HUBUNGAN BUDAYA ORGANISASI DENGAN
PRODUKTIVITAS KERJA PERAWAT PELAKSANA
DI RUMAH SAKIT KOTA MEDAN
TESIS
Oleh
HETTI MARLINA PAKPAHAN
127046049 / ADMINISTRASI KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014
HUBUNGAN BUDAYA ORGANISASI DENGAN
PRODUKTIVITAS KERJA PERAWAT PELAKSANA
DI RUMAH SAKIT KOTA MEDAN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk memperoleh Gelar Magister Keperawatan (M.Kep) dalam Program Studi Magister Ilmu Keperawatan
Minat Studi Administrasi Keperawatan pada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
Oleh
HETTI MARLINA PAKPAHAN
127046049 / ADMINISTRASI KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Tesis : Hubungan Budaya Organisasi dengan
Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di Rumah
Sakit Kota Medan
Nama Mahasiswa : Hetti Marlina Pakpahan
Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan
Minat Studi : Administrasi Keperawatan.
Tahun : 2014
ABSTRAK
Budaya organisasi memiliki pengaruh yang kuat di seluruh rumah sakit, selain
menjadi identitas, juga merupakan acuan atau pedoman bagi perilaku perawat.
Hubungan budaya organisasi dengan peningkatan produktivitas kerja perawat
membawa dampak yang positif pada rumah sakit, dimana budaya organisasi dapat
menuntun perawat menjadi produktif. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui sejauhmana hubungan budaya organisasi (keterlibatan, konsistensi,
penyesuaian, dan misi) dengan produktivitas kerja perawat pelaksana di rumah
sakit kota Medan. Jenis penelitian ini adalah, deskriptif korelasi, dan pengambilan
sampel dengan tehnik Simple random sampling, dengan 160 perawat pelaksana.
Data dianalisa menggunakan Pearson Product Moment. Hasil penelitian di RSU
H. Adam Malik didapatkan bahwa ada korelasi positif dan signifikan budaya
organisasi (keterlibatan, penyesuaian, dan misi) dan produktivitas kerja perawat
pelaksana, dan tidak ada hubungan yang signifikan antara budaya organisasi
Pirngadi Medan didapatkan tidak ada hubungan budaya organisasi (keterlibatan,
penyesuaian, misi) dengan produktivitas kerja perawat pelaksana, tetapi ada
hubungan yang positif dan signifikan budaya organisasi (konsistensi) dan
produktivitas kerja perawat pelaksana. Budaya organisasi yang tinggi dapat
meningkatkan produktivitas kerja perawat pelaksana. Diharapkan pihak
manajemen di RSUP H. Adam Malik dalam menerapkan budaya organisasi agar
melibatkan perawat pelaksana dalam mengambil kebijakan yang berkaitan dengan
keperawatan, memberikan motivasi kepada perawat untuk tetap memberikan
pelayanan yang terbaik bagi pasien, dan senantiasa mengingatkan perawat tentang
visi dan misi rumah sakit sebagai pedoman dalam memberikan pelayanan dalam
mengambil kebijakan yang berlaku di rumah sakit. Kepada pihak pimpinan RSUD
dr. Pirngadi Medan, agar meningkatkan koordinasi antara tim dan departemen lain
didalam rumah sakit.
Thesis Title : The Relationship Between Organizational Culture and Work Productivity of Nurse
Practitioners at Hospital in Medan
Name : Hetti Marlina Pakpahan
Study Program : Master of Nursing
Field of Specialization : Nursing Administration
Year : 2014
ABSTRACT
Organizational culture has strong influence in all hospital: beside acting to get
identity, it also becomes a reference or guidance for nurses behavior. The
relationship between organizational cultur and improvement in nurse ‘ work
productivity has positive impact on hospitals, where organizational culture can
direct nurse’ to be productive. The objective of the research was find out the
between of organizational culture (involvement, consistency,adaptability, and
mission) and productivity of nurse practitioners at hospital in Medan. The
research used descriptive corerlation method. The sample consisted of 160 nurse
practitioners, taken by using simple random sampling tehnique. The data were
analyzed by using Pearson Product Moment anylisis. The result of the reseach
conducted at RSUP H. Adam Malik, showed that there was positive and
significant correlation between organizational culture (involvement, adaptability,
and mission) and work productivity of nurse practitioners, but there was
productivity of nurse practitioners.The result of research, conducted at RSUD. dr.
Pirngadi Medan, showed that there was insignificant correlation between
organizatianal culture (involvement, adaptability, and mission) and work
productivity of nurse practitioners, but there was positive and significant
correlation between organizational culture (consistency) and work productivity of
nurse practitioners. Strong organizational culture could increase work productivity
of nurse practitioners. It is recomended that the management of RSUP. H Adam
Malik, in implementing organizational culture, should involve nurse practitioners,
in making policy wich is related to nursing, give motivation to nurse to always
provide the best service for patient, remind the nurse about vision and mission of
the hospital as guidance in providing service and making the policy wich is in line
with the hospital’regulation. It is recomended that the management of RSUD. dr.
Pirngadi Medan, should improve coordination between the team and other
departement in the hospital.
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kasih yang
telah memberikan KaruniaNya sehingga tesis berjudul: “Hubungan Budaya
Organisasi dengan Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Kota
Medan”
Tesis ini disusun untuk melengkapi persyaratan dalam menyelesaikan
Program Studi Magister Ilmu Keperawatan di Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara.
Dengan selesainya tesis ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada
yang terhormat:
1. dr. Dedi Ardinata, M. Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara. Setiawan, SKp, MNS, Ph.D selaku Ketua Program Studi
Magister Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
2. Dewi Elizadiani Suza SKp, MNS, Ph.D selaku pembimbing I Tesis.
3. Diah Arruum SKep, Ns, M.Kep selaku pembimbing II Tesis
4. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina M.Si selaku penguji I Tesis
5. Achmad Fathi, SKep, Ns, MNS selaku Penguji II Tesis
6. dr Lukmanul Hakim, SpK selaku Direktur Utama RSUP H. Adam Malik
Medan yang telah memberi izin pengambilan data untuk keperluan Tesis.
7. Dr. Amran Lubis, Sp.JP (K) FIHA selaku Direktur Utama RSUD dr. Pirngadi
8. Bimasari Paranginangin SKep, Ns Wakil Kepala Instalasi Rindu A dan Saodah
SKep, Ns Wakil Kepala Instalasi Rindu B Rindu B RSUP Haji Adam Malik,
yang telah membantu dalam pengumpulan data.
9. Hinsa Siburian SKep, Ns, M.Kep, kepala Instalasi Ruang Rawat Inap RSUD
Dr. Pirngadi Medan
10. Sabarina Sitepu SKep, Ns, M.Kep. Indra SKep, Ns. M.Kep, dan Lilis SKep.
Ns, M.Kep yang telah membantu dalam penyempurnaan instrumen penulis.
11. Seluruh perawat pelaksana di RSUP H. Adam Malik dan RSUD Dr.
Pirngadi Medan yang telah berpartisipasi dalam pengumpulan data sehingga
tesis ini dapat selesai.
12. Kepada ibunda T. br Siregar dan seluruh keluarga yang tercinta yang telah
banyak berkorban dalam kehidupan Penulis.
13. Dosen dan Pegawai Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Universitas
Sumatera Utara yang telah berkenan membantu dalam menyelesaikan tesis
ini.
Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pengembangan
keilmuan dan penelitian selanjutnya.
Medan, 8 September 2014
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Nama : Hetti Marlina Pakpahan
Tempat/Tanggal Lahir: Pematang Siantar 12 November 1964
Pekerjaan : Staf Pengajar
Alamat : Jl. Iskandar Muda No.75 Medan
No telephone/HP : 081370229954
Jenjang Pendidikan:
Pendidikan Nama Institusi Tahun Lulus
SD SD N No.3 Perbaungan 1977
SMP SMP Negeri 1 Perbaungan 1981
SMA SMA N 223 Lubuk Pakam 1984
D-3 Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan UDA 1988
Bidan Khusus (B) DepKes Wijaya Kesuma Jakarta 1996
SKM Fakultas Kesehatan Masyarakat USU 2001
S1 Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan UDA 2007
Ners STIKes SU 2002
S2 Keperawatan Magister Ilmu Keperawatan USU 2014
Riwayat Pekerjaan:
Tahun 1988 – 1994 : Perawat RSU Herna Medan
Tahun 1996 – sekarang : Dosen Fakultas Ilmu Keperawatan
Kegiatan Akademik Penunjang Studi:
Peserta pada acara “Seminar Aplikasi Penelitian Kualitatif Sebagai Landasan
Pengembangan Pengetahuan Bidang Kesehatan” 18 Desember 2012 Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Peserta pada acara “Workshop Menganalisis Data Kualitatif dengan Metode
Content Analysis dan Shoftware Weft-QDA”, 18 Desember 2012 Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Pembicara “Seminar Keperawatan Nursing Leadership Menyongsong Asean
Community 2015, Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Peserta pada acara ”2013 Medan International Nursing Conference, 1-2 April
2013, Hotel Garuda Plaza.
Panitia “Seminar dan Workshop Keperawatan Aplikasi Knowledge
Management dalam Administrasi Keperawatan di Rumah Sakit”, 13-14 Mei
2013, RSU Dr. Pirngadi Medan.
Peserta seminar nasional “Peningkatan Kualitas Pelayanan Kesehatan pada
Neonatus Melalui Implementasi Developmental Care” 10 Oktober 2013.
Universitas Padjajaran Bandung.
Peserta Lokakarya “Menyiapkan NaskahUntuk Publikasi di Jurnal Nasional
Terakreditasi/Jurnal Internasional Bereputasi” angkatan ke-3. 6 Nopember
2013. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.
Peserta pada acara “Seminar Diagnostic Reasoning NANDA dan ISDA Basic”,
Peserta Seminar Utilisasi Metodologi Kuantitatif dan Kualitatif Dalam Riset
Keperawatan dan Kesehatan. 7 Desember 2013. Program Study Magister Ilmu
Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Peserta Workshop Penulisan Proposal Untuk AINEC AWARD 21-22 Maret
2014 Asosiasi Institusi Pendidikan Ners Indonesia (AIPNI).
Peserta pada acara “Seminar Keperawatan The Art of Nursing Care in
Hospital Application”, 17 Mei 2014 Conference Room, R.S. Columbia Asia
Medan.
Peserta pada acara “Sosialisasi Kurikulum Pendidikan Ners” 11-12 Oktober
DAFTAR ISI 2.1. Budaya Organisasi………....10
2.1.1 Pengertian budaya Organisasi ... 11
2.1.2 Tingkatan Budaya Organisasi ... 13
2.1.3 Dimensi Budaya Organisasi ... 16
2.1.4 Fungsi Budaya Organisasi ... 22
2.1.5 Tipe Budaya organisasi ... 23
2.2. Produktivitas Kerja 2.2.1 Pengertian Produktivitas Kerja ... 24
2.2.2 Ciri-Ciri Pegawai Yang Produktif ... 25
2.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja ... 26
2.2.4 Produktivitas Kerja Perawat ... 28
2.3. Kompetensi Budaya ... 29
2.4. Peran Dan Fungsi Perawat ... 31
2.4.1 Pengertian Perawat ... 32
2.4.2 Peran Perawat ... 33
2.4.3 Fungsi Perawat ... 35
2.5 Kerangka Konsep ... 39
2.6 Hubungan Budaya Organisasi Dengan Produktivitas Kerja Perawat Di Rumah Sakit ... 41
BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 46
3.2 Waktu danTempat ... 46
3.3 Populasi dan Sample ... 47
3.5 Pengumpulan Data ... 50 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 66
4.2 Hasil Penelitian ... 73
4. 2.1 Hasil Penelitian Data Demografi Responden ... 73
4.2.2 Hasil Penelitian Budaya Organisasi di RumahSakit ... 76
4.2.2.1 Hasil Penelitian Budaya Organisasi di RSUP H. Adam Malik ... 76
4.2.2.2 Hasil Penelitian Budaya Organisasi di RSUD Dr. ... Pirngadi Medan ... 79
4.2 3 Hasil Penelitian Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di ... Rumah Sakit ... 82
4.2.3.1 Hasil Penelitian Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di RSUP H. Adam Malik ... 82
4.2.3.2 Hasil Penelitian Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di RSUD Dr. Pirngadi Medan ... 83
4.2. 4 Hasil Uji Korelasi Budaya Organisasi dan Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit ... 85
5.2 Hubungan Budaya antara Budaya Organisasi (Konsistensi) dengan Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana... 92
5.3 Hubungan Budaya Organisasi (Penyesuaian) dengan Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana ...94
5.4 Hubungan Budaya Organisasi (Misi) dengan Produktivitas Kerja Perawat...98
5.5 Kekuatan Dan Keterbatasan Penelitian ...100
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan... 102
6.2 Saran...102
DAFTAR TABEL
Hasil Content Validity Index Revisi Budaya Organisasi dan Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana
Data Demografi Pilot Study…... Data Hasil Pilot Study Budaya Organisasi dan
Produktivitas Kerja Perawat... Hasil Pilot Study Item Budaya Organisasi dan Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana yang dihapus Indikator keberhasilan fungsi Pelayanan di RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2013... Distribusi Data Demografi Responden Di RSUP H. Adam Malik... Distribusi Data Demografi Responden Di RSUD dr. Pirngadi Medan... Hasil Uji Univariat Budaya Organisasi ... Hasil Uji Univariat Budaya Organisasi di RSUP H. Adam Malik... Hasil Uji Univariat Budaya Organisasi di RSUD dr. Pirngadi Medan... Jawaban Responden Tentang Budaya Organisasi di RSUP Haji Adam Malik dan RSUD dr. Pirngadi ...
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3
Model Level Budaya Organisasi …...
Denison Organizational Culture model...
Kerangka Konsep ...
17
18
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Instrumen Budaya organisasi Budaya Organisasi
dan Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana
Bio Data Expert...
Ijin Penelitian ...
127
128
Judul Tesis : Hubungan Budaya Organisasi dengan
Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di Rumah
Sakit Kota Medan
Nama Mahasiswa : Hetti Marlina Pakpahan
Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan
Minat Studi : Administrasi Keperawatan.
Tahun : 2014
ABSTRAK
Budaya organisasi memiliki pengaruh yang kuat di seluruh rumah sakit, selain
menjadi identitas, juga merupakan acuan atau pedoman bagi perilaku perawat.
Hubungan budaya organisasi dengan peningkatan produktivitas kerja perawat
membawa dampak yang positif pada rumah sakit, dimana budaya organisasi dapat
menuntun perawat menjadi produktif. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui sejauhmana hubungan budaya organisasi (keterlibatan, konsistensi,
penyesuaian, dan misi) dengan produktivitas kerja perawat pelaksana di rumah
sakit kota Medan. Jenis penelitian ini adalah, deskriptif korelasi, dan pengambilan
sampel dengan tehnik Simple random sampling, dengan 160 perawat pelaksana.
Data dianalisa menggunakan Pearson Product Moment. Hasil penelitian di RSU
H. Adam Malik didapatkan bahwa ada korelasi positif dan signifikan budaya
organisasi (keterlibatan, penyesuaian, dan misi) dan produktivitas kerja perawat
pelaksana, dan tidak ada hubungan yang signifikan antara budaya organisasi
Pirngadi Medan didapatkan tidak ada hubungan budaya organisasi (keterlibatan,
penyesuaian, misi) dengan produktivitas kerja perawat pelaksana, tetapi ada
hubungan yang positif dan signifikan budaya organisasi (konsistensi) dan
produktivitas kerja perawat pelaksana. Budaya organisasi yang tinggi dapat
meningkatkan produktivitas kerja perawat pelaksana. Diharapkan pihak
manajemen di RSUP H. Adam Malik dalam menerapkan budaya organisasi agar
melibatkan perawat pelaksana dalam mengambil kebijakan yang berkaitan dengan
keperawatan, memberikan motivasi kepada perawat untuk tetap memberikan
pelayanan yang terbaik bagi pasien, dan senantiasa mengingatkan perawat tentang
visi dan misi rumah sakit sebagai pedoman dalam memberikan pelayanan dalam
mengambil kebijakan yang berlaku di rumah sakit. Kepada pihak pimpinan RSUD
dr. Pirngadi Medan, agar meningkatkan koordinasi antara tim dan departemen lain
didalam rumah sakit.
Thesis Title : The Relationship Between Organizational Culture and Work Productivity of Nurse
Practitioners at Hospital in Medan
Name : Hetti Marlina Pakpahan
Study Program : Master of Nursing
Field of Specialization : Nursing Administration
Year : 2014
ABSTRACT
Organizational culture has strong influence in all hospital: beside acting to get
identity, it also becomes a reference or guidance for nurses behavior. The
relationship between organizational cultur and improvement in nurse ‘ work
productivity has positive impact on hospitals, where organizational culture can
direct nurse’ to be productive. The objective of the research was find out the
between of organizational culture (involvement, consistency,adaptability, and
mission) and productivity of nurse practitioners at hospital in Medan. The
research used descriptive corerlation method. The sample consisted of 160 nurse
practitioners, taken by using simple random sampling tehnique. The data were
analyzed by using Pearson Product Moment anylisis. The result of the reseach
conducted at RSUP H. Adam Malik, showed that there was positive and
significant correlation between organizational culture (involvement, adaptability,
and mission) and work productivity of nurse practitioners, but there was
productivity of nurse practitioners.The result of research, conducted at RSUD. dr.
Pirngadi Medan, showed that there was insignificant correlation between
organizatianal culture (involvement, adaptability, and mission) and work
productivity of nurse practitioners, but there was positive and significant
correlation between organizational culture (consistency) and work productivity of
nurse practitioners. Strong organizational culture could increase work productivity
of nurse practitioners. It is recomended that the management of RSUP. H Adam
Malik, in implementing organizational culture, should involve nurse practitioners,
in making policy wich is related to nursing, give motivation to nurse to always
provide the best service for patient, remind the nurse about vision and mission of
the hospital as guidance in providing service and making the policy wich is in line
with the hospital’regulation. It is recomended that the management of RSUD. dr.
Pirngadi Medan, should improve coordination between the team and other
departement in the hospital.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Lok (1997) menyatakan dalam lingkungan rumah sakit, ada banyak unit,
departemen dan kelompok kerja, perawat yang bekerja di kelompok kerja yang
berbeda atau bangsal mungkin memiliki nilai yang berbeda dan keyakinan jika
dibandingkan dengan keseluruhan budaya organisasi (rumah sakit). Menurut
Green dan Thorogood (1998), organisasi rumah sakit dicirikan oleh campuran
heterogen profesional dan staf non-profesional. Rumah sakit juga ditandai dengan
tingkat profesional yang tinggi, suasana keluarga serta keterlibatan karyawan yang
tinggi. Adanya keberagaman dan interaksi yang tinggi antara profesional dan non
profesional akan menghasilkan suatu budaya tertentu dari organisasi itu sendiri,
yang juga membedakan suatu organisasi dengan organisasi lain. Berbagai
kelompok profesi ini akan menghasilkan perilaku individu dan perilaku kelompok
yang pada akhirnya menghasilkan perilaku organisasional dalam melaksanakan
tugas dan fungsinya (Lumbanraja, 2006).
Budaya organisasi merupakan karakter suatu organisasi, yang
mengarahkan hubungan kerja sehari-hari karyawan dan menuntun mereka tentang
berperilaku dan berkomunikasi dalam organisasi, serta membimbing hirarki
perusahaan dibangun dan merangsang tingkah laku staf menjadi produktif
(Marquis & Huston, 2006; Jacobs & Roots, 2010; Tseng, 2010). Lebih lanjut
suatu organisasi sangat penting, memainkan peranan yang besar dan merupakan
tempat yang menyenangkan dan sehat untuk bekerja. Selain itu budaya organisasi
memiliki pengaruh yang kuat di seluruh rumah sakit tentang hal-hal yang dapat
dipromosikan, keputusan yang dibuat dan bahkan bagaimana bertindak (Arnold,
Capella, & Sumrall, 1987). Sejalan dengan itu hasil penelitian Harvard Business
School (Kotter & Heskett, 1992), menyatakan bahwa budaya organisasi
mempunyai dampak kuat terhadap prestasi kerja suatu organisasi. Teori dan
konsep budaya organisasi diterapkan secara khusus untuk rumah sakit, karena
kemampuan untuk mencapai tujuan bersama tergantung sebagian besar pada
keterkaitan yang efektif antara jiwa anggota organisasi (Denison, 1998). Selain
itu beberapa asumsi tentang budaya, pertama budaya dianggap membantu
organisasi untuk mencapai tujuan strategis atau menyelesaikan masalah, kedua
sebagai kendala atau hambatan karena itu penting bagi anggota kelompok untuk
memiliki proses yang memungkinkan mereka untuk memilah asumsi budaya
tersebut (Schein, 2004).
Penelitian Urrabazo (2006) menyatakan bahwa lingkungan kerja yang
memuaskan dapat dibuat oleh karyawan ketika organisasi memiliki budaya yang
sehat dan dengan demikian memiliki sikap positif terhadap pekerjaan karyawan.
Hal ini dapat menciptakan dan mengidentifikasi dengan memberikan kesempatan
bagi tindakan organisasi, semua anggota akan tetap dalam organisasi apa pun
yang akan terjadi. Penelitian juga menunjukkan bahwa kualitas yang lebih tinggi
pada eksekutif keperawatan memiliki pengaruh positif terhadap budaya organisasi
organisasi dapat meningkatkan komitmen organisasi dan bahkan kinerja
pelayanan rumah sakit. Budaya organisasi rumah sakit merupakan pedoman atau
acuan untuk mengendalikan perilaku organisasi dan perilaku perawat, tenaga
kesehatan lain dalam berinteraksi antar mereka dan dengan rumah sakit lainnya.
Nilai yang melekat pada rumah sakit memberikan rasa identitas, harapan, dan
aturan yang membantu organisasi mencapai tujuannya (Ivancevich, Konopaske &
Matteson, 2005).
Robbins (1996) menyatakan bahwa organisasi dengan budaya yang lemah,
individu di dalamnya tidak memiliki kesiapan akan terjadinya sebuah perubahan.
Mereka lebih menyukai nilai-nilai, baik individu maupun kelompok yang selama
ini telah dimiliki. Mereka juga lebih menyukai cara kerja yang selama ini telah
mereka lakukan dan menolak adanya perubahan, terutama perubahan yang
menuntut kemampuan dan ketrampilan baru untuk memenuhi tuntutan dan
kewajiban yang diharapkan. Oleh karena itu, profesionalisme keperawatan dan
lingkungan rumah sakit yang menampilkan budaya organisasi yang kuat adalah
dua sumber daya kesehatan yang dapat mempromosikan hasil yang baik pada
pasien. Penelitian ini tidak sesuai dengan Afiah, Maidin dan Bahar (2013) yang
menyatakan bahwa tingkat keterlibatan budaya organisasi perawat dinilai sedang
60%. Menurut Denison dan Mishra (1995) organisasi yang efektif
memberdayakan dan melibatkan orang-orang disekitar mereka, membangun tim,
dan mengembangkan kemampuan semua tingkatan. Penelitian tersebut membantu
untuk meningkatkan pemahaman eksekutif keperawatan untuk dapat
komitmen organisasi. Pemahaman tentang budaya organisasi menyebabkan
komitmen perawat yang tinggi, dengan kata lain budaya organisasi sangat efektif
dalam mengembangkan kerja yang positif bagi perawat (Hsio & Chang, 2012).
Denison dan Mishra (1995) menyatakan bahwa budaya organisasi terdiri
dari empat dimensi yaitu keterlibatan, konsistensi, adaptasi, dan misi. Hasil
penelitian yang dilakukan Ehtesham, Muhammad, dan Muhammad (2011),
menyatakan bahwa dua dimensi budaya organisasi kemampuan beradaptasi
(adaptability) dan misi (mission) memiliki korelasi yang lebih signifikan dengan
praktik performance management. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan
Doloksaribu (2011), dimensi misi budaya organisasi memiliki pengaruh yang
paling besar dengan koefisien 0.568 yang signifikan pada p < 0.05 terhadap
kinerja manejerial. Penelitian yang sama dari Afiah, Maidin dan Bahar (2013)
tentang budaya dan efektivitas rumah sakit di RSUD Haji Makasar dan RSU
Labuang Baji Makasar, untuk budaya organisasi di RSUD Haji Makasar tingkat
keterlibatan budaya organisasi dinilai sedang 60%, tingkat konsistensi tinggi 90%,
misi 55.6% dan dimensi adaptasi dalam kemampuan organisasi membuat
perubahan intensitas tinggi 83.3%. Budaya organisasi di RSU Labuang Makasar
didapatkan tingkat keterlibatan sedang 56.7%, tingkat konsistensi tinggi sebesar
53.3%, dimensi adaptasi dinilai cukup 76.7%, dimensi misi tinggi sebesar 83.3%.
Secara keseluruhan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa budaya
organisasi yang kuat memengaruhi efektivitas organisasi pada RSUD Haji
Makasar sedangkan di RSUD Labuang Baji, budaya organisasi yang kuat tidak
Ketut (2010) melakukan penelitian di Rumah Sakit Buleleng, dan
mendapatkan bahwa budaya organisasi mempunyai dampak positif terhadap
kepuasan kerja. Hasil penelitian Yandrawat (2012), di RSUD kabupaten Bekasi
perawat yang merasa puas dalam bekerja hanya sebesar 7.04%, dan yang tidak
puas sebesar 92.96%. Robbins (2007), Jacobs dan Roots (2010), mengemukakan
bahwa terdapat keterkaitan antara budaya organisasi dengan kepuasan kerja,
budaya yang kuat akan mengantarkan kepada kepuasan kerja yang tinggi
sedangkan budaya organisasi yang lemah akan mengantarkan kepada kepuasan
kerja yang rendah. Namun penelitian Tarjo, Tahir, dan Utami (2011), tentang
pengaruh budaya organisasi dan motivasi kerja terhadap kepuasan dan kinerja
perawat di RSUD H. Hanafie Muara Bungo-Jambi, budaya organisasi
berpengaruh tidak signifikan terhadap kepuasan kerja.
Gillies (1994) menyatakan sumber daya manusia perawat merupakan
jumlah terbesar di rumah sakit sekitar 60-70%. Oleh karena itu produktivitas
perawat menjadi sangat penting untuk diperhatikan, khususnya dalam
memberikan pelayanan keperawatan di rumah sakit. Taheri (2007) menyatakan
sumber daya manusia, sebagai sumber yang paling mahal dan paling berharga dari
modal dan organisasi, dianggap sebagai faktor yang paling penting dalam rantai
operasional dari setiap organisasi. Lebih lanjut Taheri menyatakan sumber daya
manusia merupakan faktor yang memengaruhi produktivitas. Produktivitas tingkat
individu sebagai sumber daya manusia dalam organisasi merupakan kategorisasi
yang mendasar dan pondasi untuk tingkat lainnya. Selain itu, kenaikan
(Abtahi, 2004). Hersey dan Goldsmith (1980) menjelaskan ada tujuh faktor dalam
produktivitas kerja sumber daya manusia: 1) kemampuan (ability), 2) kejelasan
(clarity), 3) bantuan (help), 4) insentif (incentive), 5) evaluasi (evaluation), 6)
validitas (validity), dan 7) lingkungan (environment).
Penelitian Rosa, Nurachmah, dan Budiharto (2012), menemukan
produktivitas kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RSUPN. Dr.
Ciptomangunkusumo kategori buruk. Sejalan dengan penelitian Minarsih (2011),
produktivitas kerja perawat di instalasi rawat inap non bedah (penyakit dalam)
RSUP. Dr Jamil Padang tergolong rendah (54.7 %).
Berbagai konsep teori menjelaskan bahwa nilai-nilai budaya organisasi
yang dianut secara intensif akan memberikan dampak dalam pencapaian tujuan
organisasi dan produktivitas kerja (Ndraha,1997; Robbins,1996). Budaya
organisasi yang kuat akan menumbuh kembangkan rasa tanggung jawab yang
besar dalam diri karyawan sehingga mampu memotivasi untuk menampilkan
kinerja yang paling memuaskan, mencapai tujuan yang lebih baik, dan pada
gilirannya akan memotivasi seluruh anggotanya untuk meningkatkan
produktivitas kerjanya (Robbins & Caulter, 2010).
Hasil observasi yang dilakukan peneliti di RSUP H. Adam Malik perawat
pelaksana mengeluhkan beban kerja yang tinggi, mereka harus melakukan tugas
yang bukan tindakan keperawatan (mengantar pasien untuk pemeriksaan
diagnostik, meresepkan obat dan mengambil obat di farmasi. Jumlah tempat tidur
diruang rawat inap 325 buah, rata-rata pasien yang dirawat 344 orang. Bed
inap dengan jumlah pasien tidak seimbang, dalam satu bangsal rata-rata pasien per
hari 40-43, perawat yang bertugas pagi hari 7-8 orang, dan sore /malam 3-4
0rang. Klasifikasi tingkat ketergantungan pasien adalah partial (3 jam/pasien).
Angka kepuasan pasien 30-40%.
Observasi yang dilakukan di RSUD dr. Pirngadi Medan mengeluhkan beban
kerja yang tinggi, perawat harus melakukan tugas yang bukan tindakan
keperawatan (mengantar pasien untuk pemeriksaan diagnostik, meresepkan obat
dan mengambil obat di farmasi. Jumlah tempat tidur diruang rawat jumlah pasien
per hari 346. Rata-rata pasien yang dirawat 20-30 orang, perawat yang bertugas
pagi 5-7 orang, dan sore/malam 2-3 orang perawat. Klasifikasi tingkat
ketergantungan pasien adalah partial (3 jam/pasien). Dari 48 dokumentasi asuhan
keperawatan pasien di ruang rawat inap yang di observasi di RSUD dr. Pirngadi
Medan tidak lengkap terutama bagian pengkajian hanya 23% yang terisi, diagnosa
keperawatan 41% dengan menggunakan diagnosa yang sama, dan bagian evaluasi
31%. Perawat hanya mengisi kolom implementasi, hal ini sangat beralasan karena
implementasi merupakan monitoring kegiatan yang telah dilakukan pada pasien.
Dari 43 dokumentasi asuhan keperawatan di ruang rawat inap terpadu RSUP H.
Adam Malik: pada pengkajian 35% tidak lengkap, diagnosa keperawatan 20.8 %
dengan menggunakan diagnosa yang sama, dan bagian evaluasi 100%. Perawat
lebih lengkap mengisi kolom implementasi dan evaluasi, hal ini sangat beralasan
karena implementasi merupakan monitoring kegiatan yang telah dilakukan pada
pasien. Keluhan pasien terhadap perawat adalah administrasi yang berbelit-belit,
antara perawat dan pasien, dan perawat memperlihatkan wajah yang kurang
ramah. Tindakan keperawatan banyak dilakukan oleh siswa perawat dan dokter
muda.
Berdasarkan fenomena diatas peneliti perlu melakukan penelitian tentang
hubungan budaya organisasi dengan produktivitas kerja perawat di rumah sakit.
Budaya organisai yang baik memberikan implikasi pada peningkatan
produktivitas kerja perawat sehingga dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan
organisasi.
1.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini mengacu pada latar belakang
dari hasil-hasil penelitian terdahulu. Maka rumusan masalah penelitian ini adalah
sejauhmana hubungan budaya organisasi dengan produktivitas kerja perawat di
rumah sakit.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum
Tujuan umum penelitian adalah untuk mengetahui hubungan budaya
organisasi dengan produktivitas kerja perawat di rumah sakit.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mengetahui hubungan hubungan budaya organasasi keterlibatan (involvement)
dan produktivitas kerja perawat pelaksana di rumah sakit kota Medan
2. Mengetahui hubungan budaya organisasi konsistensi (consistency) dan
produktivitas kerja perawat pelaksana di rumah sakit.
3. Mengetahui hubungan budaya organisasi penyesuaian (adaptability) dan
produktivitas kerja perawat pelaksana di rumah sakit.
4. Mengetahui hubungan budaya organisasi misi (mission) dan produktivitas kerja
perawat pelaksana di rumah sakit.
1.4 Hipotesa Penelitian
1. Ada hubungan budaya organisasi keterlibatan (involvement) dan produktivitas
kerja perawat di rumah sakit.
2. Ada hubungan budaya organisasi konsistensi (consistency) dan produktivitas
kerja perawat di rumah sakit.
3. Ada hubungan budaya organisasi penyesuaian (adaptability) dan produktivitas
kerja perawat di rumah sakit.
4. Ada hubungan budaya organisasi misi (mission) budaya organisasi dan
produktivitas kerja perawat di rumah sakit.
1.5 Manfaat Peneltian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif untuk
pengembangan keilmuan baik secara teoritis dan praktik bagi dunia keperawatan
diantaranya:
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pengembangan
pengetahuan serta menjadi evidence khususnya dalam pengajaran diperkuliahan
pada manajemen keperawatan yang berhubungan dengan budaya organisasi.
2. Manfaat praktis bagi rumah sakit
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi
pihak manajemen rumah sakit untuk menanamkan budaya organisasi dan dapat
dijadikan sebagai dasar dalam mengambil kebijakan dengan melibatkan perawat
sebagai sumber daya manusia terbesar.
3. Bagi penelitian keperawatan
Memberikan informasi tentang hubungan budaya organisasi dengan
produktivitas kerja perawat di rumah sakit sehingga berguna bagi para peneliti
yang ingin meneliti faktor-faktor lain yang berkaitan dengan produktivitas kerja
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan kepustakaan akan membahas beberapa aspek yang relevan
dengan penelitian yang akan dilakukan. Adapun aspek-aspek tersebut adalah:
1. Budaya organisasi
1.1 Pengertian budaya organisasi
1.2 Tingkatan (Levels) budaya organisasi
1.3 Dimensi budaya organisasi
1.4 Tipe Budaya organisasi
1.5 Fungsi budaya organisasi
2. Produktivitas Kerja
2.1 Pengertian produktivitas kerja
2.2 Produktivitas kerja perawat
2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja
2.4 Pengukuran produktivitas kerja perawat
3. Kompetensi budaya (culture competence)
4. Peran dan fungsi perawat
4.1 Pengertian perawat
4.2 Peran perawat
4.3 Fungsi perawat
4.4 Tugas perawat
2.1 Budaya Organisasi
2.1.1 Pengertian budaya organisasi
Schein (1995) mendefinisikan budaya organisasi sebagai pola asumsi
dasar yang ditemukan atau dikembangkan oleh suatu kelompok orang disaat
mereka belajar untuk menyelesaikan masalah-masalah, menyesuaikan diri dengan
lingkungan eksternal dan berintegrasi dengan lingkungan internal. Menurut
Robbins (2003), budaya organisasi merupakan sistem makna bersama terhadap
nilai-nilai primer yang dianut bersama dan dihargai organisasi, yang berfungsi
menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi
lainnya, menciptakan rasa identitas bagi para anggota organisasi, mempermudah
timbulnya komitmen kolektif terhadap organisasi, meningkatkan kemantapan
sistem sosial, serta menciptakan mekanisme pembuat makna dan kendali yang
memandu membentuk sikap dan perilaku para anggota organisasi.
Menurut Denison (1997), Gibson (1996); Robbins dan Coulter (2005),
budaya organisasi adalah nilai-nilai, keyakinan dan prinsip-prinsip dasar yang
merupakan landasan bagi sistem dan praktik-praktik manajemen serta perilaku
yang meningkatkan dan menguatkan prinsip-prinsip tersebut. Kreitner dan Kinicki
(2003) memberi batasan budaya organisasi sebagai nilai dan keyakinan bersama
yang mendasari identitas organisasi yang berfungsi sebagai pemberi rasa identitas
kepada anggota, mempromosikan komitmen kolektif, meningkatkan stabilitas
sistem sosial, serta mengendalikan perilaku para anggota. Schein (1992)
mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu pola dari asumsi-asumsi dasar
dengan maksud agar organisasi belajar mengatasi atau menanggulangi
masalah-masalah yang timbul akibat adaptasi eksternal dan integrasi internal yang sudah
berjalan dengan cukup baik, sehingga perlu diajarkan kepada anggota-anggota
baru sebagai cara yang benar untuk memahami, memikirkan dan merasakan
berkenaan dengan masalah-masalah tersebut. Budaya organisasi juga mencakup
nilai-nilai dan standar-standar yang mengarahkan perilaku pelaku organisasi dan
menentukan arah organisasi secara keseluruhan. Organisasi yang berbeda sering
memiliki budaya yang unik dan subkultur, kelompok-kelompok dalam suatu
organisasi dapat memiliki nilai-nilai mereka sendiri baik dalam sikap, bahasa, dan
pola perilaku (Cameron & Quinn, 1999). Budaya organisasi diwujudkan dalam
ciri khas organisasi, budaya organisasi harus dianggap sebagai cara yang tepat di
mana hal-hal yang dilakukan atau masalah harus dipahami dalam organisasi. Hal
ini diterima secara luas bahwa budaya organisasi didefinisikan sebagai nilai-nilai
dan keyakinan yang berakar dimiliki oleh personil dalam sebuah organisasi.
Berdasarkan uraian diatas, meskipun konsep budaya organisasi
memunculkan perspektif yang beragam, terdapat kesepakatan di antara para ahli
dalam hal mendefinisikan budaya organisasi. Bahwa budaya organisasi berkaitan
dengan sistem makna bersama yang diyakini oleh anggota organisasi. Budaya
organisasi itu sendiri membedakan dengan organisasi lain dan menjadi identitas
dari suatu organisasi.
2.1.2 Tingkatan budaya organisasi
Teori yang dikemukakan Schein (2004 ), mengungkapkan bahwa budaya
1. Artifak (artifacts)dimensi budaya organisasi yang paling terlihat bersifat kasat
mata tetapi seringkali tidak dapat diartikan. Tingkat analisis artifak terdiri dari
lingkungan fisik organisasi, arsitektur, teknologi, tata letak kantor, cara
berpakaian, pola perilaku yang dapat dilihat atau didengar, serta
dokumen-dokumen publik seperti anggaran dasar, materi orientasi karyawan, dan cerita.
2. Nilai (espoused beliefs and values) semua pembelajaran organisasi
merefleksikan nilai-nilai anggota organisasi yang menetap dalam prilaku atau
pikiran, perasaan mereka mengenai apa yang seharusnya berbeda dengan apa
yang adanya yang ditetapkan oleh pendiri atau top management.
3. Asumsi dasar (underlying assumption) merupakan inti dari budaya yang
tertanam dan diterima begitu saja (taken for granted), tidak kasat mata, dan
tidak disadari. Hubungan dengan lingkungan, sifat realitas, waktu dan ruang,
karakteristik sifat manusia, sifat aktivitas manusia, sifat dari hubungan antar
Dimensi budaya organisasi yang paling terlihat
bersifat kasat mata tetapi seringkali tidak dapat
diartikan
Strategi tujuan dan philosophy
Budaya diterima begitu saja,
tidak kasat mata, dan tidak disadari
Gambar: 1 Model Level Budaya (Schein, 1992).
Elemen diatas dilukiskan pada garis vertikal dua arah, asumsi dasar yang
diterima secara berturut-turut akan mempengaruhi nilai-nilai organisasi yang lebih
dapat diterima baik oleh lingkungan internal maupun lingkungan eksternal
organisasi. Kemudian nilai-nilai organisasi akan mempengaruhi artifak dan kreasi
manusia dalam lingkungan internal organisasi. Sebaliknya artifak dan kreasi
manusia juga akan mempengaruhi nilai-nilai organisasi yang secara tidak
langsung akan mempengaruhi asumsi dasarnya.
Budaya organisasi di rumah sakit terdiri dari empat elemen dasar: 1)
mereka memiliki nilai-nilai, konsep dasar dan keyakinan bagi organisasi, 2)
mereka memiliki orang yang mewujudkan nilai-nilai budaya dan berfungsi Artifak
Nilai –Nilai
sebagai model peran nyata bagi karyawan untuk mengikuti, 3) mereka
menciptakan ritual dan upacara untuk melakukan sistematis rutinitas kehidupan
sehari-hari di rumah sakit, dan 4) budaya merupakan jaringan alat utama
komunikasi dalam rumah sakit (Arnold et al., 1987).
2.1.3 Dimensi budaya Organisasi
Denison dan Mishra (1995) dalam penelitiannya menyatakan ada empat
trait budaya organisasi:1) keterlibatan (involvement): membangun kapabilitas
karyawan dan rasa memiliki, 2) penyesuaian (adaptability): menterjemahkan
kebutuhan lingkungan bisnis dalam tindakan, 3) konsistensi (consistency):
mendefinisikan nilai-nilai dan sistim organisasi yang menjadi dasar organisasi
yang kuat, dan 4) misi (mission): mendefinisikan perlunya arahan jangka panjang
bagi organisasi.
Gambar: 2 Denison Organizational Culture Model
1. Keterlibatan (involvement)
Organisasi yang efektif memberdayakan dan melibatkan orang-orang disekitar
Anggota organisasi berkomitmen untuk pekerjaan mereka, dan merasa kuat
rasa kepemilikan. Keterlibatan adalah faktor kunci dalam budaya organisasi,
yang merupakan karakteristik nilai dari organisasi yang menempatkan
pandangan tentang pentingnya keterlibatan seluruh pergawai yang bekerjasama
dalam mencapai tujuan organisasi. Orang-orang di semua tingkatan merasa
bahwa mereka memiliki setidaknya beberapa masukan dalam keputusan yang
akan mempengaruhi mereka bekerja, dan merasa bahwa pekerjaan mereka
terhubung langsung ke tujuan organisasi. Hal ini memungkinkan keterlibatan
yang tinggi dari organisasi yang mengandalkan sistim pengawasan informal,
sukarela dan implisit. Dalam model ini, sifat ini diukur dengan tiga indeks:
1) Pemberdayaan (empowerment)
Individu memiliki wewenang, inisiatif dan kemampuan untuk mengelola
pekerjaan mereka sendiri. Hal ini menciptakan rasa kepemilikan dan tanggung
jawab terhadap organisasi.
2) Orientasi tim (team orientation)
Nilai ditempatkan pada bekerja secara kooperatif menuju tujuan bersama bagi
seluruh karyawan dan saling akuntabel. Organisasi bergantung pada usaha
tim untuk mendapatkan pekerjaan yang dilakukan.
3) Pengembangan kemampuan (capability development)
Organisasi terus-menerus berinvestasi dalam pengembangan keterampilan
2. Penyesuaian (Adtability)
Penyesuaian merupakan kebutuhan organisasi dalam melaksanakan kegiatan
dalam lingkungan organisasi tersebut, dimana organisasi memegang nilai dan
kepercayaan yang mendukung kapabilitas dalam menerima,
menginterpretasikan dan menterjemahkan tanda-tanda dari lingkungan kedalam
perubahan prilaku internal dari organisasi. Meskipun beberapa keuntungan
alami organisasi yang terintegrasi dengan baik, mereka juga bisa menjadi yang
paling adaptif dan yang paling sulit untuk berubah. Integrasi internal dan
adaptasi eksternal dapat bertentangan. Adaptasi organisasi menerjemahkan
tuntutan lingkungan organisasi ke dalam tindakan. Mereka mengambil risiko,
belajar dari kesalahan mereka, dan memiliki kemampuan dan pengalaman
untuk menciptakan perubahan. Mereka terus meningkatkan kemampuan
organisasi untuk memberikan nilai bagi pelanggan dengan menciptakan sistem
norma dan keyakinan yang mendukung kapasitas organisasi untuk menerima,
menafsirkan, dan menerjemahkan sinyal dari lingkungan ke dalam sistem
internal yang meningkatkan kemungkinan organisasi untuk kelangsungan
hidup dan pertumbuhan. Organisasi yang kuat dalam kemampuan beradaptasi
biasanya mengalami pertumbuhan penjualan dan peningkatan pangsa pasar.
Dalam model ini, diukur dengan tiga indeks :
1) Membuat perubahan (creating change)
Organisasi mampu menciptakan cara-cara adaptif untuk memenuhi perubahan
kebutuhan. Hal ini dapat membaca bisnis lingkungan, bereaksi dengan cepat
2) Fokus pada pelanggan (costumer focus)
Organisasi memahami dan bereaksi terhadap pelanggan dan mengantisipasi
kebutuhan masa depan mereka. Hal ini mencerminkan sejauh mana organisasi
tersebut didorong oleh kekhawatiran untuk memuaskan pelanggan mereka.
3) Belajar organisasi (organizational learning)
Organisasi menerima, menerjemahkan, dan menafsirkan sinyal dari lingkungan
menjadi peluang untuk mendorong inovasi, memperoleh pengetahuan, dan
mengembangkan kemampuan.
3. Misi (mission)
Misi adalah arahan pada pada pencapaian tujuan jangka panjang yang
bermakna pada organisasi (meaningfull long term). Misi menjelaskan tujuan
dan arti yang diterjemahkan dalam tujuan ekternal organisasi. Organisasi yang
sukses juga memiliki tujuan yang jelas dan arah yang mendefinisikan tujuan
organisasi dan tujuan strategis dan mengungkapkan visi tentang apa organisasi
akan terlihat seperti di masa depan. Sebuah misi memberikan tujuan dan arti
dengan mendefinisikan peran sosial dan tujuan eksternal bagi organisasi. Ini
menyediakan arah dan tujuan yang berfungsi untuk menentukan tindakan yang
tepat bagi organisasi dan yang jelas anggota. Rasa misi memungkinkan
organisasi untuk membentuk perilaku saat ini dengan membayangkan masa
depan yang diinginkan organisasi. Mampu menginternalisasi dan
mengidentifikasi dengan misi organisasi kontribusi untuk pendek dan jangka
panjang komitmen terhadap organisasi. Dalam model ini, sifat ini diukur
1) Arah strategis dan maksud (strategic direction and intent)
Niat strategis yang jelas menyampaikan tujuan organisasi dan membuat jelas
berapa orang dapat berkontribusi dan membuat tanda mereka pada industri.
2) Tujuan dan sasaran (goals and objectives)
Satu kesatuan yang jelas dari tujuan dan sasaran dapat dihubungkan dengan
misi, visi dan strategi, dan memberikan arah yang jelas dalam pekerjaan
merekakepada semua orang.
3) Visi (vision)
Organisasi memiliki pandangan bersama tentang masa depan yang diinginkan.
Hal ini mewujudkan nilai-nilai inti dan menangkap hati dan pikiran anggota
organisasi, sambil memberikan bimbingan dan arahan pada mereka.
4. Konsistensi (consistency)
Konsistensi adalah nilai dan sistem yang mendasari kekuatan suatu budaya.
Nilai ini memfokuskan pada integrasi sumber-sumber organisasi koordinasi
dan sistim kontrol dan konsistensi organisasi dalam mengembangkan sistim
yang efektif dalam melaksanakan kegiatan organisasi. Karakteristik konsistensi
meliputi koordinasi, integrasi, kesepakatan dan nilai-nilai inti.
Organisasi-organisasi yang efektif ketika mereka konsisten dan terintegrasi dengan baik.
Perilaku ini berakar pada satu set nilai-nilai inti, pemimpin dan pengikut yang
terampil di mencapai kesepakatan dan menggabungkan beragam titik pandang,
dan kegiatan organisasi yang terkoordinasi dengan baik dan terintegrasi.
Organisasi yang konsisten mengembangkan pola pikir dan menciptakan sistem
dukungan konsensual. Sistem kontrol implisit ini dapat menjadi sarana yang
lebih efektif untuk mencapai koordinasi dan integrasi dari sistem eksternal
kontrol yang mengandalkan aturan dan peraturan eksplisit.
Organisasi-organisasi ini telah memiliki komitmen karyawan yang tinggi, metode yang
berbeda dalam melakukan bisnis, kecenderungan untuk mempromosikan dari
dalam dan luar. Jenis konsistensi merupakan sumber yang kuat dari stabilitas
dan integrasi internal. Dalam model ini konsistensi diukur dengan tiga indeks:
1) Nilai inti (core values)
Anggota organisasi berbagi satu set nilai-nilai yang menciptakan rasa identitas
dan satu set harapan yang jelas.
2) Perjanjian (aggrement)
Anggota organisasi mampu mencapai kesepakatan tentang isu-isu penting. Ini
mencakup baik tingkat yang mendasari kesepakatan dan kemampuan untuk
mendamaikan perbedaan ketika mereka terjadi.
3. Koordinasi dan integrasi (coordination and intergration)
Fungsi dan unit organisasi yang berbeda dapat bekerja sama dengan baik untuk
mencapai tujuan bersama. Batas-batas organisasi tidak mengganggu
mendapatkan pekerjaan yang dilakukan.
2.1.4 Fungsi budaya organisasi
Menurut Robbins (1996) fungsi budaya organisasi terdiri dari : 1) budaya
menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain, 2) budaya
membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi, 3) budaya
kepentingan diri individual seseorang, 4) budaya merupakan perekat sosial yang
membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar
yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan, dan 5) budaya sebagai mekanisme
pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku
karyawan
2.1.6 Tipe budaya organisasi
Menurut Kreitner dan Kinicki (2003), terdapat tiga tipe umum budaya
organisasi yaitu :
1. Budaya konstruktif adalah budaya dimana para karyawan didorong untuk
berinteraksi dengan orang lain dan mengerjakan tugas dan proyeknya dengan
cara yang akan membantu mereka dalam memuaskan kebutuhannya,
berhubungan dengan pencapaian tujuan aktualisasi diri, penghargaan yang
manusiawi, dan persatuan.
2. Budaya pasif-defensif bercirikan keyakinan yang memungkinkan bahwa
karyawan berinteraksi dengan karyawan lain dengan cara yang tidak
mengancam keamanan kerjanya sendiri. Budaya ini mendorong keyakinan
normatif yang berhubungan dengan persetujuan, konvensional, ketergantungan,
dan penghindaran.
3. Budaya agresif-defensifmendorong karyawannya untuk mengerjakan tugasnya
dengan keras untuk melindungi keamanan kerja dan status mereka. Tipe
budaya ini lebih bercirikan keyakinan normatif yang mencerminkan oposisi,
kekuasaan dan kompetitif. Setiap tipe berhubungan dengan seperangkat
pemikiran dan keyakinan individu mengenai bagaimana anggota dari sebuah
kelompok atau organisasi tertentu diharapkan menjalankan tugasnya dan
berinteraksi dengan orang lain.
2.2 Produktivitas kerja
2.2.1 Pengertian produktivitas kerja
Banyak pengertian tentang produktivitas yang dikemukan oleh para ahli
tergantung bagaimana para ahli untuk menempatkannya. Para ilmuwan telah
menyumbang berbagai tingkatan produktivitas. Tingkatan tersebut adalah
1) tingkat individu, 2) tingkat kerja kelompok, 3) tingkat organisasi, 4) tingkat
lapangan (perdagangan, jasa, industri dan pertanian), 5) tingkat ekonomi, dan
6) tingkat dunia (Mougheli & Azizi, 2011). Kategorisasi tingkat individu
merupakan dasar dan pondasi untuk tingkat lainnya, kenaikan produktivitas di
tingkat individu akan meningkatkan produktivitas tingkat lainnya (Abtahi, 2004).
Produktivitas sumber daya manusia merupakan komponen penting dalam
organisasi.
Huber (1996) menyatakan bahwa produktivitas kerja adalah perbandingan
antara hasil (output) dengan masukan (input) dalam suatu organisasi. Sedangkan
Robbins (2005) menyatakan produktivitas sebagai ukuran besarnya biaya
sumberdaya, dan menyamakan produktivitas dengan prestasi kerja.
Mougheli dan Azizi (2011) menyatakan produktivitas adalah budaya,
wawasan rasional untuk bekerja dan hidup, yang bertujuan membuat kegiatan
Japan Productivity Center mendefinisikan produktivitas meliputi memaksimalkan
sumber daya, tenaga kerja, fasilitas dan sejenisnya, dengan cara ilmiah dan
meminimalkan biaya produksi, memperluas peluang pasar, pekerjaan,
menempatkan upaya untuk meningkatkan upah yang realistis, dan meningkatkan
gaya hidup cara yang menguntungkan bagi pekerja, manajer, dan semua
konsumen (Gibson, 2011). Sejalan dengan Sinungan (1995), menyatakan bahwa
pengertian tentang produktivitas dalam beberapa kelompok sebagai berikut: 1)
rumusan tradisional bagi keseluruhan produksi tidak lain adalah ratio apa yang
dihasilkan (output) terhadap keseluruhan peralatan produksi yang digunakan, 2)
produktivitas pada dasarnya adalah suatu sikap mental yang selalu mempunyai
pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini lebih baik dari pada kemarin dan hari
esok lebih baik dan hari ini, dan 3) produktivitas merupakan interaksi terpadu
serasi dan tiga faktor esensial, yakni: investasi termasuk pengetahuan dan
tehnologi serta riset, manajemen dan tenaga kerja.
Gray dan Starke (2004) menyatakan bahwa produktivitas kerja berbeda
dengan prestasi kerja, produktivitas kerja lebih mengarah kepada semangat kerja
yang menggambarkan perasaan dan hubungan keterikatan dengan pekerjaan yang
dihadapi, sehingga produktivitas kerja bisa dinilai oleh persepsi pekerja
sedangkan prestasi kerja merupakan penilaian yang diberikan oleh pasien.
Peningkatan produktivitas dapat meningkatkan proses, hubungan kerja, individu
dan kelompok perilaku dan meningkatkan motivasi kerja, kualitas hidup,
kesejahteraan, status pekerjaan dan tingkat gaji (Tabibi & Maleki, 2005).
mencapai tujuan-tujuannya, dan mencapainya dengan melakukan upaya
transformasi input menjadi output dengan biaya paling rendah.
Berbagai pengertian produktivitas yang dikemukakan para ahli
menunjukkan bahwa produktivitas adalah suatu pendekatan interdisipliner untuk
menentukan tujuan yang efektif, pembuatan rencana aplikasi penggunaan cara
yang produktivitas untuk menggunakan sumber-sumber secara efisien dan tetap
menjaga adanya kualitas yang tinggi. Produktivitas mengikut sertakan
pendayagunaan secara terpadu sumber daya manusia dan ketrampilan barang
modal teknologi manajemen, infomasi, energi dan sumber-sumber lain menuju
pada pengembangan dan peningkatan standar hidup.
2.2.2 Ciri-ciri pegawai yang produktif
Timpe (2000) mengemukakan ciri-ciri pegawai yang produktif yaitu:
1) lebih dari memenuhi kualifikasi pekerjaan, kualifikasi pekerjaan dianggap hal
yang mendasar, karena produktivitas tinggi tidak mungkin tanpa kualifikasi yang
benar, 2) bermotivasi tinggi, motivasi sebagai faktor kritis, pegawai yang
bermotivasi berada pada jalan produktivitas tinggi, 3) mempunyai orientasi
pekerjaan positif, sikap seseorang terhadap tugasnya sangat mempengaruhi
kinerjanya, faktor positif dikatakan sebagai faktor utama produktivitas pegawai,
4) dewasa, pegawai yang dewasa memperlihatkan kinerja yang konsisten dan
hanya memerlukan pengawasan minimal, dan 5) dapat bergaul dengan efektif,
kemampuan untuk menetapkan hubungan antar pribadi yang positif adalah aset
2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas.
Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas menurut Timpe (2000),
adalah sebagai berikut: 1) faktor lingkungan: ekonomi, sosial budaya, hukum dan
politik, 2) faktor individu: motivasi, tujuan, kemampuan, moral, pendidikan,
tingkat penghasilan, gizi dan kesehatan, 3) faktor organisasi: struktur, tehnologi
dan iklim kerja, dan 4) faktor menajerial: komunikasi, kepemimpinan,
pengambilan keputusan, memberikan informasi, menyusun tujuan, penentuan dan
penggunaan sumber daya manusia.
Wignjosoebroto (2003) menyatakan bahwa pada hakekatnya produktivitas
kerja ditentukan oleh 2 (dua) faktor utama yaitu: 1) faktor tehnis, yaitu faktor
yang berhubungan dengan pemakaian dan penerapan fasilitas produksi secara
lebih baik, penerapan metode kerja yang lebih efektif dan efisien, dan atau
penggunaan bahan baku yang lebih ekonomis, dan 2) faktor manusia, yaitu faktor
yang mempunyai pengaruh terhadap usaha yang dilakukan manusia didalam
menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja menurut
Mangkunegara (2007) adalah: 1) kualitas dan kemampuan fisik karyawan
dipengaruhi juga oleh tingkat pendidikan, latihan, motivasi kerja, mental dan
kemampuan fisik karyawan yang bersangkutan, 2) sarana pendukung menyangkut
lingkungan kerja (sarana dan peralatan yang digunakan, tehnologi dan cara
produksi, tingkat keselamatan dan kesehatan kerja serta suasana lingkungan kerja
itu sendiri, kesehatan karyawan yang tercermin dalam system pengupahan dan
didalam perusahaan dipengaruhi juga oleh apa yang terjadi diluarnya, seperti
sumber-sumber faktor produksi yang akan digunakan prospek pemasaran,
perpajakan, perijinan. Selain itu hubungan antara pimpinan dan karyawan juga
mempengaruhi kegiatan kegiatan yang dilakukan sehari-hari. Bagaimana
pandangan pimpinan terhadap bawahan, sejauh mana hak-hak karyawan mendapat
perhatian sejauh mana karyawan diikutsertakan dalam menentukan kebijaksanaan.
Anoraga (2001) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja adalah:
1) Pekerjaan yang menarik, yakni apabila seseorang karyawan senang dan
menurutnya menarik suatu pekerjaan tertentu, maka hasilnya akan jauh lebih
memuaskan dibandigkan dengan suatu pekerjaan yang dianggap biasa-biasa
saja.
2) Upah baik, yakni pada dasarnya seseorang bekerja mengharapkan imbalan yang
sesuai dengan jenis pekerjaannya. Karena adanya upah yang sesuai dengan
keinginan, maka timbul pula rasa gairah kerja.
3) Keamanan dan perlindungan dalam pekerjaan, yakni bekerja pada pekerjaan
yang memerlukan perlindungan tubuh, ataupun juga memberikan training
sebelumnya untuk pekerjaan yang akan dilakukannya. Dengan terpenuhinya
jaminan atas pekerjaan, maka dalam bekerja tidak akan adalagi perasaan
was-was atau ragu
4) Penghayatan atas maksud dan makna pekerjaan, yakni bila seseorang karyawan
tetap tahu kegunaan dari pekerjaan, dan juga sudah tahu betapa sangat
pentingnya pekerjaannya. Maka dalam mengerjakan pekerjaannya karyawan
5) Lingkungan dan suasuana kerja yang baik, yakni hal itu akan membawa
pengaruh yang baik pula pada segala pihak, baik bagi para pekerja, pimpinan
atupun hasil pekerjaannya.
6) Promosi dan perkembangan diri sejalan dengan perkembangan, yakni
seseorang akan bangga terhadap perusahaan tempat dia bekerja apabila
mengalami kemajuan yang pesat, apalagi sampai terkenal di masyarakat. Hal
ini pula yang mengangkat derajat kebanggaan pada diri si pekerja berikut
pekerjaannya. Timbul rasa bangga itu merupakan keuntungan juga bagi
peusahaan Karena secara tidak langsung, si pekerja membawa promosi
perusahaan dan menjaga citra perusahaan agar tetap baik di masyarakat.
7) Merasa terlibat dalam kegiatan-kegiatan organisasi, yakni dengan demikian
pekerja akan merasa bahwa dirinya benar-benar dibutuhkan dalam perusahaan,
dan ada rasa memiliki.
8) Pengertian dan simpati atas persoalan-persoalan pribadi, yakni seorang pekerja
yang diberi perhatian besar oleh pimpinannya akan mendorong motivasi
pekerja untuk bekerja lebih giat lagi melalui pendekatan keluarga.
9) Kesetiaan pemimpin pada si pekerja, yakni kesetiaan merupakan basis dari
kepercayaan pekerja terhadap perusahaan dimana tempat dia bekerja.
10) Disiplin kerja yang keras, yakni biasanya mereka akan merasa enggan akan
displin kerja yang keras tapi tidak juga dipungkiri bahwa disiplin kerja
merupakan salah satu factor yang mempengaruhi produktivitas kerja yaitu
2.2.4 Produktivitas kerja perawat
Produktivitas kerja perawat, sebagai sumber daya manusia di rumah sakit,
menjadi salah satu perhatian utama bagi manajer, maka penting untuk dipelajari
bagaimana untuk meningkatkan produktivitas kerja perawat dan faktor apa yang
terkait dengan produktivitas perawat di rumah sakit. Untuk melihat produktivitas
sumber daya manusia di rumah sakit, dalam hal ini perawat, maka ACHIEVE
models digunakan untuk melihat perspektif perawat di rumah sakit yang telah
diperkenalkan oleh Hersey and Goldsmith(1980), ACHIEVE singkatan dari tujuh
dimensi: kemampuan (ability), kejelasan (clarity), bantuan (help) insentif
(incentive), evaluasi (evaluation), validitas (validity), lingkungan (environment).
Dimensi tersebut adalah:
1. Kemampuan (pengetahuan dan keterampilan) hal ini mengacu pada
pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan tugas sukses yang meliputi
pengetahuan yang berkaitan dengan tugas, pengalaman yang berkaitan dengan
tugas dan manfaat yang terkait dengan tugas.
2. Kejelasan (konsepsi atau imajinasi peran) hal ini sesuai dengan konsepsi dan
penerimaan metode kerja, tempat dan cara untuk berurusan dengan pekerjaan.
Konsepsi ini membutuhkan kejelasan dalam tujuan dan cara berbeda dalam
menjangkau mereka.
3. Bantuan (dukungan organisasi) berupa dukungan organisasi termasuk sumber
daya manusia , anggaran , fasilitas, aksesibilitas produk dan kualitas.
5. Evaluasi (umpan balik operasi) dilakukakan pada tindakan sehari-hari, adanya
umpan balik dan penilaian. Jika orang-orang tidak menyadari kekurangan
mereka, perbaikan tindakan mereka tidak dapat diharapkan.
6. Validitas (ketepatan) hal ini disebut keputusan proporsional dan realistis yang
dibuat oleh manajer untuk sumber daya manusia.
7. Lingkungan (proporsionalitas lingkungan) merupakan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi tindakan bahkan ketika memiliki kemampuan yang
diperlukan, kejelasan, dukungan, dan insentif. Lingkungan berupa komponen
kunci persaingan, perubahan kondisi pasar, peraturan pemerintah, persiapan
dan praktik sumber daya dan lingkungan (faktor luar dan penyesuaian
lingkungan).
2.4 Kompetensi budaya
Fletcher (1997) menyatakan agar mampu memahami budaya, perawat
harus terlebih dahulu menjadi sadar dan peka terhadap budaya. Perawat
menyadari kebutuhan penting untuk lebih berpengetahuan dan kompeten akan
budaya untuk bekerja dengan individu-individu dari beragam budaya
(Compinha-Bacote, 1997). Dalam model ini, kompetensi budaya dipandang sebagai suatu
proses, dan bukan titik akhir, dimana terus menerus berupaya untuk mencapai
kemampuan bekerja secara efektif dalam konteks individu, keluarga, atau
masyarakat dari latar belakang budaya-etnis (Campinha-Bacote, 1997).
1. Kesadaran budaya (cultural awereness). Perawat menjadi sensitif terhadap
nilai-nilai, keyakinan, gaya hidup dan praktik klien, mengeksplorasi nilai-nilai
sendiri, dan jauh dari prasangka. Pemaksaan budaya adalah kecenderungan
untuk memaksakan nilai-nilai budaya sendiri, keyakinan dan pola perilaku
yang diharapkan seseorang pada orang lain dari budaya yang berbeda untuk
diri seseorang. Selama fase kesadaran budaya, perawat menjadi sadar posisi
etnosentris sendiri dan stereotip yang mereka pegang. Secara bertahap, mereka
harus menjadi lebih sensitif terhadap keragaman budaya dan memodifikasi
sikap dan keyakinan mereka sebagai proses melakukan pemeriksaan diri dari
bias sendiri terhadap budaya lain serta eksplorasi mendalam tentang latar
belakang budaya dan profesional seseorang.
2. Pengetahuan budaya (cultural knowledge) proses dimana perawat tahu lebih
banyak tentang budaya dan pandangan yang berbeda yang dimiliki oleh orang
lain. Pemahaman tentang nilai-nilai, keyakinan, praktik dan strategi pemecahan
masalah dari kelompok budaya/etnis yang beragam memungkinkan perawat
untuk mendapatkan kepercayaan dari dalam dirinya. Pengetahuan budaya
mencakup aspek demografi, epidemiologi, sosial-ekonomi dan faktor-faktor
politik, dan praktek gizi dan preferensi, yang berarti dalam memahami variasi
antar kelompok budaya/etnis.
3. Keterampilan budaya (cultural skill) adalah kemampuan melakukan penilaian
budaya untuk mengumpulkan data yang relevan mengenai masalah, serta
4. Pertemuan budaya (cultural encaunters) adalah proses yang mendorong profesional kesehatan untuk langsung terlibat secara langsung untuk
berinteraksi dengan budaya lain dari pertemuan dengan klien dari latar
belakang budaya yang beragam dalam rangka untuk mengubah keyakinan yang
ada tentang kelompok budaya dan untuk mencegah kemungkinan adanya
stereotip.
5. Keinginan budaya (culture desire) adalah motivasi dari profesional kesehatan
untuk ingin terlibat dalam proses menjadi sadar budaya, berpengetahuan
budaya, keterampilan budaya dan pertemuan budaya. Keinginan budaya adalah
membangun spiritual dan penting dari kompetensi budaya yang memberikan
energi sumber dan landasan untuk perjalanan satu terhadap kompetensi budaya.
Oleh karena itu, kompetensi budaya dapat digambarkan sebagai gunung berapi,
yang secara simbolis mewakili bahwa itu adalah keinginan budaya yang
merangsang proses kompetensi budaya (Campinha-Bacote, 2002).
2.5 Peran dan fungsi perawat 2.5.1 Pengertian perawat
Perawat adalah seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara,
membantu dan melindungi seseorang karena sakit, injury, dan proses penuaan
(Harlley, 1997). Menurut Kusnanto (2003), perawat adalah seseorang (seorang
profesional) yang mempunyai kemampuan, tanggung jawab dan kewenangan
melaksanakan pelayanan/asuhan keperawatan pada berbagai jenjang pelayanan
berwewenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan atau
berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan kewenangannya
(Depkes R.I, 2002).
International Council of Nurses (1965), perawat adalah seseorang yang
telah menyelesaikan program pendidikan keperawatan, berwenang di negara
bersangkutan untuk memberikan pelayanan dan bertanggung jawab dalam
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit serta pelayanan terhadap pasien.
2.5.2 Peran perawat
Peran merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap
seseorang sesuai dengan kedudukan dalam sistem, di mana dapat dipengaruhi oleh
keadaan sosial baik dari profesi perawat maupun dari luar profesi keperawatan
yang bersifat konstan.
Doheny, Cook, dan Stopper (1982) mengidentifikasikan beberapa elemen
peran perawat profesional sebagai berikut:
Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari
seseorang pada situasi sosial tertentu (Kozier, 1995).
1. Sebagai pemberi asuhan keperawatan (care giver).Perawat dapat memberikan
pelayanan keperawatan secara langsung dan tidak langsung kepada klien,
menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi: melakukan
pengkajian dalam upaya mengumpulkan data dan informasi yang benar,
menegakkan diagnosa keperawatan berdasarkan hasil analisis data,
merencanakan intervensi keperawatan sebagai upaya mengatasi masalah yang
muncul dan membuat langkah/cara pemecahan masalah, melaksanakan