• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prevalensi Koksidiosis Pada Peternakan Sapi Perah Di Baru Tegal Dan Joglo, Cisarua, Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Prevalensi Koksidiosis Pada Peternakan Sapi Perah Di Baru Tegal Dan Joglo, Cisarua, Kabupaten Bogor"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

PREVALENSI KOKSIDIOSIS

PADA PETERNAKAN SAPI

PERAH DI BARU TEGAL DAN JOGLO, CISARUA,

KABUPATEN BOGOR

ELMA NEFIA

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT HEWAN DAN KESMAVET FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Prevalensi Koksidiosis pada Peternakan Sapi Perah di Baru Tegal dan Joglo, Cisarua, Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

Elma Nefia

(4)
(5)

ABSTRAK

ELMA NEFIA. Prevalensi Koksidiosis pada Peternakan Sapi Perah di Baru Tegal dan Joglo, Cisarua, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh UMI CAHYANINGSIH dan ARIFIN BUDIMAN NUGRAHA

Koksidiosis merupakan salah satu masalah untuk industri peternakan sapi perah. Penyakit yang disebabkan oleh spesies Eimeria. Penelitian ini bertujuan untuk menduga prevalensi koksidiosis, menghitung jumlah ookista tiap gram tinja (OTGT) dan mengidentifikasi spesies Eimeria. Penelitian dilaksanakan pada Januari hingga Agustus 2014 di Kelompok Ternak Baru Tegal dan Joglo. Jumlah total sampel sebanyak 100 sampel diperoleh dari sapi perah usia kurang dari 6 bulan, 6 sampai 12 bulan dan lebih dari 12 bulan. Metode McMaster digunakan untuk menghitung jumlah OTGT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi koksidiosis di Baru Tegal dan Joglo masing-masing sebesar 23.5% (SK 95%; 15.5%‒31.5%) dan 42.1% (SK 95%; 32.8‒51.4%). Prevalensi tertinggi pada sapi umur kurang dari 6 bulan sebesar 68.6% (SK 95%; 59.8-73.8) dan berdasarkan jenis kelamin terdapat pada sapi jantan sebesar 56.3% (SK 95%; 46.9-65.7). Derajat infeksi koksidiosis berdasarkan OTGT terdapat pada sapi umur kurang dari 6 bulan (OTGT=2387.5). Terdapat pengaruh yang nyata dari umur ternak terhadap nilai OTGT (p<0.05). Hasil identifikasi menemukan 5 spesies Eimeria sp, yaitu E. bovis, E. bukidnonensis, E. aurbunensis, E. wyomingensis dan

E. canadensis.

Kata kunci: Bogor, koksidiosis, sapi perah, Eimeria sp., prevalensi

ABSTRACT

ELMA NEFIA. Prevalence of Coccidiosis in Dairy Farms in Baru Tegal and Joglo, Cisarua, Bogor District. Supervised by UMI CAHYANINGSIH and ARIFIN BUDIMAN NUGRAHA

(6)

species of Eimeria were identified, namely: E. bovis, E. bukidnonensis, E. aurbunensis, E. wyomingensis dan E. canadensis.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet

PREVALENSI KOKSIDIOSIS

PADA PETERNAKAN SAPI

PERAH DI BARU TEGAL DAN JOGLO, CISARUA,

KABUPATEN BOGOR

ELMA NEFIA

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT HEWAN DAN KESMAVET FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun skripsi. Judul yang dipilih dalam penelitian yang akan dilaksanakan berjudul “Prevalensi koksidiosis pada peternakan sapi perah di Baru Tegal dan Joglo, Cisarua, Kabupaten Bogor ”.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Drh Umi Cahyaningsih, MS dan Drh Arifin Budiman Nugraha, MSi sebagai pembimbing, serta Drh Isrok Malikus Sufi, MSi yang telah banyak memberi saran untuk skripsi ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Nani, Ibu Mae dan seluruh staf Laboratorium Protozoologi, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet (IPHK), Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor yang telah membantu selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman sepenelitian yakni Zikra Doviansyah dan Dory Sylvianisah Pohan, Yasmin, Iis, Maharlika, IMKB dan seluruh angkatan FKH 48 yang telah memberikan warna dan cerita.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2015

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Klasifikasi dan Morfologi Eimeria sp. 2

Siklus Hidup 3

Periode Paten, Prepaten dan Waktu Sporulasi 4

Prevalensi Koksidiosis pada sapi 5

Kerugian Ekonomi Akibat Koksidiosis 6

METODE 6

Tempat dan Waktu Penelitian 6

Metode Penarikan Contoh 7

Koleksi Sampel 7

Penghitungan Ookista 7

Identifikasi Ookista Eimeria secara Morfologi 8

Analisis Data 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Prevalensi Koksidiosis 8

Prevalensi Koksidiosis pada Sapi Perah di Kelompok

Ternak Baru Tegal dan Joglo, Cisarua, Kabupaten Bogor 8

Prevalensi Koksidiosis pada Kelompok Umur yang Berbeda 9

Derajat Infeksi pada Kelompok Umur dan Jenis Kelamin yang berbeda 10

Prevalensi Koksidiosis Berdasarkan Jenis Kelamin 11

Identifikasi Ookista Berdasarkan Morfologi 12

Identifikasi OokistaBerdasarkan Spesies 13

SIMPULAN 14

SARAN 14

DAFTAR PUSTAKA 14

(14)

DAFTAR TABEL

1 Ukuran spesies Eimeria pada sapi 3

2 Waktu sporulasi Eimeria sp. pada sapi 6

3 Prevalensi koksidiosis pada sapi perah di kelompok ternak

Baru Tegal dan Joglo, Cisarua, Kabupaten Bogor 9 4 Prevalensi koksidiosis pada kelompok umur yang

berbeda 10

5 Derajat Infeksi pada Kelompok Umur dan Jenis Kelamin

yang berbeda 10

6 Prevalensi koksidiosis berdasarkan jenis kelamin 11

7 Identifikasi ookista berdasarkan morfologi 12

8 Identifikasi ookista berdasarkan spesies 13

DAFTAR GAMBAR

1 Struktur ookista Eimeria sp. yang telah bersporulasi 3

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peternakan merupakan salah satu bidang usaha yang berkontribusi dalam peningkatan sektor perekonomian di Indonesia. Permintaan produk peternakan terutama susu dan daging diperkirakan terus meningkat dua sampai tiga kali lipat. Hal tersebut sebanding dengan bertambahnya jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi, dan perbaikan tingkat pendidikan (Kasryno 2004). Oleh karena itu, perlu diimbangi dengan manajemen pengelolaan yang baik untuk mengoptimalkan produktivitas ternak. Hewan ternak yang dipelihara oleh masyarakat salah satunya adalah sapi perah. Sapi perah merupakan penghasil susu yang berkontribusi dalam memenuhi kebutuhan konsumsi protein hewani bagi manusia (Makin 2011). Namun, manajemen pemeliharaan sapi perah menemui beberapa kendala dan salah satunya adalah penyakit parasit pada ternak yaitu koksidiosis.

Koksidiosis di Industri peternakan merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortilitas hewan ternak. Koksidiosis disebabkan oleh protozoa famili Eimeridae, genus Eimeria (Cahyaningsih dan Supriyanto 2007). Menurut Levine (1995) terdapat 13 jenis Eimeria pada sapi berdasarkan bentuk dan ukuran ookista. Eimeria zuernii dan Eimeria bovis merupakan spesies paling patogen yang sering ditandai dengan diare berdarah (Lucas et al. 2006). Eimeria zuernii

dapat menyebabkan tipe penyakit menahun yaitu hewan menjadi kurus, mengalami dehidrasi, lemah, lesu, telinga terkulai, dan mata cekung (Levine 1995).

Koksidiosis dapat ditularkan melalui pakan, air minum dan lingkungan yang terkontaminasi oleh ookista yang telah bersporulasi. Hewan yang terkena koksidiosis menunjukkan gejala klinis diantaranya adalah diare, dehidrasi, penurunan bobot badan, penurunan daya tahan tubuh, anemia dan juga dapat menyebabkan kematian. Hal ini dapat menyebabkan kerugian ekonomi, sehingga perlu dilakukan upaya untuk mencegah dan menanggulangi koksidiosis. Identifikasi terhadap Eimeria sp. dilakukan untuk mengetahui karakteristik dari masing-masing jenis ookista dan diharapkan dapat mempermudah penanganan masalah akibat koksidiosis.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk menduga prevalensi koksidiosis, mengetahui jumlah ookista tiap gram tinja, membandingkan tingkat kejadian koksidiosis pada tingkatan umur yang berbeda, dan mengidentifikasi spesies

(16)

2

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran epidemiologi terutama tentang prevalensi koksidiosis pada sapi perah di kelompok ternak Baru Tegal dan Joglo KUD Giri Tani, Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi dan Morfologi Eimeria sp.

Eimeria sp. merupakan spesies protozoa yang menyebabkan koksidiosis. Beberapa jenis Eimeria yang menyerangsapi yaitu Eimeria aubernensis, Eimeria bovis, Eimeria zuernii, Eimeria alabamensis, Eimeria brasiliensis, Eimeria bukidnonensis, Eimeria canadensis, Eimeria cylindrical, Eimeria ellipsoidal, Eimeria pellita, Eimeria subspherica, dan Eimeria wyomingensis (Taylor et al.

2007).

Menurut Levine (1995), klasifikasi Eimeria sp.adalah sebagai berikut : Filum : Apicomplexa

Kelas : Coccidia Ordo : Eucoccidiorida Subordo : Eimeriorina Famili : Eimeriidae Genus : Eimeria

Spesies : Eimeria sp.

(17)

3

Spesies Eimeria sangat spesifik dalam menginfeksi inangnya dan terdapat tiga belas spesies Eimeria yang terdapat pada sapi. Perbedaan morfologi spesies

Eimeria tersaji pada Tabel 1.

Siklus Hidup

Spesies Eimeria memiliki dua stadium dalam siklus hidupnya, yaitu endogenus dan eksogenus. Stadium endogenus terjadi di dalam tubuh induk semang meliputi tahap skizogoni dan gametogoni,sedangkan stadium eksogenus

Tabel 1 Ukuran spesies Eimeria pada sapi (Levine 1995)

Spesies Bentuk Ukuran (

Spesies Patogen

E. bovis Bulat 23-24 x 17-23 E. zuernii Suspherica/Ellips 12-29 x 10-21 E. alabamensis Bulat 13-25 x 11-17

Spesies Non-patogen

E. auburnensis Ovoid 32-46 x 19-30 E. brasiliensis Ellips 31-49 x 21-33 E. bukidnonensis Bulat 34-64 x 26-41 E. canadensis Ellips 28-39 x 20-29 E. cylindrical Silinder 16-34 x 12-19 E. illinoisensis Ellips 24-30 x 19-23 E. ellipsoidalis Ellips 12-32 x 10-29 E. pellita Ovoid 32-42 x 22-27 E. subspherica Suspherica 9-14 x 8-13 E. wyomingensis Ovoid 36-46 x 26-32

(18)

4

meliputi tahap sporogoni. Siklus hidup Eimeria sp. juga terdiri atas tahap aseksual (skizogoni dan sporogoni) serta tahap seksual (gametogoni). Siklus hidup

Eimeria sp.dapat dillihat pada Gambar 2.

Perkembangan tahap aseksual dimulai dari masuknya ookista ke dalam tubuh hingga terbentuknya merozoit generasi kedua. Perkembangan tahap sporogoni atau sporulasi dimulai dari ookista yang keluar bersama feses yang terdiri atas satu sel sporon dan bersifat diploid, ookista akan mengalami pembagian reduksi dan timbul badan kutub. Sporon kemudian membagi menjadi empat sporoblast dan masing-masing sporoblast akan menjadi sebuah sporokista yang berisi dua sporozoit. Ookista pada tahap ini memiliki protoplasma yang mengandung massa nukleus dengan dinding pelindung yang tahan terhadap pengaruh fisis, kimia ataupun terhadap aktivitas bakteri. Tahap sporogoni atau sporulasi ini terjadi di luar tubuh inang dengan waktu sporulasi selama beberapa hari hingga beberapa minggu tergantung pada spesies, ketersediaan oksigen, kelembapan, suhu, dan faktor lingkungan lainnya (Lassen 2009).

Tahap skizogoni dimulai saat ookista yang termakan akan menginfeksi induk semang. Gerakan mekanik CO2 akan merusak dan memecah dinding ookista sehingga menyebabkan keluarnya sporozoit (eksistasi). Sporozoit akan bergerak menembus sel epitel, kemudian membentuk tropozoit. Tropozoit akan berkembang membentuk vakuola parasitophorous kemudian menjadi meron (skizon) generasi pertama. Skizon generasi pertama akan berkembang dan membelah menjadi merozoit generasi pertama. Merozoit generasi pertama akan memecah sel induk semang dan masuk ke dalam sel baru dan menjadi meron (skizon) generasi kedua. Meron (skizon) generasi kedua akan tumbuh dan membelah menjadi merozoit generasi kedua. Sebagian dari merozoit generasi

(19)

5

kedua akan berkembang menjadi merozoit generasi ketiga atau masuk ke dalam sel epitel usus dan saluran pencernaan. Merozoit generasi kedua akan merusak mukosa usus dan menyebabkan terjadinya perdarahan yang meluas hingga usus halus dan usus besar sehingga darah akan keluar bersama feses dan menimbulkan darah dalam feses atau berak darah (Morgan dan Hawkins 1955).

Merozoit yang masuk menembus sel epitel akan membentuk gametosit dan berkembang membentuk gamon (makrogamon dan mikrogamon). Makrogamon membelah secara aseksual membentuk makrogametosit (gametosit betina), sedangkan mikrogamon membentuk mikrogametosit (gametosit jantan). Mikrogamet akan keluar dan membuahi makrogamet yang akan membentuk zigot, kemudian berkembang menjadi ookista. Ookista tersebut kemudian akan terbawa keluar bersama feses (Levine 1995).

Periode Paten, Prepaten dan Waktu Sporulasi

Periode paten merupakan periode saat ookisa diproduksi, sedangkan periode prepaten merupakan interval waktu saat infeksi ookista hingga ookista keluar bersama feses. Waktu sporulasi adalah waktu yang dibutuhkan ookista mulai dari keluarnya ookista bersama feses sampai terbentuknya sporozoit. Faktor yang memengaruhi sporulasi ookista yaitu ketersediaan oksigen, suhu lingkungan yang optimum dan kelembapan (Soulsby 1982). Sporulasi tidak dapat terjadi pada suhu terlalu tinggi di atas 39 °C atau suhu terlalu rendah di bawah 12 °C (Current

et al. 1987). Waktu sporulasi spesies Eimeria dapat diamati pada Tabel 2.

Prevalensi koksidiosis pada sapi

Kejadian koksidiosis pertama kali dilaporkan di Amerika Utara oleh Smith pada tahun 1893. Lin et al. (2011) menyatakan bahwa prevalensi koksidiosis pasa

Tabel 2 Waktu sporulasi spesies Eimeria pada sapi (Levine 1995)

Spesies Sporulasi (hari) Waktu

(20)

6

sapi di Qinchuan, Cina sebesar 42.07%. Prevalensi tertinggi ditemukan pada sapi muda (umur 3 sampai 12 bulan) dan prevalensi terendah ditemukan pada sapi berumur lebih dari 2 tahun. Kejadian koksidiosis pada sapi juga pernah dilaporkan di India, Kashmir, Buenos Aires, Costa Rica, Lithuanian, papua Nugini.

Kejadian koksidiosis pada sapi di Indonesia pernah dilaporkan di Bali, Sleman, Sukabumi, Bandung, Gorontalo, Kalimantan Barat, Kalimantan tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Maluku. Koksidia yang terdeteksi dari feses di Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sukabumi persentasinya berkisar 3.7 sampai 8.7% yaitu Eimeria zuernii dan Eimeria bovis

(Iskandar 2007). Koksidiosis juga dilaporkan oleh Fitriastuti (2011) bahwa terjadi infeksi berat yang mengandung ookista diatas 5000 ookista tiap gram tinja pada sapi di Kalimantan Barat dan Sulawesi Tenggara. Hal ini terjadi karena pemeliharaan sapi yang tidak terawat, sanitasi kandang yang kotor, dan ternak yang dicampur dalam satu kandang menyebabkan stres pada sapi, sedangkan sampel yang menunjukkan hasil yang negatif adalah sapi yang dipelihara dengan manajemen peternakan yang baik.

Kerugian ekonomi akibat koksidiosis

Kerugian ekonomi akibat koksidiosis pada industri peternakan sapi di Amerika Serikat ditaksir sekitar US$10 juta per tahun, kerugian tersebut mendekati jumlah kerugian koksidiosis pada industri unggas (Seddon 1966). Peternakan sapi di Amerika Serikat mengeluarkan biaya untuk mengatasi koksidiosis pada sapi lebih dari US$400 juta per tahun. Matjila dan Penzhorn (2002) memperkirakan bahwa keuntungan yang hilang akibat koksidiosis sebesar US$400 juta per tahun.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

(21)

7

Metode Penarikan Contoh

Pengambilan sampel dilakukan di kelompok usaha ternak Giri Tani (Joglo dan Baru Tegal), Cisarua. Jumlah populasi sapi perah di wilayah ini adalah 500 ekor. Besaran sampel didapat dengan menggunakan tingkat kepercayaan sebesar 95%, prevalensi dugaan 50%, dan tingkat kesalahan sebesar 10%, sehingga diperoleh jumlah ukuran sampel sebanyak 100 sampel. Pengambilan sampel dilakukan pada sapi perah umur kurang dari 6 bulan, 6 sampai dengan 12 bulan, dan lebih dari 12 bulan. Adapun rumus ukuran contoh untuk menduga prevalensi penyakit (Thrusfield 2005) adalah sebagai berikut:

Keterangan :

n : ukuran contoh

p : prevalensi dugaan

q : (1 - p)

L : tingkat kesalahan

Koleksi Sampel

Pengambilan feses dilakukan secara langsung dengan metode palpasi rektal. Feses diambil ±20 gram kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diidentifikasi berdasarkan nama peternak, umur ternak, jenis kelamin dan nomor ternak. Kemudian sampel disimpan ke dalam coolerbox selama transportasi dan disimpan dalam lemari pendingin sampai dilakukan pemeriksaan.

Penghitungan Ookista

Penghitungan ookista tiap gram tinja dilakukan dengan menggunakan metode McMaster. Feses ditimbang sebanyak 4 gram lalu dimasukkan ke dalam gelas dan ditambahkan larutan garam jenuh sebanyak 56 ml kemudian dihomogenkan. Selanjutnya, larutan dimasukkan ke dalam kamar hitung

(22)

8

Keterangan :

OTGT : Ookista Tiap Gram Tinja

n : Jumlah ookista yang ditemukan

Bt : Berat feses (gram)

Vl : Volume larutan pengapung (ml)

Vkh : Volume kamar hitung (ml)

Identifikasi Ookista Eimeria secara Morfologi

Identifikasi ookista dilakukan dengan cara mengukur panjang dan lebar ookista menggunakan mikrometer okuler. Ukuran panjang dan lebar ookista yang diperoleh masing-masing dikali dengan 7.5 yang merupakan nilai konversi dari kalibrasi mikroskop untuk memperoleh ukuran ookista yang sebenarnya (μm). Indeks ookista diperoleh dengan cara membagi panjang dan lebar ookista. Hasil identifikasi dibandingkan dengan Soulsby (1982) dan Levine (1995).

Analisis Data

Data diolah menggunakan program SPSS 19.0 dengan Uji Mann-Whitney U dan Kruskal-Walis yang dilanjutkan dengan Uji Dunn.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Prevalensi Koksidiosis

Prevalensi Koksidiosis pada Sapi Perah di Kelompok Ternak Baru Tegal dan Joglo, Cisarua Kabupaten Bogor

Koksidiosis merupakan penyakit yang umum terjadi pada sapi dan menyebar di seluruh dunia (Davoudi et al. 2011). Hasil penelitian ini menunjukkan prevalensi koksidiosis pada sapi perah di wilayah Cisarua sebesar 33.3% (Selang Kepercayaan (SK) 95%; 27%-45%). Adapun prevalensi koksidiosis berdasarkan wilayah yaitu Baru Tegal sebesar 23.5% (SK 95%; 15.5%-31.5%) dan Joglo dengan prevalensi 42.1% (SK 95%; 32.7%-51.5%). Tingkat prevalensi akibat infeksi Eimeria sp. pada wilayah Baru Tegal dan Joglo disajikan pada Tabel 3.

Hasil penelitian ini sesuai dengan data yang dilaporkan (Lassen 2011) bahwa prevalensi koksidiosis pada sapi perah di Latvian berkisar 13% sampai 75% dan Bangoura et al. (2011) di Jerman berkisar 8% sampai 100%. Prevalensi kejadian koksidiosis telah banyak dilaporkan di seluruh dunia dengan hasil yang bervariasi, diantaranya prevalensi koksidiosis di Iran sebesar 8.3% (Heidari et al.

(23)

9

2014), dan Kabupaten Klaten dengan prevalensi sebesar 41.4% (Qudwatunnisa 2013).

Perbedaan prevalensi yang bervariasi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kondisi iklim, manajemen peternakan, sanitasi, kepadatan populasi, kondisi fisiologis hewan dan imunitas ternak (Matsubayashi et al. 2009). Menurut Soulsby (1982) perbedaan prevalensi koksidiosis dapat disebabkan adanya kadar oksigen yang cukup, suhu lingkungan yang optimum dan derajat kelembapan yang sesuai terhadap sporulasi ookista. Sementara itu, sporulasi ookista terjadi pada suhu 12 °C sampai 39 °C (Current et al. 1987). Kondisi lingkungan KUD Giri Tani yang memiliki suhu 16 °C sampai 24 °C sangat cocok untuk berkembangnya Eimeria sp.

Prevalensi di wilayah Joglo sebesar 42.1% (SK 95%; 32.8%-51.4%) lebih tinggi dibandingkan prevalensi di wilayah Baru Tegal sebesar 23.5% (SK 95%; 15.5%-31.5%). Hal ini dikarenakan adanya perbedaan dalam manajemen pemeliharaan yang diterapkan oleh masing-masing peternak. Peternak di wilayah Baru Tegal sebagian besar menggunakan alas kandang dari semen, sedangkan di wilayah Joglo masih banyak peternak yang menggunakan alas kandang dari karet. Menurut Bangoura et al. 2011 tipe alas kandang memengaruhi jumlah dan frekuensi ekskresi ookista. Tipe alas kandang dari semen lebih mudah untuk dibersihkan, sehingga kontaminasi oleh ookista lebih sedikit dibandingkan tipe alas kandang selain semen. Alas kandang karet saat dibersihkan tidak diangkat sehingga hanya bagian permukaannya saja yang dibersihkan. Hal ini diduga ookista masih terdapat dibagian bawah alas kandang karet. Oleh karena itu, perlu dilakukan pembersihan dengan cara mengangkat alas kandang karet. Pemisahan pedet dari induk dan pemberian kolostrum dilakukan pada semua pedet di wilayah Baru Tegal, namun di wilayah Joglo tidak semua pedet dipisahkan dari induknya dan diberi kolostrum. Hal tersebut diduga menyebabkan sapi di wilayah Joglo lebih rentan terinfeksi koksidiosis.

Prevalensi Koksidiosis pada Kelompok Umur yang Berbeda

Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi koksidiosis tertinggi pada umur kurang dari 6 bulan sebesar 68.6% (SK 95%; 59.8%-73.8%). Hal serupa dilaporkan di Ludhiana (Singh et al. 2012) dan Iran (Heidari et al. 2014) bahwa prevalensi koksidioisis tertinggi terjadi pada pedet dan prevalensi terendah terjadi pada sapi dewasa. Tingkat prevalensi koksidiosis berdasarkan kelompok umur disajikan pada Tabel 4.

(24)

10

Prevalensi koksidiosis pada pedet lebih tinggi dikarenakan tidak semua pedet dipisahkan dari induknya dan diberi kolostrum. Hal ini menyebabkan risiko terjadinya infeksi menjadi lebih tinggi dan pedet tidak memiliki antibodi yang cukup untuk melawan infeksi.

Menurut Taylor (2007) bahwa hewan dari kelompok umur yang berbeda dapat terinfeksi koksidiosis. Hewan muda lebih rentan terhadap infeksi dikarenakan kurangnya respon imunitas spesifik, sehingga populasi ookista

Eimeria sp. yang terakumulasi di dalam tubuh hewan semakin tinggi. Sedangkan hewan dewasa yang sebelumnya pernah terpapar akan memiliki sistem imunitas yang lebih baik. Kekebalan tubuh hewan tergantung pada maternal antibodi, pakan yang bernutrisi dan kebersihan kandang. Oleh karena itu, penting untuk memberikan kolostrum pada sapi yang baru lahir dan menjaga kualitas kolostrum yang diberikan agar maternal antibodi dapat diperoleh secara optimal.

Derajat Infeksi pada Kelompok Umur dan Jenis Kelamin yang Berbeda Rata-rata ookista tiap gram tinja (OTGT) tertinggi pada sapi perah kelompok umur kurang dari 6 bulan 2387.5 (SK 95%; 2366.1-2408.9). Derajat infeksi pada kelompok umur dan jenis kelamin yang berbeda disajikan pada Tabel 5.

Derajat infeksi koksidiosis dikelompokkan menjadi infeksi ringan, sedang dan berat. Menurut Lassen dan Jarvis (2009) infeksi ringan adalah infeksi dengan jumlah ookista dibawah 1000 OTGT, infeksi sedang 1001 sampai 5000 OTGT,

Tabel 4 Prevalensi koksidiosis pada kelompok umur yang berbeda

Umur

Jenis Kelamin Jantan 1185.0 961.6-1408.4 0.087

Betina 1429.5 1160.0-1699.0

(25)

11

dan infeksi berat diatas 5000 OTGT. Rata-rata OTGT menunjukkan bahwa sapi umur kurang dari 6 bulan terinfeksi sedang, sapi umur lebih dari 6 sampai 12 bulan serta sapi umur lebih dari 12 bulan terinfeksi ringan, dan sapi jantan maupun betina terinfeksi sedang. Hasil analisis statistik menunjukkan terdapat pengaruh nyata dari umur sapi terhadap jumlah OTGT (p<0.05). Hal serupa pernah dilaporkan oleh Bangoura et al. 2011 bahwa terdapat hubungan signifikan antara umur ternak dengan jumlah OTGT yang diekskresikan (p<0.05). Sementara itu, analisis statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh nyata dari jenis kelamin terhadap jumlah OTGT (p>0.05).

Prevalensi Koksidiosis Berdasarkan Jenis Kelamin

Prevalensi koksidiosis berdasarkan jenis kelamin pada sapi perah jantan sebesar 56.3% (SK 95%; 46.9%-65.7%) dan betina sebesar 29.3% (SK; 20.7%-37.9%). Tingkat prevalensi koksidiosis berdasarkan jenis kelamin disajikan pada Tabel 6.

Hasil pada tabel diatas menunjukkan bahwa sapi jantan maupun betina dapat terinfeksi koksidiosis. Prevalensi koksidiosis pada sapi jantan lebih tinggi dari prevalensi pada sapi betina. Hal serupa pernah dilaporkan oleh oleh Singh et al.

(2012) dalam penelitiannya di daerah Ludhiana prevalensi koksidiosis pada jantan sebesar 28.57% lebih tinggi dari prevalensi hewan betina yang terinfeksi koksidiosis yaitu 2.63%. Prevalensi koksidiosis pada sapi jantan lebih tinggi dari sapi betina disebabkan oleh manajemen pemeliharaan. Manajemen pemeliharaan pada sapi betina yang memproduksi susu lebih diperhatikan dibandingkan sapi jantan. Sanitasi pada sapi betina lebih terjaga karena pembersihan terhadap sapi betina dan kandang lebih sering dilakukan sebelum proses pemerahan.

Infeksi yang terjadi pada sapi perah terutama sapi betina akan mengganggu produktivitas hewan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah produksi susu dan kualitas susu yang dihasilkan. Hal ini akan menimbulkan masalah ekonomi yang serius bagi peternak karena sebagian besar populasi sapi perah adalah betina. Kerugian ekonomi akibat koksidiosis pernah dilaporkan di Amerika Serikat (Seddon 1966) ditaksir sekitar US$10 juta per tahun dan oleh Matjila dan Penzhorn (2002) kerugian ditaksir sekitar US$400 juta per tahun, sedangkan kerugian akibat koksidiosis pada sapi di Indonesia belum banyak diketahui. Peternak sapi di Indonesia sebagian besar masih belum menganggap infeksi oleh parasit merupakan masalah yang serius. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penyuluhan kepada peternak tentang dampak koksidiosis beserta upaya pencegahan dan pengendaliannya.

Tabel 6 Prevalensi koksidiosis berdasarkan jenis kelamin

(26)

12

Identifikasi Ookista Berdasarkan Morfologi

Berdasarkan pengamatan ookista yang telah dibandingkan dengan Levine (1995) dan Soulsby (1982) ditemukan 5 spesies Eimeria yaitu, E. wyomingensis, E. aurbunensis, E. bukidnonensis, E. canadensis dan E. bovis. Hasil identifikasi ookista Eimeria sp. secara morfologi dapat dilihat pada Tabel 7.

Hasil identifikasi ukuran dan indeks ookista pada sampel berada dalam kisaran (ukuran dan indeks) menurut Levine (1995) dan Soulsby (1982). Menurut kedua literatur tersebut ukuran ookista Eimeria sp. berkisar antara 11 μm sampai

64 μm dan indeks 0.77 sampai 1.93. Ukuran indeks dari kelima spesies berdasarkan pengamatan berada diantara 1 sampai 1.29. Indeks ookista diperlukan untuk menentukan bentuk ookista. Perbedaan indeks menurut Cahyaningsih dan Supriyanto (2007) dapat disebabkan oleh perbedaan pada ukuran panjang dan lebar ookista. Semakin besar panjang ookista dibandingkan lebarnya, maka indeks akan semakin besar. Faktor lain yang memepengaruhi adalah posisi ookista pada saat dilakukan pengamatan berubah atau tidak menentu. Posisi ookista ini seperti telur yang jika dilihat dari atas berbentuk bulat, sedangkan jika dilihat dari samping berbentuk silinder atau ellips.

Salah satu dari 5 spesies yang ditemukan merupakan spesies yang patogen, yaitu E. bovis. E. bukidnonensis, E. wyomingensis dan E. canadensis merupakan Tabel 7 Hasil identifikasi ookista Eimeria sp. pada feses sapi perah berdasarkan

Levine (1995) dan Soulsby (1982)

Hasil Identifikasi

Menurut Soulsby (1982)

Menurut

Levine (1985) Jenis Eimeria sp.

Ukuran

(27)

13

spesies yang tidak patogen, sedangkan E. aurbunensis merupakan spesies dengan patogenitas rendah (Lassen dan Jarvis 2009). Menurut Levine (1985) patogenitas dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya jumlah sel hospes yang dirusak oleh setiap ookista yang menginfeksi, jumlah merozoit setiap generasi serta lokasi parasit didalam jaringan dan sel hospes. Hal-hal yang mempengaruhi patogenitas parasit juga dijelaskan oleh Trisunuwati (2011), yaitu jumlah parasit, ketepatan target, tingkat adaptasi hewan yang diserang, kondisi hospes, derajat keparahan kerusakan, dan lokasi yang diserang.

Identifikasi OokistaBerdasarkan Spesies

Berdasarkan hasil pengamatan spesies ookista yang ditemukan pada sampel, terdapat 19 sampel yang terinfeksi 1 spesies dan 17 sampel terinfeksi lebih dari 1 spesies atau infeksi campuran. Jumlah sampel yang terinfeksi 1 spesies Eimeria dan lebih 1 spesies Eimeria disajikan pada Tabel 8.

Menurut Levine (1995) infeksi yang paling sering terjadi adalah infeksi lebih dari 1 spesies. Namun, pada penelitian ini terdapat 19 sampel yang hanya terinfeksi 1 spesies dengan persentase 52.8%. Sementara itu, sampel yang terinfeksi lebih dari 1 spesies sebanyak 17 sampel dengan persentase 47.2%. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya umur, tingkat imunitas, tingkat adaptasi spesies ookista terhadap inang dan keberadaan ookista dari masing-masing spesies di lingkungan.

Frekuensi kemunculan masing-masing spesies dari yang terendah berturut-turut adalah Eimeria aurbunensis, Eimeria canadensis, Eimeria wyomingensis, Eimeria bovis dan Eimeria bukidnonensis. Lima spesies yang ditemukan dalam penelitian ini juga pernah dilaporkan di Argentina (Sanchez et al. 2008), Estonia (Lassen et al. 2009), dan Inggris (Mitchell et al. 2012).

Tabel 8 Jumlah sampel yang terinfeksi 1 spesies Eimeria dan lebih dari 1 spesies Eimeria

Infeksi ookista Hasil Pemeriksaan

Jumlah sampel positif Prevalensi (%)

(28)

14 berdasarkan OTGT terdapat pada sapi umur kurang dari 6 bulan (OTGT=2387.5). Hasil identifikasi menemukan 5 spesies Eimeria sp, yaitu E. bovis, E. bukidnonensis, E. aurbunensis, E. wyomingensis dan E. canadensis. Spesies yang paling dominan muncul adalah E. bukidnonensis dan E. bovis.

SARAN

Penyuluhan untuk memberikan pemahaman kepada peternak tentang dampak koksidiosis beserta upaya pencegahan dan pengendaliannya perlu dilaksanakan oleh instansi terkait. Pada penelitian selanjutnya perlu dilakukan analisis risiko terhadap untuk menduga faktor risiko yang mempengaruhi kejadian koksidiosis.

DAFTAR PUSTAKA

Bangoura B, Mundt HC, Schmaschke R, Westphal B, Daugschies A. 2011. Prevalence of Eimeria bovis and Eimeria zuernii in German cattle herds and factors influencing oocyst excretion. Parasitol Res. 109:S129-S138.doi: 10.1007/s00436-011-2409-1.

Cahyaningsih U, Supriyanto. 2007. Kejadian Koksidiosis pada Domba Umur 6-12 Bulan di Ciomas, Bogor. Di dalam: Cahyaningsih U, Supriyanto, editor.

Pembangunan Nasional Berbasis IPTEKS Untuk Kemandirian Bangsa. Seminar Nasional XIII Persada 2007 [Internet]. 2007 Agustus 9; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. hlm 159-163; [diunduh 2014 Juli 03]. Tersedia pada: http://repository.ipb.ac.id/handle/1234556789 /59111.

Current WL, Upton Sj, Long PL. 1987. Taxonomy and Life Cycle in PL Long.

Coccidiosis of Man and DomesticAnimals. Florida.

Davoudi Y, Garedaghi Y, Nourmohammadzadeh F, Eftekhari Z, Safamarshaei S. 2011. Study on prevalence rate of Coccidiosis in diarrheic calves in east Azerbaijan province. Adv Environ Biol [Internet]. [diunduh 2014 Desember 12]; 5(7): 1563-1565. Tersedia pada: http://www.researchgate.net/profile/ Yagoob_Garedaghi/publication/256504051_Study_on_prevalence_rate_of_ Coccidiosis_in_diarrheic_calves_in_East-Azerbaijan_province/links/02e7e5 232e9830198e000000.pdf.

(29)

15

Iskandar T. 2007. Parasit Penyebab Diare pada Sapi Perah Friesian Holstein (FH) di Kabupaten Bandung dan Sukabumi Jawa Barat. Di dalam: [editor tidak diketahui]. Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas 2020 [Internet]. Bogor (ID): Balai Besar Penelitian Veteriner. hlm 384-388; [diunduh 2014 Juli 06]. Tersedia pada: http://peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/lokakarya/loksp0854.pdf?s ecure=1.

Kasryno, F. 2004. Strategi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan yang Memihak Masyarakat Miskin. ADB TA 3834-INO. Agriculture and Rural

Lassen B, Viltrop A, Raaperi K, Jarvis T. 2009. Eimeria and Cryptosporidium in Estonian dairy farms in regard to age, species, and diarrhoea. Vet Parasitol

[Internet]. [diunduh 2014 Juli 06]; 166: 212-219. Tersedia pada: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19747778.

Lassen B. 2009. Diagnosis, Epidemiology and Control of Bovine Coccidioses in Estonia [Tesis Ph.D]. Estonian University of Life Science.

Levine ND. 1995. Parasitology Veterinary. Soekardono, penerjemah. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.Terjemahan dari: Textbook of Veterinary Parasitology.

Lin et al. 2012. Prevalence of The Intestinal Parasite Infection in Cattle in Shaanxi Province, Northwestern China. Afr J Microbiol Res. 6(33). Doi: 10.5897/AJMR12.558.

Lin Q, Yu SK, Gao M, Huang N, Jia QY. 2011. Prevalences of coccidial infection in cattle in Shanxii province, Northwestern China. Journal Anim Vet Adv. 10(20): 2716-2719. doi: 10.3923/javaa.2011.2716.2719.

Lucas AS, Sweeker WS, Seaglia G, Lindsay DS, Zajac AM. 2006. Variation in Three Localities in South Africa. Vet Parasitol [Internet]. [diunduh 2014

Desember 12]; 104: 93-102. Tersedia pada:

(30)

16

Matsubayashi M, Kita T, Narushima T, Kimata I, Tani H, Sasai K, Baba E. 2009. Coprological survey of parasitic in pigs and cattle in slaughterhouse in Osaka, Japan. J Vet Med Sci [Internet]. [diunduh 2014 Desember 12];71(8): 1079-1083. Tersedia pada: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed /19721362.

Mitchell ESE, Smith RP, Iversen JE. 2012. Husbandry risk factors associated with subclinical coccidiosis in young cattle. Vet J. 193: 119-123. doi: 10.1016/j.tvjl.2011.09.017.

Morgan BB, Hawkins PA. 1955. Veterinary Protozoology. USA: Burgess Publishing Company Minnesota.

Nanditya WK. 2014. Prevalensi Koksidiosis pada Sapi dan Prevalensi Kematian Pedet di Sragen, Jawa Tengah. Indonesia: Studi Kasus [skripsi]. Yogyakarta (ID). Universitas Gajah Mada.

Qudwatunnisa Z, 2013. Prevalensi Koksidiosis pada Pedet di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. [skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas Gajah Mada.

Sanchez RO, Romero JR, Founroge RD. 2007. Dynamics of Eimeria oocyst excretion in dairy calves in the Province of Buenos Aires (Argentina), during their first 2 months of age. Vet Par. 151: 133-138.doi: 10.1016/j.vetpar.2007.11.003.

Seddon HR. 1966. Disease of Domestic Animals in Australia. Australia: Department of Health.

Singh NK, Singh H, Jyoti, Haque M, Rath SS. 2012. Prevalence of parasitic infections in cattle of Ludhiana district, Punjab. J Parasit Dis. 36(2): 256-259.doi: 10.1007/s12639-012-0119-y.

Soulsby EJL. 1982. Helminth, Arthropods and Protozoa of Domesticated Animal.

London (UK): Brailliers Tindall.

Taylor MA, Coop RL, Wall RL. 2007. Veterinary Parasitology Third Edition.

UK: Blackwell Publishing.

Thrusfield M. 2005. Veterinary Epidemiology 3rd edition. Iowa (USA): Blackwell Publishing Company.

(31)

17

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sungai Penuh pada tanggal 03 Agustus 1993 dari ayah Asa’Ary Husein dan ibu Hafnanelly Adnan. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Pertiwi Sungai Penuh pada tahun 1999, dilanjutkan ke SD Pertiwi Sungai Penuh. Pada tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikan di SMP N 08 Sungai Penuh dan melanjutkan pendidikan di SMA 02 Sungai Penuh.

Gambar

Gambar 1 Struktur ookista Eimeria yang telah bersporulasi
Gambar 2 Siklus hidup Eimeria sp. (Levine 1995)
Tabel 2  Waktu sporulasi spesies Eimeria pada sapi (Levine 1995)
Tabel 3   Prevalensi koksidiosis pada sapi perah di Kelompok Ternak Baru Tegal    dan Joglo, Cisarua, Kabupaten Bogor
+5

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

Drive service yaitu servis yang digunakan untuk pemain ganda ( double ). Pada saat akan melakukan drive servis, bersiaplah dengan berdiri agak di belakang dan agak jauh dari

Pendidikan Anak Usia Dini Taman Kanak-kanak Iman Ist iqomah

panjang disamping bantuan langsung yang hanya membantu dalam jangka waktu yang pendek. Selain itu masalah umum krisis air di Desa Tihingan seharusnya lebih diperhatikan lagi

Penelitian ini menggunakan analisa Indeks Williamson (IW) dan analisa tipologi daerah. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa 1) dengan analisa IW di Kabupaten Gresik

Bapak Suep selaku pemilik warung soto ayam ini tidak mengalami kerugian jika harga sotonya dijual dengan harga Rp 5000, karena menurutnya dengan harga tersebut sudah dapat

Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan total sampling yakni seluruh kasus baru kecelakaan yang dibawa ke UGD UPT