• Tidak ada hasil yang ditemukan

Factors influencing to the performances of Rural Extension Center (BPP) and their impacts to the behaviors of ricefield farmers in South Sulawesi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Factors influencing to the performances of Rural Extension Center (BPP) and their impacts to the behaviors of ricefield farmers in South Sulawesi"

Copied!
461
0
0

Teks penuh

(1)

i

DAMPAKNYA PADA PERILAKU PETANI PADI

DI PROVINSI SULAWESI SELATAN

MUH. HATTA JAMIL

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ii

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul “Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Balai Penyuluhan Pertanian dan Dampaknya pada Perilaku Petani Padi di Sulawesi Selatan” adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka pada bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2012

(3)

iii

Extension Center (BPP) and Their Impacts to the Behaviors of Ricefield Farmers in South Sulawesi. Advisors : AMRI JAHI, DARWIS S. GANI, MA’MUN SARMA and I GUSTI PUTU PURNABA.

Good performances of Rural Extension Center (Balai Penyuluhan

Pertanian-BPP) are indicated through action programs that have both direct and indirect impacts to the farmer behavior in terms of increased competencies and participation, so that their agricultural business productivity is increase and sustain. It is expected in longer period that there is an increasing incomes and prosperity of the farmers and their families. This research was aimed to know factors related to the action programs as a representation of BPP performance and relationship between factors that potentially increase BPP performance and their impacts to the behavioral changes of ricefield farmers in South Sulawesi. Population of this research were all BPP located in 15 districts (regencies) in South Sulawesi (176 sub-districts/150 BPP). Determination of samples used Slovin method, number of samples was 109 BPP located within 109 sub-districts. Research design was done based on the ex post facto with method design of

survey and interviews using questionnaires. Design of data analysis used approach of Structural Equation Modeling (SEM) model applying LISREL program. Results of the research showed that variables of BPP development, BPP management, human resources, guided farmers, BPP resources, and BPP adaptation were significantly influencing the action programs as BPP representative performances with correlation coefficient (R2) was 0.72, the remaining 28 percent was affected by other factors outside of the study. Those

factors directly influenced each others both insignificant and significant at

α = 0.05. Besides that, they also indirectly influenced farmer behavior as much as 0.78 unit. The influence of action program as representation of BPP performances to the farmer behavior was indicated by correlation coefficient (R2) of 0.61, the remaining 39 percent was influenced by other variables outside of the study. Strategic implication of this research become important to the farmer behaviors, and to the development of BPP performances through action programs to a better direction by considering BPP development, BPP management, human resources, guided farmers, BPP resources and BPP adaptation.

(4)

iv

MUH. HATTA JAMIL. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) dan Dampaknya pada Perilaku Petani Padi di Sulawesi Selatan. Di bawah bimbingan Amri Jahi, Darwis S. Gani, Ma’mun Sarma dan I Gusti Putu Purnaba.

Organisasi penyuluhan pertanian telah mengalami “disorganisasi” saat Indonesia memasuki era otonomi daerah. Kebijakan desentralisasi diterapkan pada beberapa bidang, termasuk bidang pertanian dan penyelenggaraan penyuluhan pertanian dari pemerintahan pusat ke daerah. Pelimpahan tersebut, berimplikasi terhadap struktur dan nomenklatur organisasi penyuluhan. Implikasi lainnya, sumberdaya yang dibutuhkan seperti sarana prasarana dan pembiayaan untuk melaksanakan tugas organisasi BPP secara khusus dan organisasi penyuluhan pertanian secara umum semakin minim dan bahkan tidak jelas.

Kinerja organisasi turut menentukan efektivitas dan efisiensi kinerja organisasi dalam menjabarkan dan melaksanakan program aksi Balai Penyuluhan Pertanian (BPP). Hal tersebut diperlihatkan pada minimnya dukungan sumberdaya dan pembiayaan terhadap operasionalisasi BPP, sehingga kinerja organisasi BPP menjadi tidak memadai untuk mendukung tujuan organisasi BPP yang pada akhirnya akan membuat pengejawantahan tugas pokok dan fungsi anggota organisasi dan fungsi BPP tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Kedudukan BPP ditingkat kecamatan sesungguhnya merupakan titik sentral dalam struktur organisasi penyuluhan. Dapat dikatakan sebagai organisasi penyelenggaraan perubahan, karena BPP menerima pelimpahan tugas dari atas atau menerjemahkan kebijakan yang dirumuskan dari struktur atas, tetapi disisi lain juga dituntut memahami permasalahan dan menyelami aspirasi dari bawah (petani), kemudian menyelenggarakan penyuluhan pada wilayahnya. Karena itu, perumusan program aksi BPP harus terus dibangun dan dilengkapi untuk mendorong kinerja BPP.

Kinerja BPP tercermin dari rumusan dan penjabaran serta pelaksanaan program aksi hubungannya dengan pengembangan BPP, pengelolaan BPP, sumberdaya manusia BPP, petani binaan, sumberdaya BPP, adaptasi BPP, dan program yang berhubungan dengan perilaku petani. Kinerja organisasi BPP yang baik, harapannya akan berdampak pada kinerja anggota organisasi yang baik dan pada saat yang bersamaan diharapkan turut memengaruhi perilaku kliennya (petani) yang mendorong ke arah kompetensi dan partisipasi klien yang semakin tinggi dan pada akhirnya akan membantu klien meningkatkan produktivitas usahatani mereka dan dalam jangka panjang akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani dan keluarganya.

(5)

v

pada setiap kecamatan di Sulawesi Selatan (176 Kecamatan/150 BPP). Penentuan sampel menggunakan metode Slovin, sehingga jumlah sampel sebanyak 109 BPP yang berkedudukan di 109 Kecamatan pada 15 Kabupaten di Sulawesi Selatan.

Desain penelitian menggunakan metode survei dan wawancara dengan menggunakan kuesioner. Sedangkan desain analisis data dilakukan dengan

pendekatan model Structural Equation Modeling (SEM) yang menggunakan

program LISREL.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pengembangan BPP, pengelolaan BPP, sumberdaya manusia, petani binaan, sumberdaya BPP, dan adaptasi BPP berpengaruh nyata pada program aksi BPP. Koefisien pengaruh masing-masing peubah, yaitu : 0,21; 0,53; 0,23; 0,17; 0,54 dan 0,15 yang nyata pada α = 0,05, koefisian determinasi pengaruh secara bersama keenam peubah tersebut pada program aksi sebesar 72 persen, yang nyata pada α = 0,05. Dampak pengaruh program aksi pada perubahan perilaku petani padi sebesar 61 persen dengan koefisien pengaruh 0,78 yang nyata pada α = 0,05. Hal tersebut berarti, bahwa setiap peningkatan satu satuan program aksi berdampak pada perubahan perilaku petani ke arah kompetensi dan partisipasi yang meningkat sebesar 0,78 satuan.

Kesimpulan penelitian: pengembangan BPP, pengelolaan BPP, SDM, petani binaan, sumberdaya BPP dan adaptasi BPP berpengaruh nyata pada program aksi BPP. Sedangkan faktor-faktor internal yang berpengaruh pada program aksi BPP adalah : tujuan, strategi, tata kelola, kepemimpinan, pelatihan teknis, rasio antara penyuluh dengan petani, jumlah tenaga administrasi dan keuangan, jumlah kelompok binaan, luas WKBPP, pembiayaan, sarana dan prasarana, sistem informasi, uji coba teknologi pertanian, pengembangan masyarakat dan kerjasama dengan lembaga lain. Pengembangan BPP, pengelolaan BPP, SDM, petani binaan, sumberdaya BPP dan adaptasi BPP berpengaruh tidak langsung dan nyata pada perubahan perilaku petani, sedangkan program aksi melalui penciri pembentuknya, yaitu: programa, RDK, RDKK dan biaya operasional berpengaruh langsung dan nyata pada perilaku petani. Derajat hubungan antar peubah pengembangan BPP, pengelolaan BPP, SDM, petani binaan, sumberdaya BPP dan adaptasi BPP tergolong lemah dan tidak berbeda nyata. Derajat hubungan yang tergolong kuat adalah pada peubah pengembangan BPP dan sumberdaya BPP, pengembangan BPP dan SDM, pengelolaan BPP dan SDM, sumberdaya BPP dan SDM serta petani binaan dan sumberdaya BPP, sedangkan derajat hubungan antar peubah pengembangan BPP dan adaptasi BPP, pengembangan BPP dan petani binaan, pengembangan BPP dan pengelolaan BPP, pengelolaan BPP dan adaptasi BPP, pengelolaan BPP dan sumberdaya BPP, pengelolaan BPP dan petani binaan, SDM dan adaptasi, SDM dan petani binaan, petani binaan dan adaptasi serta sumberdaya BPP dan adaptasi BPP tergolong lemah. Program aksi BPP berdampak pada perubahan perilaku petani melalui dimensi programa penyuluhan, RDK, RDKK dan biaya operasional.

(6)

vi

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencatumkan atau menyebut sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,

penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tujuan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya

(7)

vii

DAMPAKNYA PADA PERILAKU PETANI PADI

DI PROVINSI SULAWESI SELATAN

MUH. HATTA JAMIL

Disertasi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Doktor pada

Program Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

viii

Nama : Muh. Hatta Jamil

NIM : I362060011

Program Mayor : Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Amri Jahi, M.Sc Ketua

Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS., M.Ec Anggota

Prof. Dr. Ir. Darwis S. Gani, MA Anggota

Dr. Ir. I Gusti Putu Purnaba, DEA Anggota

Mengetahui

Koordinator Program Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(9)

ix

karunia, rahmat dan ridho-Nya, sehingga disertasi ini dapat dirampungkan dengan baik. Disertasi ini berjudul “Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) dan Dampaknya pada Perilaku Petani Padi di Provinsi Sulawesi Selatan” merupakan disertasi yang dianggap berguna dan bermanfaat bagi pengembangan penyuluhan di Indonesia, terutama dari segi organisasi BPP sebagai ujung tombak penyelenggaraan penyuluhan di Indonesia.

Selesainya disertasi ini tidak terlepas dari bantuan beberapa pihak, utamanya kepada ketua komisi pembimbing Bapak Dr. Ir. Amri Jahi, M.Sc, dan anggota komisi pembimbing Prof. Dr. Ir. Darwis S. Gani, MA, Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS., M.Ec. dan Dr. Ir. I Gusti Putu Purnaba, DEA., penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga atas segala budi baik Bapak-Bapak membimbing saya, meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran. Semoga kebaikan yang diberikan kepada saya menjadi berkah bagi saya dan bagi Bapak-Bapak beserta keluarga. Ucapan terima kasih pula penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS dan Dr. Ir. Lukman Effendy, M.Si selaku penguji luar komisi, Bapak Prof. Dr. Ir. Darmawan Salman, MS dan Dr. Ir. Teddy R. Muliady, MM selaku pakar untuk uji kuesioner, Bapak Dr. Arif Satria, M.Si selaku Dekan Fak. Ekologi Manusia IPB dan Ibu Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc selaku koord. Prog. Mayor PPN IPB yang telah memberikan arahan dan bimbingan pada proses perkuliahan serta pelayanan akademik. Juga terima kasih kepada Bapak Rektor Unhas, Dekan Faperta Unhas, dan Kajur Sosek Faperta Unhas Prof. Dr. Ir. Bulkis, MS atas kesempatan yang diberikan melanjutkan studi S3 dan bantuan moril maupun materil dan kepada Bapak Dr. Djunaidi M. Dachlan, MS (Kepala Puslitbang Kebijakan dan Manajemen Unhas) dan Prof. Dr. Ir. Rahmawaty Nadja, MS atas bantuan moril dan materil selama penulis menempuh pendidikan. Terima kasih kepada Pemprov SulSel dan Pemkot Makassar atas ijin penelitian dan bantuan materilnya serta penyuluh, khususnya kepala BPP dan stafnya serta petani di SulSel yang telah memberikan informasi, saya sampaikan terima kasih.

Kepada Dr. M. Iqbal Bahua, Yohanis Kamagi dan seluruh teman-teman di PPN, PISPI dan pengurus Forum Wacana IPB 2009/2010 yang tidak dapat disebut namanya satu persatu, saya juga mengucapkan terima kasih. Terkhusus terima kasih saya sampaikan kepada orang tua, isteri dan anak-anakku dengan segenap pengorbanan dan kesabaran menemani selama penulis kuliah sampai saat penyelesaian studi serta saudara-saudaraku dan keluarga penulis atas segala dukungan dan doa serta kasih sayangnya selama ini.

Saya berharap semoga disertasi ini bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Januari 2012.

(10)

x

anak kelima dari sembilan bersaudara, pasangan Bapak M. Jamil dan Ibu Sitti Nahra. Tahun 1996 penulis menikah dengan Ir. Debia Arida, MP dan telah dikaruniai lima anak, bernama Muhammad Rifqi Zulfahmi, Muhammad Mihraj Arib, Muhammad Aqil Atthatari, Muhammad Irsyad Muthahadar dan Dzakirah Taliyah Farizah. Pendidikan Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah atas di selesaikan di Makassar. Pendidikan Sarjana ditempuh pada tahun 1987 di Program Studi Sosek Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin Makassar, lulus tahun 1992. Pendidikan Magister Sains ditempuh pada tahun 1999 di Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (KMP) Pascasarjana IPB Bogor, lulus pada tahun 2001. Tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa S3 di Program Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan Pascasarjana IPB dengan beasiswa (BPPS) Dirjen Dikti Departemen Pendidikan Nasional RI.

Tahun 1995 penulis diangkat sebagai PNS (tenaga edukatif) pada Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin sampai sekarang. Sejak menjadi Dosen penulis Pernah mengikuti Training On Course Agribusiness Management, The Institute for The Development Of Agricultural Cooperation In Asia (IDACA), Tokyo, Japan. Menghadiri Seminar International Enhancement of Extension System In Agriculture, Faisalabad, Pakistan, (Laison APO Pakistan). Editor Prosiding Sarasehan Nasional “Pemberdayaan Manusia Pembangunan yang Bermartabat.” terbit tahun 2008 yang diterbitkan PPN-IPB. Penulis buku Perencanaan Partisipatif dan Paradigma Pembangunan Masyarakat (ISBN, 2010), Menjadi

salah seorang penulis dalam buku “Enhancement of Extension Systems in

Agriculture” (ISBN, 2006). Pernah Menjadi Ketua Umum Dewan Pimpinan Wilayah Perhimpunan Organisasi Profesi Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian Indoensia (POPMASEPI) 1991-1992, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat POPMASEPI 1992-1994. Ketua Umum Forum Mahasiswa Pascasarjana (Forum Wacana) IPB 2009/2010. Deklator dan Pengurus Pusat Perhimpunan Sarjana

Pertanian Indoensia (PISPI). Peserta dan Pemakalah pada International

Roundtable Discussion di Universiti Putra Malaysia (2009), terakhir penulis

mendapat kesempatan mengikuti Sandwich Program di Bremen University,

Jerman, 2009/2010. Penulis pernah aktif di Pusat Studi Lingkungan Unhas (1989-1993), sekarang selain sebagai staf pengajar di Sosek Pertanian Unhas, juga aktif pada Pusat Studi kebijakan dan Manajemen Pembangunan (PSKMP) Unhas yang berganti nama menjadi Puslitbang Kebijakan dan Manajemen Unhas dari 1995 – Sekarang.

(11)

xi Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Organisasi ………. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Program Aksi BPP ………

Pengembangan BPP ……… Keunggulan Mutu BPP……… Sumberdaya Manusia ………. Sarana dan Pembiayaan ……….. Rencana Strategis ……… Hubungan Faktor-Faktor yang Memengaruhi

(12)

xii KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS ……….. Kerangka Berpikir ……… Validitas dan Reliabilitas Instrumen ….………... Validitas Instrumen ……….

Analisis Parameter Model Struktural

(13)

xiii

Pengaruh pengembangan BPP, pengelolaan BPP, sumberdaya manusia, petani binaan, sumberdaya

BPP dan adaptasi BPP pada perilaku petani ……….. Hubungan antar peubah pengembangan BPP,

pengelolaan BPP, sumberdaya manusia, petani

binaan, sumberdaya BPP dan adaptasi BPP ……… Pengaruh program aksi BPP pada

perubahan perilaku petani padi ……….. Pembahasan ………

pada program aksi BPP………. Pengaruh Adaptasi BPP

pada program aksi BPP………. Pengaruh Pengembangan BPP, Pengelolaan BPP, SDM, Petani Binaan, Sumberdaya BPP dan Adaptasi BPP

pada Program Aksi BPP ………. Pengaruh Pengembangan BPP, Pengelolaan BPP, SDM, Petani Binaan, Sumberdaya BPP dan Adaptasi BPP

pada Perubahan Perilaku Petani ………. Hubungan antar Peubah yang Berpengaruh

(14)

xiv

1. Rancangan pengujian model penelitian studi kinerja Organisasi BPP ……… 2. Peubah dan sub peubah model persamaan struktural ………. 3. Ukuran populasi BPP di Sulawesi Selatan ……….. 4. Ukuran sampel pada setiap kabupaten ……… 5. Dekomposisi pengaruh antar peubah/sub peubah

model kinerja BPP……… 6. Koefisien dan t-hitung pengaruh peubah

pengembangan BPP, pengelolaan BPP, sumberdaya manusia, petani binaan, sumberdaya BPP, dan adaptasi BPP

berpengaruh pada program aksi BPP……….. 7. Koefisien dan t-hitung pengaruh peubah

pengembangan BPP, pengelolaan BPP, sumberdaya manusia, petani binaan, sumberdaya BPP, adaptasi BPP dan

program aksi pada perilaku petani ……….. 8. Arah, koefisien dan t-hitung hubungan antar

peubah pengembangan BPP, pengelolaan BPP, sumberdaya manusia, petani binaan,

sumberdaya BPP, dan adaptasi BPP ………... 9. Koefisien dan t-hitung pengaruh peubah

kinerja penyuluh pertanian pada

perubahan perilaku petani ………

Halaman

134 135 137 138

161

162

164

166

(15)

xv

1. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Organisasi ……….… 2. Model logika pengembangan program ……… 3. Pengembangan BPP dengan pendekatan model logika …………. 4. Sistem organisasi terbuka ……… 5. Alur hubungan antar peubah penelitian ………. 6. Kerangka hipotetik model struktural peubah penelitian ………… 7. Estimasi seluruh parameter model struktural kinerja BPP……….. 8. Estimasi parameter model struktural kinerja BPP……… 9. Statistik t-hitung parameter model strukt ural kinerja BPP……….

(16)

xvi

1. Output Lisrel parameter model struktural kinerja penyuluh pertanian ………. 2. Kuesioner Penelitian ……….

Halaman

206

(17)

xvii

Penguji Luar Komisi :

Penguji Ujian Tertutup : Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS

Pengajar Program Studi Penyuluhan Pembangunan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Lukman Effendy, M.Si Dosen STPP Bogor.

Penguji Ujian Terbuka : Dr. Ir. Basita Ginting Sugihen, MA

Pengajar Program Studi Penyuluhan Pembangunan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Teddy R. Muliady, MM

(18)

Latar Belakang

Organisasi penyuluhan pertanian telah mengalami “disorganisasi” saat

Indonesia memasuki era otonomi daerah. Kebijaksanaan desentralisasi diterapkan

pada beberapa bidang, termasuk bidang pertanian dan penyelenggaraan

penyuluhan pertanian dari pemerintahan pusat ke daerah. Pelimpahan tersebut,

berimplikasi terhadap struktur dan nomenklatur organisasi penyuluhan. Misalnya,

Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) diubah dengan nama Badan Informasi

Pertanian, Kantor Cabang Dinas Pertanian, Unit Pelaksana Teknis Daerah, Balai

Penyuluhan Kecamatan (BPK), Balai Penyuluhan Pertanian Kehutanan (BPPK),

Sub – Dinas, Kantor Informasi Penyuluhan, Bagian Unit Kerja dalam Dinas atau

Kantor bahkan ada yang dibubarkan (penyuluh ditarik ke dinas masing-masing),

dan terakhir berbentuk Badan Pelaksanan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan

Kehutanan (BP3K). Implikasi lainnya, sumberdaya yang dibutuhkan seperti

sarana prasarana dan pembiayaan untuk melaksanakan tugas organisasi BPP

secara khusus dan organisasi penyuluhan pertanian secara umum semakin minim

dan bahkan tidak jelas.

Perubahan kebijakan tersebut, berpengaruh pada kinerja organisasi

penyuluhan pertanian. Padahal kinerja organisasi turut menentukan efektivitas dan

efisien kinerja organisasi dalam menjabarkan dan melaksanakan program aksi

aksi Balai Penyuluh Pertanian (BPP). Hal tersebut diperlihatkan pada minimnya

dukungan sumberdaya dan pembiayaan terhadap operasionalisasi BPP, sehingga

kinerja organisasi BPP menjadi tidak memadai untuk mendukung tujuan

organisasi BPP yang pada akhirnya akan membuat pengejawantahan tugas pokok

dan fungsi anggota organisasi BPP tidak sesuai dengan yang diharapkan.

BPP yang kedudukannya ditingkat kecamatan sesungguhnya merupakan

titik sentral dalam struktur organisasi penyuluhan. Dapat dikatakan sebagai

organisasi penyelenggaraan perubahan, karena BPP menerima pelimpahan tugas

dari atas atau menerjemahkan kebijakan yang dirumuskan dari struktur atas, tetapi

disisi lain juga dituntut memahami permasalahan dan mengakomodir aspirasi dari

(19)

BPP dalam proses di atas, berdasarkan biaya operasional yang di atur oleh

peraturan pemerintah dapat dipahami cakupan fungsinya, yaitu meliputi:

(1) penyusunan programa penyuluhan pada tingkat kecamatan; (2) pelaksanaan

penyuluhan berdasarkan programa penyuluhan; (3) penyediaan dan penyebaran

informasi teknologi; (4) memfasilitasi pengembangan kelembagaan dan kemitraan

pelaku utama dan pelaku usaha; (5) memfasilitasi peningkatan kapasitas

penyuluh; dan (6) pelaksanaan proses pembelajaran.

Fungsi BPP tersebut, sangat tergantung pada kemampuan organisasi

mengaktualisasikan kinerjanya yang digambarkan melalui program aksi yang

terdiri dari pengembangan program dan implementasinya yang menjadi pedoman

dan arah dalam menyediakan sumberdaya dan mendukung anggota organisasi

dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya. Karena itu, perumusan program

aksi BPP harus terus dibangun dan dilengkapi untuk mendorong kinerja BPP.

Kinerja BPP dapat direpresentasikan dengan pendekatan proses sebagai

sistem organisasi terbuka (open organization system). Pendekatan tersebut,

menunjukkan proses pelaksanaan fungsi BPP dengan pemanfaatan sumberdaya

(hardware and software, technoware, humanware, infoware, dan Manageware). Sehingga proses tersebut, dapat ditelaah dengan memahami unsur-unsur sistem

organisasi terbuka sebagai berikut: (i) masukan (inputs), (ii) proses transformasi

(transformation process), (iii) keluaran (outputs), (iv) umpan balik (feedback),

dan (v) lingkungan (environment).

Telaahan kinerja BPP dengan pendekatan sistem organisasi terbuka dapat

bermanfaat dalam hal cakupan kajian yang komprehensif dalam proses alur

hubungan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja organisasi

(performance organization) dan perilaku petani. Selain cakupan tersebut, kinerja

organisasi BPP penting untuk dilihat dari sudut organisasi sebagai sistem terbuka.

Karena dari sudut pandang unsur-unsur dan manfaatnya memiliki kejelasan ruang

lingkup dan prosesnya, juga sumberdaya manusia yang ada dalam proses sebagai

sistem terbuka, terutama pimpinan atau kepala kantor dapat melihat organisasi

BPP dari perspektif yang lebih luas. Sehingga mereka dapat menafsir pola dan

(20)

bersama mencapai tujuan organisasi yang telah dirumuskan dan disepakati

bersama yang tertuang dalam perencanaan program aksi.

Kinerja BPP dari perspektif organisasi sistem terbuka diharapkan dapat

berkontribusi dalam hal manfaat untuk mendorong kinerja BPP pada dua hal,

yaitu; tingkat pencapaian dalam hal merumuskan dan menjabarkan program aksi

sebagai bentuk pencapaian kinerja BPP. Bila kinerja BPP tercapai dengan

parameter unsur-unsur yang ada dalam program aksi dan variable-variabel yang

berhubungan dengan kerangka model yang dikembangkan dalam penelitian ini,

manfaat lebih lanjut dapat dirasakan BPP adalah kemampuannya mendorong

peningkatan kompetensi dan partisipasi petani dalam proses penyuluhan.

Kinerja BPP yang mampu merumuskan dan menjabarkan program aksi

sebagai upaya mendorong perilaku petani ke arah kompetensi dan partisipasi

petani yang semakin kompeten dan partisipatif dalam penyuluhan sangat berarti

untuk mendorong peran anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi,

dalam hal fungsi BPP adalah untuk mambantu petani dalam usahataninya sesuai

dengan perkembangan teknologi budidaya pertanian yang titik beratnya diarahkan

pada teknologi budidaya berbasis pengetahuan, disesuaikan dengan kemampuan

dan sikap petani secara lokal dalam mengadopsi teknologi pertanian.

Kinerja BPP tercermin dari rumusan, penjabaran, dan pelaksanaan

program aksi hubungannya dengan pengembangan BPP, pengelolaan BPP,

sumberdaya manusia BPP, petani binaan, sumberdaya BPP, Adaptasi BPP, dan

program aksi yang berhubungan dengan perilaku petani. Menelusuri dan

memahami variabel kinerja BPP akan menggambarkan sejauh mana organisasi

tersebut memiliki kinerja yang dapat menopang peran para anggotanya dalam

menjalankan tugas pokok dan fungsi secara profesional. Kinerja organisasi BPP

yang baik harapannya akan berdampak pada kinerja anggota organisasi yang baik

dan pada saat yang bersamaan diharapkan turut memengaruhi perilaku klienya

(pelaku utama dan pelaku usaha). Kinerja BPP yang diperlihatkan pada rumusan

dan penjabaran program aksi secara memadai barulah pencapaian kinerja

organisasi secara internal dan belum menghasilkan kinerja sesuai dengan yang

diharapkan. Kinerja BPP dapat juga diperlihatkan dan ditunjang oleh perilaku

(21)

Kinerja BPP yang tinggi dan diharapkan tidak lain merupakan upaya untuk

mengembangkan kinerja dari perumusan program aksi BPP yang mencerminkan

pelaksanakan tugas pokok dan fungsi anggota organisasi BPP yang sebagian dari

tugas pokok dan fungsi anggotanya dapat berupa: persiapan penyuluhan,

pelaksanaan penyuluhan, pengembangan penyuluhan, pengembangan profesi

penyuluhan, evaluasi dan pelaporan penyuluhan serta penunjang penyuluhan.

Disamping itu, kinerja yang tinggi juga diperlihatkan pada meningkatnya

kompetensi klien (petani) dalam usahatani mereka dan tingkat partisipasinya

semakin tinggi pula dalam penyuluhan.

Kinerja BPP yang berkembang dan meningkat dari sisi di atas, maka

tentunya kemampuan dan keterampilan pada diri anggotanya dapat membentuk

kinerja yang baik yang pada akhirnya mendorong kinerja BPP yang semakin

meningkat dari waktu ke waktu. Selain itu, juga dapat mendorong ke arah

kompetensi dan partisipasi klien yang semakin tinggi dan pada akhirnya akan

membantu klien meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani dan

keluarganya.

Kinerja BPP melalui pencerminan perwujudan kinerja program aksi harus

ditopang oleh organisasi yang memiliki keinginan untuk melakukan

pengembangan dan pengelaolaan BPP, petani binaan, sumberdaya BPP, dan

adaptasi BPP yang memungkinkan anggota organisasi dapat menjalankan tugas

pokok dan fungsinya dengan baik.

Semakin berkembang penopang kinerja BPP, maka secara teknis tidak

ada halangan bagi seorang penyuluh untuk melakukan tugas pokok dan fungsinya

sesuai dengan kinerja BPP yang diharapkan. Jadi dapat dikatakan, bahwa kinerja

BPP merupakan sarana dan prasarana dalam aktivitas operasional organisasi

untuk mencapai tujuannya. Oleh karena itu, pengembangan BPP, pengelolaan

BPP, sumberdaya manusia BPP, petani binaan, sumberdaya BPP, dan adaptasi

BPP yang berkembang dan semakin kondusif akan menghasilkan kinerja BPP

yang baik.

Uraian di atas memberi pemahaman bahwa kinerja organisasi BPP sebagai

suatu sistem terbuka dipengaruhi oleh pengembangan dan pengelaolaan BPP,

(22)

serta faktor-faktor internal dalam menjalankan fungsi-fungsi organisasi BPP

yaitu program aksi dalam hal ini adalah pengembangan program aksi dan

implementasinya. Sejauhmana faktor-faktor tersebut berpengaruh terhadap kinerja

BPP dan dampaknya terhadap perilaku petani memiliki dimensi dan urgensi untuk

dikaji secara mendalam melalui penelitian mengenai faktor-faktor yang

memengaruhi kinerja BPP dan dampaknya terhadap perilaku petani padi di

Sulawesi Selatan.

Kajian ini diharapkan berkontribusi bagi peningkatan kinerja BPP pada

masa yang akan datang serta peningkatan perilaku petani yang semakin kompeten

dan partisipatif dalam penyuluhan. Oleh karena itu, peningkatan kinerja BPP akan

menopang tugas pokok dan fungsi penyuluh serta pencapaian tujuan organisasi

yang ditandai dengan kinerja organisasi yang semakin baik, sehingga kinerja

organisasi dapat dirasakan oleh anggota organisasi itu sendiri dan khususnya yang

menjadi klien BPP di Sulawesi Selatan yaitu petani sebagai pelaku utama dan juga

pelaku usaha.

Masalah Penelitian

BPP merupakan ujung tombak penyuluhan pertanian dan organisasi

penyelenggara perubahan yang diperankan oleh para penyuluh yang terorganisir.

Peran penyuluhan tersebut dapat digambarkan sebagai pengembangan

kemampuan, pengetahuan, keterampilan, serta sikap petani sebagai proses

pembelajaran (learning process) agar para petani mau dan mampu mengorganisir

dirinya dalam mengakses kebutuhan yang terkait dengan usahatani mereka.

Proses peran penyuluhan tersebut dilaksanakan oleh para penyuluh yang

ada dalam lingkungan BPP sebagai wadah dimana para penyuluh berinteraksi dan

memanfaatkan segala sumberdaya untuk melaksanakan tugas pokok dan

fungsinya. Wadah BPP sebagai organisasi memerlukan input yang selanjutnya

ditransformasi sebagai proses, kemudian menjadi keluaran yang dimanfaatkan

untuk penyelenggaraan penyuluhan yang selanjutnya mendapat umpan balik dan

terakhir berinteraksi dengan lingkungan kerjanya.

Proses tersebut dapat berjalan dengan baik apabila kapasitas BPP dapat

(23)

proses penyuluhan secara memadai sesuai dengan dinamika penyelenggaraan

penyuluhan pada wilayah kerja masing-masing.

Faktor internal BPP yang kurang memadai dan tidak mampu memfasilitasi

dan menyediakan sarana dan pembiayaan akan menimbulkan persoalan yang

dapat menyebabkan terjadinya pengaruh perumusan program aksi BPP dan pada

akhirnya memengaruhi kinerja BPP.

Apabila program aksi perumusannya kurang komprehensif menjabarkan dan

menjembatani antara tujuan organisasi dengan kebutuhan klien, maka dapat

dikatakan bahwa kinerja organisasi dan perilaku petani pada taraf yang rendah

dan dapat mengakibatkan tujuan organisasi tidak tercapai dan perilaku petani

tidak akan sesuai dengan yang diharapkan. Padahal BPP merupakan wadah

bernaungnya para penyuluh pertanian dalam melakukan koordinasi, perencanaan

dan pengelolaan programa penyuluhan, akan menimbulkan persoalan apabila

tidak dalam kinerja yang memadai menunjang penyelenggaraan penyuluhan

pertanian.

Kinerja BPP yang rendah, selain tujuan organisasi tidak tercapai juga

berdampak pada pelaksanaan penyuluhan di lapangan. Dampak tersebut

diantaranya; perencanaan penyuluhan tidak bersentuhan langsung dengan

kebutuhan petani, sehingga proses pembelajaran tidak berjalan optimal, petani

hanya melakukan usahataninya apa adanya, sehingga petani hanya menjadi bagian

yang melaksanakan usahatani sesuai dengan kemauan penyuluh dan penyuluh

sendiri menjadi tidak mandiri dalam proses tersebut. Dampak lainnya adalah

perilaku petani yang rendah, ditandai dengan kompetensi dalam mengelola

usahatani yang tidak sesuai anjuran dengan diikuti tingkat partisipasi yang rendah

dalam pelaksanaan penyuluhan. Sehingga, dampak lebih jauh adalah produksi dan

luas panen akan berpengaruh dalam usahatani petani.

Deskripsi di atas, secara umum menimbulkan suatu pertanyaan, seperti

apakah program aksi BPP sebagai bentuk kinerja BPP di Sulawesi Selatan dan

adakah dampak program aksi sebagai bentuk kinerja BPP pada perilaku petani

padi di Provinsi Sulawesi Selatan. Secara khusus, masalah yang ditelaah dalam

(24)

(1)Faktor-faktor internal apa yang berpengaruh pada program aksi BPP

pada perilaku petani dalam berusahatani padi di Sulawesi Selatan?

(2) Berapa besar pengaruh faktor-faktor internal, program aksi pada perilaku

petani dalam berusahatani padi di Sulawesi Selatan?

(3) Bagimana derajat hubungan faktor-faktor internal yang berpengaruh pada

program aksi BPP pada perilaku petani dalam pengembangan usahatani

padi di Sulawesi Selatan?

(4) Berapa besar dampak program aksi BPP pada perubahan perilaku petani

padi di Sulawesi Selatan?

Tujuan Penelitian

Faktor internal yang memadai, program aksi yang terumuskan dan

terjabarkan sesuai kaidah yang benar dapat memberi kontribusi yang sangat

berarti dalam meningkatkan kinerja BPP. Selanjutnya, program aksi dalam

bentuknya sebagai kinerja BPP yang terus meningkat akan memberi pengaruh

dalam membentuk perilaku petani yang kompeten dan partisipatif sebagai

pencapaian tujuan penyuluhan yang diselenggarakan. Perilaku petani yang

semakin kompeten dalam berusahatani padi dan tingkat partisipasi mereka yang

semakin tinggi dalam penyuluhan yang diselenggarakan BPP diyakini dapat

membantu meningkatkan produksi dan luas panen usahatani klien, pada gilirannya

akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani dan keluarganya.

Selain klien yang memperoleh keuntungan dari meningkatnya kinerja

BPP, sebagai organisasi BPP juga memperoleh manfaat yaitu tercapainya tujuan

organisasi yang antara lain dapat dilihat dari pencapaian visi, misi dan tujuan yang

mereka rumuskan dan dijabarkan. Selain itu, bila kinerja BPP semakin baik maka

dapat pula dikatakan kinerja anggotanya (staf/pegawai) akan semakin meningkat

dan motivasi organisasi (organizational motivation) semakin tinggi dan dinamis.

Kemampuan BPP mencapai program aksi (kinerja) yang lebih baik, akan

mampu memfasilitasi dan berperan dalam mendorong meningkatnya perilaku

petani yaitu kompetensi dan partisipasinya semakin tinggi yang memiliki hubugan

dengan pengembangan BPP, pengelolaan BPP, sumberdaya manusia, petani

(25)

implementasi program aksi. Faktor-faktor yang disebutkan enam terakhir di atas

memiliki hubungan yang dapat berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap

kinerja BPP dan perilaku petani di Sulawesi Selatan.

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan

sebagai berikut :

(1) Mengidentifikasi faktor-faktor internal yang dapat meningkatkan kinerja BPP

dalam bentuk program aksi pada perilaku petani dalam berusahatani padi di

Sulawesi Selatan.

(2) Mengkaji pengaruh faktor-faktor internal, program aksi BPP pada perilaku

petani dalam berusahatani padi di Sulawesi Selatan.

(3) Mengkaji derajat hubungan faktor-faktor internal yang berpengaruh pada

program aksi BPP pada perilaku petani dalam berusahatani padi di Sulawesi

Selatan.

(4) Mengkaji dampak program aksi BPP terhadap perubahan perilaku petani padi

di Sulawesi Selatan.

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan ilmiah yang

berarti terhadap pengembangan ilmu pengetahuan penyuluhan pertanian terutama

dalam hal pengembangan BPP, pengelolaan BPP, sumberdaya manusia, petani

binaan, sumberdaya BPP, adaptasi BPP serta pengembangan program dan

implementasi program aksi dan perilaku petani sebagai upaya untuk mendorong

penguatan BPP sebagai organisasi penyuluhan yang berada pada lini terdepan

guna mengembangkan BPP lebih lanjut sebagai organisasi penyelenggara

perubahan, sehingga penyelenggaraan penyuluhan dapat berlangsung secara

dinamis dan berkelanjutan sesuai dengan tuntutan perubahan zaman, yang pada

akhirnya akan memotivasi penyuluh pertanian untuk melaksanakan tugas pokok

dan fungsinya secara efektif dan efisien dalam rangka mewujudkan pembangunan

pertanian yang berkelanjutan dan memberi manfaat bagi peningkatan

kesejahteraan petani dan keluarganya serta kemakmuran bagi rakyat Indonesia

(26)

Dari kegunaan yang dipaparkan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa

butir kegunaan penelitian ini, antara lain :

1. Penelitian ini diharapkan berguna dan bermanfaat bagi organisasi Balai

Penyuluhan Pertanian (BPP) dalam merumuskan kebijakan pengembangan

kinerja organisasi penyuluhan pertanian.

2. Dapat berkontribusi terhadap pembaruan organisasi penyuluhan pertanian

(BPP) sebagai ujung tombak organisasi penyelenggaraan penyuluhan

pertanian di lapangan.

3. Dapat dijadikan dasar perumusan dan implementasi kebijakan

pengembangan organisasi penyuluhan pertanian serta menjadi bahan

penilaian dan pengembangan kinerja organisasi penyuluhan pertanian.

4. Sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan pada bidang ilmu

penyuluhan pembangunan “khususnya organisasi penyuluhan pertanian”

untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat.

5. Berkontribusi bagi peneliti dan calon peneliti untuk megembangkan model

program aksi serta kinerja organisasi penyuluhan pertanian sebagai upaya

penyelenggaraan penyuluhan yang efektif dan efisien dalam rangka

mendorong pembangunan pertanian berkelanjutan.

Definisi Istilah

Definisi istilah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu konsep

yang dimaksudkan untuk membatasi peubah penelitian yang digunakan. Oleh

karena itu, penelitian ini hanya diarahkan untuk menggambarkan faktor-faktor

yang dianggap berhubungan dengan kinerja Balai Penyuluh Pertanian (BPP) dan

dampaknya terhadap perilaku petani di Sulawesi Selatan.

(27)

X1 = Pengembangan BPP adalah merupakan acuan keunggulan BPP dalam

penyelenggaraan penyuluhan dan strategi BPP untuk lebih baik ke depan

dalam mencapai tujuannya. Pengembangan BPP dapat dilakukan melalui

perumusan visi dan misi yang futuristik, menantang dan memotivasi serta

realistik. Disamping itu, harus dirumuskan tujuan, sasaran dan strategi

yang tepat agar visi dan misi dapat dicapai dalam kurung waktu tertentu.

Pengembangan BPP terdiri dari : visi, misi, tujuan, sasaran, dan strategi.

X2 = Pengelolaan BPP adalah merupakan satu kesatuan yang terintegrasi

sebagai salah satu faktor penting penentu bagi keberhasilan BPP dalam

menjalankan misi pokok BPP, yaitu : tata kelola, kepemimpinan, sistem

pengelolaan, penetapan keputusan, dan suasana kerja.

X3 = Sumberdaya manusia adalah potensi staf yang dapat dikembangkan untuk

melaksanakan tugas dan fungsinya bagi proses peningkatan kinerja BPP

yang terdiri dari: jumlah staf, pendidikan formal, pelatihan teknis, rasio

penyuluh dengan petani, jumlah staf administrasi dan keuangan,

penempatan staf, dan pengembangan staf.

X4 = Petani binaan adalah orang yang terlibat langsung dalam proses

pertumbuhan tanaman padi yang menjadi binaan BPP dalam wilayah

kerja BPP yang terdiri dari: jumlah kelompok binaan, jumlah petani

binaan, luas WKBPP, dan kemandirian petani.

X5 = Sumberdaya BPP adalah potensi yang dimiliki BPP untuk dapat

digunakan melaksanakan tugas pokok dan fungsi BPP dalam rangka

mencapai tujuan yang dinginkan, baik berupa fisik, bahan dan alat

maupun keuangan yang terdiri dari: pembiayaan, sarana dan prasarana,

dan sistem informasi.

X6 = Adaptasi BPP adalah proses respon terhadap perubahan dan akibatnya

terhadap BPP, sehingga BPP dapat menjalankan tugas pokok dan

fungsinya dengan baik bahkan lebih mengembangkannya sehingga

kehidupan organisasi BPP akan lebih baik dalam lingkungannya yang

terdiri dari : uji coba teknologi pertanian, pengembangan masyarakat, dan

(28)

Y1 = Program Aksi adalah sebuah proses menentukan langkah-langkah yang

diperlukan atau tindakan spesifik untuk mencapai tujuan organisasi yang

terdiri dari: pengembangan program berupa penyususunan programa,

RDK, dan RDKK. Implementasi program aksi berupa rencana

pembelajaran, materi informasi dan teknologi, media pembelajaran,

metode pembelajaran, biaya operasional, dan evaluasi pembelajaran.

Y2 = Perilaku petani adalah kompetensi petani dalam usahataninya dan

(29)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Kinerja

Pemahaman tentang kinerja (performance) memperlihatkan sampai sejauh

mana sebuah organisasi; baik pemerintah, swasta, organisasi laba ataupun nirlaba,

menafsirkan tentang kinerja sebagai suatu pencapaian yang relevan dengan tujuan

organisasi. Sehingga, terdapat dua asumsi umum tentang titik berangkat

pemahaman pengertian kinerja.

Asumsi pertama, pengertian kinerja yang dititikberatkan pada kinerja

individu, dalam pengertian sebagai bentuk prestasi yang dicapai individu

berdasarkan target kerja yang diembangnya atau tingkat pencapaian dari beban

kerja yang telah ditargetkan oleh organisasi kepadanya.

Asumsi kedua, yaitu; pengertian kinerja yang dinilai dari pencapaian

secara totalitas tujuan sebuah organisasi dari penetapan tujuan secara umum dan

terperinci organisasi tersebut. Misalnya; pencapaian visi dan misi serta tujuan

organisasi dari penjabaran visi dan misi organisasi tersebut.

Tetapi ada asumsi lain yang tidak terlalu umum digunakan sebagai titik

berangkat dalam pemahaman kinerja, yaitu penilaian kinerja proses.

Terkait dengan ketiga asumsi tersebut di atas, Rummler dan Brache (1995)

dalam Sudarmanto (2009) mengemukakan ada 3 (tiga) level kinerja, yaitu :

1. Kinerja organisasi; merupakan pencapaian hasil (outcome) pada level atau

unit analisis organisasi. Kinerja pada level organisasi ini terkait dengan

tujuan organisasi, rancangan organisasi, dan manajemen organisasi.

2. Kinerja proses; merupakan kinerja pada proses tahapan dalam

menghasilkan produk atau pelayanan. Kinerja pada level proses ini

dipengaruhi oleh tujuan proses, rancangan proses, dan manajemen proses.

3. Kinerja individu; merupakan pencapaian atau efektivitas pada tingkat

pegawai atau pekerjaan. Kinerja pada level ini dipengaruhi oleh tujuan

pekerjaan, rancangan pekerjaan, dan manajemen pekerjaan serta

karakteristik individu.

Sedangkan Lusthaus et al., (2002) menyatakan bahwa secara umum,

(30)

(1) individu karyawan (performance appraisal), (2) tim atau kelompok kecil

(team performance), (3) program (program performance), dan (4) organisasi (organizational performance).

Pengertian kinerja sangat beragam, tetapi dari berbagai perbedaan

pengertian tersebut dapat dikategorikan dalam dua garis besar pengertian

(Sudarmanto, 2009), sebagai berikut :

1. Kinerja merujuk pengertian sebagai hasil sebagaimana dikutip dari tulisan

Ricard (2003), Benardin (2001), dan Miner (1998). Pada konteks ini, hasil di

nyatakan bahwa kinerja merupakan catatan hasil yang diproduksi (dihasilkan)

atas fungsi pekerjaan tertentu atau aktivitas-aktivitas selama periode waktu

tertentu. Dari definisi tersebut, Benardin mengemukakan pengertian kinerja

sebagai hasil, bukan karakter sifat (trait) dan perilaku. Pengertian kinerja juga

terkait dengan produktivitas dan efektivitas. Produktivitas merupakan

hubungan antara jumlah barang dan jasa yang dihasilkan dengan jumlah

tenaga kerja, modal, dan sumberdaya yang digunakan dalam produksi itu.

2. Kinerja merujuk pengertian sebagai perilaku sebagaimana dikutip dari tulisan

Ricard (2003), Ricard (2002), Cardy dan Dobbins (1994), Waldman (1994),

Campbell (1993), dan Mohrman (1989). Terkait dengan kinerja sebagai

perilaku, bahwa kinerja merupakan seperangkat perilaku yang relevan dengan

tujuan organisasi, unit organisasi tempat orang bekerja. Kinerja merupakan

sinonim dengan perilaku. Kinerja adalah sesuatu yang secara aktual orang

kerjakan dan dapat diobservasi. Dalam pengertian ini, kinerja mencakup

tindakan-tindakan dan perilaku yang relevan dengan tujuan organisasi.

Kinerja bukan konsekuensi atau hasil tindakan, tetapi tindakan itu sendiri.

Pandangan tentang kinerja yang didasarkan pada ketiga asumsi tersebut

oleh para ahli masing-masing memberi pengertian yang berbeda, baik kinerja

secara individu maupun organisasi. Seperti pandangan kinerja individu yang

dikemukakan oleh Cardy et al., (1995) bahwa kinerja dipandang sebagai bagian

dari fungsi sistem kerja dari karakteristik seorang pekerja, karena karakteristik

pekerja diasumsikan memiliki pengaruh besar terhadap kinerja. Hal ini didasari

pada perbedaan-perbedaan individu dalam melaksanakan pekerjaan sehingga

(31)

Pengertian kinerja dari asumsi individu juga dikemukakan oleh Gruneberg

(1979) bahwa kinerja selain merupakan respon individu pada pekerjaan, juga

merupakan perilaku yang diperagakan secara aktual oleh individu sebagai respons

pada pekerjaan yang diberikan kepadanya yang dilihat atas dasar hasil kerja,

derajat kerja dan kualitas kerja. Sejalan dengan pengertian di atas, Yuchtman dan

Seashore (1967) mengemukakan pengertian kinerja sebagai suatu kemampuan

atau keberhasilan kerja individu dalam suatu organisasi sesuai dengan pekerjaan

yang diberikan kepadanya untuk mencapai tujuan organisasi. Sedangkan

Bernardin dan Russel (1993) mendefinisikan kinerja sebagai catatan hasil kerja

individu yang diperoleh melalui fungsi-fungsi pekerjaan atau kegiatan individu

selama periode waktu tertentu. Bahua (2010) mengemukakan pengertian kinerja

(performance) sebagai aksi atau perilaku individu yang berupa bagian dari fungsi

kerja aktualnya dalam suatu organisasi, yang sesuai dengan tugas dan tanggung

jawabnya dalam periode waktu tertentu untuk mencapai tujuan organisasi yang

mempekerjakannya.

Pengertian kinerja yang digambarkan oleh Hofer (1983) dalam Carton dan

Hofer (2006) dapat mewakili pengertian kinerja dari asumsi proses. Bahwa

k

Pemahaman kinerja dari asumsi organisasi sebagaimana dikemukakan

oleh Yuchtman dan Seashore (1967) bahwa kinerja sebagai kemampuan suatu

organisasi yang memanfaatkan lingkungannya untuk mengakses sumber-sumber

daya yang terbatas. Selanjutnya dikemukakan bahwa kinerja adalah sebuah

pengukuran yang mencakup persepsi dari berbagai stakeholder dalam organisasi.

Gibson, Ivancevich, dan Donnely (1984) sendiri, belum begitu tegas

membedakan pengertian yang dikemukakanya tentang kinerja apakah dari asumsi inerja adalah sebuah konsep kontekstual yang terkait dengan fenomena yang

sedang dipelajari. Pada konteks kinerja keuangan organisasi, kinerja adalah

ukuran dari perubahan keadaan keuangan organisasi, atau hasil keuangan yang

dihasilkan dari keputusan manajemen dan pelaksanaan keputusan-keputusan oleh

anggota organisasi. Karena persepsi hasil ini adalah kontekstual, langkah-langkah

yang digunakan untuk mewakili kinerja yang dipilih didasarkan pada kondisi

organisasi yang diamati. Langkah-langkah yang dipilih merupakan hasil yang

(32)

individu atau asumsi organisasi ataukah asumsi proses, tetapi tersirat pengertian

bahwa kinerja organisasi didasari oleh kinerja individu, sebagaimana yang

ditulisnya bahwa kinerja adalah hasil kerja yang diinginkan dari perilaku dan

kinerja individu yang merupakan dasar dari kinerja organisasi.

Secara umum, konsep kinerja organisasi didasarkan pada gagasan bahwa

organisasi adalah asosiasi sukarela dari asset produktif, termasuk manusia, sumber

daya fisik dan modal, untuk tujuan mencapai tujuan bersama (Alchian dan

Demsetz, 1972; Jensen dan Meckling , 1976; Simon, 1976; Barney, 2002 dalam

Carton dan Hofer 2006). Mereka menyediakan aset hanya untuk menjalankan

organisasi mereka asalkan mereka puas dengan nilai yang mereka terima di bursa,

relatif terhadap penggunaan alternatif aset. Sebagai konsekwensinya, esensi dari

kinerja adalah penciptaan nilai. Selama nilai yang diciptakan dengan

menggunakan aset, kontribusinya sama atau lebih besar dari nilai yang diharapkan

oleh mereka, aset akan terus tersedia untuk organisasi dan organisasi akan terus

eksis. Oleh karena itu, penciptaan nilai, seperti yang didefinisikan oleh penyedia

sumberdaya, adalah kriteria kinerja utama secara keseluruhan untuk setiap

organisasi (

Lusthaus et al., (2002) mengemukakan bahwa setiap organisasi harus

berusaha memenuhi tujuannya dengan pengeluaran yang diterima dari

sumberdaya sambil menjamin keberlanjutan jangka panjang. Berarti tugas atau

pekerjaan dilakukan secara efektif dan efisien dan tetap relevan dengan

stakeholder (pemangku kepentingan). Itulah kinerja organisasi yang harus menjawab beberapa pertanyaan sebagai berikut : (a) bagaimana organisasi efektif

dalam bergerak kearah pemenuhan misinya (misalnya : efektivitas program

utama, efektivitas harapan klien, efektivitas tanggungjawab fungsional, dan

efektivitas memberikan layanan yang bermanfaat); (b) bagaimana organisasi

efektif dalam memenuhi misinya (misalnya : presepsi efisiensi prosedur

kerja/layanan, mengacu kepada perbandingan biaya produk dan layanan, dan

perenggangan alokasi keuangan); (c) apakah organisasi masih terus relevansinya

dari waktu ke waktu (misalnya : Adaptasi visi dan misi, pertemuan stakeholder,

kebutuhan beradaptasi dengan lingkungan, dan keberlanjutan dari waktu ke

(33)

memiliki beberapa sumber dana, sumber pendanaan yang dapat dipercaya dari

waktu ke waktu, dan bantuan dana dikaitkan dengan pertumbuhan atau perubahan

yang dicapai); dan (e) seberapa baik kinerja organisasi.

Pengertian yang dikemukakan oleh Lusthaus et al., di atas menggambar-

kan pemahaman kinerja dari asumsi organisasi dan asumsi proses, karena selain

menekankan hasil kerja yang diukur dari organisasi sebagai kinerja, juga

mempertanyakan bagian-bagian dari proses yang dilaksanakan dalam sebuah

organisasi dan memberi penilaian hasil terhadap bagian-bagian proses organisasi

bila pertanyaan-pertanyaan tersebut dijawab.

Berbagai pandangan atau pengertian yang dikemukakan beberapa penulis

di atas, maka dapat dikemukakan pengertian kinerja dalam tulisan ini yaitu kinerja

adalah pencapaian hasil dari suatu fungsi sistem kerja akibat respon individu dan

menjadi catatan hasil kerja serta menjadi kemampuan organisasi mencapai atau

memenuhi tujuannya dengan memanfaatkan sumberdaya lingkungan yang

berkelanjutan.

Penilaian Kinerja

Tolok ukur penilaian kinerja pada setiap kasus analisis kinerja bagi

sebuah organisasi atau lembaga memperlihatkan perbedaan, sebab aktivitas setiap

organisasi atau lembaga memiliki ciri spesifiknya masing-masing. Perkembangan

awal penilaian kinerja lebih dititikberatkan pada profitibilitas organisasi,

sehingga penilaian organisasi difokuskan pada identifikasi cara-cara untuk

meningkatkan efisiensi pekerja dengan rekayasa optimal agar orang-orang

berperilaku tertentu sesuai sistem produksi organisasi, pimpinan atau manajer

berorientasi memperoduksi barang dan jasa untuk tujuan memperoleh keuntungan

sebesar-besarnya, hal itu sejalan dengan praktek manajemen yang berlaku pada

saat itu. Pada tahun 1940-an konsep-konsep umum kinerja mulai muncul dalam

wacana kinerja organisasi (likert, 1957 dalam Lusthaus et al., 2002). Secara

bertahap, konsep-konsep seperti efektivitas, efisiensi dan semangat atau motivasi

karyawan memperoleh tempat dalam literature manajemen. Pada tahun 1960-an

oleh Campbell (1970) dalam Lusthaus, et al., (2002), mengemukakan komponen

(34)

pemahaman pencapaian tujuan dengan kesesuaian tujuannya (efektivitas) dan

menggunakan sumberdaya yang relatif sedikit dalam melakukannya (efisiensi).

Dalam konteks tersebut laba hanya salah satu dari berbagai indikator kinerja

sebagai penilaian kinerja.

Secara bertahap, semakin jelas bahwa penilaian dan diagnosis organisasi

diperlukan untuk melampaui pengukuran ilmiah kinerja dan metode kerjanya

(Levinson, 1972 dalam Lusthaus et al., 2002) yaitu konseptualisasi orang sebagai

sumberdaya organisasi yang memperoleh tempat yang penting dalam organisasi,

akibatnya muncul pendekatan yang bertujuan mencurahkan perhatian pada

dampak potensi sumberdaya manusia terhadap kinerja organisasi. Selanjutnya

Lusthaus, et al., (2002) mengidentifikasi beberapa hal dalam organisasi yang

berhubungan dengan kinerja, meliputi : (a) kinerja dalam kaitannya dengan

efektivitas; (b) kinerja dalam kaitannya dengan efisiensi; (c) kinerja dalam

kaitannya dengan relevansi yang sedang berlangsung; dan (d) kinerja dalam

kaitannya dengan viabilitas keuangan.

Penilaian kinerja setelah era 60-an semakin mengalami perkembangan

seiring dengan perkembangan dinamika dan tantangan organisasi pada masa itu

dan masa sekarang. Konsep kinerja pada dasarnya merupakan perubahan atau

pergeseran paradigma dari konsep produktivitas. Pada awalnya, orang sering kali

menggunakan istilah produktivitas untuk menyatakan kemampuan seseorang atau

organisasi dalam mencapai tujuan atas sasaran tertentu. Menurut Andersen (1995)

dalam Sudarmanto (2009), paradigma produktivitas yang baru adalah kinerja secara aktual yang menuntut pengukuran secara aktual keseluruhan kinerja

organisasi, tidak hanya efisiensi atau dimensi fisik, tetapi juga dimensi non fisik

(intangible).

Pergeseran penilaian kinerja terkait dengan kedudukan kinerja dalam

organisasi, sebagaimana yang dikemukakan oleh Semler, (1997) dalam Way dan

Johnson (2005) bahwa kedudukan kinerja berhubungan dengan cakupan dimana

hasil aktual organisasi sesuai dengan hasil yang penting bagi organisasi untuk

menemukan tujuan dan sasarannya.

Penilaian kinerja yang didasarkan pada proses manajemen dikemukakan

(35)

karyawan memahami misi dan tujuan organisasi atas usaha menanamkan

kepercayaan diri dan menunjukkan harapan karyawan yang didasarkan pada

proses manajemen kinerja berhubungan dengan hasil kerja karyawan, meliputi:

kreativitas, kepercayaan, moral dan motivasi yang dapat memperkuat hubungan

komunikasi antara karyawan dengan manajer.

Penilaian kinerja sebagai alat evaluasi untuk melihat efektivitas karyawan

dalam menjalankan tugas dan fungsinya dalam pencapaian tujuan organisasi

dikemukan oleh Blanchard dan Spencer (1982), bahwa penilaian kinerja ialah

proses kegiatan organisasi mengevaluasi seorang karyawan. Muchinsky (1993)

mendefinisikan penilaian kinerja adalah suatu peninjauan yang sistematis prestasi

kerja individu untuk menetapkan efektivitas kerja. Bittel dan Newsroom (1996)

menyatakan bahwa, penilaian kinerja adalah suatu evaluasi formal dan sistematis

tentang seberapa baik seseorang melakukan tugasnya dan menjalankan perannya

sesuai dengan tujuan organisasi. Menurut Armstrong (1998), penilaian kinerja

merupakan kegiatan yang difokuskan pada usaha mengungkapkan kekurangan

dalam bekerja untuk diperbaiki dan kelebihan bekerja untuk dikembangkan, agar

setiap karyawan mengetahui tingkat efisiensi dan efektivitas pekerjaannya guna

mencapai tujuan organisasi.

Pengertian penilaian kinerja yang dikemukakan di atas tidak semata

didasarkan pada penilaian buruk tidaknya karyawan melaksanakan tugasnya

untuk kemudian diambil tindakan organisasi. Tetapi penilaian kinerja dapat

menjadi proses pembelajaran bagi organisasi dan pihak manajemen agar dapat

menentukan langkah-langkah strategis untuk mengarahkan aktivitas organisasi,

memperbaiki tindakan-tindakan manajemen, dan terus melakukan penilaian untuk

melakukan adaptasi terhadap proses manajemen dan mengarahkannya kepada

tujuan penting organisasi.

Penilaian kinerja yang didasarkan pada standar atau ukuran tertentu

dengan parameter yang dimensinya terlebih dahulu ditetapkan oleh organisasi dan

dijadikan acuan oleh organisasi dalam penilaian dan pengukuran kinerja.

Penilaian kinerja berdasarkan standar kinerja seperti yang dikutif Sudarmanto

(2009) dari Martin dan Bartol dalam Bohlander, dkk., (2001) mengemukakan

(36)

persyaratan yang dijabarkan dari analisis pekerjaan dan tercermin dalam deskripsi

pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan. Menurut Gomes (2001) dalam Sudarmanto

(2009) mengukur kinerja pegawai terkait dengan alat pengukuran kinerja, secara

garis besar diklasifikasikan dalam dua, yaitu : pertama, tipe penilaian yang

dipersyaratkan dengan penilaian relatif dan penilaian absolute. Penilaian relatif

merupakan model penilaian dengan membandingkan kinerja seseorang dengan

orang lain dalam jabatan yang sama. Model penilaian absolute merupakan

penilaian dengan menggunakan standar penilaian kinerja tertentu. Kedua, fokus

pengukuran kinerja dengan tiga model, yaitu : penilaian kinerja berfokus sifat

(trait), berfokus perilaku dan fokus hasil.

Terkait penilaian kinerja dengan pendekatan standar penilaian yang

dirangkum dari tulisan Devries dkk., (1981) dan Dick Grote (1996) dalam

Sudarmanto (2009) bahwa penilaian atau pengukuran kinerja dapat dilakukan

dengan pendekatan, yaitu : (a) pendekatan atau penilaian kinerja berbasis pelaku;

(b) pendekatan atau penilaian kinerja berbasis personality trait ; (c) pendekatan atau penilaian kinerja berbasis perilaku; dan (d) pendekatan atau penilaian kinerja

berbasis hasil.

Selanjutnya Parmenter (2010), mengemukakan tiga tipe ukuran kinerja,

yaitu : (1) indikator hasil utama (key result indicators), menggambarkan

bagaimana keberhasilan anda secara perspektif, (2) indikator kinerja (performance

indicators), menjelaskan apa yang harus anda lakukan, dan (3) indikator kinerja utama (key performance indicators), menjelaskan apa yang harus anda lakukan

untuk meningkatkan kinerja secara dramatis.

Berbagai pengertian penilaian kinerja telah dikemukakan para ahli

tersebut di atas, maka dalam tulisan ini dapat dikemukakan bahwa penilaian

kinerja secara komprehensif mencakup penilaian secara formal dan sistematis

dengan dimensi hasil, perilaku, pelaku, dan sifat personalitas yang didasarkan

pada deskripsi pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan serta visi, misi, dan tujuan

organisasi yang bertujuan memperbaiki kinerja individu, kinerja organisasi dan

(37)

Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja selalu menekankan pada tujuan tertentu dan manfaat

yang dirasakan untuk keberlanjutan organisasi serta dorongan bagi karyawan

untuk lebih meningkatkan kapasitasnya.

Dari sudut pandang organisasi tujuan dan manfaat penilaian kinerja, telah

ditunjukkan oleh studi Saveral (Burton et al., 2004; Burton& Obel, 2004) dalam Burton, DeSanctis, dan Obel (2006) yang menemukan kesesuaian kedudukan dari

suatu desain organisasi yang tentu saja diakibatkan oleh kinerja yang unggul.

Selanjutnya dikemukakan bahwa kapasitas pengelolaan informasi adalah

seimbang dengan permintaan untuk meningkatkan kinerja.

Pandangan di atas menunjukkan bahwa kedudukan penilaian kinerja dapat

dimanfaatkan untuk melakukan desain organisasi dan tujuan salah satunya

meningkatkan kinerja seimbang dengan permintaan pengelolaan informasi pada

organisasi. Kinerja perusahaan tergantung pada bagaimana suatu organisasi

perusahaan menciptakan kecocokan dengan hal kecil dilingkungannya. Scott

(1998) dalam Richard (2006) menyebutnya sebagai mengorganisir pandangan yang masuk akal.

Tujuan dan manfaat penilaian kinerja dapat disimak pada pendapat yang

dikemukan oleh Benowitz (2001) bahwa kinerja karyawan merupakan evaluasi

secara reguler. Karyawan ingin umpan balik, mereka ingin mengetahui apa yang

supervisi mereka pikirkan tentang pekerjaan mereka. Evaluasi kinerja regular

tidak hanya menginginkan umpan balik untuk karyawan, tetapi juga

menginginkan koreksi defisiensi terhadap kemampuan karyawan. Evaluasi atau

reviuw juga membantu sebagai kunci membuat keputusan personal, seperti hal-hal

berikut ini: (1) pembenaran promosi, perpindahan, dan pemberhentian,

2. mengidentifikasi kebutuhan pelatihan, (3) menyediakan umpan balik untuk

pekerja dengan kinerja mereka, dan (4) menentukan keperluan penyesuaian upah.

Kebanyakan organisasi memanfaatkan sistem evaluasi; salah satu sistem

yang dikenal adalah penilaian kinerja. Suatu penilaian kinerja adalah sebuah

sistem formal terstruktur yang dirancang untuk mengukur kinerja pekerjaan secara

aktual sari seorang karyawan terhadap desain standar kinerja. Walaupun sistem

(38)

mempunyai tiga komponen sebagai berikut : (1) spesifikasi pekerjaan

berhubungan kriteria terhadap ukuran-ukuran yang dapat dijadikan

pembandingnya, (2) suatu skala peringkat yang membiarkan karyawan

mengetahui sampai seberapa baik mereka terhadap kriteria, dan (3) metode

objektif, prosedur dan bentuk untuk menentukan penilaian (Benowitz, 2001).

Secara tersirat dari formula kinerja yang dibangun oleh Ainsworth, Smith,

dan Millership (2002) dengan rumus formula : Kinerja (P) adalah fungsi dari

kejelasan Peran (Rc) dan kompetensi (C), dan lingkungan (E) dan nilai (V) dan

preferensi (Pf) dan Penghargaan (Rw). Jadi P = Rc x C x E x V x Pf x Rw Plus

umpan balik. Digambarkan bahwa tujuan dan manfaat penilaian kinerja yang

diistilahkan sebagai faktor-faktor dalam model yang dapat dijadikan kerangka

acuan untuk membantu mengelola luasnya situasi kinerja sebagai berikut :

(1) memodifikasi dan memperkaya pekerjaan, (2) menciptakan keterampilan baru

dan lebih baik, (3) meningkatkan komunikasi, (4) pengembangan karier,

(5) manajemen perubahan, dan (7) struktur penghargaan baru.

Pentingnya pengukuran kinerja seperti yang dikemukakan oleh Armstrong

(2003) bahwa pengukuran kinerja sangat penting untuk dapat memperbaiki

pelaksanaan pekerjaan yang dapat dicapai.

Berbagai pandangan yang dikemukakan oleh pakar tentang tujuan dan

manfaat penilaian kinerja. Misalnya dari sisi pengambilan keputusan seperti yang

dikemukakan oleh Ivancevich et al., (1987) bahwa bagi pihak manajemen kinerja

karyawan sangat membantu dalam mengambil keputusan seperti: promosi jabatan,

pengembangan karier, mutasi, PHK, penyesuaian kompensasi dan kebutuhan

pelatihan. Sedangkan tujuan dan manfaat penilaian kinerja dari sisi identifikasi

kebutuhan dan umpan balik, masing-masing digambarkan oleh Cherrington

(1995) yang menggambarkan bahwa tujuan penilaian kinerja antara lain

mengidentifikasi kebutuhan latihan (training) untuk kepentingan karyawan, agar

tingkat kemampuan dan keahliannya pada suatu pekerjaan dapat ditingkatkan dan

diintegrasikan pada perencanaan sumberdaya manusia. Haidee (1995)

menggambarkan bahwa tujuan penilaian kinerja adalah memberikan umpan balik

pada karyawan secara regular untuk menggali prestasi kerja dan memperkuat

(39)

masa yang akan datang berdasarkan prestasi dan wawasan karyawan tentang

tujuan organisasi. Lain halnya menurut George dan Jones (1996), yang lebih

melihat sisi pengembangan karyawan terutama dalam hal kompensasi dan

pengembangan karir, seperti yang diekamukan bahwa; manfaat penilaian kinerja

adalah untuk penyesuaian kompensasi, keputusan penempatan dan pengembangan

karir dan memberikan kesempatan kerja yang adil, sehingga karyawan dapat

memperbaiki kinerjanya. Hal ini akan berdampak pada perbaikan perencanaan

dan pengembangan organisasi untuk menghadapi tantangan masa depan.

Berbagai uraian tujuan dan manfaat penilaian kinerja di atas, maka dapat

dirumuskan bahwa tujuan dan manfaat penilaian kinerja terangkum pada detail

faktor-faktor atau unsur-unsur yang dijadikan acuan menilai kinerja itu sendiri.

Bila acuannya adalah faktor-faktor atau unsur-unsur penilaian kinerja individu

maka tujuannya dapat dirumuskan pada sekitar faktor-faktor atau unsur-unsur

tersebut. Sedangkan manfaatnya tentu saja pada obyek dan subyek penilaian

kinerja dan sistem atau wadah dimana obyek dan subyek tersebut melekat.

Demikian halnya, bila penilaian kinerja ditekankan pada kinerja organisasai atau

kinerja proses, maka tujuannya dapat dirumuskan dari faktor-faktor atau

unsur-unsur apa yang menjadi obyek penilaian-kriteria penilaian. Sedangkan manfaat

nya untuk obyek dan subyek yang melekat pada penilaian kinerja yang dilakukan.

Kesimpulan di atas diperkuat dengan apa yang ditulis oleh Carter (1991)

dan Otley (1999) dalam Lye (2006) yang digambarkan sebagai berikut :

“Performance is an ambiguous concept that has different meanings for different audiences, determined organizationally and contextually”

kinerja adalah suatu konsep ambigu yang memiliki arti yang berbeda untuk

audiens yang berbeda, ditentukan oleh organisasi dan kontekstualnya.

Penilaian kinerja pada sektor publik sebagaimana dikutip oleh Lye (2006)

bahwa, di sektor publik kadang-kadang penekanan pada pencapaian hasil program

yang luas yang membentang lebih dari satu lembaga, seperti pencegahan yang

efektif terhadap penyalahgunaan zat (Buckmaster 1999); pada waktu lain

fokusnya adalah pada pencapaian tujuan lembaga dan individu (Walker 2002)

(40)

konsep setuju bahwa tujuan sistem pengukuran kinerja adalah untuk

meningkatkan kinerja. Beberapa penelitian teoritis berpendapat bahwa ukuran kinerja melayani lebih dari satu tujuan manajerial dan bahwa tujuan ini tumpang tindih (Behn 2003, Kouzmin et al 1999 dalam Lye, 2006).

Kebingungan menentukan penilaian kinerja setidaknya dapat dijelaskan

dalam tiga hal (Lye, 2006), yaitu : Pertama. para sarjana telah mencatat perkembangan ukuran kinerja di sektor publik (Atkinson dan McCrindell 1997,

Behn 2003, Carter 1991, Modell 2004, Walker 2002) dan ketidakmampuan

manajer untuk membedakan antara tindakan yang berguna dan orang-orang yang

tidak begitu berguna (Behn 2003). Positor dan Streib (1999) menyebutnya sebagai

sindrom tetesan - kaya data tetapi miskin informasi. Kedua, ada "noise" dalam informasi kinerja serta dalam reaksi manajemen terhadap informasi (Kravchuk

dan Schack 1996, Behn 2003). Pada badan pemerintah, faktor-faktor yang

berkontribusi terhadap kebingungan meliputi tingkat perubahan lingkungan,

tingkat kerumitan internal dan eksternal, dan ketidakpastian oleh para pembuat

keputusan menerima informasi yang tak terduga (Kravchuk dan Schack 1996).

Ketiga, Hofstede (1981) dan Coplin et al., (2002) menemukan bukti inersia dan perlawanan terhadap penggunaan ukuran kinerja, sebagian besar disebabkan oleh

ukuran dan kompleksitas organisasi pemerintah. Akhirnya, para pendukung teori

kelembagaan (lihat Scott 1987, Brignall dan Modell, 2000) telah mencatat bahwa

ukuran kinerja yang telah diamanatkan pada pemerintah hanya secara simbolis

diperkenalkan dalam rangka untuk mendapatkan legitimasi tetapi sedikit yang

digunakan untuk keperluan internal. Hal ini menunjukkan bahwa kesempatan

untuk belajar efektif dari penggunaan ukuran kinerja semakin berkurang.

Walaupun kinerja organisasi merupakan sebuah langkah penting dalam

proses organisasi, namun memperkuat pandangan Lye (2006) di atas, Lusthaus, et

al., (2002) menekankan bahwa pengukuran kinerja adalah salah satu isu yang

paling bermasalah di bidang teori organisasi (Steers, 1975, Zammuto, 1982,

Handa dan Adas, 1996 dalam Lusthaus, et al., (2002). Walaupun ada beberapa

pendekatan untuk menilai kinerja organisasi, ada sedikit yang merupakan

kesepakatan untuk apa seperangkat kriteria yang valid. Pandangan yang sama

(41)

pelayanan penyuluhan menimbulkan keprihatinan seluruh karyawan. hal itu

memengaruhi motivasi karyawan, kinerja, dan efektifitas program pendidikan,

keberhasilan program bergantung sebagian besar pada kinerja agen di lapangan.

Oleh karena itu, penilaian kinerja merupakan fungsi manajemen kritis.

Studi tentang faktor-faktor yang memengaruhi kinerja organisasi sangat

ditentukan oleh jenis dan profil organisasi serta tujuan penelitian dilakukan.

Seabagai contoh studi yang diterbitkan oleh sebuah lembaga yang bernama

Goliath Business Knowladge on Demand, dimana t

Pemaparan di atas merumuskan rangkaian cara menyusun tujuan dan

manfaat penilaian kinerja. Perlu ditegaskan penilaian kinerja tujuannya bukan

hanya sekedar mengungkap kelemahan atau kekurangan dari kinerja individu,

kinerja organisasi, dan kinerja proses, tetapi jauh lebih penting adalah penilaian

kinerja tujuan dan mafaatnya adalah untuk meningkatkan kapasitas individu,

kapasitas organisasi, dan kapasitas proses yang berkelanjutan agar efektivitas dan

efisiensi atau kinerja organisasi semakin baik dari waktu ke waktu.

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Organisasi

Kinerja organisasi secara umum dipengaruhi oleh faktor internal dan

eksternal organisasi, namun demikian kinerja organisasi tidak bisa terlepas atas

kinerja individu. Spektrum faktor-faktor yang memengaruhi kinerja organisasi

sangat beragam cakupannya, tergantung pada organisasi dan lingkungannya.

emuan penelitian yang

dilakukan sebelumnya dalam kewirausahaan, manajemen, dan daerah pemasaran

telah menunjukkan bahwa orientasi pasar, orientasi pembelajaran, gaya

manajemen kewirausahaan, dan fleksibilitas organisasi sangat berkorelasi dengan

kinerja organisasi. (Goliath Business Knowledge on Demand, 2005) dan

penelitian tersebut diperkuat dengan hasil studi yang diterbitkan baru-baru ini

(Barrett, Balloun, dan Weinstein, 2004 dalam Goliath Business Knowledge on Demand, 2005) menunjukkan bahwa organisasi nirlaba dan bisnis tidak menganggap diri mereka berbeda pada empat faktor keberhasilan atau korelasi

tersebut, meskipun tingkat usaha mandiri melaporkan kinerjanya lebih tinggi dari

Gambar

Gambar 2. Model logika pengembangan program
Gambar 3.  Pengembangan BPP dengan pendekatan model logika
Gambar 5. Alur Hubungan antar peubah penelitian
Gambar 6.  Kerangka hipotetik model struktural peubah penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

bahwa Peraturan Bupati Bantul Nomor 53 Tahun 2009 tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Bidang Perizinan yang Dikelola oleh Dinas Perijinan Kabupaten Bantul

9. Adanya pencatatan statistik; 10. Jumlah pemasok yang sedikit. Melakukan evaluasi terhadap syarat-syarat Just In Time yang telah dipenuhi dan belum dipenuhi oleh

Kecepatan aktivitas bakteri dapat ditingkatkan dengan cara memasukkan udara dan lumpur yang mengandung bakteri ke dalam tangki sehingga lebih banyak mengalami kontak dengan limbah

Faktor yang mempengaruhi adalah dalam sistem pemasarannya,karena brownies memiliki masa kadaluarsa tidak seperti barang barang elektronik dan yang lainnya.Untuk itu apabila kue

Ru musan masalah yang terdapat pada skripsi ini adalah “bagaimana merancang dan membangun suatu aplikasi Penjadwalan Kunjungan Perpustakaan Keliling Berbasis Web dengan

Hasil penelitian menunjukkan (1) Bentuk pembinaan akhlak yang dilakuka oleh guru di MTs Negeri 1 Manado adalah dengan cara menerapkan pembelajaran akhlak kepada peserta

- Direktur perusahaan hadir langsung , apabila diwakilkan membawa surat tugas dan mendapat kewenangan penuh untuk mengambil keputusan. Demikian undangan ini disampaikan ,