• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deteksi Perubahan Penggunaan Lahan Di Kabupaten Lampung Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Deteksi Perubahan Penggunaan Lahan Di Kabupaten Lampung Barat"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

DETEKSI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN

DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT

JULIYANI WIDIYA ASTUTI

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Deteksi Perubahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Lampung Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2016

Juliyani Widiya Astuti

(4)
(5)

ABSTRAK

JULIYANI WIDIYA ASTUTI. Deteksi Perubahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Lampung Barat. Dibimbing oleh MUHAMMAD ARDIANSYAH dan

KHURSATUL MUNIBAH.

Perubahan penggunaan lahan merupakan suatu proses perubahan dari penggunaan lahan sebelumnya ke penggunaan lahan lain yang bersifat permanen maupun sementara dan dapat berdampak positif maupun negatif. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pola penggunaan lahan dan perubahannya pada periode 2000-2010 dan prediksi penggunaan lahan Kabupaten Lampung Barat tahun 2030 dengan metode Artificial Neural Network (ANN) serta melihat ketidakselarasan alokasi pemanfaatan lahan RTRWK terhadap penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan pada periode 2000-2010 menunjukkan bahwa hutan lahan kering primer berkurang drastis seluas 15.578 ha, sementara pertanian lahan kering campur semak bertambah seluas 25.943 ha. Prediksi penggunaan lahan tahun 2030 menggunakan ANN mengindikasikan bahwa terjadi penurunan luas penggunaan lahan hutan lahan kering primer (26.118 ha), belukar (17.624 ha), hutan lahan kering sekunder (798 ha), belukar rawa (294 ha), rumput (87 ha ) dan tanah kosong (85 ha), sedangkan pertambahan luas terjadi pada penggunaan lahan pertanian lahan kering campur semak (42.966 ha), pertanian lahan kering (1.296 ha), pemukiman (582 ha) dan sawah (162 ha). Analisis ketidakselarasan penggunaan lahan menghasilkan bahwa terdapat 197.709 ha (39,42%) penggunaan lahan di tahun 2030 tidak selaras terhadap peruntukan lahan dalam RTRWK. Ketidakselarasan pemanfaatan lahan terbesar terjadi di peruntukan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) sebesar 94.796 ha (18,90%).

(6)

JULIYANI WIDIYA ASTUTI.Detection of Land Use Change in West Lampung.

Supervised by MUHAMMAD ARDIANSYAH dan KHURSATUL MUNIBAH.

Land use change is a process of permanent or temporary change from the previous land use to the other land and can impact positively or negatively. The objectives of this study was to determine land use patterns and changes in the period 2000-2010 and prediction of land use in West Lampung regency in 2030 by the method of Artificial Neural Network (ANN) and see the inconsistencies in allocation of RTRWK on land use. Changes in land use in the period 2000-2010 showed that the area of primary dry forest decreased 15.578 ha, whereas dryland farming mixed shrub increased area of 25.943 ha. Prediction of land use in 2030 using the ANN indicates that a decrease in the of forest land dry land primary (26.118 ha), shrub (17.624 ha), dry forest secondary (798 ha), shrub swamp (294 ha), grass (87 ha) and vacant land (85 ha), whereas the increase of dryland farming mixed shrub (42.966 ha), dryland farming (1.296 ha), settlement (582 ha) and paddy (162 ha). The inconsistent analysis of land use produce that there are 197.709 ha (39,42%) the land use in 2030 is inconsistent to the land allocation in RTRWK. The largest inconsistent of land use is in Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) for about 94.796 ha (18,90%).

(7)

DETEKSI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN

DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT

JULIYANI WIDIYA ASTUTI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Penelitian ini berjudul “Deteksi Perubahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Lampung Barat”.

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Dr Ir Muhammad Ardiansyah selaku pembimbing I yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama kegiatan penelitian dan penulisan skripsi. 2. Dr Khursatul Munibah, MSc selaku pembimbing II yang telah memberikan

motivasi dan masukan bagi penulis selama kegiatan penelitian dan penulisan skripsi.

3. Dr Ir Widiatmaka, DDA selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan bagi penulis dalam penulisan skripsi.

4. Orang tua tercinta (Bapak Sudarmo dan Ibu Suwarti) dan adik tersayang (Dina, Fathan dan Robbani), atas doa, perhatian dan dukungan kepada penulis.

5. Seluruh dosen dan staf Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan yang telah memberikan ilmu, bantuan dan dukungan kepada penulis selama menyelesaikan studi.

6. Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Barat dan Pesisir Barat yang telah memberikan informasi dan bantuan kepada penulis.

7. Teman-teman Tanah 48 terutama teman seperjuangan di Lab PPJ (Yuli, Novi, Huzaimah, Indah, Fitri, Zahra, Noviana, Anis, Dien, Royan, Roki) atas saran dan motivasi kepada penulis.

8. Kakak-kakak di CCROM, kak Farid dan mba Nina atas bantuan dan saran kepada penulis.

9. Sahabat-sahabat kontrakan, Fany dan Riana yang telah memberikan keceriaan dan semangat serta kekeluargaan selama kuliah.

10. Rahmat yang telah memberikan kasih sayang serta dukungan kepada penulis. 11. Semua pihak yang telah membantu kegiatan penelitian dan penyusunan

skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, sehingga saran dan kritik yang dapat membangun sangat diharapkan oleh penulis. Semoga penelitian ini dapat memberikan informasi yang berguna bagi pembaca.

Bogor, Januari 2016

(12)
(13)

DAFTAR ISI

Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan 3

Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis 4

Pemodelan Perubahan Penggunaan Lahan dengan Metode ANN 5

Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang 7

METODOLOGI PENELITIAN 8

Waktu dan Tempat Penelitian 8

Bahan dan Alat 8

Metode Penelitian 8

Tahap Persiapan 10

Tahap Pengolahan Data 10

Interpretasi Citra untuk Pemetaan Penggunaan Lahan 10

Pengolahan Data Atribut dan Spasial untuk Peubah Bebas 11

Pemodelan dan Proyeksi Penggunaan Lahan 11

Validasi Model 13

Ketidakselarasan Penggunaan Lahan dengan RTRW 13

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 14

Keadaan Umum Daerah 14

Topografi 15

Klimatologi 16

Geomorfologi dan Kemiringan Lereng 16

HASIL DAN PEMBAHASAN 17

Penggunaan Lahan Di Kabupaten Lampung Barat 17

Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Lampung Barat 18

Pemodelan Perubahan Penggunaan Lahan dengan Metode ANN 19

Validasi Peta Proyeksi Penggunaan Lahan 21

Prediksi Penggunaan Lahan Kabupaten Lampung Barat Tahun 2030 21 Ketidakselarasan Pemanfaatan Lahan RTRW Kabupaten Lampung Barat 23

SIMPULAN DAN SARAN 27

Simpulan 27

Saran 27

DAFTAR PUSTAKA 28

LAMPIRAN 30

(14)

2 Software yang digunakan dalam penelitian 8 3 Luas wilayah Kabupaten Lampung Barat dan kepadatan penduduk tahun

2010 menurut kecamatan 15

4 Kemiringan lereng di Kabupaten Lampung Barat dan luasannya 16 5 Luas penggunaan lahan Kabupaten Lampung Barat tahun 2000 dan 2010 18

6 Matriks peluang perubahan penggunaan lahan tahun 2030 22

7 Luas penggunaan lahan tahun 2010 dan prediksi tahun 2030 23 8 Tingkat kesulitan dalam pengembalian ke peruntukan RTRW dari

penggunaan lahan tahun 2010 25

9 Tingkat kesulitan dalam pengembalian ke peruntukan RTRW dari prediksi

penggunaan lahan tahun 2030 26

DAFTAR GAMBAR

1 Kurva reflektansi dari objek vegetasi, tanah dan air 4

2 Simple Perceptron (A) dan Multi-layer Perceptron (B) ilustrasi input layer,

hidden nodes and output layer 6

3 Diagram alir metode penelitian 9

4 Citra landsat tahun 2010 yang mengalami kerusakan (LSC off) 10 5 Tampilan jendela menu Land Change Modeler (LCM) tab Change Analysis

pada Idrisi Selva 12

6 Tampilan jendela Crosstab 13

7 Peta lokasi penelitian 14

8 Peta penggunaan lahan Kabupaten Lampung Barat tahun 2000 17 9 Peta penggunaan lahan Kabupaten Lampung Barat tahun 2010 17

10 Perubahan luas penggunaan lahan tahun 2000-2010 20

11 Peta perubahan penggunaan lahan tahun 2000-2010 20

12 Peta prediksi penggunaan lahan tahun 2030 22

13 Grafik ketidakselarasan pemanfaatan lahan tahun 2010 23

14 Grafik ketidakselarasan pemanfaatan lahan tahun 2030 24

DAFTAR LAMPIRAN

1 Matriks transisi penggunaan lahan Kabupaten Lampung Barat tahun

2000-2010 31

2 Hasil pemodelan dan peta peluang perubahan 32

3 Nilai Cramer’s V masing-masing variabel 39

4 Peta penggunaan lahan tahun 2014 dan peta prediksi penggunaan lahan

tahun 2014 Kabupaten Lampung Barat 40

5 Validasi silang metode Crosstab antara luas proyeksi ANN tahun 2014

dengan luas peta penggunaan lahan tahun 2014 41

6 Peta RTRW Kabupaten Lampung Barat periode 2010-2030 42

7 Luasan hasil overlay penggunaan lahan tahun 2010 dengan RTRWK 43 8 Luasan hasil overlay penggunaan lahan prediksi tahun 2030 dengan

RTRWK 44

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penggunaan lahan merupakan suatu proses yang bersifat dinamis. Kegiatan pembangunan tidak terlepas dari kebutuhan akan sumberdaya alam, salah satunya yaitu lahan. Lahan merupakan sumberdaya alam yang mempunyai sifat terbatas baik ketersediaan maupun kemampuannya. Seiring dengan meningkatnya populasi manusia, kebutuhan akan lahan juga semakin tinggi untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Usaha peningkatan daya guna lahan tersebut menyebabkan terjadinya perubahan penggunaan lahan.

Aktivitas masyarakat dalam menjalankan kegiatan sosial, ekonomi, dan budaya di suatu wilayah dapat berdampak pada bentuk penggunaan lahan di wilayah tersebut. Perubahan penggunaan lahan dapat berdampak positif maupun negatif. Perubahan penggunaan lahan kearah positif yaitu pembangunan yang sesuai dengan perencanaan dan daya dukung lahan, sedangkan perubahan kearah negatif seperti degradasi lahan, polusi udara, pencemaran air, perubahan iklim lokal dan hilangnya biodiversitas. Faktor-faktor pendorong perubahan sangat beragam, antara lain faktor ekonomi, faktor kebijakan dan faktor alamiah seperti iklim, bencana, dan lain-lain.

Kabupaten Lampung Barat merupakan kabupaten paling barat di Provinsi Lampung dengan luas 4.951 km2 yang meliputi dataran tinggi dan dataran pesisir. Sebesar 76% wilayah merupakan kawasan hutan dengan berbagai fungsi, salah satunya yaitu kawasan lindung Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Pada tahun 2012 terjadi pemekaran wilayah Lampung Barat dengan membentuk Kabupaten Pesisir Barat. Adanya pemekaran wilayah mengindikasikan cepatnya pembangunan daerah yang dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemungkinan juga dapat menimbulkan dampak negatif pada daya dukung wilayah.

Kabupaten Lampung Barat dikenal sebagai kabupaten konservasi, namun juga merupakan kawasan rawan bencana sebesar 87,81% dari luas total wilayah. Fungsi konservasi tetap dijaga dengan cara mengalokasikan sebesar 69,12 % dari total luasan wilayah ini dijadikan sebagai kawasan lindung sekaligus untuk mengantisipasi (mitigasi) potensi bencana alam yang mungkin terjadi, sehingga peruntukan lahan sebagai kawasan budidaya sangat terbatas hanya sebesar 29,38% dari luas total wilayah (Dokumen RTRWK Lampung Barat, 2012).

Berdasarkan hasil penelitian World Agroforestry Center-Asia Tenggara tahun 2006 dalam Dokumen RTRWK Lampung Barat (2012) menyatakan bahwa 70% TNBBS diduga mengalami alih fungsi lahan dan rusak. Alih guna lahan hutan merupakan salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan akan lahan, sehingga pembukaan lahan-lahan baru marak terjadi di daerah ini yang dilakukan masyarakat untuk meningkatkan pendapatan. Soeharto et al., (2011), menyatakan bahwa pendapatan total masyarakat tertinggi terjadi bila 61% areal ditanami kopi dengan pola agroforestri, namun penghasilan terendah terjadi apabila 84% areal didominasi oleh hutan.

(16)

berperan penting dalam menentukan keberlanjutan fungsi ekonomi, sosial dan ekologi, sehingga diperlukan gambaran penggunaan lahan di waktu yang akan datang agar dapat dilihat adanya indikasi konsistensi maupun inkonsistensi dalam penataan ruang dengan pemodelan perubahan penggunaan lahan. Pemodelan dengan sistem pendekatan dinamis dapat memprediksi kondisi waktu yang akan datang karena memiliki sifat dinamis dalam waktu (Munibah, 2008). Pemodelan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode Artificial Neural Networks (ANN) untuk menentukan penggunaan lahan yang berpotensi untuk berubah ke penggunaan lain.

Kondisi geografis yang strategis, wilayah yang masih kaya akan sumberdaya lahan dan kebutuhan masyarakat akan lahan serta adanya pemekaran wilayah berpotensi menyebabkan terjadinya perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Lampung Barat. Oleh karena itu, dilakukan penelitian deteksi perubahan penggunaan lahan yang dimodelkan dengan metode ANN yang dapat digunakan sebagai pemantau dalam pemanfaatan ruang dan landasan pengendalian tata ruang wilayah serta perencanaan keberlanjutan pembangunan dan kebijakan penggunaan lahan di masa yang akan datang.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui pola penggunaan lahan dan perubahannya pada periode 2000- 2010

2. Proyeksi penggunaan lahan Kabupaten Lampung Barat tahun 2030 dengan metode Artificial Neural Network (ANN)

3. Melihat ketidakselarasan alokasi pemanfaatan lahan RTRWK dengan penggunaan lahan

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Bagi penulis yaitu menambah pengetahuan serta mengaplikasikan ilmu penginderaan jauh dan interpretasi spasial

2. Bagi pemerintah daerah sebagai informasi dan masukan dalam pengembangan wilayah daerah

3. Bagi masyarakat dapat dijadikan informasi dalam mengambil keputusan untuk mengkonversi lahan agar tidak terjadi kerusakan lahan

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi serta benda yang ada diatasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan (Arsyad, 2006), termasuk didalamnya adalah akibat-akibat kegiatan manusia, baik pada masa lalu maupun sekarang, seperti reklamasi daerah-daerah pantai, penebangan hutan, dan akibat-akibat yang merugikan seperti erosi dan akumulasi garam (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).

Penggunaan lahan merupakan semua bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan untuk memenuhi kebutuhan hidup baik materil maupun spiritual (Arsyad, 2006). Secara umum penggunaan lahan di Indonesia merupakan akibat nyata dari suatu proses yang lama dari adanya interaksi yang tetap, adanya keseimbangan, serta keadaan dinamis antara aktifitas-aktifitas penduduk diatas lahan dan keterbatasan-keterbatasan di dalam lingkungan tempat hidup (As-syakur et al., 2010). Penggunaan lahan (land use) berhubungan dengan kegiatan manusia pada suatu bidang lahan tertentu, sedangkan penutupan lahan (land cover) merupakan perwujudan fisik obyek-obyek yang menutupi lahan tanpa adanya kaitannya dengan kegiatan manusia (Lillesand dan Kiefer, 1997).

Perubahan penggunaan lahan diartikan sebagai suatu proses perubahan dari penggunaan lahan sebelumnya ke penggunaan lahan lain yang dapat bersifat permanen maupun sementara. Rustiadi et al., (2007), menyatakan bahwa perubahan penggunaan lahan dalam pelaksanaan pembangunan merupakan proses yang tidak dapat dihindari. Perubahan penggunan lahan di suatu wilayah merupakan pencerminan upaya manusia memanfaatkan dan mengelola sumberdaya lahan, dimana perubahan tersebut berdampak terhadap manusia dan kondisi lingkungannya. Selain berdampak terhadap lingkungan, perubahan penggunaan lahan juga berdampak besar terhadap ketahanan pangan (Verburg et al., 1999).

Identifikasi perubahan penggunaan lahan pada suatu wilayah merupakan suatu proses mengindentifikasi perbedaan keberadaan suatu objek atau fenomena yang diamati pada waktu yang berbeda (As-syakur et al., 2010). Deteksi perubahan penggunaan lahan merupakan sebuah proses mengidentifikasi perbedaan keberadaan suatu obyek atau fenomena yang diamati pada rentang waktu yang berbeda (Santoso, 2011).

(18)

Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis

Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena yang dikaji. Komponen dasar suatu sistem penginderaan jauh ditunjukkan dengan adanya hal suatu sumber tenaga yang seragam, atmosfer yang tidak mengganggu, sensor yang sempurna, serangkaian interaksi yang unik antara tenaga dengan benda di muka bumi, sistem pengolahan data tepat waktu dan berbagai penggunaan data (Lillesand and Kiefer, 1997). Penginderaan jauh terdiri atas tiga komponen utama yaitu objek yang diindera, sensor untuk merekam objek dan gelombang elektronik yang dipantulkan atau dipancarkan oleh permukaan bumi.

Prinsip dasar penginderaan jauh adalah perekaman informasi dengan menggunakan radiasi matahari dan sumber energi dalam sensor sebagai sumber tenaga. Radiasi yang dipancarkan oleh matahari atau sumber energi lainnya akan dipantulkan kembali oleh permukaan bumi melalui atmosfer dalam bentuk reflektansi permukaan yang akan direkam oleh sensor (Jaya, 1997). Hasil perekaman oleh sensor digunakan dalam proses pengolahan data untuk memperoleh informasi tentang permukaan bumi.

Data penginderaan jauh dapat berupa data analog, misalnya foto udara cetak atau data video, dan data digital, misalnya citra satelit. Deteksi penutupan lahan oleh perekaman satelit umumnya teramati pada objek tanah, air dan vegetasi dengan panjang gelombang masing-masing objek yang berbeda (Gambar 1). Pantulan setiap objek memiliki karakteristik tertentu untuk setiap saluran spektral sehingga setiap objek dapat dikenali perbedaannya (Lillesand and Kiefer, 1997).

Gambar 1 Kurva reflektansi dari objek vegetasi, tanah dan air

(19)

5

Teknologi Penginderaan jauh berkembang pesat seiring peranannya yang semakin diperlukan dalam proses pengambilan dan pengumpulan informasi mengenai obyek yang diamati. Informasi yang dapat diekstrak melalui data penginderaan jauh yaitu klasifikasi penutupan lahan, deteksi perubahan penggunaan lahan, kualitas fisik bumi, indeks vegetasi, dan identifikasi bencana alam (Murai, 1996).

SIG adalah sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial bersamaan dengan seperangkat operasi kerja (Barus dan Wiradisastra, 2000). Penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG) memberikan metode yang efisien untuk analisis penggunaan lahan, perencanaan penggunaan lahan dan pemodelan. Penerapan metode penginderaan jauh dan SIG dilakukan untuk analisa perubahan penggunaan lahan dan tingkat pencemaran sungai di wilayah Kali Surabaya (Sukojo dan Diah, 2003). Santoso (2011) melakukan analisis perubahan penggunaan lahan dan potensi terjadinya lahan kritis di Kabupaten Kulon Progo. Aplikasi penginderaan jauh dan SIG juga telah diterapkan untuk perencanaan pertanian dengan deteksi penyebaran lahan sawah dalam usaha ketahanan pangan (Wahyunto et al., 2013). Aplikasi penginderaan jauh juga dapat diterapkan dalam analisis terpadu terhadap penggunaan lahan, debit air, data kependudukan dan pengaruh dari masing-masing data. Dengan menggunakan SIG maka keterkaitan antara faktor yang mempengaruhi sistem dapat dianalisis (Aronoff, 1989).

Pemodelan Perubahan Penggunaan Lahan dengan Metode ANN

Secara umum model didefinisikan sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari suatu obyek atau situasi aktual dengan menggambarkan hubungan langsung ataupun tidak langsung serta kaitan timbal balik. Model merupakan abstraksi dari suatu realitas, sehingga wujudnya kurang kompleks dibandingkan dengan realitas itu sendiri. Model dapat dikatakan lengkap bila mewakili berbagai aspek dari situasi aktual (Marimin dan Maghfiroh, 2010). Tujuan dari penggunaan model adalah untuk memahami dengan mudah cara kerja sistem dengan menyederhanakan prosesnya. Salah satu dasar utama pengembangan model adalah untuk menemukan peubah-peubah penting dan tepat.

Model Perubahan penggunaan lahan dapat menunjukkan sebagian kompleksitas sistem penggunaan lahan serta dapat menguji stabilitas hubungan sistem sosial dan ekologi melalui skenario yang dibangun (Veldkamp dan Lambin, 2001). Analisis aspek biofisik dan sosial dapat diintegrasikan dengan perkembangan model. Pemodelan perubahan penggunaan lahan memiliki beberapa manfaat, antara lain untuk mengeksplorasi beragam aktifitas terjadinya suatu perubahan penggunaan lahan dan memprediksi dampak yang ditimbulkan dari perubahan penggunaan lahan serta pengelolaan lahan.

(20)

Artificial Neural Network (ANN) dikembangkan untuk model sistem interkoneksi otak neuron sehingga komputer dibuat meniru kemampuan otak untuk memilah pola dan belajar dari kesalahan percobaan, sehingga dapat teramati adanya hubungan antar data (Pijanowski et al., 2002). ANN dalam bahasa Indonesia mengandung arti jaringan syaraf tiruan, merupakan suatu struktur komputasi yang dikembangkan berdasarkan proses sistem jaringan syaraf biologi dalam otak. ANN merupakan suatu metode, teknik atau pendekatan yang memiliki kemampuan untuk mengukur dan memodelkan suatu perilaku dan pola yang kompleks.

Kunci dari ANN adalah struktur sistem proses informasi yang terdiri dari sejumlah besar pengolahan unsur yang saling berhubungan seperti neuron dan terikat dengan koneksi bobot yang dianalogikan dengan sinapsis (Mas, 2004). Rosenblatt (1958) dalam (Pijanowski et al., 2002) melakukan pengembangan jaringan syaraf tiruan, dengan menciptakan ''perceptron''. Perceptron (Gambar 2A) terdiri dari satu simpul, yang menerima input dan hasil sesuai dengan aturan yang ditetapkan. Jenis jaringan saraf tiruan sederhana ini mampu mengklasifikasikan data yang terpisah secara linear dan membentuk fungsi linear.

Multi-layer Perceptron (MLP) adalah salah satu bentuk arsitektur jaringan ANN yang paling banyak digunakan. Umumnya MLP terdiri dari tiga jenis layer dengan topologi jaringan (Gambar 2B) yaitu lapisan masukan (input layer), lapisan tersembunyi (hidden nodes) dan lapisan keluaran (output layer) yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu hubungan non-linier di kehidupan nyata (Rumelhart, Hinton dan Williams, 1986 dalam Pijanowski et al., 2002).

Gambar 2 Simple Perceptron (A) dan Multi-layer Perceptron (B) ilustrasi input layer, hidden nodes and output layer

Aplikasi ANN untuk memodelkan suatu perubahan penggunaan lahan terdiri dalam empat tahap, yaitu (1) menentukan input dan arsitektur jaringan, (2) melatih jaringan menggunakan sebagian piksel dari input, (3) menguji jaringan menggunakan semua piksel dari input dan (4) menggunakan informasi yang telah dihasilkan oleh jaringan untuk memprediksi perubahan pengunaan lahan (Pijanowski et al., 2002).

(21)

7

digunakan untuk mengetahui pengaruh perubahan iklim pada produktivitas perkebunan kelapa sawit (Hermantoro, 2011) dan modelisasi curah hujan limpasan (Ardanaka, 2013). ANN telah digunakan di berbagai disiplin ilmu seperti ekonomi, kesehatan, klasifikasi bentang lahan, pengenalan pola, prediksi kondisi iklim, dan penginderaan jauh (Atkinson dan Tatnall, 1997).

Keuntungan dari pendekatan ANN yaitu kemampuan dalam menangani fungsi non-linear, melakukan estimasi fungsi model bebas, mengidentifikasi dari hubungan data yang tidak diketahui, dan menggeneralisasi error. ANN terbukti sangat fleksibel untuk fungsi approximators semua jenis data (Mas, 2004).

Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang

Menurut UU N0.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Rencana tata ruang pada hakekatnya menjadi arahan pemanfaatan ruang untuk mewujudkan keserasian dan keselarasan pemanfaatan ruang untuk kawasan lindung dan budidaya. Rencana tata ruang berfungsi sebagai pengendali pemanfaatan ruang agar aspek-aspek keselarasan dan kelestarian lingkungan hidup tetap terjaga.

Pemanfaatan ruang/ lahan merupakan realisasi dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang telah disusun. Pemanfaatan ruang/ lahan yang sesuai dengan ketentuan RTRW dikatakan konsisten atau selaras dengan rencana peruntukan. Namun, permasalahan dalam pengembangan wilayah mengakibatkan terjadinya pemanfaatan ruang/lahan menyimpang dari ketentuan RTRW. Inkonsistensi atau ketidakselarsan tata ruang merupakan bentuk ketidaksesuaian antara pemanfaatan ruang dengan peruntukan tata ruang. Analisis inkonsistensi pemanfaatan ruang terhadap RTRW bertujuan untuk mengetahui apakah pemanfaatan ruang yang telah dilakukan sesuai dengan RTRW yang telah ditetapkan.

Rencana tata ruang wilayah yang dimiliki setiap kabupaten dan kota pada dasarnya berfungsi sebagai alat pengendali perubahan tata guna lahan. Namun proses perencanaan tata ruang wilayah masih berorientasi pada pertimbangan ekonomi menyebabkan kepentingan-kepentingan untuk berlangsungnya fungsi ekologis kurang diakomodasi (Pribadi et al., 2006). Pemanfaatan dan penggunaan lahan diperlukan suatu perencanaan tataguna lahan sehingga pemanfaatan suatu lahan sesuai dengan peruntukan dan kapasitasnya (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).

(22)

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret 2015 sampai Agustus 2015 dengan Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung sebagai studi kasus penelitian. Analisis data dilakukan di Laboratorium Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Tabel 1 Bahan yang digunakan dalam penelitian

No. Data Skala/

Resolusi Sumber Keterangan

1. Citra Landsat TM 7

tahun 2000, 2010 dan 2011

30 x 30 m www.earthexplorer. usgs.gov

Interpretasi penggunaan lahan

2. Citra Landsat TM 8

tahun 2014

30 x 30 m www.earthexplorer. usgs.gov

6. Peta DEM-SRTM 30x30 earthexplorer.usgs.

gov

variabel atau faktor pendorong dalam pemodelan

7. Peta RTRW Kabupaten

Lampung Barat

Tabel 2 Software yang digunakan dalam penelitian

No. Software Fungsi

1. Idrisi Selva Pemodelan perubahan penggunaan lahan 2. ArcGis 9.3 Interpretasi citra

3. Erdas 9.2 Pengolahan citra

4. Microsoft Excel Pengolahan data atribut dari peta penggunaan lahan 5. Microsoft Word Penulisan Tugas Akhir

Metode Penelitian

(23)

9 Gambar 3 Diagram alir metode penelitian

Citra Landsat

Proporsi=0.2402 * e (-0.9464 * (peta jarak ke pemukiman)/1000)

Jarak ke Jalan, Jarak ke Sungai, Jarak ke Pemukiman, Jarak ke Hutan Peubah Bebas

Peta Kemiringan

Lereng

Peta Jalan, Peta Sungai, Peta Penggunaan Lahan Pemukiman, Peta Penggunaan Lahan Hutan

(24)

Tahap Persiapan

Tahap persiapan meliputi penentuan metode, studi literatur, dan pengumpulan data yang dibutuhkan dalam penelitian. Data yang dipersiapkan dalam penelitian ini antara lain citra landsat, peta RBI, data kepadatan penduduk, DEM-SRTM dan peta RTRW Kabupaten Lampung Barat.

Tahap Pengolahan Data

Tahap pengolahan data mencakup interpretasi citra Landsat untuk pemetaan penggunaan lahan dan pengolahan data atribut dan spasial.

Interpretasi Citra untuk Pemetaan Penggunaan Lahan

Interpretasi citra Landsat tahun 2000, 2010 dan 2014 dilakukan secara visual. Citra satelit Kabupaten Lampung Barat terdiri dari 2 scene: path/row 124/63 dan 124/64 sehingga perlu dilakukan penggabungan (mosaic) citra. Citra landsat tahun 2010 mengalami kerusakan (LSC off) (Gambar 4) dan diperbaiki dengan cara menampal gap dengan citra tahun sebelum dan sesudah 2010. Selanjutnya, semua citra diinterpretasi dengan mengacu pada peta penutup lahan dari Kementerian Kehutanan dengan cara menyesuaikan atau menambahkan poligon pada peta penutupan lahan Kementerian Kehutanan. Interpretasi menghasilkan peta penggunaan lahan Kabupaten Lampung Barat tahun 2000, 2010 dan 2014. Perubahan penggunaan lahan dari tahun 2000 ke tahun 2010 dijadikan sebagai peubah dependen dalam model, sedangkan hasil interpretasi tahun 2014 digunakan sebagai validasi peta proyeksi pemodelan.

Gambar 4 Citra landsat tahun 2010 yang mengalami kerusakan (LSC off) Peta penggunaan lahan hasi reinterpretasi diDissolve ke kelas penggunaan lahan. Format data yang dipakai dalam Idrisi Selva berupa raster dan memilih piksel dengan ukuran 50 x 50 m. Ukuran ini dipilih atas dasar pertimbangan yang paling mendekati ukuran resolusi spasial citra Landsat dan berdasarkan penelitian sebelumnya yaitu Tasya, 2010 dan Ridwan, 2014, ukuran ini merupakan ukuran piksel terbaik untuk pemodelan menggunakan citra landsat. Tipe data yang digunakan adalah dalam bentuk byte, yang menyatakan bilangan dengan nilai

(25)

11

Pengolahan Data Atribut dan Spasial untuk Peubah Bebas

Peubah bebas yang dipakai yaitu jarak ke jalan, jarak ke sungai, jarak ke pemukiman, jarak ke hutan, peta lereng dan kepadatan penduduk. Peta jalan dan sungai diperoleh dari peta RBI skala 1 : 50.000. Peta jarak ke jalan dibuat dengan cara memasukkan peta jalan ke modul Distance dengan memilih menu GIS Analysis -Distance Operator - Distance pada Idrisi Selva. Jarak dihitung berdasarkan Euclidean, yaitu jarak dari satu obyek ke obyek lainnya. Satuan jarak yang digunakan adalah meter. Peta jarak ke sungai, jarak ke pemukiman dan jarak ke hutan diolah mengikuti cara pengolahan peta jarak ke jalan. Jarak ke jalan merupakan faktor pendorong perubahan dari segi ekonomi. Semakin dekat dengan jalan maka peluang terjadinya perubahan penggunaan lahan semakin besar karena akses semakin mudah. Jarak ke sungai, jarak ke pemukiman dan jarak ke hutan merupakan faktor pendorong terjadinya perubahan berkaitan dengan budaya masyarakat. Budaya masyarakat yang hidup bergantung pada sumber air dan hutan, maka semakin dekat dengan sumber air dan hutan, maka semakin banyak peluang terjadinya perubahan karena banyaknya faktor campur tangan manusia. Begitu juga dengan jarak ke pemukiman, semakin dekat jarak ke pemukiman maka semakin besar terjadinya perubahan penggunaan lahan karena kebutuhan manusia yang bergantung pada alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Kepadatan penduduk merupakan faktor pendorong terjadinya perubahan dari segi sosial. Data kepadatan penduduk digunakan untuk membuat peta kepadatan penduduk. Semakin padat penduduk, maka kebutuhan akan pemukiman akan semakin besar sehingga sehingga konversi lahan akan semakin banyak. Peta kepadatan penduduk dibuat dengan modul Image Calculator pada Idrisi Selva

dengan memasukkan rumus proporsi populasi (Muin, 2009). Rumus proporsi populasi yaitu:

P = 0.2402 * e (-0.9464 * (peta jarak ke pemukiman)/1000)

dimana jarak ke pemukiman dalam satuan meter. Peta kepadatan penduduk per piksel dibuat dengan rumus :

Pd = ρ* A * P * C

Lereng dikelompokkan dari lereng datar sampai sangat curam dengan simbol gradasi warna gelap sampai ke terang. Lereng digunakan sebagai variabel pendorong terjadinya perubahan dari segi kondisi fisik lahan.

Pemodelan dan Proyeksi Penggunaan Lahan

(26)

Analysis), pemodelan perubahan penggunaan lahan (Transition Potential), dan proyeksi penggunaan lahan (Change Prediction).

Gambar 5 Tampilan jendela menu Land Change Modeler (LCM)

tab Change Analysis pada Idrisi Selva

Analisis perubahan (Change Analysis). Tahapan ini untuk menganalisis perubahan penggunaan lahan yang telah terjadi selama dua titik tahun. Tahap ini menghasilkan grafik perubahan luas setiap penggunaan lahan dan menghasilkan kelas perubahan dimana pada proyeksi penggunaan lahan ini merupakan peubah dependen yang akan digunakan dalam ANN pada tahap selanjutnya. Luas perubahan penggunaan lahan kurang dari 10 ha tidak dilakukan pemodelan prediksi penggunaan lahannya dikarenakan luasan tersebut sangat kecil.

Pemodelan perubahan penggunaan lahan (Transition Potentials). Tahapan ini bertujuan untuk memprediksi lokasi yang berpotensi mengalami perubahan penggunaan lahan. Variabel pendorong yang digunakan untuk membangun model ditentukan pada tahap ini. Peubah dependen dimodelkan satu per satu yang dinamakan Sub-Model dengan peubah bebas dimasukkan kedalam masing-masing

Sub-Model tersebut. Variabel pendorong masing-masing diuji nilai Cramer’s V untuk melihat keterkaitan antara variabel tersebut dengan kelas penggunaan lahan. Rentang nilai yang didapat berkisar antara 0-1, dimana 0 menunjukkan tidak ada keterkaitan, sedangkan 1 menunjukkan adanya keterkaitan antara variabel tersebut dengan kelas penggunaan lahan yang mendorong terjadinya perubahan. Nilai

Cramer’s V > 0,10 berarti variabel tersebut dapat digunakan dalam model.

Keenam variabel yang digunakan memiliki nilai Cramer’s V lebih dari 0,1 sehingga variabel tersebut dapat dimasukkan ke dalam model.

Setelah nilai Cramer’s V semua variabel diuji, selanjutnya running model dengan memilih pendekatan yang ditetapkan yaitu Multilayer Perceptron (MLP) Neural Network. Model akan berhenti apabila telah mencapai kondisi yang ditentukan, yaitu iterasi 5000, RMS 0,0001 dan akurasi model 100%. Nilai iterasi 5000 dipilih karena merupakan nilai pengulangan terbaik yang disarankan

(27)

13

Proyeksi penggunaan lahan (Change Prediction). Peta proyeksi penggunaaan lahan dilakukan dibuat dalam tahap ini dengan menggunakan metode Markov Chain. Pada tahap ini menghasilkan matriks peluang perubahan yang didasarkan pada perubahan penggunaan lahan tahun 2000-2010. Metode ini mengasumsikan bahwa perubahan yang terjadi di masa depan memiliki pola dan peluang serupa dengan pola perubahan yang terjadi selama periode waktu yang digunakan. Proyeksi dilakukan ke tahun 2014 agar peta dapat divalidasi dengan peta penutupan penggunaan lahan tahun 2014. Proyeksi juga dilakukan ke tahun 2030 karena mengikuti target RTRWK Lampung Barat periode 2010-2030. Secara rinci, langkah-langkah dalam pemodelan perubahan penggunaan lahan dengan metode ANN disajikan dalam Lampiran 9.

Validasi Model

Validasi model dilakukan dengan crosstab peta prediksi penggunaan lahan tahun 2014 terhadap peta penggunaan lahan tahun 2014. Hasil dari crosstab

adalah tabel tabulasi silang luas dan nilai Kappa.

Gambar 6 Tampilan jendela Crosstab

Ketidakselarasan Penggunaan Lahan dengan RTRW

(28)

Kabupaten Lampung Barat dengan Ibukota Liwa merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Lampung. Secara geografis Kabupaten Lampung Barat terletak pada koordinat antara 4° 47’ 16” –5° 56’ 42” Lintang Selatan dan 103° 35’ 08” – 104° 33’ 51” Bujur Timur (Gambar 7), dengan batas wilayah yaitu:

 Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bengkulu Selatan Propinsi Bengkulu dan Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan Propinsi Sumatera Selatan;

 Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Lampung Utara, Kabupaten Way Kanan, Kabupaten Tanggamus, dan Kabupaten Lampung Tengah;  Sebelah selatan berbatasan dengan Selat Sunda dan Samudera Indonesia;  Sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia (BPS, 2010).

Gambar 7 Peta lokasi penelitian

(29)

15

Tabel 3 Luas wilayah Kabupaten Lampung Barat dan kepadatan penduduk tahun 2010 menurut kecamatan

Bengkunat Belimbing 944 23.528 25

Ngambur 327 17.580 54

Sumber: Badan Pusat Statistika Kabupaten Lampung Barat (2011)

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor: 256/Kpts-II/2000, total luas hutan di Kabupaten Lampung Barat (tidak termasuk Cagar Alam Laut seluas 77.281 ha) adalah 362.811 ha atau 73,0% dari luas kabupaten. Berdasarkan fungsi hutannya, Kabupaten Lampung Barat memiliki 3 fungsi kawasan hutan, yaitu Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), Taman Suaka berupa Cagar Alam Laut (CAL), Hutan Lindung (HL) dan Hutan Produksi Terbatas (HPT).

Jaringan transportasi di wilayah Kabupaten Lampung Barat sangat strategis terletak pada perlintasan dari beberapa Provinsi yaitu Bengkulu, Sumatera Selatan dan Lampung. Secara geografis wilayah ini diuntungkan karena dilalui oleh jalan Lintas Barat Sumatera, akibatnya mobilitas penduduk, barang dan jasa dari dan ke wilayah Kabupaten Lampung Barat ini cukup tinggi. Selain itu, daerah ini juga dilalui oleh jaringan Jalan Nasional yang menghubungkan dari arah Utara ke Selatan yaitu Propinsi Bengkulu – Provinsi Lampung – Pulau Jawa, sehingga aksesibilitas transportasi di wilayah ini cukup padat.

Topografi

Topografi Kabupaten Lampung Barat dibagi menjadi 3 (tiga) unit topografi yakni:

- Daerah dataran rendah: ketinggian 0 sampai 600 meter dari permukaan laut - Daerah berbukit: ketinggian 600 sampai 1.000 meter dari permukaan laut - Daerah pegunungan: daerah ketinggian 1.000 sampai dengan 2.000 meter dari

permukaan laut

(30)

ketinggian antara 500 – 1000 meter dari permukaan laut (dpl), sedangkan Kecamatan Pesisir Utara, Pesisir Tengah dan Pesisir Selatan pada umumnya mempunyai ketinggian berkisar antara 0 – 500 meter dpl.

Klimatologi

Karakteristik iklim di Kabupaten Lampung Barat diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi Oldemen dan Las Davies. Wilayah ini memiliki dua tipe iklim akibat pengaruh dari rantai pegunungan Bukit Barisan, yaitu:

1. Zone A (jumlah bulan basah > 9 Bulan) terdapat di bagian barat Taman Nasional Bukit Barisan Selatan termasuk Krui dan Bintuhan.

2. Zone B (jumlah bulan basah 7 - 9 bulan) terdapat di bagian timur Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.

Curah hujan di Kabupaten Lampung Barat berkisar antara 2.500 – 3.000 mm per tahun. Regim kelembaban tergolong basah (udic), dengan kelembaban berkisar antara 50 – 80%. Regim suhu berkisar dari panas (isohypothermic) pada dataran pantai (di bagian barat) sampai dingin (isomesic) di daerah perbukitan, dengan persentase penyinaran matahari berkisar 37,9 – 50,0%.

Geomorfologi dan Kemiringan Lereng

Kabupaten Lampung Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 grup landform utama, yaitu: (1) Marin (M), (2) Fluvial (F), (3) Denudasional (D) , (4) Struktural (S), (5) Vulkanik (V), (6) Kars (K). Sebagian besar wilayah Kabupaten Lampung Barat merupakan daerah perbukitan dan pegunungan dengan kelerengan curam hingga terjal. Morfometrik kabupaten ini dibagi menjadi 3 (tiga) satuan geomorfologi yaitu:

a. Satuan geomorfologi dataran aluvial b. Satuan geomorfologi perbukitan c. Satuan geomorfologi pegunungan

Kemiringan lereng bervariasi dari datar sampai sangat terjal. Sebagian besar wilayah Lampung Barat berlereng miring (5-15%) sampai sangat terjal (>40%) yang memanjang dari utara ke selatan di sepanjang Patahan Semangka (Tabel 4).

Tabel 4 Kemiringan lereng di Kabupaten Lampung Barat dan luasannya

(31)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penggunaan Lahan di Kabupaten Lampung Barat

Hasil interpretasi visual citra Landsat tahun 2000 dan 2010, Kabupaten Lampung Barat memiliki 11 kelas penggunaan lahan yaitu belukar, belukar rawa, hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, pemukiman, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur semak, rumput, sawah, tanah kosong dan tubuh air (Gambar 8 dan Gambar 9).

Gambar 8 Peta penggunaan lahan Kabupaten Lampung Barat tahun 2000

(32)

Proporsi luas penggunaan lahan di Kabupaten Lampung Barat tahun 2000 dan 2010 disajikan pada Tabel 5 berikut ini.

Tabel 5 Luas penggunaan lahan Kabupaten Lampung Barat tahun 2000 dan 2010

Penggunaan Lahan 2000 2010

(Ha) (%) (Ha) (%)

Belukar 87.905 17,53 74.533 14,86

Belukar Rawa 815 0,16 377 0,08

Hutan Lahan Kering Primer 138.603 27,64 123.025 24,53

Hutan Lahan Kering Sekunder 57.069 11,38 59.648 11,89

Pemukiman 2.590 0,52 2.873 0,57

Pertanian Lahan Kering 15.399 3,07 15.998 3,19

Pertanian Lahan Kering Campur Semak 178.223 35,54 204.166 40,71

Rumput 658 0,13 608 0,12

Sawah 18.466 3,68 18.850 3,76

Tanah Kosong 505 0,10 153 0,03

Tubuh Air 1.278 0.25 1.280 0.26

Total 501.509 100.00 501.509 100.00

Penggunaan lahan terbesar di Kabupaten Lampung Barat tahun 2000 dan 2010 adalah pertanian lahan kering campur semak. Pada tahun 2000 pertanian lahan kering campur semak memiliki luas 178.223 ha atau 35,54% dari total luas wilayah, namun pada tahun 2010 terjadi peningkatan pertanian lahan kering campur semak menjadi 40,71%. Penggunaan lahan terbesar kedua adalah hutan lahan kering primer. Hutan lahan primer yang pada tahun 2000 seluas 138.603 ha. Pada tahun 2010 luas hutan ini menurun sebesar 15.578 ha menjadi 123.025 ha (24,53%). Hutan lahan kering primer di Kabupaten Lampung Barat masih tergolong luas dikarenakan daerah ini termasuk dalam kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Sementara, luas hutan lahan kering sekunder mengalami peningkatan sebesar 2.579 ha selama kurun waktu 2000-2010.

Peningkatan luasan juga terjadi pada pertanian lahan kering, sawah dan pemukiman masing-masing seluas 599 ha, 383 ha dan 283 ha. sebaliknya, belukar mengalami penurunan luas dari tahun 2000 seluas 87.905 ha menjadi 74.533 ha pada tahun 2010. Hal yang sama terjadi pada penggunaan lahan belukar rawa, tanah kosong dan rumput yang mengalami penurunan luasan masing-masing sebesar 438 ha, 352 ha dan 50 ha. Sementara itu, tubuh air cenderung tetap luasannya.

Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Lampung Barat

(33)

19

Hutan lahan kering primer mengalami degradasi menjadi hutan lahan kering sekunder (14.852 ha), dikonversi menjadi belukar (227 ha), pertanian lahan kering campur semak (489 ha) dan tanah kosong (20 ha). Hutan lahan kering sekunder juga dikonversi menjadi belukar (2.163 ha) dan pertanian lahan kering campur semak (10.108 ha). Pertanian lahan kering terkonversi menjadi pemukiman seluas 37 ha. Selain itu, pertanian lahan kering campur semak yang tidak dimanfaatkan sebagai usaha tani berubah menjadi belukar (3.129 ha) dan sisanya dikonversi menjadi pemukiman (91 ha) dan pertanian lahan kering (471 ha). Rumput mengalami perubahan menjadi sawah sebesar 49 ha, sedangkan tanah kosong berubah menjadi belukar (217 ha), pertanian lahan kering campur semak (199 ha) dan tubuh air (3 ha). Pemukiman tidak mengalami perubahan ke penggunaan lain, namun mengalami penambahan luas dari penggunaan lahan lainnya yaitu dari penggunaan lahan belukar (51 ha), pertanian lahan kering (37 ha), pertanian lahan kering campur semak (91 ha) dan sawah (107 ha).

Belukar mengalami perubahan yang sangat besar menjadi pertanian lahan kering campur semak (18.846 ha) dikarenakan sebagian besar pekerjaan penduduk di Kabupaten Lampung Barat masih sangat tergantung pada alam. Pemanfaatan belukar menjadi lahan pertanian menjadi alternatif yang banyak dipilih untuk areal pertanian seperti kopi, lada, cengkeh dan kelapa. Hutan lahan kering primer merupakan kawasan yang harus dijaga areanya karena hutan ini termasuk dalam hutan lindung Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Akan tetapi dari deteksi perubahan penggunaan lahan, hutan lahan kering primer sudah mengalami degradasi dan deforestasi menjadi hutan lahan kering sekunder, pertanian lahan kering campur semak dan belukar.

Pemodelan Perubahan Penggunaan Lahan dengan Metode ANN

Luasan hasil analisis perubahan (Change Analysis) yang disajikan pada Gambar 10, menggambarkan penambahan dan pengurangan luas tiap penggunaan lahan di Kabupaten Lampung Barat. Warna hijau menunjukkan penambahan dan warna ungu menunjukkan pengurangan luas penggunaan lahan dalam suatu penggunaan lahan. Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa penambahan luas penggunaan lahan terbesar yaitu pada pertanian lahan kering campur semak sebesar 29.631 ha dan hanya mengalami pengurangan luas sebesar 3.689 ha. Hutan lahan kering primer dan hutan lahan kering sekunder mengalami pengurangan luas yang cukup drastis yaitu masing-masing sebesar 15.581 ha dan 12.266 ha. Namun, penurunan luas hutan lahan kering sekunder lebih kecil dibandingkan penambahan luasnya sebesar 14.847 ha.

Pengurangan luas yang sangat besar terjadi pada penggunaan lahan belukar sebesar 19.102 ha dan hanya mengalami penambahan luas sebesar 5.733 ha. Pertanian lahan kering mengalami penambahan luas sebesar 636 ha dan hanya berkurang sebesar 37 ha. Penambahan luasan pada sawah sebesar 490 ha, namun terjadi penurunan luas sebesar 107 ha. Tanah kosong mengalami penambahan luas sebesar 63 ha tetapi terjadi penurunan luas sebesar 107 ha. Pemukiman mengalami penambahan luas sebesar 285 ha dan rumput mengalami penurunan luas sebesar 49 ha. Tubuh air tidak terdeteksi mengalami penambahan dan pengurangan luasan dalam analisis perubahan.

(34)

oleh perubahan belukar ke pertanian lahan kering campur semak yang ditunjukkan oleh poligon berwarna biru.

Gambar 10 Perubahan luas penggunaan lahan tahun 2000-2010

Gambar 11 Peta perubahan penggunaan lahan tahun 2000-2010

(35)

21

Hasil analisis keterkaitan terhadap variabel menunjukkan bahwa variabel kepadatan penduduk, jarak ke pemukiman jarak ke sungai, jarak ke jalan dan jarak ke hutan mempunyai pengaruh yang besar terhadap perubahan yang terjadi

(Cramer’s V > 0,19), sedangkan faktor lereng tidak berpengaruh besar karena

Kabupaten Lampung Barat mempunyai kemiringan lereng dominan dari landai hingga terjal dan dengan nilai Cramer’s V paling kecil. Masing-masing nilai

Cramer’s Vdapat dilihat pada Lampiran 3.

Validasi Peta Proyeksi Penggunaan Lahan

Peta prediksi tahun 2014 yang diturunkan dari model, divalidasi terhadap peta penggunaan lahan eksisting tahun 2014 (Lampiran 4). Validasi dilakukan untuk melihat kesesuaian peta proyeksi 2014 yang dimodelkan menggunakan metode ANN dengan peta penggunaan lahan tahun 2014 sebagai acuan dalam akurasi proyeksi penggunaan lahan tahun 2030. Validasi model dilakukan dengan metode tabulasi silang (crosstab) yang disajikan pada Lampiran 5. Nilai Kappa atau kesesuaian antara jumlah kolom dan baris maksimal 1,00. Menurut Altman

dalam Murthi (2011) nilai Kappa 0,81-1,00 menunjukkan kekuatan kesepakatan yang sangat baik, nilai Kappa 0,61-0,80 adalah baik, 0,41-0,60 adalah sedang, 0,21-0,40 adalah kurang dari sedang, dan nilai < 0,20 dikatakan buruk.

Hasil validasi mendapatkan nilai Kappa 0,9713. Nilai ini menunjukkan bahwa prediksi penggunaan lahan tahun 2014 mempunyai kekuatan kesepakatan yang sangat baik terhadap peta penggunaan lahan tahun 2014. Hal ini membuktikan bahwa metode ANN mempunyai tingkat akurasi yang sangat baik untuk memprediksi penggunaan lahan pada tahun 2030. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Ridwan (2014) tentang pemodelan perubahan penutupan/penggunaan lahan dengan pendekatan ANN dan Logistic yang menghasilkan nilai validasi kesepakatan sangat baik untuk pemodelan penggunaan lahan dengan pendekatan ANN.

Prediksi Penggunaan Lahan Kabupaten Lampung Barat Tahun 2030

Metode proyeksi yang digunakan adalah Markov Chain. Tahap ini menghasilkan matriks peluang terjadinya perubahan penggunaan lahan di tahun 2030 (Tabel 6). Peluang perubahan yang terjadi dari tahun 2000-2010 merupakan gambaran peluang terjadinya perubahan di masa yang akan datang. Nilai peluang perubahan pada matriks berkisar antara 0 sampai 1.

Pada komponen on-diagonal (kotak merah) nilai yang mendekati 1 berarti penggunaan lahan tersebut berpeluang besar untuk tidak berubah ke penggunaan lahan lainnya. Terlihat bahwa tubuh air dan pemukiman memiliki nilai peluang 1 berarti tubuh air berpeluang tidak berubah kepenggunaan lahan lainnya. Sawah (0,9884), pertanian lahan kering (0,9952), pertanian lahan kering campur semak (0,9628), rumput (0,8569), hutan lahan kering primer (0,7878), hutan lahan kering sekunder (0,6163) dan belukar (0,6166) memiliki nilai peluang mendekati 1, sehingga penggunaan lahan tersebut berpeluang untuk tidak berubah kepenggunaan lahan lainnya. Sementara, belukar rawa (0,2133) dan tanah kosong (0,0318) mempunyai nilai peluang mendekati 0 sehingga berpeluang besar untuk perubah ke penggunaan lahan lainnya.

(36)

peluang untuk berubah ke penggunaan lahan lainnya. Penggunaan lahan yang mempunyai peluang terbesar untuk berubah ke penggunaan lahan lainnya yaitu belukar rawa (0,7835) berpeluang besar berubah menjadi sawah dan tanah kosong (0,5437) yang berpeluang besar menjadi pertanian lahan kering campur semak. Tabel 6 Matriks peluang perubahan penggunaan lahan tahun 2030

Hasil prediksi penggunaan lahan tahun 2030 disajikan pada Gambar 12, sedangkan luasan masing-masing penggunaan lahannya ditabulasi pada Tabel 7. Berdasarkan prediksi penggunaan lahan ke tahun 2030, terjadi penambahan dan pengurangan luasan masing-masing penggunaan lahan. Penurunan luas terjadi pada penggunaan lahan hutan lahan kering primer (26.118 ha), belukar (17.624 ha), hutan lahan kering sekunder (798 ha), belukar rawa (294 ha), rumput (87 ha) dan tanah kosong (85 ha), sedangkan penggunaan lahan yang mengalami penambahan luas yaitu pertanian lahan kering campur semak (42.966 ha), pertanian lahan kering (1.296 ha), pemukiman (582 ha) dan sawah (162 ha).

(37)

23

Tabel 7 Luas penggunaan lahan tahun 2010 dan prediksi tahun 2030

Penggunaan Lahan 2010 2030

Luas (Ha) Luas (Ha)

Belukar 74.526 56.902

Belukar Rawa 376 81

Hutan Lahan Kering Primer 123.025 96.907

Hutan Lahan Kering Sekunder 59.644 58.847

Pemukiman 2.886 3.467

Pertanian Lahan Kering 16.004 17.300

Pertanian Lahan Kering Campur Semak 204.172 247.138

Rumput 607 520

Sawah 18.841 19.004

Tanah Kosong 153 68

Tubuh Air 1.278 1.278

Total 501.511 501.511

Ketidakselarasan Pemanfaatan Lahan RTRW Kabupaten Lampung Barat

Analisis ketidakselarasan pemanfaatan lahan dilakukan pada penggunaan lahan tahun 2010 dan peta prediksi tahun 2030 dengan peta RTRWK Lampung Barat periode tahun 2010-2030 (Lampiran 6). Berdasarkan hasil analisis

overlaping peta penggunaan lahan tahun 2010 dengan peta RTRWK diperoleh hasil bahwa 171.489 ha (34,19%) penggunaan lahan di Kabupaten Lampung Barat tidak selaras (inkonsisten) terhadap arahan RTRWK. Ketidakselarasan terbesar terjadi di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) sebesar 72.657 ha (14,49%). Proporsi luas ketidakselarasan pemanfaatan lahan (Gambar 13) paling besar terjadi pada penggunaan lahan pertanian sebesar 23,34% dari luas total wilayah. Selanjutnya disusul dengan penggunaan lahan rumput/belukar sebesar 10,05%, lahan hutan 0,42%, pemukiman 0,35% dan lahan lainnya 0,01%.

Gambar 13 Grafik ketidakselarasan pemanfaatan lahan tahun 2010

(38)

Hasil analisis overlaping pada peta prediksi tahun 2030, ketidakselarasan semakin meningkat menjadi 197.709 ha (39,42%) dan ketidakselarasan terbesar masih terjadi di TNBBS. Penggunaan lahan di TNBBS yang seharusnya hutan, pada tahun 2030 berdasarkan peta prediksi penggunaan lahan akan dijumpai 14,49% lahan pertanian, 4,40% rumput/belukar dan 0,01% pemukiman. Secara keseluruhan, luas masing-masing penggunaan lahan yang tidak selaras dengan peruntukan RTRW Kabupaten Lampung Barat yaitu lahan pertanian sebesar 29,84% dari luas total wilayah, rumput/belukar 8,79%, pemukiman 0,42% dan lahan hutan 0,36%. Luas ketidakselarasan penggunaan lahan pada setiap peruntukan lahan RTRWK disajikan pada Gambar 14. Proporsi luas masing-masing penggunaan lahan tahun 2010 dan prediksi tahun 2030 terhadap RTRWK dapat dilihat pada Lampiran 7 dan 8.

Data di atas memberikan indikasi bahwa sampai akhir periode RTRWK, ketidakselarasan pemanfaatan lahan semakin meningkat. Ketidakselarasan terbesar yaitu meningkatnya luas penggunaan lahan pertanian yaitu pada pertanian lahan kering campur semak dan diikuti dengan berkurangnya luas hutan di TNBBS. Secara keseluruhan, ketidakselarasan pemanfaatan lahan digunakan untuk pertanian lahan kering campur semak. Hal ini dikarenakan 80% penduduk di wilayah ini bermatapencaharian sebagai petani. Keterbatasan kawasan budidaya yang hanya 24,96% yang dapat dimanfaatkan menyebabkan terjadinya penyimpangan pemanfaatan lahan di kawasan lindung. Selain itu, masalah kepastian penguasaan tanah merupakan persoalan yang ada di Kabupaten Lampung Barat yang berkaitan dengan batas kawasan lindung dan kawasan budidaya.

Gambar 14 Grafik ketidakselarasan pemanfaatan lahan tahun 2030

Ketidakselarasan penggunaan lahan di Kabupaten Lampung Barat tidak semuanya bersifat permanen atau tidak bisa kembali lagi keperuntukan yang telah

(39)

25

ditetapkan dalam RTRWK. Tingkat kesulitan dalam pengembalian fungsi lahan sesuai dengan peruntukannya berbeda-beda pada setiap kelas penggunaan lahan. Pada tahun 2010, penggunaan lahan yang sulit/tidak dapat dikembalikan lagi keperuntukannya sebesar 0,35% yaitu berupa kelas penggunaan lahan pemukiman. Penggunaan lahan dengan tingkat kesulitan sedang untuk berubah keperuntukannya yaitu lahan pertanian sebesar 23,34%, sedangkan penggunaan lahan yang mudah untuk dirubah yaitu penggunaan lahan rumput/semak dan lahan hutan sebesar 10,49%. Secara rinci, luasan tingkat kesulitan masing-masing penggunaan lahan tahun 2010 untuk dirubah keperuntukan RTRWK disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Tingkat kesulitan dalam pengembalian ke peruntukan RTRW dari penggunaan lahan tahun 2010

Peruntukan RTRW

Tingkat Kesulitan dalam Pengembalian ke Peruntukan RTRW

Sulit Sedang Mudah

Taman Nasional Bukit Barisan Selatan 0,01 10,05 4,43

Kawasan Lindung Lainnya 0,06 2,66 1,57

Hutan Produksi Terbatas 0,00 0,15 0,57

Hutan Tanaman Rakyat 0,00 2,37 2,67

Rencana Hortikultura 0,00 0,00 0,00

Rencana Pemukiman 0,00 0,00 0,00

Rencana Perkebunan 0,15 0,00 0,42

Rencana Tanaman Pangan Lahan Basah 0,08 0,00 0,00

Rencana Tanaman Pangan Lahan Kering 0,02 0,00 0,00

Total 0,35 23,34 10,49

Berdasarkan peta prediksi penggunaan lahan tahun 2030, penggunaan lahan pemukiman yang sulit/tidak dapat dikembalikan ke fungsi peruntukan RTRWK semakin meningkat menjadi 0,42%, sedangkan penggunaan lahan dengan tingkat kesulitan sedang dikembalikan ke peruntukan penggunaan lahan RTRWK semakin meningkat menjadi 29,84%. Sementara itu, penggunaan lahan dengan tingkat kesulitan mudah untuk dikembalikan ke fungsi peruntukannya semakin menurun yaitu rumput/semak dan lahan hutan 0,16%. Penurunan luasan penggunaan rumput/belukar bisa jadi berubah keperuntukan penggunaan lahannya atau bisa juga berubah menjadi lahan pertanian maupun pemukiman. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan penggunaan lahan untuk pertanian di Kabupaten Lampung Barat.

(40)

Tabel 9 Tingkat kesulitan dalam pengembalian ke peruntukan RTRW dari prediksi penggunaan lahan tahun 2030

Peruntukan RTRW

Tingkat Kesulitan dalam Pengembalian ke Peruntukan RTRW

Sulit Sedang Mudah

Luas (%)

Pemukiman Lahan Pertanian

Rumput/Semak dan Lahan

Lainnya

Hutan Lindung 0,04 8,78 0,74

Taman Nasional Bukit Barisan Selatan 0,01 14,49 4,40

Kawasan Lindung Lainnya 0,07 3,39 0,92

Hutan Produksi Terbatas 0,00 0,27 0,55

Hutan Tanaman Rakyat 0,01 2,90 2,18

Rencana Hortikultura 0,00 0,00 0,00

Rencana Pemukiman 0,00 0,00 0,00

Rencana Perkebunan 0,18 0,00 0,36

Rencana Tanaman Pangan Lahan Basah 0,10 0,00 0,00

Rencana Tanaman Pangan Lahan Kering 0,02 0,00 0,00

(41)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Lampung Barat pada periode 2000-2010 didominasi oleh bertambahnya luasan pertanian lahan kering campur semak dan hutan lahan kering sekunder. Pertambahan ini diikuti dengan berkurangnya luasan hutan lahan kering primer dan belukar.

2. Prediksi penggunaan lahan ke tahun 2030 menunjukkan bahwa pertanian lahan kering campur semak akan bertambah 42.966 ha atau akan mendominasi 49% penggunaan lahan di Kabupaten Lampung Barat, sedangkan hutan lahan kering primer akan berkurang 26.118 ha atau hanya 19% dari luas total wilayah.

3. Ketidakselarasan penggunaan lahan pada tahun 2010 adalah 171.489 ha (34,19%) dan pada akhir periode peruntukan RTRWK tahun 2030 meningkat menjadi 197.709 ha (39,42%) dengan ketidakselarasan penggunaan lahan terbesar terjadi di TNBBS sebesar 94.796 ha (18,90%).

Saran

(42)

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lampung Barat. Lampung Barat. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Lampung Barat dalam Angka. Kabupaten

Lampung Barat.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Lampung Barat dalam Angka. Kabupaten Lampung Barat.

Ardana PDH. 2013. Aplikasi jaringan syaraf tiruan (Artificial Neural Networks) dalam modelisasi curah hujan limpasan dengan perbandingan dua algoritma pelatihan (studi kasus: DAS Tukad Jogading). Universitas Ngurah Rai. 139A.

Aronoff S. 1989. Geografic Information System: A Management Perspective Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Pr.

As-syakur AR, IW Suarna, IWS Adnyana, IW Rusna, IAA Laksmiwati, IW Diara. 2010. Studi perubahan penggunaan lahan di DAS Badung. Jurnal Bumi Lestari. 10(2): 200-207.

Atkinson P, A Tatnall. 1997. Neural Network in Remote Sensing. International

Journal of Remote Sensing. 18(4): 699-709.

Barus B dan U.S. Wiradisastra. 2000. Sistem Informasi Geografi. Laboratorium penginderaan Jauh dan kartografi, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

Hardjowigeno S, Widiatmaka. 2007. Evaluasi kesesuaian lahan dan Perencanaan Tata Guna Tanah. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Pr.

Hermantoro. 2011. Pengaruh perubahan iklim pada produktivitas perkebunan kelapa sawit menggunakan model jaringan syaraf tiruan. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Stiper Yogyakarta.

Jaya INS. 1997. Penginderaan jauh satelit untuk kehutanan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Kayoman L. 2010. Pemodelan spasial resiko kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Kalimantan Barat [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Koomen E, Vasco D, Jasper D, Piet R. 2015. A utility-based suitability

framework for integrated local-scale land-use modelling. Computers, Environment and Urban Systems. 50: 1–14.

Lillesand TM, RW Kiefer. 1997. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Pr.

Marimin, N Maghfiroh. 2010. Aplikasi Teknik Pengambil Keputusan dalam Manajemen Rantai Pasok. Bogor (ID): IPB Pr.

Mas JF. 2004. Mapping land use/cover in a tropical coastal area using satellite sensor data, GIS and artificial neural networks. Estuarine, Coastal and Shelf Science. 59: 219-230.

Muin SF. 2009. Analisis perubahan penggunaan lahan terhadap limpasan permukaan (surface run off) dan kebutuhan air DAS Cimanuk [Skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

(43)

29

Murai S. 1996. Remote Sensing Note. Japan: Japan Association on Remote Sensing.

Murthi B. 2011. Validitas dan Realibilitas Pengukuran. Matrikulasi Program Studi Doktoral. Fakultas Kedokteran. Universitas Sebelas Maret. Solo.

Pijanowski BC, Daniel GB, Bradley AS, Gaurav AM. 2002. Using neural networks and GIS to forecast land use changes: a Land Transformation Model. Computers, Environment and Urban Systems. 26: 553–575.

Pribadi DO, Diar S, Mia E. 2006. Model perubahan tutupan lahan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jurusan Teknologi Lingkungan. P3TL-BPPT.7 (1): 35-51.

Ridwan F. 2014. Pemodelan perubahan penutupan/penggunaan lahan dengan pendekatan artificial neural network dan logistic (studi kasus: DAS Citarum, Jawa Barat) [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Rosenblatt F. 1958. The perceptron: a probabilistic model for information storage

and organization in the brain. Psychological Review. 65: 386–408.

Rumelhart D, G Hinton, R Williams. 1986. Learning internal representations by error propagation. Parallel distributed processing: Explorations in the Microstructures of Cognition. 1: 318-362.

Rustiadi E, S Saefulhakim, DR Panuju. 2007. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Bogor (ID): IPB Pr.

Rustiadi E. 2001. Alih fungsi lahan dalam perspektif lingkungan perdesaan. makalah pada lokakarya penyusunan kebijakan dan strategi pengelolaan lingkungan kawasan di Cibogo Bogor tanggal 10-11 Mei 2001. Bogor. Santoso E. 2011. Analisis perubahan penggunaan lahan dan potensi terjadinya

lahan kritis di Kabupaten Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Soeharto B, Cecep K, Dudung D, Didik S. 2011. Perubahan penggunaan lahan dan pendapatan masyarakat Di Kecamatan Sumberjaya, Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia 16 (1): 1-6. ISSN 0853-4217.

Sukojo BM dan Diah S. 2003. Penerapan metode penginderaan jauh dan sistem informasi geografis untuk analisa perubahan penggunaan lahan (studi kasus: wilayah Kali Surabaya). Makara, Teknologi. 7:1.

Tasya K. 2012. Pemodelan perubahan penggunaan lahan dengan pendekatan

Artificial Neural Network [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Veldkamp A and E. F. Lambin. 2001. Editorial: Predicting Land Use Change.

Agriculture, Ecosystems and Environment. 85: 1-6

Verburg PH, de Koning GHJ, Kok K, Veldkamp A, Bouma J. 1999. A Spatial Explicit Allocation Procedure for Modelling The Pattern of Land Use Change Based Upon Actual Land Use. Ecological Modelling. 116: 45-61. Wahyunto, Sri RM, Sofyan R. 2004. Aplikasi teknologi penginderaan jauh dan uji

validasinya untuk deteksi penyebaran lahan sawah dan

penggunaan/penutupan lahan. Soil Research Institute, CSARD of IAARD.

WDL Publication. Ottawa, Canada.

(44)
(45)

31 Lampiran 1 Matriks transisi penggunaan lahan Kabupaten Lampung Barat tahun 2000-2010

Penggunaan lahan 2000 (ha) Luas Penggunaan lahan 2010 (ha)

Total

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Belukar (1) 68.817 0 0 0 51 165 18.846 0 3 43 0 87.925

Belukar Rawa (2) 0 376 0 0 0 0 0 0 438 0 0 814

Hutan Lahan Kering Primer (3) 227 0 123.066 14.852 0 0 489 0 0 20 0 138.653

Hutan Lahan Kering Sekunder (4) 2.163 0 0 44.813 0 0 10.108 0 0 0 0 57.083

Pemukiman (5) 0 0 0 0 2.601 0 0 0 0 0 0 2.601

Pertanian Lahan Kering (6) 0 0 0 0 37 15.373 0 0 0 0 0 15.410

Pertanian Lahan Kering Campur Semak (7) 3.129 0 0 0 91 471 174.599 0 0 0 0 178.290

Rumput (8) 0 0 0 0 0 0 0 607 49 0 0 656

Sawah (9) 0 0 0 0 107 0 0 0 18.358 0 0 18.465

Tanah Kosong (10) 217 0 0 0 0 0 199 0 0 91 3 509

Tubuh Air (11) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1.276 1.276

(46)

Lampiran 2 Hasil pemodelan dan peta peluang perubahan No Penggunaan

Lahan

Hasil Pemodelan Peta Peluang Perubahan

1 Belukar – Pemukiman

2 Belukar – Pertanian Lahan Kering

(47)

33

4 Belukar-Tanah Kosong

5 Belukar Rawa-Sawah

(48)

7 Hutan Lahan Kering Primer - Hutan Lahan Kering Sekunder

8 Hutan Lahan Kering Primer - Pertanian Lahan Kering Campur Semak

(49)

35

10 Hutan Lahan Kering Sekunder-Belukar

11 Hutan Lahan Kering Sekunder-Pertanian Lahan Kering Campur Semak

(50)

13 Pertanian Lahan Kering Campur Semak-Belukar

14 Pertanian Lahan Kering Campur Semak-Pemukiman

(51)

37

16 Rumput-Sawah

17 Sawah-Pemukiman

(52)

19 Tanah

Tabel ringkasan peluang perubahan penggunaan lahan

No Penggunaan Lahan Perubahan Nilai Peluang

Perubahan

Akurasi (%)

1 Belukar Pemukiman 0.94 98.44

2 Belukar Pertanian Lahan Kering 0.99 96.78

3 Belukar Pertanian Lahan Kering

Campur Semak 0.99 60.45

10 Hutan Lahan Kering

Sekunder Belukar 0.82 89.93

11 Hutan Lahan Kering

Sekunder

Pertanian Lahan Kering

Campur Semak 0.80 83.36

12 Pertanian Lahan Kering Pemukiman 0,90 93.71

13 Pertanian Lahan Kering

Campur Semak Belukar 1.00 81.57

14 Pertanian Lahan Kering

Campur Semak Pemukiman 0.62 91.98

15 Pertanian Lahan Kering

Campur Semak Pertanian Lahan Kering 0.64 68.40

16 Rumput Sawah 0.52 50.78

17 Sawah Pemukiman 0.51 85.15

18 Tanah Kosong Belukar 0.72 70.57

19 Tanah Kosong Pertanian Lahan Kering

(53)

39

Lampiran 3 Nilai Cramer’s V masing-masing variabel

No Variabel Cramers V

1 Kepadatan penduduk 0,3629

2 Jarak ke pemukiman 0,2368

3 Jarak ke jalan 0,2053

4 Jarak ke hutan 0,1909

5 Jarak ke sungai 0,1158

6 Kemiringan lereng 0,0963

Kepadatan penduduk Jarak ke pemukiman

Jarak ke jalan Jarak ke hutan

(54)

Gambar

Grafik ketidakselarasan pemanfaatan lahan tahun 2010
Tabel 1 Bahan yang digunakan dalam penelitian
Gambar 3  Diagram alir metode penelitian
Gambar 6  Tampilan jendela Crosstab
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan lahan eksisting di daerah Kabupaten Bogor bagian Barat khususnya di Kecamatan Jasinga, Cigudeg, Tenjo dan Parung panjang masih didominasi oleh

pada kedua model regresi land rent sawah irigasi maupun sawah tadah hujan yaitu dengan memplotkan atau mempetakan kuadrat residual yang ditaksir ( e 2 ) diperoleh pencaran data

Simulasi berdasarkan skenario penggunaan lahan (skenario 1: 13% monokultur kopi, skenario 2: 61% multistrata kopi; skenario 3: 23% hutan; skenario 4: 30% hutan dan skenario 5:

Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan: (1) jumlah emisi, sekuestrasi dan net emisi yang terjadi di Kabupaten Ciamis akibat perubahan penggunaan

Pola penggunaan lahan yang dapat mem berikan kelestarian total pendapatan PLTA Way Besai adalah skenario 2 (agroforestry berbasis kopi) dapat dicapai dengan meman faatkan semak

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model regresi linier berganda yang menjelaskan hubungan antara variabel dependen (Y) berupa data insiden TB di Provinsi

Simulasi berdasarkan skenario penggunaan lahan (skenario 1: 13% monokultur kopi, skenario 2: 61% multistrata kopi; skenario 3: 23% hutan; skenario 4: 30% hutan dan skenario 5:

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa model regresi nonparametrik spline truncated linear untuk memodelkan Rata-rata Nilai Ujian