelapa juga masih berupa produk dasar seperti kopra yang memiliki nilai tambah rendah. Industri pengolahan kelapa kurang berkembang karena kalah bersaing dari kelapa sawit. Kelapa sawit jauh lebih produktif sehingga produknya lebih murah dan bisa menguasai kebutuhan minyak nabati di dunia, namun, sejumlah produk berbasis kelapa memiliki prospek karena sifatnya unik dan tidak tergantikan produk sawit. Produk-produk berbasis kelapa yang memiliki prospek diantaranya: coconut milk powder, coconut jam, liquid coconut milk, coco chips, desiccated coconut, coconut pith, coconut vinegar, frozen coconut meat, nata de coco, virgin oil, fresh coconut dan coconut water concentrate, sementara produk- produk berbasis kelapa lainnya yaitu minyak goreng dan coco chemicals harus bersaing dengan produk yang sama berbasis kelapa sawit dan minyak kedele (Anonimus, 2011).

Pertanaman kelapa di Indonesia merupakan yang terluas di dunia dengan pangsa 31,2% dari total luas areal kelapa dunia. Peringkat kedua diduduki Filipina (pangsa 25,8%), disusul India (pangsa 16,0%), Sri Langka (pangsa 3,7%) dan Thailand (pangsa 3,1%), namun demikian, dari segi produksi ternyata Indonesia hanya menduduki posisi ke dua setelah Philipina. Ragam produk dan devisa yang dihasilkan Indonesia juga di bawah India dan Sri Lanka (Deptan, 2005).

(20)

diusahakan oleh 97.094 KK petani (BPS Kabupaten Padang Pariaman, 2014). Dari data terlihat bahwa masih ada potensi 5.005 ha (TBM) yang akan menghasilkan, dan 12.117 ha yang perlu diremajakan, namun kelapa belum memberikan kontribusi yang nyata dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat, karena kelapa dijual dalam bentuk produk primernya, padahal kelapa merupakan tanaman yang mempunyai multi manfaat karena hampir semua bagian dari kelapa dapat diolah menjadi produk yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Berdasarkan kondisi tersebut, sebagai komoditi unggulan daerah maka tanaman kelapa harus dikembangkan baik dari sisi on farm di perkebunan maupun diversifikasi off farm pada pengolahan sehingga dapat meningkatkan daya saing kelapa dan produk turunannya (Hastomo, 2013).

Potensi kelapa yang ada saat ini seharusnya menjadi peluang Kabupaten Padang Pariaman untuk meningkatkan produksi dan industri hilir melalui pengembangan agribisnis dan agroindustri di pedesaan. Pengembangan industri pedesaan akan memperkecil kesenjangan antara kawasan perdesaan dengan kawasan perkotaan. Selama ini masyarakat desa lebih tertarik untuk mencari pekerjaan ke kota, karena semua pengolahan hasil pertanian dilakukan di kota. Tumbuhnya industri pedesaan akan menciptakan lapangan kerja baru di wilayah pedesaan, dan keinginan rakyat untuk mencari pekerjaan ke kota semakin berkurang sehingga perekonomian pedesaanpun akan meningkat. Kelapa yang dihasilkan petani tidak hanya dijual dalam bentuk produk primer tapi diolah terlebih dahulu menjadi produk sekunder maupun tersier seperti VCO, minyak kelapa, nata de coco, maupun produk lainnya seperti bio diesel, asap cair, sabun kecantikan, pengolahan kayu menjadi bahan bangunan maupun furniture, arang aktif, briket, dan lain sebagainya, sehingga dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan perekonomian wilayah.

Perkebunan kelapa yang ada di Kabupaten Padang Pariaman merupakan perkebunan rakyat, yang dikelola secara tradisional, rata-rata usianya sudah tua sehingga produktivitasnya jauh dari produktivitas nasional yang rata-rata 6,0 ton/ha (UNDP dan ILO, 2013). Sebagian besar petani kelapa di Kabupaten Padang Pariaman memiliki lahan kecil, hanya 3,2% dari petani kelapa yang memiliki lahan di atas 6 ha, sedangkan kepemilikan kecil dari 3 ha mencapai 91,6%. Konsumsi kelapa masih didominasi untuk konsumsi sehari-hari (bahan makanan). Diversifikasi produk kelapa masih belum maksimal, padahal dari pengolahan kelapa dapat dihasilkan produk-produk lain yang bernilai ekonomi tinggi (Bappeda Kabupaten Padang Pariaman, 2010).

(21)

wilayah pedesaan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan ketahanan pangan, dan merupakan salah satu strategi untuk mengurangi kemiskinan. Agroindustri memiliki efek multiplier yang tinggi dalam menciptakan lapangan kerja dan peningkatan nilai produk. Dampak sosial ekonomi pengembangan agroindustri kelapa diharapkan mampu menumbuhkan motivasi petani di Kabupaten Padang Pariaman dalam usaha peningkatan produktivitas usaha tani kelapa dan merangsang tumbuhnya industri pedesaan lainnya yang pada akhirnya peningkatan kesejahteraan petani kelapa dapat tercapai, di samping itu nilai tambah produksi wilayah akan meningkat, industrialisasi juga akan mencegah berkembangnya pengangguran terdidik, dan mendorong mereka untuk tetap berkerja dan berpartisipasi dalam pembangunan daerahnya, sebagai pusat-pusat pertumbuhan (Andri, 2006).

Menurut Supriyati dan Suryani (2006), kebijakan yang perlu ditempuh dalam pembangunan pertanian jangka panjang adalah mewujudkan agroindustri berbasis pertanian domestik, yaitu agroindustri skala kecil di pedesaan untuk meningkatkan nilai tambah dan pendapatan petani. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, pengembangan agroindustri pedesaan diarahkan untuk : (a) mengembangkan klaster industri, yakni industri pengolahan yang terintegrasi dengan sentra-sentra produksi, bahan baku, serta sarana penunjangnya, (b) mengembangkan industri pengolahan skala rumah tangga dan kecil yang didukung oleh industri pengolahan skala menengah dan besar, dan (c) mengembangkan industri pengolahan yang punya daya saing tinggi untuk meningkatkan ekspor dan memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Penerapan teknologi sangat diperlukan dalam pengembangan agroindustri. Menurut Lakitan (2011), potensi kontribusi teknologi dalam kegiatan agroindustri adalah untuk meningkatkan nilai ekonomi produk, peningkatan daya simpan/perpanjangan durasi ketersediaan produk, diversifikasi produk, kemudahan distribusi produk, perbaikan kandungan dan komposisi gizi, pengurangan limbah yang terbawa keluar lahan produksi, peningkatan kesempatan kerja serta peningkatan kesejahteraan mayarakat.

Pengembangan agroindustri harus dilaksanakan bersama rakyat, dalam artian diperlukan partisipasi dari masyarakat itu sendiri. Mereka perlu diberdayakan agar dapat mensejahterakan diri mereka sendiri. Pemberdayaan ini dapat dilakukan melalui kelembagaan-kelembagaan petani seperti kelompok tani. Mereka diberikan kebebasan untuk menentukan masa depan mereka sendiri dalam hal ini pemerintah dapat berfungsi sebagai pembimbing dan tempat konsultasi bagi mereka, sehingga pembangunan agroindustri ini benar-benar tumbuh dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Hal ini dapat dilakukan dengan penyiapan sumberdaya yang memiliki kapasitas sesuai dengan posisi dan fungsi mereka masing-masing.

(22)

saing berbasiskan agribisnis dan agroindustri maka perlu dilakukan penelitian Strategi Pengembangan Agribisnis dan Agroindustri Kelapa dalam Pengembagan Wilayah di Kabupaten Padang Pariaman. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan dalam penyusunan kebijakan perencanaan pembangunan di Kabupaten Padang Pariaman.

Perumusan Masalah

Kelapa merupakan komoditi perkebunan yang menjadi unggulan di Kabupaten Padang Pariaman, namun belum bisa memberikan penghidupan yang layak terhadap petani. Hal ini disebabkan karena kelapa ini dijual dalam bentuk produk primer (kelapa butiran). Nilai ekonomis kelapa dapat ditingkatkan dengan diversifikasi kelapa melalui pengolahan industri hilir, dengan kata lain potensi untuk menggunaan industri kelapa sebagai salah satu pendorong pertumbuhan pengembangan wilayah, pengembangan agroindustri dan distribusi pendapatan cukup terbuka.

Industri pengolahan kelapa, sebenarnya cukup banyak di Kabupaten Padang Pariaman, mulai dari upaya pengolahan sabut kelapa, buah kelapa hingga pengolahan air kelapa, akan tetapi tidak sepenuhnya memberikan harapan yang lebih baik bagi petani kelapa untuk menikmati hasil yang diraihnya, untuk itu diperlukan pengolahan hasil dan pasca panen yang lebih memadai. Hal ini dapat dilakukan melalui agroindustri skala kecil dan menengah. Hasil produk yang dihasilkan masih terkendala pemasaran dan penguasaan teknologi. Agroindustri skala kecil ini diharapkan mampu mengatasi masalah yang dihadapi petani untuk menghasilkan produk olahan kelapa yang berkualitas sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dari kelapa. Peningkatan pendapatan petani diharapkan mampu mengatasi akses modal dan penerapan teknologi petani kelapa yang akan meningkatkan produktifitas kelapa itu sendiri, sehingga dapat menjamin ketersediaan suplai bahan baku untuk agroindustri kelapa.

(23)

pemeliharaan. Pemilihan teknologi yang tidak tepat, akan berdampak pada membengkaknya biaya pemeliharaan dan perbaikan.

Partisipasi semua stakeholder sangat dibutuhkan dalam pembangunan supaya pembangunan dapat berjalan lebih baik. Partisipatsi masyarakat dalam hal pengambilan keputusan sangat diperlukan untuk menguatkan kapasitas masyarakat sekaligus mengupayakan kerjasama yang lebih erat antar stakeholder dalam menghasilkan kebijakan-kebijakan pembangunan yang dibutuhkan masyarakat. Perencanaan partisipatif berbasis penguatan kelembagaan masyarakat dalam hal ini adalah kelompok tani sangat mendukung terbentuknya good governance.

Memperhatikan permasalahan di atas maka beberapa pertanyaan penelitian yang perlu dikaji adalah :

1. Bagaimanakah potensi pengembangan kelapa dan dimanakah kawasan representatif sebagai lokasi pengembangan industri hilir kelapa (agroindustri) di Kabupaten Padang Pariaman?

2. Bagaimanakah tata niaga dalam tiap tingkat produksi dan analisis kelayakan usaha pengolahan kelapa?

3. Bagaimanakah bentuk kelembagaan yang berperan dalam pengembangan agroindustri kelapa?

4. Bagaimana strategi pengembangan agribisnis dan agroindustri kelapa di Kabupaten Padang Pariaman?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Menganalisis potensi pengembangan kelapa dan kawasan yang representatif sebagai lokasi pengembangan industri hilir kelapa (agroindustri) di Kabupaten Padang Pariaman.

2. Menganalisis tata niaga dalam tiap tingkat produksi dan analisis kelayakan usaha pengolahan kelapa.

3. Mengetahui kelembagaan yang berperan dalam pengembangan agroindustri kelapa.

4. Merumuskan strategi pengembangan agribisnis dan agroindustri kelapa dalam pengembangan wilayah di Kabupaten Padang Pariaman.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah daerah sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan strategi pengembangan wilayah Kabupaten Padang Pariaman yang difokuskan pada pengembangan agroindustri.

Kerangka Pemikiran

(24)

(added value) melalui peningkatan kesejahteraan petani kelapa, karena adanya kendala pada sisi on farm, off farm, dan tata niaga kelapa yang dikuasai pedagang, sehingga margin keuntungan hanya dinikmati oleh pedagang dan eksportir. Selain itu kelembagaan yang mewadahi perkelapaan juga belum mewadahi petani kelapa dengan baik. Banyak industri –industri pengolahan kelapa yang masih bersifat perorangan yang belum berbentuk kelompok sehingga menyulitkan pemerintah daerah untuk mendatanya dengan baik. Untuk mengatasi permasalahan ini dibutuhkan strategi pengembangan agroindustri kelapa dalam peningkatan nilai tambah kelapa sebagai komoditi unggulan daerah yang mendukung pengembangan wilayah Kabupaten Padang Pariaman. Agroindustri kelapa Kabupaten Padang Pariaman saat ini sulit berkembang karena kurangnya modal, teknologi, jaringan pemasaran, mutu hasil pengolahan yang rendah dan kelembagaan yang kurang kuat.

Untuk mendukung kegiatan agroindustri kelapa perlu didukung dengan ketersediaan bahan baku industri. Oleh karena itu diperlukan penelitian untuk menentukan wilayah yang potensial untuk pengembangan kelapa. Untuk menentukan wilayah yang sesuai dan tersedia untuk pengembangan kelapa dapat dilakukan dengan cara mengoverlay peta administrasi, peta pola ruang RTRW, peta penunjukkan kawasan hutan dan peta tutupan lahan. Hasil overlay merupakan peta ketersediaan lahan untuk pengembangan kelapa. Untuk mengetahui lahan yang sesuai dan berpotensi untuk pengembangan kelapa maka dilakukan evaluasi kesesuaian lahan pada peta ketersediaan lahan tersebut dengan cara mengoverlay peta ketersediaan lahan dengan peta jenis tanah Kabupaten Padang Pariaman. Kriteria yang digunakan untuk kesesuaian lahan berdasarkan kriteria Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian Kementerian Pertanian Tahun 2011 menggunakan analisis kesesuaian lahan metode FAO (1976).

Setelah didapatkan lahan yang sesuai dan berpotensi, dilanjutkan dengan analisis Skalogram. Data yang digunakan untuk analisis skalogram adalah jumlah fasilitas pendidikan, jumalh fasilitas kesehatan, jumlah fasilitas trasnportasi dan pariwisata, jumlah fasilitas ekonomi, jumlah fasilitas sosial, jumlah fasilitas pertanian, jumlah fasilitas industri, listrik an air, jarak ke ibukota kabupaten dan produksi kelapa. Analisis skalogram biasa digunakan untuk menentukan tingkat perkembangan wilayah dimana semakin banyak sarana dan prasarana yang dimiliki suatu wilayah dengan indeks hirarki terbaik, maka bersifat melayani wilayah yang memiliki indek hirarki yang lebih rendah. Hasil analisis skalogram digunakan sebagai penentuan wilayah yang menjadi prioritas pengembangan kegiatan agroindustri berdasarkan hirarki terbaik.

(25)

Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penentuan studi kelayakan bisnis (agroindustri) hanya dilakukan terhadap aspek teknis (ketersediaan lahan), aspek finansial dan aspek kelembagaan dalam pelaksanaan suatu proyek pertanian, sedangkan aspek-aspek lainnya tidak diteliti. Produk turunan kelapa yang dilakukan analisis terbatas pada usaha pengolahan kelapa menjadi Virgin Coconut Oil, dan pengolahan sabut menjadi serat sabut kelapa.

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian.

Evaluasi kesesuaian lahan

Kelayakan usaha secara finansial Penentuan

Hirarki

Kelayakan usaha

Strategi pengembangan agroindustri di Kabupaten

Padang Pariaman Tidak adanya nilai tambah produk bagi petani

Tataniaga kelapa yang tidak memihak petani Pengelolaan yang belum terstuktur

Kurangnya dukungan permodalan, teknologi dan informasi

Potensi pengembangan kelapa

Lahan yang sesuai dan berpotensi pengembangan

kelapa

Efisiensi lembaga pemasaran Analisis pengembangan kelapa

Arahan lokasi pengembangan agroindustri

Kelembagaan

Hirarki terbaik

Rekomendasi peningkatan efisiensi pemasaran

(26)

TINJAUAN PUSTAKA

Perencanaan Pengembangan Wilayah

Pengembangan adalah segala bentuk kegiatan yang dilakukan ke arah yang lebih baik dari keadaan sebelumnya ( Syam, et al., 2006). Pengembangan wilayah pada dasarnya mempunyai tujuan agar suatu wilayah berkembang menuju tingkat perkembangan yang diinginkan. Pengembangan wilayah dilaksanakan melalui optimasi pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki secara harmonis, serasi, dan terpadu melalui pendekatan yang bersifat terpadu dan komprehensif. Keterpaduan mencakup bidang ilmu, sektoral, wilayah, dan hirarki pemerintahan. Komprehensif terhadap aspek fisik, ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan hidup (Djakapermana, 2010).

Penyusunan perencanaan pembangunan berbasis pengembangan wilayah perlu keterpaduan sektoral, spasial serta keterpaduan antarpelaku pembangunan di dalam dan antarwilayah dalam upaya mencapai pembangunan berimbang (balanced development), dengan terpenuhinya potensi-potensi pembangunan sesuai dengan kapasitas pembangunan setiap wilayah maupun daerah yang beragam sehingga dapat memberikan keuntungan dan manfaat yang optimal bagi masyarakat di seluruh wilayah. Untuk mencapai pembangunan berimbang, paradigma pembangunan wilayah sekarang ini harus memenuhi tiga aspek penting yaitu mencapai: (1) pertumbuhan (growth), (2) pemerataan (equity), (3) keberlanjutan (sustainability) (Rustiadi, et al., 2011).

Pengembangan pedesaan seharusnya memegang posisi terpenting dalam kebijakan pengembangan wilayah yang diformulasikan negara-negara Dunia Ketiga seperti Indonesia karena sebagian besar dari penduduk Dunia Ketiga tinggal diwilayah perdesaan, maka tidak mungkin fasilitasi proses self-sustain tanpa fokus perdesaan. Target pengembangan perdesaan adalah mengenai masyarakat desa yang sebagian besar adalah petani miskin dan melibatkan program pengembangan yang komprehensif untuk meningkatkan produktifitas dan kondisi kehidupannya, sedangkan pengembangan pertanian utamanya menguatkan kapasitas produktif dari sektor pertanian yang dapat dilakukan dengan pengembangan agribisnis dan agroindustri diwilayah pedesaan (Rustiadi, et al., 2011).

Komoditas Kelapa

(27)

akan tumbuh dengan baik pada kelembaban (rH) bulanan rata-rata 70-80%, dan rH minimumnya 65%. Bila rH udara rendah atau evapotranspirasi tinggi, tanaman akan kekeringan dan buah jatuh lebih awal (sebelum masak), namun bila rH terlalu tinggi hama dan penyakit tanaman akan mudah timbul. Tanaman kelapa tumbuh optimal di dataran rendah atau pada ketinggian 0-450 m dpl. Pada ketinggian 450-1000 m dpl kelapa akan berbuah lebih lambat, produksi sedikit, serta kadar minyaknya rendah (Badiorah, 2013).

Kelapa (Cocos nucifera L) merupakan komoditas strategis yang memiliki peran sosial, budaya, dan ekonomi dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Tanaman kelapa tumbuh di daerah tropis, dapat dijumpai baik di dataran rendah maupun dataran tinggi. Demikian besar manfaat tanaman kelapa sehingga ada yang menamakannya sebagai "pohon kehidupan" (the tree of life) atau "pohon yang amat menyenangkan" (a heaven tree)”. Kelapa selain dijuluki sebagai "pohon kehidupan", juga menamakannya sebagai "pohon surga". Kelapa merupakan tanaman tropis yang telah lama dikenal masyarakat Indonesia. Manfaat tanaman kelapa tidak hanya terdapat pada daging kelapa yang bisa di olah menjadi kopra, santan, minyak kelapa tetapi pada keseluruhan tanaman kelapa tersebut (Hastomo, 2013).

Kelapa dan produk turunannya merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara, di samping itu kelapa juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri. Produktivitas tanaman kelapa baru mencapai 2.700-4.500 kelapa butir yang setara 0,8-1,2 ton kopra/ha. Produktivitas ini masih dapat ditingkatkan menjadi 6.750 butir atau setara 1,5 ton kopra. Selain itu, potensi kayu kelapa yang dapat dihasilkan sebesar 200 juta m3. Berdasarkan potensi tersebut maka pengembangan agribisnis kelapa, khususnya industri pengolahan buah kelapa, diarahkan ke Propinsi Riau, Jambi dan Lampung di wilayah Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur di wilayah Jawa, Propinsi Kalimantan Barat di wilayah Kalimantan, dan Propinsi Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah di wilayah Sulawesi yang merupakan sentra penghasil kelapa di Indonesia, sedangkan industri pengolahan kayu kelapa di NTB, NTT, dan di sentra produksi lainnya (Deptan, 2005).

Produk-produk yang dapat dihasilkan dari buah kelapa dan banyak diminati karena nilai ekonominya yang tinggi diantaranya adalah VCO, AC, CF, CP, CC, serta oleokimia yang dapat menghasilkan asam lemak, metil ester, fatty

alkohol, fatty amine, fatty nitrogen, glyserol, dan lain-lainnya. Demikian pula

batang kelapa juga merupakan bahan baku industri untuk menghasilkan perlengkapan rumah tangga (furniture) yang masih prospektif untuk dikembangkan (Deptan, 2005).

(28)

mengarahkan pengembangan produk olahan pada produk-produk baru yang permintaan pasarnya cenderung meningkat (demand driven) (Deprin, 2010).

Rendahnya produktivitas tanaman kelapa disebabkan masih dominannya kebun yang dibangun dengan benih asalan, terutama perkebunan rakyat dan belum banyaknya adopsi penggunaan tanaman klonal. Peningkatan produksi memerlukan kerjasama semua pihak untuk meningkatkan kembali produksi dari kelapa tersebut, hal ini dapat dilakukan melalui peremajaan, intensifikasi, rehabilitasi, penggunaan bibit unggul yang berasal dari Blok Penghasil Tinggi, pemeliharaan dan pemupukan.

Agribisnis dan Agroindustri Kelapa

Agribisnis adalah suatu bisnis yang berbasis usaha pertanian baik di sektor hulu maupun sektor hilir. Pengembangan agribisnis kelapa berperan penting dalam peningkatan produktivitas dan peningkatan pendapatan petani. Kelapa saat ini sangat berperan dalam perekonomian sebagai penyedia lapangan kerja, bahan baku industri dalam negeri dan konsumsi langsung. Usaha tani kelapa kebanyakan tidak terkait langsung dengan industri pengolahan, industri hilir, serta industri jasa dan keuangan. Akibatnya agribisnis kelapa tidak berhasil mendistribusikan nilai tambah, sehingga tidak dapat meningkatkan pendapatan petani (Damanik, 2007).

Menurut Austin (1992) dalam Syam, et al. (2006), agroindustri adalah perusahaan yang mengolah bahan yang berasal dari tumbuhan dan hewan. Pengolahan meliputi transformasi dan pengawetan melalui perubahan fisik atau kimia, penyimpanan, pengepakan dan distribusi. Agroindustri merupakan salah satu pengembangan kawasan agropolitan dan merupakan bagian integral pembangunan sektor pertanian. Efek agroindustri mampu mentransformasikan produk primer ke produk olahan sehingga memberi nilai tambah terhadap produk hasil pertanian. Pengembangan agroindustri adalah suatu pola perencanaan usaha yang mampu mengintegrasikan sasaran dan kebijakan kearah yang lebih baik untuk mendapatkan nilai tambah komoditi yang sebesar-besarnya (Syam, et al., 2006).

Empat kekuatan strategi agroindustri menurut Austin (1992) dalam Syam, et al., (2006) yang dapat dijadikan motor penggerak perekonomian suatu negara adalah : (1) agroindustri merupakan pintu keluar bagi produk pertanian, artinya produk pertanian memerlukan pengolahan sampai tingkat tertentu sehingga meningkatkan nilai tambah; (2) agroindustri merupakan penunjang utama sektor manufaktur, artinya sumberdaya pertanian sangat diperlukan pada tahap awal industrialisasi dan agroindustri serta mempunyai kapasitas yang besar dalam menciptakan lapangan kerja, meningkatkan produksi, dan pemasaran, serta mengembangkan lembaga keuangan dan jasa; (3) agroindustri berperan dalam menciptakan devisa negara, artinya produk pertanian mempunyai permintaan di pasar dunia baik dalam bentuk bahan baku, setengah jadi, maupun produk jadi sehingga perlu pengolahan sesuai permintaan konsumen; (4) agroindustri mempunyai dimensi nutrisi, artinya agroindustri dapat menjadi pemasok kebutuhan gizi masyarakat dan pemenuhan kebutuhan pangan nasional.

(29)

kehilangan subsidi dan tarif, sebaliknya arus lalu lintas modal antarnegara semakin meningkat sehingga menimbulkan foreign direct investment. Kondisi ini dapat diatasi dengan mewujudkan efisiensi dalam proses produksi dan memprioritaskan pengembangan agroindustri yang berbasis sumberdaya lokal, bersinergi dan terintegrasi. Strategi pembangunan nasional harus menempatkan agroindustri sebagai pilihan utama karena agroindustry dapat memicu percepatan peningkatan kesempatan kerja, peningkatan ekspor, pertumbuhan ekonomi, pemerataan pendapatan, pengentasan kemiskinan, dan jaminan ketahanan pangan nasional (Syam, et al., 2006). Hal ini sejalan dengan pendapat Rusastra, et al., (2005), peranan agroindustri sebagai suatu kegiatan ekonomi yang diharapkan mampu menciptakan lapangan kerja masih sangat relevan dengan permasalahan ketenagakerjaan saat ini, terutama beban sektor pertanian yang menyerap sekitar 46 persen dari total angkatan kerja dan adanya indikasi tingkat pengangguran terbuka dan terselubung yang semakin meningkat.

Agroindustri sebagai penarik pembangunan sektor pertanian diharapkan mampu berperan dalam menciptakan pasar bagi hasil – hasil pertanian melalui berbagai produk olahannya. Agar agroindustri mampu berperan sebagai penggerak utama, industrialisasi pedesaan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut yaitu : berlokasi dipedesaan, terintegrasi vertikal ke bawah, mempunyai kaitan input-output yang besar dengan industri lainnya, dimiliki oleh penduduk desa, padat tenaga kerja, tenaga kerja berasal dari desa, bahan baku merupakan produk desa, dan produk yang dihasilkan terutama dikonsumsi oleh penduduk desa. (Simatupang dan Purwoto (1990) dalam Supriyati dan Suryani (2006). Menurut Syam, et al. (2006), karakteristik agroindustri yang ideal adalah agroindustri yang bersifat resource-based industry. Strategi pengembangannya didasarkan pada pendekatan wilayah potensi sumberdaya dengan tetap berpijak pada konsep keunggulan komparatif dinamis dengan mengikutsertakan peran pemerintah untuk mengarahkan keunggulan komparatif jangka panjang.

Industri Hilir Kelapa

Investasi merupakan motor penggerak pertumbuhan ekonomi, yang sekaligus menjadi motor modernisasi pertanian. Sebagai produsen terbesar di dunia, kelapa Indonesia menjadi ajang bisnis raksasa mulai dari pengadaan sarana produksi (bibit, pupuk, pestisida, dll); proses produksi, pengolahan produk kelapa (turunan dari daging, tempurung, sabut, kayu, lidi, dan nira), dan aktivitas penunjangnya (keuangan, irigasi, transportasi, perdagangan, dll). Daya saing produk kelapa saat ini terletak pada industri hilirnya, tidak lagi pada produk primer, di mana nilai tambah dalam negeri dapat tercipta pada produk hilir dapat berlipat ganda daripada produk primernya. Usaha produk hilir saat ini terus berkembang dan memiliki kelayakan yang tinggi baik untuk usaha kecil, menengah maupun besar. Industri hilir menjadi lokomotif industri hulu. Lebih jelasnya dapat dilihat pada pohon industri kelapa pada Lampiran 1. (Deptan, 2005).

(30)

efisien; peningkatan mutu kopra ditempuh melalui penerapan teknologi pascapanen yang berorientasi pada kebutuhan pasar; dan upaya pengurangan hambatan-hambatan ekspor, dan regulasi lain dari negara konsumen dapat dilakukan melalui perbaikan mutu secara berkelanjutan, kerjasama antara kelompok tani dan eksportir (Deptan, 2005). Hal ini sejalan dengan pendapat Zulfiandri dan Marimin (2012), penentuan lokasi industri hilir kelapa, yang harus dilihat adalah kriteria pemilihan atau penentuan lokasi berdasarkan aspek ekonomi, sosial budaya, dan kebijakan pemerintah daerah.

Lemahnya keterkaitan ekonomi baik secara sektoral maupun spasial, tercermin dari kurangnya keterkaitan antara sektor pertanian (primer) dengan sektor industri (pengolahan) dan jasa penunjang, serta keterkaitan pembangunan antara kawasan perdesaan dan kawasan perkotaan. Kota-kota kecil dan menengah yang berfungsi melayani kawasan perdesaan disekitarnya belum berkembang sebagai pusat pasar komoditi pertanian, pusat produksi, koleksi dan distribusi barang dan jasa, pusat pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah non pertanian dan penyedia lapangan kerja alternatif (Supriyati dan Suryani, 2006).

Analytical Hierachy Process (AHP)

Alat pengambil keputusan yang menguraikan suatu permasalahan kompleks dalam struktur hirarki dengan banyak tingkatan yang terdiri dari tujuan, kriteria, dan alternatif dapat dilakukan dengan menggunakan metode Analitycal Hierarchy Process (AHP) (Saaty, 1993). AHP merupakan sebuah alat pengambilan keputusan yang dapat digunakan untuk memecakan permasalahan pengambilan keputusan yang kompleks dengan menggunakan struktur hirarki yang terdiri dari tujuan, kriteria, sub kriteria dan alternatif (Triantaphyllou dan Mann 1995). Firdaus et al., (2011) menyebutkan bahwa, AHP digunakan pada kondisi dimana terdapat proses pengambilan keputusan secara komplek yang melibatkan berbagai kriteria, seperti prioritas diantara beberapa alternatif kebijakan dan sasaran. Prasyarat yang harus diperhatikan dalam penggunaan analisis ini adalah pihak yang akan memberikan penilaian terhadap tingkat kepentingan faktor yang dianalisis harus yang benar-benar memahami situasi yang sedang ditelaah (Permata, 2015).

Makkasau (2012) mengemukakan AHP adalah prosedur yang berbasis matematis yang sangat baik dan sesuai untuk kondisi evaluasi atribut-atribut kualitatif dimana atribut-atribut tersebut secara matematik dikuantitatifkan dalam satu set perbandingan berpasangan. Kelebihan AHP dibandingkan dengan metode pengambilan keputusan lainnya lebih ditekankan karena adanya struktur yang berhirarki, sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipilih, sampai kepada sub-sub kriteria yang paling mendetil. Analisis ini juga memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh para pengambil keputusan (Saaty, 1993).

(31)

sehingga boleh dikatakan model pengambilan keputusan dengan AHP merupakan suatu model pengambilan keputusan yang bersifat komprehensif (Makkasau 2012).

Analisis A’WOT

Metode A’WOT digunakan untuk mencari strategi pengembangan

agroindustri kelapa, dalam pengembangan wilayah di Kabupaten Padang Pariaman. Metode A’WOT merupakan gabungan antara AHP (Analytical Hierarchy Process) dengan analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities dan Threats) yang dikembangkan untuk perencanaan hutan di Finlandia (Kangas et al., 2000). Menurut Leskinen et al. (2006) A’WOT merupakan metode yang menunjukan bagaimana analisis AHP dan SWOT dapat diverifikasi dan digunakan untuk menyusun strategi.

Perumusan kebijakan dapat menggunakan Analisis AHP maupun analisis SWOT, namun jika dilihat dari subjektifitasnya maka analisis AHP lebih baik dari analisis SWOT,untuk menyempurnakan dan meminimalkan tingkat subjektifitas dari suatu kebijakan yang dihasilkan dapat dilakukan dengan menggabungkan kedua teknik analisis AHP dan SWOT (Rosdiana, 2011).

Menurut Nasdan et al., (2008) metode SWOT disebut juga metode analisis situasi yang digolongkan ke dalam faktor lingkungan internal (Kekuatan dan Kelemahan) atau sering dikatakan dampak secara langsung dan faktor eksternal (Peluang dan Ancaman) atau dampak secara tidak langsung. Kedua faktor tersebut memberikan dampak positif yang berasal dari peluang dan kekuatan serta dampak negatif yang berasal dari ancaman dan kelemahan. Analisis SWOT untuk mengetahui strategi pengembangan yang dilakukan untuk meningkatkan dayasaing agribisnis teh Indonesia (David 2009). Faktor eksternal dan internal yang dimiliki suatu perusahaan dapat digambarkan secara jelas dengan matrik SWOT (Rangkuti 2009).

Dalam analisis SWOT, untuk mendapatkan keputusan lebih tepat, perlu melalui tahapan-tahapan proses sebagai berikut Marimin (2004):

1. Tahapan evaluasi faktor eksternal dan internal

Tahapan ini digunakan untuk mengidentifikasi faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dengan analisis data yang relevan dengan penelitian. Tahapan Analisis

(32)

pengembangan pada posisi kuadran tertentu pada kuadran strategi SWOT dalam penetapan bobot.

Tahapan pengambilan keputusan

Tahapan pengambilan keputusan dalam strategi SWOT dihasilkan dari penggunaan unsur-unsur kekuatan untuk mendapatkan peluang (SO), penggunaan kekuatan untuk menghadapi ancaman (ST), pengurangan kelemahan dengan memanfaatkan peluang yang ada (WO) dan pengurangan kelemahan untuk menghadapi ancaman yang ada (WT).

Penggabungan analisis AHP dengan analisis SWOT ini dikarenakan analisis SWOT terlalu kualitatif. Apabila dikuantifikasikan, tidak jelas berapa bobot antara masing-masing komponen SWOT. Demikian juga bobot antar faktor dalam komponen tersebut, perlu dibuat prioritasnya sehingga dalam menentukan strategi mana yang menjadi prioritas akan lebih mudah apabila menggabungkan SWOT dan pembobotannya diperoleh dari hasil wawancara dengan responden yang berkompeten.

Penelitian Terdahulu

Amanto (1999) telah melakukan penelitian tentang kajian wilayah pengembangan agroindustri perikanan rakyat di daerah Maluku. Kegiatan perikanan, perdagangan, dan transportasi (laut dan darat) di Propinsi Maluku tumbuh relatif cepat dibandingkan dengan pertumbuhan kegiatan-kegiatan lainnya, sedangkan untuk industri pengolahan dan keuangan pertumbuhannya relatif lambat. Pertumbuhan ini diduga dipengaruhi faktor ketersediaan bahan baku, permintaan produk akhir, dan kebijakan ekonomi dari pemerintah. Selain itu kegiatan perekonomian di Daerah tingkat II yang memiliki pertumbuhan lebih cepat adalah perikanan di Kotamadya Ambon, industri pengolahan di Halmahera Tengah, Maluku Tenggara, dan Kotamadya Ambon, perdagangan di Kotamadya Ambon dan Maluku Utara, transportasi laut di semua Daerah Tingkat II kecuali Kotamadya Ambon, transportasi darat di Maluku Tengah dan Maluku Utara, keuangan di semua daerah tingkat II kecuali Kotamadya Ambon. Pertumbuhan ini dipengaruhi oleh keunggulan komparatif, akses pasar, dukungan kelembagaan, sarana sosial dan ekonomi yang lebih baik dibandingkan dengan daerah tingkat II lainnya.

Sufandi (2006) telah melakukan penelitian strategi pengembangan agroindustri pedesaan di Kabupaten Bengkalis. Dari analisis yang dilakukan dengan teknik skoring sub sektor perkebunan dengan basis bahan baku sagu yang memerlukan pembinaan dan pengembangan usaha agroindustri secara terpadu. Strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk agroindustri berbasis sagu secara terpadu dilakukan melalui program pemantapan teknologi pengolahan, pengembangan produk hasil olahan sagu, pengembangan lembaga informasi pasar dan revitalisasi alat pengolahan agroindustri sagu.

(33)

25,27%> 20%, dan Rasio Manfaat Biaya (RMB) = 1,29>1. Berdasarkan analisis SWOT agroindustri gula kelapa di Kabupaten Ciamis memiliki faktor kekuatan ketersediaan bahan baku, faktor kelemahan dana investasi yang dimiliki sangat terbatas, faktor peluang perkembangan teknologi dan faktor ancaman meningkatnya persaingan produk di pasaran. Strategi yang paling tepat dalam pengembangan agroindustri kelapa di Kabupaten Ciamis adalah dengan menurunkan harga jual produk, mengembangkan produk baru, meningkatkan kualitas produk, dan meningkatkan akses pasar.

Hartadi (1999) melakukan penelitian peranan sektor agroindustri dalam perekonomian Jawa Timur (analisis tabel input output tahun 1989 dan 1994). Hasil penelitian menunjukkan peranan sektor agroindustri di Propinsi Jawa Timur cukup besar. Peranan ini dapat terlihat pada pembentukan permintaan akhir, konsumsi masyarakat, ekspor dan output. Peranan sektor agroindustri dalam penyerapan tenaga kerja di Jawa Timur cukup besar.

Lena (2000), telah melakukan penelitian tentang kajian pengembangan agroindustri jambu mete skala kecil di Kabupaten Ngada Propinsi Nusa Tenggara Timur. Hasil penelitian menunjukkan pengembangan agroindustri produk ganda kacang mete dan minyak laka, dengan pelaku utama adalah BUMN/S dan KUB. Pengembangan agroindustri yang sesuai adalah berbentuk kemitraan usaha antara KUB melalui koperasi dengan BUMN/S. Kendala utama program pengembangan agroindustri jambu mete di Kabupaten Ngada adalah rendahnya kualitas SDM dan rendahnya posisi tawar petani.

Fuadri (2009) telah melakukan penelitian tentang strategi pengembangan agroindustri komoditi unggulan Kabupaten Aceh Barat. Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa strategi pengembangan agroindustri komoditi unggulan di Aceh Barat dapat dirumuskan dengan strategi pembangunan industri pengolahan, pengembangan perkebunan karet, pengembangan teknologi tepat guna dari hulu sampai hilir, penyuluhan dan pembimbingan, pengembangan research dan development, pengembangan sentra produksi, pengembangan lembaga kemitraan, pengembangan pusat informasi pertanian.

(34)

METODE PENELITIAN

Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Padang Pariaman, Provinsi Sumatera Barat. Secara geografis wilayah Kabupaten Padang Pariaman terletak antara 00 11’ – 00 49’ Lintang Selatan dan 98°36' - 100°28' Bujur Timur. Kabupaten Padang Pariaman terdiri dari 17 kecamatan dengan luas wilayah 1.328,79 km2 dengan panjang garis pantai 60,5 km. Luas daratan daerah ini setara dengan 3,15 persen luas daratan wilayah Propinsi Sumatera Barat. Batas wilayah administratif Kabupaten Padang Pariaman adalah sebelah Utara dengan Kabupaten Agam, sebelah Selatan dengan Kota Padang, sebelah Timur dengan Kabupaten Solok dan Kabupaten Tanah Datar, dan sebelah Barat dengan Kota Pariaman dan Samudera Indonesia. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2. Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan dimulai dari bulan Juni hingga Oktober 2015.

Gambar 2. Peta lokasi penelitian

Jenis Data, Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data

(35)

instansi-instansi terkait (Tabel 1). Kriteria pemilihan pakar adalah berdasarkan kriteria menurut Marimin (2004) yaitu: (1) keberadaan pakar atau responden dan kesediaannya untuk dilakukan wawancara, (2) memiliki reputasi, kedudukan dan telah menunjukan kredibilitasnya sebagai ahli atau pakar pada substansi yang diteliti, dan (3) telah memiliki pengalaman dalam bidangnya.

Tabel 1 Jenis dan sumber data

No Jenis Data Bentuk Sumber Data 3 Kriteria kesesuaian lahan

kelapa

Data sekunder Buku Hardjowigeno dan Widiatmaka

6. Wawancara pakar Data primer Pengisian Kuisioner Wawancara ini dilakukan dalam rangka menentukan tata niaga kelapa dan kelayakan usaha pengolahan kelapa, kelembagaan yang berperan dalam pengembangan agroindustri kelapa serta strategi pengembangan agroindustri kelapa, dalam pengembangan wilayah di Kabupaten Padang Pariaman.

Penentuan lokasi yang berpotensi untuk pengembangan perkebunan kelapa adalah berdasarkan kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa, menggunakan peta satuan lahan, peta tutupan lahan, peta RTRWK, peta penunjukkan kawasan hutan, peta administrasi. Peta diperoleh dari Bappeda Kabupaten Padang Pariaman, Distannakhut Kabupaten Padang Pariaman, Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian (BBSDLP).

(36)

analisis skalogram dengan hirarki terbaik dijadikan sebagai wilayah prioritas pengembangan kegiatan agroindustri.

Data yang digunakan dalam analisis tata niaga dan analisis kelayakan finansial menggunakan data harga kelapa di tingkat petani dan data harga kelapa ditiap tingkat rantai pemasaran kelapa, serta harga produk turunan di tingkat petani pengolah dan data harga produk turunan ditiap tingkat rantai pemasaran. Petani kelapa dan pelaku usaha yang dijadikan sampel adalah petani yang ada di Kecamatan Sungai Geringging, VII Koto Sungai Sariak, Enam Lingkung, Padang Sago. Pedagang kelapa yang dijadikan responden sampel adalah pedagang pengumpul tingkat nagari 2 orang, tingkat kecamatan 2 orang dan tingkat kabupaten 2 orang. Penentuan petani dan pelaku usaha dan pedagang pengumpul dilakukan secara purposive agar pengambilan sampel yang tidak tepat dapat dihindari.

Penentuan kelembagaan yang berperan dalam pengembangan agroindustri kelapa dilakukan dengan menjaring pendapat responden untuk mengetahui bentuk-bentuk kelembagaan yang cocok untuk mengelola agroindustri. Responden yang diminta penilaiannya berjumlah 10 orang yaitu 3 orang dari Dinas Koperasi Perindustrian, Perdagangan dan ESDM Kabupaten Padang Pariaman, 3 orang dari Dinas Pertanian, Peternakan dan Kehutanan Kabupaten Padang Pariaman, 2 orang dari Badan Penyuluh Pertanian, Perikanan, Kehutanan dan Ketahanan Pangan (BP3KP) Kabupaten Padang Pariaman, dan 1 orang dari akademisi dari Universitas Andalas serta satu orang dari Ketua Assosiasi Kelapa Kabupaten Padang Pariaman. Pakar tersebut dianggap cukup mewakili karena mengerti terhadap permasalahan, sebagai pelaku dan pembuat keputusan yang memiliki informasi dan memahami permasalahan agroindustri kelapa di Kabupaten Padang Pariaman. Kriteria yang digunakan dalam penentuan kelembagaan menggunakan kriteria yang digunakan Masruri (2012).

Data yang digunakan dalam penentuan strategi pengembangan agroindustri kelapa adalah dengan meminta pendapat para pakar yang dianggap paham dalam bidang perkelapaan. Identifikasi SWOT dilakukan penelitian pendahuluan untuk menentukan unsur-unsur SWOT. Setelah didapatkan faktor SWOT, selanjutnya dilanjutkan dengan kuisioner AHP. Data yang digunakan dalam analisis A’WOT merupakan nilai kepentingan kriteria dan tingkat kepentingan faktor. Data penilaian berdasarkan pertimbangan kebijakan dilakukan secara purposive. Responden yang diminta pendapatnya adalah sebanyak lima orang, yaitu Dinas Pertanian Peternakan dan Kehutanan Kabupaten Padang Pariaman, Bappeda, Dinas Koperindag dan ESDM, Akademisi serta BP3KP (Badan Penyuluh Pertanian, Peternakan Perikanan dan Ketahanan Pangan). Nilai skor yang diperoleh dari kuesioner tersebut diolah dengan menggunakan Software Expert Choice 2000.

Metode Analisis

(37)

Process) serta A’WOT. Untuk melihat matrik hubungan antara jenis dan sumber data, teknik analisis data, dan output yang diharapkan dapat dilihat di Tabel 2.

Tabel 2. Jenis dan sumber data, teknik analisis dan output yang diharapkan:

(38)

Penetapan Lahan Berpotensi untuk Pengembangan Kelapa

Lahan yang berpotensi untuk pengembangan kelapa adalah lahan yang sesuai dan tersedia berdasarkan kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa, peta RTRW Tahun 2010-2030, peta tutupan lahan, peta kawasan hutan. Lahan dikatakan tersedia apabila berada pada kelas kesesuaian lahan S sedangkan N tidak tersedia. Pada peta kawasan hutan lahan yang tersedia adalah Areal Penggunaan Lainnya (APL) sedangkan Hutan Swaka Alam Wisata dan Hutan Lindung tidak tersedia. Peta Tutupan Lahan yang merupakan lahan tersedia adalah lahan yang bertutupan (semak belukar, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering bercampur semak, perkebunan dan tanah terbuka, tutupan lahan berupa sawah, permukiman, tubuh air merupakan lahan yang tidak tersedia, sedangkan berdasarkan Peta Pola Ruang RTRW kawasan lindung merupakan lahan yang tidak tersedia.

Penetapan lahan yang berpotensi untuk pengembangan kelapa berdasarkan aspek biofisik dan ketersediaan lahan menggunakan analisis spasial dengan metode Sistem Informasi Geografis (SIG). Analisis wilayah berpotensi untuk pengembangan kelapa diawali dengan menentukan peta ketersediaan lahan yang didapat dengan mengoverlay peta pola ruang RTRW, peta kawasan hutan, peta tutupan lahan (Dephut, 2011) yang diupdate dengan Citra Landsat 8 Tahun 2015 path/row (127/60) (download USGS) dan peta administrasi Kabupaten Padang Pariaman. Hasil overlay diperoleh peta ketersediaan lahan untuk pengembangan kelapa. Selanjutnya dilakukan overlay dengan peta kesesuaian lahan aktual untuk tanaman kelapa berdasarkan kelas kesesuaian lahannya, yang didapat dengan menganalisis peta Satuan Lahan dan Tanah (LREPP) Kabupaten Padang Pariaman Tahun 1990 skala (1 : 250.000) yang dipadukan dengan kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa (Cocos nucifera L) yang dikeluarkan Balai Besar Pusat Penelitian Sumber Daya Lahan Pertanian (BBPPSDLP) Kementerian Pertanian Tahun 2011. Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa dapat dilihat pada Lampiran 2. Lahan tersedia apabila berada pada kelas kesesuaian S sedangkan lahan yang berada pada kelas kesesuaian N tidak diambil, sehingga diperoleh wilayah yang berpotensi untuk pengembangan kelapa sehingga diketahui kawasan sentra kelapa sebagai kawasan bahan baku untuk agroindustri kelapa di Kabupaten Padang Pariaman. Lahan dikatakan berpotensi untuk pengembangan kelapa apabila semua hasil overlay peta di atas tersedia, apabila salah satu saja “lahan

tidak tersedia” maka lahan tersebut dikategorikan sebagai lahan tidak tersedia.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.

Hirarki Perkembangan Wilayah

(39)

Tabel 3. Variabel yang Digunakan untuk Analisis Skalogram. Fasilitas Kesehatan 1 Jumlah sarana kesehatan

Fasilitas transportasi

Fasilitas Sosial 1 Jumlah tempat peribadatan Fasilitas Pertanian 1

Gambar 3. Diagram alir analisis kesesuaian lahan kelapa

(40)

Analisis Tata Niaga dan Kelayakan Usaha Pengolahan Kelapa

Tata niaga pertanian adalah semua aktifitas bisnis yang terlibat dalam arus barang dan jasa mulai dari barang diproduksi sampai barang dan jasa tersebut berada ditangan konsumen. Lembaga tataniaga adalah badan-badan yang menyelenggarakan fungsi tataniaga dari pihak produsen sampai pihak konsumen akhir. Lembaga pemasaran bertugas menjalankan fungsi-fungsi pemasaran untuk memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin, dimana konsumen memberikan balasan jasa kepada lembaga pemasaran berupa margin pemasaran. Pemilihan saluran pemasaran yang tepat sangat diperlukan supaya arus barang dan jasa dari produsen ke konsumen dapat berjalan dengan baik. Margin tataniaga adalah selisih antara harga yang dibayarkan oleh konsumen dengan harga yang diterima oleh petani. Margin ini akan diterima oleh lembaga tataniaga yang terlibat dalam proses pemasaran tersebut. Makin panjang pemasaran (semakin banyak lembaga yang terlibat) maka semakin besar margin pemasaran (Daniel, 2002).

Tata Niaga Pemasaran Kelapa

Untuk mengetahui keuntungan terbesar dari rantai pemasaran buah kelapa digunakan margin tata niaga. Semakin besar bagian harga yang diterima petani, berarti bargaining position petani lebih menguntungkan, demikian pula sebaliknya. Berdasarkan rantai pemasaran yang terbentuk di masyarakat, dengan analisis margin pemasaran maka rantai pemasaran yang terefisien akan diketahui. Rantai pemasaran melibatkan banyak lembaga pemasaran, mulai barang dari petani, pedagang sampai pada akhirnya pada konsumen. Semakin panjang rantai pemasaran suatu barang, maka makin sedikit bagian yang diterima oleh petani. Semakin sedikit rantai pemasaran suatu produk ke konsumen, maka semakin banyak keuntungan yang akan diterima petani. Masukan tersebut merupakan hal yang terpenting dalam pengembangan perkebunan kelapa rakyat di Kabupaten Padang Pariaman. Secara matematis persamaan margin tata niaga dapat dirumuskan sebagai berikut :

∑ ∑ ∑ Dimana :

M = Margin tataniaga (Rp/kg)

Mj = Margin tataniaga (Rp/kg) lembaga tataniaga ke-j (j=1,2,..,m) dan m adalah jumlah lembaga tataniaga yang terlibat

Cij = Biaya tataniaga ke-i (Rp/kg) pada lembaga tataniaga ke-j (i=1,2,..,n) dan n adalah jumlah jenis pembiayaan

Pj = Margin keuntungan lembaga tataniaga ke-j (Rp/kg)

Kelayakan Usaha Pengolahan Kelapa

(41)

usaha yang diteliti adalah pengolahan sabut menjadi serat sabut kelapa dan usaha pengolahan kelapa menjadi VCO.

Menurut Syam (2006) Analisis usaha agroindustri dibutuhkan dengan tujuan menganalisis kelayakan dan resiko usaha teknologi pengolahan hasil pertanian. Analisis usaha sebagai alat bagi: 1) koperasi pekebun dalam mengelola hasil perkebunannya dari bahan baku menjadi produk olahan guna mendapatkan nilai tambah komoditas, 2) pengusaha atau investor yang ingin menanamkan modalnya pada industri pengolahan hasil pertanian, 3) lembaga pembiayaan usaha untuk penyaluran kredit bagi pengusaha, dan 4) Pemerintah Daerah dalam memfasilitasi sistem pengembangan agroindustri hasil pertanian berupa formulasi kebijakan, perbaikan infrastruktur dan 5) mendorong bentuk pengusahaan hasil pertanian secara terintegrasi.

Aspek Pasar

Kelapa merupakan komoditi unggulan di Kabupaten Padang Pariaman, namun kelapa yang ada belum memberikan penghidupan yang layak bagi petani karena kelapa masih dijual dalam bentuk produk primer. Untuk meningkatkan nilai tambah kelapa, perlu dilakukan pengolahan kelapa menjadi beraneka produk industri. Kelapa dapat diolah menjadi VCO dan sabutnya bisa diolah menjadi serat sabut kelapa.

Serat sabut kelapa merupakan serat yang diolah dari sabut kelapa. Sabut kelapa merupakan bagian terluar buah kelapa yang membungkus tempurung kelapa. Ketebalan sabut kelapa berkisar 5-6 cm yang terdiri atas lapisan terluar (exocarpium) dan lapisan dalam (endocarpium). Endocarpium mengandung serat-serat halus yang dapat digunakan sebagai bahan baku untuk berbagai industri, antara lain industri karpet, dashboard dan jok untuk kendaraan, jok untuk perabot rumah tangga, matras, spring bed, tali, sikat, keset, isolator panas dan suara, filter, papan hardboard dan lain sebagainya. Serat sabut kelapa memiliki sifat heat retardant dan biodegradable serta kecenderungan konsumen produk industri dalam penggunaan bahan alami mendorong peningkatan permintaan terhadap serat sabut kelapa. Satu butir buah kelapa menghasilkan 0,4 kg sabut yang mengandung 30% serat. Komposisi kimia sabut kelapa terdiri atas selulosa, lignin, pyroligneous acid, gas, arang, ter, tannin, dan potasium (Rindengan et al., (1995) dalam (Mahmud dan Ferry, 2005)

VCO merupakan salah satu produk turunan dari pengolahan kelapa. VCO yang lebih dikenal dengan Virgin Coconut Oil merupakan salah satu minyak yang dibuat tanpa melakukan pemanasan. VCO merupakan minyak yang mempunyai banyak keuntungan bagi tubuh manusia yang dapat mencegah penyakit degeneratif dan dapat meningkatkan daya tahan tubuh manusia. Hal ini karena didalam minyak kelapa terkandung asam laurat yang sangat tinggi yang tidak ada ditemukan dalam produk lain. Kandungan asam laurat VCO adalah berkisar 40-50% dan ini hampir setara dengan kandungan asam laurat Air Susu Ibu.

Gambar

Gambar 2. Peta lokasi penelitian
Tabel 1 Jenis dan sumber data
Tabel 2. Jenis dan sumber data, teknik analisis dan output yang diharapkan:
Tabel 8 Data iklim di Kabupaten Padang Pariaman Tahun 2013
+7

Referensi

Dokumen terkait

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia dan kawasan disekitarnya pada akhir dekade 1990-an memperlihatkan bahwa industri berbasis pertanian (agroindustri) merupakan sektor yang

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia dan kawasan disekitarnya pada akhir dekade 1990-an memperlihatkan bahwa industri berbasis pertanian (agroindustri) merupakan sektor yang

PERMINTAAN TENAGA KERJA DALAM USAHATAEjl PAD1 SAWAH Dl KABUPATEN PADANG

Selama Anas Malik menjadi bupati, banyak kemajuan yang telah dicapai Kabupaten Padang Pariaman terutama dalam aspek sosial dan ekonomi yang paling pokok

Sementara itu masih terdapat beberapa kelemahan dalam agroindustri VCO di Kabupaten Kulon Progo, diantaranya adalah (i) ukuran dan produktivitas gugus penjualan

Total kerugian yang ditimbulkan oleh gempa bumi 30 September 2009 pada subsektor peternakan Kabupaten Padang Pariaman adalah tiga milyar lima ratus tujuh puluh

Keuntungan agroindustri yang tinggi akan mendorong kelompok tani untuk berani bergerak dalam agroindustri kelapa selain kopra, sedangkan pendapatan yang tinggi dari usahatani

PERANAN LKMD D M MENGGERAKKAN PARTISIPASI. MASYARAKAT DI KABUPATEN PADANG