POTENSI EKSTRAK KANGKUNG (Ipomea aquatica Forsk.)
SEBAGAI BIOFUNGISIDA
UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT BUSUK BUAH
FUSARIUM PADA BUAH TOMAT
EVA MARHAENIS
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
ABSTRAK
EVA MARHAENIS, Potensi Ekstrak Kangkung (Ipomea aquatica Forsk.) sebagai Biofungisida untuk Mengendalikan Penyakit Busuk Buah Fusarium pada Buah Tomat. Dibimbing oleh BONNY P.W SOEKARNO.
Penelitian bertujuan menguji keefektifan ekstrak kangkung sebagai biofungisida untuk mengendalikan penyakit busuk buah Fusarium pada tomat. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Buah tomat berasal dari pasar, sedangkan tanaman kangkung diperoleh dari petani kangkung di wilayah Ranca Bungur, Kabupaten Bogor. Pengujian ekstrak kangkung dilakukan dengan metode
in vitro dalam laboratorium dan in vivo, yaitu pengaplikasiannya pada buah tomat. Pengujian secara in vitro dilakukan dengan uji penghambatan pertumbuhan koloni
Fusarium sp., sedangkan pengujian secara in vivo dilakuakn dengan uji preventif dan uji kuratif. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis sidik ragam dengan program Statistical Analysis System (SAS). Selanjutnya tiap perlakuan yang berpengaruh nyata dilakuakan uji jarak berganda Duncan untuk melihat perbedaan tiap perlakuan pada taraf 5%. Hasil pengamatan menunjukkan aplikasi ekstrak kangkung pada buah tomat mampu menekan penyakit busuk buah Fusarium yang disebabkan oleh cendawan Fusarium sp. Dari uji in vitro,
POTENSI EKSTRAK KANGKUNG (Ipomea aquatica Forsk.)
SEBAGAI BIOFUNGISIDA
UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT BUSUK BUAH
FUSARIUM PADA BUAH TOMAT
EVA MARHAENIS
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian
di Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Judul : Potensi Ekstrak Kangkung (Ipomea aqutica Forsk.) sebagai Biofungisida untuk Mengendalikan Penyakit Busuk Buah Fusarium pada Buah Tomat Nama Mahasiswa : Eva Marhaenis
NRP : A34062704
Menyetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Bonny P. W. Soekarno, MS. NIP 19620618 198811 1001
Mengetahui,
Ketua Departeman Proteksi Tanaman
Dr. Ir. Dadang, MSc. NIP 19640204 19902 1 002
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cirebon, Jawa Barat pada tanggal 14 Agustus 1988 dari pasangan Bapak Hasanudin dan Ibu Sarnimah. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara. Tahun 2000 penulis lulus dari Sekolah Dasar Negeri Batu Ampar 01 Pagi Jakarta, tahun 2003 penulis lulus dari Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama 49 Jakarta, selanjutnya penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Babakan Cirebon pada tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada tahun kedua, penulis diterima di Mayor Departeman Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian.
PRAKATA
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya serta nikmat iman dan islam sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Potensi ekstrak kangkung (Ipomea aquatica Forsk.) sebagai biofungisida untuk mengendalikan penyakit busuk buah Fusarium pada buah tomat” sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Hasanudin dan Ibu Sarnimah, serta keluarga besar penulis di Jakarta dan Cirebon terima kasih atas doa, kasih sayang dan dukungan yang diberikan. 2. Dr. Ir. Bonny P. W. Soekarno, MS., selaku dosen pembimbing skripsi, yang telah membimbing dan memberikan pengarahan dan nasihat selama penyusunan skripsi ini, dan dosen-dosen yang telah berjasa dalam memberikan ilmu dan pengalamannya kepada penulis.
3. Pak Dadang, Arni Rahmania, Dedek Kusvianti, Alfian Muri Leoniyanto, Nurul Rikmawati, Dian Safitri, Bp. Jekvi, Bp. Taufik, Bp. Fajar, Nilda, Linda, Tri, Chemy, Cici, dan Dewi. Terima kasih atas bantuannya selama penelitian di Laboratorium Mikologi Tumbuhan.
4. Didah Faridah, Mora Yanti, serta teman-teman Proteksi Tanaman angkatan 43 yang telah memberikan dukungan, semangat, bantuan, dan kerjasamanya selama ini.
5. Keluarga besar Senior Resident, Bp. Irmansyah, Rosyidamayanti, Anriani, Andriani Wijiastuti, Yuli Astuti, dan teman-teman SR lain yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
6. Adik-adik di Asrama TPB IPB mulai dari angkatan 45-47, khususnya untuk Damaria Widasari, Neng Yulia Nengsih, Lisa Adina, Anandya Surya, dan Deby Vertisa yang telah memberi bantuan, semangat dan keceriaan kepada penulis.
7. Ryani Sismanti dan teman-teman seperjuangan atas persaudaraannya selama ini dan selamanya.
Penulis menyadari laporan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, maka segala kritik dan saran penyempurnaan sangat diharapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Bogor, 3 Mei 2011
DAFTAR ISI
Kangkung sebagai Altenatif Biofungisida... 5
BAHAN DAN METODE ... 6
Pengujian Ekstrak Kangkung ... 7
Pengujian In Vitro ... 7
Pengaruh Aplikasi Ekstrak Kangkung Secara in vitro ... 11
Pengaruh Aplikasi Ekstrak Kangkung Secara iin ivo ... 13
Pengaruh Aplikasi Ekstrak Dun Kangkung Terhadap Masa Inkubasi Fusarium sp. ... 13
Pengaruh Aplikasi Ekstrak Dun Kangkung Terhadap Kejadian Penyakit ... 13
Pengaruh Aplikasi Ekstrak Dun Kangkung Terhadap Kejadian Penyakit ... 14
KESIMPULAN DAN SARAN ... 15
Kesimpulan ... 15
Saran ... 15
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Pertumbuhan koloni Fusarium sp. pada media PDA dengan
penambahan ekstrak batang kangkung ... 10
2. Pertumbuhan koloni Fusarium sp. pada media PDA dengan
penambahan ekstrak daun kangkung ... 11
3. Pengaruh aplikasi ekstak daun kangkung terhadap pertumbuhan
koloni Fusarium sp. pada akhir pengamatan (7 HSP) ... 11
4. Pengaruh aplikasi ekstrak daun kangkung terhadap kejadian
penyakit busuk buah Fusarium dengan uji kuratif dan preventif ... 13
5. Pengaruh aplikasi ekstrak daun kangkung terhadap intensitas
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Rata-rata diameter koloni Fusarium sp. pada 7 HSP pada perlakuan
in vitro ... 19
2. Daya hambat ekstrak kangkung terhadap pertumbuhan koloni
Fusarium sp. pada perlakuan in vitro ... 19
3. Pengaruh aplikasi ekstrak daun kangkung konsentrasi 20% terhadap
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman tomat merupakan salah satu komoditas hortikultura yang potensial untuk dikembangkan, karena mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi dan potensi ekspor yang besar. Rata-rata produksi tomat di Indonesia dalam 5 tahun terakhir (2005 – 2009) mencapai 698.254,6 ton/tahun dengan rata-rata produktivitas 12 ton/ha. Nilai ini masih jauh di bawah rata-rata produktivitas tomat di Amerika Serikat yang mencapai 65,5 ton/ha (BPS 2009).
Namun demikian, menurut Cahyono (2008) banyak kendala yang dihadapi dalam upaya mendukung peningkatan produksi serta mutu hasil produk untuk memenuhi kebutuhan nasional dan ekspor komoditas tomat, antara lain kurang tersedianya bibit bermutu tinggi, besarnya biaya produksi disebabkan penggunaan pestisida dan pupuk yang berlebihan, dan gangguan organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Organisme pengganggu tumbuhan tomat ada yang menyerang saat masih ditanam, dan ada juga yang menyerang saat buah sudah dipanen/pascapanen. Penyakit-penyakit yang biasa menyerang tanaman tomat di antaranya penyakit layu Fusarium dan busuk buah Fusarium yang disebabkan oleh cendawan Fusarium sp.
Karakteristik penting produk pascapanen buah dan sayuaran seperti tomat ini adalah buah tersebut masih hidup dan masih melanjutkan fungsi metabolismenya. Akan tetapi metabolisme yang dimaksud tidak sama dengan tanaman induknya yang tumbuh dengan lingkungan asli, karena produk yang telah dipanen mengalami berbagai bentuk cekaman (stress), seperti hilangnya suplai nutrisi, pelukaan saat panen, hambatan ketersediaan CO2 dan O2, hambatan suhu, pengemasan dan juga transportasi yang dapat menimbulkan kerusakan mekanis lebih lanjut (Soesanto 2006).
2
ideal dengan adanya peningkatan suhu, kelembapan dan siap menginfeksi sayuran melalui pelukaan-pelukaan yang sudah ada. Selama transportasi ke konsumen, produk sayuran pascapanen mengalami tekanan fisik, getaran, gesekan pada kondisi dimana suhu dan kelembapan memacu proses pelayuan (Yudiarti 2007).
Soesanto (2008) menjelaskan bahwa perlakuan-perlakuan pascapanen bertujuan memberikan penampilan yang baik dan kemudahan-kemudahan bagi konsumen, serta memberikan perlindungan produk dari kerusakan dan memperpanjang masa simpan. Sukses penanganan pascapanen memerlukan koordinasi dan integrasi yang hati-hati dari seluruh tahapan dari operasi pemanenan sampai ke tingkat konsumen untuk mempertahankan mutu produk awal.
Sistem pengendalian hama terpadu (PHT) merupakan acuan dalam upaya mengatasi masalah OPT baik pada saat masih ditanam maupun saat pascapanen, yang secara ekonomi, ekologi dan sosial dapat dipertanggungjawabkan (Djafaruddin 2008).
Di Indonesia, kangkung mudah diternui di daerah-daerah di Jawa, Papua, dan Aceh Besar. Kangkung merupakan tanaman yang turnbuhnya relatif cepat. Dalarn waktu 4-6 minggu sejak dari benih, kangkung sudah bisa dipanen. Tanaman yang disebut-sebut juga sebagai penyembuh ini juga memiliki potensi untuk dijadikan sebagai biofungisida yang dapat melindungi tanaman dari serangan penyakit. Hal ini menjadi pertimbangan karena sifat dari tanaman kangkung yang antiracun (antitoksik), dan sedatif atau penenang (Juwita 1994).
Tujuan
Penelitian bertujuan menguji potensi ekstrak kangkung sebagai biofungisida untuk menghambat pertumbuhan dan perkembangan penyakit busuk buah Fusarium yang disebabkan oleh cendawan Fusarium sp. pada buah tomat.
Manfaat
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Tomat
Buah tomat adalah komoditas yang multiguna, berfungsi sebagai sayuran, bumbu masak, buah meja, penambah nafsu makan, minuman, bahan pewarna makanan, sampai kepada bahan kosmetik dan obat-obatan. Karena itu tidaklah mengherankan kalau komoditas tomat terus berkembang di arena pertanian dan perdagangan internasional. Menurut Villareal (1980), rata-rata kemampuan produksi di daerah tropik lebih rendah bila dibandingkan dengan daerah sub tropik. Di Indonesia, tanaman tomat lebih banyak diusahakan di daerah pegunungan daripada di dataran rendah.
Potensi pasar buah tomat dapat dilihat dari segi harga yang terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, sehingga membuka peluang yang lebih besar terhadap serapan pasar. Peningkatan jumlah penduduk, pendidikan, kesadaran gizi, dan peningkatan pendapatan masyarakat juga akan meningkatkan kebutuhan buah tomat. Selain itu, kemajuan di bidang industri pengolahan akan berperan terhadap besarnya serapan pasar buah tomat dan kemajuan di bidang transportasi akan lebih menunjang pemasarannya (Cahyono 2008).
Menurut Soesanto (2008) pengendalian hama dan penyakit merupakan tindakan perlindungan tanaman dari ancaman kerusakan yang ditimbulkannya. Serangan hama dan penyakit dapat mengakibatkan penurunan hasil hingga mencapai 65% dari total penanaman. Bahkan, serangan hama dan penyakit yang memiliki daya merusak tinggi dapat memusnahkan seluruh tanaman sehingga menggagalkan panen. Serangan hama dan penyakit sering terjadi secara mendadak dan kadang-kadang bersifat meluas, walaupun sterilisasi dan sanitasi kebun telah dilakukan dengan baik.
Fusarium sp.
4
yang muncul dan berkembang selama periode pascapanen, tanpa memedulikan kapan terjadinya inokulasi, penetrasi, dan infeksinya (Martoredjo 2009).
Salah satu penyakit penting pada tanaman tomat adalah penyakit yang disebabkan oleh cendawan Fusarium sp. mulai yang menyerang akar, batang, daun, hingga buah. Cendawan ini dapat menyerang tanaman mulai periode tanam hingga periode pascapanen. Tanaman yang sakit menunjukkan gejala daun berwarna kuning, layu, dan akhirnya tanaman mati. Apabila batang dibelah membujur akan terlihat garis-garis cokelat hitam menuju semua arah dari batang ke atas melalui jaringan pembuluh batang. Berkas pembuluh akar biasanya tidak berubah warnanya, namun seringkali akar tanaman sakit sering berwarna hitam dan membusuk (Suryanti et al. 2003).
Buah tomat yang terserang penyakit busuk buah Fusarium yang disebabkan oleh cendawan Fusarium sp. menunjukkan gejala busuk yang pada mulanya berwarna kecokelatan, lama-lama menjadi hitam dan membusuk di sekitar pangkal buah (Semangun 1996).
Fusarium sp. dicirikan dengan tubuh berupa miselium bercabang, hialin, dan bersekat (septat), dengan diameter 2-4 µm. Cendawan ini juga memiliki struktur fialid yang berupa monofialid ataupun polifialid dan berbentuk soliter ataupun merupakan bagian dari sistem percabangan yang kompleks (Barnet & Hunter 1998).
Fauzi (2007) menjelaskan bahwa serangan penyakit busuk buah Fusarium
yang disebabkan oleh cendawan Fusarium sp. ini dapat mengakibatkan penurunan produktivitas dan mutu hasil tanaman tomat. Kerugian akibat serangan penyakit ini cukup besar, bahkan seringkali mengakibatkan kegagalan panen. Layu
5
Kangkung sebagai Altenatif Biofungisida
Kangkung adalah tanaman yang sangat mudah ditemukan di Indonesia, dan sering disebut sebagai penyembuh ajaib, karena dapat dimanfaatkan untuk mengobati berbagai jenis penyakit pada manusia seperti sembelit, mimisan, dan keracunan makanan. Selain itu, kangkung juga memiliki potensi untuk dijadikan sebagai biofungisida yang dapat melindungi tanaman dari serangan penyakit. Menurut Anggara (2009), setiap 100 g kangkung mengandung 458 mg kalium dan 49 mg natrium, yang membentuk persenyawaan sebagai garam bromida. Hasil analisis diketahui bahwa tanaman kangkung mengandung senyawa aktif fitokimia seperti fitosterol dan karoten yang diperkirakan memiliki efek antioksidan, sedatif (penenang), antikanker, antimikroba, dan antijamur (Puspita 2010).
Menurut Valencia et al. (2009), kalium bikarbonat sering digunakan dalam industri makanan untuk menghindari fermentasi dan meningkatkan pH. Dengan cara yang sama, telah terbukti juga dapat mengendalikan patogen pascapanen, namun tidak ada laporan yang menggambarkan dampak dari senyawa kimia ini pada patogen tular tanah maupun cendawan antagonis lainnya. Li et al. (2009) menyatakan bahwa natrium silikat sangat kuat menghambat perkecambahan spora dan pertumbuhan miselium Fusarium sulphureum berupa penebalan dinding sel hifa dan distorsi sel. Hasil pengujian in vivo menunjukkan bahwa natrium silikat dapat mengendalikan busuk kering umbi yang diinokulasi dengan suspensi spora
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanain, Institut Pertanian Bogor (IPB). Penelitian dilaksanakan dari September 2010 sampai Januari 2011.
Bahan Tanaman Uji
Buah tomat yang digunakan dalam pengujian secara in vivo dibeli dari pasar tradisional Cibeureum, Kabupaten Bogor.
Bahan Sumber Ekstrak
Bahan yang digunakan sebagai sumber ekstrak ialah daun dan batang kangkung yang diperoleh dari petani kangkung di Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor.
Penyediaan Isolat Fusarium sp
7
Penyiapan Ekstrak Kangkung
Ekstrak kangkung yang berasal dari petani kangkung dipisahkan menjadi ekstrak batang dan ekstrak daun kangkung. Ekstraksi dilakukan secara terpisah dari masing-masing bagian tersebut. Batang dan daun kangkung secara terpisah dibersihkan dan dipotong-potong, kemudian ditumbuk dengan menggunakan mortar. Setelah halus ditambah air steril dengan perbandingan 200 ml dalam 80 g untuk mendapatkan konsentrasi 40% (b/v), untuk selanjutnya ditambahkan dengan media PDA, sehingga diperoleh ekstrak batang/daun kangkung konsentrasi 20% dan seterusnya. Setelah ditumbuk dilakukan penyaringan secara bertahap. Penyaringan pertama dilakukan dengan saringan kasa di vacuum filter
untuk memisahkan cairan dan ampas. Selanjutnya disaring kembali menggunakan filter membran Whatman 0,4 µm pada vacuum filter sehingga dihasilkan ekstrak murni dari batang kangkung/daun kangkung.
Pengujian Ekstrak Kangkung Pengujian In Vitro
Pengujian pertumbuhan koloni dilakukan dengan uji daya hambat ekstrak kangkung terhadap pertumbuhan koloni Fusarium sp. dalam media PDA. Setiap ekstrak dicampur dengan media PDA yang bersuhu ± 50 ⁰C sehingga terbentuk konsentrasi ekstrak batang kangkung 2,5% (B1); 5% (B2); 10% (B3); dan 20% (B4), dan konsentrasi ekstrak daun kangkung 2,5% (D1); 5% (D2); 10% (D3); dan 20% (D4). Selanjutnya isolat murni Fusarium sp. berdiameter 0,5 cm ditumbuhkan pada media-media tersebut. Sebagai kontrol negatif isolat Fusarium
8
Pengujian In Vivo
Pengujian in vivo dilakukan setelah diketahui konsentrasi ekstak kangkung yang efektif menekan pertumbuhan koloni Fusarium sp. pada pengujian in vitro.
Pengujian in vivo terdiri atas uji kuratif dan uji preventif
Uji Kuratif. Uji kuratif (KR) dilakukan untuk mengetahui kemampuan ekstrak kangkung menekan kejadian penyakit busuk buah tomat setelah terjadi serangan Fusarium sp. penyebab penyakit busuk buah Fusarium. Perlakuan secara kuratif dilakukan setelah muncul gejala pertama busuk buah Fusarium, dan dilakukan pengamatan selama 7 hari setelah perlakuan (HSP). Buah tomat disterilisasi dengan alkohol 70% kemudian dikeringanginkan, lalu diinokulasi dengan metode penetesan suspensi 106 konidia Fusarium sp., selanjutnya diinkubasi sampai muncul gejala busuk buah Fusarium untuk pertama kali. Setelah muncul gejala, buah tomat direndam dalam suspensi ekstrak kangkung terpilih selama 10 menit, kemudian dikeringanginkan dan diletakkan di atas nampan, selanjutnya diinkubasi selama 7 hari. Sebagai kontrol negatif, buah tomat diinkubasi tanpa diberi perlakuan perendaman dalam ekstrak kangkung terpilih. Untuk kontrol positif, buah tomat direndam dalam suspensi fungisida berbahan aktif propineb 70% dengan konsentrasi 0,2% (b/v). Setiap hari dilakukan pengamatan terhadap perkembangan penyakit busuk Fusarium pada buah tomat. Perlakuan diulang sebanyak 3 kali dan setiap ulangan terdiri atas 5 buah tomat.
9
kontrol positif, sebelum penyemprotan konidia Fusarium sp. buah tomat direndam dalam suspensi fungisida berbahan aktif propineb 70% dengan konsentrasi 0,2% (b/v). Setiap hari dilakukan pengamatan gejala yang muncul. Perlakuan diulang sebanyak 3 kali dan setiap ulangan terdiri dari 5 buah tomat.
Pengujian preventif dibedakan berdasarkan pengaruh induksi resistensi (PIR) dan pengaruh residu (PR). Buah tomat pada pengujian berdasarkan pengaruh induksi resistensi setelah direndam ekstrak kangkung terpilih dan diinkubasi 1 hari, dicuci menggunakan air steril, kemudian diinokulasi konidia cendawan. Buah tomat pada pengujian berdasarkan pengaruh residu setelah perlakuan ekstrak kangkung terpilih dan diinkubasi selama 1 hari tidak dilakukan pencucian air steril, melainkan langsung dilakukan inokulasi konidia cendawan.
Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan meliputi penghitungan daya hambat ekstrak kangkung, masa inkubasi, kejadian penyakit, dan intensitas penyakit.
Daya hambat ekstrak kangkung terhadap pertumbuhan Fusarium sp. pada 7 HSP pada percobaan in vitro dihitung dengan menggunakan rumus:
ØK1 = diameter koloni kontrol (cm) ØP1 = diameter koloni perlakuan (cm)
Masa inkubasi merupakan waktu yang diperlukan patogen untuk menimbulkan gejala pertama pada buah tomat setelah inokulasi Fusarium sp.
Kejadian penyakit dihitung berdasarkan jumlah buah yang terserang
Fusarium sp. penyebab penyakit busuk buah Fusarium terhadap populasi buah yang diamati. Kejadian penyakit dihitung dengan rumus:
KP = kejadian penyakit
10
Intensitas penyakit atau disebut juga sebagai tingkat perkembangan keparahan penyakit pada inang dihitung dengan rumus:
IP =
ni = jumlah tanaman dengan skor ke-i vi = nilai skor penyakit
N = jumlah tanaman yang diamati V = skor tertinggi
Merujuk pada Purnomo (2008), skor gejala menurut luas busuk buah terhadap inokulasi Fusarium sp. dengan metode Swart dengan modifikasi sebagai berikut:
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Aplikasi Ekstrak Kangkung Secara in vitro
Daya hambat ekstrak batang kangkung terhadap pertumbuhan Fusarium sp. secara in vitro berkisar antara 3,40% dan 8,67% (Gambar 1); sedangkan daya hambat ekstrak daun mencapai 13,74% - 45,55% (Gambar 2). Apabila dibandingkan antara aplikasi ekstrak batang dengan ekstrak daun, dapat diambil kesimpulan bahwa ekstrak daun lebih efektif dalam menghambat pertumbuhan
Fusarium sp. daripada ekstrak batang kangkung. Perlakuan ekstrak daun kangkung pada konsentrasi 20% menunjukkan daya hambat yang paling tinggi, yaitu sebesar 45,5%. Dengan demikian, ekstrak daun kangkung konsentrasi 20% (D4) paling efektif dalam menekan pertumbuhan Fusarium sp.
12
Gambar 2 Pertumbuhan koloni Fusarium sp. pada media PDA dengan penambahan ekstrak daun. D1: ekstrak daun 2,5%; D2: ekstrak daun 5%; D3: ekstrak daun 10%; D4: ekstrak daun 20%; KN: kontrol negatif; KP: kontrol positif
Indikator potensi ekstrak daun kangkung sebagai fungisida antara lain diukur dari daya hambat ekstrak daun kangkung terhadap pertumbuhan Fusarium
sp. Gambar 3 menunjukkan pertumbuhan koloni kontrol pada akhir pengamatan (7 HSP) yang hampir menutupi seluruh permukaan media dibandingkan dengan perlakuan ekstrak daun kangkung yang memperlihatkan adanya penekanan pertumbuhan koloni Fusarium sp.
Kontrol Ekstrak daun 20%
Gambar 3 Aplikasi ekstak daun kangkung terhadap pertumbuhan koloni
13
Pengaruh Aplikasi Ekstrak Daun Kangkung Secara in vivo
Pengaruh Aplikasi Ekstrak Daun Kangkung Terhadap Masa Inkubasi
Setelah dilakukan uji in vitro, ekstrak kangkung yang digunakan pada percobaan in vivo adalah ekstrak daun kangkung 20% (D4). Pada pengujian induksi resistensi perlakuan ekstrak daun kangkung 20% mempunyai potensi untuk memperpanjang masa inkubasi penyakit busuk buah Fusarium. Namun, pada pengujian kuratif dan preventif perlakuan ekstrak daun kangkung 20% tidak berpengaruh nyata terhadap masa inkubasi penyakit busuk buah Fusarium pada buah tomat dibandingkan dengan kontrol positif maupun kontrol negatif (Tabel 1). Tabel 1 Pengaruh aplikasi ekstrak daun kangkung konsentrasi 20% terhadap masa
inkubasi Fusarium sp. dengan uji kuratif dan preventif Perlakuan
Angka yang diikuti huruf berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (uji selang berganda Duncan α = 0,05). KR= kuratif, PIR= preventif pengaruh induksi resistenssi, PR= preventif pengaruh residu.
Pengaruh Aplikasi Ekstrak Daun Kangkung Terhadap Kejadian Penyakit
14
Gambar 4 Pengaruh aplikasi ekstrak daun kangkung terhadap kejadian penyakit busuk buah Fusarium dengan uji kuratif dan preventif. KR: kuratif, PIR: preventif pengaruh induksi resisten, PR: preventif pengaruh residu, KN: kontrol negatif, KP: kontrol positif
Pengaruh Aplikasi Ekstrak Daun Kangkung Terhadap Intensitas Penyakit
Perlakuan preventif dan kuratif dengan pengaruh residu menunjukkan intensitas penyakit yang rendah dibandingkan dengan perlakuan ekstrak D4 pada preventif pengaruh induksi resistensi dan dengan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan pascapanen yang terbaik untuk tomat ialah dengan aplikasi kuratif maupun preventif dengan adanya pengaruh residu (Gambar 5).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dalam uji in vitro ekstrak kangkung konsentrasi 20% dapat menekan pertumbuhan koloni Fusarium sp. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak daun kangkung konsentrasi 20% mempunyai potensi sebagai biofungisida untuk mengendalikan pertumbuhan Fusarium sp. Dalam pengujian in vivo ekstrak daun kangkung konsentari 20% mampu menunjukkan daya hambat dan masa inkubasi yang lebih lama bila dibandingkan dengan kontrol negatif.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Agrios GN. 2005. Plant Pathology. New York: Academic Press.
Anggara R. 2009. Pengaruh ekstrak kangkung darat (Ipomea reptans Poir.) terhadap efek sedasi pada mencit [skripsi]. Semarang: Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro.
Barnet HL, Hunter BB. 1998. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. Fourth
Edition. Minnesota: APS Press The American Phytopathological Society.
[BPS] Biro Pusat Statistik. 2009. Data produksi sayuran Indonesia. http://www.bps.go.id/tab_sub/ [1 Maret 2011]
Cahyono B. 2008. Tomat Usaha Tani & Penanganan Pascapanen. Jakarta: Penerbit Kanisius.
Djafaruddin. 2008. Dasar-dasar Pengendalian Penyakit Tanaman. Jakarta: Bumi Aksara.
Djafaruddin. 2004. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. Jakarta: Bumi Aksara.
Fauzi R. 2007. Pengaruh pemberian macam ekstrak alami dan metode ekstraksi terhadap pengendalian penyakit Fusarium oxysporum pada stek tanaman vanili (Vanilla planifolia L.) [skripsi]. Malang: Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Malang.
Juwita S. 1994. Kandungan timah hitam (Pb) pada sayuran bayam (Amaranthus tricolor), kangkung air (Ipomea aquatica Forsk.) dan sawi hijau (Bassica juncea) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Li YC, Bi Y, Ge YH, Sun XJ, dan Wang Y. 2009. Antifungal activity of sodium silicate on Fusarium sulphureum and its effect on dry rot of potato tubers.
Journal of Food Science 74(5):M213-8.
17
Purnomo D. 2008. Aplikasi getah dua genotype papaya betina sebagai biofungisida untuk mengendalikan penyakit antraknosa (Colletotrichum capsici (Syd.) Bult. Et. Bisby) pada cabai merah besar (Capsicum annum
L.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Puspita. 2010. Perbandingan efektivitas ekstrak daun kangkung (Ipomea reptans) dengan ketokonazol 1% secara in vitro terhadap pertumbuhan
Pityrosporum ovale pada ketombe [skripsi]. Semarang: Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro.
Semangun H. 1996. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sinaga MS. 2006. Dasar-dasar Penyakit Tumbuhan. Jakarta: Penebar Swadaya.
Soesanto L. 2008. Pengantar Pengendalian Hayati Penyakit Tanaman. Jakarta: Rajawali Pers.
Soesanto L. 2006. Penyakit Pascapanen. Jakarta : Penerbit Kanisius.
Suryanti, Wibowo A, Sumardiyono C. 2003. Pengendalian penyakit layu Fusarium pada pisang dengan inokulasi jamur mikoriza vesikular arbuskular pada bibit. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia, 9:63-68.
Valencia CO, Alarcón A, Cerrato RF, Cuevas LVH. 2009. In vitro antifungal effects of potassium bicarbonate on Trichoderma sp. and Sclerotinia sclerotiorum. Mycoscience 50:380-387.
Villareal RL. 1980. Tomatoes in the Tropics. Colorado: Westview Press.
19
Lampiran 1 Rata-rata diameter koloni Fusarium sp. pada 7 HSP pada perlakuan
in vitro
Perlakuan Diameter koloni Fusarium sp. pada7 HSP (cm)*
B1 7,80 bc
Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata (uji selang berganda Duncan α = 0,05)
Lampiran 2 Daya hambat ekstrak kangkung terhadap pertumbuhan koloni
Fusarium sp. pada perlakuan in vitro
Perlakuan Persentase penghambatan pada hari ke-
*
*Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata (uji selang berganda Duncan α = 0,05)
Lampiran 3 Pengaruh aplikasi ekstrak daun kangkung konsentrasi 20% terhadap kejadian dan intensitas penyakit busuk buah Fusarium
Perlakuan Kejadian penyakit (%)* Intensitas penyakit (%)* KR 40,0 ab 20,0 c
POTENSI EKSTRAK KANGKUNG (Ipomea aquatica Forsk.)
SEBAGAI BIOFUNGISIDA
UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT BUSUK BUAH
FUSARIUM PADA BUAH TOMAT
EVA MARHAENIS
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
ABSTRAK
EVA MARHAENIS, Potensi Ekstrak Kangkung (Ipomea aquatica Forsk.) sebagai Biofungisida untuk Mengendalikan Penyakit Busuk Buah Fusarium pada Buah Tomat. Dibimbing oleh BONNY P.W SOEKARNO.
Penelitian bertujuan menguji keefektifan ekstrak kangkung sebagai biofungisida untuk mengendalikan penyakit busuk buah Fusarium pada tomat. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Buah tomat berasal dari pasar, sedangkan tanaman kangkung diperoleh dari petani kangkung di wilayah Ranca Bungur, Kabupaten Bogor. Pengujian ekstrak kangkung dilakukan dengan metode
in vitro dalam laboratorium dan in vivo, yaitu pengaplikasiannya pada buah tomat. Pengujian secara in vitro dilakukan dengan uji penghambatan pertumbuhan koloni
Fusarium sp., sedangkan pengujian secara in vivo dilakuakn dengan uji preventif dan uji kuratif. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis sidik ragam dengan program Statistical Analysis System (SAS). Selanjutnya tiap perlakuan yang berpengaruh nyata dilakuakan uji jarak berganda Duncan untuk melihat perbedaan tiap perlakuan pada taraf 5%. Hasil pengamatan menunjukkan aplikasi ekstrak kangkung pada buah tomat mampu menekan penyakit busuk buah Fusarium yang disebabkan oleh cendawan Fusarium sp. Dari uji in vitro,
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman tomat merupakan salah satu komoditas hortikultura yang potensial untuk dikembangkan, karena mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi dan potensi ekspor yang besar. Rata-rata produksi tomat di Indonesia dalam 5 tahun terakhir (2005 – 2009) mencapai 698.254,6 ton/tahun dengan rata-rata produktivitas 12 ton/ha. Nilai ini masih jauh di bawah rata-rata produktivitas tomat di Amerika Serikat yang mencapai 65,5 ton/ha (BPS 2009).
Namun demikian, menurut Cahyono (2008) banyak kendala yang dihadapi dalam upaya mendukung peningkatan produksi serta mutu hasil produk untuk memenuhi kebutuhan nasional dan ekspor komoditas tomat, antara lain kurang tersedianya bibit bermutu tinggi, besarnya biaya produksi disebabkan penggunaan pestisida dan pupuk yang berlebihan, dan gangguan organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Organisme pengganggu tumbuhan tomat ada yang menyerang saat masih ditanam, dan ada juga yang menyerang saat buah sudah dipanen/pascapanen. Penyakit-penyakit yang biasa menyerang tanaman tomat di antaranya penyakit layu Fusarium dan busuk buah Fusarium yang disebabkan oleh cendawan Fusarium sp.
Karakteristik penting produk pascapanen buah dan sayuaran seperti tomat ini adalah buah tersebut masih hidup dan masih melanjutkan fungsi metabolismenya. Akan tetapi metabolisme yang dimaksud tidak sama dengan tanaman induknya yang tumbuh dengan lingkungan asli, karena produk yang telah dipanen mengalami berbagai bentuk cekaman (stress), seperti hilangnya suplai nutrisi, pelukaan saat panen, hambatan ketersediaan CO2 dan O2, hambatan suhu, pengemasan dan juga transportasi yang dapat menimbulkan kerusakan mekanis lebih lanjut (Soesanto 2006).
2
ideal dengan adanya peningkatan suhu, kelembapan dan siap menginfeksi sayuran melalui pelukaan-pelukaan yang sudah ada. Selama transportasi ke konsumen, produk sayuran pascapanen mengalami tekanan fisik, getaran, gesekan pada kondisi dimana suhu dan kelembapan memacu proses pelayuan (Yudiarti 2007).
Soesanto (2008) menjelaskan bahwa perlakuan-perlakuan pascapanen bertujuan memberikan penampilan yang baik dan kemudahan-kemudahan bagi konsumen, serta memberikan perlindungan produk dari kerusakan dan memperpanjang masa simpan. Sukses penanganan pascapanen memerlukan koordinasi dan integrasi yang hati-hati dari seluruh tahapan dari operasi pemanenan sampai ke tingkat konsumen untuk mempertahankan mutu produk awal.
Sistem pengendalian hama terpadu (PHT) merupakan acuan dalam upaya mengatasi masalah OPT baik pada saat masih ditanam maupun saat pascapanen, yang secara ekonomi, ekologi dan sosial dapat dipertanggungjawabkan (Djafaruddin 2008).
Di Indonesia, kangkung mudah diternui di daerah-daerah di Jawa, Papua, dan Aceh Besar. Kangkung merupakan tanaman yang turnbuhnya relatif cepat. Dalarn waktu 4-6 minggu sejak dari benih, kangkung sudah bisa dipanen. Tanaman yang disebut-sebut juga sebagai penyembuh ini juga memiliki potensi untuk dijadikan sebagai biofungisida yang dapat melindungi tanaman dari serangan penyakit. Hal ini menjadi pertimbangan karena sifat dari tanaman kangkung yang antiracun (antitoksik), dan sedatif atau penenang (Juwita 1994).
Tujuan
Penelitian bertujuan menguji potensi ekstrak kangkung sebagai biofungisida untuk menghambat pertumbuhan dan perkembangan penyakit busuk buah Fusarium yang disebabkan oleh cendawan Fusarium sp. pada buah tomat.
Manfaat
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Tomat
Buah tomat adalah komoditas yang multiguna, berfungsi sebagai sayuran, bumbu masak, buah meja, penambah nafsu makan, minuman, bahan pewarna makanan, sampai kepada bahan kosmetik dan obat-obatan. Karena itu tidaklah mengherankan kalau komoditas tomat terus berkembang di arena pertanian dan perdagangan internasional. Menurut Villareal (1980), rata-rata kemampuan produksi di daerah tropik lebih rendah bila dibandingkan dengan daerah sub tropik. Di Indonesia, tanaman tomat lebih banyak diusahakan di daerah pegunungan daripada di dataran rendah.
Potensi pasar buah tomat dapat dilihat dari segi harga yang terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, sehingga membuka peluang yang lebih besar terhadap serapan pasar. Peningkatan jumlah penduduk, pendidikan, kesadaran gizi, dan peningkatan pendapatan masyarakat juga akan meningkatkan kebutuhan buah tomat. Selain itu, kemajuan di bidang industri pengolahan akan berperan terhadap besarnya serapan pasar buah tomat dan kemajuan di bidang transportasi akan lebih menunjang pemasarannya (Cahyono 2008).
Menurut Soesanto (2008) pengendalian hama dan penyakit merupakan tindakan perlindungan tanaman dari ancaman kerusakan yang ditimbulkannya. Serangan hama dan penyakit dapat mengakibatkan penurunan hasil hingga mencapai 65% dari total penanaman. Bahkan, serangan hama dan penyakit yang memiliki daya merusak tinggi dapat memusnahkan seluruh tanaman sehingga menggagalkan panen. Serangan hama dan penyakit sering terjadi secara mendadak dan kadang-kadang bersifat meluas, walaupun sterilisasi dan sanitasi kebun telah dilakukan dengan baik.
Fusarium sp.
4
yang muncul dan berkembang selama periode pascapanen, tanpa memedulikan kapan terjadinya inokulasi, penetrasi, dan infeksinya (Martoredjo 2009).
Salah satu penyakit penting pada tanaman tomat adalah penyakit yang disebabkan oleh cendawan Fusarium sp. mulai yang menyerang akar, batang, daun, hingga buah. Cendawan ini dapat menyerang tanaman mulai periode tanam hingga periode pascapanen. Tanaman yang sakit menunjukkan gejala daun berwarna kuning, layu, dan akhirnya tanaman mati. Apabila batang dibelah membujur akan terlihat garis-garis cokelat hitam menuju semua arah dari batang ke atas melalui jaringan pembuluh batang. Berkas pembuluh akar biasanya tidak berubah warnanya, namun seringkali akar tanaman sakit sering berwarna hitam dan membusuk (Suryanti et al. 2003).
Buah tomat yang terserang penyakit busuk buah Fusarium yang disebabkan oleh cendawan Fusarium sp. menunjukkan gejala busuk yang pada mulanya berwarna kecokelatan, lama-lama menjadi hitam dan membusuk di sekitar pangkal buah (Semangun 1996).
Fusarium sp. dicirikan dengan tubuh berupa miselium bercabang, hialin, dan bersekat (septat), dengan diameter 2-4 µm. Cendawan ini juga memiliki struktur fialid yang berupa monofialid ataupun polifialid dan berbentuk soliter ataupun merupakan bagian dari sistem percabangan yang kompleks (Barnet & Hunter 1998).
Fauzi (2007) menjelaskan bahwa serangan penyakit busuk buah Fusarium
yang disebabkan oleh cendawan Fusarium sp. ini dapat mengakibatkan penurunan produktivitas dan mutu hasil tanaman tomat. Kerugian akibat serangan penyakit ini cukup besar, bahkan seringkali mengakibatkan kegagalan panen. Layu
5
Kangkung sebagai Altenatif Biofungisida
Kangkung adalah tanaman yang sangat mudah ditemukan di Indonesia, dan sering disebut sebagai penyembuh ajaib, karena dapat dimanfaatkan untuk mengobati berbagai jenis penyakit pada manusia seperti sembelit, mimisan, dan keracunan makanan. Selain itu, kangkung juga memiliki potensi untuk dijadikan sebagai biofungisida yang dapat melindungi tanaman dari serangan penyakit. Menurut Anggara (2009), setiap 100 g kangkung mengandung 458 mg kalium dan 49 mg natrium, yang membentuk persenyawaan sebagai garam bromida. Hasil analisis diketahui bahwa tanaman kangkung mengandung senyawa aktif fitokimia seperti fitosterol dan karoten yang diperkirakan memiliki efek antioksidan, sedatif (penenang), antikanker, antimikroba, dan antijamur (Puspita 2010).
Menurut Valencia et al. (2009), kalium bikarbonat sering digunakan dalam industri makanan untuk menghindari fermentasi dan meningkatkan pH. Dengan cara yang sama, telah terbukti juga dapat mengendalikan patogen pascapanen, namun tidak ada laporan yang menggambarkan dampak dari senyawa kimia ini pada patogen tular tanah maupun cendawan antagonis lainnya. Li et al. (2009) menyatakan bahwa natrium silikat sangat kuat menghambat perkecambahan spora dan pertumbuhan miselium Fusarium sulphureum berupa penebalan dinding sel hifa dan distorsi sel. Hasil pengujian in vivo menunjukkan bahwa natrium silikat dapat mengendalikan busuk kering umbi yang diinokulasi dengan suspensi spora
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanain, Institut Pertanian Bogor (IPB). Penelitian dilaksanakan dari September 2010 sampai Januari 2011.
Bahan Tanaman Uji
Buah tomat yang digunakan dalam pengujian secara in vivo dibeli dari pasar tradisional Cibeureum, Kabupaten Bogor.
Bahan Sumber Ekstrak
Bahan yang digunakan sebagai sumber ekstrak ialah daun dan batang kangkung yang diperoleh dari petani kangkung di Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor.
Penyediaan Isolat Fusarium sp
7
Penyiapan Ekstrak Kangkung
Ekstrak kangkung yang berasal dari petani kangkung dipisahkan menjadi ekstrak batang dan ekstrak daun kangkung. Ekstraksi dilakukan secara terpisah dari masing-masing bagian tersebut. Batang dan daun kangkung secara terpisah dibersihkan dan dipotong-potong, kemudian ditumbuk dengan menggunakan mortar. Setelah halus ditambah air steril dengan perbandingan 200 ml dalam 80 g untuk mendapatkan konsentrasi 40% (b/v), untuk selanjutnya ditambahkan dengan media PDA, sehingga diperoleh ekstrak batang/daun kangkung konsentrasi 20% dan seterusnya. Setelah ditumbuk dilakukan penyaringan secara bertahap. Penyaringan pertama dilakukan dengan saringan kasa di vacuum filter
untuk memisahkan cairan dan ampas. Selanjutnya disaring kembali menggunakan filter membran Whatman 0,4 µm pada vacuum filter sehingga dihasilkan ekstrak murni dari batang kangkung/daun kangkung.
Pengujian Ekstrak Kangkung Pengujian In Vitro
Pengujian pertumbuhan koloni dilakukan dengan uji daya hambat ekstrak kangkung terhadap pertumbuhan koloni Fusarium sp. dalam media PDA. Setiap ekstrak dicampur dengan media PDA yang bersuhu ± 50 ⁰C sehingga terbentuk konsentrasi ekstrak batang kangkung 2,5% (B1); 5% (B2); 10% (B3); dan 20% (B4), dan konsentrasi ekstrak daun kangkung 2,5% (D1); 5% (D2); 10% (D3); dan 20% (D4). Selanjutnya isolat murni Fusarium sp. berdiameter 0,5 cm ditumbuhkan pada media-media tersebut. Sebagai kontrol negatif isolat Fusarium
8
Pengujian In Vivo
Pengujian in vivo dilakukan setelah diketahui konsentrasi ekstak kangkung yang efektif menekan pertumbuhan koloni Fusarium sp. pada pengujian in vitro.
Pengujian in vivo terdiri atas uji kuratif dan uji preventif
Uji Kuratif. Uji kuratif (KR) dilakukan untuk mengetahui kemampuan ekstrak kangkung menekan kejadian penyakit busuk buah tomat setelah terjadi serangan Fusarium sp. penyebab penyakit busuk buah Fusarium. Perlakuan secara kuratif dilakukan setelah muncul gejala pertama busuk buah Fusarium, dan dilakukan pengamatan selama 7 hari setelah perlakuan (HSP). Buah tomat disterilisasi dengan alkohol 70% kemudian dikeringanginkan, lalu diinokulasi dengan metode penetesan suspensi 106 konidia Fusarium sp., selanjutnya diinkubasi sampai muncul gejala busuk buah Fusarium untuk pertama kali. Setelah muncul gejala, buah tomat direndam dalam suspensi ekstrak kangkung terpilih selama 10 menit, kemudian dikeringanginkan dan diletakkan di atas nampan, selanjutnya diinkubasi selama 7 hari. Sebagai kontrol negatif, buah tomat diinkubasi tanpa diberi perlakuan perendaman dalam ekstrak kangkung terpilih. Untuk kontrol positif, buah tomat direndam dalam suspensi fungisida berbahan aktif propineb 70% dengan konsentrasi 0,2% (b/v). Setiap hari dilakukan pengamatan terhadap perkembangan penyakit busuk Fusarium pada buah tomat. Perlakuan diulang sebanyak 3 kali dan setiap ulangan terdiri atas 5 buah tomat.
9
kontrol positif, sebelum penyemprotan konidia Fusarium sp. buah tomat direndam dalam suspensi fungisida berbahan aktif propineb 70% dengan konsentrasi 0,2% (b/v). Setiap hari dilakukan pengamatan gejala yang muncul. Perlakuan diulang sebanyak 3 kali dan setiap ulangan terdiri dari 5 buah tomat.
Pengujian preventif dibedakan berdasarkan pengaruh induksi resistensi (PIR) dan pengaruh residu (PR). Buah tomat pada pengujian berdasarkan pengaruh induksi resistensi setelah direndam ekstrak kangkung terpilih dan diinkubasi 1 hari, dicuci menggunakan air steril, kemudian diinokulasi konidia cendawan. Buah tomat pada pengujian berdasarkan pengaruh residu setelah perlakuan ekstrak kangkung terpilih dan diinkubasi selama 1 hari tidak dilakukan pencucian air steril, melainkan langsung dilakukan inokulasi konidia cendawan.
Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan meliputi penghitungan daya hambat ekstrak kangkung, masa inkubasi, kejadian penyakit, dan intensitas penyakit.
Daya hambat ekstrak kangkung terhadap pertumbuhan Fusarium sp. pada 7 HSP pada percobaan in vitro dihitung dengan menggunakan rumus:
ØK1 = diameter koloni kontrol (cm) ØP1 = diameter koloni perlakuan (cm)
Masa inkubasi merupakan waktu yang diperlukan patogen untuk menimbulkan gejala pertama pada buah tomat setelah inokulasi Fusarium sp.
Kejadian penyakit dihitung berdasarkan jumlah buah yang terserang
Fusarium sp. penyebab penyakit busuk buah Fusarium terhadap populasi buah yang diamati. Kejadian penyakit dihitung dengan rumus:
KP = kejadian penyakit
10
Intensitas penyakit atau disebut juga sebagai tingkat perkembangan keparahan penyakit pada inang dihitung dengan rumus:
IP =
ni = jumlah tanaman dengan skor ke-i vi = nilai skor penyakit
N = jumlah tanaman yang diamati V = skor tertinggi
Merujuk pada Purnomo (2008), skor gejala menurut luas busuk buah terhadap inokulasi Fusarium sp. dengan metode Swart dengan modifikasi sebagai berikut:
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Aplikasi Ekstrak Kangkung Secara in vitro
Daya hambat ekstrak batang kangkung terhadap pertumbuhan Fusarium sp. secara in vitro berkisar antara 3,40% dan 8,67% (Gambar 1); sedangkan daya hambat ekstrak daun mencapai 13,74% - 45,55% (Gambar 2). Apabila dibandingkan antara aplikasi ekstrak batang dengan ekstrak daun, dapat diambil kesimpulan bahwa ekstrak daun lebih efektif dalam menghambat pertumbuhan
Fusarium sp. daripada ekstrak batang kangkung. Perlakuan ekstrak daun kangkung pada konsentrasi 20% menunjukkan daya hambat yang paling tinggi, yaitu sebesar 45,5%. Dengan demikian, ekstrak daun kangkung konsentrasi 20% (D4) paling efektif dalam menekan pertumbuhan Fusarium sp.
12
Gambar 2 Pertumbuhan koloni Fusarium sp. pada media PDA dengan penambahan ekstrak daun. D1: ekstrak daun 2,5%; D2: ekstrak daun 5%; D3: ekstrak daun 10%; D4: ekstrak daun 20%; KN: kontrol negatif; KP: kontrol positif
Indikator potensi ekstrak daun kangkung sebagai fungisida antara lain diukur dari daya hambat ekstrak daun kangkung terhadap pertumbuhan Fusarium
sp. Gambar 3 menunjukkan pertumbuhan koloni kontrol pada akhir pengamatan (7 HSP) yang hampir menutupi seluruh permukaan media dibandingkan dengan perlakuan ekstrak daun kangkung yang memperlihatkan adanya penekanan pertumbuhan koloni Fusarium sp.
Kontrol Ekstrak daun 20%
Gambar 3 Aplikasi ekstak daun kangkung terhadap pertumbuhan koloni
13
Pengaruh Aplikasi Ekstrak Daun Kangkung Secara in vivo
Pengaruh Aplikasi Ekstrak Daun Kangkung Terhadap Masa Inkubasi
Setelah dilakukan uji in vitro, ekstrak kangkung yang digunakan pada percobaan in vivo adalah ekstrak daun kangkung 20% (D4). Pada pengujian induksi resistensi perlakuan ekstrak daun kangkung 20% mempunyai potensi untuk memperpanjang masa inkubasi penyakit busuk buah Fusarium. Namun, pada pengujian kuratif dan preventif perlakuan ekstrak daun kangkung 20% tidak berpengaruh nyata terhadap masa inkubasi penyakit busuk buah Fusarium pada buah tomat dibandingkan dengan kontrol positif maupun kontrol negatif (Tabel 1). Tabel 1 Pengaruh aplikasi ekstrak daun kangkung konsentrasi 20% terhadap masa
inkubasi Fusarium sp. dengan uji kuratif dan preventif Perlakuan
Angka yang diikuti huruf berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (uji selang berganda Duncan α = 0,05). KR= kuratif, PIR= preventif pengaruh induksi resistenssi, PR= preventif pengaruh residu.
Pengaruh Aplikasi Ekstrak Daun Kangkung Terhadap Kejadian Penyakit
14
Gambar 4 Pengaruh aplikasi ekstrak daun kangkung terhadap kejadian penyakit busuk buah Fusarium dengan uji kuratif dan preventif. KR: kuratif, PIR: preventif pengaruh induksi resisten, PR: preventif pengaruh residu, KN: kontrol negatif, KP: kontrol positif
Pengaruh Aplikasi Ekstrak Daun Kangkung Terhadap Intensitas Penyakit
Perlakuan preventif dan kuratif dengan pengaruh residu menunjukkan intensitas penyakit yang rendah dibandingkan dengan perlakuan ekstrak D4 pada preventif pengaruh induksi resistensi dan dengan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan pascapanen yang terbaik untuk tomat ialah dengan aplikasi kuratif maupun preventif dengan adanya pengaruh residu (Gambar 5).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dalam uji in vitro ekstrak kangkung konsentrasi 20% dapat menekan pertumbuhan koloni Fusarium sp. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak daun kangkung konsentrasi 20% mempunyai potensi sebagai biofungisida untuk mengendalikan pertumbuhan Fusarium sp. Dalam pengujian in vivo ekstrak daun kangkung konsentari 20% mampu menunjukkan daya hambat dan masa inkubasi yang lebih lama bila dibandingkan dengan kontrol negatif.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Agrios GN. 2005. Plant Pathology. New York: Academic Press.
Anggara R. 2009. Pengaruh ekstrak kangkung darat (Ipomea reptans Poir.) terhadap efek sedasi pada mencit [skripsi]. Semarang: Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro.
Barnet HL, Hunter BB. 1998. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. Fourth
Edition. Minnesota: APS Press The American Phytopathological Society.
[BPS] Biro Pusat Statistik. 2009. Data produksi sayuran Indonesia. http://www.bps.go.id/tab_sub/ [1 Maret 2011]
Cahyono B. 2008. Tomat Usaha Tani & Penanganan Pascapanen. Jakarta: Penerbit Kanisius.
Djafaruddin. 2008. Dasar-dasar Pengendalian Penyakit Tanaman. Jakarta: Bumi Aksara.
Djafaruddin. 2004. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. Jakarta: Bumi Aksara.
Fauzi R. 2007. Pengaruh pemberian macam ekstrak alami dan metode ekstraksi terhadap pengendalian penyakit Fusarium oxysporum pada stek tanaman vanili (Vanilla planifolia L.) [skripsi]. Malang: Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Malang.
Juwita S. 1994. Kandungan timah hitam (Pb) pada sayuran bayam (Amaranthus tricolor), kangkung air (Ipomea aquatica Forsk.) dan sawi hijau (Bassica juncea) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Li YC, Bi Y, Ge YH, Sun XJ, dan Wang Y. 2009. Antifungal activity of sodium silicate on Fusarium sulphureum and its effect on dry rot of potato tubers.
Journal of Food Science 74(5):M213-8.
17
Purnomo D. 2008. Aplikasi getah dua genotype papaya betina sebagai biofungisida untuk mengendalikan penyakit antraknosa (Colletotrichum capsici (Syd.) Bult. Et. Bisby) pada cabai merah besar (Capsicum annum
L.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Puspita. 2010. Perbandingan efektivitas ekstrak daun kangkung (Ipomea reptans) dengan ketokonazol 1% secara in vitro terhadap pertumbuhan
Pityrosporum ovale pada ketombe [skripsi]. Semarang: Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro.
Semangun H. 1996. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sinaga MS. 2006. Dasar-dasar Penyakit Tumbuhan. Jakarta: Penebar Swadaya.
Soesanto L. 2008. Pengantar Pengendalian Hayati Penyakit Tanaman. Jakarta: Rajawali Pers.
Soesanto L. 2006. Penyakit Pascapanen. Jakarta : Penerbit Kanisius.
Suryanti, Wibowo A, Sumardiyono C. 2003. Pengendalian penyakit layu Fusarium pada pisang dengan inokulasi jamur mikoriza vesikular arbuskular pada bibit. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia, 9:63-68.
Valencia CO, Alarcón A, Cerrato RF, Cuevas LVH. 2009. In vitro antifungal effects of potassium bicarbonate on Trichoderma sp. and Sclerotinia sclerotiorum. Mycoscience 50:380-387.
Villareal RL. 1980. Tomatoes in the Tropics. Colorado: Westview Press.
19
Lampiran 1 Rata-rata diameter koloni Fusarium sp. pada 7 HSP pada perlakuan
in vitro
Perlakuan Diameter koloni Fusarium sp. pada7 HSP (cm)*
B1 7,80 bc
Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata (uji selang berganda Duncan α = 0,05)
Lampiran 2 Daya hambat ekstrak kangkung terhadap pertumbuhan koloni
Fusarium sp. pada perlakuan in vitro
Perlakuan Persentase penghambatan pada hari ke-
*
*Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata (uji selang berganda Duncan α = 0,05)
Lampiran 3 Pengaruh aplikasi ekstrak daun kangkung konsentrasi 20% terhadap kejadian dan intensitas penyakit busuk buah Fusarium
Perlakuan Kejadian penyakit (%)* Intensitas penyakit (%)* KR 40,0 ab 20,0 c