• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penggunaan Endopower β® dalam Ransum Komersil Yang Mengandung Bungkil Inti Sawit Terhadap Karkas dan Organ Dalam Ayam Broiler

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Penggunaan Endopower β® dalam Ransum Komersil Yang Mengandung Bungkil Inti Sawit Terhadap Karkas dan Organ Dalam Ayam Broiler"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

Tabel Rataan Dan Grafik Linier

Rataan Bobot Potong Ayam Pada Perlakuan Penggunaan Endopower β dalam Ransum yang Mengandung Bungkil Inti Sawit

Perlakuan Ulangan Total Rataan±sd

U1 U2 U3 U4

R0a 1915,60 1756,00 1847,60 1884,00 7403,20 1850,80±69,04A R0b 1659,60 1608,80 1598,20 1568,00 6434,60 1608,65±38,11C R1 1680,00 1624,00 1629,60 1676,00 6609,60 1652,40±29,69B R2 1691,20 1720,00 1672,00 1725,00 6808,20 1702,05±24,96B R3 1723,00 1752,20 1696,60 1712,00 6883,80 1720,95±23,48B

Keterangan: Notasi yang berbeda pada kolom menunjukan perlakuan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01).

Grafik linier Bobot Potong

Rataan bobot karkas ayam pada perlakuan penggunaan endopower β dalam ransum yang mengandung bungkil inti sawit

Perlakuan Ulangan Total Rataan±sd

1 2 3 4

R0a 1341,40 1252,80 1305,40 1286,00 5185,60 1296,40±37,04A R0b 1030,40 1042,20 1035,20 996,80 4104,60 1026,15±20,16D R1 1099,20 1092,40 1142,40 1113,20 4447,20 1111,80±22,16C R2 1142,80 1167,80 1123,20 1156,80 4590,60 1147,65±19,24C R3 1187,80 1169,20 1173,40 1204,60 4735,00 1183,75±16,20B

Keterangan: Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01).

(2)

Rataan persentase karkas ayam pada perlakuan penggunaan endopower β dalam ransum yang mengandung bungkil inti sawit

Perlakuan Ulangan Total Rataan±sd

1 2 3 4

R0a 70,04 71,42 70,78 68,42 280,66 70,16±1,29A

R0b 62,06 64,88 64,95 63,79 255,69 63,92±1,35B

R1 65,45 67,22 70,14 66,49 269,30 67,32±2,01A

R2 67,82 67,91 67,21 66,97 269,91 67,48±0,46A

R3 68,93 66,71 69,11 70,47 275,22 68,80±1,56A

Keterangan: Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01).

Grafik Linier Persentase Karkas

Bobot relatif hati ayam pada perlakuan penggunaan endopower β dalam ransum yang mengandung bungkil inti sawit (g/kg bobot potong)

Perlakuan Ulangan Total Rataan±sd

U1 U2 U3 U4

R0a 22,24 22,89 23,17 24,31 92,61 23,15±0,86A

R0b 21,93 24,24 20,52 21,43 88,13 22,03±1,58A

R1 19,76 19,95 20,99 19,09 79,79 19,95±0,78B

R2 20,58 19,07 20,10 20,99 80,73 20,18±0,83A

(3)

Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang menunjukan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P>0,01).

Grafik Linier Bobot Relatif Hati

Bobot relatif rempela ayam pada perlakuan penggunaan endopower β dalam ransum yang mengandung bungkil inti sawit (g/kg bobot potong)

Perlakuan Ulangan Total Rataan±sdtn

1 2 3 4

R0a 14,20 13,55 14,29 17,73 59,77 14,94±1,89

R0b 18,44 16,53 16,77 15,69 67,43 16,86±1,15

R1 15,71 18,35 15,95 16,11 66,13 16,53±1,22

R2 15,61 13,95 16,15 15,42 61,13 15,28±0,94

R3 14,63 15,75 15,80 14,37 60,54 15,14±0,74

Keterangan : tn= tidak nyata

Grafik Linier Bobot Relatif Rempela

Rataan bobot relatif usus halus ayam pada perlakuan penggunaan endopower β

dalam ransum yang mengandung bungkil inti sawit (g/kg bobot potong)

Perlakuan Ulangan Total Rataan±sd

1 2 3 4

R0a 26,83 32,00 27,60 28,87 115,31 28,83±2,28B

R0b 30,13 34,44 33,04 33,55 131,15 32,79±1,86A

R1 31,43 35,22 32,28 31,03 129,95 32,49±1,90A

R2 30,87 30,00 30,50 31,77 123,14 30,78±0,75A

(4)

Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang menunjukan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P>0,01).

Grafik Linier Bobot Relatif Usus Halus

Rataan bobot relatif usus besar ayam pada perlakuan penggunaan endopower β

dalam ransum yang mengandung bungkil inti sawit (g/kg bobot potong)

Perlakuan Ulangan Total Rataan±sd

U1 U2 U3 U4

R0a 7,62 8,77 8,12 8,70 33,22 8,30±0,54B

R0b 9,76 9,32 10,64 11,35 41,07 10,27±0,91A

R1 9,76 9,36 8,59 9,90 37,62 9,40±0,59A

R2 9,58 8,60 9,69 9,39 37,26 9,32±0,49A

R3 8,94 9,47 10,02 8,29 36,73 9,18±0,74A

Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang menunjukan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P>0,01).

(5)
(6)

DAFTAR PUSTAKA

Abubakar, Triyantini dan H. Setiyanto. 1991. Kondisi Rumah Potong Ayam di pulau jawa. Pros Sem Pengemb Pet Dlm menunjang Ekon. Nas. Purwokerto,. 4 Mei. Fapet Unsoed.: 27-30.

Agustin, F. 1991. Penggunaan Lumpur Sawit Kering dan Serat Sawit dalam

Ransum Pertumbuhan Sapi Perah. Tesis. Fakultas Pascasarjana, InstitutPertanian Bogor, Bogor.

Ahmad, B.H., Herman R. 1982. Perbandingan produksi antara ayam kampung dan ayam petelur. Media Peternakan 7 : 19-34.

Akoso, B.T.1993. Manual Kesehatan Unggas. Kanisius, Yogyakarta.

Amrullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Lembaga Satu Gunung Budi, Bogor.

Anggorodi, R. 1985. Ilmu Makanan Ternak Unggas. UI-press. Jakarta.

Anggorodi, R.1994. Nutrisi Aneka Unggas. PT. Gramedia Pustaka Utama.Jakarta.

Aritonang, D. 1986. Perkebunan kelapa sawit, sumber pakan ternak di Indonesia Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 4 : 93

Aritonang, D., 1993. Perencanaan dan Pengelolaan Usaha. Penebar Swadaya, Jakarta.

Badan Stadardisasi Nasional. 2006. Pakan Ayam Ras Pedaging ( Broiler Starter). SNI 01-3930-2006.

Badan Stadardisasi Nasional. 2006. Pakan Ayam Ras Pedaging (Broiler Finisher). SNI 01-3931-2006.

Bell, D.D., and W.D. Weaver. 2002. Comercial Chicken Meat and Egg Production. 5 thn Edition. Springer Sciencer and Business Media, Inc., New York.

Blakely, D dan D.H. Bade 1991. Ilmu Perternakan. Edisi ke-4. Penerjemah : Bambang Srigandono. Gagjah Mada University Press, Yogyakarta

Brake, J., G. B Havenstein. S. E. Schidelet, P. R. Ferket, dan D.V. River. 1993. Relationship of sex, Age and Body Weight to Broiler Carcass Yield and Offal Production. Poult. Sci. 70:680-688

(7)

Ensminger. M. E. 1992. Poultry Science. 3rd Edition. Interstate Publisher. Inc., Danville.

Frandson, R.D. 1992. Anatomy and Physiology on Farm Animals. Edidi ke-4. Terjemahan : D. Srigando dan K. Praseno. Gadjah Mada Universitas Press, Yogyakarta.

Gillespie, R.J.2004. Modern Livestock and Poultry Production. 7th Edition. Inc. Thomson Learning. United States.

Grist, A. 2006. Poultry Inpection. Anatomy, Phisiology, and Disease Conditions. 2nd Edition. Nottingham Universitas Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.

Gordon, S.H.& D.R. Charles. 2002. Niche and Organic Chicken Product : Their Technology and Scientific Principles. Nottingham Univercity Press, Nottingham.

Guntoro, S. 2002. Membudidayakan Sapi Bali. Kanisius. Yogyakarta.

Hughes, B.D.2003. Interaction of Dietary Calcium and Protein in Bone Health in Humans. Am.J.Clin.Nutr.133:852S-854S

Kamal, M., 1994. Nutrisi Ternak I. Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Kartadisastra,H.R., 1994. Pengolahan Pakan Ayam.Kosius. Yogyakarta.

Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak, 2005. Hasil Analisis BUngkil Inti Sawit. Departemen Perternakan FP USU, Medan.

Lehninger, A.L. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Jilid 3. Terjemahan : M. Thenawijaya. Erlangga, Jakarta.

Lubis, D.A., 1992. Ilmu Makanan Ternak. Cetakan II, PT. Pembangunan, Jakarta

Morran, E.T, dan H.L.Orr., 1970. Influence of Strain on The Carcass. Poult. Sci. 49: 725-729

Murtidjo, B.A. 1987. Pedoman Meramu Pakan Unggas. Kanisius. Yogyakarta.

Murtidjo, B.A. 1992. Pedoman Berternak Ayam Broiler. Kanisius. Jakarta.

Nataamidjaya, A.G., K. Dwiyanto dan S.N. Jarmani. 1995. Pendugaan Kebutuhan Pokok Nutrisi Unggas Plasm Nutfah Sistem Free Chise Feeding-Preceding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Peternakan. Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor.

(8)

North, M. O. dan D. D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4th Edition. Van Nostrad Rein Hold, New York.

Pond, W.G., D.C. Church, and K.R. Pond,1995. Basic Animal Nutrition and Feeding. Fourth edition. John Wiley & Sons, New York.

Prilyana, J. D. 1984. Pengaruh pembatasan pemberian ransum terhadap

persentaskarkas, lemak abdominal, lemak daging paha, dan bagian giblet ayampedaging. Disertasi. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Priyanto, M.A. 1997. Mendirikan Usaha Pemotongan Ayam. Penebar Swadaya, Jakarta. Rasyaf, M. 1997. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta.

Putnam, P.A. 1991. Handbook of Animal Science. Academy Press, San Diego.

Rasyaf, M. 1995. Pengelolaan Peternakan Usaha Ayam Pedaging. Gramedia, Jakarta

Rasyaf, M. 2004. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta.

Ressang, A. A. 1984. Patologi Khusus Veteriner. Edisi II. N. V. Percetakan Bali, Denpasar.

Rose, S.P.1997. Principles of Poultry Sciens. CAB International, London.

Sarwono, B., 1996. Beternak Ayam Buras. Penebar Swadaya. Jakarta.

Satyawibawa, I., dan Y.E. Widyastuti. 2000. Kelapa Sawit. Usaha Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Aspek Pemasaran. PT. Penebar Swadaya, Jakarta.

Schaible, J. 1997. Poultry: Feed and Nutrition. 3rd Edition The Avi Publishing Company, Isc., Westport East Lansing. Michigan.

Sembiring, P., 2006. Biokonversi Limbah Pabrik Minyak Inti Sawit dengan Phanerochaete chrysosporium dan Implikasinya Terhadap Performans Ayam Broiler. Disertasi Doktor. Universitas Padjajaran, Bandung.

Sinurat. A., Purwadaria. T, Bintang. I.A.K. Ketaren. P.P Bernawie.N. Raharjo. M.Rizal.M. 2009.Pemanfaatan Kunyit dan Tembulawak Sebagain Imbuhan Pakan Untuk Ayam Broiler.

(9)

Siregar, Z., 2009. Pemanfaatan Hasil Sampingan Perkebunan dengan Penambahan Mineral dan Hidrolisat Bulu Ayam. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Soeparno, 1994. Ilmu dan Tekhnologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

________, 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Sudaryani, T., dan Santoso, 1995. Pembibitan Ayam Ras. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sudarmadji, S., R. Kasimdjo., Sarjono, D.,Wibowo, S., Margino dan Endang,S.R. 1989.Mikrobiologi Pangan.Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging, Cetakan III. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Suprijatna, E. 2005. Ayam Buras Crossing Petelur. Penebar Swadaya. Bandung.

Syamsuhaidi. 1997. Pembangunan Duckweed (Family Lemnaceae) sebagai Pakan Serat Sumber Protein dalam Ransum Ayam Pedaging. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Tillman, A. D.,H. Hartadi, S.Reksohadiprojo, S.Prawirokusumo, S.Lepdosoekojo. 1986. Ilmu Ternak Dasar. Fakultas Peternakan, UGM-Press, Yogyakarta.

Wahyu, J., 1998. Ilmu Nutrisi Unggas. UGM-Press. Yogyakarta.

Wahyu, J., 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. UGM-Press. Yogyakarta.

Widianingsih, M, N. 2008. Persentase Organ Dalam Broiler yang Diberikan Ransum Crumble Berperekat Onggok,Bentonif dan Tapioka. Skripsi. IPB.

Widodo, W., 2005. Nutrisi dan pakan unggas kontekstual. UGM-Press. Yogyakarta

Williams, P.E.V.1997.Poultry production and science:future direction in nutrition. World’s poultry Sci.J.53:33-48.

Wikipedia.2007.Pati(polysakarida).http://id.wikipedia.org/wiki/pati_ polisakarida

(10)

http:// (Easy Bio System, Inc.2010.Union Center B/D.,837-11 Yoksam-dong, Kangdamgu, SEOUL, 135-937 Rep. Of Korea) Diakses pada tanggal 10 30 Juni 2013 Pukul 20.00 WIB.

(11)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program

Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Jl. Prof.

Dr.A.Sofyan No 3, Medan. Penelitian dilaksanakan selama 35 hari dimulai dari

Oktober-November 2013.

Bahan dan Alat Bahan

Day old chick (DOC) ayam broiler yang digunakan sebagai objek

penelitian sebanyak 160 ekor. Bahan penyusun ransum terdiri dari ransum

komersil PT. Sabas Indonesia Feed Mill 8118 dan 8128, bungkil inti sawit dan

Endopower β®. Air minum diberikan secara adlibitum. Air gula untuk mengurangi

stress dari kelelahan saat transportasi. Formalin 40% dan KMnO4

(kalium permanganat) untuk fumigasi kandang, vaksin dan Vitamin sesuai

kebutuhan.

Alat

Alat yang digunakan adalah kandang baterai berukuran

panjang x lebar x tinggi (100cm x 100cm x 50cm), jumlah kandang sebanyak 20

unit dan tiap unit di isi 8 ekor DOC, peralatan kandang terdiri atas 20 unit tempat

minum dan 20 unit tempat pakan, timbangan salter dengan kapasitas 5 kg dengan

ketelitian 0,01g untuk menimbang pertambahan bobot badan ayam dan timbangan

listrik untuk menimbang enzim, alat penerangan dan pemanas berupa lampu pijar

(12)

ruangan, alat pembersih kandang (sapu, sekop, hand sprayer dan lainnya), pisau,

plastik, ember, thermometer sebagai alat pengukur suhu, alat tulis, buku data dan

kalkulator. Terpal dengan ukuran 3 x 6 m sebanyak 4 buah sebagai penutup

dinding ruangan kandang.

Metode Penelitian

Adapun rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak

lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan dan 4 ulangan dan setiap ulangan

terdiri atas 8 ekor broiler. Perlakuan yang diteliti adalah:

R0a = Ransum Komersil (100%)

R0b = Ransum Komersil + 20% Bungkil Inti Sawit

R1 = Ransum Komersil + 20% Bungkil Inti Sawit + 0,02% Endopower β®

R2 = Ransum Komersil + 20% Bungkil Inti Sawit + 0,04% Endopower β®

R3 = Ransum Komersil + 20% Bungkil Inti Sawit + 0,06% Endopower β®

Denah perlakuan kombinasi yang diteliti adalah:

R2U1 R0U2 R3U1 R4U2

R0U4 R3U4 R2U2 R1U2

R1U4 ROU3 R3U3 R4U1

R4U4 R2U3 R1U2 ROU1

(13)

Ulangan yang digunakan adalah

Model matematik percobaan yang digunakan adalah :

Yij = µ + σi + εij

Dimana :

i = 1, 2, 3,…i = perlakuan

j = 1, 2, 3,…j = ulangan

Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j

(14)

Apabila terdapat perbedaan yang nyata (Fhit> Ftabel ) antar perlakuan maka

dilanjutkan dengan Uji Tukey dengan rumus sebagai berikut :

� =�(�,�)�� dimana, ��= ��2�

W = Nilai Honestly Significant Diference (HSD)

qα = Nilai tabel pada α 0.05 dan α 0.01

�� = Galat Baku Nilai Tengah

KTG = Kuadrat Tengah Galat

r = Ulangan

Peubah yang diamati

1. Bobot potong, bobot yang di ditimbang sebelum dilakukan penyembelihan,

semua ayam ditimbang.

2. Bobot karkas (g)

Merupakan daging bersama tulang hasil pemotongan setelah dipisahkan

kepala sampai batas pangkal leher, kaki sampai batas lutut, bulu, darah, serta

isi rongga bagian dalam kecuali ginjal dan paru-paru.

3. Persentase karkas, diperoleh berdasarkan hasil perbandingan antara bobot

karkar dan berat hidup ayam yang dinyatakan dalam persen.

4. Organ dalam :

- Hati (g)

- Rempela (g)

5. Panjang relatife usus, yang terdiri atsas:

- Usus halus yang terdiri dari duodenum, ileunm dan yeyenum (cm)

(15)

Pelaksanaan penelitian Persiapan Kandang

Kandang yang digunakan adalah kandang sistem baterai, dibuat berbentuk

panggung terdiri dari 20 unit dan setiap unit diisi 8 ekor ayam. Sebelum ayam

dimasukkan, kandang dan perlatan didesinfektan terlebih dahulu dengan rodalon.

Lampu dihidupkan sebagi sumber penerangan dan penghangatan ruangan dengan

menggunakan lampu pijar 40 watt.

Pemeliharaan

Pada saat anak ayam satu hari datang diberikan air gula sebagai air minum.

Ransum yang digunakan sesuai dengan perlakuan dengan jumlah yang sesuai

dengan kebutuhan ayam tersebut. Brooder diberikan pada malam hari dan siang

hari sampai ayam berumur 2 minggu dan air minum diberikan secara adlibitum.

Pengamatan karkas

Pemotongan karkas dilakukan di tempat yang bersih, cukup air yang

berasal dari sumber air berkualitas baik dan khusus, cara pemotongan mengikuti

persyaratan agama islam, pengeluaran darah (bleeding) harus tuntas sehingga

ayam benar-benar mati, sebelum pencabutan bulu ayam diseduh (scalding)

dengan temperatur 520-600 C selama 3-5 menit, setelah dilakukan pencabutan

bulu kemudian karkas ayam dicuci dengan air yang mengalir atau didinginkan

(chilling) dengan temperatur 0-50 C (Dewan Standarisasi Nasional-DSN).

Setelah penyembelihan, tubuh ayam broiler dipotong kepala, kakinya,

(16)

kemudian ditimbang hati, rempela, usus halus yang terdiri dari duodenum, ileum

(17)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian diperoleh dari bobot potong, bobot karkas, persentase

karkas, organ dalam dan panjang relatif usus yang diperoleh salama penelitian.

Bobot Potong

Bobot potong di peroleh dengan cara penimbangan bobot akhir ayam

broiler setelah di puasakan selama 12 jam. Dari hasil penelitian yang telah

dilakukan didapat data bobot potong pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan Bobot Potong Ayam Pada Perlakuan Penggunaan Endopower β dalam Ransum yang Mengandung Bungkil Inti Sawit

Perlakuan Ulangan Rataan±sd

U1 U2 U3 U4 pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01).

Bobot ayam potong pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa rataan bobot

potong tertinggi terdapat pada perlakuan R0a ( komersial) yaitu sebesar 1850,80

g/ekor dan rataan bobot potong terendah terdapat pada perlakuan R0b (pakan

komersil + 20 % bungkil inti sawit tanpa enzim endopower β) yaitu sebesar

1.608,05 g/ekor. Berdasarkan hasil analisis ragam dapat diketahui bahwa

perlakuan penggunaan endopower β dalam ransum yang mengandung bungkil inti

sawit memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap bobot

potong. Selanjutnya untuk mengetahui pemberian pakan yang mengandung

(18)

pengaruh yang sangat berbeda nyata terhadap bobot potong, maka untuk

menentukan perlakuan mana yang paling potensial (untuk mengetahui perbedaan

perlakuan) perlu dicari dahulu nilai perbandingnya dan dilakuan uji lanjut yaitu

uji Tukey. Dengan uji Tukey 1% didapat hasil perlakuan R1, R2 dan R3 memiliki

notasi yang sama yang artinya memberikan potensi yang sama pada ketiga

perlakuan tersebut dan berbeda nyata terhadap perlakuan R0a dan R0b.

Gambar 1. Grafik kuadratik rataan bobot potong ayam pada perlakuan penggunaan endopower β dalam ransum yang mengandung bungkil inti sawit

Penggunaan endopower β 0,02-0,06% dalam ransum yang mengandung

bungkil inti sawit meningkatkan bobot potong mengikuti persamaan

y=-15531x2+2864x+1606 dengan nilai R2 =0,991. Setiap perlakuan mengandung

konsumsi pakan yang berbeda sehingga pakan setiap pelakuan memberikan

respon yang tidak sama kualitasnya terhadap bobot potong. Bobot potong perlu

diperhatiakan kualitas dan kuantitas dari ransum yang dikonsumsi, sehingga

(19)

kandungan 0,06% dalam pakan yang mengandung bungkil inti sawit

meningkatkan bobot potong.

Kandungan enzim α-galaktosidase yang terdapat pada endopower β® akan

menhidrolisis gula kompleks yang tidak dapat dicerna oleh sistem pencernaan

karena pada tubuh ayam broiler tidak dapat menghasilkan enzim α-galaktosidase.

Enzim xylanase pada endopower β® akan mendegardasi polisakarida, memecah

selulosa dan meningkatkan kandungan nutrisi bungkil inti sawit yang terkandung

dalam pakan. Enzim xylanase memecah polisakarida nonpati yang tidak dapat

larut (Hughes, 2003).

Bobot Karkas

Bobot karkas merupakan bobot tubuh ayam yang telah disembelih setelah

dipisahkan darah, bulu, kepala sampai batas pangkal leher, kaki sampai batas lutut

dan organ dalam kecuali ginjal dan paru-paru (Murtidjo, 1992). Dari hasil

penelitian diperoleh rataan bobot karkas pada Tabel 8.

Tabel 8. Rataan bobot karkas ayam pada perlakuan penggunaan endopower β dalam ransum yang mengandung bungkil inti sawit

Perlakuan Ulangan Rataan±sd

1 2 3 4

Tabel 8 menunjukkan bahwa rataan bobot karkas tertinggi yang diperoleh

dari hasil penelitian pada perlakuan R0a sebesar 1296,40 g/ekor dan terendah

diperoleh dari perlakuan R0b sebesar 1.026,15 g/ekor. Berdasarkan hasil analisis

(20)

mengandung bungkil inti sawit memberikan pengaruh berbeda sangat nyata

(P<0,01) terhadap bobot karkas.

Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh pemberian pakan yang

mengandung bungkil inti sawit dengan enzim endopower β yang memberikan

pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap bobot karkas, maka untuk

menentukan perlakuan mana yang paling potensial (untuk mengetahui perbedaan

perlakuan) perlu dicari dahulu nilai perbandingnya dan dilakuan uji lanjut yaitu

uji Tukey.

Gambar 2. Grafik kuadratik rataan bobot karkas ayam pada perlakuan penggunaan endopower β dalam ransum yang mengandung bungkil inti sawit

Penggunaan endopower β 0,02-0,06% dalam ransum yang mengandung

bungkil inti sawit meningkatkan bobot karkas mengikuti persamaan

y=-30969x2+4401x+1028 dengan nilai R2 =0,990. Pemberian enzim endopower β

padal level 0,06 % akan meningkatkan bobot karkas ayam broiler. Enzim

(21)

nutrisi yang terdapat pada bungkil inti sawit dan meningkatkan penyerapan nutrisi

(Williams, 1997).

Faktor yang mempengaruhi bobot karkas adalah tingkat konsumsi pada

unggas itu sendiri, semakin tinggi tingkat konsumsi maka akan semakin baik pula

bobot karkas yang dihasilkan bila nilai gizi dalam ransum terpenuhi. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Wahyu (1988) menyatakan bahwa tingkat konsumsi

ransum banyak ditentukan oleh palatabilitas ransum, sistem tempat ransum,

pemberian ransum dan kepadatan kandang. Lebih lanjut menurut Widodo (2005)

peningkatan nilai manfaat penggunaan ransum dapat diatur dengan

mempertimbangkan konsumsi ransum.

Persentase Karkas

Persentase karkas diperoleh dari bobot karkas dibagi dengan bobot potong

dikali 100 persen. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapat rataan

persentase karkas pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan persentase karkas ayam pada perlakuan penggunaan endopower β dalam ransum yang mengandung bungkil inti sawit

Perlakuan Ulangan Rataan±sd

1 2 3 4

Dari Tabel 8 di atas persentase karkas tertinggi yang diperoleh pada

perlakuan R0a yaitu sebesar 70,16 % dan terendah pada perlakuan R0b yaitu

(22)

pemberian enzim endopower β pada pakan yang mengandung bungkil inti sawit

memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap persentase karkas.

Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan pemberian pakan yang

mengandung bungkil inti sawit dengan enzim endopower β memberikan pengaruh

yang sangat berbeda nyata terhadap persentase karkas, maka untuk menentukan

perlakuan mana yang paling potensial (untuk mengetahui perbedaan perlakuan)

perlu dicari dahulu nilai pembandingnya dan dilakuan uji lanjut yaitu uji Tukey.

Dengan uji Tukey 1% didapat hasil perlakuan R0a, R1, R2 dan R3 memiliki

notasi yang sama yang artinya memberikan potensi yang sama pada keempat

perlakuan tersebut dan berbeda nyata terhadap perlakuan R0b.

Gambar 3. Grafik kuadratik persentase karkas ayam pada perlakuan penggunaan endopower β dalam ransum yang mengandung bungkil inti sawit

Penggunaan endopower β 0,02-0,06% dalam ransum yang mengandung

bungkil inti sawit meningkatkan persentase karkas mengikuti persamaan

y=-1297x2+151,8x+64,14 dengan nilai R2 =0,924. Pemberian enzim endopower β®

(23)

meningkatkan persentase karkas. Menurut Guntoro (2002), produksi karkas erat

hubungannya dengan bobot potong, karena semakin bertambah bobot potong

maka bobot karkas semakin meningkat juga. Penambahan enzim yang tidak

terdapat pada tubuh ayam broiler mempengaruhi konsumsi ransum yang

mengandung serat kasar yang tinggi. Hal ini diduga erat kaitannya dengan enzim

yang terkandung dalam endopower β® yang dihasilkan oleh fermentasi

Aspergillus niger dan Aspergillus oryzae dalam mendegradasi polisakarida

kompleks menjadi lebih sederhana sehingga kualitas serat kasar menjadi lebih

baik Sudarmadji et al (1989).

Seperti pada bobot potong yang memberikan pengaruh yang sangat nyata

pada ransum karena bobot potong sejalan dengan persentase karkas dan bobot

karkas, semakain tinggi bobot karkas yang diperoleh maka persentase karkas yang

diperoleh semakin tinggi pula. Hal ini sesuai dengan pendapat Murtidjo (1987)

yang menyatakan bahwa persentase karkas merupakan faktor yang penting untuk

menilai produk ternak, karena produksi erat hubungannya dengan bobot hidup,

dimana semakin bertambah bobot hidupnya maka produksi karkas semakin

meningkat. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Ahmat dan Herman (1992)

yang menyatakan bahwa ayam yang bobot tubuhnya tinggi akan menghasilkan

persentase karkas yang tinggi, sebaliknya ayam yang bobot tubuhnya rendah akan

menghasilkan persentase yang rendah.

Bobot Relatif Organ Dalam

Hasil penelitian pengaruh pemberian endopower β kedalam ransum yang

(24)

dalam yaitu meliputi bobot relatif hati, bobot relatif rempela, bobot relatif usus

halus, bobot relatif usus besar dapat dilihat pada Tabel 10 berikut.

Tabel 10. Rataan bobot relatif organ dalam. Bobot Relatif Organ

Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang menunjukan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) pada bobot relatif hati. Notasi yang berbeda pada baris yang menunjukan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,01) pada bobot relatif usus halus dan usus besar.

tn= tidak nyata

Tabel 10 diatas bobot relatif hati tertinggi yang diperoleh pada perlakuan

R0a yaitu sebesar 23,15 g/kg bobot potong dan terendah pada perlakuan R1 yaitu

sebesar 19,95 g/kg bobot potong. Berdasarkan analisis ragam diketahui pengaruh

pemberian enzim endopower β pada ransum yang mengandung bungkil inti sawit

berpengaruh sangat nyata terhadap bobot relatif hati.

Tabel 10 diatas bobot relatif rempela tertinggi yang diperoleh pada

perlakuan R0b yaitu sebesar 16,86 g/kg bobot potong dan terendah pada

perlakuan R0a yaitu sebesar 14,94 g/kg bobot potong. Berdasarkan analisis ragam

diketahui pengaruh pemberian enzim endopower β pada ransum yang

mengandung bungkil inti sawit tidak berpengaruh nyata terhadap bobot relatif

rempela. Dari hasil penelitian didapat bahwa berat rempela antar perlakuan tidak

berbeda nyata karena berat rempela dipengaruhi oleh ransum dimana pada saat

(25)

Tabel 10 dapat dilihat bahwa rataan bobot relatif usus halus tertinggi yang

di peroleh pada perlakuan R0b yaitu 32,79 g/kg bobot potong dan terendah pada

perlakuan R0a yaitu sebesar 28,83 g/kg bobot potong. Berdasarkan analisis ragam

diketahui pemberian enzim endopower β®

pada ransum yang mengandung

bungkil inti sawit berpengaruh yang berbeda nyata terhadap bobot relatif usus

halus. Perbedaan antara setiap perlakuan terjadi karena semakin tinggi kandungan

serat kasar dari suatu ransum maka semakin rendah daya cerna terhadap ransum

tersebut.

Tabel 10 di atas bobot relatif tertinggi yang di peroleh pada perlakuan R0b

yaitu 10,27 g/ kg bobot potong dan terendah pada perlakuan R0a yaitu 8,30 g/kg

bobot potong. Berdasarkan analisi ragam diketahui pengaruh pemberian

endopower β dalam ransum yang mengandung bungkil inti sawit berpengaruh

yang berbeda nyata terhadap bobot relatif usus besar.

Penggunaan endopower β 0,02-0,06% dalam ransum yang mengandung

bungkil inti sawit menurunkan bobot relatif hati mengikuti persamaan

Y=-26,959x+21,38 dengan nilai R2 =0,511. Menurunkan Bobot relatif rempela

mengikuti persamaan Y= -32,072x+16,914 dengan nilai R2=0,9062. Menurunkan

bobot relatif usus halus mengikuti persamaan Y=-54,394x+33,079 dengan nilai R2

= 0,9434 dan menurunkan Bobot relatif usus besar mengikuti persamaan Y=

-16,746x+10,045 dengan nilai R2=0,7706. Hal ini berarti bahwa penggunaan

endopower β dalam ransum yang mengandung bungkil inti sawit pada dosis 0,02

-0,06% mampu menurunkan bobot relatif organ dalam ayam broiler. Penurunan ini

terjadi karena peningkatan penggunaan enzim endopower β, meningkatkan

(26)

memiliki serat kasar yang tinggi dapat tercerna dan laju lintas pakan (rate of

passage) pakan dalam usus meningkat.

Berdasarkan analisis ragam diketahui pengaruh pemberian enzim

endopower β pada ransum yang mengandung bungkil inti sawit berpengaruh

sangat nyata terhadap bobot relatif hati. Hal tersebut menunjukkan bahwa ransum

perlakuan yang menggunakan endopower β tidak mengandung zat yang bersifat

racun yang dapat menyebabkan kerja hati menjadi berlebih dan persentase hati

masih berkisar normal. Pemberian ransum yang mengandung enzim endopower β

tidak mempengaruhi kinerja hati ayam broiler secara berlebihan sehingga ukuran

hati normal. Salah satu fungsi hati adalah detoksifikasi racun dan apabila terjadi

kelainan pada hati ditunjukkan dengan adanya pembesaran dan pengecilan hati

(Ressang, 1994). Persentase hati berkisar antara 1,7%-2,8% dari bobot badan

ayam (Putnam, 1991).

Berdasarkan analisis ragam diketahui pengaruh pemberian enzim

endopower β pada ransum yang mengandung bungkil inti sawit tidak berpengaruh

nyata terhadap bobot relatif rempela. Dari hasil penelitian didapat bahwa berat

rempela antar perlakuan tidak berbeda nyata karena berat rempela dipengaruhi

oleh ransum dimana pada saat penelitian antar perlakuan mendapat ransum yang

berbeda. Di dalam tembolok terjadi aktivitas enzim amilase dan proses fermentasi

oleh bakteri yang didukung kondisi pH tembolok sekitar 6,3 dengan hasil akhir

berupa asetat. Selain itu menurut Zhou et al. (1990) bahwa pada pemberian pakan

secara force feeding akan meningkatkan ukuran tembolok. Proses pencernaan

yang terjadi di dalam proventrukulus yaitu pencampuran makanan dengan getah

(27)

mekanis dibantu oleh adanya grit yang mampu meningkatkan kecernaan

biji-bijian sampai 10% . Asam lambung menyebabkan cairan dalam lambung bersifat

asam dengan pH antara 1,0 – 2,0 sehingga proses pencernaan protein oleh enzim

pepsin dengan cara hidrolisis berjalan dengan baik.

Di dalam rempela endopower β akan memaksimalkan aktivitas enzim

endogenosis. Peningkatan serat kasar ini belum menimbulkan efek negatif

menurunkan konsumsi ransum. Hal ini menunjukkan bahwa ransum yang

menggunakan endopower β hasil dari fermentasi Aspergillus niger dan

Aspergillus oryzae mengandung bungkil inti sawit dengan kualitasnya masih

lebih baik walaupun serat kasar tinggi. Hal ini diduga erat kaitannya dengan

enzim α-galaktosidase dan xylanase dalam mendegradasi polisakarida kompleks

menjadi lebih sederhana sehingga kualitas serat kasar menjadi lebih baik.

SelanjutnyaWinarno dan Fardiaz (1980) menyatakan bahwa fermentasi mikroba

akanmemecah komponen kompleks yang tidak dapat dicerna oleh unggas seperti

selulosa, hemiselulosa dan polimer-polimernya oleh enzim tertentu menjadi gula

sederhana.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Prilyana (1984) yang menyatakan bahwa

bobot rempela dipengaruhi oleh umur, bobot badan dan makanan. Pemberian

makanan yang lebih banyak akan menyebabkan aktivitas rempela lebih besar

untuk mencerna makanan sehingga urat daging rempela menjadi lebih tebal dan

memperbesar ukuran rempela.

Sebagian besar pencernaan dan absorbsi nutrisi terjadi di dalam usus

halus. Proses pencernaan dibantu oleh kelenjar intestinal yang mengahasilkan

(28)

glukosa, fruktosa, maltase memecah maltosa menjadi glukose, eripsin memecah

bentuk intermediet protein menjadi asam amino.

Pencernaan karbohidrat di mulai dari mulut dengan pelumas saliva, di

dalam gizzard secara mekanis dan hidrólisis, dilanjutkan di dalam usus halus oleh

enzim pankreas, empedu serta getah usus. Proses pencernaan pada ayam broiler

biasanya hanya mampu menghidrolisis karbohidrat sederhana sedangkan serat

kasar tidak mampu didegradasi. Di samping itu, dengan meningkatnya

penggunaan endopower β dalam ransum, mutu ransum meningkat, sehingga nilai

cerna ransum bertambah. Hasil serupa dilaporkan oleh William (1997), bahwa

pemberian enzim α-galaktosidase dan xylanase yang terkandung dalam

endopower β mampu menurunkan pembentukan gas dalam usus halus dengan cara

meningkatkan pemecahan karbohidrat sebelum mencapai usus bagian bawah.

Enzim xylanase akan mengurangi vikositas cairan lambung pada usus halus

sehingga memperlancar pencernaan dan meningkatkan penyerapan nutrisi.

Usus halus merupakan tempat terjadinya pencernaan dan penyerapan

pakan sehingga dapat diserap yang bisa mempengaruhi terhadap bobot usus halus

terutama duodenum. Penyerapan sari makanan dilikaukan oleh vili-vili usus. Vili

usus halus dipengaruhi oleh jenis ransum yang berbeda (Gisllespie, 2004).

Endopower β akan berfungsi untuk memperbaiki vili-vili usus dan memperluas

penyerapan, sehingga makanan dapat terserap sempurna. Hal ini sesuai dengan

pernyatan Syamsuhaidi (1997) yang menyatakan bahwa peningkatan kadar serat

kasar dalam ransum cenderung akan memperpanjang usus. Semakin tinggi serat

(29)

makanan. Penyerapan zat makanan akan maksimal dengan perluasan daerah

penyerapan.

Penyerapan bayak terjadi pada usus halus tetapi beberapa terjadi pada usus

besar (Schaible, 1979). Pencernaan bahan makanan pada usus besar akan dibantu

oleh bakteri melalui fermentasi. Enzim endopower β® akan memaksimalkan

aktifitas enzim dan bakteri endogenosis pada usus, sehingga proses pencernaan

akan lancar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rose (1997) yang menyatakan

dalam usus besar terdapat bakteri yang membantu proses pendegradasian bahan

makanan melalui proses fermentasi yang selanjutnya produk yang dihasilkan

digunakan untuk membantu memenuhi kebutuhan zat makanan.

Amrullah (2004) yang menyatakan bahwa ukuran panjang, tebal dan bobot

berbagai saluran pencernaan dapat berubah selama proses perkembangan yang

dipengaruhi oleh ransum. Ransum dengan kandungan serat kasar yang tinggi

dapat memperberat, memperpanjang dan mempertebal berbagai saluran

pencernaan. Perubahan ini diikuti dengan jumlah vili usus dan kemampuan

(30)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penggunaan endopower β dalam ransum yang mengandung bungkil inti

sawit dapat meningkatkan bobot potong, bobot karkas, persentase karkas dan

menurunkan bobot organ dalam sampai dosis 0,06%.

Saran

Berdasarkan penelitian disarankan peternak dapat memberikan ransum

(31)

TINJAUAN PUSTAKA

Bungkil Inti Sawit (BIS)

Hasil pengolahan kelapa sawit adalah minyak sawit (Palm Oil) dan

minyak inti sawit (Palm Kernel Oil). Hasil pengolahan ini mempunyai banyak

kegunaan, baik sebagai bahan pangan atau non pangan seperti sabun. Di samping

hasil utama terdapat tiga jenis hasil ikutan industri pengolahan kelapa sawit yang

dapat dimaanfaatkan sebagai bahan ransum yaitu bungil inti sawit, lumpur minyak

sawit, dan serat buah sawit (Agustin, 1991).

Bungkil inti sawit adalah limbah ikutan proses ekstraksi inti sawit. Bahan

ini dapat diperoleh dengan proses kimia atau dengan cara mekanik

(Devendra, 1977). Zat makanan yang terkandung dalam bungkil inti sawit cukup

bervariasi, tetapi kandungan yang terbesar adalah protein berkisar antara 18-19%

(Satyawibawa dan Widyastuti, 2000).

Bungkil inti sawit (BIS) merupakan hasil samping dari pemerasan daging

buah inti sawit atau ’palm kernel’. Proses mekanik (pemerasan) yang dilakukan

dalam proses pengambilan minyak menyebabkan jumlah minyak yang tertinggal

masih cukup banyak (sekitar 9,6%). Hal ini menyebabkan bungkil inti sawit cepat

tengik akibat oksidasi lemak yang masih cukup tinggi tersebut. Bungkil inti sawit

biasanya terkontaminasi dengan pecahan cangkang sawit dengan jumlah sekitar

9,1% hingga 22,8 % (Sinurat et al., 2009). Pecahan cangkang ini mempunyai

tekstur yang sangat keras dan tajam. Hal ini menyebabkan bahan ini kurang

disukai ternak (kurang palatable) dan dikhawatirkan dapat merusak dinding

saluran pencernaan ternak muda. Kandungan nutrisi bungkil inti sawit dapat

(32)

Tabel 3. Kandungan nilai nutrisi bungkil inti sawit

Zat Nutrisi Kandungan (%) Kandungan

Bahan kering (%)

Sumber : Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2005)

Kandungan protein BIS lebih rendah dari bungkil lainnya. Namun

demikian masih layak dijadikan sebagai sumber protein. Kandungan asam amino

essensial cukup lengkap dan imbangan Ca dan P cukup baik (Lubis, 1992).

Hasil analisa proksimat dapat dilihat dari nilai nutrisi BIS.

Enzim Endopower β®

Endopower β merupakan aktivitas enzimatis yang tinggi mengandung

α-galaktosidase, mannose, xylanase, dan β-gluconase. Endopower β® merupakan

produk dari proses fermentasi dua jenis organisme dengan memanfaatkan mikroba

trandisional yaitu Aspergillus niger dan Aspergillus oryzae yang dibuat dengan

menggunakan sistem seleksi.

Beberapa peran Endopower β® dalam tubuh ternak:

1. Meningkatkan kecernaan dan menurunkan pengaruh faktor antinutrisi di dalam

pakan . Enzim yang terkandung dalam endopower β® berfungsi untuk

menhidrolisis gula kompleks yang tidak dapat di cerna. Pakan biji-bijian

mengandung karbohidrat komplek atau polysakarida non pati, dimana ternak juga

hanya sedikit dapat menggunakannya dan kebanyakan dari NsPs mengandung

faktor anti nutrisi. Anti nutrisi meningkatkan perkositas usus dan merusak villi

usus yang menurunkan kecernaan karbohidrat, protein dan lemak. Endopower β®

(33)

2. Meningkatkan Produktivitas dan lebih menguntungkan

Dengan Endopower β® kecernaan bahan pakan akan meningkat dan lebih

fleksibel dalam formulasi yang di dapat. Hasil ini nyata menurunkan biaya pakan,

meningkatkan penampilan ternak. Ini artinya produktivitas tinggi dan keuntungan

meningkat.

3. Memperbaiki performans produksi dan efisiensi konversi pakan

Pengaruh Endopower β® dalam memperbaiki performans pertumbuhan di

dukung oleh banyak penelitian pada beberapa institusi, akademi dan komersial

farm. Pengaruh Endopower β® pada pertumbuhan ayam broiler umur 1-42 hari,

dosis pemberian 0,02% pada ayam broiler dan 0,01 pada leyer.

Manfaat Endopower β® sebagai berikut:

- Menurunkan biaya pakan

- Memperbaiki performans ternak

- Meningkatkan kecernaan nutrient

- Menurunkan egas dalam usus

- Memperbaiki fungsi-fungsi/ kesehatan usus

- Memaksimalkan aktivitas enzim endogenosis

- Mengurangi/menurunkan kekentalan mukosa usus

(Easy Bio System, Inc.2010.Union Center B/D.,837-11 Yoksam-dong,

Kangdamgu, SEOUL, 135-937 Rep. Of Korea).

Ayam Broiler

Sejak tahun 1980-an broiler suduah dikenal, meskipun galur murni dari

broiler sudah diketahui sejak tahun 1960-an ketika peternak mulai

(34)

dikenal banyak orang pada periode tahun 1980-an. Sebelum ayam potong adalah

ayam petelur white leghorn jengger tunggal atau ayam petelur yang sudah afkir

(Rasyaf, 1993).

Ayam broiler adalah ayam jantan dan betina muda yang berumur di bawah

8 minggu dengan bobot badan tertentu, mempunyai pertumbuhan cepat serta

mempunyai dada yang lebar dengan timbunan daging yang baik dan banyak

(Rasyaf, 2004). Ayam broiler merupakan galur ayam hasil rekayasa teknologi yang memiliki karakteristik ekonomi dan pertumbuhan yang cepat sebagai penghasil daging, konversi ransum rendah, dapat dipotong pada umur muda, dan menghasilkan kualitas daging yang berserat lunak (Bell dan Weaver, 2002).

Ayam broiler merupakan strain ayam hibrida modern yang berjenis kelamin jantan dan betina yang dikembangbiakan oleh perusaahaan pembibitan khusus (Gordon dan Charles 2002). Menurut Bell dan Weaver (2002) banyak jenis strain ayam broiler yang beredar di pasaran yang pada umumnya perbedaan tersebut terletak pada pertumbuhan ayam, konsumsi pakan, dan konversi pakan.

Kebutuhan Nutrisi Broiler

Untuk keperluan hidupnya dan untuk produksi, ayam membutuhkan

sejumlah nutrisi yaitu protein yang mengandung asam amino seimbang dan

berkualitas, energi yang mengandung karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral

(Rasyaf, 1997). Kartadisastra (1994) menyatakan bahwa jumlah ransum yang

diberikan sangat bergantung dari jenis ayam yang dipelihara, sistem pemeliharaan

dan tujuan produksi. Di samping itu juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yang

(35)

Broiler membutuhkan dua macam ransum yaitu ransum starter untuk umur

0-3 minggu dan ransum finisher untuk umur di atas tiga minggu. Ransum starter

mengandung protein 21-23% dan finisher 19-21% (Yahya, 1992).

Kadang-kadang poultryshop atau pabrik pakan ternak berbeda-beda untuk

membedakan batas umur kedua macam ransum starter dan finisher.

Tingkat energi dan protein adalah kedua komponen utama yang

dibutuhkan ayam untuk hidup pokok dan produksi. Besarnya kandungan energy

metabolism yang dibutuhkan broiler untuk pertumbuhan maksimum adalah

2.900-3.200 kkal/kg ransum dan protein sebesar 18-22% (Kamal, 1994).

Dalam ransum tingkat serat kasar yang sesuai dengan ayam adalah 7%.

Pemberian 7% akan menyebabkan hambatan pertumbuhan dan efisiensi

penggunaan makanan bertambah buruk, namun batasan yang paling tepat masih

diperdebatkan (Anggorodi, 1985).

Ransum Ayam Broiler

Ransum merupakan salah satu faktor yang harus dipenuhi untuk

keberhasilan dalam usaha pemeliharaan ayam. Ransum adalah campuran

bahan-bahan pakan untuk memenuhi kebutuhan akan zat-zat pakan yang

seimbang dan tepat. Seimbang dan tepat berarti zat makanan itu tidak

berkelebihan dan tidak kurang. Ransum yang diberikan haruslah mengandung

protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral (Rasyaf,1997).

Air sangat penting untuk mengatur temperatur tubuh. Bila ayam hanya

diberi air dan tidak diberi makan dapat hidup lebih lama. Kekurangan air hanya

untuk satu hari saja dapat menyebabkan perubahan fisiologis dan sangat

(36)

diberikan ke ayam pada prinsipnya memenuhi kebutuhan pokok untuk

hidup, membentuk sel-sel dan jaringan tubuh, menggantikan

bagian-bagian yang merupakan zat-zat yang diperlukan ayam adalah karbohidrat,

lemak dan protein akan membentuk energi sebagai hasil pembakarannya

(Sudaryani dan Santoso, 1995). Kandungan nutrisi dari ransum yang akan

diberikan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan nutrisi ransum komersil sabas 8118 dan sabas 8128.

Kandungan Nurtrisi Ransum

Sabas 8118 Sabas 8128

Kadar Air (%)

Sumber: PT. Sabas Indonesia Feed Mill (2013).

Susunan ransum starter yaitu ransum komersil Sabas 8118 ditambah

bungkil inti sawit, tepung ikan dan minyak nabati dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Kandungan nutrisi ransum basal starter

No. Bahan Pakan R0 Kandungan dalam Tiap Perlakuan %

Total 100 100 100 100 100

Kandingan Nutrisi

(37)

Susunan ransum finsher yaitu ransum komersil Sabas 8128 ditambah

bungkil inti sawit, tepung ikan dan minyak nabati dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Kandungan nutrisi ransum basal finisher

No. Bahan Pakan R0 Kandungan dalam Tiap Perlakuan %

a R0b R1 R2 R3

1 Ransum Komersil 100 73.65 73,65 73,65 73,65

2 Bungkil Inti Sawit 0 20 20 20 20

3 Tepung Ikan 0 5,35 5,35 5,35 5,35

4 Minyak Nabati 0 1 1 1 1

Total 100 100 100 100 100

Kandingan Nutrisi

1 Protein Kasar 20 20,20 20,20 20,20 20,20

2 Energi Metabolisme 3200 3180 3180 3180 3180

3 Lemak Kasar 5 5,5 5,5 5,5 5,5

4 Serat Kasar 5 5,8 5,8 5,8 5,8

5 Kalsium 1,1 1,2 1,2 1,2 1,2

6 Posfor 1 1,1 1,1 1,1 1,1

Sumber: PT. Sabas Indonesia Feed Mill (2013)

Karkas Ayam Broiler

Karkas ayam adalah bobot tubuh ayam setelah dipotong dikurangi kepala,

kaki, darah, bulu serta organ dalam kecuali paru-paru dan ginjal. Kualitas karkas

dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum pemotongan antara lain genetik,

spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur dan pakan serta proses setelah

pemotongan, diantaranya adalah metode pelayuan, stimulasi listrik, metode

pemasakan, pH karkas, bahan tambahan termasuk enzim pengempuk daging,

hormon, antibiotik, lemak intramuskular atau marbling, metode penyimpanan

serta macam otot daging (Abubakar et al., 1991). Soeparno (2005) menyatakan

salah satu faktor yang mempengaruhi persentase bobot karkas ayam broiler adalah

bobot hidup. Hasil dari komponen tubuh broiler berubah dengan meningkatnya

umur dan bobot badan (Brake et al., 1993). Wahyu (1998) menyatakan bahwa

(38)

tempat ransum, pemberian ransum dan kepadatan kandang. Lebih lanjut menurut

Widodo (2005) peningkatan nilai manfaat penggunaan ransum dapat diatur

dengan mempertimbangkan konsumsi ransum.

Bobot Hidup Dan Bobot Potong

Bobot hidup merupakan bobot badan ternak yang penimbangannya dapat

dilakukan setiap saat. Bobot hidup sangat erat kaitannya dengan tingkat konsumsi

dan pertambahan bobot badan. Menurut Wahyu (1998) tingkat konsumsi ransum

banyak ditentukan oleh palatabilitas ransum, sistem pakan dan pemberian pakan,

serta kepadatan kandang. Dilain pihak, tingkat konsumsi juga dipengaruhi oleh

nafsu makan dan kesehatan ternak. Ayam hidup yang bermutu baik yaitu ayam

yang sehat, berbulu baik, ukurannya seragam dan berkualitas baik dengan

perbandingan antara tulang dan daging seimbang (proporsional) (Priyatno, 1997).

Bobot potong adalah bobot yang didapat dengan cara menimbang bobot ayam setelah dipuasakan selama 12 jam. Bobot potong perlu diperhatikan kualitas dan kuantitas dari ransum yang dikonsumsi, sehingga didapatkan pertumbuhan yang baik (Blakely dan Bade, 1991).

Persentase Karkas

Bobot karkas normal adalah 60-75 % dari berat tubuh. Sedangkan

persentase karkas adalah perbandingan antara bobot karkas dengan bobot hidup

dikalikan 100 % (Siregar, 1994). Menurut Soeparno (2005) bobot karkas

meningkat seiring dengan meningkatnya bobot hidup, tetapi persentase non

(39)

Bobot karkas merupakan bobot tubuh ayam yang telah disembelih setelah

dipisahkan darah, bulu, kepala sampai batas pangkal leher, kaki sampai batas lutut

dan organ dalam kecuali ginjal dan paru-paru (Murtidjo, 1992).

Persentase karkas merupakan faktor terpenting untuk menilai produksi

ternak, karena produksi erat hubungannya dengan bobot hidup, dimana semakin

bertambah bobot hidupnya, maka produksi karkasnya akan semakin meningkat

(Murtidjo, 1987).

Persentase karkas dipengaruhi oleh bangsa, umur, jenis kelamin, bobot

hidup dan makanan. Persentase karkas umur muda lebih rendah dibandingkan

dengan ayam yang lebih tua dan persentase ayam jantan lebih besar dibandingkan

persentase ayam betina lebih banyak menghasilkan kulit dan lemak abdomen dari

pada jantan (Morran and Orr, 1970). Murtidjo (1987) menyatakan bahwa

persentase karkas merupakan faktor yang penting untuk menilai produksi ternak,

karena produksi erat hubungannya dengan bobot hidup, dimana semakin

bertambah bobot hidupnya maka produksi karkasnya semakin meningkat.

Ahmad dan Herman (1982), yang menyatakan bahwa ayam yang bobot tubuhnya

tinggi akan menghasilkan persentase karkas yang tinggi, sebaliknya ayam yang

bobot tubuhnya rendah akan menghasilkan persentase yang rendah.

Organ Dalam Ayam Broiler

Organ pencernaan ayam broiler terdiri dari mulut, kerongkongan,

tembolok, proventrikulus, rempela, usus halus, usus buntu (seka), usus besar,

kloaka dan anus. Pencernaan tambahan pada ayam salah satunya adalah hati

(40)

Hati

Hati ayam terdiri atas dua lobi (gelambir) yaitu kanan dan kiri, berwarna

coklat tua, dan terletak diantara usus dan aliran darah. Bagian ujung hati yang

normal berbentuk lancip, akan tetapi bila terjadi pembesaran dapat menjadi bulat.

Menurut Ressang (1963), hati berperan dalam sekresi empedu, metabolisme

lemak dan protein telur, karbohidrat, besi dan vitamin, detoksifikasi, pembentukan

darah merah dan penyimpanan vitamin. Putnam (1991), menyatatakan bahwa

persentase hati yaitu persentase bekisar antara 1,7-2,8% dari bobot potong.

Amrullah (2004) yang menyatakan bahwa panjang rektum yang dimiliki ayam

dewasa berkisar dari 8 – 10 cm dengan diameter dua kali lipat usus halus. Hal ini

juga didukung oleh pernyataan North (1984) yang menyatakan bahwa ayam

mempunyai usus besar yang pendek yang hanya 10 cm.

Rempela

Rempela merupakan organ pencernaan pada unggas yang biasa disebut

perut otot (Bell dan Weaver, 2002), karena di dalamnya tersusun otot-otot yang

kuat (Grist, 2006). Kontraksi otot rempela terjadi apabila makanan masuk ke

dalam rempela. Rempela berisi bahan-bahan yang mudah terkikis seperti pasir,

karang, dan kerikil. Partikel makanan yang berukuran besar akan dipecah menjadi

partikel-partikel yang sangat kecil sehingga dapat masuk ke dalam saluran

pencernaan (Bell dan Weaver, 2002). Putnam (1991), menyatakan bahwa bobot

empedal bekisar antara 1,6-2,3% dari bobot potong.

Menurut Pond et al. (1995) rempela berfungsi menggiling atau memecah

partikel makanan supaya ukurannya menjadi lebih kecil. Kerja penggilingan

(41)

kecenderungan untuk menghancurkan pakan seperti yang dilakukan oleh gigi

(Blakely dan Bade, 1991). Prilyana (1984) yang menyatakan bahwa bobot

rempela dipengaruhi oleh umur, bobot badan dan makanan. Pemberian makanan

yang lebih banyak akan menyebabkan aktivitas rempela lebih besar untuk

mencerna makanan sehingga urat daging rempela menjadi lebih tebal dan

memperbesar ukuran rempela.

Usus Halus

Usus halus merupakan organ utama tempat berlangsungnya pencernaan

dan absorbsi produk pencernaan. Berbagai enzim terdapat dalam usus halus yang

berfungsi mempercepat dan mengefisienkan pemecahan karbohidrat, protein, serta

lemak untuk mempermudah proses absorbsi (Suprijatna, 2005).

Proses absorpsi hasil pencernaan terjadi di permukaan vili yang memiliki

banyak mikrovili (Suprijatna, 2005). Luas permukaan usus dapat meningkat

seiring dengan bertambahnya jumlah vili usus yang berfungsi untuk penyerapan

zat-zat makanan (Frandson, 1992).

Bagian duodenum bemula dari ujung distal rempela. Bagian ini berbentuk

kelokan yang biasa disebut duodenal loop. Pankreas menempel pada kelokan ini

yang berfungsi mensekresikan pancreatic juice yang mengandung enzim amilase,

lipase dan tripsin. Jejunum dan ileum merupakan segmen yang sulit dibedakan

pada saluran pencernaan ayam. Beberapa ahli menyebut kedua segmen ini sebagai

usus halus bagian bawah (Suprijatna, 2005).

Panjang usus halus bervariasi tergantung pada kebiasaan makan unggas.

Ayam dewasa memiliki usus halus sepanjang 1,5 m (Suprijatna, 2005). Unggas

(42)

yang memakan bahan asal tanaman karena produk hewani lebih siap diserap

daripada produk tanaman (Ensminger, 1992). Peningkatan kadar serat kasar dalam

ransum cenderung akan memperpanjang usus. Semakin tinggi serat kasar dalam

ransum, maka semakin lambat laju pencernaan dan penyerapan zat makanan.

Penyerapan zat makanan akan maksimal dengan perluasan daerah penyerapan

(Syamsuhaidi, 1997). Widianingsih (2008) menyatakan bahwa panjang

doudenium sekitar 29,45cm-33,15cm, panjang jejenium sekitar 61,15cm-82,05

cm, panjang ileum 63,95-82,85cm. Anggorodi (1994), menyatakan bahwa

semakin tinggi kandungan serat kasar dalam suatu bahan pakan maka semakin

rendah daya cerna pakan tersebut. Akoso (1993) yang menyatakan bahwa usus

halus yaitu usus tempat terjadinya pencernaan dan penyerapan pakan. Selaput

lendir usus halus mempunyai tempat yang lembut dan menonjol seperti jari.

Fungsi usus halus selain sebagai penggerakan aliran pakan dalam usus juga untuk

meningkatkan penyerapan pakan. Syamsuhaidi (1997) yang menyatakan bahwa

peningkatan kadar serat kasar dalam ransum cenderung akan memperpanjang

usus. Semakin tinggi serat kasar dalam ransum, maka semakin lambat laju

pencernaan dan penyerapan zat makanan. Penyerapan zat makanan akan

maksimal dengan perluasan daerah penyerapan.

Cecum

Usus besar terdiri atas sekum yang merupakan suatu kantung dan kolon

yang terdiri atas bagian yang naik, mendatar, dan turun. Bagian yang turun akan

berakhir di rektum dan anus. Variasi pada usus besar (terutama pada bagian kolon

yang naik) dari satu spesies ke spesies lain jauh lebih menonjol dibandingkan

(43)

namun didalamnya terjadi proses penyerapan air untuk meningkatkan kadar air di

dalam sel tubuh dan menjaga keseimbangan air ayam broiler karena usus

besar merupakan tempat penyerapan kembali air dari usus halus. Usus besar

juga menyalurkan sisa makanan dari usus halus ke kloaka untuk dibuang

(Bell dan Weaver, 2002). Nickel et al, (1977) menyatakan bahwa berat dan

panjang seka akan cenderung meningkat dengan kandungan serat kasar dalam

ransum. Dilaporkan bahwa panjang seka ayam broiler berkisar antara 12 – 25 cm.

Rektum

Air diserap kembali di usus besar untuk ikut mengatur kandungan air

sel-sel tubuh dan keseimbangan air. Panjang usus besar yang dimiliki ayam

dewasa berkisar 8-10 cm/ekor. Usus besar merupakan kelanjutan saluran

pencernaan dari persimpangan usus buntu ke kloaka (Blakely dan Bade, 1991).

Amrullah (2004) yang menyatakan bahwa panjang rektum yang dimiliki ayam

dewasa berkisar dari 8 – 10 cm dengan diameter dua kali lipat usus halus. Halm

ini juga didukung oleh pernyataan North (1990) yang menyatakan bahwa ayam

(44)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Usaha ternak unggas khususnya peternakan broiler merupakan salah satu

sektor usaha yang memiliki peranan penting dalam memenuhi kebutuhan

masyarakat akan protein hewani. Kebutuhan protein hewani semakin lama

semakin meningkat, seiring dengan pertambahan dan meningkatnya kesadaran

masyarakat akan pentingnya zat gizi. Ayam broiler dapat dipilih sebagai salah

satu alternatif dalam upaya pemenuhan protein asal hewani karena ayam broiler

memiliki pertumbuhan bobot badan yang sangat cepat. Dengan masa

pemeliharaan yang singkat ini, kebutuhan masyarakat akan daging dapat selalu

tersedia. Ayam broiler dapat memenuhi selera konsumen atau masyarakat karena

daging ayam broiler sangat empuk dan enak selain itu harganya terjangkau oleh

masyarakat karena relatif murah. Beternak ayam broiler dapat dilakukan dengan

modal yang kecil atau dengan modal yang besar, sebagai usaha sambilan ataupun

sebagai usaha pokok. Siklus hidup ayam broiler relatif pendek, sangat efisien

dalam menggunakan ransum maka akan cepat pula mengatasi tingginya

permintaan daging (Murtidjo, 1987).

Namun dalam menjalankan usaha peternakan broiler ini, banyak peternak

yang mengalami kesulitan atau hambatan dalam mengembangkan usahanya. Baik

itu dari harga ransum yang semakin mahal, faktor lingkungan

(cuaca, penyakit dsb) serta kurangnya pengetahuan peternak akan teknik

pemeliharaan yang tepat.

Keseluruhan permasalahan di atas, manajemen pemeliharaan merupakan

(45)

memberikan dampak negatif terhadap hasil produksi yang tidak maksimal yang

mana tingkat pendapatan peternak tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Keberhasilan peternakan broiler ditentukan oleh tiga hal yaitu : breeding, feeding

dan manajemen.

Indonesia memiliki potensi yang sangat besar memproduksi kelapa sawit.

Luas areal perkebunan dan pertumbuhan kelapa sawit di setiap provinsi di

Indonesian dapat di lihat pada tabel 1.

Tabel 1. Luas perkebunan (Ha) dan pertumbuhan kelapa sawit di Indonesia tahun 2010-2012.

No Provinsi Tahun Pertumbuhan

(46)

Menurut dinas perkebunan Sumatera Utara tahun 2012 luas tanaman sawit

dan produksi buah segar di Sumatera Utara dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Luas areal tanaman dan produksi kelapa sawit Provinsi Sumatera Utara bedasarka pengeloaan tahun 2008-2012.

Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara, 2013

Bungkil inti sawit (BIS) merupakan hasil samping dari pemerasan daging

buah inti sawit atau ‘palm kernel’. Proses mekanik (pemerasan) yang dilakukan

dalam proses pengambilan minyak menyebabkan jumlah minyak yang tertinggal

masih cukup banyak (sekitar 9,6%). Hal ini menyebabkan bungkil inti sawit cepat

tengik akibat oksidasi lemak yang masih cukup tinggi tersebut. Bungkil inti sawit

dapat digunakan untuk pakan ternak, sebagai sumber energi dan protein

(Devendra, 1978).

Kendala yang timbul bagi peternak adalah pada ransum selama

pemeliharaan dimana ransum unggas di Indonesia umumnya memakai ransum

komersil yang biayanya sangat besar yaitu dapat mencapai 60 – 70% dari total

biaya produksi (Murtidjo, 1987).

Untuk mengurangi biaya produksi yang cukup tinggi peternak biasanya

menggunakan ransum yang dibuat sendiri menjadi susunan ransum atau bahan

Tahun Rincian Perk.

(Ton) 5.070.760 4.422.338 3.064.211 1.527.575 14.084.884 2009 Luas (Ha) 392.721 299.604 244.283 109.105 1.045.713

Produksi

(Ton) 5.088.579 4.668.827 3.075.401 1.529.848 14.362.655 2010 Luas (Ha) 396.564 305.435 251.489 112.323 1.054.849

Produksi

(Ton) 5.221.132 4.823.524 3.107.385 1.545.758 14.697.799 2011 Luas (Ha) 405.799 306.302 248.426 115.168 1.175.078

Produksi

(Ton) 5.428.535 4.972.107 3.190.120 1.592.849 15.183.610 2012 Luas (Ha) 405.921 306.394 248.500 115.203 1.192.446

Produksi

(47)

pakan konvensional. Bahan pakan konvensional yaitu bahan yang biasa digunakan

oleh peternak yang bisa diramu sendiri menjadi ransum. Mahalnya ransum ternak

unggas disebabkan karena selama ini Indonesia masih mengimport sebagian

kebutuhan bahan ransum ternak unggas seperti bungkil kedelai, tepung ikan dan

sebagian jagung belum bisa seluruhnya disuplai oleh produksi dalam negeri yang

mengakibatkan naik turunnya harga ransum ternak unggas lebih banyak

tergantung pada bahan baku yang diimpor.

Penggunaan bungkil inti sawit sebagai ransum ternak memberikan

keuntungan ganda yaitu menambah keragaman dan persediaan ransum dan

mengurangi pencemaran lingkungan. Bungkil Inti Sawit mudah didapat, tersedia

dalam jumlah besar, berkesinambungan dan sebagai pakan ayam harganya murah,

namun sampai saat ini belum dimanfaatkan secara maksimal. Kenyataan ini

disebabkan karena adanya beberapa faktor pembatas yang terdapat dalam Bungkil

Inti Sawit tersebut, diantaranya kandungan serat kasar tinggi, daya guna protein

dan energi serta palatabilitasnya rendah (Aritonang, 1986).

Menurut Sembiring (2006) penggunaan bungkil inti sawit (BIS) bisa diberikan

sampai 25%-30%.

Bungkil inti sawit dapat digunakan untuk pakan ternak

(Devendra, 1978) sebagai sumber energi dan protein. Namun, penggunaannya

untuk pakan unggas terbatas karena tingginya kadar serat kasar (21,7%) termasuk

hemiselulosa (mannan dan galaktomanan) serta rendahnya kadar dan kecernaan

asam amino.

Nataamidjaya, et al., (1995) menyatakan bahwa karkas sangat erat

(48)

konsumsi ransum. Bungkil inti sawit sebagai salah satu bahan penyusun ransum

diharapkan bisa menaikkan pertambahan bobot badan. Dengan meningkatnya

bobot badan maka karkas juga akan mengalami kenaikan.

Sebelum bungkil inti sawit diberikan pada ternak perlu dilakukan

penambahan enzim dan mikroorganisme yang bersifat sellulotik. Maka dengan itu

peneliti menggunakan endopower β® untuk meningkatkan nilai nutrisi terutama

serat kasar yang masih tinggi yang belum bisa dicerna dengan baik oleh ternak

unggas terutama ayam broiler. Endopower β® merupakan produk dari proses

fermentasi dua jenis organism yaitu Aspergillus niger dan Aspergillus oryzae.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh pemberian bungkil inti sawit yang

disuplementasi Endopower β® dalam ransum terhadap karkas dan organ

dalam ayam broiler.

Hipotesis Penelitian

Pemberian bungkil inti sawit yang disuplementasi Endopower β® dalam

ransum komersil dapat meningkatkan bobot karkas dan organ dalam ayam

broiler.

Kegunaan Penelitian

Sebagai bahan informasi bagi peternak, peneliti, maupun perusahaan yang

bergerak dalam bidang ransum tentang batas optimal dalam pemanfaatan bungkil

inti sawit disuplementasi Endopower β® dalam ransum terhadap bobot karkas dan

(49)

ABSTRAK

HASUDUNGAN SILITONGA 2015 “Pengaruh Penggunaan Endopower

β®

dalam Ransum Komersil Yang Mengandung Bungkil Inti Sawit Terhadap Karkas dan Organ Dalam Ayam Broiler”. Dibimbing oleh MA’RUF TAFSIN dan USMAN BUDI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian bungkil inti sawit yang disuplementasi Endopower β® dalam ransum terhadap karkas dan organ dalam ayam broiler. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Jl. Prof. Dr.A.Sofyan No 3, Medan. Penelitian dilaksanakan selama 35 hari dimulai dari Oktober-November 2013. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan setiap ulangan terdiri atas 8 ekor broiler. Perlakuan ini terdiri atas R0a (Ransum Komersil 100%); R0b (Ransum Komersil + 20% Bungkil Inti Sawit);

R1 (Ransum Komersil + 20% Bungkil Inti Sawit + 0,02% Endopower β®

);R2

(Ransum Komersil + 20% Bungkil Inti Sawit + 0,04% Endopower β®

); R3 (Ransum Komersil + 20% Bungkil Inti Sawit + 0,06% Endopower β®)

Hasil penelitian menunjukkan rataan bobot potong (g) R0a, R0b, R1, R2, R3 adalah1850,80, 1608,65, 1652,40, 1702,05, 1720,95. Bobot Karkas(g) R0a, R0b, R1, R2, R3 adalah 1296,40, 1026,15, 1111,80, 1147,65, 1183,75. Persentase karkas(%) R0a, R0b, R1, R2, R3 adalah 70,16, 63,92, 67,32, 67,48, 68,80. Penggunaan endopower β dalam ransum komersil yang mengandung

bungkil inti sawit 20% berpengaruh sangat nyata terhadap bobot potong

bobot karkas dan persentase karkas. Kesimpulan dari penelitian ini

endopower β dapat diberikan pada ransum ayam broiler hingga 006%

meningkatkan bobot potong, bobot karkas, persentase karkas dan menurunkan bobot organ dalam

(50)

ABSTRACT

HASUDUNGAN SILITONGA 2015 "Influence of Endopower β® in Rations Containing Commercial Palm Kernel Cake Against carcass and organs in Broiler Chickens". Guided by MA'RUF TAFSIN and USMAN BUDI.

This study aimed to determine the effect of palm kernel cake Endopower β® supplemented in the diet of the carcass and organs in broiler chickens. This research was conducted at the Laboratory of Animal Biology Animal Husbandry Studies Program Faculty of Agriculture, University of Sumatera Utara, Jl. Prof. Dr.A.Sofyan No. 3, Medan. The experiment was conducted for 35 days starting from October to November, 2013. The design used in this research is completely randomized design (CRD) with 5 treatments and 4 replications each replications consists of 8 tails broiler. This treatment consists of R0a (Commercial Rations 100%); R0b (+ 20% Commercial Rations Palm Kernel Cake); R1 (+ 20% Commercial Rations Palm Kernel Cake + 0.02% Endopower β®); R2 (+ 20% Commercial Rations Palm Kernel Cake + 0.04% Endopower β®); R3 (+ 20% Commercial Rations Palm Kernel Cake + 0.06% Endopower β®)

The results showed the average slaughter weight (g) R0a, R0b, R1, R2, R3 adalah1850,80, 1608.65, 1652.40, 1702.05, 1720.95. Carcass weights (g) R0a, R0b, R1, R2, R3 is 1296.40, 1026.15, 1111.80, 1147.65, 1183.75. Carcass percentage (%) R0a, R0b, R1, R2, R3 are 70.16, 63.92, 67.32, 67.48, 68.80. The use of β endopower in commercial ration containing 20% palm kernel cake very significant effect on carcass weight and slaughter weight carcass percentage. The conclusion of this study endopower β can be given to broiler rations up to 006% increase slaughter weight, carcass weight, carcass percentage and lower organ weights in

(51)

PENGARUH PENGGUNAAN ENDOPOWER

β

®

DALAM

RANSUM KOMERSIL YANG MENGANDUNG

BUNGKIL INTI SAWIT TERHADAP KARKAS

DAN ORGAN DALAM AYAM BROILER

SKRIPSI

Oleh:

HASUDUNGAN SILITONGA

090306056

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(52)

PENGARUH PENGGUNAAN ENDOPOWER

β

®

DALAM

RANSUM KOMERSIL YANG MENGANDUNG

BUNGKIL INTI SAWIT TERHADAP KARKAS

DAN ORGAN DALAM AYAM BROILER

SKRIPSI

Oleh:

HASUDUNGAN SILITONGA

090306056

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(53)

Judul Skripsi : Pengaruh Penggunaan Endopower

β

® dalam Ransum Komersil Yang Mengandung Bungkil Inti Sawit Terhadap Karkas dan Organ Dalam Ayam Broiler

Nama : Hasudungan Silitonga

NIM : 090306056

Program Studi : Peternakan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Usman Budi, Spt, M.si

Ketua Anggota

Mengetahui,

Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Ketua Program Studi Peternakan

(54)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan rahmat serta KaruniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Pengaruh Penggunaan Endopower β® dalam

Ransum Komersil Yang Mengandung Bungkil Inti Sawit Terhadap Karkas dan

Organ Dalam Ayam Broiler”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua atas doa,

semangat dan pengorbanan material maupun moril yang telah diberikan selama

ini. Kepada Bapak Ma’ruf Tafsin selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak

Usman Budi selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan

waktu, pikiran, tenaga dan dorongan maupan memberikan informasi yang

berharga bagi penulis dalam menyelesaikan penulisan proposal ini dan semua

pihak yang ikut membantu.

Semoga skripsi ini dapat membantu memberikan informasi dan

bermanfaat bagi penelitian dan ilmu pengetahuan serta pelaku bidang usaha

(55)

DAFTAR ISI

Kebutuhan nutrisi broiler ... 9

Ransum ayam broiler ... 10

Pelaksanaan penelitian ... 23

Persiapan kandang ... 23

(56)

Bobot relatif usus halus ... 31 Bobot relatif usus besar ... 32 Rekapitulasi hasil penelitian ... 33

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 35 Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 36

Gambar

Grafik Linier Bobot Karkas
Grafik Linier Persentase Karkas
Grafik Linier Bobot Relatif Hati
Grafik Linier Bobot Relatif Usus Halus
+7

Referensi

Dokumen terkait

o Fungsi : mengangkat mandibula untuk merapatkan gigi sewaktu mengunyah... o Ini adalah otot kuadrangularis yang mencakup aspek lateral ramus dan proses koronoideus mandibula. o

8.1.1. Siswa dapat menyusun teks berupa dialog terkait dengan ungkapan menyatakan sapaan beserta responnya dalam bahasa.. digunakan untuk pengajaran dikelas nantinya. RPP akan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia Ke Dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan (Persero)

Peperiksaan Percubaan SPM 2017 Sejarah Kertas

Selain itu, petugas pajak yang memiliki mental tinggi dan tidak mudah tergoda akan suap yang diberikan oleh Wajib Pajak yang nakal agar diloloskan status

Personal Hygiene, Sanitasi Dan angka kuman Alat Makan Pada Sentra Pedagang Makanan Jajanan Di Kampung Solor Kota Kupang : 2011.. Slamet, Juli

Selayaknya KPI dan Kominfo bersikap transparan dengan membuka berbagai informasi mengenai prosedur perpanjangan izin siar, kinerja stasiun TV yang memohon perpanjangan izin siar,

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan beberapa jenis plasticizeryaitu gliserol, PEG dan PVA serta penggunaan aditif asam palmitat