• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Ergonomi Redesain Meja dan Kursi Siswa Sekolah Dasar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Ergonomi Redesain Meja dan Kursi Siswa Sekolah Dasar"

Copied!
161
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Tabel 1. Data Standard Nordic Questionaire Siswa Kelas I

(3)

Tabel 1. Data Standard Nordic Questionaire Siswa Kelas I (Lanjutan)

(4)

Tabel 1. Data Standard Nordic Questionaire Siswa Kelas I (Lanjutan)

(5)

Tabel 2. Data Standard Nordic Questionaire Siswa Kelas 5

(6)

Tabel 2. Data Standard Nordic Questionaire Siswa Kelas 5 (Lanjutan)

(7)

Tabel 2. Data Standard Nordic Questionaire Siswa Kelas 5 (Lanjutan)

(8)

Tabel 2. Data Standard Nordic Questionaire Siswa Kelas 5 (Lanjutan)

(9)
(10)

Tabel 3. Data Cheklist Penelitian Siswa I

Pernyataan Siswa Ke

(11)

Tabel 3. Data Cheklist Penelitian Siswa Kelas I (Lanjutan)

Pernyataan Siswa Ke

(12)

Tabel 3. Data Cheklist Penelitian Siswa Kelas I (Lanjutan)

Pernyataan Siswa Ke

(13)

Tabel 3. Data Cheklist Penelitian Siswa Kelas I (Lanjutan)

Pernyataan Siswa Ke

(14)

Tabel 4. Data Cheklist Penelitian Siswa 5

Pernyataan Siswa Ke

(15)

Tabel 4. Data Cheklist Penelitian Siswa Kelas 5 (Lanjutan)

Pernyataan Siswa Ke

(16)

Tabel 4. Data Cheklist Penelitian Siswa Kelas 5 (Lanjutan)

Pernyataan Siswa Ke

(17)

Tabel 4. Data Cheklist Penelitian Siswa Kelas 5 (Lanjutan)

Pernyataan Siswa Ke

(18)

Tabel 4. Data Cheklist Penelitian Siswa Kelas 5 (Lanjutan)

Pernyataan Siswa Ke

(19)

Tabel 5. Data Antropometri Siswa Kelas I

(20)

Tabel 7. Data Antropometri Kelas I (Lanjutan)

(21)

(22)

DAFTAR PUSTAKA

Afzan, Zarith et al. 2012. Mismatch Between School Furniture and

Anthropometric Measures among Primary School Children in Mersing, Johor. University Putra Malaysia, Selangor: Malaysia.

Arimbawa, I Made Gede. 2010. Redesain Peralatan Kerja Secara Ergonomis.

Meningkatkan Kinerja Pembuat Minyak Kelapa Tradisional di Kecamatan Dawan Klungkung. Udayana University Press: Bali.

____________________ . 2011. Aspek Metodologi Dalam Penelitian Ergonomi. Program Studi Kriya Seni. Fakultas Seni Rupa dan Desain. Institut Seni Indonesia Denpasar.

Chiu, Chung Chia et al. 2012. A Study of Desk and Chair Design for Elementary

School Children. Taiwan.

Dieter, George E. dan Linda C. Schmidt. 2009. Engineering Design. Fourth Edition: Singapore.

Engstrom, Anna And Ellen Osterdahl. 2011. Cleaning Africa Through Product

Design: A Field Study Regarding Plastic Recycling and Sustainable Product Development in Zanzibar.

Hartono, Markus. 2012. Panduan Survei Data Antropometri. Jurusan Teknik Industri. Universitas Surabaya.

Chalmers University of Technology. Department of Product and Production Development: Sweden.

K, Sutapa et al. 2012. Adjusting Working Position by the Usage of Working

Tables and Chairs among Students of SMP Seni Ukir Tangeb Bali.

Mechanical Engineering Department, Bali State Polytechnic.

Kristanto, Agung dan Dianasa Adhi Saputra. 2011. Perancangan Meja dan Kursi

yang Ergonomis Pada Stasiun Kerja Pemotongan Sebagai Upaya Peningkatan Produktivitas. Yogyakarta.

Lukman, Muhammad. 2007. Penerapan Prototype Meja Bangku Ergonomis

Untuk Murid Sekolah Dasar Kelas Satu dan Dua di Malang. Jurusan

(23)

Martadi. 2006. Konsep Desain Bangku Dan Kursi Sekolah Dasar di Surabaya.

Jurusan Seni Rupa. Universitas Negeri Surabaya.

McAtamney, Lynn and E Nigel Corlett. 1993. RULA: A Survey Method for the

Investigation of Work-related Upper Limb Disorders. University of

Nottingham, University Park, Nottingham. UK.

Musa, A. I. et al. 2011. Ergo Effects of Designed School Furniture and Sitting

Positions on Students' Behaviour and Musculoskeletal Disorder in Nigerian Tertiary Institutions. Mechanical Engineering Department.

Nigeria.

Nurmianto, Eko. 1998. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Edisi Kedua. Guna Widya : Surabaya.

Openshaw, Scott et al. 2006. Ergonomics and Design A Referensi Guide. Allsteel: USA

Pheasant, Stephen. 2003. Bodyspace Antropometry, Ergonomics and the Design

of Work. Second Edition. Taylor & Francis e-Library.

Santoso, Gempur . 2004. Ergonomi Manusia, Peralatan dan LingkunganPrestasi Pustaka: Jakarta.

Simoneau, Serge et al. 1996. Work-Related Musculoskeletal Disorders (WMSDs)

A Better Understanding For More Effective Prevention. IRSST.

Sutalaksana, Iftikar Z. 1979. Teknik Tata Cara Kerja. Jurusan Teknik Industri. ITB.

Tarwaka, dkk. 2004. Ergonomi untuk Keselamatan Kerja dan Produkstivitas. Penerbit UNIBA Press: Surakarta.

Wignjosoebroto, Sritomo. 2008. Ergonomi Studi Gerak dan Waktu Teknik

Analisis untuk Peningkatan Produktivitas Kerja. Guna Widya: Surabaya.

Wiley, John dan Sons, Ltd. 2000. Engineering Design Methods Strategi for

Product Design. Third Edition. New York: USA.

Wisnubroto, Petrus dan Rina Susilawati. 2012. Redesain Locker Dosen Dengan

Pendekatan Ergonomi. Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri

(24)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1 Definisi Ergonomi

Istilah ergonomi berasal dari bahasa latin yaitu ergon yang berarti kerja dan nomos yang berarti hukum alam. Sedangkan defenisi ergonomi menurut para ahli yaitu:

1. Menurut Nurmianto (1998), ergonomi didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan perancangan. 2. Menurut Wignjosoebroto (1995), ergonomi didefinisikan sebagai disiplin

keilmuan yang mempelajari manusia dalam kaitannya dengan pekerjaannya. 3. Menurut Sutalaksana (1979), ergonomi didefinisikan sebagai suatu cabang

ilmu yang sistematis untuk memamfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu dengan efektif, aman dan nyaman.

(25)

Pendekatan ergonomi memerlukan keseimbangan antara kemampuan tubuh dan tugas kerja. Biasanya jika ingin meningkatkan kemampuan tubuh manusia, maka beberapa hal disekitar lingkungan alam manusia misal peralatan, lingkungan fisik, posisi kerja perlu didesain ulang sehingga bisa disesuaikan dengan kemampuan tubuh manusia. Dengan kemampuan tubuh yang meningkat secara optimal, maka tugas kerja yang dikerjakan juga akan meningkat (Santoso, 2004).

3.2 Desain dan Redesain Peralatan Kerja 3.2.1 Desain

Desain menurut Wisnubrata dan Rina (2012) merupakan hasil kreativitas budidaya (man-made object) manusia yang diwujudkan untuk memenuhi kebutuhan manusia, memerlukan perencanaan, perancangan dan pengembangan desain, yaitu mulai dari tahap menggali ide atau gagasan, dilanjutkan dengan tahapan pengembangan, konsep perancangan, dan pembuatan prototipe.

Desain merupakan suatu proses dan bukan semata-mata keterampilan tangan atau bakat seni, melainkan lebih berorientasi pada suatu proses berpikir yang sistematik, metodik dan inovatif untuk mencapai hasil yang optimal. Proses desain merupakan suatu kegiatan ilmiah. Jika berlandaskan azas objektivitas, mendesain adalah upaya pemecahan suatu masalah yang terjadi di masyarakat didasarkan pada metode yang sistematik dan rasional. Dalam mendesain peralatan kerja perlu pertimbangan- pertimbangan sebagai berikut:

(26)

yaitu teknik penggunaan dan pengerjaannya. Selain itu juga menyangkut pertimbangan ergonomi, hal ini mengingat produk yang diciptakan akan digunakan oleh manusia.

2. Ekonomi yaitu pertimbangan tentang efisiensi produksi, pasar dan kebijakan lain yang terkait. Di dalamnya terkait dengan kebijakan pemerintah sebagai acuan dalam merancang, seperti program-program, keputusan, peraturan dan sebagainya yang terkait dengan masalah ekonomi. Selain itu, terkait juga dengan masyarakat yaitu mempertimbangkan kondisi masyarakat pengguna. 3. Pertimbangan keindahan, yaitu pertimbangan yang berkaitan dengan

keindahan atau sesuatu yang dapat menggetarkan jiwa manusia. Dalam mengambil keputusan keindahan semestinya kembali merujuk pada pertimbangan-pertimbangan sebelumnya. Nilai-nilai keindahan yang diterapkan dalam suatu rancangan didasari dengan pertimbangan lingkungan serta masalah sosial budaya sehingga kemunculan desain tidak mengalami benturan-benturan dengan eksistensi nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.

Berdasarkan paparan tersebut, maka dalam mendesain peralatan kerja tidak hanya berorientasi pada salah satu aspek, karena tindakan tersebut dapat menimbulkan permasalahan bagi penggunanya. Prinsip mendesain peralatan kerja semestinya mampu memecahkan realitas masalah-masalah yang muncul dalam interaksi manusia dengan peralatan kerja (Arimbawa, 2010).

(27)

dokumen hasil rancangan yang dipakai sebagai dasar pembuatan produk. Hasil rancangan yang dibuat menjadi produk akan menghasilkan produk yang dapat memenuhi kebutuhan manusia (Kristamto dan Dianasha, 2011).

3.2.2 Redesain

Menurut Dieter dan Linda (2009), redesain merupakan suatu gagasan yang dilakukan untuk memperbaiki desain yang sudah ada sebelumnya. Tugasnya mungkin hanya sebatas meredesain komponen produk untuk mengurangi biaya atau untuk menyempurnakan hasil desain sebelumnya. Seringkali redesain ini dilakukan tanpa adanya perubahan pada prinsip kerja atau konsep desain aslinya. Sebagai contoh, bentuk dari produk diganti untuk mengurangi stres kerja pekerja atau penggantian material baru untuk mengurangi berat produk dan harga produk. Ketika redesain mengganti beberapa parameter desain, hal itu sering disebut sebagai variasi desain.

Redesain adalah suatu gagas yang didasarkan kepada suatu hal (produk, gagas, prinsip, atau pemikiran) yang sudah ada sebelumnya. Dalam hal ini, pengembangannya sendiri umumnya tetap mengikuti gagas, prinsip, konsep, atau pemikiran yang baru. Dalam proses perencanaan (proses desain), pengembangan biasanya digunakan untuk memperbaiki, memperluas, melengkapi, atau mengembangkan suatu gagas, prinsip cara, desain, produk, atau subsistem yang sudah ada terlebih dahulu (Wisnubroto dan Rina, 2012).

(28)

ergonomi. Implementasi ergonomi dalam meredesain peralatan kerja dengan baik dapat membuat peralatan lebih sesuai dengan pemakainya, memuaskan, aman, nyaman dan sehat. Sehingga dalam dunia kerja atau dalam beraktivitas yang melibatkan peralatan kerja, baik pada sektor formal atau informal, aspek ergonomi mutlak diimplementasikan. Redesain peralatan kerja secara ergonomis mutlak dilakukan, mengingat pemanfaatan suatu alat kerja pada hakekatnya bertujuan untuk membantu kemampuan, keterbatasan dan kebolehan manusia, sehingga dapat tercapai kinerja yang lebih optimal dalam artian tidak hanya berorientasi pada peningkatan produktivitas semata, tetapi tercipta peralatan kerja yang manusiawi karena tidak menimbulkan keluhan kerja. Oleh karena itu, kekeliruan desain peralatan kerja yang terlanjur digunakan masyarakat perlu didesain ulang atau redesain secara ergonomis (Arimbawa, 2010).

3.2.3 Model Perancangan Menurut Pahl dan Beitz

Pahl dan Beitz mengusulkan cara merancang produk sebagaimana yang dijelaskan dalam bukunya Engineering Design: A Systematic Approach, cara merancang Pahl dan Beitz tersebut terdiri dari 4 kegiatan atau fase, yang masing-masing terdiri dari beberapa langkah. Keempat fase tersebut adalah :

(29)

Sebenarnya langkah-langkah dalam keempat fase proses perancangan diatas tidaklah perlu dikelompokkan dalam 4 fase secara kaku, sebab pada langkah fase perancangan detail (fase 4) cara pembuatan komponen produk sudah diperlukan secara detail. Setiap fase proses perancangan berakhir pada hasil fase, seperti fase pertama menghasilkan daftar persyaratan dan spesifikasi perancangan. Hasil setiap fase tersebut kemudian menjadi masukan untuk fase berikutnya dan menjadi umpan balik untuk fase yang mendahului. Perlu dicatat pula bahwa hasil fase itu sendiri setiap saat dapat berubah oleh umpan balik yang diterima dari hasil fase-fase berikutnya seperti pada Gambar 3.1.

Dari gambar 3.1. langkah-langkah desainnya yaitu:

1. Klarifikasi tugas : mengumpulkan informasi tentang kejelasan solusi yang diminta dan termasuk didalamnya batasan.

2. Konsep desain : mengembangkan struktur fungsi, mencari prinsip solusi yang tepat dan mengkombinasikan beberapa variasi konsep.

3. Mengembangkan desain : dimulai dari konsep desain, perancang menentukan

lay out dan bentuk serta mengembangkan produk secara teknis dan berdasarkan

pertimbangan ekonomi.

(30)

Tugas Penjelasan tugas

Menentukan spesifikasi

Spesifikasi

Identifikasi masalah utama Mengembangkan struktur fungsi Mencari prinsip-prinsip solusi Membentuk beberapa alternatif

Evaluasi terhadap kriteria teknis dan ekonomis

Konsep

Mengembangkan lay out awal dan bentuk desain Memilih lay out terbaik

Memperbaiki dan mengevaluasi kriteria teknis dan ekonomi Lay out awal

Optimalisasi dan Melengkapi bentuk desain Cek kesalahan dan harga yang efektif

[image:30.595.127.496.107.679.2]

Persiapkan komponen awal dan dokumen produksi Lay out akhir

Gambar detail

Melengkapi gambar detail dan dokumen produksi Cek semua dokumen

Dokumentasi Solusi T I N G K A T A N D A N P E R B A I K A N

Informasi : Adaptasi dari spesifikasi

Perancangan detail

Perancangan bentuk

Perencanaan dan penjelasan produk

Perancangan konsep produk

Optimalisasi lay out dan bentuk

Optimalisasi prinsip produk

(31)

3.2.4 Konsep Desain

Pengertian konsep menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah ide atau pengertian yang diabstraksikan dari peristiwa konkrit. Konsep desain dapat diartikan sebagai ide dasar dari suatu pemikiran yang melandasi proses perancangan sebuah desain. Menurut Galt Furniture pada jurnal Martadi (2006) mengemukakan 6 konsep perancangan desain meja dan kursi, yaitu:

1. Konsep folding yaitu suatu konsep desain meja dan kursi yang dapat dilipat. Konsep ini lebih menekankan kepada upaya untuk meningkatkan efesiensi dalam hal pengangkutan atau penyimpanannya.

2. Konsep stacking yaitu konsep desain meja dan kursi yang dapat ditumpuk. Seperti pada konsep folding, konsep ini berupaya memudahkan dan menghemat ruang dalam hal penyimpanannya.

3. Konsep portable yaitu konsep desain meja dan kursi yang menekankan kemudahan untuk dipindahkan atau mobilitas produk. Desain dengan konsep ini biasanya cukup ringan atau diberi roda pada bagian dasarnya sehingga mudah dipindahkan.

4. Konsep knock down yaitu suatu konsep desain meja dan kursi yang dapat dibongkar-pasang. Konsep desain ini biasanya berupa komponen-komponen secara terpisah yang bisa dibongkar pasang secara mudah dan cepat. Konsep ini lebih menekankan pertimbangan efesiensi untuk penyimpanan maupun pengangkutan.

(32)

diterapkan pada kursi kantor yang bisa diatur sedemikian rupa, untuk mendapat posisi duduk yang nyaman sesuai aktivitas yang dilakukan.

6. Konsep combination (modular) yaitu suatu konsep desain meja dan kursi yang terdiri dari modul-modul (bagian-bagian) yang bisa dirangkai atau disusun sesuai dengan kebutuhan pemakai.

Sedangkan menurut Engstrom dan Ellen (2011), konsep dan ide perancangan dikombinasikan menjadi lima prinsip. Masing-masing prinsip memiliki bentuk yang berbeda. Semua konsep dapat dikembangkan lebih jauh lagi baik dalam hal bentuk dan desain. Adapun lima prinsip perancangan adalah:

1. Konsep menyusun merupakan konsep penggabungan. Contohnya beberapa potongan papan yang sama digabungkan sehingga membentuk meja dan kursi Keuntungan dari konsep ini yaitu perancang mungkin menggabungkan banyak papan sehingga panjang fasilitas yang diinginkan sesuai keinginan. Kerugiannya adalah memerlukan banyak bahan, yang tidak sesuai dengan pedoman desain serta permukaan meja tidak optimal digunakan untuk menulis.

2. Konsep one piece terdiri dari satu untuk bangku dan satu untuk meja. Konsep ini memungkinkan siswa untuk mendorong meja sehingga siswa memiliki ruang kaki yang cukup. Salah satu keuntungan dengan konsep ini adalah stabilitas produk, karena tidak ada bagian yang perlu dirakit, kerugiannya tidak bisa dibongkar.

(33)

berdiri. Keuntungannya adalah memiliki banyak variasi bentuk. Kerugiannya adalah tantangan desain yang susah karena perancang harus mampu untuk memastikan stabilitas meja dan kursi.

4. Konsep Y yaitu konsep yang memanfaatkan lebar bangku dan meja. Konsep ini juga memiliki banyak bentuk desain dengan syarat bahwa stabilitas produk harus bisa dipenuhi.

5. Konsep wedding stool yaitu Ide yang menggabungkan puzzle dimana kursi yang satu disusun dengan kursi yang berada didekatnya. Keuntungannya adalah siswa bisa menambahkan sendiri tambahan tempat duduknya. Kerugiannya adalah kebebasan untuk memindahkan kursi dibatasi oleh puzzle dan sangat sulit untuk merancang sandaran kursi.

3.3 WMSDs (Work Related Musculoskeletal Disorders)

WMSDs (pekerjaan yang berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal) merupakan bermacam-macam gangguan yang dapat mempengaruhi struktur tubuh seperti otot, sendi dan saraf dan terkait dengan gerakan. WMSDs adalah masalah utama dengan konsekuensi serius untuk pekerja, perusahaan, dan masyarakat pada umumnya (Simoneau et al. 1996).

3.3.1 Karakteristik WMSDs

(34)

1. WMSDs dihasilkan dari aktivitas yang berlebihan

Meskipun mekanisme terjadinya tidak bisa dijelaskan secara detail, umumnya cedera ini diakibatkan jika bekerja secara berlebihan, sehingga bagian tubuh tidak mampu untuk memulihkannya. WMSDs terjadi karena tubuh melakukan aktivitas berulang-ulang dan dipaksa untuk menanggung beban kerja yang tidak bisa ditolerir.

2. Perkembangan WMSDs secara bertahap

WMSDs berkembang secara bertahap dan terkadang tidak memiliki gejala yang jelas, hanya saat itu tiba-tiba muncul dan berkembang dengan cepat. Misalnya, mula-mula pekerja merasakan ketidaknyamanan ketika bekerja, lama-lama memburuk dan mengakibatkan pekerja berhenti bekerja.

3. WMSDs harus selalu dicegah

(35)

akan hilang. Hal ini memungkinkan resiko semakin memburuk, dan pemulihan lengkap menjadi hal mustahil.

4. Penyebab-penyebab WMSDs

Penyebab utama WMSDs adalah bekerja secara berlebihan. Tetapi berlebihan ini umumnya berasal dari kombinasi faktor dan bukan dari satu penyebab tunggal. Baik itu pengulangan, postur atau usaha. Usaha yang tidak sesuai akan mengakibatkan postur kerja yang sangat buruk sehingga menciptakan cedera muskuloskeletal, bahkan pada tingkat pengulangan yang sangat rendah. Sebaliknya, jika bekerja dilakukan dengan postur yang tidak sesuai dapat menyebabkan kerusakan jika diulang ribuan kali setiap hari.

3.3.2 Proses Terjadinya WMSDs

(36)

bisa dirasakan saat istirahat serta sering terjadi pembengkakan dan kadang-kadang mati rasa.

3.3.3 Tanda-tanda WMSDs

Hal ini tidak selalu mudah untuk menjelaskan perbedaan antara satu situasi yang dapat diterima dan yang menuntut tindakan pencegahan. Penderita sering mentolerir dengan mengatakan pada diri sendiri bahwa hal itu akan hilang, sehingga menimbulkan penyakit yang memaksa mereka untuk berhenti bekerja. Hal ini dikarenakan tidak ada penjelasan secara detail antara situasi yang tidak berbahaya dan situasi berkembangnya WMSDs. Sehingga penilaian harus dilakukan berdasarkan apa yang diketahui tentang terjadinya WMSDs dan faktor resiko yang ditimbulkan. Di sisi yang paling ekstrim, pada saat terjadi WMSD, rasa sakit itu benar-benar hadir. Hal itu kadang-kadang bisa dilihat dari struktur tubuhnya, seperti siku, bahu atau pergelangan yang sakit. Kadang-kadang, rasa sakit dapat menyebar ke bagian tubuh lain misalnya dari bahu ke lengan. Rasa sakit yang disebabkan WMSDs ini sering muncul ketika tubuh tidak bergerak. Jika situasi semakin serius seperti situasi berikut, maka harus diambil beberapa tindakan, yaitu:

1. Ketika rasa sakit sering dirasakan tubuh

2. Ketika penyakit menyebar dari satu bagian tubuh ke tubuh lainnya

(37)

4. Ketika ketidaknyamanan berlangsung semakin lama setelah bekerja dan pemulihan sangat lambat.

3.3.4 Faktor dan Resiko WMSDs

Faktor dan resiko WMSDs selalu berhubungan dengan usaha (gaya) dan postur. Kedua faktor ini berkontribusi sama dengan terjadinya WMSDs dan juga berpengaruh satu sama lain. Misalnya, postur yang dibentuk tubuh tergantung dari berapa besar usaha yang dilakukan tubuh. Sebaliknya, usaha yang besar dan kecil secara signifikan dapat mengubah postur seorang pekerja. Resiko WMSDs secara langsung adalah munculnya masalah kesehatan, yang dapat bertindak sebagai pemicu munculnya masalah. Efek yang disebabkan oleh faktor WMSDs tergantung pada beberapa kondisi, termasuk pekerja itu sendiri, sifat individu dan sejarah kerja. Hal ini tidak selalu mudah untuk mengenali sebuah faktor WMSDs. Berikut ada beberapa kategori dari faktor dan resiko WMSDs yaitu:

1. Postur yang kaku

(38)

WMSDs tergantung pada seberapa jauh usaha tubuh melakukan pekerjaannya, lama durasi, dan frekuensinya.

2. Usaha dan kekuatan otot

Bahasa sehari-hari menyebutkan bahwa kekuatan diperlukan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Hal ini berguna untuk menjelaskan perbedaan antara kekuatan dan usaha. Ketika berbicara mengenai kekuatan, maksudnya adalah kekuatan yang dihasilkan oleh sebuah sistem pada lingkungan eksternal yang dapat diukur. Misalnya dibutuhkan kekuatan untuk memindahkan kotak 20 kg, kekuatan yang dibutuhkan ini tergantung pada individu, posturnya, dan banyak faktor lainnya. Penerapan kekuatan memerlukan usaha yang harus sesuai dengan keadaan. Usaha ini lebih seperti biaya yang harus dibayar tubuh untuk mengerahkan kekuatan.

3. Bekerja statis

Resiko ekstrim terjadi jika posisi lengan bekerja melawan gravitasi. Misalnya, ketika lengan bekerja dengan tangan di atas bahu. Situasi ini digambarkan sebagai kerja otot statis. Resiko kerja ini tergantung pada durasi dan postur yang semakin lama akan semakin tinggi resikonya. Kerja otot statis mengharuskan otot berkontraksi tanpa gangguan. Itu merupakan kebalikan dari kerja otot dinamis, yang mengacu pada sebuah pergiliran antara kontraksi dan relaksasi.

4. Pengulangan

(39)

waktu dari waktu kerja. Anggapan pengulangan diatas bukanlah referensi mutlak dikarenakan fakta menyatakan bahwa siklus terjadinya kurang dari 30 detik tidaklah berbahaya. Akan tetapi, pengulangan itu sendiri merupakan faktor WMSDs yang menciptakan efek ganda. Bekerja dengan posisi tetap yang tidak berubah dari waktu ke waktu, erat kaitannya dengan pengulangan. Fitur lingkungan tertentu dapat berkontribusi untuk resiko WMSDs seperti paparan dingin, getaran, dampak dan tekanan mekanis.

5. Faktor organisasi

Faktor-faktor yang berhubungan dengan organisasi memiliki efek yang kompleks pada resiko WMSDs. Organisasi kerja sebagian besar menentukan intensitas resiko kerja seperti postur, usaha dan pengulangan. Akibatnya, jadwal kerja, bekerja sendiri atau dalam sebuah tim, pengawasan dan keadaan pekerja adalah parameter yang dapat mempengaruhi resiko WMSDs. Efek organisasi pada resiko WMSDs merupakan fakta bahwa organisasi menentukan kondisi kerja untuk melaksanakan tugas tertentu. Kecepatan kerja, iklim kerja dan kualitas hubungan interpersonal juga dapat mempengaruhi resiko WMSDs atau stress kerja.

6. Beban kerja dan kecepatan kerja

(40)

bahwa kecepatan pekerja dikendalikan oleh faktor eksternal yang tidak hanya satu. Selain faktor resiko yang sering hadir ketika kecepatan kerja dipaksakan, seperti beban kerja berat, tingkat pengulangan tinggi dan tekanan psikologis yang kuat, pekerja harus memiliki sedikit kelonggaran. Namun, kurangnya kontrol yang dimiliki pekerja atas pekerjaan memiliki dampak signifikan pada ketegangan yang dirasakan dan dianggap sebagai faktor utama terjadinya WMSDs.

7. Jadwal kerja

Jadwal kerja dapat mempengaruhi tingkat resiko WMSDs karena dapat memperpanjang durasi kerja, yang merupakan peningkatan beban kerja. Jadwal ini juga mewakili faktor stres, shift malam misalnya dapat mempersingkat masa istirahat yang diperlukan untuk pemulihan. Ketika jumlah pekerjaan signifikan, beban muskuloskeletal berasal bukan hanya dari proses kerja yang berkelanjutan, tetapi juga dari ketiadaan atau pengurangan waktu pemulihan. Istirahat selama shift kerja sangat penting untuk memungkinkan otot beristirahat antara periode kerja. Sebagai contoh, tiga menit istirahat mungkin lebih efektif, dalam hal pemulihan, daripada waktu kerja yang dipersingkat selama 30 menit.

8. Perubahan teknologi

(41)

adanya perubahan teknologi. Oleh karena itu, sangat penting untuk tetap waspada berkaitan dengan dampak dari teknologi baru. Setiap kali ada perubahan besar dalam metode produksi, dampak yang mungkin terjadi pada proses kerja harus dianalisis.

9. Lingkungan sosial

Lingkungan sosial dapat menjadi sumber utama motivasi, tetapi juga sumber keprihatinan dan stres. Dalam lingkungan sosial, pekerja bisa merasakan ketidaknyamanan atau sakit dan mengeluh, walaupun mereka mungkin cenderung untuk menunggu sampai menit terakhir untuk melaporkan masalah muskuloskeletal sehingga konsekuensi semakin lebih serius. Lingkungan yang menumbuhkan ekspresi dan komunikasi akan menguntungkan karena bisa bertukar informasi tentang keahlian pekerja dalam pelaksanaan proses perbaikan terus-menerus.

3.3.5 Pemantauan Masalah WMSDs

Adanya WMSDs didahului dengan tanda-tanda seperti rasa sakit, ketidaknyamanan dan kelelahan. Singkatnya, kondisi kerja tertentu memiliki efek pada kesehatan. Untuk mengevaluasi kehadiran masalah ini di tempat kerja, dua pilihan yang layak dieksplorasi yaitu:

1. Pemantauan Kesehatan

(42)

menganalisis data kecelakaan dalam rangka mendeteksi gangguan muskuloskeletal yang mempengaruhi anggota badan. Jumlah WMSDs yang terjadi selama periode tertentu dapat dihitung dan dibandingkan terhadap jumlah kecelakaan dan penyakit yang terjadi selama periode yang sama. Namun, hal ini masih lebih berguna untuk mengevaluasi jumlah hari yang hilang akibat WMSDs, yang memberikan indikasi lebih baik dari kontribusi WMSDs terhadap kompensasi pekerja. Memang, WMSDs sering disebut sebagai proporsi rendah kecelakaan, luka dan memar. Namun, ketika durasi absen dan proporsi biaya yang dikeluarkan diperhitungkan, WMSDs lebih menonjol pada perhitungan waktu kerja yang terbuang. Perlu dicatat, meskipun WMSDs diberi kompensasi, dampak dari WMSDs bisa dirasakan pada ketidakhadiran pekerja. Efek dari WMSDs juga dapat dilihat pada kenyataan bahwa setiap satu orang yang menjadi korban WMSDs, ada banyak orang lain yang mengakui memiliki gejala-gejala kurang serius yang tetap dapat mengakibatkan adanya WMSDs. Akhirnya, pekerja kadang-kadang mengeluh tentang rasa sakit atau ketidaknyamanan mereka berhubungan dengan pekerjaannya.

2. Pemantauan Resiko WMSDs

(43)

lebih rumit karena faktor WMSDs tertentu menjadi hal yang normal dan tidak lagi dianggap sebagai bukti adanya resiko.

Pemantauan selalu berguna dan harus menjadi bagian dari sebuah program pencegahan. Hal ini membantu menganalisis situasi dan mengevaluasi langkah kerja yang akan diambil. Indikator awal adanya WMSDs bisa dilihat dari data statistik kecelakaan dan jumlah keluhan. Selanjutnya dengan adanya indikator awal ini, perhatian akan fokus tentang bagaimana indikator tersebut berkembang dari waktu ke waktu sehingga diperlukan tindakan pencegahan yang nyata.

3.3.6 Penanganan WMSDs

(44)

sebagai persyaratan kerja. Misalnya saja individu bekerja dengan menggunakan tinggi meja kerja yang sama. Penanganan WMSDs yang disetujui para ahli yaitu dengan melakukan pendekatan yang komprehensif tergantung kepada tempat kerja. Dengan cara itu penanganan bisa difokuskan pada masalah utama sehingga resiko bisa ditangani secara keseluruhan.

3.3.7 Pencegahan WMSDs

Pencegahan WMSDs secara efektif guna meminimalisasi resiko WMSDs dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti:

1. Perbaikan kondisi kerja secara ergonomi

Pencegahan harus dimulai dari sumber. Dalam kasus WMSDs, berarti mengurangi resiko melalui perbaikan kondisi kerja secara ergonomi. Sebagai contoh dengan modifikasi tata letak stasiun kerja serta perubahan dalam organisasi kerja.

2. Rotasi

Rotasi sementara dapat digunakan sebagai bagian dari peningkatan kondisi kerja ergonomis. Rotasi antara beberapa stasiun kerja dianjurkan untuk mengurangi paparan resiko yang dialami pekerja. Dalam hal ini, rotasi bukanlah solusi universal.

3. Pelatihan

(45)

mengalami kegagalan dikarenakan metode yang diajarkan ketika pelatihan tidak dapat diterapkan di tempat kerja. Selain itu, hal yang sering dilupakan adalah bahwa tidak ada satupun metode kerja yang tepat dan berlaku secara universal untuk semua pekerjaan dan semua kondisi. Strategi yang berbeda didasarkan pada situasi tangan pekerja. Pelatihan biasanya lebih fokus pada transfer informasi dan pengetahuan. Oleh karena itu, sebaiknya pelatihan diarahkan tentang cara mendeteksi gejala awal dari WMSDs dan mengidentifikasi faktor dan resiko utama di stasiun kerja. Kesimpulannya, pelatihan berdasarkan transfer pengetahuan tampaknya menawarkan potensi yang lebih baik daripada berfokus hanya pada pelatihan metode kerja secara khusus.

4. Tindak lanjut dari pekerja

Dalam hal ini mungkin sangat berguna untuk mengembangkan mekanisme kerja dengan kondisi kerja yang disesuaikan dengan status kesehatan pekerja. Tujuannya adalah untuk menyediakan stasiun kerja yang disesuaikan dengan kapasitas pekerja.

5. Program kebugaran tempat kerja

(46)

mendesain stasiun kerja atau menambah komponen kerja yang berguna untuk meningkatkan efektivitas kerja pekerja (Simoneau, et al. 1996).

3.3.8 Metode Pengukuran Keluhan Muskuloskeletal

Suatu cara dalam ergonomi untuk mengetahui adanya keluhan muskuloskeletal adalah dengan mengukur lokasi dan intensitas keluhan WMSDs yang didata dengan menggunakan Standard Nordic Questionnaire yang dimodifikasi dengan empat skala Likert. Selain menggunakan Standard Nordic

Questionnaire, keluhan muskuloskeletal juga dapat diketahui dengan RULA

(Rapid Upper Limb Assessment). RULA adalah suatu alat ukur untuk mengetahui biomekanik dan beban yang diterima oleh keseluruhan tubuh. RULA dikhususkan untuk mengetahui keluhan muskuloskeletal daerah leher, badan, anggota gerak atas, dan sangat sesuai untuk pekerjaan-pekerjaan yang statis atau menetap. Nilai yang dihasilkan dalam perhitungan RULA mengindikasikan tingkat intervensi yang diperlukan untuk mengurangi adanya resiko keluhan muskuloskeletal. Metode pengukuran keluhan muskuloskeletal dengan RULA (Rapid Upper Limb

Assessment) dilakukan dengan mengadakan pengamatan mengenai gerakan badan

pekerja saat beraktivitas, mulai dari gerak anggota badan atas, lengan atas sampai kaki pekerja (Arimbawa, 2011).

3.4 Postur Kerja

(47)

sudah baik dan ergonomis maka dapat dipastikan hasil yang akan diperoleh oleh pekerja tersebut adalah hasil yang baik. Akan tetapi sebaliknya bila postur kerja pekerja salah atau tidak ergonomis maka pekerja tersebut akan mudah mengalami kelelahan dan dalam jangka panjang akan menimbulkan keluhan-keluhan pada bagian tubuh tertentu. Apabila pekerja mengalami kelelahan jelaslah hasil yang dilakukan pekerja tersebut juga akan mengalami penurunan dan tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Posisi duduk dalam jangka waktu yang lama juga akan berakibat buruk terhadap kesehatan. Jika kursi dan postur kerja yang dirancang tidak bagus (tidak ergonomis), dapat mengakibatkan timbulnya rasa pegal pada leher, tulang belakang, kelainan bentuk pada tulang belakang, dan masalah yang berhubungan dengan fungsi otot. Postur kerja merupakan pengaturan sikap tubuh saat bekerja. Sikap kerja yang berbeda akan menghasilkan kekuatan yang berbeda pula. Pada saat bekerja sebaiknya postur bekerja secara alamiah sehingga dapat meminimalisasi timbulnya cedera dalam bekerja. Kenyamanan tercipta apabila pekerja telah melakukan postur kerja yang baik dan aman. Postur kerja yang baik sangat ditentukan oleh pergerakan organ tubuh saat bekerja. Untuk itu, perlu adanya suatu penilaian terhadap suatu postur kerja pekerja untuk mengetahui sejauh mana postur ataupun sikap kerja pekerja mampu mempengaruhi produktivitas dan kesehatan fisik pekerja (Tarwaka dkk. 2004).

(48)

sudut 900. Sebagian lagi mengatakan bahwa penempatan siku dan lutut yang bervariasi lebih baik selama penggunanya tidak membungkuk. Akan tetapi, semua ahli ergonomi sepakat bahwa postur tubuh yang baik selama duduk dan yang nyaman jika tidak ada tekanan pada bokong, lengan dan otot pengguna serta kaki pengguna berada di lantai. Lebih baik lagi jika duduk dengan cara yang bervariasi dibandingkan dengan postur yang tetap (Openshaw, et al. 2006).

3.5 Sikap Kerja Duduk

Sikap kerja adalah proses kerja yang sesuai dengan anatomi tubuh dan ukuran peralatan yang digunakan pada saat bekerja. Sikap tubuh merupakan faktor resiko ditempat kerja. Sikap tubuh dalam bekerja berhubungan dengan tempat duduk dan meja kerja. Posisi duduk pada otot rangka dan tulang belakang terutama pada pinggang harus dapat ditahan dengan sandaran kursi agar terhindar dari rasa nyeri dan cepat lelah. Pada posisi duduk tekanan tulang belakang akan meningkat dibanding berdiri atau berbaring, bila posisi duduk tidak benar. Diasumsikan menurut Nurmianto (1998) tekanan posisi tidak duduk 100%, maka tekanan akan meningkat menjadi 140 % bila sikap duduk tegang dan kaku, dan tekanan akan meningkat menjadi 190 % apabila saat duduk dilakukan membungkuk ke depan. Oleh karena itu perlu sikap duduk yang benar dan dapat relaksasi (tidak statis).

Sikap kerja duduk berhubungan dengan kursi. Kegunaan kursi adalah untuk menstabilkan postur tubuh berupa:

(49)

2. Memuaskan secara fisiologis

3. Tepat digunakan untuk tugas atau kegiatan yang bersangkutan.

Semua kursi tidak nyaman dalam jangka panjang, tapi beberapa kursi menjadi tidak nyaman lebih cepat daripada yang lain. Pada kursi tertentu, beberapa orang akan merasa tidak nyaman dibandingkan orang lainnya. Kenyamanan mungkin dipengaruhi oleh tugas atau aktivitas yang dilakukan pengguna serta lama waktu penggunaannya. Dengan kata lain, kenyamanan atau lebih tepatnya tingkat ketidaknyamanan akan tergantung pada interaksi antara karakteristik kursi, karakteristik pengguna dan karakteristik tugas seperti Tabel 3.1. berikut.

Tebel 3.1. Faktor Kenyamanan Kursi

Karakteristik Kursi Karakteristik Pengguna Karakteristik Tugas

Dimensi kursi Dimensi tubuh Durasi

Sudut kursi Penyakit tubuh Kebutuhan penglihatan

Profil kursi Sirkulasi Kebutuhan pisik

Material Persepsi Kebutuhan Mental

Sumber : Handbook Bodyspace Antropometry, Ergonomics and the Design of Work (Pheasant, 2003)

(50)

yang relatif tinggi, maka lutut dan sudut antara paha dan batang tubuh akan membentuk sudut masing-masing 900

1. Untuk tugas yang memerlukan tingkat ketelitian yang tinggi, tinggi meja kerja yaitu 50-100 mm dibawah tinggi siku

. Oleh karena itu, dalam merancang kursi tujuannya adalah untuk mendukung tulang belakang berada pada posisi netral tanpa perlu usaha otot. Jika sikap kerja duduk yang dilakukan menggunakan meja, berikut rekomendasi tinggi meja kerja dengan beberapa kategori kerja sebagai berikut:

2. Untuk tugas seperti menulis, tinggi meja kerja yaitu 50-100 mm diatas tinggi siku.

3. Untuk tugas berat seperti melibatkan tekanan pekerja, tinggi meja kerja yaitu 100-250 mm dibawah tinggi siku.

4. Untuk tugas panel control, tinggi meja kerja yaitu berada diantara tinggi siku dan tinggi bahu.

3.6 Antropometri

(51)

3.6.1 Persentil manusia

Dimensi anthropometri setiap populasi diurutkan berdasarkan ukurannya yang disebut sebagai persentil. Hal ini umum dipraktekkan untuk mendesain suatu produk tertentu dengan menggunakan persentil 5 th (5th %) untuk perempuan dan persentil 95th (95th %) untuk laki-laki. Persentil 5 th untuk perempuan tersebut hanyalah untuk sebuah dimensi tertentu (misalnya tinggi duduk) yang biasanya mewakili pengukuran yang terkecil untuk desain produk dalam sebuah populasi. Sebaliknya, persentil 95 th untuk laki-laki dapat mewakili pengukuran dimensi terbesar untuk merancang suatu produk. Persentil 5 th sampai persentil 95 th adalah kisaran dari sekitar 90 % dari populasi. Untuk desain suatu produk dengan ukuran yang lebih besar dari populasi, kisaran dari persentil 1 th untuk perempuan sampai persentil 99 th untuk laki-laki bisa digunakan. Gambar 3.13. berikut menunjukkan perbandingan dari persentil laki-laki dan perempuan (Openshaw, et al. 2006).

(52)

Dari Gambar 3.2. diatas merupakan gambar perbedaan persentil laki-laki dan perempuan dengan data antropometri dari ukuran tubuh militer pada tahun 1970 sampai pada tahun 1990 di Amerika Serikat.

3.6.2 Antropometri Statis

Pengukuran statis dilakukan pada tubuh manusia yang berada dalam posisi diam. Dimensi yang diukur pada antropometri statis diambil secara lurus dan dilakukan pada permukaan tubuh. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi dimensi tubuh manusia, diantaranya:

1. Jenis kelamin

Secara distribusi statistik ada perbedaan yang signifikan antara dimensi tubuh pria dan wanita. Pria dianggap lebih panjang dimensi tubuhnya daripada wanita.

2. Suku bangsa

Seperti telah diketahui bahwa perbedaan dimensi tubuh antara suku bangsa yang satu dengan yang lain juga berbeda. Dalam hal ini dimensi tubuh penduduk Indonesia biasanya lebih pendek dari penduduk Amerika.

3. Usia

(53)

4. Jenis pekerjaan

Beberapa jenis pekerjaan tertentu menuntut adanya persyaratan dalam seleksi karyawan atau stafnya. Misalnya buruh dermaga harus mempunyai postur tubuh yang relatif lebih besar dibandingkan dengan karyawan perkantoran pada umumnya.

5. Pakaian

Hal ini juga merupakan sumber variabilitas yang disebabkan oleh bervariasinya iklim yang berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya terutama untuk daerah dengan empat musim.

6. Kehamilan pada wanita

Faktor ini jelas akan mempunyai pengaruh perbedaan yang berarti kalau dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil, terutama yang berkaitan dengan analisis perancangan produk dan analisis perancangan kerja.

7. Cacat tubuh secara fisik

Suatu perkembangan yang menggembirakan pada dekade terakhir dengan diberikannya skala prioritas pada rancang bangun fasilitas akomodasi untuk para penderita cacat tubuh secara fisik. Misalnya ada jalur khusus untuk kursi roda.

3.6.3 Dimensi Anthropometri

(54)
[image:54.595.95.549.216.696.2]

mengoperasikan atau menggunakannya. Data antropometri tubuh yang diukur menurut Hartono (2012) dalam panduan survei data antropometri dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Pengukuran Data Antropometri

Sumber : Panduan Survei Data Antropometri (Hartono, 2010)

No Dimensi tubuh Definisi

1 Tinggi tubuh Tinggi tubuh jarak vertikal dari lantai ke bagian paling atas kepala. 2 Tinggi mata Jarak vertikal dari lantai ke bagian luar sudut mata kanan.

3 Tinggi bahu Jarak vertikal dari lantai ke bagian atas bahu kanan atau ujung tulang bahu kanan.

4 Tinggi siku Jarak vertikal dari lantai ke titik terbawah di sudut siku bagian kanan. 5 Tinggi pinggul Jarak vertikal dari lantai ke bagian pinggul kanan.

6 Tinggi tulang ruas Jarak vertikal dari lantai ke bagian tulang ruas jari tangan kanan. 7 Tinggi ujung jari Jarak vertikal dari lantai ke ujung jari tengah tangan kanan.

8 Tinggi dalam posisi

duduk Jarak vertikal dari alas duduk ke bagian paling atas kepala.

9 Tinggi mata dalam

posisi duduk Jarak vertikal dari alas duduk ke bagian luar sudut mata kanan.

10 Tinggi bahu dalam

posisi duduk Jarak vertikal dari alas duduk ke bagian atas bahu kanan.

11 Tinggi siku dalam

posisi duduk

Jarak vertikal dari alas duduk ke bagian bawah lengan bawah tangan kanan.

12 Tebal paha Jarak vertikal dari alas duduk ke bagian paling atas dari paha kanan.

13 Panjang lutut Jarak horizontal dari bagian belakang pantat (pinggul) ke bagian depan lulut kaki kanan.

14 Panjang popliteal Jarak horizontal dari bagian belakang pantat (pinggul) ke bagian belakang lutut kanan.

15 Tinggi lutut Jarak vertikal dari lantai ke tempurung lutut kanan.

16 Tinggi popliteal Jarak vertikal dari lantai ke sudut popliteal yang terletak di bawah paha, tepat di bagian belakang lutut kaki kanan.

17 Lebar sisi bahu Jarak horizontal antara sisi paling luar bahu kiri dan sisi paling luar bahu kanan.

18 Lebar bahu bagian atas Jarak horizontal antara bahu atas kanan dan bahu atas kiri.

19 Lebar pinggul Jarak horizontal antara sisi luar pinggul kiri dan sisi luar pinggul kanan.

20 Tebal dada Jarak horizontal dari bagian belakang tubuh ke bagian dada untuk

subyek laki-laki atau ke bagian buah dada untuk subyek wanita.

21 Tebal perut Jarak horizontal dari bagian belakang tubuh ke bagian paling

(55)
[image:55.595.90.550.134.637.2]

Tabel 3.2. Pengukuran Data Antropometri (Lanjutan)

Sumber : Jurnal Panduan Survei Data Antropometri (Hartono, 2012)

Adapun gambar dari pengukuran data antropometri dapat dilihat pada Gambar 3.3. yang merupakan kelompok dimensi tubuh yang diukur dalam posisi berdiri sedangkan Gambar 3.4. merupakan kelompok dimensi tubuh yang diukur

No Dimensi tubuh Definisi

22 Panjang lengan atas Jarak vertikal dari bagian bawah lengan bawah kanan ke bagian atas bahu kanan.

23 Panjang lengan

bawah

Jarak horizontal dari lengan bawah diukur dari bagian belakang siku kanan kebagian ujung dari jari tengah.

24 Panjang rentang tangan ke depan

Jarak dari bagian atas bahu kanan ke ujung jari tengah tangan kanan dengan siku dan pergelangan tangan kanan lurus.

25

Panjang bahu genggaman tangan ke

depan

Jarak dari bagian atas bahu kanan ke pusat batang silinder yang digenggam oleh tangan kanan, dengan siku dan pergelangan tangan lurus.

26 Panjang kepala Jarak horizontal dari bagian paling depan dahi (bagian tengah antara dua alis) ke bagian tengah kepala.

27 Lebar kepala Jarak horizontal dari sisi kepala bagian kiri ke sisi kepala bagian kanan, tepat di atas telinga.

28 Panjang tangan

Jarak dari lipatan pergelangan tangan ke ujung jari tengah tangan kanan dengan posisi tangan dan seluruh jari lurus dan terbuka.

29 Lebar tangan Jarak antara kedua sisi luar empat buku jari tangan kanan yang diposisikan lurus dan rapat.

30 Panjang kaki Jarak horizontal dari bagian belakang kaki (tumit) ke bagian paling ujung dari jari kaki kanan.

31 Lebar kaki Jarak antara kedua sisi paling luar kaki. 32 Panjang rentangan

tangan ke samping

Jarak maksimum ujung jari tengah tangan kanan ke ujung jari tengah tangan kiri.

33 Panjang rentangan siku

Jarak yang diukur dari ujung siku tangan kanan ke ujung siku tangan kiri.

34

Tinggi genggaman tangan ke atas dalam posisi berdiri

Jarak vertikal dari lantai ke pusat batang silinder yang digenggam oleh telapak tangan kanan.

35

Tinggi genggaman ke atas dalam posisi duduk

Jarak vertikal dari alas duduk ke pusat batang silinder.

36 Panjang genggaman tangan ke depan

(56)
[image:56.595.132.492.135.366.2]

Sumber : Jurnal Panduan Survei Data Antropometri (Hartono, 2012)

Gambar 3.3. Kelompok Dimensi Tubuh I

Sumber : Jurnal Panduan Survei Data Antropometri (Hartono, 2012)

[image:56.595.143.489.427.704.2]
(57)

Data-data dari hasil pengukuran atau disebut dengan data antropometri digunakan sebagai data untuk perancangan peralatan. Terdapat tiga prinsip dalam pemakaian data antropometri tersebut yaitu:

a. Prinsip perancangan produk berdasarkan individu ekstrim

Prinsip ini digunakan apabila fasilitas kerja yang dirancang dapat dipakai dengan enak dan nyaman oleh sebagian besar orang-orang yang memakainya yang biasanya minimal oleh 95 % pemakai.

b. Prinsip perancangan produk fasilitas yang bisa disesuaikan

Prinsip ini digunakan untuk merancang fasilitas agar fasilitas tersebut bisa dirubah-ubah ukurannya sehingga cukup fleksibel dioperasikan oleh setiap orang yang memiliki berbagai macam ukuran tubuh.

c. Prinsip perancangan produk dengan ukuran rata-rata

Dalam hal ini rancangan produk didasarkan terhadap ukuran rata-rata tubuh manusia (Sutalaksana, 1979).

Kriteria antropometri yang digunakan dalam perancangan terdiri dari 3 kategori, yaitu:

1. Clearence dimensions (dimensi ruang) yaitu area minimum yang diperlukan operator untuk melakukan aktivitas kerja pada tempat kerja (ditentukan dari orang terbesar dalam populasi pengguna). Dalam hal ini digunakan nilai standar normal dengan persentil besar yaitu persentil 90 sampai dengan 99. 2. Reach dimensions (dimensi jangkauan) yaitu area maksimum yang dapat

(58)

terkecil dalam populasi pengguna). Dalam hal ini digunakan nilai standar normal dengan persentil kecil yaitu persentil 1 sampai dengan 10.

3. Posture merupakan hal yang cukup rumit misalkan meja kerja yang terlalu tinggi tidak diinginkan oleh pekerja yang terlalu rendah. Dalam kondisi ini solusinya adalah merancang stasiun kerja yang dapat disesuaikan (Arimbawa, 2011).

3.6.4 Aplikasi Distribusi Normal Dalam Penetapan Data Antropometri Untuk penetapan data antropometri ini, pemakaian distribusi normal akan umum diterapkan. Dalam statistik, distribusi normal dapat diformulasikan

berdasarkan harga rata-rata (mean, X ) dan simpangan standarnya (standard

deviation, σX) dari data yang ada. Dari nilai yang ada maka persentil dapat

(59)

[image:59.595.93.511.116.329.2]

Sumber : Buku Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya (Nurmianto, 1998)

Gambar 3.5. Distribusi Normal dengan Data Antropometri

Dari Gambar 3.5. diatas, kemudian dilakukan perhitungan persentil dengan rumus berdasarkan distribusi normal yang dapar dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Macam Persentil dan Cara Perhitungan Dalam Distribusi Normal

Sumber : Buku Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya (Nurmianto, 1998) Persentil Perhitungan

1-st Χ- 2.325 σX 2.5-th Χ- 1.96 σX

5-th Χ- 1.645 σX 10-th Χ- 1.28 σX

50-th Χ

90-th Χ+ 1.28 σX 95-th Χ+ 1.645 σX 97.5-th Χ+ 1.96 σX

99-th Χ+ 2.325 σX 1,96 σX 1,96 σX

X

2,5% 95%

2,5%

N(X, σX)

[image:59.595.198.426.459.691.2]
(60)

3.6.5 Aspek Antropometri Dalam Perancangan Meja dan Kursi

Adapun aspek antropometri dalam perancangan kursi dapat dilihat dari dimensi kursi pada Gambar 3.6.

Tinggi Kursi

Lebar Kursi Panjang

Kursi Lebar Sandaran

Punggung

Tinggi Sandaran Pungung

[image:60.595.156.453.199.436.2]

Sumber : Ilustrasi Gambar dari Handbook Ergonomics and Design A Referensi Guide (Openshaw et al. 2006)

Gambar 3.6. Dimensi Dasar Perancangan Kursi Adapun cara pengukuran dari tiap dimensi kursi yaitu:

1. Tinggi kursi

Jika tinggi kursi melebihi tinggi popliteal pengguna, tekanan akan dirasakan di bawah paha. Sebaliknya, jika tinggi kursi terlalu rendah dengan tinggi tinggi popliteal maka:

a. Kaki pengguna akan terjulur ke lantai

(61)

c. Pengguna memerlukan ruang kaki yang lebih besar.

Secara umum, tinggi kursi yang optimal harus sesuai dengan tinggi popliteal ditambah dengan kelonggaran sepatu. Adapun kelonggaran untuk sepatu yang digunakan dalam tempat yang formal ditambahkan:

a. 25 mm untuk semua dimensi untuk laki-laki b. 45 mm untuk semua dimensi untuk perempuan.

Dalam hal ini tinggi kursi tidak terlalu rendah dan tidak terlalu tinggi. 2. Kedalaman kursi (panjang kursi)

Jika kedalaman kursi atau panjang kursi melebihi panjang popliteal, pengguna tidak akan bisa menggunakan sandaran kursi secara efektif tanpa menerima tekanan pada punggung dan lutut.

3. Lebar kursi

Lebar kursi harus sesuai dengan lebar pinggul dan harus memadai dan nyaman digunakan jika kursi menggunakan sandaran lengan.

4. Tinggi sandaran punggung

Tinggi sandaran punggung lebih efektif digunakan untuk mendukung berat punggung. Tinggi sandaran punggung ini harus sesuai dengan tinggi bahu. 5. Lebar sandaran punggung

Lebar sandaran punggung harus sesuai dengan lebar bahu.

(62)

Tinggi Meja

Tinggi Meja dari Bawah Meja

Panjang Meja

Lebar Meja

[image:62.595.123.503.118.360.2]

Sumber : Ilustrasi Gambar dari Handbook Ergonomics and Design A Referensi Guide (Openshaw et al. 2006)

Gambar 3.7. Dimensi Dasar Perancangan Meja Adapun cara pengukuran dari tiap dimensi meja yaitu:

1. Tinggi meja

Tinggi meja ditentukan oleh tinggi popliteal ditambahkan tinggi siku dalam posisi duduk dan ditambahkan dengan kelonggaran sepatu.

2. Tinggi meja dari bawah meja

(63)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian terapan yang dilakukan untuk mencari pemecahan masalah secara ilmiah tentang postur tubuh siswa pada saat menggunakan meja dan kursi yang tidak ergonomis. Dengan dilakukannya penelitian ini, aplikasi usulan redesain meja dan kursi sekolah dapat diterapkan untuk meminimalkan keluhan muskuloskeletal pada siswa. Penelitian terapan adalah salah satu jenis penelitian yang bertujuan untuk memberikan solusi atas permasalahan tertentu secara praktis.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar ABC, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan Agustus 2012 sampai Maret 2013.

4.3 Subjek Penelitian

(64)

4.4 Kerangka Konseptual

[image:64.595.113.470.227.438.2]

Kerangka konseptual adalah suatu model konseptual yang menunjukkan hubungan logis antara faktor-faktor yang telah diidentifikasi yang penting dalam penelitian. Adapun kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Fasilitas Sekolah

Keluhan Musculoskeletal

Disorders

Ketidaknyamanan Siswa Dalam Belajar

Perbaikan Dengan Redesain Meja dan

Kursi Sekolah

Sumber : Pengolahan Data

Gambar 4.1. Kerangka Konseptual

Definisi operasional menjelaskan karakteristik setiap variabel ke dalam elemen-elemen yang mudah dipahami, dapat diukur dan mudah dibedakan.

Fasilitas sekolah : Fasilitas sekolah dalam hal ini berupa meja dan kursi sekolah yang menyebabkan postur tubuh siswa bekerja secara tidak alami yang dinilai dengan menggunakan metode penilaian postur kerja RULA.

Adapun definisi operasional dari kerangka konseptual diatas yaitu:

(65)

Ketidaknyamanan dalam belajar : Sikap siswa selama belajar yang ditandai dengan kaki menggantung, bahu naik dan tulang belakang yang tidak ditopang sandaran kursi yang disebabkan ketidaksesuaian dimensi meja dan kursi sekolah dengan dimensi tubuh siswa yang dinilai dengan

checklist penelitian.

Perbaikan dengan redesain meja dan kursi sekolah : Melakukan redesain meja dan kursi sekolah dengan variabel meja berupa tinggi meja, lebar meja, panjang meja, tinggi meja dari bawah meja dan kursi dengan variabel kursi berupa tinggi kursi, lebar kursi, panjang kursi, tinggi sandaran punggung kursi serta lebar sandaran punggung kursi.

4.5 Variabel Penelitian

Ada dua jenis varibel penelitian yang akan diamati dalam penelitian ini yaitu:

1. Variabel independen

(66)

2. Variabel dependen

Variabel dependen adalah variabel-variabel yang berpengaruh terhadap variabel independen. Adapun variabel dependen yang digunakan pada penelitian ini yakni keluhan Musculoskeletal Disorders yang diperoleh dari hasil penilaian Standard Nordic Questionaire dan postur tubuh siswa.

4.6 Sumber Data

Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

1. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari pengamatan, wawancara dan pengukuran langsung terhadap subjek penelitian di lapangan antara lain:

a. Data hasil Standard Nordic Questionaire b. Data hasil Checklist penelitian

c. Data dimensi meja dan kursi sekolah

d. Data gambar pergerakan tubuh siswa saat belajar atau postur tubuh siswa e. Data dimensi tubuh siswa

2. Data sekunder

(67)

a. Gambaran umum sekolah

Data gambaran umum tentang sekolah ini meliputi data tentang sejarah sekolah, jumlah siswa dan jumlah guru, fasilitas sekolah, struktur organisasi sekolah dan visi misi sekolah serta data siswa yang dianggap perlu seperti data umur siswa dan tahun masuk siswa. Data gambaran sekolah ini diperoleh dari brosur sekolah, arsip sekolah dan papan pengumuman sekolah.

4.7 Instrumen Penelitian

[image:67.595.108.517.407.715.2]

Instrumen penelitian yang digunakan untuk membantu dalam pengumpulan data dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Intrumen Penelitian

No. Alat Ukur Fungsi

1 Standard Nordic

Qustionaire

Digunakan untuk identifikasi awal untuk menilai keluhan muskuloskeletal yang dialami siswa

2 Checklist Penelitian

Digunakan untuk identifikasi awal kesesuaian dimensi tubuh siswa dengan dimensi meja dan kursi

sekolah

3 Kamera Canon 10

Mega Pixels Mengambil foto tentang postur tubuh siswa

4 Human Body Martin Mengukur dimensi tubuh siswa

5 Kursi Antropometri Mengukur dimensi tubuh siswa

6 Timbangan Mengukur berat badan siswa

7 Goniometer Mengukur sudut yang dibentuk tubuh siswa. 8 Meteran Mengukur dimensi meja dan kursi sekolah

9 Heightometer Mengukur tinggi badan siswa

(68)

4.8 Tahap Penelitian

Adapun tahap penelitian dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Studi Pustaka Studi Pendahuluan

Analisis Pemecahan Masalah 1. Analisis Standard Nordict Questionnaire dan

checklist penelitian

2. Analisis meja dan kursi aktual 3. Analisis postur tubuh siswa

4. Analisis ergonomi redesain meja dan kursi siswa sekolah

Pengolahan Data

1. Tabulasi dan rekapituasi Standard Nordic

Questionnaire

2. Tabulasi dan rekapitulasi Checklist penelitian 3. Penilaian postur tubuh dengan metode RULA 4. Perhitungan data antropometri tubuh siswa

yaitu:

a. Perhitungan rata-rata dan standard deviasi b. Uji keseragaman data

c. Uji kecukupan data d. Uji kenormalan data e. Perhitungan persentil

5. Redesain meja dan kursi sekolah dengan metode perancangan Pahl dan Beitz

Pengumpulan Data 1. Data hasil Standard Nordic Questionnaire 2. Data hasil Checklist penelitian

3. Data dimensi meja dan kursi sekolah 4. Data gambar pergerakan tubuh siswa saat

belajar atau data postur tubuh siswa 5. Data dimensi tubuh siswa

6. Gambaran Umum Sekolah Penentuan Tujuan

dan Mamfaat Perumusan Masalah Identifikasi Masalah

Kesimpulan dan Saran Mulai

Selesai

[image:68.595.191.434.195.688.2]

Sumber : Pengolahan Data

(69)

Adapun penjelasan tiap tahapnya yaitu: 1. Studi pustaka

Studi pustaka dilakukan dengan mempelajari teori-teori yang berkaitan dengan penelitian yang dijadikan sebagai landasan logika berpikir dalam penyelesaian masalah secara ilmiah. Studi pustaka yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pemahaman dan pembelajaran lebih dalam terhadap redesain produk secara ergonomis. Teori ini diperoleh dari buku, jurnal penelitian dan draf tugas sarjana yang berhubungan dengan topik penelitian. 2. Studi lapangan

Studi lapangan dalam penelitian ini dilakukan dengan wawancara dan pengamatan langsung terhadap siswa ketika sedang belajar. Hal ini dilakukan untuk mengetahui adanya gejala keluhan muskuloskeletal dari siswa serta untuk mengetahui kesesuaian meja dan kursi sekolah dengan dimensi tubuh anak.

3. Identifikasi masalah

Identifikasi masalah dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pentingnya desain meja dan kursi sekolah yang ergonomis bagi siswa.

4. Perumusan masalah

(70)

5. Penentuan tujuan dan mamfaat penelitian

Tujuan penelitian ini untuk melakukan redesain meja dan kursi sekolah secara ergonomis berdasarkan antropometri tubuh siswa sekolah dasar. Sedangkan mamfaat penelitian agar hasil redesain meja dan kursi sekolah dapat digunakan dengan lebih efektif, nyaman, aman, sehat, dan efisien.

6. Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penelitian.

7. Pengolahan data

Pengolahan data dilakukan mulai dari tahap awal pengolahan data berupa tabulasi data Standart Nordic Questinnaire sampai dengan dihasilkannya hasil redesain meja dan kursi sekolah.

8. Analisis pemecahan masalah

Setelah dilakukan pengolahan data, dilakukan analisis pemecahan masalah untuk mengetahui apakah hasil rancangan telah mencapai hasil rancangan maksimal yang sesuai dengan prinsip ergonomi.

9. Kesimpulan dan saran

(71)

BAB V

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Posisi duduk dalam jangka waktu yang lama akan berakibat buruk terhadap kesehatan. Posisi duduk dipengaruhi oleh meja dan kursi. Jika meja dan kursi dirancang tidak bagus (tidak ergonomis), dapat mengakibatkan timbulnya rasa pegal pada leher dan tulang belakang. Sebaliknya, jika meja dan kursi dirancang ergonomis maka akan memberikan kenyamanan bagi siswa. Pada Tabel 5.1. merupakan sikap duduk siswa Sekolah Dasar ABC saat menggunakan meja dan kursi sekolah.

(72)

Tabel 5.1. Sikap Duduk Siswa Sekolah Dasar ABC Kelas I dan Kelas 5

No Gambar Keterangan

1

Tinggi meja dari bawah meja hampir sama dengan

tinggi kursi sehingga tidak ada ruang untuk paha.

Meja terlalu tinggi dengan siswa sehingga bahu siswa

naik pada saat menulis. Kursi terlalu tinggi dengan

siswa sehingga kaki siswa menggantung.

2

Tinggi meja dari bawah meja hampir sama dengan

tinggi kursi sehingga paha siswa tertekan. Posisi

punggung siswa membungkuk tanpa bersandar pada

sandaran kursi. Meja terlalu tinggi dengan siswa

sehingga bahu siswa naik pada saat menulis.

3

Posisi punggung siswa membungkuk tanpa bersandar

pada sandaran kursi. Meja terlalu tinggi dengan siswa

sehingga bahu siswa naik pada saat menulis. Posisi

leher yang dipaksakan menegakkan tulang leher

sehingga leher mengalami ketegangan.

4

Posisi punggung siswa membungkuk tanpa bersandar

pada sandaran kursi. Meja terlalu tinggi dengan siswa

sehingga bahu siswa naik pada saat menulis. Kaki

[image:72.595.104.514.150.741.2]
(73)

5.1 Pengumpulan Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data hasil checklist penelitian, data hasil Standard Nordic Qustionaire, data dimensi meja dan kursi, data dimensi tubuh siswa dan data postur tubuh siswa dengan metode RULA.

5.1.1 Data Hasil Checklist Penelitian dan Standard Nordic Qustionaire

Checklist penelitian diberikan kepada siswa untuk mengetahui

ketidaksesuaian dimensi meja dan kursi terhadap siswa. Penilaian untuk checklist penelitian ini diberikan dengan bobot nilai, yaitu:

a. Untuk jawaban tidak diberikan bobot nilai 0 b.Untuk jawaban ya diberikan bobot nilai 1.

Penilaian dengan Standard Nordic Questionnaire digunakan untuk mengetahui level keluhan muskuloskeletal yang dialami siswa serta dinilai dengan pemberian bobot nilai, yaitu:

a. Untuk tidak ada keluhan diberikan bobot nilai 0 b. Untuk keluhan agak sakit diberikan bobot nilai 1 c. Untuk keluhan sakit diberikan bobot nilai 2

d. Untuk keluhan sangat sakit diberikan bobot nilai 3.

Rekapitulasi checklist penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.2.

Adapun penjelasan kategori keluhan yang dirasakan siswa saat belajar adalah sebagai berikut:

(74)

2. Rasa agak sakit (dengan skor 1), hal ini apabila siswa hanya merasakan rasa nyeri sesekali saja ataupun kesemutan.

3. Rasa sakit (dengan skor 2), hal ini apabila siswa sering merasakan rasa nyeri terhadap bagian tubuh mereka ataupun pegal.

4. Rasa sangat sakit (dengan skor 3), hal ini apabila siswa mengalami rasa pegal dan nyeri yang lama (masih dirasakan walaupun pekerjaan sudah selesai atau sudah sampai dirumah).

Adapun persentase jenis keluhan dapat dilihat pada Tabel 5.3.

5.1.2 Data Spesifikasi Meja dan Kursi Sekolah

Adapun gambar meja dan kursi sekolah serta spesifikasinya dalam (cm) dapat dilihat pada Tabel 5.4. Meja dan kursi SD ABC kelas I terbuat dari kayu. Sedangkan meja dan kursi SD ABC kelas 5 memiliki kaki meja, kaki kursi, sandaran kursi, pijakan kaki meja dan pijakan kaki kursi terbuat dari besi. Sedangkan alas meja, alas kursi dan laci meja terbuat dari kayu.

Tabel 5.2. Rekapitulasi Checklist Penelitian

No Pernyataan

Kelas I Kelas 5

Total Tidak Sesuai (%) Total Tidak Sesuai (%) 1 Meja sekolah ini nyaman dipakai 41 69,49 51 64,56 2 Tinggi meja terlalu tinggi dengan tinggi siku

dalam posisi duduk 59

100,00

79

100,00 3 Tinggi meja sesuai dengan tinggi siku dalam

posisi duduk 0 0

4 Tinggi meja terlalu rendah dengan tinggi siku

dalam posisi duduk 0 0

(75)

Tabel 5.2. Rekapitulasi Checklist Penelitian (Lanjutan)

No Pernyataan

Kelas I Kelas 5

Total Tidak Sesuai (%) Total Tidak Sesuai (%)

5 Lebar meja melebihi panjang rentang tangan ke

depan 30

71,19

79

100,00 6 Lebar meja sesuai dengan panjang rentang

tangan ke depan 17 0

7 Lebar meja terlalu sempit dengan panjang

rentang tangan ke depan 12 0

8 Panjang meja melebihi dua kali panjang lengan

bawah 59

100,00

79

100,00 9 Panjang meja sesuai dengan dua kali panjang

lengan bawah 0 0

10 Panjang meja terlalu sempit dengan dua kali

panjang lengan bawah 0 0

11 Tinggi meja dari bawah meja terlalu tinggi

dengan tebal paha 7

100,00

78

98,73 12 Tinggi meja dari bawah meja sesuai dengan

tebal paha 0 1

13 Tinggi meja dari bawah meja terlalu rendah

dengan tebal paha 52 0

14 Kursi sekolah ini nyaman dipakai

33 55,93 53

67,09

15 Tinggi kursi terlalu tinggi dengan tinggi

popliteal 59

100,00

72

91,14 16 Tinggi kursi sesuai dengan tinggi popliteal 0 6

17 Tinggi kursi terlalu rendah dengan tinggi

popliteal 0 1

18 Lebar kursi melebihi lebar pinggul 59

100,00

77

97,47 19 Lebar kursi sesuai dengan lebar pinggul 0 1

20 Lebar kursi terlalu sempit dengan lebar pinggul 0 1 21 Panjang kursi melebihi panjang popliteal 59

100,00

69

89,87 22 Panjang kursi sesuai dengan panjang popliteal 0 8

23 Panjang kursi terlalu sempit dengan panjang

popliteal 0 2

24 Tinggi sandaran punggung kursi terlalu tinggi dengan tinggi bahu dalam posisi duduk 5

77,97

0

96,20 25 Tinggi sandaran punggung kursi sesuai dengan

tinggi bahu dalam posisi duduk 13 3

26 Tinggi sandaran punggung kursi terlalu rendah

dengan tinggi bahu dalam posisi duduk 41 76 27 Lebar sandaran punggung kursi melebihi lebar

sisi bahu 59

100,00

72

91,14 28 Lebar sandaran punggung kursi sesuai dengan

lebar sisi bahu 0 6

29 Lebar sandaran punggung kursi terlalu sempit

dengan lebar sisi bahu 0 1

(76)

Tabel 5.3. Persentase Keluhan Musculoskeletal Disorders Siswa

No Jenis Keluhan

Keluhan Agak Sakit (%) Keluhan Sakit (%) Keluhan Sangat Sakit (%) 0 Sakit kaku di leher bagian atas 29,0 5,8 0,7 1 Sakit kaku di leher bagian bawah 16,7 6,5 0,0

2 Sakit di bahu kiri 21,7 3,6 0,0

3 Sakit di bahu kanan 18,8 4,3 0,7

4 Sakit lengan atas kiri 15,2 2,9 0,0

5 Sakit di punggung 18,1 11,6 0,0

6 Sakit lengan atas kanan 18,1 2,2 0,0

7 Sakit di pinggang 21,0 10,1 1,4

8 Sakit pada bokong 10,9 4,3 0,0

9 Sakit pada pantat 15,9 4,3 2,2

10 Sakit pada siku kiri 18,8 10,1 0,0

11 Sakit pada siku kanan 15,9 8,7 0,0

12 Sakit pada lengan bawah kiri 13,8 4,3 0,7 13 Sakit pada lengan bawah kanan 13,0 4,3 0,0 14 Sakit pada pergelangan tangan kiri 10,9 3,6 0,7 15 Sakit pada pergelangan tangan kanan 13,8 8,0 0,7

16 Sakit pada tangan kiri 21,7 2,9 2,2

17 Sakit pada tangan kanan 28,3 5,8 2,2

18 Sakit pada paha kiri 11,6 6,5 0,7

19 Sakit pada paha kanan 17,4 8,7 0,7

20 Sakit pada lutut kiri 16,7 5,8 0,0

21 Sakit pada lutut kanan 20,3 9,4 0,0

22 Sakit pada betis kiri 17,4 5,8 1,4

23 Sakit pada betis kanan 15,2 4,3 0,7

24 Sakit pada pergelangan kaki kiri 15,9 2,9 1,4 25 Sakit pada pergelangan kaki kanan 14,5 4,3 1,4

26 Sakit pada kaki kiri 21,0 8,0 0,7

27 Sakit pada kaki kanan 23,2 8,7 1,4

(77)
[image:77.842.84.757.142.497.2]

Tabel 5.4. Data Spesifikasi Meja dan Kursi Sekolah

No Desain Meja Spesifikasi Meja Desain Kursi Spesifikasi Kursi Keterangan

1

Desain meja dan kursi siswa

ABC kelas I

2

Desain meja dan kursi siswa

(78)

5.1.3 Data Postur Kerja Siswa

Postur kerja siswa dalam hal ini merupakan sikap ataupun posisi tubuh siswa saat belajar menggunakan meja dan kursi sekolah. Dalam hal ini tugas dasar siswa pada saat menggunakan meja dan kursi sekolah adalah menulis dan membaca. Faktor kenyamanan pada saat menulis yaitu jika meja yang digunakan sesuai dengan tinggi siku pengguna pada saat duduk. Sedangkan faktor kenyamanan pada saat duduk yaitu jika paha pengguna terbentuk horizontal dengan betis yang terbentuk vertikal dengan kaki serta kaki harus menyentuh lantai. Oleh karena itu dilakukan pengamatan terhadap siswa yang sering merasakan keluhan sakit dan keluhan sangat sakit. Data postur kerja siswa diperoleh berdasarkan gambar pergerakan tubuh siswa saat menggunakan meja dan kursi sekolah yang dapat dilihat pada Gambar 5.1. dan Gambar 5.2. Dari gambar tersebut, maka akan dipilih postur tubuh yang paling ekstrim untuk dianalisis dengan menggunakan metode penilaian postur tubuh RULA.

(79)

(a) (b) (c)

[image:79.595.113.509.109.475.2]

(d) (e) (f) Sumber: Hasil Pengamatan

Gambar 5.1. Pergerakan Tubuh Siswa Pertama

(80)

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

[image:80.595.115.504.110.504.2]

Sumber: Hasil Pengamatan

Gambar 5.2. Pergerakan Tubuh Siswa Kelima

5.1.4 Data Antropometri Siswa

(81)

5.2 Pengolahan Data

5.2.1 Data Hasil Standard Nordic Questionnaire

Data hasil Standard Nordic Questionnaire diolah menjadi histogram. Adapun histogram Standard Nordic Questionnaire dapat dilihat pada Gambar 5.3.

[image:81.595.111.507.223.440.2]

Sumber: Hasil Pengolahan Data

Gambar 5.3. Histogram Persentase Keluhan Musculoskletal Disorders Siswa Berdasarkan histogram persentase keluhan musculoskletal disorders untuk kategori sakit diatas, dapat diketahui bahwa keluhan tertinggi terdapat pada anggota tubuh pada bagian punggung sebesar 11,6 %, d

Gambar

Gambar detailMelengkapi gambar detail dan dokumen produksi
Tabel 3.2. Pengukuran Data Antropometri
Tabel 3.2. Pengukuran Data Antropometri (Lanjutan)
Gambar 3.3. Kelompok Dimensi Tubuh I
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari permasalahan di atas diketahui bahwa meja dan kursi komputer yang digunakan masih sangat sederhana dan kurang ergonomis yang terutama pada meja komputer yang

2 Berdasarkan studi pendahuluan yang telah peneliti lakukan yaitu berupa wawancara dengan beberapa murid di SD Negeri Pabelan 03 diketahui bahwa meja dan kursi

Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini akan diperoleh prothotype desain meja dan kursi siswa SD di Indonesia yang ideal disesuaikan dengan tujuan pembelajaran di

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis bisa menyelesaikan laporan Tugas Sarjana

Redesain hanya dilakukan pada anak yang tidak memiliki cacat tubuh

Ergonomi Studi Gerak dan Waktu Teknik Analisis untuk Peningkatan Produktivitas Kerja. Guna Widya:

Pengukuran

Postur tubuh :Posisi tubuh siswa yang tidak ergonomis dalam menggunakan. meja dan kursi sekolah yang dinilai dengan