YANG
DIDARATKAN
DI PPP LABUAN,
KABUPATEN PANDEGLANG, BANTEN
RINA SHELVINAWATI
SKRIPSI
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
Reproduksi Ikan Tembang (Sardinella fimbriata Cuvier dan Valenciennes 1847) yangDidaratkandi PPP Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten
adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2012
Rina Shelvinawati. C24080033. Reproduksi Ikan Tembang (Sardinella fimbriata Cuvier dan Valenciennes 1847) yang Didaratkan di PPP Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten. Dibimbing oleh Yonvitner dan Mennofatria Boer.
Ikan tembang (Sardinella fimbriata) merupakan ikan pelagis kecil ekonomis tinggi di perairan Indonesia dan memiliki potensi yang sangat besar. Permasalahan terkait ikan tembang adalah eksploitasi berlebih, pertumbuhan dan rantai makanan yang terganggu karena kerusakan lingkungan. Untuk memastikan ikan tembang mampu berkembang dan stok dapat terjaga diperlukan kajian aspek reproduksi, perkembangan reproduksi dan pertumbuhan yang menjadi indikator ketersediaan ikan tembang di masa mendatang. Tujuan kajian aspek reproduksi ikan tembang bisa digunakan untuk mendapatkan informasi terkait perkembangan dan potensi reproduksinya. Periode pemijahan merupakan indikator yang erat kaitannya dengan kondisi lingkungan.
Ikan contoh diambil dari nelayan yang mendaratkan ikan tembang di PPP Labuan Banten dengan metode pengambilan contoh acak sederhana. Daerah tangkapan di sekitar pulau Sebesi, pulau Rakata dan pulau Panaitan. Pengambilan ikan contoh dilakukan dari bulan April 2011 sampai Oktober 2011 dengan selang waktu 1 bulan. Pengambilan ikan contoh dilakukan sebanyak 7 kali yang mencapai 612 ekor ikan tembang berukuran antara 100-187 mm.
Hasil penelitian menunjukan bahwa proporsi ikan tembang betina dan jantan tidak seimbang (1:1.7). Ikan jantan lebih banyak tertangkap dibandingkan ikan betina. Ikan betina mulai memasuki TKG III (matang gonad) pada selang ukuran 143-154 mm. Sedangkan ikan jantan mulai matang gonad pada selang ukuran 132-155 mm. Persentase tertinggi dominan matang gonad terjadi pada bulan juni (74% dan 70%). Musim pemijahan ikan tembang terjadi pada bulan April – Juni. Hubungan antara fekunditas dengan bobot total ikan TKG III dan TKG IV sangat erat (R2 = 0,75). Pola sebaran diameter telur menunjukan asanya dua modus yang merupakan indikasi bahwa ikan tembang termasuk ikan yang memijah secara bertahap (partial spawner).
YANG
DIDARATKAN
DI PPP LABUAN,
KABUPATEN PANDEGLANG, BANTEN
RINA
SHELVINAWATI
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul
:
Reproduksi Ikan Tembang (Sardinella fimbriata Cuvier dan Valenciennes 1847) yang Didaratkan di PPP Labuan, Kabupaten Pandeglang, BantenNama : Rina Shelvinawati
Nomor Pokok : C24080033
Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan
Menyetujui,
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr. Yonvitner, S. Pi, M.Si Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA NIP. 197508252005011003 NIP. 195709281981031006
Mengetahui,
Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc NIP. 19660728 199103 1 002
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Reproduksi Ikan Tembang (Sardinella fimbriata Cuvier dan Valenciennes 1847) yangDidaratkandi PPP Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten”. Skripsi ini merupakan hasil penelitian penulis yang dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai dengan Oktober 2011 di Pangkalan Pendaratan Ikan Labuan Banten. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana perikanan pada program studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak atas waktu, saran, arahan, serta dukungan dalam penulisan skripsi ini. Penulis menyadari adanya kekurangan dalam penulisan skripsi ini dan mengharapkan saran dan kritik untuk penyempurnaan karya ilmiah ini selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan, bagi upaya pengelolaan sumberdaya perikanan yang
berkelanjutan dan bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2012
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Yonvitner, S. Pi, M.Si dan Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA masing-masing sebagai pembimbing I dan pembimbing II skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, dan saran selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi.
2. Dr. Rahmat Kurnia, S.Pi, M.Si, sebagai pembimbing akademik atas
dukungannya kepada penulis selama menuntut ilmu di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan.
3. Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS sebagai penguji tamu.
4. Keluarga tercinta: Mama Kurnia, Papa Heri, Abang Hendri, Rika, Irfan serta seluruh keluarga besar atas doa, kasih sayang, dan dukungan baik moril maupun
materil yang telah diberikan kepada penulis.
5. Para sahabat : Lia Yulistiana, Firstadian MI, Risa Rafiati Annur, Anna Dzurianty dan Maria Susianti
6. Teman-teman terdekat di MSP : Ade Irma Listiani, Elfrida Megawati, Nissa
Izzani, Fawzan Bhakti Sofa, Rio Putra Ramadhan dan Rendra Danang Saputra 7. Teman seperjuangan dalam penelitian ini Fauzia, Fadhilatul, Rani, Rikza, Ennie,
Hilda, Precia, Nimas, Rena, Ayu, Rizal, Doni, Yuli, Aprianti atas bantuan dan semangat selama penelitian hingga penyusunan skripsi.
8. Teman-teman MSP 45 dan teman-teman yang lain yang tidak mungkin
disebutkan satu-persatu.
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 22 Juli 1990 sebagai anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Heri Basri dan
Kurnia. Pendidikan formal yang pernah dijalani penulis berawal dari SD Negeri Semeru 7 Bogor (1996-2002), SLTP Negeri 6 Bogor (2002-2005) dan SMA Negeri 2 Bogor (2005-2008). Pada tahun 2008 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI, di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Selain mengikuti perkuliahan, penulis berkesempatan menjadi Asisten Praktikum Mata kuliah Sumberdaya Perikanan (2010/2011), Asisten Praktikum Mata Kuliah Biologi Perikanan (2011/2012) dan Koordinator Asisten Laboratorium Model dan Simulasi (MOSI). Penulis juga aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa
Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan (BEM FPIK) sebagai anggota Pengembangan Bidang Olahraga dan Seni (2009-2010), di Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (HIMASPER) sebagai anggota Pengembangan Bidang Olahraga dan Seni (2010-2011) serta turut aktif mengikuti seminar maupun
berpatisipasi dalam berbagai kepanitiaan di lingkungan kampus IPB.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada program studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi dengan judul “Reproduksi Ikan
vi
vii
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... Error! Bookmark not 4.1. Organ Reproduksi ... Error! Bookmark not 4.2. Rasio Kelamin ... Error! Bookmark not 4.3. Faktor kondisi ... Error! Bookmark not 4.4. Tingkat kematangan gonad (TKG) ... Error! Bookmark not 4.5. Ukuran pertama kali matang gonad ... Error! Bookmark not 4.6. Indeks kematangan gonad (IKG) ... Error! Bookmark not 4.7. Fekunditas ... Error! Bookmark not 4.8. Diameter telur ... Error! Bookmark not 4.9. Pendugaan musim pemijahan ... Error! Bookmark not 4.10.Pengelolaan ... Error! Bookmark not 5. KESIMPULAN DAN SARAN ... Error! Bookmark not 5.1. Kesimpulan ... Error! Bookmark not 5.2. Saran ... Error! Bookmark not DAFTAR PUSTAKA ... Error! Bookmark not LAMPIRAN ... Error! Bookmark not
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Ikan tembang (S. fimbriata) ... Error! Bookmark not 2. Peta daerah penelitian (DKP Labuan, Banten) ... Error! Bookmark not 3. Morfologi gonad ikan tembang (S. Fimbriata) betina (A), jantan (B) ... Error! Bookmark not 4. Rasio kelamin ikan tembang (A) bulan April. (B) bulan Juni, (C) bulan Juli,
(D) bulan Agustus, (E) bulan september, (F) bulan Oktober ... Error! Bookmark not 5. Rasio total selama penelitian ... Error! Bookmark not 6. Faktor kondisi rata-rata ikan tembang (S. fimbriata) betina (A) dan jantan
(B) berdasarkan bulan pengamatan ... Error! Bookmark not 7. Tingkat kematangan gonad ikan tembang betina (A) dan jantan (B) pada
bulan April ... Error! Bookmark not 8. Tingkat kematangan gonad ikan tembang betina (A) dan jantan (B) pada
bulan Juni ... Error! Bookmark not 9. Tingkat kematangan gonad ikan tembang betina (A) dan jantan (B) pada
bulan Juli ... Error! Bookmark not 10. Tingkat kematangan gonad ikan tembang betina (A) dan jantan (B) pada
bulan Agustus ... Error! Bookmark not 11. Tingkat kematangan gonad ikan tembang betina (A) dan jantan (B) pada
bulan September ... Error! Bookmark not 12. Tingkat kematangan gonad ikan tembang betina (A) dan jantan (B) pada
bulan Oktober... Error! Bookmark not 13. Tingkat kematangan gonad ikan tembang betina (A) dan jantan (B) pada
setiap selang kelas ... Error! Bookmark not 14. Indeks kematangan gonad ikan tembang ikan tembang betina (A) dan
jantan (B) pada setiap bulan pengamatan ... Error! Bookmark not 15. Indeks kematangan gonad ikan tembang ikan tembang betina (A) dan
x
17. Hubungan fekunditas dengan bobot total ikan tembang (S.fimbriata) ... Error! Bookmark not 18. Sebaran diameter telur TKG III (A) dan TKG IV (B) ikan tembang (S.
Fimbriata) betina ... Error! Bookmark not 19.Tingkat kematangan gonad ikan betina (A) jantan (B) , Indeks kematangan
gonad ikan betina (C) jantan (D) bulan Agustus, Faktor kondisi ikan betina
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Alat- alat yang digunakan selama melakukan penelitian ... Error! Bookmark not 2. Bahan-bahan yang digunakan selama melakukan penelitian ... Error! Bookmark not 3. Rasio kelamin ikan tembang (Sardinella fimbriata) ... Error! Bookmark not
4. Faktor kondisi ikan tembang (Sardinella fimbriata) selama tujuh bulan
pengamatan ... Error! Bookmark not
5. Indeks kematangan ikan tembang (Sardinella fimbriata) ... Error! Bookmark not
1
1.
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki perairan yang luasnya sekitar 2,6 juta km2. Perairan yang luas tersebut memiliki kekayaan sumberdaya
ikan yang sangat tinggi, salah satunya ikan tembang. Besarnya potensi ikan tembang yang didaratkan di PPP Labuan Bantem yang ada memungkinkan PPP Labuan dapat dijadikan sentra pengembangan komoditas unggulan (Rahardjo et al. 1999).
Ikan tembang (Sardinella fimbriata) merupakan salah satu hasil
sumberdaya ikan penting yang terdapat di perairan Selat Sunda dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Ikan tembang selain untuk dikonsumsi, biasanya dijadikan bahan baku olahan menjadi ikan asin, ikan pindang dan ikan kaleng. Tingginya tingkat pemanfaatan dan peluang pengelolaan, menuntut upaya pengelolaan yang baik, terutama dimasa mendatang. Pengelolaan yang baik adalah pengelolaan
yang didasarkan pada indikator yang tepat seperti data biologi, ekologi dan sosial ekonomi masyarakat. Salah satu indikator biologi yang harus dijadikan pertimbangan adalah aspek biologi reproduksi. Informasi tentang aspek reproduksi ikan tembang yang berasal dari perairan Selat Sunda belum banyak dikaji. Padahal informasi ini sangat diperlukan dalam pengelolaan agar
keberlanjutan ikan ini dimasa mendatang dapat terwujud.
Pertumbuhan populasi ikan di alam sangat tergantung pada strategi reproduksi dan respons dari perubahan lingkungan. Pemijahan adalah salah satu dari proses reproduksi ikan, dan proses lainnya seperti seksualitas, tingkat
2
Oleh karena itu, jenis ikan ini perlu dilestarikan melalui pengelolaan habitat dan populasi yang rasional, sehingga diperlukan informasi dan data tentang reproduksinya agar pengelolaannya dapat berkelanjutan.
1.2. Rumusan Masalah
Semakin tinggi permintaan pasar terhadap ikan tembang, akan menyebabkan intensitas penangkapan ikan tembang tidak terkendali. Upaya penangkapan ikan tembang yang terus meningkat juga akan menyebabkan ukuran
ikan yang tertangkap makin kecil yang pada akhirnya akan menurunkan jumlah hasil tangkapan. Hal ini diduga karena ikan tembang telah mengalami eksploitasi berlebihan.
Keberadaan ikan tembang di alam harus tetap dijaga kelestariannya agar tidak tejadi kepunahan demi keberlanjutan dalam pemanfaatannya. Dengan
demikian rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kajian aspek reproduksi ikan tembang yang di daratkan di TPI Labuan Banten.
2. Biologi reproduksi ikan tembang yang meliputi rasio kelamin, tingkat
kematangan gonad, fekunditas dan musim pemijahan.
3. Waktu yang tepat untuk melakukan penangkapan ikan tembang terkait aspek reproduksi dan perkembangan gonad.
1.3. Tujuan
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui tingkat produktifitas populasi ikan tembang (Sardinella fimbriata) melalui kajian parameter reproduksi baik ikan jantan maupun ikan betina.
1.4. Manfaat
3
2.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ikan Tembang (Sardinella fimbriata)
Klasifikasi ikan tembang menurut Saanin (1984) berdasarkan tingkat sistematikanya adalah sebagai berikut :
Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Clupeiformes Famili : Cluipeidae
Subfamili : Incertae sedis Genus : Sardinella
Spesies : Sardinella fimbriata (Cuvier and Valenciennes 1847) Nama umum : Fringescale sardinella (fishbase.org)
Nama lokal : Tembang (Jakarta), Mangida (Bali), Sintring (Madura), Jurung
(Pekanbaru) Matasa (Seram), Masa-masa (Buton) (Syakila 2009)
Gambar 1 : Ikan tembang (S. fimbriata)
Ikan tembang memiliki bentuk badan memanjang dan pipih. Lengkung kepala bagian atas sampai di atas mata agak hampir lurus, dari sebelah mata
5
Ikan tembang (S. fimbriata) memiliki rangka terdiri atas tulang benar dan bertutup insang. Kepala simetris, sirip punggung terdiri dari jari-jari lemah yang berbuku-buku atau berbelah, bersisik, tidak bersungut dan tidak berjari-jari keras
pada punggung. Bertulang dahi belakang, sirip dada senantiasa sempurna. Perut sangat pipih. Perut bersisik tebal yang bersiku. Sirip perut sempurna, rahang sama panjang, daun insang satu sama lain tidak melekat, bentuk mulut terminal (posisi mulut terletak di bagian depan ujung hidung), tajam serta bergerigi. Gigi lengkap pada langit-langit, sambungan tulang rahang dan lidah (Saanin 1984).
Bentuk badan fusiform, pipih dengan sisik duri di bagian bawah badan, awal sirip punggung sebelum pertengahan badan dan berjari-jari lemah 17-20, dasar sirip dubur pendek dan jauh di belakang dasar sirip dorsal serta berjari-jari lemah 16-19, tapisan insang halus, berjumlah 60-80 pada busur insang pertama bagian bawah dan pemakan plankton. Beberapa dari jenis Sardinella ada yang
hampir menyerupai satu sama lainnya, beberapa ada yang mempunyai perbedaan morfologis, yang menandakan bahwa ikan itu berbeda spesiesnya (Dwiponggo 1982). Perbedaan morfologis ini dapat berupa perbedaan warna tubuh seperti yang terlihat pada Sardinella fimbriata (Valenciennes 1847) dengan warna hijau
kebiruan pada bagian badan atas, sedangkan warna biru gelap di bagian yang sama pada Sardinella lemuru Bleeker (Syakila 2009).
Ikan tembang adalah ikan permukaan dan hidup di perairan pantai serta suka bergerombol pada area yang luas sehingga sering tertangkap bersama ikan lemuru sampai pada kedalaman sekitar 200m. Telur dan larva ikan tembang
ditemukan disekitar perairan mangrove/bakau. Saat juvenil ikan ini masih ada yang hidup di mangrove dan mulai memasuki daerah yang memiliki kadar garam sedang. Ketika dewasa spesies ini hidup bergerombol bersama ikan lemuru dan banyak ditemukan didekat pantai sampai ke arah laut (www.fishbase.org).
2.2. Reproduksi
6
hewan air berbeda-beda, tergantung kondisi lingkungannya (Fujaya 2004). Sjafei
et al. (2009) in Rizal (2009) menyatakan bahwa pada umumnya proses reproduksi pada ikan dibagi kedalam tiga periode yaitu periode pre-spawning, periode
spawning dan periode post-spawning. Pada periode pre-spawning, berlangsung penyiapan gonad untuk menghasilkan telur dan sperma, peningkatan kematangan gonad dan penyiapan telur dan sperma yang akan dikeluarkan. Periode pre-spawning merupakan bagian dari proses reproduksi yang paling panjang dibandingkan dengan proses lainnya. Periode spawning pada ikan adalah proses
pengeluaran telur dan spermatozoa dan pembuahan telur oleh sperma. Pada umumnya periode spawning berlangsung dalam waktu singkat, sedangkan pada periode post-spawning terjadi perkembangan telur yang telah dibuahi, penetasan telur dan perkembangan dari telur menjadi embrio, larva sampai menjadi anak. Dalam periode post-spawning diperlukan faktor-faktor yang mendukung
keberlangsungan hidupnya antara lain, kondisi perairan yang baik dan makanan yang cukup. Dalam reproduksi, faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan gonad ada 2 yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal antara lain suhu, makanan, periode cahaya dan musim sedangkan faktor internal antara lain
kelainan bentuk anatomi, kelainan fungsi endokrin-hormon dan penyakit.
2.2.1. Faktor kondisi
Menurut Lagler (1961) in Effendie (1979) faktor kondisi merupakan suatu keadaan yang menyatakan kemontokan ikan atau disebut juga dengan ponderal indeks. Penentuan faktor kondisi memiliki berbagai tujuan, misalnya faktor
kondisi atau yang dilambangkan dengan K(t), apabila dalam suatu perairan terjadi perubahan yang mendadak dari kondisi ikan itu, sehingga situasi demikian dapat segera dideteksi dan memungkinkan untuk cepat diselidiki. Apabila kondisinya kurang baik dapat diindikasikan bahwa populasi terlalu padat, atau sebaliknya jika kondisi baik hal tersebut memungkinkan terjadi pengurangan populasi atau
7
Peningkatan faktor kondisi dapat berhubungan dengan perubahan makanan yang berasal dari ikan pemakan plankton berubah menjadi ikan karnivor. Selain itu nilai faktor kondisi yang tinggi juga dapat disebabkan oleh (Effendie 2002).
Menurut Couprof dan Benson in Adisti (2010) faktor kondisi dapat menggambarkan kecocokan terhadap lingkungan dan musim menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi faktor kondisi. Dari hasil penelitian didapat nilai K ikan tembang jantan berbeda dengan ikan tembang betina. Hal ini diduga faktor kondisi dipengaruhi oleh jenis kelamin dan musim. Dari hasil studi Baginda
(2006) menyatakan bahwa ikan tembang (S. maderensis) diperairan Ujung Pangkah, Jawa Timur memiliki nilai K berisar antara 1-3 yang menunjukan kondisinya relatif kurus. Hal ini dikarenakan pertumbuhan panjang cenderung tidak diikuti pertumbuhan berat.
2.2.2. Rasio kelamin
Rasio kelamin merupakan perbandingan antara jumlah ikan jantan dengan jumlah ikan betina dalam suatu populasi, kondisi rasio kelamin yang ideal yaitu rasio 1:1. Rasio kelamin penting diketahui karena berpengaruh terhadap kestabilan populasi ikan. Rasio kelamin dapat menduga keseimbangan populasi
dengan asumsi bahwa perbandingan ikan jantan dan betina dalam suatu populasi yang seimbang adalah 1:1 (Purwanto et al. 1986 in Susilawati 2000). Perbandingan 1:1 ini sering menyimpang, antara lain disebabkan oleh perbedaan tingkah laku ikan jantan dan ikan betina, perbedaan laju mortalitas dan laju pertumbuhannya. Pada ikan yang melakukan ruaya untuk melakukan pemijahan,
terjadi perubahan nisbah jantan dan betina secara teratur yaitu pada awal pemijahan didominasi oleh ikan jantan kemudian seimbang saat terjadi pemijahan dan didominasi ikan betina sampai pemijahan selesai (Nikolsky 1969 in Nasution 2003). Pada umumnya ikan tembang memiliki perbandingan 1:1, yaitu seimbang. Perbedaan jumlah ikan jantan dan ikan betina disebabkan oleh aktifitas ikan
8
Perbandingan kelamin dapat berubah menjelang dan selama proses pemijahan apabila dilihat dari segi laju pemijahan (Nikolsky 1963 in Adisti 2010). Perbandingan jenis kelamin dapat digunakan untuk menduga keberhasilan
pemijahan, yaitu dengam melihat imbangan jumlah ikan jantan dan ikan betina di suatu perairan, juga berpengaruh terhadap produksi, rekuitmen dan konservasi sumberdaya ikan tersebut.
Rasio jenis kelamin terlihat seimbang pada penelitian Sardinella aurita di Mediterania, begitu juga pada penelitian S. aurita di daerah Venezuela. Namun
pada perairan Tunisia dan Senegal jumlah betina lebih mendominasi. Di daerah perairan Libia juga menunjukkan perbedaan rasio yang juga menunjukkan perbedaan secara seksual pada pertumbuhan, mortalitas dan reproduksi (Tsikliras dan Antonopoulou 2006).
2.2.3. Fekunditas
Fekunditas adalah jumlah telur yang sudah masak sebelum dikeluarkan pada saat ikan memijah. Menurut Nikolsky (1963), jumlah telur dalam ovarium ikan didefinisikan sebagai fekunditas individu, mutlak dan fekunditas total. Fekunditas merupakan ukuran yang paling umum dipakai untuk mengukur potensi
reproduksi ikan karena relatife lebih mudah dihitung, yaitu jumlah telur dalam ovary ikan betina. Dari fekunditas secara tidak langsung dapat menduga jumlah anak ikan yang akan dihasilkan dan akan menentukan pola jumlah ikan dalam selang kelas umur yang bersangkutan. Selain itu, fekunditas merupakan suatu subjek yang dapat menyesuaikan dengan bermacam-macam kondisi terutama
dengan respon terhadap makanan.
Hubungan antara fekunditas dan bobot ikan dapat lebih erat dibandingkan panjang tubuh ikan (Effendie 2005). Menurut Makmur (2006) bobot ikan itu lebih mendekati kondisi ikan tersebut dibndingkan dengan panjang tubuh. Sedangkan menurut Effendie (2002) in Rizal (2009) Fekunditas lebih sering
9
memiliki ukuran dan bobot tubuh lebih besar juga akan memiliki fekunditas yang lebih besar (Makmur 2006).
Fekunditas dibagi menjadi beberapa definisi antara lain fekunditas mutlak
atau total dan fekunditas relatif. Fekunditas total adalah jumlah telur dari generasi tahun tersebut yang akan dikeluarkan tahun itu pula. Sedangkan fekunditas relatif adalah jumlah telur per satuan bobot atau panjang (Effendie 2002). Menurut Effendie (1979) pada kenyataannya fekunditas dihitung terhadap ikan yang belum terlalu matang gonadnya tetapi sudah dapat dipisahkan, sehingga penentuan TKG
harus dilakukan dengan tepat untuk mendapatkan gambaran yang sebenarnya. Menurut Brojo et al. (2001) in Mulyoko (2010) fekunditas ikan di alam akan bergantung pada kondisi lingkungannya, apabila ikan hidup pada kondisi yang banyak ancaman predator maka jumlah telur yang dikeluarkan akan semakin banyak atau fekunditas akan semakin tinggi sebagai bentuk upaya untuk
mempertahankan regenerasi keturunannya, sedangkan ikan yang hidup di habitat yang sedikit predator maka telur yang dikeluarkan akan sedikit atau fekunditasnya rendah.
2.2.4. Diameter telur dan pola pemijahan
Diameter telur merupakan garis tengah dari suatu telur yang diukur dengan mikrometer berskala yang sudah ditera. Ukuran telur dipakai untuk menentukan kuantitas kandungan telur. Telur yang berukuran besar biasanya akan menghasilkan larva yang berukuran lebih besar daripada yang telurnya berukuran kecil (Effendie 2005). Tampubolon (2008) menyebutkan perkembangan diameter
telur semakin meningkat dengan meningkatnya tingkat kematangan gonad, karena semakin mendekati waktu pemijahan.
Menurut Prabhu (1956) dan Kagwade (1968) in Warjono (1990), tipe pemijahan ikan berhubungan dengan perkembangan diameter telur dalam ovarium. De Jong (1940) in Warjono (1990) menyatakan bahwa apabila telur
10
berukuran sama, maka sifat pemijahan spesies tersebut panjang (partial). Pola pemijahan untuk setiap spesies ikan berbeda-beda, ada pemijahan yang berlangsung dalam waktu singkat atau disebut juga dengan total spawning
(isochronal) dan ada pula dalam waktu yang panjang atau disebut dengan pemijahan sebagian (partial spawning heterochronal). Ikan betina biasanya tetap tinggal di daerah pemijahan selama proses pemijahan belum selesai dan jika pemijahan sudah selesai maka ikan jantan yang akan tinggal di daerah itu untuk waktu yang lebih lama dibandingkan ikan betina (Effendie 2002).
Sebaran diameter telur tiap TKG akan mencerminkan pola pemijahan ikan tersebut. Spesies juga mempengaruhi ukuran diameter telur. Ovarium yang mengandung telur masak yang berukuran sama, menunjukan waktu pemijahan yang pendek, sebaliknya waktu pemijahan yang panjang dan terus menerus ditandai dengan bervariasinya ukuran telur didalam ovarium.
Ikan tembang di perairan Ujung Pangkah memiliki pola pemijahan total (total spawner) yang berarti ikan tembang langsung mengeluarkan telur masak dalam ovariumnya yang telah siap dipijahkan pada satu musim pemijahan (Ismail 2006)
2.2.5. Ukuran pertama kali matang gonad
Ukuran pertama kali matang gonad menurut Effendi (2002) merupakan salah satu faktor penting dalam siklus reproduksi ikan. Ikan dengan spesies yang
sama pada waktu pertama kali matang gonad memiliki ukuran yang berbeda-beda. Hal ini terlihat dari ikan yang spesiesnya sama jika tersebar pada lintang yang perbedaannya lebih dari lima derajat maka akan terdapat perbedaan ukuran dan umur ketika mencapai tingkat kematangan gonad untuk pertama kalinya .
Faktor-faktor yang memengaruhi saat pertama kali ikan matang gonad terdiri dari dua faktor yaitu faktor luar dan faktor dalam. Faktor luar yang mempengaruhi adalah hubungan antara lamanya terang dan gelap (photoperiodicity), suhu, dan arus. Tingkat kematangan gonad pada tiap waktu akan bervariasi, yang tertinggi umumnya didapatkan pada saat pemijahan akan
11
Menurut Tsikliras dan Antonopoulou (2006) ikan jantan yang terdapat di daeran Aegean memiliki ukuran yang lebih kecil dan lebih muda pada saat matang gonad dibandingkan yang betina. Perairan Mediterania, ikan ini mencapai tingkat
kematangan gonad pada ukuran yang lebih kecil. Umur dan ukuran pada saat matang gonad awal beragam antar spesies yang kerabatnya dekat, antar spesies dengan kerabat yang sama, antar individu dalam populasi dan antar populasi dalam spesies yang menunjukkan bahwa ada respon terhadap perubahan dan
seleksi alami.
2.2.6. Tingkat kematangan gonad
Tingkat kematangan gonad (TKG) adalah suatu tahapan perkembangan gonad sebelum dan sesudah memijah (Effendie 2005). Kematangan gonad ikan diperlukan antara lain untuk mengetahui perbandingan antara ikan yang sudah
matang gonad dengan yang belum matang gonad dari suatu umur ikan (Effendie 2002). Perkembangan gonad yang semakin matang merupakan bagian dari reproduksi ikan sebelum melakukan pemijahan. Selama itu sebagian besar hasil metabolism tertuju kepada perkembangan gonad. Penentuan TKG dapat dilakukan berdasarkan struktur anatomis dan histologist. Untuk penentuan secara anatomis
dapat dilihat dari bentuk, panjang, berat dan warna serta perkembangan isi gonad, sedangkan secara histologist dapat dilihat dari stuktur jaringan gonadnya.
Menurut Lagler in Effendie (2005) ada dua faktor yang mempengaruhi waktu ikan pertama kali matang gonad yaitu faktor dalam dan luar. Faktor dalam
12
Tabel 1. Tahapan TKG berdasarkan hasil modifikasi Cassie (Effendie 1997)
No TKG Betina Jantan
1 I Ovari seperti benang, panjang sampai ke depan tubuh, warna jernih, permukaan licin
Testes seperti benang, lebih pendek, ujungnya di rongga tubuh, warna jernih 2 II Ukuran lebih besar, pewarnaan gelap
kekuning-kuningan, telur belum terlihat jelas
Ukuran testes lebih besar, pewarnaan putih susu, bentuk lebih jelas dari TKG I 3 III Ovari berwarna kuning, secara
morfologi telur sudah kelihatan butirnya dengan mata
Permukaan testes nampak bergerigi, warna makin putih, dalam keadaan diawetkan mudah putus
4 IV Ovari makin besar, telur berwarna kuning, mudah dipisahkan, butir minyak tak tampak, mengisi ½ - 2/3
rongga tubuh, usus terdesak
Seperti TKG III tampak lebih jelas, testes semakin pejal dan rongga tubuh mulai penuh, warna putih susu
5 V Ovari berkerut, dinding tebal, butir telur sisa terdapat di dekat pelepasan
Testes bagian belakang kempis dan bagian dekat pelepasan masih terisi
Adisti melakukan penelitian terhadap ikan tembang (S.Maderensis) di Teluk Jakarta. Penentuan TKG ikan tembang menurut Adisti tidak berbeda jauh
dengan tabel penentuan modifikasi Cassie. Tahapan tingkat kematangan gonad disajikan pada Tabel 2 (Adisti 2010).
Tabel 2. Tahapan TKG ikan tembang (S.maderensis) diperairan Teluk Jakarta
(Adisti 2010)
No TKG Betina Jantan
1 I Tidak ditemukan selama penelitian Testes sangat kecil, warna jernih keputihan. Pendek terlihat di ujung rongga tubuh
2 II Pewarnaan putih susu kemerahan. Butiran telur masih menyatu dan belum dapat dipisahkan. Panjang gonad antara 1/3-1/2 dari panjang rongga tubuh
Warna testes seperti putih susu, tampak lebih jelas dan licin
3 III Ukuran ovari lebih panjang dan besar. Butiran telur mulai terlihat, panjang gonad bervariasi antara ½-2/3 dari panjang rongga tubuh
Warna testes putih pekat, ukuran lebih jelas, ukuran lebih besar dari TKG II. Permukaan dan bagian pinggir gonad tidak rata dan bergerigi
4 IV Ovari makin besar, semua telur berwarna kuning. Mudah dipisahkan dan terlihat jelas dibawah mikroskop. Mengisi 2/3-3/4 rongga tubuh
Warna testes putih pekat, ukuran lebih besar, pejal dan lekukan (gerigi) semakin besar
13 2.2.7. Indeks kematangan gonad
Indeks kematangan gonad (IKG) merupakan suatu nilai persentase dari perbandingan bobot gonad dengan bobot tubuh ikan termasuk gonad dikalikan
dengan 100% (Effendie 2005). Peningkatan IKG akan meningkat seiring dengan meningkatnya tingkat kematangan gonad. Perubahan nilai IKG juga berhubungan dengan tahap perkembangan telur. Pada saat ikan melakukan pemijahan nilai IKG akan meningkat, sebaliknya akan menurun setelah melakukan pemijahan (Sulistiono 2006). Dari awal perkembangan gonad sampai memijah, garis tengah
telur yang dikandungnya semakin besar. Dengan demikian akan diperoleh hubungan antara IKG dan diameter telur. Berdasarkan Effendie 2002 penentuan Tingkat Kematangan Gonad dapat dihubungkan dengan IKG yang pengamatannya berdasarkan ciri-ciri morfologi.
2.2.8. Potensi reproduksi
Potensi reproduksi suatu ikan dapat terlihat dari nilai fekunditas. Fekunditas dan diameter telur yang diamati berasal dari ikan yang mencapai tahap
perkembangan TKG III sampai IV dan sebelum terjadi pemijahan, sebagian besar hasil metabolisme dimanfaatkan bagi keperluan perkembangan gonadnya dan gonad akan semakin besar baik ukuran maupun diameter telurnya (Effendie 2002). Menurut Nikolsky (1963) jumlah telur dalam ovarium ikan didefinisikan sebagai fekunditas individu, mutlak dan fekunditas total. Fekunditas merupakan
ukuran yang paling umum dipakai untuk mengukur potensi reproduksi ikan karena relatife lebih mudah dihitung, yaitu jumlah telur dalam ovari ikan betina. Dari fekunditas secara tidak langsung dapat menduga jumlah anak ikan yang akan dihasilkan dan akan menentukan pola jumlah ikan dalam selang kelas umur yang bersangkutan. Selain itu, fekunditas merupakan suatu subjek yang dapat
14
3.
METODOLOGI
3.1. Waktu dan Lokasi
Penelitian ini dilakukan selama bulan Maret sampai Oktober 2011. Analisis reproduksi dilakukan di Laboratoriun Biologi Perikanan bagian
Manajemen Sumberdaya Perikanan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Lokasi pengambilan contoh ikan tembang di TPI Labuan banten disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Peta daerah penelitian (DKP Labuan, Banten)
3.2. Informasi Alat Tangkap
Alat tangkap yang digunakan dalam kegiatan penangkapan ikan tembang di perairan Selat Sunda adalah purse seine, pancing obor, dan gillnet. Ukuran mata jaring purse seine adalah 2 inch dan 1¾ inch. Dalam kegiatan penangkapan ikan tembang di Labuan, alat tangkap purse seine merupakan alat tangkap utama.
15 3.3. Alat dan Bahan
Alat-alat yang diperlukan selama penelitian aspek biologi reproduksi ikan tembang adalah alat bedah, botol contoh, kaca preparat, cover glass, timbangan
digital, kertas label, tissue, penggaris, jarum pentul, kantong plastik, cawan petri, gelas ukur, pipet tetes, mikroskop, kalkulator dan penggaris. Bahan yang digunakan selama penelitian adalah ikan tembang, formalin 4% dan aquades.
3.4. Prosedur Kerja
Ikan disiapkan, kemudian ditimbang bobotnya dan diukur panjang
tubuhnya. Setelah itu ikan dibedah, kemudian gonad ikan dikeluarkan (diusahakan agar jangan sampai putus) dan TKG ditentukan dari gonad tersebut. Penentuan tingkat kematangan gonad ikan tembang ditentukan secara morfologi, menggunakan klasifikasi dari modifikasi Cassie (Tabel 1). Gonad betina dan
jantan ditimbang dengan menggunakan timbangan digital, kemudian dipisahkan antara gonad jantan dengan gonad betina, karena hanya gonad betina TKG III dan TKG IV saja yang akan diamati. Selanjutnya hitung volume gonad, kemudian ambil contoh dari gonad ikan betina dari bagian anterior, tengah dan posterior, kemudian ditimbang kembali bobot dan volume gonad contoh tersebut.
Campurkan gonad dengan air pada cawan petri dengan air sampai 10 ml, ambil gonad yang sudah diencerkan tersebut sebanyak 1cc (20 tetes) kemudian hitung jumlah telur pada masing-masing contoh. Lima puluh butir telur ikan di atas kaca preparat, kemudian diameter telur ikan diukur menggunakan mikroskop dengan mikrometer yang sudah ditera.
3.5. Pengumpulan Data 3.5.1. Pengumpulan ikan contoh
Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer. Data primer diperoleh dari pengambilan contoh yang dilakukan secara acak terhadap ikan tembang yang hanya tertangkap di perairan Selat Sunda dan di daratkan di PPP
16
selama delapan bulan dengan interval waktu pengambilan satu bulan sekali. Pengambilan ikan contoh dilakukan dengan metode Penarikan Contoh Acak Sederhana. Pada masing-masing gundukan ikan tembang, ikan contoh dipilih
secara acak sebanyak lebih kurang 100 ekor.
3.5.2. Panjang dan bobot ikan contoh
Panjang ikan tembang yang diukur adalah panjang total. Panjang total adalah panjang ikan yang diukur dari ujung terdepan bagian kepala sampai ujung terakhir bagian ekornya. Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan penggaris panjang 30 cm dengan skala terkecil 1 mm. Sedangkan bobot ikan
tembang yang ditimbang adalah bobot basah total. Bobot basah total adalah bobot total jaringan tubuh ikan dan air yang terdapat di dalamnya. Bobot basah total ikan tembang ditimbang menggunakan timbangan digital dengan skala terkecil 0,0001 gram.
3.5.3. Morfologi gonad
Penentuan jenis kelamin dilakukan dengan pembedahan ikan melalui pengamatan gonadnya. Ikan dibedah mulai dari bagian anus hingga kepala dengan tidak merusak organ pada ikan yang dianalisis. Selanjutnya dilakukan pemisahan organ reproduksi untuk diawetkan pada formalin 4% pada botol film. Penentuan
tingkat kematangan gonad didasarkan pada ciri morfologis berdasarkan bentuk, ukuran, warna dan gonad. Gonad jantan dan ganad betina dipisahkan, setelah itu gonad diamati secara morfologis. Tahap Tingkat kematangan gonad mengacu pada tabel 1.
3.5.4. Fekunditas
17
Gonad contoh lalu diencerkan kedalam 10ml air (V). Sebanyak 1ml volume pengenceran diambil dengan menggunakan pipet tetes untuk dihitung jumlah
telurnya (X).
3.5.5. Diameter telur
Pengukuran diameter dilakukan pada telur contoh yang sudah mencapai TKG III dan TKG IV. Kemudian telur contoh diambil dari 3 bagian (posterior, tengah dan anterior). Telur yang diambil disusun kedalam gelas objek. Selanjutnya telur diamati dibawah mikroskop yang telah dilengkapi mikrometer. Data diameter telur yang telah diukur kemudian dicatat kedalam form data sheet
yang telah disiapkan.
3.6. Analisis Data
3.6.1. Rasio kelamin (Sex – rasio)
Rasio penting untuk melihat perbandingan (rasio) dari masing-masing jenis kelamin ikan yang ada di perairan. Pendugaan ratio ini kemudian dibutuhkan sebagai bahan pertimbangan dalam produksi, rekruitmen dan konservasi sumberdaya ikan tersebut. Dalam statistika konsep rasio adalah rasio populasi
tertentu terhadap total populasi yang dilihat dengan bilangan rasio (Walpole 1993). Sebagai berikut:
p =
100%3.6.2. Tingkat kematangan gonad (TKG)
Tingkat kematangan gonad diamati secara morfologis dengan memperhatikan warna, bentuk, ukuran panjang dan bobot ikan contoh. Perkembangan isi gonad kemudian disajikan dalam bentuk diagram batang.
18
secara morfologis. Adapun tahap Tingkat kematangan gonad mengacu pada tabel 1.
3.6.3. Indeks kematangan gonad (IKG)
Indeks kematangan gonad (IKG) atau Gonado Somatic Index (GSI) dihitung dengan menggunakan hasil pengukuran bobot gonad dan bobot tubuh termasuk gonad (bobot ikan total) melalui hubungan (Sulistiono et al. 2006) :
Keterangan :
IKG = Indeks kematangan gonad (%) BG = Bobot gonad (gram)
BT = Bobot tubuh (gram)
3.6.4. Fekunditas
Fekunditas mempunyai keterkaitan dengan umur, panjang atau bobot individu dan spesies ikan (Nasution 2003). Prosedur penentuan fekunditas
dilakukan dengan metode gabungan antara gravimetri dan volometrik. Gonad ikan betina TKG III dan TKG IV yang sebelumnya diawetkan dengan formalin 4% dikeringkan kemudian ditimbang bobot total gonad (G). Kemudian ambil 3 bagian secara acak dari satu gonad yang akan diamati, lalu ditimbang bobotnya (Q).
Gonad contoh lalu diencerkan kedalam 10ml air (V). Sebanyak 1ml volume pengenceran diambil dengan menggunakan pipet tetes untuk dihitung jumlah telurnya (X). Untuk mendapatkan nilai fekunditas dapat dihitung dengan menggunakan hubungan sebagai berikut (Effendie 2002):
19
Fekunditas sering dihubungkan dengan panjang tubuh daripada bobot karena penyusutan panjang relatif lebih kecil, tidak seperti bobot yang dapat
berkurang dengan mudah (Effendie 2002). Hubungan seperti itu dapat dirumuskan sebagai berikut :
F = aL
bKeterangan :
F = fekunditas total (butir) a = konstanta
b = konstanta
L = panjang total ikan (mm)
3.6.5. Diameter telur
Data diameter telur yang telah diperoleh dikonversi terlebih dahulu,
dengan cara mengalikannya dengan nilai konversi 0,025. Selanjutnya data diameter telur dikelompokan kedalam selang kelas yang masing-masing memiliki frekuensi khususnya untuk ikan-ikan yang memiliki TKG III dan TKG IV. Informasi ini diperlukan untuk menentukan pola pemijahan ikan.
3.6.6. Penentuan Ukuran pertama kali matang gonad
Metode yang digunakan untuk menduga ukuran rata-rata ikan tembang yang pertama kali matang gonad adalah metode Spearman-Karber (Udupa 1986 in
Adisti 2010):
20
pada kelas panjang ke-i dengan jumlah ikan pada selang panjang ke-i, ni adalah jumlah ikan pada kelas panjang ke-i, qi adalah 1 – pi. Sehingga kisaran ukuran pertama kali matang gonad diperoleh melalui perhitungan antilog dari m:
21
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Organ ReproduksiJenis kelamin ikan ditentukan setelah melakukan pembedahan terhadap ikan tembang. Tingkat kematangan gonad ditentukan dengan menggunakan klasifikasi tingkat kematangan gonad yang dimodifikasi Cassie (Effendie 1997) yang telah disajikan pada Tabel 1.
TKG II TKG III
A
TKG IV TKG V
B
Gambar 3. Morfologi gonad ikan tembang (S. Fimbriata) betina (A), jantan (B) (Dokumentasi pribadi)
22
pewarnaan putih susu kemerahan, butiran telur masih menyatu dan belum dapat dipisahkan. Panjang gonad antara 1/3-1/2 dari panjang rongga tubuh. Ikan betina dengan TKG III ukuran ovari lebih besar dan butiran telur mulai terlihat.
Sedangkan untuk ikan tembang jantan dengan TKG IV warna testis putih pekat, ukurannya semakin besar, pejal dan lekukan (gerigi) semakin besar sedangkan ikan dengan TKG V testis bagian anterior kempis.
4.2. Rasio Kelamin
Rasio kelamin merupakan perbandingan ikan jantan dan betina yang didaratkan di PPP Labuan Banten. Penentuan jenis kelamin jantan dan betina ikan tembang dilakukan dengan mengamati bentuk dan warna gonad. Hasil pengamatan rasio kelamin ikan tembang disajikan pada gambar berikut.
A B C
D E F
Gambar 3. Rasio kelamin ikan tembang (A) bulan April. (B) bulan Juni, (C) bulan Juli, (D) bulan Agustus, (E) bulan september, (F) bulan Oktober
Dari gambar dapat diketahui rasio ikan tembang jantan dan betina setiap
23
55,56%, sedangkan ikan tembang jantan sebesar 44,44%. Pada bulan Juni rasio ikan tembang betina sebesar 51%, sedangkan ikan tembang jantan sebesar 49%. Pada bulan Juli rasio ikan tembang betina sebesar 62%, sedangkan ikan tembang
jantan sebesar 38%. Pada bulan Agustus rasio ikan tembang betina sebesar 56,8%, sedangkan ikan tembang jantan sebesar 43.2%. Pada bulan September rasio ikan tembang betina sebesar 35%, sedangkan ikan tembang jantan sebesar 65%. Pada bulan Oktober rasio ikan tembang betina sebesar 37%, sedangkan ikan tembang
jantan sebesar 63%.
Gambar 4. Rasio total selama penelitian
Gambar 4 menyajikan rasio ikan contoh yang diambil untuk dijadikan contoh di PPP Labuan Banten selama bulan April 2011 sampai Oktober 2011 (612 ekor), yang terdiri atas 229 ekor ikan betina (37%) dan 383 ekor ikan jantan
(63%). Pada umumnya ikan jantan lebih dominan dibandingkan dengan ikan betina, perbedaan ukuran dan jumlah salah satu jenis kelamin dalam populasi disebabkan adanya perbedaan pola pertumbuhan, perbedaan umur pertama kali matang gonad dan bertambahnya jenis ikan baru pada suatu populasi ikan yang sudah ada (Nikolsky 1963). Menurut Febianto (2007) umumnya perbedaan jumlah
24
Tabel 3. Rasio kelamin ikan tembang menggunakan uji Chi-square
Bulan
Tabel 3 menunjukan bahwa pada bulan pengamatan April-Juli ikan tembang betina lebih banyak tertangkap daripada ikan tembang jantan. Sedangkan pada bulan Agustus-Oktober ikan jantan lebih banyak tertangkap dibandingkan
dengan ikan betina. Namun rasio total menujukan bahwa ikan tembang jantan lebih dominan ditangkap dibandingkan dengan ikan betina. Setelah uji Chi-square diperoleh hasil bahwa rasio ikan tembang betina dan jantan dalam populasi tersebut dalam keadaan tidak seimbang (Lampiran 5). Hal ini juga dihasilkan pada penelitian Adisti (2010) pada ikan tembang (S. maderensis) di perairan Teluk
Jakarta, rasio ikan tembang jantan dan betina dalam keadaan tidak seimbang. Rasio jenis kelamin terlihat seimbang pada penelitian Sardinella aurita di Mediterania, begitu juga pada penelitian S. aurita di daerah Venezuela. Namun pada perairan Tunisia dan Senegal jumlah betina lebih mendominasi. Di daerah perairan Libia perbedaan rasio juga menunjukkan perbedaan secara seksual pada
pertumbuhan, mortalitas dan reproduksi (Tsikliras dan Antonopoulou 2006).
4.3. Faktor kondisi
Faktor kondisi merupakan keadaan atau kemontokan ikan yang dinyatakan
dalam angka-angka berdasarkan data panjang dan bobot (Effendie 1997). Kondisi ikan dikatakan baik apabila ikan mampu bertahan hidup dan melakukan proses reproduksi dengan baik dan akan dikatakan kurang baik apabila tidak mampu bertahan hidup dan melakukan proses reproduksinya dengan baik. Gambar 5
25
A B
Gambar 5. Faktor kondisi rata-rata ikan tembang (S. fimbriata) betina (A) dan jantan (B) berdasarkan bulan pengamatan
Nilai Faktor kondisi ikan betina pada bulan Juni cenderung meningkat, diduga karena ikan tembang mengalami kematangan gonad yang tinggi dan sedang mengalami musim pemijahan. Pada bulan Juli nilai faktor kondisi kembali
menurun diduga karena ikan tembang cenderung beradaptasi dengan lingkungan, mengakibatkan kondisi tubuh ikan yang semakin menurun karena pemanfaatan energi untuk pertumbuhan cenderung digunakan untuk beradaptasi dengan lingkungannya.
Secara keseluruhan nilai faktor kondisi ikan betina lebih besar dari ikan
jantan, namun perbedaanya tidak terlalu nyata. Hal ini diduga karena pada ikan betina memiliki kondisi lebih baik dengan mengisi gonadnya dengan cell sex
untuk proses reproduksi dibandingkan dengan ikan jantan (Effendie 1997). Nilai faktor kondisi ikan betina lebih besar dibandingkan dengan ikan jantan
menunjukan bahwa ikan betina memiliki kondisi yang lebih baik untuk bertahan hidup dan melakukan proses reproduksi lebih baik dibandingkan ikan jantan.
4.4. Tingkat kematangan gonad (TKG)
Tingkat kematangan gonad ikan menunjukan tingkat perkembangan gonad
26
Gambar 6. Tingkat kematangan gonad ikan tembang betina (a) dan jantan (b) pada bulan April
Gambar 6 menunjukan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) ikan betina dan jantan pada selang kelas panjang total ikan yang diperoleh pada bulan April 2011. Ikan betina TKG II (38%) mendominasi selang kelas 148-155 mm, TKG III (53%) mendominasi selang kelas 172-179 mm dan TKG IV (44%) mendominasi selang kelas 164-171 mm. Pada ikan jantan TKG I (100%) mendominasi selang
kelas 132-139, TKG II (26%) mendominasi selang kelas 148-155 mm, TKG III (30%) mendominasi selang kelas 148-155 mm dan TKG IV mendominasi selang kelas 164-171 mm.
Gambar 7. Tingkat kematangan gonad ikan tembang betina (a) dan jantan (b) pada bulan Juni
Gambar 7 menyajikan bahwa Tingkat Kematangan Gonad (TKG) ikan betina dan jantan pada selang kelas panjang total ikan yang diperoleh pada bulan
a b
27
Juni 2011. Ikan betina TKG I (50%) mendominasi selang kelas 124-131, TKG II (50%) mendominasi selang kelas 124-131 mm, TKG III (50%) mendominasi selang kelas 116-123 mm dan TKG IV (100%) mendominasi selang kelas
156-179 mm. Ikan jantan TKG I (67%) mendominasi selang kelas 116-123 mm, TKG II (39%) mendominasi selang kelas 132-139 mm, TKG III (70%) mendominasi selang kelas 140-147 mm dan TKG IV (100%) mendominasi selang kelas 156-163 mm .
Gambar 8. Tingkat kematangan gonad ikan tembang betina (a) dan jantan (b) pada bulan Juli
Gambar 8 menjelaskan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) ikan betina dan jantan pada selang kelas panjang total ikan yang diperoleh pada bulan Juli 2011.
Ikan betina TKG 1 (77%) mendominasi pada bulan ini dan ikan betina TKG 2 (23%) . Begitu pula pada ikan jantan didominasi oleh TKG 1 (93%) dan TKG 2 (7%).
28
Gambar 9. Tingkat kematangan gonad ikan tembang betina (a) dan jantan (b) pada bulan Agustus
Tingkat Kematangan Gonad (TKG) ikan betina dan jantan pada selang kelas
panjang total ikan yang diperoleh pada bulan Agustus disajikan pada Gambar 9. Ikan betina TKG 1 (68%) mendominasi selang kelas 132-139 mm, TKG II (68%) mendominasi selang kelas 140-147 dan 156-163 mm, TKG III (100%) mendominasi selang kelas 116-123 mm. Ikan jantan TKG I (29%) mendominasi selang kelas 132-139 mm, TKG II (100%) mendominasi selang kelas 164-171
mm, TKG III (100%) mendominasi selang kelas 108-115 mm dan TKG IV (100%) mendominasi selang kelas 124-131 mm .
Gambar 10. Tingkat kematangan gonad ikan tembang betina (a) dan jantan (b) pada bulan September
Berdasarkan Gambar 10 dapat terlihat bahwa Tingkat Kematangan Gonad (TKG) ikan betina dan jantan pada selang kelas panjang total ikan yang diperoleh pada bulan September 2011. Ikan betina TKG I (30%) mendominasi selang kelas
a b
29
132-139 mm, TKG II (100%) mendominasi selang kelas 156-163 mm dan TKG III (45%) mendominasi selang kelas 164-171 mm. Ikan jantan TKG I (30%) mendominasi selang kelas 156-163 mm, TKG II (65%) mendominasi selang kelas
132-139 mm, TKG III (100%) mendominasi selang kelas 164-171 mm dan TKG IV (8%) mendominasi selang kelas 140-147 mm .
A B
Gambar 11. Tingkat kematangan gonad ikan tembang betina (a) dan jantan (b) pada bulan Oktober
Gambar 11 menunjukan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) ikan betina dan jantan pada selang kelas panjang total ikan yang diperoleh pada bulan Oktober 2011. Ikan tembang betina didominasi oleh TKG II (35%) dan TKG III (65%). Pada ikan jantan TKG II (10%) hanya sedikit selang kelas 140-147 mm, TKG III
(85%) mendominasi selang kelas 148-155 mm, TKG IV (48%) mendominasi selang kelas 172-179 mm dan TKG V (50%) mendominasi selang kelas 172-179 mm.
30
Gambar 12. Tingkat kematangan gonad ikan tembang betina (a) dan jantan (b) pada setiap selang kelas
Berdasarkan Gambar 12 terlihat bahwa Tingkat Kematangan Gonad pada selang kelas panjang total ikan selama penelitian. Pada ikan betina TKG I (100%) mendominasi selang kelas 108-115 mm, TKG II (40%) mendominasi selang kelas 140-147 mm, TKG III (62%) mendominasi selang kelas 180-187 mm dan TKG IV (50%) mendominasi selang kelas 145-155 mm. Ikan jantan TKG I (100%)
mendominasi selang kelas 100-107 mm, TKG II (29%) mendominasi selang kelas 132-139 mm, TKG III (62%) mendominasi selang kelas 140-147 mm , TKG IV (48%) mendominas selang kelas 172-179 mm dan TKG V didominasi selang kelas 172-179 mm.
4.5. Ukuran pertama kali matang gonad
Berdasarkan perhitungan ukuran pertama kali matang gonad dengan
menggunakan metode Sperman-Karber, ikan tembang (S. fimbriata) pertama kali matang gonad terdapat pada selang ukuran panjang 143-154 mm (ikan betina) dan 132-155 mm (ikan jantan). Hal ini menunjukan bahwa ikan jantan lebih cepat matang gonad dibandingkan ikan betina. Panjang pada saat pertama kali matang gonad bergantung pada faktor genetik dan lingkungan, serta tekanan akibat penangkapan yang berlangsung lama (Mustac dan Sinovcic 2011). Ikan jantan
akan cenderung lebih awal matang secara seksual, seperti yang terdapat pada perairan mediterania (TL50=15.50 cm pada jantan dan TL50=16.83 cm pada betina). Ukuran pertama kali matang gonad pada penelitian Tsikliras dan
31
Antonopoulou (2006) di Perairan Mediterania terjadi pada selang 135-205 mm (ikan jantan) dan pada selang 136-215 mm (ikan betina). Mustac dan Sinovcic (2011) di Adriatik Timur Tengah pada penelitian ikan tembang (S. aurita) ,
ukuran pertama kali matang gonad terdapat pada selang kelas 150 mm (ikan jantan) dan 155 mm (ikan betina). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Adisti (2010) terhadap ikan tembang (S. madarensis) di Perairan Teluk Jakarta, ukuran pertama kali matang gonad terdapat pada ukuran panjang 153-170 mm
(ikan betina dan 192-208 (ikan jantan).
Adanya perbedaan ukuran pertama kali matang gonad pada ikan tembang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Ukuran ikan pertaama kali matang gonad mungkin dipengaruhi oleh kelimpahan dan ketersediaan makanan, suhu, periode, cahaya dan faktor lingkungan pada suatu habitat atau perairan yang berbeda-beda
(Nikolsky 1963).
4.6. Indeks kematangan gonad (IKG)
Tahapan perkembangan tingkat kematangan gonad secara kuantitatif dapat dinyatakan dengan indeks kematangan gonad (IKG) yaitu sebagai hasil perbandingan antara berat gonad dengan berat tubuh dikalikan 100.
A B
Gambar 13. Indeks kematangan gonad ikan tembang ikan tembang betina (A) dan jantan (B) pada setiap bulan pengamatan
32
besar dibandingkan ikan jantan. Hal ini disebabkan bobot gonad ikan betina lebih besar dibandingkan ikan jantan.
Dalam proses reproduksi, sebelum terjadi pemijahan sebagian besar hasil metabolisme tertuju untuk perkembangan gonad (pertumbuhan gonad). Pada saat ikan melakukan pemijahan, nilai IKG akan meningkat, sebaliknya akan menurun
setelah melakukan pemijahan (Sulistiono 2006). Secara umum IKG meningkat sejalan dengan perkembangan gonad ikan, nilai tertinggi terdapat pada TKG IV (Gambar 14). Kemudian menurun setelah melakukan pemijahan (TKG V). Terjadinya penurunan nilai IKG pada TKG V disebabkan karena pada tahap tersebut isi gonad sebagian besar telah dikeluarkan sewaktu terjadinya
pemijahan dan pada saat itu IKG ikan hampir sama dengan TKG I dan TKG II. Hal ini menunjukan bahwa bobot gonad akan mencapai maksimal saat ikan memijah, kemudian menurun secara cepat selama berlangsung pemijahan sampai pemijahan selesai (Effendie 1997).
Gambar 14. Indeks kematangan gonad ikan tembang ikan tembang betina (a) dan jantan (b) pada setiap TKG
4.7. Fekunditas
Fekunditas adalah jumlah telur yang sudah masak sebelum dikeluarkan pada saat ikan memijah (fekunditas mutlak). Fekunditas ikan berhubungan erat
dengan lingkungan, karena lingkungan mempengaruhi panjang dan bobot ikan. Fekunditas mutlak sering dihubungkan dengan bobot, karena bobot lebih mendekati kondisi ikan daripada panjang, walaupun bobot dapat berubah setiap
33
saat, apabila terjadi perubahan lingkungan dan kondisi fisiologis pada ikan. Fekunditas dihitung pada ikan-ikan dengan TKG III dan TKG IV (65 gonad). Fekunditas pada ikan tembang betina dengan TKG III dan IV berada pada
kisaran 8251-294500 butir. Potensi reproduksi yang didapatkan selama penelitian cukup tinggi. Pada umumnya individu yang mengalami pertumbuhan yang cepat akan menghasilkan nilai fekunditas yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan yang pertumbuhannya lambat pada ukuran yang sama.
Hubungan antara fekunditas dengan panjang total ikan TKG III dan TKG IV ditunjukan melalui persamaan y = 72698-4180x (R2 = 0.28) Nilai ini menunjukan bahwa 28% dari keragaman nilai fekunditas ikan tembang dapat
dijelaskan oleh panjang tubuh total (Gambar 15). Didapat nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0.53, yang menunjukan bahwa hubungan fekunditas dengan panjang kurang erat. Menurut Ismail (2006) tidak adanya hubungan yang erat antara panjang total dengan fekunditas terhadap ikan tembang di perairan Ujung
Pangkah disebabkan karena adanya variasi fekunditas pada ukuran panjang total yang sama.
Gambar 15. Hubungan fekunditas dengan panjang total ikan tembang (S.fimbriata)
34
Koefisien korelasi (r) sebesar 0.86, menunjukan hubungan fekunditas dengan bobot total ikan sangat erat. Semakin besar bobot gonad maka fekunditasnya semakin besar, hal ini sesuai dengan pernyataan Makmur (2006) yang
menyatakan bahwa ikan yang memiliki ukuran dan bobot tubuh lebih besar juga akan memiliki fekunditas yang lebih besar (Gambar 16).
Gambar 16. Hubungan fekunditas dengan bobot total ikan tembang (S.fimbriata)
4.8. Diameter telur
Diameter telur merupakan garis tengah dari suatu telur yang diukur dengan mikrometer berskala yang sudah ditera. Ukuran telur dipakai untuk menentukan
35
Gambar 17. Sebaran diameter telur TKG III (a) dan TKG IV (b) ikan tembang (S. Fimbriata) betina
Gambar 17 menyajikan jumlah telur terbanyak berada pada selang ukuran diameter telur 0,24 – 0,3 mm (TKG III) sebanyak 660 butir telur dan 0,265-0,325 mm (TKG IV) sebanyak 901 butir. Dari gambar 16 dan Gambar 17 juga
menunjukkan bahwa terdapat lebih dari satu modus. Morfologi ikan tembang berbentuk bulat (Ismail 2006). Pola pemijahan dari ikan tembang adalah partial spawner. Partial spawner adalah tipe pemijahan yang bertahap dimana ikan melepaskan telurnya sedikit demi sedikit sebanyak dua kali musim pemijahan. Puncak yang pertama pada sebaran diameter adalah yang pertama kali dikeluarkan
saat memijah dan kemudian disusul dengan pemijahan kedua pada telur yang berada pada puncak kedua.
4.9. Pendugaan musim pemijahan
Musim pemijahan berkaitan dngan waktu ikan akan memijah. Hal ini dapat dilihat dengan adanya hubungan antara TKG, IKG dan Faktor kondisi rata-rata menurut waktu penelitian. Dari hasil hubungan TKG, IKG dan faktor kondisi rata-rata ikan tembang (S. fimbriata) berdasarkan waktu pengamatan maka diduga musim pemijahan berlangsung sekitar bulan Juni (Gambar 18). Ikan jantan dan
betina yang memiliki TKG III dan IV hampir ditemukan ditiap bulan pengamatan. Pada ikan betina dan jantan, persentasi tertinggi tingkat kematangan gonad ditemukan pada bulan Juni (70% dan 74%). Adanya ikan yang memiliki TKG III dan TKG IV mengindikasikan adanya ikan yang memijah diperairan tersebut. Sehingga dapat diduga musim pemijahan ikan ini berlangsung sekitar bulan Juni.
36
Ikan tembang yang tertangkap diperairan Teluk Jakarta berdasarkan nilai TKG berkisar antara januari sampai maret dan puncak pemijahannya terjadi pada bulan februari (Adisti 2010). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa musim
pemijahan ikan tembang berlangsung sepanjang tahun.
Gambar 18.Tingkat kematangan gonad ikan betina (a) jantan (b) , Indeks kematangan gonad ikan betina (c) jantan (d) bulan Agustus, Faktor
kondisi ikan betina (e) jantan (f) setiap bulan pengamatan
a b
c d
37 4.10. Pengelolaan
Ikan tembang merupakan ikan pelagis kecil yang berada di perairan
Indonesia, memiliki potensi yang sangat besar dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Semakin tinggi permintaan pasar terhadap ikan tembang, maka akan menyebabkan intensitas penangkapan ikan tembang cenderung tidak terkendali. Upaya penangkapan ikan tembang yang terus meningkat juga akan menyebabkan ukuran ikan yang tertangkap masih kecil yang pada akhirnya akan menurunkan
jumlah hasil tangkapan. Keberadaan ikan tembang di alam harus tetap dijaga kelestariannya agar tidak tejadi kepunahan demi keberlanjutan dalam pemanfaatannya. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan yang tepat untuk menjamin keberlanjutan sumberdaya ikan di alam, yaitu melakukan pengaturan
waktu penangkapan, jenis dan ukuran ikan yang diperbolehkan untuk ditangkap. Dalam penelitian diperoleh ikan tembang betina banyak ditemukan pada selang kelas ukuran 148-155 mm dan ikan tembang jantan pada selang kelas ukuran 140-147 mm. Pada selang kelas tersebut banyak ditemukan ikan tembang telah matang gonad. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ikan yang boleh
ditangkap adalah ikan-ikan yang ukuran panjangnya diatas 148-155 mm (ikan betina) dan 140-147 (ikan jantan). Hal ini menunjukan agar ikan-ikan yang telah matang gonad diberi kesempatan untuk memijah terlebih dahulu sehingga keberadaan ikan tembang di alam tetap stabil. Untuk menghindari tertangkapnya ikan-ikan yang berukuran dibawah 140 mm perlu dilakukan selektifitas alat
tangkap dengan memperbesar ukuran mata jaring.
38
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KesimpulanIkan tembang (Sardinella fimbriata) yang didaratkan di PPP Labuan, Banten pada bulan Maret hingga Oktober 2011 memiliki rasio kelamin yang tidak seimbang (1:1.7), sehingga ikan jantan lebih banyak tertangkap dibandingkan ikan betina. Hal ini diduga rekuitmen ikan tembang di alam rendah, sehingga keberlanjutan populasi ikan tembang menurun. Ikan tembang jantan cenderung
lebih cepat matang gonad pada selang ukuran 132-155 mm, sedangkan ikan betina pada selang ukuran 143-154 mm. Ikan tembang (S. fimbriata) termasuk ikan yang memijah secara bertahap (partial spawner). Potensi reproduksi yang didapatkan selama penelitian cukup tinggi dengan kisaran fekunditas 8251-294500 butir. Bulan Juni merupakan musim pemijahan bagi ikan-ikan tembang sehingga
sebaiknya penangkapan dilakukan sebelum atau sesudah bulan Juni.
5.2. Saran
Perlu adanya penelitian lanjutan ikan tembang di Labuan yang dilakukan
39
DAFTAR PUSTAKA
Adisti. 2010. Kajian biologi reproduksi ikan tembang (Sardinella maderensis
Lowe, 1838) di perairan Teluk Jakarta yang didaratkan di PPP Muara Angke, Jakarta Utara [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor
Baginda, H. 2006. Biologi reproduksi ikan tembang (Sardinella fimbriata) pada bulan Januari-Juni Di Perairan Ujung pangkah, Jawa Timur [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Dwiponggo A. 1982. Beberapa aspek biologi ikan lemuru,Sardinella spp.P.75-89.
In : Prosiding : Seminar perikanan lemuru Banyuwangi 18-21 Januari 1982. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Jakarta.
Effendie MI. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dwi Sri. Bogor. 112 Halaman
Effendi MI. 2005. Biologi Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Febianto S. 27. Aspek biologi reproduksi ikan lidah pasir (Cynoglossus idalamgua HamiltonBuchanan, 1822) di Perairan Ujung Pangkah, Kabupaten Gresik, Jawa Timur [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Fujaya Y. 2004. Fisiologi Hewan Air Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Jakarta: Rineka Cipta.
Ismail MI. 2006. Beberapa aspek biologi reproduksi ikan tembang (Clupea platygaster) di perairan Ujung Pangkah, Gresik, Jawa Timur [skripsi]
King M. Fisheries Biology : assessment and management. Oxford : Marston Book Services
40
Monintja D, Zulkarnaen R dan Mawardi W. 1994. Studi tentang kelimpahan ikan tembang (Sardinella fimbriata) di Perairan Pelabuhan Ratu (tahap I:
recruitment dan fishing mortality) [Laporan Penelitian]. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 104 hlm.
Mulyoko. 2010. Kajian aspek reproduksi sebagai upaya menekan penurunan populasi ikan tilan (Mustacembelus erythrotaenia, Bleeker 1850) di Sungai Musi [skripsi]. Departemen Manajamen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hlm 3-4.
Mustac B dan Sinovcic G. 2010. Differences in reproduction cycle between sarnine (Sardine pilchardus Walb 1792) and gilt sardine (Sardine aurita
Val 1847) in the Middle Wastren Adriatic. 39: 600.
Mustac B dan Sinovcic G. 2012. Reproductive cycle of gilt sardine (Sardinella aurita Valenciennes 1847) in the Eastern Middle Adriatic Sea. 28: 46-50
Nasution SH. dan Sulistiono. 2003. Kematangan Gonad Ikan Endemik Rainbow Selebensis Telmatherina celebensis Boulenger Di Danau Towuti Sulawesi Selatan. 10 (2): 65-128.
Nikolsky GV. 1963. The Ecology of fishes. Academic Press; London and New York
Peristiwady T.2006. Ikan-ikan laut ekonomis penting di Indonesia. LIPI Press. Jakarta. Xiv + 270 hlm.
Rahardjo MF, M Imron, G Yulianto dan A Arifin. 1999. Studi Komoditas Unggulan Perikanan Laut di Provinsi Jawa Barat. Kerjasama Dinas Perikanan Laut di Provinsi Jawa Barat dengan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor
Rizal DA. 2009. Studi biologi reproduksi ikan senngirangan (Puntius johorensis) di Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi, Sumatera Selatan. [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Institut Pertanian Bogor: Bogor. 50 hlm
Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Jilid I dan II. Bina Cipta. Bandung. 508 hlm.
41
Sulistiono dan Arwani M. 2006. Kematangan Gonad dan Kebiasaan Makanan Ikan Janjan Bersisik Parapocryptes sp. di Perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur. 13 (2): 83-175.
Susilawati R. 2000. Aspek Reproduksi, Makanan dan Pola Pertumbuhan Ikan Biji Nangka ( Upeneus moluccensis Blkr. ) di Perairan Teluk Banten, Jawa Barat [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Tampubolon PA. 2008. Biologi reproduksi ikan motan (Thynchthys thynnoides
Bleeeker, 1852) di perairan Rawa Banjiran Sungai Kampar Kiri Riau [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Institut Pertanian Bogor: Bogor. 62 hlm
Tsikliras AC dan Antonopoulou. 2006. Reproductive biology of round sardinella (Sardinella aurita) in the north-eastern Mediterranean. 70(2) : 281-290
Walpole RE.1993. Pengantar statistic. Edisi 3. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Warjono J. 1990. Studi beberapa aspek biologi reproduksi ikan betutu (Oxyeleotris marmorata Bleeker) di Sungai Cisadane Kabupaten Tangerang dan di Waduk Saguling Kabupaten Bandung, Jawa Barat. [Skripsi]. Departemem Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor
Yustina dan Arnentis. 2002. Aspek Reproduksi Ikan Kapiek (Puntius schwanefeldi Bleeker) di Sungai Rangau – Riau, Sumatra .7(1) . 5-13
42
43
Lampiran 1. Alat- alat yang digunakan selama melakukan penelitian
Timbangan digital Mikroskop
Botol sampel Cawan petri
44 Lampiran 1. (Lanjutan)
Gelas ukur Mikrometer
Kaca preparat Alat bedah
45
Lampiran 2. Bahan-bahan yang digunakan selama melakukan penelitian
Formalin Akuades
46
Lampiran 3. Rasio kelamin ikan tembang (Sardinella fimbriata)
Bulan Pengamatan
Jumlah Rasio (%)
Jantan Betina Jantan Betina
April 44 55 44.44 55.56
Juni 49 51 49,00 51,00
Juli 38 62 38,00 62,00
Agustus 54 41 56.80 43.20
September 65 35 65,00 35,00
Oktober 63 37 63,00 37,00
47
Lampiran 4. Faktor kondisi ikan tembang (Sardinella fimbriata) selama tujuh bulan pengamatan
Bulan Betina Jantan
FK STDEV FK STDEV
April 0.407373 0.016324 0.404022 0.020336
Juni 0.845878 0.107287 0.629486 0.081468
Juli 0.459842 0.078996 0.539359 0.020034
Agustus 0.592902 0.076790 0.728136 0.038259
September 0.588994 0.064047 0.449781 0.025971
49
Lampiran 5. Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad ikan tembang (S. fimbriata) dengan metode Sperman-Karber
Betina
sk Nt xi Ni Nb Pi 1‐Pi (Qi) x(i+1)‐xi Pi*Qi Ni‐1 Pi*Qi/Ni‐1
110 118 114 2.0569 5 0 0.0000 1.0000 0.0000 4 0.0000
119 127 123 2.0899 21 3 0.1429 0.8571 0.0330 0.1224 20 0.0061
128 136 132 2.1206 47 4 0.0851 0.9149 0.0307 0.0779 46 0.0017
137 145 141 2.1492 48 18 0.3750 0.6250 0.0286 0.2344 47 0.0050
146 154 150 2.1761 73 34 0.4658 0.5342 0.0269 0.2488 72 0.0035
155 163 159 2.2014 62 41 0.6613 0.3387 0.0253 0.2240 61 0.0037
164 172 168 2.2253 20 14 0.7000 0.3000 0.0239 0.2100 19 0.0111
173 181 177 2.2480 4 3 0.7500 0.2500 0.0227 0.1875 3 0.0625
182 190 186 2.2695 1 1 1.0000 0.0000 0.0215 0.0000 0 0.0000
total 4.1800 4.8200 0.2126 0.0935
rata2 0.0266 0.0104
sm =
50 Lampiran 5. (Lanjutan)
Jantan
Sk Nt xi Ni Nb Pi 1-Pi (Qi) x(i+1)-xi Pi*Qi Ni-1 Pi*Qi/Ni-1 100 108 104 2,0170 1 0 0,0000 1,0000 0,0360 0,0000 0 0,0000 109 117 113 2,0531 3 1 0,3333 0,6667 0,0333 0,2222 2 0,1111 118 126 122 2,0864 17 3 0,1765 0,8235 0,0309 0,1453 16 0,0091 127 135 131 2,1173 31 7 0,2258 0,7742 0,0289 0,1748 30 0,0058 136 144 140 2,1461 75 42 0,5600 0,4400 0,0271 0,2464 74 0,0033 145 153 149 2,1732 102 80 0,7843 0,2157 0,0255 0,1692 101 0,0017 154 162 158 2,1987 60 42 0,7000 0,3000 0,0241 0,2100 59 0,0036 163 171 167 2,2227 42 16 0,3810 0,6190 0,0228 0,2358 41 0,0058 172 180 176 2,2455 2 1 0,5000 0,5000 0,2500 1 0,2500 total 3,6609 5,3391 0,2285 0,3903
rata2 0,0286 0,0434
sm =