• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi Fisikokimia dan Fungsional Tepung Komposit Berbahan Dasar Beras, Ubi Jalar, Kentang, Kedelai dan Xanthan Gum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Karakterisasi Fisikokimia dan Fungsional Tepung Komposit Berbahan Dasar Beras, Ubi Jalar, Kentang, Kedelai dan Xanthan Gum"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI FISIKOKIMIA DAN FUNGSIONAL TEPUNG

KOMPOSIT BERBAHAN DASAR BERAS, UBI JALAR,

KENTANG, KEDELAI, DAN XANTHAN GUM

SKRIPSI

Oleh:

RIZQA AMALIA

090305038/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013

(2)

KARAKTERISASI FISIKOKIMIA DAN FUNGSIONAL TEPUNG

KOMPOSIT BERBAHAN DASAR BERAS, UBI JALAR,

KENTANG, KEDELAI, DAN XANTHAN GUM

SKRIPSI

Oleh:

RIZQA AMALIA

090305038/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Skripsi : Karakterisasi Fisikokimia dan Fungsional Tepung Komposit Berbahan Dasar Beras, Ubi Jalar, Kentang, Kedelai dan Xanthan Gum

Nama : Rizqa Amalia

NIM : 090305038

Program Studi : Ilmu dan Teknologi Pangan

Disetujui oleh: Komisi Pembimbing

Tanggal Lulus : 27 Desember 2013 Dr. Ir. Elisa Julianti, M.Si

Ketua

Ridwansyah, STP, M.Si Anggota

Mengetahui:

Dr. Ir. Herla Rusmarilin, MP Ketua Program Studi

(4)

ABSTRAK

RIZQA AMALIA: Karakterisasi Fisikokimia dan Fungsional Tepung Komposit Berbahan Dasar Beras, Ubi Jalar, Kentang, Kedelai dan Xanthan Gum, dibimbing oleh Elisa Julianti dan Ridwansyah.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik fisikokimia dan fungsional tepung komposit dari tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang dan tepung kedelai. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 1 faktor yaitu perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai dan xanthan gum (T):30%:50%:15%:4,5%:0,5%, 30%:45%:20%:4,5%:0,5%, 30%:40%: 25%:4,5%:0,5%, 30%:45%:15%:9,5%:0,5%, 30%:40%:20%:9,5%:0,5%, 30%:35%: 25%:9,5%:0,5%, 30%:40%:15%:14,5%:0,5%, 30%:35%:20%:14,5%:0,5%, 30%:30%: 25%:14,5%:0,5%, 100%. Parameter yang dianalisa adalah kadar air (%), kadar abu (%), kadar protein (%), kadar lemak (%), kadar serat (%), daya serap air dan minyak (g/g), karakteristik pasta (cP), baking expansion (ml/g), warna, dan swelling power (g/g).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai dan xanthan gum memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar serat, karakteristik pasta, swelling power, warna, dan beaking expansion, dan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap daya serap air dan daya serap minyak. Perbandingan 30%:35%:20%:14,5%:0,5% memiliki karakteristik fisik, kimia, pasta, dan fungsional yang hampir mendekati terigu sehingga dapat digunakan sebagai alternatif terigu pada produk pangan yang bebas gluten.

Kata kunci: Tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, xanthan gum

ABSTRACT

RIZQA AMALIA: Physicochemical and functional characterization of composite flour based on rice, sweet potato, potatoes, soybean and xanthan gum, supervised by Elisa Julianti and Ridwansyah

The research was aimed to study the physicochemical and functional characterization of composite flour from rice, sweet potato, potato starch and soy flours. The reseach had been performed using factorial completely randomized design, with one factor i.e the ratio of : rice flour, sweet potato flour, potato starch, soy flour and xanthan gum (T): 30%:50%:15%:4,5%:0,5%, 30%:45%:20%:4,5%:0,5%, 30%:40%:25%: 4,5%:0,5%, 30%:45%:15%:9,5%:0,5%, 30%:40%:20%:9,5%:0,5%, 30%:35%:25%: 9,5%:0,5%, 30%:40%:15%:14,5%:0,5%, 30%:35%:20%:14,5%:0,5%, 30%:30%: 25%:14,5%:0,5%, 100%. Parameters analyzed were water content, ash content, protein content, fat content, fiber content, water and oil absorption, pasting properties, baking expansion, color, and swelling power.

The results showed that the ratio of rice flour, sweet potato flour, potato starch, soy flour and xanthan gum had highly significant effect on water content, ash content, protein content, fat content, fiber content, pasting properties, swelling power, color, and beaking expansion, and had no effect on the water absorption and oil absorption . Ratio of 30%: 35%: 20%: 14,5%: 0,5% had a physicochemical, paste and functional properties near to wheat flour therefore can be used as a wheat flour alternative in gluten free food products.

(5)

RIWAYAT HIDUP

RIZQA AMALIA dilahirkan di Langsa pada tanggal 30 Agustus 1991

dari Bapak Alm. Kaspin dan Ibu Abidah Chan. Penulis merupakan anak pertama

dari dua bersaudara.

Penulis menempuh pendidikannya di TK Raudhatul Athfal AL-Azhar

Langsa, Madrasah Ibtidaiyah Negeri Paya Bujuk Langsa, SMP Negeri 3 Langsa,

penulis lulus dari SMA Negeri 1 Langsa pada tahun 2009 dan pada tahun yang

sama berhasil masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui

jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) di Program

Studi Ilmu dan Teknologi Pangan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan

Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (IMITP) USU, anggota Himpunan

Mahasiswa Peduli Pangan Indonesia (HMPPI).

Penulis telah melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Balai Besar

Pengawas Obat dan Makanan Di Medan, Sumatera Utara dari bulan Juli sampai

Agustus 2012.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas

segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Karakterisasi Fisikokimia dan Fungsional Tepung Komposit

Berbahan Dasar Beras, Ubi Jalar, Kentang, Kedelai dan Xanthan Gum”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya

kepada kedua orang tua (Ayahanda Alm. Kaspin dan Ibunda Abidah Chan)

dan seluruh keluarga besar yang telah membesarkan, mendidik, dan

selalu mendoakan yang tiada hentinya kepada penulis selama ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Elisa Julianti, M.Si., selaku

ketua komisi pembimbing dan Ridwansyah, STP, M.Si., selaku anggota komisi

pembimbing yang telah memberikan saran, bimbingan, dan masukan

yang berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan

penelitian, penyusunan skripsi, sampai pada ujian akhir.

Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada staf

pengajar dan pegawai di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, teman-teman

seperjuangan ITP 2009, adik-adik ITP 2010 hingga 2012 dan semua pihak yang

tidak dapat disebutkan satu per satu disini atas bantuan serta dukungan

semangatnya membantu penulis saat penelitian hingga penulis menyelesaikan

skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Medan, Desember 2013

(7)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 5

Tujuan Penelitian ... 6

Kegunaan Penelitian ... 6

Hipotesa Penelitian ... 6

TINJAUAN PUSTAKA Beras ... 7

Ubi Jalar ... 8

Kentang ... 10

Kedelai ... 11

Xanthan Gum ... 13

Tepung ... 15

Pati Kentang ... 17

Tepung Komposit ... 21

BAHAN DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian ... 23

Bahan Penelitian ... 23

Reagensia ... 23

Alat Penelitian ... 23

Metoda Penelitian ... 24

Model Rancangan ... 25

Pelaksanaan Penelitian ... 26

Pengamatan dan Pengukuran Data Kadar air... 32

Kadar abu ... 32

(8)

Kadar protein ... 33

Kadar lemak ... 33

Kadar serat kasar ... 34

Daya serap air dan daya serap minyak ... 35

Karakteristik pasta pati dengan Rapid Visco Analyzer (RVA) ... 35

Swelling power ... 35

Warna ... 36

Uji baking expansion ... 36

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Kimia Bahan baku Tepung Komposit ... 37

Karakteristik Pasta Bahan baku Tepung Komposit ... 37

Karakteristik Fisik Tepung Komposit ... 38

Nilai warna (nilai L) dari tepung komposit ... 39

Nilai warna (nilai a) dari tepung komposit ... 40

Nilai warna (nilai b) dari tepung komposit ... 41

Karakteristik Kimia Tepung Komposit ... 42

Kadar air ... 43

Kadar abu ... 44

Kadar protein ... 46

Kadar lemak ... 47

Kadar serat ... 48

Karakteristik Fungsional Tepung Komposit ... 49

Daya serap air dan daya serap minyak ... 50

Swelling power ... 51

Baking expansion ... 52

Karakteristik Pasta Tepung Komposit ... 54

Suhu gelatinisasi ... 55

Viskositas puncak ... 56

Viskositas breakdown ... 58

Viskositas setback ... 59

Viskositas akhir ... 60

Setback ratio ... 62

Stability ratio ... 62

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 64

Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 66

(9)

DAFTAR TABEL

No. Hal

1. Impor biji gandum dan tepung terigu Indonesia tahun 2001-2008 ... 1

2. Susunan kimia ubi kayu, kentang, dan beras ... 8

3. Kandungan gizi ubi jalar... 9

4. Komposisi kimia kentang dibandingkan jagung dan ubi kayu ... 10

5. Kandungan gizi kedelai ... 11

6. Sifat fisikokimiawi tepung garut, tepung kedelai, dan terigu ... 16

7. Standar mutu tepung gaplek ubi kayu dan tepung ubi jalar ... 17

8. Hasil analisis proksimat beberapa jenis pati ... 17

9. Sifat fisik dan amilografi tepung komposit terigu dan ubi jalar pada berbagai konsentrasi ... 22

10. Komposisi kimia tepung komposit terigu ubi jalar pada berbagai konsentrasi ... 22

11. Karakteristik kimia tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, dan tepung kedelai ... 37

12. Karakteristik pasta tepung beras, tepung ubi jalar, dan pati kentang ... 38

13. Pengaruh perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai dan xanthan gum terhadap karakteristik fisik tepung komposit ... 39

14. Pengaruh perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai dan xanthan gum terhadap karakteristik kimia tepung komposit ... 43

15. Pengaruh perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai dan xanthan gum terhadap karakteristik fungsional tepung komposit ... 50

16. Pengaruh perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai dan xanthan gum terhadap karakteristik pasta tepung komposit ... 54

(10)
(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal

1. Struktur molekul xanthan gum ... 13

2. Struktur rantai linier dari molekul amilosa ... 20

3. Struktur molekul amilopektin ... 20

4. Skema pembuatan tepung ubi jalar ... 27

5. Skema pembuatan tepung kedelai ... 28

6. Skema ekstraksi pati kentang ... 30

7. Skema pembuatan tepung komposit ... 31

8. Warna (nilai L) tepung terigu dan tepung komposit pada berbagai perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum ... 40

9. Warna (nilai a) tepung terigu dan tepung komposit pada berbagai perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum ... 41

10. Warna (nilai b) tepung terigu dan tepung komposit pada berbagai perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum ... 42

11. Kadar air tepung terigu dan tepung komposit pada berbagai perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum ... 44

12. Kadar abu tepung terigu dan tepung komposit pada berbagai perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum ... 45

13. Kadar protein tepung terigu dan tepung komposit pada berbagai perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum ... 46

14. Kadar lemak tepung terigu dan tepung komposit pada berbagai perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum ... 48

(12)

15. Kadar serat tepung terigu dan tepung komposit pada berbagai perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum ... 49

16. Swelling power tepung terigu dan tepung komposit pada berbagai perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum ... 51

17. Baking expansion tepung terigu dan tepung komposit pada berbagai perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum ... 53

18. Suhu gelatinisasi tepung terigu dan tepung komposit pada berbagai perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum ... 56

19. Viskositas puncak tepung terigu dan tepung komposit pada berbagai perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum ... 57

20. Viskositas breakdown tepung terigu dan tepung komposit pada berbagai perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum ... 58

21. Viskositas setback tepung terigu dan tepung komposit pada berbagai perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum ... 59

22. Viskositas akhir tepung terigu dan tepung komposit pada berbagai perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum ... 61

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal

1. Daftar sidik ragam warna (nilai L) tepung komposit dan uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum terhadap warna tepung komposit ... 73

2. Daftar sidik ragam warna (nilai a) tepung komposit dan uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum terhadap warna tepung komposit ... 74

3. Daftar sidik ragam warna (nilai b) tepung komposit dan uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum terhadap warna tepung komposit ... 75

4. Daftar sidik ragam kadar air tepung komposit dan uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum terhadap kadar air tepung komposit ... 76

5. Daftar sidik ragam kadar abu tepung komposit dan uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum terhadap kadar abu tepung komposit ... 77

6. Daftar sidik ragam kadar protein tepung komposit dan uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum terhadap kadar protein tepung komposit .. 78

7. Daftar sidik ragam kadar lemak tepung komposit dan uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum terhadap kadar lemak tepung komposit ... 79

8. Daftar sidik ragam kadar serat tepung komposit dan uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum terhadap kadar serat tepung komposit ... 80

9. Daftar sidik ragam daya serap air tepung komposit dan uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum terhadap daya serap air tepung komposit ... 81

10. Daftar sidik ragam daya serap minyak tepung komposit dan uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati

(14)

kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum terhadap daya serap minyak tepung komposit ... 82

11. Daftar sidik ragam swelling power tepung komposit dan uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum terhadap swelling power

tepung komposit ... 83

12. Daftar sidik ragam baking expansion tepung komposit dan uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum terhadap baking expansion

tepung komposit ... 84

13. Daftar sidik ragam suhu gelatinisasi tepung komposit dan uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum terhadap suhu gelatinisasi tepung komposit ... 85

14. Daftar sidik ragam viskositas puncak tepung komposit dan uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum terhadap viskositas puncak tepung komposit ... 86

15. Daftar sidik ragam viskositas breakdown tepung komposit dan uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum terhadap viskositas breakdown

tepung komposit ... 87

16. Daftar sidik ragam viskositas setback tepung komposit dan uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum terhadap viskositas setback

tepung komposit ... 88

17. Daftar sidik ragam viskositas akhir tepung komposit dan uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum terhadap viskositas akhir tepung komposit ... 89

18. Daftar sidik ragam setback ratio tepung komposit dan uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum terhadap viskositas akhir tepung komposit ... 90

(15)

20. Karakterisasi pasta tepung beras ... 92

21. Karakterisasi pasta tepung ubi jalar ... 93

22. Karakterisasi pasta pati kentang ... 94

23. Karakterisasi pasta tepung komposit dari tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum dengan perbandingan T1 =

30% : 50% : 15% : 4,5% : 0,5% ... 95

24. Karakterisasi pasta tepung komposit dari tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum dengan perbandingan T2 =

30% : 45% : 20% : 4,5% : 0,5% ... 96

25. Karakterisasi pasta tepung komposit dari tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum dengan perbandingan T3 =

30% : 40% : 25% : 4,5% : 0,5% ... 97

26. Karakterisasi pasta tepung komposit dari tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum dengan perbandingan T4 =

30% : 45% : 15% : 9,5% : 0,5% ... 98

27. Karakterisasi pasta tepung komposit dari tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum dengan perbandingan T5 =

30% : 40% : 20% : 9,5% : 0,5% ... 99

28. Karakterisasi pasta tepung komposit dari tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum dengan perbandingan T6 =

30% : 35% : 25% : 9,5% : 0,5% ... 100

29. Karakterisasi pasta tepung komposit dari tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum dengan perbandingan T7 =

30% : 40% : 15% : 14,5% : 0,5%... 101

30. Karakterisasi pasta tepung komposit dari tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum dengan perbandingan T8 =

30% : 35% : 20% : 14,5% : 0,5%... 102

31. Karakterisasi pasta tepung komposit dari tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum dengan perbandingan T9 =

30% : 30% : 25% : 14,5% : 0,5%... 103

32. Karakterisasi pasta tepung terigu T10 = 100% ... 104

33. Foto-Foto Penelitian ... 105

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang sangat penting.

Di Indonesia, ketersediaan bahan pangan yang baik untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat Indonesia masih belum tercukupi, sehingga pemerintah harus

mengimpor bahan pangan pokok seperti beras, jagung hingga terigu untuk

memenuhi kebutuhan terhadap bahan pangan masyarakat Indonesia. Angka impor

biji gandum dan tepung terigu Indonesia tahun 2001-2008 dapat dilihat

pada Tabel 1. Berdasarkan data Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia

(APTINDO), impor terigu tahun 2008 tercatat 530.914 ton, tahun 2009 angkanya

naik menjadi 645.010 ton dan tahun 2010 menjadi 775.534 ton, sedangkan pada

tahun 2011 sedikit menurun menjadi 680.125 ton dan tahun 2012 menjadi

479.682 ton. Menurut perkiraan United State Department of Agriculture (USDA)

pada bulan Mei 2012, Indonesia menempati urutan ke dua di Dunia sebagai

pengimpor gandum terbesar dengan jumlah menembus 7,1 juta ton.

Tabel 1. Impor biji gandum dan tepung terigu Indonesia tahun 2001-2008

Tahun Volume impor biji gandum (ton)

Volume impor tepung terigu (ton)

Perbedaan terigu dengan tepung-tepung lain adalah dari kandungan

(17)

pembuatan roti, kue, cake, mie, dan tepung-tepungan. Akan tetapi, tidak semua

orang dapat mengonsumsi terigu dikarenakan mereka alergi terhadap terigu,

seperti penderita autis. Selain autis, dikenal pula penyakit seliak atau sering

disebut celiac disease, nontropical sprue, enteropati gluten, atau celiac sprue,

yaitu penyakit menurun pada seseorang yang tubuhnya tidak toleran terhadap

kandungan prolamin pada gandum (gliadin), rye (secalin), dan barley (hordein).

Mengonsumsi gluten akan menyebabkan kerusakan usus halus sehingga terjadi

gangguan penyerapan nutrisi yang masuk ke dalam tubuh. Gluten dapat dianggap

sebagai racun karena penderita autis tidak menghasilkan enzim untuk mencerna

jenis protein tersebut. Akibatnya protein yang tidak tercerna akan berubah

menjadi komponen kimia yang bekerja sebagai toksin dalam tubuh. Penderita

penyakit ini memerlukan produk pangan tanpa terigu, yang dapat diproduksi di

dalam negeri dengan bahan baku tepung dan protein lokal.

Indonesia memiliki banyak jenis bahan pangan lokal yang dapat

digunakan untuk menunjang ketahanan pangan nasional. Bahan pangan lokal

tidak hanya tersedia dalam jumlah yang besar tetapi juga memiliki nilai

produktivitas yang tinggi dan kandungan gizi yang baik. Beberapa contoh

komoditi lokal yang berpotensi untuk menunjang ketahanan pangan nasional

seperti ubi kayu, ubi jalar, kentang, kedelai, dan kacang hijau. Ubi jalar

merupakan komoditi umbi-umbian yang saat ini pemanfaatannya sebagai bahan

baku pangan masih terbatas, padahal ubi jalar dengan kandungan karbohidratnya

yang tinggi baik dalam bentuk pati, oligosakarida maupun serat berpotensi

digunakan sebagai bahan pangan pokok, maupun sebagai bahan pengganti terigu

dalam pembuatan produk pangan yang berbasis terigu seperti roti, cake dan mie.

(18)

Pengolahan ubi jalar dalam bentuk tepung dapat meningkatkan penggunaannya,

tetapi jika digunakan sebagai pengganti terigu, tepung ubi jalar memiliki

kelemahan karena tidak adanya kandungan gluten, meskipun hal ini justru

menjadi nilai tambah terutama jika akan ditujukan untuk penderita celilac disease

dan autis.

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menutupi kelemahan tepung

ubi jalar sebagai pengganti terigu adalah melalui pembuatan tepung komposit.

Tepung komposit merupakan tepung campuran dari berbagai jenis tepung untuk

menghasilkan produk dengan sifat fungsional yang hampir mendekati sifat bahan

dasar produk aslinya (Khudori, 2008). Pemanfaatan tepung komposit dalam

pembuatan roti sudah banyak dilakukan, misalnya tepung komposit yang

terdiri dari tepung ubi kayu dan terigu (Shittu, dkk., 2007), tepung labu

kuning dan terigu (See, dkk., 2007) serta dari tepung tiger nut dan terigu

(Ade-Omowaye, dkk., 2008).

Kentang merupakan salah satu sumber pati komersial untuk aplikasi

industri. Pati kentang memiliki karakteristik yang unik yang sesuai untuk

diaplikasikan pada produk pangan, karena memiliki granula dengan ukuran yang

besar dan derajat fosforilasi yang lebih tinggi daripada jenis pati komersial

lainnya (Jobling, 2004; Singh, dkk., 2003). Kandungan fosfat pada pati kentang

menyebabkan viskositas pati yang tinggi (Noda, dkk., 2004a, 2004b, 2006a,

2006b). Pada produk roti, pati berperan terhadap pembentukan tekstur dan mutu

adonan (Sandstedt, 1961) dan membantu proses peningkatan suhu selama

(19)

Kedelai merupakan sumber protein (35-40%), kaya akan kalsium, besi,

fosfor dan vitamin, serta satu-satunya sumber asam amino esensial yang hampir

lengkap (Ihekoronye dan Ngoddy, 1985). Protein kedelai kaya akan lisin tetapi

defisien asam amino sulfur, sedangkan serealia seperti beras defisien lisin tetapi

kaya akan asam amino yang mengandung sulfur (Eggum dan Beame, 1983).

Penambahan tepung kedelai pada produk berbasis serealia akan menjadi pilihan

yang baik dan memberikan keseimbangan asam amino esensial yang lengkap,

membantu mengatasi masalah malnutrisi akibat kekurangan kalor protein

(Livingstone, dkk., 1993). Tepung kedelai dan protein kedelai digunakan sebagai

tepung komposit untuk pembuatan roti (Olaoye, dkk., 2006; Basman, dkk., 2003;

Dhingra dan Jood, 2002; Ribotta, dkk., 2004; Sanchez, dkk., 2004), missi

roti/chapatti (Kadam, dkk., 2012) dan biskuit (Oluwamukomi, dkk., 2011; Akubor

dan Ukwuru, 2005).

Penelitian tentang formulasi tepung komposit dari tepung-tepungan non

terigu seperti tepung umbi-umbian, serealia dan leguminosa saat ini sudah banyak

dilakukan, tetapi penggantian gluten pada produk berbasis terigu seperti roti,

biskuit, cake dan pasta masih merupakan suatu teknologi yang masih belum dapat

dikuasai. Peran gluten dari terigu pada pembuatan roti adalah sebagai protein

pembentuk struktur yang memberikan sifat viskoelastis pada adonan, memiliki

kemampuan menahan gas yang tinggi, dan struktur crumb pada produk roti

(Gallagher, dkk., 2004). Penambahan hidrokoloid seperti pektin, agar-agar, guar

gum dan xanthan gum merupakan pendekatan yang saat ini banyak dilakukan

untuk menghasilkan fungsi yang mirip dengan fungsi gluten pada produk bakery

(20)

yang bebas gluten (Moore, dkk., 2006; Arendt, dkk., 2008; Lazaridou, dkk., 2007;

Ho dan Noor Aziah, 2013; Alvarenga, dkk., 2011).

Penggunaan tepung komposit dari berbagai jenis tepung umbi-umbian

selain diharapkan dapat memberikan variasi pada produk pangan, juga diharapkan

dapat membantu petani lokal. Penggunaan bahan-bahan dari petani lokal ini dapat

membantu meningkatkan penghasilan ekonomi dari petani lokal di Indonesia.

Adanya tepung komposit juga diharapkan dapat mengurangi penggunaan terigu,

sehingga pemerintah dapat menurunkan angka impor terigu.

Perumusan Masalah

Tingginya kebutuhan terigu untuk membuat produk olahan menyebabkan

nilai impor terigu setiap tahunnya semakin meningkat. Tingginya angka impor ini

akan menyebabkan hancurnya ketahanan pangan negara. Disamping itu, tidak

semua masyarakat dapat menikmati produk-produk pangan berbasis terigu, seperti

orang-orang yang menderita alergi gluten atau mengidap penyakit autis dan

penyakit seliak. Untuk mengatasi hal ini, maka perlu dilakukan pengembangan

dan pengayaan produk-produk pangan berbasis bahan lokal. Maka pada penelitian

ini dilakukan pembuatan tepung komposit berbahan dasar tepung beras, tepung

ubi jalar, pati kentang, dan tepung kedelai sebagai salah satu upaya untuk

memperkaya produk lokal, mengurangi jumlah pemakaian terigu, dan

menggantikan peran terigu pada pengolahan pangan. Untuk mengurangi

penggunaan terigu perlu dilakukan pemanfaatan sumber karbohidrat lain seperti

ubi jalar. Kurangnya pemanfaatan ubi jalar disebabkan ubi jalar yang memiliki

kelemahan karena kekurangan protein terutama tidak adanya gluten. Kekurangan

(21)

dan kacang-kacangan, seperti beras dan kedelai yang dapat saling melengkapi

kekurangan asam amino masing-masing. Penggunaan pati kentang dan

hidrokoloid seperti xanthan gum dapat dilakukan untuk memperbaiki karakteristik

pasta dari tepung komposit

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari karakteristik tepung

beras, tepung ubi jalar, pati kentang, dan tepung kedelai, serta untuk mempelajari

karakteristik fisikokimia dan fungsional tepung komposit dari tepung beras,

tepung ubi jalar, pati kentang, dan tepung kedelai dengan penambahan xanthan

gum.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai

salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana teknologi pertanian di Fakultas

Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, menjadi sumber informasi ilmiah

dan rekomendasi bagi pemerintah dan industri pangan untuk memanfaatkan beras,

ubi jalar, kentang, dan kedelai sebagai bahan pangan fungsional, sehingga dapat

mendorong munculnya produk-produk dari beras, ubi jalar, kentang, dan kedelai

yang lebih bervariasi serta dapat meningkatkan nilai jual masing-masing

komoditas tersebut dan dapat meningkatkan pendapatan para petaninya.

Hipotesis Penelitian

Perbandingan formulasi campuran tepung beras, tepung ubi jalar, pati

kentang, dan tepung kedelai yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda

terhadap karakteristik fisik dan kimia tepung komposit yang dihasilkan.

(22)

ABSTRAK

RIZQA AMALIA: Karakterisasi Fisikokimia dan Fungsional Tepung Komposit Berbahan Dasar Beras, Ubi Jalar, Kentang, Kedelai dan Xanthan Gum, dibimbing oleh Elisa Julianti dan Ridwansyah.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik fisikokimia dan fungsional tepung komposit dari tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang dan tepung kedelai. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 1 faktor yaitu perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai dan xanthan gum (T):30%:50%:15%:4,5%:0,5%, 30%:45%:20%:4,5%:0,5%, 30%:40%: 25%:4,5%:0,5%, 30%:45%:15%:9,5%:0,5%, 30%:40%:20%:9,5%:0,5%, 30%:35%: 25%:9,5%:0,5%, 30%:40%:15%:14,5%:0,5%, 30%:35%:20%:14,5%:0,5%, 30%:30%: 25%:14,5%:0,5%, 100%. Parameter yang dianalisa adalah kadar air (%), kadar abu (%), kadar protein (%), kadar lemak (%), kadar serat (%), daya serap air dan minyak (g/g), karakteristik pasta (cP), baking expansion (ml/g), warna, dan swelling power (g/g).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai dan xanthan gum memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar serat, karakteristik pasta, swelling power, warna, dan beaking expansion, dan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap daya serap air dan daya serap minyak. Perbandingan 30%:35%:20%:14,5%:0,5% memiliki karakteristik fisik, kimia, pasta, dan fungsional yang hampir mendekati terigu sehingga dapat digunakan sebagai alternatif terigu pada produk pangan yang bebas gluten.

Kata kunci: Tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, xanthan gum

ABSTRACT

RIZQA AMALIA: Physicochemical and functional characterization of composite flour based on rice, sweet potato, potatoes, soybean and xanthan gum, supervised by Elisa Julianti and Ridwansyah

The research was aimed to study the physicochemical and functional characterization of composite flour from rice, sweet potato, potato starch and soy flours. The reseach had been performed using factorial completely randomized design, with one factor i.e the ratio of : rice flour, sweet potato flour, potato starch, soy flour and xanthan gum (T): 30%:50%:15%:4,5%:0,5%, 30%:45%:20%:4,5%:0,5%, 30%:40%:25%: 4,5%:0,5%, 30%:45%:15%:9,5%:0,5%, 30%:40%:20%:9,5%:0,5%, 30%:35%:25%: 9,5%:0,5%, 30%:40%:15%:14,5%:0,5%, 30%:35%:20%:14,5%:0,5%, 30%:30%: 25%:14,5%:0,5%, 100%. Parameters analyzed were water content, ash content, protein content, fat content, fiber content, water and oil absorption, pasting properties, baking expansion, color, and swelling power.

The results showed that the ratio of rice flour, sweet potato flour, potato starch, soy flour and xanthan gum had highly significant effect on water content, ash content, protein content, fat content, fiber content, pasting properties, swelling power, color, and beaking expansion, and had no effect on the water absorption and oil absorption . Ratio of 30%: 35%: 20%: 14,5%: 0,5% had a physicochemical, paste and functional properties near to wheat flour therefore can be used as a wheat flour alternative in gluten free food products.

(23)

TINJAUAN PUSTAKA

Beras

Serealia merupakan sumber karbohidrat terbesar di dunia. Karbohidrat

merupakan sumber nutrisi utama pada beras. Karbohidrat pada beras terdiri dari

sebagian besar pati dan sebagian kecil pentosa, selulosa, hemiselulosa, dan gula.

Pati pada beras berkisar antara 85-90% dari berat kering beras. Beras mengandung

pentosa berkisar 2,0-2,5% dan gula 0,6-1,4% dari berat beras pecah kulit. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa sifat fisikokimiawi beras ditentukan oleh

sifat-sifat patinya, karena pati merupakan penyusun utama beras (Haryadi, 2006).

Komponen terbesar dari beras adalah pati yaitu sekitar 80-85%. Beras juga

mengandung protein, vitamin (terutama pada bagian aleuron), mineral, dan air.

Pati beras tersusun dari dua polimer karbohidrat yaitu, amilosa (pati dengan

struktur tidak bercabang) dan amilopektin (pati dengan struktur bercabang dan

cenderung bersifat lengket). Perbandingan kedua golongan pati ini menentukan

warna (transparan atau tidak) dan tekstur nasi (lengket, lunak, keras, atau pera).

Berdasarkan kandungan amilosanya, beras dibedakan menjadi beras ketan

(kadar amilosa < 10%), beras beramilosa rendah (kadar amilosa 10-20%), beras

beramilosa sedang (kadar amilosa 20-25%), dan beras beramilosa tinggi

(kadar amilosa > 25%) (Juliano, 1993). Perbandingan komposisi kedua golongan

pati sangat menentukan warna (transparan atau tidak) dan tekstur nasi (lengket,

lunak, keras, atau pera). Ketan hamper sepenuhnya didominasi oleh amilopektin

sehingga sangat lekat, sementara beras pera memiliki kandungan amilosa melebihi

(24)

20% yang membuat butiran nasinya terpencar-pencar (tidak berlekatan) dan keras

(Dianti, 2010).

Beras dengan kadar amilosa rendah setelah dimasak akan menghasilkan

nasi yang lengket, mengkilap, tidak mengembang, dan tetap menggumpal setelah

dingin. Beras dengan kadar amilosa tinggi setelah dimasak akan menghasilkan

nasi yang tidak lengket, dapat mengembang, dan menjadi keras setelah dingin,

sedangkan beras beramilosa sedang umumnya mempunyai tekstur nasi pulen

(Damardjati, 1995). Susunan kimia ubi kayu, kentang, dan beras dapat dilihat

pada Tabel 2.

Tabel 2. Susunan kimia ubi kayu, kentang, dan beras

Keterangan Ubi kayu (%) Kentang (%) Beras (%) Sumber : Simanjuntak (2006)

Ubi Jalar

Beragamnya sifat tanaman ubi jalar dapat dibedakan dari penampakan

fisik dan usia tanam. Berdasarkan tekstur daging umbi, ubi jalar dibedakan dalam

dua golongan, yaitu umbi berdaging lunak karena ubi jalar banyak mengandung

air dan umbi berdaging keras karena ubi jalar mengandung banyak pati. Ubi jalar

juga dibedakan berdasarkan warna kulit, warna daging, bentuk daun, dan warna

batang (Sarwono, 2005).

Sebagian besar karbohidarat pada ubi jalar dalam bentuk pati. Komponen

(25)

larut seperti maltosa, sukrosa, fruktosa, dan glukosa. Ubi jalar banyak

mengandung sukrosa. Total gula dalam ubi jalar berkisar antara 5,64% hingga

38% (bb). Kandungan gula pada ubi jalar yang telah dimasak meningkat jika

dibandingkan dengan jumlah gula pada ubi jalar mentah (Sulistiyo, 2006).

Keistimewaan kandungan gizi pada ubi jalar terletak pada kandungan beta

karoten yang cukup tinggi dibanding jenis tanaman pangan lainnya. Kandungan

beta karoten pada ubi jalar mencapai 7100 IU, sehingga ubi jalar sangat baik

untuk mengatasi dan mencegah penyakit mata, namun, tidak semua varietas/jenis

ubi jalar mengandung beta karoten yang tinggi. Varietas/jenis ubi jalar yang

warna daging ubinya jingga kemerah-merahan memiliki kandungan beta karoten

yang tinggi. Varietas/jenis ubi jalar yang warna daging ubinya kuning atau putih

mengandung beta karoten yang lebih rendah. Kandungan gizi ubi jalar dapat

dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kandungan gizi ubi jalar

Jenis Zat Jenis Kandungan

Air (g) Sumber : Simanjuntak (2006)

(26)

Ubi jalar mengandung air yang cukup tinggi, sehingga bahan kering yang

terkandung relatif rendah. Rata-rata kandungan bahan kering pada ubi jalar sekitar

30%. Sebagai bahan pangan, ubi jalar memiliki keistimewaan pada nilai gizinya.

Selain sebagai sumber karbohidrat, ubi jalar juga sebagai sumber vitamin A,

vitamin C, mineral, kalium, besi, dan fosfor. Namun ubi jalar memiliki kandungan

protein dan lemak yang relatif rendah, sehingga konsumsinya perlu didampingi

oleh bahan pangan lain yang berprotein tinggi (Widodo dan Ginting, 2004).

Kentang

Komposisi kimia kentang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara

lain varietas, keadaan tanah yang ditanami, pupuk yang digunakan, umur umbi

ketika dipanen, waktu dan suhu penyimpanan. Menurut Soelarso (1997),

perubahan komposisi umbi selama pertumbuhan meliputi naiknya kadar pati dan

sukrosa serta turunnya kadar air dan gula pereduksi. Komposisi kimia kentang

dibandingkan jagung dan ubi kayu dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi kimia kentang dibandingkan jagung dan ubi kayu

Parameter Jagung Kentang Ubi Kayu

Air (%) Sumber : Wulan, dkk., (2006)

Pati kentang memiliki viskositas maksimum yang paling tinggi, tetapi

memiliki viskositas pada fase pendinginan yang lebih rendah dibandingkan

(27)

yang rendah. Amilosa yang relatif rendah menyebabkan kemampuan membentuk

gel yang kurang kuat (Kusnandar, 2011).

Kedelai

Kandungan gizi yang utama pada kacang kedelai adalah protein. Kadar

protein pada kedelai lebih dari 40% serta kadar lemak yang mencapai 10-15%.

Jumlah protein pada kedelai mendekati kandungan protein pada daging yaitu

sekitar 38%. Kadar rata-rata protein kacang kedelai adalah 40,09%

(Jayadi, dkk., 2012). Sampai saat ini, kedelai merupakan sumber protein nabati

yang paling murah sehingga tidak mengherankan jika total kebutuhan kedelai

mencapai 95% (Adisarwanto, 2005). Kandungan gizi kedelai dapat dilihat pada

Tabel 5.

Tabel 5. Kandungan gizi kedelai

Komponen Kadar (%)

Aira Lemaka Gula reduksia Vitamin Ca Abua Proteinb Karbohidratc

12,106 13,902 1,92 1,9448

3,857 41,80-42,10 36,834-43,926 Sumber : a = Wachid (2006); b = Balitkabi (2008); c = Yuwono, dkk., (2012).

Dari berbagai jenis kacang, kedelai memiliki kandungan gizi yang sangat

baik, yaitu mengandung protein yang tinggi (35-38%) dan mengandung lemak

yang cukup tinggi (±20%). Dari jumlah lemak tersebut, ada sekitar 85%

merupakan asam lemak essensial (linoleat dan linolenat). Protein pada kedelai

tersusun dari asam-asam amino essensial yang lengkap dan memiliki mutu yang

baik (Afandi, 2001). Kedelai memiliki asam amino lisin yang tinggi, melebihi

persyaratan (FAO). Asam amino lisin pada kedelai lebih tinggi daripada asam

(28)

amino lisin yang terkandung pada beras (94%) dan gandum (67%) yaitu 154%.

Kedelai juga mengandung 1,5-3,0% lesitin yang sangat berguna baik dalam

industri pangan maupun non pangan. Protein pada kedelai memiliki sifat

fungsional yaitu sifat pengikat air dan lemak, sifat mengemulsi dan mengentalkan

serta membentuk lapisan tipis (Wolf dan Cowan, 1975).

Protein dapat mengikat molekul air dengan ikatan hidrogen yang kuat,

kemampuan ini disebabkan protein bersifat hidrofilik. Dimana kemampuan

protein untuk mengikat komponen-komponen bahan pangan, seperti air dan

lemak, sangat penting dalam formulasi makanan. Kapasitas pengikatan ini

mempengaruhi daya lekat, pembentukan film, dan serat. Semakin banyak air

yang terikat, semakin baik kualitas tekstur bahan pangan yang dihasilkan

(Kusnandar, 2011).

Kandungan gizi protein pada kedelai akan memiliki mutu yang lebih baik

dari jenis kacang-kacangan yang lain jika kedelai tersebut difermentasi dan

dimasak. Selain itu, protein pada kedelai merupakan satu-satunya leguminosa

yang mengandung semua asam amino essensial yang sangat diperlukan oleh

tubuh. Namun kedelai memiliki sedikit kekurangan, yaitu mengandung sedikit

asam amino metionin (Winarno, 1993).

Tepung kacang-kacangan dibuat dengan menyortasi biji, dilanjutkan

dengan pencucian, perebusan (90°C, 15 menit), pengeringan dengan oven (55oC,

24 jam), pengupasan kulit, penggilingan, dan pengayakan (50 mesh) hingga

diperoleh tepung. Tepung kacang-kacangan dapat dibedakan menjadi tepung yang

kadar lemaknya tinggi seperti kedelai dan tepung yang lemaknya rendah seperti

(29)

campuran pada pembuatan makanan bayi, roti, dan industri bahan makanan

campuran. Tepung kacang-kacangan dapat dicampur dengan tepung lainnya

seperti tepung beras, tepung tapioka, dan tepung umbi-umbian (Ginting, 1999).

Xanthan Gum

Xanthan gum merupakan polisakarida ekstraseluler yang diproduksi oleh

Xanthomonas campestris. Xanthan gum memiliki rumus molekul C35H49O29

dengan rantai utama ikatan β-(1,4)-D-glukosa yang menyerupai struktur selulosa.

Rantai cabang xanthan gum terdiri dari mannosa asetat, mannose, dan asam

glukoronat (Chaplin, 2003). Struktur molekul xanthan gum dapat dilihat pada

Gambar 1.

Gambar 1. Struktur molekul xanthan gum (Williams dan Phillips, 2004)

Xanthan gum memberikan kontribusi yang sangat berarti dalam

penyediaan serat terlarut (soluble fiber). Penambahan xanthan gum dalam formula

produk pangan disamping untuk meningkatkan sifat fungsional juga untuk sumber

serat terlarut. Jumlah serat terlarut dari berbagai jenis gum rata-rata diatas 75%.

(30)

Xanthan gum termasuk salah satu tipe serat terlarut (soluble fiber) sehingga

mempunyai sifat dapat membentuk gel jika bercampur dengan cairan (liquid),

merupakan bagian penting dari makanan yang menyehatkan sebab kedua serat

tersebut membantu fungsi saluran pencernaan dan membantu keteraturan aliran

makanan (Sukamto, 2010).

Keuntungan xanthan gum dalam pembuatan roti adalah mampu

berinteraksi dengan komponen lain, seperti pati dan protein. Xanthan gum bersifat

mengikat air selama pembentukan adonan sehingga saat pemanggangan, air yang

dibutuhkan untuk gelatinisasi pati tersedia dan gelatinisasi lebih cepat terjadi.

Selain itu xanthan gum dapat membentuk lapisan film tipis dengan pati sehingga

dapat berfungsi seperti gluten dalam roti. Hasil interaksi tersebut mampu

meningkatkan umur simpan, menghasilkan struktur crumb yang baik dan

mempertahankan kelembaban (Whistler dan Be Miller, 1993).

Kuswardani, dkk., (2008) menyatakan bahwa xanthan gum juga mampu

membentuk gel yang dapat mempertahankan kelembaban dan memperbaiki sifat

sensoris roti tawar tanpa gluten. Penggunaan xanthan gum pada produk bakery

pada umumnya berkisar antara 0,1-0,5%. Lopez, dkk., (2004) menggunakan

xanthan gum sebanyak 0,5% dalam pembuatan roti tawar non gluten yang dibuat

dari satu macam tepung saja, yaitu tepung beras, maizena, atau tapioka. Namun

demikian, konsentrasi penambahan xanthan gum yang sesuai sangat ditentukan

oleh formula roti tawar yang digunakan.

Xanthan gum memiliki sifat pengemulsi karena adanya kompleks antara

gliadin dengan xanthan gum. Dengan demikian xanthan gum diharapkan dapat

(31)

selama fermentasi sehingga dapat memberikan mutu produk olahan composite

flour. Roti yang dihasilkan pun memiliki kestabilan, penampakan estetis, dan sifat

mutu lain yang diinginkan meski diberikan dalam konsentrasi rendah

(Sibuea, 2001).

Tepung

Tepung terdiri dari butir-butir granula. Tiap tepung memiliki bentuk

granula yang berbeda-beda. Tepung biasanya terbuat dari padi-padian dan

umbi-umbian yang melalui berbagai tahapan proses hingga menjadi tepung kering.

Tepung memiliki sifat tidak larut air, sehingga akan mengendap jika dicampur

dengan air, tetapi jika dicampur dengan air panas sambil diaduk tepung akan

mengalami pengembangan dan kemudian mengental, peristiwa ini disebut dengan

gelatinisasi. Tepung akan mengental pada suhu 64-72oC. Jika tepung tapioka,

tepung kentang, tepung jagung dimasak dengan air maka tepung-tepung ini akan

menjadi kental dan bening, dan lebih jernih dari bubur dan tepung beras atau

tepung terigu (Tarwotjo, 1998).

Penambahan tepung kedelai diharapkan dapat meningkatkan kadar protein

karena tepung kedelai mempunyai kandungan protein yang tinggi daripada

tepung-tepung yang lain. Konsentrasi protein dapat mempengaruhi besarnya nilai

viskositas karena kandungan kolagen dalam protein kedelai dengan pemanasan

akan larut menjadi gelatin. Gelatin akan mengikat air dan membuat adonan

menjadi kental. Kandungan air, dan bahan padatan yang terdapat pada tepung

kedelai yaitu protein, lemak dan abu dapat mempengaruhi viskositas. Selain

gelatin, pati juga akan mengikat air sehingga semakin tinggi penambahan pati

maka semakin meningkatkan nilai viskositas (Yudihapsari, 2009).

(32)

Penggunaan tepung ubi jalar dapat dicampur dengan tepung lain (tepung

campuran/composite flour) sebagai bahan substitusi terigu. Penggunaan tepung

ubi jalar sebagai bahan baku produk cake dan cookies dapat dilakukan sampai

100% pengganti terigu (Suismono, 2001). Sifat fisikokimiawi tepung garut,

tepung kedelai, dan terigu dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Sifat fisikokimiawi tepung garut, tepung kedelai, dan terigu

Komponen (%) Tepung garut Tepung kedelai Terigu

Rendemen Sumber : Widaningrum, dkk., (2005)

Keunikan tepung ubi jalar adalah warna produk yang beraneka ragam,

mengikuti warna daging umbi bahan bakunya. Proses yang tepat dapat

menghasilkan tepung dengan warna sesuai warna umbi bahan. Sebaliknya, proses

yang kurang tepat akan menurunkan mutu tepung, dimana tepung yang dihasilkan

akan berwarna kusam, gelap, atau kecokelatan. Untuk menghindari hal tersebut

disarankan untuk merendam hasil irisan atau hasil penyawutan dalam sodium

bisulfit 0,3% selama kurang lebih satu jam. Hal ini dilakukan untuk mencegah

adanya kontak antara bahan dengan udara, yang dapat menyebabkan terjadinya

reaksi pencoklatan (Widowati, dkk.,2002). Standar mutu tepung gaplek ubi kayu

(33)

Tabel 7. Standar mutu tepung gaplek ubi kayu dan tepung ubi jalar

Kriteria Tepung gaplek ubi kayu Tepung ubi jalar Kadar air (maks)

Konsentrasi pati menentukan suhu gelatinisasi pati. Semakin kental larutan

pati yang terbentuk, suhu gelatinisasi semakin lambat tercapai sampai suhu

tertentu kekentalan tidak berubah atau bahkan menurun. Konsentrasi yang terbaik

dalam membuat larutan gel adalah 20%. Semakin tinggi konsentrasi gel yang

terbentuk maka gel yang terbentuk semakin kurang kental dan beberapa waktu

kemudian viskositas akan menurun (Winarno, 2002). Hasil analisis proksimat

beberapa jenis pati dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil analisis proksimat beberapa jenis pati

Jenis pati Pati (%) Abu (%) Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%) Sumber : Erika (2010)

Kadar abu pada pati cenderung lebih rendah karena perbedaan proses

pengolahan antara pati dan tepung. Pati yang dihasilkan dari proses ekstraksi dan

pencucian yang berulang-ulang menyebabkan mineral ikut terlarut bersama air

dan ikut terbuang bersama ampas. Tepung dan pati yang mengandung protein

tinggi dapat menyebabkan turunnya nilai viskositas pati, karena protein dan pati

membentuk kompleks dengan permukaan granula sehingga kekuatan gel menjadi

rendah. Selain itu, kadar lemak di dalam pati dan tepung dapat mengganggu

proses gelatinisasi karena lemak dapat membentuk kompleks dengan amilosa

(34)

sehingga dapat menghambat keluarnya amilosa dari granula pati. Lemak juga

akan diabsorbsi oleh permukaan granula hingga terbentuk lapisan lemak yang

bersifat hidrofobik disekitar granula. Lapisan tersebut akan menghambat

pengikatan air oleh granula pati, sehingga kekentalan dan kelekatan pati

berkurang akibat jumlah air untuk terjadinya pengembangan granula berkurang

(Richana dan Sunarti, 2004).

Suhu gelatinisasi adalah suhu dimana sifat birefringence dan pola difraksi

sinar-X granula pati mulai hilang. Suhu gelatinisasi dapat ditandai saat terjadi

pembengkakan pada granula pati di dalam air panas secara irreversible dan

diakhiri granula pati telah kehilangan sifat kristalnya. Suhu gelatinisasi pati

berbeda-beda, ini disebabkan karena perbedaan ukuran, bentuk, dan energi yang

diperlukan untuk mengembang. Berdasarkan profil gelatinisasi pati

dikelompokkan atas 4 jenis, yaitu profil tipe A merupakan pati yang memiliki

kemampuan mengembang yang tinggi, yang ditunjukkan dengan tingginya

viskositas maksimum serta terjadi penurunan selama pemanasan (mengalami

breakdown). Profil tipe B mirip dengan pati tipe A, tetapi viskositas maksimum

lebih rendah. Profil tipe C adalah pati yang telah mengalami proses

pengembangan yang terbatas, yang ditandai dengan tidak adanya viskositas

maksimum dan viskositas breakdown (menunjukkan ketahanan panas yang

tinggi). Profil tipe D adalah pati yang mengalami proses pengembangan yang

terbatas yang ditunjukkan dengan rendahnya profil viskositas (Kusnandar, 2011).

Suhu merupakan salah satu faktor yang menentukan besarnya kelarutan,

dimana semakin tinggi suhu maka akan semakin tinggi pula nilai kelarutannya.

(35)

suhu pemanasan yang menyebabkan terjadinya degradasi dari pati sehingga rantai

pati tereduksi dan cenderung lebih pendek sehingga mudah menyerap air. Air

yang terserap pada setiap granula menyebakan nilai swelling power meningkat,

dikarenakan granula-granula yang terus membengkak dan saling berhimpitan

(Hakiim dan Sistihapsari, 2011).

Kandungan amilosa mempengaruhi tingkat pengembangan dan penyerapan

air pati. Semakin tinggi kandungan amilosa, maka kemampuan pati untuk

menyerap air dan mengembang menjadi lebih besar karena amilosa mempunyai

kemampuan untuk membentuk ikatan hidrogen yang lebih besar daripada

amilopektin. Semakin tinggi kadar amilosa pati maka kelarutannya di dalam air

juga akan meningkat karena amilosa memiliki sifat polar (Juliano, 1994).

Suhu gelatinisasi tepung campuran yang medium dalam proses

pembentukan gel memerlukan waktu yang lama dan suhu yang cukup tinggi. Hal

ini menandakan amilopektin yang terkandung pada tepung campuran cukup

tinggi. Kandungan amilopektin yang cukup tinggi pada tepung campuran serta

amilopektin yang memiliki ikatan cabang 1,6 α–glukosa mempunyai sifat sedikit

menyerap air dan sukar larut di dalam air. Tingginya kandungan amilopektin pada

tepung campuran sehingga pada saat pendinginan energi yang diperlukan untuk

membentuk gel tidak cukup kuat untuk melawan kecenderungan molekul amilosa

untuk menyatu kembali. Pada saat dilakukan proses pendinginan, pasta pati yang

telah dipanaskan disertai dengan pangadukan, ini memperlihatkan terjadinya

proses retrogradasi dari molekul-molekul amilosa dan amilopektin dan viskositas

pasta meningkat kembali sedangkan suhu pasta menurun (Hasnelly, 2011).

(36)

O

Setiap jenis pati mempunyai sifat yang berbeda tergantung dari panjang

rantai C-nya, apakah bentuk rantai molekulnya lurus atau bercabang. Pati

termasuk homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati mempunyai dua

fraksi yaitu fraksi yang larut dalam air panas namanya amilosa dan fraksi yang

tidak larut dalam air panas namanya amilopektin. Amilosa mempunyai struktur

lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa, sedang amilopektin mempunyai cabang

dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa sebanyak 4-5% dari berat total. Struktur kimia

amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3.

Gambar 2. Struktur rantai linier dari molekul amilosa

(37)

Tepung komposit

Tepung campuran (composite flour) merupakan tepung campuran dari

beberapa jenis tepung (substitusi) untuk menghasilkan produk dengan sifat

fungsional yang serupa dengan bahan dasar produk sebelumnya. Dalam hal ini

upaya untuk menekan ketergantungan dari tepung terigu (Khudori, 2008).

Fortifikasi tepung dengan menggunakan protein seperti protein kedelai,

konsentrat protein ikan juga sering dilakukan terutama di Amerika Selatan. Dari

segi gizi, protein ini merupakan unsur yang dikehendaki dalam tepung serealia,

karena selain meningkatkan kandungan protein, juga meningkatkan kadar

asam-asam amino, terutama lisin dalam protein. Jika protein-protein ini ditambahkan

sampai 12% dari berat tepung, dapat merusak sifat-sifat rheologis tepung gandum,

misalnya volume roti kecil dan roti yang dibuat dari campuran tepung dan protein

semacam itu mempunyai struktur remah (Buckle, dkk., 1987).

Nilai warna tepung komposit diukur dengan menggunakan colorimeter dan

nilai yang digunakan adalah nilai dari sistem Hunter. Sistem Hunter dicirikan

dengan 3 parameter warna, yaitu warna kromatik (hue) yang ditulis dengan

notasi a, intensitas warna dengan notasi b, dan kecerahan dengan notasi L.

L menunjukkan tingkat kecerahan (lightness) dengan nilai berkisar antara 0 yang

berarti hitam sampai 100 yang berarti putih. Notasi a menunjukkan warna

kromatik campuran merah-hijau dan nilai a(+) berkisar antara 0 sampai +100

untuk warna merah dan nilai a(-) berkisar antara 0 sampai -80 untuk warna hijau.

Notasi b menunjukkan warna kromatik campuran biru-kuning dan nilai b(+)

berkisar 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai b(-) berkisar 0 sampai -70

untuk warna biru (Andarwulan, dkk., 2011).

(38)

Setiap tepung mempunyai sifat fisik dan kimia yang sangat beragam. Hal

ini dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia patinya. Sifat-sifat ini juga akan

mempengaruhi produk makanan yang dihasilkan. Dengan mencampur atau

mengkombinasikan beberapa macam tepung diharapkan akan menghasilkan

produk makanan dengan mutu yang lebih baik, ditinjau dari komposisi maupun

penampilan produknya (Haryadi, 1989). Sifat fisik dan amilograf tepung komposit

terigu dan ubi jalar pada berbagai konsentrasi dapat dilihat pada Tabel 9 dan

komposisi kimia tepung komposit terigu ubi jalar pada berbagai konsentrasi dapat

dilihat pada Tabel 10.

Tabel 9. Sifat fisik dan amilografi tepung komposit terigu dan ubi jalar pada

Gelatinisasi Granula Pecah Viskositas

Waktu Sumber : Antarlina (1998)

Tabel 10. Komposisi kimia tepung komposit terigu ubi jalar pada berbagai konsentrasi

Konsentrasi terigu : ubi

jalar

Komposisi (% basis basah)

(39)

TINJAUAN PUSTAKA

Beras

Serealia merupakan sumber karbohidrat terbesar di dunia. Karbohidrat

merupakan sumber nutrisi utama pada beras. Karbohidrat pada beras terdiri dari

sebagian besar pati dan sebagian kecil pentosa, selulosa, hemiselulosa, dan gula.

Pati pada beras berkisar antara 85-90% dari berat kering beras. Beras mengandung

pentosa berkisar 2,0-2,5% dan gula 0,6-1,4% dari berat beras pecah kulit. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa sifat fisikokimiawi beras ditentukan oleh

sifat-sifat patinya, karena pati merupakan penyusun utama beras (Haryadi, 2006).

Komponen terbesar dari beras adalah pati yaitu sekitar 80-85%. Beras juga

mengandung protein, vitamin (terutama pada bagian aleuron), mineral, dan air.

Pati beras tersusun dari dua polimer karbohidrat yaitu, amilosa (pati dengan

struktur tidak bercabang) dan amilopektin (pati dengan struktur bercabang dan

cenderung bersifat lengket). Perbandingan kedua golongan pati ini menentukan

warna (transparan atau tidak) dan tekstur nasi (lengket, lunak, keras, atau pera).

Berdasarkan kandungan amilosanya, beras dibedakan menjadi beras ketan

(kadar amilosa < 10%), beras beramilosa rendah (kadar amilosa 10-20%), beras

beramilosa sedang (kadar amilosa 20-25%), dan beras beramilosa tinggi

(kadar amilosa > 25%) (Juliano, 1993). Perbandingan komposisi kedua golongan

pati sangat menentukan warna (transparan atau tidak) dan tekstur nasi (lengket,

lunak, keras, atau pera). Ketan hamper sepenuhnya didominasi oleh amilopektin

(40)

20% yang membuat butiran nasinya terpencar-pencar (tidak berlekatan) dan keras

(Dianti, 2010).

Beras dengan kadar amilosa rendah setelah dimasak akan menghasilkan

nasi yang lengket, mengkilap, tidak mengembang, dan tetap menggumpal setelah

dingin. Beras dengan kadar amilosa tinggi setelah dimasak akan menghasilkan

nasi yang tidak lengket, dapat mengembang, dan menjadi keras setelah dingin,

sedangkan beras beramilosa sedang umumnya mempunyai tekstur nasi pulen

(Damardjati, 1995). Susunan kimia ubi kayu, kentang, dan beras dapat dilihat

pada Tabel 2.

Tabel 2. Susunan kimia ubi kayu, kentang, dan beras

Keterangan Ubi kayu (%) Kentang (%) Beras (%) Sumber : Simanjuntak (2006)

Ubi Jalar

Beragamnya sifat tanaman ubi jalar dapat dibedakan dari penampakan

fisik dan usia tanam. Berdasarkan tekstur daging umbi, ubi jalar dibedakan dalam

dua golongan, yaitu umbi berdaging lunak karena ubi jalar banyak mengandung

air dan umbi berdaging keras karena ubi jalar mengandung banyak pati. Ubi jalar

juga dibedakan berdasarkan warna kulit, warna daging, bentuk daun, dan warna

batang (Sarwono, 2005).

Sebagian besar karbohidarat pada ubi jalar dalam bentuk pati. Komponen

(41)

larut seperti maltosa, sukrosa, fruktosa, dan glukosa. Ubi jalar banyak

mengandung sukrosa. Total gula dalam ubi jalar berkisar antara 5,64% hingga

38% (bb). Kandungan gula pada ubi jalar yang telah dimasak meningkat jika

dibandingkan dengan jumlah gula pada ubi jalar mentah (Sulistiyo, 2006).

Keistimewaan kandungan gizi pada ubi jalar terletak pada kandungan beta

karoten yang cukup tinggi dibanding jenis tanaman pangan lainnya. Kandungan

beta karoten pada ubi jalar mencapai 7100 IU, sehingga ubi jalar sangat baik

untuk mengatasi dan mencegah penyakit mata, namun, tidak semua varietas/jenis

ubi jalar mengandung beta karoten yang tinggi. Varietas/jenis ubi jalar yang

warna daging ubinya jingga kemerah-merahan memiliki kandungan beta karoten

yang tinggi. Varietas/jenis ubi jalar yang warna daging ubinya kuning atau putih

mengandung beta karoten yang lebih rendah. Kandungan gizi ubi jalar dapat

dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kandungan gizi ubi jalar

Jenis Zat Jenis Kandungan

(42)

Ubi jalar mengandung air yang cukup tinggi, sehingga bahan kering yang

terkandung relatif rendah. Rata-rata kandungan bahan kering pada ubi jalar sekitar

30%. Sebagai bahan pangan, ubi jalar memiliki keistimewaan pada nilai gizinya.

Selain sebagai sumber karbohidrat, ubi jalar juga sebagai sumber vitamin A,

vitamin C, mineral, kalium, besi, dan fosfor. Namun ubi jalar memiliki kandungan

protein dan lemak yang relatif rendah, sehingga konsumsinya perlu didampingi

oleh bahan pangan lain yang berprotein tinggi (Widodo dan Ginting, 2004).

Kentang

Komposisi kimia kentang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara

lain varietas, keadaan tanah yang ditanami, pupuk yang digunakan, umur umbi

ketika dipanen, waktu dan suhu penyimpanan. Menurut Soelarso (1997),

perubahan komposisi umbi selama pertumbuhan meliputi naiknya kadar pati dan

sukrosa serta turunnya kadar air dan gula pereduksi. Komposisi kimia kentang

dibandingkan jagung dan ubi kayu dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi kimia kentang dibandingkan jagung dan ubi kayu

Parameter Jagung Kentang Ubi Kayu

Air (%) Sumber : Wulan, dkk., (2006)

Pati kentang memiliki viskositas maksimum yang paling tinggi, tetapi

memiliki viskositas pada fase pendinginan yang lebih rendah dibandingkan

(43)

yang rendah. Amilosa yang relatif rendah menyebabkan kemampuan membentuk

gel yang kurang kuat (Kusnandar, 2011).

Kedelai

Kandungan gizi yang utama pada kacang kedelai adalah protein. Kadar

protein pada kedelai lebih dari 40% serta kadar lemak yang mencapai 10-15%.

Jumlah protein pada kedelai mendekati kandungan protein pada daging yaitu

sekitar 38%. Kadar rata-rata protein kacang kedelai adalah 40,09%

(Jayadi, dkk., 2012). Sampai saat ini, kedelai merupakan sumber protein nabati

yang paling murah sehingga tidak mengherankan jika total kebutuhan kedelai

mencapai 95% (Adisarwanto, 2005). Kandungan gizi kedelai dapat dilihat pada

Tabel 5.

Tabel 5. Kandungan gizi kedelai

Komponen Kadar (%)

Aira Lemaka Gula reduksia Vitamin Ca Abua Proteinb Karbohidratc

12,106 13,902 1,92 1,9448

3,857 41,80-42,10 36,834-43,926 Sumber : a = Wachid (2006); b = Balitkabi (2008); c = Yuwono, dkk., (2012).

Dari berbagai jenis kacang, kedelai memiliki kandungan gizi yang sangat

baik, yaitu mengandung protein yang tinggi (35-38%) dan mengandung lemak

yang cukup tinggi (±20%). Dari jumlah lemak tersebut, ada sekitar 85%

merupakan asam lemak essensial (linoleat dan linolenat). Protein pada kedelai

tersusun dari asam-asam amino essensial yang lengkap dan memiliki mutu yang

baik (Afandi, 2001). Kedelai memiliki asam amino lisin yang tinggi, melebihi

(44)

amino lisin yang terkandung pada beras (94%) dan gandum (67%) yaitu 154%.

Kedelai juga mengandung 1,5-3,0% lesitin yang sangat berguna baik dalam

industri pangan maupun non pangan. Protein pada kedelai memiliki sifat

fungsional yaitu sifat pengikat air dan lemak, sifat mengemulsi dan mengentalkan

serta membentuk lapisan tipis (Wolf dan Cowan, 1975).

Protein dapat mengikat molekul air dengan ikatan hidrogen yang kuat,

kemampuan ini disebabkan protein bersifat hidrofilik. Dimana kemampuan

protein untuk mengikat komponen-komponen bahan pangan, seperti air dan

lemak, sangat penting dalam formulasi makanan. Kapasitas pengikatan ini

mempengaruhi daya lekat, pembentukan film, dan serat. Semakin banyak air

yang terikat, semakin baik kualitas tekstur bahan pangan yang dihasilkan

(Kusnandar, 2011).

Kandungan gizi protein pada kedelai akan memiliki mutu yang lebih baik

dari jenis kacang-kacangan yang lain jika kedelai tersebut difermentasi dan

dimasak. Selain itu, protein pada kedelai merupakan satu-satunya leguminosa

yang mengandung semua asam amino essensial yang sangat diperlukan oleh

tubuh. Namun kedelai memiliki sedikit kekurangan, yaitu mengandung sedikit

asam amino metionin (Winarno, 1993).

Tepung kacang-kacangan dibuat dengan menyortasi biji, dilanjutkan

dengan pencucian, perebusan (90°C, 15 menit), pengeringan dengan oven (55oC,

24 jam), pengupasan kulit, penggilingan, dan pengayakan (50 mesh) hingga

diperoleh tepung. Tepung kacang-kacangan dapat dibedakan menjadi tepung yang

kadar lemaknya tinggi seperti kedelai dan tepung yang lemaknya rendah seperti

(45)

campuran pada pembuatan makanan bayi, roti, dan industri bahan makanan

campuran. Tepung kacang-kacangan dapat dicampur dengan tepung lainnya

seperti tepung beras, tepung tapioka, dan tepung umbi-umbian (Ginting, 1999).

Xanthan Gum

Xanthan gum merupakan polisakarida ekstraseluler yang diproduksi oleh

Xanthomonas campestris. Xanthan gum memiliki rumus molekul C35H49O29

dengan rantai utama ikatan β-(1,4)-D-glukosa yang menyerupai struktur selulosa.

Rantai cabang xanthan gum terdiri dari mannosa asetat, mannose, dan asam

glukoronat (Chaplin, 2003). Struktur molekul xanthan gum dapat dilihat pada

Gambar 1.

Gambar 1. Struktur molekul xanthan gum (Williams dan Phillips, 2004)

Xanthan gum memberikan kontribusi yang sangat berarti dalam

penyediaan serat terlarut (soluble fiber). Penambahan xanthan gum dalam formula

produk pangan disamping untuk meningkatkan sifat fungsional juga untuk sumber

Gambar

Tabel 6. Sifat fisikokimiawi tepung garut, tepung kedelai, dan terigu
Tabel 8. Hasil analisis proksimat beberapa jenis pati
Gambar 2. Struktur rantai linier dari molekul amilosa
Tabel 3. Kandungan gizi ubi jalar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari daftar sidik ragam (Lampiran 7) dapat dilihat bahwa interaksi perbandingan tepung terigu, ubi kayu, kedelai, dan pati kentang dan konsentrasi xanthan gum

Perbandingan tepung beras, ubi kayu, pati kentang dan kedelai memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P&lt;0,01) terhadap karakteristik fisik (volume spesifik, indeks

gluten yang terbuat dari tepung komposit beras, ubi kayu, pati kentang dan kedelai.

Perbandingan tepung beras, ubi kayu, pati kentang dan kedelai memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap karakteristik fisik (volume spesifik, indeks

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan tepung beras ketan, tepung ubi kayu, pati kentang, dan tepung kedelai memberikan pengaruh berbeda sangat nyata

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan tepung terigu, ubi kayu, kedelai dan pati kentang memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air,

Kandungan gizi protein pada kedelai akan memiliki mutu yang lebih baik.. dari jenis kacang-kacangan yang lain jika kedelai tersebut difermentasi

Interaksi antara perbandingan tepung beras ketan, ubi kayu, pati kentang, tepung kedelai dan xanthan gum dengan jenis egg replacer memberikan pengaruh berbeda