• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberian Kombinasi Pupuk Organik sebagai Pengganti Penggunaan Pupuk Anorganik pada Pertumbuhan dan Produksi Kolesom

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemberian Kombinasi Pupuk Organik sebagai Pengganti Penggunaan Pupuk Anorganik pada Pertumbuhan dan Produksi Kolesom"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

P

PERTUM

BUHAN

DAN PRO

ODUKSI

I KOLESO

OM

SITTA A

AZMI FA

ARCHAN

NY

A24070088

DEP

PARTEME

EN AGRONOMI DAN HO

ORTIKUL

LTURA

FAKUL

LTAS PER

RTANIAN

N

INSTITUT PERTAN

NIAN BOGOR

(2)

SITTA AZMI FARCHANY. Pemberian Kombinasi Pupuk Organik

sebagai Pengganti Penggunaan Pupuk Anorganik pada Pertumbuhan dan

Produksi Kolesom (Dibimbing oleh SANDRA ARIFIN AZIZ).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kombinasi dosis pupuk organik tertentu terhadap pertumbuhan dan produksi kolesom yang berlangsung dari bulan Februari hingga Mei 2011 di kebun Percobaan Leuwikopo IPB, Dramaga, Bogor. Rancangan percobaan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 1 faktor. Kombinasi pupuk organik yang diberikan diantaranya pupuk kandang, guano (granul), dan abu sekam yang dibagi menjadi 5 taraf perlakuan. Setiap perlakuan terdiri dari 3 ulangan sehingga terdapat 15 unit percobaan ditambah 1 unit di luar rancangan percobaan dengan perlakuan pupuk anorganik (NPK) sebagai kontrol sehingga total percobaan sebanyak 18 unit percobaan. Perlakuan yang diberikan yaitu; perlakuan 1.8 ton/ha pupuk kandang sapi + 27.6 kg/ha guano + 2.7 ton/ha abu sekam, 2.7 ton/ha pupuk kandang sapi + 55.2 kg/ha guano + 4.1 ton/ha abu sekam, 3.6 ton/ha pupuk kandang sapi + 82.9 kg/ha guano + 5.5 ton/ha abu sekam, 4.5 ton/ha pupuk kandang sapi + 110.5 kg/ha guano + 6.8 ton/ha abu sekam, 5.3 ton/ha pupuk kandang sapi + 138.1 kg/ha guano + 8.2 ton/ha abu sekam.

(3)

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KOLESOM

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

SITTA AZMI FARCHANY

A24070088

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

ANORGANIK PADA PERTUMBUHAN DAN

PRODUKSI KOLESOM

Nama

: SITTA AZMI FARCHANY

NIM

: A24070088

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, M.S.

NIP. 19591026 198503 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr

NIP. 19611101 198703 1 003

(5)

Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 26 September 1989 yang merupakan putri pertama dari pasangan ayah Nurdin Desriwan, SH dan bunda Eka Palupi Rahmawati, SH.

Jejak pendidikan penulis di mulai dari TK Insan Utama pada tahun 1994 dilanjutkan ke SD Muhammadiyah selama 2 tahun, lalu pindah ke SD Negeri Kebon Pedes 1 pada tahun 1997. Penulis lulus dari sekolah dasar pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMP Negeri 5 Bogor dan melanjutkan studi di SMA Negeri 2 Bogor. Melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) penulis diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.

(6)

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kekuatan, kasih sayang, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Pemberian Kombinasi Pupuk Organik sebagai Pengganti Penggunaan Pupuk Anorganik pada Pertumbuhan dan Produksi Kolesom” yang merupakan salah satu prasyarat kelulusan Sarjana.

Pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, M.S. selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan masukan dan saran untuk usulan pelaksanaan penelitian.

2. Dr. Ir. Maya Melati, MS, M.Sc dan Dr. Ani Kurniawati, SP. M.Si selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan tulisan ini,

3. Dr. Edi Santosa selaku pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menjalani studi.

4. Bunda, Ayah, dan Adik-adik beserta seluruh keluarga besar yang selalu mendukung dalam segala aktivitas penulis.

5. Leo Mualim selaku kakak tingkat yang banyak memberikan masukan, saran, serta bimbingan.

6. Teman-teman WBA (tanty, tiara, dini, kiky ,dinis, ulil, ida, syifa, lintang, ka wastu) yang banyak memberikan motivasi. Arthur, dj, vida, fuad, pria, endang, shoni, lisa yang setia membantu panen dan menemani di laboratorium. Izzah, Dita, Ima, Dea, Linda, Andra, Ami yang menemani saat sidang.

7. Teman-teman Indybarends (AGH 44) yang menjadi teman satu perjuangan di departemen.

8. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan dapat digunakan sebagai pedoman dalam menyelesaikan tugas akhir.

Bogor, November 2011

(7)

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Hipotesis ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Taksonomi Kolesom ... 3

Budidaya dan Pertumbuhan Kolesom ... 4

Abu Sekam ... 5

Pupuk Organik ... 5

Pupuk Kandang Sapi ... 6

Guano ... 7

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 8

Bahan dan Alat ... 8

Metode Percobaan ... 8

Pelaksanaan Percobaan ... 10

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum ... 14

Hasil ... 14

Pembahasan ... 27

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 29

Saran ... 29

(8)

Nomor Halaman

1. Kombinasi Dosis Perlakuan ... 9

2. Dosis Perlakuan Pupuk Anorganik (NPK) ... 14

3. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Komponen Pertumbuhan dan Produksi ... 17

4. Tinggi Tanaman Setiap Minggu ... 19

5. Jumlah Cabang Tanaman Setiap Minggu ... 20

6. Lebar Tajuk Tanaman Setiap Minggu ... 20

7. Rasio Bobot Kering Tajuk/Akar pada 2, 4 dan 6 MST ... 23

8. Bobot Pucuk Layak Jual pada 2, 4, dan 6 MST ... 23

9. Bobot Basah dan Kering Batang pada 2, 4, dan 6 MST ... 24

10. Bobot Basah dan Kering Akar pada 2, 4, dan 6 MST ... 25

11. Bobot Basah Daun dan Tajuk pada 2, 4, dan 6 MST ... 26

(9)

Nomor Halaman

1. Bahan Setek Kolesom Siap Tanam ... 8

2. Suhu Rata-Rata, Curah Hujan, dan Intesitas Penyinaran Selama Penelitian ... 15

3. Tanaman yang Terserang Psedoumonas sp ... 16

4. Laju Asimilasi Bersih (g/cm2/hari) ... 21

5. Laju Tumbuh Relatif (g/hari) ... 22

(10)

Nomor Halaman

1. Data Iklim Bulan Maret sampai Mei 2011 ... 34

2. Kriteria Sifat Fisik Kimia Tanah ... 34

3. Hasil Analisis Tanah ... 35

4. Hasil Analisis Kandungan Pupuk Kandang Sapi ... 35

5. Hasil Analisis Kandungan Pupuk Guano ... 36

6. Hasil Analisis Kandungan Abu Sekam ... 36

7. Petakan di Lapang ... 37

8. Sidik Ragam Tinggi Tanaman ... 38

9. Sidik Ragam Laju Asimilasi Bersih ... 38

10. Sidik Ragam Jumlah Cabang ... 39

11. Sidik Ragam Laju Tumbuh Relatif ... 39

12. Sidik Ragam Lebar Tajuk ... 40

13. Sidik Ragam Rasio Bobot Kering Tajuk/Akar ... 40

14. Sidik Ragam Bobot Pucuk Layak Jual ... 41

15. Sidik Ragam Bobot Basah Akar ... 41

16. Sidik Ragam Bobot Kering Akar ... 42

17. Sidik Ragam Bobot Basah Batang ... 42

18. Sidik Ragam Bobot Kering Batang ... 43

19. Sidik Ragam Bobot Basah Daun ... 43

20. Sidik Ragam Bobot Kering Daun ... 44

21. Sidik Ragam Bobot Basah Tajuk ... 44

22. Sidik Ragam Bobot Kering Tajuk ... 45

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang terletak di kawasan tropis yang terkenal

dengan keanekaragaman flora dan faunanya. Terdapat banyak tumbuhan maupun

tanaman yang berkhasiat untuk menyembuhkan beberapa jenis penyakit. Menurut

Syukur dan Hernani (2002), di Indonesia terdapat 30 dari 40 ribu tumbuhan dunia,

26% telah dibudidayakan dan lebih dari 904 jenis digunakan sebagai obat

tradisional. Djauhariya dan Hernani (2004) menambahkan, pemanfaatan

tumbuhan obat merupakan warisan nenek moyang sejak dahulu kala. Sebagian

besar tumbuhan telah banyak menarik perhatian ilmuwan untuk diteliti lebih

lanjut terutama tumbuhan yang bermanfaat untuk pengobatan berbagai jenis

panyakit, diantaranya penyakit alergi, penyakit metabolit, dan penyakit

degeneratif yang berkaitan dengan proses penuaan. Lebih lanjut Budiono (2004)

menyatakan, seiring dengan semakin bertambahnya kesadaran masyarakat untuk

menerapkan pola hidup kembali ke alam, memberikan peluang untuk

perkembangan tanaman obat.

Kolesom (Talinum triangulare (Jacq) Wild.) termasuk salah satu tanaman

obat yang dapat digunakan sebagai bahan baku obat tradisional. Tanaman ini

memang belum banyak dikenal oleh masyarakat secara luas, namun memiliki

potensi besar untuk dikembangkan karena kegunaan dan khasiatnya yang sangat

penting. Hernani et al. (2001) menyatakan, selain dapat dikonsumsi sebagai

sayuran, daun kolesom dapat menjadi anti inflamasi pada bagian yang sakit akibat

pukulan atau jatuh dengan cara diremas. Syukur dan Hernani (2002)

menambahkan bahwa kolesom berkhasiat sebagai obat radang paru-paru, gugup,

demam, keringat dingin, peradangan, obat pencernaan, dan dikonsumsi sebagai

sayuran. Bagian tanaman kolesom yang berkhasiat obat adalah daun, akar, dan

umbi.

Produksi kolesom dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor

tersebut adalah faktor lingkungan, misalnya ketersediaan unsur hara pada media

tanam. Peningkatan ketersediaan hara pada media tanam dapat dilakukan melalui

(12)

ton/ha merupakan dosis terbaik yang menghasilkan bobot kering daun dan bobot

kering umbi tertinggi (Susanti et al., 2006). Selain itu, pupuk organik dapat

memacu dan meningkatkan populasi mikroba di dalam tanah jauh lebih besar

daripada pemberian pupuk kimia (Sutanto, 2002). Komposisi media yang tepat

merupakan salah satu syarat keberhasilan budidaya tanaman khususnya budidaya

dalam wadah. Hasil penelitian menunjukkan, penggunaan media dengan

komposisi tanah:arang sekam (3:2/v:v) menghasilkan biomassa tertinggi (Susanti,

2006).

Penelitian sebelumnya mengenai budidaya kolesom menggunakan pupuk

anorganik menghasilkan produksi pucuk terbaik dengan perlakuan 800 kg

SP-18/ha (Mualim, 2010) dan 150 kg urea/ha dan 150 kg KCl/ha (Anna, 2010).

Penggunaan pupuk organik sebagai pengganti pupuk anorganik dilakukan sebagai

usaha meminimalisir dampak dari penggunaan pupuk anorganik yang kurang

baik, akan tetapi belum diperoleh informasi mengenai kombinasi dosis kombinasi

pupuk organik yang tepat. Untuk itu perlu dilakukan penelitian mengenai dosis

kombinasi pupuk organik terbaik yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi

kolesom serta dapat diaplikasikan untuk budidaya kolesom.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kombinasi dosis

pupuk organik tertentu terhadap pertumbuhan dan produksi kolesom.

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat perlakuan

kombinasi pupuk organik yang tepat pada pertumbuhan dan produksi kolesom

(13)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani dan Taksonomi Kolesom

Tanaman obat Kolesom termasuk ke dalam klasifikasi divisi

Magnoliophyta (tumbuhan berbunga), kelas Magnoliopsida (berkeping

dua/dikotil), anak kelas Caryophyllidae, ordo Caryophyllales, family

Portulacaceae, genus Talinum dan spesies triangulare Willd. (Syukur dan

Hernani, 2002) serta termasuk ke dalam tanaman yang memiliki lintasan inducible

metabolism CAM (Crassulacean Acid Metabolism) (Pieters et al., 2003).

Kolesom merupakan tanaman herba tahunan yang tumbuh tegak dengan

tinggi 30-100 cm, batang berbentuk bulat, pangkal berwarna ungu kemerahan,

sedangkan batang muda berwarna hijau (Wahyuni dan Hadipoentyanti, 1999).

Daun kolesom berbentuk oblongatus-spatulatus, berwarna hijau muda, tebal

berdaging, filotaksis spiral dan kadang-kadang berhadapan. Secara anatomi

daunnya memiliki tipe dorsivental, stomata parasitik (epidermis atas dan bawah),

parenkim daun (jaringan spons) yang mengandung kristal kalsium oksalat bentuk

roset dan kelenjar minyak atsiri, dan berkas pembuluh kolateral. Bunga kolesom

berwarna merah jambu keunguan yang mekar pada pagi hari pukul 09.00. Tangkai

bunga berbentuk segitiga dan bunga jantan dalam tandan (racemes). Buah

berbentuk bulat memanjang berwarna hijau kekuningan dan berisikan biji hitam

gepeng berdiameter 1 ± mm. Akarnya menebal menyerupai gingseng (Santa dan

Prajogo, 1999) dan sistem perakarannya berupa akar tunggang (Rifai, 1994).

Spesies Talinum paniculatum atau biasa disebut dengan som jawa yang

mirip dengan kolesom sehingga masyarakat seringkali tidak dapat

membedakannya. Perbedaannya terletak pada ciri-ciri morfologisnya yaitu

filotaksis, tipe inflorensi, bentuk buah, warna, dan waktu bunga mekar. Som jawa

memiliki filotaksis yang berhadapan, tipe inflorensi malai dengan tangkai bunga

bersudut tumpul, buah berbentuk kapsul (bulat dan berwarna merah-cokelat), dan

bunga mekar pada sore hari (Santa dan Prajogo, 1999).

Bagian utama kolesom yang biasa digunakan untuk diambil manfaatnya

adalah umbi dan daun (pucuk). Pucuk kolesom mengandung antosianin dan

(14)

sayuran (Mualim et al., 2009). Manfaat umbi kolesom untuk mengobati

neurasthenia (kelelahan tubuh), debilitas (kelemahan tubuh) dalam penyembuhan

dari penyakit kronik (Hargono, 2005).

Budidaya dan Pertumbuhan Kolesom

Bahan perbanyakan kolesom dapat menggunakan biji yang disemaikan

terlebih dahulu dengan cara disebarkan atau ditumbuhkan dalam bak pasir dengan

sistem garis atau disebar rata (Susanti, 2006). Penelitian sebelumnya oleh Susanti

et al. (2008) mengenai kolesom menunjukkan bahwa setek merupakan asal bibit

yang menghasilkan biomassa tertinggi, dengan media tanah:arang sekam (3:1/v:v)

dan pupuk dasar 5 ton/ha pupuk kandang ayam dengan menggunakan wadah

tempat tanam berupa polybag.

Berdasarkan hasil penelitian Mualim et al. (2009), bahan setek dapat

diambil dari pohon induk kolesom yang telah berbunga. Setek batang sepanjang

6-7 cm diambil dari bagian tengah batang tua yang telah dibuang daun-daunnya.

Penanaman dilakukan apabila bibit yang berasal dari setek batang telah berdaun 2

helai dan membuka sempurna (± 5–7 hari setelah semai). Pemeliharaan tanaman berupa penyiraman dilakukan sesuai dengan kondisi di lapangan. Pencegahan

serangan bakteri Pseudomonas sp. dapat dilakukan melalui penyemprotan

bakterisida dan fungisida. Bakterisida yang digunakan berbahan aktif streptomisin

sulfat 20% diberikan setiap satu minggu sekali dengan konsentrasi 1.67 g/l air,

sedangkan fungisida yang diberikan berbahan aktif difenokonazol 250 g/l air

diberikan setiap empat minggu sekali dengan konsentrasi 0.33 ml/l air.

Pembungaan pada kolesom mulai terbentuk pada umur 4 MST. Kolesom

yang lebih awal berbunga adalah kolesom yang berasal dari setek dan diberi

pupuk kandang ayam 15 ton/ha. Pada umur 5 MST, seluruh tanaman kolesom

telah berbunga. Bibit asal setek menghasilkan rata-rata tinggi, LTR dan LAB

tanaman terbaik beturut-turut sebesar 136, 103, dan 112% lebih tinggi

dibandingkan tinggi tanaman yang berasal dari bibit benih. Namun untuk

pertumbuhan jumlah daun kolesom asal benih lebih tinggi 143% dibandingkan

tanaman kolesom asal setek (Susanti et al., 2008).

(15)

Abu Sekam

Sekam padi adalah bagian terluar dari bulir padi, yang merupakan hasil

sampingan saat proses penggilingan padi dilakukan. Sekitar 20% dari bobot padi

adalah sekam padi dan kurang lebih 15% dari komposisi sekam adalah abu sekam

yang selalu dihasilkan setiap kali sekam dibakar (Harsono, 2002). Sutanto (2002)

menambahkan bahwa sekam padi secara nyata mempengaruhi sifat kimia, fisik,

dan biologi tanah.

Penggunaan abu sekam pada lahan pertanian selain sebagai sumber silikat

juga merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi pencemaran lingkungan

oleh limbah pertanian di sekitar lokasi penggilingan padi dan sekaligus sebagai

upaya pengembalian sisa panen ke areal pertanian. Pemberian abu sekam sebagai

sumber silikat pada tanah Andisol dan Oxisol dapat melepaskan fosfor terjerap

(Ilyas et al., 2000).

Pupuk Organik

Pupuk organik adalah nama kolektif untuk semua jenis bahan organik asal

tanaman dan hewan yang dapat dirombak menjadi hara tersedia bagi tanaman.

Dalam Pementan No.2/Pert/Hk.060/2/2006, tentang pupuk organik dan pembenah

tanah, dikemukakan bahwa pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau

seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari tanaman dan atau hewan

yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang

digunakan mensuplai bahan organik untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan

biologi tanah (Suriadikarta dan Simanungkalit, 2006).

Senyawa atau unsur-unsur organik yang merupakan kandungan utama

pupuk organik dapat dimanfaatkan oleh tanaman setelah melalui proses

dekomposisi di dalam tanah, sehingga cara aplikasi yang efektif pupuk organik

adalah dengan memasukkannya ke dalam tanah (Marsono dan Sigit, 2001). Hanya

saja penggunaan pupuk organik memerlukan jumlah yang sangat banyak untuk

memenuhi kebutuhan unsur hara dari suatu pertanaman, bersifat ruah baik dalam

pengangkutan dan penggunaannya di lapangan serta kemungkinan akan

menimbulkan kekahatan unsur hara apabila bahan organik yang diberikan belum

(16)

Pupuk organik mampu menggemburkan lapisan permukaan tanah,

meningkatkan populasi jasad renik, mempertinggi daya serap dan daya simpan air

yang menyebabkan kesuburan tanah meningkat (Yuliarti, 2009). Pupuk kandang

yang berasal dari kotoran sapi atau ayam merupakan pupuk organik yang umum

digunakan dan merupakan bahan pembenah tanah yang paling baik dibanding

bahan pembenah lainnya dalam pemupukan organik, tetapi hanya mampu

memberikan unsur hara dalam jumlah terbatas (Sutanto, 2002).

Pupuk Kandang Sapi

Pupuk kandang didefinisikan sebagai semua produk buangan dari binatang

peliharaan yang dapat digunakan untuk menambah hara memperbaiki sifat fisik,

dan biologi tanah (Hartatik dan Widowati, 2006). Tidak semua pupuk kandang

sapi berasal dari kotoran murni, namun biasanya telah bercampur dengan sisa

pakan, air kencing, dan alas ternak (jerami). Mutu pupuk kandang sapi yang benar

harus memperhatikan keadaan alas kandang dan cara penyimpanannya, sehingga

akan menentukan jumlah hara yang dapat digunakan tanaman (Atmojo, 2003).

Pupuk kandang sapi mempunyai kadar serat yang tinggi. Berdasarkan hasil

pengukuran parameter C/N rasio, pupuk kandang sapi memiliki C/N rasio lebih

dari 40 (Hartatik dan Widowati, 2006). Tingginya kadar C dalam pupuk kandang

sapi menghambat penggunaan langsung ke lahan pertanian karena akan menekan

pertumbuhan tanaman utama. Penekanan pertumbuhan terjadi karena mikroba

dekomposer akan menggunakan N yang tersedia untuk mendekomposisi bahan

organik tersebut sehingga tanaman utama akan kekurangan N. Memaksimalkan

penggunaan pupuk kandang sapi harus dilakukan pengomposan agar menjadi

kompos pupuk kandang sapi dengan rasio C/N di bawah 20 (Simanungkalit et al.,

2006)

Menurut Sutedjo (1994), pupuk kandang sapi merupakan pupuk padat

yang banyak mengandung air dan lendir. Pupuk ini termasuk jenis pupuk yang

proses penguraiannya berlangsung sangat lambat sehingga tidak terbentuk panas.

Berdasarkan penelitian Indrasari dan Syukur (2006), pemberian pupuk kandang

sapi sampai dengan 30 ton/ha masih meningkatkan kandungan bahan organik, Zn

(17)

Penelitian Harnani (2008) menunjukkan bahwa perlakuan pupuk kandang

sapi secara nyata meningkatkan jumlah daun dan buku tanaman cabe jawa.

Jumlah daun dan jumlah buku meningkat secara kuadratik dengan pertambahan

dosis pupuk kandang sapi. Dosis optimum pupuk kandang sapi untuk jumlah daun

dan jumlah buku tanaman cabe jawa adalah 536 dan 531 g/10 kg tanah.

Guano

Pupuk guano adalah pupuk yang berasal dari kotoran kelelawar dan sudah

mengendap lama di dalam gua dan telah bercampur dengan tanah dan bakteri

pengurai. Fosfat guano merupakan hasil akumulasi sekresi burung pemakan ikan

dan sekresi kelelawar yang terlarut dan bereaksi dengan batu gamping karena

pengaruh air hujan dan air tanah. Berdasarkan tempatnya, endapan fosfat guano

terdiri dari endapan permukaan dan bawah gua (Yusuf, 2010).

Kandungan utama dari guano yakni unsur N dan P, namun ada pula guano

yang mengandung unsur K (Yuliarti, 2009). Lebih tepatnya guano mengandung

unsur N 2.09 %, P 10.43 %, K 0.07 %, Ca 26.72 %, Mg 0.98 %, dan S 0.02 %

(Tabel Lampiran 5). Selain mengandung banyak nutrisi, guano juga berperan

sebagai sumber dari berbagai bakteri yang berperan sebagai agen hayati untuk

menekan terjadinya hama dan penyakit pada tanaman.

Pupuk organik guano lama berada dalam tanah, meningkatkan

produktivitas tanah dan menyediakan makanan bagi tanaman lebih lama daripada

pupuk kimia buatan (Endrizal dan Bobihoe, 2000). Sekitar 1.000 gua di Indonesia

diprediksi berpotensi sebagai tempat deposit guano, sehingga guano menjadi salah

(18)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo, Institut

Pertanian Bogor, Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari

sampai dengan Mei 2011.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah 640 setek kolesom (Gambar 1), arang

sekam (2 ton/ha), pupuk kandang, guano (granul) dan abu sekam. Peralatan yang

digunakan berupa bambu, timbangan, oven, penggaris, pisau, serta alat-alat

pertanian.

Metode Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah

Rancangan Acak Kelompok (RAK) satu faktor. Perlakuan yang diberikan yaitu

pemupukan dengan kombinasi pupuk kandang, guano, dan abu sekam (Tabel 1).

(19)

Perlakuan pembanding ditanam di luar rancangan percobaan, yaitu perlakuan

anorganik dengan dosis 100 kg/ha urea, 120 kg/ha SP-36, dan 100 kg/ha KCl

sehingga total percobaan sebanyak 18 unit percobaan. Berikut dosis perlakuan

yang digunakan :

Tabel 1. Kombinasi Dosis Perlakuan

Perlakuan

Dosis Pupuk Kandang Sapi1

(ton/ha)

Guano2 (kg/ha)

Abu Sekam3 (ton/ha)

1 1.8 27.6 2.7

2 2.7 55.2 4.1

3 3.6 82.9 5.5

4 4.5 110.5 6.8

5 5.3 138.1 8.2

1

Kandungan N 1.29 %. 2Kandungan P2O5 26.07 %. 3Kandungan K2O 1.10 %.

Dosis perlakuan kombinasi pupuk organik diperoleh dengan cara

mengkonversi dari dosis perlakuan pupuk anorganik. Pupuk kandang sapi

menggantikan pupuk urea, pupuk guano menggantikan pupuk SP-36 sedangkan

abu sekam menggantikan KCl. Berikut dosis perlakuan pupuk anorganik yang

menjadi acuan penggunaan dosis kombinasi pupuk organik :

Tabel 2. Dosis Perlakuan Pupuk Anorganik (NPK)

Perlakuan Dosis

Urea1 (kg/ha) SP-362 (kg/ha) KCl3 (kg/ha)

1 50 40 50

2 75 80 75

3 100 120 100

4 125 160 125

5 150 200 150

1

Kandungan N 46 %. 2Kandungan P2O5 36 %. 3Kandungan K2O 60 %.

Model matematika yang digunakan untuk analisis statistik masing-masing

(20)

Yij= µ + αi+ βj+ εij (i = 1, 2, 3, 4, 5 ; j = 1, 2, 3)

Keterangan :

Yij = Nilai pengamatan perlakuan pupuk organik ke-i dan kelompok ke-j

µ = Rataan umum

αi = Pengaruh perlakuan pemupukan organik ke-i βj = Pengaruh kelompok ke-j

εij = Pengaruh galat percobaan perlakuan pemupukan organik ke-i, dan kelompok ke-j

i = 1, 2, 3, 4, dan 5 untuk perlakuan pemupukan organik

j = 1, 2, dan 3 sebagai kelompok/ulangan

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dan pada

pengaruh yang berbeda nyata, dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test

(DMRT) pada taraf kesalahan 5 % (Gomez and Gomez, 1995). Khusus untuk

melihat perbandingan antara kontrol dengan ketiga perlakuan lainnya, setelah data

dianalisis menggunakan sidik ragam, maka dilanjutkan dengan uji lanjut Dunnett.

Pelaksanaan Percobaan Persiapan Lahan

Lahan yang digunakan untuk penelitian, sebelumnya disiangi terlebih

dahulu dari gulma-gulma yang tumbuh. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan

adanya hama dan penyakit yang menyerang. Tanah digemburkan lalu dibuat

petakan dengan ukuran 4 m x 4 m dengan jarak antar baris adalah 100 cm dan

dalam baris adalah 50 cm mengacu pada Mualim et al. (2009), sehingga terdapat

32 tanaman/petak. Arang sekam yang digunakan sebanyak 2 ton/ha (3 kg/petak)

diberikan dengan cara dilarik per baris tanam dilakukan 2 minggu sebelum

tanaman dipindah ke lapang. Murbandono (1993) menjelaskan, bahwa arang

sekam digunakan untuk meningkatkan suhu dan pH tanah, meningkatkan

kapasitas tukar kation (KTK) tanah, dan mencegah pengaruh penyakit khususnya

(21)

Pemupukan

Perlakuan pupuk organik yang diberikan yaitu kombinasi pupuk kandang

sapi, guano, dan abu sekam dengan dosis setelah dikonversi yang dapat dilihat di

Tabel 1.

Penanaman

Penanaman setek kolesom dilakukan setelah dua minggu dari aplikasi abu

sekam, guano dan pupuk kandang. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan waktu

agar terjadi dekomposisi bahan organik. Sebelum ditanam, setek kolesom

direndam dengan bakterisida yang mengandung bahan aktif streptomisin sulfat

dengan konsentrasi 2 g/l air dan fungisida berbahan aktif mankozeb dengan

konsentrasi 3 g/l air selama 10 detik. Perlakuan dilakukan sesuai dengan dosis

yang telah ditentukan.

Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman berupa penyiraman yang dilakukan pada saat

diperlukan. Pengendalian penyakit dengan memberikan fungisida dan bakterisida

diawal penanaman setek.

Pemanenan

Panen destruktif dilakukan pada umur 2, 4, dan 6 MST. Kolesom yang

dipanen sebanyak 1 tanaman per perlakuan dengan cara mencabut seluruh

tanaman secara hati-hati untuk menjaga keutuhan tanaman.

Pengamatan

Komponen-komponen pengamatan yang dilakukan dibagi menjadi

komponen pertumbuhan dan produksi.

Komponen pertumbuhan terdiri atas:

1. Tinggi tanaman (cm)

Pengamatan tinggi tanaman dilakukan setiap minggu, mulai dari 2 sampai

6 MST dengan cara mengukur tanaman dari bagian tanaman di atas tanah

(22)

2. Jumlah cabang

Data jumlah cabang diperoleh dengan menghitung jumlah cabang yang

tumbuh pada batang utama.

3. Lebar tajuk

Lebar tajuk diukur menggunakan meteran lalu mencatat angka yang

ditunjukkan meteran sebagai diameter tajuk.

4. Rasio bobot tajuk/akar

Rasio bobot tajuk/akar didapatkan dari hasil pembagian bobot kering tajuk

dengan bobot kering akar yang dilakukan pada 2, 4, dan 6 MST.

5. Rata-rata laju tumbuh relatif (Relative Growth Rate/LTR) yang diukur pada 2,

4, dan 6 MST.

LTR adalah peningkatan bobot kering dalam kurun waktu tertentu.

Perhitungan LTR dilakukan dengan rumus berikut

���

=

� −� (g/hari)

Keterangan: W1 = bobot kering tanaman pada waktu t1

W2 = bobot kering tanaman pada t2

Pengukuran LTR dilakukan dengan mendestruksi atau mencabut satu tanaman

di luar tanaman contoh per petak.

6. Rata-rata laju asimilasi bersih (Net Assimilation Rate/LAB).

LAB merupakan hasil bersih dari hasil asimilasi per satuan luas daun dan

waktu. Laju rata-rata asimilasi bersih dihitung dengan rumus sebagai berikut

� = −

� − � (� / �� )

Keterangan: W1= bobot kering tanaman pada waktu t1

W2= bobot kering tanaman pada waktu t2

A1= luas daun total pada waktu t1

(23)

7. Bobot pucuk layak jual

Pucuk yang layak untuk dijual diukur sesuai kriteria pemanenan yaitu 15

cm dari ujung daun kolesom yang ditegakkan. Setelah itu ditimbang dengan

menggunakan timbangan analitik.

8. Bobot basah dan kering akar

Perhitungan bobot basah dan kering dilakukan pada umur 2, 4, dan 6 MST.

Bobot basah ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik, sedangkan

bobot kering ditimbang setelah akar dioven pada suhu 105oC selama 2 hari.

9. Bobot basah dan kering batang

Perhitungan bobot basah dan kering batang dilakukan pada umur 2, 4, dan

6 MST. Bobot basah ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik,

sedangkan bobot kering ditimbang setelah batang dioven pada suhu 105oC

selama 2 hari.

10.Bobot basah dan kering daun

Perhitungan bobot basah dan kering batang dilakukan pada umur 2, 4, dan

6 MST. Bobot basah ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik,

sedangkan bobot kering ditimbang setelah daun dioven pada suhu 105oC

selama 2 hari.

11.Bobot basah dan kering tajuk

Perhitungan bobot basah dan kering batang dilakukan pada umur 2, 4, dan

6 MST. Bobot basah ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik,

sedangkan bobot kering ditimbang setelah tajuk dioven pada suhu 105oC

(24)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Konidisi Umum Penelitian

Berdasarkan hasil Laboratorium Balai Penelitian Tanah yang dilakukan

sebelum aplikasi perlakuan didapatkan hasil bahwa pH H2O tanah termasuk

masam dengan nilai 4.6 dan pH KCl tergolong sangat masam dengan nilai 4.1.

Rasio perbandingan C/N termasuk sedang yaitu 15. Kapasitas Tukar Kation

(KTK) menunjukkan nilai rendah dengan nilai sebesar 8.97 Cmol(+)/kg.

Kejenuhan basa yang terkandung pada tanah sebesar 57% sehingga tergolong

tinggi. Tekstur tanah termasuk liat dengan komposisi pasir 19%, debu 13%, dan

liat 68%.

Persiapan penelitian dan penelitian berlangsung dari bulan Februari

sampai dengan pertengahan bulan Mei 2011. Selama penelitian berlangsung curah

hujan sebesar 6.5 mm/hari sedangkan suhu rata-rata sebesar 25.8 oC dengan

intensitas penyinaran sebesar 302 cal/cm2/menit (Gambar 2). Hal ini

menunjukkan intensitas curah hujan yang cukup tinggi sehingga kelembaban pun

tinggi dan menyebabkan tanaman mengalami serangan Psedoumonas sp.

Tindakan pencegahan serangan bakteri dengan melakukan perendaman

stek batang dengan bakterisida yang mengandung bahan aktif streptomisin sulfat

dengan konsentrasi 2 g/l air dan fungisida berbahan aktif mankozeb dengan

konsentrasi 3 g/l air selama 10 detik. Bagian dalam batang tanaman yang

mengalami serangan bakteri menunjukkan warna kemerah-merahan. Lambat laun

akan mengalami kematian yang juga membuat bentuk daun menggulung ke dalam

(Gambar 3). Pencegahan penyebaran penyakit pada tanaman dilakukan dengan

(25)

24,5 25 25,5 26 26,5

1 2 3 4 5 6 7 8

Su h u R ata -r ata ( oC)

Minggu setelah tanam (MST)

0,0 2,0 4,0 6,0 8,0 10,0 12,0 14,0 16,0 18,0

1 2 3 4 5 6 7 8

C u rah h u jan ( m m /h ar i)

Minggu setelah tanam (MST)

0 50 100 150 200 250 300 350 400

1 2 3 4 5 6 7 8

In ten sitas P en y in ar an (ca l/c m 2/m e n it)

Minggu setelah tanam (MST) (a)

Gambar 2. (a) Suhu Rata-Rata, (b) Curah Hujan, dan (c) Intensitas Penyinaran

Selama Penelitian (b)

(26)

Gulma yang banyak ditemui di lapangan pada saat penelitian diantaranya

Cynodon dactylon dan Axonopus compresus. Penanggulangan gulma dilakukan

dengan cara mencabut gulma yang tumbuh di area penanaman. Penyulaman

dilakukan pada saat pembibitan langsung di lapang dengan cara mencabut

tanaman yang mati dan menggantinya dengan tanaman kolesom yang ditanam di

luar petak percobaan. Pembungaan awal terjadi pada umur 3 MST dan

pembungaan 75% terjadi pada saat tanaman berumur 4 MST.

(27)

Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam

Rekapitulasi Sidik Ragam dapat dilihat pada Tabel 3. Pupuk organik

berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada 3, 4 MST dan lebar tajuk pada 3

MST. Komponen produksi berpengaruh nyata diumur 6 MST terhadap bobot

basah batang dan pucuk layak jual.

Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Komponen Pertumbuhan dan Produksi

Peubah Umur (MST) Pemupukan Koefisien Keragaman (%)

Rasio Bobot Kering Tajuk/Akar

2 tn 28.67 1

4 tn 19.11 1

6 tn 24.75

Tinggi Tanaman 2 tn 11.61

3 tn 6.18

4 * 4.14

5 * 4.58

6 tn 6.41

Lebar Tajuk 2 tn 10.08

3 * 5.36

4 tn 7.66

5 tn 9.72

6 tn 10.08

Jumlah Cabang 2 tn 18.12

3 tn 15.18

4 tn 22.85

5 tn 20.41

6 tn 18.12

Laju Tumbuh Relatif 2-4 tn 27.05

1

4-6 tn 4.94 2

Laju Asimilasi Bersih 2-4 tn 33.91

1

4-6 tn 13.14 1

Bobot Basah Daun 2 tn 17.16 2

4 tn 34.77

6 tn 17.51 1

Bobot Basah Akar 2 tn 31.39

4 tn 33.98

6 tn 20.20

Bobot Basah Tajuk 2 tn 33.96

4 tn 18.19 1

6 tn 19.16 1

Bobot Basah Batang 2 tn 30.40

4 tn 20.01

6 * 23.23

Bobot Basah Pucuk Layak

Jual 2 tn 31.26

4 tn 21.47 1

(28)

Peubah Pengamatan Umur (MST) Pemupukan Koefisien Keragaman (%)

6 * 15.90

Bobot Kering Daun 2 tn 27.02

4 tn 20.23 1

6 tn 27.01

Bobot Kering Akar 2 tn 33.23

1

4 tn 24.35 1

6 tn 23.81

Bobot Kering Tajuk 2 tn 34.19

4 tn 18.80 1

6 tn 24.18

Bobot kering Batang 2 tn 21.27 1

4 tn 18.12 1

6 tn 13.08

Bobot kering Pucuk Layak Jual

2 tn 26.28

4 tn 30.15

6 tn 28.96

Keterangan: (tn) Tidak berbeda nyata; (1) hasil transformasi ; (2)hasil trasformasi �+ 0.5.

Pengaruh Pupuk Organik terhadap Komponen Pertumbuhan Kolesom Tinggi Tanaman

Perlakuan kombinasi pupuk organik berpengaruh nyata terhadap tinggi

tanaman dan lebar tajuk, sedangkan pada peubah rasio bobot kering tajuk/akar,

jumlah cabang, laju tumbuh relatif dan laju asimilasi bersih kombinasi pemupukan

menunjukkan pengaruh yang tidak nyata.

Secara keseluruhan tanaman kolesom mengalami peningkatan tinggi

selama penelitian. Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa tinggi tanaman menunjukkan

beda nyata tertinggi pada umur 4 dan 5 MST. Perlakuan 5.3 ton/ha pupuk

kandang sapi + 138.1 kg/ha guano + 8.2 ton/ha abu sekam memiliki nilai rata-rata

nyata tertinggi berturut-turut sebesar 11.45, 11.95, 12.32, dan 10.85%

dibandingkan dengan perlakuan lain selama pengamatan berlangsung kecuali pada

umur 2 MST. Berdasarkan uji Dunnett pada umur 4 dan 5 MST perlakuan 5.3

ton/ha pupuk kandang sapi + 138.1 kg/ha guano + 8.2 ton/ha abu sekam tinggi

tanaman menunjukkan nyata tertinggi sebesar 15.59 dan 18.03% dibanding

kontrol. Hal ini karena tinggi tanaman meningkat dengan semakin banyaknya

(29)

Tabel 4. Tinggi Tanaman Setiap Minggu

Umur Perlakuan

1 2 3 4 5 Kontrol

2 MST 24.79 27.81 24.89 28.98 26.33 24.90 3 MST 31.41 35.07 33.67 35.50 37.71 34.53 4 MST 40.49c 43.09bc 43.14bc 44.60b 47.89a+ 41.43

5 MST 47.41b 48.93b 49.25b 49.81b 54.85a+ 46.47

6 MST 49.52 53.12a 53.17 56.57 58.73 50.67 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan

perbedaan yang nyata menurut DMRT 0.05; Huruf yang diikuti oleh tanda (+) menunjukkan berbeda nyata antara perlakuan dan kontrol pada 5% berdasarkan uji Dunnett.

Jumlah Cabang

Jumlah cabang tertinggi ditunjukkan pada perlakuan 4.5 ton/ha pupuk

kandang sapi + 110.5 kg/ha guano + 6.8 ton/ha abu sekam untuk setiap

minggunya kecuali pada umur 4 MST mengalami penurunan. Umur 3 MST semua

perlakuan yang mengalami penurunan kecuali perlakuan 3.6 ton/ha pupuk

kandang sapi + 82.9 kg/ha guano + 5.5 ton/ha abu sekam yang mengalami

kenaikan dan menunjukkan nilai tertinggi dibandingkan dengan perlakuan

lainnya. Walaupun secara statistik peubah jumlah cabang tanaman menunjukkan

perbedaan yang tidak nyata.

Jumlah cabang mempengaruhi produksi daun, semakin banyak cabang

maka semakin banyak daun yang diproduksi dan juga akan berpengaruh terhadap

Laju Asimilasi Bersih (LAB) tanaman. Jumlah cabang tanaman mengalami

peningkatan pada umur 4-5 MST. Akan tetapi terjadi penurunan dibeberapa

perlakuan sebesar 5.38 % pada umur 2-3, 3-4, dan 5-6 MST. Penurunan jumlah

cabang diduga karena adanya pembungaan dan pembentukan umbi yang terjadi

pada tanaman, sehingga unsur hara yang terserap dialokasikan untuk

(30)
[image:30.595.83.515.14.822.2]

Tabel 5. Jumlah Cabang Tanaman Setiap Minggu

Umur Tanaman

Perlakuan

1 2 3 4 5 Kontrol

2 MST 6.33 5.00 6.67 7.33 6.33 5.67

3 MST 6.00 4.67 7.00 7.00 6.00 5.67

4 MST 5.67 5.33 6.00 6.33 5.33 5.67

5 MST 6.67 4.00 6.67 6.67 6.67 5.33

6 MST 6.33 5.00 6.67 7.33 6.33 5.00

Rata-Rata

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata menurut DMRT 0.05; Huruf yang diikuti oleh tanda (+) menunjukkan berbeda nyata antara perlakuan dan kontrol pada 5% berdasarkan uji Dunnett.

Lebar Tajuk

Lebar tajuk tanaman mengalami pertumbuhan maksimal di minggu ke-5.

Kombinasi pupuk organik memberikan pengaruh nyata terhadap lebar tajuk

tanaman di umur 3 MST pada perlakuan 5.3 ton/ha pupuk kandang sapi + 138.1

kg/ha guano + 8.2 ton/ha abu sekam dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Tanaman kolesom setelah umur 5 MST serentak mengalami penurunan lebar tajuk

tanaman, hal ini dimungkinkan adanya perbahan tanaman yang diakibatkan oleh

curah hujan yang tinggi (Lampiran 1).

Tabel 6. Lebar Tajuk Tanaman Setiap Minggu

Umur Tanaman Perlakuan

1 2 3 4 5 Kontrol

2 MST 30.15 30.69 34.12 31.87 34.14 32.59

3 MST 36.89b 40.67ab 43.57a 42.65a 44.03a 41.29

4 MST 50.44 52.64 54.75 52.76 57.53 58.29

5 MST 52.38 62.81 58.95 56.82 60.93 63.24

6 MST 30.15 30.69 34.12 31.87 34.14 63.32

Rata-Rata

(31)

Laju Asimilasi Bersih (LAB)

Pada penelitian ini tidak ada pengaruh nyata antara kombinasi pupuk

organik yang diberikan terhadap LAB dan LTR. Akan tetapi LAB mengalami

penurunan di minggu 4-6 MST (Gambar 4). Laju asimilasi bersih kontrol

menunjukkan nilai paling tinggi di usia 2-4 MST. Hal ini diduga bahwa

penyediaan unsur hara oleh pupuk anorganik lebih cepat tersedia. Pada minggu

4-6 MST kombinasi pupuk organik menunjukkan peningkatan dan cenderung lebih

tinggi dibandingkan dengan kontrol. Penyediaan hara pupuk organik lebih lambat

(slow release) bagi tanaman karena melalui berbagai proses perubahan terlebih

[image:31.595.95.525.98.596.2]

dahulu (Yuliarti, 2009).

Gambar 4. Laju Asimilasi Bersih (g/cm2/hari)

Laju Tumbuh Relatif (LTR)

LTR berfungsi untuk mengukur kemampuan tanaman menghasilkan bahan

kering per satuan bahan kering awal (Sitompul dan Guritno, 1995). Pemberian

kombinasi pupuk menunjukkan hasil LTR yang berbeda-beda sesuai dengan dosis

yang diberikan (Gambar 4). Nilai LTR terendah dimiliki oleh perlakuan 1.8 ton/ha

pupuk kandang sapi + 27.6 kg/ha guano + 2.7 ton/ha abu sekam diminggu 2-4 dan

4-6 MST. Penurunan nilai LTR terjadi pada semua perlakuan diminggu 4-6 MST. 0,34

1

0,58

0,36 0,33 0,32

0,58

0,7 0,72

0,33

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2

1 2 3 4 5

2-4 MST 4-6 MST

Kontrol 4-6 MST

(32)

Memperkuat penelitian Susanti et al. (2008), pemberian kandungan hara yang

[image:32.595.110.523.115.447.2]

berbeda pada tanaman menyebabkan perbedaan nilai LTR yang dihasilkan.

Gambar 4. Laju Tumbuh Relatif (g/hari)

Rasio Bobot Kering Tajuk/Akar

Pemberian perlakuan kombinasi pupuk organik tidak berpengaruh nyata

terhadap rasio bobot kering tajuk/akar. Namun dengan demikian pada beberapa

perlakuan rasio bobot kering tajuk/akar mengalami kenaikan kecuali pada

perlakuan 2.7 ton/ha pupuk kandang sapi + 55.2 kg/ha guano + 4.1 ton/ha abu

sekam dan 4.5 ton/ha pupuk kandang sapi + 110.5 kg/ha guano + 6.8 ton/ha abu

sekam.

Pada umur 4 MST rasio bobot kering tajuk/akar menunjukkan rasio

tertinggi di perlakuan 3.6 ton/ha pupuk kandang sapi + 82.9 kg/ha guano + 5.5

ton/ha abu sekam, hal ini menunjukkan bahwa penyerapan unsur hara optimum

digunakan oleh tajuk dibandingkan penyerapan oleh akar. Tanaman yang

mempunyai nisbah tajuk/akar yang tinggi dengan produksi biomassa total yang

besar pada tanah yang subur secara tidak langsung menunjukkan bahwa akar yang

relatif sedikit cukup untuk mendukung pertumbuhan tanaman yang relatif besar

dalam penyediaan air dan unsur hara (Sitompul dan Guritno, 1995). 0,05

0,09

0,08

0,07 0,07

0,02 0,02

0,04 0,04

0,03

0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 0,08 0,09 0,1

1 2 3 4 5

2-4 MST 4-6 MST

Kontrol 4-6 MST

(33)

Tabel 7. Rasio Bobot Kering Tajuk/Akar pada 2, 4 dan 6 MST

Umur Tanaman Perlakuan

1 2 3 4 5 Kontrol

2 MST 11.35 17.98 14.76 14.46 11.84 13.75

4 MST 14.44 11.92 15.19 9.39 14.78 14.80

6 MST 20.52 18.35 15.89 16.88 16.89 21.99

Rata-Rata 15.44 16.08 15.28 13.58 14.50 16.85

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata menurut DMRT 0.05; Huruf yang diikuti oleh tanda (+) menunjukkan berbeda nyata antara perlakuan dan kontrol pada 5% berdasarkan uji Dunnett.

Pengaruh Pupuk Organik terhadap Produksi Kolesom Bobot Pucuk Layak Jual

Tabel 8 menunjukkan bahwa bobot pucuk layak jual mengalami

penambahan di setiap minggunya, kecuali perlakuan 1.8 ton/ha pupuk kandang

sapi + 27.6 kg/ha guano + 2.7 ton/ha abu sekam, perlakuan 2.7 ton/ha pupuk

kandang sapi + 55.2 kg/ha guano + 4.1 ton/ha abu sekam dan perlakuan 3.6 ton/ha

pupuk kandang sapi + 82.9 kg/ha guano + 5.5 ton/ha abu sekam yang mengalami

penurunan bobot di minggu ke-6.

Perlakuan pemberian kombinasi pupuk pada perlakuan 5.3 ton/ha pupuk

kandang sapi + 138.1 kg/ha guano + 8.2 ton/ha abu sekam di umur 6 MST

berpengaruh nyata 34.55% lebih tinggi dibanding perlakuan kontrol dan 179.54%

lebih tinggi dibandingkan dengan nilai terendah. Meskipun berdasarkan uji lanjut

tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.

Tabel 8. Bobot Pucuk Layak Jual pada 2, 4, dan 6 MST

Umur Tanaman

Perlakuan

1 2 3 4 5 Kontrol

2 MST 69.46 52.74 56.30 69.56 87.47 52.52

4 MST 130.74 120.98 224.10 110.52 122.06 103.91

6 MST 70.38b 94.10b 108.34b 130.64ab 196.74a 146.22

Total 270.58 267.83 388.74 310.71 406.27 302.65

(34)

Bobot Basah dan Kering Batang

Produksi bobot basah batang (Tabel 9) di umur 6 MST pada perlakuan 4.5

ton/ha pupuk kandang sapi + 110.5 kg/ha guano + 6.8 ton/ha abu sekam

memberikan hasil berpengaruh 73.86% lebih tinggi dibandingkan dengan nilai

terendah yaitu perlakuan 3.6 ton/ha pupuk kandang sapi + 82.9 kg/ha guano + 5.5

ton/ha abu sekam.

Uji lanjut terhadap produksi bobot basah; akar, daun, dan tajuk serta bobot

kering; akar, batang, daun, dan tajuk menunjukkan hasil berpengaruh tidak nyata,

namun pada beberapa peubah perlakuan 18.4 ton/ha pupuk kandang + 378 kg/ha

guano + 8.2 ton/ha abu sekam menunjukkan hasil tertinggi dibandingkan

perlakuan lainnya.

Tabel 9. Bobot Basah dan Kering Batang pada 2, 4, dan 6 MST

Umur Tanaman

Perlakuan

1 2 3 4 5 Kontrol

………..………….. Bobot Basah Batang ………..

2 MST 25.58 22.19 18.41 22.43 30.28 23.51

4 MST 39.63 44.86 37.90 35.69 44.35 47.44

6 MST 26.75b 26.57b 25.52b 46.51a 45.84a 31.68

………..………….. Bobot Kering Batang ………..

2 MST 2.56 2.33 1.84 2.23 2.13 2.86

4 MST 6.33 4.37 3.98 4.13 5.51 4.04

6 MST 3.87 4.41 4.55 5.14 4.30 4.26

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata menurut DMRT 0.05; Huruf yang diikuti oleh tanda (+) menunjukkan berbeda nyata antara perlakuan dan kontrol pada 5% berdasarkan uji Dunnett.

Bobot Basah dan Kering Akar

Produksi bobot basah akar bertambah pada umur 2 sampai 4 MST di setiap

perlakuan kombinasi pupuk organik dan serentak mengalami penurunan di umur 6

MST. Hanya perlakuan 4.5 ton/ha pupuk kandang sapi + 110.5 kg/ha guano + 6.8

ton/ha abu sekam yang terus bertambah hingga 6 MST. Bobot kering akar yang

dihasilkan tidak menunjukkan pola yang sama dengan bobot basah akar, karena

(35)

Perlakuan 1.8 ton/ha pupuk kandang sapi + 27.6 kg/ha guano + 2.7 ton/ha

abu sekam dan 2.7 ton/ha pupuk kandang sapi + 55.2 kg/ha guano + 4.1 ton/ha

abu sekam mengalami penurunan bobot kering akar di umur 6 MST, sedangkan

perlakuan 3.6 ton/ha pupuk kandang sapi + 82.9 kg/ha guano + 5.5 ton/ha abu

sekam, perlakuan 4.5 ton/ha pupuk kandang sapi + 110.5 kg/ha guano + 6.8 ton/ha

abu sekam, perlakuan 5.3 ton/ha pupuk kandang sapi + 138.1 kg/ha guano + 8.2

ton/ha abu sekam mengalami kenaikan bobot kering akar berturut-turut 47.34,

12.19, dan 11.11 %.

Tabel 10. Bobot Basah dan Kering Akar pada 2, 4, dan 6 MST

Umur Tanaman

Perlakuan

1 2 3 4 5 Kontrol

………..………….. Bobot Basah Akar ………..

2 MST 2.56 2.33 1.84 2.23 2.44 2.54

4 MST 4.04 5.51 4.63 3.98 4.38 6.33

6 MST 3.87 4.41 4.04 5.14 4.28 4.26

………..………….. Bobot Kering Akar ………..

2 MST 0.85 0.60 0.51 0.65 0.88 0.63

4 MST 1.66 3.00 1.88 2.05 2.34 2.14

6 MST 1.63 1.94 2.77 2.30 2.60 2.11

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata menurut DMRT 0.05; Huruf yang diikuti oleh tanda (+) menunjukkan berbeda nyata antara perlakuan dan kontrol pada 5% berdasarkan uji Dunnett.

Bobot Basah Daun dan Tajuk

Bobot basah daun dan tajuk mengalami kenaikan pada minggu ke-4 dan

mengalami penurunan pada minggu ke-6. Hanya saja pada perlakuan 5.3 ton/ha

pupuk kandang sapi + 138.1 kg/ha guano + 8.2 ton/ha abu sekam bobot basah dan

dan tajuk terus bertambah dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Produksi

total bobot basah daun tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan 5.3 ton/ha pupuk

kandang sapi + 138.1 kg/ha guano + 8.2 ton/ha abu sekam, akan tetapi sebenarnya

pada perlakuan 3.6 ton/ha pupuk kandang sapi + 82.9 kg/ha guano + 5.5 ton/ha

abu sekam memiliki nilai yang mendekati perlakuan kontrol. Hal ini menunjukkan

(36)

+ 5.5 ton/ha abu sekam untuk memproduksi bobot daun sudah dapat

menggantikan pemberian pupuk anorganik pada kontrol.

Produksi total bobot basah tajuk juga menunjukkan hal yang serupa,

bahkan dengan menggunakan perlakuan 3.6 ton/ha pupuk kandang sapi + 82.9

kg/ha guano + 5.5 ton/ha abu sekam sudah dapat meningkatkan 6.98% produksi

[image:36.595.111.516.243.439.2]

total bobot basah tajuk dibandingkan kontol.

Tabel 11. Bobot Basah Daun dan Tajuk pada 2, 4, dan 6 MST

Umur Tanaman

Perlakuan

1 2 3 4 5 Kontrol

………..………….. Bobot Basah Daun ………..

2 MST 38.42 34.00 48.98 78.70 37.11 40.12

4 MST 218.05 229.67 252.19 209.19 266.56 230.42

6 MST 124.91 140.42 166.26 208.89 296.99 205.61

Total 381.38b 404.10b 467.43b 496.78ab 600.66a 476.15

………..………….. Bobot Basah Tajuk ………..

2 MST 155.41 95.73 109.00 131.18 211.59 94.31

4 MST 460.30 520.80 547.90 464.90 596.50 515.10

6 MST 296.20 343.70 430.40 498.10 702.20 402.00

Total 911.80 960.30 1087.30 1094.20 1510.30 1011.40

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata menurut DMRT 0.05; Huruf yang diikuti oleh tanda (+) menunjukkan berbeda nyata antara perlakuan dan kontrol pada 5% berdasarkan uji Dunnett.

Bobot Kering Daun dan Tajuk

Bobot kering yang dihasilkan umumnya mengalami peningkatan di

minggu ke-4 dan ke-6. Hasil tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan 3.6 ton/ha

pupuk kandang sapi + 82.9 kg/ha guano + 5.5 ton/ha abu sekam yaitu sebesar

31.87 % untuk bobot kering akar dan perlakuan 4.5 ton/ha pupuk kandang sapi +

110.5 kg/ha guano + 6.8 ton/ha abu sekam sebesar 20.65 % untuk bobot kering

batang masing-masing pada minggu ke-6. Kenaikan bobot kering daun yang

ditunjukkan pada minggu ke-6 tidak terlalu signifikan. Hal ini mendukung

penelitian Susanti (2006) bahwa produksi bobot kering daun dipengaruhi oleh laju

(37)

Tabel 13. Bobot Kering Daun dan Tajuk

Umur Tanaman

Perlakuan

1 2 3 4 5 Kontrol

………..………….. Bobot Kering Daun ………..

2 MST 5.55 4.21 4.96 4.89 6.18 4.78

4 MST 13.91 12.65 14.53 11.12 14.52 14.94

6 MST 11.00 13.00 14.65 12.51 15.18 18.05

………..………….. Bobot Kering Tajuk ………..

2 MST 8.67 6.28 7.52 8.06 9.46 7.52

4 MST 22.51 27.93 29.33 19.20 31.90 31.23

6 MST 32.22 34.79 44.13 38.82 42.72 42.56

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata menurut DMRT 0.05; Huruf yang diikuti oleh tanda (+) menunjukkan berbeda nyata antara perlakuan dan kontrol pada 5% berdasarkan uji Dunnett.

Pembahasan

Pertumbuhan adalah proses dalam kehidupan tanaman yang

mengakibatkan perubahan ukuran tanaman semakin besar dan juga yang

menentukan hasil tanaman. Pertambahan ukuran tumbuh tanaman secara

keseluruhan merupakan hasil dari pertambahan ukuran bagian-bagian

(organ-organ) tanaman akibat dari pertambahan jaringan sel yang dihasilkan oleh

pertumbuhan sel (Sitompul dan Guritno, 1995).

Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh ketersediaan hara tanah yang

dapat dipenuhi melalui pemupukan. Pemupukan dapat dilakukan dengan

menggunakan pupuk anorganik (kimiawi) ataupun pupuk organik. Penelitian

sebelumnya mengenai budidaya kolesom, menggunakan beberapa macam pupuk

anorganik dan cara penggunaannya. Pada penelitian ini menggunakan perlakuan

kombinasi pupuk organik yang menunjukkan hasil, bahwa pemberian kombinasi

pupuk organik memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, lebar tajuk

tanaman, bobot pucuk layak jual, dan bobot basah batang tanaman.

Secara keseluruhan pertumbuhan dan produksi kolesom menunjukkan nilai

yang lebih baik seiring dengan penambahan dosis kombinasi pupuk organik yang

diberikan. Pada tinggi tanaman menunjukkan bahwa pemberian kombinasi pupuk

organik dengan dosis 5.3 ton/ha pupuk kandang sapi + 138.1 kg/ha guano + 8.2

(38)

dengan kontrol dan perlakuan lainnya. Penurunan lebar tajuk dialami oleh hampir

setiap perlakuan pada umur 6 MST. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan

lebar tajuk maksimal terjadi di minggu ke-5. Pada minggu ke-5 mulai adanya

pembentukan umbi sehingga terjadi pengalokasian asimilat hara ke bagian

tanaman yang berperan sebagai sink (umbi).

Laju Asimlasi Bersih berkaitan erat dengan banyaknya jumlah klorofil

yang dikandung oleh tanaman sehingga dapat meningkatkan produk hasil

fotosintesis (Loveless, 1991). Pada penelitian ini, LAB yang dihasilkan oleh

seluruh perlakuan kombinasi pupuk organik cenderung rendah di 2-4 MST. Akan

tetapi mengalami peningkatan dan berada di atas kontrol di 4-6 MST. Ini diduga

karena faktor dari penyediaan pupuk organik membutuhkan waktu yang lama

untuk bisa menyediakan hara bagi tanaman. Sutanto (2002) menyatakan nitrogen

dan unsur hara lain yang dikandung pupuk organk dilepaskan secara

perlahan-lahan. Penggunaan secara berkesinambungan akan banyak membantu dalam

membangun kesuburan tanah, terutama apabila dilaksanakan dalam waktu

panjang.

Rasio bobot kering tajuk/akar rata-rata mengalami kenaikan pada setiap

minggu. Rasio bobot kering tajuk/akar yang tinggi menunjukkan bahwa

pertumbuhan tanaman lebih besar kearah tajuk. Pertumbuhan ujung yang baru

dirangsang oleh N, merupakan tempat pemanfaatan hasil asimilasi yang lebih kuat

dibandingkan dengan akar. Pertumbuhan ujung lebih digalakkan apabila tersedia

N dan air yang banyak sedangkan pertumbuhan akar lebih digalakkan apabila

faktor-faktor N dan air menjadi terbatas (Gardner et al., 1991).

Pemanenan destruktif berkala dilakukan pada 2, 4, dan 6 MST. Produksi

bobot basah daun pada minggu 4 dan 6 MST dan total bobot basah daun tertinggi

dihasilkan oleh perlakuan 5.3 ton/ha pupuk kandang sapi + 138.1 kg/ha guano +

8.2 ton/ha abu sekam. Namun sebenarnya pada perlakuan 3.6 ton/ha pupuk

kandang sapi + 82.9 kg/ha guano + 5.5 ton/ha abu sekam nilai total bobot basah

daun sudah menunjukkan hasil (467.43) yang mendekati kontrol (476.15).

Sehingga dapat diketahui bahwa penggunaan perlakuan kombinasi pupuk 3.6

ton/ha pupuk kandang sapi + 82.9 kg/ha guano + 5.5 ton/ha abu sekam dapat

(39)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pemberian kombinasi pupuk organik perlakuan 5.3 ton/ha pupuk kandang

sapi + 138.1 kg/ha guano + 8.2 ton/ha abu sekam dapat meningkatkan produksi

bobot pucuk layak jual sampai 25.67% dari perlakuan kontrol (pupuk anorganik)

dan 179.54% dari nilai terendah pada perlakuan 1.8 ton/ha pupuk kandang sapi +

27.6 kg/ha guano + 2.7 ton/ha abu sekam. Pupuk anorganik dapat digantikan oleh

pemberian kombinasi pupuk organik dengan dosis 3.6 ton/ha pupuk kandang sapi

+ 82.9 kg/ha guano + 5.5 ton/ha abu sekam, hal ini dilihat dari produksi total

pucuk kolesom organik yang menunjukkan nilai mendekati produksi pucuk total

kolesom anorganik.

Saran

Peningkatan produksi pada tanaman kolesom dapat menggunakan

(40)

DAFTAR PUSTAKA

Atmojo, S.W. 2003. Peranan Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah dan Upaya Pengelolaannya. Sebelas Maret University Press. Surakarta.

Anna, I. W. 2010. Produksi Pucuk Kolesom (Tallinum triangulare (Jacq.) Willd.) Pada Berbagai Interval Panen dan Frekuensi Pemupukan. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 41 hal.

Djauhariya E., dan Hernani. 2004. Gulma Berkhasiat Obat. Penebar Swadaya. Depok. 128 hal.

Endrizal dan J. Bobihoe. 2000. Efisiensi Penggunaan Pupuk Ntrogen dengan Penggunaan Pupuk Organik pada Tanaman Padi Sawah. http://bp2tp.litbang.deptan.go.id. [23 November 2011].

Gardner, F.P., R.B. Pearce dan R.L. Mithcell. 1991. Physiology of Crop Plants (Fisiologi Tanaman Budidaya, alih bahasa Herawati Susilo). UI-Press. Jakarta. 418 hal.

Gomez, K.A. dan A.A. Gomez. 1995. Prosedur Statistika untuk Penelitian Pertanian (diterjemahkan dari: Statistical Procedures for Agricultural Research, penerjemah: E. Sjamsudin dan J.S. Baharsjah). Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 698 hal.

Hargono, D. 2005. Menambah energi tubuh dengan bahan alami. Herba 35:18-21.

Harjadi, S. S. 1996. Pengantar Agronomi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 197 hal.

Harnani. 2008. Pengaruh Dosis Pupuk Kandang Sapi Terhadap Pertumbuhan Bibit Cabe Jawa (Piper retrofractum Vahl.) Organik. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 40 hal.

Harsono, H. 2002. Pembuatan silika amorf dari limbah sekam padi. Jurnal Ilmu Dasar 3 (2):98-103.

Hartatik, W. dan L.R., Widowati. 2006. Pupuk Kandang, hal 59-82. Dalam R. D. M. Simanungkalit, D. A. Suriadikarta, R. Saraswati, D. Setyorini, dan W. Hartatik (Eds). Pupuk Kandang. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati (Organic Fertilizer and Biofertilizer). Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

(41)

Obat Indonesia; Bogor, 4-5 April 2001. Jakarta: Kelompok Kerja Nasional Tumbuhan Obat Indonesia dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. hlm 299-304.

Ilyas, S. dan Sugeng P. 2000. Analisis pemberian limbah pertanian abu sekam sebagai sumber silikat pada andisol dan oxisol terhadap pelepasan fosfor terjerap dengan teknik perunut 32p. Risalah Pertemuan Ilmiah Penulisan dan Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi.

Indrasari, A. dan A. Syukur. 2006. Pengaruh pemberian pupuk kandang dan unsur hara mikro terhadap pertumbuhan jagung pada ultisol yang dikapur. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 6(2):116-238.

Kristanto, B.A., R. Kurniantono, dan D.W. Widjajanto. 2009. Karakteristik Fotosintesis Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) dengan Aplikasi Pupuk Organik Guano. Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan.

Loveless, AR. 1991. Prinsif-Prinsif Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Marsono dan P. Sigit. 2001. Pupuk Akar, Jenis dan Aplikasinya. Penebar Swadaya. Jakarta. 96 hal.

Mualim, L., S.A. Aziz, dan M. Melati. 2009. Kajian pemupukan NPK dan jarak tanam pada produksi antosianin daun kolesom. Bul. Agron. 37(1):55-61.

Mualim, S. 2010. Respon Pertumbuhan Kolesom terhadap Pemupukan P. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 36 hal.

Murbandono, H.S.L. 1993. Membuat Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta. 44 hal.

Pieters, A.J., W. Tezara, and A. Herrera. 2003. Operation of the xanthophylls cycle and degradation of D1 protein in the inducible CAM plant, Talinum triangulare, under water deficit. Annals of Botany 92:393-399.

Rifai, M.A. 1994. Talinum triangulare (Jacq.) Willd. In: Siemonsma, J.S. & Kasem Piluek (Eds). Plant Resources of South-East Asia No 8. Vegetables. Pudoc Scientific Publishers, Wageningen. Netherlands. P. 268-269.

Santa, I.G.P. dan S.B. Prajogo. 1999. Studi Taksonomi Talinum paniculatum

Gaertn. dan Talinum triangulare Willd. Warta Tumbuhan Obat Indonesia 5(4):9-10.

(42)

Sitompul, S.M dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman.Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 367 hal.

Susanti, H. 2006. Produksi Biomassa dan Bahan Bioaktif Kolesom (Talinum triangulare) pada Berbagai Asal Bibit, Dosis Pupuk Kandang Ayam dan Komposisi Media Tanam. Tesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Susanti, H., S.A. Aziz, dan M. Melati. 2008. Produksi biomassa dan bahan aktif kolesom (Talinum triangulare (jacq) Willd) dari berbagai asal bibit dan dosis pupuk kandang ayam. Bul. Agron. 36(1):48-55.

Suriadikarta, D.A. dan R.D.M., Simanungkalit. 2006. Pendahuluan, hal 1-10.

Dalam R. D. M. Simanungkalit, D. A. Suriadikarta, R. Saraswati, D. Setyorini, dan W. Hartatik (Eds). Pupuk Kandang. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati (Organic Fertilizer and Biofertilizer). Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Sutanto, R. 2002. Penerapan pertanian organik: pemasyarakatan dan pengembangannya. Kanisius. Yogyakarta. 219 hal.

Sutedjo, M. M. 1994. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Putra. Jakarta. 176 hal.

Syukur, C dan Hernani. 2002. Budi Daya Tanaman Obat Komersil. Penebar Swadaya. Jakarta. 136 hal.

Tondok, E.T. 2006. Pemanfaatan Agens Biokontrol dan Filtrat Guano untuk Menekan Penyakit Busuk Phomopsis pada Terong. Laporan Kegiatan. LPPM, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 9 hal.

Wahyuni, S. dan E. Hadipoentyanti. 1999. Karakteristik Talinum paniculatum

Gaertn. dan Talinum triangulare Willd. Warta Tumbuhan Obat Indonesia 5:5-6.

Yuliarti, N. 2009. 1001 Cara Menghasilkan Pupuk Organik. Lily Publisher. Yogyakarta. 70 hal.

Yusuf, A.F. 2010. Potensi guano phosphate Madura.

(43)
(44)

Lampiran 1. Data Iklim Bulan Maret sampai Mei 2011

Bulan

Curah

Hujan

(mm)

Temperatur (oC) Intensitas

Penyinaran

(cal/cm2/menit)

Rata-Rata Minimal Maksimal

Maret 2011 140.0 25.7 23.8 27.0 8687

April 2011 278.4 25.9 25.0 26.9 9509

Mei 2011 361.7 26.1 23.0 32.0 9293

Sumber: Stasiun Klimatologi, Darmaga

Lampiran 2. Kriteria Sifat Fisik Kimia Tanah

Sifat Tanah Sangat

Rendah

Rendah Sedang Tinggi Sangat

Tinggi

C (%) <1 1-2 2-3 3-5 >5

N (%) <0.1 0.1-0.2 0.21-0.5 0.51-0.75 >0.75

C/N <5 5-10 11-15 16-25 >25

P2O5 HCl 25% (me/100g) <15 15-20 21-40 41-60 >60

K2O HCl 25% (me/100g) <10 10-20 21-40 41-60 >60

KTK (me/100g) <5 5-16 17-24 25-40 >40

Susunan Kation

Ca (me/100g) <2 2-5 6-10 11-20 <20

Mg (me/100g) <0.3 0.4-1 1.1-2 2.1-8.0 >8

K (me/100g) <0.1 0.1-0.3 0.4-0.5 0.6-1.0 >1

Na (me/100g) <0.1 0.1-0.3 0.4-0.7 0.8-1.0 >1

KB (%) <20 20-40 41-60 61-80 >80

pH H2O

Sangat Masam Masam Agak

Masam

Netral Agak

Alkalis

Alkalis

(45)

Lampiran 3. Hasil Analisis Tanah

No Sifat Fisik Kimia

Tanah

Hasil Analisis

No Sifat Fisik Kimia

Tanah

Hasil Analisis

1 pH H2O 4.60 10 K (me/100g) 0.10

2 pH KCl 4.10 11 Na (me/100g) 0.12

3 C-Organik (%) 2.14 12 KTK (me/100g) 8.97

4 N-Organik (%) 0.14 13 KB (%) 57.00

5 C/N 15.00 14 Al (me/100g) 0.69

6 P Bray (ppm) 56.10 15 H (me/100g) 0.26

7 P HCl 25% (ppm) 134.00 16 Pasir (%) 19.00

8 Ca (me/100g) 3.48 17 Debu (%) 13.00

9 Mg (me/100g) 1.41 18 Liat (%) 68.00

Lampiran 4. Hasil Analisis Kandungan Pupuk Kandang Sapi

No Kandungan Hasil

Analisis

No Kandungan Hasil

Analisis

1 pH 8.30 6 NO3-Organik (%) 0.01

2 Kadar Air (%) 73.11 7 N-Total (%) 0.46

3 C-Organik (%) 11.21 8 C/N 25.00

4 N-Organik (%) 0.39 9 P2O5 (%) 0.24

(46)

Lampiran 5. Hasil Analisis Kandungan Pupuk Guano

No Kandungan Jumlah No Kandungan Jumlah

1 pH 8.45 7 N-Total (%) 2.09

2 Kadar Air (%) 8.69 8 P2O5 (%) 10.43

3 C-Organik (%) 0.12 9 K2O (%) 0.07

4 N-Organik (%) 1.90 10 CaO (%) 26.72

5 N-NH4 (%) 0.19 11 MgO (%) 0.98

6 N-NO3 (%) 0.00 12 S (%) 0.02

Lampiran 6. Hasil Analisis Kandungan Abu Sekam

No Kandungan Jumlah No Kandungan Jumlah

1 pH 8.90 6 NO3-Organik (%) 0.03

2 Kadar Air (%) 15.93 7 N-Total (%) 0.16

3 C-Organik (%) 1.87 8 C/N 11.00

4 N-Organik (%) 0.09 9 P2O5 (%) 0.26

(47)

Lampiran 7. Petakan di Lapang

Keterangan:

Ukuran petakan = 4 m x 4 m Jarak tanam = 100 cm x 50 cm Total petakan = 15 petakan

OR1 = kombinasi 1.8 ton/ha pupuk kandang, 27.6 kg/ha guano, 2.7 ton/ha abu

sekam

OR2 = kombinasi 2.7 ton/ha pupuk kandang, 55.2 kg/ha guano, 4.1 ton/ha abu

sekam

OR3 = kombinasi 3.6 ton/ha pupuk kandang, 82.9 kg/ha guano, 5.5 ton/ha abu

sekam

OR4 = kombinasi 4.5 ton/ha pupuk kandang, 110.5 kg/ha guano, 6.8 ton/ha abu

sekam

OR5 = kombinasi 5.3 ton/ha pupuk kandang, 138.1 kg/ha guano, 8.2 ton/ha abu

sekam

Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 1

OR1U2 OR5U3 OR4U1

OR2U1

OR4U3 OR2U2

OR1U3 OR3U2

OR1U1

OR3U3 OR2U3

OR4U2 OR5U2

(48)

Lampiran 8. Sidik Ragam Tinggi Tanaman

SK db JK KT F hitung Pr>F KK (%)

2 MST

Ulangan 2 43.1079 21.5539 2.26 0.166 11.61

Pupuk 4 40.1783 10.0446 1.06 0.437

Galat 8 76.1387 9.5173

Total 14 159.4249

3 MST

Ulangan 2 80.2533 40.1266 8.73 0.010 6.18

Pupuk 4 65.1620 16.2905 3.54 0.060

Galat 8 36.7726 4.5966

Total 14 182.1878

4 MST

Ulangan 2 113.8722 56.9361 17.25 0.001 4.14

Pupuk 4 87.7943 21.9486 6.65 0.012

Galat 8 26.4126 3.3016

Total 14 228.0791

5 MST

Ulangan 2 34.6872 17.3436 3.31 0.090 4.58

Pupuk 4 95.9793 23.9948 4.58 0.032

Galat 8 41.9580 5.2448

Total 14 172.6246

6 MST

Ulangan 2 125.4845 62.7423 5.19 0.036 6.41

Pupuk 4 150.8376 37.7094 3.12 0.080

Galat 8 96.7173 12.0897

Total 14 373.0394

Lampiran 9. Sidik Ragam Laju Asimilasi Bersih

SK db JK KT F hitung Pr>F KK (%)

2-4 MST

Ulangan 2 0.1510 0.0755 0.64 0.551 33.91

Pupuk 4 0.9786 0.2446 2.08 0.175

Galat 8 0.9390 0.1174

Total 14 2.0686

4-6 MST

Ulangan 2 0.4650 0.2325 0.95 0.426 13.14

Pupuk 4 0.4586 0.1147 0.47 0.757

Galat 8 1.9529 0.2441

(49)

Lampiran 10. Sidik Ragam Jumlah Cabang

SK db JK KT F hitung Pr>F KK (%)

2 MST

Ulangan 2 26.1333 13.0667 9.92 0.007 18.12

Pupuk 4 8.6667 2.1667 1.65 0.254

Galat 8 10.5333 1.3889

Total 14 45.3333

3 MST

Ulangan 2 21.7333 10.8667 12.54 0.003 15.18

Pupuk 4 11.0667 2.7667 3.19 0.076

Galat 8 6.9333 0.8667

Total 14 39.7333

4 MST

Ulangan 2 8.9333 4.4667 2.60 0.135 22.85

Pupuk 4 2.2667 0.5667 0.33 0.850

Galat 8 13.7333 1.7167

Total 14 24.9333

5 MST

Ulangan 2 12.1333 6.0667 3.87 0.067 20.41

Pupuk 4 17.0667 4.2667 2.72 0.106

Galat 8 12.5333 1.5667

Total 14 41.7333

6 MST

Gambar

Gambar 1. Bahan Setek Kolesom Siap Tanam
Gambar 2. (a) Suhu Rata-Rata, (b) Curah Hujan, dan (c) Intensitas Penyinaran
Gambar 3. Tanaman yang Terserang Psedoumonas sp
Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Komponen Pertumbuhan dan  Produksi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan pelaksanaan kegiatan ini yaitu untuk membantu tenaga pendidik menyajikan materi pelajaran dalam bentuk modul pembelajaran yang lebih ringkas dan sesuai dengan

Orang yang telah menerima kasih karunia Allah akan hidup dalam kasih karunia tersebut tidak lagi mencintai dirinya dan segala yang dimiliki, tetapi

Kapasitas per jam dari runway sejajar berjarak rapat, menengah, dan renggang dapat bervariasi diantara 100 – 200 operasi dalam kondisi – kondisi VFR, tergantung pada

Sumber Daya yang Dibutuhkan Jadwal Pelaksanaan Bulan Indikator Keberha silan Penang gung jawab Jenis Sumber Daya Perkiraan Biaya (Rp) Sumber Dana 1 2 3 4 5 6 7

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat, rahmat serta pernyertaan-Nya penulis dapat menyelesaikan Makalah Proposal Skripsi dengan judul Perbedaan

Untuk mengetahui apakah perubahan opini audit mempengaruhi reaksi pasar. Untuk mengetahui apakah perubahan laba mempengaruhi

Salah satu metode yang bisa digunakan adalah Profile Matching, yaitu sistem pendukung keputusan yang dilakukan dengan cara membandingkan antara kriteria calon lokasi

Penambahan grafit hingga 5% berat pada komposit AI/grafit menaikkan densitas relatifnya, sedangkan penambahan hingga 7,5 dan 10% berat justru menurunkan densitasnya seperti