• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Lignin Isolat Lindi Hitam Dari Toba Pulp Lestari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemanfaatan Lignin Isolat Lindi Hitam Dari Toba Pulp Lestari"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN LIGNIN ISOLAT LINDI HITAM DARI TOBA

PULP LESTARI SEBAGAI PENGUAT ASPAL

TESIS

Oleh :

NASIR SAH

117006001/KIM

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PEMANFAATAN LIGNIN ISOLAT LINDI HITAM DARI TOBA

PULP LESTARI SEBAGAI PENGUAT ASPAL

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Dalam Program Studi Ilmu Kimia Pada Fakultas Matematika Dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Oleh :

NASIR SAH 117006001/KIM

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis :

PEMANFAATAN LIGNIN ISOLAT LINDI

HITAM DARI TOBA PULP LESTARI

SEBAGAI PENGUAT ASPAL

Nama Mahasiswa : NASIR SAH Nomor Pokok : 117006001

Program Studi : MAGISTER (S2) ILMU KIMIA

Menyetujui: Komisi Pembimbing

Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D

Ketua Anggota

Prof. Dr. Thamrin, M.Sc

Ketua Program Studi Dekan

Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D Dr. Sutarman, M.Sc

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 22 Juli 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA : Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D

Anggota : 1. Prof.Dr. Thamrin, M.Sc

2. Dr. Darwin Yunus Nasution, MS

3. Dr. Hamonangan Nainggolan, M.Sc

(5)

PERNYATAAN

PEMANFAATAN LIGNIN ISOLAT LINDI HITAM DARI TOBA PULP LESTARI SEBAGAI PENGUAT ASPAL

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan sumbernya dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2014 Penulis

(6)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama Lengkap berikut gelar : NASIRSAH S.Si

Tempat dan Tanggal Lahir : Sabadolok, 20 Desember 1982 Alamat Rumah : Kotanopan, Kabupaten MADINA,

Provinsi Sumatera Utara

Telepon/HP : 081396949677/082367258077 Email : nardy_pardy@yahoo.com Nama Ayah : Ali Usman (Alm)

Nama Ibu : Nurhani Nasution

DATA PENDIDIKAN

(7)

P

EMANFAATAN LIGNIN ISOLAT LINDI HITAM DARI TOBA

PULP LESTARI SEBAGAI PENGUAT ASPAL

ABSTRAK

Pemanfaatan lignin isolat lindi hitam bahan pengikat alami (natural binder) dari Toba Pulp Lestari sebagai penguat aspal telah dilakukan. Aspal modifier dibuat dalam 9 jenis formulasi dengan variasi perbandingan lignin isolat dengan aspal sebesar 40:60; 35:65; 30:70; 25:75; 20:80; 15:85; 10:90; 5:95 dan 0:100 (b/b) dalam 100 gram, penambahan agregat pasir halus 300 gram, dan di proses dalam ekstruder pada suhu 150 ºC. Sifat mekanik dan sifat termal aspal modifier yang diuji meliputi kuat tekan, daya serap air, morfologi dengan SEM, termal dengan DSC dan gugus fungsi dengan FT-IR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa campuran yang optimum adalah berupa lignin isolat dan aspal dengan perbandingan 40:60 yang memberikan kepadatan dan kuat tekan yang baik, dan sebanyak 40 gram lignin yang berfungsi sebagai penahan air. Hasil uji morfologi dengan SEM dapat dilihat berupa butiran-butiran kecil diatas aspal modifier yang mengindikasikan bahwa butiran tersebut adalah poliuretan yang hanya berinteraksi sebagian akibat poliuretan terlalu cepat mengeras pada aspal.. Hasil pengujian FTIR diperoleh bahwa aspal modifier yang dihasilkan terjadi interaksi kimia yaitu gugus NCO dari poliuretan dengan TDI berlebih bereaksi dengan gugus hidroksil dari aspal.

(8)

UTILIZATION OF BLACK LIQUOR LIGNIN ISOLATES OF TOBA

PULP LESTARI AS ASPHALT REINFORCEMENT

ABSTRACT

Utilization of black liquor lignin isolates natural binder of Toba Pulp Lestari as asphalt reinforcement has been done. Asphalt modifier made in 9 different types of formulations with a variation ratio of lignin isolates with asphalt at 40:60 ; 35:65 ; 30:70 ; 25:75 ; 20:80 ; 15:85 ; 10:90 ; 5:95 and 0:100 (b/b) in 100 grams, the addition of 300 grams of fine sand aggregate, and processed in an extruder at a temperature of 150oC. Mechanical properties and thermal properties of tested asphalt modifier include compressive strength, water absorption, morphology by SEM, thermal by DSC, and functional groups by FT- IR. The results showed that the optimum mixture is in the form of lignin isolates and asphalt with a ratio of 40 : 60 which gives density and good compressive strength, and 40 grams of lignin which serves as a water tight.

The results of morphology test by SEM can be seen in the form of small granules on asphalt modifier that indicates that the granules are polyurethane which interact only partlydue to the polyurethane hardens too fast on asphalt. FT – IR test results obtained that produced asphalt modifier chemical interactions that occur NCO of polyurethane with axcess TDI reacts with the hydroxyl groups of asphalt.

(9)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji Syukur yang tak terhingga penulis ucapkan dengan segala kerendahan hati dan diri kepada Allah SWT, Sang Khaliq yang senantiasa mencurahkan segala nikmat Iman, Islam dan Ihsan, serta Shalawat dan salam kepada Nabi Allah sebagai patron insan terbaik ; Rasulullah Muhammad sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian hingga selesainya penulisan tesis ini dengan sebaik mungkin.

Tesis ini berjudul “PEMANFAATAN LIGNIN ISOLAT LINDI HITAM DARI TOBA PULP LESTARI SEBAGAI PENGUAT ASPAL”. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains (M.Si) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universias Sumatera Utara Medan.

Keberhasilan dari penelitian dan penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dan telah memberikandukungan baik secara moril maupun materil. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tidak terhingga kepada :

Orangtua penulis, buat orang tua saya Nurhani Nasution yang selalu sabar dan mendoakan, memberi perhatian, dan menjadikan inspirasi di setiap langkah hidup kami. Kepada Ibunda Hadisah Parinduri, Bapak Rajadil Husein Lubis, yang selalu mendoakan dan memotivasi penulis. Kepadasaudara saya tersayang Nasri sah, Anni Kholidah, Masna Wahdani, Tamimi Rusydi, Pahrinnas dan Rahma Dona yang selalu memotivasi dan menginspirasi disetiap langkah hidup kami.

Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DMT&H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K) dan Dr. Sutarman, M.Sc selaku Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

(10)

Bapak Prof.Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D dan Dr. Hamonangan Nainggolan, M.Sc selaku ketua program studi dan sekretaris Pascasarjana Ilmu Kimia.

Bapak dan Ibu dosen Pascasarjana Ilmu Kimia yang telah membimbing dan memotivasi serta memberi disiplin ilmu selama penulis menjalani studi.

Seluruh staf Kimia Fisika dan Kimia Polimer FMIPA USU : teman-teman asisten laboratorium Kimia Fisika dan Kimia Polimer FMIPA USU.

Kak Lely selaku tata usaha Pascasarjana Ilmu Kimia dan bang Edi selaku teknisi Laboratorium Kimia Polimer FMIPA-USU.

Sahabat terbaik yang selalu mengerti, membantu, dan berbagi dalam suka dan duka, Bang Abu Bakar, Bang Khatib Lubis, Pevi Riani, Nurfadilah Nasution, Syahfitri, yang telah banyak memberikan masukan dan dorongan semangat kepada penulis.

Rekan - rekan penulisdiprogram Pascasarjana Ilmu Kimia stambuk 2011 yang telah berbagi banyak ilmu yang bermanfaat.

Rekan-rekan di FKIP UMTS Padangsidimpuan yang telah mengajarkan penulis arti persaudaraan.

Semua saudara dan teman-teman yang selalu mendoakan yang terbaik kepada penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah dengan sabar mendengarkan segala keluh kesah dan memberikan masukannya kepada penulis.

Hanya Allah yang dapat membalas segala kebaikan yang telah kalian berikan kepada penulis. Penulis berharap Allah memberikan Berkah-Nya berlipat ganda kepada kalian, amin ya Rabbalalamin.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pihak pembaca sangat diharapkan penulis demi kesempurnaan tesis ini. Akhir kata semoga tesis ini bermanfaat bagi penelitian dan kemajuan ilmu pengetahuan untuk masa yang akan datang.

Medan, Agustus 2014 Penulis

(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK i

ABSTRAC ii.

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI v

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR LAMPIRAN x

DAFTAR SINGKATAN xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 2

1.3 Pembatasan Masalah 3

1.4 Tujuan Penelitian 3

1.5 Manfaat Penelitian 4

1.6 Metodologi Penelitian 4

1.7 Lokasi Penelitian 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6

2.1 Aspal 6

2.1.1 Jenis-Jenis Kapal 8

2.1.2 Sifat Kimiawi Aspal 10

2.1.3 Aspal Modifier 13

2.2 Bahan Pengikat Alami (Natural Binder) 15

2.2.1 Lignin 15

(12)

2.2.4 Spektroskopi Infra Merah Pada Lignin 16

2.2.5 Isolasi Lignin 18

2.2.6 Penentuan Lignin 19

2.3 Perekat 19

2.3.1 Isosianat 19

2.3.1.1 Jenis Perekat Isosianat 20

2.3.2 Poliuretan 24

2.3.2.1 Pembentukan Ikatan Silang Poliuretan 27

2.4 Agregat 28

2.4.1 Penggunaan Pasir Sebagai Bahan Agregat 30 2.5 Karakterisasi Aspal Modifler 31 2.5.1 Analisa Sifat Ketahanan Terhadap Air dengan Uji Serapan Air (Water Absorpption Test) 31 2.5.2 Analisa Sifat Mekanik Dengan Uji Kuat Tekan (Compressive Strengh

Test) 31

2.5.3 Analisa Sifat Morfologi dengan Uji Scanning Microscopy-Energy

Dispersive Spectroscopy (SEM-EDS) 32 2.5.4 Analisa Sifat Termal dengan Uji Differential Sacnning Calorimeter

(DSC) 33

2.5.5 Analisa Gugus Fungsi dengan Fourier Transform Infrared

Spectroscopy (FTIR) 34 2.5.6 Analisa Kristanilitas dengan X-Ray Diffraction (XRD) 35

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 37

3.1 Bahan 37

3.2 Alat 37

3.3 Prosedur Penelitian 37

(13)

3.3.2 Proses Pembuatan Aspal Modifier 41 3.4 Karakterisasi Aspal Modifier 41 3.4.1 Analisa Sifat Ketahanan Terhadap Air dengan Uji Serapan Air 42 3.4.2 Analisa Sifat Mekanik dengan Uji Kuat Tekan 42 3.4.3 Analisa Sifat Morfologi dengan Uji Scanning Electron Microscopy

(SEM) 43

3.4.5 Analisa Gugus Fungsi dengan fourier Transform Infrared

Spectroscopy (FTIR) 43

3.5 Bagan Penelitian 44

3.5.1 Proses Isolasi Lignin Isolat dari Lindi Hitam 44 3.5.2 Proses Penentuan Kadar Kemurnian Lignin 45 3.5.3 Proses Penentuan Bilangan Hidroksi Pada Lignin 46 3.5.4 Proses Pembuatan Aspal Modifier 47

BAB 4 HASIL PEMBAHASAN 48

4.1 Hasil 48

4.1.1 Isolasi Lignin dari Lindi Hitam 48 4.1.2 Rendemen Lignin Isolat dan Kadar Lignin Murni 48 4.1.3 Karakteristik Lignin Isolat Lindi Hitam dengan Spectroscopy FT IR 48 4.1.4 Karakteristik Berdasarkan Analisa Sifat Mekanik dengan Uji Kuat

Tekan (Compressive Strength Test) Aspal Modifier 49 4.1.5 Analisa Ketahanan Terhadap Air dengan Uji Serapan Air 50

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 51

5.1 Kesimpulan 51

5.2 Saran 57

DAFTAR PUSTAKA 58

DAFTAR LAMPIRAN 63

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1. Struktur Aspal ..88 Gambar 2.2. Struktur Asphaltene 11 Gambar 2.3. Struktur Saturate 12

Gambar 2.4. Kuat Tekan 32

Gambar 4.1. Grafik Pengaruh Lignin Isolat dari Kayu Pinus Merkusii Terhadap Kuat Tekan (Compressive Strength) dan Regangan

(Strain) dari Aspal Modifier 51

Gambar 4.2. Grafik Pengaruh Lignin Isolat dari Kayu Pinus Merkusii

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran A.1. Gambar Bahan Penelitian 63 Lampiran A.2. Gambar Peralatan Penelitian 64 Lampiran A.3. Gambar Hasil Penelitian 66 Lampiran A.4. Gambar Hasil Pencetakan dan Uji Kuat Tekan Perbandingan 67 Lampiran D.1. Perhitungan Penentuan Rendemen Lignin Isolat dari Kayu

(17)

DAFTAR SINGKATAN

ASTM : American Standart for Testing and Material DSC : Differential Scanning Calorimeter

FTIR : Fourier Transform Infrared Spectroscopy LI : Lignin Isolat

TDI : Toluena diisosianat PU : Poliuretan

(18)

P

EMANFAATAN LIGNIN ISOLAT LINDI HITAM DARI TOBA

PULP LESTARI SEBAGAI PENGUAT ASPAL

ABSTRAK

Pemanfaatan lignin isolat lindi hitam bahan pengikat alami (natural binder) dari Toba Pulp Lestari sebagai penguat aspal telah dilakukan. Aspal modifier dibuat dalam 9 jenis formulasi dengan variasi perbandingan lignin isolat dengan aspal sebesar 40:60; 35:65; 30:70; 25:75; 20:80; 15:85; 10:90; 5:95 dan 0:100 (b/b) dalam 100 gram, penambahan agregat pasir halus 300 gram, dan di proses dalam ekstruder pada suhu 150 ºC. Sifat mekanik dan sifat termal aspal modifier yang diuji meliputi kuat tekan, daya serap air, morfologi dengan SEM, termal dengan DSC dan gugus fungsi dengan FT-IR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa campuran yang optimum adalah berupa lignin isolat dan aspal dengan perbandingan 40:60 yang memberikan kepadatan dan kuat tekan yang baik, dan sebanyak 40 gram lignin yang berfungsi sebagai penahan air. Hasil uji morfologi dengan SEM dapat dilihat berupa butiran-butiran kecil diatas aspal modifier yang mengindikasikan bahwa butiran tersebut adalah poliuretan yang hanya berinteraksi sebagian akibat poliuretan terlalu cepat mengeras pada aspal.. Hasil pengujian FTIR diperoleh bahwa aspal modifier yang dihasilkan terjadi interaksi kimia yaitu gugus NCO dari poliuretan dengan TDI berlebih bereaksi dengan gugus hidroksil dari aspal.

(19)

UTILIZATION OF BLACK LIQUOR LIGNIN ISOLATES OF TOBA

PULP LESTARI AS ASPHALT REINFORCEMENT

ABSTRACT

Utilization of black liquor lignin isolates natural binder of Toba Pulp Lestari as asphalt reinforcement has been done. Asphalt modifier made in 9 different types of formulations with a variation ratio of lignin isolates with asphalt at 40:60 ; 35:65 ; 30:70 ; 25:75 ; 20:80 ; 15:85 ; 10:90 ; 5:95 and 0:100 (b/b) in 100 grams, the addition of 300 grams of fine sand aggregate, and processed in an extruder at a temperature of 150oC. Mechanical properties and thermal properties of tested asphalt modifier include compressive strength, water absorption, morphology by SEM, thermal by DSC, and functional groups by FT- IR. The results showed that the optimum mixture is in the form of lignin isolates and asphalt with a ratio of 40 : 60 which gives density and good compressive strength, and 40 grams of lignin which serves as a water tight.

The results of morphology test by SEM can be seen in the form of small granules on asphalt modifier that indicates that the granules are polyurethane which interact only partlydue to the polyurethane hardens too fast on asphalt. FT – IR test results obtained that produced asphalt modifier chemical interactions that occur NCO of polyurethane with axcess TDI reacts with the hydroxyl groups of asphalt.

(20)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini infrastruktur jalan raya di Indonesia masih merupakan masalah besar karena sebahagian jalan raya ini perlu peremajaan atau perbaikan setiap tahunnya. Jika dilihat kekuatan atau ketahanan dari jalan yang dibuat begitu cepat rusak, tentu banyak faktor yang menyebabkannya. Hal ini jika dipandang dari sudut sains kimia boleh jadi akibat kurang kuatnya ikatan kimia antara aspal dengan agregatnya (Tamrin, 2011).

Aspal berfungsi sebagai perekat batuan baik agregat maupun filler menjadikan hal yang sangat penting untuk dipertahankan kemampuanya terhadap kelekatan, titik lembek dan kelenturannya. Untuk mempertahankan atau meningkatkan sifat-sifat aspal tersebut maka diperlukan penambahkan bahan aditif atau bahan pengikat (binder) pada aspal (Sukirman, 2003).

Lindi hitam merupakan limbah industri pulp yang belum termanfaatkan dengan baik. Pemanfaatan lignin dari lindi hitam selama ini biasanya hanya digunakan sebagai perekat. Dalam bidang mikrobiologi lignin dari lindi hitam dapat dimanfaatkan sebagai media selektif untuk isolasi jamur pelapuk putih (Anita, 2011).

Penelitian terdahulu tentang kekuatan aspal dengan penambahan binder atau aditif ditinjau dari ikatan kimia yang sangat berpengaruh pada sifat mekanik dan sifat termal aspal belum banyak diteliti. Penelitian yang pernah dilakukan antara lain Interaksi non-linear dalam pengikat aspal (Kenneth M. Liechti et al., 2012), Pengaruh Aditif Alam yang disintesis dengan Metode Fischer-Tropsch pada Properties of Petroleum Bitumen dan Kualitas Aspal melayang (Syroezhko A. M. et al., 2011), Hubungan antara Nonlinieritas dari Binder Aspal dan Aspal Campuran Deformasi Permanen (Rodrigo Delgadillo et al., 2010), Pengujian Binder Aspal dan Campuran (Thamindra Wasage et al., 2010).

(21)

hidroksil per molekulnya yang dapat dibuat poliuretan dengan mereaksikan dengan isosianat seperti MDI (difenilmetana 4,4’-diisosianat) melalui gugus NCO dengan poliol dari lignin. Joana S. Amaral et al., (2012) telah meneliti tentang poliuretan yang dibuat dari poliol lignin dan gliserol dengan isosianat untuk melihat sifat termal dan biodegradasi jamur dalam judul penelitian “Fungal degradation of lignin-based rigid polyurethane foams”. Cateto C.A. et al., (2008) telah meneliti lignin berbasis poliuretan dalam penentuan ikat silang lignin dengan poliuretan dan penghitungan energi kinetik yang dihasilkan melalui FTIR dalam judul penelitian “Monitoring of lignin-based polyurethane synthesis by FTIR-ATR”. Xianwu Zou. Et al., (2012) juga telah meneliti tentang sintesis dan karakterisari poliuretan dari modifikasi heavy oil berbasis poliol dengan MDI (difenilmetana 4,4’-diisosianat) dalam judul penelitian “Synthesis and properties of polyurethane foams prepared from heavy oil modified by polyols with

4,4’-methylene-diphenylene isocyanate (MDI)”.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti ingin mencoba melakukan penelitian tentang pemanfaatan lignin isolat bahan pengikat alami (natural binder) dari lindi hitam sebagai penguat aspal. Pada sintesis poliuretan menggunakan lignin isolat berbasis poliol direaksikan dengan toluena 4,4’-diisosianat (TDI) yang disesuaikan dengan jumlah hidroksi dari lignin isolat (Joana S. Amaral et al., 2012). Dimana dengan adanya toluena 4,4’-diisosianat (TDI) berlebih dari poliuretan hasil sintesis dapat bertindak sebagai

binder direaksikan langsung dengan aspal yang kemudian digabungkan dengan agregat untuk pembuatan aspal modifier.

Diharapkan dalam penelitian ini pemanfaatan dan penggunaan lignin isolat lindi hitam yang ditambahkan pada sintesis poliuretan dapat meningkatkan sifat mekanik dan sifat termal dari aspal modifier yang dihasilkan.

1.2 Permasalahan

Adapun permasalahan pada penelitian ini adalah:

(22)

2. Apakah pemanfaatan pencampuran lignin isolat bahan pengikat alami (Natural binder) dari lindi hitam efektif dalam meningkatkan sifat mekanik dan sifat termal dari aspal.

3. Bagaimana kondisi yang ideal untuk lignin isolat bahan pengikat alami (Natural binder) dari lindi hitam yang digunakan agar mutu aspal jadi lebih baik.

1.3 Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini permasalahan dibatasi pada:

1. Sampel yang digunakan yaitu aspal produksi asal iran dengan type grade 60/70 yang diperoleh dari distributor PT. Gudang Aspal 51 Medan-Sumatera Utara.

2. Binder alam yang digunakan yaitu lindi hitam yang diperoleh dari PT. Toba Pulp Lestari, Porsea, Sumatera Utara.

3. Bahan agregat yang digunakan merupakan pasir halus yang diperoleh dari toko panglong CV. Maju Jaya Medan-Sumatera Utara.

4. Analisis dan karakterisasi yang dilakukan adalah Analisa Sifat Ketahanan Terhadap Air dengan Uji Serapan Air (Water Absorption Test), analisa Sifat Mekanik dengan Uji Kuat Tekan (Compressive Strength Test), analisa Sifat Morfologi dengan Uji

Scanning Electron Microscopy (SEM), analisa Sifat Termal dengan Uji Differential Scanning Calorimeter (DSC), analisa Gugus Fungsi dengan Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR),

5. Spesimen uji berbentuk kubus ukuran sisi 50 mm.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah diatas maka, tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui teknik pencampuran aspal dengan lignin isolat bahan pengikat alami (Natural binder) lindi hitam yang telah direaksikan dengan toluena 4,4’-diisosianat.

(23)

3. Untuk melihat kinerja lignin isolat bahan pengikat alami (Natural binder) dari lindi hitam dalam hal peningkatan sifat mekanik dan sifat termal dalam penguat aspal.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :

1. Sebagai informasi tambahan mengenai pemanfaatan lignin isolat bahan pengikat alami (Natural binder) dari lindi hitam sebagai bahan tambahan dalam aspal yang dapat meningkatkan sifat mekanik dan sifat termal dari aspal.

2. Sebagai solusi alternatif terhadap permasalahan pembangunan jalan lalu lintas agar kualitas aspal sebagai bahan dasar jalan raya lebih baik dan lebih tahan lama.

3. Menemukan alternatif suatu bahan pengikat alami (Natural binder) baru yang murah, mudah didapatkan, pengolahan cukup sederhana, bahan yang ramah lingkungan dan berasal dari bahan yang dapat diperbaharui yang sekaligus diharapkan dapat memberikan sumbangan yang positif terhadap pengembangan teknologi konstruksi perkerasan jalan di Indonesia.

1.6 Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium, dimana pada penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu :

1. Tahapan Preparasi Agregat dan Lignin Isolat Bahan Pengikat Alami (Natural Binder)

2. Tahapan Pembuatan Aspal Modifier

Pada tahapan ini variasi Lignin Isolat bahan pengikat alami (Natural binder) dari lindi hitam direaksikan terlebih dahulu direaksikan dengan toluena 4,4’-diisosianat berlebih selanjutnya dicampurkan dengan variasi aspal, dan ditambahkan dengan agregat. Campuran tersebut yang kemudian diblending menggunakan ekstruder, dan dicetak melalui Hot Compressor.

3. Tahapan Karakterisasi Aspal Modifier

(24)

(Compressive Strength Test), analisa Sifat Morfologi dengan Uji Scanning Electron Microscopy-Energy Dispersive Spectroscopy (SEM-EDS), analisa Sifat Termal dengan Uji Differential Scanning Calorimeter (DSC), analisa Gugus Fungsi dengan

Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR).

Variabel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

- Variabel Bebas :

- Lignin Isolat dan aspal dengan variasi perbandingan (b/b) dalam 100 gram : 40:60; 35:65; 30:70; 25:75; 20:80; 15:85; 10:90; 5:95 dan 0:100.

- Variabel Tetap :

- Agregat pasir halus 100 mesh 300 g

- Variabel Terikat :

- Uji Serapan Air (Water Absorption Test) - Uji Kuat Tekan(CompressiveStrength Test)

- Uji Scanning Electron Microscopy (SEM-EDS) - Uji Differential Scanning Calorimeter (DSC) - Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR)

1.7 Lokasi Penelitian

(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aspal

Aspal dibuat dari minyak mentah (crude oil) dan secara umum berasal dari sisa organisme laut dan sisa tumbuhan laut dari masa lampau yang tertimbun oleh pecahan batu batuan. Setelah berjuta juta tahun material organisme dan lumpur terakumulasi dalam lapisan-lapisan ratusan meter, beban dari beban teratas menekan lapisan yang terbawah menjadi batuan sedimen. Sedimen tersebut yang lama - kelamaan menjadi atau terproses menjadi minyak mentah yang menjadi senyawa dasar hydrocarbon. Aspal biasanya berasal dari destilasi dari minyak mentah, namun aspal ditemukan juga sebagai bahan alam (misal : asbuton), dimana sering juga disebut mineral ( Shell Bitumen, 1990).

Aspal adalah sistem koloidal yang rumit dari material hydrocarbon yang terbuat dari Asphaltenes, resin dan oil. Material Aspal berwarna coklat tua sampai hitam dan bersifat melekat, berbentuk padat atau semi padat yang didapat dari alam dengan penyulingan minyak.(Kreb,RD & Walker, RD.,1978)

Aspal merupakan material yang umum digunakan untuk bahan pengikat agregat, oleh karena itu seringkali bitumen disebut pula sebagai aspal. Aspal adalah material yang pada temperatur ruang berbentuk padat dan bersifat termoplastis. Jadi, aspal akan mencair jika dipanaskan sampai dengan temperatur tertentu, dan kembali membeku jika temperatur turun. Bersama dengan agregat, aspal merupakan material pembentuk campuran perkerasan jalan (Sukirman, 2003).

Aspal dapat pula diartikan sebagai bahan pengikat pada campuran beraspal yang terbentuk dari senyawa yang komplek seperti Asphaltenes, resin,saturate dan oil.

(26)

Soeprapto Totomihardjo (1994), aspal merupakan senyawa hidrogen (H) dan carbon (C) yang terdiri dari paraffins, naphtene dan aromatics, bahan-bahan tersebur membentuk :

a) Asphaltenese : Kelompok ini membentuk butiran halus, berdasarkan

aromatics/ benzene structure serta berat molekul tinggi.

b) Oils : Kelompok ini berbentuk cairan yang melarutkan asphaltenese, tersusun dari paraffins (waxy), cyclo paraffins (wax-free) dan aromatics serta

mempunyai berat molekul rendah.

c) Resin : Kelompok ini membentuk cairan penghubung asphaltenese dan

mempunyai berat molekul sedang. Selanjutnya gabungan oils dan resin sering disebut maltenese.

Fungsi kandungan aspal dalam campuran juga berperan sebagai selimut agregat dalam bentuk film aspal yang berperan menahan gaya gesek permukaan dan mengurangi kandungan pori udara yang juga berarti mengurangi penetrasi air ke dalam campuran (Crauss, J et al, 1981).

Anang Priambodo (2003) di dalam tesisnya mendefinisikan aspal juga merupakan material yang bersifat visco-elastis dan mempunyai ciri-ciri beragam mulai dari yang bersifat sangat melekat sampai dengan yang bersifat elastis. Diantara sifat-sifat aspal yang lain adalah :

a) Aspal mempunyai sifat Thrixotropy, yaitu dibiarkan tanpa mengalami tegangan - tegangan aspal akan menjadi keras sesuai dengan jalannya waktu.

b) Aspal mempunyai sifat Rheologic, yaitu hubungan antara tegangan (stress) dan regangan (strain) yang dipengaruhi oleh waktu. Apabila mengalami pembebanan dengan jangka waktu yang sangat cepat, maka aspal akan bersifat elastis, namun pembebanan yang terjadi cukup lama sifat aspal menjadi plastis (viscous).

(27)

Penuaan aspal adalah suatu parameter untuk mengetahui durabilitas campuran aspal. Penuaan aspal disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu penguapan fraksi minyak ringan yang terkandung dalam aspal dan oksidasi (penuaan jangka pendek) dan oksidasi yang progresif (penuaan jangka panjang).

Kedua proses penuaan ini menyebabkan terjadinya perkerasan pada aspal dan selanjunya meningkatkan kekakuan campuran beraspal yang dapat meningkatkan ketahanan campuran terhadap deformasi permanen dan kemampuan menyebarkan beban yang diterima, tetapi dilain pihak campuran aspal akan menjadi lebih getas sehingga akan cepat retak dan akan menurunkan ketahanan terhadap beban berulang.

Gambar 2.1 Struktur Aspal

Sumber : Spesifikasi Campuran Aspal Panas 2004, Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah

2.1.1 Jenis – Jenis Aspal

Secara umum, jenis aspal dapat diklasifikasikan berdasarkan asal dan proses pembentukannya adalah sebagai berikut :

(28)

Aspal alamiah ini berasal dari berbagai sumber, seperti pulau Trinidad dan Bermuda. Aspal dari Trinidad mengandung kira-kira 40% organik dan zat-zat anorganik yang tidak dapat larut, sedangkan yang berasal dari Bermuda mengandung kira-kira 6% zat-zat yang tidak dapat larut. Dengan pengembangan aspal minyak bumi, aspal alamiah relatif menjadi tidak penting.

b) Aspal Batuan

Aspal batuan adalah endapan alamiah batu kapur atau batu pasir yang diperpadat dengan bahan-bahan berbitumen. Aspal ini terjadi di berbagai bagian di Amerika Serikat. Aspal ini umumnya membuat permukaan jalan yang sangat tahan lama dan stabil, tetapi kebutuhan transportasi yang tinggi membuat aspal terbatas pada daerah-daerah tertentu saja.

c) Aspal Minyak Bumi

Aspal minyak bumi perrtama kali digunakan di Amerika Serikat untuk perlakuan jalan pada tahun 1894. Bahan-bahan pengeras jalan aspal sekarang berasal dari minyak mentah domestik bermula dari ladang-ladang di Kentucky, Ohio, Michigan, Illinois, Mid-Continent, Gulf-Coastal, Rocky Mountain, California, dan Alaska. Sumber-sumber asing termasuk Meksiko, Venezuela, Colombia, dan Timur Tengah. Sebesar 32 juta ton telah digunakan pada tahun 1980 (Oglesby, 1996).

Aspal pabrik, merupakan aspal yang terbentuk oleh proses yang terjadi dalam pabrik, sebagai hasil samping dari proses penyulingan minyak bumi. Aspal pabrik ini, mempunyai kualitas standard. Aspal pabrik terbagi kedalam tiga jenis, yaitu :

1. Aspal emulsi, yaitu campuran aspal (55%-65%), air (35%-45%) dan bahan emulsi 1% sampai 2%. Di pasaran ada dua macam aspal emulsi, yaitu jenis aspal emulsi anionik (15%) dan jenis aspal emulsi kationik (di pasaran lebih banyak, yaitu sebesar 85%).

2. Aspal cair, disebut juga aspal cut-back, yang dibagi-bagi menurut proses fraksinya. Misalnya Slow Curing (SC), Medium Curing (MC) dan Rapid Curing (RC).

(29)

beton yang digunakan dalam proyek-proyek konstruksi jalan terbagi atas beberapa jenis yaitu jenis aspal beton campuran panas atau dikenal dengan Hot Mix Asphalt Concrete

(HMAC) merupakan aspal yang paling umum digunakan dalam jalan raya, sedangkan jenis lainya seperti aspal beton campuran hangat, aspal beton campuran dingin, dan aspal mastis (Asiyanto, 2008).

Aspal iran merupakan salah satu jenis aspal yang diimpor dari Iran-Teheran. Aspal jenis ini direkomendasikan untuk negara-negara yang mempunyai iklim tropis termasuk Indonesia, karena di desain untuk bisa elastis menyesuaikan suhu yang naik dan turun, contohnya aspal tipe grade 60/70. Untuk data jenis pengujian dan persyaratan aspal tersebut tercantum seperti pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.1 Data Jenis Pengujian dan Persyaratan Aspal Grade 60/70

Sifat Ukuran Spesifikasi Standart Pengujian

Densitas pada T 25 oC K/m3 1010 - 1060 ASTM-D71/3289 Penetrasi pada T 25 oC 0,1 mm 60/70 ASTM-D5 Titik leleh oC 49/56 ASTM-D36 Daktilitas pada T 25 oC Cm Min. 100 ASTM-D113 Kerugian pemanasan %wt Max. 0,2 ASTM-D6 Penurunan pada penetrasi setelah

pemanasan % Max. 20 ASTM-D6&D5 Titik nyala oC Min. 250 ASTM-D92 Kelarutan dalam CS2 %wt Min. 99,5 ASTM-D4 Spot Test Negatif AASHO T102

Sumber : Spesifikasi Campuran Aspal Panas 2004, Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah

2.1.2 Sifat Kimiawi Aspal

Aspal dipandang sebagai sebuah sistem koloidal yang terdiri dari komponen molekul berat yang disebut aspaltene, dispersi/hamburan di dalam minyak perantara disebut

maltene. Bagian dari maltene terdiri dari molekul perantara disebut resin yang menjadi instrumen di dalam menjaga dispersi asphaltene. (Koninklijke, 1987).

(30)

a) Asphaltene. Kelompok ini membentuk butiran halus, berdasarkan struktur benzena aromatisserta berat molekul tinggi.

Gambar 2.2 Struktur Asphaltene

b) Oil. Kelompok ini berbentuk cairan yang melarutkan asphaltene, tersusun dari paraffin, siklo paraffin dan aromatis serta mempunyai berat molekul rendah.

c) Resin. Kelompok ini membentuk cairan penghubung asphaltenese dan mempunyai berat molekul sedang. Selanjutnya gabungan oil dan resin sering disebut maltene.

Fungsi kandungan aspal dalam campuran juga berperan sebagai selimut agregat dalam bentuk film aspal yang berperan menahan gaya gesek permukaan dan mengurangi kandungan pori udara yang juga berarti mengurangi penetrasi air ke dalam campuran (Rianung, 2007).

(31)

Gambar 2.3 Struktur Saturate

Aspal merupakan senyawa yang kompleks, bahan utamanya disusun oleh hidrokarbon dan atom-atom N, S, dan O dalam jumlah yang kecil, juga beberapa logam seperti Vanadium, Ni, fe, Ca dalam bentuk garam organik dan oksidanya. Dimana unsur-unsur yang terkandung dalam bitumen adalah Karbon (82-88%), Hidrogen (8-11%), Sulfur (0-6%), Oksigen (0-1,5%), dan Nitrogen (0-1%).

Berikut sifat-sifat dari senyawa penyusun dari aspal : a). Asphaltene

- Berwarna hitam/coklat amorf, bersifat termoplatis dan sangat polar, merupakan komplek aromatis, H/C ratio 1 :1, berat molekul 1000 – 100000, dan tidak larut dalam n-heptan.

- Berpengaruh pada sifat reologi bitumen, pemanasan yang berkelanjutan akan rusak.

- Makin tinggi asphaltene, maka bitumen makin keras, makin kental, makin tinggi titik lembeknya, makin rendah harga penetrasinya.

b). Resin

(32)

2. Daya rekat yang kuat, dan berfungsi sebagai dispersing agent atau peptisizer dari asphaltene.

c). Aromatis

1. Berwarna coklat tua, berbentuk cairan kental, bersifat non polar, dan di dominasi oleh cincin tidak jenuh, berat molekul 300 – 2000.

2. Terdiri dari senyawa naften aromatis, komposisi 40-65% dari total bitumen. d). Saturate

- Berbentuk cairan kental non polar, berat molekul hampir sama dengan aromatis. - Tersususn dari campuran hidrokarbon lurus, bercabang, alkil napthene, dan

aromatis, komposisi 5-20% dari total bitumen.

Asphaltene dan resin yang bersifat sangat polar dapat bercampur membentuk koloid atau micelle dan menyebar dalam aromatis dan saturate. Dengan demikian maka aspal atau bitumen adalah suatu campuran cairan kental senyawa organik, berwarna hitam, lengket, larut dalam karbon disulfida, dan disusun utamanya oleh ”polisiklik aromatis hidrokarbon” yang sangat kompak. (Nuryanto, A. 2008).

2.1.3 Aspal Modifier

Aspal modifier adalah suatu material yang dihasilkan dari modifikasi antara polimer alam atau polimer sintetis dengan aspal. Aspal modifier telah dikembangkan selama beberapa dekade terakhir. Umumnya dengan sedikit penambahan bahan polimer (biasanya sekitar 2-6%) sudah dapat meningkatkan hasil ketahanan yang lebih baik terhadap deformasi, mengatasi keretakan-keretakan dan meningkatkan ketahanan usang dari kerusakan akibat umur sehingga dihasilkan pembangunan jalan lebih tahan lama serta juga dapat mengurangi biaya perawatan atau perbaikan jalan (Polacco, 2005).

(33)

aspal. Penggunaan polimer sebagai bahan untuk memodifikasi aspal terus berkembang di dalam dekade terakhir (Fei-Hung, 2000).

Dengan kemajuan teknologi pada saat ini banyak dihasilkan bahan tambah atau modifier, sering juga disebut aditif, yaitu suatu bahan yang dapat dicampurkan atau ditambahkan pada aspal atau batuan.

Untuk hal ini ada baiknya kalau dapat diketahui mengenai susunan rangkaian dari atom yang ada pada aspal, menurut G.T Austin, ditinjau dari sudut kimia aspal merupakan suatu rangkaian atom atau “polymer“. Polimer satu dengan polimer satunya tidak berkaitan secara kuat karena adanya ikatan rangkap pada struktur molekul tersebut atau biasa disebut “Co-polymer”. Sifat sifat Co-polymer tersebut secara umum bersifat antara lain :

a. Stabilitas yang rendah

b.Kurangnya ketahanan terhadap suhu. c. Mudahnya mengikat atom bebas.

Adanya sifat-sifat yang kurang menguntungkan tersebut para ahli berusaha menemukan bahan yang dapat memperbaiki sifat kimiawi dari aspal. Akhirnya ditemukan berbagai macam bahan tambah yang berfungsi sebagai katalisator pada reaksi kimia pada aspalnya. Lewat reaksi kimia katalisator ini mengubah ikatan rangkap pada aspal menjadi ikatan – ikatan tunggal pada rantai panjang, yang lasim disebut polimer, yang bertindak sebagai katalisator untuk memperbaiki struktur molekul pada aspal (Rianung, 2007).

Dengan perbaikan struktur molekul dalam aspal, artinya setelah pemakaian bahan pengikat alami (Natural binder) atau aditif akan dapat merubah sifat-sifat aspal antara lain :

a. Meningkatkan stabilitas.

b.Mengurangi kepekaan terhadap suhu.

c. Meningkatkan ketahanan terhadap deformasi.

(34)

alami (Natural binder), seperti lignin isolat dari kayu pinus (pinus merkusii jungh et de vriese). Untuk bahan-bahan polimer yang efektif digunakan jalan raya, haruslah yang dapat meningkatkan resistensi terhadap keretakan letih, mengurangi cakupan deformasi permanen dan mengurangi pengerasan pada suhu tinggi (King, 1986).

2.2 Bahan Pengikat Alami (Natural Binder)

Bahan pengikat alami (natural binder) aspal adalah suatu bahan yang dipakai untuk ditambahkan pada aspal. Terrel & Epps (1988), penggunan bahan pengikat alami (natural binder) atau aditif aspal merupakan bagian dari klasifikasi jenis aspal modifier yang yang berunsur dari jenis karet alam, karet sintetis /buatan juga dari karet yang sudah diolah (dari ban bekas), dan juga dari bahan plastic. Adapun pengujian yang pernah dilakukan adalah :

a. Badan Litbang Dep PU (2007), melakukan pengujian dengan menggunakan bahan pengikat alami (natural binder) dengan menggunakan karet alam (Lateks KKK.60) untuk meningkatkan mutu perkerasan jalan berasapal sebesar 3 % dari berat aspal minyak dengan hasil memperbaiki karakteristik aspal konvensional, meningkatkan mutu perkerasan beraspal yang ditunjukkan dengan peningkatan modulus resilien dan kecepatan deformasi, meningkatkan umur konstruksi perkerasan jalan yang ditunjukkan percepatan terjadinya retak dan alur .

b. PT. Tunas Mekar Adiperkasa (2005) dengan produknya aspal BituPlus®. Aspal BituPlus® memakai polimer elastomerik atau dari bahan jenis karet. Pengujian dilakukan dari penelitian penggunaan aspal tersebut pada jalan yang telah dibangun. Hasil penelitian adalah dengan pemakaian aspal BituPlus® menghasilkan aspal yang memiliki titik lembek tinggi, kelenturan yang lebih baik serta penetrasi yang optimal daripada menggunakan aspal biasa serta perkerasan jalan lebih tahan terhadap aging akibat pengaruh sinar ultraviolet sehingga memperbaiki kinerja beton aspal.

(35)

Lignin berasal dari kata “lignum” yang berarti kayu. Lignin merupakan salah satu komponen kayu baik kayu jarum (gymnospermae) maupun kayu daun (angiospermae) di samping polisakarida dan ekstraktif (sarkanen dan ludwig, 1971). Ketiganya merupakan komponenn polimer, bergabung satu sama lain membentuk suatu struktur tiga dimensi yang sangat kompleks.

Lignin adalah bahan polimer alam kedua terbanyak setelah selulosa, lignin berada pada dinding sel dan antar sel, membuat kayu keras dan mampu menahan stress

mekanik. Lignin berada dengan polisakarida kayu, seperti selulosa dan liemilulosa yang mempunyai afinitas yang kuat terhadap molekul air (hidrofobik) dan berfungsi mengontrol penyerapan air oleh kayu. Lignin merupakan perekat alam, suatu polimer kompleks penyusun kayu (Fengel dan wagener, 1985).

Jumlah dan sifat lignin kayu sangat bervariasi dan bergantung pada jenis kayu, kayu daun jarum (softwood) atau kayu daun lebar (hard wood), lingkaran usia kayu. Penelitian pada “Douglas-fir: menunjukkan bahwa kayu di bagian tengah batang memiliki kandungan lignin yang lebih tinggi dibandingkan dengan bagian tepi batang. Kayu daun tropis mempunyai kandungan lignin lebih tinggi dibandingkan dengan kayu daun dari daerah temperatur sedang. Kandungan lignin kayu jarum bervariasi antara 24-33% dan kayu daun tropis 26-35%. Dalam tanaman bukan kayu kandungan lignin umumnya antara 12-17% (Supri, 2000).

2.2.2 Gugus Fungsi Pada Lignin

Lignin mempunyai gugus fungsi antara lain metoksil, hidroksil fenolik, hidroksil non fenolik, karbonil, eter, dan karbosilat (Dance, 1992). Analisis gugus fungsi lignin pada prinsipnya merupakan analisis gugus fungsi organik yang sulit. Hal tersebut disebabkan oleh sifat lignin yang khas suatu polimer alam dengan struktur rumit, sifat polifungsi dan kelarutan sangat terbatas (Fengel dan wagener, 1985).

2.2.3 Gugus Hidroksil Pada Lignin

(36)

kayu dan bambu mengandung hidroksil alifatik total lebih dari 1,1 mol/satuan C-9,

sedangkan kandungan hidroksil fenolik total pada lignin kayu kurang dari 0,1 mol persatuan C-9. Gugus hidroksil fenolik sangat mempengaruhi stabilitas warna putih pulp

dan berperan penting dlam proses pulping dan pemucatan pulp karena kemampuannya memecah ikatan eter yang dibantu oleh katalis basa dan degradasi oksidatif lignin. Reaktivitas kimiawi lignin dalam berbagai proses modifikasi sangat dipengaruhi kandungan hidroksil fenolik (reaksi dengan formaldehid untuk produksi bahan perekat). Pengukuran kuantitatif gugus hidroksil fenolik memberikan informasi penting tentang struktur dan reaktivitas lignin (Fengel dan wagener, 1985).

2.2.4 Spektroskopi Infra Merah Pada Lignin

Spektrum lignin menunjukkan sejumlah pita serapan utama yang dapat diperuntukkan secara empiris bagi gugus-gugus struktural, berdasarkan hasil yang diperoleh dari senyawa model lignin. Pita-pita FTIR khas dengan peruntukan saling mungkin tercantum dalam tabel 2.2

Tabel 2.2 Pita Serapan Penting FTIR Lignin (menurut Hergert 1971).

Kedudukan (cm-1) Pita Serapan Asal

3450-3400 Rentangan OH

(37)

Pita serpan infra merah lignin yang paling karakteristik terdapat pada sekitar 1510 cm-1 dan 1600 cm-1 (vibrasi cincin aromatik). Daerah bilangan gelombang yang di sebut pertama miskin dalam pita-pita tambahan dan karena itu dapat digunakan untuk mengkaji adanya lignin dalam sedian-sedian yang tak diketahui.

Hubungan yang berbeda antara intentitas pita-pita serapan pada 1510 cm-1dan 1600 cm-1 dapat digunakan untuk membedakan lignin kayu lunak dan kayu keras. Dalam senyawa model siringil tak terkonjugasi dan lignin kayu keras. Intentitas pita-pita serapan tersebut hampir sama, sedangkan dalam senyawa quaiasil tak terkonjugasi dan lignin kayu lunak intentitas pita-pita serapan 1510 cm-1 jauh lebih tinggi lagi. Serapan quaiasil dan siringil masing-masing terdapat pada sekitar 1270 cm-1 dan 1330 cm-1 (Fengel dan wagener, 1985).

2.2.5 Isolasi Lignin

Disebabkan oleh sifat-sifat lignin yang dihasilkan dari struktur molekul dan terdapatnya di dalam dinding sel, maka isolasi dalam bentuk yang tidak berubah dan penentuannya secara pasti hingga sekarang belum dimungkinkan. Semua metoda isolasi mempunyai kerugian yaitu mengubah struktur alami lignin secara mendasar atau hanya melepaskan sebagian lignin yang relatif tidak berubah. Metoda isolasi lignin pada umumnya dapat dibagi menjadi dua kelompok besar:

• Metoda yang menghasilkan lignin sebagai sisa.

• Metoda yang melarutkan lignin tanpa bereaksi dengan pelarut yang

digunakan untuk ekstraksi atau dengan pembentukan turunan yang larut.

(38)

adalah antara 68% dan 78% (kebanyakan 72%) kemudian dilanjutkan dengan tahap pengenceran dan untuk menyempurnakan hidrolisis polisakarida digunakan asam dengan konsentrasi rendah. Lignin asam klorida yang diperoleh dengan mereaksikan kayu dengan asam klorida lewat jenuh dikatakan kurang terkondensasi bila dibandingkan dengan lignin asam sulfat. Semua lignin yang diperoleh dengan hidrolisis asam berubah struktur dan sifat-sifatnya terutama karena reaksi kondensasi (Fengel dan wagener, 1985).

2.2.6 Penentuan Lignin

Penentuan kandungan lignin adalah penting untuk analisis kayu maupun untuk karakteristik pulp. Metoda-metoda penentuan lignin secara kuantitatif dapat dibagi sebagai berikut :

1. Metoda langsung , yaitu lignin ditentukan sebagai sisa.

2. Metoda tidak langsung, dimana kandungan lignin dihitung sesudah penetuan polisakarida, dihitung dengan metoda spektrofotometri, merupakan hasil reaksi lignin dengan kimia pengoksidasi.

Lazim pada semua metoda penentuan lignin adalah munculnya persoalan senyawa penggangu (senyawa ekstraktif hasil degradasi polisakarida).

Metoda langsung didasarkan pada prinsip isolasi dan penentuan secara gravimetri lignin yang tidak larut dalam asam. Metoda yang paling mantap adalah penentuan lignin menurut Klason. Hidrolisis dilakukan dengan perlakuan kayu yang sudah diekstraksi lebih dahulu atau pulp tak dikelantang dengan asam sulfat 72% dan langkah terakhir hidrolisis dengan asam sulfat 3% pada kondisi tertentu (Fengel dan wagener, 1985).

2.3 Perekat

2.3.1 Isosianat

(39)

fungsinya efektif berikatan dengan gugus-gugus berkandungan hidrogen aktif (seperti amino, imino, karboksil, sulfonat, hidroksil).

Penggunaannya dapat tersendiri atau dicampur larutan elastromer (perekat karet ke logam atau kain), zat pengubah sifat perekat basis karet (serba guna), sebagai reaktan dengan poliester atau polieter menghasilkan poliuretan untuk maksud khusus.

Perekat isosianat misalnya difenilmetan diisosianat dalam khlorobenzen baik untuk merekatkan logam-elastromer yang tahan panas, pelarut pukulan dan awet (tidak mengalami fatigue/kelelahan). Larutan 2% isosianat dalam hidrokarbon aromatik meningkatkan adhesi antara kain dengan karet apabila dipakai sebagai primer.

Bila dipoli-isosianat dicampur dengan perekat basis karet (sampai 20% berat, bebas pelarut), dioleskan ke substrat, dikeringkan, lalu curing, terhasil rekatan yang baik. Difenildiisosianat modifikasi, yakni dengan karet (alam/sintetik) dalam pelarut aromatik, baik untuk primer karet ke kain. Diisosianat juga baik untuk meningkatkan adhesi antara serat poliester dengan karet, yaitu dengan dimasukkan ke karet saat pemrosesan. Diisosianat juga memperbaiki rekatan karet-logam dengan perbandingan tertentu.

Perekat isosianat-poliester metan juga banyak dipergunakan. Isosianat polifungsi direaksikan dengan senyawa polihidroksi (poliester tak jenuh atau fenol) membentuk poliuretan bergugus isosianat bebas, yang dapat bereaksi dengan permukaan substrat. Reaksinya dapat sempurna atau parsial selama curing (Hartomo,A.J., 1996).

2.3.1.1 Jenis Perekat Isosianat

Isosianat merupakan bagian yang utama dalam pembentukan poliuretan, ia mempunyai reaktivitas yang sangat tinggi, khusnya dengan reaktan nukleofilik. Reaktivitas dari poliuretan ditentukan oleh sifat posistif dari atom C dalamn ikatan rangkap yang terdiri dari pada N, C, dan O.

(40)

berbagai isosianat untuk mendapatkan hasil akhir poliuretan yang diinginkan. Isosianat yang umum digunakan dan telah dipasarkan contohnya :

a). Difenilmetana diisosianat (MDI)

MDI adalah turunan dari aniline, reaksi dasarnya yaitu

CH

Dalam tahap pertama, aniline bersama dengan formaldehid pada konsentrasi yang ada. Asam klorida sebagai katalis, produknya campuran dari amine, yang disusun terutama dari 4,4 – diamino difenilmetana dengan jumlah 2,4 – isomer dan macam-macam poliamina lebih kurang 6 kelompok amino setiap molekul. Poliamina mempunyai struktur sebagai berikut;

Komposisi yang tepat dari campuran terutama tergantung perbandingan aniline formaldehid yang digunakan, ia akan bertambah jumlahnya karena aniline yang diberikan pada susunan dari diamino difenilmetana. Kadang-kadang campuran amin adalah fraksi bersih yang diberikan 4,4, - diamino difenilmetana yang mana selanjutnya melalui tahap phosgenasi dari difenilmetana 4,4 diisosianat.

(41)

produk yang mempunyai tekanan uap rendah disbanding dengan toluene diidosianat telah digunakan dalam pembuatan elastomer dalam skala pabrik dan polimer difenilmetana yang paling luas dalam pemakaiannya terutama untuk produk rigid foam.

b). Toluen Diisosianat (TDI)

Toluene adalah bahan pertama dari produksi toluene diisosianat (TDI). Prosesnya boleh bervariasi supaya memberikan hasil dari turunan ispmer yang dikehendaki. Pada proses phosgenasi biasanya mempertimbangkan untuk mengikutsertakan pada pembentukan dari karbonil klorida didalam keadaan dingin dan produk ini dalam keadaan panas.

R – NH2 + COCl2 R – NHCOCl + HCl

R – NHCOCl R – NCO + HCl

Isomer toluene diisosianat adalah campuran cair dalam batas suhu 5 – 15 0 C dan karena itu biasanya dijumpai sebagai cairan tolilen 2,4 – diisosianat, dan jika dijumpai dalam padatan biasanya dengan titik leleh 22 oC.

Toluen diisosianat dapat menimbulkan iritasi pada pernapasan dan sangat diperhatikan dalam pengguanaannya. Produknya bermacam-macam lebih dari 80 : 20 campuran isomer yang sangat luas penggunaanya, terutama dalam produksi dari fleksibel foam. 4 – isosianat adalah kelompok paling banyak digunakan yang lebih reaktif disbanding 2 atau 6 – isosianat.

c). Nafialena 1,5 – diisosianat (NDI)

(42)

NH2

1,5 - diamine 1,5 - dinitronaphthalene Napthalene

Napthalene 1,5 - diidosianat

Naftalena 1,5 – diisosianat adalah berwujud padat dengan titik leleh 128 0 C dan mempunyai tekanan uap rendah dari pada toluen diisosianat dan bersifat kurang toksit dalam penggunaannya, tetapi ia mempunyai sifat yang sensitive. Naftalenen 1,5 – diisosianat digunakan tertama dalam produk elastomer.

d). HDI (Hexametilen diisosianat)

Hexametilen diisosianat (HDI) dihasilkan melalui phosgenasi hexametilendiamin

COCl2

H2N – (CH2)6 – NH2 OCN – (CH2)6 – NCO

Hexametilen diisosianat merupakan cairan yang tekanan penguapannya hampir sama dengan TDI juga bersifat mengganggu pernafasan dan dapat menimbulkan efek yang berbahaya terhadap kulit dan mata. HDI merupakan salah satu diisosianat yang pertama sekali digunakan dalam pembuatan PU dalam hal ini dalam pembuatan fiber (Hepburn, C., 1991).

(43)

Poliuretan (Polyurethanes) merupakan polimer buatan yang multiguna dari sekian banyak polimer yang ada. Poliuretan dapat berupa serat yang mudah lengket. Suatu contoh Poliuretan yang amat sangat berpengaruh adalah spandex. Poliuretan dihasilkan dari reaksi diisocyanates dengan di-alcohols. Terkadang di-alcohol digantikan dengan suatu diamin, sehingga polimer yang didapat nantinya disebut poliurea yang memiliki suatu ikatan urea. Akan tetapi, pada umumnya sering disebut Poliuretan juga (karena poliurea tidak begitu terkenal). Poliuretan dapat berikatan dengan baik dengan hidrogen sehingga dapat membentuk suatu kristal. Oleh karena itu, poliuretan sering digunakan untuk co-polymer blok buatan dengan sifat elastis yang lembut khas polimer. Co-Polymer blok ini memiliki sifat termo-plastik elastomers.

Polimer uretan biasanya digunakan sebagai larutan perekat yang diproduksi melalui reaksi senyawa-senyawa hidroksi dengan isosianat. Sifat-sifat fisika dari poliuretan yang dihasilkan bergantung pada struktur dan fungsional dari senyawa hidroksil dan isosianat yang membentuknya.

Elastomer poliuretan digunakan sebagai perekat kontak yang dihasilkan melalui reaksi antara poliester diol dengan 4,4’-difenil-imetan-diisosianat yang menghasilkan suatu polimmer linier yang cabangnya dapat diabaikan. Poliester ini akan menyumbangkan sifat kristalinitas pada produk akhir poliuretan. Polimer ini dihasilkan melalui suatu proses polimerisasi dengan temperatur reaksi 100-140oC (umumnya 120oC) dan waktu reaksinya sekita 0,5-24 jam (umumnya adalah sekitar 1-2 jam). Massa molarnya dapat dihitung dengan mengukur viskositas spesifiknya.

Untuk menghasilkan sifat-sifat larutan yang baik, maka perbandingan molar isosianat dengan hidroksil, biasanya berkisar antara 0,97:1,0 dan 0,99:1,0 yang dapat menghasilkan suatu polimer dengan gugus hidroksil terminal.

(44)

n OCNRNCO + n HOR’OH → n OCN(RNHCOOR’)OH

(Wake,W.C.,1987)

Ketahanan terhadap air dan bahan kimia, ozon sampai radiasi dan cuaca, cukup baik. Berfungsi baik pada suhu -200oC sampai 177oC bila formulasi baik. Pemakaian untuk non-struktural, beban sedang. Dapat dipergunakan untuk merekatkan logam, karet, kayu, kertas, gelas, keramik, dan plastik, kecuali polisulfida dan fluorokarbon. Bbagus untuk polivinil klorida. Baik untuk menggatur sifat perekat basis karet (Hartomo,A.J., 1996).

Poliuretan merupakan hasil dari reaksi campuran yang meliputi epoxies, unsaturated polyesters, dan phenolics. Suatu ikatan uretan dihasilkan dengan bereaksinya suatu isocyanate, -N=C=O dengan suatu hidroksil (alcohol), -OH. Poliuretan diperoleh dari reaksi polyaddition dari suatu polyisocyanate dengan suatu polialkohol (polyol) dengan suatu katalisator dan zat tambahan lain. Dalam hal ini, suatu poliisosianat adalah suatu molekul dengan dua atau lebih isosianat fungsional dan suatu poliol (suatu molekul dengan dua atau lebih gugus fungsional hidroksil).

Produk reaksinya adalah suatu polymer berisi ikatan uretan, -RNHCOOR’-. Isosianat-isosianat akan bereaksi dengan molekul apapun yang memiliki suatu hidrogen yang aktif. Isosianat bereaksi dengan air untuk membentuk suatu ikatan urea dan gas-gas asam-arang; serta bereaksi dengan poli(ether)amines untuk membentuk poliurea. Secara komersial, Poliuretan diproduksi dengan bereaksi suatu cairan isosianat dengan suatu campuran cairan dari poliols, katalisator, dan aditif lain. Dua komponen ini adalah dikenal sebagai sebagai sistem poliuretan. Isosianat biasanya dikenal sebagai A-Side atau iso. Campuran dari poliols dan lain aditif biasanya dikenal sebagai B-Side atau sebagai poli. Campuran ini juga disebut sebagai campuran damar. Resin/damar meliputi/digunakan untuk rantai extenders, cross linkers, surfactants, retardants, pigmen, dan pengisi.

(45)

diisocyanate (MDI) atau toluene diisocyanate (TDI); atau alifatik, seperti hexamethylene diisocyanate (HDI) atau isophorone diisocyanate (IPDI). Suatu contoh dari suatu isosianat yang polimerik adalah diphenylmethane diisocyanate , yang merupakan suatu campuran dari molekul dengan dua, tiga, dan empat atau lebih isosianat yang dapat dimodifikasi lebih lanjut oleh suatu poliol untuk membentuk suatu prepolimer (bereaksi secara parsial).

Suatu quasi-prepolimer dibentuk saat perbandingan stoikiometri tentang isosianat ke dalam gugus hidroksit lebih besar dari 2:1. Suatu prepolimer dibentuk ketika perbandingan stoikiometri-nya memadai atau sama dengan 2:1. Ciri terpenting dari isosianat adalah memiliki peran penting dalam kerangka dasar serta kemampuan dan sifat merekatnya.

Komponen kedua yang juga tidak kalah penting dari suatu poliuretan polimer adalah poliol (Molekul yang berisi dua kelompok hidroksit atau diols, memiliki 3 kelompok hidroksit atau triols). Dalam prakteknya, poliols dibedakan dari rantai yang pendek (low-molecular) seperti ethylene glycol, 1,4-butanediol (BDO), diethylene glycol

(DEG), gliserin, dan trimethylol sejenis metan (TMP). Polyols dibentuk oleh pembebasan dan penambahan radikal tentang propylene oksida (PO), ethylene oksida (EO) ke suatu hidroksil atau amina atau oleh polyesterification dari suatu di-acid, seperti asam adipin; dengan glikol, seperti etilen glikol atau dipropilen glikol (DPG). Poliols yang diperluas dengan PO atau EO nantinya disebut poleter poliols (Poliol yang dibentuk oleh poliesterifikasi). Pemilihan dari poliol sangat mempengaruhi status fisiknya, dan sifat fisis dari Poliuretan polimer (seperti bobot molekular).

(46)

Pilihan dari diisosianat juga mempengaruhi stabilitas dari poliuretan atas pengaruh terhadap cahaya. Poliuretan yang dihasilkan lebih lembut, elastis, dan lebih fleksibel ketika difunctional polietilen glikol segmen yang linier, biasanya disebut polieter poliols, digunakan untuk menciptakan uretan. Strategi ini digunakan untuk membuat karet lunak dan serat spandex yang elastomeric, seperti halnya karet busa.

Produk yang lebih keras dihasilkan jika polifunctional poliols digunakan dengan suatu struktur tiga-dimensi yang cross-linked-nya didapat dalam wujud suatu low-densas

juga dapat dibuat dengan penggunaan dari trimerisasi katalisator khusus yang menciptakan struktur siklis di dalam acuan/matriks busa, sehingga memberi kekerasan lebih yang berhubungan dengan panas struktur yang yang stabil.

Saat ini, aplikasi poliuretan paling banyak (sekitar 70%) adalah sebagai bahan busa, kemudian diikuti dengan elastomer, baru kemudian sebagai lem dan pelapis. Pembuatan busa dari poliuretan dimungkinkan dengan menggunakan agen pengembang (blowing agent), yang akan menghasilkan gas pada saat terjadi reaksi sehingga poliuretan dapat membentuk busa. Jika poliuretan yang digunakan bersifat lunak, maka yang dihasilkan adalah busa lunak seperti pada kasur busa, alas kursi dan jok mobil. Ada juga jenis busa kaku (rigid foam), seperti pada insulasi dinding, insulasi lemari es, atau insulasi kedap suara. Busa poliuretan bersifat ulet dan tidak mudah putus. Dalam aplikasi sebagai insulasi dinding, poliuretan juga dapat dibuat menjadi tahan api dengan penambahan senyawa halogen. Sifat poliuretan yang dapat terdegradasi oleh sinar ultraviolet dari matahari dapat diatasi dengan menambahkan aditif UV stabilizer (Nazarudin, 2007).

Aplikasi yang tak kalah penting adalah sebagai elastomer untuk menggantikan karet alam. Di sini, sifat poliuretan yang elastis, kuat, tahan gores, dan tahan terhadap minyak sangat berguna. Bahan elastomer digunakan untuk melapisi bahan yang terkena tekanan mekanik terus-menerus, seperti roda gigi, pelapis rol, dan sol sepatu. Misalnya sebagai pelapis rol pada mesin pembuat kertas, di mana poliuretan akan mengalami tekanan hingga 5.3 MPa dan diputar dengan kecepatan sampai 600 rpm (Kibbie, 2000).

(47)

Secara umum ada dua tahap pembentukan ikatan silang poliuretan, yaitu:

1. Mereaksikan diisosianat dengan dua atau lebih monomer yang mempunyai dua atau lebih gugus hidroksi per molekulnya. Dimana tingkat ikatan silang tergantung pada dasar struktur, fungsi dari kandungan polihidroksinya, dan variasi kandungan hidroksi.

2. Poliuretan liniear direaksikan dengan gugus hidroksi atau gugus diisosianat yang mempunyai dua gugus fungsi.

Poliuretan elastis pertama kali disintesis oleh O, Bayer (1962) dengan dua tahap, yaitu pengeringan dan berat molekul rendah. Poliester atau polieter yang memiliki gugus hidroksi akan direaksikan dengan isosianat berlebih. Kira-kira 2 atau 3 molekul dioal linear berikatan secara bersama-sama sehingga dapat memperpanjang rantai rantai yang lurus serta mengandung beberapa gugus uretan (Eisenbach and Hartmuth, 1990).

2.4 Agregat

Yang dimaksud agregat dalam hal ini adalah berupa batu pecah, krikil, pasir ataupun komposisi lainnya, baik hasil alam (natural aggregate), hasil pengolahan (manufactured aggregate) maupun agregat buatan (syntetic aggregate) yang digunakan sebagai bahan utama penyusun perkerasan jalan.

Menurut Pedoman No. 023/T/BM/1999, SK No. 76/KPTs/Db/1999. Pedoman Teknik Perencanan Campuran beraspal Panas dengan Pendekatan Kepadatan Mutlak Dep. Kimpraswil Pusat Penelitian danPengembangan Teknologi Prasarana Jalan, agregat dibedakan dalam beberapakelompok yaitu :

a) Agregat kasar, yaitu batuan yang tertahan saringan No. 8 (2,36 mm) terdiri atas batu pecah atau kerikil pecah. Agregat kasar dalam campuran beraspal panas untuk mengembangkan volume mortar dengan demikian membuat campuran lebih ekonomis dan meningkatkan ketahanan terhadap kelelehan.

(48)

berkenaan dengan itu agregat halus harus memiliki kekerasan yang cukup dan mempunyai sudut, mempunyai bidang pecah permukaan, bersih dan bukan bahan organik.

c) Agregat pengisi (filler), terdiri atas bahan yang lolos saringan No. 200 (0,075 mm) tidak kurang dari 75% terhadap beratnya.(SK. SNI M-02- 1994-03). Fungsi dari

Filler adalah untuk meningkatan viskositas aspal dan untuk mengurangi kepekaan terhadap temperatur. Hasil penelitian umumnya menunjukan bahwa meningkatnya jumlah bahan pengisi (filler) cenderung akan meningkatkan stabilitas dan mengurangi rongga dalam campuran. Adapun persyaratan untuk agregat dan standar uji serta batasan batasan tercamtum dalam Tabel 2.3 (Rianung, 2007).

Tabel 2.3 Ketentuan Agregat

No Karakteristik Standar Pengujian Persyaratan

A. Agregat Kasar

1 Penyerapan air SNI 03-1969-1990 maks. 3% 2 Berat Jenis SNI 03-1970-1990 min. 2.5 g/cc 3 Abrasi dengan mesin Los Angeles SNI 03-2417-1991 maks. 40% 4 Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 03-2439-1991 min. 95% 5 Partikel pipih ASTM D-4791 maks. 25% 6 Partikel Lonjong ASTM D-4791 maks. 10% B. Agregat Halus

1 Penyerapan air SNI 03-1969-1990 maks. 3% 2 Berat Jenis SNI 03-1970-1990 min. 2.5 g/cc 3 Nilai setara pasir AASHO T-176 min. 50% C. Filler

(49)

2.4.1 Penggunaan Pasir Sebagai Bahan Agregat

Pasir adalah bahan batuan halus yang terdiri dari butiransebesar 0,14 - 5 mm didapat dari hasil disintegrasi batu alam (natural sand) atau dapat juga pemecahanya (artifical sand), dari kondisi pembentukan tempat terjadinya pasir alam dapat dibedakan atas : pasir galian, pasir sungai, pasir laut yaitu bukit-bukit pasir yang dibawa ke pantai (Setyono, 2003).

Pasir merupakan agregat halus yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran aspal beton. Agregat ini menempati kurang lebih 70% dari volume aspal, sehingga akan sangat berpengaruh terhadap kekuatannya. Persyaratan pasir menurut PUBI 1982 agar dapat digunakan sebagai bahan konstruksi adalah sebagai berikut :

- Pasir harus bersih. Bila diuji dengan memakai larutan pencuci khusus, tinggi endapan pasir yang kelihatan dibandingakan tinggi seluruhnya endapan tidak kurang dari 70%.

- Kandungan bagian yang lewat ayakan 0,063 mm (Lumpur) tidak lebih besar dari 5% berat.

- Angka modulus halus butir terletak antara 2,2 sampai 3,2 bila diuji memakai rangkaian ayakan dengan mata ayakan berukuran berturut-turut 0,16 mm, 0,315 mm, 0,63 mm, 1,25 mm, 2,5 mm, dan 10 mm dengan fraksi yang lewat ayakan 0,3 mm minimal 15% berat.

- Pasir tidak boleh mengandung zat-zat organik yang dapat mengurangi mutu aspal. Untuk itu bila direndam dalam larutan 3% NaOH, cairan di atas endapan tidak boleh lebih gelap dari warna larutan pembanding.

- Kekekalan terhadap larutan MgSO4, fraksi yang hancur tidak lebih dari 10% berat. - Untuk beton dengan tingkat keawetan yang tinggi, reaksi pasir terhadap alkali harus

negatif (Setyawan, 2006)

(50)

%

dahulu kekerasannya. Silika ini paling sering ditemukan di alam sebagai

2.5 Karakterisasi Aspal Modifier

Karakteristik dari aspal modifier yang diukur meliputi Analisa Sifat Ketahanan Terhadap Air dengan Uji Serapan Air (Water Absorption Test) mengacu pada ASTM C 20-00-2005, Analisa Sifat Mekanik dengan Uji Kuat Tekan (Compressive Strengh Test)

mengacu pada ASTM D 1559-76, analisa Sifat Morfologi dengan Uji Scanning Electron Microscopy (SEM), analisa Sifat Thermal dengan Uji Differential Scanning Calorimeter

(DSC), analisa Gugus Fungsi dengan Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR), analisa Kristalinitas dengan X-Ray Diffraction (XRD).

2.5.1 Analisa Sifat Ketahanan Terhadap Air dengan Uji Serapan Air (Water Absorption Test)

Untuk mengetahui besarnya penyerapan air oleh aspal modifier, dihitung dengan menggunakan persamaan 2.1 sebagai berikut :

... (2.1)

Dengan : WA = Penyerapan air

Mk = Massa sampel kering

Mj = Massa jenuh air

(51)

A F

P =

Pemeriksaan uji kuat tekan dilakukan untuk mengetahui secara pasti akan kekuatan tekan yang sebenarnya apakah sesuai dengan yang direncanakan atau tidak. Pada mesin uji kuat tekan benda diletakkan dan diberikan beban sampai benda runtuh, yaitu pada saat beban maksimum bekerja seperti gambar dibawah ini :

Gambar 2.4 Kuat Tekan

Pengukuran kuat tekan (compressive strength) aspal modifier dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

... (2.2)

Dengan : P = Kuat tekan, N/m2

F = gaya maksimum dari mesin tekan, N

A = Luas penampang yang diberi tekanan, m2

(Butarbutar, 2009).

2.5.3 Analisa Sifat Morfologi dengan Uji Scanning Electron Microscopy-Energy Dispersive Spectroscopy (SEM-EDS)

SEM adalah alat yang dapat membentuk bayangan permukaan spesimen secara makroskopik. Berkas elektron dengan diameter 5-10 nm diarahkan pada spesimen. Interaksi berkas elektron dengan spesimen menghasilkan beberapa fenomena yaitu hamburan balik berkas elektron, sinar X, elektron sekunder dan absorpsi elektron.

(52)

tofografi dengan segala tonjolan, lekukan dan lubang pada permukaan. Gambar tofografi diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh detektor yang diteruskan ke monitor. Pada monitor akan diperoleh gambar yang khas menggambarkan struktur permukaan spesimen. Selanjutnya gambar di monitor dapat dipotret dengan menggunakan film hitam putih atau dapat pula direkam ke dalam suatu disket.

Sampel yang dianalisa dengan teknik ini harus mempunyai permukaan dengan konduktivitas tinggi. Karena polimer mempunyai kondiktivitas rendah maka bahan perlu dilapisi dengan bahan konduktor (bahan pengantar) yang tipis. Bahan yang biasa digunakan adalah perak, tetapi juga dianalisa dalam waktu yang lama, lebih baik digunakan emas atas campuran emas dan palladium (Rusdi Rafli, 2008).

2.5.4 Analisa Sifat Termal dengan Uji Differential Scanning Calorimeter (DSC)

Differential Scanning Calorimetry (DSC) merupakan teknik analisa termal yang dapat digunakan untuk mempelajari temperatur transisi, kalor transisi, entalpi reaksi, kalor spesifik dari material padat. Analisa termal dapat diartikan sebagai pengukuran sifat-sifat fisik maupun kimia suatu material sebagai fungsi dari temperatur. Pada awal data diplot kemudian dianalisa untuk menentukan nilai Tg, Tm, Entalpi reaksi baik eksoterm maupun endotermik dan lain-lain (Haines, P.J., 1995).

Peralatan DSC dirancang sedemikian rupa sehingga dapat mengukur perbedaan energi yang diberikan pada substansi dan material referensi sebagai fungsi dari temperatur atau waktu. Dalam bidang polimer peralatan ini banyak digunakan untuk menentukan temperatur transisi gelas (Tg) dan temperatur leleh (Tm). Temperatur transisi gelas (Tg) merupakan temperatur dimana terjadi perubahan sifat-sifat fisik polimer dari bentuk kaku (glassy) menjadi bersifat elastik (lunak). Temperatur transisi gelas sendiri bersfat spesifik untuk setiap material padat yang dianalisa.

(53)

Analisis termal bukan saja mampu untuk memberikan informasi tentang perubahan fisik sampel (misalnya titik leleh dan penguapan), tetapi terjadinya proses kimia yang mencakup polimerisasi, degradasi, dekomposisi, dan sebagainya. Dalam bidang campuran polimer (poliblen) pengamatan suhu transisi kaca (Tg) sangat penting

untuk meramalkan interaksi antara rantai dan mekanisme pencampuran beberapa polimer. Campuran polimer yang homogen akan menunjukkan satu puncak Tg

(eksotermis) yang tajam dan merupakan fungsi komposisi. Tg campuran biasanya berada

diantara Tg dari kedua komponen, karena itu pencampuran homogen digunakan untuk

menurunkan Tg , seperti halnya plastisasi dengan pemlastis cair.

Pencampuran polimer heterogen ditujukan untuk menaikkan ketahanan bentur bahan polimer, seperti modifikasi karet dengan resin ABS. campuran polimer heterogen ini ditandai dengan beberapa puncak Tg , karena disamping masing-masing komponen

masih merupakan fase terpisah, daerah antarmuka mungkin memberikan Tg yang

berbeda. Pengamatan termal campuran polimer juga dapat digunakan untuk menentukan parameter interaksi, yang merupakan faktor penurunan suhu leleh kristal (Basuki wirjosentono, 1995).

2.5.5 Analisa Gugus Fungsi dengan Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR)

Spektroskopi inframerah merupakan teknik spektroskopi yang dapat digunakan untuk menentukan struktur senyawa yang tak diketahui maupun untuk mempelajari karakteristik ikatan dari senyawa yang diketahui (Fessenden dan Fessenden, 1986).

Gambar

Tabel 2.1  Data Jenis Pengujian dan Persyaratan Aspal Grade 60/70
Tabel 2.2 Pita Serapan Penting FTIR Lignin (menurut Hergert 1971).
Tabel 2.3  Ketentuan Agregat
Tabel 3.1  Bahan – bahan penelitian
+5

Referensi

Dokumen terkait