• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh pupuk KCL dan jerami padi terhadap perilaku kalium dan hasil padi sawah tadah hujan pada tanah Aeric Endoaquept Jakenan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh pupuk KCL dan jerami padi terhadap perilaku kalium dan hasil padi sawah tadah hujan pada tanah Aeric Endoaquept Jakenan"

Copied!
278
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)
(95)
(96)
(97)
(98)
(99)
(100)
(101)
(102)
(103)
(104)
(105)
(106)
(107)
(108)
(109)
(110)
(111)
(112)
(113)
(114)
(115)
(116)
(117)
(118)
(119)
(120)
(121)
(122)
(123)
(124)
(125)
(126)
(127)
(128)
(129)
(130)
(131)
(132)
(133)
(134)
(135)
(136)
(137)
(138)
(139)
(140)
(141)
(142)
(143)
(144)
(145)

PENGARUH PUPUK KC1 DAN JERAMI PAD1 TERHADAP

PERILAKU KALIUM DAN HASlL PAD1 SAWAH TADAH HUJAN

PADA TANAH AERlC ENDOAQUEPT JAKENAN

Oleh

ANlCETUS WIHARDJAKA NRP : 99043fFNH

PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(146)

ABSTRACT

The Effect of KCl Fertilizer and Rice Straw on Potassium Behaviour and Yield

of Rainfed Lowland Rice in Jakenan's Aeric Endoaquepts. Rainfed lowland rice areas

of Central Java has low soil fertility which is attributed with major nutrients deficiencies

including potassium. A field experiment was conducted at Jakenan Research Station for

Food Crops during 2001

dry

season to study the effect of KC1 fertilizer and rice straw to

potassium behaviow and productivity of rainfed lowland rice on Jakenan's Aeric

Endoaquepts. The experiment was arranged using a factorial experiment in a randomized

complete block design involving three levels of rice straw management, five levels of KC1

feailizer application, and three replicates. The Aeric Endoaquepts which dominated at

Jakenan's rainfed lowland rice areas had exchangeable K below 0.1 meq1100 g, whereas

critical limit for lowland rice crop ranged 0.18 - 0.26 meq1100 g. The combination of K

fertilizer and rice straw increased signdicantly grain yield of rainfed lowland rice and K

uptake. Application of K fertilizer combined with composted straw yielded grains higher

than combination of it with fresh straw. Application of Kfertilizer basally was better than

twice application. Application of 5 ton straw /ha neither fresh nor composted could

substitute inorganic K fertilizer equal tc 50 kg Wha. The highest K fertilizer efficiency was

gained if 50 kg K/ha basally was combined with composted straw. Potassium uptake

correlated signdicantly with soil K content at 20 days after transplanting or active tflering

growth stage. Application of rice straw (fresh or composted) could reduce K loss due to

leaching. The fiesh straw tended to prevent K loss by leaching higher than composted

(147)

ANICETUS WIHARDJAKA. Pengaruh Pupuk KC1 dan Jerami Padi terhadap

Perilaku Kalium dan Hasil Padi Sawah Tadah Hujan pada Tanah Aeric Endoaquept

Jakenan (di bawah bimbingan KOMARUDDIN DDRIS sebagai ketua, H. ABDUL

RACHIM sebagai anggota, dan SOETJDPTO PARTOHARDJONO sebagai anggota).

Lahan sawah tadah hujan sebagai sentra produksi beras terbesar setelah lahan sawah

beririgasi mempunyai berbagai kendala, antara lain : a&an curah hujan yang tidak

menentu, cekaman kekeringan, dan kesubwan tanah relatif rendah. Di ekosistem sawah

tadah hujan, kekahatan kalium secara spesifik terjadi pada tanah Aeric Endoaquept

terutama yang bertekstur tingan. Kadar K dapat ditukar dalam tanah Aeric Endoaquept

adalah kurang dari 0,l me/100 g yang meliputi luasan sekitar 33.000 ha. Ketersediaan K

untuk tanaman tergantung pada besamya bentuk K dalam tanah dan tingkat pencucian.

Neraca K di ekosistem sawah tadah hujan tidak menentu dan belum banyak dikaji.

Neraca K tidak rnenentu disebabkan oleh sedikitnya pemberian pupuk K, tidak adanya

masukan K dari air irigasi, dan terangkutnya jerami saat panen tanpa mengembalikannya

lagi ke &lam tanah. Di ekosistem sawah tadah hujan, kelengasan tanah dapat betfluktuasi

selama musim peaanaman, akibatnya status ketersediaan unsur hara dapat beragam dengan

periode pemunbuhan tanaman. Adanya pembasahan dan pengeriugan yang silih berganti

mempengaruhi perilaku K pada pertanaman padi sawah tadah hujan.

Penelitian lapang dilaksanakan di lahan sawah tadah hujan Jakenan, Kabupaten

(148)

pupuk K dan jerami padi terhadap produksi gabah padi sawah tadah hujan dan pergerakan

K dalam tanah, (2) mempelajari kontribusi jerami padi terhadap efisiensi pemupukan K

dan kehilangan Kmelalui pencucian dalam tanah, (3)mempelajari hubungan antara serapan

K clan bentuk-bentuk K tanah pada beberapa fase pertnmbuhan padi sawah tadah hujan

tertentu,

dan

(4) mempelajari waktu pemberian pupuk K terhadap pencucian K, serapan K,

dan produksi padi sawah tadah hujan.

Percobaan disusun menggunakan rancangan acak kelompok berfaktor dengan tiga

ulangan. Perlakuan terdiri atas 3 aras perlakuan jerami : tanpa jerami (JO), jerami segar 5

tonha (Jl), jerami lapuk 5 tonha dan 5 aras perlakuan pupuk KC1 : 0 kg K (KO), 50 kg K,

sekaligus sebelum tanam atau basal (Kl), 50 kg K, '/2 K sebelum tanam clan % K saat 40

hari setelah tanam

0(2),

100 kg K, sekaligus sebelum tanam (K3), dan 100 kg K, 112K

sebelum tanam dan %K saat 40 hari setelah tanam 6 4 ) . Bibit padi lR36 berumur 21 hari

ditanam secara pindah menggunakan sistem padi walik jeralni. Pupuk N, P, S diberikan

sesuai anjuran yaitu 120 kg N, 20 kg P, dan 20 kg S h a . Peubah-peubah yang diamati

meliputi bentuk-bentuk K (dapat ditukar, larutan, dan tidak dapat ditukar), hasil dan

komponen hasil, serapan K, bobot biomassa tanaman, muka air tanah. efisiensi pemupukan

K, dan data meteorologi selama percobaan berlangsung.

Tanah Aeric Endoaquept Jakenan bereaksi agak masam - nasarn dengan daya

hantar list~ik temasuk sangat rendah. Tanah mempunyai kandungan bahan organik dan

kapasitas tukar kation rendah, kandungan hara-hara yang diperlukan tanaman sangat rendah

- rendah terutama pada lapisan olah tanah (0-15 cm). Status I< tanah termasuk sangat

(149)

Pemberian jerami nyata mempengaruhi tinggi tanaman dan jumlah anakan.

Pemberian pupuk kalium dan kombinasinya dengan jerami nyata meningkatkan tinggi

tanaman, tetapi tidak nyata mempengaruhi junilah anakan tanaman. Pemberian jerami dan

pupuk K hanya nyata meningkatkan bobot biomassa saat 60

dan

100 hst, sedangkan

kombinasi jerami dan pupuk K hanya nyata saat 100 hst atau menjelan, p anen.

Komponen hasil nyata dipengaruhi pemberian jerami sedangkan kombinasinya

dengan pupuk kalium hanya nyata menaikkan jumlah gabah isi per malai. Pemberian pupuk

K secara bertahap relatif memberikan jumlah gabah isi lebih tinggi daripada pemberian

sekaligus (basal). Jerami lapuk memberikan jumlah gabah isi lebih tinggi daripada jerami

segar.

Pemberian jerami

dan

pupuk kalium sangat nyata meniugkatkan produksi padi

sawah tadah hujan. Hasil gabah dan jerami yang diberi pupulc K sebesar 50 kg K tidak

nyata berbeda dengan 100 kg Wha. Ada kecenderungan bahwa K yang diberikan sekaligus

menghasillcan gabah dan jerami leblh tinggi daripada pupuk K yang diberikan secara

bertahap. Pupuk K nyata meningkatkan hasil gabah sebesar 16,O - 26,6 %

dan

hasil jerami

sebesar 16,4 - 23,6 %. Perlakuan jerami lapuk cendenmg menghasilkan gabah lebih tinggi

daripada perlakuan;er~mi segar.

Serapan K oleh tanaman nyata dipengaruhi oleh kombinasi pupuk K dan jerami.

Pemberian jerami sangat nyata meningkatkan serapan K tanamau. Serapan K pada petak

yang diberi jerami segar nyata lebih tinggi daripada yang diberi jerami lapuk. Pupuk K

(150)

dengan bertambahnya umur tanaman dan mengalami penurunan saat tanaman menjelang

masak.

Efisiensi pemupukan K tertinggi dicapai pada perlakuau jerami lapuk dan 50 kg

Wha, yaitu 52,7 k g k g K (agonomi) atau 35,6 kgkg K( fisiologi). Pemupukan 100 kg Wha

memberikan efjsiensi pemupukan K lebih rendah daripada takaran 50 kg m a . .

Kalium dapat ditukar kedalaman 0-15 cm umumnya menurun sejalan dengan

bertambahnya umur tanaman. Namun terjadi kenaikan K-dd saat 80 hst dan 100 hst

terutama pada perlakuan yang diberi jerami saja (segar dan lapuk) dan pnpuk K yang

diberikan secara bertahap, sedangkan pupuk K yang diberikan sekaligus sebagai basal

relatif menurun hingga fase masak tanaman.

Kalium &pat ditukar cenderung menurun pada kedalaman tauah 15-30 cm. Kalium

dapat ditukar meningkat lagi saat 80 atau 100 hst terutama pada perlakaan hanya jerami

baik yang segar maupun lapuk dan pupuk K yang diberikan secara bertahap khususnya

takaran 50 kg Wha.

Pada perlakuan tanpa jerami akumulasi K di lapisan 15-30 cm relatif lebih tinggi

daripada perlakuan dengan jerami. Akumulasi K dapat ditukar pada kedalaman 15-30 cm

yang diberi jerami segar terfizt k g g i pada perlakuan 100 kg I a a dibandingkan 50 kg

Wha. Perlakuan jerami lapuk dapat mengurangi K-dd tercuci ke bawah.

Kandungan K-larutan tanah umumnya stabil dan baru meningkat agak tajam saat

tanaman menjelang panen (100 hst). Kandungan K-larutan tanah saat 20 hst relatiflebih

rendah daripada saat 40, 60, dan 80 hst. Pemberian pupuk K saja meningkadtan kalium

(151)

segar maupun lapuk. Pemberian jerami segar dapat menurullliau K-larutan tanah pada

kedalaman 15-30 cm, sedangkan jerami lapuk cenderung meuuruukan K-larutan pada

kedalaman 0-15 cm. Akumulasi K-lamtan tanah di lapisan 15-30 cm relatif lebih tioggi

pada kombinasi pupuk K dengan jerami lapuk daripada pupuk K saja. Jerami segar dapat

mengurangi gerakan K ke bawah prom tanah.

Pemupukan K dan jerami um-ya meningkatkan kandungan K tidak dapat ditukar

sejalan dengan bertambahnya umur tanaman. Kandungan K tidak dapat ditukar (K-tdd)

pada kedalaman 0-1 5 cm meningkat baik pada petak tanpa jerami, dengan jerami segar, dan

jerami lapuk, kecuali pemupukan K dengan takaran 100 kg K h a cendemgmenurunkan K-

tdd terutama pada petakan tanpa jerami dan dengall jerami segar.

Peningkatan secara tajam terjadi saat tanaman memasuki fase pertumbuhan

reproduktif atau saat pemasakan yang berkisar 80-100 hst. Kandungan K tidak &pat

ditukar pada kedalaman 15-30 cm umumnya lebih tinggi daripada pada kedalaman 0-15

cm.

Kehilangan K oleh pencucian pada petak tanpa jerami relatif lebih besar daripada

pada petak dengan jerami segar dan jerami lapuk. Kehilangau K akibat pencucian pada

pemupukan 50 kg Wha relatiflebih besar ~iibandingkan peniup~lltali 100 kg Kha. Gerakan

K pada semua perlakuan kombinasi puptlk K dan jerami saat 100 hst atau menjelang

tanaman dipanen relatiftinggi kecuali pada petak yang diberi jerami. Pemupukan 100 kg

K/ha justem dapat meningkatkan kehilangan K lamtan tanah ke bawah profil tanah

(152)

Korelasi nyata antara K dalam tauah dengan serapan K tejadi saat fase

perturnbuhan anakan aktif (20 hst) dengan p < 0,01. Bentuk-bentuk K dalam tanah saat

tanaman berumw lebih dari 40 hst hingga menjelang panen tidak berkorelasi nyata dengan

serapan K saat tanaman masak, kecuali K dapat ditukar atau K terjedia saat tanaman

berumur 60 hari setelah tanam.

Neraca K umumnya negatifpada perlakuan tanpa jerami. Pengembalian jerami ke

dalam tanah dapat meningkatkan neraca K, yang berarti terjadi penambahan kesuburan

tanah terutama ham kalium. Neraca K positif tercapai bilamana ke dalam tanah Aeric

Endoaquept kahat K diberikan kombinasi jerami dan pupuk lebih besar daripada 50 kg

(153)

PENGARUH PUPUK KCI DAN JERARII PADI TERHADAP PERILAKU KALIUM DAN HAS& PADI SAWAH TADAH WJAN

PADA TANAH AERIC ENDOAQUEPT JAKENAN

Oleh :

ANICETUS M'IHARDJAKA

NRP

: 99043fI'NH

Tesis sebagai salah satu syarat unhrk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Pasca Sarjana IPB

Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor

(154)

JUDUL : PENGARUI-1 PWUIC ICCI DAN JERAMl PAD1 TERHADAP PERILAICU ICALIUM DAN IIASLL PAD1 SAWAH TADAH HUJAN PADA TANAH AERLC ENDOAQUEPT JAICENAN

NAMA : ANICETUS WIHARDJAICA

NRP.

: 99043RMI

v

(Dr.

Ir.

Komaruddin Idris, MS)

Anggota

,

.-.--.-A

(Dr. Ir. H. Abdul Rachim, MS)

(155)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Padang Panjang tanggal 17 April 1964 dari pasangan suami isteri

J.A. Daliman Dwijotanoyo ( a h . ) dart A. Samsirin. Penulis menikah dengan Elisabeth Srihayu Harsanti Tanggal 8 Oktober 1995 dan dkaruniani seorang puteri bemama Ursulin Sacer Setyastika. Penulis menamatkan pendidikan dasar di SD Negeri Jebugan 1 Klaten

tahun 1976, pendidikan menengah di SMP Paugudi Luhur Klaten tahun 1980 dan SMA

Negeri 1 Klaten tahun 1983. Penulis memperoleh gelar Sarjana Pertanian tahun 1990 dari

Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Sejak

tanggal 1 September 1999, Penulis mengikuti Program Pasca Sajana IPB Bogor dengan program studi Ilmu Tanah.

Penulis pemah menjadi pegawai Lembaga Penelitian Padi Intemasional

(International Rice Research Institute) sebagai asisten peneliti pada tahun 1990-1992. Sejak

tahun 1992 hingga sekarang, penulis mempakan staf peneliti di Loka Penelitian Tanaman

(156)

KATA PENGANTAR

Puji clan syuku Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat

clan karunia yang dilimpahkan-Nya, sehingga penulis dengan keteguhan hati dapat

melaksanakan serangkaian penelitian dan menuangkan hasil penelitian tersebut &lam

bentuk tesis ini.

Pa& kesempatan

ini

penulis mengucapkan terima kaslh yang tulus kepada semua pihak atas berbagai bentuk bantuannya, mulai persiapan penelitianhinggapenyusunan tesis

ini. Ungkapan perasaan sempa penulis sampaikan khususnya kepada :

1. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian yang telah membenkan

kesempatan belajar Program Magister (S2) di Institut Pertanian Bogor dengan

memberikan beasiswa dari ARMP-IL

2. Bapak Dr. 11. Komamddm Idris, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing, bapak Dr. lr.

H Abdul Rachim, MS dan bapak Dr. Ir. Soetjipto Partohardjono, M.Sc. selaku anggota

Komisi Pembimbing.

3. Bapak Dr.

Ir.

H. Sudarsono, M.Sc., selaku Ketua Program Studi Ilmu Tanah Program

Pasca Sa rjana IPB Bogor.

4. Kepala Loka Penelitian Tanaman Pangan yang mengjinkan penulis menempuh

pendidikan S2 di JPB Bogor.

5. Karyawan-karyawati Loka Penelitian Tanaman Pangan Jakenan.

(157)

Penulis menyadari de:ngan sepenuh hati bahwa tesis in mash banyak kekurangan

dan jauh dari ketidaksempumaan, namun penulis berharap semoga tesis ini dapat

bermanfaat bagi para pembaca. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan masukan

pguna penyempumaan penulisan di masa mendatang.

Bogor, Januari 2002

(158)

D r n A R IS1

Halaman

.

. .

Daftar Isi . . .

.

. .

. . .

. .

. . .

. . . .

. . .

.

.

.

.

. . . .

. . . .

. . .

. . .

. . .

. . . .

. . .

.

.

. . .

. . .

.

. . .

.

. .

. m

Daftar Tabel

. . .

. . .

. . .

.

. . .

. . . .

. . .

. . .

. . .

. . .

. . .

.

. . .

. . .

.

. .

. . .

, ,

. .

. . .

. . . .

.

. .

xvi Daftar Gambar

. . . .

. .

. . .

. .

. . .

.. .

. . .

.

.

.

.

. . .

. . .

. . .

.

.

.

. . .

. .

. . .

. xviii

D a b Lampiran

. . .

. .

. . .

. . .

. .

.

. .

. . .

. .. . .

.

. . .

.

. . .

.

.

. . . , ,

.

. . . . xx I. Pendahnluan

Latar Belakang

... . .

. .

. . .

.

. . .

. . .

. . . .

. .

.

.

. . .

. . .

. .

. . .

. . .

. . .

1

. .

Tujuan Penehtian

. . . .

. . .

.. .

. . . .

. . .

. . . .

. . .

. . . .

. . .

. . .

. . .

. . . 4

Hipotesis

.

.

. . .

. . .

. . .

. .

. . .

. .

. . .

. . . .

. . .

. . .

.

.

. . .

4

II.

Tinjauan Pustaka

Karakteristik Lahan Sawah Tadah Hujan ... .

.

. .

. .

.

. . .

. . . .

.

. . .

. . .

.

. .

.. 5

Penyebaran dan Sifat Tanah Inceptisol

. .

. .

.

. .. . . .. . .

. ..

...

. 7

Peranan Kalium dalam Tanaman . . .

. . .

.

. .

. . .

. . .

. . .

. . . ..

10

Tanggap Tanaman Padi terhadap Kalium . . .

. . .

.

. . . .

. . .

. .

. . .

. . .

.

.

. . 11

Bentuk dan Status Kalium dalam Tanah

. . .

.

..

.

.

.

.

. . .

. .

.

.

.

.

. .

.

.

. . . .

. . . . ..

14

Neraca Kalium pada Tanaman Padi Sawah ... ... ...

...

. .

. .

. .

.

.

. . . ....

...

.

3 0

LO

Kehilangan Kalinm melalui Pencucian

. . .

. . .

.

. .

. . .

. .

.

.

.

. . .

. . .

20

Jerarni Padi sebagai Pemasok Kalium

.

.

. . .

. .

. . .

. .

.

. .

.

. . .

.

.

. . . .

.

.

20

III. Bahan dan Metode

Tempat dan Waktu ... ... .

..

...

. . .

.

..

...

..

. .. . ...

. . . ... ... . .

. . . .. ...

...

.. . .

24
(159)

Rancangan Perlakuan ...

Pelaksanaan Penelitian ...

1

.

Analisis Pendahuluan Tanah dan Pupuk ...

...

.

2 Penetapan Kurva Erapan K

3

.

Pelaksanaan Percobaan

...

4

.

Peubah yang Diamati ...

. .

5

.

Jadwal Penehban ...

N

.

Hasil dan Pembahasan

... Karakteristik Tanah Aeric Endoaquept di Ekologi Sawah Tadah Hujan

Pertumbuhan dan produksi Padi Sawah Tadah Hujan ...

Kadar dan Serapan K dalam Tanaman ...

... Hubungan Serapan K dan Produksi Padi Sawah Tadah Hujan

... Efisiensi Pupuk Kalium

... Perilaku Kalium Tersedia dalam Tanah

...

1 . Kalium Terekstrak 1 N PI-0Ac pH 7

2

.

Kalium Terekstrak Hz0 (1 : 5 ) ...

3 . Kalium Tersedia ... ... Perilaku Kalium Tidak Dapat Ditukar dalam Tanah

... Kadar K Lamtan dalam Profd Tanah

... Hubungan Serapan K dengan K dalam Tanah

(160)

V . Kesimpulan clan Saran

(161)

DAETAR TABEL

r Teks Halaman

Kisaran Kandungan Kalium Terekstrak HCI 25% Tanah Iuceptisol di

Berbagai Wilayah di Indonesia . . .

..

. .

. . .. .

.. . .

...

. . . ..

.

. . .

..

. .

.

.

. .. . ..

. . . .

9

Kandungan Ham Utama &lam Contoh Jerami sebelum Digunakan . . . .. .

.

. . 2 7 Karakteristik Tanah Aeric Endoaquept Jakenan, Desember 2000

. . .

33

Tinggi Tanaman Padi IR36 dari Berbagai Perlakuan Pupuk K dan Jerami

selama M K 2001 di Jakenan, Jawa Tengah

. . .

.

.

.

. . .

. . .

. . .

. 3 7

Jumlah Anakan Padi Sawah Tadah Hujan dari Berbagai Perlakuan Pupuk

K dan Jerami selama MK 2001 di Jakenan, Jawa Tengah . .. . .

. . . .

. . .

.

. . .

. . ..

38

Komponen Hasil Padi Varietas IR36 dari Berbagai Perlakuan Pupuk K

dan Jerami pada MK 2001, Jakenan, Jawa Tengah

.

.

.

. . .

. . . .

. . .

... .. . .

41

Hasil Gabah dan Jerami dan Serapan K Total Tana~nau Padi Varietas IR36

di Lahan Sawah Tadah Hujan Jakenan, Jawa Tengah pada MK 2001 ... . . 43

Kadar Kalium dalam Tanaman Padi IR36 Setiap Inte1val20 Hari selama

Pertumbuhan di Jakenan, MK 2001

. . . ... .

. . .

... . . .

. . .

..

.

. . .

. .

. .. . .. . . . 46

Nilai F Uji Kontras Biasa dari Peubah Hasil Gabah dan Jerami dan Serapan

K Tanaman

...

. . .

:

.

. .

.

. . .

. . .

. . .

. .

.

. . .

. . .

. . .

. . . .

. . .

. . .

. . .

.

.

.

. . .

..

48

Efisiensi Pupuk K dari Berbagai Perlakuan Pupuk K dan JeraIDi selama

MK 2001 di Lahan Sawah Tadah Hujan Jakenan

. . .

. . . .

. . .

. . . .

. .

.

. . .

. . . .

. .

52 Perubahan Kandungan Air Tanah dalam Interval 20 Hari selama

Pertumbuhau Padi Sawah Tadah Hujan, Jakenan, MK 200 1 . . . 64 Persamaan Regresi dan Koefisien Korelasi dari Hubuugan K daIam Tanah

dengan Serapan K saat Tanaman Masak .

. . ...

....

... . .

. .

.

. . .

. .

. . .

...

... ... .

. .

70

Neraca Parsial K antara Masukan K dan Keluaran K di Ekosistem Sawah

Tadah Hujan, Jakenan, MK 2001

. .. . ..

..

. . . .

...

...

.. . .

. . .

. . .

. . . . ..

.

.

.

... . .

. . . .

7 2 LAMPIRAN
(162)

Deskripsi Profil Tanah di Lokasi Percobaan

. . .

. . .

. . .

.

. . . .

. . .

. . .

Distribusi Curah Hujan dan Hari Hujan di Lahan Sawah Tadah Hujan Jakenan, Pati, Jawa Tengah selama 1985-2001

... ... ... . ..

... ...

... ... . . .

,

Kondisi Iklim Harian di Lokasi Penelitian pada Bulan Januari - Juni 2001 Nilai F-hitung Beberapa Peubah Agronomik dau Hasil dari Berbagai Perlakuan Pupuk KC1 dan Jerami pada Pertanaman Padi Sawah Tadah Hujan di Jakenan, MK 2001

. . . .

. .

... . .. ... . . .. .. .

. .

.

..

. . . . ...

...

...

... ... .. . .

..

Nilai F-hitung Beberapa Peubah dari Berbagai Perlakuan Pupuk KC1 dan Jerami pada Pertanaman Padi Sawah Tadah Hujan, Jakenan, MK 2001

... .

Nilai F-hitung Nisbah KO-15K15-30 dari Berbagai Perlakuan Pupuk KC1 Jerami pada Pertanaman Padi Sawah Tadah Hujan, Jakenan, MK 2001

...

.

Pengaruh Pupuk K d m Jerami terhadap K Terekstrak NH40Ac 1 N p H 7

Pada Padi Sawah Tadah Hujan di Jakenan, MK 2001

... ...

... .

.. ... ...

.

.

.

..

. ...

Pengaruh Pupuk K dan Jerami terhadap K Terekstrak Hz0 (1 :5) pada Padi Sawah Tadah Hujan di Jakenan selama MK 2001 .... ...

...

. ..

... ...

...

...

...

..

Pengaruh Pupuk K dan Jerami tehadap K terekstrak HNO:, 1 MMendidh Pada Padi Sawah Tadah Hujan, Jakenan, MK 2001

. . .

..

.

. . . .. .

... . .

. . ...

. ..

.... Pengaruh Pupuk K clan Jerami terhadap Nisbah K Dapat Ditukar Kedalaman 0-15 dan 15-30 cm, Jakenan,MK2001 ... ...

...

... ...

...

...

... ... ... ...

...

Pengaruh Pupuk K dan Jerami terhadap Nisbah K Larutan (K-lar) Kedalaman 0-15 dan 15-30 cm, Jakenan, MK 2001

. . .

.

.

.

. . .

. .

.. . .

Pengaruh Pupuk K dan Jerami terhadap Nisbah K Tidak Dzpat Ditukar Kedalaman 0-15 dan 15-30 cm, Jakenan,MK2001

...

...

...

...

... ... ...

...

... ...

Kandungan K Tersedia pada Kedalaman 0-30 cm Selama Pertumbuhan Padi Sawah Tadah Hujan, Jakenan, MK 2001.. .

... . . .. . .. .

.

. .. .

... ...

. . . .

. .

... .

Bobot Isi Tanah pada Kedalaman 0-30 cm dari Perlakuan Jerami di Jakenan Pada MX 2001

. . . .

. .

. . . .. . . .

. . .

. . .

.

. . .

. . .

. . .

. . .

. . .

. . . .

. . .

.

. .

. .

. . .

. .

. . ..

Rata-rata Kadar K Air Genangan dari Berbagai Perlakuan Pupuk K dan
(163)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1. Pola Tanam dan Distribusi Curah Hujan selama 35 tahun

di

Lahan Sawah

...

Tadah Hujan Jakenan, Jawa Tengah 7

...

2. Proporsi RelatifK dalam Tanah 14

3. Fluktuasi Curah Hujan Tahunan selama 15 Tahun Terakhir di Lahan

Sawah Tadah Hujan Jakenan, Jawa Tengah

...

34

4. Rata-rata Curah Hujan Bulanan Tahun 1985 - 2000 dan Kebutuhan Air

Hujan Minimum bagi Tanaman Budidaya

...

34

5a. Pembahan Tinggi Genangan Air dan Muka Air Tanah selama Pertumbuhan ...

Padi IR36 pada MK 2001 di Jakenan, Jawa Tengah 36

5b. Distribusi Curah Hujan Harian selama Pertumbuhan Padi Sawah Tadah

Hujan, MK 2001, Jakenan, Jawa Tengah ... 36

6 . Pembahan Biomassa dari Padi Varietas IR36 pada Berbagai Perlakuan

Jerami dan Pupuk K di Jakenan, Jawa Tengah, MK 2001 ... 3 9

7. Hubungan antara Takaran Pupuk K dan Hasil Gabah Padi Sawah Tadah

Hujan pada Perlakuan Jerami di Jakenan selama MK 200 1 ... 45

8. Serapan K Tanaman ~ a d i Sawah Tadah Hujan Setiap Interval 20 Hari

pada Berbagai Perlakuan Jerami dan Pupuk K di Jakenan, MK 2001 ... 48

9. Hubungan antara Serapan K dan Hasil Gabah Padi Sawah Tadah Hujan

IR36 Saat Panen, Jakenan, MK 2001 ... 50 10. Pembahan K Dapat Ditukar Setiap Interval 20 Hari pada Berbagai

Perlakuan Pupuk K dan Jerami di Jakenan, MK 2001 ... 5 5 11. Pembahan K Lamtan Tanah Setiap Intelval20 Hari pada Berbagai

Perlakuan Pupuk K dan Jerami

di

Jakenan, MK 2001 ... 5 9

12. Pembahan K Segera Tersedia bagi Tanaman Setiap Interval 20 Hari pada

Berbagai Perlakuan Pupuk K dan Jerarni di Jakenan, MK 200 1

...

6 1

13. Pembahan K Tidak Dapat Ditukar Setiap Interval 20 Hari pada Berbagai

(164)

14

.

Jerapan Kalium pada Tanah Aeric Endoaquept Jakenan sebelum Diberi

Perlakuan Pupuk K dan Jerami pada MK 2001 ... 66

15

.

Nisbah

Ko.ldKls.30

cm dari

K

Dapat Ditukar Setiap Interval 20 Hari di

Lahan Sawah Tadah Hujan Jakenan pada MIS 2001 ... 67 16

.

Nisbah Iblfi15-30 dari K Lamtan Tanah Setiap Interval 20 Hari di Lahan

Sawah Tadah Hujan Jakenan pada MK 2001

...

69

17 . Nisbah Ko;lfils,? o dari KTidak Dapat DitukaT Setiap Interval 20 Hari di

(165)

Nomor Teks Halaman

... 1. Prosedur Penetapan Kurva Erapan K dan Rumus Erapan Maksimum 85

2. Prosedur Penetapan K dalam Bentuk Dadap Ditukar, Larutan Tanah, dan

Tidak Dapat Ditukar

...

86

FOTO

1. Kondisi Tanaman Padi Ssawah Tadah Hujan Fase Pertwnbuhan Anakan

...

Aktif pada MK 2001 di Jakenan, Kabupaten Pati, Jawa Tengah 107 2. Kondisi Tanaman Padi Sawah Tadah Hujan Varietas IR36 Menjeiang

...

Panen pa& MK 2001 di Jakenan, Kabupaten Pati, Jawa Tengah 107

3. Kondisi Tanaman Padi IR36 di Lahan Sawah Tadah Hujan Tanpa Jerarni (JO), Dengan Jerami Segar (Jl), dan Jerami Lapuk (J2) pada MK 2001 di

Jakenan, Kabupaten Pati, Jawa Tengah ... 108

4. Kondisi Tanaman Padi IR36 saat Fase Anakan Makshum yang Diberi ...

Pupuk K di Lahan Sawah Tadah Hujan Jakenan pada M1( 2001 109

5. Kondisi Tanaman Padi JR36 saat Pengisian Gabah yang Diberi Perlakuan ...

Jerami di Lahan Sawah Tadah Hujan Jakenan pada MT( 200 1.. 110

6 . Kondisi Tanaman Padi IR36 yang Diberi Pupuk 50 kg IUba pada Lahan

Sawah Tadah Hujan Jakenan pada MK 2001 ... 111 7. Kondisi Tanaman Padi IR36 yang Diberi Pupuk 100 kg ma pada Lahan

Sawah Tadah Hujan Jakenan pada MK ... 112 8. KondisiTanaman Padi IR36 saat Fase Berbunga di Lahan Sawah Tadah

(166)

Latar Belakang

Laju peningkatan produksi tanaman pangan terutama beras cendemg ~UNU

dalam beberapa tahun t e r a W ini. Kecendemgan tersebut berkaitan dengan penciutan

areal padi yang subur sepeai sawah beririgasi untuk kepentingan non pertanian

(pemukiman, jalan industii, dan sebagainya), dan penggunaan pupuk yang tidak

berimbang. Dengan pertumbuhan penduduk dan penciutan lahan pertanian subur,

kecukupan pangan akan tercapai melalui perluasan areal pertanian tanaman pangan

yang mengarah pada pemanfaatan lahan marginal (Adjid, 1993). Pemanfaatan lahan

sawah tadah hujan aerupakan salah satu alternatif dalam mencapai produksi tanaman

pangan yang optimal.

Lahan sawah tadah hujan merupakan sentra produksi beras terbesar setelah lahan

sawah beririgasi. Luas lahan sawah tadah hujan di Indonesia diperkirakan 1,5 juta ha,

sekitar 929.340 ha terdapat di Jawa (IRRI, 1992; Pane, Bangun dan Jatmiko, 1999) yang

lebih dari sepertiganya terdapat di Jawa Tengah (358.120 ha) (Suprihatno et al., 1995;

Anonymous, 1996). Petani m m y a mengusahakan lahan tersebut secara tradisional

dengan pola tanam yang umum padi gogorancah-padi walk jerami- bera atau palawija.

Akibatnya produkt&tas padi sawah tadah hujan relatifrendah dengan rata-rata hasil2,O

- 2,5 t h a atau lebih kurang 50% dari hasil padi sawah beririgasi (Balittan Sukamandi,

1988; Ismunadji dan Suprapto, 1990).

Berbagai kendala dihadapi petani dalam budidaya padi sawah tadah hujan,

antara lain : cekaman kekeringan akibat agthan curah hujan tidak menentu, masalah

(167)

1992). Kekeringan merupakan masalah kompleks dalam sawah tadah hujan, yang

mungkin terjadi di awal mus'm pertanaman atau saat berbunga hingga pengisian gabah

(Wade et al., 1999). Kesubwan tanah rendah juga merupakan masalah kompleks,

karena pasokan sejumlah hara biasanya terbatas, atau terjadi kondisi toksik terutama

pada tanah masam atau salin. Fluktuasi kondisi tanah dari anaerobik ke aerobik juga

mempunyai konsekuensi terbesar bagi ketersediaan hara (Wade et al., 1998).

Kahat K di lahan sawah pulau Jawa diperkirakan mencapai 2,2 juta ha

(Makarim, 1992). Status

K

terekstrak HCl 25 % rendah

( c

10 mg K20/10 g tanah) di

Jawa Tengah sekitar 175.000 ha, sedangkan status K sedang (10-20 mg K~0/100 g

tanah) meliputi luasan sekitar 330.000 ha (Anonymous, 1996). Kahat K secara spesi6k

lokasi terjadi pada tanah Aeric Endoaquepts di ekosistem sawah tadah hujan terutama

yang bertekstur ringan yang mencakup luasan sekitar 33.000 ha dengan kadar K dapat

ditukar < 0,l me/100 g. Kandungan K dapat ditukar yang termasuk tinggi (0,3 me

WlOO g) terdapat pada tanah Typic Tropaquepts di Sumatera Selatan (Nurjaya,

Nursyamsi dan Kasno, 1995). Batas kritis

K

dalam tanah untuk tanaman padi berkisar

0,18-0,26 me WlOO g (Jones et al., 1982).

Kalium dalam tanah berada dalam bentuk larutan, dapat ditukar, dan tidak dapat

ditukar (fiksasi dan K dalam mineral). Besarnya K larutan dan K dapat ditukar

merupakan bagian kecil dari total K (Barber, 1984). Ketersediaan K untuk tanaman

merupakan fimgsi besarnya bentuk K dalam tanah, laju pertukaran, dan tingkat

pencucian (Sekhou, 1995). Pemberian K tidak selalu menaikkan ketersediaan K (K

dapat ditukar dan K larutan) dalam tauah karena sangat tergantung pada daya sangga K

(168)

Kajian K dalam penelitian padi kurang banyak memperoleh perhatian

dibandingkan N dan P. Penelitian di berbagai negara produsen padi menunjukkan

bahwa neraca K pada ekosistem sawah beririgasi dan lahan yang diusahakan secara

intensif umumnya negatif (Dobennann, Sta Cruz, dan Cassman,, 1995), sedangkan

neraca K di ekosistem sawah tadah hujan tidak menentu dan belurn banyak dikaji.

Neraca K tidak menentu disebabkan oleh beberapa hal, antara lain : petani umumnya

miskin dan sedikit memberikan pupuk K, padi sawah tadah hujan tidak menerima K

dari air irigasi yang merupakan bagian pentmg neraca K padi sawah beririgasi, petani

umumnya mengangkut jerami saat panen tanpa mengembalikan lagi ke dalam tanah,

dan penghapusan subsidi pupuk menyebabkan harga pupuk tidak terjangkau petani.

Di ekosistem sawah tadah hujan, kelengasan tanah dapat berfluktuasi selama

musim pertanaman. Tanah sawah tidak selalu tergenangi secara terus menerus dalam

periode lama karena sangat tergantung pada agihan cnrah hujan, tipe tanah, dan sistem

pengelolaan. Akibatnya, status ketersediaan unsur hara dapat bemariasi dengan periode

pertumbuhan tanaman. Adanya pembasahan dan pengeringan yang selalu terjadi di

lahan sawah tadah hujan mendorong peneliti untuk mengkaji perilaku K pada

pertanaman padi.

Pertumbuhan padi sawah tadah hujan mutlak membutuhkan masukan K dari lux

seperti pupuk K Pupuk K yang umum digunakan di kawasan sawah tadah hujan yaitu

pupuk KCl. Namun dengan semakin rnahalnya harga pupuk tersebut

,

pemanfaatan

residu tanaman seperti jerami perlu dipertimbangkan ,wa meningkatkan efisiensi

(169)

Tujuan Penelitian

(1) Mempelajari interaksi pupuk K dan jerami padi terhadap produksi gabah padi

sawah tadah hujan dan pergerakan K dalam tanah.

(2) Mempelajari kontribusi jerami padi terhadap efisiensi pemupukan K dan

kehilangan K melalui pencucian dalam tanah.

(3) Mempelajari hubungan antara serapan

K

dan hentuk-hentuk K tanah pada beberapa

fase pertumbuhan padi sawah tadah hujan tertentu.

(4) Mempelajari waktu pemherian pupuk K terhadap pencucian K, serapan K, dan produksi padi sawah tadah hujan.

Hipotesis

(I) Kombinasi pupuk K d m jerami lapuk memberikan produksi gabah lebih tinggi

daripada pemberian jerami segar.

(2) Jerami padi dapat meningkatkan efisiensi pupuk K dan mengurangi kehilangan K

akibat pencucian dalam tanah.

(3) Bentuk K lamtan dan K dapat ditukar mempunyai korelasi yang lebih tinggi

dibandingkan dengan bentuk K tidak dapat ditukar dengan serapan K.

(4) Tahapan K yang diberikan dua kali lebih efektii dalam mengurangi pencucian K,

sebaEaya dapat meningkatkan serapan K maupun produksi padi sawah tadah hujan

(170)

U.

TKNJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Lahan Sawah Tadah Hujan

Lahan sawah tadah hujan di Indonesia diperkirakan 26% dari total lahan sawah

atau sekitar 1,5 juta ha, dan sekitar 929.840 ha terdapat di Jawa (IRRI, 1992;

Sastrosoedardjo dan Tohari, 2001). Di Pulau Jawa lebih dari sepertiga luas lahan sawah

tadah hujan sekitar 358.120 ha di Jawa Tengah (Anonymous, 1996), 293.960 ha

terdapat di Jawa Barat dan 277.760 ha terdapat di Jawa T i(Suprihatno et al., 1995).

Sawah tadah hujan berpotensi sebagai penghasil tanaman pangan terutama beras

terbesar setelah sawah beririgasi. hoduksi padi sawah tadah hujan relatif rendah dengan

rata-rata hasil2,O-2,5 tha, atau sekitar separuh dari hasil padi sawah beririgasi (Balittan

Sukaman& 1988; Ismunadji & Suprapto, 1990; Mamaril et al., 1995). Menurut IRRI

(1993), hasil gabah rata-rata dari sawah tadah hujan dunia hanya 2-3 t/ha dari luasan

sekitar 38,7 juta ha.

A&an curah hujan dan ketersediaan air yang tidak menentu serta pengelolaan

tanaman yang buruk dipandang sebagai kendala utama dalam meningkatkan dan

mempertahankan p r o d u k t ~ t a s tanaman. Sebagian besar lahan sawah tadah hujan

berada pada daerah dengan curah hujan tahunan kurang dari 1500 mm/tahu dan hujan

terkonserttrasi selama 3-4 bulan (Kartaatmadja dan Soemamo, 2001), dengan curah

hujan rata-rata 200 d u l a n (Pane et al., 1999). Karakteristik lain yang mendukung

sawah tadah hujan adalah iklim kering dengan 5-6 bulan kering, radiasi surya bervariasi

250-400 cal/cm2/hai dan suhu antara 23 dan 33'C, serta kelembaban relatif berkisar

(171)

Pola tanam di ekosistem sawah tadah hujan umumnya padi gogorancah - padi

walik jerami - bera atau palawija (Gambar 1). Padi gogorancah mempakan padi

pertama yang ditanam saat tanah dalam kondisi k e ~ g dan menjadi tergenang

menjelang fase pertumbuhan anakan maksimum. Padi gogorancah umumnya ditanam

pada awal m u s h penghujan dalam bulan Oktober-November. Pada sistem ini padi tumbuh beberapa minggu pertama sebagai padi gogo dan menjadi padi sawah setelah

curah hujan cukup menggenangi lahan. Beberapa kendala dalam sistem gogorancah,

yaitu persiapan lahan sulit, curah hujan tidak menentu selama persiapan lahan dan

penentnan waktu tanam, dan terjadi persaingan tinggi antara tanaman dan gulma (De

Datta, 1981). Padi walik jerami mempakan padi kedua yang ditanam secara pindah dari

persemaian saat tanah masih tergenang, dan biasanya kadar air men- sejalan dengan

pertumbuhan tanaman, serta tanah diolah secara minimum dengan sekali pengolahan

tanah baik menggunakan cangkul atau bajak sapi. Penanaman palawija atau diberakan

tergantung kondisi tanah setelah panen padi kedua (padi walik jerami), bilamana tanah

masih basah petani umumnya menanam kacang hijau, semangka biji, dan jagung (Fagi,

1995). Sebagian kecil petani juga menerapkan pola tanam alternatif seperti palawija-

padi sawah-palawija.

Cekaman kekeringan dan kesuburan tanah rendah umumnya sebagai faktcr

pembatas p r o d u k t ~ t a s sawah tadah hujan. Kekeringan adalah masalah kompleks dalam

sawah tadah hujan, yang mungkm terjadi di awal musim pertanaman atau saat berbunga

hingga pengisian gabah (Wade et al., 1999). Kesuburan tanah rendah juga mempakan

masalah kompleks, karena pasokan sejumlah hara biasanya terbatas, atau tejadi kondisi

(172)

aerobik juga mempunyai kosekuensi terbesar bagi ketersediaan hara (Wade et al,

1998).

CH (mm)

300

1

[image:172.602.96.503.187.541.2]

O

N

D

J

F

M

A

M

J

J

A

S

Gambar 1.. Pola Tanam dan Distribusi Curah Hujan Selama 35 Tahun di Lahan Sawah Tadah Hujan Jakenan, Jawa Tengah ( F a g 1995)

Penyebaran dan Sifat Tanah Inceptisol

Tanah Inceptisol merupakan tanah yang dapat memiliki epipedon okrik dan

mempunyai beberapa sifat penciri lain seperti horison kambik, dan tidak memiliki

syarat bagi ordo tanah lain. Perkembangan

pros

Inceptisol relatif lebih lemah daripada

tanah matang dan mash mempunyai sifat bahan induknya (Hardjowigeno, 1993).

(173)

relatif subur. Bahan tanah yang belum mengalami pelapukan lanjut u m m y a

mengandung mineral liat beragam seperti mineral liat tipe 2: 1 (smektit), tipe 1:l

(kaolinit) yang tergantung pada lingkungannya. Tanah ini pada klasi&asi lain setara

dengan tanah Aluvial, Andosol Regosol, Glei Humus, Latosol, Mediteran, Podsolik

Coklat (Brady, 1985).

Pembentukan Inceptisol dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: bahan

induk sangat resisten, posisi ekstrim dalam landscape seperti daerah curam atau lembah,

dan permukaan geomorfologi yang muda, sehingga pembentukan tanah belum lanjut

(Hardjowigeno, 1993). Umumnya tanah-tanah sawah di Asia termasuk Inceptisol atau

Entisol (De Datta, 1981). Di Indonesia, tanah sawah yang termasuk Inceptisol antara

lain : tanah Aluvial, Regosol, Latosol, dan Andosol. lnceptisol setara tanah Aluvial

mempunyai luas sekitar 2,9 juta ha tersebar di Sumatera, Jawa Barat, dan Nusa

Tenggara Barat. Jnceptisol setara Regosol seluas 400.000 ha tersebar di Jawa, Bali,

Lombok, Sumatera, dan Sulawesi. Jnceptisol setara Latosol seluas 900.000 ha terdapat

di bagian timur Jawa, dan Inceptisol setara Andosol seluas 50.000 ha tersebar di Jawa

Barat, Jawa Tengah, Bali, dan Sumatera Utara (De Datta, 1981). Menurut Bastari

(1992), penyebaran tanah Jnceptisol yang berpotensi untuk pertanian di Jndonesia

sekitar 0,55 juta ha dan biasanya bereaksi masamhingga netral.

Tanah Inceptisol seperti Hidromofi kelabu, Glei hmrls, dan Planosol yang

terdapat di Jawa Barat, Jawa Tengah, Lampung, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan

mempunyai perkembangan profil lebih baik daripada tanah Aluvial umumnya dan

biasanya cocok sebagai lahan padi sawah. Tanah ini mempunyai sifat-sifat mampat

(174)

mangau, dan berwama kelabu, lapisan permukaan tanah bertekstur lebih ringan

(Soepraptohardjo dan Suhardjo, 1978)

Di Indonesia, Inceptisol dan ordo lain Ultisol dan Oxisol sebagian besar

mempakan tanah mineral masam dengan tingkat kesuburan marginal yang meliputi

luasan 20,7 juta ha. Kahat hara esensial temtama N, P, K mempakan kendala utama

tanah tersebut (Karama et al., 1992). Menurut Odjak (1992), tanah muda seperti

Inceptisol umumnya menyediakan cukup kalium Kisaran kandungan kalium terekstrak

HC125% pada tanah Inceptisol dari berbagai wilayah di Indonesia terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kisaran Kandungan Kalium Terekstrak HC125% Tanah Inceptisol di Berbagai Wiayah di Indonesia

1

hiuvial

I

Inceptisol

1

25-326 4-14 8-118 178-482 8-388 4-14 15-34

Hidromorf Inceptisol 27-315 54-93 93-244 4-8

Jenis tanah L.P. Tanah @S, 1961)

Inceptisol

I

33 9-144 4-117 - 7-221 4-17

I

Sumber : Karama et al. (1992)

Setara dg. Taksonomi (USDA)

Tanaman padi dapat tumbuh pada semua ordo tanah, namun yang penting

Sumatera Lampung Jawa Lombok Sulawesi Kalimantan Sei Barito

Utara (1967) (1969) (1967) Selatan Barat Kalteng

(1976) (1968) (1985) (1985)

. . .

.

. .

. . .

. . . mg KzO/lOO g . . .

.

. .

.

. . .

. . .

. . .

temtama adalah Inceptisol, Aljisol, dan Ultisol. Subordo penting dari Inceptisol yaitu

Aquepts (SuLfaquepts, Tropaquepts, Haplaqueptsf, Cchrepts (Ustochrepts, Eutrochrepts,

Dytrochrepts), dan Tropepts (Ustropepts, Dystropepts). Intensitas pencucian mempakan

salah satu ciri yang climiliki Inceptisol, A&oL dan Ultisol. Inceptisol tercuci lemah dan

mempunyai daya hantar listrik lapiasan terolah agak tinggi (Sekhon, 1995). Tropaquepts

(175)

dan kadang-kadang kondisi pasang surut laut mempengaruhi areal tersebut. Subordo

Aquepts merupakan tanah penghasil padi sawah yang penting (IRRI, 1985).

Peranan Kalium dalam Tanaman

Kalium m e ~ p a k a n hara esensial yang diperlukan tanaman dalam jumlah banyak

dan memegang peranan sangat penting dalam proses metabolisme sebagai aktivator

& mulai dari proses fotosintesis, translokasi asimilat hingga pembentukan pati,

protein, dan sebagainya (Karama et al., 1992). Kalium bukan penyusun bagian integral komponen tanaman seperti protoplasma, lemak, dan selulose, melainkan fungsinya

sebagai katalisis berbagai fungsi fisiologis esensial, yaitu (1) metabolisme atau

pembentukan karbohidrat, (2) metabolisme N dan sintesis protein, (3) mengontrol dan

mengatur aktivitas berbagai hara mineral esensial, (4) rnineralisasi asam organik penting

secara fisiologis, (5) aktwasi berbagai e m (6) pemacu pertumbuhan jaringan

meristematik, dan (7) menggiatkan stomata dan pergerakan air (Tisdale, Nelson dan Beaton, 1985). Kalium dalam tanaman sangat mobil dan sesuai dengan perannya, maka

sebagian besar K terdapat di bagian vegetatif tanaman terutama dalam jaringan-jaringan

muda (Odjak, 1992). Kalium dikenal sebagai hara penentu mutu produksi tanaman

karena p e n g a d pentingnya pada berbagai faktor seperti ukuran, ketajaman. wama,

rasa, dan hayati lain (Janke, 1992).

Kahat K pada tanaman akan menghambat seluruh proses metabolisme s e h g g a

produksi turun. Tanaman kahat K cepat menua, pemasakan tidak merata, dan

kehampaan gabah tinggi. Tanaman mudah terserang hama dan penyakit (Karama et al.,

1992). Menurut Dobermann dan Fairhurst (2000), kahat K menyebabkan tanaman padi

(176)

daun mudak menggulung, bobot 1000 butir t m , translokasi karbohidrat terhambat,

sistem perakaran tidak sehat yang menyebabkan p e n m a n serapan hara lainnya, dan

daya oksidasi aka1 bur& yang m e n d a n ketahanan terhadap bahan-bahan toksik.

Pemberian K berkaitan dengan kapasitas tanah memasok K cukup untuk menyediakan

kebutuhan K total tanaman hingga fase pemasakan tanaman (Heckman dan Kamprath,

1992).

Kekahatan K umumnya disebabkan oleh rendahnya kapasitas memasok K dalam

tanah, pemberian pupuk K tidak cukup, jerami tidak dikembalikan ke dalam lahan

sawah, masukan K air irigasi kec& dan jumlah

H2S,

~e", dan asam-asam organik

melimpah yang menghambat pertumbuhan akar dan serapan K Kekahatan K pada

tanaman padi juga d i p e n g a d oleh praktis pengelolaan tanaman seperti penggunaan

pupuk N dan P berlebihan, dan sistem perakaran daugkal selama pertumbuhan awal

tanaman. Kekahatan K umumnya ditemukan pada tanab dengan kaudungan K rendah

terutama tanah yang bertekstur kasar dengan KTK rendah dan kemampuan tanah

menambat K rendah, serta. tanah yang telah lanjut seperti Ultisol atau Oxisol

(Dobermann dan Fairhnrst, 2000).

Tanggap Tanaman Padi terhadap Kalium

Kalium sangat penting dalam agroekosistem padi untuk memantapkan produksi

padi dan meningkatkan ketahanan tanaman padi terhadap berbagai cekaman terutama

penyakit d m kekeringan (Suparyono, Kartaatmadja dan Fagi 1992). Pemberian K pada

tanaman padi meningkatkan ketahanan tanaman padi terhadap penyakit seperti busuk

batang (Helminthosporium si,modium), bakteri lepuh daun (leaf blizht), bercak dam

(177)

olyzae), dan Pericularia olyzae (Makarim, 1992). Beberapa varietas padi seperti IR36

dan Dodokan toleran terhadap kekeringan. Padi varietas IR36 hanya tanggap terhadap

pemupukan KC1 selama MH 1990191 hingga takaran 24,9 kg Wha, sedangkan varietas

Dodokan genjah (96 hari) lebih tanggap terhadap pupuk KC1 hingga takaran 49,8 kg

Wha (Balittan Sukaman4 1988).

Jumiah K yang diserap tanaman ditentukan oleh faktor tanah dan tanaman yang

mempengaruhi kemampuan tanaman mengambil K dari tanah seperti status K, pH,

kandungan dan tipe mineral liat, kandungan hara lapisan bawah, kandungan bahan

organik, jenis dan varietas tanaman, sistem perakaran, tiugkat produksi, dan iklim

(Tisdale et al., 1985). Tanggap K umumnya terdapat pada tanah-tanah sawah dengan

kadar K larnt dalam HC125% kurang dari 8,3 mg WlOO g tanah (Karama et al., 1992).

Areal sawah di Jawa dengan status K rendah yang luasnya 1.451.000 ha atau 39,7% dari

seluruh areal sawah di Jawa memberikan tanggapan nyata terhadap pemberian K, dengan rincian 663.000 ha di Jawa Barat, 398.000 di Jawa Tengah, dan 390.000 ha di

Jawa Timur (Sri Rochayati, Mulyadi, dan Sri Adiningsih, 1990). Status K rendah di

sawah tadah hujan Jakenan dengan konsentrasi K dapat ditukar < 0,l me WlOO g

terdapat pada Inceptisol. Menurut Jones et al. (1982), batas kritis K dalam tanah untnk

tanaman padi berkisar 0,18 - 0,26 me WlOO g tanah. Menurut Mamaril et ai. (1995),

tanaman padi tidak tanggap K jika K dapat ditnkar lebih dari 85 ppm K atau 0,22 me

WlOO g @asir dan pasir berlempung), 100 ppm K atau 0,26 me WlOO g (lempung

berpasir dan lempunz), 125 ppm K atau 0,32 me WlOO g ( lempung berdebu dan hat),

atau lebih dari 175 ppm K atau 0,44 me WlOO g pada tanah berkapnr.

Padi varietas IR64 meningkat dengan pemberian KC1 sebesar 25 kg Wha pada

(178)

(Partohardjono dan Pasaribu, 1992). Menurut Makarim (1992), pemberian K

berpengaruh positif terhadap komponen hasil seperti peningkatan persentase gabah isi,

peningkatan jumlah malai per rumpun, penambahan jumlah gabah per malai, dan

peningkatan bobot 1000 butir gabah.

Tidak tanggapnya padi sawah terhadap pemupukan kalium diakibatkan oleh

pupuk

K

mudah larut dan tercuci, K dijerap kisi-kisi tanah berada dalam keseimbangan

dengan K tersedia. Kemampuan tanah menyediakan hara K dari lahan-lahan pertanian

di Indonesia sangat beragam tergantung sifat-sifat tanah, faktor pengelolaan seperti

pengairan dan tanaman (Sri Rochayati et al., 1990).

Tanaman padi menyerap K total melebihi serapan N. Hasil padi yang berkisar 9-

10 t/ha menyerap K total sebesar 250-300 kg Wha, sedangkan N diserap sebesar 160-

220 kg N h a (Dobennann et al., 1995). Selama periode 1989-1991, produksi padi rata-

rata tahunan di Indonesia adalah 44,7 juta ton (IRRI, 1993). Jika diasumsikan rata-rata

serapan 23 kg Wton padi, maka total serapan K tahunan adalah satu juta ton. Masukan

K pada padi yang dibudidayakan secara intensifrelatifrendah dan yang teranglcut keluar

sangat tiuggi. Tanaman padi umumnya menyerap 258 kg Wha, dimana 26 kg Wha

terdapat dalam biji dan 232 kg Wha dalam jerami guna menghasilkan gabah 8,5-9

toniha (Cooke m& Tandon, 1995).

Pemberian K pada tanaman padi erat kaitamqa dengan fase pertumbuhan

tanaman. Hara K yang diserap tanaman saat anakan maksimum dapat meningkatkan

jumlah malai dan gabah. Kalium yang diserap saat primordia meningkatkan jumlah

malai dan bobot gabah, dan bilarnana diserap setelah fase primordia dapat membantu

meningkatkan bobot gabah. Tanggapan pentiug tanaman padi tercapai bilamana K

(179)

Bentuk dan Status Kalium dalam Tanah

Kalium dalam tanah berada dalam bentuk larutan, dapat ditukar, dan tidak dapat

ditukar ( fiksasi dan K dalam struktur). Besarnya K larutan dan K dapat ditukar

mempakan bagian kecil dari total K (Brady, 1985). Proporsi relatiftotal K tanah terlihat

pada Gambar 2.

(Felspar, mika, dll.) 90-98 % total K

K lambat tersedia K cepat tersedia

(Exchangeable & dalam 1-10 % totalK

1-2 % total K

K tidak'dapat ditukar

t

.

)

K dapat ditukar

t

.

)

K laktan tanah [image:179.599.101.497.246.461.2]

(90 %) (10%)

Gambar 2. Proporsi Relatif K dalam Tanah (Brady, 1985)

Kalium dalam larutan tanah merupakan sumber utama K yang diserap akar

tanaman, yang konsentrasinya beragam dengan pelapukan tan&, pertanaman

sebelunmya, dan pemupukan (Barber, 1984). Bagian utama K tanah bergerak ke akar

dari lamtan tanah melalui difusi dan aliran massa, tetapi kebutuhan tanaman untuk K

sering lebih besar daripada K larutan tanah persatuan waktu. Kalium larut air dalam

tanah bervariasi dari 1 sampai dengan 10 mg Wkg tanah (Prasad dan Power, 1997).

Kalium dapat ditukar terdapat pada muatan negatif liat tanah dan tapak

(180)

dari 40 sampai dengan 500 mgkg. Komponen K dapat ditukar secara terus menerus

tergantung pada pelepasan K terfiksasi dan pelapukan K seperti mika dan felspar.

Ketersediaan K untuk tanaman merupakan hngsi K dalam tanah, laju pertukaran, dan

tingkat pencucian (Sekhon, 1995).

Kalium tidak dapat ditukar terdapat pada kisi-kisi lembar liat yang tidak segera

digantikan oleh kation-kation dalam larutan tanah (Barber, 1984). Pemberian K selalu

meningkatkan cadangan K tersedia dalam bentuk K tidak dapat ditukar, tetapi tidak

selalu memberi kenaikan terhadap ketersediaan K (K dapat ditukar dan K lamtan)

karena tergantung pada daya sangga K dalarn tanah (Suiaeman et al., 1992). Kalium

terfiksasi merupakan K yang menempati posisi internal dari kisi liat dalam mineral

seperti illit dan vennikult (Sekhon, 1995). Fiksasi K tejadi karena ion K+ terjerap di

Z+

.

antara lapisan silikat oleh ion lain yang lebih besar seperti'

caZ+

dan Mg , juga oleh

hidroksi A1 atau Fe yang menghalangi ion K+ bilamana kadar air berkuraag (Karama et

al., 1992). Kalium tidak dapat ditukar dalam tanah bervariasi sekitar 40 - 600 mg Kkg

tanah (Tisdale el al., 1985).

Reaksi kesetimbangan tejadi antara bentuk lamtan, dapat ditukar, tidak dapat

ditukar, dan fase

K

mineral mempengaruhi terhadap kimia K tanah yang secara

skematis digambarkan sebagai berikut (Sekhon, 1995):

Pelepasan K+ tidak dapat ditukar dalam tanah tergantung pada r e n d h a

konsentrasi di sekitar akar tanaman karena K+ dalam lamtan tanah dapat menghambat

(181)

mengandung mineral Eat yang thggi selektivitasnya terhadap K seperti illit m e d s a s i

K lebih kuat daripada tanah berpasir atau tanah yang didominasi mineral fiat kaolinit.

Mineral liat sepertibentonit, illit, dan kaolinit memfiksasi K masing-masing sebesar

9,98; 10,93; 0,33 me WlOO g. Tanah dengan kandungan liat 20 % setiap memfiksasi 1

me WlOO g, berarti tanah tersebut mempunyai kapasitas iiksasi lebih dari 830 kg Wha

(Kemmler, 1980).

Fiksasi K biasanya mempakan konversi K* dalam larutan atau tapak dapat

ditukar ke dalam bentuk tidak dapat ditukar, sehingga K+ bebas masuk ke dalam kisi

silikat 2: 1. Kapasitas a s a s i K mineral liat secara berunrtan kaolinit < mika < illit <

vermikulit (Cao dan Hu, 1995). Perbedaan kandungan K pada berbagai mineral di tanah

tropika tergantung pada tahapan transformasi mika menjadi liat, yang digambarkan

sebagai berikut:

f

Vermikulit Mika

+

Hidrous mika -3 Illit -3 Mineral transisi

4

Montmodonit -100 g Kikg 60-80 glkg 40-60 glkg

-

30 g/kg -10 g Wkg

Menwut Suwanarit (1995), terdapat dua altematif transfonnasi mika menjadi mineral

liat, yaitu mika

3

vermikulit

+

kaolinit

3

gibsit atau mika

3

vermikulit

terkloritisasi

3

gibsit

+

kaolinit.

Tanah muda sebagian besar mengandung mineral-mineral sumber kalium.

Mineral utama dalam tanah yang mengandung K yaitu mika (biotit dan muskovit),

felspar (ortoklas dan mikroklin) dm liat illit. Mineral tersebut melepaskan K sangat

lambat dengau laju beragam Pelepasan K pada biotit > muskovit > ortoklas > mikrokh

(182)

Lapisan olah tanah pertanian umumnya mengandung cukup banyak hara K, sekitar 1-2% atau 16.600-33.200 kg Wha. Kalium tanah berasal dari mineral-mineral

penyusun bahan induk, terutama kelompok mika dan felspar. Transfomasi dan

dekomposisi mineral primer membentuk mineral sekunder atau mineral liat yang

bersifat koloidal dan dapat menjerap kation. Beberapa mineral liat dapat memfiksasi K

setelah pengeringan. Dekomposisi juga menghasilkan ion-ion atau senyawa yang lamt

air dalam tanah ( S o e p m 1995). Bentuk K dalam tanah terdiri dari K-terlamt, K-

terjerap (dapat ditukar), K-terfiksasi dan K-mineral masing-masing mempakan bentuk

langsung, cepat, lambat, dan sangat lambat tersedia (Prasad dan Power, 1997).

Keseimbangan bolak-balik bentuk-bentuk K yang dinamis dalam tanah sawah

lebih cepat daripada tanah kering. Keseimbangan bentuk-bentuk K dalam tanah

menyebabkan ion I< yang diserap tanaman selama periode peitumbuhan dapat berasal

bail dari K-lamtan, K-dapat ditukar, dan K-terfiksasi, bahkan dari I<-mineral. Proses

fdcsasi dan pelepasan K dari dan ke dalam lamtan tanah menentukan kemampuan tanah

menyediakan K bagi tanaman (Goulding dan Heas, 1987).

Keseimbangan K dalam tanah tergantung beberapa faktor, antara lain tipe

koloid, pembasahan d m pengeringan, pH dan kandungan Ca dalam tanah, dan suhu

(Odjak, 1992). Tipe mineral liat 2: 1 mempunyai kapasitas tinggi memfiksasi K dalam

kisi kristal (I.iu, Laird dan Barak, 1997), sedangkan tipe 1: 1 tidak dapat memfiksasi K.

Bahan organik mempunyai kapasitas menambat K atau kation lain tetapi tidak

mem6ksasi kation dan K masih dapat diserap tanaman (Evangelou, Karathanasis dan

Blevins, 1986). Kondisi tanah basah dikeringkan biasanya meningkatkan K dapat

ditukar, terutama pada status K tanah rendah - sedang. Peningkatan pH tanah akan

(183)

mendepak kation monovalen seperti K Kalium dapat ditukar dalam tanah meningkat dengan peningkatan suhu (Odjak, 1992).

Pada tanah sawah tergenang, ketersediaan K relatif tinggi selama masa

p e m b u h a n karena dinamika pembahan dan pergerakan K terjadi secara cepat. Air

irigasi dan pengembalian jerami yang mengandung 80% K diserap tanaman padi dapat

memperkecil kemungkinan kahat K (Nujaya et al., 1995). Efektivitas ketersediaan K

dipengaruhi oleh kadar air. Kemmler (1980) menyatakan bahwa ketersediaan K turun

akibat rendahnya kadar air. Peningkatan ketersediaan K pada tanah ter

Gambar

Gambar 1.. Pola Tanam dan Distribusi Curah Hujan Selama 35 Tahun di Lahan
Gambar 2. Proporsi Relatif K dalam Tanah (Brady, 1985)
Gambar 4. Rata-rata Curah Hujan Buianan Tahun 1985 - 2000 dan Kebutuhan Air
Gambar 5a. Pembahan Tiggi Genangan Air dan Muka Air Tan& selama
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bedasarkan hal-hal tersebut maka dilakukan penelitian tentang uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH ekstrak daun katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr.) serta

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Swariawan P (2009) menunjukkan, dengan uji statistik spearman rank correlation ditemukan nilai p = 0,014, &lt; α = Ho

3) Metode teladan, jadi guru haus bisa menjadi teladan agar ditiru oleh anak didiknya, bisa menarbiyah anak didiknya dengan akhlak- akhlak yang sesuai dengan kitab

Work-Family Conflict terjadi karena peran seseorang dalam keluarga menyebabkan susah untuk berpartisipasi pada perannya di tempat kerja dan dapat mempengaruhi

Dari simulasi operasi unit pembangkit thermal area Jateng dan DIY dengan sampel beban 2496 MW, 3850 MW, dan 4392 MW, metode iterasi lambda menghasilkan daya total pembangkitan

Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata kelas eksperimen yang akan diberi tindakan lebih tinggi, namun untuk lebih melihat ada atau tidaknya pengaruh penerapan

Atribut pertama pada kuadran C yang mempengaruhi tingkat kepuasan pengolah ikan mengenai kinerja atau pelayanan jasa adalah keberadaan petugas pelabuhan

Atau dapat dikatakan juga bahwa belanja pegawai adalah semua pengeluaran pemerintah daerah yang tidak berhubungan secara langsung dengan aktivitas atau dengan kata