PENGARUH PUPUK KC1 DAN JERAMI PAD1 TERHADAP
PERILAKU KALIUM DAN HASlL PAD1 SAWAH TADAH HUJAN
PADA TANAH AERlC ENDOAQUEPT JAKENAN
Oleh
ANlCETUS WIHARDJAKA NRP : 99043fFNH
PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRACT
The Effect of KCl Fertilizer and Rice Straw on Potassium Behaviour and Yield
of Rainfed Lowland Rice in Jakenan's Aeric Endoaquepts. Rainfed lowland rice areas
of Central Java has low soil fertility which is attributed with major nutrients deficiencies
including potassium. A field experiment was conducted at Jakenan Research Station for
Food Crops during 2001
dry
season to study the effect of KC1 fertilizer and rice straw topotassium behaviow and productivity of rainfed lowland rice on Jakenan's Aeric
Endoaquepts. The experiment was arranged using a factorial experiment in a randomized
complete block design involving three levels of rice straw management, five levels of KC1
feailizer application, and three replicates. The Aeric Endoaquepts which dominated at
Jakenan's rainfed lowland rice areas had exchangeable K below 0.1 meq1100 g, whereas
critical limit for lowland rice crop ranged 0.18 - 0.26 meq1100 g. The combination of K
fertilizer and rice straw increased signdicantly grain yield of rainfed lowland rice and K
uptake. Application of K fertilizer combined with composted straw yielded grains higher
than combination of it with fresh straw. Application of Kfertilizer basally was better than
twice application. Application of 5 ton straw /ha neither fresh nor composted could
substitute inorganic K fertilizer equal tc 50 kg Wha. The highest K fertilizer efficiency was
gained if 50 kg K/ha basally was combined with composted straw. Potassium uptake
correlated signdicantly with soil K content at 20 days after transplanting or active tflering
growth stage. Application of rice straw (fresh or composted) could reduce K loss due to
leaching. The fiesh straw tended to prevent K loss by leaching higher than composted
ANICETUS WIHARDJAKA. Pengaruh Pupuk KC1 dan Jerami Padi terhadap
Perilaku Kalium dan Hasil Padi Sawah Tadah Hujan pada Tanah Aeric Endoaquept
Jakenan (di bawah bimbingan KOMARUDDIN DDRIS sebagai ketua, H. ABDUL
RACHIM sebagai anggota, dan SOETJDPTO PARTOHARDJONO sebagai anggota).
Lahan sawah tadah hujan sebagai sentra produksi beras terbesar setelah lahan sawah
beririgasi mempunyai berbagai kendala, antara lain : a&an curah hujan yang tidak
menentu, cekaman kekeringan, dan kesubwan tanah relatif rendah. Di ekosistem sawah
tadah hujan, kekahatan kalium secara spesifik terjadi pada tanah Aeric Endoaquept
terutama yang bertekstur tingan. Kadar K dapat ditukar dalam tanah Aeric Endoaquept
adalah kurang dari 0,l me/100 g yang meliputi luasan sekitar 33.000 ha. Ketersediaan K
untuk tanaman tergantung pada besamya bentuk K dalam tanah dan tingkat pencucian.
Neraca K di ekosistem sawah tadah hujan tidak menentu dan belum banyak dikaji.
Neraca K tidak rnenentu disebabkan oleh sedikitnya pemberian pupuk K, tidak adanya
masukan K dari air irigasi, dan terangkutnya jerami saat panen tanpa mengembalikannya
lagi ke &lam tanah. Di ekosistem sawah tadah hujan, kelengasan tanah dapat betfluktuasi
selama musim peaanaman, akibatnya status ketersediaan unsur hara dapat beragam dengan
periode pemunbuhan tanaman. Adanya pembasahan dan pengeriugan yang silih berganti
mempengaruhi perilaku K pada pertanaman padi sawah tadah hujan.
Penelitian lapang dilaksanakan di lahan sawah tadah hujan Jakenan, Kabupaten
pupuk K dan jerami padi terhadap produksi gabah padi sawah tadah hujan dan pergerakan
K dalam tanah, (2) mempelajari kontribusi jerami padi terhadap efisiensi pemupukan K
dan kehilangan Kmelalui pencucian dalam tanah, (3)mempelajari hubungan antara serapan
K clan bentuk-bentuk K tanah pada beberapa fase pertnmbuhan padi sawah tadah hujan
tertentu,
dan
(4) mempelajari waktu pemberian pupuk K terhadap pencucian K, serapan K,dan produksi padi sawah tadah hujan.
Percobaan disusun menggunakan rancangan acak kelompok berfaktor dengan tiga
ulangan. Perlakuan terdiri atas 3 aras perlakuan jerami : tanpa jerami (JO), jerami segar 5
tonha (Jl), jerami lapuk 5 tonha dan 5 aras perlakuan pupuk KC1 : 0 kg K (KO), 50 kg K,
sekaligus sebelum tanam atau basal (Kl), 50 kg K, '/2 K sebelum tanam clan % K saat 40
hari setelah tanam
0(2),
100 kg K, sekaligus sebelum tanam (K3), dan 100 kg K, 112Ksebelum tanam dan %K saat 40 hari setelah tanam 6 4 ) . Bibit padi lR36 berumur 21 hari
ditanam secara pindah menggunakan sistem padi walik jeralni. Pupuk N, P, S diberikan
sesuai anjuran yaitu 120 kg N, 20 kg P, dan 20 kg S h a . Peubah-peubah yang diamati
meliputi bentuk-bentuk K (dapat ditukar, larutan, dan tidak dapat ditukar), hasil dan
komponen hasil, serapan K, bobot biomassa tanaman, muka air tanah. efisiensi pemupukan
K, dan data meteorologi selama percobaan berlangsung.
Tanah Aeric Endoaquept Jakenan bereaksi agak masam - nasarn dengan daya
hantar list~ik temasuk sangat rendah. Tanah mempunyai kandungan bahan organik dan
kapasitas tukar kation rendah, kandungan hara-hara yang diperlukan tanaman sangat rendah
- rendah terutama pada lapisan olah tanah (0-15 cm). Status I< tanah termasuk sangat
Pemberian jerami nyata mempengaruhi tinggi tanaman dan jumlah anakan.
Pemberian pupuk kalium dan kombinasinya dengan jerami nyata meningkatkan tinggi
tanaman, tetapi tidak nyata mempengaruhi junilah anakan tanaman. Pemberian jerami dan
pupuk K hanya nyata meningkatkan bobot biomassa saat 60
dan
100 hst, sedangkankombinasi jerami dan pupuk K hanya nyata saat 100 hst atau menjelan, p anen.
Komponen hasil nyata dipengaruhi pemberian jerami sedangkan kombinasinya
dengan pupuk kalium hanya nyata menaikkan jumlah gabah isi per malai. Pemberian pupuk
K secara bertahap relatif memberikan jumlah gabah isi lebih tinggi daripada pemberian
sekaligus (basal). Jerami lapuk memberikan jumlah gabah isi lebih tinggi daripada jerami
segar.
Pemberian jerami
dan
pupuk kalium sangat nyata meniugkatkan produksi padisawah tadah hujan. Hasil gabah dan jerami yang diberi pupulc K sebesar 50 kg K tidak
nyata berbeda dengan 100 kg Wha. Ada kecenderungan bahwa K yang diberikan sekaligus
menghasillcan gabah dan jerami leblh tinggi daripada pupuk K yang diberikan secara
bertahap. Pupuk K nyata meningkatkan hasil gabah sebesar 16,O - 26,6 %
dan
hasil jeramisebesar 16,4 - 23,6 %. Perlakuan jerami lapuk cendenmg menghasilkan gabah lebih tinggi
daripada perlakuan;er~mi segar.
Serapan K oleh tanaman nyata dipengaruhi oleh kombinasi pupuk K dan jerami.
Pemberian jerami sangat nyata meningkatkan serapan K tanamau. Serapan K pada petak
yang diberi jerami segar nyata lebih tinggi daripada yang diberi jerami lapuk. Pupuk K
dengan bertambahnya umur tanaman dan mengalami penurunan saat tanaman menjelang
masak.
Efisiensi pemupukan K tertinggi dicapai pada perlakuau jerami lapuk dan 50 kg
Wha, yaitu 52,7 k g k g K (agonomi) atau 35,6 kgkg K( fisiologi). Pemupukan 100 kg Wha
memberikan efjsiensi pemupukan K lebih rendah daripada takaran 50 kg m a . .
Kalium dapat ditukar kedalaman 0-15 cm umumnya menurun sejalan dengan
bertambahnya umur tanaman. Namun terjadi kenaikan K-dd saat 80 hst dan 100 hst
terutama pada perlakuan yang diberi jerami saja (segar dan lapuk) dan pnpuk K yang
diberikan secara bertahap, sedangkan pupuk K yang diberikan sekaligus sebagai basal
relatif menurun hingga fase masak tanaman.
Kalium &pat ditukar cenderung menurun pada kedalaman tauah 15-30 cm. Kalium
dapat ditukar meningkat lagi saat 80 atau 100 hst terutama pada perlakaan hanya jerami
baik yang segar maupun lapuk dan pupuk K yang diberikan secara bertahap khususnya
takaran 50 kg Wha.
Pada perlakuan tanpa jerami akumulasi K di lapisan 15-30 cm relatif lebih tinggi
daripada perlakuan dengan jerami. Akumulasi K dapat ditukar pada kedalaman 15-30 cm
yang diberi jerami segar terfizt k g g i pada perlakuan 100 kg I a a dibandingkan 50 kg
Wha. Perlakuan jerami lapuk dapat mengurangi K-dd tercuci ke bawah.
Kandungan K-larutan tanah umumnya stabil dan baru meningkat agak tajam saat
tanaman menjelang panen (100 hst). Kandungan K-larutan tanah saat 20 hst relatiflebih
rendah daripada saat 40, 60, dan 80 hst. Pemberian pupuk K saja meningkadtan kalium
segar maupun lapuk. Pemberian jerami segar dapat menurullliau K-larutan tanah pada
kedalaman 15-30 cm, sedangkan jerami lapuk cenderung meuuruukan K-larutan pada
kedalaman 0-15 cm. Akumulasi K-lamtan tanah di lapisan 15-30 cm relatif lebih tioggi
pada kombinasi pupuk K dengan jerami lapuk daripada pupuk K saja. Jerami segar dapat
mengurangi gerakan K ke bawah prom tanah.
Pemupukan K dan jerami um-ya meningkatkan kandungan K tidak dapat ditukar
sejalan dengan bertambahnya umur tanaman. Kandungan K tidak dapat ditukar (K-tdd)
pada kedalaman 0-1 5 cm meningkat baik pada petak tanpa jerami, dengan jerami segar, dan
jerami lapuk, kecuali pemupukan K dengan takaran 100 kg K h a cendemgmenurunkan K-
tdd terutama pada petakan tanpa jerami dan dengall jerami segar.
Peningkatan secara tajam terjadi saat tanaman memasuki fase pertumbuhan
reproduktif atau saat pemasakan yang berkisar 80-100 hst. Kandungan K tidak &pat
ditukar pada kedalaman 15-30 cm umumnya lebih tinggi daripada pada kedalaman 0-15
cm.
Kehilangan K oleh pencucian pada petak tanpa jerami relatif lebih besar daripada
pada petak dengan jerami segar dan jerami lapuk. Kehilangau K akibat pencucian pada
pemupukan 50 kg Wha relatiflebih besar ~iibandingkan peniup~lltali 100 kg Kha. Gerakan
K pada semua perlakuan kombinasi puptlk K dan jerami saat 100 hst atau menjelang
tanaman dipanen relatiftinggi kecuali pada petak yang diberi jerami. Pemupukan 100 kg
K/ha justem dapat meningkatkan kehilangan K lamtan tanah ke bawah profil tanah
Korelasi nyata antara K dalam tauah dengan serapan K tejadi saat fase
perturnbuhan anakan aktif (20 hst) dengan p < 0,01. Bentuk-bentuk K dalam tanah saat
tanaman berumw lebih dari 40 hst hingga menjelang panen tidak berkorelasi nyata dengan
serapan K saat tanaman masak, kecuali K dapat ditukar atau K terjedia saat tanaman
berumur 60 hari setelah tanam.
Neraca K umumnya negatifpada perlakuan tanpa jerami. Pengembalian jerami ke
dalam tanah dapat meningkatkan neraca K, yang berarti terjadi penambahan kesuburan
tanah terutama ham kalium. Neraca K positif tercapai bilamana ke dalam tanah Aeric
Endoaquept kahat K diberikan kombinasi jerami dan pupuk lebih besar daripada 50 kg
PENGARUH PUPUK KCI DAN JERARII PADI TERHADAP PERILAKU KALIUM DAN HAS& PADI SAWAH TADAH WJAN
PADA TANAH AERIC ENDOAQUEPT JAKENAN
Oleh :
ANICETUS M'IHARDJAKA
NRP
: 99043fI'NHTesis sebagai salah satu syarat unhrk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Pasca Sarjana IPB
Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor
JUDUL : PENGARUI-1 PWUIC ICCI DAN JERAMl PAD1 TERHADAP PERILAICU ICALIUM DAN IIASLL PAD1 SAWAH TADAH HUJAN PADA TANAH AERLC ENDOAQUEPT JAICENAN
NAMA : ANICETUS WIHARDJAICA
NRP.
: 99043RMIv
(Dr.
Ir.
Komaruddin Idris, MS)Anggota
,
.-.--.-A(Dr. Ir. H. Abdul Rachim, MS)
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Padang Panjang tanggal 17 April 1964 dari pasangan suami isteri
J.A. Daliman Dwijotanoyo ( a h . ) dart A. Samsirin. Penulis menikah dengan Elisabeth Srihayu Harsanti Tanggal 8 Oktober 1995 dan dkaruniani seorang puteri bemama Ursulin Sacer Setyastika. Penulis menamatkan pendidikan dasar di SD Negeri Jebugan 1 Klaten
tahun 1976, pendidikan menengah di SMP Paugudi Luhur Klaten tahun 1980 dan SMA
Negeri 1 Klaten tahun 1983. Penulis memperoleh gelar Sarjana Pertanian tahun 1990 dari
Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Sejak
tanggal 1 September 1999, Penulis mengikuti Program Pasca Sajana IPB Bogor dengan program studi Ilmu Tanah.
Penulis pemah menjadi pegawai Lembaga Penelitian Padi Intemasional
(International Rice Research Institute) sebagai asisten peneliti pada tahun 1990-1992. Sejak
tahun 1992 hingga sekarang, penulis mempakan staf peneliti di Loka Penelitian Tanaman
KATA PENGANTAR
Puji clan syuku Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat
clan karunia yang dilimpahkan-Nya, sehingga penulis dengan keteguhan hati dapat
melaksanakan serangkaian penelitian dan menuangkan hasil penelitian tersebut &lam
bentuk tesis ini.
Pa& kesempatan
ini
penulis mengucapkan terima kaslh yang tulus kepada semua pihak atas berbagai bentuk bantuannya, mulai persiapan penelitianhinggapenyusunan tesisini. Ungkapan perasaan sempa penulis sampaikan khususnya kepada :
1. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian yang telah membenkan
kesempatan belajar Program Magister (S2) di Institut Pertanian Bogor dengan
memberikan beasiswa dari ARMP-IL
2. Bapak Dr. 11. Komamddm Idris, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing, bapak Dr. lr.
H Abdul Rachim, MS dan bapak Dr. Ir. Soetjipto Partohardjono, M.Sc. selaku anggota
Komisi Pembimbing.
3. Bapak Dr.
Ir.
H. Sudarsono, M.Sc., selaku Ketua Program Studi Ilmu Tanah ProgramPasca Sa rjana IPB Bogor.
4. Kepala Loka Penelitian Tanaman Pangan yang mengjinkan penulis menempuh
pendidikan S2 di JPB Bogor.
5. Karyawan-karyawati Loka Penelitian Tanaman Pangan Jakenan.
Penulis menyadari de:ngan sepenuh hati bahwa tesis in mash banyak kekurangan
dan jauh dari ketidaksempumaan, namun penulis berharap semoga tesis ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan masukan
pguna penyempumaan penulisan di masa mendatang.
Bogor, Januari 2002
D r n A R IS1
Halaman
.
. .
Daftar Isi . . ..
. .. . .
. .. . .
. . . .. . .
.
..
.. . . .
. . . .. . .
. . .. . .
. . . .. . .
..
. . .. . .
.. . .
.
. .
. mDaftar Tabel
. . .
. . .. . .
.. . .
. . . .. . .
. . .. . .
. . .. . .
.
. . .
. . ..
. .. . .
, ,. .
. . .. . . .
.. .
xvi Daftar Gambar. . . .
. .. . .
. .. . .
.. .. . .
.
..
.. . .
. . .. . .
..
.. . .
. .. . .
. xviiiD a b Lampiran
. . .
. .. . .
. . .. .
.. .
. . .. .. . .
.. . .
.. . .
..
. . . , ,.
. . . . xx I. PendahnluanLatar Belakang
... . .
. .. . .
.
. . .. . .
. . . .. .
..
. . .. . .
. .. . .
. . .. . .
1. .
Tujuan Penehtian
. . . .
. . ... .
. . . .. . .
. . . .. . .
. . . .. . .
. . .. . .
. . . 4Hipotesis
.
.. . .
. . .. . .
. .. . .
. .. . .
. . . .. . .
. . ..
.. . .
4II.
Tinjauan PustakaKarakteristik Lahan Sawah Tadah Hujan ... .
.
. .. .
.
. . .
. . . ..
. . .. . .
.. .
.. 5Penyebaran dan Sifat Tanah Inceptisol
. .
. ..
. .. . . .. . .. ..
...
. 7Peranan Kalium dalam Tanaman . . .
. . .
.. .
. . .. . .
. . .. . . ..
10Tanggap Tanaman Padi terhadap Kalium . . .
. . .
.. . . .
. . .. .
. . .. . .
..
. . 11Bentuk dan Status Kalium dalam Tanah
. . .
...
.
..
.. . .
. ..
..
.. .
..
. . . .. . . . ..
14Neraca Kalium pada Tanaman Padi Sawah ... ... ...
...
. .
. .. .
..
. . . .......
.
3 0LO
Kehilangan Kalinm melalui Pencucian
. . .
. . ..
. .. . .
. ..
..
. . .. . .
20Jerarni Padi sebagai Pemasok Kalium
.
.. . .
. .. . .
. ..
. ..
. . ..
.. . . .
..
20III. Bahan dan Metode
Tempat dan Waktu ... ... .
..
.... . .
...
.....
. .. . .... . . ... ... . .
. . . .. ......
.. . .
24Rancangan Perlakuan ...
Pelaksanaan Penelitian ...
1
.
Analisis Pendahuluan Tanah dan Pupuk ......
.
2 Penetapan Kurva Erapan K
3
.
Pelaksanaan Percobaan...
4
.
Peubah yang Diamati .... .
5
.
Jadwal Penehban ...N
.
Hasil dan Pembahasan... Karakteristik Tanah Aeric Endoaquept di Ekologi Sawah Tadah Hujan
Pertumbuhan dan produksi Padi Sawah Tadah Hujan ...
Kadar dan Serapan K dalam Tanaman ...
... Hubungan Serapan K dan Produksi Padi Sawah Tadah Hujan
... Efisiensi Pupuk Kalium
... Perilaku Kalium Tersedia dalam Tanah
...
1 . Kalium Terekstrak 1 N PI-0Ac pH 7
2
.
Kalium Terekstrak Hz0 (1 : 5 ) ...3 . Kalium Tersedia ... ... Perilaku Kalium Tidak Dapat Ditukar dalam Tanah
... Kadar K Lamtan dalam Profd Tanah
... Hubungan Serapan K dengan K dalam Tanah
V . Kesimpulan clan Saran
DAETAR TABEL
r Teks Halaman
Kisaran Kandungan Kalium Terekstrak HCI 25% Tanah Iuceptisol di
Berbagai Wilayah di Indonesia . . .
..
. .. . .. .
.. . ....
. . . ..
.. . .
..
. .
..
. .. . ... . . .
9Kandungan Ham Utama &lam Contoh Jerami sebelum Digunakan . . . .. .
.
. . 2 7 Karakteristik Tanah Aeric Endoaquept Jakenan, Desember 2000. . .
33Tinggi Tanaman Padi IR36 dari Berbagai Perlakuan Pupuk K dan Jerami
selama M K 2001 di Jakenan, Jawa Tengah
. . .
..
.. . .
. . .. . .
. 3 7Jumlah Anakan Padi Sawah Tadah Hujan dari Berbagai Perlakuan Pupuk
K dan Jerami selama MK 2001 di Jakenan, Jawa Tengah . .. . .
. . . .
. . ..
. . .. . ..
38Komponen Hasil Padi Varietas IR36 dari Berbagai Perlakuan Pupuk K
dan Jerami pada MK 2001, Jakenan, Jawa Tengah
.
..
. . .. . . .
. . .... .. . .
41Hasil Gabah dan Jerami dan Serapan K Total Tana~nau Padi Varietas IR36
di Lahan Sawah Tadah Hujan Jakenan, Jawa Tengah pada MK 2001 ... . . 43
Kadar Kalium dalam Tanaman Padi IR36 Setiap Inte1val20 Hari selama
Pertumbuhan di Jakenan, MK 2001
. . . ... .
. . .... . . .
. . ...
.
. . .. .
. .. . .. . . . 46Nilai F Uji Kontras Biasa dari Peubah Hasil Gabah dan Jerami dan Serapan
K Tanaman
...
. . .
:.
. ..
. . .. . .
. . .. .
.. . .
. . .. . .
. . . .. . .
. . .. . .
..
.. . .
..
48Efisiensi Pupuk K dari Berbagai Perlakuan Pupuk K dan JeraIDi selama
MK 2001 di Lahan Sawah Tadah Hujan Jakenan
. . .
. . . .. . .
. . . .. .
.. . .
. . . .. .
52 Perubahan Kandungan Air Tanah dalam Interval 20 Hari selamaPertumbuhau Padi Sawah Tadah Hujan, Jakenan, MK 200 1 . . . 64 Persamaan Regresi dan Koefisien Korelasi dari Hubuugan K daIam Tanah
dengan Serapan K saat Tanaman Masak .
. . ...
....... . .
. ..
. . .. .
. . ....
... ... .. .
70Neraca Parsial K antara Masukan K dan Keluaran K di Ekosistem Sawah
Tadah Hujan, Jakenan, MK 2001
. .. . ..
..
. . . ....
..... . .
. . .. . .
. . . . ...
..
... . .. . . .
7 2 LAMPIRANDeskripsi Profil Tanah di Lokasi Percobaan
. . .
. . .. . .
.. . . .
. . .. . .
Distribusi Curah Hujan dan Hari Hujan di Lahan Sawah Tadah Hujan Jakenan, Pati, Jawa Tengah selama 1985-2001
... ... ... . ..
... ...... ... . . .
,Kondisi Iklim Harian di Lokasi Penelitian pada Bulan Januari - Juni 2001 Nilai F-hitung Beberapa Peubah Agronomik dau Hasil dari Berbagai Perlakuan Pupuk KC1 dan Jerami pada Pertanaman Padi Sawah Tadah Hujan di Jakenan, MK 2001
. . . .
. .... . .. ... . . .. .. .
. ..
... . . . ...
...
...... ... .. . .
..Nilai F-hitung Beberapa Peubah dari Berbagai Perlakuan Pupuk KC1 dan Jerami pada Pertanaman Padi Sawah Tadah Hujan, Jakenan, MK 2001
... .
Nilai F-hitung Nisbah KO-15K15-30 dari Berbagai Perlakuan Pupuk KC1 Jerami pada Pertanaman Padi Sawah Tadah Hujan, Jakenan, MK 2001
...
.Pengaruh Pupuk K d m Jerami terhadap K Terekstrak NH40Ac 1 N p H 7
Pada Padi Sawah Tadah Hujan di Jakenan, MK 2001
... ...
... ... ... ...
..
...
. ...
Pengaruh Pupuk K dan Jerami terhadap K Terekstrak Hz0 (1 :5) pada Padi Sawah Tadah Hujan di Jakenan selama MK 2001 .... ...
...
. ..
... ......
...
...
..
Pengaruh Pupuk K dan Jerami tehadap K terekstrak HNO:, 1 MMendidh Pada Padi Sawah Tadah Hujan, Jakenan, MK 2001
. . .
..
.
. . . .. .... . .
. . .... ..
.... Pengaruh Pupuk K clan Jerami terhadap Nisbah K Dapat Ditukar Kedalaman 0-15 dan 15-30 cm, Jakenan,MK2001 ... ......
... ...
...
...
... ... ... ...
...Pengaruh Pupuk K dan Jerami terhadap Nisbah K Larutan (K-lar) Kedalaman 0-15 dan 15-30 cm, Jakenan, MK 2001
. . .
..
.. . .
. ... . .
Pengaruh Pupuk K dan Jerami terhadap Nisbah K Tidak Dzpat Ditukar Kedalaman 0-15 dan 15-30 cm, Jakenan,MK2001...
...
...
...
... ... ...
...
... ...
Kandungan K Tersedia pada Kedalaman 0-30 cm Selama Pertumbuhan Padi Sawah Tadah Hujan, Jakenan, MK 2001.. .
... . . .. . .. .
.. .. .
... ...
. . . .
. .... .
Bobot Isi Tanah pada Kedalaman 0-30 cm dari Perlakuan Jerami di Jakenan Pada MX 2001
. . . .
. .. . . .. . . .
. . .. . .
.. . .
. . .. . .
. . .. . .
. . . .. . .
.. .
. .. . .
. .. . ..
Rata-rata Kadar K Air Genangan dari Berbagai Perlakuan Pupuk K danDAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
1. Pola Tanam dan Distribusi Curah Hujan selama 35 tahun
di
Lahan Sawah...
Tadah Hujan Jakenan, Jawa Tengah 7
...
2. Proporsi RelatifK dalam Tanah 14
3. Fluktuasi Curah Hujan Tahunan selama 15 Tahun Terakhir di Lahan
Sawah Tadah Hujan Jakenan, Jawa Tengah
...
344. Rata-rata Curah Hujan Bulanan Tahun 1985 - 2000 dan Kebutuhan Air
Hujan Minimum bagi Tanaman Budidaya
...
345a. Pembahan Tinggi Genangan Air dan Muka Air Tanah selama Pertumbuhan ...
Padi IR36 pada MK 2001 di Jakenan, Jawa Tengah 36
5b. Distribusi Curah Hujan Harian selama Pertumbuhan Padi Sawah Tadah
Hujan, MK 2001, Jakenan, Jawa Tengah ... 36
6 . Pembahan Biomassa dari Padi Varietas IR36 pada Berbagai Perlakuan
Jerami dan Pupuk K di Jakenan, Jawa Tengah, MK 2001 ... 3 9
7. Hubungan antara Takaran Pupuk K dan Hasil Gabah Padi Sawah Tadah
Hujan pada Perlakuan Jerami di Jakenan selama MK 200 1 ... 45
8. Serapan K Tanaman ~ a d i Sawah Tadah Hujan Setiap Interval 20 Hari
pada Berbagai Perlakuan Jerami dan Pupuk K di Jakenan, MK 2001 ... 48
9. Hubungan antara Serapan K dan Hasil Gabah Padi Sawah Tadah Hujan
IR36 Saat Panen, Jakenan, MK 2001 ... 50 10. Pembahan K Dapat Ditukar Setiap Interval 20 Hari pada Berbagai
Perlakuan Pupuk K dan Jerami di Jakenan, MK 2001 ... 5 5 11. Pembahan K Lamtan Tanah Setiap Intelval20 Hari pada Berbagai
Perlakuan Pupuk K dan Jerami
di
Jakenan, MK 2001 ... 5 912. Pembahan K Segera Tersedia bagi Tanaman Setiap Interval 20 Hari pada
Berbagai Perlakuan Pupuk K dan Jerarni di Jakenan, MK 200 1
...
6 113. Pembahan K Tidak Dapat Ditukar Setiap Interval 20 Hari pada Berbagai
14
.
Jerapan Kalium pada Tanah Aeric Endoaquept Jakenan sebelum DiberiPerlakuan Pupuk K dan Jerami pada MK 2001 ... 66
15
.
NisbahKo.ldKls.30
cm dariK
Dapat Ditukar Setiap Interval 20 Hari diLahan Sawah Tadah Hujan Jakenan pada MIS 2001 ... 67 16
.
Nisbah Iblfi15-30 dari K Lamtan Tanah Setiap Interval 20 Hari di LahanSawah Tadah Hujan Jakenan pada MK 2001
...
6917 . Nisbah Ko;lfils,? o dari KTidak Dapat DitukaT Setiap Interval 20 Hari di
Nomor Teks Halaman
... 1. Prosedur Penetapan Kurva Erapan K dan Rumus Erapan Maksimum 85
2. Prosedur Penetapan K dalam Bentuk Dadap Ditukar, Larutan Tanah, dan
Tidak Dapat Ditukar
...
86FOTO
1. Kondisi Tanaman Padi Ssawah Tadah Hujan Fase Pertwnbuhan Anakan
...
Aktif pada MK 2001 di Jakenan, Kabupaten Pati, Jawa Tengah 107 2. Kondisi Tanaman Padi Sawah Tadah Hujan Varietas IR36 Menjeiang
...
Panen pa& MK 2001 di Jakenan, Kabupaten Pati, Jawa Tengah 107
3. Kondisi Tanaman Padi IR36 di Lahan Sawah Tadah Hujan Tanpa Jerarni (JO), Dengan Jerami Segar (Jl), dan Jerami Lapuk (J2) pada MK 2001 di
Jakenan, Kabupaten Pati, Jawa Tengah ... 108
4. Kondisi Tanaman Padi IR36 saat Fase Anakan Makshum yang Diberi ...
Pupuk K di Lahan Sawah Tadah Hujan Jakenan pada M1( 2001 109
5. Kondisi Tanaman Padi JR36 saat Pengisian Gabah yang Diberi Perlakuan ...
Jerami di Lahan Sawah Tadah Hujan Jakenan pada MT( 200 1.. 110
6 . Kondisi Tanaman Padi IR36 yang Diberi Pupuk 50 kg IUba pada Lahan
Sawah Tadah Hujan Jakenan pada MK 2001 ... 111 7. Kondisi Tanaman Padi IR36 yang Diberi Pupuk 100 kg ma pada Lahan
Sawah Tadah Hujan Jakenan pada MK ... 112 8. KondisiTanaman Padi IR36 saat Fase Berbunga di Lahan Sawah Tadah
Latar Belakang
Laju peningkatan produksi tanaman pangan terutama beras cendemg ~UNU
dalam beberapa tahun t e r a W ini. Kecendemgan tersebut berkaitan dengan penciutan
areal padi yang subur sepeai sawah beririgasi untuk kepentingan non pertanian
(pemukiman, jalan industii, dan sebagainya), dan penggunaan pupuk yang tidak
berimbang. Dengan pertumbuhan penduduk dan penciutan lahan pertanian subur,
kecukupan pangan akan tercapai melalui perluasan areal pertanian tanaman pangan
yang mengarah pada pemanfaatan lahan marginal (Adjid, 1993). Pemanfaatan lahan
sawah tadah hujan aerupakan salah satu alternatif dalam mencapai produksi tanaman
pangan yang optimal.
Lahan sawah tadah hujan merupakan sentra produksi beras terbesar setelah lahan
sawah beririgasi. Luas lahan sawah tadah hujan di Indonesia diperkirakan 1,5 juta ha,
sekitar 929.340 ha terdapat di Jawa (IRRI, 1992; Pane, Bangun dan Jatmiko, 1999) yang
lebih dari sepertiganya terdapat di Jawa Tengah (358.120 ha) (Suprihatno et al., 1995;
Anonymous, 1996). Petani m m y a mengusahakan lahan tersebut secara tradisional
dengan pola tanam yang umum padi gogorancah-padi walk jerami- bera atau palawija.
Akibatnya produkt&tas padi sawah tadah hujan relatifrendah dengan rata-rata hasil2,O
- 2,5 t h a atau lebih kurang 50% dari hasil padi sawah beririgasi (Balittan Sukamandi,
1988; Ismunadji dan Suprapto, 1990).
Berbagai kendala dihadapi petani dalam budidaya padi sawah tadah hujan,
antara lain : cekaman kekeringan akibat agthan curah hujan tidak menentu, masalah
1992). Kekeringan merupakan masalah kompleks dalam sawah tadah hujan, yang
mungkin terjadi di awal mus'm pertanaman atau saat berbunga hingga pengisian gabah
(Wade et al., 1999). Kesubwan tanah rendah juga merupakan masalah kompleks,
karena pasokan sejumlah hara biasanya terbatas, atau terjadi kondisi toksik terutama
pada tanah masam atau salin. Fluktuasi kondisi tanah dari anaerobik ke aerobik juga
mempunyai konsekuensi terbesar bagi ketersediaan hara (Wade et al., 1998).
Kahat K di lahan sawah pulau Jawa diperkirakan mencapai 2,2 juta ha
(Makarim, 1992). Status
K
terekstrak HCl 25 % rendah( c
10 mg K20/10 g tanah) diJawa Tengah sekitar 175.000 ha, sedangkan status K sedang (10-20 mg K~0/100 g
tanah) meliputi luasan sekitar 330.000 ha (Anonymous, 1996). Kahat K secara spesi6k
lokasi terjadi pada tanah Aeric Endoaquepts di ekosistem sawah tadah hujan terutama
yang bertekstur ringan yang mencakup luasan sekitar 33.000 ha dengan kadar K dapat
ditukar < 0,l me/100 g. Kandungan K dapat ditukar yang termasuk tinggi (0,3 me
WlOO g) terdapat pada tanah Typic Tropaquepts di Sumatera Selatan (Nurjaya,
Nursyamsi dan Kasno, 1995). Batas kritis
K
dalam tanah untuk tanaman padi berkisar0,18-0,26 me WlOO g (Jones et al., 1982).
Kalium dalam tanah berada dalam bentuk larutan, dapat ditukar, dan tidak dapat
ditukar (fiksasi dan K dalam mineral). Besarnya K larutan dan K dapat ditukar
merupakan bagian kecil dari total K (Barber, 1984). Ketersediaan K untuk tanaman
merupakan fimgsi besarnya bentuk K dalam tanah, laju pertukaran, dan tingkat
pencucian (Sekhou, 1995). Pemberian K tidak selalu menaikkan ketersediaan K (K
dapat ditukar dan K larutan) dalam tauah karena sangat tergantung pada daya sangga K
Kajian K dalam penelitian padi kurang banyak memperoleh perhatian
dibandingkan N dan P. Penelitian di berbagai negara produsen padi menunjukkan
bahwa neraca K pada ekosistem sawah beririgasi dan lahan yang diusahakan secara
intensif umumnya negatif (Dobennann, Sta Cruz, dan Cassman,, 1995), sedangkan
neraca K di ekosistem sawah tadah hujan tidak menentu dan belurn banyak dikaji.
Neraca K tidak menentu disebabkan oleh beberapa hal, antara lain : petani umumnya
miskin dan sedikit memberikan pupuk K, padi sawah tadah hujan tidak menerima K
dari air irigasi yang merupakan bagian pentmg neraca K padi sawah beririgasi, petani
umumnya mengangkut jerami saat panen tanpa mengembalikan lagi ke dalam tanah,
dan penghapusan subsidi pupuk menyebabkan harga pupuk tidak terjangkau petani.
Di ekosistem sawah tadah hujan, kelengasan tanah dapat berfluktuasi selama
musim pertanaman. Tanah sawah tidak selalu tergenangi secara terus menerus dalam
periode lama karena sangat tergantung pada agihan cnrah hujan, tipe tanah, dan sistem
pengelolaan. Akibatnya, status ketersediaan unsur hara dapat bemariasi dengan periode
pertumbuhan tanaman. Adanya pembasahan dan pengeringan yang selalu terjadi di
lahan sawah tadah hujan mendorong peneliti untuk mengkaji perilaku K pada
pertanaman padi.
Pertumbuhan padi sawah tadah hujan mutlak membutuhkan masukan K dari lux
seperti pupuk K Pupuk K yang umum digunakan di kawasan sawah tadah hujan yaitu
pupuk KCl. Namun dengan semakin rnahalnya harga pupuk tersebut
,
pemanfaatanresidu tanaman seperti jerami perlu dipertimbangkan ,wa meningkatkan efisiensi
Tujuan Penelitian
(1) Mempelajari interaksi pupuk K dan jerami padi terhadap produksi gabah padi
sawah tadah hujan dan pergerakan K dalam tanah.
(2) Mempelajari kontribusi jerami padi terhadap efisiensi pemupukan K dan
kehilangan K melalui pencucian dalam tanah.
(3) Mempelajari hubungan antara serapan
K
dan hentuk-hentuk K tanah pada beberapafase pertumbuhan padi sawah tadah hujan tertentu.
(4) Mempelajari waktu pemherian pupuk K terhadap pencucian K, serapan K, dan produksi padi sawah tadah hujan.
Hipotesis
(I) Kombinasi pupuk K d m jerami lapuk memberikan produksi gabah lebih tinggi
daripada pemberian jerami segar.
(2) Jerami padi dapat meningkatkan efisiensi pupuk K dan mengurangi kehilangan K
akibat pencucian dalam tanah.
(3) Bentuk K lamtan dan K dapat ditukar mempunyai korelasi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan bentuk K tidak dapat ditukar dengan serapan K.
(4) Tahapan K yang diberikan dua kali lebih efektii dalam mengurangi pencucian K,
sebaEaya dapat meningkatkan serapan K maupun produksi padi sawah tadah hujan
U.
TKNJAUAN PUSTAKAKarakteristik Lahan Sawah Tadah Hujan
Lahan sawah tadah hujan di Indonesia diperkirakan 26% dari total lahan sawah
atau sekitar 1,5 juta ha, dan sekitar 929.840 ha terdapat di Jawa (IRRI, 1992;
Sastrosoedardjo dan Tohari, 2001). Di Pulau Jawa lebih dari sepertiga luas lahan sawah
tadah hujan sekitar 358.120 ha di Jawa Tengah (Anonymous, 1996), 293.960 ha
terdapat di Jawa Barat dan 277.760 ha terdapat di Jawa T i(Suprihatno et al., 1995).
Sawah tadah hujan berpotensi sebagai penghasil tanaman pangan terutama beras
terbesar setelah sawah beririgasi. hoduksi padi sawah tadah hujan relatif rendah dengan
rata-rata hasil2,O-2,5 tha, atau sekitar separuh dari hasil padi sawah beririgasi (Balittan
Sukaman& 1988; Ismunadji & Suprapto, 1990; Mamaril et al., 1995). Menurut IRRI
(1993), hasil gabah rata-rata dari sawah tadah hujan dunia hanya 2-3 t/ha dari luasan
sekitar 38,7 juta ha.
A&an curah hujan dan ketersediaan air yang tidak menentu serta pengelolaan
tanaman yang buruk dipandang sebagai kendala utama dalam meningkatkan dan
mempertahankan p r o d u k t ~ t a s tanaman. Sebagian besar lahan sawah tadah hujan
berada pada daerah dengan curah hujan tahunan kurang dari 1500 mm/tahu dan hujan
terkonserttrasi selama 3-4 bulan (Kartaatmadja dan Soemamo, 2001), dengan curah
hujan rata-rata 200 d u l a n (Pane et al., 1999). Karakteristik lain yang mendukung
sawah tadah hujan adalah iklim kering dengan 5-6 bulan kering, radiasi surya bervariasi
250-400 cal/cm2/hai dan suhu antara 23 dan 33'C, serta kelembaban relatif berkisar
Pola tanam di ekosistem sawah tadah hujan umumnya padi gogorancah - padi
walik jerami - bera atau palawija (Gambar 1). Padi gogorancah mempakan padi
pertama yang ditanam saat tanah dalam kondisi k e ~ g dan menjadi tergenang
menjelang fase pertumbuhan anakan maksimum. Padi gogorancah umumnya ditanam
pada awal m u s h penghujan dalam bulan Oktober-November. Pada sistem ini padi tumbuh beberapa minggu pertama sebagai padi gogo dan menjadi padi sawah setelah
curah hujan cukup menggenangi lahan. Beberapa kendala dalam sistem gogorancah,
yaitu persiapan lahan sulit, curah hujan tidak menentu selama persiapan lahan dan
penentnan waktu tanam, dan terjadi persaingan tinggi antara tanaman dan gulma (De
Datta, 1981). Padi walik jerami mempakan padi kedua yang ditanam secara pindah dari
persemaian saat tanah masih tergenang, dan biasanya kadar air men- sejalan dengan
pertumbuhan tanaman, serta tanah diolah secara minimum dengan sekali pengolahan
tanah baik menggunakan cangkul atau bajak sapi. Penanaman palawija atau diberakan
tergantung kondisi tanah setelah panen padi kedua (padi walik jerami), bilamana tanah
masih basah petani umumnya menanam kacang hijau, semangka biji, dan jagung (Fagi,
1995). Sebagian kecil petani juga menerapkan pola tanam alternatif seperti palawija-
padi sawah-palawija.
Cekaman kekeringan dan kesuburan tanah rendah umumnya sebagai faktcr
pembatas p r o d u k t ~ t a s sawah tadah hujan. Kekeringan adalah masalah kompleks dalam
sawah tadah hujan, yang mungkm terjadi di awal musim pertanaman atau saat berbunga
hingga pengisian gabah (Wade et al., 1999). Kesuburan tanah rendah juga mempakan
masalah kompleks, karena pasokan sejumlah hara biasanya terbatas, atau tejadi kondisi
aerobik juga mempunyai kosekuensi terbesar bagi ketersediaan hara (Wade et al,
1998).
CH (mm)
300
1
[image:172.602.96.503.187.541.2]O
N
D
J
F
M
A
M
J
J
A
S
Gambar 1.. Pola Tanam dan Distribusi Curah Hujan Selama 35 Tahun di Lahan Sawah Tadah Hujan Jakenan, Jawa Tengah ( F a g 1995)
Penyebaran dan Sifat Tanah Inceptisol
Tanah Inceptisol merupakan tanah yang dapat memiliki epipedon okrik dan
mempunyai beberapa sifat penciri lain seperti horison kambik, dan tidak memiliki
syarat bagi ordo tanah lain. Perkembangan
pros
Inceptisol relatif lebih lemah daripadatanah matang dan mash mempunyai sifat bahan induknya (Hardjowigeno, 1993).
relatif subur. Bahan tanah yang belum mengalami pelapukan lanjut u m m y a
mengandung mineral liat beragam seperti mineral liat tipe 2: 1 (smektit), tipe 1:l
(kaolinit) yang tergantung pada lingkungannya. Tanah ini pada klasi&asi lain setara
dengan tanah Aluvial, Andosol Regosol, Glei Humus, Latosol, Mediteran, Podsolik
Coklat (Brady, 1985).
Pembentukan Inceptisol dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: bahan
induk sangat resisten, posisi ekstrim dalam landscape seperti daerah curam atau lembah,
dan permukaan geomorfologi yang muda, sehingga pembentukan tanah belum lanjut
(Hardjowigeno, 1993). Umumnya tanah-tanah sawah di Asia termasuk Inceptisol atau
Entisol (De Datta, 1981). Di Indonesia, tanah sawah yang termasuk Inceptisol antara
lain : tanah Aluvial, Regosol, Latosol, dan Andosol. lnceptisol setara tanah Aluvial
mempunyai luas sekitar 2,9 juta ha tersebar di Sumatera, Jawa Barat, dan Nusa
Tenggara Barat. Jnceptisol setara Regosol seluas 400.000 ha tersebar di Jawa, Bali,
Lombok, Sumatera, dan Sulawesi. Jnceptisol setara Latosol seluas 900.000 ha terdapat
di bagian timur Jawa, dan Inceptisol setara Andosol seluas 50.000 ha tersebar di Jawa
Barat, Jawa Tengah, Bali, dan Sumatera Utara (De Datta, 1981). Menurut Bastari
(1992), penyebaran tanah Jnceptisol yang berpotensi untuk pertanian di Jndonesia
sekitar 0,55 juta ha dan biasanya bereaksi masamhingga netral.
Tanah Inceptisol seperti Hidromofi kelabu, Glei hmrls, dan Planosol yang
terdapat di Jawa Barat, Jawa Tengah, Lampung, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan
mempunyai perkembangan profil lebih baik daripada tanah Aluvial umumnya dan
biasanya cocok sebagai lahan padi sawah. Tanah ini mempunyai sifat-sifat mampat
mangau, dan berwama kelabu, lapisan permukaan tanah bertekstur lebih ringan
(Soepraptohardjo dan Suhardjo, 1978)
Di Indonesia, Inceptisol dan ordo lain Ultisol dan Oxisol sebagian besar
mempakan tanah mineral masam dengan tingkat kesuburan marginal yang meliputi
luasan 20,7 juta ha. Kahat hara esensial temtama N, P, K mempakan kendala utama
tanah tersebut (Karama et al., 1992). Menurut Odjak (1992), tanah muda seperti
Inceptisol umumnya menyediakan cukup kalium Kisaran kandungan kalium terekstrak
HC125% pada tanah Inceptisol dari berbagai wilayah di Indonesia terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kisaran Kandungan Kalium Terekstrak HC125% Tanah Inceptisol di Berbagai Wiayah di Indonesia
1
hiuvialI
Inceptisol1
25-326 4-14 8-118 178-482 8-388 4-14 15-34Hidromorf Inceptisol 27-315 54-93 93-244 4-8
Jenis tanah L.P. Tanah @S, 1961)
Inceptisol
I
33 9-144 4-117 - 7-221 4-17I
Sumber : Karama et al. (1992)
Setara dg. Taksonomi (USDA)
Tanaman padi dapat tumbuh pada semua ordo tanah, namun yang penting
Sumatera Lampung Jawa Lombok Sulawesi Kalimantan Sei Barito
Utara (1967) (1969) (1967) Selatan Barat Kalteng
(1976) (1968) (1985) (1985)
. . .
.
. .. . .
. . . mg KzO/lOO g . . ..
. ..
. . .. . .
. . .temtama adalah Inceptisol, Aljisol, dan Ultisol. Subordo penting dari Inceptisol yaitu
Aquepts (SuLfaquepts, Tropaquepts, Haplaqueptsf, Cchrepts (Ustochrepts, Eutrochrepts,
Dytrochrepts), dan Tropepts (Ustropepts, Dystropepts). Intensitas pencucian mempakan
salah satu ciri yang climiliki Inceptisol, A&oL dan Ultisol. Inceptisol tercuci lemah dan
mempunyai daya hantar listrik lapiasan terolah agak tinggi (Sekhon, 1995). Tropaquepts
dan kadang-kadang kondisi pasang surut laut mempengaruhi areal tersebut. Subordo
Aquepts merupakan tanah penghasil padi sawah yang penting (IRRI, 1985).
Peranan Kalium dalam Tanaman
Kalium m e ~ p a k a n hara esensial yang diperlukan tanaman dalam jumlah banyak
dan memegang peranan sangat penting dalam proses metabolisme sebagai aktivator
& mulai dari proses fotosintesis, translokasi asimilat hingga pembentukan pati,
protein, dan sebagainya (Karama et al., 1992). Kalium bukan penyusun bagian integral komponen tanaman seperti protoplasma, lemak, dan selulose, melainkan fungsinya
sebagai katalisis berbagai fungsi fisiologis esensial, yaitu (1) metabolisme atau
pembentukan karbohidrat, (2) metabolisme N dan sintesis protein, (3) mengontrol dan
mengatur aktivitas berbagai hara mineral esensial, (4) rnineralisasi asam organik penting
secara fisiologis, (5) aktwasi berbagai e m (6) pemacu pertumbuhan jaringan
meristematik, dan (7) menggiatkan stomata dan pergerakan air (Tisdale, Nelson dan Beaton, 1985). Kalium dalam tanaman sangat mobil dan sesuai dengan perannya, maka
sebagian besar K terdapat di bagian vegetatif tanaman terutama dalam jaringan-jaringan
muda (Odjak, 1992). Kalium dikenal sebagai hara penentu mutu produksi tanaman
karena p e n g a d pentingnya pada berbagai faktor seperti ukuran, ketajaman. wama,
rasa, dan hayati lain (Janke, 1992).
Kahat K pada tanaman akan menghambat seluruh proses metabolisme s e h g g a
produksi turun. Tanaman kahat K cepat menua, pemasakan tidak merata, dan
kehampaan gabah tinggi. Tanaman mudah terserang hama dan penyakit (Karama et al.,
1992). Menurut Dobermann dan Fairhurst (2000), kahat K menyebabkan tanaman padi
daun mudak menggulung, bobot 1000 butir t m , translokasi karbohidrat terhambat,
sistem perakaran tidak sehat yang menyebabkan p e n m a n serapan hara lainnya, dan
daya oksidasi aka1 bur& yang m e n d a n ketahanan terhadap bahan-bahan toksik.
Pemberian K berkaitan dengan kapasitas tanah memasok K cukup untuk menyediakan
kebutuhan K total tanaman hingga fase pemasakan tanaman (Heckman dan Kamprath,
1992).
Kekahatan K umumnya disebabkan oleh rendahnya kapasitas memasok K dalam
tanah, pemberian pupuk K tidak cukup, jerami tidak dikembalikan ke dalam lahan
sawah, masukan K air irigasi kec& dan jumlah
H2S,
~e", dan asam-asam organikmelimpah yang menghambat pertumbuhan akar dan serapan K Kekahatan K pada
tanaman padi juga d i p e n g a d oleh praktis pengelolaan tanaman seperti penggunaan
pupuk N dan P berlebihan, dan sistem perakaran daugkal selama pertumbuhan awal
tanaman. Kekahatan K umumnya ditemukan pada tanab dengan kaudungan K rendah
terutama tanah yang bertekstur kasar dengan KTK rendah dan kemampuan tanah
menambat K rendah, serta. tanah yang telah lanjut seperti Ultisol atau Oxisol
(Dobermann dan Fairhnrst, 2000).
Tanggap Tanaman Padi terhadap Kalium
Kalium sangat penting dalam agroekosistem padi untuk memantapkan produksi
padi dan meningkatkan ketahanan tanaman padi terhadap berbagai cekaman terutama
penyakit d m kekeringan (Suparyono, Kartaatmadja dan Fagi 1992). Pemberian K pada
tanaman padi meningkatkan ketahanan tanaman padi terhadap penyakit seperti busuk
batang (Helminthosporium si,modium), bakteri lepuh daun (leaf blizht), bercak dam
olyzae), dan Pericularia olyzae (Makarim, 1992). Beberapa varietas padi seperti IR36
dan Dodokan toleran terhadap kekeringan. Padi varietas IR36 hanya tanggap terhadap
pemupukan KC1 selama MH 1990191 hingga takaran 24,9 kg Wha, sedangkan varietas
Dodokan genjah (96 hari) lebih tanggap terhadap pupuk KC1 hingga takaran 49,8 kg
Wha (Balittan Sukaman4 1988).
Jumiah K yang diserap tanaman ditentukan oleh faktor tanah dan tanaman yang
mempengaruhi kemampuan tanaman mengambil K dari tanah seperti status K, pH,
kandungan dan tipe mineral liat, kandungan hara lapisan bawah, kandungan bahan
organik, jenis dan varietas tanaman, sistem perakaran, tiugkat produksi, dan iklim
(Tisdale et al., 1985). Tanggap K umumnya terdapat pada tanah-tanah sawah dengan
kadar K larnt dalam HC125% kurang dari 8,3 mg WlOO g tanah (Karama et al., 1992).
Areal sawah di Jawa dengan status K rendah yang luasnya 1.451.000 ha atau 39,7% dari
seluruh areal sawah di Jawa memberikan tanggapan nyata terhadap pemberian K, dengan rincian 663.000 ha di Jawa Barat, 398.000 di Jawa Tengah, dan 390.000 ha di
Jawa Timur (Sri Rochayati, Mulyadi, dan Sri Adiningsih, 1990). Status K rendah di
sawah tadah hujan Jakenan dengan konsentrasi K dapat ditukar < 0,l me WlOO g
terdapat pada Inceptisol. Menurut Jones et al. (1982), batas kritis K dalam tanah untnk
tanaman padi berkisar 0,18 - 0,26 me WlOO g tanah. Menurut Mamaril et ai. (1995),
tanaman padi tidak tanggap K jika K dapat ditnkar lebih dari 85 ppm K atau 0,22 me
WlOO g @asir dan pasir berlempung), 100 ppm K atau 0,26 me WlOO g (lempung
berpasir dan lempunz), 125 ppm K atau 0,32 me WlOO g ( lempung berdebu dan hat),
atau lebih dari 175 ppm K atau 0,44 me WlOO g pada tanah berkapnr.
Padi varietas IR64 meningkat dengan pemberian KC1 sebesar 25 kg Wha pada
(Partohardjono dan Pasaribu, 1992). Menurut Makarim (1992), pemberian K
berpengaruh positif terhadap komponen hasil seperti peningkatan persentase gabah isi,
peningkatan jumlah malai per rumpun, penambahan jumlah gabah per malai, dan
peningkatan bobot 1000 butir gabah.
Tidak tanggapnya padi sawah terhadap pemupukan kalium diakibatkan oleh
pupuk
K
mudah larut dan tercuci, K dijerap kisi-kisi tanah berada dalam keseimbangandengan K tersedia. Kemampuan tanah menyediakan hara K dari lahan-lahan pertanian
di Indonesia sangat beragam tergantung sifat-sifat tanah, faktor pengelolaan seperti
pengairan dan tanaman (Sri Rochayati et al., 1990).
Tanaman padi menyerap K total melebihi serapan N. Hasil padi yang berkisar 9-
10 t/ha menyerap K total sebesar 250-300 kg Wha, sedangkan N diserap sebesar 160-
220 kg N h a (Dobennann et al., 1995). Selama periode 1989-1991, produksi padi rata-
rata tahunan di Indonesia adalah 44,7 juta ton (IRRI, 1993). Jika diasumsikan rata-rata
serapan 23 kg Wton padi, maka total serapan K tahunan adalah satu juta ton. Masukan
K pada padi yang dibudidayakan secara intensifrelatifrendah dan yang teranglcut keluar
sangat tiuggi. Tanaman padi umumnya menyerap 258 kg Wha, dimana 26 kg Wha
terdapat dalam biji dan 232 kg Wha dalam jerami guna menghasilkan gabah 8,5-9
toniha (Cooke m& Tandon, 1995).
Pemberian K pada tanaman padi erat kaitamqa dengan fase pertumbuhan
tanaman. Hara K yang diserap tanaman saat anakan maksimum dapat meningkatkan
jumlah malai dan gabah. Kalium yang diserap saat primordia meningkatkan jumlah
malai dan bobot gabah, dan bilarnana diserap setelah fase primordia dapat membantu
meningkatkan bobot gabah. Tanggapan pentiug tanaman padi tercapai bilamana K
Bentuk dan Status Kalium dalam Tanah
Kalium dalam tanah berada dalam bentuk larutan, dapat ditukar, dan tidak dapat
ditukar ( fiksasi dan K dalam struktur). Besarnya K larutan dan K dapat ditukar
mempakan bagian kecil dari total K (Brady, 1985). Proporsi relatiftotal K tanah terlihat
pada Gambar 2.
(Felspar, mika, dll.) 90-98 % total K
K lambat tersedia K cepat tersedia
(Exchangeable & dalam 1-10 % totalK
1-2 % total K
K tidak'dapat ditukar
t
.
)
K dapat ditukart
.
)
K laktan tanah [image:179.599.101.497.246.461.2](90 %) (10%)
Gambar 2. Proporsi Relatif K dalam Tanah (Brady, 1985)
Kalium dalam larutan tanah merupakan sumber utama K yang diserap akar
tanaman, yang konsentrasinya beragam dengan pelapukan tan&, pertanaman
sebelunmya, dan pemupukan (Barber, 1984). Bagian utama K tanah bergerak ke akar
dari lamtan tanah melalui difusi dan aliran massa, tetapi kebutuhan tanaman untuk K
sering lebih besar daripada K larutan tanah persatuan waktu. Kalium larut air dalam
tanah bervariasi dari 1 sampai dengan 10 mg Wkg tanah (Prasad dan Power, 1997).
Kalium dapat ditukar terdapat pada muatan negatif liat tanah dan tapak
dari 40 sampai dengan 500 mgkg. Komponen K dapat ditukar secara terus menerus
tergantung pada pelepasan K terfiksasi dan pelapukan K seperti mika dan felspar.
Ketersediaan K untuk tanaman merupakan hngsi K dalam tanah, laju pertukaran, dan
tingkat pencucian (Sekhon, 1995).
Kalium tidak dapat ditukar terdapat pada kisi-kisi lembar liat yang tidak segera
digantikan oleh kation-kation dalam larutan tanah (Barber, 1984). Pemberian K selalu
meningkatkan cadangan K tersedia dalam bentuk K tidak dapat ditukar, tetapi tidak
selalu memberi kenaikan terhadap ketersediaan K (K dapat ditukar dan K lamtan)
karena tergantung pada daya sangga K dalarn tanah (Suiaeman et al., 1992). Kalium
terfiksasi merupakan K yang menempati posisi internal dari kisi liat dalam mineral
seperti illit dan vennikult (Sekhon, 1995). Fiksasi K tejadi karena ion K+ terjerap di
Z+
.
antara lapisan silikat oleh ion lain yang lebih besar seperti'
caZ+
dan Mg , juga olehhidroksi A1 atau Fe yang menghalangi ion K+ bilamana kadar air berkuraag (Karama et
al., 1992). Kalium tidak dapat ditukar dalam tanah bervariasi sekitar 40 - 600 mg Kkg
tanah (Tisdale el al., 1985).
Reaksi kesetimbangan tejadi antara bentuk lamtan, dapat ditukar, tidak dapat
ditukar, dan fase
K
mineral mempengaruhi terhadap kimia K tanah yang secaraskematis digambarkan sebagai berikut (Sekhon, 1995):
Pelepasan K+ tidak dapat ditukar dalam tanah tergantung pada r e n d h a
konsentrasi di sekitar akar tanaman karena K+ dalam lamtan tanah dapat menghambat
mengandung mineral Eat yang thggi selektivitasnya terhadap K seperti illit m e d s a s i
K lebih kuat daripada tanah berpasir atau tanah yang didominasi mineral fiat kaolinit.
Mineral liat sepertibentonit, illit, dan kaolinit memfiksasi K masing-masing sebesar
9,98; 10,93; 0,33 me WlOO g. Tanah dengan kandungan liat 20 % setiap memfiksasi 1
me WlOO g, berarti tanah tersebut mempunyai kapasitas iiksasi lebih dari 830 kg Wha
(Kemmler, 1980).
Fiksasi K biasanya mempakan konversi K* dalam larutan atau tapak dapat
ditukar ke dalam bentuk tidak dapat ditukar, sehingga K+ bebas masuk ke dalam kisi
silikat 2: 1. Kapasitas a s a s i K mineral liat secara berunrtan kaolinit < mika < illit <
vermikulit (Cao dan Hu, 1995). Perbedaan kandungan K pada berbagai mineral di tanah
tropika tergantung pada tahapan transformasi mika menjadi liat, yang digambarkan
sebagai berikut:
f
Vermikulit Mika+
Hidrous mika -3 Illit -3 Mineral transisi4
Montmodonit -100 g Kikg 60-80 glkg 40-60 glkg-
30 g/kg -10 g WkgMenwut Suwanarit (1995), terdapat dua altematif transfonnasi mika menjadi mineral
liat, yaitu mika
3
vermikulit+
kaolinit3
gibsit atau mika3
vermikulitterkloritisasi
3
gibsit+
kaolinit.Tanah muda sebagian besar mengandung mineral-mineral sumber kalium.
Mineral utama dalam tanah yang mengandung K yaitu mika (biotit dan muskovit),
felspar (ortoklas dan mikroklin) dm liat illit. Mineral tersebut melepaskan K sangat
lambat dengau laju beragam Pelepasan K pada biotit > muskovit > ortoklas > mikrokh
Lapisan olah tanah pertanian umumnya mengandung cukup banyak hara K, sekitar 1-2% atau 16.600-33.200 kg Wha. Kalium tanah berasal dari mineral-mineral
penyusun bahan induk, terutama kelompok mika dan felspar. Transfomasi dan
dekomposisi mineral primer membentuk mineral sekunder atau mineral liat yang
bersifat koloidal dan dapat menjerap kation. Beberapa mineral liat dapat memfiksasi K
setelah pengeringan. Dekomposisi juga menghasilkan ion-ion atau senyawa yang lamt
air dalam tanah ( S o e p m 1995). Bentuk K dalam tanah terdiri dari K-terlamt, K-
terjerap (dapat ditukar), K-terfiksasi dan K-mineral masing-masing mempakan bentuk
langsung, cepat, lambat, dan sangat lambat tersedia (Prasad dan Power, 1997).
Keseimbangan bolak-balik bentuk-bentuk K yang dinamis dalam tanah sawah
lebih cepat daripada tanah kering. Keseimbangan bentuk-bentuk K dalam tanah
menyebabkan ion I< yang diserap tanaman selama periode peitumbuhan dapat berasal
bail dari K-lamtan, K-dapat ditukar, dan K-terfiksasi, bahkan dari I<-mineral. Proses
fdcsasi dan pelepasan K dari dan ke dalam lamtan tanah menentukan kemampuan tanah
menyediakan K bagi tanaman (Goulding dan Heas, 1987).
Keseimbangan K dalam tanah tergantung beberapa faktor, antara lain tipe
koloid, pembasahan d m pengeringan, pH dan kandungan Ca dalam tanah, dan suhu
(Odjak, 1992). Tipe mineral liat 2: 1 mempunyai kapasitas tinggi memfiksasi K dalam
kisi kristal (I.iu, Laird dan Barak, 1997), sedangkan tipe 1: 1 tidak dapat memfiksasi K.
Bahan organik mempunyai kapasitas menambat K atau kation lain tetapi tidak
mem6ksasi kation dan K masih dapat diserap tanaman (Evangelou, Karathanasis dan
Blevins, 1986). Kondisi tanah basah dikeringkan biasanya meningkatkan K dapat
ditukar, terutama pada status K tanah rendah - sedang. Peningkatan pH tanah akan
mendepak kation monovalen seperti K Kalium dapat ditukar dalam tanah meningkat dengan peningkatan suhu (Odjak, 1992).
Pada tanah sawah tergenang, ketersediaan K relatif tinggi selama masa
p e m b u h a n karena dinamika pembahan dan pergerakan K terjadi secara cepat. Air
irigasi dan pengembalian jerami yang mengandung 80% K diserap tanaman padi dapat
memperkecil kemungkinan kahat K (Nujaya et al., 1995). Efektivitas ketersediaan K
dipengaruhi oleh kadar air. Kemmler (1980) menyatakan bahwa ketersediaan K turun
akibat rendahnya kadar air. Peningkatan ketersediaan K pada tanah ter