• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemisahan dan Pencirian Amilosa dan Amilopektin dari Pati Jagung dan Pati Kentang pada Berbagai Suhu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemisahan dan Pencirian Amilosa dan Amilopektin dari Pati Jagung dan Pati Kentang pada Berbagai Suhu"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

PEMISAHAN DAN PENCIRIAN AMILOSA DAN

AMILOPEKTIN DARI PATI JAGUNG DAN PATI KENTANG

PADA BERBAGAI SUHU

Mario P. A. D. R. Boediono

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PEMISAHAN DAN PENCIRIAN AMILOSA DAN

AMILOPEKTIN DARI PATI JAGUNG DAN PATI KENTANG

PADA BERBAGAI SUHU

Mario P. A. D. R. Boediono

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN ILMU KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

ABSTRAK

MARIO P.A.D.R. BOEDIONO Pemisahan dan Pencirian Amilosa dan

Amilopektin dari Pati Jagung dan Pati Kentang pada Berbagai Suhu. Dibimbing

oleh AHMAD SJAHRIZA dan TETTY KEMALA.

Amilosa dapat dipisahkan dari amilopektin karena keduanya memiliki sifat

yang berbeda. Amilosa lebih bersifat kristalin, sedangkan amilopektin bersifat

amorf. Pemisahan dilakukan dengan memanaskan larutan pati jagung dan kentang

dengan nisbah 1:30, 1:45, 1:60 pada suhu 53, 55, 57

o

C untuk pati kentang dan 60,

70, 72

o

C untuk pati jagung selama 1.5 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

pemisahan amilosa dari amilopektin hanya dengan menggunakan air panas cukup

baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu lebih berpengaruh pada

pemisahan amilosa-amilopektin. Hasil pemisahan yang terbaik ada pada suhu 60

o

C dan nisbah 1:60 untuk pati jagung dengan bobot molekul yang diperoleh

adalah 5.6919 × 10

5

g/mol untuk amilosa dan 81.2783 × 10

5

g/mol

untuk

amilopektin dan pada suhu 53

o

C serta nisbah 1:60 untuk pati kentangdengan

bobot molekul yang diperoleh 4.2688 × 10

5

g/mol untuk amilosa dan untuk

amilopektin 61.6797 × 10

5

g/mol . Pada suhu dan nisbah tersebut, nisbah amilosa :

amilopektin yang diperoleh hampir sama yang terdapat pada literatur. Dari hasil

pengukuran dengan DSC diperoleh titik transisi kaca pada nisbah 1:60 sebesar

70.10

o

C untuk kentang pada suhu 57

o

C dan 40.76

o

C untuk jagung pada suhu 72

o

C.

ABSTRACT

MARIO P.A.D.R. BOEDIONO Separation and Aharacterization of Amylose and

Amylopectin of Corn Starch and Potato Starch at Various Temperatures.

Supervised by AHMAD SJAHRIZA and TETTY KEMALA

(4)

Judul : Pemisahan dan Pencirian Amilosa dan Amilopektin dari Pati

Jagung dan Pati Kentang pada Berbagai Suhu

Nama

: Mario Paulus Augryosa Davinci Ridwan Boediono

NIM

: G44054044

Menyetujui

Pembimbing I,

Drs Ahmad Sjahriza

NIP: 19620406 198903 1 002

Pembimbing II,

Dr Tetty Kemala MSi

NIP 19710407 199903 2 001

Mengetahui

Ketua Departemen,

Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi MS

NIP 19501227 197603 2 002

(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

Karya ilmiah ini disusun berdasarkan penelitian yang dilaksanakan pada bulan

oktober 2009 sampai Juli 2011 di Laboratorium Kimia Fisik, Departemen Kimia

FMIPA IPB, dan Laboratorium Terpadu, IPB. Karya ilmiah yang berjudul

Pemisahan dan Pencirian Amilosa-Amilopektin Pati Jagung dan Pati Kentang

pada Berbagai Variasi Suhu ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh

gelar sarjana sains pada Departemen Kimia FMIPA IPB.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Ahmad Sjahriza

selaku pembimbing pertama dan Ibu Dr. Tetty Kemala M.Si. selaku pembimbing

kedua yang telah memberikan arahan, saran, dan dorongan selama pelaksanaan

penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih penulis berikan

kepada keluarga tercinta, Bapak, Ibu, dan kakak serta adikku (Stela, Fernando,

Angel, Davega) yang selalu memberikan semangat, doa, dan kasih sayang. Terima

kasih juga kepada Bapak Nano, Ibu Ai, Bapak Ismail, para analis laboratorium

terpadu atas fasilitas dan bantuan yang diberikan selama penelitian. Ucapan terima

kasih juga disampaikan kepada Siti Rachmah, Vicky, Ema, Rita, Bayu, Alvin,

Maired, dan yang turut membantu, memberikan semangat dan dukungannya

dalam penyusunan karya ilmiah.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.

Bogor, Februari 2012

(6)

RIWAYAT HIDUP

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN ...

1

TINJAUAN PUSTAKA

Polisakarida ...

1

Spektrofotometer UV-Vis ...

2

Viskometri ...

3

Karakteristik Sifat Termal ...

3

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan ...

3

Metode ...

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Amilosa pada Jagung dan Kentang dengan Metode

Spektrofotometri UV-tampak ...

5

Kadar Air ...

5

Viskositas dan Bobot Molekul ...

6

Kadar Pati Contoh ...

7

Karakter Termal ...

7

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan ...

8

Saran ...

8

DAFTAR PUSTAKA ...

8

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Kadar Amilosa dan Amilopektin ...

5

2 Kadar Air Amilopektin ...

6

3 Bobot Molekul Amilosa dan Amilopektin ...

6

4 Kadar Pati pada Jagung dan Kentang ...

7

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Struktur Amilopektin ...

2

2 Struktur Amilosa ...

3

3 Kentang 1:30 pada suhu 57

o

C ...

7

4 Kentang 1:45 pada suhu 57

o

C ...

7

5 Kentang 1:60 pada suhu 57

o

C ...

7

6 Jagung 1:30 pada suhu 72

o

C ...

7

7 Jagung 1:45 pada suhu 72

o

C ...

8

8 Jagung 1:60 pada suhu 72

o

C ...

8

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Diagram alir penelitian ... 11

2 Data kadar air amilopektin ... 12

3 Data kadar pati dalam pati jagung dan kentang ... 13

4 Data kurva kalibrasi standard pati ... 14

5 Data spektrofotometer pati jagung dan kentang ... 14

(9)

PENDAHULUAN

Pati ialah karbohidrat penyimpan energi bagi tumbuhan. Pati merupakan komponen utama pada bebijian, kentang, jagung, dan beras. Pati tergolong dalam polisakarida. Pati tersusun paling sedikit oleh tiga komponen utama yaitu amilosa, amilopektin dan material antara seperti, protein dan lemak (Bank, Greenwood 1975). Pati merupakan

homopolimer glukosa dengan ikatan α

-glukosidik. Berbagai macam pati tidak sama sifat nya, tergantung dari panjang rantai C – nya serta lurus atau bercabang rantai molekulnya. Pati mempunyai dua ujung berbeda, yakni ujung non reduksi dengan gugus OH bebas yang terikat pada atom nomor 4 dan ujung perduksi dengan gugus OH anomerik. Gugus hidroksil dari polimer berantai lurus dari struktur berbentuk cabang yang terletak sejajar akan berasosiasi melalui ikatan hidrogen yang mendorong pembentukan kristal pati. Pati terdiri dari 2 fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi yang tidak larut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus dan amilopektin mempunyai rantai cabang (Winarno 2002).

Amilosa merupakan komponen pati yang mempunyai rantai lurus dan larut dalam air. Umumnya komposisi amilosa sebagai penyusun pati adalah 15 – 30%. Amilosa terdiri dari satuan glukosa yang bergabung melalui ikatan (1,4) D-glukosa. Struktur amilosa yang tidak bercabang menyebabkan amilosa memiliki sifat kristalin. Adanya sifat kristalin pada amilosa menyebabkan molekul pati menjadi rapuh bila digunakan sebagai bahan baku pembuatan plastik, sehingga perlu dilakukan pemisahan antara amilosa dan amilopektin untuk mendapatkan plastik dengan hasil yang lebih baik. Amilosa yang telah terpisah dari amilopektin dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan film (Krogars 2003). Krogars (2003) menyatakan bahwa film yang dibuat dari amilosa murni memiliki sifat mekanik yang lebih baik dibandingkan dengan film yang dibuat dari pati dan amilopektin murni.

Amilopektin merupakan komponen pati yang paling dominan yang mempunyai rantai cabang dan kurang larut dalam air. Komposisi amilopektin sebagai penyusun pati pada umumnya berkisar antara 70 – 85 %. Amilopketin terdiri dari satuan glukosa yang bergabung melalui ikatan (1,4) D-glukosa dan (1,6) D-glukosa (Ikhsan 1996; Schart; Zelinskie 1978; Cowd 1982). Struktur

amilopektin banyak percabangan seperti retrogradasi lambat dan pasta yang terbentuk tidak dapat membentuk gel tetapi bersifat lengket (kohesif) dan elastis (gummy texture) dan lebih bersifat amorf (Estiasih 2006). Sifat amilopektin yang bersifat amorf menyebabkan amilopektin dapat digunakan sebagai campuran aditif pada pelumas (Ellis et al. 1989) dan campuran obat-obat pelangsing (Bressani 1975).

Daya absorbsi air dari pati jagung perlu diketahui karena jumlah air yang ditambahkan pada pati mempengaruhi sifat pati. Granula pati utuh tidak larut dalam air dingin. Granula pati dapat menyerap air dan membengkak, tetapi tidak dapat kembali seperti semula (retrogradasi). Air yang terserap dalam molekul menyebabkan granula mengembang. Pada proses gelatinisasi terjadi pengrusakan ikatan hidrogen intramolekuler. Ikatan hidrogen berperan mempertahankan struktur integritas granula. Adanya gugus hidroksil bebas akan menyerap air, sehingga terjadi pembengkakan granula pati. Dengan demikian, semakin banyak jumlah gugus hidroksil dari molekul pati semakin tinggi kemampuannya menyerap air. Oleh karena itu, absorbsi air sangat berpengaruh terhadap viskositas. (Richana 2009)

Secara umum, pemisahan amilosa-amilopektin biasa menggunakan pelarut organik, yaitu dimetil sulfoksida (DMSO) dan n-butanol (Bauer, Pascu 1953). Akan tetapi, kedua pelarut ini ternyata menimbulkan efek samping, yaitu berupa sakit kepala, gangguan pernapasan, serta rasa mual (Hanslick et al. 2008). Selain itu, Mua dan Jackson (1995) meyatakan bahwa kedua pelarut tersebut mahal dan kurang efisien dalam memisahkan amilosa dan amilopektin.

Penelitian ini mengaplikasikan kembali prosedur Mua dan Jackson (1995) tanpa menambahkan MgSO4 di dalamnya. Dengan

proses ini diharapkan akan diperoleh rendemen dan kemurnian yang lebih baik serta mengurangi sisa pelarut dan meminimalkan penggunaan bahan kimia di dalamnya. Metode ini diharapkan dapat memberikan alternatif baru untuk proses pemisahan amilosa-amilopektin. Bagan alir penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1

(10)

proses lebih lanjut dibanding dengan metode lain yang menggunakan banyak bahan kimia seperti dengan penggunaan dimetil sulfoksida (DMSO) dan n-butanol.

Untuk mengetahui senyawa yang diperoleh dari pemisahan berupa amilosa dan amilopektin dari sifat fisiknya dilakukan karakterisasi menggunakan Differential scanning calorimetry (DSC). (Brown 1988). Metode viskositas Brookfield digunakan untuk mengetahui bobot molekul. Untuk mengetahui kadar pati pada contoh digunakan metode Luff-Schoorl.

TINJAUAN PUSTAKA

Polisakarida

Polisakarida adalah polimer hasil kondensasi monosakarida dan tersusun dari banyak molekul monosakarida yang berikatan satu sama lain, dengan melepaskan sebuah molekul air untuk setiap ikatan yang terbentuk. Senyawa ini memiliki rumus umum (C6H10O5)n dimana ‘n’ adalah banyaknya

monomer. Beberapa polisakarida berfungsi sebagai bentuk penyimpanan bagi monosakarida, sedangkan yang lain berfungsi sebagai unsur struktural di dalam dinding sel dan jaringan pengikat. Polisakarida umumnya tidak memiliki bobot molekul yang tertentu, karena polisakarida merupakan campuran dari molekul dengan bobot molekul tinggi (Lehninger 1982).

Pati adalah homoglikan yang terdiri dari satu jenis unit D-glukosa yang dihubungkan dengan ikatan glukosida. Ikatan gukosida stabil pada kondisi alkali dan dapat dihidrolisis pada kondisi asam. Unit glukosa pada pati membentuk dua jenis polimer yaitu amilosa dan amilopektin (Swinkles 1985).

Amilosa merupakan rantai lurus yang terdiri dari molekul-molekul glukosa yang

berikatan α-(1,4)-D-Glukosa. Amilosa

memiliki berat molekul (BM) yang berbeda untuk setiap jenis pati. Contohnya, pati kentang memiliki amilosa dengan BM tinggi, sedangkan pati jagung biasa memiliki amilosa dengan BM sedang dan pati high amilose corn VII memiliki amilosa dengan derajat polimerisasi yang rendah (Jane, Chen 1992)

Dalam larutan, rantai amilosa membentuk heliks (spiral). Bentuk cincin ini dengan enam unit atom karbon menyebabkan amilosa membentuk kompleks dengan bermacam-macam molekul kecil yang dapat masuk ke dalam lingkarannya. Warna biru tua yang

diberikan pada penambahan iod merupakan contoh pembentukan kompleks tersebut (Hart 1987). Amilosa merupakan komponen yang larut dalam air pada suhu 70 sampai 800C (Heldman 1980).

Dalam tubuh manusia, pemecahan amilosa dipengaruhi oleh enzim yang terdapat di dalam tubuh. Enzim amilase bekerja secara spesifik memecah ikatan 1,4 dalam amilosa untuk membentuk maltosa yang merupakan disakarida, kemudian enzim maltase akan memecah maltosa menjadi 2 unit glukosa yang dapat diserap oleh tubuh manusia (Smith, Walter 1967, Harper 1981).

Amilopektin adalah molekul hasil polimerisasi unit-unit glukosa anhidrous melalui ikatan α-1,4 dan α-1,6 pada setiap 20-26 unit monomer (Rapaille dan Vanhemelrijck 1994) Amilopektin juga dapat membentuk kristal, tetapi tidak sereaktif amilosa. Hal ini terjadi karena adanya rantai percabangan yang menghalangi terbentuknya kristal.

Pemecahan amilopektin dalam tubuh manusia oleh enzim β-amilase hanya akan memproduksi 50% maltosa, karena enzim tersebut hanya akan memecah ikatan α -(1,4)-D-glukosa, sedangkan α-(1,6)-D-glukosa tidak bisa terpecah (Smith dan Walters 1967).

Derajat polimerisasi amilopektin sangat bervariasi. Bila dibandingkan dengan amilosa yang hanya memiliki derajat polimerisasi sebesar 500-2.000 unit glukosa (Pomeranz 1991), derajat polimerisasi amilopektin sangat besar yaitu lebih dari 50.000 unit glukosa yang berarti berat molekul amilopektin yaitu 107 Dalton (Rapaille, Vanhemelrijck 1994). Bahkan menurut Blanshard dan Lillford (1987) menyebutkan berat molekul amilopektin mencapai 108 Dalton.

Viskositas pasta amilopektin akan meningkat apabila konsentrasinya dinaikkan (0-3%). Akan tetapi hubungan ini tidak linier, sehingga diperkirakan terjasi interaksi atau pengikatan secara acak di antara molekul-molekul cabang (Swinkles 1985).

O O O O OH OH OH OH

C H2OH C H2

O

OH OH C H2O H

O O

O H

O H C H2OH O

(11)

O O O O OH OH OH OH

CH2OH CH2OH

O

OH OH CH2OH

O

Gambar 2 Struktur amilosa

Spektrofotometer UV-VIS

Pengukuran absorbansi atau transmitan dalam spektroskopi ultra violet dan daerah tampak digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif spesies kimia. Spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang (Khopkar SM 1990).

Alat ini memiliki kelebihan tersendiri jika dibandingkan dengan alat fotometer yaitu panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih terseleksi dan hal ini diperoleh dengan menggunakan alat pengurai seperti prisma, sedangkan pada fotometer tidak mungkin karena panjang gelombang yang diperoleh benar-benar terseleksi dengan adanya bantuan alat pengurai seperti pada prisma.

Ada dua konfigurasi dalam spektrofotometer, yaitu konfigurasi satu perpendaran dan dua perpendaran. Konfigurasi satu perpendaran mengikuti hanya satu garis sinar yang melalui kompertemen sampel. Pertama set transmittan 100% atau absorbans 0 menggunakan sel yang berisi pelarut, lalu isi sampel dengan menggunakan sel tersebut. Konfigurasi dua perpendaran membagi cahaya monokromatik menjadi 2 garis sinar dengan menggunakan cermin berputar dan cermin cahaya transparan, sehingga membentuk dua garis sinar, yang satu menuju sample sedangkan yang lain menuju referens kompartemen. Setiap cahaya yang ditransmisikan menuju ke detector, maka transmitan maupun absorbans dari sample (I) dan referens (Io) diukur bersamaan.

Viskometri

Viskometri merupakan metode yang digunakan untuk menentukan ketahanan suatu cairan terhadap aliran. Pengukuran-pengukuran viskositas larutan encer memberikan teknik yang paling sederhana dan paling banyak dipakai untuk menetapkan bobot molekul. Metode viskositas mempunyai kelebihan dibandingkan dengan metode lain, yakni lebih cepat, lebih murah, dan mudah, serta perhitungan hasilnya lebih sederhana.

Viskositas Oswald merupakan alat yang digunakan untuk mengukur viskositas suatu cairan tak berwarna atau transparan. Pengukuran dengan viskometer Oswald, tidak bergantung pada volume cairan yang dipakai, karena viskometer dirancang untuk bekerja dengan cairan yang mengalir melalui kapiler tanpa cairan di bawahnya. Waktu alir diukur untuk pelarut dan larutan sampel pada berbagai kepekatan. Pengukuran dilakukan dengan viskometer dalam penangas air bersuhu tetap untuk mencegah naik turunnya viskositas akibat perubahan suhu (Cowd 1982).

Karakteristik Sifat Termal

Differential scanning calorimetry (DSC) merupakan salah satu bagian dari analisis termal dengan mengukur perubahan sifat fisik dari suatu materi sebagai fungsi terhadap suhu sewaktu materi diberi perlakuan pada kondisi suhu yang terkontrol (Brown 1988). Umumnya DSC digunakan untuk mengetahui perubahan entalpi yang terjadi ketika suatu zat diberi kalor secara terkontrol. Umumnya suatu zat padat akan menyerap kalor yang diberikan kepadanya, namun apabila kalor diberikan secara terus menerus, maka pada suatu saat maka kalor tersebut tidak lagi diserap, tetapi digunakan untuk mengubah wujud zat padat tersebut menjadi cair.

Prinsip keja DSC ialah membandingkan suhu sampel dan suhu wadah pembanding pada sirkuit pemanas. Setelah itu energi panas diberikan kepada masing-masing wadah dalam jumlah yang terkontrol, sehingga dapat diasumsikan suhu pada keduanya sama. Ketika sampel mengalami transisi termal, tenaga di-kedua pemanas menyeimbangkan suhunya masing-masing, dan perbedaan proporsi tenaganya direkam pada pencatat. Area di bawah kurva hasil merupakan hasil dari transisi kalor (Billmeyer 1994).

Data yang diperoleh dapat digunakan untuk mempelajari panas reaksi, kinetika, kapasitas panas, transisi fasa, kestabilan termal, kemurnian, komposisi sample, titik kritis, dan diagram fasa. Termogram hasil analisis DSC dari suatu bahan polimer akan memberikan informasi titik transisi kaca (Tg) yaitu suhu pada saat polimer berubah dari gelas menjadi seperti karet, titik kristalisasi (Tc) yaitu suhu pada saat polimer berbentuk kristal, titik leleh (Tl) yaitu suhu pada saat

(12)

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah penangas, viscometer brookfield, DSC Mettler Toledo type 821e, alat-alat gelas, oven, spektrofotometer UV-Vis double beam.

Bahan-bahan yang digunakan adalah tepung jagung dan tepung kentang, asam asetat 1 M, akuades, larutan iod, amilum.

Metode Penelitian Pembuatan larutan iod

Sebanyak 2 g KI, dan 0.2 g I2 dilarutkan

ke dalam labu takar 100 ml dengan akuades sampai tanda tera.

Analisis kadar air (AOAC 2005)

Cawan dikeringkan pada suhu 105 OC selama 30 menit kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Sebanyak lebih kurang 3 gram contoh dimasukkan ke dalam cawan dan dimasukkan ke dalam oven pada suhu 105 OC selama 3 jam kemudian didinginkan dalam eksikator lalu ditimbang. Prosedur ini dilakukan berulang-ulang sampai diperoleh bobot yang tetap. Kadar air sampel ditentukan dengan persamaan

Kadar air =

100

%

X

Y

X

dengan X= Bobot contoh mula-mula (g) Y= Bobot contoh kering (g)

Pemisahan amilosa-amilopektin

Ditimbang sejumlah tepung jagung dan tepung kentang dengan perbandingan tertentu terhadap air (1:30, 1:45, 1:60). Tepung jagung dilarutkan pada suhu (60, 70, 72 oC), sedangkan tepung kentang dilarutkan dalam air panas dengan suhu tertentu (53, 55, 57 oC) selama 1.5 jam. Setelah larutan dingin, larutan disaring dengan menggunakan kertas saring. Filtrat (amilosa) dan residu (amilopektin) yang diperoleh disimpan dalam lemari pendingin bersuhu 5 oC.

Analisis kadar amilosa dalam sampel 5 mL larutan sampel (amilosa) dimasukkan ke dalam botol kecil kemudian ditambahkan dengan 2 mL asam asetat 1 M, larutan iod 2 mL, dan akuades 91 mL. Setelah dibiarkan beberapa menit sampel diukur absorbannya pada panjang gelombang 575,4 nm. Pembuatan blanko dilakukan sama seperti

pembuatan sampel tetapi tanpa penambahan sampel.

Pembuatan standar dilakukan dengan membuat 8 replikat standar dengan konsentrasi berbeda. Sebanyak 1 gram standard amilum ditimbang kemudian dilarutkan ke dalam 100 mL akuades. Kemudian dilakukan pengenceran untuk mendapatkan konsentrasi standar sesuai dengan yang diinginkan, yaitu 10, 100,250, 500, 1000, 1500, 2000, dan 2500 ppm. Masing-masing standar diambil 5 mL, kemudian ditambahkan dengan 2 mL asam asetat 1 M, 2 mL larutan iod, dan 91 mL akuades. Setelah beberapa menit standard diukur absorbannya pada panjang gelombang 575.4 nm.

Analisis kadar amilopektin dalam sampel Ditentukan berdasarkan hasil pengurangan kadar pati dengan kadar amilosa.

% amilopektin = 100 % - % amilosa

Analisis termal dengan Differential

Scanning Calorimetry (DSC)

Sampel sebanyak 21- 33 mg dimasukkan dalam crucible 40 µL. Analisa dilakukan dengan program suhu 30, 90, 0, 230 oC. Dengan kecepatan pemanasan 20 oC/min, -20

o

C/min, 15 oC/min. Gas nitrogen digunakan sebagai purge gas dengan kecepatan aliran 50 mL/min.

Analisis bobot molekul dengan viskometri Pengukuran bobot molekul dilakukan dengan menggunakan metode viskometri. Pengukuran viskositas digunakan untuk menghitung bobot molekul. Sampel sebanyak 0.1-2 % dilarutkan ke dalam air dan diukur viskositasnya dengan viskometer brookfield pada temperatur ruang (25 oC). Viskositas relatif dapat diperoleh dengan cara membagi viskositas sampel dengan viskositas dari pelarut. Kemudian viskositas spesifik diperoleh dengan cara viskositas relatif dikurangi 1. Viskositas reduktif dapat diketahui dengan membagi viskositas spesifik dengan konsentrasi. Viskositas intrinsik (η) dicari dengan cara memplotkan viskositas reduktif (ηr) sebagai fungsi dari konsentrasi.

Bilangan bobot molekul (Mv) ditentukan berdasarkan persamaan Mark-Houwink:

[η] = K (Mv)α

Dengan nilai K dan α adalah suatu ketetapan.

Analisis kadar pati dengan Luff-Schoorl

(13)

refluks selama 3 jam. Kemudian contoh didinginkan dan dinetralkan dengan NaOH 30 % hingga pH mencapai 6 – 7. Sebanyak 10 mL contoh yang telah netral dimasukkan ke dalam erlenmeyer asah dan ditambahkan air 15 mL dan larutan luff schoorl sebanyak 25 mL, kemudian dipanaskan selama 10 menit hingga mendidih. Ditambahkan 15 mL larutan KI 20 % dan 20 mL larutan H2SO4 25 % dan

segera titrasi dengan Na2SO3 0.1 N yang telah

distandardisasi. Penambahan indikator amilum dilakukan pada saat titrasi berlangsung, titrasi dihentikan pada saat larutan berubah warna dari biru menjadi putih keruh.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemisahan amilosa dan amilopektin dilakukan terhadap tepung jagung dan kentang dengan variasi konsentrasi dan suhu. Prosedur pemisahan dilakukan dengan melarutkan sampel pada konsentrasi tertentu dalam akuades dan memanaskan sambil diaduk perlahan selama 1.5 jam dengan suhu yang divariasikan pula. Total variasi yang dilakukan sebanyak 18 variasi. Dari hasil ini didapatkan dua fase yaitu filtrat dan endapan. Filtrat yang dihasilkan diduga merupakan amilosa sedangkan untuk padatan diduga merupakan amilopektin. Terhadap amilosa yang didapatkan dianalisis kadar dan bobot molekulnya dengan viskometer sedangkan untuk amilopektin dilakukan pengukuran kadar air, kadar amilopektin, analisis termal dengan DSC, dan analisis bobot molekul. Pada percobaan juga dilakukan pengukuran kadar pati pada contoh yang digunakan.

Kadar Amilosa pada Jagung dan Kentang dengan Metode Spektrofotometri

UV-tampak

Metode yang digunakan dalam penentuan kadar amilosa adalah spektrofotometri uv-tampak pada panjang gelombang 576.7 nm. Panjang gelombang ini diperoleh dari penentuan panjang gelombang maksimum dari standar dengan konsentrasi paling besar. Pereaksi yang digunakan pada metode ini adalah asam asetat 1 M dan pereaksi iod. Asam asetat berfungsi sebagai pemecah granula pati, sedangkan pereaksi iod berfungsi menimbulkan warna pada larutan pati. Dimana iod akan dibungkus oleh amilosa yang berada di dalam air.

Hasil analisis kadar amilosa pada Tabel 1 menunjukkan bahwa pada nisbah sampel dan

air 1:60 memiliki kandungan amilosa yang paling besar. Hal ini dikarenakan interaksi antara sampel dengan air lebih banyak yang menyebabkan amilosa yang larut dalam air lebih banyak juga. Dari perbandingan suhu yang digunakan dapat diketahui bahwa pada suhu yang lebih tinggi kandungan amilosa yang dihasilkan juga lebih besar. Hasil pengukuran standar dan sampel disajikan pada Lampiran 4 dan 5.

Tabel 1 Kadar amilosa dan amilopektin

Sampel Amilosa (%) Amilopektin (%)

JA1 29.45 70.55

JA2 21.04 78.96

JA3 25.09 74.91

JB1 9.47 90.53

JB2 13.21 86.79

JB3 15.78 84.22

JC1 7.87 92.13

JC2 2.26 97.74

JC3 13.79 86.21

KA4 52.2 47.8

KA5 47.21 52.79

KA6 3132 68.68

KB4 41.95 58.05

KB5 7.6 92.4

KB6 36.58 63.42

KC4 38.25 61.75

KC5 6.31 93.69

KC6 33.74 66.26

Ket : J = Jagung 1 = 72 C˚ K= Kentang 2 = 70 C˚

A= 1:60 3 = 60 C˚

B= 1:45 4 = 57 C˚

C= 1:30 5 = 55 C˚

6 = 53 C˚

Kadar Air

(14)

Kadar air dari amilopektin ditentukan dengan metode AOAC 2005. Kadar air amilopektin dari tepung jagung dan kentang pada berbagai variasi suhu dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2 Kadar air amilopektin Sampel Kadar air (%)

JA1 86.59 JA2 82.84 JA3 58.44 JB1 87.03 JB2 82.23 JB3 54.43 JC1 86.03 JC2 85.79 JC3 55.86

KA4 95.98

KA5 90.17

KA6 73.43

KB4 94.56

KB5 91.02

KB6 69.31

KC4 95.57

KC5 90.62

KC6 74.74

Dari Tabel 2 dapat terlihat bahwa semakin tinggi suhu yang digunakan, maka akan menghasilkan kadar air yang makin tinggi. Hal ini disebabkan pada saat pemanasan gerakan molekul air akan lebih besar. Sehingga penetrasi ke dalam molekul amilosa dan amilopektin akan lebih besar juga yang menyebabkan banyak molekul air yang terperangkap pada molekul amilosa dan amilopektin. Kadar air yang tinggi dapat menyebabkan sampel amilopektin mudah rusak oleh bakteri oleh karena itu perlu dilakukan pengawetan dengan cara menyimpan sampel amilopektin ke dalam lemari pendingin bersuhu 5 oC. Hasil pengukuran kadar air selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.

Viskositas dan Bobot Molekul Viskositas merupakan diartikan sebagai resistensi atau ketidakmauan suatu bahan untuk mengalir yang disebabkan karena adanya gesekan atau perlawanan suatu bahan terhadap deformasi atau perubahan bentuk

apabila bahan tersebut dikenai suatu gaya tertentu.

Viskometer brookfield termasuk dalam viskometer rotasi yang pengukurannya berdasarkan rotasi (putaran) dalam silinder. Viskositas amilosa dan amilopektin pada penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 3 Bobot molekul amilosa dan amilopektin Sampel Bobot molekul Amilosa Bobot molekul Amilopektin

(105 g/mol) (106 g/mol)

JA1 3.0128 42.4210

JA2 3.7610 20.3774

JA3 5.6916 81.2783

JB1 2.3904 21.0170

JB2 3.1417 21.3281

JB3 5.5319 81,0286

JC1 2.0040 1.54141

JC2 2.7880 16.9112

JC3 4.9801 25.1297

KA4 2.6974 23.3728

KA5 3.1581 30.7523

KA6 4.2688 61.6797

KB4 1.7351 47.0977

KB5 2.5265 33.5433

KB6 3.2295 50.8239

KC4 1.2419 18.2891

KC5 1.5790 8.91903

KC6 2.1089 47.9394

Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa pada suhu yang lebih rendah viskositas yang dihasilkan lebih besar. Hal ini dikarenakan pada suhu yang rendah pengaruh gaya ikatan hidrogen masih terjadi, sedangkan pada suhu yang lebih tinggi tidak terjadi.

(15)

karena ikatan hidrogen yang terdapat pada rantai molekul amilosa dan amilopektin pada tapioka lebih kuat dibandingkan dengan yang ada pada kentang. Data perhitungan viskositas dan bobot molekul dapat dilihat pada lampiran 6.

Berdasarkan reaksi warnanya dengan iodium, pati juga dapat dibedakan dengan amilosa dan amilopektin. Pati bila berikatan dengan iodium akan menghasilkan warna biru. Berdasarkan penelitian diperoleh bahwa pati akan merefleksikan warna biru bila polimer glukosanya lebih besar dari 20 (seperti amilosa). Bila polimer glukosanya kurang dari 20, seperti amilopektin akan dihasilkan warna merah atau ungu-coklat. Sedangkan polimer yang lebih kecil dari lima, tidak memberi warna pada iodium. (Koswara 2009)

Data JC1 menunjukkan bobot molekul amilopektin lebih rendah dari yang terdapat pada literatur. Hal ini dapat disebabkan amilosa dan amilopektin belum terpisah. Hal tersebut telah dibuktikan dengan uji kualitatif menggunakan iodium. Menurut koswara amilopektin dengan iodium akan menimbulkan warna ungu, sedangkan pada percobaan diperoleh warna biru yang menunjukkan warna dari reaksi iodium dengan amilosa.

Pengaruh suhu terhadap pemisahan amilosa dan amilopektin dapat dilihat di Tabel 3. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa semakin kecil suhu yang digunakan, maka bobot amilosa dan amilopektin yang diperoleh semakin besar pula. Sedangkan pada suhu yang lebih tinggi, bobot molekul yang diperoleh lebih kecil. Hal ini dapat disebabkan pada suhu tinggi sebagian amilosa dan amilopektin yang ada menjadi rusak karena tingginya suhu.

Kadar Pati Contoh

Analisis pati menggunakan metode Luff-Schoorl (BSN 1992). Prinsip dari metode ini adalah hidrolisis pati menjadi gula-gula pereduksi yang kemudian ditetapkan dengan Luff-Schoorl. Gula-gula pereduksi dapat mereduksi Cu2+ menjadi Cu+ kemudian Cu2+ yang tidak tereduksi (sisa) dapat dititar secara iodometri. Jumlah Cu2+ asli ditentukan dalam suatu percobaan blanko dan dari perbedaannya dapat ditentukan jumlah gula dari larutan yang dianalisis. Metode ini digunakan untuk menentukan kadar pati karena baik digunakan untuk penentuan kadar karbohidrat yang berukuran sedang.

Hasil dari analisis pada tepung jagung dan kentang menunjukkan hasil yang tidak berbeda terlalu jauh (Tabel 4). Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa kadar pati pada tepung jagung lebih kecil daripada tepung kentang. Kadar pati pada tepung jagung dan pada tepung kentang nilainya tidak berbeda jauh dengan nilai pada umumnya yaitu berkisar antara 54.1 %-71.7 % untuk tepung jagung dan 60 % – 80 % untuk tepung kentang. Contoh perhitungan untuk kadar pati dapat dilihat pada Lampiran 3.

Tabel 4 Kadar pati pada jagung dan kentang Contoh Ulangan Pati (%) Rerata Kentang 1 53.61

52.69 2 51.77

Jagung 1 49.04

49.63 2 50.22

Karakter termal

Menurut Coral DF (2009) amilopektin dari jagung memiliki suhu transisi kaca pada 70 - 75 oC dan amilopektin dari kentang memiliki suhu transisi kaca pada 67 oC sedangkan. Hasil yang diperoleh dari penelitian menunjukkan nilai yang berbeda jauh, hal ini dapat disebabkan karena tingginya kadar air pada sampel yang dapat mengganggu dalam pengukuran karakter termal dengan menggunakan DSC.

Gambar 3 DSC Kentang 1:30 pada suhu 57 oC

(16)

Gambar 5 DSC Kentang 1:60 pada suhu 57 oC

Gambar 6 DSC Jagung 1: 30 pada suhu 72 oC

Gambar 7 DSC Jagung 1:45 pada suhu 72 oC

Gambar 8 DSC Jagung 1:60 pada suhu 72 oC

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Amilosa dan amilopektin dapat dipisahkan hanya dengan menggunakan air panas. Bobot molekul amilopektin, kadar air, kadar amilosa dan amilopektin dari tepung jagung pada suhu 72 oC dengan nisbah 1:30, 1:45, 1:60 berturut – turut adalah 1.54141 × 106, 21.0170 × 106, 42.4210 × 106, 86.03, 87.03, 86.59 %, 7.58, 9.11, 28.35%, 92.42, 90.89, 71.65%, sedangkan bobot molekul amilopektin, kadar air, kadar amilosa dan amilopektin dari tepung kentang pada suhu 57 oC dengan nisbah 1:30, 1:45, 1:60 berturut – turut adalah 18.2891 × 106, 47.0977 × 106, 23.3728 × 106, 95.57, 94.56, 95.98 %, 36.83, 40.39, 50.25 %, 63.17, 59.61, 49.75 %.

Saran

Amilopektin yang diperoleh sebaiknya dilakukan freeze drying terlebih dahulu sebelum dilakukan pengujian dengan DSC dan perlu dilakukan analisis lebih lanjut menggunakan FTIR dan SEM dari hasil yang diperoleh.

DAFTAR PUSTAKA

Association of Official Analytical Chemist [AOAC].2005.Official Methods of Analysis AOAC International.Washington: AOAC International.

Badan Standardisasi Nasional [BSN].1992. Analisis Kadar Karbohidrat. SNI 01-2891-1992. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.

Bank, W, C.T. Greenwood, 1975, Starch Its Components, Halsted Press, John Wiley and Sons, N.Y.

Billmeyer FW Jr. 1994. Textbook of Polymer Science. Singapore: John Wiley & Sons

Bressani R. 1975. Legumes in human diets and how they might improved. In Nutritional Improvement of Food Legumes. New York: J Willey.

(17)

Brown ME. 1988. Introduction to Thermal Analysis Techniques and Applications. London: Chapman and Hall

Coral DF.2009. Determination of the Gelatinization Temperature of Starch presented in Maize Flours. Colombia:

Cowd, M.A.1982.Kimia Polimer. Bandung: ITB Press

Ellis RP et al. 1998. Starch production and industrial use. Journal of the Science of Foodand Agriculture 77:289-311.

Hanslick JL et al.2008. Dimethyl sulfoxide (DMSO) produces widespread apoptosis in the developing central nervous system. Neurobial Dis.

Harper JM. 1981. Extrution of Food. Florida: CRC Press Inc.: Bota Ranton

Hart H. 1987. Kimia Organik, Suatu Kuliah Singkat. Jakarta:Erlangga.

Heldman W .1980. Fundamentals of Foods Chemistry. Avi Publ. Co: Wesport, Connecticut.

Ikhsan, M. 1996.Pemakaian Amilum Termodifikasi sebagai Sediaan Bahan Pembantu Pembuatan Tablet Asam Askorbat secara Cetak Langsung, Skripsi Sarjana Farmasi FMIPA Universitas Andalas, Padang.

Jane JL, Chen JF.1992. Effect of amylose molecular size and amylopectin branch chain length on paste properties of starch. J Cereal Chem 69(1):60-65

Khopkar SM. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik Dasar. Jakarta:UI Press.

Koswara, S., 2009. Teknologi Modifikasi Pati. http://ebookpangan.com; 30 Agustus 2009.

Krogars K.2003. aqueous Based Amylose Rich Maize Starch Solution and Dispersion: a

Study on Free Film and

Coatings.[disertasi]. Helsinki: Faculty of Science, University of Helsinki.

Lehninger HL. 1982. Principles of Biochemistry. Worth Publ. Inc. Co.:New York.

Mua JP, Jackson DP.1995.Fractination of regular corn starch: A Comparison of aqueous leaching and dispersion methods. Cereal Chemistry 72: 508-511

Pomeranz Y. 1991. Functional Properties of Food Components. Academic Press Inc.:New York.

Rapaille A, Vanhemerijck J. 1994. Modified Starches. Di dalam: Imeson A (Ed). Thickening and Gelling Agents for Food. London: Chapman and Hall

Richana, N, Sunarti, T.C., 2009. Karakteristik Sifat Fisikokimia Tepung Umbi dan Tepung Pati dari Umbi Ganyong, Suweg,

Ubi Kelapa dan Gembili.

http://pasacapanen.litbang.deptan.go.id; 30 Maret 2009.

Schwartd, B.J, A.J. Zelinskie. 1978. The Binding and Disintegrant Properties of the Corn Starch Fractions Amylose and Amylopectin. Pharmaceutical Research Laboratories West Point, Pensylvania, , 463 – 483.

Smith DB, AH Walter. 1967. Introductory Food Science. London: Harrison and Sons Ltd

Swinkles JJM. 1985. Sources of Starch, its Chemistry and Physics. Di dalam: Van Beynum GMA dan Roels JA (Ed). Starch

Conversion Technology. London:

Chapman and Hall

(18)
(19)

Lampiran 1 Bagan alir penelitian

Air dengan berbagai variasi

suhu

Larutan A

Kadar air

Viskositas

Amilosa

Amilopektin

DSC

UV-VIS

(20)

Lampiran 2 Kadar air Amilopektin

Identitas Contoh

Bobot

Kosong

Bobot

Contoh

Bobot

Akhir

Kadar Air

(g)

(g)

(g)

(%)

Jagung 1 : 60 (72 C)

˚

30.3960

3.3984

30.8516

86.5937

Jagung 1 : 60 (70 C)

˚

35.5887

2.6263

36.0394

82.8390

Jagung 1 : 60 (60 C)

˚

30.2391

1.3867

30.8154

58.4409

Jagung 1 : 45 (72 C)

˚

31.5108

2.6230

31.8509

87.0339

Jagung 1 : 45 (70 C)

˚

32.3004

2.2605

32.7020

82.2340

Jagung 1 : 45 (60 C)

˚

32.3002

1.6139

33.0357

54.4272

Jagung 1 : 30 (72 C)

˚

30.2395

2.6932

30.6156

86.0352

Jagung 1 : 30 (70 C)

˚

32.4019

2.6285

32.7753

85.7942

Jagung 1 : 30 (60 C)

˚

32.4020

1.8400

33.2141

55.8641

Kentang 1 : 60 (57 C)

˚

31.3637

2.2210

31.4530

95.9793

Kentang 1 : 60 (55 C)

˚

31.5284

2.6966

31.7935

90.1691

Kentang 1 : 60 (53 C)

˚

30.3961

3.5659

31.3434

73.4345

Kentang 1 : 45 (57 C)

˚

31.5271

3.2172

31.7020

94.5636

Kentang 1 : 45 (55 C)

˚

33.9800

3.7600

34.3176

91.0213

Kentang 1 : 45 (53 C)

˚

32.0483

3.5452

33.1362

69.3134

Kentang 1 : 30 (57 C)

˚

31.3624

4.3954

31.5569

95.5749

Kentang 1 : 30 (55 C)

˚

32.0485

3.9863

32.4222

90.6254

Kentang 1 : 30 (53 C)

˚

33.9799

3.1884

34.7853

74.7397

Contoh perhitungan pada sampel jagung perbandingan 1:60 pada suhu 72 C

˚

Kadar air

=

x 100%

=

.

.

x 100 %

(21)

Lampiran 3 Kadar pati dalam pati jagung dan kentang

Sampel

Ulangan

Bobot

Volume

Kadar

Rerata

sampel (g)

Na

2

S

2

O

4

(mL)

Pati (%)

Kadar Pati

(%)

Kentang

1

1.0039

13.00

53.61

52.69

2

1.0024

13.40

51.77

Jagung

1

1.0001

14.00

49.04

49.63

2

1.0047

13.70

50.22

Contoh perhitungan :

Volume Kentang 1

=

( )

,

× [Na

2

S

2

O

4

]

=

. .

.

× 0.0987595 N

= 11.85114 mL

mg Glukosa

= Konversi ke tabel mg Glukosa

= [(Selisih volume pati dengan volume pada tabel ×

(Selisih mg glukosa dengan mg pada tabel)] + mg glukosa

pembanding terkecil pada tabel

= [(11.85114 - 11) X (30.3 – 27.6)] + 27.6

= 29.898078 mg

[Glukosa] (%)

=

×

× 100%

=

. ×

.

× 100%

= 59.56 %

[Pati] (%)

= 0.9 × 59.56 %

(22)

Lampiran 4 Data kurva kalibrasi standard pati

Lampiran 5 Data spektrofotometer pati jagung dan kentang

Sampel

Nisbah Suhu

Absorbans

Absorbans Amilosa Amilopektin

(pati-air)

(

o

C)

Terkoreksi

(%)

(%)

Jagung

1:30

60

0.1

0.092

13.79

86.21

1:45

0.079

0.071

15.78

84.22

1:60

0.092

0.084

25.09

74.91

1:30

70

0.026

0.018

2.26

97.74

1:45

0.068

0.06

13.21

86.79

1:60

0.433

0.425

21.04

78.96

1:30

72

0.062

0.054

7.87

92.13

1:45

0.052

0.044

9.47

90.53

1:60

0.206

0.198

29.45

70.55

Kentang

1:30

53

0.435

0.427

33.74

66.26

1:45

0.322

0.314

36.58

63.42

1:60

0.112

0.104

31.32

68.68

1:30

55

0.052

0.044

6.31

93.69

1:45

0.044

0.036

7.60

92.40

1:60

0.63

0.622

47.21

52.79

1:30

57

0.257

0.249

38.25

61.75

1:45

0.547

0.539

41.95

58.05

1:60

0.923

0.915

52.20

47.80

Larutan

(ppm)

Absorbans

Absorbans

Terkoreksi

blanko

0.008

10

0.015

0.007

100

0.046

0.038

250

0.106

0.098

500

0.208

0.2

1000

0.398

0.39

1500

0.596

0.588

2000

0.777

0.769

2500

0.973

0.965

(23)

Lampiran 6 Data Bobot Molekul

Sampel

Amilosa

Amilopektin

Viskositas Intrinsik

Bobot molekul Viskositas Intrinsik Bobot molekul

(10

5

g/mol)

(10

6

g/mol)

JA1

0.8875

3.0128

1.8140

42.4210

JA2

1.0812

3.7610

1.1018

20.3774

JA3

1.5633

5.6916

2.8227

81.2783

JB1

0.7223

2.3904

1.1252

21.0170

JB2

0.9212

3.1417

1.1365

21.3281

JB3

1.5242

5.5319

2.8168

81.0286

JC1

0.6174

2.0040

0.1904

1.54141

JC2

0.8283

2.7880

0.9706

16.9112

JC3

1.3881

4.9801

1.2706

25.1297

KA4

0.8043

2.6974

1.2095

23.3728

KA5

0.9255

3.1581

1.4576

30.7523

KA6

1.2102

4.2688

2.3398

61.6797

KB4

0.5431

1.7351

1.9477

47.0977

KB5

0.7588

2.5265

1.5463

33.5433

KB6

0.9441

3.2295

2.0512

50.8239

KC4

0.4033

1.2419

1.0237

18.2891

KC5

0.4994

1.5790

0.6282

8.91903

KC6

0.6461

2.1089

1.9713

47.9394

Contoh perhitungan:

JA1 amilosa :

[µ]

= k(

M

v

)

α

0.8875 = 1.18 × 10

-5

(

Mv

)

0,89

(

Mv

)

0,89

= 75211.8644

Mv

= 301282.1708 g/mol

(24)

Gambar

Gambar 1 Struktur Amilopektin
Gambar 2 Struktur amilosa
Tabel 1 Kadar amilosa dan amilopektin
Tabel 3
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dalam aplikasi pati dan modifikasinya sebagai bahan campuran plastik sintetik, campuran PP dengan pati asetat atau amilosa asetatnya menunjukkan sifat morfologi dan nilai

dari plastik campuran polypropylene bekas dan pati sagu dengan sifat mekanik

Pati jagung dapat digunakan sebagai bahan pengisi ( filler ) karena sifat-sifat gelatinisasi yang menyebakan adonan kokoh dan padat pada saat pencampuran. Pati jagung dapat

jembatan hidrogen pada molekul pati disubstitusi oleh senyawa fosfat sehingga terbentuk jembatan fosfat pada molekul pati yang terjadi pada molekul amilosa seperti yang

Berdasarkan percobaan pendahuluan yang dilakukan, penggunaan suhu 45°C dengan lama pengeringan 7 jam dalam pembuatan komposit plastik biodegradable dari pati kulit

4.3 PENGARUH VOLUME GLISEROL DAN BERAT PATI TERHADAP SIFAT PEMANJANGAN PADA SAAT PUTUS ( ELONGATION AT BREAK ) FILM PLASTIK PATI KENTANG 36 4.4 PENGARUH VOLUME GLISEROL

Menurut Winarno (1986) pengeringan yang panjang akan menyebabkan dehidrasi pada bahan yang dikeringkan yaitu keluarnya molekul air pada molekul gula akan terjadi

4.3 PENGARUH VOLUME GLISEROL DAN BERAT PATI TERHADAP SIFAT PEMANJANGAN PADA SAAT PUTUS (ELONGATION AT BREAK) FILM PLASTIK PATI KENTANG 36 4.4 PENGARUH VOLUME GLISEROL TERHADAP