• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Budaya Organisasi dengan Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Budaya Organisasi dengan Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Kota Medan"

Copied!
153
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN BUDAYA ORGANISASI DENGAN

PRODUKTIVITAS KERJA PERAWAT PELAKSANA

DI RUMAH SAKIT KOTA MEDAN

TESIS

Oleh

HETTI MARLINA PAKPAHAN

127046049 / ADMINISTRASI KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014

(2)

HUBUNGAN BUDAYA ORGANISASI DENGAN

PRODUKTIVITAS KERJA PERAWAT PELAKSANA

DI RUMAH SAKIT KOTA MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk memperoleh Gelar Magister Keperawatan (M.Kep) dalam Program Studi Magister Ilmu Keperawatan

Minat Studi Administrasi Keperawatan pada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Oleh

HETTI MARLINA PAKPAHAN

127046049 / ADMINISTRASI KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)
(4)
(5)

Judul Tesis : Hubungan Budaya Organisasi dengan

Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di Rumah

Sakit Kota Medan

Nama Mahasiswa : Hetti Marlina Pakpahan

Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan

Minat Studi : Administrasi Keperawatan.

Tahun : 2014

ABSTRAK

Budaya organisasi memiliki pengaruh yang kuat di seluruh rumah sakit, selain

menjadi identitas, juga merupakan acuan atau pedoman bagi perilaku perawat.

Hubungan budaya organisasi dengan peningkatan produktivitas kerja perawat

membawa dampak yang positif pada rumah sakit, dimana budaya organisasi dapat

menuntun perawat menjadi produktif. Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui sejauhmana hubungan budaya organisasi (keterlibatan, konsistensi,

penyesuaian, dan misi) dengan produktivitas kerja perawat pelaksana di rumah

sakit kota Medan. Jenis penelitian ini adalah, deskriptif korelasi, dan pengambilan

sampel dengan tehnik Simple random sampling, dengan 160 perawat pelaksana.

Data dianalisa menggunakan Pearson Product Moment. Hasil penelitian di RSU

H. Adam Malik didapatkan bahwa ada korelasi positif dan signifikan budaya

organisasi (keterlibatan, penyesuaian, dan misi) dan produktivitas kerja perawat

pelaksana, dan tidak ada hubungan yang signifikan antara budaya organisasi

(6)

Pirngadi Medan didapatkan tidak ada hubungan budaya organisasi (keterlibatan,

penyesuaian, misi) dengan produktivitas kerja perawat pelaksana, tetapi ada

hubungan yang positif dan signifikan budaya organisasi (konsistensi) dan

produktivitas kerja perawat pelaksana. Budaya organisasi yang tinggi dapat

meningkatkan produktivitas kerja perawat pelaksana. Diharapkan pihak

manajemen di RSUP H. Adam Malik dalam menerapkan budaya organisasi agar

melibatkan perawat pelaksana dalam mengambil kebijakan yang berkaitan dengan

keperawatan, memberikan motivasi kepada perawat untuk tetap memberikan

pelayanan yang terbaik bagi pasien, dan senantiasa mengingatkan perawat tentang

visi dan misi rumah sakit sebagai pedoman dalam memberikan pelayanan dalam

mengambil kebijakan yang berlaku di rumah sakit. Kepada pihak pimpinan RSUD

dr. Pirngadi Medan, agar meningkatkan koordinasi antara tim dan departemen lain

didalam rumah sakit.

(7)

Thesis Title : The Relationship Between Organizational Culture and Work Productivity of Nurse

Practitioners at Hospital in Medan

Name : Hetti Marlina Pakpahan

Study Program : Master of Nursing

Field of Specialization : Nursing Administration

Year : 2014

ABSTRACT

Organizational culture has strong influence in all hospital: beside acting to get

identity, it also becomes a reference or guidance for nurses behavior. The

relationship between organizational cultur and improvement in nurse ‘ work

productivity has positive impact on hospitals, where organizational culture can

direct nurse’ to be productive. The objective of the research was find out the

between of organizational culture (involvement, consistency,adaptability, and

mission) and productivity of nurse practitioners at hospital in Medan. The

research used descriptive corerlation method. The sample consisted of 160 nurse

practitioners, taken by using simple random sampling tehnique. The data were

analyzed by using Pearson Product Moment anylisis. The result of the reseach

conducted at RSUP H. Adam Malik, showed that there was positive and

significant correlation between organizational culture (involvement, adaptability,

and mission) and work productivity of nurse practitioners, but there was

(8)

productivity of nurse practitioners.The result of research, conducted at RSUD. dr.

Pirngadi Medan, showed that there was insignificant correlation between

organizatianal culture (involvement, adaptability, and mission) and work

productivity of nurse practitioners, but there was positive and significant

correlation between organizational culture (consistency) and work productivity of

nurse practitioners. Strong organizational culture could increase work productivity

of nurse practitioners. It is recomended that the management of RSUP. H Adam

Malik, in implementing organizational culture, should involve nurse practitioners,

in making policy wich is related to nursing, give motivation to nurse to always

provide the best service for patient, remind the nurse about vision and mission of

the hospital as guidance in providing service and making the policy wich is in line

with the hospital’regulation. It is recomended that the management of RSUD. dr.

Pirngadi Medan, should improve coordination between the team and other

departement in the hospital.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kasih yang

telah memberikan KaruniaNya sehingga tesis berjudul: “Hubungan Budaya

Organisasi dengan Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Kota

Medan”

Tesis ini disusun untuk melengkapi persyaratan dalam menyelesaikan

Program Studi Magister Ilmu Keperawatan di Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara.

Dengan selesainya tesis ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada

yang terhormat:

1. dr. Dedi Ardinata, M. Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara. Setiawan, SKp, MNS, Ph.D selaku Ketua Program Studi

Magister Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Dewi Elizadiani Suza SKp, MNS, Ph.D selaku pembimbing I Tesis.

3. Diah Arruum SKep, Ns, M.Kep selaku pembimbing II Tesis

4. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina M.Si selaku penguji I Tesis

5. Achmad Fathi, SKep, Ns, MNS selaku Penguji II Tesis

6. dr Lukmanul Hakim, SpK selaku Direktur Utama RSUP H. Adam Malik

Medan yang telah memberi izin pengambilan data untuk keperluan Tesis.

7. Dr. Amran Lubis, Sp.JP (K) FIHA selaku Direktur Utama RSUD dr. Pirngadi

(10)

8. Bimasari Paranginangin SKep, Ns Wakil Kepala Instalasi Rindu A dan Saodah

SKep, Ns Wakil Kepala Instalasi Rindu B Rindu B RSUP Haji Adam Malik,

yang telah membantu dalam pengumpulan data.

9. Hinsa Siburian SKep, Ns, M.Kep, kepala Instalasi Ruang Rawat Inap RSUD

Dr. Pirngadi Medan

10. Sabarina Sitepu SKep, Ns, M.Kep. Indra SKep, Ns. M.Kep, dan Lilis SKep.

Ns, M.Kep yang telah membantu dalam penyempurnaan instrumen penulis.

11. Seluruh perawat pelaksana di RSUP H. Adam Malik dan RSUD Dr.

Pirngadi Medan yang telah berpartisipasi dalam pengumpulan data sehingga

tesis ini dapat selesai.

12. Kepada ibunda T. br Siregar dan seluruh keluarga yang tercinta yang telah

banyak berkorban dalam kehidupan Penulis.

13. Dosen dan Pegawai Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Universitas

Sumatera Utara yang telah berkenan membantu dalam menyelesaikan tesis

ini.

Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pengembangan

keilmuan dan penelitian selanjutnya.

Medan, 8 September 2014

Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Hetti Marlina Pakpahan

Tempat/Tanggal Lahir: Pematang Siantar 12 November 1964

Pekerjaan : Staf Pengajar

Alamat : Jl. Iskandar Muda No.75 Medan

No telephone/HP : 081370229954

Jenjang Pendidikan:

Pendidikan Nama Institusi Tahun Lulus

SD SD N No.3 Perbaungan 1977

SMP SMP Negeri 1 Perbaungan 1981

SMA SMA N 223 Lubuk Pakam 1984

D-3 Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan UDA 1988

Bidan Khusus (B) DepKes Wijaya Kesuma Jakarta 1996

SKM Fakultas Kesehatan Masyarakat USU 2001

S1 Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan UDA 2007

Ners STIKes SU 2002

S2 Keperawatan Magister Ilmu Keperawatan USU 2014

Riwayat Pekerjaan:

Tahun 1988 – 1994 : Perawat RSU Herna Medan

Tahun 1996 – sekarang : Dosen Fakultas Ilmu Keperawatan

(12)

Kegiatan Akademik Penunjang Studi:

Peserta pada acara “Seminar Aplikasi Penelitian Kualitatif Sebagai Landasan

Pengembangan Pengetahuan Bidang Kesehatan” 18 Desember 2012 Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Peserta pada acara “Workshop Menganalisis Data Kualitatif dengan Metode

Content Analysis dan Shoftware Weft-QDA”, 18 Desember 2012 Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Pembicara “Seminar Keperawatan Nursing Leadership Menyongsong Asean

Community 2015, Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Peserta pada acara ”2013 Medan International Nursing Conference, 1-2 April

2013, Hotel Garuda Plaza.

Panitia “Seminar dan Workshop Keperawatan Aplikasi Knowledge

Management dalam Administrasi Keperawatan di Rumah Sakit”, 13-14 Mei

2013, RSU Dr. Pirngadi Medan.

Peserta seminar nasional “Peningkatan Kualitas Pelayanan Kesehatan pada

Neonatus Melalui Implementasi Developmental Care” 10 Oktober 2013.

Universitas Padjajaran Bandung.

Peserta Lokakarya “Menyiapkan NaskahUntuk Publikasi di Jurnal Nasional

Terakreditasi/Jurnal Internasional Bereputasi” angkatan ke-3. 6 Nopember

2013. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

Peserta pada acara “Seminar Diagnostic Reasoning NANDA dan ISDA Basic”,

(13)

Peserta Seminar Utilisasi Metodologi Kuantitatif dan Kualitatif Dalam Riset

Keperawatan dan Kesehatan. 7 Desember 2013. Program Study Magister Ilmu

Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Peserta Workshop Penulisan Proposal Untuk AINEC AWARD 21-22 Maret

2014 Asosiasi Institusi Pendidikan Ners Indonesia (AIPNI).

Peserta pada acara “Seminar Keperawatan The Art of Nursing Care in

Hospital Application”, 17 Mei 2014 Conference Room, R.S. Columbia Asia

Medan.

Peserta pada acara “Sosialisasi Kurikulum Pendidikan Ners” 11-12 Oktober

(14)

DAFTAR ISI 2.1. Budaya Organisasi………....10

2.1.1 Pengertian budaya Organisasi ... 11

2.1.2 Tingkatan Budaya Organisasi ... 13

2.1.3 Dimensi Budaya Organisasi ... 16

2.1.4 Fungsi Budaya Organisasi ... 22

2.1.5 Tipe Budaya organisasi ... 23

2.2. Produktivitas Kerja 2.2.1 Pengertian Produktivitas Kerja ... 24

2.2.2 Ciri-Ciri Pegawai Yang Produktif ... 25

2.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja ... 26

2.2.4 Produktivitas Kerja Perawat ... 28

2.3. Kompetensi Budaya ... 29

2.4. Peran Dan Fungsi Perawat ... 31

2.4.1 Pengertian Perawat ... 32

2.4.2 Peran Perawat ... 33

2.4.3 Fungsi Perawat ... 35

2.5 Kerangka Konsep ... 39

2.6 Hubungan Budaya Organisasi Dengan Produktivitas Kerja Perawat Di Rumah Sakit ... 41

BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 46

3.2 Waktu danTempat ... 46

3.3 Populasi dan Sample ... 47

(15)

3.5 Pengumpulan Data ... 50 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 66

4.2 Hasil Penelitian ... 73

4. 2.1 Hasil Penelitian Data Demografi Responden ... 73

4.2.2 Hasil Penelitian Budaya Organisasi di RumahSakit ... 76

4.2.2.1 Hasil Penelitian Budaya Organisasi di RSUP H. Adam Malik ... 76

4.2.2.2 Hasil Penelitian Budaya Organisasi di RSUD Dr. ... Pirngadi Medan ... 79

4.2 3 Hasil Penelitian Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di ... Rumah Sakit ... 82

4.2.3.1 Hasil Penelitian Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di RSUP H. Adam Malik ... 82

4.2.3.2 Hasil Penelitian Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di RSUD Dr. Pirngadi Medan ... 83

4.2. 4 Hasil Uji Korelasi Budaya Organisasi dan Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit ... 85

5.2 Hubungan Budaya antara Budaya Organisasi (Konsistensi) dengan Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana... 92

5.3 Hubungan Budaya Organisasi (Penyesuaian) dengan Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana ...94

5.4 Hubungan Budaya Organisasi (Misi) dengan Produktivitas Kerja Perawat...98

5.5 Kekuatan Dan Keterbatasan Penelitian ...100

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan... 102

6.2 Saran...102

(16)
(17)

DAFTAR TABEL

Hasil Content Validity Index Revisi Budaya Organisasi dan Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana

Data Demografi Pilot Study…... Data Hasil Pilot Study Budaya Organisasi dan

Produktivitas Kerja Perawat... Hasil Pilot Study Item Budaya Organisasi dan Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana yang dihapus Indikator keberhasilan fungsi Pelayanan di RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2013... Distribusi Data Demografi Responden Di RSUP H. Adam Malik... Distribusi Data Demografi Responden Di RSUD dr. Pirngadi Medan... Hasil Uji Univariat Budaya Organisasi ... Hasil Uji Univariat Budaya Organisasi di RSUP H. Adam Malik... Hasil Uji Univariat Budaya Organisasi di RSUD dr. Pirngadi Medan... Jawaban Responden Tentang Budaya Organisasi di RSUP Haji Adam Malik dan RSUD dr. Pirngadi ...

(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1

Gambar 2

Gambar 3

Model Level Budaya Organisasi …...

Denison Organizational Culture model...

Kerangka Konsep ...

17

18

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1

Lampiran 2

Lampiran 3

Instrumen Budaya organisasi Budaya Organisasi

dan Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana

Bio Data Expert...

Ijin Penelitian ...

127

128

(20)

Judul Tesis : Hubungan Budaya Organisasi dengan

Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di Rumah

Sakit Kota Medan

Nama Mahasiswa : Hetti Marlina Pakpahan

Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan

Minat Studi : Administrasi Keperawatan.

Tahun : 2014

ABSTRAK

Budaya organisasi memiliki pengaruh yang kuat di seluruh rumah sakit, selain

menjadi identitas, juga merupakan acuan atau pedoman bagi perilaku perawat.

Hubungan budaya organisasi dengan peningkatan produktivitas kerja perawat

membawa dampak yang positif pada rumah sakit, dimana budaya organisasi dapat

menuntun perawat menjadi produktif. Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui sejauhmana hubungan budaya organisasi (keterlibatan, konsistensi,

penyesuaian, dan misi) dengan produktivitas kerja perawat pelaksana di rumah

sakit kota Medan. Jenis penelitian ini adalah, deskriptif korelasi, dan pengambilan

sampel dengan tehnik Simple random sampling, dengan 160 perawat pelaksana.

Data dianalisa menggunakan Pearson Product Moment. Hasil penelitian di RSU

H. Adam Malik didapatkan bahwa ada korelasi positif dan signifikan budaya

organisasi (keterlibatan, penyesuaian, dan misi) dan produktivitas kerja perawat

pelaksana, dan tidak ada hubungan yang signifikan antara budaya organisasi

(21)

Pirngadi Medan didapatkan tidak ada hubungan budaya organisasi (keterlibatan,

penyesuaian, misi) dengan produktivitas kerja perawat pelaksana, tetapi ada

hubungan yang positif dan signifikan budaya organisasi (konsistensi) dan

produktivitas kerja perawat pelaksana. Budaya organisasi yang tinggi dapat

meningkatkan produktivitas kerja perawat pelaksana. Diharapkan pihak

manajemen di RSUP H. Adam Malik dalam menerapkan budaya organisasi agar

melibatkan perawat pelaksana dalam mengambil kebijakan yang berkaitan dengan

keperawatan, memberikan motivasi kepada perawat untuk tetap memberikan

pelayanan yang terbaik bagi pasien, dan senantiasa mengingatkan perawat tentang

visi dan misi rumah sakit sebagai pedoman dalam memberikan pelayanan dalam

mengambil kebijakan yang berlaku di rumah sakit. Kepada pihak pimpinan RSUD

dr. Pirngadi Medan, agar meningkatkan koordinasi antara tim dan departemen lain

didalam rumah sakit.

(22)

Thesis Title : The Relationship Between Organizational Culture and Work Productivity of Nurse

Practitioners at Hospital in Medan

Name : Hetti Marlina Pakpahan

Study Program : Master of Nursing

Field of Specialization : Nursing Administration

Year : 2014

ABSTRACT

Organizational culture has strong influence in all hospital: beside acting to get

identity, it also becomes a reference or guidance for nurses behavior. The

relationship between organizational cultur and improvement in nurse ‘ work

productivity has positive impact on hospitals, where organizational culture can

direct nurse’ to be productive. The objective of the research was find out the

between of organizational culture (involvement, consistency,adaptability, and

mission) and productivity of nurse practitioners at hospital in Medan. The

research used descriptive corerlation method. The sample consisted of 160 nurse

practitioners, taken by using simple random sampling tehnique. The data were

analyzed by using Pearson Product Moment anylisis. The result of the reseach

conducted at RSUP H. Adam Malik, showed that there was positive and

significant correlation between organizational culture (involvement, adaptability,

and mission) and work productivity of nurse practitioners, but there was

(23)

productivity of nurse practitioners.The result of research, conducted at RSUD. dr.

Pirngadi Medan, showed that there was insignificant correlation between

organizatianal culture (involvement, adaptability, and mission) and work

productivity of nurse practitioners, but there was positive and significant

correlation between organizational culture (consistency) and work productivity of

nurse practitioners. Strong organizational culture could increase work productivity

of nurse practitioners. It is recomended that the management of RSUP. H Adam

Malik, in implementing organizational culture, should involve nurse practitioners,

in making policy wich is related to nursing, give motivation to nurse to always

provide the best service for patient, remind the nurse about vision and mission of

the hospital as guidance in providing service and making the policy wich is in line

with the hospital’regulation. It is recomended that the management of RSUD. dr.

Pirngadi Medan, should improve coordination between the team and other

departement in the hospital.

(24)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Lok (1997) menyatakan dalam lingkungan rumah sakit, ada banyak unit,

departemen dan kelompok kerja, perawat yang bekerja di kelompok kerja yang

berbeda atau bangsal mungkin memiliki nilai yang berbeda dan keyakinan jika

dibandingkan dengan keseluruhan budaya organisasi (rumah sakit). Menurut

Green dan Thorogood (1998), organisasi rumah sakit dicirikan oleh campuran

heterogen profesional dan staf non-profesional. Rumah sakit juga ditandai dengan

tingkat profesional yang tinggi, suasana keluarga serta keterlibatan karyawan yang

tinggi. Adanya keberagaman dan interaksi yang tinggi antara profesional dan non

profesional akan menghasilkan suatu budaya tertentu dari organisasi itu sendiri,

yang juga membedakan suatu organisasi dengan organisasi lain. Berbagai

kelompok profesi ini akan menghasilkan perilaku individu dan perilaku kelompok

yang pada akhirnya menghasilkan perilaku organisasional dalam melaksanakan

tugas dan fungsinya (Lumbanraja, 2006).

Budaya organisasi merupakan karakter suatu organisasi, yang

mengarahkan hubungan kerja sehari-hari karyawan dan menuntun mereka tentang

berperilaku dan berkomunikasi dalam organisasi, serta membimbing hirarki

perusahaan dibangun dan merangsang tingkah laku staf menjadi produktif

(Marquis & Huston, 2006; Jacobs & Roots, 2010; Tseng, 2010). Lebih lanjut

(25)

suatu organisasi sangat penting, memainkan peranan yang besar dan merupakan

tempat yang menyenangkan dan sehat untuk bekerja. Selain itu budaya organisasi

memiliki pengaruh yang kuat di seluruh rumah sakit tentang hal-hal yang dapat

dipromosikan, keputusan yang dibuat dan bahkan bagaimana bertindak (Arnold,

Capella, & Sumrall, 1987). Sejalan dengan itu hasil penelitian Harvard Business

School (Kotter & Heskett, 1992), menyatakan bahwa budaya organisasi

mempunyai dampak kuat terhadap prestasi kerja suatu organisasi. Teori dan

konsep budaya organisasi diterapkan secara khusus untuk rumah sakit, karena

kemampuan untuk mencapai tujuan bersama tergantung sebagian besar pada

keterkaitan yang efektif antara jiwa anggota organisasi (Denison, 1998). Selain

itu beberapa asumsi tentang budaya, pertama budaya dianggap membantu

organisasi untuk mencapai tujuan strategis atau menyelesaikan masalah, kedua

sebagai kendala atau hambatan karena itu penting bagi anggota kelompok untuk

memiliki proses yang memungkinkan mereka untuk memilah asumsi budaya

tersebut (Schein, 2004).

Penelitian Urrabazo (2006) menyatakan bahwa lingkungan kerja yang

memuaskan dapat dibuat oleh karyawan ketika organisasi memiliki budaya yang

sehat dan dengan demikian memiliki sikap positif terhadap pekerjaan karyawan.

Hal ini dapat menciptakan dan mengidentifikasi dengan memberikan kesempatan

bagi tindakan organisasi, semua anggota akan tetap dalam organisasi apa pun

yang akan terjadi. Penelitian juga menunjukkan bahwa kualitas yang lebih tinggi

pada eksekutif keperawatan memiliki pengaruh positif terhadap budaya organisasi

(26)

organisasi dapat meningkatkan komitmen organisasi dan bahkan kinerja

pelayanan rumah sakit. Budaya organisasi rumah sakit merupakan pedoman atau

acuan untuk mengendalikan perilaku organisasi dan perilaku perawat, tenaga

kesehatan lain dalam berinteraksi antar mereka dan dengan rumah sakit lainnya.

Nilai yang melekat pada rumah sakit memberikan rasa identitas, harapan, dan

aturan yang membantu organisasi mencapai tujuannya (Ivancevich, Konopaske &

Matteson, 2005).

Robbins (1996) menyatakan bahwa organisasi dengan budaya yang lemah,

individu di dalamnya tidak memiliki kesiapan akan terjadinya sebuah perubahan.

Mereka lebih menyukai nilai-nilai, baik individu maupun kelompok yang selama

ini telah dimiliki. Mereka juga lebih menyukai cara kerja yang selama ini telah

mereka lakukan dan menolak adanya perubahan, terutama perubahan yang

menuntut kemampuan dan ketrampilan baru untuk memenuhi tuntutan dan

kewajiban yang diharapkan. Oleh karena itu, profesionalisme keperawatan dan

lingkungan rumah sakit yang menampilkan budaya organisasi yang kuat adalah

dua sumber daya kesehatan yang dapat mempromosikan hasil yang baik pada

pasien. Penelitian ini tidak sesuai dengan Afiah, Maidin dan Bahar (2013) yang

menyatakan bahwa tingkat keterlibatan budaya organisasi perawat dinilai sedang

60%. Menurut Denison dan Mishra (1995) organisasi yang efektif

memberdayakan dan melibatkan orang-orang disekitar mereka, membangun tim,

dan mengembangkan kemampuan semua tingkatan. Penelitian tersebut membantu

untuk meningkatkan pemahaman eksekutif keperawatan untuk dapat

(27)

komitmen organisasi. Pemahaman tentang budaya organisasi menyebabkan

komitmen perawat yang tinggi, dengan kata lain budaya organisasi sangat efektif

dalam mengembangkan kerja yang positif bagi perawat (Hsio & Chang, 2012).

Denison dan Mishra (1995) menyatakan bahwa budaya organisasi terdiri

dari empat dimensi yaitu keterlibatan, konsistensi, adaptasi, dan misi. Hasil

penelitian yang dilakukan Ehtesham, Muhammad, dan Muhammad (2011),

menyatakan bahwa dua dimensi budaya organisasi kemampuan beradaptasi

(adaptability) dan misi (mission) memiliki korelasi yang lebih signifikan dengan

praktik performance management. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan

Doloksaribu (2011), dimensi misi budaya organisasi memiliki pengaruh yang

paling besar dengan koefisien 0.568 yang signifikan pada p < 0.05 terhadap

kinerja manejerial. Penelitian yang sama dari Afiah, Maidin dan Bahar (2013)

tentang budaya dan efektivitas rumah sakit di RSUD Haji Makasar dan RSU

Labuang Baji Makasar, untuk budaya organisasi di RSUD Haji Makasar tingkat

keterlibatan budaya organisasi dinilai sedang 60%, tingkat konsistensi tinggi 90%,

misi 55.6% dan dimensi adaptasi dalam kemampuan organisasi membuat

perubahan intensitas tinggi 83.3%. Budaya organisasi di RSU Labuang Makasar

didapatkan tingkat keterlibatan sedang 56.7%, tingkat konsistensi tinggi sebesar

53.3%, dimensi adaptasi dinilai cukup 76.7%, dimensi misi tinggi sebesar 83.3%.

Secara keseluruhan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa budaya

organisasi yang kuat memengaruhi efektivitas organisasi pada RSUD Haji

Makasar sedangkan di RSUD Labuang Baji, budaya organisasi yang kuat tidak

(28)

Ketut (2010) melakukan penelitian di Rumah Sakit Buleleng, dan

mendapatkan bahwa budaya organisasi mempunyai dampak positif terhadap

kepuasan kerja. Hasil penelitian Yandrawat (2012), di RSUD kabupaten Bekasi

perawat yang merasa puas dalam bekerja hanya sebesar 7.04%, dan yang tidak

puas sebesar 92.96%. Robbins (2007), Jacobs dan Roots (2010), mengemukakan

bahwa terdapat keterkaitan antara budaya organisasi dengan kepuasan kerja,

budaya yang kuat akan mengantarkan kepada kepuasan kerja yang tinggi

sedangkan budaya organisasi yang lemah akan mengantarkan kepada kepuasan

kerja yang rendah. Namun penelitian Tarjo, Tahir, dan Utami (2011), tentang

pengaruh budaya organisasi dan motivasi kerja terhadap kepuasan dan kinerja

perawat di RSUD H. Hanafie Muara Bungo-Jambi, budaya organisasi

berpengaruh tidak signifikan terhadap kepuasan kerja.

Gillies (1994) menyatakan sumber daya manusia perawat merupakan

jumlah terbesar di rumah sakit sekitar 60-70%. Oleh karena itu produktivitas

perawat menjadi sangat penting untuk diperhatikan, khususnya dalam

memberikan pelayanan keperawatan di rumah sakit. Taheri (2007) menyatakan

sumber daya manusia, sebagai sumber yang paling mahal dan paling berharga dari

modal dan organisasi, dianggap sebagai faktor yang paling penting dalam rantai

operasional dari setiap organisasi. Lebih lanjut Taheri menyatakan sumber daya

manusia merupakan faktor yang memengaruhi produktivitas. Produktivitas tingkat

individu sebagai sumber daya manusia dalam organisasi merupakan kategorisasi

yang mendasar dan pondasi untuk tingkat lainnya. Selain itu, kenaikan

(29)

(Abtahi, 2004). Hersey dan Goldsmith (1980) menjelaskan ada tujuh faktor dalam

produktivitas kerja sumber daya manusia: 1) kemampuan (ability), 2) kejelasan

(clarity), 3) bantuan (help), 4) insentif (incentive), 5) evaluasi (evaluation), 6)

validitas (validity), dan 7) lingkungan (environment).

Penelitian Rosa, Nurachmah, dan Budiharto (2012), menemukan

produktivitas kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RSUPN. Dr.

Ciptomangunkusumo kategori buruk. Sejalan dengan penelitian Minarsih (2011),

produktivitas kerja perawat di instalasi rawat inap non bedah (penyakit dalam)

RSUP. Dr Jamil Padang tergolong rendah (54.7 %).

Berbagai konsep teori menjelaskan bahwa nilai-nilai budaya organisasi

yang dianut secara intensif akan memberikan dampak dalam pencapaian tujuan

organisasi dan produktivitas kerja (Ndraha,1997; Robbins,1996). Budaya

organisasi yang kuat akan menumbuh kembangkan rasa tanggung jawab yang

besar dalam diri karyawan sehingga mampu memotivasi untuk menampilkan

kinerja yang paling memuaskan, mencapai tujuan yang lebih baik, dan pada

gilirannya akan memotivasi seluruh anggotanya untuk meningkatkan

produktivitas kerjanya (Robbins & Caulter, 2010).

Hasil observasi yang dilakukan peneliti di RSUP H. Adam Malik perawat

pelaksana mengeluhkan beban kerja yang tinggi, mereka harus melakukan tugas

yang bukan tindakan keperawatan (mengantar pasien untuk pemeriksaan

diagnostik, meresepkan obat dan mengambil obat di farmasi. Jumlah tempat tidur

diruang rawat inap 325 buah, rata-rata pasien yang dirawat 344 orang. Bed

(30)

inap dengan jumlah pasien tidak seimbang, dalam satu bangsal rata-rata pasien per

hari 40-43, perawat yang bertugas pagi hari 7-8 orang, dan sore /malam 3-4

0rang. Klasifikasi tingkat ketergantungan pasien adalah partial (3 jam/pasien).

Angka kepuasan pasien 30-40%.

Observasi yang dilakukan di RSUD dr. Pirngadi Medan mengeluhkan beban

kerja yang tinggi, perawat harus melakukan tugas yang bukan tindakan

keperawatan (mengantar pasien untuk pemeriksaan diagnostik, meresepkan obat

dan mengambil obat di farmasi. Jumlah tempat tidur diruang rawat jumlah pasien

per hari 346. Rata-rata pasien yang dirawat 20-30 orang, perawat yang bertugas

pagi 5-7 orang, dan sore/malam 2-3 orang perawat. Klasifikasi tingkat

ketergantungan pasien adalah partial (3 jam/pasien). Dari 48 dokumentasi asuhan

keperawatan pasien di ruang rawat inap yang di observasi di RSUD dr. Pirngadi

Medan tidak lengkap terutama bagian pengkajian hanya 23% yang terisi, diagnosa

keperawatan 41% dengan menggunakan diagnosa yang sama, dan bagian evaluasi

31%. Perawat hanya mengisi kolom implementasi, hal ini sangat beralasan karena

implementasi merupakan monitoring kegiatan yang telah dilakukan pada pasien.

Dari 43 dokumentasi asuhan keperawatan di ruang rawat inap terpadu RSUP H.

Adam Malik: pada pengkajian 35% tidak lengkap, diagnosa keperawatan 20.8 %

dengan menggunakan diagnosa yang sama, dan bagian evaluasi 100%. Perawat

lebih lengkap mengisi kolom implementasi dan evaluasi, hal ini sangat beralasan

karena implementasi merupakan monitoring kegiatan yang telah dilakukan pada

pasien. Keluhan pasien terhadap perawat adalah administrasi yang berbelit-belit,

(31)

antara perawat dan pasien, dan perawat memperlihatkan wajah yang kurang

ramah. Tindakan keperawatan banyak dilakukan oleh siswa perawat dan dokter

muda.

Berdasarkan fenomena diatas peneliti perlu melakukan penelitian tentang

hubungan budaya organisasi dengan produktivitas kerja perawat di rumah sakit.

Budaya organisai yang baik memberikan implikasi pada peningkatan

produktivitas kerja perawat sehingga dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan

organisasi.

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini mengacu pada latar belakang

dari hasil-hasil penelitian terdahulu. Maka rumusan masalah penelitian ini adalah

sejauhmana hubungan budaya organisasi dengan produktivitas kerja perawat di

rumah sakit.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum

Tujuan umum penelitian adalah untuk mengetahui hubungan budaya

organisasi dengan produktivitas kerja perawat di rumah sakit.

1.3.2 Tujuan khusus

(32)

1. Mengetahui hubungan hubungan budaya organasasi keterlibatan (involvement)

dan produktivitas kerja perawat pelaksana di rumah sakit kota Medan

2. Mengetahui hubungan budaya organisasi konsistensi (consistency) dan

produktivitas kerja perawat pelaksana di rumah sakit.

3. Mengetahui hubungan budaya organisasi penyesuaian (adaptability) dan

produktivitas kerja perawat pelaksana di rumah sakit.

4. Mengetahui hubungan budaya organisasi misi (mission) dan produktivitas kerja

perawat pelaksana di rumah sakit.

1.4 Hipotesa Penelitian

1. Ada hubungan budaya organisasi keterlibatan (involvement) dan produktivitas

kerja perawat di rumah sakit.

2. Ada hubungan budaya organisasi konsistensi (consistency) dan produktivitas

kerja perawat di rumah sakit.

3. Ada hubungan budaya organisasi penyesuaian (adaptability) dan produktivitas

kerja perawat di rumah sakit.

4. Ada hubungan budaya organisasi misi (mission) budaya organisasi dan

produktivitas kerja perawat di rumah sakit.

1.5 Manfaat Peneltian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif untuk

pengembangan keilmuan baik secara teoritis dan praktik bagi dunia keperawatan

diantaranya:

(33)

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pengembangan

pengetahuan serta menjadi evidence khususnya dalam pengajaran diperkuliahan

pada manajemen keperawatan yang berhubungan dengan budaya organisasi.

2. Manfaat praktis bagi rumah sakit

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi

pihak manajemen rumah sakit untuk menanamkan budaya organisasi dan dapat

dijadikan sebagai dasar dalam mengambil kebijakan dengan melibatkan perawat

sebagai sumber daya manusia terbesar.

3. Bagi penelitian keperawatan

Memberikan informasi tentang hubungan budaya organisasi dengan

produktivitas kerja perawat di rumah sakit sehingga berguna bagi para peneliti

yang ingin meneliti faktor-faktor lain yang berkaitan dengan produktivitas kerja

(34)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan kepustakaan akan membahas beberapa aspek yang relevan

dengan penelitian yang akan dilakukan. Adapun aspek-aspek tersebut adalah:

1. Budaya organisasi

1.1 Pengertian budaya organisasi

1.2 Tingkatan (Levels) budaya organisasi

1.3 Dimensi budaya organisasi

1.4 Tipe Budaya organisasi

1.5 Fungsi budaya organisasi

2. Produktivitas Kerja

2.1 Pengertian produktivitas kerja

2.2 Produktivitas kerja perawat

2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja

2.4 Pengukuran produktivitas kerja perawat

3. Kompetensi budaya (culture competence)

4. Peran dan fungsi perawat

4.1 Pengertian perawat

4.2 Peran perawat

4.3 Fungsi perawat

4.4 Tugas perawat

(35)

2.1 Budaya Organisasi

2.1.1 Pengertian budaya organisasi

Schein (1995) mendefinisikan budaya organisasi sebagai pola asumsi

dasar yang ditemukan atau dikembangkan oleh suatu kelompok orang disaat

mereka belajar untuk menyelesaikan masalah-masalah, menyesuaikan diri dengan

lingkungan eksternal dan berintegrasi dengan lingkungan internal. Menurut

Robbins (2003), budaya organisasi merupakan sistem makna bersama terhadap

nilai-nilai primer yang dianut bersama dan dihargai organisasi, yang berfungsi

menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi

lainnya, menciptakan rasa identitas bagi para anggota organisasi, mempermudah

timbulnya komitmen kolektif terhadap organisasi, meningkatkan kemantapan

sistem sosial, serta menciptakan mekanisme pembuat makna dan kendali yang

memandu membentuk sikap dan perilaku para anggota organisasi.

Menurut Denison (1997), Gibson (1996); Robbins dan Coulter (2005),

budaya organisasi adalah nilai-nilai, keyakinan dan prinsip-prinsip dasar yang

merupakan landasan bagi sistem dan praktik-praktik manajemen serta perilaku

yang meningkatkan dan menguatkan prinsip-prinsip tersebut. Kreitner dan Kinicki

(2003) memberi batasan budaya organisasi sebagai nilai dan keyakinan bersama

yang mendasari identitas organisasi yang berfungsi sebagai pemberi rasa identitas

kepada anggota, mempromosikan komitmen kolektif, meningkatkan stabilitas

sistem sosial, serta mengendalikan perilaku para anggota. Schein (1992)

mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu pola dari asumsi-asumsi dasar

(36)

dengan maksud agar organisasi belajar mengatasi atau menanggulangi

masalah-masalah yang timbul akibat adaptasi eksternal dan integrasi internal yang sudah

berjalan dengan cukup baik, sehingga perlu diajarkan kepada anggota-anggota

baru sebagai cara yang benar untuk memahami, memikirkan dan merasakan

berkenaan dengan masalah-masalah tersebut. Budaya organisasi juga mencakup

nilai-nilai dan standar-standar yang mengarahkan perilaku pelaku organisasi dan

menentukan arah organisasi secara keseluruhan. Organisasi yang berbeda sering

memiliki budaya yang unik dan subkultur, kelompok-kelompok dalam suatu

organisasi dapat memiliki nilai-nilai mereka sendiri baik dalam sikap, bahasa, dan

pola perilaku (Cameron & Quinn, 1999). Budaya organisasi diwujudkan dalam

ciri khas organisasi, budaya organisasi harus dianggap sebagai cara yang tepat di

mana hal-hal yang dilakukan atau masalah harus dipahami dalam organisasi. Hal

ini diterima secara luas bahwa budaya organisasi didefinisikan sebagai nilai-nilai

dan keyakinan yang berakar dimiliki oleh personil dalam sebuah organisasi.

Berdasarkan uraian diatas, meskipun konsep budaya organisasi

memunculkan perspektif yang beragam, terdapat kesepakatan di antara para ahli

dalam hal mendefinisikan budaya organisasi. Bahwa budaya organisasi berkaitan

dengan sistem makna bersama yang diyakini oleh anggota organisasi. Budaya

organisasi itu sendiri membedakan dengan organisasi lain dan menjadi identitas

dari suatu organisasi.

2.1.2 Tingkatan budaya organisasi

Teori yang dikemukakan Schein (2004 ), mengungkapkan bahwa budaya

(37)

1. Artifak (artifacts)dimensi budaya organisasi yang paling terlihat bersifat kasat

mata tetapi seringkali tidak dapat diartikan. Tingkat analisis artifak terdiri dari

lingkungan fisik organisasi, arsitektur, teknologi, tata letak kantor, cara

berpakaian, pola perilaku yang dapat dilihat atau didengar, serta

dokumen-dokumen publik seperti anggaran dasar, materi orientasi karyawan, dan cerita.

2. Nilai (espoused beliefs and values) semua pembelajaran organisasi

merefleksikan nilai-nilai anggota organisasi yang menetap dalam prilaku atau

pikiran, perasaan mereka mengenai apa yang seharusnya berbeda dengan apa

yang adanya yang ditetapkan oleh pendiri atau top management.

3. Asumsi dasar (underlying assumption) merupakan inti dari budaya yang

tertanam dan diterima begitu saja (taken for granted), tidak kasat mata, dan

tidak disadari. Hubungan dengan lingkungan, sifat realitas, waktu dan ruang,

karakteristik sifat manusia, sifat aktivitas manusia, sifat dari hubungan antar

(38)

Dimensi budaya organisasi yang paling terlihat

bersifat kasat mata tetapi seringkali tidak dapat

diartikan

Strategi tujuan dan philosophy

Budaya diterima begitu saja,

tidak kasat mata, dan tidak disadari

Gambar: 1 Model Level Budaya (Schein, 1992).

Elemen diatas dilukiskan pada garis vertikal dua arah, asumsi dasar yang

diterima secara berturut-turut akan mempengaruhi nilai-nilai organisasi yang lebih

dapat diterima baik oleh lingkungan internal maupun lingkungan eksternal

organisasi. Kemudian nilai-nilai organisasi akan mempengaruhi artifak dan kreasi

manusia dalam lingkungan internal organisasi. Sebaliknya artifak dan kreasi

manusia juga akan mempengaruhi nilai-nilai organisasi yang secara tidak

langsung akan mempengaruhi asumsi dasarnya.

Budaya organisasi di rumah sakit terdiri dari empat elemen dasar: 1)

mereka memiliki nilai-nilai, konsep dasar dan keyakinan bagi organisasi, 2)

mereka memiliki orang yang mewujudkan nilai-nilai budaya dan berfungsi Artifak

Nilai –Nilai

(39)

sebagai model peran nyata bagi karyawan untuk mengikuti, 3) mereka

menciptakan ritual dan upacara untuk melakukan sistematis rutinitas kehidupan

sehari-hari di rumah sakit, dan 4) budaya merupakan jaringan alat utama

komunikasi dalam rumah sakit (Arnold et al., 1987).

2.1.3 Dimensi budaya Organisasi

Denison dan Mishra (1995) dalam penelitiannya menyatakan ada empat

trait budaya organisasi:1) keterlibatan (involvement): membangun kapabilitas

karyawan dan rasa memiliki, 2) penyesuaian (adaptability): menterjemahkan

kebutuhan lingkungan bisnis dalam tindakan, 3) konsistensi (consistency):

mendefinisikan nilai-nilai dan sistim organisasi yang menjadi dasar organisasi

yang kuat, dan 4) misi (mission): mendefinisikan perlunya arahan jangka panjang

bagi organisasi.

Gambar: 2 Denison Organizational Culture Model

1. Keterlibatan (involvement)

Organisasi yang efektif memberdayakan dan melibatkan orang-orang disekitar

(40)

Anggota organisasi berkomitmen untuk pekerjaan mereka, dan merasa kuat

rasa kepemilikan. Keterlibatan adalah faktor kunci dalam budaya organisasi,

yang merupakan karakteristik nilai dari organisasi yang menempatkan

pandangan tentang pentingnya keterlibatan seluruh pergawai yang bekerjasama

dalam mencapai tujuan organisasi. Orang-orang di semua tingkatan merasa

bahwa mereka memiliki setidaknya beberapa masukan dalam keputusan yang

akan mempengaruhi mereka bekerja, dan merasa bahwa pekerjaan mereka

terhubung langsung ke tujuan organisasi. Hal ini memungkinkan keterlibatan

yang tinggi dari organisasi yang mengandalkan sistim pengawasan informal,

sukarela dan implisit. Dalam model ini, sifat ini diukur dengan tiga indeks:

1) Pemberdayaan (empowerment)

Individu memiliki wewenang, inisiatif dan kemampuan untuk mengelola

pekerjaan mereka sendiri. Hal ini menciptakan rasa kepemilikan dan tanggung

jawab terhadap organisasi.

2) Orientasi tim (team orientation)

Nilai ditempatkan pada bekerja secara kooperatif menuju tujuan bersama bagi

seluruh karyawan dan saling akuntabel. Organisasi bergantung pada usaha

tim untuk mendapatkan pekerjaan yang dilakukan.

3) Pengembangan kemampuan (capability development)

Organisasi terus-menerus berinvestasi dalam pengembangan keterampilan

(41)

2. Penyesuaian (Adtability)

Penyesuaian merupakan kebutuhan organisasi dalam melaksanakan kegiatan

dalam lingkungan organisasi tersebut, dimana organisasi memegang nilai dan

kepercayaan yang mendukung kapabilitas dalam menerima,

menginterpretasikan dan menterjemahkan tanda-tanda dari lingkungan kedalam

perubahan prilaku internal dari organisasi. Meskipun beberapa keuntungan

alami organisasi yang terintegrasi dengan baik, mereka juga bisa menjadi yang

paling adaptif dan yang paling sulit untuk berubah. Integrasi internal dan

adaptasi eksternal dapat bertentangan. Adaptasi organisasi menerjemahkan

tuntutan lingkungan organisasi ke dalam tindakan. Mereka mengambil risiko,

belajar dari kesalahan mereka, dan memiliki kemampuan dan pengalaman

untuk menciptakan perubahan. Mereka terus meningkatkan kemampuan

organisasi untuk memberikan nilai bagi pelanggan dengan menciptakan sistem

norma dan keyakinan yang mendukung kapasitas organisasi untuk menerima,

menafsirkan, dan menerjemahkan sinyal dari lingkungan ke dalam sistem

internal yang meningkatkan kemungkinan organisasi untuk kelangsungan

hidup dan pertumbuhan. Organisasi yang kuat dalam kemampuan beradaptasi

biasanya mengalami pertumbuhan penjualan dan peningkatan pangsa pasar.

Dalam model ini, diukur dengan tiga indeks :

1) Membuat perubahan (creating change)

Organisasi mampu menciptakan cara-cara adaptif untuk memenuhi perubahan

kebutuhan. Hal ini dapat membaca bisnis lingkungan, bereaksi dengan cepat

(42)

2) Fokus pada pelanggan (costumer focus)

Organisasi memahami dan bereaksi terhadap pelanggan dan mengantisipasi

kebutuhan masa depan mereka. Hal ini mencerminkan sejauh mana organisasi

tersebut didorong oleh kekhawatiran untuk memuaskan pelanggan mereka.

3) Belajar organisasi (organizational learning)

Organisasi menerima, menerjemahkan, dan menafsirkan sinyal dari lingkungan

menjadi peluang untuk mendorong inovasi, memperoleh pengetahuan, dan

mengembangkan kemampuan.

3. Misi (mission)

Misi adalah arahan pada pada pencapaian tujuan jangka panjang yang

bermakna pada organisasi (meaningfull long term). Misi menjelaskan tujuan

dan arti yang diterjemahkan dalam tujuan ekternal organisasi. Organisasi yang

sukses juga memiliki tujuan yang jelas dan arah yang mendefinisikan tujuan

organisasi dan tujuan strategis dan mengungkapkan visi tentang apa organisasi

akan terlihat seperti di masa depan. Sebuah misi memberikan tujuan dan arti

dengan mendefinisikan peran sosial dan tujuan eksternal bagi organisasi. Ini

menyediakan arah dan tujuan yang berfungsi untuk menentukan tindakan yang

tepat bagi organisasi dan yang jelas anggota. Rasa misi memungkinkan

organisasi untuk membentuk perilaku saat ini dengan membayangkan masa

depan yang diinginkan organisasi. Mampu menginternalisasi dan

mengidentifikasi dengan misi organisasi kontribusi untuk pendek dan jangka

panjang komitmen terhadap organisasi. Dalam model ini, sifat ini diukur

(43)

1) Arah strategis dan maksud (strategic direction and intent)

Niat strategis yang jelas menyampaikan tujuan organisasi dan membuat jelas

berapa orang dapat berkontribusi dan membuat tanda mereka pada industri.

2) Tujuan dan sasaran (goals and objectives)

Satu kesatuan yang jelas dari tujuan dan sasaran dapat dihubungkan dengan

misi, visi dan strategi, dan memberikan arah yang jelas dalam pekerjaan

merekakepada semua orang.

3) Visi (vision)

Organisasi memiliki pandangan bersama tentang masa depan yang diinginkan.

Hal ini mewujudkan nilai-nilai inti dan menangkap hati dan pikiran anggota

organisasi, sambil memberikan bimbingan dan arahan pada mereka.

4. Konsistensi (consistency)

Konsistensi adalah nilai dan sistem yang mendasari kekuatan suatu budaya.

Nilai ini memfokuskan pada integrasi sumber-sumber organisasi koordinasi

dan sistim kontrol dan konsistensi organisasi dalam mengembangkan sistim

yang efektif dalam melaksanakan kegiatan organisasi. Karakteristik konsistensi

meliputi koordinasi, integrasi, kesepakatan dan nilai-nilai inti.

Organisasi-organisasi yang efektif ketika mereka konsisten dan terintegrasi dengan baik.

Perilaku ini berakar pada satu set nilai-nilai inti, pemimpin dan pengikut yang

terampil di mencapai kesepakatan dan menggabungkan beragam titik pandang,

dan kegiatan organisasi yang terkoordinasi dengan baik dan terintegrasi.

Organisasi yang konsisten mengembangkan pola pikir dan menciptakan sistem

(44)

dukungan konsensual. Sistem kontrol implisit ini dapat menjadi sarana yang

lebih efektif untuk mencapai koordinasi dan integrasi dari sistem eksternal

kontrol yang mengandalkan aturan dan peraturan eksplisit.

Organisasi-organisasi ini telah memiliki komitmen karyawan yang tinggi, metode yang

berbeda dalam melakukan bisnis, kecenderungan untuk mempromosikan dari

dalam dan luar. Jenis konsistensi merupakan sumber yang kuat dari stabilitas

dan integrasi internal. Dalam model ini konsistensi diukur dengan tiga indeks:

1) Nilai inti (core values)

Anggota organisasi berbagi satu set nilai-nilai yang menciptakan rasa identitas

dan satu set harapan yang jelas.

2) Perjanjian (aggrement)

Anggota organisasi mampu mencapai kesepakatan tentang isu-isu penting. Ini

mencakup baik tingkat yang mendasari kesepakatan dan kemampuan untuk

mendamaikan perbedaan ketika mereka terjadi.

3. Koordinasi dan integrasi (coordination and intergration)

Fungsi dan unit organisasi yang berbeda dapat bekerja sama dengan baik untuk

mencapai tujuan bersama. Batas-batas organisasi tidak mengganggu

mendapatkan pekerjaan yang dilakukan.

2.1.4 Fungsi budaya organisasi

Menurut Robbins (1996) fungsi budaya organisasi terdiri dari : 1) budaya

menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain, 2) budaya

membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi, 3) budaya

(45)

kepentingan diri individual seseorang, 4) budaya merupakan perekat sosial yang

membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar

yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan, dan 5) budaya sebagai mekanisme

pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku

karyawan

2.1.6 Tipe budaya organisasi

Menurut Kreitner dan Kinicki (2003), terdapat tiga tipe umum budaya

organisasi yaitu :

1. Budaya konstruktif adalah budaya dimana para karyawan didorong untuk

berinteraksi dengan orang lain dan mengerjakan tugas dan proyeknya dengan

cara yang akan membantu mereka dalam memuaskan kebutuhannya,

berhubungan dengan pencapaian tujuan aktualisasi diri, penghargaan yang

manusiawi, dan persatuan.

2. Budaya pasif-defensif bercirikan keyakinan yang memungkinkan bahwa

karyawan berinteraksi dengan karyawan lain dengan cara yang tidak

mengancam keamanan kerjanya sendiri. Budaya ini mendorong keyakinan

normatif yang berhubungan dengan persetujuan, konvensional, ketergantungan,

dan penghindaran.

3. Budaya agresif-defensifmendorong karyawannya untuk mengerjakan tugasnya

dengan keras untuk melindungi keamanan kerja dan status mereka. Tipe

budaya ini lebih bercirikan keyakinan normatif yang mencerminkan oposisi,

kekuasaan dan kompetitif. Setiap tipe berhubungan dengan seperangkat

(46)

pemikiran dan keyakinan individu mengenai bagaimana anggota dari sebuah

kelompok atau organisasi tertentu diharapkan menjalankan tugasnya dan

berinteraksi dengan orang lain.

2.2 Produktivitas kerja

2.2.1 Pengertian produktivitas kerja

Banyak pengertian tentang produktivitas yang dikemukan oleh para ahli

tergantung bagaimana para ahli untuk menempatkannya. Para ilmuwan telah

menyumbang berbagai tingkatan produktivitas. Tingkatan tersebut adalah

1) tingkat individu, 2) tingkat kerja kelompok, 3) tingkat organisasi, 4) tingkat

lapangan (perdagangan, jasa, industri dan pertanian), 5) tingkat ekonomi, dan

6) tingkat dunia (Mougheli & Azizi, 2011). Kategorisasi tingkat individu

merupakan dasar dan pondasi untuk tingkat lainnya, kenaikan produktivitas di

tingkat individu akan meningkatkan produktivitas tingkat lainnya (Abtahi, 2004).

Produktivitas sumber daya manusia merupakan komponen penting dalam

organisasi.

Huber (1996) menyatakan bahwa produktivitas kerja adalah perbandingan

antara hasil (output) dengan masukan (input) dalam suatu organisasi. Sedangkan

Robbins (2005) menyatakan produktivitas sebagai ukuran besarnya biaya

sumberdaya, dan menyamakan produktivitas dengan prestasi kerja.

Mougheli dan Azizi (2011) menyatakan produktivitas adalah budaya,

wawasan rasional untuk bekerja dan hidup, yang bertujuan membuat kegiatan

(47)

Japan Productivity Center mendefinisikan produktivitas meliputi memaksimalkan

sumber daya, tenaga kerja, fasilitas dan sejenisnya, dengan cara ilmiah dan

meminimalkan biaya produksi, memperluas peluang pasar, pekerjaan,

menempatkan upaya untuk meningkatkan upah yang realistis, dan meningkatkan

gaya hidup cara yang menguntungkan bagi pekerja, manajer, dan semua

konsumen (Gibson, 2011). Sejalan dengan Sinungan (1995), menyatakan bahwa

pengertian tentang produktivitas dalam beberapa kelompok sebagai berikut: 1)

rumusan tradisional bagi keseluruhan produksi tidak lain adalah ratio apa yang

dihasilkan (output) terhadap keseluruhan peralatan produksi yang digunakan, 2)

produktivitas pada dasarnya adalah suatu sikap mental yang selalu mempunyai

pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini lebih baik dari pada kemarin dan hari

esok lebih baik dan hari ini, dan 3) produktivitas merupakan interaksi terpadu

serasi dan tiga faktor esensial, yakni: investasi termasuk pengetahuan dan

tehnologi serta riset, manajemen dan tenaga kerja.

Gray dan Starke (2004) menyatakan bahwa produktivitas kerja berbeda

dengan prestasi kerja, produktivitas kerja lebih mengarah kepada semangat kerja

yang menggambarkan perasaan dan hubungan keterikatan dengan pekerjaan yang

dihadapi, sehingga produktivitas kerja bisa dinilai oleh persepsi pekerja

sedangkan prestasi kerja merupakan penilaian yang diberikan oleh pasien.

Peningkatan produktivitas dapat meningkatkan proses, hubungan kerja, individu

dan kelompok perilaku dan meningkatkan motivasi kerja, kualitas hidup,

kesejahteraan, status pekerjaan dan tingkat gaji (Tabibi & Maleki, 2005).

(48)

mencapai tujuan-tujuannya, dan mencapainya dengan melakukan upaya

transformasi input menjadi output dengan biaya paling rendah.

Berbagai pengertian produktivitas yang dikemukakan para ahli

menunjukkan bahwa produktivitas adalah suatu pendekatan interdisipliner untuk

menentukan tujuan yang efektif, pembuatan rencana aplikasi penggunaan cara

yang produktivitas untuk menggunakan sumber-sumber secara efisien dan tetap

menjaga adanya kualitas yang tinggi. Produktivitas mengikut sertakan

pendayagunaan secara terpadu sumber daya manusia dan ketrampilan barang

modal teknologi manajemen, infomasi, energi dan sumber-sumber lain menuju

pada pengembangan dan peningkatan standar hidup.

2.2.2 Ciri-ciri pegawai yang produktif

Timpe (2000) mengemukakan ciri-ciri pegawai yang produktif yaitu:

1) lebih dari memenuhi kualifikasi pekerjaan, kualifikasi pekerjaan dianggap hal

yang mendasar, karena produktivitas tinggi tidak mungkin tanpa kualifikasi yang

benar, 2) bermotivasi tinggi, motivasi sebagai faktor kritis, pegawai yang

bermotivasi berada pada jalan produktivitas tinggi, 3) mempunyai orientasi

pekerjaan positif, sikap seseorang terhadap tugasnya sangat mempengaruhi

kinerjanya, faktor positif dikatakan sebagai faktor utama produktivitas pegawai,

4) dewasa, pegawai yang dewasa memperlihatkan kinerja yang konsisten dan

hanya memerlukan pengawasan minimal, dan 5) dapat bergaul dengan efektif,

kemampuan untuk menetapkan hubungan antar pribadi yang positif adalah aset

(49)

2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas.

Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas menurut Timpe (2000),

adalah sebagai berikut: 1) faktor lingkungan: ekonomi, sosial budaya, hukum dan

politik, 2) faktor individu: motivasi, tujuan, kemampuan, moral, pendidikan,

tingkat penghasilan, gizi dan kesehatan, 3) faktor organisasi: struktur, tehnologi

dan iklim kerja, dan 4) faktor menajerial: komunikasi, kepemimpinan,

pengambilan keputusan, memberikan informasi, menyusun tujuan, penentuan dan

penggunaan sumber daya manusia.

Wignjosoebroto (2003) menyatakan bahwa pada hakekatnya produktivitas

kerja ditentukan oleh 2 (dua) faktor utama yaitu: 1) faktor tehnis, yaitu faktor

yang berhubungan dengan pemakaian dan penerapan fasilitas produksi secara

lebih baik, penerapan metode kerja yang lebih efektif dan efisien, dan atau

penggunaan bahan baku yang lebih ekonomis, dan 2) faktor manusia, yaitu faktor

yang mempunyai pengaruh terhadap usaha yang dilakukan manusia didalam

menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja menurut

Mangkunegara (2007) adalah: 1) kualitas dan kemampuan fisik karyawan

dipengaruhi juga oleh tingkat pendidikan, latihan, motivasi kerja, mental dan

kemampuan fisik karyawan yang bersangkutan, 2) sarana pendukung menyangkut

lingkungan kerja (sarana dan peralatan yang digunakan, tehnologi dan cara

produksi, tingkat keselamatan dan kesehatan kerja serta suasana lingkungan kerja

itu sendiri, kesehatan karyawan yang tercermin dalam system pengupahan dan

(50)

didalam perusahaan dipengaruhi juga oleh apa yang terjadi diluarnya, seperti

sumber-sumber faktor produksi yang akan digunakan prospek pemasaran,

perpajakan, perijinan. Selain itu hubungan antara pimpinan dan karyawan juga

mempengaruhi kegiatan kegiatan yang dilakukan sehari-hari. Bagaimana

pandangan pimpinan terhadap bawahan, sejauh mana hak-hak karyawan mendapat

perhatian sejauh mana karyawan diikutsertakan dalam menentukan kebijaksanaan.

Anoraga (2001) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja adalah:

1) Pekerjaan yang menarik, yakni apabila seseorang karyawan senang dan

menurutnya menarik suatu pekerjaan tertentu, maka hasilnya akan jauh lebih

memuaskan dibandigkan dengan suatu pekerjaan yang dianggap biasa-biasa

saja.

2) Upah baik, yakni pada dasarnya seseorang bekerja mengharapkan imbalan yang

sesuai dengan jenis pekerjaannya. Karena adanya upah yang sesuai dengan

keinginan, maka timbul pula rasa gairah kerja.

3) Keamanan dan perlindungan dalam pekerjaan, yakni bekerja pada pekerjaan

yang memerlukan perlindungan tubuh, ataupun juga memberikan training

sebelumnya untuk pekerjaan yang akan dilakukannya. Dengan terpenuhinya

jaminan atas pekerjaan, maka dalam bekerja tidak akan adalagi perasaan

was-was atau ragu

4) Penghayatan atas maksud dan makna pekerjaan, yakni bila seseorang karyawan

tetap tahu kegunaan dari pekerjaan, dan juga sudah tahu betapa sangat

pentingnya pekerjaannya. Maka dalam mengerjakan pekerjaannya karyawan

(51)

5) Lingkungan dan suasuana kerja yang baik, yakni hal itu akan membawa

pengaruh yang baik pula pada segala pihak, baik bagi para pekerja, pimpinan

atupun hasil pekerjaannya.

6) Promosi dan perkembangan diri sejalan dengan perkembangan, yakni

seseorang akan bangga terhadap perusahaan tempat dia bekerja apabila

mengalami kemajuan yang pesat, apalagi sampai terkenal di masyarakat. Hal

ini pula yang mengangkat derajat kebanggaan pada diri si pekerja berikut

pekerjaannya. Timbul rasa bangga itu merupakan keuntungan juga bagi

peusahaan Karena secara tidak langsung, si pekerja membawa promosi

perusahaan dan menjaga citra perusahaan agar tetap baik di masyarakat.

7) Merasa terlibat dalam kegiatan-kegiatan organisasi, yakni dengan demikian

pekerja akan merasa bahwa dirinya benar-benar dibutuhkan dalam perusahaan,

dan ada rasa memiliki.

8) Pengertian dan simpati atas persoalan-persoalan pribadi, yakni seorang pekerja

yang diberi perhatian besar oleh pimpinannya akan mendorong motivasi

pekerja untuk bekerja lebih giat lagi melalui pendekatan keluarga.

9) Kesetiaan pemimpin pada si pekerja, yakni kesetiaan merupakan basis dari

kepercayaan pekerja terhadap perusahaan dimana tempat dia bekerja.

10) Disiplin kerja yang keras, yakni biasanya mereka akan merasa enggan akan

displin kerja yang keras tapi tidak juga dipungkiri bahwa disiplin kerja

merupakan salah satu factor yang mempengaruhi produktivitas kerja yaitu

(52)

2.2.4 Produktivitas kerja perawat

Produktivitas kerja perawat, sebagai sumber daya manusia di rumah sakit,

menjadi salah satu perhatian utama bagi manajer, maka penting untuk dipelajari

bagaimana untuk meningkatkan produktivitas kerja perawat dan faktor apa yang

terkait dengan produktivitas perawat di rumah sakit. Untuk melihat produktivitas

sumber daya manusia di rumah sakit, dalam hal ini perawat, maka ACHIEVE

models digunakan untuk melihat perspektif perawat di rumah sakit yang telah

diperkenalkan oleh Hersey and Goldsmith(1980), ACHIEVE singkatan dari tujuh

dimensi: kemampuan (ability), kejelasan (clarity), bantuan (help) insentif

(incentive), evaluasi (evaluation), validitas (validity), lingkungan (environment).

Dimensi tersebut adalah:

1. Kemampuan (pengetahuan dan keterampilan) hal ini mengacu pada

pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan tugas sukses yang meliputi

pengetahuan yang berkaitan dengan tugas, pengalaman yang berkaitan dengan

tugas dan manfaat yang terkait dengan tugas.

2. Kejelasan (konsepsi atau imajinasi peran) hal ini sesuai dengan konsepsi dan

penerimaan metode kerja, tempat dan cara untuk berurusan dengan pekerjaan.

Konsepsi ini membutuhkan kejelasan dalam tujuan dan cara berbeda dalam

menjangkau mereka.

3. Bantuan (dukungan organisasi) berupa dukungan organisasi termasuk sumber

daya manusia , anggaran , fasilitas, aksesibilitas produk dan kualitas.

(53)

5. Evaluasi (umpan balik operasi) dilakukakan pada tindakan sehari-hari, adanya

umpan balik dan penilaian. Jika orang-orang tidak menyadari kekurangan

mereka, perbaikan tindakan mereka tidak dapat diharapkan.

6. Validitas (ketepatan) hal ini disebut keputusan proporsional dan realistis yang

dibuat oleh manajer untuk sumber daya manusia.

7. Lingkungan (proporsionalitas lingkungan) merupakan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi tindakan bahkan ketika memiliki kemampuan yang

diperlukan, kejelasan, dukungan, dan insentif. Lingkungan berupa komponen

kunci persaingan, perubahan kondisi pasar, peraturan pemerintah, persiapan

dan praktik sumber daya dan lingkungan (faktor luar dan penyesuaian

lingkungan).

2.4 Kompetensi budaya

Fletcher (1997) menyatakan agar mampu memahami budaya, perawat

harus terlebih dahulu menjadi sadar dan peka terhadap budaya. Perawat

menyadari kebutuhan penting untuk lebih berpengetahuan dan kompeten akan

budaya untuk bekerja dengan individu-individu dari beragam budaya

(Compinha-Bacote, 1997). Dalam model ini, kompetensi budaya dipandang sebagai suatu

proses, dan bukan titik akhir, dimana terus menerus berupaya untuk mencapai

kemampuan bekerja secara efektif dalam konteks individu, keluarga, atau

masyarakat dari latar belakang budaya-etnis (Campinha-Bacote, 1997).

(54)

1. Kesadaran budaya (cultural awereness). Perawat menjadi sensitif terhadap

nilai-nilai, keyakinan, gaya hidup dan praktik klien, mengeksplorasi nilai-nilai

sendiri, dan jauh dari prasangka. Pemaksaan budaya adalah kecenderungan

untuk memaksakan nilai-nilai budaya sendiri, keyakinan dan pola perilaku

yang diharapkan seseorang pada orang lain dari budaya yang berbeda untuk

diri seseorang. Selama fase kesadaran budaya, perawat menjadi sadar posisi

etnosentris sendiri dan stereotip yang mereka pegang. Secara bertahap, mereka

harus menjadi lebih sensitif terhadap keragaman budaya dan memodifikasi

sikap dan keyakinan mereka sebagai proses melakukan pemeriksaan diri dari

bias sendiri terhadap budaya lain serta eksplorasi mendalam tentang latar

belakang budaya dan profesional seseorang.

2. Pengetahuan budaya (cultural knowledge) proses dimana perawat tahu lebih

banyak tentang budaya dan pandangan yang berbeda yang dimiliki oleh orang

lain. Pemahaman tentang nilai-nilai, keyakinan, praktik dan strategi pemecahan

masalah dari kelompok budaya/etnis yang beragam memungkinkan perawat

untuk mendapatkan kepercayaan dari dalam dirinya. Pengetahuan budaya

mencakup aspek demografi, epidemiologi, sosial-ekonomi dan faktor-faktor

politik, dan praktek gizi dan preferensi, yang berarti dalam memahami variasi

antar kelompok budaya/etnis.

3. Keterampilan budaya (cultural skill) adalah kemampuan melakukan penilaian

budaya untuk mengumpulkan data yang relevan mengenai masalah, serta

(55)

4. Pertemuan budaya (cultural encaunters) adalah proses yang mendorong profesional kesehatan untuk langsung terlibat secara langsung untuk

berinteraksi dengan budaya lain dari pertemuan dengan klien dari latar

belakang budaya yang beragam dalam rangka untuk mengubah keyakinan yang

ada tentang kelompok budaya dan untuk mencegah kemungkinan adanya

stereotip.

5. Keinginan budaya (culture desire) adalah motivasi dari profesional kesehatan

untuk ingin terlibat dalam proses menjadi sadar budaya, berpengetahuan

budaya, keterampilan budaya dan pertemuan budaya. Keinginan budaya adalah

membangun spiritual dan penting dari kompetensi budaya yang memberikan

energi sumber dan landasan untuk perjalanan satu terhadap kompetensi budaya.

Oleh karena itu, kompetensi budaya dapat digambarkan sebagai gunung berapi,

yang secara simbolis mewakili bahwa itu adalah keinginan budaya yang

merangsang proses kompetensi budaya (Campinha-Bacote, 2002).

2.5 Peran dan fungsi perawat 2.5.1 Pengertian perawat

Perawat adalah seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara,

membantu dan melindungi seseorang karena sakit, injury, dan proses penuaan

(Harlley, 1997). Menurut Kusnanto (2003), perawat adalah seseorang (seorang

profesional) yang mempunyai kemampuan, tanggung jawab dan kewenangan

melaksanakan pelayanan/asuhan keperawatan pada berbagai jenjang pelayanan

(56)

berwewenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan atau

berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan kewenangannya

(Depkes R.I, 2002).

International Council of Nurses (1965), perawat adalah seseorang yang

telah menyelesaikan program pendidikan keperawatan, berwenang di negara

bersangkutan untuk memberikan pelayanan dan bertanggung jawab dalam

peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit serta pelayanan terhadap pasien.

2.5.2 Peran perawat

Peran merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap

seseorang sesuai dengan kedudukan dalam sistem, di mana dapat dipengaruhi oleh

keadaan sosial baik dari profesi perawat maupun dari luar profesi keperawatan

yang bersifat konstan.

Doheny, Cook, dan Stopper (1982) mengidentifikasikan beberapa elemen

peran perawat profesional sebagai berikut:

Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari

seseorang pada situasi sosial tertentu (Kozier, 1995).

1. Sebagai pemberi asuhan keperawatan (care giver).Perawat dapat memberikan

pelayanan keperawatan secara langsung dan tidak langsung kepada klien,

menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi: melakukan

pengkajian dalam upaya mengumpulkan data dan informasi yang benar,

menegakkan diagnosa keperawatan berdasarkan hasil analisis data,

merencanakan intervensi keperawatan sebagai upaya mengatasi masalah yang

muncul dan membuat langkah/cara pemecahan masalah, melaksanakan

Gambar

Gambar: 1 Model Level Budaya (Schein, 1992).
Gambar: 2  Denison Organizational Culture Model
Tabel 2 Hasil pilot study data demografi perawat pelaksana di ruang rawat inap  Rumah
Tabel 3
+6

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan: Untuk mengetahui pengaruh pemberian video pendewasaan usia perkawinan terhadap tingkat pengetahuan tentang dampak perkawinan usia dini pada remaja

However, based on the results of the analysis in table 4.2 shows that the relationship between the company's performance against the corporate value of the effect was

Pemasaran sasaran diharuskan melakukan langkah – langkah utama yaitu mengindetifikasi dan memilah – milah kelompok pembeli yang berbeda – beda yang mungkin meminta produk

Nasution mengemukakan tiga gaya belajar kognitif salah satunya adalah impulsif-reflektif, Siswa dengan gaya belajar reflektif tidak terburu-buru saat menyelesaikan

(3) Mengetahui strategi manajemen risiko yang dilakukan oleh petani dalam menghadapi risiko produksi pada usahatani padi sawah di Desa Bedengung Kecamatan Payung

&#34;Yu Tuhan kami, Sesungguhnyu Aku Telah menemputkan sehahagian keturlmanku di Iemhah yang tidak memprmnyai tanam- tanaman di dekaf rumah Engkau (Baitullah) yang

Analisis Pengetahuan Metakognisi Siswa dengan Gaya Belajar Reflektif pada Pemecahan Masalah Matematika menyatakan bahwa siswa dengan gaya belajar reflektif telah

Strategi Manajemen Intractive pada Usahatani Padi Sawah di Desa Bedengung Kecamatan Payung Tahun 2016 (Lanjutan).