ABSTRAK
PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIKNUMBERED HEAD TOGETHERUNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN
MEMBANGUN KONSEP DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM KOLOID
( PTK pada Siswa Kelas XI IPA2SMA Gajah Mada Bandar Lampung Tahun
Pelajaran 2010-2011)
Oleh MISWANTI
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru kimia XI IPA di SMA
Gajah mada Bandar Lampung diperoleh informasi bahwa nilai rata-rata tes
formatif pada materi pokok sistem koloid tahun pelajaran 2009-2010 adalah 55.
Hanya 35% siswa yang mendapat nilai 65, sedangkan sedangkan yang
mendapat nilai < 65 sekitar 65 %. Nilai tersebut belum mencapai Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan di SMA Gajah Mada Bandar
Lampung yaitu siswa yang memperoleh nilai 65 sebanyak 100%.
Aktivitas siswa yang relevan dengan pembelajaran rendah dan keterampilan
membangun konsep sebagai salah satu keterampilan generik sains selama proses
pembelajaran pada materi pokok sistem koloid belum pernah dilatihkan pada
siswa. Salah satu upaya untuk meningkatkan aktivitas, membangun konsep,
penguasaan konsep dan ketuntasan belajar siswa adalah dengan menerapkan
model pembelajaran teknikNumbered Heads Together (NHT).
Tujuan penelitian adalah untuk mendeskripsikan penerapan pembelajaran teknik
konsep, (2) rata-rata penguasaan konsep, (3) kriteria siswa yang mencapai
ketuntasan belajar pada materi pokok sistem koloid melalui pembelajaran
kooperatif teknikNHT. Penelitian dilaksanakan dalam tiga siklus, subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA2SMA Gajah Mada TP 2010-2011 yang
berjumlah 38 orang. Data penelitian terdiri dari data kualitatif dan kuantitatif.
Data kualitatif yang berupa data aktivitason tasksiswa yang diungkap melalui lembar observasi. Data kuantitatif yang berupa data keterampilan membangun
konsep, penguasaan konsep dan ketuntasan belajar siswa yang diungkap melalui
tes formatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan persentase dari siklus I
ke II dan siklus II ke III: (1) rata-rata keterampilan membangun konsep siswa
sebesar 10,39 % dan 7,37% ; (2) rata-rata nilai penguasaan konsep sebesar 9,84%
dan 10,94% ; (3) ketuntasan belajar sebesar 21,05% dan 26,32%.
Kata kunci: model pembelajaran kooperatif teknikNHT, keterampilan
A. Latar Belakang
Kimia merupakan mata pelajaran yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan
sehari-hari. Oleh karena itu dalam pembelajaran tidak sekedar untuk memenuhi
tuntutan belajar siswa di sekolah saja, tetapi juga dapat melatih cara berfikir siswa
untuk memecahkan masalah terutama pembelajaran kimia secara sains. Sains
berasal darinatural scienceatausciencesaja, biasanya disebut Ilmu Pengetahuan Alam. Ilmu pengetahuan alam merupakan sekumpulan ilmu-ilmu serumpun yang
terdiri atas Biologi, Fisika, Kimia, Geologi dan Astronomi yang berupaya
menjelaskan setiap fenomena yang terjadi di alam. Mengingat bidang kajiannya
berbeda, sains selalu menjadi wahana berfikir yang sama. Dalam proses
pembelajarannya, siswa dapat diajak berfikir sains berdasarkan metode ilmiah.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru kimia SMA Gajah Mada
Bandar Lampung diketahui bahwa rata-rata nilai ulangan harian mata pelajaran
kimia pada materi pokok sistem koloid pada semester genap tahun pelajaran
2009-2010 adalah 55. Hanya 35 % siswa yang mendapat 65,
sedangkan yang mendapatkan nilai < 65 sekitar 65 %. Perolehan persentase ini
merupakan persentase paling rendah dari 2 kelas. Nilai tersebut belum mencapai
KKM ( Kriteria Ketuntasan Minimal) yang ditetapkan sekolah yaitu 100 % siswa
sepe-nuhnya berhasil pada materi pokok sistem koloid. Hal ini menunjukkan bahwa
siswa masih mengalami kesulitan dalam memahami materi pokok sistem koloid.
Kesulitan yang dialami oleh siswa dikarenakan strategi yang digunakan dalam
pembelajaran oleh guru masih kurang tepat yaitu guru lebih memfokuskan pada
ketuntasan materi pelajaran, siswa mendengarkan penjelasan guru, siswa tidak
dibimbing untuk menemukan konsep, dan siswa lebih terbiasa menghafal materi
yang ada di buku dan dicatatkan guru tanpa memahami konsep materi tersebut
dengan baik. Aktivitas lain seperti bertanya, menjawab antar teman,
mendis-kusikan permasalahan antar teman dan guru juga belum tampak. Bahkan tidak
jarang jika siswa merasa jenuh, akhirnya akan mengobrol dan membuat
kegaduh-an di kelas bahkkegaduh-an keluar masuk kelas. Kesulitkegaduh-an siswa kelas XI IPA SMA Gajah
Mada Bandar Lampung untuk memahami materi juga terjadi pada materi
kelarutan dan hasil kali kelarutan semester genap tahun pelajaran 2010-2011 di
sekolah tersebut, hal ini terbukti dengan perolehan hasil ujian pada materi pokok
kelarutan dan hasil kali kelarutan, dimana rata-ratanya hanya 55 dan hanya 35%
siswa yang mencapai KKM.
Selama ini guru juga belum pernah melatihkan keterampilan generik sains yang
dikembangkan oleh Brotosiswoyo (2001) kepada siswa secara terprogram. Selain
itu, pembelajaran lebih ditekankan untuk mengerjakan soal-soal latihan dalam
LKS yang hanya berisi uraian singkat materi system koloid. Bagi siswa yang
kemampuannya tinggi, hal ini tidak menjadi masalah, tetapi untuk siswa yang
kemampuan akademisnya kurang atau rendah mereka akan merasa kesulitan.
praktikum pada proses pembelajaran, dengan kata lain guru kurang melatih
keterampilan generik sains siswa pada setiap pembelajaran yang dilakukan.
Padahal seorang guru sangat penting melatihkan KGS kepada siswa, karena dapat
membekali siswa dengan suatu pengalaman dan kemampuan berfikir tingkat
tinggi yang sangat berguna untuk menyelesaikan masalah-masalah dalam
kehidupannya.
Kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa pada materi sistem koloid adalah
mengelompokkan sifat-sifat koloid dan penerapannya dalam kehidupan
sehari-hari dan membuat berbagai sistem koloiddengan bahan-bahan yang ada
disekitarnya melalui percobaan. Agar siswa dapat mencapai kompetensi dasar
ini, siswa harus dilatih keterampilan generik sainsnya seperti pengamatan
langsung dan pengamatan tak langsung saat praktikum , membangun konsep dan
melakukan inferensi logika dalam menyimpulkan setiap pemahaman konsep
mereka tentang sistem koloid, serta menuliskan bahasa simbolik untuk persamaan
reaksi. Oleh karena itu, suatu strategi pembelajaran yang mestinya digunakan guru
ialah pembelajaran yang menggunakan pendekatan keterampilan generik sains
dengan bantuan media LKS ( Lembar Kerja Siswa ).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Dewi (2009) pada materi pokok
sistem koloid menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan LKS KGS
memberikan kesempatan kepada siswa untuk meningkatkan kemampuan berpikir
menurut sains mereka sendiri. Hasil penelitian Andesta (2009), pada materi
pokok hukum-hukum dasar kimia; menunjukkan bahwa pembelajaran dengan
kepada siswa untuk meningkatkan kemampuan berpikir berdasarkan pengetahuan
sains yang mereka miliki. siswa mampu menyerap pesan yang terkandung dalam
LKS yang telah diterapkan dan mampu melaksanakan pembelajaran
menggunakan LKS dengan baik.
LKS berbasis keterampilan generik sains adalah LKS yang berisi prosedur dan
pertanyaan-pertanyaan yang mengandung berbagai indikator keterampilan generik
sains yang dapat mengarahkan siswa untuk mengkonstruksi dan meningkatkan
keterampilan generik sainsnya. Penggunaan media LKS berbasis keterampilan
generik sains adalah untuk memudahkan siswa pada kegiatan praktikum dan non
praktikum karena petunjuk dalam LKS dipaparkan secara jelas sehingga akan
memudahkan siswa untuk menemukan konsep sistem koloid.
Selain media, model pembelajaran yang digunakan juga harus sesuai yaitu model
pembelajaran yang dapat menarik minat dan gairah belajar siswa, sehingga siswa
aktif dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran yang dapat
membangkit-kan semangat belajar siswa adalah model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran
kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, siswa dalam
satu kelas dijadikan kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang
untuk memahami konsep yang difasilitasi oleh guru. Akan tetapi, guru kimia
kelas XI IPA di SMA Gajah Mada Bandar Lampung belum pernah menerapkan
model pembelajaran kooperatif. Dalam proses pembelajaran guru hanya
mengunakan metode ceramah, mengisi soal-soal di LKS dan mencatat, sehingga
guru dirasakan belum membantu siswa dalam menemukan dan memahami
pembelajaran kooperatif yang cocok diterapkan di SMA Gajah Mada kelas XI
IPA semester genap adalah model kooperatif teknikNumbered Head Togethet (NHT). Model pembelajaran kooperatif teknik Numbered Head Togethet (NHT) lebih memberikan kesempatan bagi setiap siswa untuk menyampaikan
pendapatnya. Sehingga tidak terjadi suasana belajar siswa yang pasif.
Bila dilihat dari kemampuan yang dimiliki siswa, serta metode pembelajaran
yang digunakan dalam proses pembelajaran kurang tepat. Dalam proses
pembelajaran pernah dilakukan metode diskusi kelompok biasa, tetapi proses
belajar tersebut tidak begitu baik. Hal itu dikarenakan terlihat dalam suatu
kelompok siswa yang berkemampuan tinggi lebih banyak bicara dan terlalu
mendominasi. Sebaliknya ada juga siswa yang pasif dan pasrah saja pada teman
yang lebih dominan, sehingga masih ada beberapa siswa yang merasa jenuh dan
akhirnya mengganggu kelompok lain bahkan juga masih ada yang keluar masuk
kelas tanpa ada rasa tanggung jawab terhadap kelompoknya. Pada situasi seperti
ini, pemerataan tanggung jawab dalam kelompok tidak tercapai, karena siswa
yang pasif menguntungkan dirinya pada teman yang dominan.
Menanggapi permasalahan ini maka akan diterapkan model pembelajaran
koope-ratif teknikNumbered Head Togethet (NHT). Hasil penelitian Rahmayanti (2009) diperoleh kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif teknikNHTdapat mening-katkan penguasaan konsep pada materi pokok larutan elektrolit dan reaksi redoks.
Model ini dikembangkan oleh Spencer Kagan (Lie, 2003). Teknik ini memberi
kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan menimbang
ja-waban yang paling tepat. Selain itu, teknik ini juga mendorong siswa untuk
me-ningkatkan kerjasama mereka. TeknikNHT lebih banyak melibatkan siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran untuk mengecek
pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.
Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas, maka dilakukan penelitian yang
berjudul : Penerapan Pembelajaran kooperatife tekniknumbered Head Together Untuk Meningkatkan Keterampilan membangun Konsep dan Penguasaan konsep
Sistem Koloid (PTK pada Siswa Kelas XI IPA2SMA Gajah Mada Bandar
Lampung T.P
2010-B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah pembelajaran kooperatif teknikNHT dapat meningkatkan keterampilan membangun konsep siswa pada materi pokok sistem koloid dari
siklus ke siklus?
2. Bagaimanakah pembelajaran kooperatif teknikNHTdapat meningkatkan penguasaan konsep siswa pada materi pokok sistem koloid dari siklus ke
siklus?
3. Bagaimanakah pembelajaran kooperatif teknikNHT dapat meningkatkan persentase siswa yang mencapai KKM pada materi pokok sistem koloid dari
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah
mendeskrip-si-kan:
1. Peningkatan keterampilan membangun siswa dengan menerapan
pembelajaran kooperatif teknikNHT pada materi pokok sistem koloid dari siklus ke siklus.
2. Peningkatan penguasaan konsep siswa dengan menerapan pembelajaran
kooperatif teknikNHT pada materi sistem koloid dari siklus ke siklus. 3. Peningkatan persentase siswa yang mencapai KKM pada materi pokok
sistem koloid dengan menerapan pembelajaran kooperatif teknikNHT dapat meningkatkan dari siklus ke siklus.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat bermanfaat:
1. Bagi siswa
Melatih siswa aktif dalam pembelajaran, melatih keterampilan generik sains
siswa, menumbuhkan rasa tanggung jawab, penerimaan perbedaan antar
individu, kemampuan berkomunikasi dengan baik, bekerja sama dengan
teman, menumbuhkan rasa ketergantungan positif sesama teman dan
membangun konsep.
2. Bagi guru dan peneliti
Memberikan pengalaman secara langsung bagi guru mitra dan masukan
menerapkan pembelajaran kooperatif sebagai alternatif bentuk pembelajaran
kimia pada materi pokok sistem koloid dalam meningkatkan aktivitas siswa
dalam pembelajaran dan menumbuhkan keterampilan generik sains siswa pada
materi pokok Sistem Koloid.
3. Bagi sekolah
Menjadi informasi dan sumbangan pemikiran dalam upaya meningkatkan
mutu pembelajaran kimia di sekolah.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Agar penelitian ini mencapai sasaran sebagai mana yang telah dirumuskan, maka
ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada:
1. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA2semester genap SMA
Gajah Mada Tahun Pelajaran 2010-2011.
2. Pembelajaran kooperatif yang digunakan adalah pembelajaran kooperatif
teknikNHTyang memiliki 4 struktur langkah kegiatan utama yaitu
penomoran, pengajuan pertanyaan, berfikir bersama dan pemberian jawaban.
3. Keterampilan membangun konsep adalah suatu kemampuan yang dapat
memahami persamaan dan perbedaan dari suatu kejadian sampai
terbentuknya suatu konsep.
4. Penguasaan konsep diukur mengunakan tes formatif di setiap akhir siklus.
5. Materi pokok pada penelitian ini adalah Sistem Koloid yang terdiri dari sub
materi pokok sistem koloid, sifat-sifat koloid dan penerapannya dalam
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengacu pada
strategi pembelajaran, siswa dituntut bekerjasama dalam kelompok-kelompok
kecil untuk menolong satu sama lainnya dalam memahami suatu pelajaran,
memeriksa dan memperbaiki jawaban teman, serta kegiatan lainnya dengan tujuan
mencapai prestasi belajar yang tinggi (Lie, 2003).
Menurut Artzt dan Newman yang dikutip
Pembelajaran kooperatif merupakan suatu pendekatan dimana para siswa dikelompokan ke dalam kelompok-kelompok kecil untuk memecahkan suatu masalah, menyelesaikan suatu tugas atau mencapai tujuan bersama.
Sedangkan menurut Lie (2007):
Pembelajaran kooperatif atau pembelajaran gotong royong adalah sistem pengajaran yang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas terstruktur, di mana dalam sistem ini guru bertindak sebagai fasilitator.
Dalam pengertian lain, Eggen dan Kauchak dalam Trianto (2007) menyatakan
Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan
partisipasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat
keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk
belakangnya. Bekerja secara kolaboratif untuk mencapai sebuah tujuan bersama
akan mengembangkan keterampilan berhubungan dengan sesama manusia yang
akan sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah.
Berdasarkan pengertian di atas terlihat jelas bahwa siswa dilatih untuk saling
bekerjasama dan saling membantu dengan temannya dalam rangka saling
mencerdaskan, saling menyayangi, dan saling menghargai satu sama lainnya,
sehingga siswa akan terlatih hidup dalam masyarakat sesuai dengan kodrat
manusia adalah sebagai mahluk sosial yang artinya saling membutuhkan satu
sama lainnya.
Selanjutnya Ibrahim, dkk (2000) menyatakan:
Pembelajaran kooperatif memberikan peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerjasama saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai satu sama lain.
Sedangkan Abdurrahman (1999) mengatakan:
Nilai hasil belajar kelompok ditentukan oleh rata-rata hasil belajar individu Pembelajaran kooperatif menampakkan wujudnya dalam bentuk belajar Kelompok. Dalam belajar kooperatif anak tidak diperkenankan mendominasi atau menggantungkan diri pada orang lain, tiap anggota kelompok dituntut untuk memberikan urunan bagi keberhasilan kelompok.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan pembelajaran kooperatif adalah
salah satu strategi pembelajaran dimana siswa dikelompokkan menjadi beberapa
kelompok yang terdiri dari empat sampai enam orang yang heterogen untuk
bekerjasama, saling membantu di antara anggota kelompok untuk menyelesaikan
tugas bersama. Pembelajaran kooperatif dapat melatih siswa berkolaborasi untuk
yang nantinya dapat mencapai potensi yang optimal. Dilain pihak, para pengajar
sangat enggan menerapkan pembelajaran di kelas dengan asas gotong royong.
Lie (2007) mengemukakan beberapa alasan mengapa para pengajar enggan
menerapkan asas tersebut, diantaranya:
a. Kekhawatiran akan terjadinya kekacauan di kelas.
b. Adanya siswa yang tidak suka belajar berkelompok, lebih memilih belajar secara individu.
c. Siswa yang malas lebih mengandalkan temannya yang tekun dan siswa yang tekun merasa dituntut bekerja secara ekstra dalam kelompoknya. d. Adanya perasaan minder bagi siswa yang kurang mampu belajar bersama
siswa yang lebih pandai.
Faktor-faktor di atas dapat dikendalikan oleh pembelajaran kooperatif, karena
pembelajaran kooperatif memiliki unsur-unsur tertentu untuk memungkinkan
proses belajar dan pembelajaran di kelas secara efektif. Roger dan David Johnson
nggap
mencapai hasil yang maksimal, kerja
kelompok harus memiliki unsur-unsur di bawah ini:
1. Saling ketergantungan positif
Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya
untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif. Pembelajaran kooperatif
mengajarkan siswa untuk saling bergantung satu sama lain dengan teman satu
kelompoknya. Oleh sebab itu, setiap anggota harus bertanggung jawab agar
teman yang lain dalam kelompoknya dapat berhasil, sehingga siswa yang
berkemampuan rendah tidak merasa minder dan terpacu untuk meningkatkan
usaha mereka menjadi lebih baik, sedangkan siswa yang lebih pandai tidak
merasa dirugikan karena temannya yang kurang mampu juga telah
memberikan sumbangan.
Dalam pembelajaran kooperatif, setiap anggota kelompok memiliki tugas
masing-masing dan harus bertanggung jawab agar dapat menyelesaikan
tugas selanjutnya demi keberhasilan kelompok.
3. Tatap muka
Dalam pembelajaran kelompok setiap anggota diberi kesempatan untuk
berdiskusi dan bertatap muka, sehingga untuk memperoleh kesimpulan tidak
berasal dari satu kepala namun dari hasil pemikiran beberapa kepala. Selain
itu, masing-masing anggota kelompok akan timbul sikap mampu menghargai
perbedaan dan pendapat orang lain, serta dapat memanfaatkan kelebihan
orang lain untuk mengisi kekurangannya masing-masing.
4. Komunikasi antar anggota
Tidak semua siswa memiliki keahlian untuk mendengarkan dan berbicara.
Pembelajaran kooperatif mengajarkan bagaimana menyatakan sanggahan dan
pendapat positif dengan ungkapan yang baik dan halus. Keberhasilan dari
suatu kelompok sangat bergantung pada kesediaan untuk saling
mendengar-kan dan kemampuan mereka mengeluarmendengar-kan pendapat. Oleh sebab itu, dalam
pembelajaran kooperatif dibutuhkan suatu komunikasi yang baik antar
anggota kelompok.
5. Evaluasi proses kelompok
Evalusi proses kerja kelompok tidak perlu diadakan setiap ada kerja
kelompok, namun pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus untuk
kelompok yang hendak dievaluasi. Evalusi berfungsi untuk meningkatkan
efektifitas kerja sama antar anggota kelompok.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dengan pembelajaran
pembelajaran. Kelompok dalam pembelajaran kooperatif bersifat heterogen,
sehingga siswa yang pandai dapat memberikan masukan kepada temannya yang
berkemampuan rendah dan siswa yang berkemampuan rendah memperoleh
banyak keuntungan belajar dengan rekannya yang pandai.
Menurut Lungdren dalam Ibrahim, dkk (2000), manfaat dari pembelajaran
kooperatif bagi siswa yang berprestasi rendah antara lain
1. Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas 2. Rasa harga diri lebih tinggi
3. Memperbaiki sikap terhadap ilmu pengetahuan dan sekolah 4. Memperbaiki kehadiran
5. Penerimaan terhadap perbedaan individu lebih besar 6. Perselisihan antar pribadi kurang
7. Sikap apatis kurang
8. Pemahaman lebih mendalam 9. Motivasi lebih mendalam 10. Hasil belajar lebih baik.
Menurut Ibrahim, dkk (2003) pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai
berikut
1. Siswa bekerjasama dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.
3. Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin berbeda-beda.
4. Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.
Menurut Ibrahim, dkk ( 2007) langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif
ditunjukkan pada Tabel 1 sebagai berikut
Tabel 1. Enam langkah/fase dalam model pembelajaran kooperatif
Fase Tingkah laku guru
a. Fase 1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.
b. Fase 2
Menyajikan Informasi
c. Fase 3
Mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana cara membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok belajar agar melakukan transisi secara efisien. d. Fase 4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka
e. Fase 5 Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah
dipelajari/masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
f. Fase 6
Memberikan penghargaan
Guru mencari cara untuk menghargai baik upaya atau hasil belajar individu dan kelompok.
B. Pembelajaran Kooperatif TeknikNumbered Head Together (NHT)
Dalam penerapannya pembelajaran kooperatif memiliki beberapa teknik
pembelajaran, dan salah satunya adalah teknikNHT. TeknikNHTdikembangkan oleh Spencer Kagan dalam Lie ( 2007) yang memberi kesempatan kepada siswa
untuk saling membagikan ide-ide dan menimbang jawaban yang paling tepat dan
dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan kerjasama mereka. Adapun
langkah-langkah dalam teknik ini adalah
1. Penomoran
Guru mengelompokkan siswa ke dalam kelompok yang beranggotakan 4-5
orang dan memberi mereka nomor sehingga setiap siswa dalam kelompoknya
memiliki nomor yang berbeda.
Guru mengajukan pertanyaan secara langsung atau memberikan tugas dan
masing-masing kelompok mengerjakannya.
3. Berfikir bersama
Setiap anggota kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan
setiap anggota kelompok dapat mengerjakannya dan mengetahui jawabannya.
4. Pemberian jawaban
Guru memanggil satu nomor tertentu dan para siswa dari setiap kelompok
dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyampaikan jawaban
kepada seluruh kelas secara bergiliran. Setelah semua siswa dari tiap
kelompok memberikan jawabannya dan saling menanggapi, guru kemudian
meluruskan dan memberi penguatan terhadap jawaban siswa menuntun siswa
untuk menarik kesimpulan tentang materi pembelajaran yang telah dipelajari.
C. Aktivitas Belajar
Aktivitas belajar adalah serangkaian kegiatan belajar yang dilakukan siswa selama
proses pembelajaran berlangsung. Menurut Sardiman (1994 ):
Aktivitas adalah kegiatan yang dilakukan oleh manusia karena manusia memiliki jiwa sebagai sesuatu yang dinamis memiliki potensi dan energi sendiri.
Sedangkan pengertian aktivitas belajar menurut Winkel (1983):
Aktivitas belajar adalah segala kegiatan belajar siswa yang menghasilkan suatu perubahan khas, yaitu hasil belajar yang akan nampak melalui prestasi belajar yang akan dicapai.
Oleh sebab itu secara alami siswa menjadi aktif karena adanya motivasi dan
guru maupun siswa dituntut berperan aktif, untuk itu guru harus menciptakan
suasana yang dapat melibatkan siswa secara aktif.
Pada prinsipnya belajar adalah berbuat untuk mengubah tingkah laku dan tindakan
yang dialami oleh siswa itu sendiri. Dimyati dan Mudjiono (2002) menyatakan
bahwa belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Belajar
merupakan bagian dari aktivitas, tidak ada belajar jika tidak ada aktivitas.
Aktivitas belajar harus dilakukan siswa sebagai usaha untuk meningkatkan hasil
belajar. Seiring dengan itu, Djamarah (2000) menyatakan bahwa belajar sambil
melakukan aktivitas lebih banyak mendatangkan hasil bagi anak didik, sebab
kesan yang didapatkan oleh anak didik lebih tahan lama tersimpan di dalam benak
anak didik.
Aktivitas belajar merupakan suatu kegiatan yang didahului dengan perencanaan
dan didasari untuk mencapai tujuan belajar, yaitu perubahan pengetahuan dan
keterampilan yang ada pada diri siswa yang melakukan kegiatan belajar.
Kegiatan belajar yang dilakukan adalah kegiatan yang dapat mendukung
pencapaian tujuan dalam proses pembelajaran. Seperti yang diungkapkan
jar sangat diperlukan adanya aktivitas, tanpa
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar
adalah rangkaian kegiatan belajar siswa di sekolah baik yang dilakukan di dalam
maupun di luar kelas. Di dalam aktivitas belajar itu sendiri terkandung tujuan
yaitu ingin mengadakan perubahan diri baik tingkah laku, pengetahuan,
Paul B. Diedrich dalam Hamalik (2004) mengklasifikasikan aktivitas siswa dalam
8 kelas sebagai berikut
1. Visual Activitiesyang termasuk di dalamnya misal, membaca, memperhatikan, demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain
2. Oral Activitiesseperti, menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.
3. Listening Activitiesmeliputi, mendengarkan uraian, percakapan, diskusi, pidato, musik.
4. Writing Activitiesmeliputi, menulis karangan, laporan angket, menyalin. 5. Drawing Activitiesmeliputi, menggambar, membuat peta, grafik,
diagram.
6. Motor Activitiesmeliputi, melakukan percobaan, membuat konstruksi, bemain, berkebun, beternak.
7. Mental Activitiesmisalnya, menanggap, mengingat, memecahkan soal, menganalis, melihat hubungan, mengambil kesimpulan.
8. Emosional Activitiesseperti, menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.
Aktivitas-aktivitas dalam belajar juga dapat dibedakan menjadi aktivitas yang
relevan dengan pembelajaran(on task)dan aktivitas yang tidak relevan(off task). Aktivitas yang relevan dengan pembelajaran(on task),contohnya adalah bertanya kepada teman, bertanya kepada guru, mengemukakan pendapat, aktif
memecah-kan masalah, berdiskusi dan bekerja sama. Aktivitas yang tidak relevan dengan
pembelajaran(off task),contohnya adalah tidak memperhatikan penjelasan guru, mengobrol dengan teman, dan keluar masuk kelas.
D. Keterampilan Generik Sains
Sains berasal darinatural scienceatausciencesaja yang sering disebut dengan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang meliputi Kimia, Bilogi, Fisika, Geologi, dan
Astronomi. Belajar sains sarat akan kegiatan berfikir, sehingga pembelajaran
sains perlu diubah modusnya agar dapat membekali setiap siswa dengan
Dengan demikian, diharapkan siswa memiliki kemampuan berfikir dan bertindak
berdasarkan pengetahuan sains yang dimilikinya atau lebih dikenal sebagai
keterampilan generik sains. Pembelajaran dengan melatih keterampilan generik
sains merupakan suatu pembelajaran yang mengajak siswa berfikir melalui sains
dalam kehidupannya.
Sunyono (2009) bahwa pada dasarnya cara berpikir dan berbuat dalam
mempelajari berbagai konsep sains dan menyelesaikan masalah, serta belajar
secara teoritis di kelas maupun dalam praktik adalah sama, karena itu ada
kompetensi generik. Kompetensi generik adalah kompetensi yang digunakan
secara umum dalam berbagai kerja ilmiah. Kompetensi generik diturunkan dari
keterampilan proses dengan cara memadukan keterampilan itu dengan
komponen-komponen alam yang dipelajari dalam sains. Jika memperhatikan kompetensi
dasar dalam standar kompetensi dari BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan)
tampak bahwa yang dimaksudkan dengan kompetensi dasar adalah kompetensi
khusus yang berkaitan dengan sesuatu konsep. Kompetensi generik adalah
kompetensi yang lebih luas daripada kompetensi dasar. Kompetensi generik
merupakan kompetensi yang dapat digunakan untuk mempelajari berbagai konsep
dan menyelesaikan berbagai masalah sains. Dalam satu kegiatan ilmiah, misalnya
kegiatan memahami konsep, terdiri dari beberapa kompetensi generik.
Kegiatan-kegiatan ilmiah yang berbeda dapat mengandung kompetensi-kompetensi generik
yang sama.
Menurut Brotosiswoyo (2001):
Makna dari setiap indikator keterampilan generik sains tersebut adalah
1. Pengamatan langsung
Sains merupakan ilmu tentang fenomena dan prilaku alam sepanjang masih
dapat diamati oleh manusia. Hal ini menuntut adanya kemampuan manusia
untuk melakukan pengamatan langsung dan mencari keterkaitan-keterkaitan
sebab akibat dari pengamatan tersebut. Pengamatan langsung dalam hal ini
adalah suatu pengamatan yang dapat langsung diamati oleh indera manusia
tanpa menggunakan alat bantu, contohnya terjadinya endapan, perubahan
warna, dan timbulnya bau dapat diamati langsung oleh indera manusia.
2. Pengamatan tak langsung
Alat indera manusia memiliki keterbatasan dalam mengamati gejala-gejala
alam. Pengamatan tak langsung terjadi pada saat pengamatan langsung tidak
dapat dilakukan karena keterbatasan alat indera dalam mengamati gejala-gejala
alam yang terjadi. Sehingga untuk mengatasi keterbatasan tersebut manusia
melengkapi diri dengan berbagai peralatan. Sebagai contoh penggunaan
indikator universal untuk mengukur pH, penggunaan kalorimeter untuk
mengukur kalor, serta penggunaan mikroskop ultra untuk melihat partikel
koloid.
3. Kesadaran akan skala besaran
Kesadaran akan skala besaran diartikan sebagai kemampuan seseorang
mendeskripsikan akan skala besaran dari berbagai objek yang dipelajarinya.
Dengan demikian ia dapat membayangkan bahwa yang dipelajari adalah
tentang dari ukuran yang sangat besar seperti jagad raya sampai yang sangat
kecil seperti keberadaan pasangan elektron. Ukuran jumlah juga sangat
molekul dalam 1 mol zat mencapai 6,02 x 1023partikel.
4. Bahasa simbolik
Untuk memperjelas gejala alam yang dipelajari oleh setiap rumpun ilmu
diperlukan bahasa simbolik, agar terjadi komunikasi dalam bidang
ilmu tersebut. Keterampilan generik sains dalam bidang bahasa simbolik
adalah suatu kemampuan seseorang dalam mengenali simbol-simbol, seperti
dalam ilmu kimia mengenal adanya lambang unsur, persamaan reaksi,
simbol-simbol untuk reaksi searah, reaksi kesetimbangan, resonansi, dan banyak lagi
bahasa simbolik yang telah disepakati dalam bidang ilmu tersebut.
5. Kerangka logika taat asas
Pada pengamatan panjang tentang gejala alam yang melalui banyak
hukum-hukum, orang akan menyadari keganjilan dari sifat taat asasnya secara logika.
Untuk membuat hubungan hukum-hukum itu agar taat asas, maka perlu
ditemukan teori baru yang menunjukkan kerangka logika taat asas. Kerangka
logika taat asas dalam hal ini adalah suatu kemampuan seseorang
menghubungkan hukum-hukum yang telah ada serta dapat menunjukkan
keganjilan dan menemukan jawaban dari keganjilan tersebut. Pada materi
pengaruh konsentrasi terhadap pergeseran kesetimbangan, penambahan
konsentrasi suatu zat akan menyebabkan pergeseran kesetimbangan dengan
cara mengurangi jumlah konsentrasi zat yang ditambahkan atau dikenal dengan
hukum aksi reaksi yang taat pada azas Le Chatelier.
6. Inferensia logika
Logika sangat berperan dalam melahirkan hukum-hukum sains. Banyak fakta
yang tak dapat diamati langsung tetapi dapat ditemukan melalui inferensia
Jadi, inferensia logika adalah suatu kemampuan seseorang berfikir logis dalam
belajar sains. Misalnya titik nol derajat Kelvin sampai saat ini belum dapat
direalisasikan keberadaannya, tetapi orang yakin bahwa itu benar.
7. Hukum sebab akibat
Rangkaian hubungan antara berbagai faktor dari gejala yang diamati diyakini
sains selalu membentuk hubungan yang dikenal sebagai hukum sebab akibat.
Hukum sebab akibat dalam keterampilan generik sains adalah kemampuan
menghubungkan antara perlakuan kepada sesuatu dengan dampak yang
ditimbulkan. Sebagai contoh dalam materi sistem koloid apabila fase
terdispersi dan fase pendispersi berbeda, maka jenis koloid yang dihasilkan
juga akan berbeda.
8. Pemodelan matematik
Untuk menjelaskan hubungan-hubungan yang diamati diperlukan bantuan
pemodelan metematik agar dapat diprekdisikan dengan tepat bagaimana
kecenderungan hubungan atau perubahan suatu fenomena alam. Pemodelan
matematik adalah suatu kemampuan yang harus dimiliki seseorang yang
belajar sains untuk mempermudah dalam belajar sains itu sendiri. Misalnya
dalam materi hidrolisis garam diperlukan kemampuan menggunakan rumus pH
larutan garam.
9. Membangun konsep
Kemampuan membangun konsep adalah suatu kemampuan yang dapat
memahami persamaan dan perbedaan dari suatu kejadian sampai terbentuk
suatu konsep. Misalnya dalam materi sistem koloid, dapat membedakan
E.Keterkaitan Keterampilan Generik Sains dan Konsep-Konsep Sains
Berdasarkan paradigma baru dalam mempelajari sains yang harus berdampak
pada kompetensi, bahkan efek iringan dari suatu pembelajaran dirasakan lebih
penting pada abad ke-21 ini, daripada efek pembelajaran langsung. Sebagai
akibatnya guru perlu menentukan terlebih dahulu keterampilan generik sains yang
perlu dimiliki siswa sebagai dampak suatu pembelajaran sains.
Dengan berkembang pesatnya pengetahuan sains, maka pertambahan
konsep-konsep sains yang perlu dipelajari siswa juga sangat besar. Sebagai akibatnya
perlu ada pemilihan konsep-konsep essensial yang dipelajari siswa.
Konsep-konsep essensial ini dipilih berdasarkan pada pentingnya Konsep-konsep tersebut untuk
kehidupan siswa dan pentingnya memberi pengalaman belajar tertentu kepada
siswa, agar memperoleh bekal keterampilan generik sains yang memadai.
Menurut Liliasari ( 2007), untuk menentukan pengetahuan sains yang perlu
dipelajari siswa, pengajar perlu terlebih dahulu melakukan analisis konsep-konsep
sains yang ingin dipelajari.
Analisis lebih lanjut dilakukan untuk menunjukkan hubungan antara jenis
konsep-konsep sains dengan keterampilan generik sains yang dapat dikembangkan. Hasil
analisis dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Hubungan jenis konsep dan keterampilan generik sains
No Keterampilan generik sains Jenis Konsep 1 Pengamatan langsung Konsep konkrit 2 Pengamatan langsung/tak langsung, inferensia
logika.
Konsep abstrak konkrit dengan contoh konkrit 3 Pengamatan tak langsung, inferensia logika. Konsep abstrak 4 Kerangka logika taat asas, hukum sebab akibat,
inferensia logika.
5 Bahasa simbolik, pemodelan matematik. Konsep yang
memnyatakan simbol 6 Pengamatan langsung/tak langsung, hukum
sebab akibat, kerangka logika taat asa, inferensisa logika.
Konsep yang menyatakan sifat
Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa dalam mempelajari konsep-konsep sains
dibekalkan kemampuan berfikir yang kompleks. Pada umumnya setiap konsep
sains dapat mengembangkan lebih dari satu macam keterampilan generik sains,
kecuali konsep konkrit. Jenis konsep ini sangat terbatas jumlahnya dalam sains,
kerena itu mempelajari konsep sains pada hakekatnya adalah mengembangkan
keterampilan berfikir sains, yang merupakan berfikir tingkat tinggi (Liliasari,
2007).
F. Penguasaan Konsep
Penguasaan adalah proses, cara, perbuatan menguasai, atau mengusahakan.
Penguasaan diartikan sebagai pemahaman atau kesanggupan untuk menggunakan
pengetahuan, kepandaian, dan sebagainya. Konsep adalah ide atau pengertian
yang diabstrakkan dari peristiwa yang konkret. Van Den Berg dalam Arikunto,
(2004), konsep didefinisikan sebagai abstrak dari ciri-ciri sesuatu yang dapat
mempermudah komunikasi antar manusia dan yang memungkinkan manusia
berfikir. Hamalik (2004) mengemukakan bahwa konsep adalah suatu kelas atau
kategori stimuli yang memiliki ciri-ciri umum. Stimuli adalah objek-objek /
konsep-konsep tidak terlalu kongruen dengan pengalaman pribadi.
Menurut Sagala (2003) definisi konsep adalah:
Konsep merupakan buah pemikiran seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan dalam definisi sehingga menghasilkan produk
dari fakta, peristiwa, pengalaman, melalui generalisasi dan berpikir abstrak.
Konsep juga diartikan sebagai suatu jaringan hubungan dalam suatu objek yang
mempunyai ciri-ciri dan dapat diobservasi. Berdasarkan pengertian-pengertian
tersebut, penguasaan konsep adalah pemahaman siswa terhadap ide yang memiliki
ciri-ciri dan dapat diabstrakkan dari peristiwa konkret. Untuk mengetahui sejauh
mana penguasaan konsep dan keberhasilan siswa terhadap materi yang diajarkan
diperlukan tes hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk angka atau nilai
tertentu. Tes adalah ujian tertulis, lisan, atau wawancara untuk mengetahui
pengetahuan, kemampuan, bakat, dan kepribadian seorang individu. Jadi,
penguasaan konsep siswa terhadap materi tertentu dapat diketahui dengan adanya
tes yang diberikan guru kepada siswa pada akhir pembelajaran yang telah
ditempuh dalam jangka waktu tertentu.
Penguasaan konsep akan mempengaruhi ketercapaian hasil belajar siswa. Suatu
proses dikatakan berhasil apabila hasil belajar yang didapatkan meningkat atau
mengalami perubahan setelah siswa melakukan aktivitas belajar, pendapat ini
didukung oleh Djamarah dan Zain (1996) yang mengatakan bahwa belajar pada
hakikatnya adalah perubahan yang terjadi di dalam diri seseorang setelah
berakhirnya melakukan aktivitas belajar.
Proses belajar seseorang sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya
adalah pembelajaran yang digunakan guru dalam kelas. Dalam belajar dituntut
juga adanya suatu aktivitas yang harus dilakukan siswa sebagai usaha untuk
meningkatkan penguasaan materi. Materi pelajaran kimia terdiri atas
lain saling berkaitan, dalam mempelajari ilmu kimia diperlukan penguasaan
konsep sebagai dasar untuk mempelajari konsep-konsep berikutnya yang lebih
kompleks dalam kehidupan sehari-hari. Penguasaan terhadap suatu konsep tidak
mungkin baik jika siswa tidak melakukan belajar karena siswa tidak akan tahu
banyak ten-tang materi pelajaran. Sebagian besar materi pelajaran yang dipelajari
disekolah terdiri dari konsep-konsep. Semakin banyak konsep yang dimiliki
seseorang, se-makin banyak alternatif yang dapat dipilih dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapinya.
G. Lembar Kerja Siswa
LKS merupakan alat bantu untuk menyampaikan pesan kepada siswa yang
digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Melalui media pembelajaran
berupa LKS ini akan memudahkan guru dalam menyampaikan materi
pembelajaran dan mengefektifkan waktu, serta akan menimbulkan interaksi antara
guru dengan siswa dalam proses pembelajaran.
Menurut Sriyono (1992):
Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah salah satu bentuk program yang
berlandaskan atas tugas yang harus diselesaikan dan berfungsi sebagai alat untuk mengalihkan pengetahuan dan keterampilan sehingga mampu mempercepat tumbuhnya minat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.
Menurut Sudjana (Djamarah dan Zain, 2000), fungsi LKS adalah :
a) Sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif.
b) Sebagai alat bantu untuk melengkapi proses belajar mengajar supaya lebih menarik perhatian siswa.
d) Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru tetapi lebih aktif dalam pembelajaran. e) Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan berkesinambungan pada
siswa.
f) Untuk mempertinggi mutu belajar mengajar, karena hasil belajar yang dicapai siswa akan tahan lama, sehingga pelajaran mempunyai nilai tinggi.
Menurut Prianto dan Harnoko (1997), manfaat dan tujuan LKS antara lain
1. Mengaktifkan siswa dalam proses belajar mengajar. 2. Membantu siswa dalam mengembangkan konsep.
3. Melatih siswa untuk menemukan dan mengembangkan proses pembelajaran
4. Membantu guru dalam menyusun pelajaran.
5. Sebagai pedoman guru dan siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran.
6. Membantu siswa memperoleh catatan tentang materi yang dipelajarai melalui kegiatan belajar.
7. Membantu siswa untuk menambah informasi tentang konsep yang dipelajari melalui kegiatan belajar secara sistematis.
Pada proses belajar mengajar, LKS digunakan sebagai sarana pembelajaran untuk
menuntun siswa mendalami materi dari suatu materi pokok atau sub materi pokok
mata pelajaran yang telah atau sedang dijalankan. Melalui LKS siswa harus
III. METODE PENELITIAN
A. Subyek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas kelas XI IPA2SMA Gajah Mada
Bandar Lampung, semester genap Tahun Pelajaran 2010-2011 yang berjumlah 38
siswa terdiri dari 15 siswa laki-laki dan 23 siswa perempuan.
B. Prosedur PenelitianTindakan Kelas
Penelitian tindakan kelas ini terdiri dari tiga siklus. Siklus I dilaksanakan 3 x
pertemuan, siklus II dilaksanakan 3 x pertemuan, dan siklus III dilaksanakan
3x pertemuan. Prosedur pelaksanaan pada penelitian ini adalah perencanaan,
pelaksanaan tindakan dan observasi, evaluasi dan análisis data, dan refleksi.
Siklus I
Pelaksanaan siklus I terdiri dari 3 pertemuan. 2 x pertemuan dengan
masing-masing alokasi waktu 2 x 40 menit untuk pembelajaran, 1 x pertemuan berikutnya
untuk tes formatif . Tahap-tahap pelaksanaan siklus I adalah
1. Perencanaan siklus tindakan I
Tahap-tahap dalam perencanaan ini adalah :
a. Menyusun Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
b. Menyusun Lembar Kegiatan Siswa ( LKS).
d. Menyusun lembar observasi kinerja guru dalam pembelajaran.
e. Menyusun soal-soal tes formatif untuk mengukur keterampilan membangun
konsep dan penguasaan konsep.
2. Pelaksanaan tindakan dan observasi
Siklus I dilaksanakan sebanyak 3 x pertemuan. Siklus I dilaksanakan sebanyak 3
x pertemuan, pertemuan 1 dan 2 masing-masing dilaksanakan dengan alokasi
waktu 2 x 40 menit untuk pelajaran dan pertemuan 3 dilaksanakan dengan
alokasi waktu 1 x 40 menit untuk tes formatif. Pada siklus I sub materi yang
diajarkan adalah sifat-sifat koloid dan penerapannya dalam. Pada siklus I ini sub
materi yang akan diajarkan adalah sistem koloid.
a. Pertemuan 1 (2 x 40 menit) Fase 1 (Penomoran):
1. Mengkondisikan siswa dalam kelompok dan memberikan kartu bernomor
yang berbeda pada masing-masing anggota kelompok.
2. Menyampaikan indikator pembelajaran.
3. Memberikan pertanyaan yang bertujuan mengaitkan pembelajaran dengan
pengetahuan sains awal siswa. Contohnya, pernahkah kalian melarutkan
garam dalam air? Pernahkah kalian mencampurkan kopi dengan air?
Pernahkah kalian membuat segelas susu?
Fase 2 (Pengajuan pertanyaan):
1. Membagikan LKS I tentang larutan, suspensi, dan koloid.
2. Menginstruksikan siswa untuk melakukan praktikum.
3. Menginstruksikan siswa untuk menuliskan data hasil pengamatan dan
Fase 3 (Berfikir bersama):
1. Membimbing siswa dalam melakukan praktikum
2. Membimbing siswa berdiskusi dalam kelompok untuk menuliskan data
hasil pengamatan dan menjawab pertanyaan dalam LKS.
Fase 4 (Pemberian jawaban):
1. Memanggil 1 nomor tertentu secara acak dan setiap siswa dari tiap kelompok
dengan nomor yang sama mengangkat tangannya lalu menyampaikan
jawabannya untuk seluruh kelas secara bergiliran dengan bimbingan guru.
2. Membimbing siswa untuk menyimpulkan materi pembelajaran.
3. Memberikan penguatan mengenai materi yang telah dipelajari.
4. Memberikan tugas kepada siswa untuk dikerjakan di rumah sebagai
pemantapan konsep yang telah diterima siswa.
Selama pembelajaran berlangsung, guru mitra melakukan observasi kinerja guru
dan dua orang observer melakukan observasi aktivitas siswa dengan mengisi
lembar observasi yang telah disediakan.
b. Pertemuan 2 (1 x 40 menit) Fase 1(Penomoran):
1. Mengkondisikan siswa dalam kelompok dan memberikan kartu bernomor
yang berbeda pada masing-masing anggota kelompok.
2. Menyampaikan indikator pembelajaran.
3. Memberikan pertanyaan yang bertujuan mengaitkan pembelajaran dengan
pengetahuan sains awal siswa. Contohnya, pernahkah kalian melihat batu
apung? Mengapa batu apung tidak tenggelam bila dimasukkan dalam air?
1. Membagikan LKS II tentang jenis-jenis koloid berdasarkan fase terdispersi
dan medium pendispersinya.
2. Menginstruksikan siswa untuk melakukan praktikum.
3. Menginstruksikan siswa untuk menuliskan data hasil pengamatan dan
menjawab pertanyaan dalam LKS secara berkelompok.
Fase 3 (Berfikir bersama):
1. Membimbing siswa dalam melakukan praktikum
2. Membimbing siswa berdiskusi dalam kelompok untuk menuliskan data hasil
pengamatan dan menjawab pertanyaan dalam LKS.
Fase 4 (Pemberian jawaban):
1. Memanggil 1 nomor tertentu secara acak dan setiap siswa dari tiap kelompok
dengan nomor yang sama mengangkat tangannya lalu menyampaikan
jawabannya untuk seluruh kelas secara bergiliran dengan bimbingan guru.
2. Membimbing siswa untuk menyimpulkan materi pembelajaran.
3. Memberikan penguatan mengenai materi yang telah dipelajari.
4. Memberikan tugas kepada siswa untuk dikerjakan di rumah sebagai
pemantapan konsep yang telah diterima siswa.
Selama pembelajaran berlangsung, guru mitra melakukan observasi kinerja guru
dan dua orang observer melakukan observasi aktivitas siswa dengan mengisi
lembar observasi yang telah disediakan.
3. Evaluasi dan analisis data
Melakukan tes formatif 1 untuk menentukan keterampilan membangun konsep
itu, dilakukan analisis data untuk menentukan persentase keterampilan
membangun konsep dan penguasaan konsep siswa.
4. Refleksi
Setelah siklus I selesai, bersama guru mitra melakukan refleksi untuk menemukan
kekurangan yang terjadi pada siklus I. Sebagai acuan dari refleksi adalah hasil tes
dari uji siklus I sebagai tes keterampilan membangun konsep dan penguasaan
konsep, hasil observasi kinerja guru, dan hasil observasi aktivitas siswa. Apabila
terdapat kekurangan dalam proses pembelajaran yang telah berlangsung, maka
akan dicari pemecahan masalahnya yang akan diterapkan pada siklus II.
Siklus II
Siklus II dilaksanakan berdasarkan hasil refleksi siklus I. Adapun pelaksanaan
sebagai berikut.
1. Perencana tindakan II
Berdasarkan hasil refleksi pada Siklus I, maka kegiatan yang harus dilakukan
dalam tahap rencana tindakan ini adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan media pembelajaran (LKS), lembar aktivitason tasksiswa, lembar observasi kinerja guru, dan soal-soal Tes Formatif.
2. Mengingatkan kembali tugas dan kewajiban anggota masing-masing
kelompok.
2. Pelaksanaan tindakan dan observasi
Siklus II dikembangkan berdasarkan pada hasil refleksi siklus I. Siklus II
dilaksanakan dengan alokasi waktu 2x40 menit untuk pelajaran dan pertemuan 3
dilaksanakan dengan alokasi waktu 1 x 40 menit untuk tes formatif. Pada siklus
II sub materi yang diajarkan adalah sifat-sifat koloid dan penerapannya dalam
kehidupan.
a. Pertemuan 3 (2 x 40 menit) Fase 1 (Penomoran):
1. Mengkondisikan siswa dalam kelompok dan memberikan kartu bernomor
yang berbeda pada masing-masing anggota kelompok.
2. Menyampaikan indikator pembelajaran.
3. Memberikan pertanyaan yang bertujuan mengaitkan pembelajaran dengan
pengetahuan sains awal siswa. Contohnya, pernahkah kalian melihat sorot
lampu mobil yang mengenai kabut di pagi hari? Bagaimana perbandingannya
dengan sorot lampu mobil pada siang hari yang terik?
Fase 2 (Pengajuan pertanyaan):
1. Membagikan LKS III tentang efek Tyndall dan Koagulasi.
2. Menginstruksikan siswa untuk melakukan praktikum.
3. Menginstruksikan siswa untuk menuliskan data hasil pengamatan dan
menjawab pertanyaan dalam LKS secara berkelompok
Fase 3 (Berfikir bersama):
1. Membimbing siswa dalam melakukan praktikum.
2. Membimbing siswa berdiskusi dalam kelompok untuk menuliskan data hasil
pengamatan dan menjawab pertanyaan dalam LKS.
1. Memanggil 1 nomor tertentu secara acak dan setiap siswa dari tiap kelompok
dengan nomor yang sama mengangkat tangannya lalu menyampaikan
jawabannya untuk seluruh kelas secara bergiliran dengan bimbingan guru.
2. Membimbing siswa untuk menyimpulkan materi pembelajaran.
3. Memberikan penguatan mengenai materi yang telah dipelajari.
4. Memberikan tugas kepada siswa untuk dikerjakan di rumah sebagai
pemantapan konsep yang telah diterima siswa.
Selama pembelajaran berlangsung, guru mitra melakukan observasi kinerja guru
dan dua orang observer melakukan observasi aktivitas siswa dengan mengisi
lembar observasi yang telah disediakan.
b. Pertemuan 4 (2 x 40 menit) Fase 1 (Penomoran):
1. Mengkondisikan siswa dalam kelompok dan memberikan kartu bernomor
yang berbeda pada masing-masing anggota kelompok.
2. Menyampaikan indikator pembelajaran.
3. Memberikan pertanyaan yang bertujuan mengaitkan pembelajaran dengan
pengetahuan sains awal siswa. Contohnya, pernahkah kalian melihat alat cuci
darah? Bagaimana kerja alat tersebut sehingga dapat menggantikan fungsi
ginjal untuk membersihkan darah yang kotor?
Fase 2 (Pengajuan pertanyaan):
1. Membagikan LKS IV tentang gerak Brown, elektroforesis, dialisis, dan koloid
pelindung.
3. Menginstruksikan siswa untuk menuliskan data hasil pengamatan dan
menjawab pertanyaan dalam LKS secara berkelompok
Fase 3 (Berfikir bersama):
1. Membimbing siswa dalam melakukan pengamatan terhadap gambar yang di
tayangan
2. Membimbing siswa berdiskusi dalam kelompok untuk menuliskan data hasil
pengamatan dan menjawab pertanyaan dalam LKS.
Fase 4 (Pemberian jawaban):
1. Memanggil 1 nomor tertentu secara acak dan setiap siswa dari tiap kelompok
dengan nomor yang sama mengangkat tangannya lalu menyampaikan
jawabannya untuk seluruh kelas secara bergiliran dengan bimbingan guru.
2. Membimbing siswa untuk menyimpulkan materi pembelajaran.
3. Memberikan penguatan mengenai materi yang telah dipelajari.
4. Memberikan tugas kepada siswa untuk dikerjakan di rumah sebagai
pemantapan konsep yang telah diterima siswa.
Selama pembelajaran berlangsung, guru mitra melakukan observasi kinerja guru
dan dua orang observer melakukan observasi aktivitas siswa dengan mengisi
lembar observasi yang telah disediakan.
3. Evaluasi dan analisis data II
Melakukan tes formatif 2 untuk menentukan skor keterampilan membangun
konsep dan penguasaan konsep. Tes formatif dilaksanakan di luar jam pelajaran.
keterampilan membangun konsep dan penguasaan konsep.
4. Refleksi II
Setelah siklus II selesai, bersama guru mitra melakukan refleksi untuk
menemukan kekurangan yang terjadi pada siklus II. Sebagai acuan dari refleksi
adalah hasil tes dari uji siklus II sebagai keterampilan membangun konsep dan tes
penguasaan konsep, hasil observasi kinerja guru, dan hasil observasi aktivitas
siswa. Apabila terdapat kekurangan dalam proses pembelajaran yang telah
berlangsung, maka akan dicari pemecahan masalahnya yang akan diterapkan pada
siklus III.
Siklus III
Siklus III dilaksanakan berdasarkan hasil refleksi siklus II. Adapun pelaksanaan
sebagai berikut:
1. Perencanaan tindakan III
Berdasarkan hasil refleksi pada Siklus II, maka kegiatan yang harus dilakukan
dalam tahap rencana tindakan ini adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan media pembelajaran (LKS), lembar aktivitason tasksiswa, lembar observasi kinerja guru, dan soal-soal Tes Formatif.
2. Mengingatkan kembali tugas dan kewajiban anggota masing-masing
kelompok.
2. Pelaksanaan tindakan dan observasi
Siklus III dikembangkan berdasarkan pada hasil refleksi siklus II. Siklus III
dilaksanakan dengan alokasi waktu 2x40 menit untuk pelajaran dan pertemuan 3
dilaksanakan dengan alokasi waktu 1 x 40 menit untuk tes formatif. Pada siklus
III sub materi yang diajarkan adalah pembuatan koloid dan peranannya dalam
kehidupan.
a. Pertemuan 5 (2 x 40 menit) Fase 1 (Penomoran):
1. Mengkondisikan siswa dalam kelompok dan memberikan kartu bernomor yang
berbeda pada masing-masing anggota kelompok.
2. Menyampaikan indikator pembelajaran.
3. Memberikan pertanyaan yang bertujuan mengaitkan pembelajaran dengan
pengetahuan sains awal siswa. Contohnya, pernahkah kalian membuat
agar-agar? Bagaimana wujudnya?
Fase 2 (Pengajuan pertanyaan):
1. Membagikan LKS V tentang koloid liofil dan koloid liofob.
2. Menginstruksikan siswa untuk melakukan praktikum.
3. Menginstruksikan siswa untuk menuliskan data hasil pengamatan dan
menjawab pertanyaan dalam LKS secara berkelompok
Fase 3 (Berfikir bersama):
1. Membimbing siswa dalam melakukan praktikum.
2. Membimbing siswa berdiskusi dalam kelompok untuk menuliskan data
hasil pengamatan dan menjawab pertanyaan dalam LKS.
1. Memanggil 1 nomor tertentu secara acak dan setiap siswa dari tiap kelompok
dengan nomor yang sama mengangkat tangannya lalu menyampaikan
jawabannya untuk seluruh kelas secara bergiliran dengan bimbingan guru.
2. Membimbing siswa untuk menyimpulkan materi pembelajaran.
3. Memberikan penguatan mengenai materi yang telah dipelajari.
4. Memberikan tugas kepada siswa untuk dikerjakan di rumah sebagai
pemantapan konsep yang telah diterima siswa.
Selama pembelajaran berlangsung, guru mitra melakukan observasi kinerja guru
dan dua orang observer melakukan observasi aktivitas siswa dengan mengisi
lembar observasi yang telah disediakan
b. Pertemuan 6 (2 x 40 menit) Fase 1 (Penomoran):
1. Mengkondisikan siswa dalam kelompok dan memberikan kartu bernomor yang
berbeda pada masing-masing anggota kelompok
2. Menyampaikan indikator pembelajaran.
3. Memberikan pertanyaan yang bertujuan mengaitkan pembelajaran dengan
pengetahuan sains awal siswa. Contohnya, pernahkah kalian membuat
agar-agar?
Fase 2 (Pengajuan pertanyaan):
1. Membagikan LKS VI tentang pembuatan koloid secara dispersi.
2. Menginstruksikan siswa untuk melakukan praktikum.
3. Menginstruksikan siswa untuk menuliskan data hasil pengamatan dan
menjawab pertanyaan dalam LKS secara berkelompok.
1. Membimbing siswa dalam melakukan praktikum.
2. Membimbing siswa berdiskusi dalam kelompok untuk menuliskan data
hasil pengamatan dan menjawab pertanyaan dalam LKS.
Fase 4 (Pemberian jawaban):
1. Memanggil 1 nomor tertentu secara acak dan setiap siswa dari tiap kelompok
dengan nomor yang sama mengangkat tangannya lalu menyampaikan
jawabannya untuk seluruh kelas secara bergiliran dengan bimbingan guru.
2. Membimbing siswa untuk menyimpulkan materi pembelajaran.
3. Memberikan penguatan mengenai materi yang telah dipelajari.
4. Memberikan tugas kepada siswa untuk dikerjakan di rumah sebagai
pemantapan konsep yang telah diterima siswa.
Selama pembelajaran berlangsung, guru mitra melakukan observasi kinerja guru
dan dua orang observer melakukan observasi aktivitas siswa dengan mengisi
lembar observasi yang telah disediakan.
3. Evaluasi dan analisis data III
Melakukan tes formatif 3 untuk menentukan skor keterampilan membangun
konsep dan penguasaan konsep. Tes formatif dilaksanakan di luar jam pelajaran.
Setelah itu, dilakukan analisis data untuk menentukan peningkatan persentase
keterampilan membangun konsep dan penguasaan konsep.
4. Refleksi III
Setelah siklus III selesai, bersama guru mitra melakukan refleksi untuk
mene-mukan kekurangan yang terjadi pada siklus III. Sebagai acuan dari refleksi adalah
hasil tes dari uji siklus III sebagai tes keterampilan membangun konsep dan
siswa. Apabila terdapat kelebihan pada proses pembelajaran yang telah
berlangsung, maka akan dipertahankan pada proses pembelajaran berikutnya.
Secara garis besar, langkah-langkah penelitian ditunjukkan dalam Gambar 1
(dimodifikasi dari Dario Kemmis dan Taggart) bagan pelaksanaan penelitian:
Siklus I Siklus II Siklus III
Gambar 1. Bagan pelaksanaan penelitian
C. Data Penelitian
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
1. Data kualitatif
Data kualitatif berupa data observasi kinerja guru dan data aktivitason task siswa selama proses pembelajaran Sistem Koloid dengan penerapan
pembelajaran kooperatif teknikNHT. 2. Data kuantitatif
Data kuantitatif dalam penelitian ini adalah data keterampilan membangun Orientasi lapangan
observasi 1 Tindakan dan
konsep dan penguasaan konsep yang diungkap melalui tes formatif.
D. Teknik Pengumpulan Data
Ada dua metode yang digunakan untuk mengumpulkan data, yaitu
1. Observasi
Teknik observasi dilakukan untuk memperoleh data aktivitason tasksiswa dan kinerja guru. Aktivitason tasksiswa diamati menggunakan lembar
observasi oleh dua orang observer dan kinerja guru diamati oleh guru mitra
selama proses pembelajaran berlangsung.
2. Tes
Teknik tes digunakan untuk mengumpulkan data keterampilan membangun
konsep dan penguasaan konsep. Tes dilaksanakan pada setiap akhir siklus,
sebanyak tiga kali yaitu tes siklus I,II dan III, dengan jenis tes pilihan
berganda dan essai. Data keterampilan membangun konsep diperoleh dari
soal essai dan data penguasan konsep diperoleh dari soal pilihan ganda.
E. Teknik Analisis Data
1. Data kualitatif diperoleh dari data aktivitason tasksiswa yaitu a. Persentase setiap jenis aktivitas
Aktivitas yang diamati adalah aktivitason tasksiswa,yaitu aktif
menjawab pertanyaan dari guru, aktif bertanya kepada guru, aktif dalam
diskusi kelompok, dan aktif mengemukakan pendapat. Persentase setiap
jenis aktivitason taskpada setiap siklus dihitung menggunakan rumus:
100% x N
Ain %Ain
%Ain = Persentase setiap jenis aktivitason tasksetiap pertemuan in = Jumlah siswa yang melakukan setiap jenis aktivitason task
setiap pertemuan
N = Jumlah siswa yang hadir
b. Rata-rata persentase setiap jenis aktivitason taskpada satu siklus dihitung dengan rumus:
%Asi = S Σ %Ai
Keterangan:
%Asi = Rata-rata persentase setiap jenis aktivitason taskdalam satu siklus.
Σ %Ai = Jumlah persentase setiap jenis aktivitason taskdalam satu siklus. S = Jumlah pertemuan dalam satu siklus.
c. Peningkatan rata-rata persentase setiap jenis aktivitason taskdari siklus ke siklus dihitung menggunakan rumus:
% A = %Asn %Asn-1
Keterangan:
% A = Peningkatan rata-rata persentase setiap jenis aktivitason taskdari siklus I ke siklus II.
n
%As = Rata-rata persentase seiap jenis aktivitas on taskpada siklus II.
1 -n
%As = Rata-rata persentase setiap jenis aktivitason taskpada siklus I.
Data kuantitatif diperoleh dari keterampilan membangun konsep dan penguasaan
konsep.
a. Rata-rata skor keterampilan membangun konsep pada siklus ke-n dihitung
dengan rumus:
Gi = Rata-rata skor keterampilan membangun konsep pada siklus ke-n.
n
Gi = Jumlah skor keterampilan membangun konsep pada siklus ke-n
s = Jumlah siswa yang mengikuti tes keterampilan membangun konsep
b. Persentase keterampilan membangun konsep pada siklus ke-n dihitung dengan
menggunakan rumus:
% Gsn = Persentase keterampilan membangun konsep pada siklus ke-n.
n
Gi = Rata-rata skor keterampilan membangun konsep pada siklus ke-n.
n = Skor maksimum
c. Peningkatan persentase keterampilan membangun konsep dari siklus ke siklus
dihitung menggunakan rumus:
% Gi = % Gin - %Gin-1
Keterangan:
% Gi = Peningkatan persentase keterampilan membangun konsep
dari siklus ke siklus.
%Gin-1= Persentase keterampilan membangun konsep pada siklus ke n-1.
d. Data penguasaan konsep
1) Rata-rata penguasaan konsep setiap siklus
N Xn Xn
Keterangan :
Xn = Rata-rata nilai penguasaan konsep setiap siklus ke-n Xn = Jumlah nilai penguasaan konsep setiap siklus ke-n N = Jumlah siswa keseluruhan
2) Untuk menghitung rata-rata persentase peningkatan penguasaan konsep
digunakan rumus :
% = Persentase peningkatan penguasaan konsep
2
X = Rata-rata penguasaan konsep siklus ke-2
1
X = Rata-rata penguasaan konsep siklus ke-1
3) Persentase siswa yang memperoleh nilai ≥ 65 tiap siklus
100%
%Sk= persentase jumlah siswa yang memperoleh nilai ≥ 65 siklus ke-n
Penghargaan kelompok diberikan berdasarkan poin peningkatan kelompok yang
didapatkan dari penjumlahan poin peningkatan setiap anggota kelompok dibagi
dengan jumlah anggota kelompok. Menurut Slavin dalam Trianto (2007)
pemberian skor perkembangan individu dapat dilihat pada Tabel 3 berikut
Tabel 3. Cara Perhitungan Skor Perkembangan Individu
Nilai Tes Skor perkembangan
Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 0 10 poin sampai 1 poin di bawah skor awal 10 Skor awal sampai 10 poin di atas skor awal 20 Lebih dari 10 poin di atas skor awal 30 Nilai sempurna (tidak memperhatikan skor awal) 30
Skor awal adalah skor yang diperoleh sebelum kuis/tes, jadi skor awal disini
menggunakan nilai tes sebelumnya. Penghargaan kelompok diberikan
berdasarkan poin peningkatan kelompok. Skor kelompok adalah rata-rata dari
peningkatan individu dalam kelompok tersebut. Untuk peningkatan skor
kelompok digunakan rumus:
Keterangan :Nk= Nilai kelompok
Kelompok yang memperoleh poin sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan
berhak mendapatkan penghargaan berdasarkan tabel 4 berikut:
Tabel 4. Tingkat Penghargaan Kelompok
Penghargaan pada kelompok terdiri atas tiga tingkat sesuai dengan nilai
perkembangan yang diperoleh kelompok yaitu :
a. Tim sangat bagus diberikan bagi kelompok yang memperoleh nilai kelompok
25 ≤ Nk ≤ 30.
b. Tim bagus diberikan bagi kelompok yang memperoleh nilai kelompok
15 ≤ Nk < 25.
c. Tim cukup bagus diberikan bagi kelompok yang memperoleh nilai
kelompok 5 ≤ Nk <15.
F. Indikator Kinerja
Indikator kinerja dalam penelitian ini yaitu:
1. Adanya peningkatan setiap jenis aktivitason tasksiswa pada materi pokok sistem koloid dari siklus ke siklus sebesar 5%.
2. Adanya peningkatan keterampilan membangun konsep pada materi pokok
sistem koloid dari siklus ke siklus sebesar 5%.
3. Adanya peningkatan penguasaan konsep pada materi pokok sistem koloid dari
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa melalui
pembelajaran teknikNHT menggunakan LKS yang disusun berdasarkan LKS keterampilan generik sains mampu :
1. Peningkatan keterampilan membangun konsep dari siklus I ke siklus II dan II
ke III > 5%, data peningkatan keterampilan membangun konsep sebesar
10,39% dan 7,37%,
2. Terjadi peningkatan nilai rata-rata penguasaan konsep siswa pada pembelajaran
materi pokok sistem koloid menggunakan model pembelajaran teknikNHT sehingga dapat meningkatkan keterampilan membangun konsep dari siklus I ke
siklus II dan II ke III sebesar 9,84% dan 10,49%, sehingga indikator kinerja
yang ditetapkan telah tercapai.
3. Meningkatkan persentase jumlah siswa yang mencapai KKM pada
pembelajaran materi pokok sistem koloid dengan model pembelajaran teknik
NHT pada siklus I sebesar 44,73% (17 siswa) , siklus II sebesar 65,78 % (24 siswa) dan siklus III sebesar 92,10% (35 siswa). Indikator kinerja yang
ditetapkan telah tercapai.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti memberikan saran
bahwa:
Bagi guru atau calon peneliti yang tertarik dengan pembelajaran teknikNHT menggunakan media keterampilan membangun, sebaiknya lebih memperhatikan
SISTEM KOLOID
(PTK pada Siswa Kelas XI IPA2SMA Gajah Mada Bandar Lampung
Tahun Pelajaran 2010-2011)
Oleh MISWANTI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Kimia
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
SISTEM KOLOID
(PTK pada Siswa Kelas XI IPA2SMA Gajah Mada Bandar Lampung
Tahun Pelajaran 2010-2011) (Skripsi)
Oleh MISWANTI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
Gambar Halaman
1. Bagan pelaksanaan penelitian ... 41 2. Grafik persentase tiap jenis aktivitason taskpada tiap siklus ... 50 3. Grafik persentase peningkatans aktivitason tasksiswa
siklus ke siklus ... 51 4. Grafik persentase keterampilan membangun konsep pada tiap
siklus... 52 5. Grafik peningkatan persentase keterampilan membangun
konsep... 52 6. Grafik rata-rata penguasaan konsep 53 7. Grafik peningkatan
rata-8. Grafik persentase ketuntasan belajar siswa pada tiap
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL... xiii
DAFTAR GAMBAR... xiv
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah... 6
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Ruang Lingkup Penelitian ... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif ... 10
B. Pembelajaran Kooperatif TeknikNumbered Head Together(NHT) ... 15
C. Aktivitas Belajar ... 16
D. Keterampilan Generik Sains ... 19
E. Keterkaitan Keterampilan Generik Sains dan Konsep-Konsep Sains ... 23
F. Penguasaan Konsep ... 25
G. Lembar Kerja Siswa ... 27
III. METODE PENELITIAN A. Subyek Penelitian ... 29
B. Prosedur penelitian ... 29
xi
b. Si 33
c. Siklus 37
C. Data Penelitian ... 42 D. Teknik Pengumpulan Data ... 42 E. Teknik Analisis Data ... 43
1. Data Kualit 43
2. Data Kuantitatif 44
F. Indikator Kinerja... 48
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian
1. Hasil Data Kualitatif .. 49
2. Hasil Data Kuantitatif
a. Data Keterampilan Membangun Konsep b. Data Penguasaan Konsep
c.
B. Pembahasan ... 55
1. 55
2. .. 66
3. Sik . 75
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 84
B. 85
xii
3. Lembar kerja siswa ... 108
4. Tes formatif ... 122
5. Kunci jawaban tes formatif ... 132
6. Kisi-kisi indikator KGS pada media pembelajaran menggunakan LKS kimia berbasis keterampilan generik sains ... 137
7. Lembar observasi siswa ... 140
8. Kisi-kisi hubungan nomor soal tes ... 143
9. Perhitungan data hasil penelitian 1. Data kualitatif ... 160
2. Data kuantitatif a. Rata-rata penguasaan konsep kimia... 166
b. Persentase peningkatan penguasaan konsep ... 167
c. Persentase jumlah siswa yang memperoleh nilai 65... 167
d. Peningkatan persentase ketuntasan dari siklus ke Siklus ... 167
e. Perhitungan keterampilan membangun Konsep... 171
10. Perolehan penghargaan kelompok ... 173
11. Data hasil penguasaan konsep dan ketuntasan belajar siswa ... 175
12. Pembagian kelomp 176
13. Data hasil keterampilan membangun kon 177