• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENAMBAHAN BERBAGAI STARTER PADA PEMBUATAN SILASE TERHADAP KUALITAS FISIK DAN pH SILASE RANSUM BERBASIS LIMBAH PERTANIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PENAMBAHAN BERBAGAI STARTER PADA PEMBUATAN SILASE TERHADAP KUALITAS FISIK DAN pH SILASE RANSUM BERBASIS LIMBAH PERTANIAN"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENGARUH PENAMBAHAN BERBAGAI STARTER PADA

PEMBUATAN SILASE TERHADAP KUALITAS FISIK DAN pH SILASE RANSUM BERBASIS LIMBAH PERTANIAN

Oleh

Depo Kurniawan

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan starter dalam pembuatan silase. Penelitian ini disusun menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan dalam penelitian ini yaitu R0 : ransum basal, R1: ransum basal + (EM-4 4%), R2: ransum basal + EM-4 yang dikembang biakkan 4%, R3: ransum basal + cairan rumen 4%. Hasil penelitian menunjukkan penambahan perlakuan pada percobaan penambahan 4% starter EM-4, EM-4 yang dikembangbiakkan dan cairan rumen sangat berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap warna, tekstur, pH, dan aroma khas silase. Kualitas silase terbaik yaitu pada perlakuan dengan penambahan EM-4 4% dan cairan rumen 4% sebagai starter dalam pembuatan silase.

(2)

ABSTRACT

THE EFFECT OF THE VARIOUS STARTER ADDITION TOWARD THE PHYSICAL QUALITY OF SILAGE AND pH OF SILAGE DIET’ BASED ON

AGRICULTURAL WASTE

By

Depo Kurniawan

Objective of the research was to study the effect of using starter on silage making. Four treatments with 3 replications were applied in a completely randomized design. The treatments were R0 = Basal diet; R1 = R0 + EM-4 4%; R2 = R0 + Enriched EM-4 4%; and R3 = R0 + rumen fluid 4%. Results of the experiment showed that EM-4, Enriched EM-4, and rumen fluid significantly affect the color, texture, pH, as well as the smell of the silage. The best quality of silage was achieved by using EM-4 4% and using rumen fluid 4% as starter in silage making.

(3)

PENGARUH PENAMBAHAN BERBAGAI

STARTER

PADA

PEMBUATAN SILASE TERHADAP KUALITAS FISIK DAN

pH SILASE RANSUM BERBASIS LIMBAH PERTANIAN

Oleh

Depo Kurniawan

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PETERNAKAN

Pada

Jurusan Peternakan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)
(5)
(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada 06 Agustus 1992, putra ke-dua dari dua bersaudara dari pasangan Marlan Abka, S.Sos. dan Nirwana. Penulis menyelesaikan studi Sekolah Dasar di Sekolah Dasar Negeri 1 Gaya Baru 1 Kec. Seputih Surabaya, Kab. Lampung Tengah pada 2005; melanjutkan studi di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Gaya Baru 2 Kec. Seputih Surabaya, Kab. Lampung Tengah; dan melanjutkan studi di Sekolah Menengah Atas Perintis 1 Bandar Lampung pada 2008. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Universitas Lampung, Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian pada 2011, melalui jalur Ujian Mandiri. Pada Januari 2015 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Desa Lebung Lawe, Kec. Buay Bahuga, Kab. Way Kanan, Prov. Lampung. Pada Juli 2014 penulis melaksanakan Praktik Umum di BBTU-HPT Baturraden, Desa Kemutug Lor, Kec. Baturraden, Kab/Kota. Purwokerto. Selama masa studi, penulis aktif di organisasi Himpunan Mahasiswa Peternakan (HIMAPET) sebagai anggota periode 2013 – 2014. Penulis aktif dalam kegiatan On Campus Agribussines Practice (OCAP). Selain itu, selama masa studi penulis pernah menjadi Asisten Dosen Manajemen Usaha Ternak Unggas 2013 – 2014. Penulis menerima beasiswa A.A Rachmat pada 2014 – 2015.

(7)

Allhamdulillahirobbil’alamin...

Kuhaturkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya serta suri

tauladanku Nabi Muhammad SAW yang menjadi pedoman hidup dalam berikhtiar

Ayahanda, Ibunda yang tercintaterimakasih atassegala doa, air mata dan keringat

perjuanganmu yang telah membawaku memasuki gerbang kesuksesan dari rasa tidak

mampu hingga rasa yakin untuk aku mencoba bertahan atas nama perjuanganmu. Aku

selalu ingin menceritakan semua tapi aku selalu kehabisan kata-kata. Mungkin hanya

inilah yang mampu kubuktikan kepadamu bahwaaku tak pernah lupa

pengorbananmu, bahwa aku tak pernah lupa nasihat dan dukunganmu, bahwa aku

tak pernah lupa segalanya dan selamanya.

Dengan kerendahan hati karya kecil dan sederhana ini kupersembahkan

Seiklasnya kepada : Ayahanda dan Ibunda, Kakak, Dosen, serta teman seperjuangan

atas waktu dan pengorbanan kalian dalam membantuku menyelesaikan skripsi ini,

perhatian kalian selalu menjadi motivasi bagiku

Kalian yang terbaik diantara yang terbaik

Serta

Almamater hijau (UNILA) yang turut mendampingiku, membangun diriku,

(8)

Jika kita lebih buruk atau sama dengan masalalu berarti

kita rugi satu generasi maka kita wajib lebih baik. Lakukan

sesuatu dengan teori lalu praktekkan karna teori tanpa

praktek itu buta dan praktek tanpa teori itu gila. Jangan

pernah menyerah oleh keadaan.

(Ayahanda Marlan Abka)

Gagal hanya terjadi jika kita menyerah.

(B.J. Habibie)

Kalau kamu ingin menjadi Pribadi yang maju, kamu harus

pandai mengenal apa yang terjadi, padai melihat, pandai

mendengar, dan pandai menganalisis

(Soeharto)

Pendidikan adalah senjata terhebat yang bisa mengubah

dunia.

(Nelson Mandela)

Hidup adalah pilihan dan Hidup adalah perjuangan Jika

kamu tidak memilih dan memperjuangkan maka seleksi alam

(9)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi inidengan baik.

Skripsi dengan judul ―Pengaruh Penambahan Berbagai Starter Pada Pembuatan

Silase Terhadap Kualitas Fisik dan pH Silase Ransum Berbasis Limbah Pertanian” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Jurusan

Peternakan di Universitas Lampung Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.P.—selaku Dekan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung—atas izin yang diberikan;

2. Ibu Sri Suharyati, S.Pt., M.P.—selaku Ketua Jurusan Peternakan—atas gagasan, saran, bimbingan,nasehat, dan segala bantuan yang diberikan selama penulisan skripsi;

3. Bapak Dr. Ir. Erwanto, M.S.—selaku Pembimbing Utama—atas saran, motivasi, arahan, ilmu, dan bimbingannya serta segala bantuan selama penulisan skripsi ini;

(10)

4. Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S..—selakuPembahas—atas bimbingan, motivasi, kritik, saran, dan masukan yang positif kepada penulis serta segala bentuk bantuan selama masa studi dan penyusunan skripsi;

5. Bapak Ir. Syahrio Tantalo, M.P.— selaku Pembimbing Akademik—atas nasehat, saran, motivasi, ilmu, dan bimbingannya serta segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis hingga saat ini;

6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian Unila—atas bimbingan, nasehat, dan ilmu yang diberikan selama masa studi;

7. Ayah Marlan Abka, S.Sos. dan Ibuku tercinta atas segala do’a, dorongan, semangat, pengorbanan, dan kasih sayang yang tulus ikhlas dan senantiasa berjuang untuk keberhasilan penulis, kakak Novita Mardiana, S.Tp. tercinta atas nasihat dan dukungannya dalam bentuk moril maupun materil;

8. Dimas Cahyo Kuncoro dan Istiana Pratiwi—atas persaudaraan dan kerjasamanya selama penelitian;

10. Teman-teman terbaikku Bastian Rusdi, Angga, Frandy Febriantoro, Hermawan, Arista Pribadi, Decka Wira B, Dwi Haryanto, Fakhri Aji A, Sakroni, Rahmat Nurdiyanto, Riki Dwi H, Miftahudin, Ali Sodikin, Apri, Fery Efata Z, Putu, Haikal M, Dimas R, Aji W, Edwin, Budi, Fikri, Okta S, Bowo, Ayu Astuti, Citra Nindya Kesuma, Dea Fitri Aryandrie, Devi Desnita, Dina Sari, Fitria Maghfiroh, Nia Yulianti, Komalasari, Retno Dwi S, Siti Unayah, Sundari Aprilinda, Putri Handayani, Jeni M, Konita, Tri Atika, Lasmi, Fitri, Sahrina, lisa, laras, septia, imah,—atas kekeluargaan,

(11)

11. Seluruh kakak-kakak (Angkatan 2009 dan 2010) serta adik-adik (Angkatan 2012, 2013 dan 2014) jurusan peternakan—atas persahabatan dan

motivasinya;

12. Semua dosen dan pegawai di jurusan peternakan yang senantiasa memberikan dukungan dan motivasinya;

13. Keluarga kosan Bapak Zamroni beserta istri, Bang Herza, Andi, Iqbal, BudI, Anton, Novrin, Cik dan Zarkoni –yang telah memberikan perhatian, arahan

dan Nasehat selama penulis tinggal dan menyelesaikan studi.

14. Bapak Sosro Wardoyo, S. Pt—yang telah membantu dalam penyusunan metode penelitian, saran dan waktunya.

14. Semua aktor yang telah mengisi kehidupan dan menemaniku meskipun dari kejauhan dengan segala kasih sayang, dukungan, dan kenangan indah yang hanya menjadi persinggahan yang tidak dapat terlupa.

Semoga semua bantuan dan jasa baik yang telah diberikan kepada penulis mendapat pahala dari Allah SWT, dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin...

Bandar Lampung, September 2015

(12)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 3

C. Manfaat Penelitian ... 3

D. Kerangka Pemikiran ... 3

E. Hipotesis ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Silase ... 7

B. pH Silase ... 9

C. Cairan Rumen ... 10

D. EM4 Peternakan ... 12

E. Tempe ... 13

F. Mol / Starter ... 15

G. Ransum ... 17

(13)
(14)

iii

b. Pembuatan starter EM4 yang dikembang biakan ... 31

c. Pembuatan silase ransum ... 32

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

A. Pengaruh Perlakuan terhadap Kualitas Fisik Silase Limbah Pertanian ... 34

a. Warna ... 34

b. Aroma ... 36

c. Tekstur ... 39

B. Pengaruh Perlakuan terhadap Uji pH ... 42

V. KESIMPULAN ... 45

(15)

iv

DAFTAR TABEL

TabelHalaman

1. Kriteria penilaian silase ... 9

2. Kandungan bahan pakan ... 27

3. Formulasi ransum berdasarkan BK ... 28

4. Formulir uji organoleptek ... 30

5. Nilai uji organoleptik warna silase limabah pertanian ... 34

6. Nilai uji organoleptik aroma silase limabah pertanian ... 37

7. Nilai uji organoleptik tekstur silase limabah pertanian ... 39

8. Nilai pH silase limbah pertanian ... 42

9. Analisis ragam uji organoleptik warna silase limbah pertanian ... 51

10. Uji BNT asumsi organoleptik warna silase limbah pertanian ... 51

11. Hasil uji BNT asumsi organoleptik warna silase limbah pertanian ... 51

12. Analisis ragam uji organoleptik aroma silase limbah pertanian ... 52

13. Uji BNT asumsi organoleptik aroma silase limbah pertanian ... 52

14. Hasil uji BNT asumsi organoleptik aroma silase limbah pertanian ... 52

15. Analisis ragam uji organoleptik tekstur silase limbah pertanian ... 53

16. Uji BNT asumsi organoleptik tekstur silase limbah pertanian ... 53

17. Hasil uji BNT asumsi organoleptik tekstur silase limbah pertanian ... 53

(16)

v

(17)

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.Tata letak perlakuan yang diterapkan ... 28

2. Molases ... 55

3. Molases dan cairan rumen ... 55

4. Bahan silase ... 56

5. Penjemuran silase ... 56

6. Pembungkusan silase ... 57

(18)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang dan Masalah

Seiring dengan peningkatan permintaan daging kambing, peternak harus memikirkan ketersediaan pakan. Pakan merupakan komponen biaya terbesar dalam pemeliharaan ternak dan keterbatasan pakan dapat menyebabkan populasi ternak pada suatu daerah menurun. Oleh karena itu, kemampuan peternak dalam menyediakan pakan akan menentukan jumlah ternak yang mampu dipelihara (Winugroho, 1991).

Ketersediaan pakan di Indonesia sangat bergantung kepada musim. Pada musim penghujan ketersediaan hijauan sangat melimpah sedangkan pada musim kemarau hijauan sangat terbatas sehingga perlu dilakukan pengawetan hijauan untuk menanggulangi kelangkaan hijauan pada musim ini.

Pengawetan bahan pakan dapat dilakukan dengan cara pembuatan silase. Tujuan pembuatan silase yaitu untuk mengawetkan serta mengurangi kehilangan nutrien pada hijauan agar dapat dimanfaatkan untuk pakan pada masa mendatang

(19)

2

hijauan segar dalam kondisi anaerob dengan bantuan bakteri asam laktat (Lubis, 1982). Proses pembuatan silase (ensilage) akan berjalan optimal apabila pada saat proses ensilase diberi penambahan akselerator. Akselerator dapat berupa

inokulum bakteri asam laktat. Fungsi dari penambahan akselerator yaitu untuk menambahkan bahan kering, mengurangi kadar air silase, membuat suasana asam pada silase, mempercepat proses ensilase, menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk dan jamur, merangsang produksi asam laktat, dan meningkatkan kandungan nutrien dari silase (Schroeder, 2004).

Upaya untuk meningkatkan kualitas silase sebagai pakan ternak ruminansia dengan menggunakan metode fermentasi diharapkan dapat meningkatkan kandungan protein kasar, menurunkan serat kasar serta dapat meningkatkan kecernaannya. Fermentasi yaitu proses perombakan dari struktur keras secara fisik, kimia, dan biologi sehingga bahan dari struktur yang komplek menjadi sederhana, sehingga daya cerna ternak menjadi lebih efesien. Upaya

meningkatkan nilai gizi silase dapat dilakukan dengan menambahkan starter bakteri asam laktat. Banyak cara dalam menambahkan starter bakteri asam laktat antara lain dapat menggunakan cairan rumen, EM-4 Peternakan, dan EM-4 Peternakan yang dikembangbiakkan sebagai biodekomposernya.

(20)

3

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. mengetahui tekstur, warna, dan aroma silase yang ditambahkan starter Em-4 Peternakan, Em-4 Peternakan yang kembangbiakan, dan cairan rumen; 2. mengetahui tekstur, warna, dan aroma silase yang terbaik dari silase yang

ditambahkan starter Em-4 Peternakan, Em-4 Peternakan yang kembangbiakan, dan cairan rumen;

3. mengetahui pH terbaik pada perlakuan penelitian ini.

C. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini, yaitu diharapkan silase ini dapat menjadi alternatif dalam meningkatkan kualitas silase sebagai pakan ternak ruminansia, serta dapat memberikan informasi bagi peternak. Hal ini akan mengatasi permasalahan di masyarakat dalam upaya menyediakan pakan yang berkualitas.

D. Kerangka Pemikiran

(21)

4

populasi bakteri asam laktat pada silase. Semakin banyak populasi bakteri asam laktat maka akan mempercepat terjadinya suasana asam sehingga menurunkan pH silase. Suasana asam pada silase akan menghambat pertumbuhan bakteri

pembusuk sehingga dapat mengawetkan limbah pertanian.

Penambahan starter dapat dengan cara penambahan cairan rumen atau EM-4 Peternakan. Cairan rumen yang diperoleh dari rumah potong hewan kaya akan kandungan enzim pendegradasi serat dan vitamin. Cairan rumen mengandung enzim α-amilase, galaktosidase, hemiselulase, selulase, dan xilanase. Rumen diakui sebagai sumber enzim pendegradasi polisakarida. Polisakarida dihidrolisis dalam rumen disebabkan karena pengaruh sinergis dan interaksi dari komplek mikroorganisme, terutama selulase dan xilanase. Isi rumen yang merupakan limbah rumah potong hewan apabila tidak ditangani dengan baik dapat mencemari lingkungan. Sebaliknya, isi rumen berpotensi sebagai feed additive. Cairan rumen telah digunakan sebagai sumber inokulan dalam pengelolaan silase, diharapkan dapat mempercepatproses penurunan pH silase (Pataya, 2005). Semakin cepat pHturun maka enzim proteolisis yang bekerja pada protein juga dapat ditekan.

Metode lain yang mungkin diaplikasikan dimasyarakat yaitu dengan

menambahkan Produk EM-4 Peternakan merupakan kultur EM dalam medium cair berwarna coklat kekuning-kuningan yang menguntungkan untuk

(22)

5

akan berkurang. Pemberian EM-4 Peternakan pada pakan dan minum ternak akan meningkatkan nafsu makan karena aroma asam manis yang ditimbulkan. EM-4 peternakan tidak mengandung bahan kimia sehingga aman bagi ternak (Hermanto, 2011).

Menurut Reksohadiprodjo (1998), perubahan warna yang terjadi pada tanaman yang mengalami proses ensilase disebabkan oleh proses respirasi aerobic yang berlangsung selama persediaan oksigen masih ada, sampai gula tanaman habis. Menurut Siregar (1996), secara umum silase yang baik mempunyai ciri-ciri, yaitu tekstur masih jelas, seperti alamnya. Utomo (1999) menambahkan bahwa aroma silase yang baik agak asam, bebas dari bau manis, bau ammonia, dan bau H2S. Silase dengan atau tanpa penambahan starter memiliki aroma cenderung asam, sehingga setiap perlakuan yang berbeda tidak mempengaruhi aroma silase.

Penambahan starter EM-4 Peternakan, EM-4 Peternakan yang

(23)

6

E. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah:

1. penambahan 4% starter EM-4 Peternakan, EM-4 Peternakan yang

dikembangbiakkan, dan cairan rumen berpengaruh terhadap warna, aroma, dan tekstur silase yang dihasilkan;

2. silase dengan kualitas fisik terbaik dihasilkan pada penambahan 4% starter EM-4 Peternakan yang dikembangbiakkan;

(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Silase

Silase adalah proses pengawetan hijauan pakan segar dalam kondisi anaerob dengan pembentukan atau penambahan asam. Asam yang terbentuk yaitu asam-asam organik antara lain laktat, asetat, dan butirat sebagai hasil fermentasi karbohidrat terlarut oleh bakteri sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan derajat keasaman (pH). Turunnya nilai pH, maka pertumbuhan mikroorganisme pembusuk akan terhambat (Stefani et al., 2010).

Kualitas silase tergantung dari kecepatan fermentasi membentuk asam laktat, sehingga dalam pembuatan silase terdapat beberapa bahan tambahan yang biasa diistilahkan sebagai additive silage. Macam-macam additive silage seperti water soluble carbohydrat, bakteri asam laktat, garam, enzim, dan asam. Penambahan bakteri asam laktat ataupun kombinasi dari beberapa additive silage merupakan perlakuan yang sering dilakukan dalam

(25)

8

awal dalam fermentasi asam laktat adalah proses aerob, udara yang berasal dari lingkungan atau pun yang berasal dari hijauan menjadikan reaksi aerob terjadi. Hasil reaksi aerob yang terjadi pada fase awal fermentasi silase menghasilkan asam lemak volatile, yang menjadikan pH turun (Stefani et al., 2010).

Pembuatan silase dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:

1. hijauan yang cocok dibuat silase adalah rumput, tanaman tebu, tongkol gandum, tongkol jagung, pucuk tebu, batang nenas, dan jerami padi;

2. penambahan zat aditif untuk meningkatkan kualitas silase. Beberapa zat aditif adalah limbah ternak (manure ayam dan babi), urea, air, dan molases. Aditif digunakan untuk meningkatkan kadar protein atau karbohidrat pada material pakan. Biasanya kualitas pakan yang rendah memerlukan aditif untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak;

3. kadar air yang tinggi berpengaruh dalam pembuatan silase. Kadar air yang berlebihan menyebabkan tumbuhnya jamur dan akan menghasilkan asam yang tidak diinginkan seperti asam butirat. Kadar air yang rendah menyebabkan

suhu menjadi lebih tinggi dan pada silo mempunyai resiko yang tinggi terhadap kebakaran (Pioner Development Foundation, 1991).

Proses fermentasi silase memiliki 4 tahapan, yaitu:

1. fase aerobik, normalnya fase ini berlangsung sekitar 2 jam yaitu ketika oksigen yang berasal dari atmosfer dan yang berada diantara partikel tanaman

(26)

9

tanaman, mikroorganisme aerob, dan fakultatif aerob seperti yeast dan enterobacteria untuk melakukan proses respirasi;

2. fase fermentasi, fase ini merupakan fase awal dari reaksi anaerob. Fase ini berlangsung dari beberapa hari hingga beberapa minggu tergantung dari

komposisi bahan dan kondisi silase. Jika proses silase berjalan sempurna maka bakteri asam laktat sukses berkembang. Bakteri asam laktat pada fase ini menjadi bakteri predominan dengan pH silase sekitar 3,8—5;

3. fase stabilisasi, fase ini merupakan kelanjutan dari fase kedua;

fase feed-out atau fase aerobik. Silo yang sudah terbuka dan kontak langsung dengan lingkungan maka akan menjadikan proses aerobik terjadi (Stefani et al., 2010). Penilaian kualitas silase berdasarkan ada tidaknya jamur, pH, dan aroma. Penilaian kualitas silase dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kriteria penilaian silase. Kriteria

Penilaian Silase

Baik Sekali Baik Sedang Buruk

Jamur Tidak ada Sedikit Lebih banyak Banyak

Bau Asam Asam Kurang asam Busuk

pH 3,2 – 4,2 4,2 – 4,5 4,5 – 4,8 > 4,8 Departemen Pertanian, 1980.

B.pH Silase

(27)

10

perusak dihambat pertumbuhannya (Chen dan Weinberg, 2008). Nilai pH yang baik untuk pembuatan silase yang baik adalah 4,5 sedangkan kadar bahan

keringnya berkisar 28—35% (Bolsen et al., 1978). Bila pH > 5,0 dan kadar bahan kering 50% maka bakteri beracun Clostridia akan tumbuh, sedangkan nilai pH yang terlalu rendah < 4,1 dan bahan kering 15% akan mengaktifkan mikroba kontaminan (Tangendjaja et al., 1992). Pengukuran pH silase dilakukan menggunakan pH meter digital setelah silase dipanen. Sebelum dilakukan penetapan pH, sampel diberi aquades dengan perbandingan antara sampel dan aquades adalah 1 : 10 (Nahm, 1992).

C.Cairan Rumen

Cairan rumen yang diperoleh dari rumah potong hewan kaya akan kandungan enzim pendegradasi serat dan vitamin. Cairan rumen mengandung enzim α -amilase, galaktosidase, hemiselulase, selulase, dan xilanase. Rumen diakui sebagai sumber enzim pendegradasi polisakarida. Polisakarida dihidrolisis dalam rumen disebabkan karena pengaruh sinergis dan interaksi dari komplek

mikroorganisme, terutama selulase dan xilanase. Isi rumen yang merupakan limbah rumah potong hewan apabila tidak ditangani dengan baik dapat mencemari lingkungan. Sebaliknya, isi rumen berpotensi sebagai feed additive. Cairan rumen telah digunakan sebagai sumber inokulan dalam pengelolaan silase (Pataya, 2005).

(28)

11

morfologinya. Sebaliknya protozoa diklasifikasikan berdasarkan morfologinya karena mudah dilihat berdasarkan penyebaran silianya. Beberapa jenis bakteri adalah:

a. bakteri pencerna selulosa (Bakteroidessuccinogenes, Ruminococcus flavafaciens, Ruminococcus albus, Butyrifibriofibrisolvens);

b. bakteri pencerna hemiselulosa (Butyrivibrio fibrisolvens, Bakteroides ruminocola, ruminococcus sp);

c. bakteri pencerna pati (bakteroides ammylophilus, streptococcus hovis, succinnimonas amylolytica);

d. bakteri pencerna gula (triponema bryantii, lactobasilus ruminus);

e. bakteri pencerna protein (Clastridium sporogenus, Bacillus licheniformis).

Cairan rumen difokuskan pada aktivitas enzim pendegradasi serat yang terdapat dalam cairan rumen, diantaranya enzim pemecah serat yang merupakan komplek multienzim, seperti endoglukonase, eksoglukonase, p-glukosidase, xiianase, xilosidase, asetil xilan, esterase, dan asetil esterase glukosidase (Purnomohadi, 2006).

Rumen berisi bahan pakan yang dimakan oleh ternak yang berupa rumput/hijauan lainnya dan pakan penguat (konsentrat). Di dalam rumen ternak ruminansia hidup berbagai mikroba seperti bakteri, protozoa, fungi, dan yeast. Mikroba ini

(29)

12

Konsentrasi bakteri sekitar 109 setiap cc isi rumen, sedangkan protozoa bervariasi sekitar 105 –106 setiap cc isi rumen (Tillman et al., 1991).

D.EM-4 Peternakan

EM 4 Peternakan adalah campuran kultur yang mengandung Lactobacillus, jamur fotosintetik, bakteria fotosintetik, Actinomycetes, dan ragi. Produk EM-4

Peternakan merupakan kultur EM dalam medium cair berwarna coklat kekuning-kuningan yang menguntungkan untuk pertumbuhan dan produksi ternak dengan ciri-ciri berbau asam manis. EM-4 Peternakan mampu memperbaiki jasad renik di dalam saluran pencernaan ternak sehingga kesehatan ternak akan meningkat, tidak mudah stres, dan bau kotoran akan berkurang. Pemberian EM-4 Peternakan pada pakan dan minum ternak akan meningkatkan nafsu makan karena aroma asam manis yang ditimbulkan. EM-4 peternakan tidak mengandung bahan kimia sehingga aman bagi ternak.

Manfaat EM-4 Peternakan:

a. menyeimbangkan mikroorganisme yang menguntungkan dalam perut ternak; b. memperbaiki dan Meningkatkan kesehatan ternak;

c. meningkatkan mutu daging ternak;

d. mengurangi tingkat kematian bibit ternak; e. memperbaiki kesuburan ternak;

f. mencegah bau tidak sedap pada kandang ternak; g. mengurangi stres pada ternak;

(30)

13

i. sapi, kerbau, dan kambing telah biasa diberikan silase larutan EM 4 Peternakan pada musim kemarau saat rumput juga sulit didapat. Em-4 dapat digunakan sebagai probiotik pembuatan silase, rumput kering, jerami, pohon jagung kering, dan lain-lain dapat diolah menjadi pakan ternak karena proses

fermentasi, kandungan gizi silase lebih tinggi dari asalnya dan dapat disimpan lebih lama untuk memenuhi kebutuhan pakan pada saat musim kemarau; j. EM-4 Peternakan merupakan mikroorganisme yang banyak digunakan bagi

peternakan, karena 90 % bakteri di dalamnya ialah Lactobacillus Sp. Bakteri lainnya Azotobacter, Clostridia, Enterobacter, Agrobacterium, Erwinia, Pseudomonas, dan mikroorganisme pembentuk asam laktat. Media kulturnya berbentuk cairan dengan pH 4,5 (Hermanto, 2011).

E. Tempe

Tempe adalah produk fermentasi yang amat dikenal oleh masyarakat Indonesia dan mulai digemari pula oleh berbagai kelompok masyarakat barat. Tempe dapat dibuat dari berbagai bahan, tetapi yang biasa dikenal sebagai tempe oleh

masyarakat pada umumnya ialah tempe yang dibuat dari kedelai. Tempe

(31)

14

Inokulum tempe merupakan kumpulan spora kapang yang memegang peranan penting dalam pembuatan tempe karena dapat mempengaruhi mutu yang

dihasilkan. Jenis kapang yang memegang peranan utama dalam pembuatan tempe adalah R. oligosporus dan R. oryzae, sedangkan jenis kapang lain yang juga terdapat adalah R. stolonifer dan R. arrhizus (Koswara, 1992).

Tempe busuk merupakan tempe kedelai yang telah mengalami proses fermentasi lanjut. Kandungan gizi tempe busuk tidak jauh beda dengan kandungan gizi tempe kedelai. Selain meningkatkan mutu gizi, fermentasi kedelai menjadi tempe juga mengubah aroma kedelai yang berbau langu menjadi aroma khas tempe. Tempe segar mempunyai aroma lembut seperti jamur yang berasal dari aroma miselium kapang bercampur dengan aroma lezat dari asam amino bebas dan aroma yang ditimbulkan karena penguraian lemak. Makin lama fermentasi berlangsung, aroma yang lembut berubah menjadi tajam karena terjadi pelepasan amonia (Astawan, 2004).

Proses fermentasi tempe dapat dibedakan atas tiga fase yaitu:

a. fase pertumbuhan cepat (0—30 jam fermentasi) terjadi penaikan jumlah asam lemak bebas, penaikan suhu, pertumbuhan jamur cepat, terlihat dengan terbentuknya miselia pada permukaan biji makin lama makin lebat, sehingga menunjukkan masa yang lebih kompak;

(32)

15

c. fase pembusukan atau fermentasi lanjut (50—90 jam fermentasi) terjadi penaikan jumlah bakteri dan jumlah asam lemak bebas, pertumbuhan jamur menurun dan pada kadar air tertentu pertumbuhan jamur terhenti, terjadi perubahan flavor karena degradasi protein lanjut sehingga terbentuk amonia. Dalam pertumbuhannya Rhizopus akan menggunakan Oksigen dan menghasilkan CO2 yang akan menghambat beberapa organisme perusak. Adanya spora dan hifa juga akan menghambat pertumbuhan kapang yang lain. Jamur tempe juga

menghasilkan antibiotika yang dapat menghambat pertumbuhan banyak mikrobia (Hidayat, 2006)

F. Mol / Starter

Menurut Direktorat Pengelolaan Lahan (2007), Mikroorganisme lokal (MOL) adalah larutan yang terbentuk dari campuran bahan-bahan alami yang disukai tanaman sebagai media hidup dan berkembangnya mikroorganisme.

Setiap bahan organik di alam cepat atau lambat akan mengalami proses pembusukan atau dekomposisi dan proses dekomposisi ini tentunya akan melibatkan mikroba yang ada di lingkungan tersebut. Mikroba yang terlibat dalam proses penguraian bahan organik ini dapat diperbanyak secara sederhana serta murah untuk berbagai keperluan seperti mempercepat pembuatan kompos atau pupuk organik cair (POC) dan dikenal dengan istilah mikroorganisme lokal (Mulyono, 2014).

(33)

16

kompos. Menurut Direktorat Pengelolaan Lahan (2007), Mikro Organisme Lokal (MOL) adalah larutan yang terbentuk dari campuran bahan-bahan alami yang disukai tanaman sebagai media hidup dan berkembangnya mikroorganisme. MOL bermanfaat untuk mempercepat proses penghancuran bahan-bahan organik (Juanda et al., 2011).

Perbanyakan MOL memerlukan air kemudian bahan yang mengandung glukosa/gula seperti gula pasir, gula merah, air kelapa atau batang tebu.

Selanjutnya diperlukan bahan yang mengandung karbohidrat/tepung seperti air cucian beras, limbah nasi, singkong, jagung atau ubi. Terakhir adalah bahan yang kandungan mikroba pengurainya sudah tinggi seperti buah-buahan busuk, nasi basi, batang pisang yang sudah busuk, dan sebagainya bahkan bahan organik yang belum busuk pun bisa dimanfaatkan seperti rebung, sabut kelapa, atau bahan organik lainnya (Mulyono, 2014).

Faktor-faktor yang menentukan kualitas larutan MOL antara lain media

(34)

17

G. Ransum

Ransum adalah pakan jadi yang siap diberikan pada ternak yang diberikan pada ternak yang disusun dari berbagai jenis bahan pakan yang sudah dihitung (dikalkulasi) sebelumnya berdasarkan kebutuhan nutrisi dan energi yang

diperlukan. Berdasarkan bentuknya, ransum dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu mash, pellet, dan crumble (Sinaga, 2009).

Ransum adalah makanan yang disediakan bagi ternak untuk 24 jam. Karena suatu ransum seimbang menyediakan semua zat makanan yang dibutuhkan untuk memberi makan ternak selama 24 jam (Sinaga, 2009). Konsumsi ransum sangat dipengaruhi oleh berat badan dan umur ternak konsumsi ransum akan semakin meningkat dengan meningkatnya berat badan ternak. Jumlah ransum yang dikonsumsi juga akan bertambah dengan bertambahnya umur ternak (Sinaga, 2009).

a. Molases

(35)

18

sehingga silase yang dihasilkan kualitasnya baik. Semakin banyak penambahan BAL dalam pembuatan silase maka semakin cepat proses ensilase.

b. Onggok

Onggok merupakan limbah dari industri tapioka. Onggok adalah hasil ikutan pengolahan dari ubi kayu menjadi tapioka (Kolopita dan Sutardi, 1997). Suharyono et al., (1982) menyatakan bahwa komposisi nutrisi onggok adalah 89.38 % bahan kering (BK), 87.60 % bahan organik (BO), 1.60 % protein kasar (PK), dan kecernaan bahan keringnya sebesar 82.0 % berfungsi untuk

mempercepat tercapainya kondisi asam, memacu terbentuknya asam laktat dan asetat, mendapatkan karbohidrat mudah terfermentasikan sebagai sumber energi bagi bakteri yang berperan dalam fermentasi, menghambat pertumbuhan beberapa jenis bakteri lain dan jamur yang tidak dikehendaki, mengurangi oksigen yang ada baik secara langsung maupun tidak langsung, mengurangi produksi air dan

menyerap beberapa asam yang tidak diinginkan.

c. Dedak

Dedak merupakan hasil ikutan proses pemecahan kulit gabah yang terdiri dari lapisan kutikula sebelah luar dan hancuran sekam serta sebagian kecil lembaga yang masih tinggi kandungan protein, vitamin, dan mineral. Menurut

(Schalbroeck, 2001), produksi dedak padi di Indonesia cukup tinggi per tahun dapat mencapai 4 juta ton dan setiap kwintal padi dapat menghasilkan 18—20 gram dedak. Dedak mengandung protein 13,00 %, lemak 13,00%, dan serat kasar 12,00 % dapat dipakai sebagai bahan pakan ternak (Schalbroeck, 2001).

(36)

19

adalah sebagai bahan pemadat dan pengikat sehingga bentuk produk hasil fermentasi akan menarik, disamping itu penambahan dedak dalam substrat akan dimanfaatkan oleh mikroorganisme sebagai sumber energi untuk pertumbuhan dan perkembangannya, sehingga menyebabkan mikroba cepat tumbuh dan mudah berkembang biak.

d. Urea

Urea adalah salah satu sumber Non Protein Nitrogen (NPN) yang mengandung 41—45 % N. Disamping itu penggunaan urea dapat meningkatkan nilai gizi makanan dari bahan yang berserat tinggi serta berkemampuan untuk

merenggangkan ikatan kristal molekul selulosa sehingga memudahkan mikroba rumen memecahkannya (Basya, 1981).

e. Kulit Singkong

Singkong adalah tanaman rakyat yang telah dikenal di seluruh pelosok Indonesia. Rukaman (1997) menyatakan bahwa komponen kimia dan gizi dalam 100 g kulit singkong adalah sebagai berikut: protein 8,11 g; serat kasar 15,20 g; pektin 0,22 g; lemak 1,29 g; kalsium 0,63 g sedangkan komponen kimia dan gizi daging

(37)

20

f. Rumput Gajah

Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) adalah hijauan pakan jenis rumput unggul yang memiliki kualitas nutrisi yang tinggi dan tahan terhadap kekeringan, sehingga dapat menjadi sumber pakan pada musim kemarau. Nilai pakan rumput gajah dipengaruhi oleh perbandingan (rasio) jumlah daun terhadap batang dan umurnya. Kandungan nitrogen dari hasil panen yang diadakan secara teratur berkisar antara 2—4% Protein Kasar (CP; Crude Protein) selalu diatas 7% untuk varietas Taiwan, semakin tua CP semakin menurun). Pada daun muda nilai kecernaan (TDN) diperkirakan mencapai 70%, tetapi angka ini menurun cukup drastis pada usia tua hingga 55%.

g. Bungkil Sawit

Bungkil inti sawit (BIS) merupakan salah satu hasil samping pengolahan inti sawit dengan kadar 45—46% dari inti sawit. BIS umumnya mengandung air kurang dari 10% dan 60% fraksi nutrisinya berupa selulosa, lemak, protein, arabinoksilan, glukoronoxilan, dan mineral. Bahan ini dapat diperoleh dengan proses kimia atau dengan cara mekanik. Walaupun BIS proteinnya rendah, tapi kualitasnya cukup baik dan serat kasarnya tinggi. Namun BIS memiliki

palatabilitas yang rendah sehingga menyebabkan kurang cocok untuk ternak monogastrik dan lebih sering diberikan kepada ruminansia terutama sapi perah.

h. Ampas Tahu

(38)

21

tinggi. Adapun kandungan ampas tahu antara lain protein 8,66%; lemak 3,79%; air 51,63% dan abu 1,21%, maka sangat memungkinkan ampas tahu dapat diolah menjadi bahan makanan ternak (Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur, 2011). Menurut Rahman (1983) menyatakan bahwa kandungan protein ampas tahu adalah 24,56% yang hampir sama dengan kandungan protein kacang hijau yaitu 24,39%. Ditinjau dari segi makanan sesudah fermentasi terjadi peningkatan protein kasar dan karatenoid monakolin. Penggunaan produk kaya karatenoid seperti monakolin dan β karoten dalam ransum unggas dapat menghasilkan daging rendah kolesterol. Kemampuan karatenoid (monakolin/lovastatin) dalam menurunkan kolesterol melalui 2 cara yaitu 1) β karoten bersifat antioksidan yang dapat mencegah teroksidasinya lipid,

dan 2) β karoten mampu menghambat kerja aktivitas enzim HMG CoA reduktase sehingga tidak terbentuk mevalonat yang diperlukan untuk sintesis kolesterol (Einsenbrand, 2005).

i. Kulit kakao

(39)

22

j. Mineral

Penambahan ini dimungkinkan apabila secara keseluruhan ransum pakan

mengalami defisiensi terhadap sejumlah mineral akibat kualitas bahan pakan yang buruk atau karena memang mineral-mineral tersebut kandungannya sedikit dan hanya terdapat pada lokasi-lokasi tertentu sehingga tanaman yang dijadikan bahan pakan tidak memiliki unsur mineral tersebut khusus untuk ternak ruminansia, ketersediaan mineral yang cukup sangatlah dibutuhkan karena selain untuk membantu metabolisme ternak itu sendiri juga untuk membantu metabolisme mikroba dalam rumen (Cullison, 1978).

k. Jenjet Jagung/Tumpi Jagung

Tumpi jagung merupakan limbah agroindustri perontokan jagung pipilan. Ketersediaannya cukup kontinyu dan terkadang menimbulkan masalah dalam pembuangan atau penyimpanannya, terutama pada saat berlangsungnya panen raya jagung. Tumpi jagung bersifat amba (bulk) dan belum dimanfaatkan secara optimal untuk pakan ternak. Menurut Amirroenas (1990) tumpi jagung terdiri dari 87,380% BK, 8,651 PK, 2,380 LK, 18,610 SK, 1,23 Abu, 60,521 BETN.

H. Uji organoleptik

Uji organoleptik adalah cara untuk mengukur, menilai atau menguji mutu

(40)

23

a. Warna

Faktor-faktor yang mempengaruhi suatu bahan makanan antara lain tekstur, warna, cita rasa, dan nilai gizinya. Sebelum faktor-faktor yang lain

dipertimbangkan secara visual (Winarno, 1995).

Reksohadiprodjo (1998), menyatakan bahwa perubahan warna yang terjadi pada tanaman yang mengalami proses ensilase disebabkan oleh proses respirasi aerobic yang berlangsung selama persediaan oksigen masih ada, sampai gula tanaman habis. Gula akan teroksidasi menjadi CO2 dan air, panas juga dihasilkan pada proses ini sehingga temperatur naik. Temperatur yang tidak dapat terkendali akan menyebabkan silase berwarna coklat tua sampai hitam. Hal ini menyebabkan turunnya nilai kandungan nutrisi pakan, karena banyak sumber karbohidrat yang hilang dan kecernaaan protein turun.

Menurut Ensminger dan Olentine (1978), menyatakan bahwa warna coklat

tembakau, coklat kehitaman, karamel (gula bakar) atau gosong menunjukan silase kelebihan panas.

b. Aroma

(41)

24

memiliki aroma cenderung asam, sehingga setiap perlakuan yang berbeda tidak mempengaruhi aroma silase.

c. Tekstur

Menurut Siregar (1996), secara umum silase yang baik mempunyai ciri-ciri, yaitu tekstur masih jelas, seperti alamnya. Apabila kadar air hijauan pada saat dibuat silase masih cukup tinggi, maka tekstur silase dapat menjadi lembek. Agar tekstur silase baik, hijauan yang akan dibuat silase diangin-anginkan terlebih dahulu, untuk menurunkan kadar airnya. Selain itu, pada saat memasukkan hijauan ke dalam silo, hijauan dipadatkan dan diusahakan udara yang tertinggal sedikit mungkin. Syarifuddin (2006) melaporkan bahwa tekstur silase pada berbagai umur pemotongan (20 hari hingga 80 hari) menunjukkan tekstur yang remah. Hal ini berarti bahwa tekstur pada silase kemungkinan dipengaruhi oleh bahan

(42)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2014—Februari 2015 di Jurusan Peternakan, analisis silase dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

B. Bahan dan Alat Penelitian

(43)

26

Adapun alat dan bahan dalam penelitian ini: a. pembuatan mol/starter

alat : toples, pisau, adukan, kompor, panci, saringan dan derigen. bahan : dedak padi, molases, tempe busuk, EM-4 Peternakan, cairan rumen, dan air.

b. pembuatan silase

alat : plastik kapasitas 5 kg, terpal, timbangan digital, pisau/golok, kertas label, sabit dan copper.

bahan : Ampas tahu, kulit coklat, rumput gajah, bungkil sawit, jenjet jagung, mineral, molases, urea, kulit singkong, onggok, stater EM-4 Peternakan, stater EM-4 Peternakan yang

dikembangbiakan dan stater cairan rumen.

c. uji organoleptik

alat : buku, pulpen, dan borang penilaian panelis.

bahan : silase R0 tanpa perlakuan, silase R1 dengan stater EM-4 Peternakan, silase R2 dengan stater EM-4 Peternakan dikembangbiakan, silase R3 dengan stater cairan rumen.

d. pengukuran pH

(44)

27

C. Metode Penelitian

Penelitian ini disusun menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga jumlah satuan percobaan ada 12 unit.

Perlakuan yang diterapkan yakni: R0 : silase ransum basal;

R1 : silase ransum basal yang ditambahi dengan starter (EM-4 Peternakan 4%); R2 : silase ransum basal yang ditambahi dengan starter EM-4 Peternakan yang

dikembang biakkan 4% ( EM-4 Peternakan 1 liter + molases 1 liter ml + air 2,5 liter + dedak 0,5 kg + tempe busuk 1/4 kg);

R3 : silase ransum basal yang ditambahi dengan starter 4% (cairan rumen 1 liter molases 1 liter ml + air 2,5 liter, dan dedak 0,5 kg).

Adapun susunan ransum basal ini antara lain rumput gajah 16%, kulit singkong 24%, kulit coklat 5%, bungkil sawit 16,87%, jenjet jagung, 8,5%, ampas tahu 9%, onggok 15,8%, molases 4%, mineral 0,13%, dan urea 0,7%. Kandungan bahan pakan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan bahan pakan Bahan

Keterangan: BK : Bahan Kering; PK : Protein Kasar; LK : Lemak Kasar; SK : Serat Kasar; BETN : Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen; IMB : Imbangan.

(45)

28

Adapun formulasi ransum pada penelitian ini disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Formulasi ransum basal berdasarkan BK

Bahan BK PK LK SK Abu BETN IMB Keterangan: BK : Bahan Kering; PK : Protein Kasar; LK : Lemak Kasar; SK : Serat Kasar; BETN : Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen; IMB : Imbangan.

* = Hartadi (1997); ** = Buku formulasi Ransum (2013); ***Amirroenas (1990).

Tata letak perlakuan yang digunakan yaitu:

R2U2 R0U1 R1U1 R3U2

R0U2 R3U1 R2U1 R2U3

R1U2 R3U3 R0U3 R1U3

Gambar 1. Tata letak perlakuan yang diterapkan

D. Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati pada penelitian ini meliputi pemeriksaan kualitas fisik,dan pH.

a. Pengukuran pH silase dengan modifikasi Nahm (1992)

1. menimbang 20 gram silase dan dimasukkan ke dalam blender; 2. menambahkan 100 ml aquades ke dalam blender selanjutnya

(46)

29

3. silase yang telah halus dituang ke dalam erlenmeyer kemudian pH diukur dengan menggunakan indikator pHmeter;

4. mencatat pH silase pada lembar blanko;

5. mengulangi langkah-langkah tersebut untuk semua perlakuan.

b. Pemeriksaan kualitas fisik

1. menyiapkan panelis yang terdiri dari mahasiswa jurusan peternakan sebanyak 10 orang;

2. memberikan arahan cara pengisian borang penilaian; 3. mengeluarkan silase dari plastik;

4. mengamati kualitas fisik silase berupa aroma, warna, dan tekstur; 5. pengamatan dilakukan secara bergantian;

(47)

30

Tabel 4. Formulir uji organoleptik

Nama panelis :

Keterangan : diberi tanda (√) pada kolom skala penilaian menurut saudara

Skala penilaian

Tekstur: 1 = basah (menggumpal, lembek dan berlendir), 2 = agak basah (agak menggumpal dan terdapat lendir).

Warna : 1 = hitam, 2, = coklat kehitaman, 3 = coklat kekuningan

(48)

31

E. Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis ragam pada taraf nyata 5 % dan atau 1 %. Apabila diperoleh hasil yang nyata pada taraf nyata 5% maka akan dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil.

F. Prosedur Penelitian

a. Pembuatan starter rumen dibuat dengan memodifikasi panduan pada Bureenok dkk. (2006) yakni:

1. mencampur dedak 0,5 kg dengan 2,5 liter air, kemudian mendidihkan dan dinginkan selanjutnya menyaring dan mengambil airnya;

2. campurkan cairan rumen sebanyak 1 liter dengan molases sebanyak 1 liter;

3. mencampur air rebusan dedak ke dalam larutan campuran nomer 2; 4. masukan larutan bio-aktivator tersebut pada wadah kerupuk/ember

yang terbuat dari bahan plastik dan tutup rapat;

5. ditambahkan selang yang dihubungkan kedalam botol berisi air; 6. mendiamkan selama 3—4 hari di tempat yang aman dan teduh. 7. pada hari 3—4 bakteri hasil pengembangan ini sudah bisa diambil

dengan disaring memakai saringan; 8. hasil cairan rumen dapat digunakan.

(49)

32

2. 0,5 kg, molases 1 liter dan tempe busuk 1/4 kg dimasukan dan diaduk hingga tercampur rata;

3. adonan tersebut didinginkan hingga suhu kamar;

4. setelah dingin, kemudian dimasukkan kedalam wadah krupuk; 5. cairan 1 liter EM-4 Peternakan dimasukkan dan diaduk hingga rata; 6. wadah ditutup rapat selama 3—4 hari dan jangan dibuka-buka;

7. atau dapat ditambahkan selang yang dihubungkan kedalam botol berisi air;

8. pada hari 3—4 bakteri hasil pengembangan ini sudah bisa diambil dengan disaring memakai saringan;

9. hasil EM-4 Peternakan yang dikembangbiakan dapat dipergunakan.

c. Pembuatan silase ransum berbasis limbah pertanian.

1. tanaman rumput gajah yang baru dipanen dilayukan selama 3—12 jam untuk mengurangi kandungan airnya;

2. mencacah tanaman rumput gajah menggunakan mesin chopper dengan ukuran 1—5 cm;

3. memotong limbah kulit kakao dengan ukuran 1—2 x 5—10 cm;

(50)

33

5. menambahkan perlakuan yang diterapkan pada ransum tersebut dan masing-masing perlakuan diulang 3 kali;

(51)

45

V. KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

1. perlakuan pada percobaan penambahan 4% starter EM-4 Peternakan, EM-4 Peternakan yang dikembangbiakkan dan cairan rumen sangat berpengaruh terhadap warna, tekstur, dan pH, serta berpengaruh nyata terhadap aroma silase.

2. perlakuan pada warna yang menyerupai warna asalnya yaitu perlakuan dengan penambahan EM-4 Peternakan 4% dan EM-4 Peternakan yang

dikembangbiakkan 4%, aroma terbaik dihasilkan pada perlakuan penambahan starter 4% EM-4 Peternakan dan cairan rumen dengan aroma agak khas silase mendekati khas silase, sedangkan pada tekstur, tekstur yang sama seperti tekstur asalnya (tanpa perlakuan) pada perlakuan penambahan starter EM-4 Peternakan 4% dengan tekstur yang dihasilkan mendekati agak kering. 3. pH silase terbaik dihasilkan pada silase ransum dengan penambahan starter

EM-4 Peternakan dan cairan rumen.

B. Saran

(52)

DAFTAR PUSTAKA

Amin, W. dan T. Leksono. 2001. Analisis pertumbuhan mikroba ikan jambal siam (Pangasius sutchi) Asap yang Telah Diawetkan Secara Ensiling. J. Natur Indonesia Vol. 4 (l) hal. l-9

Amirroenas, D. E. 1990. Mutu Ransum Berbentuk Pellet Dengan Bahan Serat Biomassa POD Coklat Untuk Pertumbuhan Sapi Perah Jantan. Tesis Fakultas Pascasarjana, Institute Pertanian, Bogor

Anonimous. 1991. Silage Technology, A trainer Manual. Pioneer Of

Development Foundation for The Asia and The Pacific. Inc. Hal. 15-24 Astawan, M. 2004. Tetap Sehat dengan Produk Makanan Olahan. Tiga

Serangkai. Solo.

Basya, S. 1981. Penggunaan dan Pemberian Urea sebagai Bahan Makanan Ternak. Lembaran LPP XI (2-4) BATAN. 2005. Urea Molasses Multinutrient Block (UMMB). Batan

Bolsen, K.K., G. Ashbell, and J. M. Wilkinnson. 1978. Silage Additives in biotechnology. In: Wallace, R.J., and A. Chesson (eds.). Animal Feeds and Animal Feeding. Weinheim: VCH

Bureenok, S., T. Namihira, S. Mizumachi, Y. Kawamoto, and T. Nakada. 2006. The effect of epiphytic lactic acid bacteria with or without different by product from defatted rice bran and green tea waste on napiergrass (Pennisetum purpureum Shumach) silage fermentation. J. Sci. Food Agric. Vol. 86 (1) hal. 1073-1077.

Chen, Y. dan Z. G. Weinberg. 2008. Changes during aerobic exposure of wheat silages. Anim. Feed Sci. Technol. Vol 154 (2) hal. 76 -82.

Cullison, A. E. 1978. Feed and Feeding Animal Nuhition. Prentice-Hall of India. India, pp.81-84

(53)

47

Departemen Pertanian. 1980. Silase Sebagai Makanan Ternak. Departemen Pertanian. Balai Informasi Pertanian, Ciawi. Bogor

Direktorat Pengelolaan Lahan. 2007. Pedoman Teknis Pengembangan Usaha Tani Padi Sawah Metode System of Rice Intencification (SRI). Jakarta: Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air Departemen Pertanian Eisenbrand. 2005. Toxicological Evaluation of Red Mold Rice. DFG-Sanate

Comision on Food Savety

Ensminger, M. E. and C. G. Olentine. 1978. Feed and Nutrition Complate. The Ensminger Publishing Company. Clovis. California. USA

Fathul, F, Liman, N. Purwaningsih, dan S. Tantalo. 2013. Pengetahuan Pakan dan Formulasi Ransum. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Gunawan, C. 1975. Percobaan Membuat Inokulum Untuk Tempe dan Oncom. Makalah Ceramah Ilmiah LKN. LIPI Bandung

Hartadi, H. R. Soedomo., dan A. D. Tillman. 2005. Tabel Komposisi Pakan Untuk Indonesia. Cetakan kelima. Gajah Mada University Press. Yogyakarta

Hermanto. 2011. Penetapan bahan diagnosis status hara NPK pada jaringan tanaman pegagan. Jurnal Bul. Littro. Vol. 22 (2) hal 20-25

Heinritz. S. 2011. Ensiling Suitability of High Protein Tropical Forages and Their Nutritional Value For Feeding Pigs. Diploma Thesis. University of Hohenheim. Stuttgart

Hidayat. N. 2006. Mikrobiologi Industri. Edisi Pertama. Yogyakarta : Andi Juanda, Irfan, dan Nurdiana. 2011. Pengaruh metode dan lama fermentasi

terhadap mutu mol (Mikroorganisme Lokal) . J. Floratek. Vol 6 hal 140 – 143

Kolopita, M. dan T. Sutardi. 1997. Pencernaan ampas onggok dalam rumen sapi dan kerbau. Bull. Vol 3(12) hal 236 – 244

Koswara, S. 1992. Teknologi Pengolahan Kedelai Menjadikan Makanan Bermutu. Pustaka Sinar Harapan: Jakarta

Lubis, D. A. 1982. Ilmu Makanan Ternak. Jakarta : PT Pembangunan Mahmud. 2009. Tabel Komposisi Pangan Indonesia. Jakarta: PT Elex Media

(54)

48

Matsuhima, J. K. 1979. Feeding Beef Cattle. Sprenger Verlag, Berlin Heidelberg, New York.

Maynard, L. A., J. K. Loosli., H. F. Hintz, and Warner, R.G., 1979. Animal Nutrition – seven edition. Mc Grow Hill Publishing. New York. Pp : 91-101, 158-166.

McDonald, P. 1981. The Biochemistry of Silage. John Wiley and Sons Ltd., London

Melda, S. 2012. Pembuatan Mol Dan Pupuk Kompos. Dalam blogs

http://melda-susanti.blogspot.com/2012/04/pembuatan-mol-nasi-dan-pupuk-kompos.html. Diakses pada tanggal [16 September 2014] Mulyono. 2014. Membuat Mol dan Kompos dari Sampah Rumah

Tangga-cetakan 1. Jakarta : Agromedia Pustaka

Nahm, K. H. 1992. Practical Guide to Feed, Forage and Water Analysis. Copyright by Yoo Han Publishing Inc. Seoul.

Pataya, D. 2005. Penambahan enzim dari cairan rumen untuk meningkatkan kandungan energi metabolisme wheat pollard. ejournal. unud.ac.id / abstrak / dadik pataya 080102005. pdf. Diakses tanggal [11 September 2014]]

Purnomohadi, M. 2006. Peran bakteri-selulotik cairan rumen pada fermentasi jerami padi terhadap mutu pakan J. Protein. Vol 3 (3) hal 108-114 Rahayu, A. M., Hanina, dan I. Mustofa. 2003. Pemanfaatan Isi Rumen Melalui

Hidrolisis Abu Sekam Sebagai Bahan Pakan Ayam Petelur. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya. Malang

Rahayu, W. P. 2003. Diktat Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian Bogor. Institut Pertanian Bogor

Rahayu, E. R. dan Margino, S. 1997. Bakteri Asam Laktat: Isolasi dan Identifikasi. Materi Workshop. Yogyakarta; PAU Pangan dan Gizi Univ. Gadjah Mada.

Rahman, J. 1983. Pemanfaatan Ampas Tahu dan Pemanfaatannya dalam Ransum Broiler. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan. Universitas Andalas. Padang

Reksohadiprojdo, S. 1998. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik. Edisi Ketiga. BPFE, Yokyakarta

(55)

49

Schroeder, J. W., 2004. Silage fermentation and preservation. Extension Dairy Specialist. AS-1254.

Schalbroeck, J. J. 2001. Toxicological Evalution of Red Mold Rice. DFG- Senate Comision on Food Savety

Sinaga, S. 2009. Nutrisi dan Ransum. http://awalfreakuh.blogspot. Com/2011/11/ pengenalan-bahan-pakan-secara.html (Diakses 11 September 2014)

Siregar, M. E. 1996. Pengawetan Pakan Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta. Soekanto. 1980. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil

Pertanian. Jakarta: Bhatara Aksara

Stefani, J. W. H. F. Driehuis., J. C. Gottschal, and S. F. Spoelstra. 2010. Silage fermentation processes and their manipulation. Electronic conference on tropical silage. Food Agriculture Organization. Vol 8 (3) hal 6-33 Suharyono., Z. Abidin., Hendratno, C., N.G. Yates., dan R. Bahaudin. 1982.

Pengaruh penambahan kombinasi sera onggok dengan urea terhadap perubahan metabolisme rumen kerbau yang diberi rumput lapangan

sebagai makanan basal. Proc. Seminar Ilmiah Ruminansia Besar, Cisarua, Bogor.

Sumarsih, S., C. I. Sutrisno., B. Sulistiyanto. 2009. Kajian Penambahan Tetes Sebagai Aditif Terhadap Kualitas Organoleptik dan Nutrisi Silase Kulit Pisang. Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan, Semarang

Susetyo, S., Kismono, dan B. Soewardi. 1969. Hijauan Makanan Ternak. Jakarta: Direktorat Peternakan Rakyat Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian

Suyatno, Zailzar, Sujono, dan A. Yani. 2011. Peningkatan Kualitas Dan

Ketersediaan Pakan Untuk Mengatasi Kesulitan di Musim Kemarau Pada Kelompok Peternak Sapi Perah. Jurnal Dedikasi Vol. 8.

Syarifuddin, N. A. 2006. Karakteristik dan Persentase Keberhasilan Silase Rumput Gajah pada Berbagai Umur Pemotongan. Fakultas Peternakan Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru. Banjarmasin

(56)

50

Tillman, A. D. H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekodjo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Jogyakarta

Turyoni, D. 2005. Pembuatan Dodol Tape Kulit Singkong (Cassava). Semarang: Teknologi Jasa dan Produksi Universitas Negeri Semarang

Utomo, R. 1999. Teknologi Pakan Hijauan. Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Van Soest, P. J. 1982. Nutritional Ecology of The Ruminant, Comstock Publishing Assoc. Cornell University Press, USA.

Winarno, F.G. 1995. Enzim Pangan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Gambar

Tabel 1. Kriteria penilaian silase.
Tabel 2.  Kandungan bahan pakan
Tabel 3.  Formulasi ransum basal berdasarkan BK
Tabel 4.  Formulir uji organoleptik

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh Pemberian Urea dan Sulfur pada Pembuatan Silase Limbah Padat Bioetanol yang Diberi starter EM-4 (Dr. 2013), sehingga dapat digunakan sebagai bahan pakan sumber

Pemberian pupuk dari limbah cair aren difermentasi dengan berbagai starter dekomposisi meliputi EM-4, rumen sapi, isi usus ayam dan sisa organik sayuran tidak

Pengaruh Pemberian Urea dan Sulfur pada Pembuatan Silase Limbah Padat Bioetanol yang Diberi starter EM-4 (Dr. 2013), sehingga dapat digunakan sebagai bahan pakan sumber

Penambahan tepung gaplek pada silase limbah sayuran dapat memengaruhi tekstur silase karena tepung gaplek memiliki bahan kering yang tinggi sehingga kadar air yang

Namun, telihat juga bahwa setiap perlakuan yang diberikan menghasilkan silase limbah sayuran dengan kualitas yang baik, sehingga penambahan tepung gaplek pada

inokulum bakteri asam laktat dan tepung gaplek merupakan perlakuan terbaik (P&lt;0,01) yang mempengaruhi nilai fleigh silase, pada Tabel 4 terlihat bahwa setiap

Kualitas telur asin terbaik yaitu dengan penambahan bawang putih sebanyak 4% pada pembuatan telur asin karena memiliki aroma yang kurang amis dan rasa yang tidak terlalu asin.. Kata

1.3.4,5 Prodi Peternakan, Fakultas Pertanian dan Peternakan, UIN Suska Riau 2Prodi Peternakan, Fakultas Ilmu-Ilmu Hayati, Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai* First Author :