KARAKTERISASI FISIKOKIMIA DAN FUNGSIONAL TEPUNG
KOMPOSIT BERBAHAN DASAR BERAS, UBI JALAR,
KENTANG, KEDELAI, DAN XANTHAN GUM
SKRIPSI
Oleh:
RIZQA AMALIA
090305038/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013
KARAKTERISASI FISIKOKIMIA DAN FUNGSIONAL TEPUNG
KOMPOSIT BERBAHAN DASAR BERAS, UBI JALAR,
KENTANG, KEDELAI, DAN XANTHAN GUM
SKRIPSI
Oleh:
RIZQA AMALIA
090305038/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Skripsi : Karakterisasi Fisikokimia dan Fungsional Tepung Komposit Berbahan Dasar Beras, Ubi Jalar, Kentang, Kedelai dan Xanthan Gum
Nama : Rizqa Amalia
NIM : 090305038
Program Studi : Ilmu dan Teknologi Pangan
Disetujui oleh: Komisi Pembimbing
Tanggal Lulus : 27 Desember 2013 Dr. Ir. Elisa Julianti, M.Si
Ketua
Ridwansyah, STP, M.Si Anggota
Mengetahui:
Dr. Ir. Herla Rusmarilin, MP Ketua Program Studi
ABSTRAK
RIZQA AMALIA: Karakterisasi Fisikokimia dan Fungsional Tepung Komposit Berbahan Dasar Beras, Ubi Jalar, Kentang, Kedelai dan Xanthan Gum, dibimbing oleh Elisa Julianti dan Ridwansyah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik fisikokimia dan fungsional tepung komposit dari tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang dan tepung kedelai. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 1 faktor yaitu perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai dan xanthan gum (T):30%:50%:15%:4,5%:0,5%, 30%:45%:20%:4,5%:0,5%, 30%:40%: 25%:4,5%:0,5%, 30%:45%:15%:9,5%:0,5%, 30%:40%:20%:9,5%:0,5%, 30%:35%: 25%:9,5%:0,5%, 30%:40%:15%:14,5%:0,5%, 30%:35%:20%:14,5%:0,5%, 30%:30%: 25%:14,5%:0,5%, 100%. Parameter yang dianalisa adalah kadar air (%), kadar abu (%), kadar protein (%), kadar lemak (%), kadar serat (%), daya serap air dan minyak (g/g), karakteristik pasta (cP), baking expansion (ml/g), warna, dan swelling power (g/g).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai dan xanthan gum memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar serat, karakteristik pasta, swelling power, warna, dan beaking expansion, dan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap daya serap air dan daya serap minyak. Perbandingan 30%:35%:20%:14,5%:0,5% memiliki karakteristik fisik, kimia, pasta, dan fungsional yang hampir mendekati terigu sehingga dapat digunakan sebagai alternatif terigu pada produk pangan yang bebas gluten.
Kata kunci: Tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, xanthan gum
ABSTRACT
RIZQA AMALIA: Physicochemical and functional characterization of composite flour based on rice, sweet potato, potatoes, soybean and xanthan gum, supervised by Elisa Julianti and Ridwansyah
The research was aimed to study the physicochemical and functional characterization of composite flour from rice, sweet potato, potato starch and soy flours. The reseach had been performed using factorial completely randomized design, with one factor i.e the ratio of : rice flour, sweet potato flour, potato starch, soy flour and xanthan gum (T): 30%:50%:15%:4,5%:0,5%, 30%:45%:20%:4,5%:0,5%, 30%:40%:25%: 4,5%:0,5%, 30%:45%:15%:9,5%:0,5%, 30%:40%:20%:9,5%:0,5%, 30%:35%:25%: 9,5%:0,5%, 30%:40%:15%:14,5%:0,5%, 30%:35%:20%:14,5%:0,5%, 30%:30%: 25%:14,5%:0,5%, 100%. Parameters analyzed were water content, ash content, protein content, fat content, fiber content, water and oil absorption, pasting properties, baking expansion, color, and swelling power.
The results showed that the ratio of rice flour, sweet potato flour, potato starch, soy flour and xanthan gum had highly significant effect on water content, ash content, protein content, fat content, fiber content, pasting properties, swelling power, color, and beaking expansion, and had no effect on the water absorption and oil absorption . Ratio of 30%: 35%: 20%: 14,5%: 0,5% had a physicochemical, paste and functional properties near to wheat flour therefore can be used as a wheat flour alternative in gluten free food products.
RIWAYAT HIDUP
RIZQA AMALIA dilahirkan di Langsa pada tanggal 30 Agustus 1991
dari Bapak Alm. Kaspin dan Ibu Abidah Chan. Penulis merupakan anak pertama
dari dua bersaudara.
Penulis menempuh pendidikannya di TK Raudhatul Athfal AL-Azhar
Langsa, Madrasah Ibtidaiyah Negeri Paya Bujuk Langsa, SMP Negeri 3 Langsa,
penulis lulus dari SMA Negeri 1 Langsa pada tahun 2009 dan pada tahun yang
sama berhasil masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui
jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) di Program
Studi Ilmu dan Teknologi Pangan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan
Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (IMITP) USU, anggota Himpunan
Mahasiswa Peduli Pangan Indonesia (HMPPI).
Penulis telah melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Balai Besar
Pengawas Obat dan Makanan Di Medan, Sumatera Utara dari bulan Juli sampai
Agustus 2012.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas
segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Karakterisasi Fisikokimia dan Fungsional Tepung Komposit
Berbahan Dasar Beras, Ubi Jalar, Kentang, Kedelai dan Xanthan Gum”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada kedua orang tua (Ayahanda Alm. Kaspin dan Ibunda Abidah Chan)
dan seluruh keluarga besar yang telah membesarkan, mendidik, dan
selalu mendoakan yang tiada hentinya kepada penulis selama ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Elisa Julianti, M.Si., selaku
ketua komisi pembimbing dan Ridwansyah, STP, M.Si., selaku anggota komisi
pembimbing yang telah memberikan saran, bimbingan, dan masukan
yang berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan
penelitian, penyusunan skripsi, sampai pada ujian akhir.
Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada staf
pengajar dan pegawai di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, teman-teman
seperjuangan ITP 2009, adik-adik ITP 2010 hingga 2012 dan semua pihak yang
tidak dapat disebutkan satu per satu disini atas bantuan serta dukungan
semangatnya membantu penulis saat penelitian hingga penulis menyelesaikan
skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Medan, Desember 2013
DAFTAR ISI
Hal
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... i
RIWAYAT HIDUP ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Perumusan Masalah ... 5
Tujuan Penelitian ... 6
Kegunaan Penelitian ... 6
Hipotesa Penelitian ... 6
TINJAUAN PUSTAKA Beras ... 7
Ubi Jalar ... 8
Kentang ... 10
Kedelai ... 11
Xanthan Gum ... 13
Tepung ... 15
Pati Kentang ... 17
Tepung Komposit ... 21
BAHAN DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian ... 23
Bahan Penelitian ... 23
Reagensia ... 23
Alat Penelitian ... 23
Metoda Penelitian ... 24
Model Rancangan ... 25
Pelaksanaan Penelitian ... 26
Pengamatan dan Pengukuran Data Kadar air... 32
Kadar abu ... 32
Kadar protein ... 33
Kadar lemak ... 33
Kadar serat kasar ... 34
Daya serap air dan daya serap minyak ... 35
Karakteristik pasta pati dengan Rapid Visco Analyzer (RVA) ... 35
Swelling power ... 35
Warna ... 36
Uji baking expansion ... 36
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Kimia Bahan baku Tepung Komposit ... 37
Karakteristik Pasta Bahan baku Tepung Komposit ... 37
Karakteristik Fisik Tepung Komposit ... 38
Nilai warna (nilai L) dari tepung komposit ... 39
Nilai warna (nilai a) dari tepung komposit ... 40
Nilai warna (nilai b) dari tepung komposit ... 41
Karakteristik Kimia Tepung Komposit ... 42
Kadar air ... 43
Kadar abu ... 44
Kadar protein ... 46
Kadar lemak ... 47
Kadar serat ... 48
Karakteristik Fungsional Tepung Komposit ... 49
Daya serap air dan daya serap minyak ... 50
Swelling power ... 51
Baking expansion ... 52
Karakteristik Pasta Tepung Komposit ... 54
Suhu gelatinisasi ... 55
Viskositas puncak ... 56
Viskositas breakdown ... 58
Viskositas setback ... 59
Viskositas akhir ... 60
Setback ratio ... 62
Stability ratio ... 62
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 64
Saran ... 65
DAFTAR PUSTAKA ... 66
DAFTAR TABEL
No. Hal
1. Impor biji gandum dan tepung terigu Indonesia tahun 2001-2008 ... 1
2. Susunan kimia ubi kayu, kentang, dan beras ... 8
3. Kandungan gizi ubi jalar... 9
4. Komposisi kimia kentang dibandingkan jagung dan ubi kayu ... 10
5. Kandungan gizi kedelai ... 11
6. Sifat fisikokimiawi tepung garut, tepung kedelai, dan terigu ... 16
7. Standar mutu tepung gaplek ubi kayu dan tepung ubi jalar ... 17
8. Hasil analisis proksimat beberapa jenis pati ... 17
9. Sifat fisik dan amilografi tepung komposit terigu dan ubi jalar pada berbagai konsentrasi ... 22
10. Komposisi kimia tepung komposit terigu ubi jalar pada berbagai konsentrasi ... 22
11. Karakteristik kimia tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, dan tepung kedelai ... 37
12. Karakteristik pasta tepung beras, tepung ubi jalar, dan pati kentang ... 38
13. Pengaruh perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai dan xanthan gum terhadap karakteristik fisik tepung komposit ... 39
14. Pengaruh perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai dan xanthan gum terhadap karakteristik kimia tepung komposit ... 43
15. Pengaruh perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai dan xanthan gum terhadap karakteristik fungsional tepung komposit ... 50
16. Pengaruh perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai dan xanthan gum terhadap karakteristik pasta tepung komposit ... 54
DAFTAR GAMBAR
No. Hal
1. Struktur molekul xanthan gum ... 13
2. Struktur rantai linier dari molekul amilosa ... 20
3. Struktur molekul amilopektin ... 20
4. Skema pembuatan tepung ubi jalar ... 27
5. Skema pembuatan tepung kedelai ... 28
6. Skema ekstraksi pati kentang ... 30
7. Skema pembuatan tepung komposit ... 31
8. Warna (nilai L) tepung terigu dan tepung komposit pada berbagai perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum ... 40
9. Warna (nilai a) tepung terigu dan tepung komposit pada berbagai perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum ... 41
10. Warna (nilai b) tepung terigu dan tepung komposit pada berbagai perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum ... 42
11. Kadar air tepung terigu dan tepung komposit pada berbagai perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum ... 44
12. Kadar abu tepung terigu dan tepung komposit pada berbagai perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum ... 45
13. Kadar protein tepung terigu dan tepung komposit pada berbagai perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum ... 46
14. Kadar lemak tepung terigu dan tepung komposit pada berbagai perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum ... 48
15. Kadar serat tepung terigu dan tepung komposit pada berbagai perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum ... 49
16. Swelling power tepung terigu dan tepung komposit pada berbagai perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum ... 51
17. Baking expansion tepung terigu dan tepung komposit pada berbagai perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum ... 53
18. Suhu gelatinisasi tepung terigu dan tepung komposit pada berbagai perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum ... 56
19. Viskositas puncak tepung terigu dan tepung komposit pada berbagai perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum ... 57
20. Viskositas breakdown tepung terigu dan tepung komposit pada berbagai perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum ... 58
21. Viskositas setback tepung terigu dan tepung komposit pada berbagai perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum ... 59
22. Viskositas akhir tepung terigu dan tepung komposit pada berbagai perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum ... 61
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal
1. Daftar sidik ragam warna (nilai L) tepung komposit dan uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum terhadap warna tepung komposit ... 73
2. Daftar sidik ragam warna (nilai a) tepung komposit dan uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum terhadap warna tepung komposit ... 74
3. Daftar sidik ragam warna (nilai b) tepung komposit dan uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum terhadap warna tepung komposit ... 75
4. Daftar sidik ragam kadar air tepung komposit dan uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum terhadap kadar air tepung komposit ... 76
5. Daftar sidik ragam kadar abu tepung komposit dan uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum terhadap kadar abu tepung komposit ... 77
6. Daftar sidik ragam kadar protein tepung komposit dan uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum terhadap kadar protein tepung komposit .. 78
7. Daftar sidik ragam kadar lemak tepung komposit dan uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum terhadap kadar lemak tepung komposit ... 79
8. Daftar sidik ragam kadar serat tepung komposit dan uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum terhadap kadar serat tepung komposit ... 80
9. Daftar sidik ragam daya serap air tepung komposit dan uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum terhadap daya serap air tepung komposit ... 81
10. Daftar sidik ragam daya serap minyak tepung komposit dan uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati
kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum terhadap daya serap minyak tepung komposit ... 82
11. Daftar sidik ragam swelling power tepung komposit dan uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum terhadap swelling power
tepung komposit ... 83
12. Daftar sidik ragam baking expansion tepung komposit dan uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum terhadap baking expansion
tepung komposit ... 84
13. Daftar sidik ragam suhu gelatinisasi tepung komposit dan uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum terhadap suhu gelatinisasi tepung komposit ... 85
14. Daftar sidik ragam viskositas puncak tepung komposit dan uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum terhadap viskositas puncak tepung komposit ... 86
15. Daftar sidik ragam viskositas breakdown tepung komposit dan uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum terhadap viskositas breakdown
tepung komposit ... 87
16. Daftar sidik ragam viskositas setback tepung komposit dan uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum terhadap viskositas setback
tepung komposit ... 88
17. Daftar sidik ragam viskositas akhir tepung komposit dan uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum terhadap viskositas akhir tepung komposit ... 89
18. Daftar sidik ragam setback ratio tepung komposit dan uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum terhadap viskositas akhir tepung komposit ... 90
20. Karakterisasi pasta tepung beras ... 92
21. Karakterisasi pasta tepung ubi jalar ... 93
22. Karakterisasi pasta pati kentang ... 94
23. Karakterisasi pasta tepung komposit dari tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum dengan perbandingan T1 =
30% : 50% : 15% : 4,5% : 0,5% ... 95
24. Karakterisasi pasta tepung komposit dari tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum dengan perbandingan T2 =
30% : 45% : 20% : 4,5% : 0,5% ... 96
25. Karakterisasi pasta tepung komposit dari tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum dengan perbandingan T3 =
30% : 40% : 25% : 4,5% : 0,5% ... 97
26. Karakterisasi pasta tepung komposit dari tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum dengan perbandingan T4 =
30% : 45% : 15% : 9,5% : 0,5% ... 98
27. Karakterisasi pasta tepung komposit dari tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum dengan perbandingan T5 =
30% : 40% : 20% : 9,5% : 0,5% ... 99
28. Karakterisasi pasta tepung komposit dari tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum dengan perbandingan T6 =
30% : 35% : 25% : 9,5% : 0,5% ... 100
29. Karakterisasi pasta tepung komposit dari tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum dengan perbandingan T7 =
30% : 40% : 15% : 14,5% : 0,5%... 101
30. Karakterisasi pasta tepung komposit dari tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum dengan perbandingan T8 =
30% : 35% : 20% : 14,5% : 0,5%... 102
31. Karakterisasi pasta tepung komposit dari tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum dengan perbandingan T9 =
30% : 30% : 25% : 14,5% : 0,5%... 103
32. Karakterisasi pasta tepung terigu T10 = 100% ... 104
33. Foto-Foto Penelitian ... 105
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang sangat penting.
Di Indonesia, ketersediaan bahan pangan yang baik untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat Indonesia masih belum tercukupi, sehingga pemerintah harus
mengimpor bahan pangan pokok seperti beras, jagung hingga terigu untuk
memenuhi kebutuhan terhadap bahan pangan masyarakat Indonesia. Angka impor
biji gandum dan tepung terigu Indonesia tahun 2001-2008 dapat dilihat
pada Tabel 1. Berdasarkan data Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia
(APTINDO), impor terigu tahun 2008 tercatat 530.914 ton, tahun 2009 angkanya
naik menjadi 645.010 ton dan tahun 2010 menjadi 775.534 ton, sedangkan pada
tahun 2011 sedikit menurun menjadi 680.125 ton dan tahun 2012 menjadi
479.682 ton. Menurut perkiraan United State Department of Agriculture (USDA)
pada bulan Mei 2012, Indonesia menempati urutan ke dua di Dunia sebagai
pengimpor gandum terbesar dengan jumlah menembus 7,1 juta ton.
Tabel 1. Impor biji gandum dan tepung terigu Indonesia tahun 2001-2008
Tahun Volume impor biji gandum (ton)
Volume impor tepung terigu (ton)
Perbedaan terigu dengan tepung-tepung lain adalah dari kandungan
pembuatan roti, kue, cake, mie, dan tepung-tepungan. Akan tetapi, tidak semua
orang dapat mengonsumsi terigu dikarenakan mereka alergi terhadap terigu,
seperti penderita autis. Selain autis, dikenal pula penyakit seliak atau sering
disebut celiac disease, nontropical sprue, enteropati gluten, atau celiac sprue,
yaitu penyakit menurun pada seseorang yang tubuhnya tidak toleran terhadap
kandungan prolamin pada gandum (gliadin), rye (secalin), dan barley (hordein).
Mengonsumsi gluten akan menyebabkan kerusakan usus halus sehingga terjadi
gangguan penyerapan nutrisi yang masuk ke dalam tubuh. Gluten dapat dianggap
sebagai racun karena penderita autis tidak menghasilkan enzim untuk mencerna
jenis protein tersebut. Akibatnya protein yang tidak tercerna akan berubah
menjadi komponen kimia yang bekerja sebagai toksin dalam tubuh. Penderita
penyakit ini memerlukan produk pangan tanpa terigu, yang dapat diproduksi di
dalam negeri dengan bahan baku tepung dan protein lokal.
Indonesia memiliki banyak jenis bahan pangan lokal yang dapat
digunakan untuk menunjang ketahanan pangan nasional. Bahan pangan lokal
tidak hanya tersedia dalam jumlah yang besar tetapi juga memiliki nilai
produktivitas yang tinggi dan kandungan gizi yang baik. Beberapa contoh
komoditi lokal yang berpotensi untuk menunjang ketahanan pangan nasional
seperti ubi kayu, ubi jalar, kentang, kedelai, dan kacang hijau. Ubi jalar
merupakan komoditi umbi-umbian yang saat ini pemanfaatannya sebagai bahan
baku pangan masih terbatas, padahal ubi jalar dengan kandungan karbohidratnya
yang tinggi baik dalam bentuk pati, oligosakarida maupun serat berpotensi
digunakan sebagai bahan pangan pokok, maupun sebagai bahan pengganti terigu
dalam pembuatan produk pangan yang berbasis terigu seperti roti, cake dan mie.
Pengolahan ubi jalar dalam bentuk tepung dapat meningkatkan penggunaannya,
tetapi jika digunakan sebagai pengganti terigu, tepung ubi jalar memiliki
kelemahan karena tidak adanya kandungan gluten, meskipun hal ini justru
menjadi nilai tambah terutama jika akan ditujukan untuk penderita celilac disease
dan autis.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menutupi kelemahan tepung
ubi jalar sebagai pengganti terigu adalah melalui pembuatan tepung komposit.
Tepung komposit merupakan tepung campuran dari berbagai jenis tepung untuk
menghasilkan produk dengan sifat fungsional yang hampir mendekati sifat bahan
dasar produk aslinya (Khudori, 2008). Pemanfaatan tepung komposit dalam
pembuatan roti sudah banyak dilakukan, misalnya tepung komposit yang
terdiri dari tepung ubi kayu dan terigu (Shittu, dkk., 2007), tepung labu
kuning dan terigu (See, dkk., 2007) serta dari tepung tiger nut dan terigu
(Ade-Omowaye, dkk., 2008).
Kentang merupakan salah satu sumber pati komersial untuk aplikasi
industri. Pati kentang memiliki karakteristik yang unik yang sesuai untuk
diaplikasikan pada produk pangan, karena memiliki granula dengan ukuran yang
besar dan derajat fosforilasi yang lebih tinggi daripada jenis pati komersial
lainnya (Jobling, 2004; Singh, dkk., 2003). Kandungan fosfat pada pati kentang
menyebabkan viskositas pati yang tinggi (Noda, dkk., 2004a, 2004b, 2006a,
2006b). Pada produk roti, pati berperan terhadap pembentukan tekstur dan mutu
adonan (Sandstedt, 1961) dan membantu proses peningkatan suhu selama
Kedelai merupakan sumber protein (35-40%), kaya akan kalsium, besi,
fosfor dan vitamin, serta satu-satunya sumber asam amino esensial yang hampir
lengkap (Ihekoronye dan Ngoddy, 1985). Protein kedelai kaya akan lisin tetapi
defisien asam amino sulfur, sedangkan serealia seperti beras defisien lisin tetapi
kaya akan asam amino yang mengandung sulfur (Eggum dan Beame, 1983).
Penambahan tepung kedelai pada produk berbasis serealia akan menjadi pilihan
yang baik dan memberikan keseimbangan asam amino esensial yang lengkap,
membantu mengatasi masalah malnutrisi akibat kekurangan kalor protein
(Livingstone, dkk., 1993). Tepung kedelai dan protein kedelai digunakan sebagai
tepung komposit untuk pembuatan roti (Olaoye, dkk., 2006; Basman, dkk., 2003;
Dhingra dan Jood, 2002; Ribotta, dkk., 2004; Sanchez, dkk., 2004), missi
roti/chapatti (Kadam, dkk., 2012) dan biskuit (Oluwamukomi, dkk., 2011; Akubor
dan Ukwuru, 2005).
Penelitian tentang formulasi tepung komposit dari tepung-tepungan non
terigu seperti tepung umbi-umbian, serealia dan leguminosa saat ini sudah banyak
dilakukan, tetapi penggantian gluten pada produk berbasis terigu seperti roti,
biskuit, cake dan pasta masih merupakan suatu teknologi yang masih belum dapat
dikuasai. Peran gluten dari terigu pada pembuatan roti adalah sebagai protein
pembentuk struktur yang memberikan sifat viskoelastis pada adonan, memiliki
kemampuan menahan gas yang tinggi, dan struktur crumb pada produk roti
(Gallagher, dkk., 2004). Penambahan hidrokoloid seperti pektin, agar-agar, guar
gum dan xanthan gum merupakan pendekatan yang saat ini banyak dilakukan
untuk menghasilkan fungsi yang mirip dengan fungsi gluten pada produk bakery
yang bebas gluten (Moore, dkk., 2006; Arendt, dkk., 2008; Lazaridou, dkk., 2007;
Ho dan Noor Aziah, 2013; Alvarenga, dkk., 2011).
Penggunaan tepung komposit dari berbagai jenis tepung umbi-umbian
selain diharapkan dapat memberikan variasi pada produk pangan, juga diharapkan
dapat membantu petani lokal. Penggunaan bahan-bahan dari petani lokal ini dapat
membantu meningkatkan penghasilan ekonomi dari petani lokal di Indonesia.
Adanya tepung komposit juga diharapkan dapat mengurangi penggunaan terigu,
sehingga pemerintah dapat menurunkan angka impor terigu.
Perumusan Masalah
Tingginya kebutuhan terigu untuk membuat produk olahan menyebabkan
nilai impor terigu setiap tahunnya semakin meningkat. Tingginya angka impor ini
akan menyebabkan hancurnya ketahanan pangan negara. Disamping itu, tidak
semua masyarakat dapat menikmati produk-produk pangan berbasis terigu, seperti
orang-orang yang menderita alergi gluten atau mengidap penyakit autis dan
penyakit seliak. Untuk mengatasi hal ini, maka perlu dilakukan pengembangan
dan pengayaan produk-produk pangan berbasis bahan lokal. Maka pada penelitian
ini dilakukan pembuatan tepung komposit berbahan dasar tepung beras, tepung
ubi jalar, pati kentang, dan tepung kedelai sebagai salah satu upaya untuk
memperkaya produk lokal, mengurangi jumlah pemakaian terigu, dan
menggantikan peran terigu pada pengolahan pangan. Untuk mengurangi
penggunaan terigu perlu dilakukan pemanfaatan sumber karbohidrat lain seperti
ubi jalar. Kurangnya pemanfaatan ubi jalar disebabkan ubi jalar yang memiliki
kelemahan karena kekurangan protein terutama tidak adanya gluten. Kekurangan
dan kacang-kacangan, seperti beras dan kedelai yang dapat saling melengkapi
kekurangan asam amino masing-masing. Penggunaan pati kentang dan
hidrokoloid seperti xanthan gum dapat dilakukan untuk memperbaiki karakteristik
pasta dari tepung komposit
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari karakteristik tepung
beras, tepung ubi jalar, pati kentang, dan tepung kedelai, serta untuk mempelajari
karakteristik fisikokimia dan fungsional tepung komposit dari tepung beras,
tepung ubi jalar, pati kentang, dan tepung kedelai dengan penambahan xanthan
gum.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai
salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana teknologi pertanian di Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, menjadi sumber informasi ilmiah
dan rekomendasi bagi pemerintah dan industri pangan untuk memanfaatkan beras,
ubi jalar, kentang, dan kedelai sebagai bahan pangan fungsional, sehingga dapat
mendorong munculnya produk-produk dari beras, ubi jalar, kentang, dan kedelai
yang lebih bervariasi serta dapat meningkatkan nilai jual masing-masing
komoditas tersebut dan dapat meningkatkan pendapatan para petaninya.
Hipotesis Penelitian
Perbandingan formulasi campuran tepung beras, tepung ubi jalar, pati
kentang, dan tepung kedelai yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda
terhadap karakteristik fisik dan kimia tepung komposit yang dihasilkan.
ABSTRAK
RIZQA AMALIA: Karakterisasi Fisikokimia dan Fungsional Tepung Komposit Berbahan Dasar Beras, Ubi Jalar, Kentang, Kedelai dan Xanthan Gum, dibimbing oleh Elisa Julianti dan Ridwansyah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik fisikokimia dan fungsional tepung komposit dari tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang dan tepung kedelai. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 1 faktor yaitu perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai dan xanthan gum (T):30%:50%:15%:4,5%:0,5%, 30%:45%:20%:4,5%:0,5%, 30%:40%: 25%:4,5%:0,5%, 30%:45%:15%:9,5%:0,5%, 30%:40%:20%:9,5%:0,5%, 30%:35%: 25%:9,5%:0,5%, 30%:40%:15%:14,5%:0,5%, 30%:35%:20%:14,5%:0,5%, 30%:30%: 25%:14,5%:0,5%, 100%. Parameter yang dianalisa adalah kadar air (%), kadar abu (%), kadar protein (%), kadar lemak (%), kadar serat (%), daya serap air dan minyak (g/g), karakteristik pasta (cP), baking expansion (ml/g), warna, dan swelling power (g/g).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai dan xanthan gum memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar serat, karakteristik pasta, swelling power, warna, dan beaking expansion, dan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap daya serap air dan daya serap minyak. Perbandingan 30%:35%:20%:14,5%:0,5% memiliki karakteristik fisik, kimia, pasta, dan fungsional yang hampir mendekati terigu sehingga dapat digunakan sebagai alternatif terigu pada produk pangan yang bebas gluten.
Kata kunci: Tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, xanthan gum
ABSTRACT
RIZQA AMALIA: Physicochemical and functional characterization of composite flour based on rice, sweet potato, potatoes, soybean and xanthan gum, supervised by Elisa Julianti and Ridwansyah
The research was aimed to study the physicochemical and functional characterization of composite flour from rice, sweet potato, potato starch and soy flours. The reseach had been performed using factorial completely randomized design, with one factor i.e the ratio of : rice flour, sweet potato flour, potato starch, soy flour and xanthan gum (T): 30%:50%:15%:4,5%:0,5%, 30%:45%:20%:4,5%:0,5%, 30%:40%:25%: 4,5%:0,5%, 30%:45%:15%:9,5%:0,5%, 30%:40%:20%:9,5%:0,5%, 30%:35%:25%: 9,5%:0,5%, 30%:40%:15%:14,5%:0,5%, 30%:35%:20%:14,5%:0,5%, 30%:30%: 25%:14,5%:0,5%, 100%. Parameters analyzed were water content, ash content, protein content, fat content, fiber content, water and oil absorption, pasting properties, baking expansion, color, and swelling power.
The results showed that the ratio of rice flour, sweet potato flour, potato starch, soy flour and xanthan gum had highly significant effect on water content, ash content, protein content, fat content, fiber content, pasting properties, swelling power, color, and beaking expansion, and had no effect on the water absorption and oil absorption . Ratio of 30%: 35%: 20%: 14,5%: 0,5% had a physicochemical, paste and functional properties near to wheat flour therefore can be used as a wheat flour alternative in gluten free food products.
TINJAUAN PUSTAKA
Beras
Serealia merupakan sumber karbohidrat terbesar di dunia. Karbohidrat
merupakan sumber nutrisi utama pada beras. Karbohidrat pada beras terdiri dari
sebagian besar pati dan sebagian kecil pentosa, selulosa, hemiselulosa, dan gula.
Pati pada beras berkisar antara 85-90% dari berat kering beras. Beras mengandung
pentosa berkisar 2,0-2,5% dan gula 0,6-1,4% dari berat beras pecah kulit. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa sifat fisikokimiawi beras ditentukan oleh
sifat-sifat patinya, karena pati merupakan penyusun utama beras (Haryadi, 2006).
Komponen terbesar dari beras adalah pati yaitu sekitar 80-85%. Beras juga
mengandung protein, vitamin (terutama pada bagian aleuron), mineral, dan air.
Pati beras tersusun dari dua polimer karbohidrat yaitu, amilosa (pati dengan
struktur tidak bercabang) dan amilopektin (pati dengan struktur bercabang dan
cenderung bersifat lengket). Perbandingan kedua golongan pati ini menentukan
warna (transparan atau tidak) dan tekstur nasi (lengket, lunak, keras, atau pera).
Berdasarkan kandungan amilosanya, beras dibedakan menjadi beras ketan
(kadar amilosa < 10%), beras beramilosa rendah (kadar amilosa 10-20%), beras
beramilosa sedang (kadar amilosa 20-25%), dan beras beramilosa tinggi
(kadar amilosa > 25%) (Juliano, 1993). Perbandingan komposisi kedua golongan
pati sangat menentukan warna (transparan atau tidak) dan tekstur nasi (lengket,
lunak, keras, atau pera). Ketan hamper sepenuhnya didominasi oleh amilopektin
sehingga sangat lekat, sementara beras pera memiliki kandungan amilosa melebihi
20% yang membuat butiran nasinya terpencar-pencar (tidak berlekatan) dan keras
(Dianti, 2010).
Beras dengan kadar amilosa rendah setelah dimasak akan menghasilkan
nasi yang lengket, mengkilap, tidak mengembang, dan tetap menggumpal setelah
dingin. Beras dengan kadar amilosa tinggi setelah dimasak akan menghasilkan
nasi yang tidak lengket, dapat mengembang, dan menjadi keras setelah dingin,
sedangkan beras beramilosa sedang umumnya mempunyai tekstur nasi pulen
(Damardjati, 1995). Susunan kimia ubi kayu, kentang, dan beras dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Susunan kimia ubi kayu, kentang, dan beras
Keterangan Ubi kayu (%) Kentang (%) Beras (%) Sumber : Simanjuntak (2006)
Ubi Jalar
Beragamnya sifat tanaman ubi jalar dapat dibedakan dari penampakan
fisik dan usia tanam. Berdasarkan tekstur daging umbi, ubi jalar dibedakan dalam
dua golongan, yaitu umbi berdaging lunak karena ubi jalar banyak mengandung
air dan umbi berdaging keras karena ubi jalar mengandung banyak pati. Ubi jalar
juga dibedakan berdasarkan warna kulit, warna daging, bentuk daun, dan warna
batang (Sarwono, 2005).
Sebagian besar karbohidarat pada ubi jalar dalam bentuk pati. Komponen
larut seperti maltosa, sukrosa, fruktosa, dan glukosa. Ubi jalar banyak
mengandung sukrosa. Total gula dalam ubi jalar berkisar antara 5,64% hingga
38% (bb). Kandungan gula pada ubi jalar yang telah dimasak meningkat jika
dibandingkan dengan jumlah gula pada ubi jalar mentah (Sulistiyo, 2006).
Keistimewaan kandungan gizi pada ubi jalar terletak pada kandungan beta
karoten yang cukup tinggi dibanding jenis tanaman pangan lainnya. Kandungan
beta karoten pada ubi jalar mencapai 7100 IU, sehingga ubi jalar sangat baik
untuk mengatasi dan mencegah penyakit mata, namun, tidak semua varietas/jenis
ubi jalar mengandung beta karoten yang tinggi. Varietas/jenis ubi jalar yang
warna daging ubinya jingga kemerah-merahan memiliki kandungan beta karoten
yang tinggi. Varietas/jenis ubi jalar yang warna daging ubinya kuning atau putih
mengandung beta karoten yang lebih rendah. Kandungan gizi ubi jalar dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kandungan gizi ubi jalar
Jenis Zat Jenis Kandungan
Air (g) Sumber : Simanjuntak (2006)
Ubi jalar mengandung air yang cukup tinggi, sehingga bahan kering yang
terkandung relatif rendah. Rata-rata kandungan bahan kering pada ubi jalar sekitar
30%. Sebagai bahan pangan, ubi jalar memiliki keistimewaan pada nilai gizinya.
Selain sebagai sumber karbohidrat, ubi jalar juga sebagai sumber vitamin A,
vitamin C, mineral, kalium, besi, dan fosfor. Namun ubi jalar memiliki kandungan
protein dan lemak yang relatif rendah, sehingga konsumsinya perlu didampingi
oleh bahan pangan lain yang berprotein tinggi (Widodo dan Ginting, 2004).
Kentang
Komposisi kimia kentang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara
lain varietas, keadaan tanah yang ditanami, pupuk yang digunakan, umur umbi
ketika dipanen, waktu dan suhu penyimpanan. Menurut Soelarso (1997),
perubahan komposisi umbi selama pertumbuhan meliputi naiknya kadar pati dan
sukrosa serta turunnya kadar air dan gula pereduksi. Komposisi kimia kentang
dibandingkan jagung dan ubi kayu dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi kimia kentang dibandingkan jagung dan ubi kayu
Parameter Jagung Kentang Ubi Kayu
Air (%) Sumber : Wulan, dkk., (2006)
Pati kentang memiliki viskositas maksimum yang paling tinggi, tetapi
memiliki viskositas pada fase pendinginan yang lebih rendah dibandingkan
yang rendah. Amilosa yang relatif rendah menyebabkan kemampuan membentuk
gel yang kurang kuat (Kusnandar, 2011).
Kedelai
Kandungan gizi yang utama pada kacang kedelai adalah protein. Kadar
protein pada kedelai lebih dari 40% serta kadar lemak yang mencapai 10-15%.
Jumlah protein pada kedelai mendekati kandungan protein pada daging yaitu
sekitar 38%. Kadar rata-rata protein kacang kedelai adalah 40,09%
(Jayadi, dkk., 2012). Sampai saat ini, kedelai merupakan sumber protein nabati
yang paling murah sehingga tidak mengherankan jika total kebutuhan kedelai
mencapai 95% (Adisarwanto, 2005). Kandungan gizi kedelai dapat dilihat pada
Tabel 5.
Tabel 5. Kandungan gizi kedelai
Komponen Kadar (%)
Aira Lemaka Gula reduksia Vitamin Ca Abua Proteinb Karbohidratc
12,106 13,902 1,92 1,9448
3,857 41,80-42,10 36,834-43,926 Sumber : a = Wachid (2006); b = Balitkabi (2008); c = Yuwono, dkk., (2012).
Dari berbagai jenis kacang, kedelai memiliki kandungan gizi yang sangat
baik, yaitu mengandung protein yang tinggi (35-38%) dan mengandung lemak
yang cukup tinggi (±20%). Dari jumlah lemak tersebut, ada sekitar 85%
merupakan asam lemak essensial (linoleat dan linolenat). Protein pada kedelai
tersusun dari asam-asam amino essensial yang lengkap dan memiliki mutu yang
baik (Afandi, 2001). Kedelai memiliki asam amino lisin yang tinggi, melebihi
persyaratan (FAO). Asam amino lisin pada kedelai lebih tinggi daripada asam
amino lisin yang terkandung pada beras (94%) dan gandum (67%) yaitu 154%.
Kedelai juga mengandung 1,5-3,0% lesitin yang sangat berguna baik dalam
industri pangan maupun non pangan. Protein pada kedelai memiliki sifat
fungsional yaitu sifat pengikat air dan lemak, sifat mengemulsi dan mengentalkan
serta membentuk lapisan tipis (Wolf dan Cowan, 1975).
Protein dapat mengikat molekul air dengan ikatan hidrogen yang kuat,
kemampuan ini disebabkan protein bersifat hidrofilik. Dimana kemampuan
protein untuk mengikat komponen-komponen bahan pangan, seperti air dan
lemak, sangat penting dalam formulasi makanan. Kapasitas pengikatan ini
mempengaruhi daya lekat, pembentukan film, dan serat. Semakin banyak air
yang terikat, semakin baik kualitas tekstur bahan pangan yang dihasilkan
(Kusnandar, 2011).
Kandungan gizi protein pada kedelai akan memiliki mutu yang lebih baik
dari jenis kacang-kacangan yang lain jika kedelai tersebut difermentasi dan
dimasak. Selain itu, protein pada kedelai merupakan satu-satunya leguminosa
yang mengandung semua asam amino essensial yang sangat diperlukan oleh
tubuh. Namun kedelai memiliki sedikit kekurangan, yaitu mengandung sedikit
asam amino metionin (Winarno, 1993).
Tepung kacang-kacangan dibuat dengan menyortasi biji, dilanjutkan
dengan pencucian, perebusan (90°C, 15 menit), pengeringan dengan oven (55oC,
24 jam), pengupasan kulit, penggilingan, dan pengayakan (50 mesh) hingga
diperoleh tepung. Tepung kacang-kacangan dapat dibedakan menjadi tepung yang
kadar lemaknya tinggi seperti kedelai dan tepung yang lemaknya rendah seperti
campuran pada pembuatan makanan bayi, roti, dan industri bahan makanan
campuran. Tepung kacang-kacangan dapat dicampur dengan tepung lainnya
seperti tepung beras, tepung tapioka, dan tepung umbi-umbian (Ginting, 1999).
Xanthan Gum
Xanthan gum merupakan polisakarida ekstraseluler yang diproduksi oleh
Xanthomonas campestris. Xanthan gum memiliki rumus molekul C35H49O29
dengan rantai utama ikatan β-(1,4)-D-glukosa yang menyerupai struktur selulosa.
Rantai cabang xanthan gum terdiri dari mannosa asetat, mannose, dan asam
glukoronat (Chaplin, 2003). Struktur molekul xanthan gum dapat dilihat pada
Gambar 1.
Gambar 1. Struktur molekul xanthan gum (Williams dan Phillips, 2004)
Xanthan gum memberikan kontribusi yang sangat berarti dalam
penyediaan serat terlarut (soluble fiber). Penambahan xanthan gum dalam formula
produk pangan disamping untuk meningkatkan sifat fungsional juga untuk sumber
serat terlarut. Jumlah serat terlarut dari berbagai jenis gum rata-rata diatas 75%.
Xanthan gum termasuk salah satu tipe serat terlarut (soluble fiber) sehingga
mempunyai sifat dapat membentuk gel jika bercampur dengan cairan (liquid),
merupakan bagian penting dari makanan yang menyehatkan sebab kedua serat
tersebut membantu fungsi saluran pencernaan dan membantu keteraturan aliran
makanan (Sukamto, 2010).
Keuntungan xanthan gum dalam pembuatan roti adalah mampu
berinteraksi dengan komponen lain, seperti pati dan protein. Xanthan gum bersifat
mengikat air selama pembentukan adonan sehingga saat pemanggangan, air yang
dibutuhkan untuk gelatinisasi pati tersedia dan gelatinisasi lebih cepat terjadi.
Selain itu xanthan gum dapat membentuk lapisan film tipis dengan pati sehingga
dapat berfungsi seperti gluten dalam roti. Hasil interaksi tersebut mampu
meningkatkan umur simpan, menghasilkan struktur crumb yang baik dan
mempertahankan kelembaban (Whistler dan Be Miller, 1993).
Kuswardani, dkk., (2008) menyatakan bahwa xanthan gum juga mampu
membentuk gel yang dapat mempertahankan kelembaban dan memperbaiki sifat
sensoris roti tawar tanpa gluten. Penggunaan xanthan gum pada produk bakery
pada umumnya berkisar antara 0,1-0,5%. Lopez, dkk., (2004) menggunakan
xanthan gum sebanyak 0,5% dalam pembuatan roti tawar non gluten yang dibuat
dari satu macam tepung saja, yaitu tepung beras, maizena, atau tapioka. Namun
demikian, konsentrasi penambahan xanthan gum yang sesuai sangat ditentukan
oleh formula roti tawar yang digunakan.
Xanthan gum memiliki sifat pengemulsi karena adanya kompleks antara
gliadin dengan xanthan gum. Dengan demikian xanthan gum diharapkan dapat
selama fermentasi sehingga dapat memberikan mutu produk olahan composite
flour. Roti yang dihasilkan pun memiliki kestabilan, penampakan estetis, dan sifat
mutu lain yang diinginkan meski diberikan dalam konsentrasi rendah
(Sibuea, 2001).
Tepung
Tepung terdiri dari butir-butir granula. Tiap tepung memiliki bentuk
granula yang berbeda-beda. Tepung biasanya terbuat dari padi-padian dan
umbi-umbian yang melalui berbagai tahapan proses hingga menjadi tepung kering.
Tepung memiliki sifat tidak larut air, sehingga akan mengendap jika dicampur
dengan air, tetapi jika dicampur dengan air panas sambil diaduk tepung akan
mengalami pengembangan dan kemudian mengental, peristiwa ini disebut dengan
gelatinisasi. Tepung akan mengental pada suhu 64-72oC. Jika tepung tapioka,
tepung kentang, tepung jagung dimasak dengan air maka tepung-tepung ini akan
menjadi kental dan bening, dan lebih jernih dari bubur dan tepung beras atau
tepung terigu (Tarwotjo, 1998).
Penambahan tepung kedelai diharapkan dapat meningkatkan kadar protein
karena tepung kedelai mempunyai kandungan protein yang tinggi daripada
tepung-tepung yang lain. Konsentrasi protein dapat mempengaruhi besarnya nilai
viskositas karena kandungan kolagen dalam protein kedelai dengan pemanasan
akan larut menjadi gelatin. Gelatin akan mengikat air dan membuat adonan
menjadi kental. Kandungan air, dan bahan padatan yang terdapat pada tepung
kedelai yaitu protein, lemak dan abu dapat mempengaruhi viskositas. Selain
gelatin, pati juga akan mengikat air sehingga semakin tinggi penambahan pati
maka semakin meningkatkan nilai viskositas (Yudihapsari, 2009).
Penggunaan tepung ubi jalar dapat dicampur dengan tepung lain (tepung
campuran/composite flour) sebagai bahan substitusi terigu. Penggunaan tepung
ubi jalar sebagai bahan baku produk cake dan cookies dapat dilakukan sampai
100% pengganti terigu (Suismono, 2001). Sifat fisikokimiawi tepung garut,
tepung kedelai, dan terigu dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Sifat fisikokimiawi tepung garut, tepung kedelai, dan terigu
Komponen (%) Tepung garut Tepung kedelai Terigu
Rendemen Sumber : Widaningrum, dkk., (2005)
Keunikan tepung ubi jalar adalah warna produk yang beraneka ragam,
mengikuti warna daging umbi bahan bakunya. Proses yang tepat dapat
menghasilkan tepung dengan warna sesuai warna umbi bahan. Sebaliknya, proses
yang kurang tepat akan menurunkan mutu tepung, dimana tepung yang dihasilkan
akan berwarna kusam, gelap, atau kecokelatan. Untuk menghindari hal tersebut
disarankan untuk merendam hasil irisan atau hasil penyawutan dalam sodium
bisulfit 0,3% selama kurang lebih satu jam. Hal ini dilakukan untuk mencegah
adanya kontak antara bahan dengan udara, yang dapat menyebabkan terjadinya
reaksi pencoklatan (Widowati, dkk.,2002). Standar mutu tepung gaplek ubi kayu
Tabel 7. Standar mutu tepung gaplek ubi kayu dan tepung ubi jalar
Kriteria Tepung gaplek ubi kayu Tepung ubi jalar Kadar air (maks)
Konsentrasi pati menentukan suhu gelatinisasi pati. Semakin kental larutan
pati yang terbentuk, suhu gelatinisasi semakin lambat tercapai sampai suhu
tertentu kekentalan tidak berubah atau bahkan menurun. Konsentrasi yang terbaik
dalam membuat larutan gel adalah 20%. Semakin tinggi konsentrasi gel yang
terbentuk maka gel yang terbentuk semakin kurang kental dan beberapa waktu
kemudian viskositas akan menurun (Winarno, 2002). Hasil analisis proksimat
beberapa jenis pati dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Hasil analisis proksimat beberapa jenis pati
Jenis pati Pati (%) Abu (%) Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%) Sumber : Erika (2010)
Kadar abu pada pati cenderung lebih rendah karena perbedaan proses
pengolahan antara pati dan tepung. Pati yang dihasilkan dari proses ekstraksi dan
pencucian yang berulang-ulang menyebabkan mineral ikut terlarut bersama air
dan ikut terbuang bersama ampas. Tepung dan pati yang mengandung protein
tinggi dapat menyebabkan turunnya nilai viskositas pati, karena protein dan pati
membentuk kompleks dengan permukaan granula sehingga kekuatan gel menjadi
rendah. Selain itu, kadar lemak di dalam pati dan tepung dapat mengganggu
proses gelatinisasi karena lemak dapat membentuk kompleks dengan amilosa
sehingga dapat menghambat keluarnya amilosa dari granula pati. Lemak juga
akan diabsorbsi oleh permukaan granula hingga terbentuk lapisan lemak yang
bersifat hidrofobik disekitar granula. Lapisan tersebut akan menghambat
pengikatan air oleh granula pati, sehingga kekentalan dan kelekatan pati
berkurang akibat jumlah air untuk terjadinya pengembangan granula berkurang
(Richana dan Sunarti, 2004).
Suhu gelatinisasi adalah suhu dimana sifat birefringence dan pola difraksi
sinar-X granula pati mulai hilang. Suhu gelatinisasi dapat ditandai saat terjadi
pembengkakan pada granula pati di dalam air panas secara irreversible dan
diakhiri granula pati telah kehilangan sifat kristalnya. Suhu gelatinisasi pati
berbeda-beda, ini disebabkan karena perbedaan ukuran, bentuk, dan energi yang
diperlukan untuk mengembang. Berdasarkan profil gelatinisasi pati
dikelompokkan atas 4 jenis, yaitu profil tipe A merupakan pati yang memiliki
kemampuan mengembang yang tinggi, yang ditunjukkan dengan tingginya
viskositas maksimum serta terjadi penurunan selama pemanasan (mengalami
breakdown). Profil tipe B mirip dengan pati tipe A, tetapi viskositas maksimum
lebih rendah. Profil tipe C adalah pati yang telah mengalami proses
pengembangan yang terbatas, yang ditandai dengan tidak adanya viskositas
maksimum dan viskositas breakdown (menunjukkan ketahanan panas yang
tinggi). Profil tipe D adalah pati yang mengalami proses pengembangan yang
terbatas yang ditunjukkan dengan rendahnya profil viskositas (Kusnandar, 2011).
Suhu merupakan salah satu faktor yang menentukan besarnya kelarutan,
dimana semakin tinggi suhu maka akan semakin tinggi pula nilai kelarutannya.
suhu pemanasan yang menyebabkan terjadinya degradasi dari pati sehingga rantai
pati tereduksi dan cenderung lebih pendek sehingga mudah menyerap air. Air
yang terserap pada setiap granula menyebakan nilai swelling power meningkat,
dikarenakan granula-granula yang terus membengkak dan saling berhimpitan
(Hakiim dan Sistihapsari, 2011).
Kandungan amilosa mempengaruhi tingkat pengembangan dan penyerapan
air pati. Semakin tinggi kandungan amilosa, maka kemampuan pati untuk
menyerap air dan mengembang menjadi lebih besar karena amilosa mempunyai
kemampuan untuk membentuk ikatan hidrogen yang lebih besar daripada
amilopektin. Semakin tinggi kadar amilosa pati maka kelarutannya di dalam air
juga akan meningkat karena amilosa memiliki sifat polar (Juliano, 1994).
Suhu gelatinisasi tepung campuran yang medium dalam proses
pembentukan gel memerlukan waktu yang lama dan suhu yang cukup tinggi. Hal
ini menandakan amilopektin yang terkandung pada tepung campuran cukup
tinggi. Kandungan amilopektin yang cukup tinggi pada tepung campuran serta
amilopektin yang memiliki ikatan cabang 1,6 α–glukosa mempunyai sifat sedikit
menyerap air dan sukar larut di dalam air. Tingginya kandungan amilopektin pada
tepung campuran sehingga pada saat pendinginan energi yang diperlukan untuk
membentuk gel tidak cukup kuat untuk melawan kecenderungan molekul amilosa
untuk menyatu kembali. Pada saat dilakukan proses pendinginan, pasta pati yang
telah dipanaskan disertai dengan pangadukan, ini memperlihatkan terjadinya
proses retrogradasi dari molekul-molekul amilosa dan amilopektin dan viskositas
pasta meningkat kembali sedangkan suhu pasta menurun (Hasnelly, 2011).
O
Setiap jenis pati mempunyai sifat yang berbeda tergantung dari panjang
rantai C-nya, apakah bentuk rantai molekulnya lurus atau bercabang. Pati
termasuk homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati mempunyai dua
fraksi yaitu fraksi yang larut dalam air panas namanya amilosa dan fraksi yang
tidak larut dalam air panas namanya amilopektin. Amilosa mempunyai struktur
lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa, sedang amilopektin mempunyai cabang
dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa sebanyak 4-5% dari berat total. Struktur kimia
amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3.
Gambar 2. Struktur rantai linier dari molekul amilosa
Tepung komposit
Tepung campuran (composite flour) merupakan tepung campuran dari
beberapa jenis tepung (substitusi) untuk menghasilkan produk dengan sifat
fungsional yang serupa dengan bahan dasar produk sebelumnya. Dalam hal ini
upaya untuk menekan ketergantungan dari tepung terigu (Khudori, 2008).
Fortifikasi tepung dengan menggunakan protein seperti protein kedelai,
konsentrat protein ikan juga sering dilakukan terutama di Amerika Selatan. Dari
segi gizi, protein ini merupakan unsur yang dikehendaki dalam tepung serealia,
karena selain meningkatkan kandungan protein, juga meningkatkan kadar
asam-asam amino, terutama lisin dalam protein. Jika protein-protein ini ditambahkan
sampai 12% dari berat tepung, dapat merusak sifat-sifat rheologis tepung gandum,
misalnya volume roti kecil dan roti yang dibuat dari campuran tepung dan protein
semacam itu mempunyai struktur remah (Buckle, dkk., 1987).
Nilai warna tepung komposit diukur dengan menggunakan colorimeter dan
nilai yang digunakan adalah nilai dari sistem Hunter. Sistem Hunter dicirikan
dengan 3 parameter warna, yaitu warna kromatik (hue) yang ditulis dengan
notasi a, intensitas warna dengan notasi b, dan kecerahan dengan notasi L.
L menunjukkan tingkat kecerahan (lightness) dengan nilai berkisar antara 0 yang
berarti hitam sampai 100 yang berarti putih. Notasi a menunjukkan warna
kromatik campuran merah-hijau dan nilai a(+) berkisar antara 0 sampai +100
untuk warna merah dan nilai a(-) berkisar antara 0 sampai -80 untuk warna hijau.
Notasi b menunjukkan warna kromatik campuran biru-kuning dan nilai b(+)
berkisar 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai b(-) berkisar 0 sampai -70
untuk warna biru (Andarwulan, dkk., 2011).
Setiap tepung mempunyai sifat fisik dan kimia yang sangat beragam. Hal
ini dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia patinya. Sifat-sifat ini juga akan
mempengaruhi produk makanan yang dihasilkan. Dengan mencampur atau
mengkombinasikan beberapa macam tepung diharapkan akan menghasilkan
produk makanan dengan mutu yang lebih baik, ditinjau dari komposisi maupun
penampilan produknya (Haryadi, 1989). Sifat fisik dan amilograf tepung komposit
terigu dan ubi jalar pada berbagai konsentrasi dapat dilihat pada Tabel 9 dan
komposisi kimia tepung komposit terigu ubi jalar pada berbagai konsentrasi dapat
dilihat pada Tabel 10.
Tabel 9. Sifat fisik dan amilografi tepung komposit terigu dan ubi jalar pada
Gelatinisasi Granula Pecah Viskositas
Waktu Sumber : Antarlina (1998)
Tabel 10. Komposisi kimia tepung komposit terigu ubi jalar pada berbagai konsentrasi
Konsentrasi terigu : ubi
jalar
Komposisi (% basis basah)
TINJAUAN PUSTAKA
Beras
Serealia merupakan sumber karbohidrat terbesar di dunia. Karbohidrat
merupakan sumber nutrisi utama pada beras. Karbohidrat pada beras terdiri dari
sebagian besar pati dan sebagian kecil pentosa, selulosa, hemiselulosa, dan gula.
Pati pada beras berkisar antara 85-90% dari berat kering beras. Beras mengandung
pentosa berkisar 2,0-2,5% dan gula 0,6-1,4% dari berat beras pecah kulit. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa sifat fisikokimiawi beras ditentukan oleh
sifat-sifat patinya, karena pati merupakan penyusun utama beras (Haryadi, 2006).
Komponen terbesar dari beras adalah pati yaitu sekitar 80-85%. Beras juga
mengandung protein, vitamin (terutama pada bagian aleuron), mineral, dan air.
Pati beras tersusun dari dua polimer karbohidrat yaitu, amilosa (pati dengan
struktur tidak bercabang) dan amilopektin (pati dengan struktur bercabang dan
cenderung bersifat lengket). Perbandingan kedua golongan pati ini menentukan
warna (transparan atau tidak) dan tekstur nasi (lengket, lunak, keras, atau pera).
Berdasarkan kandungan amilosanya, beras dibedakan menjadi beras ketan
(kadar amilosa < 10%), beras beramilosa rendah (kadar amilosa 10-20%), beras
beramilosa sedang (kadar amilosa 20-25%), dan beras beramilosa tinggi
(kadar amilosa > 25%) (Juliano, 1993). Perbandingan komposisi kedua golongan
pati sangat menentukan warna (transparan atau tidak) dan tekstur nasi (lengket,
lunak, keras, atau pera). Ketan hamper sepenuhnya didominasi oleh amilopektin
20% yang membuat butiran nasinya terpencar-pencar (tidak berlekatan) dan keras
(Dianti, 2010).
Beras dengan kadar amilosa rendah setelah dimasak akan menghasilkan
nasi yang lengket, mengkilap, tidak mengembang, dan tetap menggumpal setelah
dingin. Beras dengan kadar amilosa tinggi setelah dimasak akan menghasilkan
nasi yang tidak lengket, dapat mengembang, dan menjadi keras setelah dingin,
sedangkan beras beramilosa sedang umumnya mempunyai tekstur nasi pulen
(Damardjati, 1995). Susunan kimia ubi kayu, kentang, dan beras dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Susunan kimia ubi kayu, kentang, dan beras
Keterangan Ubi kayu (%) Kentang (%) Beras (%) Sumber : Simanjuntak (2006)
Ubi Jalar
Beragamnya sifat tanaman ubi jalar dapat dibedakan dari penampakan
fisik dan usia tanam. Berdasarkan tekstur daging umbi, ubi jalar dibedakan dalam
dua golongan, yaitu umbi berdaging lunak karena ubi jalar banyak mengandung
air dan umbi berdaging keras karena ubi jalar mengandung banyak pati. Ubi jalar
juga dibedakan berdasarkan warna kulit, warna daging, bentuk daun, dan warna
batang (Sarwono, 2005).
Sebagian besar karbohidarat pada ubi jalar dalam bentuk pati. Komponen
larut seperti maltosa, sukrosa, fruktosa, dan glukosa. Ubi jalar banyak
mengandung sukrosa. Total gula dalam ubi jalar berkisar antara 5,64% hingga
38% (bb). Kandungan gula pada ubi jalar yang telah dimasak meningkat jika
dibandingkan dengan jumlah gula pada ubi jalar mentah (Sulistiyo, 2006).
Keistimewaan kandungan gizi pada ubi jalar terletak pada kandungan beta
karoten yang cukup tinggi dibanding jenis tanaman pangan lainnya. Kandungan
beta karoten pada ubi jalar mencapai 7100 IU, sehingga ubi jalar sangat baik
untuk mengatasi dan mencegah penyakit mata, namun, tidak semua varietas/jenis
ubi jalar mengandung beta karoten yang tinggi. Varietas/jenis ubi jalar yang
warna daging ubinya jingga kemerah-merahan memiliki kandungan beta karoten
yang tinggi. Varietas/jenis ubi jalar yang warna daging ubinya kuning atau putih
mengandung beta karoten yang lebih rendah. Kandungan gizi ubi jalar dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kandungan gizi ubi jalar
Jenis Zat Jenis Kandungan
Ubi jalar mengandung air yang cukup tinggi, sehingga bahan kering yang
terkandung relatif rendah. Rata-rata kandungan bahan kering pada ubi jalar sekitar
30%. Sebagai bahan pangan, ubi jalar memiliki keistimewaan pada nilai gizinya.
Selain sebagai sumber karbohidrat, ubi jalar juga sebagai sumber vitamin A,
vitamin C, mineral, kalium, besi, dan fosfor. Namun ubi jalar memiliki kandungan
protein dan lemak yang relatif rendah, sehingga konsumsinya perlu didampingi
oleh bahan pangan lain yang berprotein tinggi (Widodo dan Ginting, 2004).
Kentang
Komposisi kimia kentang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara
lain varietas, keadaan tanah yang ditanami, pupuk yang digunakan, umur umbi
ketika dipanen, waktu dan suhu penyimpanan. Menurut Soelarso (1997),
perubahan komposisi umbi selama pertumbuhan meliputi naiknya kadar pati dan
sukrosa serta turunnya kadar air dan gula pereduksi. Komposisi kimia kentang
dibandingkan jagung dan ubi kayu dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi kimia kentang dibandingkan jagung dan ubi kayu
Parameter Jagung Kentang Ubi Kayu
Air (%) Sumber : Wulan, dkk., (2006)
Pati kentang memiliki viskositas maksimum yang paling tinggi, tetapi
memiliki viskositas pada fase pendinginan yang lebih rendah dibandingkan
yang rendah. Amilosa yang relatif rendah menyebabkan kemampuan membentuk
gel yang kurang kuat (Kusnandar, 2011).
Kedelai
Kandungan gizi yang utama pada kacang kedelai adalah protein. Kadar
protein pada kedelai lebih dari 40% serta kadar lemak yang mencapai 10-15%.
Jumlah protein pada kedelai mendekati kandungan protein pada daging yaitu
sekitar 38%. Kadar rata-rata protein kacang kedelai adalah 40,09%
(Jayadi, dkk., 2012). Sampai saat ini, kedelai merupakan sumber protein nabati
yang paling murah sehingga tidak mengherankan jika total kebutuhan kedelai
mencapai 95% (Adisarwanto, 2005). Kandungan gizi kedelai dapat dilihat pada
Tabel 5.
Tabel 5. Kandungan gizi kedelai
Komponen Kadar (%)
Aira Lemaka Gula reduksia Vitamin Ca Abua Proteinb Karbohidratc
12,106 13,902 1,92 1,9448
3,857 41,80-42,10 36,834-43,926 Sumber : a = Wachid (2006); b = Balitkabi (2008); c = Yuwono, dkk., (2012).
Dari berbagai jenis kacang, kedelai memiliki kandungan gizi yang sangat
baik, yaitu mengandung protein yang tinggi (35-38%) dan mengandung lemak
yang cukup tinggi (±20%). Dari jumlah lemak tersebut, ada sekitar 85%
merupakan asam lemak essensial (linoleat dan linolenat). Protein pada kedelai
tersusun dari asam-asam amino essensial yang lengkap dan memiliki mutu yang
baik (Afandi, 2001). Kedelai memiliki asam amino lisin yang tinggi, melebihi
amino lisin yang terkandung pada beras (94%) dan gandum (67%) yaitu 154%.
Kedelai juga mengandung 1,5-3,0% lesitin yang sangat berguna baik dalam
industri pangan maupun non pangan. Protein pada kedelai memiliki sifat
fungsional yaitu sifat pengikat air dan lemak, sifat mengemulsi dan mengentalkan
serta membentuk lapisan tipis (Wolf dan Cowan, 1975).
Protein dapat mengikat molekul air dengan ikatan hidrogen yang kuat,
kemampuan ini disebabkan protein bersifat hidrofilik. Dimana kemampuan
protein untuk mengikat komponen-komponen bahan pangan, seperti air dan
lemak, sangat penting dalam formulasi makanan. Kapasitas pengikatan ini
mempengaruhi daya lekat, pembentukan film, dan serat. Semakin banyak air
yang terikat, semakin baik kualitas tekstur bahan pangan yang dihasilkan
(Kusnandar, 2011).
Kandungan gizi protein pada kedelai akan memiliki mutu yang lebih baik
dari jenis kacang-kacangan yang lain jika kedelai tersebut difermentasi dan
dimasak. Selain itu, protein pada kedelai merupakan satu-satunya leguminosa
yang mengandung semua asam amino essensial yang sangat diperlukan oleh
tubuh. Namun kedelai memiliki sedikit kekurangan, yaitu mengandung sedikit
asam amino metionin (Winarno, 1993).
Tepung kacang-kacangan dibuat dengan menyortasi biji, dilanjutkan
dengan pencucian, perebusan (90°C, 15 menit), pengeringan dengan oven (55oC,
24 jam), pengupasan kulit, penggilingan, dan pengayakan (50 mesh) hingga
diperoleh tepung. Tepung kacang-kacangan dapat dibedakan menjadi tepung yang
kadar lemaknya tinggi seperti kedelai dan tepung yang lemaknya rendah seperti
campuran pada pembuatan makanan bayi, roti, dan industri bahan makanan
campuran. Tepung kacang-kacangan dapat dicampur dengan tepung lainnya
seperti tepung beras, tepung tapioka, dan tepung umbi-umbian (Ginting, 1999).
Xanthan Gum
Xanthan gum merupakan polisakarida ekstraseluler yang diproduksi oleh
Xanthomonas campestris. Xanthan gum memiliki rumus molekul C35H49O29
dengan rantai utama ikatan β-(1,4)-D-glukosa yang menyerupai struktur selulosa.
Rantai cabang xanthan gum terdiri dari mannosa asetat, mannose, dan asam
glukoronat (Chaplin, 2003). Struktur molekul xanthan gum dapat dilihat pada
Gambar 1.
Gambar 1. Struktur molekul xanthan gum (Williams dan Phillips, 2004)
Xanthan gum memberikan kontribusi yang sangat berarti dalam
penyediaan serat terlarut (soluble fiber). Penambahan xanthan gum dalam formula
produk pangan disamping untuk meningkatkan sifat fungsional juga untuk sumber