PENENTUAN KAWASAN PARIWISATA BAHARI DAN
PANTAI DENGAN ANALISIS SPASIAL CITRA SATELIT
DI KABUPATEN WAROPEN - PAPUA
CHATERINA AGUSTA PAULUS
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengall ini saya menyatakan bahwa tesis Penentuan Kawasan Pariwisata
Bahari dan Pantai dengan Analisis Spasial Citra Satelit di Kabupaten Waropen -
Papua adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembilnbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, April 2009
Chaterina Agusta Patlltls
CHATERINA AGUSTA PAULUS. Penentuan Kawasan Pariwisata Bahari dan Pantai dengan Analisis Spasial Citra Satelit di Kabupaten Waropen - Papua. Dibirnbing oleh VINCENTIUS PAULUS SIREGAR dan SETYO BUD1 SUSILO.
Penentuan kawasan untuk kegiatan pariwisata bahari dan pantai dengan perangkat SIG telah banyak dilakukan pada data spasial berbasis vektor, namun pada penelitian ini dilakukan pada data raster. Analisis spasial pada data raster
merupakan dasar dari metode Cell Based Modeling - SIG, yang dapat digunakan
sebagai penentuan kawasan optimum (Suitability Modeling). Keunggulan lain dari metode Cell Based Modeling adalah struktur data raster yang lebih sederhana sehingga kompatibel dengan data satelit yang memiliki variabilitas spasial dan
akurasi . yang tinggi dalan mempresentasikan kawasan yang sesuai. Hal ini
penting mengingat luasan cakupan wilayah pesisir Kabupaten Waropen sebagai lokasi penelitian dan beragamnya karakter bio-geo-fisik dan ekosistem pesisir dan laut yang dikaji, dan untuk pemetaan detail kawasan pariwisata sebagai pertimbangan efektifitas penelitian.
Tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah melakukan pengkajian potensi sumberdaya pesisir, melakukail analisis secara spasial dengall rnenginterpretasi Citra Landsat ETMI7 untuk rnengetahui secara detail kornponen bioekologis Kabupaten Waropen sebagai kawasan wisata berbasis ekowisata bahari dan pantai, serta melakukan analisis daya dukung kawasan dan pemanfaatan berdasarkan kesesuaian parameter biofisik perairan untuk prospek pengembangan kawasan wisata.
Proses overlay SIG dibuat berdasarkan basis data yang ada dengan memakai metode Cell Based Modeling (CBM). Uji ketelitian klasifikasi dilakukan terhadap substrat dasar perairan untuk menentukan kualitas informasi yang berasal dari data penginderaan jauh. Sedangkan analisis lanjutan diperlukan sebagai upaya untuk menggambarkan potensi dari daya dukung kawasan dan daya dukung pemanfaatan. Hasil dari analisis daya dukung kawasan dan pemanfaatan dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk penempatan jenis kegiatan pariwisata bahari dan pantai pada lokasi yang tepat untuk peruntukkan jenis kegiatan pariwisata yang ada.
Dari hasil penelitian yang diperoleh, potensi sumberdaya pesisir Kabupaten Waropen adalah ekosistein terumbu karang dan mangrove. Ekosistem terumbu karang terdapat di wilayah pesisir Pulau Nau, sedangkan ekosistem mangrove di Kabupaten Waropen (main land). Daerah yang sangat sesuai untuk wisata selain terlihat dominan pada bagian selatan (Tg. Namai) dan sedikit menyebar pada bagian utara (Tg. Yansanaif) mempunyai luas sebesar 16,92 Ha.
Kawasan sangat sesuai untuk wisata selam dengan luas daerah yang
dimanfaatkan 169.200 m2 mempunyai potensi ekologis 1353 pengunjung, dimana kawasan ini mempunyai daya dukung pemanfaatan 135 pengunjung per hari.
area yang dimanfaatkan 254.700 m2 oleh jumlah maksimum 2037 pengunjung, dengan daya dukung pemanfaatan 204 pengunjung per hari.
Lahan yang sangat sesuai untuk wisata mangrove terlihat dominan pada daerah pesisir Kabupaten waropen dan Desa Epawa mempunyai luas sebesar 1590,21 Ha. Pariwisata pantai kategori wisata mangrove lnelniliki potensi ekologis 1.272.168 pengunjung dalaln luasail area yang dimanfaatkan sebesar 15.902.100 m2 dengan daya dukung peinanfaatan uiltuk pengembangan wisata mangrove sebesar 127.2 17 pengunjung.
Pariwisata bahari kategori wisata selam untuk kawasan sesuai mempunyai luas area yang dapat dimanfaatkan sebesar 85.500 mZ dengan jumlah maksimum pengunjung 684 dan 68 pengunjung yang diizinkan untuk kawasan wisata selam. Sedangkan kawasan sesuai untuk wisata snorkling adalah 108.900 m2 dan daya dukung pemanfaatan untuk wisata snorkling ini sebesar 87 pengunjung. Pariwisata pantai kategori wisata mangrove yang sesuai, melnpunyai luasan area pemanfaatan 19.655.100 m2 untuk juinlah maksimum 1.572.408 pengunjung. Daya dukung pemanfaatan ulltuk wisata mangrove pada kawasan sesuai yang diizinkan sebesar 157.241 pengunjung.
ABSTRACT
CHATERINA AGUSTA PAULUS. Determining Marine and Coastal Tourismn
Area Using Spatial Analysis of Satellite Image at Waropen Distric - Papua. Under
direction of VINCENTIUS PAULUS SIREGAR and SETYO BUD1 SUSILO.
Area determining for coastal, and marine tourism using GIS instruments has been conducted in many vector-based spatial data; in spite of this, raster data is used in this research. Spatial analysis in raster data is a basis of Cell Based
Modeling - GIS method that can be used as Suitability Modeling. Another
advantage of Cell Based Modeling is the nature of raster data structure that is simpler so that it will be compatible with the satellite data that has spatial variability as well as high accuracy in presenting the suitable area. This is necessary considering the area coverage of coastal area of Waropen District as a research location, the variety of bio-geo-physic and coastal and marine ecosystem characters that being studied, as well as the process of tourism area mapping as the consideration of research effectively.
GIS overlay process was arranged based on the database by using Cell Based Modeling. Classification accuracy test was conducted toward seabed substrate to detennine the information quality that comes from remote sensing data. Classification accuracy test was a quantitative test that also covered the location comparison on the map, with the information that could be used as a reference for the same location, with the assumption that the data reference is valid. Then, with the criteria matrix of suitability area, it was analyzed spatially and tabular to get the suitability map of coastal tourism activity. Based on the suitability map, zonation map was obtained. Advanced analysis is needed to picture-out the potency of area carrying capacity and use carrying capacity. Based on the analysis of area carrying capacity and use carrying capacity, it is possible to consider the design of the activity type of marine and coastal tourism at the suitable location.
0
Hak Cipta milik IPB, tahun 2009
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seltrruh Icarya tulis ini tanpa mencanttrmkan
atau menyebtltkan sumbernya. Pengtrtipan hanya untuk kepentilzgalz
pendidilcan, pelzelitia~z, pentrlisalz lraiya ilinziah, penytrstrnan lapol-an,
pelztrlisan kcritik atatr tilzjazran szratzr nzasalah; dan pengt~tipan tidalc nzerzrgilcan kepentingan yang wajar IPB
Dilarang lnengumumkan don memperban~ak sebagian atau seluruh Karya ttrlis
PENENTUAN KAWASAN PARIWISATA BAHARI DAN
PANTAI DENGAN ANALISIS SPASIAL, CITRA SATELIT
DI KABUPATEN WAROPEN
-
PAPUA
CHATERINA AGUSTA PAULUS
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Kelautan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Judul Tesis : Penentuan Kawasan Pariwisata Bahari dan Pantai dengan Analisis Spasial Citra Satelit di Kabupaten
Waropen - Papua
Nama : Chaterina Agusta Paulus
NIM : C551060091
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Vincentius P. Sirefar. DEA Anggota
Diketahui.
Ketua Program Studi
PRAKATA
Potensi sumberdaya pesisir kabupaten Waropen adalah ekosistem terumbu
karang dan hutan mangrove. Dengan melihat potensi sumberdaya yang ada,
pengembangan pariwisata bahari dan pantai lnutlak memerlukan dukungan data
dan informasi dari kondisi yang ada di lapangan dengan teknologi yang lebih baik.
Dalam proses mencapai tujuan tersebut diperlukan analisis spasial mengenai
potensi daerah ini dengan menggunakan alat bantu SIG dan teknologi inderaja
yang ada. Pendekatan SIG menggunakan metode cell based modeling, sedangkan
untuk menentukan kualitas informasi yang berasal dari data penginderaan jauh
menggunakan uji ketelitian klasifikasi, kemudian penentuan kesesuaian kawasan
pariwisata menggunakan matriks kesesuaian kawasan. Setelah diketahui kawasan
yang sesuai, dianalisis seberapa besar daya dukung kawasan dan daya dukung
pemanfaatan yang ada pada kawasan pariwisata bahari dan pantai di Kabupaten
Waropen.
Selama penelitian dan penyusunan tesis ini, penulis banyak mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karenanya pada kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada Tuhan Yesus Kristus, karena atas
anugerah-Nya penulis dapat meriyelesaikan tesis tepat pada waktunya.
Terirna kasih dan penghargaan penulis yang sebesar-besarnya kepada Dr.
Ir. Vincentius P. Siregar, DEA dan Prof. Dr. Ir. Setyo B. Susilo, M.Sc sebagai
ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah mernberikan arahan serta
kesabarannya dalam mernbimbing. Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA selaku
penguji luar komisi yang banyak memberi masukan kepada penulis.
Terima kasih kepada Dr. Ir. Djisman Manurung, M.Sc selaku ICetua
Program Studi Ilmu Kelautan, seluruh staf dosen dan staf administrasi
Departemen Ilmu Kelautan FPIK - IPB atas bantuannya selama studi.
Terima kasih atas doa dan dukungan, kasih sayang, serta kesabarannya
kepada keluargaku, Papa George dan Mama Ida tercinta, ke-tiga adikku : Harry,
John dan Ope, seluruh keluarga PaulusIJoesoef di Kupang dan Jakarta.
Terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Victor B. Laiskodat, SH
yang telah memberikan kesempatan untuk melanjutkan program magister serta
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Program Mitra Bahari -
COREMAP yang telah mensponsori penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis
program magister.
Penulis mengucapkan terirna kasih untuk bung Faizal Kasiin, bung Johny
Dobo dan pak Abe untuk waktu dan persahabatan selarna ini, mang Yana atas
kopi-nya, Citra, bang Sahat, Muh. Iqbal atas bantuannya selama perkuliahan, dan
teman-teman I I U angkatan 2006 untuk kebersamaan dalam susah dan senang
selama perkuliahan berlangsung. Terima kasih untuk kasih sayang, perhatian serta
kebersarnaannya kepada my second famiIy at Bogor Ka Rasman dan Ka Reffi,
Effie Noverya, Arie Votqha, Tilla, Farah, dan saudara-saudara yang terkasih ka
Joel, ka Willy, om Coy, ka Bob, ka Epen yang telah banyak memberikan support
dan M a d e Royn Pasek atas bantuan data dan masukan yang sangat berarti kepada
penulis, bang Bahar atas bantuan petanya, bang Ongen, pak Hatta, bang Salam,
dan bang Dondy untuk bantuan selana penelitian di Kabupaten Waropen dan
Sahabat - sahabat yang tersayang drg. Rilna TaIlo, Erna Rambu, dan Iksan
Ndoen di Kupang.
Tak lupa juga terima kasih penulis untuk ka Raymond Sausele' yang setia
menemani, serta kolega di Riau 52 : neng Ria Yulianda, neng Offie Farikhah, bi
Jahja, bi Uum, ce Tinna dan tante Shinta atas kebersamaannya selama ini serta
semua pihak yang tidak sernpat disebutkan satu persatu namanya.
Sernoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2009
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kupang pada tanggal 19 Agustus 1984 dari ayah George Michael Paulus, M.App.Sc dan ibu Dra. Hanifa Zubaidah Joesoef, M.Si. Penulis adalah putri pertarna dari elnpat bersaudara.
DAFTAR IS1
Halaman
...
DAFTAR TABEL xiv
...
DAFTAR GAMBAR xv
...
DAFTAR LAMPIRAN xvii
1 PENDAHULUAN
...
11.1 Latar Belakang
...
11.2 Perumusan Masalah
. .
...
21.3 Tujuan Penelltian
. .
...
21.4 Kerangka Pemiluran
...
32 TINJAUAN PUSTAKA
...
2.1 Ekosistem Wilayah Pesisir...
2.2 Sistem Penginderaan Jauh dan Citra Satelit...
2.3 Sistem Informasi Geografis (SIG)...
2.4 Struktur Data Raster dan Cell Based Modeling...
2.5 Kondisi Umum Lokasi Penelitian...
2.5.1 Letak Geografis dan Administrasi Wilayah...
2.5.2 Sumberdaya Perikanan dan Laut...
2.5.2.1 Hutan Mangrove...
2.5.2.2 Terumbu Karang...
2.5.3 Demografi Kabupaten Waropen...
2.5.4 Kondisi Sosial Ekonomi...
2.6 Ekosistem Pesisir Kabupaten Waropen...
2.6.1 Ekosistem Hutan Mangrove...
2.6.2 Ekosistem Terumbu Karang...
2.7 Kondisi Fisika IGmia Perairan Lokasi Penelitian...
2.7.1 Parameter Oseanografi...
2.7.1.1 Angin...
2.7.1.2 Bathimetri...
2.7.1.3 Pasang Surut...
2.7.1.4 Gelombang...
...
2.7.1.5 h s 2.7.2 Parameter Kualitas Perairan...
3 IMETODOLOGI...
253.1 Waktu dan Tempat Penelitiail
...
253.2 Peralatan Survei Lapangan
...
253.3 Jenis dan Sumber Data
...
253.4 Metode Pengumpulan Data
. .
...
273.4.1 Komponen Non Biotlk
...
27. . 3.4.2 Koinponen Blotlk
...
273.4.2.2 Terumbu Karang
...
283.4.3 Sosial, Ekonomi, Budaya dan Sejarah
...
28.
. 3.5 Metode Penehtlan...
293.6 Analisa Data
...
293.6.1 Geomorfologi
...
293.6.2 Biofisik
...
293.6.2.1 Ikan Karang
...
29...
3.6.2.2 Terumbu Karang 29 3.6.3 Pengolahan Citra Satelit...
31...
3.6.3.1 Pre-processing 31 3.6.3.2 Penajaman Citra...
323.6.3.2.1 Penajaman Citra untuk Terumbu Karang
...
323.6.3.2.2 Penajaman Citra untuk Kawasan Mangrove
...
33. .
3.6.3.3 Klasifikasl Cltra...
333.6.4 Uji Ketelitian Klasifikasi
...
333.7 Metode Penentuan Kawasan Pariwisata
...
363.8 Penyusunan Matriks Kesesuaian Pariwisata
...
363.9 Pembobotan (Weighting) dan Pengharkatan (Scoring)
...
403.10 Analisis Daya Dukung Kawasan dan Daya Dukung Pemanfaatan
...
444 HASIL DAN PEMBAHASAN
...
474.1 Pengkajian Potensi Sumberdaya Pesisir
...
474.2 Penentuan Substrat Dasar dengan Penginderaan Jauh
...
494.3 Parameter Biofisik untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Selam
...
604.3.1 Kecerahan Perairan
...
604.3.2 Tutupan Komunitas Karang
...
60. .
4.3.3 Jenls Llfe Form...
654.3.4 Jenis Ikan Karang
...
654.3.5 Kecepatan Arus
...
674.3.6 Kedalaman Terumbu Karang
...
694.4 Analisis Kesesuaian Area untuk Ekowisata Bahari Kategori
...
Selam dengan Cell Based Modeling 69 4.5 Parameter Biofisik untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata...
Snorkling 73 4.5.1 Kecerahan Perairan...
754.5.2 Tutupan Komunitas Karang
...
754.5.3 Jenis Life Fovnz
...
754.5.4 Jenis Ikan Karang
...
764.5.5 Kecepatan Arus
...
764.5.6 Kedalaman Terumbu Karang
...
76...
4.5.7 Lebar Hamparan Datar Karang 76 4.6 Analisis Kesesuaian Area untuk Ekowisata Bahari Kategori Snorkling dengan Cell Based Modeling...
774.7 Parameter Biofisik untuk Ekowisata Pantai Kategori Wisata Mangrove
...
804.7.1 Ketebalan Mangrove
...
804.7.2 Kerapatan Mangrove
...
834.7.3 Jenis Mangrove
...
834.7.4 Pasang Surut
...
864.7.5 Obyek Biota
...
864.8 Analisis Kesesuaian Area untuk Ekowisata Pantai Kategoii
...
Mangrove dengan Cell Based Modeling 86 4.9 Analisis Daya Dukung Kawasan dan Daya Dukung Pemanfaatan...
964.10 Keunggulan Sumberdaya Perikanan Lainnya
...
974.1 1 Analisis Kondisi Ekonomi. Sosial
-
Kependudukan, Budaya.
Adat...
1014.12 Sarana Prasarana dan Aksesibilitas Pendukung
...
1045 SIMPULAN
...
109DAFTAR PUSTAKA
...
111...
LAMPIRAN 114
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Prospek Hasil Perikanan Kabupaten Waropen
...
132 Jenis-jenis Mangrove yang ditelnukan pada Beberapa Distrik di Kabupaten Waropen
...
183 Bentuk Matriks Kekeliruan (Confusion Matrix)
...
344 Selang Kelas untuk Kategori Selam. Snorkling dan Mangrove
...
445 Potensi Ekologis Pengunjung (K) dan Luas Area Kegiatan (Lt)
...
466 Prediksi Waktu yang Dibutuhkan untuk Setiap Kegiatan Wisata
...
467 Luas Tumnan Substrat Dasar Perairan Pulau Nau
...
548 Matriks Kekeliiuan Hasil Perhitungan
...
589 Hasil Perhitungan PA d m UA
...
5810 Data Lapangan 23 Titik Stasiun Pengamatan
...
5911 Jumlah Sel hasil Weight Overlay untuk Wisata Selarn
...
7112 Jumlah Sel hasil Weight Overlay untuk Wisata Snorkling
...
7913 Jumlah Sel hasil Weight Overlay untuk Wisata Mangrove
...
9114 Perhitungan DDK d m DDP untuk Kawasan Sangat Sesuai
...
9615 Perhitungan DDK dan DDP untuk Kawasan Sesuai
...
97DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Kerangka Pemikiran Penentuan Kawasan Pariwisata Bahari
di Kabupaten Waropen . Papua
...
...
4
2 Struktur Data Raster
...
. .
3 Ilustrasi Operas1 Piksel
...
4 Peta Vegetasi Mangrove di Kabupaten Waropen Tahun 2002
...
5 Gambaran Vegetasi Mangrove dari Citra Landsat 7 ETM+
...
.
....
6 Peta Lokasi Penelit~an
. .
...
7 Diagram Alir Penelltian
8 Proses Icoreksi Koloin Air (Green et nl.. 2000)
...
9 Citra Hasil Kombinasi RGB 321...
...
10 Substrat Dasar Perairan Dangkal
11 Kedalainan Perairan (Bathimetry)
...
. .
12 Stasiun Wilayah Penelltlan
...
13a Citra Klasifikasi Lapangan
...
13b Citra Hasil Transformasi
...
14 Kecerahan Perairan P
.
Nau. Kab.
Waropen - Papua...
15 Tutupan Komunitas Karang di Perairan P.
Nau...
16 Jenis Life Form Karang di Perairan P
.
Nau...
17 Jenis Ikan Karang di Perairan P
.
Nau...
18 Kecepatan Arus di Perairan P
.
Nau...
19 Presentasi Luas Kesesuaian Wisata Selam
...
20 Persen Penutupan Karang Hidup & Substrat Laimya di Tg
.
Narnai..
21 Komposisi Terumbu Karang Bagian Selatan P
.
Nau...
22 Kesesuaian Ekowisata Bahari Kategori Selam P
.
Nau...
23 Lebar Hamparan Datar Karang di Perairan P
.
Nau...
24 Presentasi Luas Kesesuaian Wisata Snorkling
...
25 Kesesuaian Ekowisata Bahari Kategori Snorkling P
.
Nau...
26 Ketebalan Mangrove Kab
.
Waropen - Papua...
27 Icerapatan Mangrove Kab.
Waropen - Papua...
.
29 Pasang Surut Kab
.
Waropen Papua...
87.
30 Obyek Pengamatan Biota Kab Waropen . Papua...
883 1 Sebaran Biota-biota Kab . Waropen . Papua
...
8932 Presentasi Luas Kesesuaian Wisata Mangrove
...
9133 Kesesuaian Ekowisata Mangrove (Nilai Raster Overlay)
...
9234 Kesesuaian Ekowisata Pantai Kategori Mangrove
...
9335 Vegetasi Mangrove di Kabupaten Waropen
...
94DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Contoh Perhitungall Transformasi Lyzenga
...
1152 Histograin Hasil Perentangan Lyzenga
...
1163 Matriks Kesesuaian untuk Pariwisata Bahari dan Pantai (Bakosurtanal. 1996.Yulianda. 2007; modifikasi)
...
1164 Komposisi Taksa Ikan di Perairan Pulau Nau . Waropen
...
1185 Komposisi Taksa Karang Batu di Perairan Pesisir P
.
Nau...
1236 Tabel Frekuensi dan Persentase Angin Maksiinum Selama Tahun 1999-2006 dan Gambar Windrose Selama Tahun 1997 . 2006 di Daerah Biak dan Sekitamya
...
124...
7 Peta Geologi Kabupaten Waropen 129 8 Peta Batimetri Kabupaten Waropen...
1309 Peta Tutupan Lahan Kabupaten Waropen
...
13110 Peta Administrasi Kabupaten Waropen
...
13211 Tabel Hasil Analisis Harmonik Pasang Sumt di Perairan Pantai dan Gambar Hasil Prediksi Pasang Sumt Perairan Kabupaten Waropen
..
13312 Tabel Hasil Analisis Parameter Angin dan Gelombang di Perairan Waropen pada Setiap Musim dan Gambar Hasil Analisis Tinggi dan Periode Gelombang Perbulan SelamaTahun 1997 . 2006
...
13413 Hasil Pengukuran Parameter Lingkungan Fisik Kimia Perairan
...
13714 Gambaran Kondisi Jalan dan Dermaga di Kabupaten Waropen
...
13815 Kondisi MCK dan Penampungan Air Bersih di Pulau Nau
...
13916 Pendidikan dan Penerangan di Pulau Nau dan Desa Epawa
...
14017 Tabel Sarana dan Prasarana di Lokasi Penelitian
...
141. .
18 Jadwal Kegiatan Penelitian...
14219 Kegiatan Persiapan Penyelaman dan Gambaran Terumbu Karang
...
1431
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pulau-pulau kecil memiliki satu atau lebih ekosistein dan sumberdaya
pesisir. Ekosistem pesisir bersifat alamiah ataupun buatan (nza~z-nzade). Ekosistem
alami pulau-pulau kecil, antara lain; temmbu karang (coral reef), hutan mangrove,
padang lamun (seagrass beds), pantai berpasir (sandy beach), pantai berbatu
(rocky beach), estuaria, laguna dan delta. Sedangkan ekosistem buatan, antara
lain; kawasan pariwisata, kawasan budidaya (mariculture) dan kawasan
permukiman.
Sistem Informasi Geografis (SIG) dan teknologi penginderaan jauh (renzote
sensing) digunakan sebagai suatu alat bantu (tool) yang handal dalam meliputi
wilayah studi yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini. SIG dirancang
khusus karena memiliki berbagai kelebihan yaitu kemampuan membentuk dan
inengernbangkan basis data spasial sekaligus melakukan analisis spasial
berdasarkan posisi geografis. Teknologi penginderaan jauh sebagai sumber data
SIG dapat digunakan untuk memperoleh data yang bersifat real time pada wilayah
cakupan yang luas.
Penentuan kawasan untuk kegiatan pariwisata bahari dan pantai dengan
perangkat SIG telah banyak dilakukan pada data spasial berbasis vektor. Namun,
keleinahan metode ini yaitu kurang akuratnya area hasil analisis yang
dipresentasikan, karena melalui proses vektorisasi (generalisasi). Analisis spasial
pada data raster merupakan dasar dari metode Cell Based Modeling - SIG, yang
dapat digunakan sebagai penentuan kawasan kesesuaian (Suitability Modeling)
(ESRI, 2002). Keunggulan lain dari metode Cell Based Modeling adalah struktur
data raster yang lebih sederhana sehingga kompatibel dengan data satelit yang
memiliki variabilitas spasial dan akurasi yang tinggi dalam mempresentasikan
kawasan yang sesuai. Hal ini penting mengingat luasan cakupan wilayah pesisir
Kabupaten Waropen sebagai lokasi penelitian dan beragamnya karakter bio-geo-
fisik dan ekosistem pesisir dan laut yang dikaji, dan untuk pemetaan detail
Kegiatan penelitian ini dilakukan di Pulau Nau dan sekitarnya di Kabupaten
Waropen. Pulau Nau yang terletak di wilayah pesisir Kabupaten Waropen
merupakan salah satu potensi yang strategis. Kondisi ekosistem yang eksotik
lnenunjukkan bahwa pulau ini memiliki prospek sebagai teinpat wisata yang
potensial. Berdasarkan latar belakang sejarah, Pulau Nau merupakan telnpat
pertama yang dihuni oleh masyarakat di Waropen, sehingga dalam perencanaan
segitiga emus (Pulau Nau - Waren - Ruambak - Awaso - Epawa) ditentukan
Pulau Nau sebagai pusatnya. Untuk mencapai ha1 tersebut, diperlukan suatu studi
yang komperhensif untuk melihat semua potensi yang ada di Pulau Nau dan
sekitarnya. Dengan dilakukannya studi tersebut maka perencanaan kawasan
wisata bahari Pulau Nau bisa dilakulcan secara baik sehingga dapat berguna bagi
masyarakat Kabupaten Waropen.
1.2 Perumusan Masalah
Dengan lnelihat potensi suinberdaya yang ada di Pulau Nau dan wilayah
pesisir di Kabupaten Waropen, pengeinbangan kawasan pariwisata bahari dan
pantai mutlak memerlukan dukungan data dan informasi. Data dan informasi
tersebut berbasis pengetahuan ilmiah, yang meliputi: (1) daya dukung pesisir, (2)
dinamika pantai yaitu proses yang berperan baik geologis-oseanografi, (3)
sumberdaya alam hayati dan non-hayati, dan (4) kondisi sosial ekonomi. Untuk
membuat suatu data yang kuantitatif, diperlukan suatu kajian atau cara untuk
inengumpulkan data dan infonnasi dari kondisi yang ada di lapangan dengan
teknologi yang lebih baik.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah melakukan pengkajian potensi
sumberdaya pesisir dan daerah-daerah pendukung segitiga emas, lnelakukan
analisis secara spasial dengan menginterpretasi Citra Landsat ETMl7 untuk
mengetahui komponen bioekologis Kabupaten Waropen sebagai kawasan wisata
berbasis ekowisata bahari dan pantai, serta melakukan analisis daya dukung
kawasan dan pemanfaatan berdasarkan kesesuaian parameter biofisik perairan
1.4 Kerangka Pemikiran
Pada dasarnya tujuan utama dari penelitian ini adalah mengidentifikasikan
potensi-potensi sumberdaya pesisir yang ada di Pulau Nau dan wilayah pesisir di
Kabupaten Waropen. Dalam proses mencapai tujuan tersebut diperlukan analisis
secara spasial mengenai potensi daerah ini dengan menggunakan alat bantu SIG
dan teknologi inderaja yang ada. Analisis dilakukan terhadap data dan informasi
mengenai potensi sumberdaya di Kabupaten Waropen yang dikumpulkan dalam
suatu basis data, baik itu data primer maupun sekunder. Basis data yang dipakai
terdiri dari peta dasar, peta btlffer garis pantai, peta sebaran biofisik (terumbu
karang, mangrove, dan sebagainya), peta tata guna lahan, peta geologi dan hidro-
oseanografi, dan peta kedalaman. Peta tata guna lahan, peta geologi dan peta
batimetri dapat dilihat pada Lampiran 6 - 8.
Proses overlay SIG dibuat berdasarkan basis data yang ada dengan memakai
metode Cell Based Modeling (CBM). Dari hasil overlay SIG didapatkan
karakteristik peta komposit biofisik kawasan. Selanjutnya, dilakukan uji ketelitian
klasifikasi terhadap substrat dasar perairan untuk menentukan kualitas informasi
yang berasal dari data penginderaan jauh. Uji ketelitian klasifikasi ini bersifat
kuantitatif yang meliputi perbandingan lokasi pada peta dengan informasi yang
menjadi acuan atau referensi untuk lokasi yang sama, dengan asumsi bahwa
referensi data harus benar. Kemudian dengan matriks kriteria kesesuaian kawasan
yang ada, dianalisis secara spasial dan tabular untuk mendapatkan peta kesesuaian
kegiatan pariwisata pesisir. Dari peta kesesuaian yang didapatkan tersusun peta
pembagian zona (zonation map). Analisis lanjutan diperlukan sebagai upaya untuk
menggambarkan potensi dari daya dukung kawasan d m daya dukung
pemanfaatan. Hasil dari analisis daya dukung kawasan dan pemanfaatan dapat
dijadikan bahan pertimbangan seberapa banyak pengunjung pariwisata yang dapat
datang menikmati kegiatan pariwisata bahari dan pantai pada lokasi yang tepat
Pulau Nau dan wilayah Potensi & Kondisi SD pesisir Kab. Waropen Pesisir Kab. Waropen
Data Primer
w
'
Data SehnderBasis Data Peta Dasar
Peta Tata Guna Lahan Peta Kedalaman
Peta Sebaran Biofisik : Peta Geologi & Oseanografi
Ikan Karang, dsb.
GIs Overlay (Cell
Based Modeling)
-d:
Validasi - KlasifkasiPeta Kesesuaian Kegiatan Pariwisata
Pesisir Karakteristik Peta Komposit Biofisik
Kawasan
I \
Analisis Daya Dukung
1
Kawasan dan Daya Peta Pembagian zona D u h n g Pemanfaatan (Zonation Map)< J
1
Kawasan Pariwisata Bahari dan Pantai Kab. Waropen Kriteria Kesesuaian
Kawasan
Garnbar 1. Kerangka Pemikiran Penentuan Kawasail Pariwisata Bahari dan Pantai
di Kabupaten Waropen - Papua.
'4
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekosistem Wilayah Pesisir
Wilayah pesisir adalah merupakan wilayah peralihan antara ekosistern darat
dan laut yang saling berhubungan satu sama lain. Ekosistern pesisir merupakan
suatu himpunan integral dari komponen hayati dan nir-hayati yang secara
fungsional saling terkait dan berinteraksi membentuk sistem. Keterkaitan berbagai
ekosistem pesisir, seperti ekosistem mangrove, terumbu karang dan padang
lamun, menyebabkan wilayah pesisir memiliki produktivitas hayati yang sangat
tinggi, jasa-jasa lingkungan yang besar, serta memiliki kompleksitas yang cukup
tinggi pula. Karena itu, pengelolaan wilayah pesisir baik langsung rnaupun tidak
langsung hams memperhatikan keterkaitan ekologis antar ekosistem di wilayah
pesisir. Sumberdaya alam wilayah pesisir dan laut terdiri atas sumberdaya dapat
pulih (re~zewable I-esozri-ces) berupa ekosistem hutan mangrove, ekosistem
terumbu karang, ekosistem padang larnun, dan ekosistem estuaria. Sumberdaya
tidak dapat pulih (non renewable resources) berupa mineral hydrothermal, energi
kelautan, bahan tambang, serta gas biogenik kelautan (methan). Sedangkan jasa-
jasa lingkungan (enviromental services) berupa obyek wisata untuk pariwisata
bahari, pariwisata pantai, pariwisata pulau-pulau kecil, pariwisata budaya, dan
transportasi laut.
Menurut pola penyebarannya, ekosistem wilayah pesisir pada umumnya
terstratifikasi secara hirarkis mulai dari daerah daratan menuju ke arah laut, yaitu
mangrove, lamun, rumput laut dan terumbu karang (Nontji, 1987). Ketiga
ekosistem ini merupakan ekosistem yang sangat penting karena fungsi dan
peranan yang dimiliki baik secara langsung maupun secara tidak langsung
terhadap manusia.
Pemetaan potensi sumberdaya merupakan dasar rencana pengelolaan dari
sernua program pengembangan wilayah pesisir. Infonnasi habitat yang detail
digunakan untuk perencanaan pengembangan, pemantauan pencemaran yang
terjadi di daerah pesisir, pendugaan efek lingkungan, budidaya, penelitian
2.2 Sistem Penginderaan Jauh dan Citra Satelit
Penginderaan jauh sangat sesuai untuk pengawasan terumbu karang yang
menyediakan informasi mengenai bentuk dan komposisi dari terumbu karang;
pengawasan parameter biofisik kelautan dan samudera yang mana terumbu karang
terlihat, dan lnendukung deteksi dari perubahan menyeluruh dari unsulLunsur ini.
Data penginderaan jauh berasal dari integrasi SIG bersama dengan penambahan
informasi lingkungan. SIG tidak banya bentuk dari inventarisasi semua informasi
yang ada tapi juga digunakan sebagai sebuah alat untuk menganalisis informasi ini
untuk mendukung ICZM (Integrated Coastal Zone Management) (Vanderstraete
& Goosssens, 2005).
Cahaya melakukan penetrasi ke dalaln kolom air, dan intensitas cahaya akan
berkurang secara eksponensial dengan bertambahnya kedalaman. Proses
berkurangnya intensitas cahaya ini dikenal sebagai atenuasi (attentration) ini
memberikan pengaruh besar pada penggunaan data penginderaan jauh dalam
linkungan air. Perbedaan atenuasi ini dipengaruhi oleh panjang gelombang dari
gelombang elektromagnetik yang digunakan. Pada cahaya tampak, bagian cahaya
spektrum merah mempunyai atenuasi lebih cepat dibandingkan dengan bagian
cahaya spektrum spektrum biru yang mempunyai panjang gelombang lebih
pendek. Dengan bertambahnya kedalaman, tingkat perbedaan spektral dari habitat
akan berkurang (Green et al., 2000).
Sejak data Landsat digunakan dalam pertengahan 1970an, banyak yang
telah mencoba (seperti Smith et al., 1975; Hammack, 1977) untuk mencari
kemungkinan dari penginderaan jauh dalam manajemen dan terumbu karang
(Mumby et al., 1997; Ackleson, 2003). Banyak penelitian yang ada sejak
ditunjukkan kegunaan dari penginderaan jauh untuk menyediakan informasi garis
dasar terumbu karang (Green et nl., 1996; Bryant et nl., 1998; Mumby and
Edwards, 2000). Kegunaan lain dari Landsat 7 dengan sensor ETM+, peta
batimetri dan data pasang surut untuk wilayah Riau khususnya Pulau Batam dan
sekitamya. Dari kajian ini dapat disimpulkan bahwa informasi yang ada pada
garis pantai dapat diperoleh dengan mudah dan akurat dengan membandingkan
dari citra komposit RGB 543 untuk mengurangi eror dari pengolahan digital
(Winarso G., Judianto and Budiman S., 2001).
Untuk dapat memetakan dasar perairan dangkal dan terumbu karang dapat
digunakan kombinasi tiga kanal sinar ta~npak yaitu : band 1 (0,45 - 0,52 pm), band 2 (0,52 - 0,60 pm) dan band 3 (0,61 - 0,74 pm) dari citra satelit Landsat 7
ETM+. Perkembangan algoritma Green et al. Yang dipakai dalam pengolahan data
citra berdasarkan Model Pengurangan Eksponensial (Standard Exponential
Attenuation Model) yang merupakan teori dari Lyzenga (1978) dan teori ini
merupakan salah satu cara untuk menonjolkan objek dasar perairan (Siregar,
1995). Selanjutnya untuk memetakan kawasan mangrove, dilihat dari pigmen
klorofil yang ada. Fitoplankton mengandung klorofil-a, pigmen fotosintesis
doininan yang mengabsorpsi h a t energi pada panjang gelombang biru dan merah
sinar tampak (Lo, 1996). Kombinasi kanal yang digunakan adalah band 2 dan
band 3 dari Landsat 7 ETM'. Dasar dari penggunaan band 2 satelit Landsat atau
spektrum sinar tampak hijau adalah karena pada panjang gelomba~~g ini terjadi
penyerapan minimum pada klorofil-a (Carder et al. 1991).
2.3 Sistem Informasi Geografis
Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah kumpulan yang terorganisir dari
perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografi, dan personel yang
dirancang secara efisien untuk memperoleh, menyimpan, menglpdate,
memanipulasi, menganalisis dan menampilkan semua bentuk informasi yang
bereferensi geografi (ESRI, 1990 in Prahasta, 2002). Bormogh (1986),
mendefinisikan sistem informasi geografis sebagai seperangkat alat yang
digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, memanggil kembali,
mentransfonnasi dan menyajikan data spasial dari penampakan bumi untuk tujuan
tertentu. Menurut Aronoff (1989), SIG dapat digunakan dalam pengambilan
keputusan dibawah keadaan yang tidak pasti (uncertain).
Dalam pengambilan keputusan mengenai dunia nyata yang kompleks,
informasi yang didapat tidaklah begitu lengkap. Informasi yang relevan dipilih
proses seleksi. Jika diperlukan suatu keputusan, maka harus mengacu pada model
yang jauh lebih sederhana daripada dunia nyata itu sendiri.
Terdapat dua jenis data yang dipakai dalain SIG, yaitu :
1) Data spasial
Data spasial adalah data yang mengacu pada ruailgan suatu wilayah
geografis tertentu. Informasi spasial ini bisa juga diartikan sebagai geoinformasi
yang bentuk penyajiannya berupa peta. Setiap data spasial dalam SIG mangacu
pada bentuk lapisan data atau bidang data. Data spasial ini dapat dibagi menjadi
dua yaitu data raster dan vektor.
2) Data non-spasial
Data non-spasial atau yang lebih dikenal sebagai data atribut adalah data
yang melengkapi keterangan dari data spasialnya baik dalam bentuk statistik
maupun deskriptif. Data atribut ini terbagi atas dua : data kualitatif (nama, jenis,
dan tipe) dan data kuantatif (angka, bagian atau besar jumlab, tingkatan, dan kelas
interval) yang inempunyai hubungan satu-satu dengan data spasialnya.
SIG sangat bermanfaat dalam pemetaan, pengawasan sumberdaya pesisir
dan dapat membantu dalam memperkirakan perubahan kondisi lingkungan pesisir
yang terkait dengan keterlibatan inanusia. Kajian lainnya menunjukkan bahwa
SIG dan penginderaan jauh dapat digunakan dalam membuat inventarisasi dari
pesisir lahan basah, terumbu karang, mangrove, pengawasan wilayah terlindung,
deteksi perubahan garis pantai, kajian bentuk lahail pesisir, dsb (Jayaraman,
2005).
2.4 Struktur Data Raster dan Cell Based Modeling
Molenaar (1998) menyatakan bahwa sebuah data raster terdiri atas
sekuinpulan sel. Masing-masing sel atau piksel berupa persegi yang berukuran
sama yang mempresentasikan tempat spesifik pada suatu area. Data raster
tersusun dari sel yang inembentuk baris dan kolom yang analog dengan matriks
kartesius (baris sel mewakili bidang x dan kolom sel mewakili bidang y). Masing-
masing sel mempunyai koordinat serta sebuah nilai sebagai identitas untuk
ukuran sel ditentukan oleh objek apa yang akan dianalisis dengan SIG. Struktur
data raster dapat dilihat pada Gambar 2.
I
+
1-;in;r:0 3) I
+
cc,,, <r<, r19>n<r -lan<eil
Gambar 2. Struktur Data Raster (ESRI, 2002)
Cell Based Modeling inerupakan salah satu analisis spasial yang
digunakan dalam SIG (ESRI, 2002). Secara umuln suatu model
merepresentasikan kekompleksitasan dan interaksi di alam dengan suatu
penyederhanaan. Pemodelan tersebut akan membantu untuk mengerti,
menggambarkan, dan memprediksi banyak ha1 di alam. Ada dua model yang
dikenal dalam analisis spasial, yaitu : model yang merepresentasikan objek atau
kenainpakan di alam (Representation Models) dan model yang mensimulasikan
proses di alam (Process Models).
Representation Models merupakan model yang akan inenggambarkan
kenampakan di bumi seperti bangunan, taman atau hutan. Cara untuk
menampilkan objek tersebut di dalam SIG melalui layer-layer, dimana untuk
analisis spasial, layer tersebut dapat bempa raster. Layer raster akan menampilkan
objek-objek kenampakan di bumi dengan bidang bujursangkar yang saling
bertautan atau disebut juga grid, dan setiap lokasi di raster akan berupa grid cell
yang meiniliki nilai tertentu.
Process Models adalah model yang mengambarkan interaksi dari objek di
bumi yang terdapat di dalam Representation Models. Process Modeling dapat
digunakan untuk menggambarkan suatu proses, tetapi lebih sering digunakan
untuk inemprediksi apa yang terjadi pada suatu lokasi tertentu. Salah satu dasar
secara bersamaan, dan kemudian konsep ini dapat diterapkan untuk berbagai
macam operasi aljabar pada lebih dari dua data raster. Berikut ini adalah beberapa
tipe dari P~ocess Models antara lain :
1. Szritabiliq ntodeli~zg, hampir selnua analisis spasial bertujuan untuk
~nenentukkan lokasi yang optimum, seperti lnenemukan lokasi yang paling
sesuai untuk mendirikan tempat wisata.
2. Distance modeling, analisis ini bertujuan untuk menentukan jarak yang
paling efisien dari suatu lokasi ke lokasi lain.
3. Hidrologic modeling, salah satu aplikasi dari analisis ini adalah untuk
lnenentukan arah aliran air di suatu lokasi.
4. Szwj?ace modeling, salab satu aplikasi dari analisis ini adalah untuk
mengkaji tingkat penyebaran polusi di suatu lokasi.
Keseluruhan dari model-model diatas akan lebih efisien jika dilakukan pada data
raster, selanjutnya analisis spasial pada data raster disehut cell based modeling karena metode ini bekerja berdasarkan sel atau piksel (ESRI, 2002).
Operasi piksel pada cell based nzodeling dibagi menjadi lima kelompok
(ESRI, 2002), sebagai berikut :
1 . Local Function adalah operasi piksel yang hanya melibatkan satu sel. Nilai piksel output ditentukan oleh satu piksel input.
2. Focal Function adalah operasi piksel yang hanya lnelibatkan beberapa sel
terdekat.
3. Zonal Function adalah operasi piksel yang melibatkan suatu kelompok sel
yang memiliki nilai atau keterangan yang sama.
4. Global Fzlnction yang melibatkan keseluruhan sel dalam data raster dan
gabungan antara keempat kelompok tersebut.
5. Application Fz~nction adalah gabungan dari keempat operasi di atas yang
meliputi Local Fz~nction, Focal Function, Zonal Fzmction, dan Global
Fzmction.
Local Function Focal Function
[image:29.599.93.460.92.370.2]Zonal Function Global Function
Gambar 3. Ilustrasi Operasi Piksel (ESRI, 2002)
Sumber data raster yang digunakan dalam pendekatan Cell Based
Modeling dapat diturunkan dari citra satelit. Pemilihan metode Cell Based
Modeling berdasarkan pada keunggulan metode ini dalam pemodelaii kawasan
pariwisata bahari (studi kasus : terumbu karang dan mangrove) yang lebih
representatif karena berdasarkan analisis spasial pada data raster.
Meaden dan Tang (1996) dan Molenaar (1998) menyatakan bahwa
analisis overlay, pembuatan jarak, dan pengkelasan parameter lebih mudah
dilakukan secara cepat dan teratur pada setiap sel. Keunggulan lainnya dari
metode ini dibandingkan analisis lainnya adalah struktur data raster yang lebih
sederhana sehingga lebih mudah dalam pemodelan dan analisis, serta kompatibel
dengan data citra satelit serta memiliki variabilitas spasial yang tinggi dalam
mempresentasikan suatu kondisi di lapangan. Metode Cell Based Modeling juga
mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya membutuhkan space komputer
yang cukup besar dalam pengolahannya dan secara spasial memiliki tampilan
yang kurang estetis karena berupa data raster yang berbentuk sel. Contoh aplikasi
cell based modeling pada peta tematik raster yang diperoleh dari klasifikasi cika
dengan menggunakan teknik Cellular Az~tomnta (Li Bo, Wilkinson G. dan
Khaddaj S., 2001).
2.5 Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Kondisi umum lokasi penelitian yang akan digambarkan berikut ini
mencakup letak geografis dan administrasi wilayah, sumberdaya perikanan dan
laut (hutan mangrove dan temmbu karang), sumberdaya perikanan dan laut,
demografi Kabupaten Waropen, serta kondisi sosial-ekonomi.
2.5.1 Letak Geografis dan Administrasi Wilayah
Kabupaten Waropen terbeutuk berdasarkan UU No.26 Tahun 2002 tentang
Pembentukan Kabupaten Waropen, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Kerom,
Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Pegunungan
Bintang, Kabupaten Yakuhimo, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Boven Digul,
Kabupaten Mappi, Kabupaten Asmat, Kabupaten Teluk Bintuni dan Kabupaten
Wondama di Frovinsi Papua. Berdasarkan ha1 tersebut maka Kabupaten Waropen
telah merupakan kabupaten dengan pemerintah daerah yang terlepas dari
kabupaten induk yakni Kabupaten Yapen Waropen.
Secara geografis, Kabupaten Waropen terletak di bagian utara Pulau Irian,
tepatnya dalam kawasan Teluk Cendrawasih (Lampiran 10). Berdasarkan
posisinya maka Kabupaten Waropen berbatasan dengan:
Sebelah Utara : Kabupaten Yapen Waropen
Sebelah Selatan : Kabupaten Nabire, Paniai dan Puncak Jaya
Sebelah Barat : Kabupaten Nabire
Sebelah Timur : Kabupaten Sarmi
2.5.2 Sumberdaya Perikanan dan Laut
Potensi sumberdaya alain Kabupaten Waropen sangat besar, baik itu
kehutanan, perikanan, perkebunan dan mineral. Namun kondisi tersebut belum
dikelola secara optimal. Potensi tersebut diharapkan mampu memberikan
kontribusi bagi pembangunan di Kabupaten Waropen secara berkelanjutan.
hasil perikanan yang cukup besar. Prediksi pengelolaan potensi perikanan di
[image:31.599.79.484.112.817.2]Kabupaten Waropen terlihat dalam Tabel 1.
Tabel 1. Prediksi Hasil Perikanan Kabupaten Waropen Tahun 2005-2014
Sumber : (DKP Papua, 2006)
2.5.2.1 Hutan Mangrove
Hutan mangrove atau disebut juga Hutan bakau adalah hutan yang
tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan
dipengaruhi oleh pasang-sumt air laut. Luas hutan bakau Indonesia antara 2,5
hingga 4,5 juta Ha, merupakan mangrove yang terluas di dunia. Melebihi Brazil
(1,3 juta Ha), Nigeria (1,l juta Ha) dan Australia (0,97 juta Ha). Di bagian timur
Indonesia, di tepi Dangkalan Sahul, hutan-hutan mangrove yang masih baik
terdapat di pantai barat daya Papua, terutama di sekitar Teluk Bintuni. Mangrove
di Papua mencapai luas 1,3 juta Ha, sekitar sepertiga dari luas hutan bakau
Indonesia. Luas Hutan Mangrove di Kabupaten Waropen belum dapat diketahui
secara pasti, namun kondisi pesisir di kabupaten tersebut terdapat hutan-hutan
mangrove yang masih alami dan memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi
2.5.2.2 Terumbu Karang
Tenunbu karang meliputi daerah yang luas di daerah tropik, perairan
pantai yang dangkal didominasi oleh pe~nbentukan terumbu karang yang memang
sering digunakan untuk lne~nbatasi lingkungan lautan tropik. Terumbu karang
me~niliki peran yang sangat penting dalarn ekosistein laut. Berbagai jenis ikan
yang populer di masyarakat dan telah menjadi primadona, komoditas perdagangan
mengandalkan terumbu karang sebagai sumber makanannya. Wilayah terumbu
karang di Indonesia mencapai luas 7500 Km2, namun terumbu karang di
Indonesia yang masih dalam kondisi baik tinggal 25%. Wilayah timur Indonesia
inemiliki kondisi terumbu karang yang relatif rnasib baik, terutama pada Prov.
Papua. Kabupaten Waropen merniliki luasan terumbu lcarang yang belum
diketahui secara pasti.
Kondisi terumbu karang di Kabupaten Waropen secara umum
~nenunjukkan bahwa ekosistem ini ditemukan dibeberapa pulau-pulau kecil,
sedangkan sepanjang pantai Kabupaten Waropen cenderung tidak ditemukan
ekosistem ini. Hal tersebut disebabkan karena di sepanjang pantainya banyak
bermuara sungai-sungai besar dengan tingkat sedimentasi yang tinggi, sehingga
sulit bagi hewan-hewan karang beradaptasi. Namun hingga saat ini belum ada
data detail tentang kondisi biofisik dan luasan ekosistem terumbu karang di
Kabupaten Waropen (DKP Papua, 2006).
2.5.3 De~nografi Kabupaten Waropen
Berdasarkan hasil proyeksi, jumlah penduduk kab. Waropen pada tahun
2004 bejumlah 22.389 jiwa. Dari jumlah tersebut, 11.866 jiwa (52,99 %)
merupakan penduduk laki-laki dan 10.523 jiwa (47,01%) merupakan penduduk
perempuan dengan jumlah rumah tangga mencapai 5.294 rumah tangga.
Kepadatan penduduk mencapai 1,34 jiwa per ICm2 luas wilayah. Kepadatan
tertinggi terdapat di Icecamatan Waropen Bawah yaitu 12,72 jiwa per Km2.
berikutn~a kecamatan Masirei yaitu 7,82 jiwa per Km2 dan Waropen Atas 1,45
jiwa per Km2. Jumlah penduduk laki-laki dan perempuan pada Kab. Waropen
terlihat harnpir seimbang. Jumlah laki-laki maupun perempuan dari tahun ketahun
2.5.4 Kondisi Sosial Ekonomi
Pembangunan bidang sosial dan ekonomi di Kabupaten Waropen tentunya
masih dalam kondisi yang belum stabil mengingat daerah ini merupakan daerah
pemekaran, sehingga pertumbuhan ekonomi belum bisa ditentukan. Bidang-
bidang yang menunjang perekouomia~l di daerah ini diantaranya: Bidang
pendidikan merupakan ha1 utama yang hams dikembangkan dalam rangka
meningkatkan perekonomian serta kondisi sosial masyarakat disamping bidang
lainnya, dan Bidang Kesehatan masyarakat merupakan ha1 yang sangat penting
untuk kesejahteraan masyarat.
2.6 Ekosistem Pesisir Kabupaten Waropen
Ekosistem pesisir yang akan dikaji dalam penelitian ini mencakup ekosistem
terumbu karang dan ekosistem mangrove. Berikut ini merupakan gambaran
ekosistem pesisir yang ada di Kabupaten Waropen.
2.6.1 Ekosistem Hutan Mangrove
Hutan mangrove tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi
pelumpuran dan akumulasi bahan organik, baik di teluk-teluk yang terlindung dari
gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan
mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu.
Hutan mangrove merupakan ekosistem peralihan antara darat dan laut.
Ekosistem lnangrove memegang peranan yang sangat penting dala~n pemeliharaan
ekosistem dan siklus hara di wilayah pesisir, sebagai pengendali erosi pantai,
perangkap sedimen, penahan angin dan ombak, serta pengendali banjir. Selain itu
juga berfungsi sebagai daerah asuhan (nursery grozmd) dan daerah pemijahan
(spawning grotmd) untuk berbagai jenis organisme, seperti ikan, moluska,
crustacea, reptilia, mamalia, dan burung. Hutan mangrove adalah nama kolektif
untuk vegetasi yang menempati kawasan pantai berlumpur yang dipengaruhi oleh
pasang surut dari tingkat air pasang tertinggi sampai air surut terendah.
Ekosistem hutan mangrove di daerah ini dapat dibedakan dalam bentuk
ekosistem deltalpantai, muara-muara sungai dan pulau. Ekosistem hutan bakau
bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran yang ~nengakibatkan kurangnya
oleh pasang-sumt air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di
tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau
karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi. Dari hasil pengamatan yang
dilakukan, jenis-jenis bakau (Rhizophorn spp.) biasanya tumbuh di bagian terluar
yang kerap digempur ombak. Bakau Rllizophora apiculata dan Rhizopl~ora
mucronata tumbuh di atas tanah lumpur. Sedangkan bakau R. stylosa dan perepat
(Sonneratia alba) tumbuh di atas pasir berlumpur. Pada bagian laut yang lebih
tenang hidup api-api hitam (Avicennia alba) di zona terluar atau zona pionir ini.
Di bagian lebih ke dalam, yang masih tergenang pasang tinggi, biasa
ditemui campuran bakau R. ~ntrcronata dengan jenis-jenis kendeka (Brtcgtciera
spp.), kaboa (Aegiceras corniczclata) dan lain-lain. Sedangkan di dekat tepi
sungai, yang lebih tawar aimya, biasa ditemui nipah (Nypa fruticans), pidada
(So~meratia caseolaris) dan bintaro (Cerbera spp.). Pada bagian yang lebih kering
di pedalaman hutan didapatkan nirih (Xylocarptcs spp.), teruntum (Lunznitzera
mcemosa), dungun (Heritiera littoralis) dan kayu buta-buta (Excoecaria
agallocha).
Ekosistem lain yang berada di wilayah pesisir dan laut adalah ekosistem
lamun, pantai berpasir, pantai berbatu, pantai berbatu yang memiliki sumberdaya
hayati cukup tinggi seperti berbagai jenis moluska, krustasea dan ikan-ikan
tertentu. Di bagian timur Indonesia, di tepi Dangkalan Sahul, hutan-hutan
mangrove yang masih baik terdapat di pantai barat daya Papua, terutama di sekitar
Teluk Bintuni. Vegetasi pantai yang dianati selama survei umumnya didominasi
oleh hutan mangrove dengan struktur komunitas yang masih alami. Vegetasi
hutan mangrove di sepanjang pesisir Kabupaten Waropen memperlihatkan zonasi
hutan mangrove yang jelas, vegetasi bakau di pantai hingga ke vegetasi nipah
pada daerah perbatasan dengan interland di sepanjang sungai. Vegetasi mangrove
di sepanjang pantai didominasi oleh spesies Rhizopova sp. dan Avicenia sp., serta
beberapa spesies lainnya. Untuk vegetasi mangrove di sepanjang pantai dan
vegetasi mangrove di sepanjang aliran sungai dapat dilihat pada Lampiran 1.
Luasan hutan mangrove di kawasan pesisir Kabupaten Waropen seluas
85,108,165 Ha diperoleh dari hasil analisis citra Landsat 7 ET&, seperti yang
Gambar 4. Vegetasi Mangrove di Kabupaten Waropen Tahun 2002 (DKP Prop. Papua)
Gambar 5. Vegetasi Mangrove berdasarkan analisa Citra Landsat 7 ETM?
Tahun 2002 (DKP Prop. Papua)
Kelompok hewan lautan yang dolninan dalam hutan bakau adalah moluska,
udang-udang tertentu dan beberapa ikan yang khas. Kelompok dari lnoluska
kepiting berukuran besar seperti kepiting laga (friddler crab), kepiting darat tropik
(Cardisoma) dan berbagai kepiting hantu (Dotilla, Cleistostoma). Hewan-hewan
tersebut mempunyai nilai gizi dan nilai ekonomis yang tinggi. Dan hasil
pengalnatan ditelnukan 11 jenis mangrove yang terdapat di sepanjang pesisir
Kabupaten Waropen. Jenis-jenis Inangrove yang ditelnukan dapat dilihat dalaln
Tabel 2.
2.6.2 Ekosiste~n Terurnbu Karang
Teru~nbu karang (coral reed merupakan ekosisteln laut dangkal yang
penghuni utamanya adalah karang batu. Arsitektur terumbu karang yang
mengagumkan dibentuk oleh ribuan binatang kecil yang disebut dengan polip.
Dalam bentuk sederhana, karang dapat terdiri dari satu polip saja yang
mempunyai bentuk tubuh seperti tabung dengan mulut yang terletak di bagian atas
dan dikelilingi oleh tentakel, namun pada kebanyakan spesies, satu individu polip
karang berkembang menjadi banyak individu yang disebut dengan koloni.
Teru~nbu karang adalah ekosisteln yang unik karena sangat sensitif dan
memerlukan kualitas perairan yang alami (pristine). Hewan karang sebagai
organisme utama pembangun terumbu adalah organisme laut yang efisien karena
mampu tumbuh subur dalam lingkungan ~niskin nutrien (oligotrofik). Terumbu
karang sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan hidupnya. Curah hujan Tabel 2. Jenis-jenis Mangrove yang ditemukan pada Beberapa Distrik di
Kabupaten Waropen.
yang tinggi dan aliran permukaan dari daratan (mainland runofJ dapat membunuh Jenis Avicennia spp Laguncularia spp Rhizophora spp Kandelia sp Sonneratia sp Ceriops sp N Y P ~ sP Acanthus sp Xylocarpus spp Heritiera spp Excoecaria spp
Sumber: Hasil Survei Lapangan (2006)
temmbu melalui peningkatan jumlah sedimen dan terjadinya penurunan salinitas
air laut. Hal penting lainnya yang diperlukan terumbu karang adalah ada tidaknya
gelombang di tempat tersebut. Dalam lingkungan yang kurang gelombang,
lu~npur akan terakumulasi dan membunuh karang. Dengan demikian, lingkungan
yang ideal untuk pertumbuhan karang adalah berada di atau sedikit di bawah
pemukaan laut, perairan dangkal, oligotrofik, salinitas 30-40 ppm, adanya aksi
gelombang yang kuat dan tidak ada sedimentasi.
Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik yang tinggi.
Hal ini disebabkan oleh kemampuan terumbu untuk menaban nutrien dalam
sistem dan berperan sebagai kola~n untuk menampung segala rnasukan dari luar.
Disamping itu terurnbu karang kaya akan keragaman spesies penghuninya karena
variasi habitat yang hidup dalam ekosistem terumbu karang. Ikan mempakan
salah satu jenis organisme terbanyak yang hidup bersama karang. Selain itu,
terumbu karang yang terpelihara dengan baik dapat meinberikan manfaat
tambahan bagi masyarakat bila dikernbangkan sebagai daerah tujuan wisata.
Terumbu karang juga sangat penting bagi perlindungan garis pantai dari erosi.
Fungsi ekologis lainnya dari terumbu karang adalah sebagai pendukung
fisik, tempat pemijahan, dan asuhan bagi berbagai biota sedangkan fungsi
ekonomis sebagai habitat ikan karang, udang, alga, teripang dan kerang mutiara.
Pengamatan temmbu karang dalam kajian ini sebatas melihat luasan secara
keselnruhan melalui analisis Citra Landsat 7 ETM', luasan terumbu karang
Kabupaten Waropen seluas 938.78 Ha. Selama survei di sepanjang gasir pantai
tidak ditemukan adanya komunitas karang. Hal ini terkait dengan kondisi perairan
yang relatif keruh karena tingginya sedimentasi yang terbawa oleh aliran sungai.
Terumbu karang hanya terlihat di pulau-pulau kecil yang terdapat di Kabupaten
Waropen. Di sepanjang pesisir ditemukan hanya beberapa titik lokasi saja yang
ditemukan komunitas karang.
2.7 Kondisi Fisika Kimia Perairan Lokasi Penelitian
Kondisi fisika kimia perairan lokasi penelitian meliputi parameter
oseanografi dan kualitas perairan. Parameter-parameter oseanografi terdiri dari
perairan meliputi suhu, salinitas, kecerahan, sendimen, pH, kadar DO, nitrat,
nitrit, fosfat, partikel terlarut dan partikel organik.
2.7.1 Parameter Oseanografi
Parameter-parameter oseanografi yang dikaji dalaln penelitian ini adalah :
angin, kedalaman perairan atau batimetri, pasang surut, gelombang, dan arus.
2.7.1.1 Angin
Data angin diperlukan untuk memprediksi gelombang laut dalam
berdasarkan data angin maksimum bulanan selama tahun 1997 - 2006, yang
diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika Biak. Data tersebut cukup
representatif untuk memprediksi gelombang dan pengaruhnya terhadap
pembangkitan arus dan transpor sedimen menyusur pantai di daerah perairan
Waropen. Berdasarkan data angin tersebut kemudian dianalisis untuk menentukan
frekuensi dan persentase kecepatan serta wind rose berdasarkan data dapat dilihat
pada Lampiran 6. Arah angin lnaksiinum dominan dari barat (41.7%), kernudian
dari arah timur (23.3%), dengan kecepatan angin maksimum sebagian besar
berkisar pada interval 7.9 d s - 10.7 d s (37.5%) dan 10.7 m/s - 13.8 d s
(32.5%). Untuk perubahan arah dan kecepatan angin maksimum pada tiap
musimnya selama tahun 1997 - 2006, sebagaimana disajikan pada Lampiran 6
didapatkan bahwa untuk daerah Biak dan sekitarnya, pada musim barat (Bulan
Desember - Februari) arah angin dominan dari barat (66.7%), untuk kecepatannya
sebagian besar berkisar pada interval-7:9-m/s - 10.7 m/s (40%).
Demikian halnya pada musim peralihan I (Bulan Maret - Mei), arah angin
masih dominan dari arah barat (50%) akan tetapi kecepatannya meningkat pada
interval 7.9 d s - 10.7 m/s dan 10.7 mls - 13.8 m/s (masing-masing 40%).
Sedangkan musim timur (Bulan Juni - Agustus) kecepatan angin sudah berubah
yakni dari arah timur (30%) dan barat (26,7 %) dengan kecepatan pada interval
10.7 i d s - 13.8 mds (43,3%). Pada musim peralihan I1 (Bulan September -
Nopember) arah angin sudah dominan dari arah timur (36,7%) akan tetapi
kecepatannya sudah mulai menurun yakni pada interval 7.9 d s - 10.7 m/s
2.7.1.2 Bathimetri
Berdasarkan peta batimetri, sebagaimana disajikan pada Lampiran 8.,
menunjukkan bahwa perairan Waropen di bagian barat pantai (Teluk
Cenderawsih) umumnya lebih terjal dibandiilgkan dengan pantai utara yang lebih
landai. Hal ini disebabkan adanya sediinentasi yang cukup besar akibat masukan
sumber sedimen yang mengalir dari sungai-sungai yang cukup banyak pada pantai
utara dibandingkan dengan pantai barat. Daerah dangkal (kedalaman < 5 m) pada
pantai timur dapat mencapai jarak
*
1.5 km, sedangkan pada pantai utara dapatmencapai z!= 3 km. Demikian halnya juga kedalaman pada Pulau Nau pada bagian
utara pulau menunjukkan daerahfInt yang cukup luas dibandingkan dengan pantai
timur yang cukup terjal. Hal ini disebabkan adanya sedimentasi pada daerah ini.
Hal ini dapat terjadi karena pada daerah timur pulau letaknya sangat terbuka
sehingga gelombang yang terjadi pada daerah ini cukup besar yang sangat besar
inempengaruhi abrasi datl sedimentasi pantai dan selanjutnya dapat berpengaruh
terl~adap batimetri perairan.
2.7.1.3 Pasang Surut
Pasang surut adalah proses naik turunnya paras laut (sea level) secara
berkala yang ditimbulkan oleh adanya gaya tarik dari benda-benda angkasa,
terutama matahari dan bulan, terhadap massa air laut di bumi. Meskipun massa
bulan jauh lebih kecil dari massa matahari, tetapi karena jaraknya jauh lebih
dekat, maka pengaruh gaya tarik bulan terhadap bumi lebih besar daripada
pengaruh gaya tarik matahari. Gaya tarik bulan yang mempengauhi pasang surut
adalah 2,2 kali lebih besar daripada gaya tarik matahari. Fenomena ini
memberikan kekhasan karakteristik pada kawasan pesisir dan lautan, sehingga
menyebabkan kondisi fisik perairan yang berbeda-beda (Ali et al. 1994).
Pennasalahan mengenai kondisi pasut di Indonesia sangat penting artinya
bagi Indonesia yang memiliki panjang garis pantai sekitar 81.000
kin,
untukberbagai kegiatan yang berkaitan dengan laut atau pantai seperti pelayaran antar
pulau, reklamasi pantai (dermagalpelabuhan dan pemecah gelombang), budidaya
laut, pencemaran laut dan pertahanan nasional. Pasang surut yang terjadi di
perairan Waropen sangat dipengamhi oleh aliran massa air dari Samudera Pasifik.
diperoleh bilangan Formzahl (F) sebesar 0,62 maka berdasarkan kriteria courtier
range nilai tersebut termasuk dalam tipe pasut campuran condong keharian ganda
(mixed tide prevailing semi diz~rnal). Hal ini dapat dilihat pada Lampiran II.,
inenunjukkan dalam satu hari peilgamatan terjadi dua kali air pasang dan dua kali
air surut, tetapi tinggi dan periodenya berbeda.
Berdasarkan nilai konstanta harmonik pasang surut yang didapatkan, maka
diperoleh bilangan Formzahl (F) sebesar 0,77 maka berdasarkan kriteria courtier
range nilai tersebut termasuk dalam tipe pasut campuran condong keharian ganda
(mixed tide prevailing semi diurnal). Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 11,
menunjukkan dalam satu hari pengainatan terjadi dua kali air pasang dan dua lcali
air surut, tetapi tinggi dan periodenya berbeda.
2.7.1.4 Gelombang
Gelombang laut dapat ditinjau sebagai deretan dari pulsa-pulsa yang
berurutail yang terlihat sebagai perubahan ketinggian perinukaan air laut, yaitu
dari suatu elevasi maksilnuln (puncak) keelevasi minimum (lembah). Gelombang
terjadi akibat adanya gaya-gaya alam yang bekeja di laut seperti tekanan atau
tegangan dari atmosfir (khususnya melalui angin), gempa bumi, gaya gravitasi
bumi dan benda-benda angkasa (bulan dan matahari), gaya coriolis (akibat rotasi
bumi), dan tegangan permukaan.
Prediksi parameter gelombang dilakukan dengan metode SMB (Sverdrup
Munk Bretschneider), metode ini berdasarkan pertuinbuhan energi gelombang,
dengan mentranformasikan data angin dari pengukurau di darat menjadi angin
laut. Analisis angin yang dapat membangitkan gelombang pada wilayah studi
adalah dari barat, barat laut, utara dan timur laut, sedangkan dari arah lain tidak
digunakan, oleh karena angin tersebut di anggap dari darat yang tidak dapat
membangkitkan gelombang. Pantai waropen merupakan daerah yang semi terbuka
yang sebagiail besar terletak di Teluk Cenderawasih dan Teluk Waropen.
Gelombang yang terjadi di daerah ini inaih mendapat pengaruh dari perairan
Samudera Pasifik, sehingga gelombang di daerah sangat besar. Hal ini ditunjukan
sebgaimana hasil analisis data angin yang menggunakan data angin dari
pengukuran BMG daerah Biak (berhubung data pencatatan angin dari Waropen
Hasil prediksi gelombang setiap musim selama tahun 1997 - 2006 dari
arah angin yang membangkitkan gelombang disajikan pada Lampiran 12, dimana
terlihat pada musim barat gelombang yang terbentuk lebih besar (0.8 - 3.9 m) dibandingan dengan arah lainnya. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaarl
faktor yang rnempengaruhi dan rnernbangkitkan gelornbang seperti kecepata~l
angin, durasi, arah angin, dan fetch (CHL 2002). Fetch dari arah barat cukup besar
yakni 160 km. Angin yang berhembus di atas permukaan laut menimbulkan
tegangan pada permukaan laut, dimana semakin lama angin bertiup, semakin
besar pula energi yang dapat membanghtkan gelombang (Triatmodjo, 1999).
2.7.1.5 Arus
Pola arus yang terjadi di perairan Waropen maupun Pulau Nau sangat
dipengaruhi oleh pola arus pasang surut dari aliran massa air Samudera Pasifik
lnaupun aliran air sungai. Berdasarkan hasil pengukuran pola arus pennukaan
yarlg dilakukan di perairan Pulau Nau rnenunjukkan kecepatan arus pada kisaran
0.05 - 0.2 m/s. Sedangkan hasil pengainatan pola arus permukaan yang dilakukan
pada Januari 2007 disepanjang perairan pesisir ICabupaten Waropen,
menunjukkan kecepatan anls permukaan di perairan Waropen (P. Nau) pada bulan
Januari 2007 yang terukur saat air bergerak pasang dan tengah pasang berkisar
dari 0.1 - 0.12 m/s dengan arah barat daya. Kecepatan arus ini cukup lemah bersamaan dengan lemahnya kecepatan angin. Area dengan alus h a t di Pulau
Nau terletak pada bagian barat daya tepatnya di batas flet dengan tubir.
Berdasarkan pola sebaran sedimen plzlme pada citra Landsat 7/ETM bulan
Agustus, diketahui bahwa arus permukaan di bagian selatan Pulau Nau bergerak
ke arah barat - barat laut yang diduga memiliki kecepatan yang cukup tinggi. Pola
arus demikian menunjukkan bahwa selama periode pasang arus permukaan akan
bergerak mendekati pesisir pantai dan bergerak menyusuri pantai ke arah selatan.
Selanjutnya selama periode surut, arus bergerak ke arah barat - barat laut. Fenomena yang teramati sepanjang perairan pesisir selama periode pasang adalah
terbentuknya front oseanik paralel dengan pantai di perairan yang berdekatan
dengan wilayah. Inggerus yang memillki DAS besar. Front tersebut terjadi akibat
pertemuan dua massa air yang bebeda densitas dari lnassa air sungai Waren
Di bagian dekat pantai teramati sedimen plume dengan konsentrasi tinggi,
dengan densitas air rendah, sedangkan di bagian luar pantai merupakan massa air
oseanik yan lebih padat. Salinitas temkur pada zone sepanjang front berkisar dari
15 - 20 ppt. Perubahan pola front sangat bergantung pada pola arus, kekuatarl
aliran sungai selama surut dan kekuatan tiupan angin atas petlnukaan laut.
2.7.2 Kualitas Perairan
Pengukuran parameter kualitas perairan dilakukan di 3 (tiga) lokasi yaitu
Waropenlwaren, P. Nau dan Desa Epawa. Pengukuran dan pengambilan air
contoh dilakukan di lokasi stasiun sungai, muara dan pantai, kecuali di P. Nau
hanya dilakukan di perairan pantai karena tidak ada sungai yang tergolong besar
dalam pulau. Kisaran hasil pengukuran beberapa parameter fisika kimia selama
survei dan pengambilan data di lapangan (Lampiran 13).
Perubahan suhu dan salinitas sangat berhubungan dengan musim dimana
suhu dan salinitas cendemng menurun pada saat ~nusirn hujan terutalna pada
stasiun-stasiun sungai dan muara. Kecepatan dan arah arus lebih dominan
dipengamhi oleh pasang surut, tinggi gelombang lebih bervariasi menurut musim
dan cuaca yang mempengaruhi kecepatan angin. Nilai pH dan kadar DO
berhubungan dengan perubahan konsumsi oksigen oleh organisme dan
percaqmpuran massa air. Beberapa nilai parameter kimia lainnya sangat
dipengaruhi oleh p