Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarata.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Agustus 2010 Annisa Mausulli
Skripsi, September 2010
ANNISA MAUSULLI, NIM : 106101003286
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Dermatitis Kontak Iritan Pada Pekerja Pengolahan Sampah Di TPA Cipayung Kota Depok Tahun 2010
(xvii + 107 halaman, 19 tabel, 8 gambar, 45 lampiran) ABSTRAKSI
Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja, salah satu Penyakit Akibat Kerja adalah dermatitis. Dermatitis kontak akibat kerja didefinisikan sebagai penyakit kulit dimana pajanan di tempat kerja merupakan faktor penyebab yang utama serta faktor kontributor. Pekerja pengolahan sampah adalah pekerja yang keseharianya kontak dengan sampah, dimana mereka menyortir sampah yang terkumpul di TPA (Tempat Pembuangan Sampah Akhir) hingga mengolahnya menjadi kompos. Berdasarkan komposisi sampah yang diolah oleh pekerja pada saat melakukan pekerjaanya, pekerja tersebut dapat dikatakan beresiko dermatitis kontak iritan.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan dermatitis kontak pada pekerja pengolahan sampah di TPA Cipayung Kota Depok Tahun 2010. Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Juli sampai bulan Agustus tahun 2010 di TPA Cipayung. Populasi dan sampel penelitian ini adalah seluruh pekerja pengolahan sampah yang masih aktif bekerja sampai tahun 2010.
Diketahui dari hasil penelitian dan analisis bivariat bahwa faktor-faktor yang tidak berhubungan dengan dermatitis kontak ialah usia dengan pvalue 1,000, jenis kelamin dengan pvalue 1,000, kondisi kulit dengan pvalue 0,476, pengetahuan dengan pvalue 0,341, riwayat alergi dengan pvalue 0,464, dan personal hygiene dengan pvalue 0,751. Dan faktor-faktor yang berhubungan dengan dermatitis kontak ialah durasi pajanan dengan pvalue 0.038 dengan nilai OR 0,187 dan penggunaan APD dengan pvalue 0,083 dengan OR 0,405.
Saran yang dapat diajukan adalah dengan penyediaan alat penjapit, memberikan pelatihan mengenai hal-hal yang dapat menggangu keselamatan dan kesehatan pekerja tersebut selama bekerja, penyuluhan mengenai pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat, membentuk tim pengawas yang bukan hanya mengawasi proses kerja tetapi juga penggunaan APD, Memberikan peringatan ataupun sangsi bagi pekerja yang tidak patuh dalam menggunakan APD, penyediaan dan pemeliharaan APD yang rutin, dan pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja dan berkala.
Daftar bacaan : 32 (1990 – 2010)
Skripsi Dengan Judul
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DERMATITIS KONTAK IRITAN PADA PEKERJA PENGOLAHAN SAMPAH DI TPA
CIPAYUNG KOTA DEPOK TAHUN 2010
Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, September 2010
dr.H.Yuli Prapancha Satar, MARS Pembimbing Skripsi I
Riastuti Kusuma Wardani, SKM, MKM Pembimbing Skripsi II
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, Sep\tember 2010
Penguji I
(dr.Yuli P.Satar, MARS)
Penguji II
(Riastuti Kusuma Wardani, SKM, MKM)
Penguji III
(dr.Rahmania Andini, MKK)
TTL : Depok, 18 Januari 1988 Jenis Kelamin : Perempuan Status : Belum Menikah Agama : Islam
Ponsel : 08569740645 / 021-91959493 / 021-77828638 Alamat : Taman Manggis Permai blok U/10 Depok 1645 E-mail : aniezmausulli@yahoo.com
PENDIDIKAN FORMAL
1994 – 2000 : SDN Mekar Jaya XI Depok 2000-2003 : SMPN 3 Depok
2003-2006 : SMAN 3 Depok
2006 – sekarang : Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Segala puji kehadirat Allah SWT, yang selalu cinta dan dekat dengan hamba-Nya. Syukur senantiasa terucapkan atas segala nikmat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Dermatitis Kontak Pada Pekerja Pengolahan Sampah Di TPA Cipayung Kota Depok Tahun 2010”. Skripsi ini disusun sebagai persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) pada Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penyusunan skripsi ini semata-mata bukanlah hasil usaha penulis, melainkan banyak pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, motivasi, dan semangat. Untuk itu penulis berterima kasih yang tak terhingga kepada :
1. Ayah dan Ibuku, terima kasih atas didikan, cinta dan semangat hidup selama ini. Adik-adikku, Nenekku, Kakekku, Tanteku dan Omku, terima kasih telah memberikan dukungan kepadaku, moril kepadaku.
2. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp.And, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak dr. Yuli P. Satar, MARS, selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat (PSKM) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dan Dosen Pembimbing I.
4. Ibu Riastuti, SKM. MKM, selaku Dosen Pembimbing II, yang senantiasa meluangkan waktunya untuk membimbing penulis.
7. Seluruh dosen dan staf Program Studi Kesehatan Masyarakat (PSKM) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Bapak Candra dan Reza selaku penangung jawab TPA Cipayung, beserta seluruh staf yang telah bekerjasama dengan baik selama penulis melaksanakan kegiatan penelitian di tempat tersebut.
9. Teman-teman Kesehatan Masyarakat ’06 FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Tetap Semangat Untuk Masa Depan yang Lebih Baik.
10. Penyemangatku dan Sahabat-sahabatku Q’mbung, dita, agit, emy, abel, dan windy, icha, pipit terima kasih telah menemani dari awal hingga akhir penelitian ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat terutama bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), khususnya mengenai dermatitis kontak akibat kerja.
Jakarta, September 2010 Penulis
LEMBAR PERNYATAAN ... i
ABSTRAKSI ... ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN ...iii
LEMBAR PENGESAHAN ...vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... ...v
KATA PENGANTAR ...vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ...xiv
DAFTAR GAMBAR ...xv
DAFTAR ISTILAH...xvi
DAFTAR LAMPIRAN...xvii
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 5
1.3 Pertanyaan Penelitian... 6
1.3 Tujuan Penelitian ... 7
1.3.1 Tujuan Umum ... 7
1.3.2 Tujuan Khusus... ...7
1.4 Manfaat Penelitian...8
1.3.1 Manfaat Bagi Pekerja... 8
1.3.2 Manfaat Bagi Fakultas... ...8
1.4 Ruang Lingkup... ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...10
2.1 Dermatitis Kontak Iritan ...10
2.1.1 Definisi Dermatitis Kontak...10
2.1.2 Jenis Dermatitis Kontak...11
2.1.3 Gejala Dermatitis Kontak...12
2.1.4 Diagnosis...13
2.2 Sampah...13
2.2.1 Definisi sampah... ...13
2.2.2 Pengolahan... ...14
2.3 Pekerja... 18
2.3.1 Definisi Pekerja... 18
2.3.2 Definisi Pengolahan sampah...18
2.4 Faktor zat...18
2.4.1 Sifat zat...18
2.4.2 Lama pajanan...20
2.5 Faktor Lingkungan...22
2.5.1 Suhu dan kelembaban...22
2.5.2 Radiasi...22
2.6.2 Kondisi kulit... 26
2.6.3 Jenis kelamin...27
2.6.4 Ras... ...27
2.6.5 Riwayat alergi... ..29
2.6.6 Pekerjaan sebelumnya...30
2.6.7 Usia...30
2.6.8 Personal Hygiene....32
2.6.9 APD...37
a.Jenis, Fungsi, dan syarat...37
b. Tujuan dan Manfaat... 39
c. Penatalaksanaan Penggunaan APD... 41
d. Dasar hukum...38
2.6.10 Pengetahuan...43
2.7 Kerangka Teori...45
BAB III KERANGKA KONSEP,DEFINISI OPERASIONAL...48
3.1 Kerangka konsep...48
3.2 Definisi Operasional ...50
3.2 Hipotesis ... ...54
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ………...55
4.3 Populasi dan Sampel …………... ...55
4.4 Instrumen Penelitian ………. ...57
4.5 Jenis Data...………... 58
4.6 Pengumpulan Data...58
4.7 Pengolahan Data...61
4.8 Analisa Data ………. 63
4.8.1 Analisis Univariat ………. 63
4.8.2 Analisis Bivariat ………...63
BAB V HASIL...………. 64
5.1 Gambaran umum..………. ...64
5.1.1 TPA Cipayung...64
5.1.2 Proses kerja...66
5.2 Analisis univariat...………...68
5.2.1 Gambaran Kejadian dermatitis...68
5.2.2 Gambaran Durasi pajanan...69
5.2.3 Gambaran Faktor Individu...70
a. Gambaran jenis kelamin...70
b. Gambaran usia... ..71
c. Gambaran Kondisi kulit... 71
f. Gambaran Personal Hygiene...74
g. Gambaran penggunaan APD...75
5.3 Analisis bivariat...………...76
5.3.1 Hubungan antara Durasi Pajanan dengan kejadian dermatitis kontak..76
5.3.2 Hubungan faktor individu dengan kejadian dermatitis kontak...77
a. Hubungan usia dengan kejadian dermatitis kontak...78
b. Hubungan jenis kelamin dengan kejadian dermatitis kontak...79
c. Hubungan Kesehatan kulit dengan kejadian dermatitis kontak...80
d.. Hubungan Pengetahuan dengan kejadian dermatitis kontak...80
e. Hubungan riwayat alergi dengan kejadian dermatitis kontak...81
f. Hubungan personalhygiene dengan kejadian dermatitis kontak...82
g. Hubungan penggunaan APD dengan kejadian dermatitis kontak....83
BAB VI PEMBAHASAN...………. 85
6.1 Keterbatasan Penelitian...85
6.2 Kejadian Dermatitis Kontak...86
6.3 Hubungan Durasi Pajanan dengan kejadian dermatitis kontak...87
6.4 Hubungan faktor individu dengan kejadian dermatitis kontak...89
a. Hubungan usia dengan kejadian dermatitis kontak...89
b. Hubungan jenis kelamin dengan kejadian dermatitis kontak...91
c. Hubungan Kesehatan kulit dengan kejadian dermatitis kontak...92
f. Hubungan personalhygiene dengan kejadian dermatitis kontak...97 g. Hubungan penggunaan APD dengan kejadian dermatitis kontak..100
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN...………....103 7.1 Kesimpulan...103 7.2 Saran...105
DAFTAR PUSTAKA
2.2 Jenis Radiasi UV... 23
5.1 Komposisi sampah...65
5.2 Distribusi Kejadian Dermatitis ………...68
5.3 Distribusi Durasi Pajanan Pekerja...69
5.4 Distribusi Jenis Kelamin Pekerja...70
5.5 Distribusi Usia Pekerja...71
5.6 Distribusi Kesehata Kulit Pekerja...72
5.7 Distribusi Pengetahuan Pekerja...73
5.8 Distribusi Riwayat Alergi...74
5.9 Distribusi Personal hygiene...75
5.10 Distribusi Penggunaan APD...76
5.11 Distribusi Durasi Pajanan dengan Kejadian Dermatitis………..77
5.12 Distribusi UsiaPekerja dengan Kejadian Dermatitis...78
5.13 Distribusi Jenis Kelamin Pekerja dengan Kejadian Dermatitis...79
5.14 Distribusi Kesehatan Kulit Pekerja dengan Kejadian Dermatitis...80
5.15 Distribusi Pengetahuan Pekerja dengan Kejadian Dermatitis...81
5.16 Distribusi Riwayat Alergi dengan Kejadian Dermatitis...82
5.17 Distribusi PersonalHygiene Pekerja dengan Kejadian Dermatitis...83
5.18 Distribusi Penggunaan APD Pekerja dengan Kejadian Dermatitis...84
2.2 Dermatitis pada wajah... 25
2.3 Dermatitis pada lengan... 25
2.4 Dermatitis pada kaki... ...26
2.5 Cara Mencuci Tangan dengan Antiseptik………34
2.6 Cara Mencuci Tangan dengan Sabun dan Air………..35
2.7 Kerangka teori………..45
3.1 Kerangka konsep………..49
Dermatitis kontak iritan adalah peradangan yang disebabkan oleh zat yang ditemukan pada tempat kerja yang bersentuhan langsung dengan kulit. (CCOHS, 2010).
Sampah adalah semua jenis buangan yang bersifat padat atau semi padat yang dibuang karena tidak dipergunakan untuk tidak diinginkan. (Tchobano Glous)
Rotary Drum Composters adalah pengomposan dilakukan di dalam drum berputar yang dirancang khusus untuk proses pengomposan. Bahan-bahan mentah dihaluskan dan dicampur pada saat dimasukkan ke dalam drum. Drum akan berputar untuk mengaduk dan memberi aearasi pada kompos.
Box/Tunnel Composting System adalah pengomposan dilakukan dalam kotak-kotak/bak skala besar. Bahan-bahan mentah akan dihaluskan dan dicampur secara mekanik.
Pekerja pengolahan sampah adalah pekerja yang keseharianya kontak dengan sampah, dimana mereka menyortir sampah yang terkumpul di TPA (Tempat Pembuangan Sampah Akhir) hingga mengolahnya menjadi kompos.
Iritasi primer adalah mengubah kimia kulit dan menghancurkan perlindungan kulit sehingga kulit menjadi rusak, dan dermatitis kontak iritan primer dapat terjadi. Iritasi primer atau langsung bertindak langsung pada kulit
xvii Lampiran 2 Kuesioner
Lampiran 3 Hasil Diagnosis Lampiran 4 Analisis
Work Due to Illness is a disease caused by work, work tools, materials, processes and working environment, one of Illness Due to Work is dermatitis. Contact dermatitis caused by work is defined as a skin disease where the exposure in the workplace is a major causative factor and factor contributors. Waste processing workers are workers who keseharianya contact with garbage, where they sort the collected waste in the landfill (Solid Waste Disposal End) to process into compost. Based on the composition of the waste that is processed by a worker at the time doing his job, the worker can be said are at risk of irritant contact dermatitis.
The research is quantitative research with cross sectional design. This study aims to determine the factors associated with contact dermatitis in workers processing waste in the landfill Cipayung Depok City in 2010. This experiment was conducted during July to August in 2010 in landfill Cipayung. Population and sample research is all workers who are still active sewage treatment works until the year 2010.
It is known from the results of research and bivariate analysis that the factors that are not associated with contact dermatitis is the age with a p value 1.000, sex with a p value 1.000, the condition of the skin with pvalue 0.476, 0.341 pvalue knowledge, history of allergies with pvalue 0.464, and personal hygiene with pvalue 0.751. And factors associated with contact dermatitis is the duration of exposure with pvalue 0038 with OR 0.187, and the use of PPE with pvalue 0.083 with OR 0.405.
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja (kalbe, 2010). Berdasarkan Keputusan Presiden No.22 tahun 1993, salah satu Penyakit Akibat Kerja adalah dermatitis. Dermatitis kerja adalah peradangan kulit yang menyebabkan gatal, nyeri, kemerahan, dan pembengkakan lepuh kecil. Dermatitis yang terjadi pada pekerja adalah dermatitis kontak akibat kerja. Dermatitis kontak akibat kerja didefinisikan sebagai penyakit kulit dimana pajanan di tempat kerja merupakan faktor penyebab yang utama serta faktor kontributor. (HSE, 2000).
Dermatitis kontak akibat kerja dapat terjadi pada berbagai jenis pekerjaan, baik sektor formal maupun informal. Salah satu sektor pekerjaan yang pekerjanya berpotensi terkena dermatitis kontak adalah pekerjaan yang berhubungan dengan kebersihan, yaitu petugas pengolahan sampah. Petugas pengolahan sampah dikatakan memiliki potensi terkena dermatitis kontak, karena jenis pekerjaannya yang basah, kontak dengan berbagai jenis sampah baik organik maupun anorganik yang mengandung zat-zat yang bersifat iritan, serta minimnya program kesehatan dan keselamatan kerja.
Data mengenai insidens dan prevalensi penyakit kulit akibat kerja sukar didapat, termasuk dari negara maju, demikian pula di Indonesia. Umumnya pelaporan tidak lengkap sebagai akibat tidak terdiagnosisnya atau tidak terlaporkannya penyakit tersebut. Hal lain yang menyebabkan terjadinya variasi besar antarnegara adalah karena
sistem pelaporan yang dianut berbeda. Penelitian WHO pada pekerja tentang penyakit kerja di 5 (lima) benua tahun 1999, memperlihatkan bahwa penyakit kulit (Dermatosis ) akibat kerja menempati urutan keempat, yaitu sebesar 10%. Sedangkan di beberapa negara maju yang telah berhasil mendata penyakit akibat kerja (PAK), seperti Amerika Serikat berdasarkan data dari Biro statistik tenaga kerja didapat angka 1,5% dari seluruh tenaga kerja yang terdaftar menderita dermatitis akibat kerja (DAK). Dermatosis tersering adalah dermatitis kontak, sebesar 21,3% yang merupakan terbanyak kedua (Astono dan Sudarja, 2002). Di Swedia persentase DAK 50 % dari seluruh jenis PAK dan di Inggris prevalensi dermatitis secara klinis didiagnosis meningkat antara 1990 dan 1995 dari 54.000 sampai 66.000 kasus. Sedang di Singapura, angka ini berkisar 20 %. Di Indonesia, insiden dermatitis kontak akibat kerja yang didiagnosis di Poliklinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI-RSUPN dr Cipto Mangunkusumo Jakarta, yaitu sebanyak 50 kasus per tahun atau 11.9 persen dari seluruh kasus dermatitis kontak (citra, 2010).
Sedangkan untuk insiden dermatitis pada pekerja pengangkut sampah, berdasarkan penelitian Khairunnas di pasar tradisional johar kota semarang, diketahui 42 (60%) pekerja menderita dermatitis. Sslain itu juga berdasarkan penelitian Carina di kota palembang, didapatkan 61 pekerja (61%) menderita dermatitis. Dermatitis yang terjadi pada pekerja yang kontak dengan sampah dapat disebabkan oleh banyak hal, penyebab-penyebab tersebut dapat dilihat berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu seperti pada penelitian Hartanto pada petugas pengumpul sampah rumah tangga di Kota Magelang tahun 2004, diketahui bahwa adanya hubungan yang signifikan antara paparan, kebersihan perorangan, dan pemakaian APD dengan dermatosis pada petugas
pengumpul sampah rumah tangga. Selain itu dermatitis juga dapat terjadi karena higiene pribadi, seperti hasil yang didapatkan pada penelitian Carina pada pekerja pengangkut sampah kota Palembang tahun 2008, menunjukkan bahwa ada hubungan higiene pribadi dengan kejadian dermatitis pada pekerja pengangkut sampah. Dermatitis juga terjadi pada pemulung, dimana penggunaan sarung tangan merupakan penyebab dermatitis yang terjadi pada pemulung, hal tersebut diketahui berdasarkan penelitian Chotimah di TPA Tanjung Rejo Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus pada tahun 2006, yang menyatakan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara penggunaan sarung tangan dengan kejadian dermatitis kontak iritan pada pemulung.
Dampak dermatitis kontak berpengaruh terhadap fisik dan ekonomi. Secara fisik dermatitis kontak iritan kronis yang bersifat kumulatif , yaitu terpapar berulang-ulang dengan iritasi tingkat rendah. Selain itu juga terjadi ruam yang mungkin memakan waktu minggu, bulan, atau bahkan bertahun-tahun untuk berkembang. Sedangkan dampak dermatitis kontak dalam hal ekonomi, meliputi biaya langsung atas pengobatan, kompensasi kecacatan dan biaya tidak langsung yang meliputi kehilangan hari kerja dan produktivitas, biaya pelatihan ulang serta biaya yang menyangkut efek terhadap kualitas hidup.Pada tahun 1993, 21 % yang diregistrasi pada survei BLS menunjukkan median hilangnya waktu bekerja adalah 3 hari, lebih dari 7% kasus bahkan melebihi 11 hari bekerja. Sedangkan dampak ekonomi berdasarkan estimasi biaya langsung maupun tidak langsug yang melebihi 22 juta dolar setiap tahunnya, diperkirakan biaya untuk DAK yang sebenarnya berkisar antara 222 juta sampai 1 miliar dolar setiap tahunnya (Hudyono, 2002).
Faktor yang dapat menyebabkan terjadinya dermatitis, yaitu
1. Zat, antara lain sifat zat, kelarutan, formulir (gas, cair, padat), konsentrasi, durasi pajanan.
2. Lingkungan, antara lain suhu, kelembaban, dan kontaminasi
3. Individu, antara lain daerah kulit (tangan, lengan, wajah, kaki), kondisi kulit (luka, ruam, lecet), usia, gender, ras,riwayat alergi, personal hygiene, penggunaan APD, teksture kulit, sweating dan obat/pengobatan.
Berdasarkan penelitian Dinny Suryani pada pemulung sampah di LPA Benowo Surabaya, didapat 24,1% pegangkut sampah yang menderita dermatosis akibat kerja. Variabel yang paling berhubungan dengan dermatosis akibat kerja pada penelitian ini adalah umur dan lama kerja.
TPA Cipayung terletak pada kelurahan Cipayung, Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok. TPA ini memiliki 3 Unit Pengolahan Sampah (UPS), dimana setiap UPS terdiri dari 13 pekerja. Komposisi sampah yang masuk ke TPA Cipayung antara lain bahan organik, kertas, kaca/beling/gelas, plastik, logam, kayu, kain, karet, dan lain-lain. Sampah tersebut berasal dari sampah pemukiman, pasar, pertokoan dan rumah makan, institusi dan hotel, jalan protokol, taman, dan selokan. Komposisi sampah terbanyak adalah bahan organik, yaitu sebesar 72,97 %. Berdasarkan komposisi sampah tersebut pengolah sampah yang kerjanya selalu kontak dengan sampah-sampah tersebut dapat dikatakan beresiko dermatitis, dimana sampah-sampah tersebut mengandung zat yang bersifat iritan. Selain itu berdasarkan hasil penelitian, penyakit yang sering diderita penduduk sekitar kawasan TPA Cipayung salah satunya adalah gatal-gatal (Mulyono, 2010)
Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada 40 orang petugas pengolah sampah di TPA Cipayung Kota Depok didapatkan 22 pekerja yang mengalami dermatitis kontak iritan dan 18 pekerja yang tidak mengalami dermatitis kontak iritan. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis pada pekerja pengolahan sampah di TPA Cipayung Kota Depok, agar petugas dan pemerintah dapat melakukan upaya pencegahan yang efektif.
1.2. Rumusan Masalah
Pekerja pengolahan sampah adalah pekerja yang keseharianya kontak dengan sampah, dimana mereka menyortir sampah yang terkumpul di TPA (Tempat Pembuangan Sampah Akhir) hingga mengolahnya menjadi kompos. Berdasarkan komposisi sampah yang diolah oleh pekerja tersebut, pekerja tersebut dapat dikatakan beresiko dermatitis, dimana pekerja tersebut kontak dengan sampah-sampah yang mengandung zat bersifat iritan yang telah terakumulasi, dimana zat tersebut berpengaruh sekali terhadap kesehatan baik efek langsung maupun tidak langsung. Efek langsung adalah efek yang disebabkan karena kontak langsung dengan sampah tersebut, salah satunya adalah dermatitis kontak.
Selain itu juga berdasarkan hasil penelitian Khairunnas dipasar tradisional johar kota semarang, diketahui 42 (60%) pekerja penegangkut sampah menderita dermatitis. Selanjutnya juga berdasarkan penelitian Carina di kota palembang, didapatkan 61 pekerja (61%) menderita dermatitis. Sedangkan berdasarkan hasil studi pendahuluan pada 40 pekerja pengolahan sampah di TPA Cipayung Kota Depok didapatkan 22 pekerja yang mengalami dermatitis kontak iritan dan 18 pekerja yang tidak mengalami
dermatitis kontak iritan. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja pengolahan sampah di TPA Cipayung Kota Depok, agar petugas dan pemerintah dapat melakukan upaya pencegahan yang efektif.
1.3. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimanakah gambaran kejadian dermatitis kontak iritan pada pekerja pengolahan sampah di TPA Cipayung Kota Depok tahun 2010.
2. Bagaimanakah gambaran Faktor zat (durasi pajanan) pada pekerja pengolahan sampah di TPA Cipayung Kota Depok tahun 2010.
3. Bagaimanakah gambaran Faktor individu (kondisi kulit, riwayat alergi keluarga dan pekerja, usia, personal hygiene, dan penggunaan APD) pada pekerja pengolahan sampah di TPA Cipayung Kota Depok tahun 2010.
4. Apakah ada hubungan antara Faktor zat (durasi pajanan) dengan kejadian dermatitis kontak iritan pada pekerja pengolahan sampah di TPA Cipayung Kota Depok tahun 2010.
5. Apakah ada hubungan antara Faktor individu (kondisi kulit, riwayat alergi, pengetahuan, usia, personal hygiene, penggunaan APD, dan jenis kelamin) dengan kejadian dermatitis kontak iritan pada pekerja pengolahan sampah di TPA Cipayung Kota Depok tahun 2010.
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum
Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak iritan pada pekerja pengolahan sampah di TPA Cipayung Kota Depok tahun 2010.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran kejadian dermatitis kontak iritan pada pekerja pengolahan sampah di TPA Cipayung Kota Depok tahun 2010.
2. Diketahuinya gambaran faktor zat (durasi pajanan) dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja pengolahan sampah di TPA Cipayung Kota Depok tahun 2010.
3. Diketahuinya gambaran faktor individu (kondisi kulit, usia, riwayat alergi keluarga dan pekerja, pengetahuan, personal hygiene, penggunaan APD, dan jenis kelamin) dengan kejadian dermatitis kontak iritan pada pekerja pengolahan sampah di TPA Cipayung Kota Depok tahun 2010.
4. Diketahuinya hubungan antara faktor zat (durasi pajanan) dengan kejadian dermatitis kontak iritan pada pekerja pengolahan sampah di TPA Cipayung Kota Depok tahun 2010.
5. Diketahuinya hubungan antara faktor individu (kondisi kulit, riwayat alergi, usia, pengetahuan, lama kerja, personal hygiene, penggunaan APD, dan pengetahuan) dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja pengolahan sampah di TPA Cipayung Kota Depok tahun 2010.
I.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Petugas Pengolahan Sampah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai bahaya dermatitis kontak bagi pekerja pengolahan sampah di TPA Cipayung Kota Depok tahun 2010.
1.5.2 Bagi Peneliti
Sebagai bahan referensi yang dapat dijadikan bahan bacaan dan acuan oleh peneliti dan sebagai sarana dalam mengaplikasikan teori yang telah dipelajari semasa kuliah.
1.5.3 Bagi Pemerintah Kota Depok
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan pada Dinas Kebersihan da Pertamanan kota Depok untuk lebih memperhatikan petugas pengangkut sampah dalam hal prosedur kerjanya dan kesehatan pekerja.
1.5.4 Bagi Fakultas
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi mahasiswa dan dosen mengenai dermatitis kontak iritan pada khususnya.
2. Terbentuknya kerja sama antara dinas pemerintah kota dan fakultas dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa program studi kesehatan masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja pengolahan sampah di TPA Cipayung Kota Depok tahun 2010, yang dilakukan pada agustus 2010. Variabel dependen yang diteliti pada penelitian ini adalah kejadian dermatitis kontak. Sedangkan variabel independen yang diteliti pada penelitian ini adalah kondisi kulit, riwayat alergi, pengetahuan, usia, personalhygiene, penggunaan APD, dan jenis kelamin. Data tersebut diperoleh dari penelitian ini berupa data primer yang didapatkan dari pemeriksaan klinis oleh dokter, hasil kuesioner dan observasi oleh peneliti. Data sekunder berupa gambaran UPS dan proses kerja.
Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional. Populasi peneltian ini adalah 40 pekerja pengolahan sampah di TPA Cipayung Kota Depok tahun 2010, jumlah sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi. Penelitian ini perlu dilakukan karena komposisi sampah yang diolah pekerja pengolahan sampah tersebut dapat membuat pekerja beresiko dermatitis, dimana sampah-sampah tersebut mengandung zat yang bersifat toksin dan karsinogenik yang telah terakumulasi. Selain itu juga berdasarkan hasil studi pendahuluan pada 40 orang petugas pengangkut sampah di TPA Cipayung Kota Depok didapatkan 22 pekerja yang mengalami dermatitis kontak iritan dan 17 pekerja yang tidak mengalami dermatitis kontak iritan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Dermatitis Kontak
2.1.1 Definisi Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak adalah suatu penyakit keradangan pada kulit akibat induksi
baan dari luar. (Handoko, 1985)
Dermatitis kontak adalah respon dari kulit dalam bentuk peradangan yang dapat
bersifat akut maupun kronik, karena paparan dari bahan iritan eksternal yang mengenai
kulit. (Ladou, 1997)
Dermatitis kontak adalah kelainan kulit yang disebabkan oleh bahan yang
mengenai kulit, baik melalui mekanisme imunologik (melalui reaksi alergi), maupun
non-imunologik (dermatitis kontak iritan). (Hudyono, 2002)
Dermatitis yang terjadi pada pekerja adalah dermatitis kontak akibat kerja.
Dermatitis kontak akibat kerja didefinisikan sebagai penyakit kulit dimana pajanan di
tempat kerja merupakan faktor penyebab yang utama serta faktor contributor. Selain itu
menurut American Medical Association, dermatitis seringkali cukup digambarkan
sebagai peradangan kulit, timbul sebagai turunan untuk eksim, kontak (infeksi dan
2.1.2 Dermatitis Kontak Iritan
Data yang ada menunjukkan bahwa DKI mewakili sekitar 80% dari semua kasus
dermatitis kontak kerja. Sumber lain juga menyebutkan dermatitis kontak merupakan
50% dari semua PAK, terbanyak bersifat nonalergi atau iritan.
a. Definisi Dermatitis Kontak Iritan
Dermatitis kontak iritan adalah peradangan yang disebabkan oleh zat
yang ditemukan pada tempat kerja yang bersentuhan langsung dengan kulit.
(CCOHS, 2010).
Dermatitis Kontak Iritan (DKI) adalah non-reaksi kekebalan, sebagai
suatu peradangan pada kulit yang disebabkan oleh kerusakan langsung ke kulit
setelah terekspos agen berbahaya.
DKI dapat disebabkan oleh tanggapan phototoxic (misalnya, tar), paparan
akut zat-zat yang sangat menjengkelkan (misalnya, asam, basa, oxiding /
mengurangi agen), atau paparan kronis kumulatif untuk iritasi ringan (misalnya,
air, deterjen, bahan pembersih lemah) (NIOSH).
b. Kategori Dermatitis Kontak Iritan
Dermatitsi kontak iritan diklasifikasikan menjadi dermatitis kontak iritan
akut dan dermatitis kontak iritan yang menimbulkan akibat kumulatif.
1. Dermatitis iritan akut
Di tempat kerja, kasus dermatitis iritan akut sering timbul akibat
kecelakaan atau akibat kebiasaan kerja yang buruk, misalnya tidak memakai
sarung tangan, sepatu bot, atau apron bila diperlukan, atau kurang
(biasanya karena ketidaktahuan) mengenali material korosif. Dermatitis iritan
akut apat dicegah dan pekerja yang terkena tidak perlu berpindah pekerjaan.
Pendidikan kesehatan sangat penting di sini. Pemakaian sarung tangan, apro,
dan sepato bot yang kedap air saat bekerja dapat mencegah terjadinya
dermatitis akut iritan.
2. Dermatitis kontak iritan yang menimbulkan akibat kumulatf
Dermatitis kontak iritan jenis ini disebabkan kontak kulit berulang
dengan iritan lemah. Iritan lemah menyebabkan dermatitis kontak iritan pada
individu yang rentan saja. Lama waktu sejak pajanan pertama terhadap iritan
dan timbulnya dermatitis bervariasi antara mingguan hingga tahunan,
tergantung sifat iritan, frekuensi kontak, dan kerentanan pejamu.
Dermatitis akiabat iritan yang terakumulasi dicontohkan dengan
dermatitis kronis pada tangan disebabkan oleh air dan detergen di antara
pencuci piring dan ibu rumah tangga, dan dermatitis akibat cairan pemotong
logan di antara pekerja logam. Pelarut seperti bahan pengencer dan minyak
tanah bila dipakai tidak semestinya seperti sebagai pembersih kulit sering
menyebabkan dermatitis akibat iritan yang terakumulasi.
2.1.3 Gejala Dermatitis Kontak
Gejala umum dari dermatitis meliputi:
a. Gatal
b. Sakit
d. Bengkak
e. Pembentukan lepuh kecil atau bercak (gatal, lingkaran merah dengan
pusat putih) pada kulit
f. Kering, mengelupas, bersisik kulit yang dapat mengembangkan retak.
(NIOSH, 2010)
2.1.4 Diagnosis Klinis Dermatitis kontak
Diagnosis dapat ditentukan berdasarkan wawancara yang jelas, cermat dan teliti,
dan bentuk gejala klinis yang terjadi. Pertama-tama tentukan lokalisasi kelainan apakah
sesuai dengan kontak bahan yang dicurigai; yang tersering ialah daerah yang terpajan,
misalnya tangan, lengan, muka atau anggota gerak. Kemudian tentukan ruam kulit
yang ada, kelainan kulit yang akut dapat terlihat berupa eritem, vesikel, edema, bula,
dan eksudasi. Kelainan kulit yang kronis berupa hiperpigmentasi, likenifikasi, kering
dan skuamasi. Bila ada infeksi terlihat pustulasi. Bila ada penumbuhan tampak tumor,
eksudasi, lesi verukosa atau ulkus. ( RS. Siregar, 1996)
2.2Sampah
2.2.1 Definisi Sampah
Semua jenis buangan yang bersifat padat atau semi padat yang dibuang karena
tidak dipergunakan untuk tidak diinginkan. (Tchobano Glous)
Sesuatu yang tidak dapat digunakan, dibuang, yang berasal dari kegiatan atau
Sebagian dari benda atau hal-hal yang dipandang tidak digunakan, tidak
disenangi atau dibuang, sisa aktifitas kelangsungan hidup manusia. (ilmu kesehatan
lingkungan)
Sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari zat organik dan anorganik
yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan
lingkungan sekitarnya.
2.2.2 Pengolahan Sampah
Pengolahan sampah adalah suatu upaya untuk mengurangi volume sampah atau
merubah bentuk menjadi lebih bermanfaat antara lain dengan cara pengomposan,
pengeringan, dan pendaur ulangan.
a. Pengomposan
Pada dasarnya semua bahan-bahan organik padat dapat dikomposkan,
misalnya: limbah organik rumah tangga, sampah-sampah organik pasar/kota,
kertas, kotoran/limbah peternakan, limbah-limbah pertaniah, limbah-limbah
agroindustri, limbah pabrik kertas, limbah pabrik gula, limbah pabrik kelapa
sawit, dan lain-lain.
Metode atau teknik pengomposan dapat dikelompokkan menjadi tiga
kelompok berdasarkan tingkat teknologi yang dibutuhkan, yaitu :
1. Pengomposan dengan teknologi rendah (Low – Technology)
Teknik pengomposan yang termasuk kelompok ini adalah Windrow
Composting. Kompos ditumpuk dalam barisan tupukan yang disusun sejajar.
suhu apabila suhu terlalu tinggi, dan menurunkan kelembaban kompos. Teknik
ini sesuai untuk pengomposan skala yang besar. Lama pengomposan berkisar
antara 3 hingga 6 bulan, yang tergantung pada karakteristik bahan yang
dikomposkan.
2. Pengomposan dengan teknologi sedang (Mid – Technology)
Pengomposan dengan teknologi sedang antara lain adalah:
• Aerated static pile : gundukan kompos diaerasi statis
Tumpukan/gundukan kompos (seperti windrow system) diberi aerasi
dengan menggunakan blower mekanik. Tumpukan kompos ditutup dengan terpal
plastik. Teknik ini dapat mempersingkat waktu pengomposan hingga 3 – 5
minggu.
• Aerated compost bins : bak/kotak kompos dengan aerasi
Pengomposan dilakukan di dalam bak-bak yang di bawahnya diberi
aerasi. Aerasi juga dilakakukan dengan menggunakan blower/pompa udara.
Seringkali ditambahkan pula cacing (vermikompos). Lama pengomposan kurang
lebih 2 – 3 minggu dan kompos akan matang dalam waktu 2 bulan.
3. Pengomposandengan teknologi tinggi (High – Technology)
Pengomposan dengan menggunakan peralatan yang dibuat khusus untuk
mempercepat proses pengomposan. Terdapat panel-panel untuk mengatur kondisi
pengomposan dan lebih banyak dilakukan secara mekanis. Contoh-contoh
• Rotary Drum Composters
Pengomposan dilakukan di dalam drum berputar yang dirancang khusus
untuk proses pengomposan. Bahan-bahan mentah dihaluskan dan dicampur pada
saat dimasukkan ke dalam drum. Drum akan berputar untuk mengaduk dan
memberi aearasi pada kompos.
(Sumber: Isroi)
• Box/Tunnel Composting System
Pengomposan dilakukan dalam kotak-kotak/bak skala besar. Bahan-bahan
mentah akan dihaluskan dan dicampur secara mekanik. Tahap-tahap
pengomposan berjalan di dalam beberapa bak/kotak sebelum akhirnya menjadi
produk kompos yang telah matang. Sebagian dikontrol dengan menggunakan
komputer. Bak pengomposan dibagi menjadi dua zona, zona pertama untuk
bahan yang masih mentah dan selanjutnya diaduk secara mekanik dan diberi
aerasi. Kompos akan masuk ke bak zona ke dua dan proses pematangan kompos
(Sumber: Isroi)
• Mechanical Compost Bins
Sebuah drum khusus dibuat untuk pengomposan limbah rumah tangga.
2.3Pekerja
2.3.1 Definisi Pekerja
Pekerja atau Tenaga kerja (manpower) adalah seluruh penduduk dalam usia kerja
(berusia 15 tahun atau lebih) yang potensial dapat memproduksi barang dan jasa. (sensus
2000)
2.3.2 Definisi Pekerja pengolahan sampah
Pekerja pengolahan sampah adalah pekerja yang keseharianya kontak dengan
sampah, dimana mereka menyortir sampah yang terkumpul di TPA (Tempat
Pembuangan Sampah Akhir) hingga mengolahnya menjadi kompos.
2.4Faktor Zat 2.4.1 Sifat Zat
b. Agen kimia
Agen kimia merupakan penyebab utama dari penyakit kulit dan gangguan
pekerjaan. Seorang pekerja dapat terkena bahan kimia berbahaya melalui, kontak
langsung dengan permukaan yang terkontaminasi, pengendapan aerosol, dan
perendaman, atau percikan.
Agen ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu primer dan sensitizers iritasi.
1. Iritasi primer
Kebanyakan dermatitis kerja disebabkan oleh kontak dengan iritan
primer. Pertama iritan ini mengubah kimia kulit dan menghancurkan
iritan primer dapat terjadi. Iritasi primer atau langsung bertindak langsung
[image:38.612.111.543.135.524.2]pada kulit meskipun reaksi kimia.
TABEL 2.1 Iritasi Primer
Agen Produk Efek
Paraben
Propylene Glycol
Isopropyl Alcohol
kosmetik, deodoran, dan beberapa produk perawatan kulit
produk kecantikan, kosmetik dan pembersih wajah
produk perawatan kulit
kemerahan dan reaksi alergi pada kulit
kemerahan pada kulit dan dermatitis kontak
iritasi kulit dan merusak lapisan asam kulit sehingga
bakteri dapat tumbuh dengan subur. Disamping
itu, alkohol juga dapat menyebabkan penuaan dini.
(Sumber :Indonesian science forum )
2. Sensitizers
Sensitizers tidak dapat menyebabkan reaksi kulit langsung, tetapi
pemaparan berulang bisa menyebabkan reaksi alergi. Bahan kimia yang
menyebabkan sensitisasi kulit jauh lebih sedikit daripada yang
menyebabkan iritasi primer. Contohnya termasuk poison ivy, epoxy,
formaldehid, amonia, agen menghapus kuman penyakit, nikel, senyawa
b. Agen Biologi
Agen Biologi termasuk parasit, mikroorganisme, tanaman dan bahan
hewan lainnya. (NIOSH, 2010). Kandungan dalam tanaman yang dapat
menyebabkan dermatitis kontak, antara lain racun ivy (tanaman merambat),
racun pohon ek, sejenis rumput liar, primrose.
2.4.2 Lama Pajanan
Lama bekerja adalah lama waktu untuk melakukan suatu kegiatan atau lama
waktu seseorang sudah bekerja (Tim penyusun KBBI, 2001:201).
Lama bekerja adalah suatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja itu bekerja di
suatu tempat. (Handoko, 1992).
Pengalaman adalah guru yang paling baik mengajarkan kita tentang apa yang
telah kita lakukan, baik itu pengalaman baik maupun buruk, sehingga kita dapat
memetik hasil dari pengalaman tersebut. Semakin lama bekerja semakin banyak
pengalaman dan semakin banyak kasus yang ditangani akan membuat seseorang mahir
dan terampilan dalam penyelesaikan pekerjaan.
Lama bekerja menurut Handoko (1992) dikategorikan menjadi 2 (dua), yaitu :
1. Lama bekerja kategori baru : < 3 tahun
2. Lama bekerja kategori lama : > 3 tahun
Sedangkan menurut Dalyono (1997) bahwa tenaga kerja yang telah bekerja 6-15
tahun diharapakan telah memiliki pengalaman dan keterampilan yang dibutuhkan untuk
Masa kerja juga berpengaruh terhadap terjadinya dermatitis. Hal ini berhubungan
dengan pengalaman kerja, sehingga pekerja yang lebih lama bekerja jarang terkena
dermatitis dibandigkan dengan pekerja yang masih sedikit pengalamannya (Hipp, 1985).
Pekerja yang bekerja dalam jangka panjang sangat jarang terkena dermatitis,
kecuali pekerja yang mengalami perpindahan tempat. (HSE, 2000)
Hubungan lama kerja dengan masa kerja, terlihat dalam beberpa penelitian
terdahulu, yaitu:
1. Trihapsoro (2008) telah melakukan penelitian pada pekerja industri batik di Surakarta,
pekerja dengan masa kerja ≥1 tahun lebih banyak menderita dermatosis daripada yang
masa kerjanya <1.
2. Pada penelitian Dinny Suryani di LPA Benowo Surabaya terdapat hubungan yang
signifikan antara lama kerja dengan kejadian dermatitis.
3. Penelitian Suryani pada pekerja pencuci botol, didapatkan hasil bahwa pada pekerja
yang masa kerjanya ≤ 1 tahun terdapat 12 orang yang mengalami dermatitis dan pekerja
yang masa kerjanya ≥ 2 tahun sebanyak 15 orang yang mengalami dermatitis.
4. Penelitian Erliana pada pekerja di CV. F Loksumawe didapatkan hasil bahwa adanya
hubungan yang bermaka antara masa kerja dengan kejadian dermatitis kontak dengan P
Value sebesar 0,018. Pada penelitian ini diketahui pekerja yang memiliki masa kerja 6-9
tahun sebanyak 61,5% yang menderita dermatitis, sedangkan pekerja denga masa kerja 1
2.5 Faktor Lingkungan
Agen fisik seperti suhu dan kelembaban (panas atau dingin) dan radiasi (UV /
radiasi matahari). Agen fisik seperti panas, dingin, dan radiasi dapat menyebabkan
dermatitis kerja.
2.5.1 Suhu dan Kelembaban
Kelembaban tinggi mengurangi efektivitas penghalang epidermis. Kelembaban
rendah dan chapping menyebabkan dingin dan pengeringan dari epidermis. Dampak dari
suhu dingin dapat menyebabkan radang dingin dan mengakibatkan kerusakan pembuluh
darah permanen. Kriogenik gas dan cairan juga dapat menyebabkan kerusakan sel kulit
dan dalam radang dingin. Beberapa cryogenic cairan termasuk nitrogen, argon, dan
helium.
Panas dapat melunakkan lapisan luar kulit, menyebabkan panas ruam. Burns can
result from electric shock, contact Burns dapat terjadi karena sengatan listrik,
berhubungan dengan benda panas, logam cair dan kaca, dan pelarut atau deterjen
digunakan untuk meningkatkan suhu. (NIOSH, 2010)
2.5.2 Radiasi UV/ Radiasi Matahari
Sinar matahari adalah sumber terbesar yang merusak kulit dan radiasi dapat
menyebabkan kanker kulit jika kulit berulang kali terbakar. Sebentar atau kontak lama
dengan buatan ultra violet (UV) sumber cahaya seperti logam cair dan kaca, pengelasan,
dan obor plasma juga dapat membakar kulit.
TABEL 2.2 Jenis Radiasi UV
Jenis Radiasi Ultraviolet
TypeRadiasi ultraviolet General Features Radiasi ultraviolet A (UVA, panjang gelombang UV)
Tidak disaring di atmosfer Melewati kaca
Memproduksi penyamakan beberapa
Pernah dianggap tidak berbahaya tetapi sekarang diyakini berbahaya dalam jangka panjang
Level tetap relatif konstan sepanjang hari
Radiasi ultraviolet B (UVB, radiasi sinar matahari)
Beberapa disaring di atmosfer oleh lapisan ozon Tidak melewati kaca
Menyebabkan kulit terbakar, kulit, kerutan, penuaan kulit dan kanker kulit
Intensitas tertinggi pada tengah hari
Radiasi ultraviolet C
(UVC, gelombang pendek UV)
Disaring di atmosfer oleh lapisan ozon sebelum bumi mencapai.Sumber buatan,menghapus kuman penyakit ,Membakar
kulit, menyebabkan kanker kulit
(Sumber:ccohs, 2010)
2.6 Individu 2.6.1 Daerah Kulit
Dermatitis kontak okupasional biasanya mengenai tangan, lengan bawah dan wajah,
a. Dermatitis pada tangan
Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering di
tangan. Demikian pula dermatitis kontak akibat kerja paling banyak ditemukan di
tangan. Sebagian besar memang disebabkan oleh bahan iritan. Bahan penyebabnya
[image:43.612.110.546.135.518.2]misalnya deterjen, antiseptik, getah sayuran/tanaman, semen dan pestisida.
Gambar 2.1 Dermatitis pada tangan
b. Dermatitis pada wajah
Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan bahan kosmetik, obat
topikal, alergen yang ada di udara, nikel (tangkai kaca mata). Bila di bibir atau
sekitarnya mungkun disebabkan oleh lipstik, pasta gigi dan getah buah-buahan.
Dermatitis di kelopak mata dapat disebabkan oleh cat kuku, cat rambut, perona mata
Gambar 2.2 Dermatitis pada wajah
c. Dermatitis pada lengan
Alergen umumnya seperti pada tangan, misalnya oleh jam tangan (nikel),
sarung tangan karet, debu semen dan tanaman.
Gambar 2.3 Dermatitis pada lengan
(Sumber: skinsight.com) d. Dermatitis pada kaki
Dermatitis pada kaki biasanya terjadi pada paha dan tungkai bawah.
Dermatitis pada bagian ini disebabkan oleh pakaian, dompet, kunci (nikel) di saku,
kaos kaki nilon, obat topikal (anestesi lokal, neomisin, etilendiamin), semen,sandal
Gambar 2.4 Dermatitis pada kaki
(Sumber: herbal-software.com)
2.6.2 Kondisi Kulit
Kondisi kulit yang berhubungan dengan dermatitis adalah trauma mekanis yang
meliputi gesekan, tekanan, lecet, luka dan memar (goresan, luka dan memar). Trauma di
tempat kerja bisa ringan, sedang, atau berat dan terjadi sebagai peristiwa tunggal atau
berulang. Gesekan hasil dalam pembentukan sebuah melepuh atau kalus. luka kulit
lainnya dapat terjadi dari kontak dengan benda tajam atau dari diserang oleh benda
berat. Sebuah contoh bahan yang dapat menyebabkan adalah kaca berserat, yang dapat
menyebabkan iritasi, gatal, dan menggaruk. Sekunder, infeksi dapat mempersulit lecet,
kapalan, atau istirahat di kulit. (NIOSH, 2010)
Trauma gesekan berulang dalam kelas rendah sering memainkan peran dalam
pengembangan dermatitis kontak alergi dan dermatitis kontak iritan. Dermatitis kontak
iritan friksional sering menyebabkan pengerasan progresif, penebalan dan ketangguhan
2.6.3 Jenis Kelamin
Jenis kelamin adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan
dilihat dari segi nilai dan tingkah laku (Wabster’s New World Dictionary). Dalam hal
penyakit kulit perempuan dikatakan lebih berisiko mendapat penyakit kulit akibat kerja
dibandingkan dengan pria.
2.6.4 Ras
Faktor individu yang meliputi jenis kelamin, ras dan keturunan merupakan
pendukug terjadinya dermatitis kerja (HSE, 2000). Ras Manusia adalah karakteristik luar
yang diturunkan secara genetik dan membedakan satu kelompok dari kelompok lainnya.
Ras manusia dapat dikategorikan sebagai berikut, yaitu:
a. Ras Khoisan (orang Bushmen atau Hottentot dari Afrika Selatan)
Ras manusia yang mendiami daerah barat daya Afrika, terutama di
Namibia, Botswana dan Afrika Selatan. Ras ini adalah ras yang sangat menarik
sebab dianggap ras tertua atau cabang pertama yang berpisah dari ras utama
manusia lainnya.
b. Ras Australoid
Ras manusia yang mendiami bagian selatan India, Sri Lanka, beberapa
kelompok di Asia Tenggara, Papua, kepulauan Melanesia dan Australia. Ciri
khas utama ras ini ialah berambut keriting hitam dan berkulit hitam. Namun
beberapa anggota ras ini di Australia berambut pirang dan rambutnya tidaklah
keriting melainkan lurus. Selain itu beberapa orang Asli di Malaysia kulitnya
c. Ras Negroid (Kulit Hitam)
Ras manusia yang banyak mendiami benua Afrika di sebelah selatan
gurun Sahara. Keturunan mereka banyak mendiami Amerika Utara, Amerika
Selatan dan juga Eropa serta Timur Tengah. Ciri khas utama anggota ras negroid
ini ialah kulit yang berwarna hitam dan rambut keriting. Meski begitu anggota
ras Khoisan dan ras Australoid yang berkulit hitam dan berambut keriting
tidaklah termasuk ras manusia ini.
d. Ras Kaukasoid (Kulit Putih)
Ras manusia yang sebagian besar menetap di Eropa, Afrika Utara, Timur
Tengah, Pakistan dan India Utara. Keturunan mereka juga menetap di Australia,
Amerika Utara, sebagian dari Amerika Selatan, Afrika Selatan dan Selandia
Baru. Anggota ras Kaukasoid biasa disebut "berkulit putih", namun ini tidak
selalu benar. Oleh beberapa pakar misalkan orang Ethiopia dan orang Somalia
dianggap termasuk ras Kaukasoid, meski mereka berambut keriting dan berkulit
hitam, mirip dengan anggota ras Negroid.
e. Ras Mongoloid (Kulit Putih)
Ras manusia yang sebagian besar menetap di Asia Utara, Asia Timur,
Asia Tenggara, Madagaskar di lepas pantai timur Afrika, beberapa bagian India
Timur Laut, Eropa Utara, Amerika Utara, Amerika Selatan, dan Oseania.
Anggota ras Mongoloid biasa disebut "berkulit kuning", namun ini tidak selalu
benar. Orang Indian di Amerika dianggap berkulit merah dan orang Asia
Tenggara seringkali berkulit coklat muda sampai coklat gelap. Ciri khas utama
lahir dan lipatan pada mata yang seringkali disebut mata sipit. Selain itu anggota
ras manusia ini seringkali juga lebih kecil dan pendek daripada ras Kaukasoid.
(Charles darwin)
Berdasarkan ras, ras Kaukasia lebih rentan terhadap dermatitis kontak
iritan dari pada Black Afrika,dan Afrika-Amerika.
2.6.5 Riwayat Alergi Keluarga
Dalam melakukan diagnosis dermatitis kotak dapat dilakukan dengan berbagai
cara diantaranya adalah dengan melihat sejarah dermatologi termasuk riwayat keluarga,
aspek pekerjaan atau tempat kerja, sejarah alergi (misalnya alergi terhadap obat-obatan
tertentu), dan riwayat lain yang berhubungan dengan dermatitis (Putro, 1985).
Alergi dapat diturunkan dari orang tua atau kakek/nenek pada penderita. Bila ada
orang tua menderita alergi kita harus mewaspadai terhadap alergi pada anak sejak dini.
Bila ada salah satu orang tua yang menderita gejala alergi maka dapat menurunkan
resiko pada anak sekitar 20-40%, kedua orang tua alergi resiko meningkat menjadi
40-80%. Sedangkan bila tidak ada riwayat alergi pada kedua orang tua maka resikonya
adalah 5-15%. Pada kasus terakhir ini bisa saja terjadi bila nenek, kakek atau saudara
dekat orang tuanya mengalami alergi. Bisa saja alergi pada saat anak timbul, setelah
menginjak usia dewasa akan banyak berkurang. (Widodo Judarwanto, 2000)
Jelas bahwa faktor-faktor keturunan ikut memegang peranan. Jika kedua
orangtua memiliki dermatitis atopik, sekitar 80% anak-anaknya mengalami perubahan
Berdasarkan penelitian Fatma, dkk pada pekerja di PT IPPI, diketahui responden
yang tidak mempunyai riwayat alergi keluarga dan dermatitis sebesar 44,4%, sedangkan
responden yang mempunyai riwayat alergi keluarga dan dermatitis kontak sebesar
57,7%.
2.6.6 Riwayat Pekerjaan sebelumnya
Umumnya pekerja di indonesia pernah bekerja pada lebih dari satu tempat kerja.
Hal ini memungkinkan terdapat pekerja yang sebelumnya telah terkena penyakit akibat
kerja dan terbawa hingga ke tempat kerja yang baru. Pada pekerjaan sebelumnya
memilki riwayat penyakit dermatitis, merupakan kandidat utama untuk terkena penyakit
dermatitis. Hal ini karena kulit pekerja tersebut sensitif terhadap berbagai macam zat
kimia. Jika terjadi inflamasi maka zat kimia akan lebih mudah dalam mengiritasi kulit,
sehingga kulit lebih mudah terkena dermatitis ( Cohen, 1999).
Berdasarkan penelitian Fatma, dkk pada pekerja di PT IPPI, diketahui adanya
hubungan yang bermakna antara riwayat pekerjaan sebelumnya dengan kejadian
dermatitis kontak., yaitu dengan P value sebesar 0,042 %.
2.6.7 Usia
Usia merupakan salah satu unsur yag tidak dapat dipisahkan dari individu. Selain
itu usia juga merupakan salah satu faktor yang dapat memperparah terjadinya dermatitis
kontak. Walaupun untuk usia yang dapat terkena dermatitis tidak spesifik, tetapi ada
kesepakatan luasbahwa insiden mengikuti distribusi bimodal, dengan satu puncak
yang lebih muda biasanya ditempatkan pada area yang langsung berhubungan dengan
bahan kimia dibandingkan pekerja yang tua. Pekerja muda juga memiliki kecenderungan
untuk tidak menghargai keselamatan dan kebersihan, sehingga berpotensi terkena kontak
dengan bahan kimia. Selain itu pekerja yang lebih tua biasanya lebih banyak memilki
pengalaman. Hal ini berbanding terbalik dengan kondisi kulit mereka. Pada usia kulit
yang lebih tua menjadi lebih kering dan lebih rentan terhadap infeksi ( Cohen, 1999).
Pada pekerja dengan usia lanjut terjadi peningkatan kerentanan terhadap bahan iritan dan
kegagalan dalam pengobatan, sehingga timbul dermatitis kronik (Cronin, 1980).
Dari sisi usia, umur 15-24 tahun merupakan usia dengan insiden penyakit kulit
akibat kerja tertinggi. Hal tersebut disebabkan pengalaman yang masih sedikit dan
kurangnya pemahaman mengenai kegunaan alat pelindung diri. (suara pembaruan,
2010).
Hubungan antara kejadian dermatitis dengan umur, dapat terlihat dari beberapa
penelitian terdahulu, yaitu:
a.Pada penelitian Dinny Suryani di LPA Benowo Surabaya terdapat hubungan
yang signifikan antara usia dengan kejadian dermatitis.
b.Penelitian yang dilakukan oleh Trihapsoro (2008) terhadap pasien rawat jalan
di Sub Bagian Alergi Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUP H.
Adam Malik Medan dengan diagnosis dermatitis kontak alergik, berdasarkan
penelitian tersebut diperoleh hasil kelompok usia tertinggi pada perempuan
adalah 31-40 tahun (17,5%) dan pada laki-laki adalah 61-70 tahun (12,5%).
(masing-masing 12,5%) dan pada laki-laki 21-30 tahun dan 41-50 tahun
(masing-masing 5,0%).
c.Penelitian PT Inti Pntja Press Industri (IPPI), berdasrkan hasil analisis
hubungan antara usia pekerja dengan kejadian dermatitis diperoleh sebanyak
26 dari 43 pekerja yang berusia ≤ 30 tahun terkena dermatitis kontak dan
untuk pekerja yang berusia > 30 tahun yang terkena dermatitis kontak sekitar
13 orang. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pekerja muda lebih beresiko
terkena dermatitis kontak. (MAKARA, 2007)
d.Pada penelitian Diepge, dkk tahun 2003 pada pekerja konstruksi, didapatkan
sebesar 47% pekerja pada usia muda (18-39 tahun).
2.6.8 Personal Hygiene
Kebersihan Perorangan adalah konsep dasar dari pembersihan, kerapihan dan
perawatan badan kita. Sangatlah penting untuk pekerja menjadi sehat dan selamat
ditempat kerja. Kebersihan perorangan pekerja dapat mencegah penyebaran kuman dan
penyakit, mengurangi paparan pada bahan kimia dan kontaminasi, dan melakukan
pencegahan alergi kulit, kondisi kulit dan sensitifitas terhadap bahan kimia. Kebersihan
perorangan yang dapat mencegah terjadinya dermatitis kontak antara lain:
a. Mencuci tangan
Personal hygiene ini dapat digambarkan melalui kebiasaan mencuci
tangan, karena tangan adalah anggota tubuh yang paling sering kontak dengan
kondisi kulit yang rusak. Kebersihan pribadi merupakan salah satu usaha
pencegahan dari penyakit kulit tapi hal ini juga tergantung fasilitas kebersihan
yang memadai, kualitas dari pembersih tangan dan kesadaran dari pekerja untuk
memanfaatkan segala fasilitas yang ada (Cohen, 1999).
Dalam melakukan aktivitasnya pekerja sebaiknya mencuci tangannya
secara berkala selama sehari, yaitu:
• Sebelum dan sesudah menggunakan toilet, sebelum atau sesudah melakukan
aktivitas tertentu.
• Sebelum, selama & sesudah menyiapakan makanan, sebelum beristirahat
makan, minum, & merokok.
• Ketika batuk, bersin/ meniup hidung, dan pekerja berada didekat seseorang
yang sedang sakit untuk mengontrol penyebaran kuman yang dapat
menyebabkan pilek dan flu
• Ketika memasak/ membungkus makanan, mencegah makanan dari kerusakan
dan mengurangi kontaminasi. Ketika menangani makanan jangan menggaruk/
memegang telinga, hidung, mulut, ataui luka terbuka. Cuci tangan setelah
menggunakan sarung tangan atau tissue. (HiperKes, 2010)
Mencuci tangan bukan hanya sekedar meggunakan sabun dan
membilasnya dengan air, tetapi mencuci tangan memiliki prosedur juga agar
tangan kita benar-benar dikatakan bersih. Kesalahan dalam mencuci tangan
ternyata kedapat menjadi salah satu penyebab dermatitis, misalnya kurang bersih
dalam mencuci tangan dan kesalahan dalam pemiliha jenis sabun yang dapat
permukaan kulit, dan kebiasaan tidak megeringkan tangan setelah selesai
mencuci tangan yang dapat meyebabkan tangan menjadi lembab. Oleh karena itu
World Health Organization (2005) merekomendasikan cara mencuci tangan
yang baik, yaitu minimal menggunakan air dan sabun. Cara memcuci tangan
[image:53.612.112.559.132.678.2]yang baik dapat terlihat dalam gambar berikut ini.
GAMBAR 2.5
Cara Mencuci Tangan dengan Antiseptik
GAMBAR 2.6
Cara Mencuci Tangan dengan Sabun dan Air
Mencuci tangan dapat mencegah terjadinya dermatitis kontak tetapi
dalam pekerjaan yang melibatkan berulang mencuci tangan atau paparan
berulang kulit terhadap air, bahan makanan, dan iritan lanilla dapat menyebabkan
resiko dermatitis kontak iritan. Prevalensi dermatitis tangan kerja ditemukan
menjadi 55,6% dalam 2 unit perawatan intensif dan 69,7% pada pekerja paling
tinggi terkena (yang melaporkan frekuensi mencuci tangan> 35 kali per shift).
Frekuensi cuci tangan lebih dari 35 kali per shift dikaitkan kuat dengan
dermatitis tangan kerja. (emedicine.medscape, 2007)
b. Mencuci Pakaian
Kebersihan pakaian kerja juga perlu diperhatikan. Sisa bahan kimia yang
menempel di baju dapat menginfeksi tubuh bila dilakukan pemakaian berulang
kali. Baju kerja yang telah terkena bahan kimia akan menjadi masalah baru bila
dicuci di rumah (Olifshiski, 1985). Karena apabila pencucian baju dicampur
dengan baju anggota keluarga lainnya maka keluarga pekerja juga akan terkena
dermatitis. Sebaiknya baju pekerja dicuci setelah satu kali pakai atau minimal
dicuci sebelum dipakai kembali (Hipp, 1985).
Personal Hygiene dapat menyebabkan dermatitis, hal ini dapat terlihat
dalam penelitian sebelumnya, yaitu:
1. Berdasarkan penelitian Metty Carina pada pekerja pengangkut sampah kota
Palembang tahun 2008, menunjukkan bahwa ada hubungan hygiene pribadi
dengan kejadian dermatitis pada pekerja pengangkut sampah.
2. Penelitian Fatma, dkk pada pekerja di PT IPPI terdapat 29 orang yang
mengalami dermatitis kontak walaupun memiliki personal hygiene yang
baik.
2.6.9 APD (Alat Pelindung Diri)
a. Jenis, Fungsi dan Syarat APD
Jenis APD adalah banyak macamnya menurut bagian tubuh yang
dilindunginya (Suma’mur PK, 1989:296). Beberapa perusahaan ada yang
menggunakan beberapa macam alat pelindung diri, hal ini disesuaikan dengan
potensi bahaya yang ada. Namun ada juga perusahaan yang tidak juga
menyediakan alat pelindung diri tertentu walaupun terdapat potensi bahaya yang
dapat dicegah dengan alat pelindung diri tersebut.
Hal ini dapat disebabkan tidak adanya biaya ataupun disebabkan
kurangnya pengertian dari perusahaan akan pentingnya penggunaan alat
pelindung diri tersebut. Adapun jenis alat pelindung diri yang akan dibahas disini
hanya beberapa jenis saja sesuai dengan yang paling sering digunakan
diperusahaan, yaitu:
1. Alat Pelindung Kepala
Pemakaian alat pelindung ini bertujuan untuk melindungi kepala dari terbentur
dan terpukul yang dapat menyababkan luka juga melindungi kepala dari panas,
radiasi, api dan bahan-bahan kimia berbahaya serta melindungi agar rambut
2. Alat Pelindung Mata
Kaca mata pengaman diperlukan untuk melindungi mata dari kemungkinan
kontak bahaya karena percikan atau kemasukan debu, gas, uap, cairan korosif,
partikelmelayang, atau terkena raidasi gelombang elektromagnetik. Terdapat
tiga bentuk alat pelindung diri mata yaitu kaca mata dengan atau tanpa
pelindung samping (side shild), goggles, (cup type and box type) dan tameng
muka.
3. Alat Pelindung Telinga
Selain berguna untuk melindungi pemakainya dari bahaya percikan api atau
logam panas, alat ini juga bekerja untuk mengurangi Intensitas suara yang
masuk dalam telinga.
Ada dua macam alat pelindung telinga yaitu, sumbat telinga (ear plug) dan
tutup telinga (ear muff) yang lebih efektif dibandingkan ear plug.
4. Alat Pelindung Pernafasan
Merupakan alat yang berfungsi untuk melindungi pernafasan terhadap gas,
uap, debu, atau udara yang terkontaminasi di tempat kerja yang bersifat racun,
korosi maupun rangsangan. Alat pelindung pernafasan dapat berupa masker
yang berguna mengurangi debu atau partikel-partikel yang lebih besar yang
masuk kedalam pernafasan. Masker ini biasanya terbuat dari kain dan juga
respirator yang berguna untuk melindungi pernafasan dari debu, kabut, uap
logam, asap dan gas. Respirator dapat dibedakan atas: chemikal respirator,
mechanical respirator, dan cartidge atau canister respirator dengan Salt
yang terdapat gas beracun atau kekurangan oksigen serta Air Supplay
Respirator yang mensuplai udara bebas dari tabung oksigen.
5. Alat Pelindung Tangan
Alat ini berguan untuk melindungi tangan dari benda-benda tajam,
bahan-bahan kimia, benda panas atau dingin dan kontak arus listrik. Alat pelindung
ini dapat terbuat dari karet, kulit, dan kain katun.
6. Alat Pelindung Kaki
Alat ini berguna untuk melindungi kaki dari benda-benda tajam, larutan kimia,
benda panas dan kontak listrik. Dapat terbuat dari kulit yang dilapisi Asbes
atau Chrom. Sepatu keselamatan yang dilengkapi dengan baja diujungnya dan
sepatu karet anti listrik.
7. Pakaian Pelindung
Alat ini berguna untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuh dari percikan
api, panas, dingin, cairan kimia dan oli, Bahan dapat terbuat dari kain drill,
kulit, plastik, asbes atau kain yang dilapisi aluminium.
b. Tujuan dan Manfaat APD
Upaya kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu aspek
perlindungan tenaga kerja untuk mencapai produktivitas yang optimal.
Pengendalian secara teknologis terhadap potensi bahaya atau penyakit akibat
kerja adalah tugas pokok dalam usaha pencegahan kecelakaan. Pemanfaatan
APD oleh tenaga kerja sampai saat ini masih merupakan masalah rumit dan sulit
Tujuan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) adalah untuk melindungi
tubuh dari bahaya pekerjaan yang dapat mengakibatkan penyakit atau kecelakaan
kerja, sehingga penggunaan alat pelindung diri memegang peranan penting. Hal
ini penting dan bermanfaat bukan saja untuk tenaga kerja tetapi untuk
perusahaan.
Manfaat Bagi Tenaga Kerja
1) Tenaga kerja dapat bekerja dengan perasaan lebih aman untuk terhindar
dari bahaya-bahaya kerja.
2) Dapat mencegah kecelakan akibat kerja
3) Tenaga kerja dapat memperoleh derajat kesehatan yang sesuai hak dan
martabatnya sehingga tenaga kerja akan mampu bekerja secara aktif dan
produktif.
4) Tenaga kerja bekerja dengan produktif sehingga meninggkatkan hasil
produksi. Hal ini akan menambah keuntungan bagi tenaga kerja yaitu berupa
kenaikan gaji atau jaminan sosial sehingga kesejahteraan akan terjamin.
Manfaat Bagi Perusahaan
1) Meningkatkan produksi perusahaan dan efisiensi optimal
2) Menghindari hilangnya jam kerja akibat absensi tenaga kerja
3) Penghematam biaya terhadap pengeluaran ongkos pengobatan serta
c. Penatalaksanaan Penggunaan APD
Perusahaan memutuskan untuk menggunakan pemakaian alat pelindung
diri sebagai upaya terakhir dalam mengendalikan bahaya di tempat kerja.
Langkah-langkah yang harus dilakukan:
1) Menyusun kebijaksanaan penggunaan dan pemakaian alat pelindung diri
secara tertulis, serta mengkomunikasikannya kepada semua tenaga kerja dan
tamu yang mengunjungi perusahaan tersebut.
2) Memilih dan menempatkan jenis alat pelindung diri yang sesuai dengan
potensi bahaya yang terdapat di tempat kerja.
3) Melaksanakan program pelatihan penggunaan alat pelindung diri untuk
meyakinkan tenaga kerja agar mereka mengerti dan tahu cara
menggunakannya.
4) Menerapkan penggunaan dan pemakaian alat pelindung diri serta
pemeliharaannya.
d. Dasar Hukum
Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja menetapkan
syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang berkaitan dengan alat pelindung diri
kepada pekerja.
Pasal 9 ayat 1 (satu) Undang-undang No.1 tahun 1970 mewajibkan
manajemem Perusahaan untuk menunjukkan dan menjelaskan:
1) Kondisi-kondisi dan bahaya serta yang dapat timbul dalam tempat
kerjanya.
kerja
3) Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan.
4) Cara-cara dan sikap kerja yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.
Pasal 12 (b) Undang-undang No.1 tahun 1970 mengatur mengenai
kewajiban dan hak tenaga kerja untuk memakai alat-alat pelindung diri.
Pasal 14 (c) Menyediakan secara cuma-cuma semua alat pelindung diri
yang diwajibkan pada tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya dan
menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut disertai
dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas
atau keselamatan kerja.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per 03/Men/1982
tentang pelayanan kesehatan kerja.
1) Pasal 1 ayat dua (2) Tujuan Pelayanan Kesehatan Kerja
“Melindungi tenaga kerja terhadap setiap gangguan kesehatan yang
timbul dari pekerjaan atau lingkungan kerja”
2) Pasal 2 ayat satu (1) Tugas Pokok Pelayanan Kesehatan Kerja meliputi:
“Memberikan nasehat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat
kerja” Pemilihan alat pelindung diri yang diperlukan dan zat gizi serta
penyelenggaraan makanan ditempat kerja.
Berdasarkan penelitian Dewi Chusnul Chotimah di TPA Tanjung Rejo
Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus pada tahun 2006, diketahui bahwa adanya
hubungan yang signifikan antara penggunaan sarung tangan dengan kejadian
Berdasarkan penelitian Suryani pada pekerja pencuci botol pada tahun,
didapatkan hasil sebanyak 23 orang yang mengalami dermatitis kontak dari 30
orang yang tidak megggunakan APD yang lengkap. Sedangkan pekerja yang
menggunakan APD lengkap yang mengalami dermatitis kontak, yaitu sebanyak 4
orang dari 16 orang.
2.6.10 Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (ovent behavior). Dari pengalaman dan penelitian
ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku
yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang cukup didalam domain kognitif
mempunyai 6 tingkat yaitu: (Notoadmodjo, 2003)
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dan seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu ”tahu” ini
adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rencah. Kata kerja untuk
mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari yaitu menyebutkan,
menguraikan, mengidentifikasi, menyatakan dan sebagainya.
2. Memahami (Comprehention)
Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
benar. Orang yang telah paham terhadap tempat atau materi terus dapat
menje