• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi minuman fungsional kerang pisau (Solen spp)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Formulasi minuman fungsional kerang pisau (Solen spp)"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

Razor clam (Solen spp) is one type of a class of mollusks that includes bivalva Pelecypoda or non-fish aquatic biota. Razor clam have the opportunity to be used as a health beverage because it contains taurine and has an antioxidant activity. The aim of the study were to determine the effect of concentration and the mixing of the raw materials to the antioxidant activity in fungtional beverages and determine the maximum storage by testing the stability of the product. The result were three formultion, A131 formula (Solen spp 35%, ginger 40%, tamarind 15%, lemon 10%), A132 formula (Solen spp 40%, ginger 40%, tamarind 10%, lemon 10%), A133 formula (Solen spp 45%, ginger 40%, tamarind 5%, lemon 10%). Addition of razor clam, ginger, tamarind and lemon in formulation will provide a synergistic effect on antioxidant activity. Panelist preferred formula based on taste and has the best antioxidant activity (1.107,08 ppm) was the formula A131. Functional beverage powder storage for 60 days can reduce the antioxidant activity in functional beverage products to 8,7%. The testing stability of the parameters showed chemical and microbiological shelf life astimation based on the critical parameters of the mold, formula A131 has a shelf life over 94 days at 30oC.

(2)

SANTIA GARDENIA WIDYASWARI. C351100051. Formulasi Minuman Fungsional Kerang Pisau (Solen spp). Dibimbing oleh NURJANAH dan KUSTIARIYAH TARMAN.

Moluska merupakan salah satu komoditas perikanan yang potensial untuk dikembangkan. Salah satunya adalah jenis bivalvia yang keberadaannya cukup melimpah di wilayah perairan tropis dan merupakan sumber protein hewani yang baik dengan harga yang relatif murah. Kerang pisau (Solen spp) merupakan salah satu jenis moluska dari kelas pelecypoda atau bivalva yang termasuk biota perairan non ikan. Kerang pisau mengandung antioksidan dan beberapa komponen bioaktif yang cukup tinggi. Penelitian tentang sumber antioksidan dalam minuman fungsional yang berasal dari kerang pisau dalam bentuk bubuk belum dilakukan. Sejauh ini, kerang pisau hanya dimanfaatkan sebagai bahan baku kerupuk dan makanan tradisional lainnya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan konsentrasi dari pencampuran bahan baku terhadap efek sinergis antioksidan pada minuman fungsional, menganalisis pengaruh preparasi dan pengolahan bahan baku terhadap jumlah aktivitas antioksidan serbuk minuman fungsional dan menentukan kondisi penyimpanan terbaik untuk analisis stabilitas. Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap, tahap pertama yaitu formulasi minuman serbuk, dan tahap kedua pengujian stabilitas terhadap masa simpan produk. Pengujian yang dilakukan terdiri dari pengujian kandungan gizi, organoleptik, aktivitas antioksidan, vitamin C, dan pengujian stabilitas masa simpan.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada tiga konsentrasi formula serbuk minuman fungsional kerang pisau (Solen spp) yaitu formula A131 (kerang pisau 35%, jahe merah 40%, asam jawa 15%, jeruk lemon 10%), formula A132 (kerang pisau 40%, jahe merah 40%, asam jawa 10%, jeruk lemon 10%), dan formula A133 (kerang pisau 45%, jahe merah 40%, asam jawa 5%, jeruk lemon 10%). Hasil analisis organoleptik terhadap 30 panelis menunjukkan bahwa semakin banyak ekstrak kerang pisau dalam formula maka semakin rendah nilai organoleptiknya. Formula A131 memiliki nilai sensori dari segi rasa tertinggi (5,1) dan memiliki aktivitas antioksidan terbaik yaitu 1107,8 ppm. Asam amino serbuk minuman fungsional paling tinggi adalah asam glutamat 0,723% dan lisina 0,582%. Karakteristik produk minuman serbuk fungsional kerang pisau memiliki kadar air 2,21%, kadar abu 1,05%, protein 2,82%, lemak 0,23%, dan kadar vitamin C 0,27 mg/100g. Hasil uji stabilitas terhadap formulasi terbaik A131 memiliki umur simpan selama 94 hari jika disimpan pada suhu 30oC, berdasarkan uji kapang sebagai parameter kritis. Karakteristik produk minuman serbuk fungsional kerang pisau setelah penyimpanan selama 60 hari mengalami perubahan yaitu kadar air 2,45%, kadar abu 0,89%, protein 2,57%, lemak 0,11% dan kadar vitamin C 0,21 mg/100g.

(3)

SANTIA GARDENIA WIDYASWARI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Formulasi Minuman Fungsional Kerang Pisau (Solen spp)” adalah karya saya beserta komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

April 2013

(5)

Razor clam (Solen spp) is one type of a class of mollusks that includes bivalva Pelecypoda or non-fish aquatic biota. Razor clam have the opportunity to be used as a health beverage because it contains taurine and has an antioxidant activity. The aim of the study were to determine the effect of concentration and the mixing of the raw materials to the antioxidant activity in fungtional beverages and determine the maximum storage by testing the stability of the product. The result were three formultion, A131 formula (Solen spp 35%, ginger 40%, tamarind 15%, lemon 10%), A132 formula (Solen spp 40%, ginger 40%, tamarind 10%, lemon 10%), A133 formula (Solen spp 45%, ginger 40%, tamarind 5%, lemon 10%). Addition of razor clam, ginger, tamarind and lemon in formulation will provide a synergistic effect on antioxidant activity. Panelist preferred formula based on taste and has the best antioxidant activity (1.107,08 ppm) was the formula A131. Functional beverage powder storage for 60 days can reduce the antioxidant activity in functional beverage products to 8,7%. The testing stability of the parameters showed chemical and microbiological shelf life astimation based on the critical parameters of the mold, formula A131 has a shelf life over 94 days at 30oC.

(6)

SANTIA GARDENIA WIDYASWARI. C351100051. Formulasi Minuman Fungsional Kerang Pisau (Solen spp). Dibimbing oleh NURJANAH dan KUSTIARIYAH TARMAN.

Moluska merupakan salah satu komoditas perikanan yang potensial untuk dikembangkan. Salah satunya adalah jenis bivalvia yang keberadaannya cukup melimpah di wilayah perairan tropis dan merupakan sumber protein hewani yang baik dengan harga yang relatif murah. Kerang pisau (Solen spp) merupakan salah satu jenis moluska dari kelas pelecypoda atau bivalva yang termasuk biota perairan non ikan. Kerang pisau mengandung antioksidan dan beberapa komponen bioaktif yang cukup tinggi. Penelitian tentang sumber antioksidan dalam minuman fungsional yang berasal dari kerang pisau dalam bentuk bubuk belum dilakukan. Sejauh ini, kerang pisau hanya dimanfaatkan sebagai bahan baku kerupuk dan makanan tradisional lainnya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan konsentrasi dari pencampuran bahan baku terhadap efek sinergis antioksidan pada minuman fungsional, menganalisis pengaruh preparasi dan pengolahan bahan baku terhadap jumlah aktivitas antioksidan serbuk minuman fungsional dan menentukan kondisi penyimpanan terbaik untuk analisis stabilitas. Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap, tahap pertama yaitu formulasi minuman serbuk, dan tahap kedua pengujian stabilitas terhadap masa simpan produk. Pengujian yang dilakukan terdiri dari pengujian kandungan gizi, organoleptik, aktivitas antioksidan, vitamin C, dan pengujian stabilitas masa simpan.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada tiga konsentrasi formula serbuk minuman fungsional kerang pisau (Solen spp) yaitu formula A131 (kerang pisau 35%, jahe merah 40%, asam jawa 15%, jeruk lemon 10%), formula A132 (kerang pisau 40%, jahe merah 40%, asam jawa 10%, jeruk lemon 10%), dan formula A133 (kerang pisau 45%, jahe merah 40%, asam jawa 5%, jeruk lemon 10%). Hasil analisis organoleptik terhadap 30 panelis menunjukkan bahwa semakin banyak ekstrak kerang pisau dalam formula maka semakin rendah nilai organoleptiknya. Formula A131 memiliki nilai sensori dari segi rasa tertinggi (5,1) dan memiliki aktivitas antioksidan terbaik yaitu 1107,8 ppm. Asam amino serbuk minuman fungsional paling tinggi adalah asam glutamat 0,723% dan lisina 0,582%. Karakteristik produk minuman serbuk fungsional kerang pisau memiliki kadar air 2,21%, kadar abu 1,05%, protein 2,82%, lemak 0,23%, dan kadar vitamin C 0,27 mg/100g. Hasil uji stabilitas terhadap formulasi terbaik A131 memiliki umur simpan selama 94 hari jika disimpan pada suhu 30oC, berdasarkan uji kapang sebagai parameter kritis. Karakteristik produk minuman serbuk fungsional kerang pisau setelah penyimpanan selama 60 hari mengalami perubahan yaitu kadar air 2,45%, kadar abu 0,89%, protein 2,57%, lemak 0,11% dan kadar vitamin C 0,21 mg/100g.

(7)

© Hak cipta milik Santia Gardenia Widyaswari, tahun 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

(8)

SANTIA GARDENIA WIDYASWARI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar master pada Program Studi Teknologi Hasil Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Penguji luar komisi : Dr. Ir. Joko Santoso, M.Si

(10)

NIM : C351100051

Program studi : Teknologi Hasil Perairan

Disetujui : Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Nurjanah, M.S Dr. Kustiariyah Tarman S.Pi, M.Si Ketua Anggota

Diketahui :

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pasca Sarjana, Teknologi Hasil Perairan Institut Pertanian Bogor

Dr. Tati Nurhayati, S.Pi., M.Si Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

(11)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segenap limpahan karunia dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Formulasi Minuman Fungsional Kerang Pisau (Solenspp)”.

Kesuksesan penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Penulis menyampaikan banyak terima kasih yang setulusnya kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Nurjanah, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr. Kustiariyah Tarman, S.Pi, M.Si sebagai anggota komisi pembimbing

atas kesediaan waktu untuk membimbing, memberikan arahan dan masukan selama penyusunan tesis ini.

2. Ibu Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si selaku Ketua Program Studi yang telah banyak memberi saran dan motivasi.

3. Bapak Dr. Ir. Joko Santoso, M.Si selaku penguji luar komisi yang telah banyak memberikan saran dan masukan dalam penyusunan tesis ini.

4. Bapak dan Ibu staf pengajar, staf administrasi, staf laboratorium Program Studi Teknologi Hasil Perairan (Sulastri dan Saiful Bahri) yang telah banyak membantu dan bekerjasama dengan baik selama penulis menempuh studi. 5. Ayah H. Susanto dan Ibu Hj. Puji Hartati serta adik-adikku Amarilia Harsanti

Dameswari dan Arumia Hartanti Prameswari yang telah memberikan doa dan semangat kepada penulis.

6. SPL IPB angkatan 2010 (Singgih Afifa Putra) terima kasih untuk doa, perhatian, dan kebersamaannya dalam susah maupun senang. Teman-teman S2 THP IPB angkatan 2010 (Fitri Syaputri, R. Marwita Sari Putri, Yenni, Nani Nur`aenah, Agussalim Matti, M. Zakiyul Fikri, Eka Saputra, Dewi Merdekawati, Elizabeth J. Tapotubun, Christina Litaay, Safrina Dyah Hardiningtyas, Ima Wijayanti), angkatan 2011 (Patricia L.P. Kalalo, Mita G. Inthe, Haslianti, Jeny E. Tambunan, Wahyu Ramadhan, Patmawati, dan kawan-kawan), Bioteknologi IPB angkatan 2010 (Ristanti F. Daud) dan adik Rianda G. Fetrisia serta semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkannya.

April 2013

(12)

Penulis dilahirkan di Makassar, pada tanggal 06 April 1987. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari Bapak H. Susanto dan Ibu Hj. Puji Hartati. Penulis memulai pendidikan formal di TK Taman Anggrek Jakarta lulus pada tahun 1993, Sekolah Dasar di SD Pertiwi Makassar lulus pada tahun 1999, Sekolah Menengah Pertama di SMP Nusantara Makassar lulus tahun 2002, dan Sekolah Menengah Atas di SMA Islam Athirah Makassar lulus pada tahun 2005. Pendidikan sarjana di Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar dari tahun 2005-2009.

(13)

DAFTAR TABEL ... viii

2.5 Karakteristik Bahan-Bahan Campuran………... 11

2.5.1 Jahe merah (Zingiber officinalle Roscoe) ...…...…. 12

3.3.1 Tahap pengambilan dan preparasi sampel ... 26

3.3.2 Tahap formulasi minuman fungsional ………..…... 27

3.3.3 Tahap pengujian stabilitas terhadap masa simpan produk ... 28

3.4 Analisis ………...………..…………...……... 29

3.4.1 Analisis proksimat (AOAC 2005) ... 29

3.4.2 Analisis logam berat Pb, Cd dan Hg (BPOM 2009 dan SNI 2009) ... 31

3.4.3 Analisis aktivitas antioksidan (DPPH) (Molyneux 2004)... 32

3.4.4 Uji Sensori (SNI 2006) ………....…..…..…... 32

3.4.5 Analisis vitamin C (AOAC 2001) ... 33

3.4.6 Analisis warna (Hutching 1999) ... 33

(14)

3.4.10 Pengujian mikrobiologi (Maturin dan Peeler 2001) ... 38

3.5 Analisis Data …………...…………...…...…... 39

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

4.1 Komposisi Kimia Bahan-bahan Baku ... 41

4.1.1 Komposisi kimia kerang pisau (Solen spp) ... 41

4.1.2 Komposisi kimia jahe merah dan asam jawa ... 43

4.2 Aktivitas Antioksidan Kerang Pisau ... 44

4.3 Kandungan Logam Berat Kerang Pisau (Solen spp) ... 44

4.4 Formulasi Minuman Fungsional ... 47

4.5 Analisis Sensori Serbuk Minuman Fungsional ... 47

4.6 Karakteriatik Serbuk Minuman Fungsional ... 52

4.6.1 Aktivitas antioksidan serbuk minuman fungsional ... 52

4.6.2 Kandungan proksimat serbuk minuman fungsional ... 54

4.6.3 Vitamin C serbuk minuman fungsional ... 56

4.6.5 Asam amino serbuk minuman fungsional ... 56

4.7 Stabilitas Produk Selama Penyimpanan ... 58

4.7.1 Pengaruh penyimpanan terhadap aktivitas antioksidan serbuk minuman fungsional kerang pisau ... 58

4.7.2 Vitamin C ... 59

4.7.3 Derajat keasaman (pH) ... 60

4.7.4 Water activity (aw) ... 62

4.7.5 Warna ... 63

4.7.6 Total mikrobadan kapang ... 64

4.8 Pendugaan umur simpan dengan metode Arrhenius ... 67

5 SIMPULAN DAN SARAN ... 73

5.1 Simpulan ... 73

5.2 Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 75

LAMPIRAN ... 85

(15)

1 Kandungan gizi daging kerang pisau (Solen spp) …………...…… 7

2 Komposisi kimia asam jawa per 100 g (bb) bahan yang dapat dimakan…... 15

3 Kandungan gizi dalam 100 gram jeruk lemon ... 17

4 Formulasi produk minuman fungsional ………...…..………... 28

5 Hubungan ˚Hue dengan warna sampel ... 34

6 Komposisi kimia daging kerang pisau dan beberapa kerang komersial lainnya ... 41

7 Komposisi kimia jahe merah dan asam jawa ... 43

8 Kadar logam berat kerang pisau (mg/kg)... 46

9 Formulasi minuman fungsional ... 47

10 Komposisi proksimat minuman serbuk fungsional ... 54

11 Asam amino serbuk minuman fungsional ... 56

12 Rata-rata analisis warna pada produk minuman fungsional ... 63

13 Perubahan total kapang serbuk minuman fungsional selama penyimpanan... 68

14 Nilai koefisien korelasi (R2 ) pada perhitungan pendugaan umur simpan serbuk minuman fungsional... 68

(16)

1 Kerang pisau (Solen sp) ………...……….. 6

2 Struktur DPPH dan DPPH tereduksi hasil reaksi dengan antioksidan (Molyneux 2004) ... 10

3 Jahe merah (Zingiber officinalle Roscoe) ...………... 12

4 Asam jawa (Tamarindus indica) ……… 14

5 Lemon (Citrus medica var Lemon) ... 16

6 Peta lokasi pengambilan sampel kerang pisau ... 23

7 Diagram alir pembuatan minuman fungsional mengandung antioksidan berbasis kerang pisau (Solen spp). ………...………. 25

8 Diagram alir proses pengemasan dan penyimpanan serbuk minuman fungsional... 26 9 Nilai organoleptik ketiga formulasi minuman serbuk fungsional ... 48

10 Aktivitas antioksidan serbuk minuman fungsional kerang pisau pada ketiga formulasi ... 53

11 Perubahan aktivitas antioksidan selama penyimpanan ... 59

12 Rata-rata nilai pH minuman fungsional kerang pisau ... 61

13 Water activity (aw) serbuk minuman fungsional ... 63

14 Peningkatan sel mikroba (TPC) selama penyimpanan ... 64

15 Perubahan jumlah kapang selama penyimpanan pada suhu 30oC, 35oC dan 45oC... 66

16 Laju peningkatan nilai total kapang pada serbuk minuman kerang pisau ... 69

17 Persamaan laju kinetik pendugaan umur simpan ... 70

(17)
(18)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Moluska merupakan kelompok hewan terbesar kedua dalam kerajaan binatang setelah filum Arthropoda. Beberapa jenis moluska merupakan komoditas perikanan yang potensial untuk dikembangkan. Salah satunya adalah jenis bivalvia yang keberadaannya cukup melimpah di wilayah perairan tropis dan merupakan sumber protein hewani yang baik dengan harga yang relatif murah. Kerang di Indonesia tersebar luas di seluruh perairan dapat pula dikembangkan menjadi salah satu produk ekspor yang dapat diandalkan (Suwignyo 2005).

Kerang merupakan sumber vitamin B12 dan nutrisi penting bagi kesehatan. Freije dan Awadh (2010) menyatakan bahwa biota laut banyak mengandung asam lemak tak jenuh majemuk atau lebih dikenal dengan polyunsaturated fatty acids (PUFA), (Omega 3-PUFA, Eicosapentaenoic acid (20:5) (EPA) dan Docosahexaenoic acid (20:6) (DHA)) yang berperan penting untuk meningkatkan kemampuan belajar dan peningkatan sistem imun tubuh. Defer et al. (2009) melaporkan bahwa organisme yang hidup di dasar perairan menghasilkan metabolit sekunder sebagai respon terhadap tekanan ekologi misalnya persaingan ruang, pencegahan dari predator serta kemampuan dan keberhasilan untuk bereproduksi. Beberapa metabolit sekunder yang dimiliki organisme perairan menunjukkan adanya aktivitas farmakologi dan merupakan kandidat-kandidat baru untuk bahan obat-obatan (Pringgenies 2010). Organisme invertebrata bentik perairan merupakan salah satu sumber senyawa bioaktif baru yang cukup menjanjikan.

(19)

mengandung lima komponen bioaktif yaitu alkaloid, steroid, flavonoid, karbohidrat, asam amino dan aktivitas antioksidan yaitu sebesar 1.391,08 ppm (Nurjanah et al. 2012).

Minuman fungsional merupakan minuman yang mempunyai efek fisiologis bagi tubuh (Urala dan Lahteenmaki 2004; Siro et al. 2008), dapat meningkatkan kondisi umum dari tubuh, mengurangi resiko terhadap suatu penyakit, dan bahkan dapat digunakan untuk menyembuhkan beberapa penyakit (Siro et al. 2008). Definisi minuman fungsional menurut BPOM (2005) adalah mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu bagi kesehatan. Penelitian yang memanfaatkan kerang pisau sebagai basis dalam formulasi minuman fungsional belum pernah dilakukan. Penelitian ini diharapkan dapat memberi peluang industri pangan terutama untuk mendapatkan formulasi minuman kesehatan berbasis kerang pisau.

Pencampuran rempah-rempah dalam formulasi minuman dilakukan selain untuk memperoleh suatu kombinasi antioksidan dengan aktivitas yang lebih tinggi, juga dapat memberikan rasa dengan nilai sensori yang lebih tinggi pula. Jahe merah, asam jawa dan jeruk lemon merupakan rempah dan tumbuhan yang dapat ditambahkan dalam formulasi minuman. Ketiga rempah-rempah tersebut dapat menghilangkan rasa anyir dari kerang pisau, juga telah terbukti memiliki sifat fungsional lainnya yang salah satunya adalah memiliki aktivitas antioksidan. Menurut Junita et al. (2001) penggunaan kombinasi antioksidan dalam hal ini jahe dan asam jawa telah terbukti mampu meningkatkan aktivitas antioksidan dibandingkan bila dipergunakan secara terpisah, sehingga pencampuran ekstrak rempah ke dalam produk minuman fungsional kerang pisau ini diharapkan mampu memberikan kombinasi antioksidan dengan aktivitas yang lebih tinggi dibandingkan bila digunakan secara terpisah.

1.2 Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah

(20)

b) Menentukan waktu penyimpanan maksimal melalui pengujian stabilitas produk.

1.3 Hipotesis

Berdasarkan tujuan penelitian ini, maka hipotesisnya adalah sebagai berikut :

a) Konsentrasi dan kombinasi bahan campuran berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan formula minuman.

(21)
(22)

2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kerang Pisau (Solen spp)

Kerang pisau (Solen spp) merupakan anggota dari famili Solenidae. Kerang pisau memiliki cangkang yang panjang dengan dua sisi paralel, tubuhnya kecil memanjang, salah satu ujung tubuhnya berbentuk runcing, menempel, dan berdiri tegak di pantai berpasir. Kadang kala kerang pisau menarik badannya ke dalam pasir untuk berlindung dari musuh. Kerang pisau di beberapa negara dikenal juga dengan sejumlah nama yaitu razor clam atau jacknife karena karakteristiknya yang identik dengan pisau (Ditjen PPHP 2010). Di Indonesia kerang pisau mempunyai nama lokal tersendiri dari setiap daerah, sumbun dari Jambi (Sugihartono 2006), lorjuk dari Madura (Nurjanah 2008) dan mbet dari Cirebon. Kerang pisau mempunyai panjang hanya 2 atau 3 inchi (5-7,5 cm) pada pertumbuhan maksimal. Kerang jenis ini berbentuk tipis, memanjang, hinge line-nya semualine-nya lurus, dan tutupline-nya terbuka satu sama lain. Permukaanline-nya halus dan agak mengkilap, dengan kerutan konsentrasi sangat redup. Semakin besar ukuran kerang pisau, warna cangkang akan lebih gelap (Sugihartono 2006)

Habitat kerang pisau berupa pasir berlumpur dan arus air yang lemah. Kerang pisau hidup di dalam pasir berlumpur dengan kedalaman 10-20 cm. Kerang pisau bersembunyi atau menggali secara vertikal pada substrat berpasir dan sedikit keluar pada saat pasang surut. Hasil penelitian yang dilaporkan oleh Baron et al. (2004) menunjukkan bahwa kerang pisau tidak hanya hidup meliang di substrat, tapi mampu merayap di permukaan substrat dan berenang, diduga bahwa kerang pisau mampu bergerak aktif untuk mencari substrat yang sesuai dengan keinginannya. Warna substrat coklat kehitaman. Zonasi pantai habitat kerang pisau berjarak 100–150 m dari garis pantai, dengan kedalaman kurang lebih 1-2 m pada saat air pasang. Kerang pisau banyak ditemukan di sepanjang perairan pantai selatan Pamekasan, Madura dengan ciri pantai yang landai dan datar sehingga jika air laut surut jarak air dengan garis pantai dapat mencapai 200-300 m (Nurjanah et al. 2008).

(23)

menggali pasir tempat kerang pisau berada dan harus menunggu air surut. Kelompok nelayan di sekitar pantai Kenjeran, Surabaya beberapa tahun terakhir menemukan teknik baru dengan cara menaburkan serpihan batu gamping di area fishing ground pada saat air pasang. Kerang pisau akan muncul sendiri ke atas permukaan sehingga mudah ditangkap dalam waktu tidak terlalu lama (Ditjen PPHP 2010). Cara lain yang digunakan untuk mengumpulkan kerang pisau yaitu menggunakan alat penggali (hand hold digging tools). Cara ini digunakan untuk kepentingan ilmiah, yaitu riset atau penelitian biota. Pengambilan skala besar menggunakan kapal pengeruk (dredging) atau penangkapan ilegal yang tidak ramah lingkungan menggunakan listrik (Breen et al. 2011). Klasifikasi kerang pisau menurut, Tuaycharoen dan Matsukuma (2001) yaitu:

Kingdom : Animalia Filum : Molusca Sub filum : Conchifera Kelas : Bivalvia Ordo : Heterodonta Sub ordo : Veneroida Famili : Solenidae Genus : Solen

Species : Solen spp. Morfologi kerang pisau disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Kerang pisau (Solen spp).

(24)

eksternal di perairan. Hasil penggabungan sel sperma dan sel telur selanjutnya membentuk larva veliger. Larva kerang pisau kemudian mengalami fase planktonik sekitar satu bulan, sebelum akhirnya menetap di substrat. Setelah larva menetap pada substrat, larva akan mengalami perkembangbiakan menjadi juvenil dan selanjutnya akan berkembang menjadi dewasa (Breen et al. 2011). Proses reproduksi kerang pisau dipengaruhi oleh variasi musim, kondisi lingkungan, ketersediaan makanan, dan karakteristik genentik (Darriba et al. 2005). Selanjutnya Darriba et al. (2004) melaporkan bahwa reproduksi kerang pisau juga dipengaruhi oleh konsentrasi klorofil-a di perairan.

Kerang pisau biasanya disajikan dalam bentuk olahan. Kerang pisau memiliki rendemen kecil, namun pedagang tetap tergiur untuk terus mencari kerang pisau karena nilai jual produknya sangat tinggi. Kerang pisau segar hanya senilai Rp. 8000/kg, kerang pisau setengah kering Rp. 80.000/kg, dan kerang pisau kering Rp. 280.000/kg. Kerang pisau goreng dipasarkan dengan harga sekitar Rp. 300.000/kg. Kebutuhan pedagang kerang pisau sebagian besar hanya bisa dipenuhi oleh nelayan dari kerang pisau segar dan setengah kering saja, keuntungan terbesar berada di tangan para pedagang tersebut. Kemampuan produksi pedagang pun tergantung pada hasil tangkap nelayan (Ditjen PPHP 2010).

2.2 Komponen Bioaktif Kerang Pisau (Solen spp)

Kelompok kerang-kerangan mengandung asam amino bebas misalnya ikan dan kelompok crustacea lainnya. Kerang merupakan sumber alternatif asam lemak omega-3, omega-6, dan omega-9 serta menjadi sumber vitamin A, vitamin D, mineral, taurin, prolin, glisina, alanina dan arginina. Kandungan gizi kerang pisau dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Kandungan gizi daging kerang pisau (Solen spp)

Jenis gizi Kandungan (%bb) Kandungan (%bk)

Protein 9,79 55,34

Karbohidrat 4,95 27,98

Lemak 0,32 1,82

Abu 2,63 14,87

(25)

Ekstrak kasar kerang pisau mengandung lima komponen bioaktif berupa komponen alkaloid, streroid, flavonoid, karbohidrat, dan asam amino (Nurjanah et al. 2012). Alkaloid adalah senyawa alami amina baik pada tanaman, hewan ataupun jamur dan merupakan produk yang dihasilkan dari proses metabolisme sekunder. Senyawa ini berperan dalam sistem saraf pusat dan merupakan komponen pertahanan dalam tubuh, selain itu juga dapat bersifat sebagai antimalaria (Sirait 2007). Flavonoid dan beberapa golongan fenol dapat digunakan untuk mengurangi risiko beberapa penyakit kronis dengan kemampuannya sebagai antioksidan, antiinflamasi, detoksifikasi karsinogen, antikolesterol, dan antiproliferasi (Chen dan Blumberg 2008; Majewska et al. 2011). Flavonoid juga dapat menghambat secara efektif kerja beberapa enzim, yaitu xanthin oksidase, siklooksigenase, dan lipooksigenase (Hoorn et al. 2002) sehingga dapat mengurangi pembentukan radikal superoksida yang dapat menyebabkan peradangan (Bodamyali et al. 2002).

2.3 Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa yang terdapat secara alami dalam hampir semua bahan pangan. Menurut Blois (1959) antioksidan merupakan agen yang dapat membatasi efek dari reaksi oksidasi dalam tubuh. Efek yang diberikan oleh antioksidan terhadap tubuh dapat secara langsung, yaitu dengan mereduksi radikal bebas dalam tubuh, dan secara tidak langsung, yaitu dengan mencegah terjadinya pembentukan efek radikal. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Winarsi (2007) bahwa antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif yang akan menghambat kerusakan sel.

(26)

sekunder adalah vitamin E, vitamin C, dan β-caroten. Antioksidan tersier bekerja memperbaiki kerusakan biomolekul yang disebabkan radikal bebas. Contoh antioksidan tersier adalah enzim yang memperbaiki DNA dan metionin sulfida reduktase (Blois 1959).

Keberadaan senyawa antioksidan dalam suatu bahan dapat diketahui melalui uji aktivitas antioksidan. Salah satu metode yang umum digunakan untuk menguji aktivitas antioksidan adalah menggunakan radikal bebas diphenylpicrylhydrazyl (DPPH). Diphenylpicrylhydrazyl merupakan radikal bebas yang bersifat stabil dan beraktivitas dengan cara mendelokasi elektron bebas pada suatu molekul, sehingga molekul tersebut tidak reaktif sebagaimana radikal bebas yang lain. Proses delokalisasi ini ditunjukkan dengan adanya warna ungu (violet) pekat yang dapat dikarakterisasi pada pita absorbansi dalam pelarut etanol pada panjang gelombang 517 nm. Larutan DPPH berperan sebagai radikal bebas yang bereaksi dengan senyawa antioksidan sehingga DPPH akan berubah menjadi diphenylpicrylhydrazine yang bersifat non radikal (Molyneux 2004).

Pengukuran aktivitas antioksidan metode DPPH menggunakan spektrofotometri dengan panjang gelombang 517 nm. Larutan DPPH berwarna ungu tua (dalam metanol), ketika ditambahkan senyawa antioksidan maka warna larutan akan berubah menjadi kuning cerah. Penurunan absorbansi yang ditunjukkan dengan berkurangnya warna ungu menunjukkan adanya aktivitas scavenging (aktivitas antioksidan) (Molyneux 2004). Antioksidan akan mendonorkan proton atau hidrogen kepada DPPH dan selanjutnya akan terbentuk radikal baru yang bersifat stabil atau tidak reaktif (1,1-difenil-2- pikrilhidrazin) (Wikanta et al. 2005). Hal ini dapat digambarkan dalam persamaan berikut:

DPPH + AH DPPH-H + A

Radikal bebas Antioksidan Netral Radikal bebas baru, stabil, tidak reaktif

(27)

Struktur DPPH dan DPPH tereduksi hasil reaksi dengan antioksidan dapat dilihat pada Gambar 2.

Diphenylpicrylhydrazyl (radikal bebas) Diphenylpicrylhydrazine (non radikal)

Gambar 2 Struktur DPPH dan DPPH tereduksi hasil reaksi dengan antioksidan (Molyneux 2004).

Hasil dari metode DPPH umumnya diimplementasikan dalam bentuk nilai IC50 (inhibition concentration) yang didefinisikan sebagai konsentrasi dari senyawa antioksidan yang dapat menyebabkan hilangnya 50% aktivitas DPPH (Andayani 2008). Semakin kecil nilai IC50 berarti semakin tinggi aktivitas antioksidan. Suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat jika nilai IC50 kurang dari 0,05 mg/mL, kuat untuk IC50 antara 0,05-0,1 mg/mL, sedang jika IC50 bernilai 0,101-0,150 mg/mL, dan lemah jika IC50 bernilai 0,150-0,200 mg/mL (Molyneux 2004).

2.4 Minuman Fungsional

Pangan fungsional didefinisikan sebagai pangan, baik makanan maupun minuman, yang dapat dikonsumsi sebagai komponen dalam diet sehari-hari dan mempunyai khasiat menyembuhkan atau mencegah penyakit disamping khasiat zat-zat gizi yang dikandungnya (Goldberg 1994). Menurut BPOM (2005) pangan fungsional diartikan sebagai pangan olahan yang mengandung satu atau lebih komponen fungsional yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu, terbukti tidak membahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan.

(28)

dipromosikan pada produk-produk pangan fungsional yang ditujukan kepada anak-anak sebagai target konsumen. Produk pangan fungsional untuk kalangan dewasa lebih difokuskan sebagai produk pangan untuk meningkatkan stamina dengan penambahan komponen, yaitu zat besi, kalsium dan komponen bioaktif lain dari ginseng, jahe, dan yohimbi (Hardinsyah 2004).

Pangan fungsional dibedakan dari suplemen makanan atau obat berdasarkan penampakan dan pengaruhnya terhadap kesehatan. Bila fungsi obat terhadap penyakit bersifat kuratif, maka pangan fungsional lebih bersifat pencegahan terhadap penyakit (Goldberg 1994). Berbagai jenis pangan fungsional telah beredar di pasaran, mulai dari produk susu probiotik tradisional (yoghurt, kefir, dan coumiss) sampai produk susu rendah lemak siap dikonsumsi yang mengandung serat larut. Demikian juga dengan produk yang mengandung ekstrak serat yang bersifat larut yang berfungsi menurunkan kolesterol dan mencegah obesitas. Jenis minuman, telah tersedia berbagai minuman yang berkhasiat menyehatkan tubuh yang mengandung komponen aktif rempah-rempah, yaitu kunyit asam, minuman sari jahe, sari temulawak, beras kencur, serbat, dan bandrek.

Kelompok senyawa yang dianggap mempunyai fungsi fisiologis tertentu di dalam pangan fungsional adalah senyawa-senyawa alami di luar zat gizi dasar (karbohidrat, protein dan lemak) yang terkandung dalam pangan yang bersangkutan, yaitu (1) serat pangan (dietary fiber), (2) oligosakarida, (3) gula alkohol (polyol), (4) asam lemak tidak jenuh jamak (Polyunsaturated fatty acid = PUFA), (5) peptida dan protein tertentu, (6) glikosida dan isoprenoid, (7) polifenol dan isoflavon, (8) Kolin dan lesitin, (9) bakteri asam laktat, (10) fitosterol, serta (11) vitamin dan mineral tertentu (Goldberg 1994).

2.5 Karakteristik Bahan-bahan Campuran

(29)

2.5.1 Jahe merah (Zingiber officinalle Roscoe)

Jahe merah (Zingiber officinale Roscoe) merupakan tanaman berbatang semu yang tumbuh tegak dengan tinggi 30–60 cm dan tidak bercabang dengan tinggi tanaman mencapai 1,25 meter. Batangnya berbentuk bulat, berwarna hijau kemerahan, dan agak keras karena diselubungi oleh pelepah daun. Daun tanaman jahe berupa daun tunggal, berbentuk lanset, berujung runcing dan tersusun berselang-seling secara teratur serta memiliki warna yang lebih gelap dibandingkan dengan jenis jahe lainnya. Mahkota bunga berwarna ungu, berbentuk corong dengan panjang 2–2,5 cm. Buah berbentuk bulat panjang berwarna cokelat dengan biji berwarna hitam (Matondang 2005; Herlina et al. 2002).

Jahe merah mempunyai banyak keunggulan dibandingkan dengan jenis jahe lainnya. Kandungan senyawa kimianya yang terdiri atas zat gingerol, oleoresin, dan minyak atsiri yang tinggi sehingga lebih banyak digunakan sebagai obat. Keunggulan jahe merah dilihat dari kandungan senyawa kimianya, sehingga lebih sering digunakan sebagai bahan baku obat (Herlina et al. 2002). Rimpang jahe merah disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Jahe merah (Zingiber officinalle Roscoe).

(30)

minyak atsiri 0,25–3,3% yang terdiri dari zingiberene, curcumene, dan philandren. Rimpang jahe mengandung oleoresin 4,3–6,0% yang terdiri dari gingerols serta shogaols yang menimbulkan rasa pedas (Butt dan Sultan 2011). Minyak atsiri jahe merupakan komponen pemberi aroma yang khas, sedangkan oleoresin merupakan komponen pemberi rasa pedas dan pahit. Oleoresin jahe lebih banyak mengandung komponen non volatil yang mempunyai titik didih lebih tinggi daripada komponen volatil minyak atsiri. Oleoresin tetap memberikan rasa walaupun sebagian minyak atsiri telah menguap (Jiang et al. 2005; Wohlmuth et al. 2005).

Senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan tumbuhan Suku Zingiberaceae umumnya dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen yang merugikan kehidupan manusia (Herlina et al. 2002). Ekstrak air jahe yang berasal dari jahe segar maupun jahe bubuk dan ekstrak diklorometana jahe mempunyai aktivitas antioksidan terhadap asam linoleat (Septiana et al. 2002). Ekstrak air jahe dapat menurunkan kadar malonadehida dan meningkatkan vitamin E plasma pada manusia yang mengkonsumsi ekstrak air jahe (Zakaria et al. 2000).

Kandungan senyawa aktif yang terkandung di dalam jahe sebagian besar adalah gingerol yang selama penyimpanan dapat terdehidrasi menjadi shogaol yang memiliki rasa pedas lebih rendah dari gingerol. Menurut Ali et al. (2007), komponen oleoresin jahe segar yang bersifat sebagai pembawa rasa pedas didominasi oleh gingerol dan senyawa-senyawa homolognya. Kepedasan pada jahe yang telah mengalami pengeringan disebabkan oleh dominasi keberadaan senyawa shogaol, yang merupakan bentuk komponen gingerol yang terdehidrasi. Berbagai komponen bioaktif dalam ekstrak jahe antara lain gingerol, shagol, diarilheptanoid dan kurkumin, mempunyai aktivitas antioksidan yang melebihi tokoferol (Puengphian dan Anchalee 2008; Ahmad et al. 2006). Jahe merah juga mempunyai efek melancarkan sirkulasi darah, antirematik, antiradang, peluruh keringat, peluruh dahak, dan antibatuk (Wijayakusuma 2006).

2.5.2 Asam jawa (Tamarindus indica L)

(31)

multifungsi yang semua bagiannya dapat dimanfaatkan (Kumar dan Bhattacharya 2008). Batang pohonnya yang cukup keras dapat tumbuh menjadi besar dan daunnya rindang. Daun asam jawa bertangkai panjang, sekitar 17 cm dan bersirip genap. Bunganya berwarna kuning kemerah-merahan dan buah polongnya berwarna coklat dengan rasa khas asam. Di dalam buah polong selain terdapat kulit yang membungkus daging buah, juga terdapat biji berjumlah dua sampai lima yang berbentuk pipih dengan warna coklat agak kehitaman (Glew et al. 2005).

Asam jawa yang berada di pasaran dan diperdagangkan dalam bentuk yang telah diolah dengan warna merah kecoklatan hingga merah kekuning-kuningan. Karakteristik yang paling menonjol dari buah asam jawa adalah kandungan asamnya yang paling tinggi di antara buah lainnya. Total keasamannya antara 12,3–23,8% yang dinyatakan sebagai asam tartarat. Hampir setengah dari asam tartarat berada dalam bentuk terikat terutama sebagai kalium bitartarat dan sebagian kecil lainnya sebagai bitartarat (Khanzada et al. 2008). Asam lain yang terdapat dalam buah asam jawa adalah asam malat dan asam askorbat. Daging buah asam jawa mengandung rata-rata 5,27% kalium bitartarat, 6,63% asam tartarat, dan 2,20% asam sitrat (Khanzada et al. 2008). Asam jawa disajikan pada Gambar 4.

(32)

Tabel 2 Komposisi kimia asam jawa per 100 gram (bb) bahan yang dapat karohidrat, dan mineralnya paling tinggi diantara buah-buah lainnya sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2.

Daging buah asam jawa dinyatakan mempunyai daya sebagai obat pencuci perut (Nagy dan Shaw 1980). Asam jawa juga dapat digunakan sebagai obat disentri, demam, lepra, radang mata, infeksi oral, penyakit pernapasan, dan luka-luka (Suralkar et al. 2012). Minuman obat yang terbuat dari asam jawa terbukti mempunyai efek yang baik terhadap penyakit demam dan darah tinggi di India (Iftekhar et al. 2006).

2.5.3 Lemon (Citrus medica var Lemon)

(33)

Gambar 5 Jeruk lemon (Citrus medica var Lemon).

Puluhan varietas jeruk ada di muka bumi dari yang bercitarasa asam hingga manis. Walaupun berbeda warna, bentuk, dan rasa, jeruk memiliki kesamaan, yaitu kaya akan antioksidan, tinggi mineral, dan vitamin C. Salah satunya adalah jeruk lemon (Gambar 5). Disamping kandungan vitamin C yang melimpah, jeruk lemon juga kaya dengan vitamin B, E, natrium, dan beberapa mineral mikro yang dibutuhkan tubuh untuk sistem imunitas (kekebalan) serta mencegah virus penyebab influenza (Nicolos et al. 2005).

(34)

Tabel 3 Kandungan gizi dalam 100 gram jeruk lemon

Akibat kekurangan vitamin C yaitu gigi mudah goyang sehingga akan sakit kalau makan makanan keras, tulang menjadi rapuh, gusi berdarah, pendarahan wasir, dan sebagainya. Perkiraan kebutuhan vitamin C untuk setiap kelompok umur berbeda-beda (WHO 2001):

- Orang dewasa dengan berat badan sekitar 55 kg memerlukan 25 mg/hari. - Anak-anak berumur 1-10 tahun memerlukan 15-25 mg/hari.

- Anak-anak berumur 11-19 tahun memerlukan 25-30 mg/hari.

2.5.4 Maltodekstrin

(35)

mampu menghambat kristalisasi dan memiliki daya ikat yang kuat (Srihari et al. 2010)

Hasil penelitian menunjukkan Hardjanti (2008) bahwa penambahan maltodekstrin pada bubuk ekstrak daun katuk cenderung tidak berpengaruh terhadap sifat fisik (warna dan rehidrasi), sifat kimia (kadar air, kadar khlorofil) namun semakin banyak penambahan maltodekstrin, bubuk ekstrak daun katuk yang dihasilkan kurang disukai. Suhu pengeringan pada pembuatan bubuk ekstrak daun katuk sangat berpengaruh terhadap kadar khlorofil dan intensitas warna pada bubuk ekstrak daun katuk yang dihasilkan.

Aplikasi maltodekstrin pada produk pangan menurut Anwar (2002) antara lain pada:

(a) Makanan beku, maltodekstrin memiliki kemampuan mengikat air (water holding capacity) dan berat molekul rendah sehingga dapat mempertahankan produk tetap dalam keadaan beku.

(b) Makanan rendah kalori, penambahan maltodekstrin dalam jumlah besar tidak meningkatkan kemanisan produk misalnya gula.

(c) Produk rerotian, misalnya cake, muffin, dan biskuit, digunakan sebagai pengganti gula atau lemak.

(d) Minuman prebiotik, maltodekstrin merupakan salah satu komponen prebiotik (makanan bakteri probiotik yang menguntungkan) sehingga sangat baik bagi tubuh yaitu dapat melancarkan saluran pencernaan.

(e) Sebagai bahan penyalut lapis tipis (film coating) tablet.

2.6 Metode Spray Drying

Pengeringan didefinisikan sebagai suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan menggunakan energi panas sehingga tingkat kadar air kesetimbangan dengan kondisi udara (atmosfir) normal atau tingkat kadar air yang setara dengan nilai aktivitas air (aw) yang aman dari kerusakan mikrobiologi, enzimatis, atau kimiawi. Teknik pembuatan serbuk dengan bahan berbentuk cair dapat dilakukan dengan menggunakan freeze drying, spray drying atau vacuum drying (Patel et al. 2009).

(36)

serta biaya dari proses pengeringan tersebut. Dalam penggunaan metode pengeringan, penggunaan spray dryer merupakan metode yang paling sering digunakan untuk pengeringan bahan terutama dalam skala besar (industri) (Mujumdar 2000). Pengeringan semprot atau spray drying adalah metode pengeringan yang mengkombinasikan proses pengeringan sekaligus proses pembentukan serbuk. Material masukannya berupa cairan dengan total padatan tertentu.

Pengeringan semprot menghasilkan bubuk yang sangat halus (5–100 µm) dengan diameter rata–rata 20 sampai 60 µm (Patel et al. 2009). Pemilihan kondisi pengeringan, alat atomisasi, ukuran, dan geometri chamber akan menentukan karakteristik produk yang dihasilkan termasuk perhitungan transfer panasnya (Arku et al. 2008). Menurut Patel et al. (2009), formulasi penghitungan waktu pengeringan pada metode pengeringan semprot sangat rumit karena kondisi pengeringan yaitu humiditas dan temperatur udara, kadar air, dan diameter partikel, serta gerakan relatif diantara partikel dan pergerakan udara yang terus berubah setiap saat.

Prinsip pengeringan semprot didasarkan pada proses penyemprotan produk dalam bentuk droplet cairan ke dalam suatu ruangan yang dihembus dengan udara panas sehingga terjadi proses pengeringan. Bahan masukan pada metode pengeringan semprot dapat berupa larutan, emulsi, atau suspensi cairan. Aliran udara panas akan menaikkan suhu permukaan droplet sehingga air dalam droplet akan terevaporasi. Air yang terevaporasi akan keluar bersama aliran udara sedangkan droplet dengan kadar air rendah akan turun ke dasar chamber dengan bantuan cyclone.

(37)

Karakteristik produk yang dihasilkan oleh metode pengeringan semprot dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Parameter utama yang mempengaruhi karakteristik produk pada metode pengeringan semprot antara lain adalah proses pre-heating, pre-konsentrasi, pembentukan droplet dalam atomizer, serta suhu pengeringan yang terdiri dari temperatur masukan (suhu inlet) dan temperatur keluaran (suhu outlet) yang digunakan (Arku et al. 2008). Menurut Chandan (2006), meskipun suhu inlet pengering yang digunakan sangat tinggi, kerusakan protein akibat panas menjadi minimal karena terjadi pendinginan evaporatif yang berasal dari air yang menguap dari bahan yang dikeringkan.

2.7 Uji Stabilitas

Uji stabilitas merupakan pengembangan produk minuman dan makanan telah diakui dalam industri farmasi. Peningkatan jumlah pencatatan Abbreviated New Drug Application (ANDA) oleh produsen obat generik dan non generik telah menyebabkan peningkatan dalam jumlah pengajuan data stabilitas kepada Food and Drug Adminstration (FDA). Produk yang memperoleh penerimaan dari konsumen harus tetap mempertahankan kandungan nutrisi serta kualitasnya mulai dari waktu proses, penyimpanan dan distribusi sampai saatnya produk dikonsumsi dan menghindari tuntutan pemerintah dan undang-undang, hal itu berlaku pada pangan fungsional, nutraceutical maupun makanan tambahan juga harus dievaluasi stabilitasnya termasuk penentuan daya tahan produk serta jaminan keakuratan seperti yang tercantum pada label, jika kondisi ini tidak tercapai maka nutraceutical maupun pangan fungsional kehilangan khasiatnya (Shi et al. 2007).

(38)

Minuman fungsional produk dapat kehilangan daya tahannya dengan berbagai cara. Pertumbuhan mikroba dalam produk dapat menurunkan sensori penerimaan melalui kerusakan atau menimbulkan risiko kesehatan. Perubahan fisik yaitu pengerasan pada buah kering dan melembutnya sereal merupakan mekanisme lain dari hilangnya daya tahan produk. Akhirnya reaksi kimia dapat terjadi selama pengolahan dan penyimpanan menghasilkan perubahan-perubahan, yaitu tidak diterimanya perubahan warna, hilangnya nutrisi, dan perubahan rasa. Selama penyimpanan dan distribusi, produk pangan akan mengalami kehilangan bobot, nilai pangan, mutu, nilai uang, daya tumbuh, dan kepercayaan (Rahayu et al. 2003).

Penggunaan indikator mutu dalam menentukan umur simpan produk siap masak atau siap saji bergantung pada kondisi saat percobaan penentuan umur simpan dilakukan (Kusnandar 2004). Hasil percobaan penentuan umur simpan hendaknya dapat memberikan informasi tentang umur simpan pada kondisi ideal, umur simpan pada kondisi tidak ideal, umur simpan pada kondisi distribusi dan penyimpanan normal, dan selama penggunaan oleh konsumen. Suhu normal untuk penyimpanan yaitu suhu yang tidak menyebabkan kerusakan atau penurunan mutu produk. Suhu ekstrim atau tidak normal akan mempercepat terjadinya penurunan mutu produk dan sering diidentifikasi sebagai suhu pengujian umur simpan produk (Hariyadi 2004).

(39)
(40)

3

METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2011 - Juni 2012. Proses preparasi sampel, uji aktivitas antioksidan, dan uji pH dilakukan di laboratorium karakteristik bahan baku hasil perairan, uji organoleptik dilakukan di Laboratorium Organoleptik Institut Pertanian Bogor (IPB); analisis proksimat, uji kapang, uji Total Plate Count (TPC), kadar air (aw), dan uji warna dilakukan di laboraturium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB), dan di Laboratorium Terpadu IPB, serta uji vitamin C, uji asam amino, dan logam berat dilakukan di Laboratorium Saraswanti Indo Genetech Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan baku kerang pisau (Solen spp) yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari perairan pantai Cirebon, Jawa Barat. Pengambilan sampel dilakukan pada bulan September 2011. Lokasi pengambilan sampel kerang pisau dapat dilihat pada Gambar 6.

(41)

Bahan-bahan tambahan untuk formulasi yaitu jahe, jeruk lemon, dan gula pasir yang diperoleh dari pasar tradisional di daerah Bogor, asam jawa dari Makassar, Sulawesi Selatan sedangkan maltodekstrin diperoleh dari toko kimia “Setia Guna“ jalan Dewi Sartika nomor 14/62 Bogor, Jawa Barat. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis proksimat adalah akuades, alkohol 96%, NaOH 40% , H3BO3 produksi Merck, HCl 0,1 N produksi Merck, dan indikator Brom Cresol Green-Metyl Red; untuk analisis mikrobiologi, yaitu media Plate Count Agar (PCA) produksi Oxoid kode CM1012, media Potato Dextrose Agar (PDA) produksi BD Difco, dan asam tartarat 10%, untuk analisa antioksidan menggunakan metanol p.a., 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) produksi Sigma-Aldrich.

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah inkubator (Leec compact incubator), autoklaf (ALP KT-40), pengering semprot (spray dryer) yang dirancang oleh Niro Atomizer, spektrofotometer model UV-VIS RIS UV 2500, chromameter Minolta CR-200, neraca analitik (merk Quattro), pH meter Orion Benchinp model 410 A, tanur, seperangkat alat Soxhlet, labu Kjeldahl, alat-alat gelas, dan alat-alat uji organoleptik.

3.3 Prosedur Penelitian

Penelitian terdiri atas tiga tahap, yaitu tahap pengambilan dan preparasi sampel, tahap formulasi minuman fungsional, dan tahap pengujian stabilitas produk terhadap masa simpan. Tahap formulasi diawali dengan percobaan trial and error untuk mengetahui batas penerimaan dari segi organoleptik. Pada tahap ini juga dilakukan pengujian pendahuluan serbuk minuman fungsional kerang pisau terhadap aktivitas antioksidan serta pencampuran antar dua bahan dan keseluruhan bahan baku untuk melihat aktivitas antioksidan yang dihasilkan dari pencampuran bahan baku dan bahan tambahan.

(42)

Gambar 7 Diagram alir pembuatan minuman fungsional mengandung antioksidan berbasis kerang pisau (Solen spp).

Pemisahan cangkang dan jeroan

Homogenisasi daging kerang pisau dengan penambahan air 2:1

Perebusan dengan suhu 70

o

C ±10 menit

Analisis proksimat, analisis aktivitas antioksidan, analisis asam amino, dan

logam berat Ekstrak kerang pisau Sampel kerang pisau

(Solen spp)

Serbuk minuman

Formulasi terpilih

Analisis organoleptik

Analisis aktivitas antioksidan, uji vitamin C, dan asam amino. Pencampuran bahan utama

dan bahan tambahan

Spray drying

(43)

Gambar 8 Diagram alir proses pengemasan dan penyimpanan serbuk minuman fungsional.

3.3.1 Tahap pengambilan dan preparasi sampel

Contoh kerang pisau diambil di Perairan Cirebon dalam keadaan hidup kemudian langsung dipreparasi. Contoh dicuci sampai bersih dengan air tawar, dipisahkan dari cangkangnya, dan dikeluarkan jeroannya. Contoh kemudian dihomogenisasi menjadi ukuran yang lebih kecil dengan penambahan air 1:1 (b/v). Sampel yang sudah homogen disaring menggunakan kain blacu dan dilakukan pemasakan dengan suhu 70ºC selama ± 10 menit dan disaring kembali untuk diambil ekstraknya. Ekstrak kerang pisau disimpan dalam wadah tertutup dan disimpan dalam freezer hingga digunakan. Preparasi sampel kerang pisau

Formulasi terpilih

Pengemasan dengan menggunakan aluminium foil

Penyimpanan pada suhu 30oC, 35oC, dan 45oC

Uji kadar vitamin C, uji aktivitas antioksidan

Pengujian stabilitas : Derajat keasaman (pH), nilai aw, uji warna, TPC, kapang.

(44)

dapat dilihat pada Lampiran 1 dan ekstrak kerang pisau dapat dilihat pada Lampiran 2.

Contoh jahe dicuci terlebih dahulu dengan air tawar dan dikupas kulitnya, selanjutnya dihomogenisasi menjadi ukuran yang lebih kecil dengan penambahan air 1:1 (b/v) kemudian disaring menggunakan kain blacu untuk diambil ekstraknya. Ekstrak jahe disimpan dalam wadah tertutup dan disimpan dalam freezer hingga digunakan.

Contoh asam jawa dipisahkan dari bijinya. Asam Jawa yang sudah dibersihkan dari biji dihomogenisasi menjadi ukuran yang lebih kecil kemudian ditambahkan air tawar dengan perbandingan air sebesar 1:1 (b/v). Larutan asam jawa disaring menggunakan kain blacu hingga diperoleh ekstrak, kemudian dimasukkan ke dalam botol dan disimpan dalam refrigerator. Contoh jeruk lemon dicuci dengan air dan dipotong untuk kemudian diperas dan diambil air hasil perasannya lalu disaring, setelah itu dilakukan penambahan air 1:1 (b/v). Ekstrak jahe merah, ekstrak jeruk nipis, dan ekstrak asam jawa dapat dilihat pada Lampiran 2.

Bahan utama dan bahan tambahan dicampur sesuai dengan formulasi kemudian dilakukan penambahan maltodekstrin sebanyak 10% dari berat larutan minuman fungsional kemudian dilakukan proses spray drying (Lampiran 3), setelah minuman dalam bentuk serbuk baru dilakukan penambahan sukrosa (1:1 (b/b)). Produk akhir hasil formulasi adalah dalam bentuk serbuk dengan metode spray drying. Komposisi dari bahan utama dan bahan-bahan tambahan merupakan perlakuan dalam penelitian ini. Tujuan pemasakan pada bahan utama dan bahan-bahan tambahan-bahan adalah untuk membunuh mikroorganisme yang akan berpengaruh pada saat penyimpanan.

3.3.2 Tahap formulasi minuman fungsional

(45)

panelis dan masih terdapat banyak ampas. Berdasarkan hasil kesukaan panelis terhadap minuman ini sehingga menghasilkan tiga formula yang terpilih, kemudian dimodifikasi dengan menambahkan bahan tambahan lain yaitu jeruk lemon yang bisa mengurangi rasa dan bau amis yang ditimbulkan dari kerang pisau.

Tiga Formula yang terpilih dibuat dengan mencampurkan ekstrak kerang pisau, ekstrak jahe merah, asam jawa, dan jeruk lemon. Diantara formulasi yang dibuat kemudian dipilih satu formulasi menggunakan uji sensori. Formulasi minuman fungsional kerang pisau terdiri dari tiga jenis formulasi ditampilkan pada Tabel 4.

Tabel 4 Formulasi produk minuman fungsional

Formula Bahan Utama (%) Bahan-Bahan Pembantu (%)

Kerang pisau Jahe merah Asam jawa Jeruk lemon

1. 35 40 15 10

Analisis yang dilakukan meliputi: (1) analisis aktivitas antioksidan terhadap serbuk dari masing-masing formulasi, (2) uji sensori, dan (3) analisis aktivitas antioksidan terhadap formula minuman yang masuk dalam batas penerimaan berdasarkan uji sensori. Pengujian aktivitas antioksidan formula langsung diambil dari larutan masing-masing formula.

3.3.3 Tahap pengujian stabilitas terhadap masa simpan produk

(46)

3.4 Analisis

Analisis-analisis dalam penelitian ini dilakukan untuk mengamati karakteristik kimia yang meliputi analisis proksimat dan uji stabilitas produk, uji mikrobiologi, mutu organoleptik, uji kandungan vitamin C dan uji asam amino pada produk serbuk minuman, dan uji aktivitas antioksidan dari bahan baku dan produk jadi.

3.4.1 Analisis proksimat (AOAC 2005) (a) Kadar air

Penentuan kadar air didasarkan pada berat contoh sebelum dan sesudah dikeringkan. Cawan kosong dikeringkan di dalam oven selama 1 jam pada suhu 105oC, lalu dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam cawan lalu dikeringkan di dalam oven pada suhu 105oC sampai beratnya konstan (kurang lebih selama 6 jam) dan kemudian cawan dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit selanjutnya ditimbang kembali. Kadar air ditentukan dengan rumus:

(b) Analisis kadar abu

Cawan dibersihkan dan dikeringkan di dalam oven selama 30 menit dengan suhu 105oC, lalu dimasukkan dalam desikator kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 5 gram ditimbang lalu dimasukkan ke dalam cawan dan kemudian dibakar di atas kompor listrik sampai tidak berasap lagi dan selanjutnya dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 600oC selama 7 jam. Cawan dimasukkan di dalam desikator lalu ditimbang. Kadar abu ditentukan dengan rumus:

(c) Analisis kadar lemak

(47)

menghilangkan uap air dan ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak 2 gram (B) lalu dibungkus dengan kertas saring, ditutup dengan kapas bebas lemak dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi sokhlet yang telah dihubungkan dengan labu lemak yang telah dioven dan diketahui bobotnya. Pelarut heksana atau pelarut lemak lain dituangkan sampai sampel terendam dan dilakukan refluks atau ektraksi lemak selama 5-6 jam atau sampai pelarut lemak yang turun ke labu lemak berwarna jernih. Pelarut lemak yang telah digunakan, disuling dan ditampung setelah itu ekstrak lemak yang ada dalam labu lemak dikeringkan dalam oven bersuhu 100-105oC selama 1 jam, lalu labu lemak didinginkan dalam desikator dan ditimbang (C). Tahap pengeringan labu lemak diulangi sampai diperoleh bobot yang konstan. Kadar lemak dihitung dengan rumus:

(d) Analisis kadar protein

Prinsip analisis kadar protein yaitu untuk mengetahui kandungan protein kasar (crude protein) pada suatu bahan. Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis kadar protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. 1) Tahap destruksi

Sampel seberat 0,5 gram dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl. Satu butir selenium dimasukkan ke dalam tabung tersebut dan ditambahkan 3 mL H2SO4. Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan ke dalam alat pemanas dengan suhu 410°C ditambahkan 10 mL air. Proses destruksi dilakukan sampai larutan menjadi jernih.

2) Tahap destilasi

(48)

3) Tahap titrasi

Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai warna larutan erlenmeyer berubah menjadi merah muda. Kadar protein ditentukan dengan rumus:

Kadar protein = % N x 6,25

3.4.2 Analisis logam berat Pb, Cd dan Hg (BPOM 2009 dan SNI 2009)

Spektrofotometer serapan atom (AAS) adalah salah satu teknik analisis unsur yang dapat dilakukan dengan cepat serta mempunyai tingkat ketelitian yang sangat tinggi. Perangkat AAS ini telah terkomputerisasi sehingga seluruh parameter alat, yaitu kuat arus lampu katoda, slit, panjang gelombang, standardisasi, dan sebagainya dapat dilakukan langsung menggunakan program komputer secara otomatis.

Prinsip dasar analisis AAS adalah jika suatu contoh diaspirasikan ke dalam suatu sistem pembakaran, maka unsur-unsur yang ada pada senyawaan akan dikonversi menjadi atom. Apabila pada kondisi ini diberikan suatu energi radiasi yang sesuai, maka energi tersebut akan diserap oleh atom. Besar kecilnya energi yang diserap akan berbanding lurus dengan konsentrasi unsur yang dianalisis.

Analisis dilakukan menggunakan 1 gram contoh, kemudian dimasukkan ke dalam labu destruksi 100 mL, ditambahkan 15 mL HNO3 pekat dan 5 mL HClO4, kemudian didiamkan 24 jam. Selanjutnya sampel didestruksi hingga jernih, didinginkan, dan ditambahkan 10-20 mL air bebas ion, dilakukan pemanasan ±10 menit, diangkat, dan didinginkan. Larutan tersebut dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL (labu dekstruksi dibilas dengan air bebas ion dan dimasukkan ke dalam labu takar). Larutan ditambahkan air sampai batas tanda tera, kemudian dikocok dan disaring dengan kertas saring Whatman no.4. Sampel dipreparasi dan dianalisis sesuai dengan pengujian logam berat (Cd, Pb, Hg, Cu, As) pada analisis air (APHA 3110 untuk logam Cd dan Pb dan metode 3112 untuk Hg).

Kadar logam (ppm) =Konsentrasi logam dari kurva rendah (µg/mL) x V pelarutan

(49)

3.4.3 Analisis aktivitas antioksidan (DPPH) (Molyneux 2004)

Aktivitas antioksidan yang diukur pada bubuk kering kerang pisau dilakukan dengan menimbang bahan-bahan kering tersebut masing-masing sebanyak 0,25 gram kemudian dilarutkan dalam 50 mL metanol. Larutan yang terbentuk diencerkan lagi untuk mendapatkan konsentrasi 100, 200, 400, dan 800 ppm. Larutan pereaksi DPPH yang digunakan, dibuat dengan melarutkan DPPH seberat 0,0197 gram dalam 50 mL metanol p.a. untuk memperoleh konsentrasi 1 mM. Larutan dibuat segar dan dijaga pada suhu rendah serta terlindung dari cahaya. Sebanyak 4 mL larutan uji direaksikan dengan 1 mL larutan DPPH dalam tabung reaksi. Campuran tersebut diinkubasi pada suhu 37oC selama 30 menit. Kemudian diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 517 nm. Larutan standar dibuat dengan mencampur 4 mL metanol p.a dengan 1 mL DPPH. Aktivitas antioksidan masing-masing sampel dinyatakan dengan persentase penghambatan radikal bebas yang dihitung dengan rumus:

3.4.4 Uji Sensori

Uji sensori yang dilakukan adalah uji rating dan ranking hedonik terhadap tiga formula minuman fungsional kerang pisau oleh 30 panelis semi terlatih. Parameter mutu yang diuji meliputi warna, kenampakan, aroma, dan rasa minuman fungsional kerang pisau. Pemberian skor pada uji rating hedonik menggunakan sistem skala kategori yaitu sangat tidak suka (1), tidak suka (2), agak tidak suka (3), netral (4), agak suka (5), suka (6), dan sangat suka (7). Dalam uji rangking hedonik, angka satu (1) menyatakan tingkat penerimaan terendah terhadap produk dan angka selanjutya menyatakan penerimaan yang semakin tinggi. Score sheet uji sensori dapat dilihat pada Lampiran 5. Data yang diperoleh ditabulasikan dan dianalisis dengan metode nonparametrik Kruskal-Wallis dan uji lanjut BNT.

(50)

tanggapan pribadinya mengenai sampel yang diuji dalam sehelai score sheet. Sebelumnya para panelis diberikan pengarahan mengenai tata cara melakukan pengujian.

3.4.5 Analisis vitamin C (AOAC 2001)

Contoh sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL, ditambahkan 10 mL asam asetat 0,1 % lalu dikocok. Selanjutnya diultrasonik selama 15 menit. Setelah itu dihimpitkan sampai tanda tera dan dihomogenisasi, kemudian disaring dengan Whatman No 42 dan membran 0,45 µm, setelah itu disuntikkan ke HPLC.

Perhitungan vitamin C:

Keterangan:

Csp = konsentrasi contoh, dinyatakan dalam mg/kg Asp = luas area contoh

Slope = kemiringan kurva kalibrasi

Vsp = volume pelarutan sampel, dinyatakan dalam mL Wsp = bobot contoh, dinyatakan dalam g

Kondisi alat HPLC saat berlangsungnya analisis vitamin C: Merek : Waters Coorporation, USA

Kolom : oktadesilsilana (C18) Laju alir : 0,8 mL/menit

Fase gerak : TFA (Triflouro Acetic Acid) 0,1% Panjang gelombang : 245 nm

3.4.6 Analisis warna (Hutching 1999)

(51)

diletakkan pada tempat yang tersedia, kemudian tombol start ditekan dan akan diperoleh nilai L, a, dan b dari sampel.

Hasil pengukuran dikonversi ke dalam sistem Hunter dengan L menyatakan parameter kecerahan dari hitam (0) sampai putih (100). Notasi a menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai + a (positif) dari 0 sampai +100 untuk warna merah dan nilai – a (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Notasi b menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai + (positif) dari 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai –b (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna biru, sedangkan L menyatakan kecerahan warna, selanjutnya dari nilai a dan b dapat dihitung ˚Hue yang menunjukkan kisaran warna sampel. Hubungan antara ˚Hue dan warna sampel dapat dilihat pada Tabel 5. Nilai ˚Hue dapat dihitung dengan persamaan :

˚Hue = tan-1

Tabel 5. Hubungan ˚Hue dengan warna sampel

˚Hue Warna Sampel

(52)

(a) Tahap pembuatan hidrolisat protein

Tahap preparasi contoh adalah pembuatan hidrolisat protein. Prosedurnya sebagai berikut: contoh ditimbang sebanyak 0,2 g dan dihancurkan. Contoh yang telah hancur ditambahkan dengan HCl 6 N sebanyak 5-10 mL, kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 100ºC selama 24 jam. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan gas atau udara yang ada pada contoh agar tidak mengganggu kromatogram yang dihasilkan, selain itu pemanasan dilakukan untuk mempercepat reaksi hidrolisis. Setelah pemanasan selesai, hidrolisat protein disaring dengan milipore berukuran 45 mikron.

(b) Tahap pengeringan

Hasil saringan diambil sebanyak 30 μL larutan pengering. Larutan pengering dibuat dari campuran antara metanol, natrium asetat, dan trietilamim dengan perbandingan 2:2:1. Setelah ditambahkan dengan larutan pengering, dilakukan pengeringan dengan gas nitrogen untuk mempercepat pengeringan dan mencegah oksidasi.

(c) Tahap derivatisasi

Sebanyak 30 μL larutan derivatisasi ditambahkan pada hasil pengeringan. Larutan derivatisasi dibuat dari campuran antara larutan metanol, pikoiotisianat, dan trietilamin dengan perbandingan 3:3:4. Proses derivatisasi dilakukan agar detektor mudah untuk mendeteksi senyawa yang ada pada contoh, kemudian dilakukan pengenceran dengan cara menambahkan 10 mL asetonitil 60% atau buffer fosfat 0,1 M lalu dibiarkan selama 20 menit. Hasil pengenceran disaring kembali menggunakan milipor berukuran 0,45 mikron.

(d) Injeksi ke HPLC

Hasil saringan diambil sebanyak 20 μL untuk diinjeksikan ke dalam HPLC. Penghitungan konsentrasi asam amino dilakukan dengan cara membandingkan kromatogram contoh dengan standar, pembuatan kromatogram standar menggunakan asam amino yang mengalami perlakuan yang sama dengan contoh. Kandungan masing-masing asam amino pada bahan dapat dihitung dengan rumus:

(53)

Keterangan :

C = konsentrasi standar asam amino FP = faktor pengenceran

BM = bobot molekul dari masing-masing asam amino

Kondisi alat HPLC saat berlangsungnya analisis asam amino: Merek : Waters Coorporation, USA

Kolom : accQtag column (3,9 x 150 mm) Temperatur : 37oC

Fase gerak : acetonitril 60% - AccqTag Eluent A, sistem komposisi gradien Laju alir : 1,0 mL per menit

Detektor : fluorescense, Eksitasi = 250 nm, emisi = 395 nm Volume penyuntikan : 5 uL

Nama standar : Amino acid standard produksi Thermo Scientific

3.4.8 Uji stabilitas

Produk yang memiliki aktivitas antioksidan terbaik diantara perlakuan yang diterima secara organoleptik, dilanjutkan pengujiannya untuk melihat stabilitas produk terhadap waktu penyimpanan. Pengujian masa simpan dilakukan dengan percepatan waktu atau model akselerasi menggunakan metode Arrhenius.

Model Arrhenius dilakukan dengan menyimpan produk pangan dengan kemasan akhir pada minimal tiga suhu penyimpanan ekstrim. Hasil pengamatan bagi setiap parameter dihitung laju penurunan mutunya per 7 hari menggunakan plot Arrhenius dalam grafik hubungan antara nilai ln k apabila mengikuti ordo reaksi satu, dan ln k nol apabila mengikuti ordo reaksi nol sebagai sumbu y dan sebagai sumbu x nya adalah suhu pada masing-masing penyimpanan (30oC, 35oC, dan 45oC), kemudian dicari nilai ln k nya atau nilai konstanta penurunan mutu per hari yang diperoleh dari kemiringan persamaan regresi grafik masing-masing suhu penyimpanan tersebut. Nilai k merupakan gradien dari regresi linier yang didapat dari ketiga suhu penyimpanan. Berdasarkan regresi linier yang diperoleh pada kurva Arrhenius ini dapat diprediksi umur simpan produk dengan menggunakan rumus:

Gambar

Gambar 1  Kerang pisau (Solen spp).
Tabel 1  Kandungan gizi daging kerang pisau (Solen spp)
Tabel 2  Komposisi kimia asam jawa per 100 gram (bb) bahan yang dapat dimakan
Gambar 5  Jeruk lemon (Citrus medica var Lemon).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kabupaten Kepulauan Anambas termasuk dalam Kawasan Strategis Nasional (KSN) Perbatasan Negara dengan 5 (lima) buah pulau terluar yang berbatasan langsung dengan

senantiasa tidak bosan memberikan arahan yang benar kepada saya.. Adik - Adik Kandung saya yakni Diwita Augustine dan

1 Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat. P ekerjaan itu belum selesai. 2 Huruf kapital dipakai sebegai huruf pertama petikan

Melalui metode tinjauan literatur dari sumber yang tersedia dapat diperoleh data mengenai fitur karakteristik gangguan bahasa dalam demensia yang terbantu dengan teknologi

Simpulan dari penelitian ini adalah melalui penerapan model kooperatif tipe NHT berbantuan audiovisual dapat meningkatkan kualitas pembelajaran IPS meliputi

Sedangkan Program komputer Plaxis 3D Tunnel digunakan untuk menganalisis bending momen yang terjadi pada lining, tegangan dan deformasi yang terjadi disekitar terowongan

hubungan pengetahuan dengan sikap mahasiswa dalam keputusan pembelian produk halal pada mahasiswa Universitas Muhammadiyah Semarang..

dibatasi pada masalah kesenjangan (jarak negatif) antara guru dan siswa. Model pembelajaran yang mungkin dapat memecahkan masalah diajukan. model pembelajaran asistensi teman