• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Fisikokimia Tepung Kecambah Kedelai Dan Tepung Kedelai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Fisikokimia Tepung Kecambah Kedelai Dan Tepung Kedelai"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEPUNG KECAMBAH

KEDELAI DAN TEPUNG KEDELAI

KHAIDAR HAZMI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul karakteristik fisikokimia tepung kecambah kedelai dan tepung kedelai adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2016

KHAIDAR HAZMI

(4)
(5)

ABSTRAK

KHAIDAR HAZMI. Karakteristik Fisikokimia Tepung Kecambah Kedelai dan Tepung Kedelai. Dibimbing oleh MADE ASTAWAN.

Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia karena kedelai merupakan salah satu tanaman penting setelah beras dan jagung. Penduduk Indonesia gemar mengonsumsi produk olahan kedelai karena beberapa alasan, yaitu harganya relatif murah dan gizinya tinggi. Salah satu proses yang dapat meningkatkan mutu gizi dan kualitas kedelai adalah melalui perkecambahan. Pada penelitian ini, dipelajari perbandingan karakteristik fisikokimia tepung kecambah kedelai (TKK) dan tepung kedelai (TK), sebelumnya kedelai dan kecambah kedelai dikeringkan dengan freeze drier lalu dilakukan pengecilan ukuran menggunakan blender dan diayak menggunakan ayakan 100 mesh. Tepung kedelai dan tepung kecambah kedelai yang dihasilkan kemudian dianalisis kimia yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, kapasitas antioksidan. Kemudian dilanjutkan analisis fisik dan sifat fungsional protein seperti daya serap air, daya serap lemak, stabilitas dan kapasitas buih, stabilitas dan kapasitas emulsi, aktivitas air, warna, derajat putih, densitas kamba, sudut repose. Perkecambahan terbukti memengaruhi karakteristik kimia dari kedelai, yaitu meningkatkan kapasitas antioksidan, serta menurunkan kadar lemak kedelai. Sifat fungsional protein TKK juga diketahui memiliki kapasitas buih (18.97 %), kapasitas emulsi (12.5 %) yang signifikan lebih tinggi (p<0.05) dari TK. Secara fisik, densitas kamba TKK (0.43 g/ml) juga signifikan lebih tinggi dari TK.

(6)

ABSTRACT

KHAIDAR HAZMI. Physicochemical Characteristics of Germinated Soybean Flour and Soybean Flour. Supervised by MADE ASTAWAN.

Soybean is strategic commodity in Indonesia because soybean is one of the most important crop beside rice and maize. Indonesian people like to consume processed soybean products due to several reasons, which are relatively inexpensive price and high nutrition content. One of the process that can improve the quality of nutrition and quality of soy is germination. In this study, comparative physicochemical characteristics of germinated soybean flour (TKK) and soybean flour (TK) was studied. Previously soybean and germinated soybean were dried by using freeze drier then performed size reduction by using blender and sieved using a 100 mesh sieve. Germinated soybean flour and soybean flour then chemically analyzed (water, ash, fat, protein, carbohydrate contents) as well as antioxidant capacity, physical analysis (water activity, color, whiteness, bulk density and angle of repose) and protein functional properties (water absorption, fat absorption, foam stability and capacity, emulsion stability and capacity). Germination proven to affect the quality of soybean flour, the results of chemical analysis showed that germination increase the antioxidant capacity, and decrease the fat content. Based on protein functional propeties analysis, TKK were significantly higher (p<0.05) than TK on foam capacity (18.97 %) and emulsion capacity (12.50 %). Physically showed that TKK bulk density (0.43 g/ml) were significantly higher than TK (0.39 g/ml).

(7)

KHAIDAR HAZMI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

Pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEPUNG KECAMBAH

KEDELAI DAN TEPUNG KEDELAI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(8)
(9)

Judul Skripsi

Nama NIM

: Karakteristik Fisikokimia Tepung Kecambah Kedelai dan Tepung Kedelai

: Khaidar Hazmi

: F24110063

Disetujui oleh

Pro. Dr. Ir. Made Astawan MS

ndar M.Si

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini ialah tepung kecambah kedelai, dengan judul Karakteristik Fisikokimia Tepung Kecambah Kedelai dan Tepung Kedelai

Selama penelitian, penulisan skripsi, dan masa studi, penulis banyak dibantu oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan saran bagi penulisan karya tulis ini.

2. Dr. Ir. Budi Nurtama, M.Agr selaku dosen penguji sidang skripsi yang telah banyak memberikan saran bagi penulisan karya tulis ini.

3. Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi selaku dosen penguji sidang skripsi yang telah banyak memberikan saran bagi penulisan karya tulis ini. 4. Bapak Yanto beserta seluruh staf Rumah Tempe Indonesia.

5. Bapak Uki selaku pengrajin toge yang sangat baik telah mengajarkan cara mengacambahkan kedelai yang optimal.

6. Dr. Ir. Feri Kusnandar beserta seluruh pengajar, staf dan teknisi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB.

7. Bapak Basarudin dan Ibu Siti Maemunah S.Pdi, selaku orang tua. saya tercinta yang senantiasa mendoakan dan memberikan saya semangat selama penulisan karya tulis ini.

8. Kakak-kakak saya yang sangat perhatian dan saya sayangi karena. Allah swt yaitu Yuliati, Yunus Ardiansyah, Imam Wahyudi.

9. Teman-teman group Soka Buntu 16, yaitu Farid, Muksin, Anugerah, Sandi, Manaf, Muji, Hilman, Yulizar, dan teman satu payung penelitian Ichsan, Randy, Indra, serta seluruh teman-teman ITP angkatan 48 yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Maret 2016

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Tempat dan Waktu Penelitian 2

Bahan 2

Rancangan Percobaan 9

HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Penentuan Waktu Perkecambahan 10 Karakteristik Komposisi kimia 11

Karakteristik Fisik 13 Karakteristik Fungsional Protein Tepung Kedelai 15

SIMPULAN DAN SARAN 18

Simpulan 18 Saran 19

DAFTAR PUSTAKA 19

LAMPIRAN 23

(14)

DAFTAR TABEL

1 Waktu Perkecambahan 10

2 Karakteristik kimia Tepung 11

3 Karakteristik Fisik Tepung 14

4 Karakteristik Sifat Fungsional Protein 16

DAFTAR GAMBAR

1 Tahapan penelitian keseluruhan 4

2 Tahapan pembuatan kecambah kedelai 5

3 Tahapan pembuatan tepung 6

4 Stabilitas emulsi TK dan TKK 17

5 Stabilitas buih TK dan TKK 18

DAFTAR LAMPIRAN

1 Standar asam askorbat dalam uji DPPH tepung kedelai 23

2 Hasil analisis Paired sample t-test proksimat 24

3 Hasil analisis Paired sample t-test kapasitas antioksidan 25

4 Hasil analisis Paired sample t-test warna 26

5 Hasil analisis Paired sample t-test aktivitas air 27

6 Hasil analisis Paired sample t-test kapasitas buih 28

7 Hasil analisis Paired sample t-test daya serap air 29

8 Hasil analisis Paired sample t-test daya serap minyak 30

9 Hasil analisis Pairedsample t-tes kapasitas emulsi 31

10 Hasil analisis Paired sample t-test densitas kamba 32

11 Hasil analisis Paired sample t-test derajat putih 33

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kedelai termasuk salah satu tanaman kacang-kacangan yang biasa digunakan sebagai bahan baku industri makanan, minuman, dan pakan ternak. Kedelai merupakan komoditi pangan utama di Indonesia setelah padi dan jagung. Indonesia merupakan pasar kedelai terbesar di Asia (Astawan 2013). Sebesar 1.8 juta ton kedelai dialokasikan melalui KOPTI (Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia) untuk memenuhi kebutuhan industri tahu dan tempe. Konsumsi kedelai di Indonesia mencapai 1.2 juta ton/tahun (Rosalina 2011), sedangkan produksi kedelai Indonesia hanya mencapai 779 740 ton atau 29 persen dari total kebutuhan nasional (BPS 2012). Akibatnya, setiap tahun Indonesia harus mengimpor kedelai sebanyak 2 087 986 ton untuk memenuhi 71% kebutuhan kedelai dalam negeri.

Konsumsi kedelai yang terus meningkat pesat setiap tahunnya juga sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia (BPS 2006).Dewasa ini kedelai digunakan sebagai sumber protein, Astawan (2008) menyatakan kedelai memiliki kadar protein yang tinggi, yaitu rata-rata 35 %, bahkan pada varietas unggul dapat mencapai 40 – 44 %. Protein kedelai memiliki susunan asam amino esensial yang lengkap. Produk olahan kedelai seperti, tempe, tahu, kecap, dan sari kedelai merupakan menu penting dalam pola konsumsi masyarakat Indonesia, terutama sebagai sumber protein yang relatif murah. Dewasa ini, citra tempe secara bertahap semakin membaik, terutama sejak diketemukannya manfaat, baik dari segi gizi maupun khasiat medis. Tempe akhirnya dapat diterima oleh semua lapisan masyarakat, menembus sekat sosial dan ekonomi (Astawan 2008).

Krisdiana (2005) menyatakan sekitar 93% pengrajin tempe memilih kedelai yang berkulit kuning dan berbiji besar (82%) untuk memenuhi permintaan industri berbahan baku kedelai, karena menghasilkan tempe yang warnanya cerah dan volumenya besar. Penelitian Astawan (2013) menyatakan bahwa terdapat varietas kedelai lokal unggul grobogan yang memiliki biji besar dan berwarna kuning. Kedelai lokal ini memiliki potensi yang baik untuk terus dikembangkan. Salah satu inovasi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu gizi dari kedelai tersebut adalah dengan memodifikasi kedelai melalui proses perkecambahan. Proses perkecambahan dipilih karena mudah dilakukan, dengan biaya yang relatif terjangkau untuk meningkatkan mutu gizi dari biji-bijian dan kacang-kacangan.

Selama perkecambahan terjadi banyak perubahan komponen zat gizi akibat penggunaan pertumbuhan dan reaksi kimia diantaranya kadar karbohidrat, lemak, protein, air, abu, mineral menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana sehingga mudah dicerna (Astawan 2004), danpeningkatan kapasitas antioksidan (Huang et al 2014). Selain itu, kedelai juga dimodifikasi dalam bentuk tepung. Tepung kedelai memiliki keunggulan, yaitu kandungan protein yang lebih tinggi (50%) (Winarasi 2010), menghilangkan karakteristik cita rasa langu (Erlita 2002), dan meningkatkan keawetan (Kusnandar 2010).

(16)

2

dikecambahkan, baik secara fisik maupun kimia. Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu membantu para pemangku kebijakan dalam bidang pertanian di Indonesia serta dapat mengedukasi masyarakat. Khususnya para pengrajin pangan olahan dengan bahan baku kedelai.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini akan menguji dan membandingkan karakteristik tepung kedelai, yaitu tepung kedelai yang dikecambahkan dan tepung kedelai tanpa dikecambahan baik secara fisik maupun kimia.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan kesehatan, khususnya di bidang pangan melalui informasi komposisi kimia dari tepung kedelai dan tepung kecambah kedelai. Karakteristik fisikokimia dari kedua tepung tersebut juga dapat dimanfaatkan oleh industri pangan sebagai pertimbangan dalam pemilihan bahan baku yang berbasis kedelai.

METODE

Tempat dan Waktu Peneltian

Produksi kecambah kedelai dilakukan di pusat industri tauge Kampung Leuwengkolot, Desa Girimulya RT 01/RW 03, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Analisis dilakukan di Laboratorium Rekayasa Proses Pangan, Laboratorium Kimia Pangan, Laboratorium Biokimia Pangan, dan Laboratorium Analisis Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakasanakan dari bulan Maret – September 2015.

Bahan

(17)

3

Alat

Produksi sampel

Alat yang dipakai dalam pembuatan kecambah kedelai adalah ember, ayakan besar, bak perendam. Alat yang digunakan untuk pengering sampel adalah freeze dryer , lalu digunakan blender untuk mengecilkan ukuran juga digunakan ayakan 100 mesh untuk penyeragaman ukuran tepung.

Analisis sampel

Alat yang digunakan dalam analisis proksimat adalah desikator, timbangan, cawan porselin beserta tutup, cawan aluminium, oven, labu lemak, soxlet, gelas piala, gelas arloji, selongsong dengan sumbat kapas, labu takar 100 ml dan 1000 ml, labu Kjeldahl, labu erlenmayer, buret, neraca analitik, pipet Mohr 1 ml, 5 ml, dan 10 ml, gelas beaker 250 ml, sudip, gelas pengaduk, tanur, tabung reaksi, bulb, kertas saring, dan gegep. Alat yang digunakan untuk analisis fisik adalah alat

centifuge LMC-4200R, aw meter, spektrofotometer UV-Vis, vortex, tabung

sentrifuse, tabung reaksi tertutup, hand blender, mikropipet, rak tabung reaksi.

Tahapan Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua bagian yaitu persiapan dan analisis sampel. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu kedelai lokal grobogan. Persiapan sampel terdiri dari proses penyortiran kedelai dari pengotor dan kedelai yang tidak layak, selanjutnya kedelai diberi perlakuan yang berbeda, yaitu kedelai yang dikecambahkan dan kedelai pecah kulit tanpa dikecambahkan. Kecemabah kedelai dan kedelai pecah kulit selanjutnya diproses menjadi tepung. Sebelum dibuat menjadi tepung, kedua jenis sampel kedelai dikeringkan terlebih dahulu menggunakan alat pengering beku freeze dryer agar masing-masing kedelai tersebut memiliki kadar air yang rendah sehingga mudah dalam proses penepungan. Kedua jenis kedelai selanjutnya dianalisis komposisi kimia, sifat fungsional protein, dan karakteristik fisik tepung. Diagram alir tahapan penelitian keseluruhan dapat dilihat pada gambar 1.

Perkecambahan kedelai pada penelitian ini mengacu pada standar operasional industri tauge di Desa Girimulya Leweungkolot, Kabupaten Bogor. Perkecambahan diawali dengan penyortiran basah kedelai dari pengotor dan kedelai yang tidak layak. Kedelai hasil sortasi selanjutnya direndam dalam air selama enam jam dan ditiriskan. Kedelai yang telah ditiriskan disiram air kapur, kemudian kedelai dimasukkan ke ember tertutup dan setiap tiga jam sekali dilakukan penyiraman menggunakan air. Diagaram alir perkecambahan kedelai dapat dilihat pada gambar 2.

Sedangkan untuk kedelai pecah kulit pembuatannya mengacu pada standar operasional persiapan pembuatan tempe di rumah tempe Indonesia (RTI), namun telah dimodifikasi. Diawali dengan perendaman kedelai utuh selama dua jam, dilanjutkan pengupasan kulit ari menggunakan alat pemecah kulit ari yang biasa digunakan pada proses awal persiapan kedelai sebagai bahan baku pembutan tempe di RTI.

(18)

4

dengan metode pengeringan beku (freeze drying) untuk menurunkan kadar air pada masing-masing sampel kedelai yang ditepungkan. Sampel yang sudah kering selanjutnya digiling dengan blender kecepatan rendah selama 1 menit. Sampel tepung yang telah digiling selanjutnya diayak menggunakan ayakan 100 mesh. Diagram alir tahapan pembuatan kedelai dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 1 Tahapan penelitian keseluruhan Analisis

1. Sifat fisik tepung :  Aw

 Densitas Kamba  Sudut Repose

 Derajat putih  Warna

2. Sifat Fungsional Protein :  Daya serap air

 Daya serap minyak

 Kapasitas & stabilitas buih  Kapasitas & stabilitas emulsi

Analisis Komposisi kimia tepung:

 Kadar air  Kadar abu  Kadar protein  Kadar lemak  Kadar karbohidrat  Kapasitas

antioksidan

Kedelai grobogan Kedelai grobogan

Perendaman 2 jam, pemecahan kulit ari kedelai

Perendaman 6 jam, germinasi 28 jam

Pembuatan tepung kedelai dan tepung kecambah kedelai Kecambah Kedelai Kedelai Pecah

(19)

5

Gambar 2 Tahapan pembuatan kecambah kedelai Kedelai

Lokal Grobogan

Sortasi dari pengotor

Perendaman dalam air selama 6 jam

Penirisan Kedelai Basah

Penyiraman dengan air kapur

Kecambah Kedelai Disimpan dalam ember yang

tertutup selama 28 jam, sambil disiram air setiap 3

(20)

6

Gambar 3 Tahapan pembuatan tepung kedelai

Metode Analisis

Proses Perkecambahan

Tahapan germinasi kedelai mengacu pada Kayembe dan Rensburg (2013), namun dimodifikasi. Proses germinasi kedelai diawali dengan merendam kedelai dalam air selama 6 jam kemudian ditiriskan. Kedelai selanjutnya dimasukkan ke dalam ember yang bagian bawahnya dilubangi dan disiram larutan kapur. Ember kemudian ditutup untuk mencegah masuknya cahaya matahari. Germinasi dilakukan di suhu ruang selama 28 jam. Selama proses perkecambahan tersebut, kedelai disiram air setiap selang waktu tiga jam. Proses pembuatan kecambah kedelai dapat dilihat pada gambar 2.

Pengukuran aw Tepung Kedelai

Pengukuran aktivitas air (aw) dilakukan dengan menggunakan alat aw meter

“Shibaura aw meter WA-360 (Fukushima Shibaura Electronics co.,Ltd.)”. Sampel dimasukkan ke dalam wadah aw meter. Nilai aw dan suhu akan terbaca setelah ada

tulisan “completed” di layar.

Kecambah Kedelai Kedelai Pecah

Kulit

Masing-masing sampel dikeringkan dengan freeze dryer selama 36 jam

Masing-masing sampel di blender dengan kecapatan rendah, satu menit.

Masing-masing sampel diayak dengan ayakan 100 mesh

(21)

7

Analisis Derajat Putih Tepung Kedelai dengan Whiteness meter (modifikasi Hartoyo dan Sunandar 2006)

Pengukuran derajat putih menggunakan alat KETT digital whiteness meter

model C-100 (KETT Electric Laboratory Tokyo Japan). Sampel ditempatkan dalam cawan sampel dengan jumlah sedikit melebihi bibir cawan. Cawan berisi sampel ditempatkan ke dalam wadah sampel. Suhu sampel diseimbangkan di atas tempat pengukuran, sehingga alat menyala. LED akan menampilkan nilai derajat putih dan nomor urutan pengukuran. Standar menggunakan MgO dengan nilai 81.6. Nilai derajat putih sampel ditunjukkan sebagai persentase dari perbandingan nilai derajat putih terhadap nilai derajat putih MgO.

Pengukuran Densitas Kamba Tepung Kedelai (Adeleke dan Odedeji 2010)

Sebanyak 3 g sampel dimasukkan ke dalam sebuah gelas ukur 10 ml yang telah diketahui beratnya. Gelas ukur yang telah berisi sampel diketuk-ketukkan hingga volumenya konstan. Volume yang terukur kemudian dicatat. Densitas kamba dinyatakan sebagai massa sampel (g) per volume sampel (ml).

Pengukuran Sudut Repose Tepung Kedelai (Hartoyo dan Sunandar 2006)

Sudut repose diukur dengan cara menjatuhkan tepung pada ketinggian tertentu (15 cm) melalui corong pada bidang datar. Kertas putih digunakan sebagai alas bidang datar. Ketinggian harus selalu di bawah lubang corong. Pengukuran diameter dilakukan pada sisi yang sama pada setiap perlakuan. Sudut repose

ditentukan dengan mengukur diameter (d) dan tinggi tumpukan (t), dan dihitung sebagai arc tan 2t/d.

Analisis Warna Tepung Kedelai dengan Kromameter (Mugendi et al. 2010)

Pada alat chromameter Konica Minolta CR-310 Japan, dilakukan pengaturan indeks data dengan cara menekan tombol Index Set, lalu dilanjutkan dengan menekan tombol Scroll Bar dan Enter untuk mengaktifkan perintah pengukuran warna. Pengukuran warna dilanjutkan dengan mendekatkan kamera pengukur warna sampel dan menekantombol Target Color Set. Data hasil pengukuran warna L, a, dan b akan tercatat pada alat Paper Sheat. Nilai L menyatakan parameter kecerahan (lightness) yang mempunyai nilai dari 0 (hitam) sampai 100 (putih). Nilai a menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a (positif) dari 0-100 untuk warna merah dan nilai –a (negatif) dari 0-(-80) untuk warna hijau. Notasi b menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengannilai +b (positif) dari 0-70 untuk kuning dan nilai – b (negatif) dari 0-(-70) untukwarna biru.

Daya Serap Air Tepung Kedelai (modifikasi Adeleke dan Odedeji 2010)

(22)

8

Daya Serap Minyak Tepung Kedelai (modifikasi Adeleke dan Odedeji 2010)

Sebanyak 1 g sampel ditambah 10 ml minyak jagung. Campuran divortex

selama 2 menit kemudian disentrifuse dengan kecepatan 3000 rpm selama 30 menit. Filtrat dipisahkan dari supernatannya. Daya serap minyak dinyatakan sebagai volume minyak terikat (ml) per jumlah sampel (g). Volume minyak terikat didapatkan melalui densitas minyak jagung yang telah diketahui.

Daya dan Stabilitas Buih (Adeleke dan Odedeji 2010; Huda et al. 2012)

Sebanyak 2 g sampel dilarutkan dalam 50 ml air destilata, kemudian dikocok dengan menggunakan blender dengan kecepatan tinggi selama 5 menit. Campuran larutan kemudian dipindahkan ke dalam gelas ukur berukuran 100 ml. Kapasitas buih dilihat dari busa yang terbentuk dibandingkan dengan volume awal. Stabilitas buih diamati selama 30 menit, dicatat setiap interval 5 menit dan dibuat kurva stabilitas buih terhadap waktu.

Kapasitas dan Stabilitas Emulsi (modifikasi Huda et al. 2012; Kumar et al. 2014; Franzen dan Kinsella 1976)

Pengukuran kapasitas emulsi dilakukan dengan mencampur sebanyak 0.5 g sampel dengan 5 ml air destilata dan 5 ml minyak jagung. Campuran divortex

selama 1 menit, kemudian disentrifuse dengan kecepatan 2550 rpm selama 5 menit. Kapasitas emulsi dilihat dari volume emulsi dibandingkan volume total dalam tabung (%). Untuk mengetahui stabilitas emulsi selama waktu tertentu, emulsi yang sudah terbentuk disimpan selama beberapa lama pada suhu ruang. Volume emulsi diamati selama penyimpanan 30 menit dengan interval setiap 5 menit dan dibuat kurva kestabilan emulsinya.

Kadar Air (AOAC 2012)

Pengukuran kadar air dilakukan dengan metode oven. Penetapan kadar air diawali dengan pengeringan cawan alumunium pada suhu 105 oC selama 15 menit, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 1-2 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan alumunium tersebut dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama lima jam lalu didinginkan dalam desikator, dan ditimbang sampai diperoleh berat sampel kering yang relatif konstan.

Kadar Abu (AOAC 2012)

Analisis kadar abu dilakukan dengan metode pengabuan kering. Cawan porselin yang akan digunakan dikeringkan terlebih dahulu di dalam oven bersuhu 105 oC selama 15 menit lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 2-3 gram sampel ditimbang di dalam cawan porselen tersebut. Selanjutnya cawan porselen berisi sampel dibakar sampai tidak berasap dan diabukan dalam tanur listrik pada suhu maksimum 550 oC sampai pengabuan sempurna (berat konstan). Setelah pengabuan selesai, cawan berisi contoh didinginkan dalam desikator dan ditimbang.

Kadar Protein (AOAC 2012)

(23)

9 didestruksi diruang asam selama ± 1.5 jam sampai cairan menjadi bening. Setelah dingin, campuran ditambahkan akuades secara perlahan. Isi labu kjeldhal dipindahkan ke dalam alat destilasi dan dibilas beberapa kali dengan akuades. Erlenmeyer yang berisi larutan 5 ml H3BO3 3 % dan 3 tetes indikator merah metil dan metilen blue dipasang dibawah kondensor (ujung tabung kondensor harus terendam dalam H3BO3). Larutan NaOH-Na2SO4 sebanyak 8-10 ml ditambahkan ke dalam alat destilasi. Destilasi dilakukan sampai tertampung ± 50 ml destilat dalam erlenmeyer. Destilat yang tertampung kemudian dititrasi dengan HCl 0.02N sampai terjadi perubahan warna.

Kadar Lemak (AOAC 2012)

Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Sebelum pengukuran kadar lemak, sampel dihidrolisis terlebih dahulu. Hasil hidrolisis kemudian dibungkus dengan selongsong dengan sumbat kapas dan dimasukan ke dalam alat ekstraksi Soxhlet yang dihubungkan dengan kondensor dan labu lemak. Selanjutnya dilakukan ekstraksi selama 4 jam. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Pengeringan diulangi hingga mencapai bobot konstan.

Kadar Karbohidrat (by difference)

Kadar karbohidrat dihitung sebagai sisa dari kadar air, abu, lemak dan protein. Pada analisis ini diasumsikan bahwa karbohidrat merupakan bobot sampel selain air, abu, lemak dan protein.

Kapasitas Antioksidan (modifikasi Fayed 2009)

Analisis kapasitas antioksidan menggunakan metode DPPH Radical Scavenging Activity. Sebanyak 50 μl ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi.

Kemudian ditambahkan 5 ml larutan DPPH 0.002 % (dalam pelarut metanol p.a). Campuran divortex dan didiamkan di ruang gelap selama 30 menit.Metanol disiapkan sebagai blanko (tanpa ekstrak sampel). Kurva standar disiapkan dengan menggunakan asam askorbat dalam pelarut air dengan berbagai konsentrasi (0-200 mg/l).Setelah 30 menit, absorbansi diukur pada panjang gelombang 517 nm menggunakan Spectrofotometer Genesys 20 (Thermo Scientific In Germany).

Rancangan Percobaan

(24)

10

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan Waktu Perkecambahan

Perkecambahan pada kacang-kacangan merupakan proses keluarnya bakal tanaman (tunas) dari lembaga yang disertai dengan terjadinya mobilisasi cadangan makanan dari jaringan penyimpanan atau keping biji ke bagian vegetatif (sumbu pertumbuhan embrio atau lembaga) (Astawan 2009). Proses perkecambahan diawali dengan perendaman dan dilanjutkan germinasi, sehingga waktu perendaman dan waktu germinasi terbaik penting untuk diketahui. Waktu perendaman penting untuk diketahui karena lamanya waktu perendaman akan menentukan seberapa banyak air yang dapat masuk dalam biji (imbibisi) sehingga dapat memengaruhi kondisi lingkungan yang dibutuhkan dalam proses germinasi. Imbibisi air ini sangat penting karena digunakan untuk rehidrasi biji yang menjadi tahap awal dalam proses germinasi (Astawan 2009).

Kacang kedelai memiliki tipe germinasi epigeal dan memiliki rata-rata kecepatan germinasi 85 - 95 % (Kay 1979) atau minimal 75 %. Epigeal yaitu jika kotiledon terangkat keatas tanah. Menurut Astawan (2009) setiap hari kacang yang dikecambahkan disiram dengan air sebanyak 4-5 kali. Setelah satu hari germinasi akan dihasilkan kecambah dengan presentase jumlah kecambah yang tumbuh akan dihasilkan kecambah dengan panjang sekitar satu centimeter, setelah dua hari akan mencapai sekitar empat centimeter, dan setelah 3-5 hari panjangnya akan mencapai 5-7 sentimeter..

Pada penelitian ini germinasi kedelai dilakukan dengan cara perendaman selama 6 jam untuk proses imbibisi air kedalam kedelai. Kacang kedelai yang telah direndam kemudian ditiriskan dan ditempatkan dalam wadah berlubang untuk mencegah genangan air dalam wadah sehingga biji tidak mudah busuk. Sebelum digerminasi, kacang kedelai disiram air kapur terlebih dahulu, perlakuan ini diduga dapat meningkatkan kandungan kalsium (Ca2+) yang berfungsi sebagai kation anorganik yang membantu dalam pembelahan sel dari jaringan meristem yang mempercepat daya kecambah. Setelah dilakukan pengamatan secara visual dari umur germinasi dengan target panjang radikula 0.5 -1 cm didapatkan proses germinasi optimal selama 28 jam seperti pada Tabel 1.

Tabel 1 Waktu perkecambahan

Waktu 6 jam 28 jam 40 jam 52 jam

(25)

11

Setelah sampel dari kecambah kedelai dan kedelai siap, tahap selanjutnya adalah pengeringan beku menggunakan freeze dryer selama 36 jam hingga sampel uji telah kering. Proses freeze drying bertujuan untuk mempermudah penyimpanan sampel dan tidak merusak komponen kimia pada kedelai. Sampel kering beku lalu diperkecil ukurannya dengan menggunakan alat blender kering dengan kecepatan minimum selama satu menit, dan dilanjutkan homogenisasi ukuran menggunakan ayakan 100 mesh. Sampel TKK dan TK yang telah dihomogenisasi selanjutnya dianalisis komposisi kimianya yaitu proksimat dan kapasitas antioksidan, serta karakteristik fisik yaitu warna dengan chromameter Minolta CR 310, aktivitas air (aw) dengan aw meter, densitas kamba, sudut repose, derajat putih, daya serap air, daya serap minyak, kapasitas buih, dan kapasitas emulsi.

Karakteristik Komposisi Kimia

Kandungan zat gizi pada biji sebelum dikecambahkan berada dalam bentuk tidak aktif (terikat). Setelah perkecambahan, bentuk tersebut diaktifkan sehingga meningkatkan daya cerna bagi manusia. Peningkatan zat-zat gizi pada kecambah, mulai tampak sekitar 24-48 jam saat perkecambahan. Pada saat perkecamabahn terjadi hidrolisis karbohidrat, protein, dan lemak menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana sehingga mudah dicerna. Selama perkecambahan, terjadi peningkatan protein dan vitamin, sedangkan kadar lemaknya mengalami penurunan (Astawan 2009). Oleh karenanya pada penelitian ini dilakukan analisis komposisi kimia, seperti (kadar air. Abu, protein, lemak, karbohidrat, dan kapasitas antioksidan) untuk melihat perubahan yang terjadi pada kedua jenis tepung kedelai (tepung kecambah dan kedelai). Dari tabel 2 dapat diketahui bahwa kadar air tepung kecambah kedelai (TKK) dan tepung kedelai (TK), yaitu (6.36 %) dan (6.71 %). Kadar air pada TKK sedikit lebih rendah dibandingkan TK, diduga disebabkan oleh proses perendaman dalam perkecambahan yang lebih lama mengakibatkan peningkatan permeabilitas dinding sel sehingga difusi air lebih mudah dan komponen terlarut keluar dari bahan (Muchtadi dan Sugiyono 1992).

Tabel 2 Karakteristik kimia tepung

Parameter

(26)

12

Winata (2001) juga menyebutkan pembengkakan granula yang irreversible

cenderung memiliki rongga antar sel yang lebih besar sehingga selama pengeringan, air yang dikandung lebih mudah terlepas.

Kadar abu berhubungan dengan mineral suatu bahan, semakin tinggi kadar abu semakin tinggi pula mineral suatu bahan. Hasil penelitian Ozcan dan Juhaimi (2014) menyatakan bahwa umumnya kadar mineral Ca, Mg, dan P pada kecambah kedelai ditemukan lebih tinggi dibandingkan kedelai tanpa dikecambahkan. Kadar abu dari TKK (5.06 %) diketahui signifikan lebih tinggi (p<0.01) dari TK (1.99 %). Perubahan ini kemungkinan merupakan akibat dari meningkatnya proporsi senyawa anorganik dan menurunnya senyawa organik selama proses germinasi, sehingga konsentrasi mineral-mineral pada kecambah meningkat.

Kedua jenis tepung kedelai pada penelitian ini memiliki kandungan lemak TKK sebesar 23.36 % dan TK sebesar 38.65 %. Kadar lemak pada tepung kecambah kedelai nyata lebih rendah (p<0.05) dibandingkan tepung kedelai. Degradasi kadar lemak ini dipengaruhi oleh meningkatnya kadar protein (Moraes

et al. 2006). Hal ini terjadi karena lemak diubah menjadi energi selama proses perkecambahan (Mubarak 2005). Degradasi lemak merupakan penyediaan energi yang dibutuhkan untuk sintesis protein baru, sehingga menguntungkan untuk meningkatkan zat gizi makro (Shi et al 2010)

Protein merupakan komponen makronutrien yang diunggulkan pada produk berbasis kedelai, kandungan nutrisi protein pada kedelai menunjukkan mutu kedelai tersebut. Kedua jenis tepung kedelai masing-masing memiliki kadar protein, yakni tepung kecambah kedelai (TKK) (54.67%) dan tepung kedelai (TK) (46.10%). TKK memiliki kadar protein yang sedikit lebih tinggi dibanding TK, namun tidak signifikan (p>0.05) berdasarkan paired sample t-test. Menurut Astawan (2004) kandungan protein pada kecambah mengalami peningkatan karena selama perkecambahan terjadi pengurangan kadar bahan kering akibat terserapnya sejumlah air oleh biji. Keadaan tersebut akan menyebabkan terlepasnya protein yang terikat bersamaan dengan karbohidrat dalam bentuk glikoprotein maupun senyawa-senyawa antinutrisi yang akan meningkatkan kandungan protein. Kadar protein pada tepung kecambah kedelai tidak signifikan meningkat dibandingkan tepung kedelai hal ini diduga berhubungan dengan ketelitian selama penimbangan atau proses pengolahan pada saat penggilingan yang terlalu lama menyebabkan sebagian protein menjadi rusak.

Kadar Karbohidrat pada TKK dan TK tidak berbeda nyata (p>0.05). Kadar karbohidrat TKK sedikit lebih rendah dibanding TK. Hal ini dipengaruhi pada saat berkecambah terjadi hidrolisis karbohidrat menjadi senyawa yang lebih sederhana, karena untuk dapat tumbuh embrio membutuhkan makanan, sehingga kadar karbohidratnya berkurang selama proses perkecambahan (Anggrahini 2007)

(27)

13 Uji DPPH pada penelitian ini menggunakan standar asam askorbat 0, 50, 100, 150, 200 ppm sehingga satuan pengukuran dinyatakan sebagai AEAC (Ascorbic Acid Equivalent Antioksidan Capacity). Kurva standar asam askorbat dapat dilihat pada Lampiran 1.

Berdasarkan hasil analisis (Tabel 2), aktivitas antioksidan ekstrak tepung kecambah kedelai adalah 184 mg AEAC/100 g bk nyata lebih tinggi (p<0.05) dibandingkan tepung kedelai sebesar 155 mg AEAC/100 g bk. Hal ini terjadi selama proses perkecambahan terjadi peningkatan kandungan senyawa fenol dan vitamin E (Cevallos-Casels dan Cisneros-Zevallos 2010, Plaza et al. 2003). Kandungan vitamin E (α-tokoferol) dan senyawa fenol (isoflavon) merupakan senyawa fitokimia pada kedelai yang memiliki aktivitas biologis(Astawan 2013). Salah satu aktifitas biologis α-tokoferol dan senyawa fenol adalah sebagai antioksidan (Yongsan 2005; Pujimulyani et al. 2010). Peningkatan senyawa antioksidan ini disebabkan oleh peningkatan kadar aglikon bebas dan penurunan glukosida pada kecambah kedelai akibat hidrolisis enzim β glukosidase selama perendaman dan germinasi (Tjahjadi 2004). Aglikon merupakan bentuk isoflavone yang memiliki aktifitas antiosidan yang, tinggi terutama genistein (Esaki 1996). Enzim β glukosidase ini aktif selama germinasi dan mengkatalisis terbentuknya aglikon (Pauchar- Manacho et al. 2010). Hasil penelitian Huang et al. (2014) menyebutkan bahwa kadar aglikon kedelai meningkat 84% dalam satu hari germinasi dibandingkan sebelum dikecambahkan.

Karakteristik Fisik

Tepung kedelai memiliki keunggulan kandungan protein yang tinggi. Biasanya tepung kedelai pada industri pangan diproses lanjut menjadi konsentrat protein kedelai, dan isolat protein kedelai. Sumber protein kedelai dalam industri pangan biasanya dimanfaatkan untuk fortifikasi tepung terigu sehingga kandungan protein pada tepung terigu dapat meningkat, fortifikasi protein kedelai tersebut biasanya dalam bentuk konsentrat protein kedelai (Umphress et al. 2005).

Sifat fisik menjadi parameter mutu pemilihan bahan baku di industri pangan. Pada penelitian ini digunakan analisis sifat fisik untuk melihat karakteristik fisik dari kedua jenis tepung kedelai, sifat fisik yang digunakan, yaitu warna, aw, densitas kamba, dan sudut repose.

(28)

14

TK memiliki intensitas warna kuning lebih tinggi dibanding TKK. Hal ini diduga disebakan proses perendaman yang lebih lama sehingga pigmen menjadi terlarut. Nilai kromatik (a) kedua jenis tepung sangat signifikan berbeda nyata (p<0.01), TKK (-0.39) dan TK (0.47). Tepung kecambah kedelai memiliki intensitas kromatik (a) yang negatif artinya kromatik (a) TKK berwarna hijau, sedangkan TK memiliki intensitas kromatik (a) positif yang artinya berwarna merah. Perbedaan warna kromatik (a) pada kedua jenis tepung tersebut diduga dipengaruhi oleh proses germinasi pada kecambah kedelai yang menyebabkan terjadinya sintesis pigmen warna klorofil.

Tabel 3 Karakteristik fisik tepung

Parameter

Keterangan: Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0.05)

Nilai aktivitas air (aw) berkisar antara 0.0-1.0, yang diperoleh dari rasio tekanan uap air (P) pada kelembaban relatif tertentu dengan tekanan uap air murni (Po) (Kusnandar 2010). Karena merupakan rasio dari tekanan, maka nilai aw tidak memiliki satuan. Aktivitas air pada jenis tepung biasanya berkisar antara 0.60-0.68 (Kusnandar 2010). Pada tebel 3 diketahui bahwa aktifitas air TKK (0.68) dan TK (0.60). Analisis paired sample t-test menunjukkan bahwa kedua jenis tepung tersebut sangat signifikan berbeda nyata (p<0.01). Kenaikan aktivitas air pada TKK diduga disebabkan oleh adanya proses imbibisi air ke dalam biji saat proses perendaman. Aktivitas air diatas 0.60 menunjukkan bahwa tepung kecambah kedelai (TKK) dan tepung kedelai (TK) rentan terhadap pertumbuhan khamir osmofilik (Pomeranz,1991).

(29)

15 Derajat putih merupakan faktor kualitas utama dari tepung-tepungan. Derajat putih suatu bahan merupakan kemampuan memantulkan cahaya dari bahan tersebut terhadap cahaya yang mengenai permukaannya (Indrasti 2004). Derajat putih suatu produk tepung-tepungan pada umumnya menjadi salah satu parameter kualitasnya. Produk tepung-tepungan biasanya diharapkan memiliki derajat putih yang tinggi. Dari tabel 3 diketahui bahwa perkecambahan menyebabkan perbedaan yang sangat signifikan (p<0.01) pada kedua jenis tepung. Diketahui bahwa derajat putih TK lebih tinggi dibanding TKK. Penelitian Rani et al. (2013) juga menunjukkan bahwa pada perlakuan lama perendaman 3 jam, 6 jam, dan 9 jam pada kadelai menurunkan derajat putih bubuk kedelai. Hilangnya pigmen pada kedelai akibat terlarut dalam air diduga yang berkontribusi terhadap penurunan derajat putih tepung.

Sudut repose digunakan untuk mengetahui indeks alir suatu zat. Pada tabel 3 diketahui bahwa perkecambahan tidak berpengaruh signifikan (p>0.05) terhadap penurunan sudut repose tepung. Sudut repose dari TKK dan TK masing-masing adalah (41.08) dan (40.80). Sudut repose yang kecil nilainya menunjukkan indeks alir tepung yang makin baik. Dalam proses pengolahan di industri pangan sudut

repose yang kecil dari suatu bahan sangatlah diharapkan (Saenab et al. 2010). Suatu tepung digolongkan memiliki sudut repose yang baik bila berada pada kisaran 300 -400 (Priyanto et al. 2011). Hal ini menunjukkan bahwa kedua jenis tepung memiliki sifat mengalir yang cukup baik saat pemindahan dan pencampuran bahan.

Karakteristik Fungsional Protein Tepung Kedelai

Tepung kedelai berperan sebagai sumber gizi, menurut Manley (2000) tepung kedelai dan isolat protein kedelai biasa digunakan sebagai komponen substitusi dalam pembuatan biskuit berprotein tinggi. Penggunaan tepung kedelai juga dapat memperbaiki tekstur. Kedelai juga biasa digunakan sebagai bahan baku industri dalam bentuk isolat dan konsentrat protein kedelai yang berfungsi utama sebagai substitusi tepung lain (Manley 2000). Sumber protein dari tepung kecambah kedelai (TKK) dan tepung kedelai (TK) akan memiliki sifat fungsional tertentu yang dapat berpengaruh pada karakteristik produk pangan. Sifat fungsional protein ini berperan penting dalam pengolahan pangan, mutu pangan, serta parameter penerimaan pangan oleh konsumen, seperti aroma, penampakan, warna, tekstur, dan cita rasa. Dalam produk pangan, protein dapat berperan sebagai pengikat air, penyerap lemak, pengemulsi, serta pembentuk buih. Tepung kecambah kedelai dan tepung kedelai memiliki kadar protein protein yang besar sehingga banyak digunakan sebagai komposisi (Kusnandar 2010).

(30)

16

Tabel 4 Karakteristik sifat fungsional protein

Parameter

Keterangan: Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0.05)

Kinsella (1979) menyatakan komposisi asam amino protein turut mempengaruhi sifat daya serap air. Diduga daya serap air tepung kedelai lebih banyak mengandung asam amino ionik seperti asam glutamat, asam aspartat, dan lisin, sehingga dapat meningkatkan kemampuan daya serap air. Daya serap air tepung kedelai 2.24 g air/g terbilang tinggi menyamai daya serap air konsentrat protein kedelai, yaitu 2.20 g air/g (Kinsella 1979. Semakin besar jumlah air yang diikat, semakin baik pula kualitas tekstur dan mouthfeel bahan pangan yang dihasilkan.

Daya serap minyak merupakan bagian dari sifat fungsional yang modus tindakannya mengikat minyak bebas. Daya serap minyak banyak dimanfaatkan untuk menambahkan sifat fungsional produk berbahan baku daging, disamping itu juga digunakan untuk meningkatkan cita rasa dan tekstur (Kusnandar 2010). Pada tabel 4 diketahui daya serap minyak TK 0.95 ml/g dan TKK 1.00 ml/g, dari uji

paired sample t-test menunjukan bahwa kedua jenis tepung tidak berbeda nyata (p>0.05). Nilai daya serap minyak dari kedua jenis tepung ini lebih rendah dibandingkan dari kisaran daya serap minyak konsentrat dan isolat protein kedelai (1.33-1.54 ml minyak/g solid) yang dilaporkan oleh Kinsella (1979). Kemampuan pengikatan minyak pada produk berupa bubuk dipengaruhi oleh ukuran pertikelnya.

Protein dalam bentuk bubuk dengan ukuran partikel kecil serta densitas yang rendah mengabsorpsi dan memerangkap minyak lebih banyak dibandingkan protein yang densitasnya tinggi (Zayas 1997). Daya serap minyak dipengaruhi oleh sumber protein, kondisi proses, komposisi bahan tambahan lain, ukuran partikel, dan suhu proses (Zayas 1997).

(31)

17

Gambar 2 Stabilitas emulsi TK ( ) dan TKK ( )

Kapasitas emulsi yang baik bila bahan dapat menyerap air dan minyak secara seimbang, (Chalamaiah et al. 2011) menyatakan bahwa kapasitas emulsi protein bergantung pada keseimbangan ikatan hidrofilik dan lipofilik. Pada tabel 4 diketahui bahwa kapasitas emulsi tepung kecambah kedelai (12.5%), signifikan meningkat (p<0.05) dibanding kapasitas emulsi tepung kedelai (1.25%). Perbandingan jumlah asam amino lipofilik-hidrofilik yang seimbang mempengaruhi daya emulsi (Zayas 1997). Keseimbangan ini akan menurunkan tegangan permukaan dan interfasial. Sifat lipofilik dan hidrofilik ini berperan dalam orientasi protein dimana gugus lipofilik akan menghadap ke minyak dan gugus hidrofilik menghadap ke air (Zayas 1997). Kapasitas emulsi erat kaitannya dengan produk-produk daging giling, seperti sosis, bologna, dan produk sejenisnya. Sifat ini dibutuhkan untuk pembentukan emulsi lemak. Stabilitas emulsi ditunjukkan pada gambar 3, diketahui bahwa kedua jenis tepung memiliki stabilitas emulsi yang relatif stabil, dengan TKK memiliki presentase kapasitas emulsi yang lebih tinggi dibanding TK. Jika dibandingkan kapasitas emulsi dari kedua jenis tepung kedelai diatas dengan isolat protein yang memiliki kapasitas emulsi ( lebih dari 70%) menunjukkan bahwa kedua jenis tepung kedelai diatas tidak memiliki sifat emulsi yang baik untuk diaplikasikan pada produk-produk pangan emulsi (Budijanto et al.

2011).

Buih adalah dispersi koloid gas dalam air. Protein dari kedelai dapat berperan sebagai pembentuk buih dalam proses pembuatan es krim dan whipped toppings

(Kusnandar 2010). Tabel 4 menunjukkan kapasitas daya buih tepung kecambah kedelai (19.49 %), dari uji paired sample t-test menunjukan bahwa perkecambahan menyebabkan perbedaan yang signifikan (p<0.05) terhadap tepung kedelai tanpa dikecambahkan (7.50 %).

12.5 12 12 12 12 12 12

1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25

(32)

18

Gambar 3 Stabilitas Buih TK ( ) dan TKK ( )

Hal ini berhubungan dengan kekuatan protein dalam memerangkap gas, menjadi faktor utama yang menentukan karakteristik buih yang dihasilkan. Chamalaiah et al. (2011) menyatakan bahwa kapasitas buih bergantung pada fleksibilitas molekul dan sifat fisikokimia protein. Kadar protein pada tepung kecambah kedelai yang relatif besar, yaitu (54.67%) diduga mempengaruhi kemampuannya dalam membentuk busa. Hal ini disebakan peningkatan konsentrasi akan meningkatkan interaksi protein-protein yang lebih besar yang dapat juga meningkatkan viskositas dan memfasilitasi pembentukan lapisan protein multilayer kohesif pada permukaan. Stabilitas buih ditunjukkan pada gambar 4, dapat diketahui bahwa pada gambar tersebut kedua jenis tepung kedelai memiliki stabilitas buih yang relatif stabil, dengan presentase kapasitas buih TKK (19.49%) lebih tinggi dibandingkan presentase kapasitas buih TK (7.5%). Hal ini menunjukkan bahwa kedua jenis tepung memiliki protein teradsorpsi pada permukaan dan membentuk film yang stabil mengelilingi buih dan membentuk busa yang baik (Kusnandar 2010).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Analisis kimia pada kedua tepung menunjukkan bahwa perkecambahan meningkatkan kualitas tepung yaitu aktivitas antioksidan (183 mg AEAC/100 g) meningkat signifikan dibanding TK (155 mg AEAC/100g). Berdasarkan analisis fisik diketahui bahwa tepung kecambah kedelai memiliki densitas kamba lebih besar dari tepung kedelai. Namun tidak mempengaruhi sudut repose dari kedua jenis tepung. Pada analisis sifat fungsional protein tepung kecambah kedelai

19.49 18.97 18.97 18.97 18.97 18.97 18.97

(33)

19 memiliki kapasitas buih (19.49%) meningkat signifikan (p<0.05) dibanding tepung kedelai (7.5%), sedangkan stabilitas buih kedua jenis tepung relatif stabil. Kapasitas emulsi (12.50%) sangat signifikan meningkat (p<0.01) dibanding tepung kedelai (1.25%), stabilitas emulsi TK dan TKK juga relatif stabil.

Saran

Perlu studi lebih lanjut terkait proses optimasi pembuatan kecambah kedelai, dan proses penepungan baik dengan freeze dryer maupun dengan alat pengeringan lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Adeleke RO, Odedeji JO. 2010. Functional properties of wheat and sweet potato flour blends. Pakistan Journal Nutrition 9(6): 535-538. doi: 10.3923/pjn.2010.535.538.

Andarwulan N, Kusnandar F, Herawati D. 2011. Analisis Pangan. Jakarta (ID): Dian Rakyat.

Anggrahini S. 2007. Pengaruh lama perkecambahan terhadap kandungan α- tokoferol dan senyawa proksimat kecambah kacang hijau (Phaseolus radiates L). Jurnal Agritech. 27(4): 155-156.

Anita S. 2009. Studi sifat fisikokimia sifat fungsional karbohidrat dan aktivitas antioksidan tepung kecambah kacang komak (Lablab purpureus (L) sweet)

[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 2012. Official Method of Analysis. Association of Official Analytical Chemistry 19th Edition. Marryland (US): AOAC.

Aremu MO, Olaofe O, Akintayo ET. 2007. Functional properties of some Nigerian varieties of legume seed flours and flour concentration effect on foaming and gelation properties. Journal of Food Technologhy. 5(2): 109-115.

Astawan M. 2004. Kacang hijau; Antioksidan yang membantu kesuburan pria.

Tabloid senior 238.

Astawan M. 2013. Soy story. Food Review. 8(10): 46-51.

Astawan M. 2008. Sehat dengan Tempe, Panduan Lengkap Menjaga Kesehatan dengan Tempe. Jakarta (ID): Dian Rakyat.

Astawan M, Wresdiyati T, Widowati S, Bintari SH, Ichsani N. 2013. Karakteristik fisikokimia dan sifat fungsional tempe yang dihasilkan dari berbagai varietas kedelai. Pangan: Media Informasi dan Komunikasi. 22 (3): 241-252.

Astawan M. 2009. Sehat dengan Hidangan Kacang dan Biji-bijian. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2006. Angka tetap tahun 2005 dan angka ramalan II tahun 2006 produksi tanaman pangan. Jakarta (ID): BPS.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Kedelai. Jakarta (ID): BPS.

(34)

20

Cavellos-Cassals B, Cisneros-Zavellos L. 2010. Impact of germination on phenolic content and antioxidant activity of 13 edible seed species. Food Chemistry. 119(4): 1485-1490. doi: 10.1016/j.foodchem.2009.09.030.

Chalamaiah M, Balaswamy K, Rao GN, Rao PG, Jyothirmayi T. 2011. Chemical composition and functional properties of mrigal (Cirrhinus mrigala) egg protein concentrates and their application in pasta. Food Science Technology. doi 10.1007/s13197-011-0357-5.

Elkhalifa AEO, Bernhardt R. 2010. Influence of grain germination on functional properties of sorghum flour. Food Chemistry. 121: 387-392. doi: 10.1016/j.foodchem.2009.12.041.

Erlita R. 2002. Suplementasi Tepung Kedelai Lemak Penuh ( Full Fat Soy Flour) Hasil Pengeringan Silinder pada Formula Roti Manis [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Esaki H, Onozaki H, Kawakishi S, Osawa T. 1996. New antioksidant isolated from tempeh. Journal of Agriculture and Food Chemistry. 44: 695-700.

Fayed SA. 2009. Antioxidant and anticancer activities of Citrus reticulate

(Petitgrain Mandarin) and Pelargonium graveolens (Geranium) Essential Oils. Research Journal Agriculture & Biological Sciences. 5(5): 740-747. Franzen KL, Kinsella JE. 1976. Functional properties of succinylated and

acetylated soy protein. Food Chemistry. 24: 788-795. doi: 10.1021/jf60206a036.

Hartoyo A, Sunandar FH. 2006. Pemanfaatan tepung komposit ubi jalar putih (Ipomoea batatas L), kecambah kedelai (Glycine max Merr.) dan kecambah kacang hijau (Virginia radiata L) sebagai substituen parsial terigu dalam produk pangan alternatif biskuit kaya energi protein. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 17(1): 50-57.

Huang X, Cai W, Xu B. 2014. Kinetic changes of nutrient and antioxidant capacities of germinited soybean (Glycine max L) and mung bean (Vigna rodiata L) with germination time. Food Chemistry. 143: 268-276. doi:10.1016/j.foodchem.2013.07.080.

Huda N, Santana P, Abdullah R, Yang TA. 2012. Effect of different dryoprotectant on funtional properties of threadfin bream surimi powder. Journal of Fisheries Aquatic Sciences. 7(3): 215-223. doi: 10.3923/jfas.2012.215.223. Indrasti F. 2004. Pemanfaatan tepung talas belitung (xanthosoma saginifolium)

dalam pembuatan cookies [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Kay EK. 1979. Food Legumes. London (GB): Tropical Products Institute.

Kayembe NC, Rensburg JV. 2013. Germination as a processing technique for soybeans in small-scale farming. South African Animal Sciences. 43 (2): 168-173. doi: 10.4314/sajas.v43i2.7.

Kinsella JE. 1979. Functional properties of soybean protein. Journal of the American Oil Chemists Society. 56: 242-257.

Krisdiana R. 2005. Preferensi tahu dan tempe dalam menggunakan bahan baku kedelai di Jawa Timur. Di dalam: Varietas unggul kedelai untuk bahan baku industry pangan. Erliana G, Sri SA, Sri W. Jurnal Litbang Pertanian. 28(3) 2009 hlm. 80.

(35)

21 edible seaweed. Food Chemistry. 153: 353-360. doi: 10.1016/j.foodchem.2013.12.058.

Kusnandar F. 2010. Komponen Makro Kimia Pangan. Jakarta (ID): Dian Rakyat. Makmoer H. (2006). Serba-serbi kue kering. [internet]. Bogor (ID); [Diakses 21

Agustus 2015]. Tersedia pada :http://www.republika.com.

Moraes RMA, Jose IC, Ramos FG, Barros EG, Moreira MA. 2006. Biochemical characteristics of soybean’s protein. Pesquisa Agropecuaria Brasiliera. Vol 41: 725-729.

Mubarak AE. 2005. Nutrional composition and antinutrional factors of mungbean seeds (Phaseolus aureus) as affected by some home traditional processes.

Food Chemistry. Vol 89: 489-495.

Muchtadi TR, Sugiyono. 1992. Petunjuk Praktikum: Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor (ID). PAU Pangan dan Gizi IPB.

Mugendi JB, Njagi EM, Kuria EN, Mwasaru MA, Mureithi JG, Apostolides Z. 2010. Nutritional quality and physicochemical properties of mucuna bean (Mucuna pruriens L.) protein isolates. International Food Research Journal.17(1): 357-366.

Ozcan MM, Juhaimi FA. 2014. Effect of sprouting and roasting processes on some physico-chemical properties and mineral contents of soybean seed and oils.

Journal Food Science. 53(2): 450-454.

Pauchar- Menacho LM, Berhow MA, Mandarino JM, Meija EG, Chang YK. 2010. Optimasation of germination time and temperature on the concentration of bioactive compounds in Brazilian soybean cultivar BRS 133 using response surface methodology. Food chemistry. 119: 636-642. doi:10.1016/jfoodchem.2009.07.011.

Plaza I, Ancos B, Cano MP. 2003. Nutritional and health-related compounds in sprouts and seeds of soybean (Glycine max), wheat (Triticum aestivum L) and alfalfa (Medicago sativa) treated by a new drying method. European Food and Research Technology. 216:138-144.

Pomeranz Y. 1991. Functional Properties of Food Components. New York (US): Academic Press.

Priyanto G, Yudhia, Hamzah B. 2011. Perubahan sifat fisik dan aktivitas antioksidan tepung rempah selama pengeringan. Prosiding Seminar Nasional Perteta 2011. Jember, Indonesia. Jember (ID): Jember University Press-kerjasama dengan Perteta cabang Jember. Hlm 233-242.

Pujimulyani D, Sri R, Marsono Y, Umar S. 2010. Aktivitas antioksidan dan kadar senyawa fenolik pada kunir putih (Curcuma manga Val) segar dan setelah

blanching. Jurnal Agritech. 30(2): 68-69.

Rani H, Zulfahmi, Yatim RW. 2013. Optimasi proses pembuatan bubuk tepung kedelai. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan. 13 (3): 188-196.

Rosalina. 2011. Swasembada kedelai terancam gagal. [internet]. Bogor (ID); [diakses 25 Agustus 2015]. Tersedia pada http://www.tempo.co/read/news.

Saenab A, Laconi EB, Retuani Y, Mas’ud MS. 2010. Evaluasi kualitas pelet ransum

komplit yang mengandung produk samping udang. Indonesian Journal of Animal and Veterinary Science. 15(1):87-107P.

(36)

22

Shi H, Nam PK, Ma Y. 2010. Comprehensive profiling of isoflavones, phytosterols, tocopherols, minerals, crude protein, lipid and sugar during soybean (Glycine max) Germination. Journal of Agriculture and Food Chemistry. 58 (8): 4970-4976. doi:10.1021/if100335i.

Tjahjadi P. 2004. Kandungan isofalavone aglikon pada tempe hasil fermentasi Rhizopus microporus var. oligosporus: pengaruh perendaman. Jurnal Biosmart. 6(2): 85-87.

Umphress ST, Murphy SP, Franke AA, Custer LJ, Blitz CL. 2005. Isoflavone content of food with soy additives. Journal of Food Composition and analysis.

18: 533-550.

Winarsi H. 2010. Protein Kedelai dan Kecambah Manfaatnya bagi Kesehatan.

Yogyakarta (ID): Kanisius.

Winata AY. 2001. Karakterisasi Tepung Sukun (Artocarpus altilis) Pramasak Hasil Pengeringan Drum serta Aplikasinya untuk Substitusi Tepung Terigu pada Pembuatan Roti Manis [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Youngson R. 2005. Antioksidan Manfaat Vitamin C dan E bagi Kesehatan. Jakarta

(ID): Arcan.

(37)

23

LAMPIRAN

Lampiran 1 Kurva standar asam askorbat uji kapasitas antioksidan dan data statistik proksimat TKK dan TK

y = -0.0008x + 1.3802 R² = 0.9527 1.22

1.24 1.26 1.28 1.3 1.32 1.34 1.36 1.38 1.4

0 50 100 150 200 250

Ab

so

rb

an

si

ppm

Kurva Standar Asam Askorbat

Series1

Linear (Series1)

[Asam askorbat] (ppm) absorbansi

0 1.387

50 1.333

100 1.315

150 1.249

(38)

24

Lampiran 2 Hasil analisis paired sample t-test proksimat

Paired Samples Statistics

kadar_lemak_TKK 23.3625 4 .12473 .06237

Pair 4 kadar_Protein_TK 46.3075 4 3.49403 1.74701

kadar_protein_TKK 54.8375 4 5.30790 2.65395

Pair 5

Kadar_kbrt_Tk 13.0550 4 3.92205 1.96103

kadar_kbrt_TKK 16.7400 4 5.05719 2.52859

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 kadar_air_TK & kadar_air_TKK 4 .185 .815

Pair 2 kadar_abu_TK & kadar_abu_TKK 4 .983 .017

Pair 3 kadar_lemak_TK & kadar_lemak_TKK 4 .980 .020

Pair 4 kadar_Protein_TK & kadar_protein_TKK 4 -.171 .829

Pair 5 Kadar_kbrt_Tk & kadar_kbrt_TKK 4 .751 .249

(39)

25 Lampiran 3 Hasil analisis paired sample t-test kapasitas antioksidan

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 antioksidan_TK 1.5498 4 .05460 .02730

antioksidan_TKK 1.8361 4 .11808 .05904

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 antioksidan_TK &

antioksidan_TKK 4 -.897 .103

Paired Samples Test

Paired Differences t df Sig.

(2-tailed)

Mean Std.

Deviation

Std. Error

Mean

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair

1

antioksidan_TK -

antioksidan_TKK

-.2863

(40)

26

Lampiran 4 Hasil analisis paired sample t-test warna

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 L_TK 82.4333 6 1.01250 .41335

L_TKK 82.5450 6 .11397 .04653

Pair 2 a_TK .4667 6 .22304 .09106

a_TKK -.3850 6 .02510 .01025

Pair 3 b_TK 19.8033 6 .67952 .27741

b_TKK 22.4483 6 .24384 .09955

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 L_TK & L_TKK 6 .854 .030

Pair 2 a_TK & a_TKK 6 -.479 .337

Pair 3 b_TK & b_TKK 6 .935 .006

Paired Samples Test

Paired Differences t df Sig.

(2-tailed)

Mean Std.

Deviation

Std. Error

Mean

95% Confidence Interval of

the Difference

Lower Upper

Pair

1

L_TK -

L_TKK -.11167 .91709 .37440 -1.07410 .85076 -.298 5 .778

Pair

2

a_TK -

a_TKK .85167 .23609 .09638 .60391 1.09942 8.836 5 .000

Pair

3

b_TK -

b_TKK

(41)

27 Lampiran 5 Hasil analisis paired sample t-test aktivitas air

Group Statistics

Tepung_Kedelai N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

AW 1 4 ,6800 ,01273 ,00636

2 4 ,6018 ,00718 ,00359

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 aw_Tk & aw_TKK 4 -.484 .516

Paired Samples Test

Paired Differences t df Sig. (2-tailed)

Mean Std.

Deviation

Std. Error

Mean

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1

aw_Tk

-

aw_TK

K

(42)

28

Lampiran 6 Hasil analisis paired sample t-test kapasitas buih

Paired Samples Statistics

Paired Differences t df Sig. (2-tailed)

(43)

29 Lampiran 7 Hasil analisis paired sample t-test daya serap air

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1

DSA_TK 2.24 4 .202 .101

DSA_TKK 1.2675 4 .09878 .04939

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 DSA_TK & DSA_TKK 4 .847 .153

Paired Samples Test

Paired Differences t df Sig.

(2-tailed)

Mean Std.

Deviation

Std. Error

Mean

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair

1

DSA_TK -

DSA_TKK

.9725

0 .12997 .06498 .76569 1.17931

14.96

(44)

30

Lampiran 8 Hasil analisis paired sample t-test daya serap minyak

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1

DSL_TK .95 4 .198 .099

DSL_TKK 1.0087 4 .04647 .02323

Paired Samples Test

Paired Differences t df Sig.

(2-tailed)

Mean Std.

Deviation

Std. Error

Mean

95% Confidence Interval

of the Difference

Lower Upper

Pair

1

DSL_TK -

DSL_TKK -.06370 .15917 .07959 -.31698 .18958 -.800 3 .482

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

(45)

31 Lampiran 9 Hasil analisis Paired sample t-test kapasitas emulsi

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1

Emulsi_TK 1.2500 4 .50000 .25000

Emulsi_TKK 12.5000 4 2.88675 1.44338

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 Emulsi_TK & Emulsi_TKK 4 .577 .423

Paired Samples Test

Paired Differences t df Sig.

(2-tailed)

Mean Std.

Deviatio

n

Std.

Error

Mean

95% Confidence Interval

of the Difference

Lower Upper

Pair 1

Emulsi_T

K -

Emulsi_T

KK

-11.25000 2.62996 1.31498

(46)

32

Lampiran 10 Hasil analisis paired sample t-test densitas kamba

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1

DK_TK .3950 6 .00548 .00224

DK_TKK .4333 6 .00516 .00211

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 DK_TK & DK_TKK 6 .000 1.000

Paired Samples Test

Paired Differences t df Sig.

(2-tailed)

Mean Std.

Deviatio

n

Std. Error

Mean

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair

1

DK_TK -

DK_TKK

-.0383

(47)

33 Lampiran 11 Hasil analisis paired samplet-test derajat putih

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1

derajat_putih_TK 75.9200 6 .10040 .04099

derajat_putih_TKK 71.57 6 .218 .089

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 derajat_putih_TK &

derajat_putih_TKK 6 .126 .812

Paired Samples Test

Paired Differences t df Sig.

(2-tailed)

Mean Std.

Deviatio

n

Std. Error

Mean

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair

1

derajat_putih_

TK -

derajat_putih_

TKK

(48)

34

Lampiran 12 Hasil analisis paired sample t-test sudut repose

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1

Curah_TK 40.9200 10 2.70549 .85555

Curah_TKK 41.7040 10 3.84844 1.21698

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 Curah_TK & Curah_TKK 10 .528 .117

Paired Samples Test

Paired Differences t df Sig.

(2-tailed)

Mean Std.

Deviation

Std. Error

Mean

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair

1

Curah_TK -

Curah_TKK

-.784

(49)

35

RIWAYAT HIDUP

Penulis Khaidar Hazmi menyelesaikan Sekolah Menengah Pertama (SMA) di MAN 1 Bandar Lampung, saat ini sedang menyelesaikan studi sarjana S1Ilmu dan Teknologi Pangan di Institut Pertanian Bogor. Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, 05 juni 1993 putra ke 5 dari 5 besaudara dari pasangan bapak M. Kamilluddin (Alm) dan ibu Siti Maemunah S.Pdi. Selain menjadi mahasiswa penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan seperti Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian (BEM FATETA), Badan Pengurus Harian (BPH) di organisasi mahasiswa daerah Provinsi Lampung dan saat ini penulis juga terdaftar menjadi senior resident asrama PPKU IPB sebagai pembina diasrama tingkap pertama di IPB kepengurusan 2014/2015.

Gambar

Gambar 1 Tahapan penelitian keseluruhan
Gambar 2 Tahapan pembuatan kecambah kedelai
Gambar 3 Tahapan pembuatan tepung kedelai
Gambar
+3

Referensi

Dokumen terkait

bisa jadi berasal dari tanaman yang dapat dikonversi menjadi bioetanol. Sejalan dengan target kebijakan energi nasional bahwa tahun 2011-2015 penggunaan bioetanol dapat

Pada bab ini berisikan penjelasan mengenai kebijakan dan strategi dokumen rencana seperti amanat pembangunan nasional(RPJPN, RPJMN, MP3EI, MP3KI, KEK, dan Direktif

[r]

impuls adalah turbin tekanan sama karena aliran air yang keluar dari nosel. tekanannya adalah sama dengan tekanan

Variabel FBIR secara parsial memiliki pengaruh negatif tidak signifikan.. terhadap ROA pada Bank Pembangunan Daerah di Indonesia

Rasional : Jumlah dan tipe cairan pengganti ditentukan dari keadaan status cairan Penurunan volume cairan mengakibatkan menurunnya produksi urine, monitoring yang ketat pada

Mewujudkan sistem informasi manajemen di pelabuhan, perlu dipahami dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 23 Tahun 2015 tentang Peningkatan Fungsi Penyelenggara

Hubungan kualitas sumber daya manusia dengan efektivitas penggunaan siskeudes mengacu pada penelitian yang dilakukan Caecilia dan Marthen (2014), yang menunjukan