P
PERTUM
BUHAN
DAN PRO
ODUKSI
I KOLESO
OM
SITTA A
AZMI FA
ARCHAN
NY
A24070088
DEP
PARTEME
EN AGRONOMI DAN HO
ORTIKUL
LTURA
FAKUL
LTAS PER
RTANIAN
N
INSTITUT PERTAN
NIAN BOGOR
SITTA AZMI FARCHANY. Pemberian Kombinasi Pupuk Organik
sebagai Pengganti Penggunaan Pupuk Anorganik pada Pertumbuhan dan
Produksi Kolesom (Dibimbing oleh SANDRA ARIFIN AZIZ).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kombinasi dosis pupuk organik tertentu terhadap pertumbuhan dan produksi kolesom yang berlangsung dari bulan Februari hingga Mei 2011 di kebun Percobaan Leuwikopo IPB, Dramaga, Bogor. Rancangan percobaan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 1 faktor. Kombinasi pupuk organik yang diberikan diantaranya pupuk kandang, guano (granul), dan abu sekam yang dibagi menjadi 5 taraf perlakuan. Setiap perlakuan terdiri dari 3 ulangan sehingga terdapat 15 unit percobaan ditambah 1 unit di luar rancangan percobaan dengan perlakuan pupuk anorganik (NPK) sebagai kontrol sehingga total percobaan sebanyak 18 unit percobaan. Perlakuan yang diberikan yaitu; perlakuan 1.8 ton/ha pupuk kandang sapi + 27.6 kg/ha guano + 2.7 ton/ha abu sekam, 2.7 ton/ha pupuk kandang sapi + 55.2 kg/ha guano + 4.1 ton/ha abu sekam, 3.6 ton/ha pupuk kandang sapi + 82.9 kg/ha guano + 5.5 ton/ha abu sekam, 4.5 ton/ha pupuk kandang sapi + 110.5 kg/ha guano + 6.8 ton/ha abu sekam, 5.3 ton/ha pupuk kandang sapi + 138.1 kg/ha guano + 8.2 ton/ha abu sekam.
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KOLESOM
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
SITTA AZMI FARCHANY
A24070088
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ANORGANIK PADA PERTUMBUHAN DAN
PRODUKSI KOLESOM
Nama
: SITTA AZMI FARCHANY
NIM
: A24070088
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, M.S.
NIP. 19591026 198503 2 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr
NIP. 19611101 198703 1 003
Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 26 September 1989 yang merupakan putri pertama dari pasangan ayah Nurdin Desriwan, SH dan bunda Eka Palupi Rahmawati, SH.
Jejak pendidikan penulis di mulai dari TK Insan Utama pada tahun 1994 dilanjutkan ke SD Muhammadiyah selama 2 tahun, lalu pindah ke SD Negeri Kebon Pedes 1 pada tahun 1997. Penulis lulus dari sekolah dasar pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMP Negeri 5 Bogor dan melanjutkan studi di SMA Negeri 2 Bogor. Melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) penulis diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kekuatan, kasih sayang, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Pemberian Kombinasi Pupuk Organik sebagai Pengganti Penggunaan Pupuk Anorganik pada Pertumbuhan dan Produksi Kolesom” yang merupakan salah satu prasyarat kelulusan Sarjana.
Pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, M.S. selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan masukan dan saran untuk usulan pelaksanaan penelitian.
2. Dr. Ir. Maya Melati, MS, M.Sc dan Dr. Ani Kurniawati, SP. M.Si selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan tulisan ini,
3. Dr. Edi Santosa selaku pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menjalani studi.
4. Bunda, Ayah, dan Adik-adik beserta seluruh keluarga besar yang selalu mendukung dalam segala aktivitas penulis.
5. Leo Mualim selaku kakak tingkat yang banyak memberikan masukan, saran, serta bimbingan.
6. Teman-teman WBA (tanty, tiara, dini, kiky ,dinis, ulil, ida, syifa, lintang, ka wastu) yang banyak memberikan motivasi. Arthur, dj, vida, fuad, pria, endang, shoni, lisa yang setia membantu panen dan menemani di laboratorium. Izzah, Dita, Ima, Dea, Linda, Andra, Ami yang menemani saat sidang.
7. Teman-teman Indybarends (AGH 44) yang menjadi teman satu perjuangan di departemen.
8. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan dapat digunakan sebagai pedoman dalam menyelesaikan tugas akhir.
Bogor, November 2011
Halaman
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan ... 2
Hipotesis ... 2
TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Taksonomi Kolesom ... 3
Budidaya dan Pertumbuhan Kolesom ... 4
Abu Sekam ... 5
Pupuk Organik ... 5
Pupuk Kandang Sapi ... 6
Guano ... 7
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 8
Bahan dan Alat ... 8
Metode Percobaan ... 8
Pelaksanaan Percobaan ... 10
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum ... 14
Hasil ... 14
Pembahasan ... 27
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 29
Saran ... 29
Nomor Halaman
1. Kombinasi Dosis Perlakuan ... 9
2. Dosis Perlakuan Pupuk Anorganik (NPK) ... 14
3. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Komponen Pertumbuhan dan Produksi ... 17
4. Tinggi Tanaman Setiap Minggu ... 19
5. Jumlah Cabang Tanaman Setiap Minggu ... 20
6. Lebar Tajuk Tanaman Setiap Minggu ... 20
7. Rasio Bobot Kering Tajuk/Akar pada 2, 4 dan 6 MST ... 23
8. Bobot Pucuk Layak Jual pada 2, 4, dan 6 MST ... 23
9. Bobot Basah dan Kering Batang pada 2, 4, dan 6 MST ... 24
10. Bobot Basah dan Kering Akar pada 2, 4, dan 6 MST ... 25
11. Bobot Basah Daun dan Tajuk pada 2, 4, dan 6 MST ... 26
Nomor Halaman
1. Bahan Setek Kolesom Siap Tanam ... 8
2. Suhu Rata-Rata, Curah Hujan, dan Intesitas Penyinaran Selama Penelitian ... 15
3. Tanaman yang Terserang Psedoumonas sp ... 16
4. Laju Asimilasi Bersih (g/cm2/hari) ... 21
5. Laju Tumbuh Relatif (g/hari) ... 22
Nomor Halaman
1. Data Iklim Bulan Maret sampai Mei 2011 ... 34
2. Kriteria Sifat Fisik Kimia Tanah ... 34
3. Hasil Analisis Tanah ... 35
4. Hasil Analisis Kandungan Pupuk Kandang Sapi ... 35
5. Hasil Analisis Kandungan Pupuk Guano ... 36
6. Hasil Analisis Kandungan Abu Sekam ... 36
7. Petakan di Lapang ... 37
8. Sidik Ragam Tinggi Tanaman ... 38
9. Sidik Ragam Laju Asimilasi Bersih ... 38
10. Sidik Ragam Jumlah Cabang ... 39
11. Sidik Ragam Laju Tumbuh Relatif ... 39
12. Sidik Ragam Lebar Tajuk ... 40
13. Sidik Ragam Rasio Bobot Kering Tajuk/Akar ... 40
14. Sidik Ragam Bobot Pucuk Layak Jual ... 41
15. Sidik Ragam Bobot Basah Akar ... 41
16. Sidik Ragam Bobot Kering Akar ... 42
17. Sidik Ragam Bobot Basah Batang ... 42
18. Sidik Ragam Bobot Kering Batang ... 43
19. Sidik Ragam Bobot Basah Daun ... 43
20. Sidik Ragam Bobot Kering Daun ... 44
21. Sidik Ragam Bobot Basah Tajuk ... 44
22. Sidik Ragam Bobot Kering Tajuk ... 45
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang terletak di kawasan tropis yang terkenal
dengan keanekaragaman flora dan faunanya. Terdapat banyak tumbuhan maupun
tanaman yang berkhasiat untuk menyembuhkan beberapa jenis penyakit. Menurut
Syukur dan Hernani (2002), di Indonesia terdapat 30 dari 40 ribu tumbuhan dunia,
26% telah dibudidayakan dan lebih dari 904 jenis digunakan sebagai obat
tradisional. Djauhariya dan Hernani (2004) menambahkan, pemanfaatan
tumbuhan obat merupakan warisan nenek moyang sejak dahulu kala. Sebagian
besar tumbuhan telah banyak menarik perhatian ilmuwan untuk diteliti lebih
lanjut terutama tumbuhan yang bermanfaat untuk pengobatan berbagai jenis
panyakit, diantaranya penyakit alergi, penyakit metabolit, dan penyakit
degeneratif yang berkaitan dengan proses penuaan. Lebih lanjut Budiono (2004)
menyatakan, seiring dengan semakin bertambahnya kesadaran masyarakat untuk
menerapkan pola hidup kembali ke alam, memberikan peluang untuk
perkembangan tanaman obat.
Kolesom (Talinum triangulare (Jacq) Wild.) termasuk salah satu tanaman
obat yang dapat digunakan sebagai bahan baku obat tradisional. Tanaman ini
memang belum banyak dikenal oleh masyarakat secara luas, namun memiliki
potensi besar untuk dikembangkan karena kegunaan dan khasiatnya yang sangat
penting. Hernani et al. (2001) menyatakan, selain dapat dikonsumsi sebagai
sayuran, daun kolesom dapat menjadi anti inflamasi pada bagian yang sakit akibat
pukulan atau jatuh dengan cara diremas. Syukur dan Hernani (2002)
menambahkan bahwa kolesom berkhasiat sebagai obat radang paru-paru, gugup,
demam, keringat dingin, peradangan, obat pencernaan, dan dikonsumsi sebagai
sayuran. Bagian tanaman kolesom yang berkhasiat obat adalah daun, akar, dan
umbi.
Produksi kolesom dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor
tersebut adalah faktor lingkungan, misalnya ketersediaan unsur hara pada media
tanam. Peningkatan ketersediaan hara pada media tanam dapat dilakukan melalui
ton/ha merupakan dosis terbaik yang menghasilkan bobot kering daun dan bobot
kering umbi tertinggi (Susanti et al., 2006). Selain itu, pupuk organik dapat
memacu dan meningkatkan populasi mikroba di dalam tanah jauh lebih besar
daripada pemberian pupuk kimia (Sutanto, 2002). Komposisi media yang tepat
merupakan salah satu syarat keberhasilan budidaya tanaman khususnya budidaya
dalam wadah. Hasil penelitian menunjukkan, penggunaan media dengan
komposisi tanah:arang sekam (3:2/v:v) menghasilkan biomassa tertinggi (Susanti,
2006).
Penelitian sebelumnya mengenai budidaya kolesom menggunakan pupuk
anorganik menghasilkan produksi pucuk terbaik dengan perlakuan 800 kg
SP-18/ha (Mualim, 2010) dan 150 kg urea/ha dan 150 kg KCl/ha (Anna, 2010).
Penggunaan pupuk organik sebagai pengganti pupuk anorganik dilakukan sebagai
usaha meminimalisir dampak dari penggunaan pupuk anorganik yang kurang
baik, akan tetapi belum diperoleh informasi mengenai kombinasi dosis kombinasi
pupuk organik yang tepat. Untuk itu perlu dilakukan penelitian mengenai dosis
kombinasi pupuk organik terbaik yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi
kolesom serta dapat diaplikasikan untuk budidaya kolesom.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kombinasi dosis
pupuk organik tertentu terhadap pertumbuhan dan produksi kolesom.
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat perlakuan
kombinasi pupuk organik yang tepat pada pertumbuhan dan produksi kolesom
TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Taksonomi Kolesom
Tanaman obat Kolesom termasuk ke dalam klasifikasi divisi
Magnoliophyta (tumbuhan berbunga), kelas Magnoliopsida (berkeping
dua/dikotil), anak kelas Caryophyllidae, ordo Caryophyllales, family
Portulacaceae, genus Talinum dan spesies triangulare Willd. (Syukur dan
Hernani, 2002) serta termasuk ke dalam tanaman yang memiliki lintasan inducible
metabolism CAM (Crassulacean Acid Metabolism) (Pieters et al., 2003).
Kolesom merupakan tanaman herba tahunan yang tumbuh tegak dengan
tinggi 30-100 cm, batang berbentuk bulat, pangkal berwarna ungu kemerahan,
sedangkan batang muda berwarna hijau (Wahyuni dan Hadipoentyanti, 1999).
Daun kolesom berbentuk oblongatus-spatulatus, berwarna hijau muda, tebal
berdaging, filotaksis spiral dan kadang-kadang berhadapan. Secara anatomi
daunnya memiliki tipe dorsivental, stomata parasitik (epidermis atas dan bawah),
parenkim daun (jaringan spons) yang mengandung kristal kalsium oksalat bentuk
roset dan kelenjar minyak atsiri, dan berkas pembuluh kolateral. Bunga kolesom
berwarna merah jambu keunguan yang mekar pada pagi hari pukul 09.00. Tangkai
bunga berbentuk segitiga dan bunga jantan dalam tandan (racemes). Buah
berbentuk bulat memanjang berwarna hijau kekuningan dan berisikan biji hitam
gepeng berdiameter 1 ± mm. Akarnya menebal menyerupai gingseng (Santa dan
Prajogo, 1999) dan sistem perakarannya berupa akar tunggang (Rifai, 1994).
Spesies Talinum paniculatum atau biasa disebut dengan som jawa yang
mirip dengan kolesom sehingga masyarakat seringkali tidak dapat
membedakannya. Perbedaannya terletak pada ciri-ciri morfologisnya yaitu
filotaksis, tipe inflorensi, bentuk buah, warna, dan waktu bunga mekar. Som jawa
memiliki filotaksis yang berhadapan, tipe inflorensi malai dengan tangkai bunga
bersudut tumpul, buah berbentuk kapsul (bulat dan berwarna merah-cokelat), dan
bunga mekar pada sore hari (Santa dan Prajogo, 1999).
Bagian utama kolesom yang biasa digunakan untuk diambil manfaatnya
adalah umbi dan daun (pucuk). Pucuk kolesom mengandung antosianin dan
sayuran (Mualim et al., 2009). Manfaat umbi kolesom untuk mengobati
neurasthenia (kelelahan tubuh), debilitas (kelemahan tubuh) dalam penyembuhan
dari penyakit kronik (Hargono, 2005).
Budidaya dan Pertumbuhan Kolesom
Bahan perbanyakan kolesom dapat menggunakan biji yang disemaikan
terlebih dahulu dengan cara disebarkan atau ditumbuhkan dalam bak pasir dengan
sistem garis atau disebar rata (Susanti, 2006). Penelitian sebelumnya oleh Susanti
et al. (2008) mengenai kolesom menunjukkan bahwa setek merupakan asal bibit
yang menghasilkan biomassa tertinggi, dengan media tanah:arang sekam (3:1/v:v)
dan pupuk dasar 5 ton/ha pupuk kandang ayam dengan menggunakan wadah
tempat tanam berupa polybag.
Berdasarkan hasil penelitian Mualim et al. (2009), bahan setek dapat
diambil dari pohon induk kolesom yang telah berbunga. Setek batang sepanjang
6-7 cm diambil dari bagian tengah batang tua yang telah dibuang daun-daunnya.
Penanaman dilakukan apabila bibit yang berasal dari setek batang telah berdaun 2
helai dan membuka sempurna (± 5–7 hari setelah semai). Pemeliharaan tanaman berupa penyiraman dilakukan sesuai dengan kondisi di lapangan. Pencegahan
serangan bakteri Pseudomonas sp. dapat dilakukan melalui penyemprotan
bakterisida dan fungisida. Bakterisida yang digunakan berbahan aktif streptomisin
sulfat 20% diberikan setiap satu minggu sekali dengan konsentrasi 1.67 g/l air,
sedangkan fungisida yang diberikan berbahan aktif difenokonazol 250 g/l air
diberikan setiap empat minggu sekali dengan konsentrasi 0.33 ml/l air.
Pembungaan pada kolesom mulai terbentuk pada umur 4 MST. Kolesom
yang lebih awal berbunga adalah kolesom yang berasal dari setek dan diberi
pupuk kandang ayam 15 ton/ha. Pada umur 5 MST, seluruh tanaman kolesom
telah berbunga. Bibit asal setek menghasilkan rata-rata tinggi, LTR dan LAB
tanaman terbaik beturut-turut sebesar 136, 103, dan 112% lebih tinggi
dibandingkan tinggi tanaman yang berasal dari bibit benih. Namun untuk
pertumbuhan jumlah daun kolesom asal benih lebih tinggi 143% dibandingkan
tanaman kolesom asal setek (Susanti et al., 2008).
Abu Sekam
Sekam padi adalah bagian terluar dari bulir padi, yang merupakan hasil
sampingan saat proses penggilingan padi dilakukan. Sekitar 20% dari bobot padi
adalah sekam padi dan kurang lebih 15% dari komposisi sekam adalah abu sekam
yang selalu dihasilkan setiap kali sekam dibakar (Harsono, 2002). Sutanto (2002)
menambahkan bahwa sekam padi secara nyata mempengaruhi sifat kimia, fisik,
dan biologi tanah.
Penggunaan abu sekam pada lahan pertanian selain sebagai sumber silikat
juga merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi pencemaran lingkungan
oleh limbah pertanian di sekitar lokasi penggilingan padi dan sekaligus sebagai
upaya pengembalian sisa panen ke areal pertanian. Pemberian abu sekam sebagai
sumber silikat pada tanah Andisol dan Oxisol dapat melepaskan fosfor terjerap
(Ilyas et al., 2000).
Pupuk Organik
Pupuk organik adalah nama kolektif untuk semua jenis bahan organik asal
tanaman dan hewan yang dapat dirombak menjadi hara tersedia bagi tanaman.
Dalam Pementan No.2/Pert/Hk.060/2/2006, tentang pupuk organik dan pembenah
tanah, dikemukakan bahwa pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau
seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari tanaman dan atau hewan
yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang
digunakan mensuplai bahan organik untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan
biologi tanah (Suriadikarta dan Simanungkalit, 2006).
Senyawa atau unsur-unsur organik yang merupakan kandungan utama
pupuk organik dapat dimanfaatkan oleh tanaman setelah melalui proses
dekomposisi di dalam tanah, sehingga cara aplikasi yang efektif pupuk organik
adalah dengan memasukkannya ke dalam tanah (Marsono dan Sigit, 2001). Hanya
saja penggunaan pupuk organik memerlukan jumlah yang sangat banyak untuk
memenuhi kebutuhan unsur hara dari suatu pertanaman, bersifat ruah baik dalam
pengangkutan dan penggunaannya di lapangan serta kemungkinan akan
menimbulkan kekahatan unsur hara apabila bahan organik yang diberikan belum
Pupuk organik mampu menggemburkan lapisan permukaan tanah,
meningkatkan populasi jasad renik, mempertinggi daya serap dan daya simpan air
yang menyebabkan kesuburan tanah meningkat (Yuliarti, 2009). Pupuk kandang
yang berasal dari kotoran sapi atau ayam merupakan pupuk organik yang umum
digunakan dan merupakan bahan pembenah tanah yang paling baik dibanding
bahan pembenah lainnya dalam pemupukan organik, tetapi hanya mampu
memberikan unsur hara dalam jumlah terbatas (Sutanto, 2002).
Pupuk Kandang Sapi
Pupuk kandang didefinisikan sebagai semua produk buangan dari binatang
peliharaan yang dapat digunakan untuk menambah hara memperbaiki sifat fisik,
dan biologi tanah (Hartatik dan Widowati, 2006). Tidak semua pupuk kandang
sapi berasal dari kotoran murni, namun biasanya telah bercampur dengan sisa
pakan, air kencing, dan alas ternak (jerami). Mutu pupuk kandang sapi yang benar
harus memperhatikan keadaan alas kandang dan cara penyimpanannya, sehingga
akan menentukan jumlah hara yang dapat digunakan tanaman (Atmojo, 2003).
Pupuk kandang sapi mempunyai kadar serat yang tinggi. Berdasarkan hasil
pengukuran parameter C/N rasio, pupuk kandang sapi memiliki C/N rasio lebih
dari 40 (Hartatik dan Widowati, 2006). Tingginya kadar C dalam pupuk kandang
sapi menghambat penggunaan langsung ke lahan pertanian karena akan menekan
pertumbuhan tanaman utama. Penekanan pertumbuhan terjadi karena mikroba
dekomposer akan menggunakan N yang tersedia untuk mendekomposisi bahan
organik tersebut sehingga tanaman utama akan kekurangan N. Memaksimalkan
penggunaan pupuk kandang sapi harus dilakukan pengomposan agar menjadi
kompos pupuk kandang sapi dengan rasio C/N di bawah 20 (Simanungkalit et al.,
2006)
Menurut Sutedjo (1994), pupuk kandang sapi merupakan pupuk padat
yang banyak mengandung air dan lendir. Pupuk ini termasuk jenis pupuk yang
proses penguraiannya berlangsung sangat lambat sehingga tidak terbentuk panas.
Berdasarkan penelitian Indrasari dan Syukur (2006), pemberian pupuk kandang
sapi sampai dengan 30 ton/ha masih meningkatkan kandungan bahan organik, Zn
Penelitian Harnani (2008) menunjukkan bahwa perlakuan pupuk kandang
sapi secara nyata meningkatkan jumlah daun dan buku tanaman cabe jawa.
Jumlah daun dan jumlah buku meningkat secara kuadratik dengan pertambahan
dosis pupuk kandang sapi. Dosis optimum pupuk kandang sapi untuk jumlah daun
dan jumlah buku tanaman cabe jawa adalah 536 dan 531 g/10 kg tanah.
Guano
Pupuk guano adalah pupuk yang berasal dari kotoran kelelawar dan sudah
mengendap lama di dalam gua dan telah bercampur dengan tanah dan bakteri
pengurai. Fosfat guano merupakan hasil akumulasi sekresi burung pemakan ikan
dan sekresi kelelawar yang terlarut dan bereaksi dengan batu gamping karena
pengaruh air hujan dan air tanah. Berdasarkan tempatnya, endapan fosfat guano
terdiri dari endapan permukaan dan bawah gua (Yusuf, 2010).
Kandungan utama dari guano yakni unsur N dan P, namun ada pula guano
yang mengandung unsur K (Yuliarti, 2009). Lebih tepatnya guano mengandung
unsur N 2.09 %, P 10.43 %, K 0.07 %, Ca 26.72 %, Mg 0.98 %, dan S 0.02 %
(Tabel Lampiran 5). Selain mengandung banyak nutrisi, guano juga berperan
sebagai sumber dari berbagai bakteri yang berperan sebagai agen hayati untuk
menekan terjadinya hama dan penyakit pada tanaman.
Pupuk organik guano lama berada dalam tanah, meningkatkan
produktivitas tanah dan menyediakan makanan bagi tanaman lebih lama daripada
pupuk kimia buatan (Endrizal dan Bobihoe, 2000). Sekitar 1.000 gua di Indonesia
diprediksi berpotensi sebagai tempat deposit guano, sehingga guano menjadi salah
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo, Institut
Pertanian Bogor, Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari
sampai dengan Mei 2011.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah 640 setek kolesom (Gambar 1), arang
sekam (2 ton/ha), pupuk kandang, guano (granul) dan abu sekam. Peralatan yang
digunakan berupa bambu, timbangan, oven, penggaris, pisau, serta alat-alat
pertanian.
Metode Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah
Rancangan Acak Kelompok (RAK) satu faktor. Perlakuan yang diberikan yaitu
pemupukan dengan kombinasi pupuk kandang, guano, dan abu sekam (Tabel 1).
Perlakuan pembanding ditanam di luar rancangan percobaan, yaitu perlakuan
anorganik dengan dosis 100 kg/ha urea, 120 kg/ha SP-36, dan 100 kg/ha KCl
sehingga total percobaan sebanyak 18 unit percobaan. Berikut dosis perlakuan
yang digunakan :
Tabel 1. Kombinasi Dosis Perlakuan
Perlakuan
Dosis Pupuk Kandang Sapi1
(ton/ha)
Guano2 (kg/ha)
Abu Sekam3 (ton/ha)
1 1.8 27.6 2.7
2 2.7 55.2 4.1
3 3.6 82.9 5.5
4 4.5 110.5 6.8
5 5.3 138.1 8.2
1
Kandungan N 1.29 %. 2Kandungan P2O5 26.07 %. 3Kandungan K2O 1.10 %.
Dosis perlakuan kombinasi pupuk organik diperoleh dengan cara
mengkonversi dari dosis perlakuan pupuk anorganik. Pupuk kandang sapi
menggantikan pupuk urea, pupuk guano menggantikan pupuk SP-36 sedangkan
abu sekam menggantikan KCl. Berikut dosis perlakuan pupuk anorganik yang
menjadi acuan penggunaan dosis kombinasi pupuk organik :
Tabel 2. Dosis Perlakuan Pupuk Anorganik (NPK)
Perlakuan Dosis
Urea1 (kg/ha) SP-362 (kg/ha) KCl3 (kg/ha)
1 50 40 50
2 75 80 75
3 100 120 100
4 125 160 125
5 150 200 150
1
Kandungan N 46 %. 2Kandungan P2O5 36 %. 3Kandungan K2O 60 %.
Model matematika yang digunakan untuk analisis statistik masing-masing
Yij= µ + αi+ βj+ εij (i = 1, 2, 3, 4, 5 ; j = 1, 2, 3)
Keterangan :
Yij = Nilai pengamatan perlakuan pupuk organik ke-i dan kelompok ke-j
µ = Rataan umum
αi = Pengaruh perlakuan pemupukan organik ke-i βj = Pengaruh kelompok ke-j
εij = Pengaruh galat percobaan perlakuan pemupukan organik ke-i, dan kelompok ke-j
i = 1, 2, 3, 4, dan 5 untuk perlakuan pemupukan organik
j = 1, 2, dan 3 sebagai kelompok/ulangan
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dan pada
pengaruh yang berbeda nyata, dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test
(DMRT) pada taraf kesalahan 5 % (Gomez and Gomez, 1995). Khusus untuk
melihat perbandingan antara kontrol dengan ketiga perlakuan lainnya, setelah data
dianalisis menggunakan sidik ragam, maka dilanjutkan dengan uji lanjut Dunnett.
Pelaksanaan Percobaan Persiapan Lahan
Lahan yang digunakan untuk penelitian, sebelumnya disiangi terlebih
dahulu dari gulma-gulma yang tumbuh. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan
adanya hama dan penyakit yang menyerang. Tanah digemburkan lalu dibuat
petakan dengan ukuran 4 m x 4 m dengan jarak antar baris adalah 100 cm dan
dalam baris adalah 50 cm mengacu pada Mualim et al. (2009), sehingga terdapat
32 tanaman/petak. Arang sekam yang digunakan sebanyak 2 ton/ha (3 kg/petak)
diberikan dengan cara dilarik per baris tanam dilakukan 2 minggu sebelum
tanaman dipindah ke lapang. Murbandono (1993) menjelaskan, bahwa arang
sekam digunakan untuk meningkatkan suhu dan pH tanah, meningkatkan
kapasitas tukar kation (KTK) tanah, dan mencegah pengaruh penyakit khususnya
Pemupukan
Perlakuan pupuk organik yang diberikan yaitu kombinasi pupuk kandang
sapi, guano, dan abu sekam dengan dosis setelah dikonversi yang dapat dilihat di
Tabel 1.
Penanaman
Penanaman setek kolesom dilakukan setelah dua minggu dari aplikasi abu
sekam, guano dan pupuk kandang. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan waktu
agar terjadi dekomposisi bahan organik. Sebelum ditanam, setek kolesom
direndam dengan bakterisida yang mengandung bahan aktif streptomisin sulfat
dengan konsentrasi 2 g/l air dan fungisida berbahan aktif mankozeb dengan
konsentrasi 3 g/l air selama 10 detik. Perlakuan dilakukan sesuai dengan dosis
yang telah ditentukan.
Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman berupa penyiraman yang dilakukan pada saat
diperlukan. Pengendalian penyakit dengan memberikan fungisida dan bakterisida
diawal penanaman setek.
Pemanenan
Panen destruktif dilakukan pada umur 2, 4, dan 6 MST. Kolesom yang
dipanen sebanyak 1 tanaman per perlakuan dengan cara mencabut seluruh
tanaman secara hati-hati untuk menjaga keutuhan tanaman.
Pengamatan
Komponen-komponen pengamatan yang dilakukan dibagi menjadi
komponen pertumbuhan dan produksi.
Komponen pertumbuhan terdiri atas:
1. Tinggi tanaman (cm)
Pengamatan tinggi tanaman dilakukan setiap minggu, mulai dari 2 sampai
6 MST dengan cara mengukur tanaman dari bagian tanaman di atas tanah
2. Jumlah cabang
Data jumlah cabang diperoleh dengan menghitung jumlah cabang yang
tumbuh pada batang utama.
3. Lebar tajuk
Lebar tajuk diukur menggunakan meteran lalu mencatat angka yang
ditunjukkan meteran sebagai diameter tajuk.
4. Rasio bobot tajuk/akar
Rasio bobot tajuk/akar didapatkan dari hasil pembagian bobot kering tajuk
dengan bobot kering akar yang dilakukan pada 2, 4, dan 6 MST.
5. Rata-rata laju tumbuh relatif (Relative Growth Rate/LTR) yang diukur pada 2,
4, dan 6 MST.
LTR adalah peningkatan bobot kering dalam kurun waktu tertentu.
Perhitungan LTR dilakukan dengan rumus berikut
���
=
−� −� (g/hari)
Keterangan: W1 = bobot kering tanaman pada waktu t1
W2 = bobot kering tanaman pada t2
Pengukuran LTR dilakukan dengan mendestruksi atau mencabut satu tanaman
di luar tanaman contoh per petak.
6. Rata-rata laju asimilasi bersih (Net Assimilation Rate/LAB).
LAB merupakan hasil bersih dari hasil asimilasi per satuan luas daun dan
waktu. Laju rata-rata asimilasi bersih dihitung dengan rumus sebagai berikut
� = −
−
−
� − � (� / �� )
Keterangan: W1= bobot kering tanaman pada waktu t1
W2= bobot kering tanaman pada waktu t2
A1= luas daun total pada waktu t1
7. Bobot pucuk layak jual
Pucuk yang layak untuk dijual diukur sesuai kriteria pemanenan yaitu 15
cm dari ujung daun kolesom yang ditegakkan. Setelah itu ditimbang dengan
menggunakan timbangan analitik.
8. Bobot basah dan kering akar
Perhitungan bobot basah dan kering dilakukan pada umur 2, 4, dan 6 MST.
Bobot basah ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik, sedangkan
bobot kering ditimbang setelah akar dioven pada suhu 105oC selama 2 hari.
9. Bobot basah dan kering batang
Perhitungan bobot basah dan kering batang dilakukan pada umur 2, 4, dan
6 MST. Bobot basah ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik,
sedangkan bobot kering ditimbang setelah batang dioven pada suhu 105oC
selama 2 hari.
10.Bobot basah dan kering daun
Perhitungan bobot basah dan kering batang dilakukan pada umur 2, 4, dan
6 MST. Bobot basah ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik,
sedangkan bobot kering ditimbang setelah daun dioven pada suhu 105oC
selama 2 hari.
11.Bobot basah dan kering tajuk
Perhitungan bobot basah dan kering batang dilakukan pada umur 2, 4, dan
6 MST. Bobot basah ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik,
sedangkan bobot kering ditimbang setelah tajuk dioven pada suhu 105oC
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Konidisi Umum Penelitian
Berdasarkan hasil Laboratorium Balai Penelitian Tanah yang dilakukan
sebelum aplikasi perlakuan didapatkan hasil bahwa pH H2O tanah termasuk
masam dengan nilai 4.6 dan pH KCl tergolong sangat masam dengan nilai 4.1.
Rasio perbandingan C/N termasuk sedang yaitu 15. Kapasitas Tukar Kation
(KTK) menunjukkan nilai rendah dengan nilai sebesar 8.97 Cmol(+)/kg.
Kejenuhan basa yang terkandung pada tanah sebesar 57% sehingga tergolong
tinggi. Tekstur tanah termasuk liat dengan komposisi pasir 19%, debu 13%, dan
liat 68%.
Persiapan penelitian dan penelitian berlangsung dari bulan Februari
sampai dengan pertengahan bulan Mei 2011. Selama penelitian berlangsung curah
hujan sebesar 6.5 mm/hari sedangkan suhu rata-rata sebesar 25.8 oC dengan
intensitas penyinaran sebesar 302 cal/cm2/menit (Gambar 2). Hal ini
menunjukkan intensitas curah hujan yang cukup tinggi sehingga kelembaban pun
tinggi dan menyebabkan tanaman mengalami serangan Psedoumonas sp.
Tindakan pencegahan serangan bakteri dengan melakukan perendaman
stek batang dengan bakterisida yang mengandung bahan aktif streptomisin sulfat
dengan konsentrasi 2 g/l air dan fungisida berbahan aktif mankozeb dengan
konsentrasi 3 g/l air selama 10 detik. Bagian dalam batang tanaman yang
mengalami serangan bakteri menunjukkan warna kemerah-merahan. Lambat laun
akan mengalami kematian yang juga membuat bentuk daun menggulung ke dalam
(Gambar 3). Pencegahan penyebaran penyakit pada tanaman dilakukan dengan
24,5 25 25,5 26 26,5
1 2 3 4 5 6 7 8
Su h u R ata -r ata ( oC)
Minggu setelah tanam (MST)
0,0 2,0 4,0 6,0 8,0 10,0 12,0 14,0 16,0 18,0
1 2 3 4 5 6 7 8
C u rah h u jan ( m m /h ar i)
Minggu setelah tanam (MST)
0 50 100 150 200 250 300 350 400
1 2 3 4 5 6 7 8
In ten sitas P en y in ar an (ca l/c m 2/m e n it)
Minggu setelah tanam (MST) (a)
Gambar 2. (a) Suhu Rata-Rata, (b) Curah Hujan, dan (c) Intensitas Penyinaran
Selama Penelitian (b)
Gulma yang banyak ditemui di lapangan pada saat penelitian diantaranya
Cynodon dactylon dan Axonopus compresus. Penanggulangan gulma dilakukan
dengan cara mencabut gulma yang tumbuh di area penanaman. Penyulaman
dilakukan pada saat pembibitan langsung di lapang dengan cara mencabut
tanaman yang mati dan menggantinya dengan tanaman kolesom yang ditanam di
luar petak percobaan. Pembungaan awal terjadi pada umur 3 MST dan
pembungaan 75% terjadi pada saat tanaman berumur 4 MST.
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam
Rekapitulasi Sidik Ragam dapat dilihat pada Tabel 3. Pupuk organik
berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada 3, 4 MST dan lebar tajuk pada 3
MST. Komponen produksi berpengaruh nyata diumur 6 MST terhadap bobot
basah batang dan pucuk layak jual.
Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Komponen Pertumbuhan dan Produksi
Peubah Umur (MST) Pemupukan Koefisien Keragaman (%)
Rasio Bobot Kering Tajuk/Akar
2 tn 28.67 1
4 tn 19.11 1
6 tn 24.75
Tinggi Tanaman 2 tn 11.61
3 tn 6.18
4 * 4.14
5 * 4.58
6 tn 6.41
Lebar Tajuk 2 tn 10.08
3 * 5.36
4 tn 7.66
5 tn 9.72
6 tn 10.08
Jumlah Cabang 2 tn 18.12
3 tn 15.18
4 tn 22.85
5 tn 20.41
6 tn 18.12
Laju Tumbuh Relatif 2-4 tn 27.05
1
4-6 tn 4.94 2
Laju Asimilasi Bersih 2-4 tn 33.91
1
4-6 tn 13.14 1
Bobot Basah Daun 2 tn 17.16 2
4 tn 34.77
6 tn 17.51 1
Bobot Basah Akar 2 tn 31.39
4 tn 33.98
6 tn 20.20
Bobot Basah Tajuk 2 tn 33.96
4 tn 18.19 1
6 tn 19.16 1
Bobot Basah Batang 2 tn 30.40
4 tn 20.01
6 * 23.23
Bobot Basah Pucuk Layak
Jual 2 tn 31.26
4 tn 21.47 1
Peubah Pengamatan Umur (MST) Pemupukan Koefisien Keragaman (%)
6 * 15.90
Bobot Kering Daun 2 tn 27.02
4 tn 20.23 1
6 tn 27.01
Bobot Kering Akar 2 tn 33.23
1
4 tn 24.35 1
6 tn 23.81
Bobot Kering Tajuk 2 tn 34.19
4 tn 18.80 1
6 tn 24.18
Bobot kering Batang 2 tn 21.27 1
4 tn 18.12 1
6 tn 13.08
Bobot kering Pucuk Layak Jual
2 tn 26.28
4 tn 30.15
6 tn 28.96
Keterangan: (tn) Tidak berbeda nyata; (1) hasil transformasi �; (2)hasil trasformasi �+ 0.5.
Pengaruh Pupuk Organik terhadap Komponen Pertumbuhan Kolesom Tinggi Tanaman
Perlakuan kombinasi pupuk organik berpengaruh nyata terhadap tinggi
tanaman dan lebar tajuk, sedangkan pada peubah rasio bobot kering tajuk/akar,
jumlah cabang, laju tumbuh relatif dan laju asimilasi bersih kombinasi pemupukan
menunjukkan pengaruh yang tidak nyata.
Secara keseluruhan tanaman kolesom mengalami peningkatan tinggi
selama penelitian. Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa tinggi tanaman menunjukkan
beda nyata tertinggi pada umur 4 dan 5 MST. Perlakuan 5.3 ton/ha pupuk
kandang sapi + 138.1 kg/ha guano + 8.2 ton/ha abu sekam memiliki nilai rata-rata
nyata tertinggi berturut-turut sebesar 11.45, 11.95, 12.32, dan 10.85%
dibandingkan dengan perlakuan lain selama pengamatan berlangsung kecuali pada
umur 2 MST. Berdasarkan uji Dunnett pada umur 4 dan 5 MST perlakuan 5.3
ton/ha pupuk kandang sapi + 138.1 kg/ha guano + 8.2 ton/ha abu sekam tinggi
tanaman menunjukkan nyata tertinggi sebesar 15.59 dan 18.03% dibanding
kontrol. Hal ini karena tinggi tanaman meningkat dengan semakin banyaknya
Tabel 4. Tinggi Tanaman Setiap Minggu
Umur Perlakuan
1 2 3 4 5 Kontrol
2 MST 24.79 27.81 24.89 28.98 26.33 24.90 3 MST 31.41 35.07 33.67 35.50 37.71 34.53 4 MST 40.49c 43.09bc 43.14bc 44.60b 47.89a+ 41.43
5 MST 47.41b 48.93b 49.25b 49.81b 54.85a+ 46.47
6 MST 49.52 53.12a 53.17 56.57 58.73 50.67 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan
perbedaan yang nyata menurut DMRT 0.05; Huruf yang diikuti oleh tanda (+) menunjukkan berbeda nyata antara perlakuan dan kontrol pada 5% berdasarkan uji Dunnett.
Jumlah Cabang
Jumlah cabang tertinggi ditunjukkan pada perlakuan 4.5 ton/ha pupuk
kandang sapi + 110.5 kg/ha guano + 6.8 ton/ha abu sekam untuk setiap
minggunya kecuali pada umur 4 MST mengalami penurunan. Umur 3 MST semua
perlakuan yang mengalami penurunan kecuali perlakuan 3.6 ton/ha pupuk
kandang sapi + 82.9 kg/ha guano + 5.5 ton/ha abu sekam yang mengalami
kenaikan dan menunjukkan nilai tertinggi dibandingkan dengan perlakuan
lainnya. Walaupun secara statistik peubah jumlah cabang tanaman menunjukkan
perbedaan yang tidak nyata.
Jumlah cabang mempengaruhi produksi daun, semakin banyak cabang
maka semakin banyak daun yang diproduksi dan juga akan berpengaruh terhadap
Laju Asimilasi Bersih (LAB) tanaman. Jumlah cabang tanaman mengalami
peningkatan pada umur 4-5 MST. Akan tetapi terjadi penurunan dibeberapa
perlakuan sebesar 5.38 % pada umur 2-3, 3-4, dan 5-6 MST. Penurunan jumlah
cabang diduga karena adanya pembungaan dan pembentukan umbi yang terjadi
pada tanaman, sehingga unsur hara yang terserap dialokasikan untuk
Tabel 5. Jumlah Cabang Tanaman Setiap Minggu
Umur Tanaman
Perlakuan
1 2 3 4 5 Kontrol
2 MST 6.33 5.00 6.67 7.33 6.33 5.67
3 MST 6.00 4.67 7.00 7.00 6.00 5.67
4 MST 5.67 5.33 6.00 6.33 5.33 5.67
5 MST 6.67 4.00 6.67 6.67 6.67 5.33
6 MST 6.33 5.00 6.67 7.33 6.33 5.00
Rata-Rata
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata menurut DMRT 0.05; Huruf yang diikuti oleh tanda (+) menunjukkan berbeda nyata antara perlakuan dan kontrol pada 5% berdasarkan uji Dunnett.
Lebar Tajuk
Lebar tajuk tanaman mengalami pertumbuhan maksimal di minggu ke-5.
Kombinasi pupuk organik memberikan pengaruh nyata terhadap lebar tajuk
tanaman di umur 3 MST pada perlakuan 5.3 ton/ha pupuk kandang sapi + 138.1
kg/ha guano + 8.2 ton/ha abu sekam dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Tanaman kolesom setelah umur 5 MST serentak mengalami penurunan lebar tajuk
tanaman, hal ini dimungkinkan adanya perbahan tanaman yang diakibatkan oleh
curah hujan yang tinggi (Lampiran 1).
Tabel 6. Lebar Tajuk Tanaman Setiap Minggu
Umur Tanaman Perlakuan
1 2 3 4 5 Kontrol
2 MST 30.15 30.69 34.12 31.87 34.14 32.59
3 MST 36.89b 40.67ab 43.57a 42.65a 44.03a 41.29
4 MST 50.44 52.64 54.75 52.76 57.53 58.29
5 MST 52.38 62.81 58.95 56.82 60.93 63.24
6 MST 30.15 30.69 34.12 31.87 34.14 63.32
Rata-Rata
Laju Asimilasi Bersih (LAB)
Pada penelitian ini tidak ada pengaruh nyata antara kombinasi pupuk
organik yang diberikan terhadap LAB dan LTR. Akan tetapi LAB mengalami
penurunan di minggu 4-6 MST (Gambar 4). Laju asimilasi bersih kontrol
menunjukkan nilai paling tinggi di usia 2-4 MST. Hal ini diduga bahwa
penyediaan unsur hara oleh pupuk anorganik lebih cepat tersedia. Pada minggu
4-6 MST kombinasi pupuk organik menunjukkan peningkatan dan cenderung lebih
tinggi dibandingkan dengan kontrol. Penyediaan hara pupuk organik lebih lambat
(slow release) bagi tanaman karena melalui berbagai proses perubahan terlebih
[image:31.595.95.525.98.596.2]dahulu (Yuliarti, 2009).
Gambar 4. Laju Asimilasi Bersih (g/cm2/hari)
Laju Tumbuh Relatif (LTR)
LTR berfungsi untuk mengukur kemampuan tanaman menghasilkan bahan
kering per satuan bahan kering awal (Sitompul dan Guritno, 1995). Pemberian
kombinasi pupuk menunjukkan hasil LTR yang berbeda-beda sesuai dengan dosis
yang diberikan (Gambar 4). Nilai LTR terendah dimiliki oleh perlakuan 1.8 ton/ha
pupuk kandang sapi + 27.6 kg/ha guano + 2.7 ton/ha abu sekam diminggu 2-4 dan
4-6 MST. Penurunan nilai LTR terjadi pada semua perlakuan diminggu 4-6 MST. 0,34
1
0,58
0,36 0,33 0,32
0,58
0,7 0,72
0,33
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2
1 2 3 4 5
2-4 MST 4-6 MST
Kontrol 4-6 MST
Memperkuat penelitian Susanti et al. (2008), pemberian kandungan hara yang
[image:32.595.110.523.115.447.2]berbeda pada tanaman menyebabkan perbedaan nilai LTR yang dihasilkan.
Gambar 4. Laju Tumbuh Relatif (g/hari)
Rasio Bobot Kering Tajuk/Akar
Pemberian perlakuan kombinasi pupuk organik tidak berpengaruh nyata
terhadap rasio bobot kering tajuk/akar. Namun dengan demikian pada beberapa
perlakuan rasio bobot kering tajuk/akar mengalami kenaikan kecuali pada
perlakuan 2.7 ton/ha pupuk kandang sapi + 55.2 kg/ha guano + 4.1 ton/ha abu
sekam dan 4.5 ton/ha pupuk kandang sapi + 110.5 kg/ha guano + 6.8 ton/ha abu
sekam.
Pada umur 4 MST rasio bobot kering tajuk/akar menunjukkan rasio
tertinggi di perlakuan 3.6 ton/ha pupuk kandang sapi + 82.9 kg/ha guano + 5.5
ton/ha abu sekam, hal ini menunjukkan bahwa penyerapan unsur hara optimum
digunakan oleh tajuk dibandingkan penyerapan oleh akar. Tanaman yang
mempunyai nisbah tajuk/akar yang tinggi dengan produksi biomassa total yang
besar pada tanah yang subur secara tidak langsung menunjukkan bahwa akar yang
relatif sedikit cukup untuk mendukung pertumbuhan tanaman yang relatif besar
dalam penyediaan air dan unsur hara (Sitompul dan Guritno, 1995). 0,05
0,09
0,08
0,07 0,07
0,02 0,02
0,04 0,04
0,03
0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 0,08 0,09 0,1
1 2 3 4 5
2-4 MST 4-6 MST
Kontrol 4-6 MST
Tabel 7. Rasio Bobot Kering Tajuk/Akar pada 2, 4 dan 6 MST
Umur Tanaman Perlakuan
1 2 3 4 5 Kontrol
2 MST 11.35 17.98 14.76 14.46 11.84 13.75
4 MST 14.44 11.92 15.19 9.39 14.78 14.80
6 MST 20.52 18.35 15.89 16.88 16.89 21.99
Rata-Rata 15.44 16.08 15.28 13.58 14.50 16.85
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata menurut DMRT 0.05; Huruf yang diikuti oleh tanda (+) menunjukkan berbeda nyata antara perlakuan dan kontrol pada 5% berdasarkan uji Dunnett.
Pengaruh Pupuk Organik terhadap Produksi Kolesom Bobot Pucuk Layak Jual
Tabel 8 menunjukkan bahwa bobot pucuk layak jual mengalami
penambahan di setiap minggunya, kecuali perlakuan 1.8 ton/ha pupuk kandang
sapi + 27.6 kg/ha guano + 2.7 ton/ha abu sekam, perlakuan 2.7 ton/ha pupuk
kandang sapi + 55.2 kg/ha guano + 4.1 ton/ha abu sekam dan perlakuan 3.6 ton/ha
pupuk kandang sapi + 82.9 kg/ha guano + 5.5 ton/ha abu sekam yang mengalami
penurunan bobot di minggu ke-6.
Perlakuan pemberian kombinasi pupuk pada perlakuan 5.3 ton/ha pupuk
kandang sapi + 138.1 kg/ha guano + 8.2 ton/ha abu sekam di umur 6 MST
berpengaruh nyata 34.55% lebih tinggi dibanding perlakuan kontrol dan 179.54%
lebih tinggi dibandingkan dengan nilai terendah. Meskipun berdasarkan uji lanjut
tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.
Tabel 8. Bobot Pucuk Layak Jual pada 2, 4, dan 6 MST
Umur Tanaman
Perlakuan
1 2 3 4 5 Kontrol
2 MST 69.46 52.74 56.30 69.56 87.47 52.52
4 MST 130.74 120.98 224.10 110.52 122.06 103.91
6 MST 70.38b 94.10b 108.34b 130.64ab 196.74a 146.22
Total 270.58 267.83 388.74 310.71 406.27 302.65
Bobot Basah dan Kering Batang
Produksi bobot basah batang (Tabel 9) di umur 6 MST pada perlakuan 4.5
ton/ha pupuk kandang sapi + 110.5 kg/ha guano + 6.8 ton/ha abu sekam
memberikan hasil berpengaruh 73.86% lebih tinggi dibandingkan dengan nilai
terendah yaitu perlakuan 3.6 ton/ha pupuk kandang sapi + 82.9 kg/ha guano + 5.5
ton/ha abu sekam.
Uji lanjut terhadap produksi bobot basah; akar, daun, dan tajuk serta bobot
kering; akar, batang, daun, dan tajuk menunjukkan hasil berpengaruh tidak nyata,
namun pada beberapa peubah perlakuan 18.4 ton/ha pupuk kandang + 378 kg/ha
guano + 8.2 ton/ha abu sekam menunjukkan hasil tertinggi dibandingkan
perlakuan lainnya.
Tabel 9. Bobot Basah dan Kering Batang pada 2, 4, dan 6 MST
Umur Tanaman
Perlakuan
1 2 3 4 5 Kontrol
………..………….. Bobot Basah Batang ………..
2 MST 25.58 22.19 18.41 22.43 30.28 23.51
4 MST 39.63 44.86 37.90 35.69 44.35 47.44
6 MST 26.75b 26.57b 25.52b 46.51a 45.84a 31.68
………..………….. Bobot Kering Batang ………..
2 MST 2.56 2.33 1.84 2.23 2.13 2.86
4 MST 6.33 4.37 3.98 4.13 5.51 4.04
6 MST 3.87 4.41 4.55 5.14 4.30 4.26
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata menurut DMRT 0.05; Huruf yang diikuti oleh tanda (+) menunjukkan berbeda nyata antara perlakuan dan kontrol pada 5% berdasarkan uji Dunnett.
Bobot Basah dan Kering Akar
Produksi bobot basah akar bertambah pada umur 2 sampai 4 MST di setiap
perlakuan kombinasi pupuk organik dan serentak mengalami penurunan di umur 6
MST. Hanya perlakuan 4.5 ton/ha pupuk kandang sapi + 110.5 kg/ha guano + 6.8
ton/ha abu sekam yang terus bertambah hingga 6 MST. Bobot kering akar yang
dihasilkan tidak menunjukkan pola yang sama dengan bobot basah akar, karena
Perlakuan 1.8 ton/ha pupuk kandang sapi + 27.6 kg/ha guano + 2.7 ton/ha
abu sekam dan 2.7 ton/ha pupuk kandang sapi + 55.2 kg/ha guano + 4.1 ton/ha
abu sekam mengalami penurunan bobot kering akar di umur 6 MST, sedangkan
perlakuan 3.6 ton/ha pupuk kandang sapi + 82.9 kg/ha guano + 5.5 ton/ha abu
sekam, perlakuan 4.5 ton/ha pupuk kandang sapi + 110.5 kg/ha guano + 6.8 ton/ha
abu sekam, perlakuan 5.3 ton/ha pupuk kandang sapi + 138.1 kg/ha guano + 8.2
ton/ha abu sekam mengalami kenaikan bobot kering akar berturut-turut 47.34,
12.19, dan 11.11 %.
Tabel 10. Bobot Basah dan Kering Akar pada 2, 4, dan 6 MST
Umur Tanaman
Perlakuan
1 2 3 4 5 Kontrol
………..………….. Bobot Basah Akar ………..
2 MST 2.56 2.33 1.84 2.23 2.44 2.54
4 MST 4.04 5.51 4.63 3.98 4.38 6.33
6 MST 3.87 4.41 4.04 5.14 4.28 4.26
………..………….. Bobot Kering Akar ………..
2 MST 0.85 0.60 0.51 0.65 0.88 0.63
4 MST 1.66 3.00 1.88 2.05 2.34 2.14
6 MST 1.63 1.94 2.77 2.30 2.60 2.11
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata menurut DMRT 0.05; Huruf yang diikuti oleh tanda (+) menunjukkan berbeda nyata antara perlakuan dan kontrol pada 5% berdasarkan uji Dunnett.
Bobot Basah Daun dan Tajuk
Bobot basah daun dan tajuk mengalami kenaikan pada minggu ke-4 dan
mengalami penurunan pada minggu ke-6. Hanya saja pada perlakuan 5.3 ton/ha
pupuk kandang sapi + 138.1 kg/ha guano + 8.2 ton/ha abu sekam bobot basah dan
dan tajuk terus bertambah dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Produksi
total bobot basah daun tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan 5.3 ton/ha pupuk
kandang sapi + 138.1 kg/ha guano + 8.2 ton/ha abu sekam, akan tetapi sebenarnya
pada perlakuan 3.6 ton/ha pupuk kandang sapi + 82.9 kg/ha guano + 5.5 ton/ha
abu sekam memiliki nilai yang mendekati perlakuan kontrol. Hal ini menunjukkan
+ 5.5 ton/ha abu sekam untuk memproduksi bobot daun sudah dapat
menggantikan pemberian pupuk anorganik pada kontrol.
Produksi total bobot basah tajuk juga menunjukkan hal yang serupa,
bahkan dengan menggunakan perlakuan 3.6 ton/ha pupuk kandang sapi + 82.9
kg/ha guano + 5.5 ton/ha abu sekam sudah dapat meningkatkan 6.98% produksi
[image:36.595.111.516.243.439.2]total bobot basah tajuk dibandingkan kontol.
Tabel 11. Bobot Basah Daun dan Tajuk pada 2, 4, dan 6 MST
Umur Tanaman
Perlakuan
1 2 3 4 5 Kontrol
………..………….. Bobot Basah Daun ………..
2 MST 38.42 34.00 48.98 78.70 37.11 40.12
4 MST 218.05 229.67 252.19 209.19 266.56 230.42
6 MST 124.91 140.42 166.26 208.89 296.99 205.61
Total 381.38b 404.10b 467.43b 496.78ab 600.66a 476.15
………..………….. Bobot Basah Tajuk ………..
2 MST 155.41 95.73 109.00 131.18 211.59 94.31
4 MST 460.30 520.80 547.90 464.90 596.50 515.10
6 MST 296.20 343.70 430.40 498.10 702.20 402.00
Total 911.80 960.30 1087.30 1094.20 1510.30 1011.40
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata menurut DMRT 0.05; Huruf yang diikuti oleh tanda (+) menunjukkan berbeda nyata antara perlakuan dan kontrol pada 5% berdasarkan uji Dunnett.
Bobot Kering Daun dan Tajuk
Bobot kering yang dihasilkan umumnya mengalami peningkatan di
minggu ke-4 dan ke-6. Hasil tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan 3.6 ton/ha
pupuk kandang sapi + 82.9 kg/ha guano + 5.5 ton/ha abu sekam yaitu sebesar
31.87 % untuk bobot kering akar dan perlakuan 4.5 ton/ha pupuk kandang sapi +
110.5 kg/ha guano + 6.8 ton/ha abu sekam sebesar 20.65 % untuk bobot kering
batang masing-masing pada minggu ke-6. Kenaikan bobot kering daun yang
ditunjukkan pada minggu ke-6 tidak terlalu signifikan. Hal ini mendukung
penelitian Susanti (2006) bahwa produksi bobot kering daun dipengaruhi oleh laju
Tabel 13. Bobot Kering Daun dan Tajuk
Umur Tanaman
Perlakuan
1 2 3 4 5 Kontrol
………..………….. Bobot Kering Daun ………..
2 MST 5.55 4.21 4.96 4.89 6.18 4.78
4 MST 13.91 12.65 14.53 11.12 14.52 14.94
6 MST 11.00 13.00 14.65 12.51 15.18 18.05
………..………….. Bobot Kering Tajuk ………..
2 MST 8.67 6.28 7.52 8.06 9.46 7.52
4 MST 22.51 27.93 29.33 19.20 31.90 31.23
6 MST 32.22 34.79 44.13 38.82 42.72 42.56
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata menurut DMRT 0.05; Huruf yang diikuti oleh tanda (+) menunjukkan berbeda nyata antara perlakuan dan kontrol pada 5% berdasarkan uji Dunnett.
Pembahasan
Pertumbuhan adalah proses dalam kehidupan tanaman yang
mengakibatkan perubahan ukuran tanaman semakin besar dan juga yang
menentukan hasil tanaman. Pertambahan ukuran tumbuh tanaman secara
keseluruhan merupakan hasil dari pertambahan ukuran bagian-bagian
(organ-organ) tanaman akibat dari pertambahan jaringan sel yang dihasilkan oleh
pertumbuhan sel (Sitompul dan Guritno, 1995).
Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh ketersediaan hara tanah yang
dapat dipenuhi melalui pemupukan. Pemupukan dapat dilakukan dengan
menggunakan pupuk anorganik (kimiawi) ataupun pupuk organik. Penelitian
sebelumnya mengenai budidaya kolesom, menggunakan beberapa macam pupuk
anorganik dan cara penggunaannya. Pada penelitian ini menggunakan perlakuan
kombinasi pupuk organik yang menunjukkan hasil, bahwa pemberian kombinasi
pupuk organik memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, lebar tajuk
tanaman, bobot pucuk layak jual, dan bobot basah batang tanaman.
Secara keseluruhan pertumbuhan dan produksi kolesom menunjukkan nilai
yang lebih baik seiring dengan penambahan dosis kombinasi pupuk organik yang
diberikan. Pada tinggi tanaman menunjukkan bahwa pemberian kombinasi pupuk
organik dengan dosis 5.3 ton/ha pupuk kandang sapi + 138.1 kg/ha guano + 8.2
dengan kontrol dan perlakuan lainnya. Penurunan lebar tajuk dialami oleh hampir
setiap perlakuan pada umur 6 MST. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan
lebar tajuk maksimal terjadi di minggu ke-5. Pada minggu ke-5 mulai adanya
pembentukan umbi sehingga terjadi pengalokasian asimilat hara ke bagian
tanaman yang berperan sebagai sink (umbi).
Laju Asimlasi Bersih berkaitan erat dengan banyaknya jumlah klorofil
yang dikandung oleh tanaman sehingga dapat meningkatkan produk hasil
fotosintesis (Loveless, 1991). Pada penelitian ini, LAB yang dihasilkan oleh
seluruh perlakuan kombinasi pupuk organik cenderung rendah di 2-4 MST. Akan
tetapi mengalami peningkatan dan berada di atas kontrol di 4-6 MST. Ini diduga
karena faktor dari penyediaan pupuk organik membutuhkan waktu yang lama
untuk bisa menyediakan hara bagi tanaman. Sutanto (2002) menyatakan nitrogen
dan unsur hara lain yang dikandung pupuk organk dilepaskan secara
perlahan-lahan. Penggunaan secara berkesinambungan akan banyak membantu dalam
membangun kesuburan tanah, terutama apabila dilaksanakan dalam waktu
panjang.
Rasio bobot kering tajuk/akar rata-rata mengalami kenaikan pada setiap
minggu. Rasio bobot kering tajuk/akar yang tinggi menunjukkan bahwa
pertumbuhan tanaman lebih besar kearah tajuk. Pertumbuhan ujung yang baru
dirangsang oleh N, merupakan tempat pemanfaatan hasil asimilasi yang lebih kuat
dibandingkan dengan akar. Pertumbuhan ujung lebih digalakkan apabila tersedia
N dan air yang banyak sedangkan pertumbuhan akar lebih digalakkan apabila
faktor-faktor N dan air menjadi terbatas (Gardner et al., 1991).
Pemanenan destruktif berkala dilakukan pada 2, 4, dan 6 MST. Produksi
bobot basah daun pada minggu 4 dan 6 MST dan total bobot basah daun tertinggi
dihasilkan oleh perlakuan 5.3 ton/ha pupuk kandang sapi + 138.1 kg/ha guano +
8.2 ton/ha abu sekam. Namun sebenarnya pada perlakuan 3.6 ton/ha pupuk
kandang sapi + 82.9 kg/ha guano + 5.5 ton/ha abu sekam nilai total bobot basah
daun sudah menunjukkan hasil (467.43) yang mendekati kontrol (476.15).
Sehingga dapat diketahui bahwa penggunaan perlakuan kombinasi pupuk 3.6
ton/ha pupuk kandang sapi + 82.9 kg/ha guano + 5.5 ton/ha abu sekam dapat
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pemberian kombinasi pupuk organik perlakuan 5.3 ton/ha pupuk kandang
sapi + 138.1 kg/ha guano + 8.2 ton/ha abu sekam dapat meningkatkan produksi
bobot pucuk layak jual sampai 25.67% dari perlakuan kontrol (pupuk anorganik)
dan 179.54% dari nilai terendah pada perlakuan 1.8 ton/ha pupuk kandang sapi +
27.6 kg/ha guano + 2.7 ton/ha abu sekam. Pupuk anorganik dapat digantikan oleh
pemberian kombinasi pupuk organik dengan dosis 3.6 ton/ha pupuk kandang sapi
+ 82.9 kg/ha guano + 5.5 ton/ha abu sekam, hal ini dilihat dari produksi total
pucuk kolesom organik yang menunjukkan nilai mendekati produksi pucuk total
kolesom anorganik.
Saran
Peningkatan produksi pada tanaman kolesom dapat menggunakan
DAFTAR PUSTAKA
Atmojo, S.W. 2003. Peranan Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah dan Upaya Pengelolaannya. Sebelas Maret University Press. Surakarta.
Anna, I. W. 2010. Produksi Pucuk Kolesom (Tallinum triangulare (Jacq.) Willd.) Pada Berbagai Interval Panen dan Frekuensi Pemupukan. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 41 hal.
Djauhariya E., dan Hernani. 2004. Gulma Berkhasiat Obat. Penebar Swadaya. Depok. 128 hal.
Endrizal dan J. Bobihoe. 2000. Efisiensi Penggunaan Pupuk Ntrogen dengan Penggunaan Pupuk Organik pada Tanaman Padi Sawah. http://bp2tp.litbang.deptan.go.id. [23 November 2011].
Gardner, F.P., R.B. Pearce dan R.L. Mithcell. 1991. Physiology of Crop Plants (Fisiologi Tanaman Budidaya, alih bahasa Herawati Susilo). UI-Press. Jakarta. 418 hal.
Gomez, K.A. dan A.A. Gomez. 1995. Prosedur Statistika untuk Penelitian Pertanian (diterjemahkan dari: Statistical Procedures for Agricultural Research, penerjemah: E. Sjamsudin dan J.S. Baharsjah). Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 698 hal.
Hargono, D. 2005. Menambah energi tubuh dengan bahan alami. Herba 35:18-21.
Harjadi, S. S. 1996. Pengantar Agronomi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 197 hal.
Harnani. 2008. Pengaruh Dosis Pupuk Kandang Sapi Terhadap Pertumbuhan Bibit Cabe Jawa (Piper retrofractum Vahl.) Organik. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 40 hal.
Harsono, H. 2002. Pembuatan silika amorf dari limbah sekam padi. Jurnal Ilmu Dasar 3 (2):98-103.
Hartatik, W. dan L.R., Widowati. 2006. Pupuk Kandang, hal 59-82. Dalam R. D. M. Simanungkalit, D. A. Suriadikarta, R. Saraswati, D. Setyorini, dan W. Hartatik (Eds). Pupuk Kandang. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati (Organic Fertilizer and Biofertilizer). Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Obat Indonesia; Bogor, 4-5 April 2001. Jakarta: Kelompok Kerja Nasional Tumbuhan Obat Indonesia dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. hlm 299-304.
Ilyas, S. dan Sugeng P. 2000. Analisis pemberian limbah pertanian abu sekam sebagai sumber silikat pada andisol dan oxisol terhadap pelepasan fosfor terjerap dengan teknik perunut 32p. Risalah Pertemuan Ilmiah Penulisan dan Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi.
Indrasari, A. dan A. Syukur. 2006. Pengaruh pemberian pupuk kandang dan unsur hara mikro terhadap pertumbuhan jagung pada ultisol yang dikapur. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 6(2):116-238.
Kristanto, B.A., R. Kurniantono, dan D.W. Widjajanto. 2009. Karakteristik Fotosintesis Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) dengan Aplikasi Pupuk Organik Guano. Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan.
Loveless, AR. 1991. Prinsif-Prinsif Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Marsono dan P. Sigit. 2001. Pupuk Akar, Jenis dan Aplikasinya. Penebar Swadaya. Jakarta. 96 hal.
Mualim, L., S.A. Aziz, dan M. Melati. 2009. Kajian pemupukan NPK dan jarak tanam pada produksi antosianin daun kolesom. Bul. Agron. 37(1):55-61.
Mualim, S. 2010. Respon Pertumbuhan Kolesom terhadap Pemupukan P. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 36 hal.
Murbandono, H.S.L. 1993. Membuat Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta. 44 hal.
Pieters, A.J., W. Tezara, and A. Herrera. 2003. Operation of the xanthophylls cycle and degradation of D1 protein in the inducible CAM plant, Talinum triangulare, under water deficit. Annals of Botany 92:393-399.
Rifai, M.A. 1994. Talinum triangulare (Jacq.) Willd. In: Siemonsma, J.S. & Kasem Piluek (Eds). Plant Resources of South-East Asia No 8. Vegetables. Pudoc Scientific Publishers, Wageningen. Netherlands. P. 268-269.
Santa, I.G.P. dan S.B. Prajogo. 1999. Studi Taksonomi Talinum paniculatum
Gaertn. dan Talinum triangulare Willd. Warta Tumbuhan Obat Indonesia 5(4):9-10.
Sitompul, S.M dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman.Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 367 hal.
Susanti, H. 2006. Produksi Biomassa dan Bahan Bioaktif Kolesom (Talinum triangulare) pada Berbagai Asal Bibit, Dosis Pupuk Kandang Ayam dan Komposisi Media Tanam. Tesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Susanti, H., S.A. Aziz, dan M. Melati. 2008. Produksi biomassa dan bahan aktif kolesom (Talinum triangulare (jacq) Willd) dari berbagai asal bibit dan dosis pupuk kandang ayam. Bul. Agron. 36(1):48-55.
Suriadikarta, D.A. dan R.D.M., Simanungkalit. 2006. Pendahuluan, hal 1-10.
Dalam R. D. M. Simanungkalit, D. A. Suriadikarta, R. Saraswati, D. Setyorini, dan W. Hartatik (Eds). Pupuk Kandang. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati (Organic Fertilizer and Biofertilizer). Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Sutanto, R. 2002. Penerapan pertanian organik: pemasyarakatan dan pengembangannya. Kanisius. Yogyakarta. 219 hal.
Sutedjo, M. M. 1994. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Putra. Jakarta. 176 hal.
Syukur, C dan Hernani. 2002. Budi Daya Tanaman Obat Komersil. Penebar Swadaya. Jakarta. 136 hal.
Tondok, E.T. 2006. Pemanfaatan Agens Biokontrol dan Filtrat Guano untuk Menekan Penyakit Busuk Phomopsis pada Terong. Laporan Kegiatan. LPPM, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 9 hal.
Wahyuni, S. dan E. Hadipoentyanti. 1999. Karakteristik Talinum paniculatum
Gaertn. dan Talinum triangulare Willd. Warta Tumbuhan Obat Indonesia 5:5-6.
Yuliarti, N. 2009. 1001 Cara Menghasilkan Pupuk Organik. Lily Publisher. Yogyakarta. 70 hal.
Yusuf, A.F. 2010. Potensi guano phosphate Madura.
Lampiran 1. Data Iklim Bulan Maret sampai Mei 2011
Bulan
Curah
Hujan
(mm)
Temperatur (oC) Intensitas
Penyinaran
(cal/cm2/menit)
Rata-Rata Minimal Maksimal
Maret 2011 140.0 25.7 23.8 27.0 8687
April 2011 278.4 25.9 25.0 26.9 9509
Mei 2011 361.7 26.1 23.0 32.0 9293
Sumber: Stasiun Klimatologi, Darmaga
Lampiran 2. Kriteria Sifat Fisik Kimia Tanah
Sifat Tanah Sangat
Rendah
Rendah Sedang Tinggi Sangat
Tinggi
C (%) <1 1-2 2-3 3-5 >5
N (%) <0.1 0.1-0.2 0.21-0.5 0.51-0.75 >0.75
C/N <5 5-10 11-15 16-25 >25
P2O5 HCl 25% (me/100g) <15 15-20 21-40 41-60 >60
K2O HCl 25% (me/100g) <10 10-20 21-40 41-60 >60
KTK (me/100g) <5 5-16 17-24 25-40 >40
Susunan Kation
Ca (me/100g) <2 2-5 6-10 11-20 <20
Mg (me/100g) <0.3 0.4-1 1.1-2 2.1-8.0 >8
K (me/100g) <0.1 0.1-0.3 0.4-0.5 0.6-1.0 >1
Na (me/100g) <0.1 0.1-0.3 0.4-0.7 0.8-1.0 >1
KB (%) <20 20-40 41-60 61-80 >80
pH H2O
Sangat Masam Masam Agak
Masam
Netral Agak
Alkalis
Alkalis
Lampiran 3. Hasil Analisis Tanah
No Sifat Fisik Kimia
Tanah
Hasil Analisis
No Sifat Fisik Kimia
Tanah
Hasil Analisis
1 pH H2O 4.60 10 K (me/100g) 0.10
2 pH KCl 4.10 11 Na (me/100g) 0.12
3 C-Organik (%) 2.14 12 KTK (me/100g) 8.97
4 N-Organik (%) 0.14 13 KB (%) 57.00
5 C/N 15.00 14 Al (me/100g) 0.69
6 P Bray (ppm) 56.10 15 H (me/100g) 0.26
7 P HCl 25% (ppm) 134.00 16 Pasir (%) 19.00
8 Ca (me/100g) 3.48 17 Debu (%) 13.00
9 Mg (me/100g) 1.41 18 Liat (%) 68.00
Lampiran 4. Hasil Analisis Kandungan Pupuk Kandang Sapi
No Kandungan Hasil
Analisis
No Kandungan Hasil
Analisis
1 pH 8.30 6 NO3-Organik (%) 0.01
2 Kadar Air (%) 73.11 7 N-Total (%) 0.46
3 C-Organik (%) 11.21 8 C/N 25.00
4 N-Organik (%) 0.39 9 P2O5 (%) 0.24
Lampiran 5. Hasil Analisis Kandungan Pupuk Guano
No Kandungan Jumlah No Kandungan Jumlah
1 pH 8.45 7 N-Total (%) 2.09
2 Kadar Air (%) 8.69 8 P2O5 (%) 10.43
3 C-Organik (%) 0.12 9 K2O (%) 0.07
4 N-Organik (%) 1.90 10 CaO (%) 26.72
5 N-NH4 (%) 0.19 11 MgO (%) 0.98
6 N-NO3 (%) 0.00 12 S (%) 0.02
Lampiran 6. Hasil Analisis Kandungan Abu Sekam
No Kandungan Jumlah No Kandungan Jumlah
1 pH 8.90 6 NO3-Organik (%) 0.03
2 Kadar Air (%) 15.93 7 N-Total (%) 0.16
3 C-Organik (%) 1.87 8 C/N 11.00
4 N-Organik (%) 0.09 9 P2O5 (%) 0.26
Lampiran 7. Petakan di Lapang
Keterangan:
Ukuran petakan = 4 m x 4 m Jarak tanam = 100 cm x 50 cm Total petakan = 15 petakan
OR1 = kombinasi 1.8 ton/ha pupuk kandang, 27.6 kg/ha guano, 2.7 ton/ha abu
sekam
OR2 = kombinasi 2.7 ton/ha pupuk kandang, 55.2 kg/ha guano, 4.1 ton/ha abu
sekam
OR3 = kombinasi 3.6 ton/ha pupuk kandang, 82.9 kg/ha guano, 5.5 ton/ha abu
sekam
OR4 = kombinasi 4.5 ton/ha pupuk kandang, 110.5 kg/ha guano, 6.8 ton/ha abu
sekam
OR5 = kombinasi 5.3 ton/ha pupuk kandang, 138.1 kg/ha guano, 8.2 ton/ha abu
sekam
Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 1
OR1U2 OR5U3 OR4U1
OR2U1
OR4U3 OR2U2
OR1U3 OR3U2
OR1U1
OR3U3 OR2U3
OR4U2 OR5U2
Lampiran 8. Sidik Ragam Tinggi Tanaman
SK db JK KT F hitung Pr>F KK (%)
2 MST
Ulangan 2 43.1079 21.5539 2.26 0.166 11.61
Pupuk 4 40.1783 10.0446 1.06 0.437
Galat 8 76.1387 9.5173
Total 14 159.4249
3 MST
Ulangan 2 80.2533 40.1266 8.73 0.010 6.18
Pupuk 4 65.1620 16.2905 3.54 0.060
Galat 8 36.7726 4.5966
Total 14 182.1878
4 MST
Ulangan 2 113.8722 56.9361 17.25 0.001 4.14
Pupuk 4 87.7943 21.9486 6.65 0.012
Galat 8 26.4126 3.3016
Total 14 228.0791
5 MST
Ulangan 2 34.6872 17.3436 3.31 0.090 4.58
Pupuk 4 95.9793 23.9948 4.58 0.032
Galat 8 41.9580 5.2448
Total 14 172.6246
6 MST
Ulangan 2 125.4845 62.7423 5.19 0.036 6.41
Pupuk 4 150.8376 37.7094 3.12 0.080
Galat 8 96.7173 12.0897
Total 14 373.0394
Lampiran 9. Sidik Ragam Laju Asimilasi Bersih
SK db JK KT F hitung Pr>F KK (%)
2-4 MST
Ulangan 2 0.1510 0.0755 0.64 0.551 33.91
Pupuk 4 0.9786 0.2446 2.08 0.175
Galat 8 0.9390 0.1174
Total 14 2.0686
4-6 MST
Ulangan 2 0.4650 0.2325 0.95 0.426 13.14
Pupuk 4 0.4586 0.1147 0.47 0.757
Galat 8 1.9529 0.2441
Lampiran 10. Sidik Ragam Jumlah Cabang
SK db JK KT F hitung Pr>F KK (%)
2 MST
Ulangan 2 26.1333 13.0667 9.92 0.007 18.12
Pupuk 4 8.6667 2.1667 1.65 0.254
Galat 8 10.5333 1.3889
Total 14 45.3333
3 MST
Ulangan 2 21.7333 10.8667 12.54 0.003 15.18
Pupuk 4 11.0667 2.7667 3.19 0.076
Galat 8 6.9333 0.8667
Total 14 39.7333
4 MST
Ulangan 2 8.9333 4.4667 2.60 0.135 22.85
Pupuk 4 2.2667 0.5667 0.33 0.850
Galat 8 13.7333 1.7167
Total 14 24.9333
5 MST
Ulangan 2 12.1333 6.0667 3.87 0.067 20.41
Pupuk 4 17.0667 4.2667 2.72 0.106
Galat 8 12.5333 1.5667
Total 14 41.7333
6 MST