• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keragaan Pertumbuhan Klon Jati (Tectona Grandis Linn. F.) Umur 2 Tahun Di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keragaan Pertumbuhan Klon Jati (Tectona Grandis Linn. F.) Umur 2 Tahun Di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

KERAGAAN PERTUMBUHAN KLON JATI (Tectona grandis Linn. f.) UMUR 2 TAHUN DI KABUPATEN PURWAKARTA,

JAWA BARAT

ASEP MULYADIANA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Keragaan Pertumbuhan Klon Jati (Tectona grandis Linn. f.) Umur 2 Tahun di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat”adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

ASEP MULYADIANA. Keragaan Pertumbuhan Klon Jati (Tectona grandis Linn. f.) Umur 2 Tahun di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Dibimbing oleh ISKANDAR Z. SIREGAR dan TRIKOESOEMANINGTYAS.

Jati (Tectona grandis Linn. F.) merupakan salah satu jenis tanaman yang penting dan bernilai ekonomi tinggi yang ada di Indonesia. Penanaman jati banyak ditanam secara luas di berbagai tempat dan umumnya didominasi di pulau jawa. Jati memiliki pertumbuhan yang lambat dan waktu panen yang lama, sehingga diperlukan bibit jati yang unggul untuk menjamin hasil yang baik dalam waktu yang lebih singkat.

Program pemuliaan jati memiliki beberapa tujuan yakni mengembangkan varietas/klon yang memiliki karakter-karakter unggul yang diharapkan. Pengujian klon jati di lapangan diharapkan dapat menjawab tujuan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menduga keragaan pertumbuhan klon jati umur 2 tahun; (2) mempelajari marka mikrosatelit yang dapat digunakan untuk membedakan klon yang tumbuh cepat dan klon yang tumbuh lambat.

Uji klon jati telah dilakukan pada umur dua tahun di Purwakarta, Jawa Barat. Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri atas 4 (empat) tapak mikro (microsite) yang masing-masing memiliki 4 replikasi (blok) yang ditanami 41 klon jati dan 1 jati lokal (kontrol). Setiap klon terdiri atas 4 ramet (tree plot) sebagai ulangan. Setiap tapak mikro (microsite) memiliki karakteristik yang berbeda seperti jarak tanam, kesuburan tanah dan tanaman sela. Selain itu, analisis mikrosatelit dilakukan pada klon-klon terpilih berdasarkan karakter pertumbuhan (diameter). Klon-klon terpilih sebanyak 20 klon yang terbagi ke dalam dua populasi yakni populasi cepat tumbuh dan populasi lambat tumbuh.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan jati dipengaruhi oleh klon (p<0.01**), tapak mikro (p<0.05*) dan interaksi antara klon x tapak mikro (p <0.01 **). Adanya interaksi klon x tapak mikro menghasilkan beberapa klon unggul yang memiliki perbedaan pertumbuhan di setiap tapak mikronya. Berdasarkan karakter diameter, klon-klon terbaik berada pada klon dengan nomor 14, 18, 24, 30 dan 37. Selain itu, estimasi repeatabilitas menunjukkan bahwa nilai masing-masing untuk diameter dan tinggi yakni RC2 = 0.84 dan RC2 = 0.77. Analisis genetik berdasarkan

mikrosatelit menunjukkan bahwa klon yang paling cepat tumbuh memiliki sedikit lebih tinggi nilai heterosigositas genetik (Ho = 0.627) dibandingkan klon yang tumbuh paling lambat (Ho = 0.564).

(5)

SUMMARY

ASEP MULYADIANA. Growth Performance of Teak (Tectona grandis Linn. f) Clonal Trial at 2 Years Old in Purwakarta Regency, West Java. Supervised by ISKANDAR Z. SIREGAR and TRIKOESOEMANINGTYAS.

Teak (Tectona grandis Linn. f.) is one of the important trees with high economic value in Indonesia. Teak plantation is widely planted at various places and generally dominated in Java Island. Teak has slow growth and long harvesting time, therefore it is the planting stocks of high quality to ensure good harvesting at shorter time.

Tree improvement programs of teak have several purposes: to develop clones that have the best characters required. Teak clonal testing in the field are expected to be able to answer these objectives. This study aims to: (1) estimate the growth performance of 2 years old teak trees; (2) study the microsatellite markers which can be used to distinguish the fastest growing clones and slowest growing clones.

Clonal trial has been done at two years old teak plantation in Purwakarta, West Java. The experiment design used was a randomized complete block (RCB) design consisting of 4 (four) microsites. Each microsite have four blocks and planted with 41 clones and one of local teak as control. Each clone consisted of 4 ramet (tree plot) as replication. Each microsite have difference in its characteristics such as plant spacing, soil fertility and intercropping. Microsatellite analysis was conducted on selected clones based on growth characters (diameter). Selected clones as much as 20 clones were divided into two populations, those were the population of fast growth clones and slow growth clones.

The results showed that teak growth was influenced by clones (p<0.01), microsite (p<0.05) and interaction between clone x microsite (p<0.01). The interaction clone x microsite result several clones that have different growth in each microsite. Based on diameter characters, the best clones are in clones with numbers 14, 18, 24, 30 and 37. In addition, repeatability estimate indicated that each value for the diameter and height were RC2=0.84 and RC2=0.77. Genetic analysis based

on microsatellite showed that the population of fastest growing clones had slightly higher observed heterozygosity (Ho=0.627) than the slowest growing clones (Ho=

0.564).

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Silvikultur Tropika

KERAGAAN PERTUMBUHAN KLON JATI (Tectona grandis Linn f) PADA UMUR 2 TAHUN DI KABUPATEN PURWAKARTA,

JAWA BARAT

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat-Nya hingga tesis yang berjudul

“Keragaan Pertumbuhan Klon Jati (Tectona grandis Linn. f.) Umur 2 Tahun di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat” berhasil diselesaikan. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada nabi besar Muhammad SAW, kepada keluarganya dan para sahabatnya.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Iskandar Z. Siregar, MForSc dan Dr Ir Trikoesoemaningtyas, MSc selaku dosen pembimbing atas bimbingan, motivasi dan arahannya selama perencanaan, pelaksanaan serta penulisan tesis ini. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr Koichi Kamiya atas dukungan dan bantuannya selama penelitian di Universitas Ehime.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua saya, Bapak Drs Muksin Samsudin dan Ibu I. Kusmiati, kakak tercinta Kurniasari Spd dan Erwin Tedjasomantri Spd. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman Silvikultur Tropika atas kerjasama, semangat dan dukungannya selama studi, rekan-rekan di Laboratorium Genetika Hutan, Silvikultur IPB dan Universitas Ehime. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung selama perencanaan, pelaksanaan, sampai tesis ini dapat diselesaikan. Semoga Allah memberi balasan yang berlipat kepada mereka semua. Aamiin.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Namun penulis selalu berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI xi

DAFTAR TEBEL xii

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

2 METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Alat dan Bahan 3

Prosedur 3

Analisis Data 6

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Keragaan Klon-Klon Jati pada Berbagai Microsite 8

Variabilitas Genetik dari Klon-Klon Jati dengan Marka Mikrosatelit 14

4 PEMBAHASAN UMUM 18

5 SIMPULAN DAN SARAN 20

Simpulan 20

Saran 20

DAFTAR PUSTAKA 21

LAMPIRAN 25

(12)

DAFTAR TABEL

2.1 Alat dan bahan penelitian 3

2.2 Kondisi umum tapak mikro (microsite) 4

2.3 Struktur analisis ragam dan pengurai kuadrat tengah harapan 7 3.1 Nilai rataan variabel pertumbuhan klon jati pada empat microsite 9 3.2 Uji Levene untuk homogenitas ragam variabel pertumbuhan 10 3.3 Analisis ragam dan repeatability dari karakter pertumbuhan 11 3.4 Pendugaan nilai repeatability pada setiap microsite 12 3.5 Koefisien korelasi genetik antar karakter klon jati dan korelasi fenotipik 12 3.6 Perolehan genetik (genetic gain) dan pendugaan respon (%) 13 3.7 Informasi primer dari 11 lokus mikrosatelit 15 3.8 Perbandingan lokus heterozigot pada jenis Tectona grandis 15 3.9 Parameter nilai keragaman genetik klon jati dengan penanda mikrosatelit 16

DAFTAR GAMBAR

2.1 Peta lokasi penelitian 2

2.2 Histogram rangking dari rata-rata karakter pertumbuhan dari 41 klon 5 2.3 Analisis fragmen mikrosatelit menggunakan fluroscent labelling pada

mesin PRISMTM 310 6

3.1 Lima klon terbaik (a) Karakter diameter pada masing-masing microsite dan (b) Karakter tinggi pada masing-masing microsite. 14 3.2 Analisis struktur populasi dari populasi cepat tumbuh dan

populasi lambat tumbuh 17

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil uji Duncan pada jati umur 2 tahun 24

2 Nilai kuadrat harapan pada klon jati umur 2 tahun 25

3 Frekuensi alel pada 11 lokus mikrosatelit 25

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jati (Tectona grandis) merupakan salah satu jenis tanaman primadona yang ada di Indonesia. Kayu jati bermanfaat untuk berbagai kebutuhan, seperti untuk rumah, bantalan rel, benteng, pengait, pintu, dan furnitur serta interior kapal (Soerianegara dan Lemmens 1994). Jati cenderung memiliki pertumbuhan dan umur panen yang lama, sehingga memerlukan bibit jati yang unggul. Bibit jati unggul diperoleh dari hasil program pemuliaan pohon yakni dengan melakukan seleksi massa dari beberapa tegakan jati untuk dipilih sebagai pohon plus (Wibowo 2005). Pohon plus (ortet) yang telah dipilih kemudian dilakukan perbanyakan secara vegetatif (klon). Akan tetapi, umumnya sekumpulan klon yang berasal dari ortet yang sama (ramet) belum melalui uji klon di lapangan.

Menurut Wright (1976), uji klon merupakan suatu kegiatan seleksi dengan tujuan mendapatkan klon-klon unggul sesuai karakteristik yang diinginkan. Menurut Zhang et al. (2003), salah satu karakteristik yang diinginkan untuk diseleksi adalah karakteristik pertumbuhan pohon. Karakteristik pertumbuhan pohon yang dipilih umumnya adalah diameter, tinggi, daya hidup (Monteuuis et al. 2011) dan uji klon dilakukan dengan menggunakan suatu rancangan acak kelompok lengkap dengan berbagai perlakuan pada berbagai lokasi percobaan (Williams et al. 2002).

Lokasi percobaan penanaman jati untuk tujuan uji klon umumnya dilakukan pada wilayah yang datar dan cenderung lembah, dekat dengan sungai atau sumber air (sekitar 0.8 m di atas permukaan air) dan adanya pembuatan parit di sekitar lokasi percobaan (Goh et al. 2013). Akan tetapi saat ini lokasi yang terbebas dari peran serta masyarakat sangat sulit untuk ditemukan. Menurut Siswamartana (2003), masyarakat memiliki peran dalam sistem penanaman yang telah direncanakan yakni seperti pembangunan, pemeliharaan dan pemanenan. Masyarakat juga dapat melakukan kegiatan pemeliharaan tanaman yakni pemeliharaan tanaman pokok dan tanaman sela. Tanaman sela dipelihara dan ditanam dengan tujuan untuk kebutuhan jangka pendek dan tanaman pokok (klon jati) dipelihara untuk tujuan jangka panjang. Bersama masyarakat, di lokasi percobaan dapat dilakukan juga penanaman tanaman sela (tumpang sari) di antara tanaman pokok (Chundawat & Gautam 1993).

(14)

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menduga keragaan pertumbuhan klon jati secara genetik pada berbagai lingkungan (microsite).

2. Mempelajari marka mikrosatelit yang dapat digunakan untuk membedakan klon yang tumbuh cepat dan klon yang tumbuh lambat.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai :

1. Informasi dari keragaan pertumbuhan klon jati secara genetik pada berbagai lingkungan (microsite).

2. Informasi dari marka mikrosatelit yang dapat digunakan untuk membedakan klon yang tumbuh cepat dan klon yang tumbuh lambat.

2

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari-Desember 2013. Penelitian ini terbagi ke dalam dua bagian kegiatan yakni, kegiatan uji klon di lapangan dan kegiatan analisis molekuler di laboratorium. Kegiatan uji klon di lapangan dilakukan pada tegakan jati berumur 2 tahun yang berada di desa Sukatani, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat seperti disajikan pada Gambar 2.1. Kegiatannya adalah pengukuran pada variabel pertumbuhan yakni diameter, tinggi dan variable daya hidup. Untuk kegiatan analisis molekuler menggunakan marka mikrosatelit dilakukan di Universitas Ehime, Jepang.

(15)

3

Alat dan Bahan

Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman jati hasil dari perkembangbiakan vegetatif atau klon yang berlokasi di Purwakarta, Jawa Barat. Alat dan bahan yang digunakan adalah sebagai berikut: 1) pengukuran diameter dan tinggi, 2) ekstraksi DNA, 3) elektroforesis, 4) PCR dan 5) analisis fragmen. Seraca rinci alat dan bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian disajikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Alat dan bahan penelitian

No Kegiatan Alat Bahan

3 Elektroforesis Erlenmeyer, UV transilluminator

Agarose, TAE, 2x loading dye,

DNA genom, λ- Hind III

(ladder) 2.5 4 Proses PCR Vortex, sentifugasi,

mesin PCR, tube 0.2

Keragaan Klon-Klon Jati pada Berbagai Microsite

Karakteristik Lingkungan Percobaan

(16)

4

Tabel 2.2 Kondisi umum tapak mikro (microsite) Microsite Jumlah

individu (ramet)

Tanaman sela Jarak tanam (m)

Variabelpengukuran yang digunakan pada penelitian ini adalah pertumbuhan diameter (D), tinggi total tanaman (H) dan daya hidup tanaman. Tinggi tanaman diukur menggunakan galah berskala metrik (pole meter) dari permukaan tanah sampai pucuk tanaman (apical). Diameter tanaman dilakukan pengukuran menggunakan kaliper. Tingkat daya hidup dilakukan dengan pengamatan individu klon jati yang hidup atau mati, pencatatan ini dilakukan seiring dengan pengukuran diameter dan tinggi. Semua parameter pengukuran yang dilakukan pada tanaman klon jati dicatat pada tally sheet.

Sub penelitian 2

Variabilitas Genetik dari Klon-Klon Jati dengan Penanda Mikrosatelit

Pengumpulan Sampel

Kegiatan pengambilan sampel T. grandis dilaksanakan di areal uji klon jati (4 ha) di Purwakarta, Jawa Barat. Areal uji klon T. grandis berisi bibit yang ditanam dari hasil perkembangbiakan vegetatif (klon) yang berasal dari 41 pohon induk dan 1 pohon lokal. Jumlah individu jati (ramet) yang ditanam sebanyak 2644 individu dan selanjutnya dilakukan kegiatan pengukuran karakter pertumbuhan yakni diameter dan tinggi. Berkaitan dengan hasil pengukuran tersebut, selanjutnya dilakukan pengelompokan fenotipe (diameter) klon jati berdasarkan pada kurva sebaran normal (Hartl & Clark 2007). Hasil kurva sebaran tersebut diperoleh kelompok atau grup yang memiliki interval pertumbuhan klon yang lambat, sedang dan cepat. Selanjutnya dilakukan dasar penentuan populasi dari T. grandis yakni 2 populasi yang terdiri atas populasi yang cepat tumbuh dan populasi yang lambat tumbuh (Gambar 2.2). Jumlah sampel daun T. grandis yang dikoleksi sebanyak 20 individu pohon yang terdiri atas 10 individu pohon untuk populasi cepat tumbuh dan 10 individu pohon untuk populasi lambat tumbuh.

(17)

5 kelembaban dengan tidak merubah kondisi daun di dalamnya. Selanjutnya, sampel-sampel tersebut dibawa ke laboratorium untuk dilakukan ekstraksi.

Gambar 2.2 Histogram ranking dari rata-rata karakter pertumbuhan dari 41 klon Sampel yang dikumpulkan dalam bentuk daun, kemudian dimasukkan ke dalam plastik zip yang telah diisi sebelumnya dengan silica gel dan juga sudah diberi label dengan kode tertentu. Adanya silica gel itu membantu dalam penyerapan, pengeringan dan mencegah dari kelembaban dengan tidak merubah kondisi daun didalamnya. Selanjutnya, sampel-sampel tersebut dibawa ke laboratorium untuk dilakukan ekstraksi DNA.

Mikrosatelit

Sampel daun jati diekstraksi dengan metode CTAB (Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide) sampai mendapatkan DNA genom (Doyle & Doyle 1990). DNA genom yang sudah diperoleh kemudian dilakukan uji kualitas DNA dengan menggunakan elektroforesis pada agar 0.8% dengan λ- Hind III digest sebagai ladder.

Ada 11 lokus mikrosatelit yang digunakan dan sudah dikembangkan untuk jenis Tectona grandis (Verhaegen et al 2005). Lokus mikrosatelit yang digunakan adalah CIRAD1TeakA06, CIRAD1TeakG02, CIRAD1TeakH10, CIRAD3TeakF01, CIRAD1TeakB03, CIRADTeakF05, CIRAD2TeakB07, CIRADTeak2C03, CIRAD3TeakA11, CIRAD3TeakDa09, CIRAD4TeakF02. Setiap primer forward diberi label dengan nama FAM, VIC, NED dan PET (Applied Biosystem).

(18)

6

(fragment sized) dilakukan skoring menggunakan ABI PRISMTM 310 genetic

analyzer (Applied Biosystem) dan divisualisasikan menggunakan GeneMapper 3.0 software (Applied Biosystem) yang secara rinci disajikan pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Analisis fragmen mikrosatelit menggunakan fluorescent labelling pada mesin ABI PRISMTM 310

Analisis Data

Sub Penelitian 1

Analisis Ragam

Analysis of variance (ANOVA) atau analisis ragam digunakan untuk menguji perbedaan antara klon dan interaksi antar genotipe dan lingkungan dari karakteristik pertumbuhan. Analisis ragam dilakukan di masing-masing tapak mikro (microsite) untuk melihat pengaruh genotipe. Untuk menguji pengaruh genotipe, lokasi, dan interaksi genotipe x microsite dilakukan analisis ragam gabungan. Faktor genotipe dan microsite diasumsikan bersifat acak sehingga model analisis yang dibangun adalah model acak dengan model persamaan linier dan struktur analisis ragam disajikan pada Tabel 2.3.

Model persamaan linier aditif untuk analisis ragam gabungan adalah sebagai berikut (Zhang et al. 2003):

Yijk =µ + i + βj(k) + Lk + ɛijk

Keterangan :

Yijk = nilai pengamatan genotipe ke-i dalam blok ke-j

µ = rataan umum karakter yang diamati

i = pengaruh genotipe ke-i

βj = pengaruh blok ke-j dalam microsite ke-k

Lk = Pengaruh microsite ke-k

ɛijk = pengaruh galat percobaan dari genotipe ke-i pada blok ke-j dan

microsite ke-k

i = indeks untuk jumlah genotipe j = indeks untuk blok

k = indeks untuk microsite

Tabel 2.3 Struktur analisis ragam dan pengurai kuadrat tengah harapan

(19)

7

Sumber keragaman Derajat bebas

Kuadrat

tengah Kuadrat tengah harapan Lokasi (L)

Keterangan: b = banyaknya blok percobaan, l = banyaknya lokasi, g = banyaknya genotipe,

2

G = ragam genotipe, σ2GL = ragam interaksi genotipe x lokasi, E2 = ragam galat

Analisis interaksi genotipe x lokasi dilanjutkan jika komponen ragam

interaksi hasil analisis ragam gabungan berbeda nyata pada α = 5%.

Repeatabilitas (Repeatability)

Repeatability merupakan pendugaan pengukuran karakter pada suatu individu yang dilakukan secara berulang dan nilainya berkisar antara 0 sampai 1. Repeatability dari klon dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Zhang et al. 2003).

klon dengan tapak mikro (microsite); σe adalah ragam error; � adalah koefisien yang berhubungan dengan ragam dan tapak mikro dengan klon; k2 adalah koefisien

yang berhubungan dengan ragam klon.

Korelasi Genetik

Korelasi genetik antar sifat klon dihitung dengan rumus (Zhang et al. 2003):

r� , = σc ,

√σc σc

r� , adalah korelasi klon antar sifat x dan y; σc , adalah estimasi

kovarian klon antara x dan y; σc adalah komponen klon dari estimasi varian x; σc adalah komponen klon dari estimasi varian y.

Pendugaan Nilai Genetik

Penelitian ini, mengasumsikan bahwa proporsi seleksi yang akan dilakukan sebanyak 61% (25 klon dari 41 klon) dengan intensitas seleksi 0,617 (Becker 1992). Pendugaan perolehan genetik (genetic gain) pada sifat y berdasarkan seleksi klon pada sifat x dihitung dengan rumus (Falconer 1981):

ΔG = �√� � �

(20)

8

Sub Penelitian 2

Analisis Genetik

Analisis variasi genetik diuji menggunakan software GenAlEx (Peakall & Smouse 2006) yang meliputi jumlah alel per lokus (Na), heterozigositas yd diamati

(Ho) dan heterozigositas harapan (He), fixasi index dan uji beda nyata Ekuilibrium

Hardy-Weinberg menggunakan software PopGen32 (Yeh & Yang 1999). FST

dihitung dengan menggunakan FSTAT versi 2.9.3.2 (Goudet 1995; 2001). Analisis struktur menggunakan software Structure 2.3.4 dan Structure Harvester (Earl & von Holdt 2012).

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keragaan Klon-Klon Jati pada Berbagai Microsite

Analisis Pertumbuhan Tanaman

Klon jati pada umur 2 tahun memiliki pertumbuhan yang beragam. Hal ini terlihat dari nilai rataan (mean) karakter pertumbuhan seperti diameter, tinggi tanaman klon jati memiliki nilai berbeda pada setiap tapak mikro (microsite) (Tabel 3.1). Terdapat perbedaan keragaan pertumbuhan yang diukur dengan diameter dan tinggi tanaman diantara 4 mikrosite. Microsite 3 menunjukkan keragaan karakter tinggi tanaman dan diameter batang tertinggi, dengan nilai KK nilai yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa microsite 3 merupakan lingkungan tumbuh yang terbaik bagi klon-klon jati umur 2 tahun. Secara kontur lahan, microsite 3 ini berada pada lokasi yang paling tinggi dan lebih datar. Dari populasi tanaman, mikrosite 3 lebih rapat tetapi mempunyai petani yang sangat aktif dalam pemeliharaan tanaman baik untuk tanamanan sela maupun untuk tanaman pokok (jati).

Nilai koefisien keragaman (KK) tertinggi untuk diameter dan tinggi tertinggi sebesar 22.77% dan 27.01% yaitu pada microsite 4. Hal ini diduga karena pada microsite 4 memiliki jarak tanam yang lebih rapat yakni 5 m x 2 m dan kondisi tapak yang bervariatif serta kegiatan para petani yang mendukung dalam pemeliharaan klon jati yang kurang seragam. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan petani-petani pada microsite 4 adalah kegiatan pemeliharaan jati dan pengolahan tanah diantara pohon jati dengan melakukan penanaman tanaman sela (tumpang sari) yakni didominasi oleh kacang tanah, jahe dan kacang polong. Adanya pemberian pupuk tambahan pada tanaman sela yang diduga dapat berpengaruh pada peningkatan pertumbuhan tanaman pokok (jati). Terdapat beberapa bagian lahan dari microsite 4 yang tidak dilakukan pengolahan tanah di sekitar tanaman jati sehingga tidak dilakukan penanaman tanaman sela. Hal ini dipengaruhi oleh faktor petani yang kurang aktif dalam memanfaatkan lahannya. Secara umum, peran petani yang aktif dan petani yang kurang aktif dalam pemeliharan tanaman jati dan tanaman sela pada microsite 4 berpengaruh terhadap keragaman pertumbuhan jati di lokasi tersebut. Oleh karena itu, microsite 4 memiliki pertumbuhan jati yang beragam apabila dibandingkan dengan microsite 1, 2 dan 3.

Nilai tengah daya hidup di keempat mikrosite adalah sebesar 97%, 98%, 99%

(21)

9 hidup diatas 90% merupakan indikator yang baik dalam uji penanaman. Menurut Monteuuis et al.(2011), tingkat daya hidup yang bervariasi ditunjukan pada pertumbuhan jati antara umur 13 sampai 106 bulan dan pada umur 106 bulan dengan tingkat daya hidupnya lebih stabil yakni sebesar 84 % atau tingkat kematiannya sebesar 16%. Tingkat daya hidup tanaman jati pada umur 2 tahun dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti tingkat penyerapan atau presipitasi air hujan yang baik pada musim hujan, mampu beradaptasi dengan baik pada musim kemarau dengan jumlah air yang terbatas. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata persentase daya hidup yang tinggi pada tanaman klon jati akan memiliki kecenderungan pada tingkat adaptabilitas yang baik di semua microsite.

Tabel 3.1 Nilai rataan variabel pertumbuhan klon jati pada empat microsite

Microsite 1 Microsite 2

Mean Diameter (cm) 4.01 ± 0.82a 0.73-5.84 20.42 3.85 ±0.76b 1.94-6.39 19.78

Tinggi (cm) 444 ± 1.04a 90-665 23.33 428 ±1.02b 168-742 23.82

Daya hidup (%) 0.97 ± 0.15 33-100 10.14 0.98 ±0.13 50-100 8.57

Microsite 3 Microsite 4

Mean Diameter (cm) 4.02±0.78a 2.15-6.20 19.47 3.74±0.85b 1.26-6.41 22.77

Tinggi (cm) 450±0.98a 215-737 21.70 435±1.17ab 133-821 27.01

Daya hidup (%) 0.99±0.10 67-100 6.24 0.96±0.17 50-100 11.10

Keterangan : KK = koefisien keragaman

Uji Homogenitas Ragam

Uji homogenitas ragam merupakan uji kesetaraan ragam pada suatu variabel percobaan dan terdiri atas uji Barlett, uji Levene, uji Cochran. Salah satu uji homogenitas ragam yang digunakan adalah uji Levene. Uji Levene digunakan untuk kesamaan ragam pada beberapa populasi (Levene 1960). Uji Levene yang merupakan uji homogenitas ragam dipilih dalam menentukan ragam microsite yang menunjukkan apakah microsite tersebut homogen atau heterogen terhadap variabel pertumbuhan yakni diameter, tinggi dan daya hidup. Tabel 3.2 menunjukkan bahwa ragam microsite terhadap karakter diameter dan tinggi memiliki ragam yang homogen yang ditunjukan dengan nilai masing-masing yakni P-value=0.67, p=0.5722 dan P-value=0.97 dan p=0.4047. Jadi, nilai ragam homogen menunjukkan bahwa keempat microsite tersebut memiliki ragam yang homogen terhadap karakter pertumbuhan yang sama yakni diameter dan tinggi klon jati. Dengan kata lain, walaupun secara karakteristik percobaan pada masing-masing microsite memiliki karakteristik yang berbeda, akan tetapi nilai ragam pada masing-masing microsite itu sama terhadap variabel pertumbuhan. Selanjutnya, nilai homogenitas ragam akan berimplikasi terhadap data analisis ragam gabungan dari keempat microsite terhadap variabel pertumbuhan yakni diameter dan tinggi klon jati.

(22)

10

atau datanya terpisah untuk masing-masing microsite. Hal ini dapat diduga bahwa daya hidup setiap klon jati pada setiap microsite berbeda atau microsite memberi pengaruh yang berbeda pada setiap klon untuk beradaptasi karena setiap microsite memiliki karakteristik tersendiri.

Tabel 3.2 Uji Levene untuk homogenitas ragam dari variabel pertumbuhan

Sumber keragaman Kuadrat tengah P-value Pr>F

Diameter

Microsite (ms) 0.1640 0.67 0.5722

Error 0.2457

Tinggi

Microsite (ms) 0.4226 0.97 0.4047

Error 0.4341

Daya hidup

Microsite (ms) 0.1347 9.53 <.0001

Error 0.0141

Keragaman Pertumbuhan Tanaman dan Pendugaan Repeatability

Repeatabilitas (Repeatability) merupakan pendugaan pengukuran karakter pada suatu individu yang dilakukan secara berulang dan nilainya berkisar antara 0 sampai 1 (Irawan 2010). Nilai repeatability menunjukkan bahwa seberapa besar klon (faktor genetik) berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Tabel 3.3 menunjukkan bahwa pendugaan repeatability untuk pertumbuhan diameter tergolong tinggi yakni 0.84. Repeatability untuk karakter tinggi dan daya hidup dengan nilai masing-masing sebesar 0.77 dan 0.17. Secara keseluruhan nilai repeatability untuk karakter diameter dan tinggi pada umur 2 tahun tergolong tinggi. Nilai repeatability yang tinggi pada kedua karakter yakni tinggi dan diameter dapat diduga karena faktor genetik, sedangkan untuk daya hidup pengaruh dari faktor genetik sangat rendah.

Penelitian lain pada klon jati menunjukkan bahwa nilai repeatability untuk diameter dan tinggi dari 61 klon pada umur 3.5 tahun sebesar 0.37 dan 0.28 (Callister & Collins 2008). Hidayati et al. (2013) menunjukkan bahwa nilai repeatability dari diameter dan tinggi pada 15 klon jati umur 12 tahun yang ditanam di dua lokasi yakni Ciamis dan Cepu masing-masing sebesar 0.50, 0.39, 0.76 dan 0.44. Jenis lain yang cepat tumbuh yakni jenis poplar (Populus spp) menunjukkan bahwa nilai repeatability dari diameter dan tinggi pada umur 3.5 tahun pada 2 lokasi yang berbeda yakni di St-Ours dan Windsor (Kanada) adalah masing-masing sebesar 0.79, 0.85 dan 0.74, 0.72 (Zhang et al. 2003). Hasil dari repeatability dapat menduga bahwa karakter pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor genetik.

(23)

11

Tabel 3.3 Analisis ragam dan repeatability dari karakter pertumbuhan

Sumber Kuadrat tengah F Value Pr > F Rc2

Diameter

Microsite (ms) 15.41 13.46 <.0001** 0.84±0.03

Klon 9.70 8.47 <.0001**

Interaksi ms dan klon 1.51 1.32 0.0117*

Galat (error) 1.14

Tinggi

Microsite (ms) 68111.36 3.67 0.0117* 0.77±0.04

Klon 118910.33 6.41 <.0001**

Interaksi ms dan klon 26893.73 1.45 0.0011**

Galat (error) 18543.02

Daya hidup

Microsite (ms) 0.13 6.19 0.0003** 0.17±0.04

Klon 0.03 1.32 0.0866NS

Interaksi ms dan klon 0.03 1.54 0.0002**

Galat (error) 0.02

Keterangan: **: signifikan pada  = 0.01; * : signifikan pada  = 0.05; NS : tidak signifikan pada

 = 0.01 dan 0.05

Variabel klon (genetik) menunjukkan pengaruh yang sangat nyata pada taraf 1% untuk karakter diameter dan tinggi. Variabel klon belum menunjukkan pengaruh yang signifikan atau pengaruh yang nyata untuk karakter daya hidup. Hal ini diduga karena masing-masing klon memiliki karakteristik yang berbeda-beda karena berasal dari berbagai pohon induk, sehingga berdampak pada tingkat daya hidup yang berbeda-beda. Peranan interaksi microsite dan klon terhadap tinggi dan daya hidup menunjukkan pengaruh yang sangat nyata pada taraf 1%, sedangkan terhadap diameter pengaruhnya nyata pada taraf 5%. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi microsite dan klon memberikan pengaruh yang nyata terhadap karakter diameter, tinggi, dan daya hidup. Oleh karena itu, pertumbuhan pohon klon jati tidak hanya dipengaruhi oleh faktor genetik (klon) dan faktor lingkungan (microsite) saja, namun dipengaruhi juga oleh interaksi keduanya yakni interaksi antara genetik dengan lingkungan.

Sumber keragaman galat (error) dalam penelitian ini cukup besar. Hal ini dapat diduga karena adanya heterogenitas lingkungan tempat tumbuh. Penelitian lain yang menunjukkan bahwa sumber keragaman galat cukup besar ditunjukan pada tanaman jati yang ditanam di Australia (Callister & Collins 2013). Selain itu, penelitian jenis pohon hibrid Populus spp. pada umur 3 tahun dilaporkan bahwa komponen ragam error sebesar 80% (Zhang et al. 2003).

(24)

12

Tabel 3.4 Pendugaan nilai repeatability pada setiap microsite

Microsite Rc

Seleksi Berdasarkan Genetik dan Fenotipik

Tabel 3.5 menunjukkan korelasi genetik dan fenotipik antar karakter pertumbuhan. Korelasi genetik dan fenotipik antara karakter tinggi dan diameter menunjukkan korelasi yang kuat dan positif. Hal ini berimplikasi pada pemilihan salah satu karakter untuk dilakukannya seleksi. Karakter diameter dapat dipilih untuk melakukan seleksi dibanding dengan karakter tinggi, ada beberapa alasan yang mendukungnya, yaitu: 1) karakter diameter dan tinggi merupakan karakter yang keduanya menjadi dasar perhitungan volume batang pohon; 2). pengukuran diameter dapat dilakukan lebih mudah dibandingkan dengan tinggi; 3) nilai repeatability pada karakter diameter juga menunjukkan nilai yang tertinggi dibandingkan dengan karakter tinggi.

Penelitian lain menunjukkan bahwa korelasi fenotipik yang kuat antara diameter dan tinggi pada klon jati umur 3.5 tahun (Callister &Collins 2008). Menurut Hidayati et al. (2012) menjelaskan bahwa diameter merupakan salah satu kriteria yang sesuai dalam program pemuliaan jati untuk menyeleksi pohon plus dan dengan kriteria lainnya seperti tinggi dan volume.

Tabel 3.5 Koefisien korelasi genetik antar karakter klon jati (diagonal bawah) dan korelasi fenotipik (diagonal atas).

Diameter Tinggi Daya hidup

Diameter - 0.774 0.043

Tinggi 0.905** - 0.050

Daya hidup 0.376** 0.334** -

Implikasi pada Pemuliaan Pohon

(25)

13 Penelitian ini mengasumsikan bahwa seleksi akan dilakukan sebanyak 25 klon dari 41 klon jati. Pemilihan jumlah klon yang diseleksi merupakan jumlah minimal Standar Khusus Sumber Benih untuk Kebun Benih Klonal pada Permenhut Nomor P.72/Menhut-II/2009 yakni jumlah klon minimal 25 pohon. Ketika dilakukan seleksi berdasarkan variabel diameter, maka respon yang dihasilkan terhadap tinggi berkisar 10.40-19.97%. Apabila dilakukan seleksi berdasarkan kriteria variabel tinggi, nilai respon terhadap diameter berkisar 13.28-18.70%.

Tabel 3.6 Perolehan genetik (genetic gain) dan pendugaan respon (%) Kriteria seleksi Microsite 1 Microsite 2

Diameter (cm) Tinggi (cm) Diameter (cm) Tinggi (cm)

Diameter (cm) 0.27 (28.76%) 18.60 (15.52%) 0.19 (33.08%) 0.10 (10.40%)

Tinggi (cm) 22.41 (18.70%) 26.84 (22.40%) 16.92 (14.11%) 18.45 (15.39%)

Microsite 3 Microsite 4

Diameter (cm) Tinggi (cm) Diameter (cm) Tinggi (cm)

Diameter (cm) 0.20 (20.34%) 0.12 (13.03%) 0.21 (21.87%) 0.19 (19.97%)

Tinggi (cm) 15.93 (13.28%) 21.23 (17.71%) 20.18 (16.84%) 38.37 (32.01%) Keterangan: Nilai pendugaan respon ditulis di dalam tanda kurung

Implikasi penelitian ini terhadap pemuliaan pohon adalah untuk melakukan seleksi awal dalam pengujian klon jati. Seleksi awal perlu dilakukan sebagai evaluasi menyeluruh terhadap korelasi genetik antara karakteristik umur klon yang diamati dalam pembibitan dan dalam berbagai macam percobaan klonal (Wahid et al. 2012). Selanjutnya, seleksi dapat dilakukan pada klon-klon terbaik dan stabil di berbagai microsite. Informasi tersebut dapat diperoleh dari ranking klon-klon jati.

(26)

14

Gambar 3.1 Lima klon terbaik (a) Karakter diameter pada masing-masing microsite dan (b) Karakter tinggi pada masing-masing microsite.

Variabilitas Genetik dari Klon-Klon Jati dengan Marka Mikrosatelit

Keragaman Genetik Klon pada Tectona Grandis

Penelitian ini menjelaskan bahwa primer yang digunakan merupakan primer spesifik mikrosatelit untuk jenis T. grandis (Verhaegen et al. 2005) yakni sebanyak 15 primer. Hasil seleksi primer dari 15 primer spesifik mikrosatelit menunjukan bahwa ada 11 primer yang teramplifikasi dan polimorfik (Tabel 3.7), sedangkan 4 primer lainnya tidak teramplifikasi dengan baik. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya null allele pada individu-individu jati tersebut. Menurut Kalinowski dan Taper (2006) null allele terjadi apabila alel-alel yang secara konsisten tidak teramplifikasi selama PCR, sehingga tidak dapat dideteksi ketika dilakukan genotyping individu.

Variasi genetik pada klon jati (T.grandis) yang sudah diperoleh dan selanjutnya dibandingkan dengan penelitian lain dengan menggunakan primer yang sama (Tabel3.8). Hasil penelitian menunjukkan bahwa variasi genetik pada klon jati lebih rendah apabila dibandingkan dengan penelitian Verhaegen et al. (2005) dan Fofana et al. (2008) yakni pada lokus yang sama. Rata-rata jumlah alel per lokus dan heterozigositas diamati (observed heterozigosity) serta heterozigositas yang diharapkan (expected heterozygosity) pada klon jati adalah rendah. Ada informasi bahwa jumlah alel meningkat seiring dengan jumlah sampel, akan tetapi jumlah alel yang teramati pada jenis T. grandis menjadi sangat rendah dari lokus yang ada. Hal ini dapat diakibatkan adanya null allele. Keberadaan null allele akan meningkatkan jumlah individu yang homozigot secara nyata (Dwiyanti et al. 2014).

(27)

15 Tabel 3.7 Informasi primer dari 11 lokus mikrosatelit

Nama lokus ukuran Keterangan: He=expected heterozegosity; F= fiksasi index; ns= tidak nyata; *= nyata

Penelitian lain menunjukkan bahwa untuk variasi genetik teramati (Ho) dan

variasi genetik yang diharapkan (He) lebih tinggi nilainya pada jenis lain seperti

pada family Verbenaceae yakni Gmelina arborea (Ho= 0.56 dan He=0.83) telah

diuji pada 10 lokus polimorfik (Wee et al. 2011). Selain itu, T. grandis memiliki nilai Ho dan He yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan jenis tropis lainnya,

yakni Carapa guianensis (Ho = 0.68, He = 0.67; Dayanandan et al. 1999), Dicorynia

guianensis (Ho = 0.62, He = 0.63; Latouche-Halle et al. 2003), D. excelsa (Ho =

0.65, He = 0.61; Dick et al. 2003) and M. huberi (Ho = 0.69, He = 0.81; Azevedo et

al. 2007).

Tabel 3.8 Perbandingan lokus heterozigositas pada jenis Tectona grandis

Lokus Jumlah sampel Jumlah alel Ho He

Selain itu, apabila dibandingkan dengan jenis komersial dari Dipterocarpaceae, seperti Shorea curtisii yang memiliki nilai He yang lebih tinggi

yakni sebesar 0.64 (Ujino et al.1998), S. curtisii, S. leprosula dan S. macroptera memiliki nilai He sebesar 0.70 sampai 0.80 (Ng et al. 2006). Dryobalanops

(28)

16

et al.2001; Ng et al. 2004; Rimbawanto et al. 2001), Shorea ovalis (He=0.62-0.67;

Ng et al. 2004), Shorea curtisii (He=0.68-0.73; Obayashi et al. 2002), Shorea

parvifolia (He=0.33-0.85) dan Shorea acuminata (He=0.42-0.76) pada penelitian

Takeuchi et al. (2004).

Perbandingan antar Populasi

Total jumlah alel yang muncul atau terdeteksi adalah sebanyak 53 alel yang diamati pada 11 lokus mikrosatelit. Jumlah alel yang ditemukan pada masing-masing populasi yakni populasi jati cepat tumbuh dan lambat tumbuh adalah sebesar 43 dan 48 alel yang muncul pada. Kedua populasi tersebut ditemukan alel yang unik yakni sebanyak 5 alel pada populasi cepat tumbuh dan 9 alel pada populasi lambat tumbuh. Hal ini diduga bahwa alel yang unik pada populasi lambat tumbuh berasal dari pohon induk yang melakukan persilangan lebih intensif apabila dibandingkan dengan populasi cepat tumbuh.

Adanya perbedaan antara kedua populasi klon jati tersebut yakni pada populasi yang cepat tumbuh dan populasi yang lambat tumbuh yang diamati pada tingkat variasi genetik. Perbedaan variasi genetik yang diamati pada kedua populasi tersebut terlihat dari jumlah alel, allelic richness dan heterozigositas. Penelitian lain pada jenis Gmelina arborea (Wee et al. 2011) menunjukkan adanya tingkat variasi genetik yang tinggi. Sedangkan apabila dibandingkan dengan penelitian ini menunjukkan variasi genetik yang rendah. Ada tingkat kesetaraan dari variasi genetik antara populasi cepat tumbuh dan lambat tumbuh. Hal ini dapat diduga karena jumlah sampel yang diambil terbatas.

Keragaman genetik merupakan perbedaan genetik antara individu di dalam populasi maupun antar populasi baik dalam spesies yang sama maupun spesies yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keragaman genetik klon jati menggunakan penanda mikrosatelit ditunjukkan pada Tabel 3.9. Nilai parameter genetik yang dihitung dari klon yang tumbuh cepat yakni jumlah alel teramati (Na=3.909), jumlah alel efektif (Ne=2.904), heterozigositas observasi (Ho=0.627),

heterozigositas harapan atau keragaman genetik (He=0.557) dan koefisien

inbreeding (Fis=-0.127). Dengan kata lain, populasi tersebut memiliki nilai

heterozigositas yang tinggi yang diduga berimplikasi terhadap pertumbuhan yang lebih cepat.

Selanjutnya, nilai parameter genetik untuk klon yang pertumbuhan lambat adalah jumlah alel teramati (Na=4.364), jumlah alel efektif (Ne=2.938),

heterozigositas observasi (Ho=0.564), heterozigositas harapan atau keragaman

genetik (He=0.587) dan koefisien inbreeding (Fis=0.076). Nilai Fis menunjukkan

(29)

17 Tabel 3.9 Parameter nilai keragaman genetik klon jati dengan penanda

mikrosatelit

Populasi N Na Ne Ho He Fis

Klon pertumbuhan cepat 10 3.909 2.904 0.627 0.557 -0.127 Klon pertumbuhan

lambat 10 4.364 2.938 0.564 0.587 0.076 Rata-rata 10 4.136 2.921 0.595 0.572 -0.026

Keterangan: N=jumlah sampel; Na=jumlah alel teramati; Ne=jumlah alel efektif; Ho=heterozigositas observasi; He=heterozigositas harapan; Fis= koefisien inbreeding

Nilai koefisien inbreeding memiliki nilai yang tinggi pada populasi lambat tumbuh apabila dibandingkan dengan populasi cepat tumbuh. Selain itu, untuk nilai fiksasi indeks (koefisien inbreeding) pada populasi lambat tumbuh menunjukan nilai positif dan signifikan, yang menunjukkan adanya kesetimbangan Hardy-Weinberg dan menunjukkan adanya inbreeding depression. Sebaliknya pada populasi cepat tumbuh menunjukkan nilai yang negatif dan tidak signifikan pada nilai koefisien inbreeding yang artinya pada populasi ini terjadi heterosis yang didukung dengan nilai heterozigositas. Melalui marka molekuler yakni mikrosatelit dapat dibuktikan bahwa perbedaan respon pertumbuhan (fenotipe) dapat menjadi dasar genetik yakni pada populasi klon jati cepat tumbuh dan populasi lambat tumbuh.

Nilai keragaman antar kedua populasi (FST) ini adalah sebesar 0.029 atau

2.9%, nilai tersebut menunjukkan nilai yang rendah dari perbedaan keragaman antar kedua populasi tersebut. Analisis struktur menggunakan software structure pada kedua populasi ini telah dilakukan (Gambar 3.2). Hasil analisis struktur menunjukkan bahwa nilai K=4 yang menunjukkan bahwa pada populasi ini ada empat pengelompokan atau grup yang berbeda. Hal ini berbeda dengan harapan bahwa populasi ini terkelompok menjadi dua kelompok. Hal ini dapat diduga bahwa pada penggunaan software structure ini ditentukan oleh model frekuensi alel yang berkorelasi, sehingga dapat menentukan nilai K (Fofana et al. 2008). Nilai K tersebut ditentukan dengan menjalankan software tersebut menggunakan model frekuensi secara tersendiri atau independen (Prithchard et al. 2000).

Gambar 3.2 Analisis struktur populasi dari populasi cepat tumbuh dan populasi lambat tumbuh

K=4

(30)

18

Implikasi untuk Bidang Konservasi dan Pemulian Pohon

Pola struktur populasi dari T. grandis sangat penting untuk implikasi pada bidang konservasi. Walaupun T. grandis bukan merupakan jenis yang terancam punah namun T. grandis merupakan tanaman yang komersial yang apabila diperhatikan akan menjadi jenis yang utama. Menurut Lee et al. (2000) pentingnya informasi bahwa suatu jenis yang memiliki kemampuan (fitness) evolusi yang panjang dan adanya perolehan informasi komersial di masa yang akan datang dari variasi yang diperoleh menunjukkan bahwa jenis tersebut harus tetap dijaga keberadaannya.

Rendahnya nilai variasi genetik pada T. grandis apabila dibandingkan dengan jenis lainnya dapat menyebabkan terjadinya inbreeding dan dapat menimbulkan kepunahan dalam jangka panjang. Suatu rencana konservasi untuk T.grandis dapat dilakukan dengan mengintroduksi alel yang langka dan berguna yang berasal dari individu atau populasi yang memiliki variasi yang tinggi. Selain itu, individu-individu yang memiliki variasi genetik yang tinggi harus tetap dijaga keberadaannya. Alternatif lain adalah dengan melakukan perkawinan silang antara individu yang variasi genetik rendah dengan individu yang memiliki variasi genetik tinggi.

Adanya informasi yang diperoleh dari variasi genetik dan struktur genetik adalah sangat penting untuk memfasilitasi dalam pemuliaan pohon terutama seleksi pohon. Individu-individu pohon yang memiliki variasi genetik yang tinggi dan secara fenotipe memiliki karakter yang bagus dapat dilakukan seleksi. Seleksi tersebut sangat penting dilakukan untuk menduga bahwa individu tersebut memiliki pertumbuhan dan perkembangan yang sangat baik secara genetik dan fenotipenya. Penggunaan marker mikrosatelit yang memiliki tingkat polimorfik yang tinggi dapat dilakukan dalam pemetaan genetik, yakni seperti pada hutan tanaman dengan menggunakan tanaman hasil perkembangbiakan secara vegetatif (klon) (Wee et al. 2011). Hal ini penting dilakukan untuk menduga sejak dini individu pohon yang memiliki karakter yang diinginkan. Adanya marka mikrosatelit dapat memberikan solusi yang baik sehingga dapat diperoleh informasi yang lebih cepat dan akurat.

4

PEMBAHASAN UMUM

Penelitian ini berhasil menunjukkan bahwa keragaan klon jati dipengaruhi oleh interaksi antara klon x microsite (genotipe x lingkungan) yang menyebabkan klon unggul yang berbeda pada setiap lingkungannya. Penelitian Yu dan Pulkkinen (2003) yang menyatakan bahwa adanya interaksi yang signifikan antara interaksi klon x lingkungan pada 24 tanaman klon aspen hybrid yakni (Populus tremula x Populus tremuloides) di Finlandia. Penelitian Baltunis dan Brawner (2010) melaporkan bahwa adanya stabilitas klon yang dilihat dari interaksi genotipe (klon) x lingkungan pada klon Pinus radiata di dua wilayah yakni di New Zealand dan Australia. Jenis lain yaitu klon Eucalyptus globus pada umur 4 tahun di Portugal (Costa e Silva et al. 2004).

(31)

19 oleh Callister & Collins (2007); Monteuuis et al. 2011; Hidayati et al. 2013; Goh et al. (2013). Penelitian pada jenis non jati adalah pada penelitian Zhang et al. (2003) yakni pada klon poplar hybrid.

Terdapat klon-klon yang cenderung lebih unggul dari yang lainnya, hal ini dapat dilihat dari klon yang memiliki nilai karater pertumbuhan (diameter dan tinggi). Klon yang unggul merupakan klon yang memiliki keunggulan baik berdasarkan karakter diameter maupun karakter tinggi.

Keragaman pertumbuhan yang diamati secara genetik dapat dilihat dari nilai repeatability yang tinggi. Nilai repeatability yang tinggi ditunjukkan pada karakter diameter dan tinggi, kecuali pada daya hidup yang menunjukkan nilai repeatability yang rendah. Monteuuis et al. (2011) melaporkan bahwa pada jenis yang sama nilai narrow sense heritability dari diameter dan tinggi menunjukkan nilai yang meningkat seiring dengan pertambahan umur tanaman jati.

Melalui penanda molekuler yakni penanda mikrosatelit dapat dibuktikan bahwa perbedaan respon pertumbuhan (fenotipe) merupakan suatu dasar genetik. Tanaman yang cepat tumbuh memiliki tingkat heterozigositas yang tinggi, sehingga memiliki heterosis atau hybrid vigor pada lokus yang berbeda dengan lokus tanaman yang tumbuh lambat. Selain itu, pada klon lambat tumbuh terjadi inbreeding yang tinggi dan mengakibatkan terjadinya inbreeding depression. Adanya inbreeding depression mengakibatkan tanaman tumbuh dengan lambat.

Kajian informasi genetik jati (T. grandis) menggunakan marka molekuler dilakukan pada berbagai penelitian, seperti pada marka RAPD, SCAR, RFLP, AFLP dan SSR. Penelitian jati menggunakan marka RAPD telah dilakukan oleh Watanabe et al. (2004) dengan melakukan penelitian pada 44 pohon plus yang diseleksi di pulau jawa dengan menggunakan 120 primer atau marka RAPD, 9 primer yang tidak teramplifikasi, 34 primer tidak variabel dalam 4 pohon plus, dan 77 primer yang teramplifikasi polimorfik.

Penelitian Yuskianti (2009) telah melakukan identifikasi klon jati menggunakan marka SCAR (Sequence Characterized Amplified Region) sebanyak 6 marka SCAR. Sebanyak 70 klon jati yang terdiri atas 20 klon hasil kultur jaringan yang dibeli dari pasaran yang diklaim berasal dari tetua yang sama dan 50 klon jati hasil perbanyakan secara vegetatif di lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tetua yang digunakan sebagai sumber perbanyakan pada klon-klon jati hasil kultur jaringan berasal dari 3 tetua yang berbeda. Sedangkan hasil analisis pada klon jati hasil perbanyakan secara vegetatif dari lapangan menunjukkan adanya 4 tetua yang digunakan sebagai tetua atau induk untuk klon-klon jati tersebut.

Penelitian menggunakan marka AFLP pada jati telah dilakukan oleh Shrestha et al. (2005). Penelitian ini dilakukan untuk menentukan pola variasi genetik di dalam dan antar populasi T. grandis yakni sebanyak 9 populasi yang berasal dari berbagai wilayah di India, Thailand dan Indonesia. Analisis klaster menunjukkan bahwa populasi India terbagi secara jelas dari populasi Thailand dan Indonesia.

(32)

20

Studi lanjutan tentang informasi genetik pada marka mikrosatelit atau SSR dilakukan oleh Lian et al. (2004) pada pohon klon jenis Robinia pseudoacacia dan menggunakan marka SSR sebanyak 8 marka. Hasil percobaan menunjukkan bahwa marka mikrosatelit dapat digunakan untuk menginvestigasi struktur genetik populasi dan paternity dari jenis klon R. pseudoacacia. Selain itu, pada marka yang digunakan telah ditemukan ulangan lokus dinucleotida pada motif AG dengan tingkat mutasi yang tinggi. Karakter mutasi pada lokus R. pseudoacacia ditentukan pada perbedaan sampel daun dari individu ramet, ramet dalam sekumpulan klon (genet) dan benih dari indukan ramet.

Secara umum, analisis keragaman genetik pada penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi lebih dalam keragaman genetik pada klon-klon jati menggunakan primer yang spesifik. Adanya penggunaan primer yang spesifik untuk jati menunjukkan adanya perbedaan diantara kedua populasi tersebut yakni populasi cepat tumbuh dan populasi lambat tumbuh.

5

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian uji klon jati umur 2 tahun, dapat disimpulkan bahwa:

1. Pertumbuhan klon jati pada umur 2 tahun memiliki pertumbuhan yang beragam dan dipengaruhi interaksi klon x microsite. Nilai repeatability untuk karakter diameter dan tinggi tergolong tinggi yakni sebesar 0.84 dan 0.77. Ada 5 (lima) klon yang unggul berdasarkan karakter diameter yakni klon dengan nomor 14, 18, 24, 30 dan 37. Jumlah 5 klon terbaik untuk karakter tinggi adalah klon dengan nomor 7, 10, 24, 26 dan 37.

2. Melalui penanda mikrosatelit dapat dibedakan antar dua populasi yakni populasi cepat tumbuh dan lambat tumbuh. Nilai heterozigositas pada klon yang cepat tumbuh dan klon yang lambat tumbuh adalah sebesar 0.557 dan 0.587. Informasi genetik yang diperoleh dapat digunakan untuk membantu kegiatan seleksi awal klon unggul.

Saran

Untuk penelitian selanjutnya, dapat disarankan sebagai berikut:

1. Melanjutkan pengukuran karakter pertumbuhan dan pengamatan hama dan penyakit yang ada pada klon jati pada umur berikutnya.

(33)

21

DAFTAR PUSTAKA

Azevedo NCR, Kanashiro M, Ciampi AY, Grattapaglia D. 2007. Genetic structure and mating system of Manilkara huberi (Ducke) A. Chev., a heavily logged Amazonian timber species. J Hered. 98(7):646–654.

Baltunis BS, Brawner JT. 2010. Clonal stability in Pinus radiata across New Zealand and Australia. I. groeth and form traits. New Forest. 40: 305-322. Becker WA. 1992. Manual of Quantitative Genetics. USA: Academic Enterprises. Byrne M, Marquez-Garcia MI, Uren T, Smith DS, Moran, G.F. 1996. Conservation and genetic diversity of microsatellite loci in the genus Eucalyptus. Aust. J. Bot. 44: 331-341.

Callister AN, Collins SL. 2008. Genetic parameter estimates in a clonally replicated progeny test of teak (Tectona grandis Linn. f.). Tree Genetics & Genom.4:237-245.

Chase M, Kessel R, Bawa K. 1996. Microsatelite markers for population and conservation genetics of tropical trees. Am. J. Bot. 83: 51-57

Chundawat BS, Gautam SK. 1993. Textbook of Agroforestry. New Delhi (IN): Oxford & IBH.

Dayanandan S, Rajora OP, Bawa KS. 1998. Isolation and characterisation of microsatellites in trembling aspen (Populus tremuloides). Theor Appl Genet 96:950–956.

Dick CW, Etchelecu G, Austerlitz F. 2003. Pollen dispersal of tropical trees (Dinizia excelsa: Fabaceae) by native insects and African honeybees in pristine and fragmented Amazonian rainforest. Mol Ecol. 12(3):753–764. Doyle JJ, Doyle JL. 1990. Isolation of plant DNA from fresh tissue. Focus. 12:

13-15.

Dwiyanti FG, Kamiya K, Harada K. 2014. Phylogeographic structure of the commercially important tropical tree species, Dryobalanops aromatica Gaertn. F. (Dipterocarpaceae) revealed by microsatellite markers. Reinwardita. 14(1):43-51.

Earl DA, von Holdt BM. 2012. Structure Harvester: A website and program for visualizing structure output and implementing the Evanno method. Conservation Genetics Resources. 4(2): 359-361.

Falconer RE. 1981. Introduction to Quantitative Genetics. London (UK): Longman. Fofana IJ, Ofori D, Poitel M, Verhaegen D. 2008. Diversity and genetic structure of teak (Tectona grandis L.f) in its natural range using DNA microsatellite markers. New Forests. 37:175-195. doi: 10.1007/s11056-008-9116-5. Goh DKS, Bacilieri R, Chaix G, Monteuuis O. 2013. Growth variations and

heritabilities of teak CSO-derived families and provenances planted in two humid tropical sites. Tree Genetics & Genomes. doi: 10.1007/s11295-013-0642-8.

Goudet J. 1995. FSTAT (version 1.2): a computer program to calculate F-statistic. Heredity. 85(6):802-810.

Goudet J. 2001. FSTAT, a program to estimate and tes gene diversities and fixation indices Version 2.9.3.2. http://www2.unil.ch/popgen/softwares/fstat.htm. Upload from Goudet (1995).

(34)

22

Hidayati F, Ishigura F, Iizuka K, Makino K, Tanabe J, Marsoem SN, Na’iem M,

Yokata S, Yoshizawa N. 2013. Growth characteristics, stress-wave velocity, and pilodyn penetration of 15 clones of 12-year-old Tectona grandis trees planted at two different sites in Indonesia. Wood Science. doi: 10.10007/s10086-012-1320-4.

Irawan B. 2010. Genetics, explanation of the mechanism of heredity. Surabaya (ID): Airlangga University Press.

Kalinowski ST, Taper ML. 2006. Maximum likelihood estimation of the frequency of null alleles at microsatellite loci. Conservation Genetics. doi: 10.1007/s10592-006-9134-9.

Latouche-Halle C, Ramboer A, Bandou E, Caron H, Kremer A. 2003. Nuclear and chloroplast genetic structure indicate fine-scale spatial dynamics in a neotropical tree population. Heredity. 91(2):181–190.

Levene H. 1960. Robust tests for equality of variances. In I. Olkin (Ed.), Contributions to Probability and Statistics, pp. 278–292. California (US): Stanford University Press.

Lian C, Oishi R, Miyashita N, Hogetsu T. 2004. High somatic instability of a microsatellite locus in a clonal tree, Robinia pseudoacacia. Theor Appl Genetics. 108: 836-841. doi:10.1007/s00122-003-1500-0.

Lim LS, Wickneswari R, Lee SL, Latiff A. 2002. Genetic variation of Dryobalanops aromatica Gaertn. F. (Dipterocarpaceae) In Peninsular Malaysia Using Microsatellite DNA markers. Forest Genetics. 9(2): 125-136.

Mahfuz, Na’iem M, Sumardi, Hardiyanto EB. 2010. Variasi pertumbuhan pada uji

keturunan merbau (Intsia bijuga O.Ktze) di Sobang, Banten. J Pemuliaan Tanaman Hutan 4(3):157-165.

Monteuuis O, Goh DKS, Garcia C, Alloysius D, Gidiman J, Bacilieri R, Chaix G. 2011. Genetic variation of growth and tree quality traits among 42 diverse genetic origins of Tectona grandis planted under humid tropical conditions in Sabah, East Malaysia. Tree Genetics and Genomes. 7:1263-1275.

Nagamitsu T, Ichilkawa S, Ozawa M, Shimamura R, Kachi N, Tsumura Y, Muhammad N. 2001. Microsatellite analysis of the breeding system and seed dispersal in Shorea leprosula (Dipterocarpaceae). International of Plant Sciences. 162(1): 155-159.

Ng KKS, Lee SL, Koh CL. 2004. Spatial structure and genetic diversity of two tropical tree species with contrasting breeding systems and different ploidy levels. Molecular Ecology. 13 (3): 657-669.

Ng KKS, Lee SL, Saw LG, Plotkin JB, Koh CL. 2006. Spatial structure and genetic diversity of three tropical tree species with different habitat preferences within a natural forest. Tree Genetics and Genomes. 2: 121-131.

Obayashi K, Tsumura Y, Ihara-Ujino T, Niiyama K, Tanouchi H, Suyama Y, Washitani I, Lee CT, Lee CT, Lee SL, Muhammad N. 2002. Genetic diversity and outcrossing rate between undisturbed and selective logged forests of Shorea curtisii (Dipterocarpaceae) using microsatellite DNA analysis. International Journal of Plant Sciences. 163(1):151-158.

(35)

23 Pritchard JK, Stephens M, Donnelly P. 2000. Inference of population structure

using multilocus genotype data. Genetics. 155:945 – 959.

Rimbawanto A, Isoda K, Irsyal Y, Istiana P. 2001. Estimation of Genetic Variation of Shorea leprosula in the Hedge-Orchad of the Inhutani I Dipterocarp Center East Kalmantan using DNA Markers. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University.

SAS Institute Inc. 2006. Base SAS® 9.1.3 Procedures Guide Edisi ke-2. North Carolina (US): SAS Institute Inc.

Shrestha MK, Volkaert H, Van der Straeten D. 2005. Assessment of genetic diversity in Tectona grandis using amplified fragment length polymorphism markers. Can J Res 35:1017–1022. doi:10.1139/x05-033.

Siswamartana S. 2005. Ups and Downs of Teak Forest Management in Indonesia. Quality Timber Products of Teak from Sustainable Forest Management pp 63-67. Peechi (IN): Kerala Forest Research Institute. Slatkin M, Barton NH. 1989. A comparison of three indirect methods for estimating average levels of gene flow. Evolution. 43(7):1349-1368.

Soekotjo. 2009. Teknik Silvikultur Intensif. Yogyakarta (ID): Gajah Mada Press. Soerianegara I, Lemmens RHMJ. 1994. Plant Resources of SouthEast Asia 5, (1)

Timber trees: major commercial timber. Bogor (ID): Prosea.

Szpiech ZA, Rosenberg NA. 2011. On the size distribution of private microsatellite alleles. Theoretical Population Biology. 80:100-113.

Takeuchi Y, Ichikawa S, Konuma A, Tomaru N, Niiyama K, Lee SL, Muhammad N, Tsumura Y. 2004. Comparison of the fine-scale genetic structure of three dipterocarp species. Heredity. 92: 323-328.

Ujino T, Kawahara T, Tsumura Y, Nagamitsu T, Yoshimaru H, Wickneswari R. 1998. Development and polymorphism of simple sequence repeat DNA markers for Shorea curtisii and other Dipterocarpaceae species. Heredity. 81: 422-428.

Verhaegen D, Ofori D, Fofana I. 2005. Development and characterization of microsatellite markers in Tectona grandis (Linn. f). Mol Ecol Notes 5:945– 947. doi:10.1111/j.1471-8286.2005.01124.x.

Wahid N, Rainville A, Lamhamedi MS, Margolis HA, Beaulieu J, Deblois J. 2012. Genetic parameter and performance stabilitity of white spruce somatic seedlings in clonal tests. Forest Ecology and Management. 270: 45-53. Watanabe A, Widyatmoko A, Rimbawanto A, Shiraishi S. 2004. Discrimination of

Teak (Tectona grandis) plus trees using selected random amplified polymorphic DNA (RAPD) markers. Journal of Tropical Forest Science 16(1):17-24.

Wee AKS, Takayama K, Kajita T, Webb EL. 2013. Microsatellite loci for Avicenia alba (Acanthaceae), Sonneratia alba (Lythraceae) and Rhizophora mucronata (Rhizophoraceae). Journal of Trropical Forest Science. 25(1):131-136.

Wibowo A. 2005. Sejarah Pemuliaan Pohon Jati. Seperempat Abad Pemuliaan Jati Perum Perhutani. Pp 9-15. Lumiere (IN): Thrissur.

(36)

24

Wright JW. 1976. Introduction to Forest Genetics. Michigan (US): Department of Forestry. Yu Q, Pulkkinen P (2003) Genotype-environment interaction and stability in growth of aspen hybrid clones. For Ecol Manage. 173:25–35. Yu Q, Pulkkinen P. 2003. Genotype-environment interaction and stability in growth of

aspen hybrid clones. Forest Ecology and Management 173:25-35.

Yuskianti V. 2009. Identifikasi klon jati (Tectona grandis Linn. F.) menggunakan penanda SCAR (Sequence Characterized Amplified Region). Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan 3(3):139-146.

(37)

25

LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil uji Duncan pada klon jati umur 2 tahun

(38)

26

Lampiran 2 Nilai kuadrat harapan pada klon jati umur 2 tahun

Source Type III Expected Mean Square

Diameter

Microsite (ms) Var(Error) + 15.268 Var(ms*klon) + 641.24 Var(ms) Klon Var(Error) + 15.291 Var(ms*klon) + 61.163 Var(klon) ms*klon Var(Error) + 15.361 Var(ms*klon)

Tinggi

Microsite (ms) Var(Error) + 15.258 Var(ms*klon) + 640.82 Var(ms) Klon Var(Error) + 15.282 Var(ms*klon) + 61.126 Var(klon) ms*klon Var(Error) + 15.354 Var(ms*klon)

Lampiran 3 Frekuensi alel pada 11 lokus mikrosatelit

0.000

178 192 194 198 202 214

(39)

27

210 218 220 222 224 228 232

(40)
(41)

29

251 255 259 261 263 265 267 269 273

(42)

30

Lampiran 4 Performa tanaman klon jati umur 2 tahun pada setiap microsite

Microsite 1 Microsite 2

(43)

31

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Desa Selacai, Kecamatan Cipaku, Kabupaten Ciamis pada tanggal 8 April 1986. Terlahir sebagai anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Drs. Muksin Samsudin dan I. Kusmiati. Pada tahun 2005, penulis lulus dari MAN 2 Ciamis dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dengan sistem Mayor-Minor (MaMi). Penulis belum mendapatkan jurusan pada tingkat pertama yakni Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Penjurusan dilakukan pada tingkat kedua dengan masuk ke Departemen Silvikultur. Studi diselesaikan pada tahun 2010 dengan judul skripsi

yang berjudul “Keragaman Genetik Shorea laevis di Kalimantan dengan

menggunakan Penanda Mikrosatelit” dibawah bimbingan Prof Dr Ir Iskandar Z. Siregar, MForSc.

Pada tahun 2011 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Pascasarjana IPB program studi Silvikultur Tropika. Selama menjadi mahasiswa, penulis mengikuti program joint degree yakni SUIJI (Six University Initiative Japan-Indonesia) Program, dimana penulis mengikuti program tersebut selama 10 bulan di Universitas Ehime, Jepang. Program ini meliputi kegiatan perkuliahan, penelitian dan seminar.

Selain itu, penulis mengikuti pelatihan dan seminar. Pelatihan yang diikuti adalah Pelatihan Pemanfaatan Bioinformatika dan Analisa Data Molekuker di SEAMEO BIOTROP, Bogor. Penulis juga mengikuti International Symposium LAPAN-IPB Satellite 2014 sebagai peserta seminar (oral presentator).

Guna memperoleh gelar Master Sains IPB, penulis menyelesaikan tesis

dengan judul “Keragaan Pertumbuhan Klon Jati (Tectona grandis) Umur 2 Tahun

Gambar

Gambar 2.1 Peta lokasi penelitian
Tabel 2.1 Alat dan bahan penelitian
Gambar 2.2 Histogram ranking dari rata-rata karakter pertumbuhan dari 41 klon
Tabel 3.1 Nilai rataan variabel pertumbuhan klon jati pada empat microsite
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menganalisis bagaimana hubungan dan pengaruh dari variabel ekonomi lainnya seperti angkatan kerja (L), PMTB (K), ekspor migas (OX), nilai tukar (EXCR) dan

Dengan demikain pengunaan permainan bola gantung damal materi pasing bawah dapat meningkatkan hasil belajar siswaDari hasil penelitian, peneliti menyimpulkan

Selama ini kita lihat produk jeans kapasitasnya padat dan sangat ber volume sehingga banyak yang berfikir kemasan yang bagus hanyalah kantung plastic untuk

Sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan dan pembahasannya mengenai pengaruh kepemimpinan kepala sekolah, motivasi kerja dan disiplin kerja terhadap kinerja

169 Berdasarkan konsep tersebut, memang gaya kepemimpinan otoriter tidak bisa dilakukan terutama pada lembaga pendidikan seperti sekolah atau madrasah, karena

Peneliti melakukan penelitian di Desa Saba Padang Kecamatan Huta Bargot Kabupaten Mandailing Natal terhadap kandungan merkuri (Hg) pada bak pembuangan air

Kebutuhan hidup masyarakat yang dimaksudkan adalah komponen-komponen yang menjadi penunjang ketahanan hidup masyarakat secara jangka panjang. Kebutuhan tersebut meliputi

Bahaya penghirupan Berdasarkan data yang tersedia, kriteria klasifikasi tidak terpenuhi. Informasi lebih lanjut Complete toxicity data are not available for this