• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kualitas Kelembagaan dan Persepsi Anggota Terhadap Peran Gapoktan (Studi Kasus Gapoktan Desa Banyuroto Kabupaten Magelang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kualitas Kelembagaan dan Persepsi Anggota Terhadap Peran Gapoktan (Studi Kasus Gapoktan Desa Banyuroto Kabupaten Magelang)"

Copied!
246
0
0

Teks penuh

(1)

1 I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertanian di era global ini masih memainkan peran penting. Sektor pertanian dianggap mampu menghadapi berbagai kondisi instabilitas ekonomi karena sejatinya manusia memang butuh pangan setiap harinya. Sebagai sektor unggulan, pertanian dituntut untuk memainkan perannya secara optimal. Sektor ini diharapkan tidak hanya mampu menjadi tumpuan harapan seluruh petani selaku pelaku usaha tetapi juga dapat dijadikan basis pertumbuhan ekonomi negara Indonesia.

Pertanian memiliki peranan yang sangat strategis dalam pembangunan perekonomian secara keseluruhan. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDB nasional sebesar 13-14% dan menyerap tenaga kerja sebesar 42,61-43,03 juta orang pada tahun 2008-2009 (Daryanto 2010). Daryanto (2009) mengatakan bahwa pertanian juga dapat dipandang sebagai suatu sektor yang memiliki kemampuan khusus dalam memadukan pertumbuhan dan pemerataan atau pertumbuhan yang berkualitas. Sehingga, kontribusi besar yang dimiliki sektor pertanian tersebut memberikan sinyal bahwa pentingnya membangun pertanian yang berkelanjutan secara konsisten untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus kesejahteraan rakyat.

(2)

2 mempengaruhi tingkat kesejahteraan petani. Data BPS menunjukkan bahwa pada tahun 2010 jumlah penduduk miskin di desa di Jawa Tengah adalah 3.110.200 jiwa sedangkan di kota hanya 2.258.900 jiwa1. Padahal, pusat pembangunan pertanian sebagian besar terdapat di desa. Hal ini juga kontras dengan kenyataan bahwa lapangan usaha pertanian merupakan penyumbang terbesar Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Tengah pada tahun 2005-2009 dengan jumlah Rp 44.806.485.330.000 (BPS Jawa Tengah 2009).

Pertanian yang dalam paradigma pembangunan daerah merupakan prime over untuk meningkatkan pendapatan petani dan masyarakat, perlu mendapatkan perhatian khusus pada mekanisme terutama pada hal distribusi dan pemasaran. Besarnya peran agribisnis tersebut tidak hanya menuntut adanya intervensi teknologi maju dan permodalan yang lebih besar, tetapi juga diperlukan peran kelembagaan yang semakin memberikan peluang bagi tumbuh dan berkembangnya pengembangan agribisnis (Maarif 1998). Oleh karena itu, kelembagaan yang kuat dan mandiri diharapkan dapat membantu petani dalam meningkatkan produktivitas panenan untuk mendukung ketersediaan pangan dalam negeri dan kesejahteraan rumah tangga petani.

Kabupaten Magelang telah menetapkan sektor pertanian sebagai salah satu sektor andalan dan mendapat prioritas tinggi dalam memacu pembangunan bidang lain demi tercapainya kesejahteraan masyarakat. Pemilihan sektor pertanian sebagai sektor andalan cukup relevan mengingat sektor pertanian juga memberikan kontribusi terhadap PDRB Kabupaten Magelang paling besar dibandingkan dengan sektor yang lain. Selain itu, pertanian juga telah

1

(3)

3 berkontribusi secara nyata pada PDRB Kecamatan Sawangan. Sektor pertanian menyumbang sebanyak Rp 114.190.570.000 pada tahun 2010 dan tahun sebelumnya juga selalu terjadi peningkatan (BPS Kabupaten Magelang 2010).

Menurut Rencana Strategis (Renstra) Kabupaten Magelang tahun 2005-2009, tujuan pembangunan di bidang pertanian ditetapkan sebagai berikut, yaitu: (1) meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani dengan membuka kesempatan kerja melalui pengembangan agribisnis dari hulu sampai hilir, (2) meningkatkan ketersediaan pangan, dan (3) terwujudnya kelembagaan pangan dan usaha dalam satu kesatuan ketahanan pangan. Untuk mewujudkan tujuan pembangunan pertanian tersebut, kebijakan yang ditempuh adalah (1) pengembangan agribisnis dari hulu sampai hilir dengan pendekatan kawasan, (2) membangun sistem ketahanan pangan, (3) pengembangan kelembagaan petani (Bappeda 2004).

Penguatan kelembagaan usahatani di seluruh kawasan di Indonesia perlu untuk mendukung penjaminan ketersediaan pangan bagi rakyat Indonesia. Penguatan kelembagaan ini juga diperlukan agar harga komoditas di pasar domestik semakin terbuka terhadap gejolak pasar akibat adanya perubahan rezim pasar ke arah pasar persaingan bebas dan produk pertanian Indonesia memiliki daya saing di pasar internasional. Bahkan, akibat adanya persaingan bebas ini, Indonesia mengalami kenaikan impor pangan yang pesat menjadi dua kali lipat (Pearson et al. 2003).

(4)

4 mencari jalan keluar dari setiap masalah yang dihadapi. Sudah sejak lama masyarakat perdesaan memiliki kelembagaan lokal yang berfungsi sebagai wadah dalam menyelesaikan beragam permasalahan secara mandiri. Namun, kelembagaan lokal tersebut melemah dan terdistorsi karena tergerus oleh pembangunan yang terpusat dan masif. Ketika kelembagaan lokal melemah atau bahkan mati maka hal itu akan berdampak terhadap masalah hidup yang dialaminya.

Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Pertanian telah menerapkan Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (Prima Tani) sebagai salah satu program utamanya yang sudah mulai dilaksanakan sejak perencanaannya pada tahun 2005. Sasaran Prima Tani adalah terbangunnya sistem dan usaha agribisnis berbasis pengetahuan dan teknologi inovatif (Simatupang 2004). Prima Tani terdiri atas dua bagian besar, yaitu inovasi teknologi dan inovasi kelembagaan. Artinya, perhatian terhadap permasalahan kelembagaan mengambil separuh, atau mungkin lebih dari seluruh rangkaian aktivitas di Prima Tani (Sudaryanto 2006). Penerapan Prima Tani ini dilaksanakan di beberapa propinsi terpilih, salah satunya adalah Propinsi Jawa Tengah dengan salah satu kecamatan sasarannya adalah Kecamatan Sawangan.

(5)

5 teknologi dan kelembagaan yang bertujuan untuk mempercepat dan mengefektifkan informasi dan teknologi yang dihasilkan lembaga penelitian khususnya Balitbang Pertanian kepada petani (Syahyuti 2005)

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah telah melakukan introduksi teknologi dan kelembagaan di Desa Banyuroto, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang. Desa Banyuroto memiliki agroekosistem lahan kering dataran tinggi beriklim basah, menjadi tempat pelaksanaan Prima Tani sejak tahun 2005. Pelaksanaan Prima Tani tersebut juga dikaitkan dengan program pengembangan kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu dengan fokus kegiatan pengembangan agrowisata di lingkungan Ketep Pass dan pengembangan sistem agribisnis di Desa Banyuroto.

Kajian mengenai kualitas suatu kelembagaan pertanian seperti gapoktan perlu dilakukan. Hal ini untuk mengetahui sejauh mana gapoktan berperan dan memberikan kontribusi dalam kegiatan usahatani petani anggotanya maupun terhadap petani selaku aktor dalam kelembagaan. Peran gapoktan yang dianalisis berdasarkan persepsi petani anggotanya adalah kemandirian, kesejahteraan petani, dan keberlanjutan pertanian.

1.2. Perumusan Masalah

(6)

6 bantuan kepada petani dilakukan jika hal itu pemberian insentif, namun demikian hal ini tidak dalam skala besar dan bersifat gratis. Jika harus memberikan bantuan modal, maka hal itu harus berupa pinjaman yang harus dikembalikan secara tepat waktu (Syahyuti 2005).

Desa Banyuroto, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, merupakan salah satu desa tempat pelaksanaan program Prima Tani dengan penumbuhan kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto sebagai bentuk wadah komunikasi antar kelompok tani yang ada di desa Banyuroto dengan lingkungan eksternal. Selain itu, Gapoktan Desa Banyuro dibentuk agar kegiatan penyuluhan pertanian terpusat, cepat, dan efektif penyampaiannya kepada seluruh petani di Desa Banyuroto. Gapoktan Desa Banyuroto juga memainkan peran utamanya sebagai tempat berhimpunnya para petani bertukar informasi mengenai usahatani mereka dan menghidupkan semangat pertanian selaras dengan perkembangan teknologi.

Sebuah rancang bangun kelembagaan seperti gapoktan tentunya memiliki struktur dan infrastruktur kelembagaan didalamnya, serta pembagian peran, tanggung jawab, dan interaksi antar aktor. Kualitas kelembagaan juga perlu dilihat untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan dan keefektivan sebuah kelembagaan bekerja. Penelitian tentang kualitas kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto ini perlu untuk mengetahui bagaimana peran kelembagaan gapoktan tersebut dalam mencapai keberhasilannya terhadap kemandirian, kesejahteraan petani, dan keberlanjutan pertanian, yang dianggap merupakan indikator keberhasilan gapoktan tersebut.

(7)

7 1. Bagaimana tata kelola dan kualitas kelembagaan Gapoktan Desa

Banyuroto?

2. Bagaimana peran kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto terhadap kemandirian dan kesejahteraan ekonomi petani serta sistem pertanian yang berkelanjutan?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis tata kelola dan kualitas kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto.

2. Mengidentifikasi peran kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto dalam mencapai keberhasilan usahatani strawberry.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Bagi pemerintah pusat dan daerah dapat menjadi rujukan dan masukan serta bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan yang terkait dengan penguatan kelembagaan dalam rangka meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan petani terutama yang berkaitan dengan pertanian strawberry. 2. Bagi petani dan kelompok tani dapat memperoleh informasi dan masukan

mengenai upaya peningkatan kemandirian, kesejahteraan petani, dan keberlanjutan pertanian.

(8)

8 berdaya saing, dan berkelanjutan di Indonesia serta pengembangan kemandirian dan kesejahteraan petani.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

(9)

9 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Kelembagaan

Kelembagaan menurut Uphoff (1992) dan Fowler (1992) adalah “a complex of norm and behavior that persist overtime by serving some socially valued purpose” sedangkan organisasi adalah struktur peran yang diakui dan diterima. Mengacu pada konsep kelembagaan yang diajukan oleh Gilin dan Gilin (1954) tentang tingkat kemantapan tertentu dari kelembagaan, Horton dan Hunt (1984) tentang rutinisasi dari kelembagaan, dan Uphoff (1986) dalam Saptana (2006) yang menyatakan bahwa kelembagaan sebagai pola perilaku yang stabil, dihargai dan berlaku dalam waktu yang lama, maka bagian pokok lainnya yang penting untuk diperhatikan dalam pembahasan mengenai kinerja kelembagaan adalah tentang pola perilaku atau pola interaksi yang terjalin antar pelaku dalam suatu kelembagaan.

Kata kelembagaan merujuk kepada sesuatu yang bersifat mantap yang hidup di dalam masyarakat (Koentjaraningrat 1997). Secara konseptual, kelembagaan berasal dari istilah pranata yang mengandung pengertian sebagai padanan institution dan pranata sosial sebagai social institution. Suatu kelembagaan adalah suatu pemantapan perilaku yang hidup pada suatu kelompok orang. Kelembagaan merupakan sesuatu yang stabil, mantap, dan berpola, berfungsi untuk tujuan-tujuan tertentu dalam masyarakat, ditemukan dalam sistem sosial tradisional dan modern atau bisa berbentuk tradisional dan modern, dan berfungsi untuk mengefisienkan kehidupan sosial.

(10)

10 yaitu pelaku yang mendukung dan mengonstruksi kelembagaan ekonomi tersebut sekaligus dengan status dan perannya, juga aturan main yang berlaku dan dikonstruksi oleh para pelaku. Menurut North (1993) dalam Sudaryanto (2005) kelembagaan ekonomi dibentuk oleh aturan-aturan formal berupa rule, laws, dan constitutions, dan aturan informal berupa norma, kesepakatan, dan lain-lain. Seluruhnya merupakan penentu bagaimana terbentuknya struktur masyarakat dan kinerja ekonominya yang spesifik.

Menurut Pakpahan (1989) dalam Elizabeth (2010), suatu kelembagaan dicirikan oleh tiga hal utama, yaitu: (1) yurisdiction of boundary (batas yurisdiksi), (2) property right (hak kepemilikan), (3) rule of representation (aturan representasi). Perubahannya menghasilkan performance yang diinginkan, dan ditentukan oleh: (1) sense of community (perasaan sebagai satu masyarakat), (2) eksternalitas, (3) homogenitas, dan (4) economic of scale (skala ekonomi).

Tiap kelembagaan memiliki tujuan tertentu, dan orang-orang yang terlibat di dalamnya memiliki pola perilaku tertentu serta nilai-nilai dan norma-norma yang sudah disepakati yang sifatnya khas. Tiap kelembagaan dibangun untuk satu fungsi tertentu. Karena itu kita mengenal kelembagaan pendidikan, kelembagaan ekonomi, agama, dan lain-lain. Jadi, dunia berisi kelembagaan-kelembagaan dan manusia pasti masuk kelembagaan tersebut (Sudaryanto 2005).

(11)

11 bahwa kelembagaan ekonomi dikonstruksikan secara sosial, maka juga tidak tertutup kemungkinan adanya konstruksi ulang mengenai aturan main yang berlaku. Mengacu pada pendapat di atas, maka pembahasan mengenai aturan main dalam kelembagaan ini akan mencakup tentang aturan main itu sendiri dan perubahan-perubahan yang terjadi pada aturan main, serta bagaimana dan oleh siapa aturan main tersebut dikonstruksi.

Selain pengertian diatas, kelembagaan dapat diarahkan sebagai organisasi. Dalam aspek kelembagaan terdapat nilai, aturan, norma, kepercayaan, moral, ide, gagasan, doktrin, keinginan, kebutuhan, orientasi, dan lain-lain. Sementara aspek keorganisasian berisi struktur, peran, hubungan antar pesan, integrasi antar bagian, struktur umum, perbandingan struktur tekstual dengan struktur riil, struktur kewenangan, hubungan kegiatan dengan tujuan, aspek solidaritas, keanggotaaan, klik, profil, pola kekuasaan, dan lain-lain (Sudaryanto 2005).

Pada intinya, kelembagaan adalah jejaring yang terbentuk dari sejumlah, mungkin puluhan sampai ratusan interaksi atau bisa disebut kelembagaan sebagai interaksi yang berpola. Dari interaksi inilah dapat dipahami sebuah kelembagaan hanya dengan memahami bagaimana pola, ciri, dan bentuk sebuah interaksi dan dalam satu kelembagaan, sebagian besar interaksi berbentuk sama.

Dalam proses pengembangan kelembagaan, beberapa prinsip ini perlu dijadikan pegangan (Sudaryanto 2005), yaitu:

(12)

12  Bidang pekerjaan yang akan dilakukan, jenis, dan sifat interaksi yang ada

di dalamnya, serta adanya motivasi sosial dan ekonomi yang tercampur didalamnya.

 Pelajari kelembagaan yang sudah ada di masyarakat, aktivitas yang akan dijalankan, manfaat, dan masalah yang ada.

 Kelompokkan basis kelembagaan yang sesuai untuk tiap aktivitas yang akan dijalankan, kecocokan, pola komunitas, pola pasar, pola pemerintah, dan basis pelayanan.

 Pahami pula kekentalan kelembagaan yang sesungguhnya diperlukan, penguatan personal relation, personal network, dan organisasi.

Kriteria kelembagaan untuk tujuan praktis yang dihubungkan dengan pembentukan kelembagaan urutannya sebagai berikut (Suradisastra 2009):

1. Terorganisir dan memiliki norma atau aturan yang ditegakkan. 2. Memiliki cita-cita atau tujuan yang ingin dicapai.

3. Secara konsisten melakukan suatu fungsi secara berulang dan telah dilakukan dalam jangka cukup lama.

4. Melakukan interaksi dengan lembaga lain sebagai manifestasi saling ketergantungan antar lembaga.

2.1.1. Kelembagaan Petani

(13)

13 sosial dan tatanan sosial setempat. Termasuk dalam pranata dan tatanan sosial tersebut antara lain adalah peran kelembagaan petani dalam kaitan dengan kegiatan usahatani dan pembangunan pertanian, peran kepemimpinan lokal, dan pola komunikasi yang menggambarkan arah dan arus informasi dalam suatu lembaga (Suradisastra 2009).

Posisi, peran, dan fungsi kelembagaan petani seringkali disusun sedemikian rupa sehingga dapat memaksimalkan pembangunan wilayah sesuai dengan kebijakan pembangunan setempat. Dalam kondisi demikian, kelembagaan petani diposisikan sebagai alat untuk mencapai tujuan pembangunan dan bukan untuk menyejahterakan petani. Pendekatan seperti ini secara langsung atau tidak langsung, terasa atau tidak terasa, telah mengubah, mengerdilkan, atau melumpuhkan kelembagaan tertentu. Namun di sisi lain tidak dapat disangkal bahwa kelembagaan petani yang dibentuk secara paksa juga dapat meningkatkan efisiensi dan kinerja kelembagaan petani ke arah yang lebih baik.

Peran lain dari suatu kelembagaan petani adalah peran menggerakkan tindak komunal. Suatu lembaga struktur umumnya memiliki potensi kolektif yang berasal dari para anggotanya. Sikap kolektif sebagai suatu kesatuan kini merupakan tantangan tersendiri bagi para pelaksana pembangunan pertanian. Memahami dan memanfaatkan secara tepat sifat-sifat komunal dan social capital lain akan memberikan dampak yang diharapkan (Syahyuti 2007).

(14)

14 harus dirancang sebagai upaya untuk peningkatan kapasitas masyarakat itu sendiri sehingga menjadi mandiri (Syahyuti 2007).

Masalah utama pengembangan kelembagaan petani adalah fakta bahwa pemahaman terhadap konsep lembaga atau kelembagaan lebih terpaku pada organisasi, baik organisasi formal maupun organisasi non formal. Masalah lain dalam pengembangan lembaga organisasi petani adalah sikap sosial anggota kelembagaan dan masyarakat sekitarnya, terutama yang berkaitan dengan daya lenting sosial komunitas petani yang dilibatkan dalam pembentukan atau pengembangan lembaga petani di suatu wilayah.

Tetapi saat ini, kelembagaan petani dalam hal ini adalah gapoktan, diberi pemaknaan baru, termasuk bentuk dan peran yang baru. Gapoktan menjadi lembaga gerbang (gateway institution) yang menjadi penghubung petani satu desa dengan lembaga-lembaga lain di luarnya. Gapoktan diharapkan berperan untuk fungsi-fungsi pemenuhan permodalan pertanian, pemenuhan sarana produksi, pemasaran produk pertanian, dan termasuk menyediakan berbagai informasi yang dibutuhkan petani (Syahyuti 2007).

(15)

15 diharapkan dapat menjalankan fungsi kemitraan dengan adil dan saling menguntungkan.

Setidaknya terdapat tiga peran pokok yang diharapkan dapat dimainkan oleh gapoktan. Pertama, gapoktan difungsikan sebagai lembaga sentral dalam sistem yang terbangun, misalnya terlibat dalam penyaluran benih bersubsidi yaitu bertugas merekap daftar permintaan benih dan nama anggota. Kedua, gapoktan juga dibebankan untuk peningkatan ketahanan pangan di tingkat lokal. Ketiga, mulai tahun 2007, gapoktan dianggap sebagai Lembaga Usaha Ekonomi Perdesaan (LUEP) sehingga dapat menerima dana penguatan modal, yaitu dana pinjaman yang dapat digunakan untuk membeli gabah petani pada saat panen raya, sehingga harga tidak terlalu jatuh.

2.1.2. Kualitas Kelembagaan Petani

(16)

16 Menurut Esman (1986) dalam Anantanyu (2009) pengembangan kelembagaan dapat dirumuskan sebagai perencanaan, penataan, dan bimbingan dari organisasi-organisasi baru atau yang disusun kembali yang; a) mewujudkan perubahan-perubahan dalam nilai-nilai, fungsi-fungsi, teknologi-teknologi fisik atau sosial, b) menetapkan, mengembangkan, dan melindungi hubungan-hubungan normatif dan pola-pola tindakan yang baru, dan c) memperoleh dukungan dan kelengkapan dalam lingkungan lembaga. Efektivitas pengembangan kelembagaan diukur berdasarkan berbagai kriteria, termasuk kemampuannya untuk menyediakan barang-barang dan jasa-jasa bagi orang dengan kategori tertentu dan kemampuannya mempertahankan hidupnya dalam suatu jaringan dari unit-unit yang saling mengisi yang memajukan tingkat pertumbuhan sosial-ekonomi (Eaton 1986 dalam Anantanyu 2009).

Sumardjo (2003) mengungkapkan gejala-gejala sosial yang mendorong kelompok tani berfungsi secara efektif antara lain:

1. Keanggotaan dan aktivitas kelompok lebih didasarkan pada masalah, kebutuhan, dan minat calon anggota.

2. Kelompok berkembang mulai dari informal efektif dan berpotensi serta berpeluang untuk berkembang ke formal sejalan dengan kesiapan dan kebutuhan kelompok yang bersangkutan.

(17)

17 4. Inisiatif anggota kelompok tinggi untuk berusaha meraih kemajuan dan

keefektivan kelompok karena adanya keinginan kuat untuk memenuhi kebutuhannya.

5. Kinerja kelompok sejalan dengan berkembangnya kesadaran anggota, bila terjadi penyimpangan pengurus segera dapat dikontrol oleh proses dan suasana demokratis kelompok.

6. Agen pembaharu cukup berperan secara efektif sebagai pengembang kepemimpinan dan kesadaran kritis dalam masyarakat atas pentingnya peran kelompok. Disamping itu, yang dibutuhkan atas kehadiran penyuluh selain mengembangkan kepemimpinan adalah kemampuan masyarakat mengorganisir diri secara dinamis dalam memenuhi kebutuhan hidup kelompok.

7. Kelompok tidak terikat harus berbasis sehamparan, karena yang lebih menentukan efektivitas dan dinamika kelompok adalah keefektivan pola komunikasi lokal dalam mengembangkan peran kelompok.

2.2. Persepsi

(18)

18 berhubungan dengan lingkungan sekitar dan keadaan individu yang bersangkutan. Poin pentingnya adalah bahwa persepsi dapat sangat beragam antara individu satu dengan yang lain yang mengalami realitas yang sama. Setiap orang dapat memiliki persepsi yang berbeda atas objek yang sama karena tiga proses: perhatian selektif, distorsi selektif, dan ingatan selektif.

Faktor-faktor fungsional yang menentukan persepsi seseorang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain termasuk yang kita sebut sebagai faktor-faktor personal (Rakhmat 1998). Rakhmat (1998) juga menjelaskan yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimulus, tetapi karakteristik orang yang memberi respon terhadap stimulus. Persepsi meliputi juga kognisi (pengetahuan) yang mencakup penafsiran objek, tanda dan orang dari sudut pengalaman yang bersangkutan (Gibson 1986).

2.3. Kemandirian Petani

Kemandirian merupakan totalitas kepribadian yang perlu atau harus dimiliki oleh setiap individu sebagai sumberdaya manusia (Nawawi dan Martini 1994). Kemandirian menunjuk pada individualitas bukan individualistis atau individualisme atau bahkan egoisme. Kemandirian adalah kemampuan mengakomodasikan sifat-sifat baik manusia, untuk ditampilkan di dalam sikap dan perilaku yang tepat berdasarkan situasi dan kondisi yang dihadapi oleh seorang individu.

(19)

19 dan teknologi modern secara lebih lanjut memungkinkan manusia untuk mengeksplorasi, memanipulasi, dan mentransformasikan lingkungannya menjadi suatu lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan-kebutuhannya. Kesempatan dan pilihan muncul sebagai akibat pembangunan, dengan adanya globalisasi, hal tersebut tidak lagi hanya berasal dari lingkungannya, tetapi juga dari belahan dunia lain.

Di dunia pertanian, kesiapan petani menghadapi era globalisasi adalah menyangkut kualitas perilaku petani dalam konteks kesiapan petani. Kesiapan petani akan menentukan sejauh mana petani mampu mandiri. Pengertian petani mandiri disini adalah petani terbebas dari kungkungan dan ketergantungan dan subordinasi dari pihak lain dalam mengambil dan melaksanakan keputusan hidupnya (Sumardjo 1999). Covey (1993) tentang kemandirian, petani yang mandiri adalah petani yang mampu menciptakan kesalingtergantungan dan duduk setara dalam pola kolegial (kemitraan) dengan pihak lain. Keputusan yang diambil petani idealnya adalah keputusan yang merdeka dan dinilai secara sadar oleh petani tersebut sebagai keputusan yang paling menguntungkan.

Dalam konteks pertanian berkelanjutan di era globalisasi ekonomi, kemandirian petani tersebut akan mantap apabila potensi petani tersebut diwarnai dengan aspek-aspek perilaku petani yang berciri modern, efisien dalam bisnis pertanian dan daya saing yang menghasilkan keterkaitan yang berkesinambungan.

(20)

20 1. Petani mandiri mempunyai rasa percaya diri dan mampu memutuskan atau

mengambil suatu tindakan yang dinilai paling menguntungkan secara cepat, dan tepat dalam mengelola usahanya di bidang pertanian tanpa tergantung atau tersubordinasi oleh pihak lain, baik itu berupa perintah, ancaman, petunjuk atau anjuran.

2. Senantiasa mengembangkan kesadaran diri dan kebutuhannya akan pentingnya memperbaiki diri dan kehidupannya, serta punya inisiatif dan kemauan keras untuk mewujudkan harapannya.

3. Mampu bekerjasama dengan pihak lain dalam kedudukan setara sehingga terjadi kesalingketergantungan dalam situasi saling menguntungkan dalam suatu kemitraan usaha yang berkelanjutan.

4. Mempunyai daya saing yang tinggi dalam menetapkan pilihan terbaik bagi alternatif usaha yang ditempuh dalam kehidupannya.

5. Senantiasa berusaha memperbaiki kehidupannya melalui berbagai upaya memperluas wawasan berfikir dan pengetahuan, sikap dan keterampilannya, sehingga berespon secara positif terhadap perubahan situasi dan berusaha secara sadar mengatasi permasalahan dengan prosedur yang dinilai paling tepat.

2.4. Kesejahteraan Petani

(21)

21 nilai, inovasi institusi, dan sebagainya yang mengarah kepada perputaran inovasi IPTEK.

Kinerja indikator kesejahteraan ekonomi petani dapat digambarkan melalui lima aspek yang bisa menunjukkan penciri atau penanda kesejahteraan petani, yaitu: (1) struktur pendapatan rumah tangga (on farm, off farm, dan non farm), (2) struktur pengeluaran rumah tangga, (3) keragaan tingkat ketahanan pangan rumah tangga, (4) keragaan daya beli rumah tangga petani, dan (5) perkembangan nilai tukar petani (NTP) (Sadikin dan Subagyono 2008).

2.5. Pertanian Berkelanjutan

Selama ini indikator sukses pertanian kita adalah sekedar jumlah atau hasil produksi pertanian, untuk memenuhi permintaan pasar. Dalam pertanian berkelanjutan, tujuan yang ingin dicapai bukanlah sekedar target produksi jangka pendek, tetapi lebih ditekankan pada upaya keberlanjutan sistem produksi jangka panjang. Sehingga inovasi yang dilakukan, dalam pertanian berkelanjutan adalah dalam rangka peningkatan secara optimal proses-proses biologi dan ekologi dalam ekosistem (Manuwoto 1998).

(22)

22 unggul lokal (yang sudah beradaptasi sesuai dengan kondisi setempat) perlu dipertimbangkan untuk mendapatkan bibit unggul spesifik lokasi.

Untuk menjamin keseimbangan agar terciptanya keberlanjutan ada tiga unsur yang harus diperhatikan. Pertama, kegiatan pertanian itu tidak menguras sumberdaya alam dan juga tidak merusak lingkungan. Kedua, kegiatan pertanian itu dilaksanakan secara efisien dan ekonomis sehingga memberikan keuntungan bagi pelaku-pelakunya tidak saja pada saat ini tapi juga bagi pelaku-pelaku pada generasi mendatang. Kemudian yang ketiga adalah harus dapat mengantisipasi perubahan karena perubahan itu pasti terjadi pada lingkungan yang dinamis ini (Manuwoto 1998).

2.6. Biaya Transaksi

Biaya transaksi adalah biaya yang ditimbulkan dalam melakukan transaksi ekonomi. Dalam pengertian yang lain, biaya transaksi adalah biaya untuk menentukan dan memberlakukan hak-hak kepemilikan atas barang dan jasa (Coase 1960). Jenis biaya transaksi, yaitu:

1. Biaya mencari informasi yaitu biaya yang ditimbulkan untuk memperoleh informasi mengenai barang yang diinginkan dari pasar (misalnya biaya untuk memperoleh harga termurah, kualitas terbaik, dan variasi jenis barang).

2. Biaya membuat kontrak atau negosiasi (bargaining cost) yaitu biaya yang diperlukan untuk menerima suatu persetujuan/kontrak dengan pihak lain atas suatu transaksi (misalnya biaya notaris).

(23)

23 biaya cek kualitas, cek kuantitas, cek harga, ketepatan waktu kirim, dan keamanan).

4. Biaya adaptasi (selama pelaksanaan kesepakatan) yaitu biaya yang ditimbulkan karena dilakukannya penyesuaian-penyesuaian pada saat suatu kesepakatan transaksi dilakukan (misalnya penyesuaian biaya produksi karena kenaikan sebagian besar harga bahan baku).

Penyebab terjadinya biaya transaksi adalah: 1. Suatu kegiatan sering terjadi (frequent)

2. Suatu kegiatan transaksi atas barang/jasa yang bersifat khusus (speciality) 3. Kondisi ketidakpastian (uncertainty)

4. Daya nalar yang terbatas (limited rationality) 5. Perilaku spekulatif (opportunist)

Pengelolaan kelembagaan pasti memerlukan biaya transaksi. Bagaimanapun untuk mencapai kesepakatan dalam kelembagaan memerlukan biaya transaksi. Minimumnya biaya transaksi akan mempunyai implikasi terhadap tercapainya komitmen kesepakatan bersama, yang pada akhirnya akan tercapai distribusi manfaat yang adil antar stakeholders dan kelestarian.

Dalam notasi matematik:

Dimana:

Xi = Manfaat kelembagaan

(24)

24 Biaya transaksi terdiri dari (i) pencarian informasi, (ii) manajemen stakeholders, dan monitoring, serta (iii) penegakan aturan dan kesepakatan, mencakup asuransi dan pencegahan konflik. Biaya informasi umumnya dilaksanakan pada tahap perencanaan, yaitu biaya mengenai stakeholders yang berkepentingan, lokasi, peran, tupoksi, dan lain sebagainya. Kartodiharjo (2004) menyebutkan bahwa informasi tentang peran setiap aktivitas institusi tersebut sangat penting terutama untuk menghubungkan dengan struktur insentif. Karena setiap pembuatan konsensus atau kesepakatan juga perlu banyak informasi. Biaya manajemen stakeholders mencakup biaya koordinasi, sosialisasi, pertemuan, monitoring, dan lain sebagainya.

2.7. Penelitian Terdahulu

(25)

25 Dengan adanya pembinaan yang dilakukan secara intensif terhadap kelompok tani di Desa Kertosari, maka terciptalah suatu kelembagaan kelompok tani yang mampu memberikan suasana kepada anggotanya untuk masuk dalam sistem agribisnis. Hal ini juga ditunjukkan dari peranan kelompok yang semakin meningkat dalam pengembangan sistem agribisnis di perdesaan. Misalnya, beberapa kelompok tani telah menerapkan dan mempersiapkan sarana pertanian guna memenuhi kebutuhan anggotanya, baik bersifat barang maupun pendanaan (Hermanto 2007).

Demikian halnya dengan gabungan kelompok tani (gapoktan) yang baru dibentuk pada bulan September 2006 dengan pengurus terdiri atas manajer, sekretaris, dan bendahara. Unit usaha yang baru dikembangkan, yaitu: unit Alsintan dan unit produksi/pemasaran (bidang tanaman pangan, peternakan dan perikanan). Dalam unit usaha alsintan/pasca panen dihimpun semua bentuk usaha yang menggunakan alsintan dalam mendukung implementasi sistem dan usaha agribisnis. Pada unit produksi/pemasaran difokuskan untuk mendukung pengembangan usahatani padi dan penangkaran benih, penggemukan sapi, produksi jamur, pupuk, dan produksi ikan (Hermanto 2007).

(26)

26 peragaan penangkaran benih VUTB/VUB, pembuatan pupuk kompos kascing, pembuatan fermentasi jerami, teknologi budidaya jamur, dan pembuatan pakan formulasi (Hermanto 2007).

(27)

27 III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Operasional

Keberhasilan gapoktan sangat ditentukan oleh struktur dan infrastruktur kelembagaan. Struktur kelembagaan yang dimaksud adalah struktur organisasi beserta pembagian fungsi, struktur, dan kewenangan. Keberadaan struktur organisasi beserta pembagian fungsinya akan sangat membantu kelancaran dalam menjalankan roda organisasi. Selain struktur, infrastruktur kelembagaan berupa aturan main (rule of the game) juga sangat menentukan arah gerak dan keberhasilan kelembagaan. Aturan main yang jelas yang mengatur hubungan antar aktor dan hubungan dengan pihak lain akan menjamin kepastian dan keberhasilan interaksi antar aktor dengan pihak lain. Maka untuk mengetahui keberhasilan kelembagaan gapoktan harus diawali dengan menganalisis aturan main yang berlaku pada gapoktan tersebut.

Untuk lebih mengetahui secara lebih mendalam bagaimana kelembagaan tersebut bekerja, maka dilakukan pula analisis lebih jauh terhadap aktor-aktor yang terlibat dalam gapoktan tersebut dan bagaimana pula kualitas hubungan antar aktor tersebut. Kualitas hubungan antar aktor diidentifikasikan oleh adanya harmonis, sinergi, konflik, dan lain-lain. Tentu saja aturan main yang baik akan tercermin dari kualitas hubungan antar aktor tersebut.

(28)

28 kelompok tani dengan lingkungan eksternal. Tata kelola yang demikian diharapkan dapat meningkatkan kemandirian, kesejahteraan petani, dan keberlanjutan pertanian di Desa Banyuroto. Namun kelembagaan itu sendiri seringkali kurang mengapresiasi kepentingan anggota. Oleh karenanya, perlu diadakan penelitian mengenai kualitas kelembagaan dalam mencapai tujuannya.

(29)

29 Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional

Keterangan:

= Aspek yang dikaji

= Komponen biaya transaksi = Rincian yang dikaji

KELEMBAGAAN GAPOKTAN DESA BANYUROTO

Struktur kelembagaan (susunan dan fungsi

organisasi)

Infrastruktur Kelembagaan (aturan main)

Pola interaksi antar aktor (sinergi atau kompetisi)

Aktor Identifikasi aktor

Kualitas kelembagaan - Kemandirian petani

-Kesejahteraan ekonomi petani

- Keberlanjutan pertanian secara ekologi

Rekomendasi kebijakan Biaya

(30)

30 IV. METODE PENELITIAN

4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Banyuroto, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang tempat program Prima Tani dilaksanakan. Lokasi penelitian ini ditentukan secara purposive (sengaja), dengan pertimbangan lokasi tersebut memiliki karakteristik yang sesuai dengan tujuan penelitian. Penelitian ini diawali dengan pengambilan data primer ke lapangan yang dilakukan mulai bulan Maret 2012 hingga selesai.

4.2. Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan responden dengan bantuan daftar pertanyaan terstruktur (kuesioner). Adapun responden penelitian ini adalah petani anggota dan pengurus gapoktan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari Biro Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Magelang, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, Gapoktan Desa Banyuroto, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah, jurnal, buku, internet, maupun sumber lain yang dapat menyediakan data yang akan digunakan pada penelitian ini.

(31)

31 monografi desa, peraturan perundang-undangan, dan AD/ART Gapoktan Desa Banyuroto. Tabel 1 menyajikan matriks keterkaitan antara tujuan penelitian, parameter, dan cara mengumpulkan serta analisis data.

Tabel 1. Matriks Keterkaitan Antara Tujuan Penelitian, Parameter atau Indikator, dan Cara Mengumpulkan serta Analisis Data

No. Tujuan

Penelitian

Parameter atau indikator Cara Mengumpulkan

dan Analisis Data

a. Tata kelola kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto

 Aktor-aktor yang terlibat dan pola interaksinya seperti apa

 Analisis konten kelembagaan berupa aturan main, yang terdiri dari aturan eksternal (aturan-aturan yang terkait dengan gapoktan beserta seluruh komponennya), aturan internal (aturan-aturan yang terkait dan berlaku di dalam keanggotaan gapoktan), boundary rule, peraturan mengenai monitoring dan sanksi, dan aturan mengenai penyelesaian konflik.

 Biaya transaksi yang timbul bisa berupa:  biaya setting kelembagaan

 biaya sosialisasi kelembagaan  biaya operasional bersama

Wawancara langsung kepada key person atau leading actor dalam gapoktan yang terkait

dan memiliki

b. Kualitas kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto

 Kejelasan kelembagaan: Struktur, aturan, dan pengetahuan anggota tentang kelembagaan.

 Keefektivan kelembagaan: Partisipasi dalam kelembagaan dan efektivitas kelembagaan.

Kuesioner mengenai persepsi yang disusun berdasarkan skala likert kepada seluruh petani anggota Gapoktan

Bargaining position petani

 Kemandirian petani secara teknik bertanam

 kemampuan petani memenuhi kebutuhan modal

 Kesejahteraan ekonomi petani  Perbandingan pendapatan petani  Tingkat nilai tukar petani  Keberlanjutan pertanian

 Penggunaan pestisida organik  Penggunaan pupuk organik  Pencemaran air dan tanah

(32)

32 4.3. Metode Penentuan Sampel Penelitian

Penelitian ini menggunakan informan dan responden sebagai sumber data primer. Informan adalah pihak-pihak yang berpotensi untuk memberikan informasi mengenai diri sendiri, keluarga, pihak lain, dan lingkungannya. Sedangkan responden adalah pihak-pihak yang berpotensi untuk memberikan persepsi pribadinya mengenai suatu objek penelitian.

Pengumpulan data diperoleh dengan wawancara secara mendalam (depth interview) menggunakan teknik pendekatan informan kunci (Key Informant Approach). Teknik pendekatan ini adalah teknik mengumpulkan data melalui orang-orang tertentu yang dipandang sebagai pemimpin, pengambil keputusan atau juga dianggap sebagai juru bicara dari kelompok atau komunitas yang jadi obyek pengamatan, dan orang tersebut dianggap akan bisa memberikan informasi akurat dalam mengidentifikasi masalah-masalah dalam komunitas tersebut (Rudito dan Famiola 2008).

Dalam penelitian ini informan kunci (key person) yang dipilih diantaranya adalah petinggi gapoktan atau tokoh masyarakat setempat. Pemilihan informan kunci ini didasarkan pada asumsi bahwa mereka adalah orang-orang yang mengetahui dan memiliki pengalaman secara mendalam terkait dengan kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto. Sedangkan responden adalah seluruh petani yang bergabung dan merupakan keterwakilan dari seluruh kelompok tani yang ada di bawah Gapoktan Desa Banyuroto yang berjumlah 28 orang.

4.4. Metode dan Prosedur Analisis Data

(33)

33 wawancara kedalam matriks, kemudian dilakukan pengkodean. Setelah pengkodean data, tahap selanjutnya adalah penghitungan persentase responden dan merepresentasikannya secara deskriptif melalui tabel dan grafik. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual menggunakan komputer dengan program Microsoft Excel 2007.

4.4.1. Analisis Tata Kelola dan Kualitas Kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto

Analisis deskriptif digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik kelembagaan dan aturan Gapoktan Desa Banyuroto yang meliputi beberapa parameter yang bersifat kualitatif, yaitu: pertama, aktor dalam kelembagaan dianalisis dengan mengidentifikasi struktur kelembagaan yang terdapat dalam Gapoktan Desa Banyuroto. Kemudian masing-masing aktor tersebut diidentifikasi perannya dalam kelembagaan. Kedua, aturan main kelembagaan diklasifikasikan dalam lima bagian yaitu: (1) aturan formal, yang kemudian dibagi lagi menjadi aturan main eksternal dan internal; (2) aturan informal; (3) boundary rule; (4) monitoring dan sanksi; serta (5) aturan dalam penyelesaian konflik yang terjadi dalam pelaksanaan kelembagaan. Tabel 2 menyajikan matriks analisis kelembagaan gapoktan.

Tabel 2. Matriks Analisis Kelembagaan

Parameter Analisis

Profil kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto:  Identifikasi aktor dan karakteristik interaksi

aktor dalam kelembagaan.

 Identifikasi infrastruktur kelembagaan baik secara internal maupun eksternal.  Konten kelembagaan yang mengatur

hubungan antar aktor secara internal: 1. Aturan formal

2. Aturan informal 3. Boundary rule 4. Monitoring dan sanksi

5. Penyelesaian konflik dalam kelembagaan.

 Untuk mengetahui aktor-aktor utama dalam gapoktan dan mengetahui interaksi dari aktor-aktor tersebut. Aktor dianalisis secara deskriptif dengan mengidentifikasi struktur kelembagaan dengan peran masing-masing aktor tersebut.

 Mengetahui kualitas hubungan antar aktor : harmonis, sinergi, konflik, dan lain-lain.  Analisis konten untuk mengetahui aturan

(34)

34 Selain itu, interaksi antar aktor maupun antar stakeholder dianalisis dari hasil kuesioner dengan parameter keharmonisan dan sinergisme antar aktor yang kemudian dianalisis secara deskriptif. Tabel 3 berikut ini menyajikan matriks hubungan antar aktor maupun antar stakeholder yang terlibat dalam kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto.

Tabel 3. Matriks Hubungan Antar Aktor Maupun Antar Stakeholder

dalam Kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto

Indikator Parameter

Interaksi antar aktor maupun antar stakeholder

Untuk mengetahui bagaimana pola interaksi antar aktor maupun antar stakeholder yang terlibat dalam kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto, kategorinya adalah:

1. Keharmonisan antar aktor

Tinggi, jika semuanya berjalan selaras dan tidak ada konflik Sedang, jika masih terdapat konflik

Rendah, jika sering terjadi konflik 2. Sinergisme antar aktor

Tinggi, jika interaksi antar aktor saling mendukung dan bekerjasama

Sedang, jika interaksi antar aktor kurang saling mendukung dan bekerjasama

Rendah, jika interaksi antar aktor tidak saling mendukung dan bekerjasama

4.4.1.1. Analisis Biaya Transaksi

(35)

35

TrC = ∑ Sij

Keterangan: TrC : Total Biaya Transaksi Sij : Komponen Biaya Transaksi 4.4.1.2. Analisis Kualitas Kelembagaan

Penelitian ini juga ditujukan untuk menganalisis kualitas kelembagaan dalam mencapai outcome kelembagaan yaitu peningkatan kemandirian, kesejahteraan petani, dan keberlanjutan pertanian strawberry. Selain itu, kualitas kelembagaan dianalisis untuk mengetahui bagaimana kelembagaan gapoktan tersebut selama ini bekerja menurut persepsi aktor-aktor yang bekerja di dalamnya. Untuk melihat persepsi petani anggota Gapoktan Desa Banyuroto terhadap kualitas kelembagaan, digunakan skala likert, yaitu antara 1sampai 3, dimana 3 = tinggi, 2 = sedang, dan 1 = rendah (Rianse dan Abdi 2009). Tabel 4 berikut ini menyajikan parameter dan indikator yang digunakan dalam analisis kualitas kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto.

Tabel 4. Matriks Analisis Kualitas Kelembagaan

Parameter Indikator

1. Kejelasan kelembagaan

1. Kejelasan struktur kelembagaan meliputi: a. Kelengkapan susunan pengurus.

b. Terdapat uraian kerja (pembagian tugas dan wewenang). c. Anggota kelembagaan mengetahui susunan pengurus.

d. Anggota kelembagaan menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik. e. Keteraturan waktu pergantian atau penyempurnaan pengurus

kelembagaan.

2. Kejelasan aturan merupakan analisis untuk mengetahui aturan informal yang dibuat secara tertulis atau lisan.

3. Pengetahuan masyarakat terhadap kelembagaan.

2. Keefektivan kelembagaan

1. Partisipatif, indikatornya adalah: a. Demokrasi dalam kelembagaan 2. Efektivitas kelembagaan a. Perubahan perilaku.

b. Tingkat keberhasilan program.

(36)

36 4.4.2. Analisis Keberhasilan Gapoktan

Keberhasilan kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto diindikasikan dengan adanya pengaruh dan peran kelembagaan terhadap kemandirian, kesejahteraan petani, dan keberlanjutan pertanian. Kemandirian petani dalam penelitian ini mencakup persepsi anggota gapoktan tentang tingkat bargaining position petani dalam hal pemasaran produk pertanian, kemandirian petani secara teknik bertanam, dan kemampuan petani memenuhi kebutuhan permodalan ketika bergabung dalam Gapoktan Desa Banyuroto.

Karakteristik keberlanjutan pertanian dilihat dari persepsi petani mengenai tingkat penggunaan pupuk dan pestisida organik, serta tingkat pencemaran air dan tanah yang ditimbulkan akibat kegiatan pertanian di Desa Banyuroto. Keberlanjutan pertanian dilihat pada inovasi tanaman strawberry dan pemakaiannya pada produk pertanian lain yang sudah biasa ditanam oleh para petani anggota. Kesemuanya kemudian dianalisis bagaimana kaitannya dengan kualitas kelembagaan gapoktan.

(37)

37 Tabel 5. Matriks Analisis Keberhasilan Gapoktan

Parameter Indikator

1. Kemandirian petani

 Peningkatan bargaining position petani setelah bergabung dengan gapoktan, kategorinya adalah:

- Tinggi, jika petani punya peran dan power yang kuat dalam setiap keputusan usahataninya maupun dalam menjalin kemitraan dengan pihak eksternal.

- Sedang, jika petani kurang punya peran dan power yang kuat dalam setiap keputusan usahataninya maupun dalam menjalin kemitraan dengan pihak eksternal.

- Rendah, jika petani tidak punya peran dan power yang kuat dalam setiap keputusan usahataninya maupun dalam menjalin kemitraan dengan pihak eksternal.

 Kemampuan petani dalam teknik bercocok tanam strawberry, kategorinya adalah:

- Tinggi, jika petani telah mampu bercocok tanam tanpa pendampingan dari penyuluh.

- Sedang, jika petani telah mampu bercocok tanam masih ada pendampingan dari penyuluh.

- Rendah, jika petani telah mampu bercocok tanam harus ada pendampingan dari penyuluh.

 Kemampuan petani dalam memenuhi kebutuhan permodalan untuk menjalankan usahataninya, kategorinya adalah:

- Tinggi, jika petani mampu memenuhi kebutuhan dan tidak lagi kesulitan mengakses modal.

- Sedang, jika kemampuan petani biasa saja dalam mengakses modal. - Rendah, jika petani tidak mampu dan sangat kesulitan mengakses

modal.

2. Kesejahteraan ekonomi Petani

Untuk menghitung pendapatan petani merujuk pada Doll dan Orazen (1984) dalam Sahara et al. (2010) dan untuk menghitung nilai tukar petani merujuk pada Sunanto dan Sahardi (2006).

3. Keberlanjutan pertanian

 Bagaimana tingkat penggunaan pestisida organik oleh para petani - Tinggi : jika petani sudah menggunakan pestisida organik dalam

kegiatan bercocok tanamnya.

- Sedang : jika petani masih mencampur pestisida organik dan anorganik dalam kegiatan bercocok tanamnya.

- Rendah : jika petani tidak menggunakan pestisida organik dalam kegiatan bercocok tanamnya.

 Bagaimana tingkat penggunaan pupuk organik oleh para petani, kategorinya adalah:

- Tinggi : jika petani sudah menggunakan pupuk organik dalam kegiatan bercocok tanamnya.

- Sedang : jika petani masih mencampur pupuk organik dan anorganik dalam kegiatan bercocok tanamnya.

- Rendah : jika petani tidak menggunakan pupuk organik dalam kegiatan bercocok tanamnya.

 Bagaimana persepsi petani terhadap pencemaran air dan tanah akibat kegiatan pertanian di Desa Banyuroto, kategorinya adalah:

(38)

38 Karakteristik kesejahteraan ekonomi petani dilihat dari peningkatan pendapatan petani dan nilai tukar petani. Adanya Inovasi tanaman strawberry kemudian dianalisis apakah berdampak atau tidak terhadap peningkatan pendapatan mereka. Menurut Doll dan Orazen (1984) dalam Sahara et al. (2010), pendapatan petani dari usahatani dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

π = TR - TC dimana:

π = pendapatan petani TR = total penerimaan TC = total biaya produksi

Perubahan pendapatan petani setelah menanam strawberry dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

x 100%

dimana:

X1 = pendapatan petani dari usahatani sayuran X2 = pendapatan petani dari usahatani strawberry

Parameter yang dapat dipakai untuk mengidentifikasi daya beli petani adalah nilai tukar petani. Nilai tukar petani merupakan ukuran tingkat daya tukar atau daya beli petani atau komoditas pertanian terhadap produk non pertanian. Nilai tukar petani tidak hanya dipengaruhi oleh kinerja sektor pertanian namun juga sektor diluar pertanian.

(39)

39 usahatani maupun untuk konsumsi rumah tangga. Selanjutnya, dari perhitungan tersebut dihitung nilai tukar petani menurut rumus sebagai berikut (Sunanto dan Sahardi, 2006):

NTPt = Yt/Et dimana:

Yt = Ypt + Ynpt Et = Ept + Ekt keterangan:

Ypt = total pendapatan petani dari usaha pertanian (Rp) Ynpt = total pendapatan petani dari usaha non pertanian (Rp) Ept = pengeluaran total petani untuk usahatani (Rp)

(40)

40 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1. Kondisi Topografi

Desa Banyuroto terletak di Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Desa Banyuroto adalah 623,23 ha, dengan batas wilayah di sebelah utara berbatasan dengan Desa Wulunggunung, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Wonolelo, sebelah timur berbatasan dengan Gunung Merbabu, dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Ketep. Desa Banyuroto merupakan wilayah lahan kering, dataran tinggi beriklim basah dengan ketinggian 1.200 mdpl serta berhawa sejuk dengan suhu rata-rata 20-30oc.

Desa Banyuroto terdiri dari daerah datar seluas 30%, bergelombang seluas 35%, dan berbukit seluas 35%. Jenis tanah di desa ini didominasi oleh andisol dengan tekstur lempung berpasir. Wilayah ini mempunyai rata-rata curah hujan tahunan 2.211 mm dan rata-rata perbulannya adalah 184,2 mm dengan kondisi iklim terdiri dari 8 bulan basah (Oktober-Mei) dan 4 bulan kering (Juni-September). Kondisi topografi tersebut membuat Desa Banyuroto ditetapkan sebagai kawasan agrowisata dan ditetapkan sebagai salah satu kawasan pengembangan agropolitan Merapi-Merbabu. Kondisi topografi, lahan, dan lingkungan ini sangat cocok untuk budidaya strawberry serta mendukung agrowisata gardu pandang Gunung Merapi Ketep Pass.

(41)

41 pemandangan yang paling dominan. Rumah-rumah penduduk relatif jarang dan jaraknya tidak terlalu berdekatan.

Akses lalu lintas menuju desa ini tidak sulit. Jalan menuju desa ini dalam kondisi bagus dan layak tetapi jumlah kendaraan menuju desa ini masih terbatas. Untuk mencapai desa ini dapat ditempuh dengan angkutan umum dari Kabupaten Magelang menuju Blabak, dilanjutkan ke pasar Ngablak, kemudian disambung lagi dilanjutkan angkutan umum sekitar menuju Desa Banyuroto. Total tempuh perjalanan dengan kendaraan umum sekitar 45-60 menit dari Kabupaten Magelang.

5.2. Kondisi Penduduk Desa Banyuroto

Desa Banyuroto dibagi menjadi enam dusun, yaitu: Dusun Banyuroto, Dusun Suwanting, Dusun Sobleman, Dusun Garon, Dusun Grintingan, dan Dusun Kenayan. Berdasarkan data monografi desa tahun 2011, jumlah penduduk di Desa Banyuroto sebanyak 3.985 jiwa terbagi dalam 1.298 kepala keluarga dengan jumlah penduduk laki-laki adalah 1.875 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 2.110 jiwa.

Berdasarkan kategori kelompok umur penduduk Desa Banyuroto dikelompokkan menjadi sepuluh kelompok umur. Sebaran terbanyak berada pada kelompok umur 30-39. Hal ini menandakan bahwa penduduk Desa Banyuroto memiliki jumlah penduduk usia dewasa produktif yang cukup tinggi.

(42)

42 karena sesuai dengan kultur, kondisi lahan, dan lingkungan sekitar, serta mereka bertani secara turun-temurun dan berdasarkan pengalaman. Keterangan lebih lanjut tentang penduduk Desa Banyuroto dijelaskan pada Tabel 6 berikut ini. Tabel 6. Data Penduduk Desa Banyuroto

No Penduduk Desa Banyuroto Jumlah (dalam Jiwa) Persentase

(%) 1 Rasio Jenis Kelamin

a. Laki-laki Sumber: Data Kependudukan Kantor Desa Banyuroto 2011

(43)

43 bahkan hanya 6,42% yang berprofesi sebagai buruh tani. Hal ini menggambarkan bahwa petani Desa Banyuroto sudah mandiri dalam hal penguasaan lahan.

5.3. Gapoktan Desa Banyuroto

Gapoktan hasil inovasi kelembagaan pada program Prima Tani telah digagas mulai tahun 2005. Gapoktan Desa Banyuroto dikukuhkan dan disahkan pada tahun 2007 berkat kerjasama oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah, seluruh perangkat desa beserta Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD), Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK), dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), serta perwakilan seluruh kelompok dan rukun tani yang ada di Desa Banyuroto. BPTP Jawa Tengah memfasilitasi pembentukan gapoktan dengan tujuan utama memberikan kontribusi utama berupa teknologi inovatif yang bersifat spesifik lokasi dan penumbuhan kelembagaan agribisnis yang sesuai dengan kondisi perdesaan. Kedua hal ini diperkenalkan dalam suatu laboratorium (desa) agribisnis melalui programnya yang bernama Prima Tani.

Inovasi kelembagaan diarahkan untuk memberdayakan kelompok tani yang telah ada dan menumbuhkan kelembagaan baru yang diperlukan untuk mengembangkan agribisnis. Berdasarkan panduan penumbuhan dan pengembangan kelembagaan Prima Tani (Balitbang 2007), perumusan inovasi kelembagaan mempertimbangkan prinsip dasar sebagai berikut:

(44)

44  Prinsip efektivitas: Jaringan kelembagaan hanyalah sebuah alat, bukan

tujuan. Sebagai alat maka elemen lembaga yang dikembangkan haruslah efektif untuk upaya pencapaian tujuan yang diinginkan.

 Prinsip efisien: Penumbuhan suatu elemen kelembagaan agribisnis dipilih opsi yang paling efisien, yaitu yang relatif paling murah, mudah, dan sederhana namun tetap mampu mendukung pencapaian tujuan.

 Prinsip fleksibilitas: Kelembagaan yang dikembangkan disesuaikan dengan sumberdaya yang tersedia dan budaya setempat.

 Prinsip manfaat: Kelembagaan yang dikembangkan adalah yang mampu memberikan manfaat paling besar bagi petani dan masyarakat pedesaan.  Prinsip pemerataan: Kelembagaan yang dikembangkan memberikan

pembagian benefit (sharing system) secara proporsional kepada setiap petani dan pelaku agribisnis lainnya di pedesaan.

(45)

45 mewadahi komunikasi antar kelompok tani dan antara kelompok tani dengan lingkungan eksternal maka dilakukan penumbuhan gabungan kelompok tani di tingkat desa, yang kemudian dinamai Gapoktan Desa Banyuroto.

Sumber: Gapoktan Desa Banyuroto 2012

Gambar 2. Unsur Pembentuk Gapoktan Desa Banyuroto

Pembinaan Gapoktan Desa Banyuroto oleh pihak BPTP Jawa Tengah dilakukan selama tahun 2005 hingga 2009. Setelah itu, Gapoktan Desa Banyuroto resmi mandiri menjalankan segala aktivitasnya namun tetap dalam pengawasan Dinas Pertanian Kabupaten Magelang, Pemda Kabupaten Magelang, dan Balai Penyuluhan Pertanian dan Kehutanan (BPPK) Kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang. Gambar 2 tersebut menyajikan unsur-unsur pembentuk Gapoktan Desa Banyuroto yang terdiri dari sekaligus membawahi seluruh kelompok tani dan rukun tani yang ada di Desa Banyuroto.

(46)
(47)

47 VI. TATA KELOLA DAN KUALITAS KELEMBAGAAN GAPOKTAN

DESA BANYUROTO 6.1. Struktur Gapoktan Desa Banyuroto

Kelembagaan yang ada dalam Gapoktan Desa Banyuroto merupakan kelembagaan formal yang sengaja ditumbuhkan, dibentuk, dan disosialisasikan di kalangan petani Desa Banyuroto. Kegiatan pertanian di Desa Banyuroto bila dikaji melalui perspektif kelembagaan maka interaksi yang dilakukan petani anggota Gapoktan Desa Banyuroto terhadap kegiatan pertanian dan segala keputusan usahataninya adalah sebuah arena aksi (action arena). Arena aksi memiliki dua komponen, diantaranya adalah situasi aksi yaitu interaksi petani anggota Gapoktan Desa Banyuroto dengan melakukan pemanfaatan sumberdaya untuk kegiatan pertanian yang didasarkan pada pengarahan dan penyuluhan yang dilakukan. Komponen kedua dari arena aksi ini adalah aktor. Dalam hal ini, anggota dan pengurus gapoktan merupakan aktor dalam kelembagaan. Perwakilan dari masing-masing kelompok atau rukun tani yang telah siap dan bersedia untuk masuk dalam keanggotaan Gapoktan Desa Banyuroto kemudian mengadakan musyawarah untuk menentukan posisi pengurus beserta fungsi, peran, dan tanggung jawabnya serta hak dan kewajiban anggota.

(48)

48 hanya diisi oleh satu orang. Sedangkan untuk posisi ketua umum diisi oleh Kepala Desa Banyuroto. Berarti, ada 14 orang pengurus Gapoktan dan 14 orang anggota gapoktan. Berikut adalah struktur kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto:

Sumber: Gapoktan Desa Banyuroto 2012

Gambar 3. Struktur Organisasi Gapoktan Desa Banyuroto

Struktur oganisasi Gapoktan Desa Banyuroto terdiri dari ketua umum atau pelindung yang membawahi ketua I dan wakil ketua dibantu oleh sekretaris 1,

Wakil Ketua

Sekretaris I Sekretaris II Bendahara I Bendahara II

Seksi Humas

Seksi Pemasaran

Seksi Ketahanan Pangan

Seksi Sayur-sayuran

Seksi Strawberry

Seksi Teknologi

Seksi Tanaman Hias

Seksi Permodalan

Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Ketua umum/pelindung

(49)

49 sekretaris 2, bendahara 1, dan bendahara 2, serta sejumlah seksi. Masing-masing perangkat menjalankan tugas sesuai dengan fungsinya. Mereka menjalankan tugas sebagai amanah dan kewajiban berdasarkan keikhlasan, kesadaran pribadi, dan tidak mendapatkan imbalan apapun. Adapun tugas atau fungsi dari tiap-tiap perangkat Gapoktan Desa Banyuroto adalah sebagai berikut:

1. Ketua umum adalah seseorang yang bertugas melindungi dan bertanggung jawab atas seluruh kegiatan gapoktan yang dilaksanakan di wilayah Desa Banyuroto. Posisi ketua umum diisi oleh Kepala Desa Banyuroto.

2. Ketua I adalah seseorang yang bertugas untuk memimpin dan mengayomi seluruh anggota gapoktan, serta menjadi penerus aspirasi anggota gapoktan dan seluruh kelompok tani yang ada di Desa Banyuroto dengan seluruh pihak internal maupun eksternal.

3. Wakil ketua adalah seseorang yang bertugas untuk membantu ketua I dalam menjalankan tugasnya.

4. Sekretaris 1 adalah seseorang yang bertugas untuk mencatat dan mendokumentasikan seluruh keperluan terkait dengan administrasi gapoktan, mulai dari AD/ART gapoktan hingga notulensi rapat.

5. Sekretaris 2 adalah seseorang yang bertugas untuk membantu sekretaris 1 dalam hal perapihan administrasi.

6. Bendahara 1 adalah seseorang yang bertugas untuk mengurus segala hal yang berkaitan dengan keuangan operasional gapoktan, terutama dalam hal pencatatan pelunasan dana PUAP oleh anggota.

(50)

50 8. Seksi Humas adalah seseorang yang bertugas untuk mengurus segala hal

yang berkaitan antara gapoktan dengan antar kelompok tani maupun warga dan perangkat desa serta pihak-pihak eksternal yang di luar gapoktan.

9. Seksi Pemasaran adalah seseorang yang bertugas mempromosikan dan membantu pemasaran serta menangani hal-hal yang terkait dengan pemasaran produk-produk pertanian anggota gapoktan. Selain itu, ia juga bertugas menampung dan melayani aspirasi mengenai pemasaran dari seluruh kelompok tani yang ada di Desa Banyuroto dan menyebarluaskan informasi dan pengetahuan terbaru mengenai pemasaran.

10. Seksi Ketahanan Pangan adalah seseorang yang bertugas untuk memantau kondisi ketahanan pangan rumah tangga petani anggota gapoktan atau keberlanjutan hasil panen dari usahatani anggota.

11. Seksi sayur-sayuran adalah seseorang yang bertugas menangani hal-hal yang terkait usahatani sayur-sayuran anggota gapoktan. Selain itu, ia juga bertugas menampung dan melayani aspirasi seputar sayur-sayuran dari seluruh kelompok tani yang ada di Desa Banyuroto dan menyebarluaskan informasi dan pengetahuan terbaru mengenai sayur-sayuran.

(51)

51 13. Seksi Teknologi adalah seseorang yang mengurusi seluruh hal yang

berkaitan dengan penerapan dan penyebarluasan teknologi inovatif yang telah diajarkan oleh para penyuluh.

14. Seksi Tanaman Hias adalah seseorang yang bertugas menangani hal-hal yang terkait usahatani tanaman hias anggota gapoktan. Selain itu, ia juga bertugas menampung dan melayani aspirasi seputar tanaman hias dari seluruh kelompok tani yang ada di Desa Banyuroto dan menyebarluaskan informasi dan pengetahuan terbaru mengenai tanaman hias.

15. Seksi Permodalan adalah seseorang yang bertugas menangani aspirasi tentang permodalan usahatani anggota atau kelompok tani yang ada di Desa Banyuroto.

16. Anggota gapoktan adalah orang-orang yang tercatat namanya dalam keanggotaan gapoktan dan ikut aktif dalam setiap kegiatan Gapoktan Desa Banyuroto.

Gapoktan Desa Banyuroto tentunya memiliki hubungan dengan beberapa stakeholder terkait dalam pelaksanaan kegiatannya. Stakeholder tersebut mempunyai peran yang cukup dominan dalam mendorong gapoktan melakukan kegiatannya. Peran ini terlihat terutama ketika kelembagaan tersebut baru ditumbuhkan, dikembangkan, dan disosialisasikan.

(52)

52 Provinsi Jawa Tengah dengan terlebih dahulu berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang terutama Bappeda, Dinas Teknis (Dinas Pertanian dan Kehutanan, Peternakan dan Perikanan), dan lembaga penyuluhan (Kantor Informasi Penyuluhan Pertanian dan Kehutanan dan Balai Penyuluhan Pertanian dan Kehutanan Kecamatan Sawangan). Seluruh lembaga pemerintahan tersebut bekerjasama dengan pemerintah desa untuk melakukan observasi lapang mengenai potensi dan permasalahan terkait pertanian sesuai dengan karakteristik lingkungan dan masyarakat setempat. Struktur interaksi gapoktan dengan stakeholder terkait akan dijabarkan pada Gambar 4 berikut.

Sumber: Data Primer 2012 (diolah)

Gambar 4. Struktur Hubungan Gapoktan Desa Banyuroto dengan

stakeholder terkait

Interaksi antar aktor maupun antar stakeholder yang terlibat dalam kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto adalah harmonis dan sinergis. Artinya, semua stakeholder yang terlibat dalam arena aksi berjalan selaras, bekerjasama untuk mewujudkan tujuan yang sama dalam suasana kekeluargaan dan tentunya low conflict. Hal ini sesuai dengan kultur budaya masyarakat setempat yang mau

BPTP Provinsi Jawa Tengah

Pemerintah Desa

Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang

(53)

53 bekerja keras, terus belajar, gotong-royong, musyawarah mufakat, dan selalu mencari jalan keluar terbaik dalam setiap permasalahan yang dihadapi, serta sangat menghormati keberadaan tamu jika tamu tersebut membawa kebaikan untuk desa Banyuroto. Selain itu, budaya bertani di Desa Banyuroto sejak dahulu memang sudah menjadi sumber mata pencaharian utama dan selalu mendapat perhatian dari pihak-pihak terkait untuk memajukannya. Sehingga petani Desa Banyuroto sudah sangat sadar dan paham tujuan dibentuknya sebuah kelembagaan petani dan mau menjalankannya dengan penuh kesadaran untuk kemajuan bersama. Berikut ini disajikan sebaran persepsi anggota Gapoktan Desa Banyuroto mengenai interaksi antar aktor dalam kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto.

Tabel 7. Sebaran Persepsi Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Mengenai Keharmonisan Antar Aktor

Kelengkapan Kelembagaan Anggota Gapoktan Desa Banyuroto

Jumlah Persentase

Tinggi 28 100%

Sedang 0 0%

Rendah 0 0%

Jumlah 28 100%

Sumber: Data Primer 2012 (diolah)

Tabel 8. Sebaran Persepsi Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Mengenai Sinergisme Antar Aktor

Kelengkapan Kelembagaan Anggota Gapoktan Desa Banyuroto

Jumlah Persentase

Tinggi 25 89,28%

Sedang 3 10,71%

Rendah 0 0%

Jumlah 28 100%

Sumber: Data Primer 2012 (diolah)

(54)

54

Kegiatan pertanian di Desa Banyuroto bertumpu pada filosofi “luwih becik ora ndhuwe beras ketimbang ora ndhuwe sapi” yang memiliki makna bahwa sapi yang kotorannya yang merupakan sumber pupuk kandang utama merupakan sesuatu yang amat penting dalam kegiatan pertanian mereka. Sehingga, teknologi inovatif dan pengetahuan terbaru seputar pertanian yang dibawa oleh para penyuluh juga disesuaikan dengan kondisi masyarakat yang sejak dulu sudah sadar dengan pertanian organik. Hal ini juga memudahkan para penyuluh yang memperkenalkan pertanian organik dan pemanfaatan bahan-bahan yang ada di alam untuk dijadikan obat-obatan alami untuk tanaman yang mereka tanam dan hewan yang mereka pelihara. Tabel 9 berikut ini menyajikan kegiatan dan materi penyuluhan yang dilaksanakan oleh penyuluh dalam program Prima Tani:

Tabel 9. Kegiatan Program Prima Tani 2005-2007

No Tahun Kegiatan

1 2005 1) Pelaksanaan Participatory Rural Appraisal (PRA) 2) Pelaksanaan Base Line Survei

3) Penyiapan sumber daya manusia

4) Inisiasi penumbuhan/pengembangan kelembagaan agribisnis 5) Introduksi model usaha ternak sapi potong terpadu

6) Introduksi inovasi budidaya sayuran 7) Percontohan usahatani jagung putih 8) Percontohan usaha budidaya Anggrek 9) Pembangunan sarana fisik lainnya

2 2006 1) Penyempurnaan model usahatani terpadu berbasis ternak sapi potong 2) Operasionalisasi unit usaha produksi pakan konsentrat

3) Diversifikasi usahatani meliputi pengembangan tanaman hias dan buah-buahan (strawberry)

4) Pengembangan Unit Usaha Pasca Panen Hasil /Pengolahan Pertanian 5) Pembinaan Kelembagaan (kelompok usaha, pengembangan SDM) dalam rangka terbentuknya kelembagaan AIP

6) Operasionalisasi Klinik Agribisnis

3 2007 1) Pemantapan percontohan model usahatani terpadu berbasis ternak sapi potong.

2) Pengembangan unit usaha produksi pakan konsentrat 3) Pemantapan diversifikasi usahatani

4) Pemantapan pengembangan unit usaha agribisnis tanaman hias 5) Pemantapan pengembangan usaha pengolahan hasil pertanian

6) Pemantapan kelembagaan (kelompok usaha) dalam rangka terbentuknya kelembagaan AIP

7) Pemantapan Operasionalisasi Klinik Agribisnis

(55)

55 6.2. Infrastruktur Kelembagaan

Infrastruktur kelembagaan adalah seluruh kelembagaan dalam bentuk aturan main (rule of the game) yang membingkai hubungan antar aktor dalam gapoktan dan aktor-aktor lain diluar gapoktan. Dalam konteks ini, aturan main dalam gapoktan meliputi aturan formal berupa Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) yang mengatur gapoktan secara internal serta Undang-undang Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pertanian, dan Peraturan Daerah Kabupaten Magelang yang mengatur secara eksternal. Selain itu Gapoktan Desa Banyuroto juga mempunyai aturan informal yang berupa hasil-hasil kesepakatan dan musyawarah terkait dengan jadwal rapat, jadwal kumpul, jadwal piket serta boundary rule, aturan monitoring dan sanksi, serta aturan penyelesaian konflik dalam kelembagaan.

6.2.1. Aturan Formal

Kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto merupakan sebuah kelembagaan formal yang memang dibentuk karena adanya peran, keterlibatan, dan inisiasi pemerintah. Kelembagaan gapoktan tentunya diatur oleh aturan formal. Dalam hal ini, aturan formal yang mengatur tentang gapoktan dibagi menjadi aturan main eksternal dan internal. Aturan main eksternal, yaitu merupakan aturan formal yang mengatur tentang gapoktan secara umum. Aturan eksternal gapoktan berlaku sama untuk seluruh kelembagaan gapoktan di Indonesia karena aturan ini berasal dari pemerintah pusat.

(56)

56 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem

Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan.

2. Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 273/Kpts/OT.160/4/2007 tentang Pedoman Pembinaan Kelembagaan Petani Lampiran 1: Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan kelompok tani dan Gabungan kelompok tani.

3. Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 42/Permentan/OT.140/7/2010 tentang Pedoman Penilaian Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Berprestasi Tahun Anggaran 2009. 4. SK Menteri Pertanian Nomor 496/Kpts/OT.160/9/2006 tentang Instrumen

Pelaksanaan Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan.

5. Peraturan Daerah Kabupaten Magelang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Pembentukan, Kedudukan, Tugas, Fungsi, Struktur Organisasi, dan Tata Kerja Kantor Informasi Penyuluhan Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Magelang.

Tabel 10 berikut ini menyajikan lebih rinci mengenai hasil analisis konten aturan main eksternal dalam gapoktan.

Tabel 10. Aturan Main Eksternal dalam Gapoktan

No. Peraturan Hal yang Diatur Implementasi Undang-undang

1 Undang-undang menerapkan tata kelola usaha yang baik dan berkelanjutan.

Gambar

Gambar 1 berikut ini.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional
Tabel 1. Matriks Keterkaitan Antara Tujuan Penelitian, Parameter atau
Tabel 5. Matriks Analisis Keberhasilan Gapoktan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Subjek dalam penelitian ini adalah guru kimia dan siswa kelas XI IPA 1 di SMA Negeri 1 Makassar Penelitian ini terdiri dari satu variabel yaitu pengembangan

Perhitungan link power budget digunakan untuk menentukan kemampuan sistem komunikasi serat optik dalam menghantarkan data atau informasi. Beberapa komponen yang

Membuat Artikel Ilmiah Populer di bidang pendidikan formal dan pembelajaran pada satuan pendidikannya dimuat di media masa tingkat provinsi (koran daerah)... Membuat Artikel

Tujuan penelitian ini adalah untuk me- ngetahui kondisi populasi meliputi: kelompok ukuran, pertumbuhan pokea pada berbagai tipe kegiatan yang berbeda di Sungai Pohara (bekas

dikenal pasti denganjelas maklumat yang batil. Kayu ukur dalam penyelidikan berkaitan Islam ini merupakan asas yang perIu digunakan bagi memastikan tiada pertikaian selepas

Dengan adanya tampilan peta yang dibuat 3 dimensi atau 3D maka user akan lebih mudah utuk membaca peta tersebut dikarenkan gambar pada peta 3D kelihatan timbul dan dapat diputar

Hasil penelitian pada tabel 3 dan 4 serta gambar 2 dan 3 di atas menunjukkan bahwa sediaan gel ekstrak kulit batang turi ( Sesbaniae cortex ) menunjukkan diameter zona hambat

Dari hasil tes dribbling yang telah dilakukan dapat diketahui dari 20 siswa SMP Negeri 2 Kota Lubuklinggau yang tergolong dalam ekstrakurikuler sepakbola 4 orang