• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makna Warna Bagi Masyarakat Tionghoa.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Makna Warna Bagi Masyarakat Tionghoa."

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

MAKNA WARNA BAGI MASYARAKAT

TIONGHOA

SKRIPSI

Oleh:

Anita Novyanti Purba

070710004

DEPARTEMEN SASTRA CINA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011

(2)

Abstrak

Penelitian ini membahas tentang Makna Warna Bagi Masyarakat Tionghoa. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kepercayaan masyarakat Tionghoa akan makna warna dalam kehidupan yang terlihat pada berbagai perayaan atau upacara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui warna yang digunakan pada perayaan masyarakat tionghoa, serta mengetahui makna warna bagi masyarakat Tionghoa pada perayaan. Metode penulisan yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah teori semiotic, yang digunakan untuk menganalisis makna dari setiap warna tersebut.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa warna memiliki bagian tersendiri dalam kebudayaan Tionghoa. Masyarakat Tionghoa percaya bahwa setiap warna membawa makna tersendiri dalam kehidupan mereka, setiap perayaan, mereka menggunakan warna khusus yang memiliki makna

(3)

Abstract

This paper which is eulitled “Makna Warna Bagi Masyarakat Tionghoa”. Is talking about meaning of colour for Chinese people. The background is the faithfulness of Chinese about the meaning of colours in this life which is seemed in several celebrations or ceremonies. This paper aims to know the usage of colours in Chinese celebration and meanings. The method used in this paper is descriptive. Theory used in this paper is semiotics theory, which is used to analyze the meaning of each colours.

The result shows that color has its own part in Chinese culture. Chinese people believes that each colour bring its own meaning in their live, every culture ceremony, their used a special colour concerning to the meaning of the colour.

Keywords : Color, culture, Tionghoa   

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(4)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberkati dan member kekuatan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Skripsi yang berjudul Makna Warna Bagi Masyarakat Tionghoa ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Departemen Sastra Cina Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Banyak pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam proses menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU.

2. Ibu Dr. T. Thyrhaya Zein, M.A., sebagai Ketua Departemen Sastra Cina dan Ibu Dra. Nur Cahaya Bangun, M.Si., sebagai Sekretaris Departemen Sastra Cina Fakultas Ilmu Budaya USU yang memberikan dukungan kepada penulis mengikuti perkuliahan di Departemen Sastra Cina.

3. Ibu Dra. Nur Cahaya Bangun, M.Si., sebagai dosen pembimbing I yang telah banyak memberi perhatian kepada penulis dan kesabaran yang luar biasa membimbing penulis, memotivasi penulis, bahkan rela meluangkan waktu Beliau selama penulisan skripsi ini.

4. Laoshi Tjioe Bie Hwa, M.A., sebagai dosen pembimbing II yang telah membimbing dan memberikan ilmu dan masukan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Prof. Syaifuddin, M.A., Ph. D., sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis selama menjadi mahasiswa.

6. Bapak dan Ibu staf pengajar Departemen Sastra Cina Fakultas Ilmu Budaya USU yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengajaran selama penulis mengikuti perkuliahan.

(5)

material kepada penulis sehingga penulis dapat sampai seperti ini. Semua ini penulis persembahkan buat ayah dan bunda semoga ilmu yang penulis dapat bisa bermanfaat dan membalas segala pengorbanan, kesabaran, kesetiaan yang telah ayah dan ibu berikan.

8. Keluarga besar Purba : kak Ike Sriwardini Purba. Spd, kak Emmy Intansari Purba. S.Sos (Sermy), abang saya Ade Dody Putera Poerba. ST (Goindra), abang ipar saya Syahman Sidabalok. Spd (Romy), Keponakan saya Yovelyn Sidabalok (si kompeng) yang setia mendoakan penulis dan selalu memotivasi.

9. My sweet heart Jefri Hower Hutagalung yang selalu setia disamping saya untuk membantu, memotivasi dan mendoakan saya dalam menyelesaikan skripsi ini, serta senantiasa menemani saya baik dalam keadaan suka maupun duka dan rela meluangkan waktu untuk menghibur penulis saat mengalami kesulitan dalam mengerjakan skripsi. 10.Saudara saya tante Donna dan Uda Benny, Tante Hotmauli, Oppung

Darius, Tulang dan Nantulanng Darius, Tulang dan Nantulanng Daniel beserta sepupu-sepupu saya yang senantiasa mendoakan saya dalam menulis skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi perkembangan ilmu linguistik pada masa yang akan datang.

Akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat menambah wawasan pengetahuan pembaca.

Medan, Juni 2011

Penulis,

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK PRAKATA DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang masalah ... 1

1.2 Batasan Masalah ... 6

1.3 Rumusan Masalah ... 6

1.4 Tujuan ... 7

1.5 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II. KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Konsep ... 8

2.1.1 Kebudayaan ... 8

2.1.2 Warna ... 10

2.1.3 Masyarakat ... 11

2.1.4 Tionghoa ... 12

2.2 Landasan Teori ... 14

2.3 Tinjauan Pustaka ... 16

BAB III. METODE PENELITIAN ... 17

3.1 Pendekatan ... 17

3.2 Data dan Sumber Data ... 18

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 18

3.1 Studi Kepustakaan ... 18

(7)

BAB IV. PEMBAHASAN ... 21

4.1 Latar Belakang Sosial Budaya Masyarakat Tionghoa ... 21

4.1.1 Masyarakat Tionghoa di Indonesia ... 21

4.1.2 Sejarah Tionghoa di Kota Medan ... 25

4.1.3 Sistem Kekerabatan ... 26

4.1.3.1 Perkawinan ... 26

4.1.3.2 Pemilihan Jodoh ... 27

4.1.3.3 Mas Kawin ... 27

4.1.3.4 Kedudukan Wanita ... 28

4.1.3.5 Sistem Kemasyarakatan ... 28

4.1.4 Bahasa ... 29

4.1.5 Agama dan Kepercayaan ... 31

4.1.5.1 Aliran Kepercayaan Tao ... 31

4.1.5.2 Aliran Kepercayaan Kong Hu Cu ... 32

4.1.5.3 Agama Buddha ... 34

4.2 Perayaan - perayaan Masyarakat Tionghoa ... 35

4.2.1 Perayaan Tahun Baru Imlek ... 35

4.2.2 Cap Go Meh ... 38

4.3 Jenis Warna Yang Digunakan Masyarakat Tionghoa Pada Perayaan atau Upacara ... 40

4.2.1 Warna Merah... 40

4.2.2 Warna Kuning atau Keemasan ... 43

4.4 Makna Warna Dalam Perayaan atau Upacara Masyarakat Tionghoa ... 43

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 45

5.1 Kesimpulan ... 45

5.2 Saran ... 45

(8)

Abstrak

Penelitian ini membahas tentang Makna Warna Bagi Masyarakat Tionghoa. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kepercayaan masyarakat Tionghoa akan makna warna dalam kehidupan yang terlihat pada berbagai perayaan atau upacara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui warna yang digunakan pada perayaan masyarakat tionghoa, serta mengetahui makna warna bagi masyarakat Tionghoa pada perayaan. Metode penulisan yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah teori semiotic, yang digunakan untuk menganalisis makna dari setiap warna tersebut.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa warna memiliki bagian tersendiri dalam kebudayaan Tionghoa. Masyarakat Tionghoa percaya bahwa setiap warna membawa makna tersendiri dalam kehidupan mereka, setiap perayaan, mereka menggunakan warna khusus yang memiliki makna

(9)

Abstract

This paper which is eulitled “Makna Warna Bagi Masyarakat Tionghoa”. Is talking about meaning of colour for Chinese people. The background is the faithfulness of Chinese about the meaning of colours in this life which is seemed in several celebrations or ceremonies. This paper aims to know the usage of colours in Chinese celebration and meanings. The method used in this paper is descriptive. Theory used in this paper is semiotics theory, which is used to analyze the meaning of each colours.

The result shows that color has its own part in Chinese culture. Chinese people believes that each colour bring its own meaning in their live, every culture ceremony, their used a special colour concerning to the meaning of the colour.

Keywords : Color, culture, Tionghoa   

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia (http://id.wikipedia.org/wiki/budaya). Sedangkan budaya,culture dalam Bahasa Mandarin berasal dari dua huruf kata yakni 文 wen hua,yang dalam Kamus Bahasa Mandarin Modern 汉语词典menjelaskan pengertian budaya sebagai "人类在社会历史发展过程中所创造的物 财 富和精神财富的总和,特指精 神 财 富 如 文 学 艺 术 教 育 科 学 等“ artinya: keseluruhan kekayaan material,dan kekayaan immaterial yang diciptakan oleh umat manusia dalam proses sejarah berkembangannya masyarakat. Kekayaan immaterial adalah karya sastra, seni, pendidikan, ilmu pengetahuan, dll.

(11)

bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

Setiap Negara memiliki kebudayaan yang mereka percayai, misalnya Indonesia yang memiliki banyak kebudayaan, yang dikenal dengan kebudayaan timur. Yang dimaksudkan kebudayaan timur adalah masyarakat masih memegang teguh adat istiadat, walaupun adat istiadat saat ini mulai semakin pudar dan berubah, dikarenakan masuknya kebudayaan barat ke Indonesia. Selain itu kebudayaan timur dominan saling bergotong royong, kebersamaan menjadi hal yang paling utama.

Kebudayaan Barat tidak bisa langsung diartikan sebagai kebudayaan yang datang dari barat. Kebudayaan barat yang ditulis sebagai western culture yang diakui oleh negara belahan dunia manapun sebagai kultur yang berada di Eropa barat bukan Amerika, bukan Australia, dan bukan Negara Eropa Timur atau Selatan. Namun seiring perkembangan, terjadilah pembatas yang membatasi budaya barat dan timur. Mungkin karena perbedaan ras, Agama, persamaan kebudayaan di beberapa belahan Negara.

(12)

hari-hari besar dan pesta-pesta lainnya. Misalnya pada acara adat pernikahan masyarakat Tionghoa, Pada pesta pernikahan tradisional Tionghoa, pengantin wanita terlihat memakai cadar berwarna merah untuk menutupi muka. Cadar itu biasanya terbuat dari sutra.

Cadar Merah yang digunakan oleh pengantin wanita merupakan tradisi berasal dari masa Dinasti Utara dan Selatan. Dimana pada masa itu para petani wanita mengenakan kain pelindung kepala untuk perlindungan dari terpaan angin atau panasnya matahari ketika sedang bekerja di ladang. Pada saat pemerintahan Kaisar Li Jilong dari Dinasti Tang, ia membuat keputusan bahwa semua pembantu wanita istana yang masih dalam masa penantian harus mengenakan cadar untuk menutupi muka. Tidak lama kebiasaan tersebut menjadi sebuah tradisi. Lama kelamaan kebiasaan memakai cadar itu diterapkan pada pesta pernikahan. Pemakaian cadar pada pengantin wanita dengan tujuan agar kecantikan pengantin wanita tidak menjadi perhatian lelaki lain, dan pengantin pria ingin agar pengantin wanita terlihat anggun. Pengantin wanita menerima pemakaian cadar itu untuk menunjukkan kesetiaan kepada pengantin pria, dan warna cadar tersebut selalu berwarna merah yang mewakili kebahagiaan.

(13)

filosofi tersendiri bagi masyarakat Tionghoa. Warna merah, yang berarti kebahagiaan dan semangat hidup, sebagaimana darah dalam nadi, pengalaman hidup yang penuh semangat dan membahagiakan itu harus mengalir dan meresapi berbagai bagian tubuh untuk kehidupan yang lebih baik. Warna merah selain sebagai simbol keberuntungan dan bahagia, juga melambangkan kegembiraan dan keberhasilan yang pada akhirnya akan membawa nasib baik. Sedangkan warna keemasan yang dalam bahasa Mandarin disebut “jin” dan makna lain dari “jin” adalah uang. Warna ini melambangkan sebuah harapan di tahun berikutnya dilimpahi uang (rejeki).

(14)

Kemudian perayaan imlek juga dimeriahkan dengan Mercon, kembang api serta lampion berwarna merah yang digantung dirumah-rumah atau vihara dan klenteng sebagai hiasan yang melambangkan keberuntungan. Menurut legenda pada zaman dahulu setiap akhir tahun muncul sejenis binatang buas yang bernama Nian yang memangsa apa saja yang dijumpainya. Binatang ini muncul tepat pada saat menjelang tahun baru Imlek. Kemudian, lama-kelamaan Nian memiliki arti yaitu Tahun dan di dalam penanggalan Imlek dilambangkan dengan 12 jenis binatang yang dikenal dengan shio-shio Naga, Ular, Kuda, Kambing, Monyet, Ayam, Anjing, Babi, Tikus, Kerbau, Macan dan Kelinci. Untuk menjaga diri dari serangan Nian Show, menjelang tahun baru, semua pintu dan jendela di pemukiman penduduk ditutup rapat hingga hari maut itu berlalu. Masing-masing keluarga berkumpul di rumah. Setelah beberapa tahun ternyata Nian tersebut tidak lagi muncul pada tahun baru Imlek, hal ini membuat kecemasan masyarakat pun hilang dan tahun baru dirayakan dengan leluasa dan sampai akhirnya pada suatu tahun makhluk ini kembali muncul dan membuat kekacauan. Beberapa rumah penduduk ternyata terhindar dari serangan, konon hal ini dikarenakan Nian Show takut pada benda-benda yang berwarna merah, juga pada mercon. Sejak itu setiap akhir tahun masyarakat Tionghoa menggantung kain, lampion dan kertas merah di rumah-rumah dengan dilengkapi puisi-puisi indah dalam tulisan, serta memasang mercon dan kembang api untuk mengusir makhluk Nian Show yang berupa hawa jahat.

(15)

mengandung arti bahwa pada dasarnya manusia dilahirkan dalam keadaan suci dan memiliki jiwa keberanian.

Untuk mengetahui lebih dalam, penulis berniat untuk melakukan suatu penelitian ilmiah yang memfokuskan tulisan ini pada jenis warna yang digunakan masyarakat Tionghoa pada upacara atau perayaan dan makna warna yang tersurat dan tersirat dalam upacara atau perayaan masyarakat Tionghoa sebagai penelitian. Warna yang difokuskan dalam penelitian ilmiah ini adalah warna merah dan warna kuning atau keemasan.

Dalam latar belakang diatas, maka saya tertarik membuat penelitian ini kedalam sebuah tulisan ilmiah dengan judul “ Makna Warna Bagi Masyarakat

Tionghoa”.

1.2.Batasan Masalah

Untuk menghindari batasan yang terlalu luas sehingga dapat mengaburkan penelitian, maka penulis mencoba membatasi ruang lingkup penelitian pada kajian mengenai jenis warna yang digunakan masyarakat Tionghoa pada perayaan atau upacara dan makna warna bagi masyarakat Tionghoa pada perayaan atau upacara.

1.3.Rumusan Masalah

(16)

penelitian yang berpedoman pada manfaat dan kegunaan dari masalah tersebut serta kemampuan penulis untuk memecahkannya. Atas dasar tersebut maka permasalahan penelitian yang akan penulis kaji tertuang dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :

1. Jenis warna apakah yang digunakan masyarakat Tionghoa pada perayaan atau upacara?

2. Apakah makna warna bagi masyarakat Tionghoa pada perayaan atau upacara?

1.4.Tujuan Penelitian

Secara khusus penelitian ini bertujuan :

1. Untuk mengetahui warna yang digunakan masyarakat Tionghoa pada perayaan atau upacara.

2. Untuk mengetahui makna warna bagi masyarakat Tionghoa pada perayaan atau upacara.

1.5.Manfaat Penelitian

(17)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep adalah istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian (Singarimbun, 1989: 33).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:456) konsep diartikan sebagai rancangan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari pengertian kongkret, gambaran mental dari objek atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain.

Dalam hal ini defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan istilah yang digunakan secara mendasar dan penyamaan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian.

2.1.1 Kebudayaan

(18)

penyesuaian dirikepada lingkungan, pemecahan persoalan, dan belajar hidup, (5) Struktural, yang menekankan sifat kebudayaan sebagai suatu system yang berpola dan teratur, (6) Genetika, yang menekankan terjadinya kebudayaan sebagai hasil karya manusia. (P.W.J. Nababan,1984:49)

Herskovits dan Malinowski(www.Wikipedia.com bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas untuk Budaya) mengemukakan, bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.

Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.

Menurut Eppink (www.Wikipedia.com bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas untuk Budaya), “kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat”.

(19)

Menurut Soemardjan dan Soemardi, “kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat”.

Dari berbagai definisi tersebut diatas, dapat diperoleh pengertian bahwa kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

2.1.2 Warna

Warna adalah bahasa universal visual yang paling umum dihadapi sehari- hari. Manusia selalu terpesona oleh warna. Secara psikologis, warna memang mempengaruhi kita. Efek psikologisnya sering jauh lebih dahsyat daripada pengalaman visual kita. Warna tertentu memiliki efek psikologi tertentu pula. Warna-warna tertentu dapat merangsang kita, menciptakan gairah, atau sebaliknya membuat kita depresi dan melemahkan kita. Warna tertentu malah membuat kita lapar. Efek ini dikenal dengan chromodynamics.

(20)

putih-emas, sementara warna suci untuk agama Budha adalah kuning. Pengetahuan tentang kultur juga menjadi penting, karena ada warna tertentu yang dianggap tabu. Ungu, misalnya, merupakan warna bangsawan, karena memberi kesan mewah, kaya, dan canggih. Ungu juga sangat feminin dan romantik. Tapi, karena di alam nyata ungu adalah warna yang cukup jarang, ungu sering dianggap artifisial. Dalam beberapa kultur, ungu juga kurang disukai karena merupakan warna berkabung.

Orang dari kultur yang berbeda seringkali memberikan respon yang berbeda terhadap suatu warna. Pemahaman termasuk selera (taste) terhadap suatu produk, pada umumnya dipengaruhi oleh pengalaman keseharian dan kultur yang berkembang di tengah komunitasnya. Menurut President Asosiasi Desainer Produk Indonesia (ADPI) Mizan Allan de Neve dalam Republika Online (2005), bukan hal aneh jika masyarakat Indonesia menyukai unsur kayu. Masyarakat Indonesia akrab dengan warna-warna kayu karena hidup pada lingkungan tropis. Contohnya batik yang didominasi warna kayu. Warna kayu dapat dikatakan sebagai salah satu ciri khas Indonesia. Di sisi lain, masyarakat Indonesia juga memiliki pengalaman panjang dengan Belanda. Salah satu ''warisan'' Belanda kepada masyarakat Indonesia adalah warna hitam yang identik dengan wibawa, angker, sakral, disegani.

2.1.3 Masyarakat

(21)

Soemardjan (Pengantar Sosiologi,1997:29), mengatakan “masyarakat adalah orang-prang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan”.

Sementara itu, Linton (Pengantar Sosiologi, 1997:28), mengatakan “masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerjasama, sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan social dengan batas-batas tertentu”.

Berdasarkan penyelidikan-penyelidikan yang telah dilakukan tidak ada seorang manusia pun sejak dahulu sampai sekarang ini hidup diluar masyarakat, dimana manusia itu sejak lahir sampai saat meninggal dunia senantiasa berkecimpung didalam masyarakat, umpanya seorang anak yang lahir dala lingkungan suatu keluarga yang dikenalnya mula-mula ibu. Sebab ibu tadilah yang membelainya, mengasihinya dan jarang berpisah dengan anak tersebut. Berturut-turut kemudian sesudah ibunya, bergantung kepada daerah lingkungan dimana anak berada. Tetapi biasanya sesudah dengan ibu, anak itu berkenalan dengan seisi rumah atau family, teman sepermainan, teman sekolah, sampai entah kemana nanti anak itu terjun kedalam masyarakat. (Pelly,1997:33)

2.1.4 Tionghoa

(22)

Suku Tionghoa di Indonesia adalah salah satu etnis penting dalam pencaturan sejarah Indonesia jauh sebelum Republik Indonesia dideklarasikan dan terbentuk. Setelah negara Indonesia terbentuk, maka otomatis orang Tionghoa yang berkewarganegaraan Indonesia haruslah digolongkan menjadi salah satu suku bangsa dalam lingkup nasional Indonesia setingkat dan sederajat dengan suku-suku bangsa lainya yang membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Suku Tionghoa di Indonesia merupakan keturunan dari leluhur mereka yang berimigrasi secara periodic dan bergelombanga sejak ribuan tahun lalu. Catatan-catatan literature Tiongkok menyatakan bahwa kerajaan-kerajaan kuno di Nusantara telah berhubungan erat dengan dinasti-dinasti yang berkuasa di Tiongkok. Factor inilah yang kemudian menyuburkan perdagangan dan lalu lintas barang maupun manusia dari Tiongkok ke Nusantara dan sebaliknya.

Suku Tionghoa di Indonesia terbiasa menyebut diri mereka sebagai Tenglang(Hokkien), Tengnang (Tiochiu), atau Thongnyin (Hakka). Sedangkan dalam dialek Mandarin disebut Tangren (bahasa Indonesia : Orang Tang). Ini sesuai dengan kenyataan bahwa orang Tionghoa Indonesia mayoritas berasal dari Tiongkok Selatan yang menyebutkan diri mereka sebagai orang Tang, sedangkan Tiongkok Utara menyebutkan diri mereka sebagai orang Han (Hanzi, hanyu : hanren, bahasa Indonesia : Orang Han). (Http://id.wikipedia.org/wiki/Tionghoa-Indonesia)

(23)

Indonesia. Kata ini dalam bahasa Indonesia sering dipakai untuk menggantikan kata "Cina" yang kini memiliki konotasi negatif karena sering digunakan dalam nada merendahkan. Kata ini juga dapat merujuk kepada orang-orang keturunan Cina yang tinggal di luar Republik Rakyat Cina, Indonesia, Malaysia, Singapura, Hong Kong, dan Taiwan.

2.2 Landasan Teori

Dalam membahas makna warna bagi masyarakat Tionghoa, secara lebih mendetail, penulis menggunakan teori Semiotik yang dikemukakan oleh Roland Barthes. Semiotik berasal dari kata Yunani, yaitu Semeion yang berarti tanda. Semiotic adalah model penelitian sastra dengan memperhatikan tanda-tanda. Tanda tersebut dianggap mewakili sesuatu objek secara representative. Istilah semiotic sering digunakan bersama dengan istilah semiologi. Istilah pertama merujuk pada sebuah disiplin sedangkan istilah kedua merefer pada ilmu tentangnya. Baik semiotic atau semiologi sering digunakan bersama-sama, tergantung dimana istilah itu popular. (Endaswara,2008:64)

Menurut Barthes dalam (kusumarini:2006 ),” Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda pada realitas, menghasilkan makna eksplisit, langsung, dan pasti. Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti”.

(24)

Barthes meneruskan pemikiran tersebut dengan menekankan interaksi antara teks dengan pengalaman personal dan kultural penggunanya, interaksi antara konvensi dalam teks dengan konvensi yang dialami dan diharapkan oleh penggunanya. Gagasan Barthes ini dikenal dengan “order of signification”, mencakup denotasi (makna sebenarnya sesuai kamus) dan konotasi (makna ganda yang lahir dari pengalaman kultural dan personal). Di sinilah titik perbedaan Saussure dan Barthes meskipun Barthes tetap mempergunakan istilah signifier-signified yang diusung Saussure.

Barthes juga melihat aspek lain dari penandaan yaitu “mitos” yang menandai suatu masyarakat. “Mitos” menurut Barthes terletak pada tingkat kedua penandaan, jadi setelah terbentuk sistem sign-signifier-signified, tanda tersebut akan menjadi penanda baru yang kemudian memiliki petanda kedua dan membentuk tanda baru. Jadi, ketika suatu tanda yang memiliki makna konotasi kemudian berkembang menjadi makna denotasi, maka makna denotasi tersebut akan menjadi mitos.

(25)

2.3 Tinjauan Pustaka

Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat sesudah menyelidiki atau mempelajari (KBBI, 2003:1198). Pustaka adalah kitab-kitab; buku; buku primbon (KBBI, 2003:912).

Sandra, skripsi (2010) : Bahasa Nonverbal Sebagai Makna Warna Dalam Etnis Tionghoa Dalam Perayaan Imlek di Kecamatan Medan Petisah. Sekripsi ini menggunakan teori Barthes tentang pemaknaan tahap kedua pada sebuah tanda dan teori Peirce tentang tiga hubungan tanda.

Sigit Satrio Pribadi (2010) : Pengaruh Warna Terhadap Kebudayaan Bagi Masyarakat Tionghoa. Warna sangat berpengaruh dalam kebudayaan masyarakat Tionghoa dan dapat mempengaruhi perilaku seseorang, setiap warna mempunyai makna berbeda sesuai dengan karakter warna tersebut.

(26)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan

Metode penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian Makna Warna Bagi Masyarakat Tionghoa adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan apa-apa yang saat ini berlaku. Didalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat, analisis dan menginterpretasiakan kondisi-kondisi yang sekarang ini terjadi. Dengan kata lain penelitian deskriptif bertujuan untuk memperoleh informasi-informasi mengenai keadaan saat ini dan melihat kaitan antara variable-variabel yang ada. Penelitian ini tidak menguji hipotesa atau tidak menggunakan hipotesa, melainkan variabel-variabel yang diteliti.

Metode deskriptif kualitatif adalah data-data yang dikumpulkan bukanlah angka-angka, tetapi berupa kata-kata atau gambaran sesuatu. Hal tersebut sebagai akibat dari metode kualitatif. Semua yang dikumpulkan mungkin dapat menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti. Ciri ini merupakan ciri yang sejalan dengan penamaan kualitatif. Deskriptif merupakan gambaran cirri-ciri data secara akurat sesuai dengan sifat alamiah itu sendiri. (Fatimah,1993:16)

(27)

studi pustaka pada awal penelitian (tahap studi pustaka sebelum penelitian dimulai). Hal tersebut hendaknya disusun dengan teliti bagian demi bagian dengan pertimbangan ilmiah. (Fatimah,1993 :17)

Secara deskriptif peneliti dapat memberikan cirri-ciri, sifat-sifat, serta gambaran data melalui pemilihan data yang dilakukan pada tahap pemilihan data setelah data terkumpul. Dengan demikian, penelitian akan selalu mempertimbangkan data dari segi watak itu sendiri, dan hubungannya engan data lainnya secara keseluruhan. Peneliti tidak berpandangan bahwa sesuatu itu memang demikian adanya, akan tetapi harus diberikan berdasarkan pertimbangan ilmiah yang digunakannya sebagai pisau (alat) kajiannya. (Fatimah, 1993:17)

Penelitian Kualitatif adalah adalah penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan dan menganalisa suatu keadaan atau status fenomena secara sistematis dan akurat mengenai fakta dari makna warna bagi masyarakat Tionghoa.

3.2 Data dan Sumber Data

Data diperoleh melalui buku-buku, majalah, internet, jurnal, artikel-artikel di surat kabar,dll. Yang kemudian akan dipilah-pilah untuk dibagi kan. Data utama bersumber dari : internet dan artikel-artikel.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

(28)

peneliti menggunakan teknik pengumpulan data studi dokumentasi (studi kepustakaan). (abdurrahmat, 2005:104)

Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan literature atau sumber bacaan, guna melengkapi dari apa yang dibutuhkan dalam penulisan dan penyesuaian data dari hasil yang diteliti. Sumber bacaan atau literature itu dapat berasal dari penelitian yang sudah pernah dilakukan sebelumnya dalam bentuk skripsi. Selain itu sumber bacaan yang menjadi tulisan pendukung dalam penelitian penulis yaitu berupa buku, majalah,surat kabar, bulletin, jurnal, berita dari situs-situs internet dan bentuk tulisan lainnya yang ada relevannya dengan masalah yang diteliti.

3.4 Teknik Analisis Data

Data artinya informasi yang didapat melalui pengukuran-pengukuran tertentu, untuk digunakan sebagal landasan dalam menyusun argumentasi logis menjadi fakta. Sedangkan fakta itu adalah kenyataan yang telah diuji kebenarannya secara empiric, antara lain melalui analisis data. (Abdurrahmat, 2005:104)

(29)

Karena itu, sumber bacaan merupakan bagian penunjang penelitian yang esensial. (Abdurrahman, 2005:17)

Data yang terkumpul lalu diolah. Pertama-tama data itu diseleksi atas dasar reabilitas dan validitasnya. Data yang rendah reabilitasnya dan validitasnya adalah data yang kurang lengkap, digugurkan atau dilengkapi dengan subsitusi selanjutnya yang telah lulus dalam seleksi itu lalu diatur dalam table, matriks, yang akan memudahkan pengelolaan selanjutnya. (Abdurahhman,2005:38)

Kemudian dengan diskusi, penulis berusaha melakukan perincian atau pengkhususan dengan induksi peneliti melakukan pemanduan dan pembuatan generalisasi dan akhirnya semua bahan itu dimasukkan kedalam suatu system berupa kesimpulan teoritis yang akan menjadi landasan bagi penyususn hipotesis penelitian. Didalam kesimpulan teoritis, peneliti harus mengidentifikasikan hal-hal atau factor-faktor utama yang akan digarap dalam penelitiannya. Faktor-faktor inilah yang akan menjadi variable yang akan digarap dalam penelitiannya. Permulaan ini penting karena disitulah letak mutu system pemikiran teoritis peneliti. Penyatuan hasil-hasil bacaan secara kronologis dan kompilatif saja tidak cukup. Hasil itu harus diramu berdasarkan suatu garis pemikiran yang konsisten. Setelah itu data diinterpretasikan secara logis dan analitis. (Abdurrahman,2005:19)

(30)

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Latar Belakang Sosial Budaya Masyarakat Tionghoa

4.1.1 Masyarakat Tionghoa di Indonesia

Masyarakat dari Tiongkok daratan telah ribuan tahun mengunjungi dan mendiami kepulauan Nusantara. Dengan berkembangnya kerajaan-kerajaan di Nusantara, para imigran Tiongkok mulai berdatangan terutama untuk kepentingan perdagangan.

Masyarkat Tionghoa di Indonesia sebenarnya tidak dapat dianggap sebagai masyarakat homogen. Mereka memiliki kekhasan tersendiri yang dipengaruhi dari tempat mereka berasal dan dari kondisi social budaya masing-masing tempat mereka menetap. Secara umum masyarakat Tionghoa dibedakan menjadi dua golongan yaitu golongan peranakan dan golongan totok. Istilah “peranakan” dipakai untuk meyebutkan mereka yang campuran Tionghoa dan Indonesia yang sudah lama tinggal di Indonesia. Sebagian besar dari kelompok ini seringkali sudah tidak mengenali nenek moyang mereka dari Cina / Tiongkok sebab mereka sudah lama tinggal di Indonesia. Golongan peranakan mendiami berbagai tempat di Indonesia, terutama di Jawa, Sumatera,dan Kalimantan, di desa dan di kota.

(31)

Meskipun banyak faktor yang membuat mereka disebut “totok,” mereka dikenal dari cerminan budaya mereka yang sangat kental, terutama sekali dengan penggunaan bahasa Cina (dari berbagai dialek). Secara biologis, istilah totok adalah untuk mereka yang lahir dari pasangan Tionghoa asli, baik yang lahir di Cina maupun yang lahir di Indonesia dari ayah dan ibu Tionghoa.

Dalam kurun waktu tiga dasawarsa kehidupan Tionghoa-Indonesia mengalami banyak peristiwa diskriminatif, yang diawali oleh kampanye anti-Cina pasca PeristiwaG30S (Setiono 2003:955). Istilah Tionghoa diganti menjadi Cina dengan alasan untuk menghilangkan rasa inferior rakyat pribumi. Etnis Tionghoa menggambarkan semua keburukan (Suryadinata 2002:16), dengan stereotip :

1. Suka bekelompok-kelompok, menjauhkan diri dari pergaulan sosial dan lebih suka tinggal di kawasan tersendiri.

2. Selalu berpegang teguh kepada kebudayaan negeri leluhur mereka sehingga kesetiaan mereka kepada Indonesia diragukan, dalam keadaan paling buruk, bersikap bermusuhan terhadapIndonesia.

3. Oportunis, memihak kepada Indonesia bila alasan menguntungkan perdagan dan bisnis serta menghasilkan uang, tetapi sebenarnya mereka lebih memihak Negara dan rakyat leluhur mereka.

(32)

Diskriminasi terhadap masyarakat Tionghoa-Indonesia di awali pada masa orde baru dengan diterapkannya asimilasi. Meskipun konsep asimilasi belum begitu jelas dan berorientasi pada Tionghoa-Indonesia diperkotaan, ada beberapa kebijakan yang diterapkan dalam bidang pendidikan, bahasa, dan agama terhadap Tionghoa-Indonesia. Dalam bidang pendidikan Tionghoa-Indonesia dilarang mendirikan sekolah Tionghoa dan masyarakat Tionghoa-Indonesia dilarang belajar bahasa cina, tetapi diperbolehkan belajar bahasa cina sebagai kegiatan ekstra-kulikuler. Selanjutnya seluruh masyarakat Tionghoa dianjurkan untuk menggati nama menjadi nama Indonesia.

Ketika generasi kedua orang Tionghoa lahir, mereka tetap mengalami perlakuan diskriminatif yang keras. Mereka tidak dapat memasuki sekolah umum dan harus masuk ke sekolah yang disediakan oleh pemerintah untuk orang “Oriental,” yaitu Oriental Public School. Dalam hal pekerjaan, orang-orang Tionghoa mengalami kesulitan untuk mencari pekerjaan. Banyak orang Tionghoa yang menyandang gelar insinyur, dokter, ahli hukum, dan lain-lain, tetapi ketika mereka mencari pekerjaan, mereka tetap dipandang sebagai tenaga kerja kasar atau hanya cocok di bidang domestic.

Setelah negara Indonesia merdeka, orang Tionghoa yang berkewarga-negaraan Indonesia digolongkan sebagai salah satu suku dalam lingkup nasional Indonesia, sesuai Pasal 2 UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.

(33)

Sifat keuletan dalam berusaha adalah memang suatu sifat yang di nilai tinggi di antara pedagang - pedagang keturunan Tionghoa itu. Sifat inilah perlu di perdalami dan di contoh.

[image:33.595.205.445.482.692.2]

Reformasi yang digulirkan pada 1998 telah banyak menyebabkan perubahan bagi kehidupan warga Tionghoa di Indonesia. Walau belum 100% perubahan terjadi, namun hal ini sudah menunjukkan adanya perubahan pandangan pemerintah dan warga pribumi terhadap masyarakat Tionghoa. Bila pada masa Orde Baru aksara, budaya, ataupun atraksi Tionghoa dilarang dipertontonkan di depan publik, saat ini telah menjadi pemandangan umum misalnya, adalah masyarakat Tionghoa menggunakan bahasa Hokkien ataupun memajang aksara Tionghoa ditoko atau dirumah.

Gambar 1.

(34)

4.1.2 Tionghoa di Kota Medan

Orang-orang Cina di Medan lebih suka disebut dengan orang Tionghoa, yang lebih menunjukkan makna kultural dibandingkan dengan sebutan orang China, yang lebih menunjukkan makna geografis. Namun, dalam kehidupan sehari-hari kedua istilah ini sama-sama dipergunakan. Sementara bahasa yang umum digunakan adalah bahasa suku Hokkian bukan bahasa Mandarin. Namun kedua bahasa itu juga dipraktikkan dan diajarkan kepada generasi-generasi Tionghoa yang lebih muda.

(35)

4.1.3 Sistem Kekerabatan

4.1.3.1 Perkawinan

Perkawinan mempunyai berbagai fungsi dalam kehidupan bermasyarakat manusia, yaitu member perlindungan kepada anak-anak hasil perkawinan itu, memenuhi kebutuhan manusia akan seorang teman hidup, memenuhi kebutuhan akan harta dan gengsi, tetapi juga untuk memelihara hubungan baik dengan kelompok-kelompok kerabat tertentu. (Koentjaraningrat,1998:93).

Masyarakat Tionghoa dianggap dewasa atau “menjadi orang”, bila ia telah menikah, oleh karena itulah upacara pernikahan harus mahal, rumit dan agung, hai ini bertujuan agar sebuah perkawinan itu menjadi suatu kejadian yang terpenting dalam kehidupan masyarakat Tionghoa.

(36)

4.1.3.2 Pemilihan Jodoh

Pernikahan antara seorang laki-laki dengan seorang wanita yang masih ada hubungan kekerabatan, tetapi wanita tersebut dari generasi yang lebih tua dilarang (misalnya, seorang laki-laki menikah dengan saudara sekandung atau saudara sepupu ibunya). Sebaliknya pernikahan seorang wanita dengan seorang pria dari generasi yang lebih tua , dapat diterima. Hal ini dikarenakan seorang suami tidak bisa lebih muda atau lebih rendah tingkatnya dari isterinya.

Peraturan lain ialah seorang adik perempuan tidak bisa mendahului kakak perempuannya untuk menikah. Sama halnya bagi saudara sekandung laki, tetapi adik perempuan bisa mendahului kakak laki-lakinya untuk menikah, demikian juga adik laki-laki bisa mendahului kakak perempuannya menikah. Sering juga terjadi pelanggaran terhadap peraturan ini, tetapi dalam hal itu si adik harus memberikan hadiah tertentu kepada kakaknya yang telah didahului menikah.

4.1.3.3 Mas Kawin

(37)

4.1.3.4 Kedudukan Wanita

Kedudukan wanita pada orang Tionghoa dulu adalah sangat rendah. Pada waktu masih anak-anak, saudara laki-laki mereka memperlakukan mereka dengan baik, tetapi pada waktu meningkat dewasa mereka dipingit di rumah. Sesudah menikah, mereka harus tunduk kepada suami mereka dan dikuasai oleh mertua mereka. Mereka tidak mendapat bagian di dalam kehidupan di luar rumah. Keadaan demikian sekarang sudah ditinggalkan. Wanita dapat memasuki perkumpulan-perkumpulan, memasuki sekolah dan di dalam kehidupan ekonomi peranan wanita sebagai pembantu suaminya dalam perdagangan memegang peranan penting.

Pada masa kini wanita berhak mendapat harta yang sama dengan anak-anak laki-laki di dalam hal warisan, bahkan kadang-kadang mendapat tugas untuk mengurus abu leluhurnya sehingga suaminya yang harus ikut tinggal di rumah orang tuanya secara uxorilokal. Dengan naiknya kedudukan wanita, tidak ada kecenderungan lagi untuk memiliki anak laki-laki.

4.1.3.5 Sistem Kemasyarakatan

(38)

Tionghoa Peranakan yang kebanyakan terdiri dari orang Hokkien, merasa dirinya lebih tinggi dari Tionghoa Totok karena mereka menganggap Tionghoa Totok umumnya berasal dari kuli dan buruh. Sebaliknya Tionghoa Totok memandang rendah Tionghoa Peranakan karena mereka dianggap mempunyai darah campuran.

Sekarang ini, dengan adanya pemisahan pendidikan bagi anak-anak Tionghoa, yaitu sebagian yang mengikuti pendidikan Cina berorientasi ke negara Cina dan sebagian lagi yang mengikuti pendidikan Indonesia dan Barat (Belanda), maka telah timbul pemisahan antara golongan yang berpendidikan berlainan itu. Masing-masmg menganggap lawannya sebagai golongan yang lebih rendah. Orang-orang yang kaya dalam masyarakat Tionghoa umumnya tidak akan bekerjasama dengan orang yang miskin dan sebagainya. Demikian stratifikasi sosial orang Tionghoa di Indonesia berdasarkan orientasinya perbedaan pendidikannya dan tingkat kekayaannya.

4.1.4 Bahasa

Bahasa adalah percakapan, alat untuk melukiskan sesuatu pikiran, perasaan atau pengalaman. alat ini terdiri dari kata-kata yang merupakan penghubung bahasa dengan dunia luar, sesuai dengan kesepakatan para pemakainya sehingga dapat saling mengerti.

(39)

bahasa bahasa diketahui derajat kebudayaa dan suatu suku bangsa. Pembicaraan tentang bahasa tidak bisa dilepaskan dari masalah simbol dan tanda (sign). Kita berbicara tentang sign atau tanda artinya kita bicara tentang cara memberi makna terhadap objek. Setiap kebudayaan menjadikan bahasa sebagai media untuk menyatakan prinsip-prinsip ajaran, nilai dan norma budaya kepada para pendukungnya. Bahasa merupakan mediasi pikiran, perkataan dan perbuatan.

Bahasa menerjemahkan nilai dan norma, menerjemahkan skema kognitif manusia, menerjemahkan persepsi. Bahasa tidak saja digunakan dalam komunikasi, bahasa yang penuh dengan makna, nilai dan persepsi juga terdapat pada teks atau wacana. Dalam wacana bahasa juga penuh dengan interpretasi yang mengandung nilai -nilai dan konsep-konsep kehidupan. Hal demikian terutama terdapat pada wacana-wacana ritual yang sarat dengan simbolisasi.

(40)

4.1.5 Agama dan Kepercayaan

4.1.5.1 Aliran Kepercayaan Tao

Taoisme juga dikenal dengan Daoisme, dipelopori oleh Laozi sejak akhir Zaman Chun qiu. Taoisme merupakan ajaran Lao zi yang berdasarkan Daode Jing. Pengikut Lao zi yang terkenal adalah Zhuang zi yang merupakan tokoh penulis kitab yang berjudul Zhuang zi.

Menurut ajaran Tao, manusia pada hakekatnya terlahir dalam keadaan suci dan baik. Ia percaya dengan mempertahankan serta memelihara kesucian dan keadaan baik, manusia akan terhindar dari marabahaya dari alam semesta. Terdapat lima budi baik jalan Tuhan yakni: berkelakuan ramah tamah, berkelakuan sopan santun, harus cerdas, jujur, dan adil.

(41)

Taoisme memiliki prinsip bahwa umur manusia bukanlah Takdir dari Langit/Tuhan, melainkan ditanganku. Dengan mengunakan konsep Dao 道 dan De 德, percaya bahwa hidup tidaklah seluruhnya ditakdirkan, ajaran ini mampu melepaskan kepahitan hidup dan penderitaan, mampu untuk terlepas dari labirin hidup dan mati. Untuk melakukan hal tersebut, orang harus berhasil melaksanakan prosedur dan praktek Taoisme. Oleh karena itu, Taoisme telah menetapkan aturan dimana tiap - tiap pengikut harus “ mengembangkan Dao dan memelihara De” 德.

4.1.5.2 Aliran Kepercayaan Kong Hu Cu

(42)

Tahun 1967, Soekarno digantikan oleh Soeharto, menandai era Orde Baru. Di bawah pemerintahan Soeharto, perundang-undangan anti Tiongkok telah diberlakukan demi keuntungan dukungan politik dari orang-orang, terutama setelah kejatuhan PKI, yang diklaim telah didukung oleh Tiongkok. Soeharto mengeluarkan instruksi presiden No. 14/1967, mengenai kultur Tionghoa, peribadatan, perayaan Tionghoa, serta menghimbau orang Tionghoa untuk mengubah nama asli mereka. Bagaimanapun, Soeharto mengetahui bagaimana cara mengendalikan Tionghoa-Indonesia, masyarakat yang hanya 3% dari populasi penduduk Indonesia, tetapi memiliki pengaruh dominan di sektor perekonomian Indonesia. Di tahun yang sama, Soeharto menyatakan bahwa “Konghucu berhak mendapatkan suatu tempat pantas di dalam negeri” di depan konferensi PKCHI.

(43)

mengakuinya. De facto, Konghucu tidak diakui oleh pemerintah dan pengikutnya wajib menjadi agama lain (biasanya Kristen atau Buddha) untuk menjaga kewarganegaraan mereka. Praktik ini telah diterapkan di banyak sektor, termasuk dalam kartu tanda penduduk, pendaftaran perkawinan, dan bahkan dalam pendidikan kewarga negaraan di Indonesia yang hanya mengenalkan lima agama resmi.

Setelah reformasi Indonesia tahun 1998, ketika kejatuhan Soeharto, Abdurrahman Wahid dipilih menjadi presiden yang keempat. Wahid mencabut instruksi presiden No. 14/1967 dan keputusan Menteri Dalam Negeri tahun 1978. Agama Konghucu kini secara resmi dianggap sebagai agama di Indonesia. Kultur Tionghoa dan semua yang terkait dengan aktivitas Tionghoa kini diizinkan untuk dipraktekkan. Warga Tionghoa-Indonesia dan pemeluk konghucu kini dibebaskan untuk melaksanakan ajaran dan tradisi mereka. (http://id.wikipedia.org/wiki/agama di

indonesia).

4.1.5.3 Agama Buddha

(44)

Indonesia, mencakup candi Borobudur di Magelang dan patung atau prasasti dari sejarah Kerajaan Buddha yang lebih awal.

Mengikuti kejatuhan Soekarno pada pertengahan tahun 1960-an, dalam Pancasila ditekankan lagi pengakuan akan satu Tuhan (monoteisme). Sebagai hasilnya, pendiri Perbuddhi (Persatuan Buddha Indonesia), Bhikku Ashin Jinarakkhita, mengusulkan bahwa ada satu dewata tertinggi, Sang Hyang Adi Buddha. Hal ini didukung dengan sejarah di belakang versi Buddha Indonesia di masa lampau menurut teks Jawa kuno dan bentuk candi Borobudur.

Menurut sensus nasional tahun 1990, lebih dari 1% dari total penduduk Indonesia beragama Buddha, sekitar 1,8 juta orang. Kebanyakan penganut agama Buddha berada di Jakarta, walaupun ada juga di lain provinsi seperti Riau, Sumatra Utara dan Kalimantan Barat. Namun, jumlah ini mungkin terlalu tinggi, mengingat agama Konghucu dan Taoisme tidak dianggap sebagai agama resmi di Indonesia, sehingga dalam sensus diri mereka dianggap sebagai penganut agama Buddha. (http://id.wikipedia.org/wiki/agama di indonesia).

4.2 Perayaan - perayaan Masyarakat Tionghoa

4.2.1 Perayaan Tahun Baru Imlek

(45)

yang berarti “bulan” dan ‘Lek” adalah “kalender”. Imlek merupakan perayaan pergantian musim, dari musim dingin menuju musim semi atau pergantian tahun.

Menurut Sartini (dalam Wikipedia.com), perayaan tersebut sering disebut ucapan Gong Xi Fa Cai ‘hormat bahagia berlimpah rejeki’. Perayaan ritual itu dalam kelenteng-kelenteng selalu disertai dengan doa-doa yang mengandung makna dan penuh dengan filosofi dan nilai kehidupan masyarakat Tionghoa.

Perayaan Tahun Baru Imlek hanya berlangsung 2-3 hari. Menurut masyarakat Tionghoa satu bulan sebelum tahun baru imlek merupakan bulan yang sangat bagus untuk berdagang, karena masyarakat Tionghoa akan dengan mudah mengeluarkan isi kantongnya untuk membeli barang-barang keperluan tahun baru imlek. Transportasi pun akan terlihat mulai padat karena orang biasanya akan pulang ke kampung halaman untuk merayakan tahun baru bersama sanak saudara.

(46)
[image:46.595.162.416.152.365.2]

tempelan kata-kata harapan, yang bermakna kebahagiaan, kekayaan, panjang umur, serta kemakmuran.

Gambar 2.

Lampion

Lampion berbentuk lampu, yang memiliki makna khusus. Lampion melambangkan kemakmuran, kesatuan, dan rezeki. Itu sebabnya, lampion selalu ada, terutama pada momen-momen besar, seperti tahun baru Imlek.

(47)

anak-anak bangun pag-pagi sekali untuk menyalami orang tua atau sanak saudara yang lebih tua, kemudian orang tua akan memberikan angpao(amplop) yang berisikan uang.

Gambar 3. Pemberian angpao

Pada umumnya angpao diberikan orang tua, atau saudara yang telah menikah kepada anak-anak atau anak yang belum menikah.

4.2.2 Cap Go Meh

Perayaan Cap Go Meh adalah perayaan yang penuh dengan kegembiraan karena Tuhan mencurahkan rakhmatnya dan manusia tidak boleh terlena oleh kesenangan -kesenangan dan manusia harus bias mengendalikan diri dengan menyeimbangkan yin dan yang (hidup harmoni).

[image:47.595.162.375.165.360.2]
(48)

hari raya tradisional Tionghoa. Menurut tradisi rakyat Tionghoa, sehabis Cap Go Meh, maka berakhirlah seluruh perayaan Tahun Baru Imlek. Hari raya Cap Go Meh juga disebut Yuanxi, Yuanye atau Shang Yuanjie dalam bahasa Tionghoa. Malam Cap Go Meh adalah malam pertama bulan purnama setiap tahun baru. Pada malam itu, rakyat Tionghoa mempunyai kebiasaan memasang lampion berwarna-warni, diantaranya warna merah, maka festival ini juga disebut sebagai “hari raya lampion”.

(49)

Lampion berwarna yang dipasang pada Festival Cap Go Meh kebanyakan dibuat dari kertas berwarna terang. Lampion bernama “zoumadeng” atau lampion kuda berlari adalah salah satu macam lampion yan paling menarik. Konon lampion itu sudah bersejarah seribu tahun lamanya.

4.3 Jenis Warna Yang Digunakan Masyarakat Tionghoa Pada Perayaan atau Upacara

4.2.1 Warna Merah

(50)
[image:50.595.155.418.77.373.2]

Gambar 5.

Pakaian masyarakat tionghoa pada perayaan tahun baru Imlek

(51)

Selain pakaian merah digunakan pada saat perayaan Imlek, masyarakat Tionghoa juga selalu memakai pakaian berwarna merah pada pengantin di acara pernikahan.

Gambar 6.

Pakaian pernikahan tradisional cina

Pernikahan masyarakat Tionghoa juga dimeriahkan petasan-petasan serba warna merah.

[image:51.595.176.451.165.351.2]

[image:51.595.260.360.466.618.2]
(52)

4.2.2 Warna Kuning atau Keemasan

Kuning dalam bahasa Cina adalah warna yang mulia, terutama emas,

yang juga dianggap mulia, memiliki kekuasaan, simbol tertinggi. Pada zaman

dahulu, emasdan perak merupakan simbolkekayaan, khususnya emas, relatif

langka, dan bahkan lebih berharga. Kuning dan emas memiliki makna warna 

yang sama, pada jaman dahulu warna kuning sering digunakan kaisar karena 

warna  kuning  melambangkan  kekuasaan  tertinggi. Selain melambangkan

kekuasaan tertinggi, warna kuning juga merupakan makna yang sakral dan

hikmat.

4.4 Makna Warna Dalam Perayaan atau Upacara Masyarakat Tionghoa

(53)

membantu pembaca untuk memahami lebih lanjut bahwa sebenarnya warna tidaklah lepas dari kebudayaan manusia.

Warna memiliki banyak kegunaan selain dapat mengubah rasa, bisa juga memengaruhi cara pandang, dan bisa menutupi ketidaksempurnaan serta bisa membangun suasana atau kenyamanan untuk semua orang. Warna adalah satu hal yang sangat penting dalam menentukan reaksi dari orang. Warna adalah hal pertama yang dilihat oleh seseorang. Setiap warna memberikan kesan dan identitas tertentu, walaupun hal ini tergantung pada latar belakang pengamatnya juga. Warna mempunyai sesuatu makna. Makna bisa berbeda, bisa juga sama dari suatu budaya dengan budaya yang lain.

Setiap warna yang dipakai pada perayaan atau upacara masyarakat Tionghoa, selalu memiliki makna tersendiri. Contohnya warna merah memiliki makna keberuntungan, kegembiraan, kebahagiaan, nasib baik,

kemakmuran, dan sukacita. Warna kuning memiliki makna kejayaan, kekayaan,  kedudukan tertinggi. Warna putih bagi masyarakat Tionghoa memiliki makna 

yang kurang baik, karena warna putih itu melambangkan kematian, masyarakat 

selalu memakai pakaian putih pada saat acara pemakaman. Warna hitam juga 

menurut masyarakat Tionghoa memiliki makna yang kurang baik, karena warna 

(54)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh penulis, tentang makna warna bagi masyarakat Tionghoa, maka penulis menyimpulkan bahwa masyarakat Tionghoa sangat percaya makna dari setiap warna. warna merah dan keemasan menjadi filosofi tersendiri bagi masyarakat Tionghoa. Warna merah, yang berarti kebahagiaan dan semangat hidup, sebagaimana darah dalam nadi, pengalaman hidup yang penuh semangat dan membahagiakan itu harus mengalir dan meresapi berbagai bagian tubuh untuk kehidupan yang lebih baik. Warna merah selain sebagai simbol keberuntungan dan bahagia, juga melambangkan kegembiraan dan keberhasilan yang pada akhirnya akan membawa nasib baik. Sedangkan warna kuning adalahwarnayang mulia, terutamaemas, yang juga dianggap mulia, memiliki

kekuasaan, dan simboltertinggi yang bermakna makna kejayaan,  dan kekayaan. Masih  banyak lagi jenis‐jenis warna, diantaranya warna putih, hitam, biru, hijau, dll. Tetapi 

masyarakat tionghoa lebih menyukai warna merah dan warna kunig atau keemasan. 

(55)

5.2 Saran

(56)

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:Balai Pustaka.

Endaswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta : Media Pressindo.

Fatimah djajasudarma, prof.Dr.Hj.T. 2006. Metode Linguistik, Ancangan Metode Penelitian dan Kajian. Bandung: PT Refika Aditama.

Koenjaraningrat, Prof. Dr. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Koenjaraningrat. 1998. Pengantar Antropologi II. Jakarta : PT Rineka Cipta. Mardalis, Drs. 1989. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta :

Bumi Aksara.

Nababan, P.W.J. 1984. Sosiolinguistik. Jakarta : PT Gramedia.

(57)

Website :

BPSNT – Bandung. Blogspot.com/2009/09/Arti dan fungsi upacara – tradisional.html

http://junaedi 2008. Blogspot.com/2009/01/teori semiotic.html

www.wikipedia.com bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas untuk Budaya (http://id.wikipedia.org/wiki/agama di indonesia)

Jurnal:

后令成 冯掬琳. 英汉颜色词的对 进国远江西教育出版社,以代令代  后以成 陈静. 汉英颜色词文 对 分析 进国远. 学术研究,以代令代

后3成 甫如 .霍加. 浅谈汉语颜色词的文 含义 进国远,以代令代

后4成 徐莉君.浅谈颜色词的英汉对 进国远 以代令代

后5成 李 .中西文 中 关颜色词内涵的差异分析 进国远. 中 校外教育 旬

刊,以代令代

(58)

大 学

中文系本科生

业论文

颜色文

 

学生姓

阿妮达

代只代只令代代代4

指导教师 伍巧

刘金凤

学 院 人文学院

学 系 中文系

答辩日期 以代令令

6

令只 日

(59)

民族生活 惯的迥异, 地域的差异, 赋 了 颜色 的社会含

义, 颜色词 就 语种之间 能够表 自文 特点的词汇之 对

印 汉语言中常用的颜色词可 发 语言差异是社会文 差异的反映, 语

言 文 具 相辅相 的关系, 在学 外语时, 定要注意文 背景知识的

(60)

章 引言

令.令 研究目的

个民族都 自 喜爱的颜色,并 常常在它们身 倾注了深沉的感

情 种感情表 了人们对自然的热爱,甚至 表达了人们的某种感情和愿

望 由于民族发展过程和生 境的 , 由于民族心理和趣味的 ,

民族喜 的颜色 中 和印 个 的 家,喜 的颜色

完全 学 汉语的印 学生,希望对中 人和印 人喜 和讨

厌的颜色 行分析,加强中 人和印 人之间的相互理解, 减少中 人和

印 人交 时的误会

令.以 研究

陈静在 汉英颜色词文 对 分析 以代令代 中指出颜色词在语言中扮

演着 要角色,在跨文 交际中较容易产生误解

李 中西文 中 关颜色词内涵的差异分析 进以代令代远颜色词 仅描

述颜色,而 具 象 意义 文 之间颜色词的含义差异是由于 自民

族的文 历史背景 美心理的 而产生的,是在社会发展 历史的 淀

中约定俗 的

刘实 汉英颜色词的文 差异分析 进以代令代远中说汉语和英语都 非常

丰富的表示颜色的词汇,但其所表达的意义 时 大 相 使是相 的

颜色在 的情况 表达的意思截然 掌握颜色词在汉英 文 背景

的具体用法 及差异所在,了解它们的 因,在 行翻译工 和跨文 交流

中将起到非常 要的 用

徐莉君 浅谈颜色词的英汉对 以代令代 中说颜色 人类的生活息

息相关,是人类认识世界的 个 要途径 颜色 仅 物理的属性, 着

(61)

冯掬琳 英汉颜色词的对 以代令代 中英汉颜色词的内涵和象 意

义 相 ,如按照 面意思直译则可能造 很大的偏差 本文旨在对大学

阶段常 的英汉常用颜色词的意义 行 较, 达到减少偏差增 交流的目

的.

甫如 ·霍加 浅谈汉语颜色词的文 含义 进以代令代远 在人类社会的实

际在人类社会的实际生活中离 开颜色词,颜色词 仅表示大自然的绚 色

彩, 承担着 定数量的和民族传统文 密切关联的文 含义,汉语中常

的黄 红 绿 黑颜色词就具 丰富的文 含义,并随着时 的 迁,

它 再 是 种 物的属性的 般表 ,而是人类对 世界的认识领

(62)

章 中

人喜

和讨厌的颜色词研究

以.令. 中

人喜

的颜色

以.令.令 红色

令. 红色在中 的文 意义

红色寓意幸福 祥 兴盛 生机 喜庆等 红色,又是 个在中

到高度礼遇的颜色,是汉语中褒义色彩 浓的颜色词, 朱色或赤色 红

色在中 自古至今都 着其他颜色无法 的地位和 用

以. 红色在中 的文 表

中 老 姓结婚时女子穿红衣, 红 头,点红蜡烛,门窗 红喜

,寄 对生活的美好向 ,希望婚 的日子能够红红火火 在中 些地

的女子生完孩子 向 人们 喜,会把鸡蛋染 红色请 人 ,预示初生

婴儿 个红火的未来 另外,汉语中 许多 红色相关的词语, 如 红

人 指 信或得意的人 走红 指 得很 迎 红光满面

指人气色好,面色红润,满面光彩 红颜 指的是美 的女子 中 人把

结婚 办 喜 , 要 大红喜 , 新娘要穿大红衣裳, 新郎要披红 过

时家家户都是红色打扮: 红对联 红门神 红 福 红包,鞭炮更是

亘古 的红色 开张营业剪彩用红绣球, 个喜庆 京奥运会 , 中

红吸引了更多的五湖四海的目光, 红色几乎 了中 蒸蒸日 的 词 中

人对红色的热爱使得人们在任何 庆的场 都倾向于使用红色,红色俨然

中 的 表色

以.令.以黄色

令. 黄色在中 的文 意义

黄色,在汉语 是高 的颜色, 尤其是金黄色更是高 权力 至高无

(63)

而显得更加珍 黄色和金色属 色系,黄色在中 古 着相当的地位,黄

色在中 文 中是帝王的颜色,象 权力的至高无 , 民 得使用 除了

表示至高无 的权力之外,黄色 表着神圣和庄 因 被古 的帝王尊

皇权的象 更使得黄色在历 君王的心目中奠定无可 的地位 中

古 的富饶之地在黄河流域, 土地 黄土, 而中 人的肤色 黄色 黄

色是中 大地的颜色,对民族土地的热爱 使得汉民族更加崇尚黄色 但如

今随着时 的 迁,黄色在中文 多了 种淫秽 色情之意

以. 黄色在中 的文 表

皇帝穿的衣服 黄袍 ,中 语 黄袍加身 ,就是指做了皇

帝 皇帝的文告或殿试 发 的榜文 黄榜 ,皇帝所赐的酒 黄

封 ,皇帝赐 臣子的官服 黄马褂 ,皇帝所居住的建筑物的屋顶 律

使用黄色 中 道教的道袍 道帽 教法师的袈裟都使用黄色 孕育华夏

文明的母亲河里里黄河 是黄色,中 人更是 自 是炎黄子 由 可

看出,中华民族的尚黄情节渊源 久 但是 出 了 些关于黄色的 好

的词语,如 黄色笑 黄色书刊 黄色网站 , 扫黄打非 ,

些词语都 淫秽 色情的意思 黄色的象 意义之所 如 大的 ,

是由于 西方文 的影响,然 经过约定俗 的阶段形 的

以.以 中

人讨厌的颜色

以.以.令 色

令. 色在中 的文 意义

色无论在汉语 是英语中都 表纯洁 清 无辜 但是 色在汉语

更多 死亡联系在 起 汉语中的 色是个 利的 幸的颜色

以. 色在中 的文 表

红 喜 中的 表丧 ,中 人 办葬礼,亲人穿 服,设

(64)

旗 表示投降 在中 , 色 死亡相联系, 丧 色

惊恐相联系,在中 的解 战 时期, 出 了 匪 色恐怖等含

阴森可怖含义的词语 表着没 能力没 文 ,如 面书生 形

容心思单纯的文人 痴 用来形容人很笨, 别人生气 古 民 姓

被 , 色在汉语 表示徒劳, 如 搭

费 ,出力而没 得到好处 做 忙 ,没 被 空 , 色 象

着 邪阴险, 如 唱 脸

以.以.以 黑色

令. 黑色在中 的文 意义

它象 邪恶 反动,黑色又 夜色相似,因 黑色又象 深沉 肃穆

神秘等含义 传说中的阴曹地府,是暗无天日的所在,和光明相对,所 黑

色又象 黑暗 死亡 阴险 恐怖等含义 由于人类对光明的自然向 ,对

黑暗都 种本能的厌恶 恐惧 在 圣经 ,黑色象 魔鬼 邪恶 痛

苦 反动 利,中文 是如

以. 黑色在中 的文 表

黑色象 邪恶 反动,如指阴险狠毒的人是 黑心肠 , 可告人的丑

恶内情是 黑幕 ,反动集团的 员是 黑帮 黑手 ,如果某人 了

黑 单,就说明他/ 犯了某种错误,是 个 可信任的人,因而会 到 府或

某机构的监视,就可 说 个人 了 黑 单 黑色表示 法,如说 匪

行径 走黑道 , 杀人劫 法勾当的 店 做 黑店 , 禁的

(65)

章 印

人喜

和讨厌的颜色词研究

3.令 印

人喜

的颜色

3.令.令 红色

令. 红色在印 的文 意义

印 人喜 红色因 红色 表勇气,幸运,快乐 印 文 中的红是

火 血 ,它象 着勇气

以. 红色在印 的文 表

在印 红日子 进货且ngg且l m刘严且h远 很多人喜 红日子,因 红

日子 就是假期, 用工 ,学校 假等,如圣 节 开斋节等 外,

红色 表示热情,如 红玫瑰 ,用来描述热烈的爱情 在 b且货且k 族的婚

礼,女人总是穿的长袖 衣 k刘b且y且 ,红色的长披肩,和红色的裙子 因

红色象 快乐

3.令.以 色

令. 色在印 的文 意义

印 人喜 色因 色是神圣的颜色,像小孩 在印 , 色象 着纯

洁,

以. 色在印 的文 表

很多在印 人喜 色, 如 色的衣服在结婚 在印 很多人

(66)

3.以 印

人讨厌

的颜色里里黑色

令. 黑色在印 的文 意义

黑色在印 都象 死亡 凶兆 灾难. 跟中 相似,在印 黑色 基本

贬义,是印 人的禁忌色之 因 圣经 中,黑色 表着魔鬼 痛苦

和邪恶,象 着黑暗 死亡 幸

以. 黑色在印 的文 表

在印 语 , 黑 死亡 k刘m且货i且n 和 唁

b刘l且s质ngk且w且 之意 在印 ,按照 俗人们通常在葬礼 穿黑色衣服,

(67)

第四章 中

和印

和讨厌的颜色词对

4.令相

令. 中 人和印 人都喜 红色

在中 红色寓意幸福 祥 兴盛 生机 喜庆等 从 古起,中 人

就喜 红色,因而红色被广泛用于婚礼 生日及其它 些庆典 在印 红色

象 着 幸运 幸福 样如意

以. 中 人和印 人都讨厌黑色

黑色在中 和印 文 都 贬义 ,常 坏的 邪恶的 非法

的 秘密的 等联系在 起 汉语中 黑心 黑帮 黑 黑 黑

单 等 跟中 相似的是,在印 黑色 基本 贬义,是印 人的禁忌色之

因 圣经 Alki货且b 中,黑色 表着魔鬼 痛苦和邪恶,象 着

黑暗 死亡进penderitaan dan kejahatan, yang merupakan symbol kegelapan,kematian远 幸

4.以

令. 中 人 喜 色,而印 人喜 色

在汉语和印 语 , 色都 是真诚和纯洁的意思,如 衣天使 都

是对 生 士等 人员的 呼 但是相对于印 语,汉语中 色更多地

和死亡和悲拗联系在 起, 时 徒然 空 之意 和中 人

,印 人倾向于认 色是高 和幸运的颜色 因 , 色在印 被广泛

(68)

以. 中 人喜 黄,而印 色很少穿黄色

黄色,在汉语 是高 的颜色, 尤其是金黄色更是高 权力 至高无

的象 , 常含 褒义 黄色在古 中 文 中是 表权威,威 ,传统

是皇族 的颜色 在印 黄色是很少使用,因 黄色很光明 化刘严且h

在基督教 k严is货刘n 而在印 ,进k质ning远 使人联想到背叛耶稣的犹大

(69)

第五章 结论

中 人喜 的 个颜色是红色和黄色,讨厌的 个颜色是黑色和 色

印 人喜 的 个颜色是红色和 色, 个讨厌的颜色是黑色 通过对中

和印 喜 和讨厌的颜色词 行对 ,中 了解了中 和印 文 的相

(70)

参考文献

后令成冯掬琳.英汉颜色词的对 后国成 江西教育出版社,以代令代

后以成陈静.汉英颜色词文 对 分析 后国成. 学术研究,以代令代

后3成甫如 .霍加. 浅谈汉语颜色词的文 含义 后国成,以代令代

后4成徐莉君.浅谈颜色词的英汉对 后国成 以代令代

后5成李 .中西文 中 关颜色词内涵的差异分析 后国成. 中 校外教育进 旬

刊远,以代令代

后6成刘实.汉英颜色词的文 差异分析 后国成. 新视角,以代令代

Gambar

Gambar 1.
Gambar 2.
Gambar 3.    Pemberian angpao
Gambar 5. Pakaian masyarakat tionghoa pada perayaan tahun baru Imlek
+2

Referensi

Dokumen terkait

PEJABAT PENGADAAN BARANG/ JASA BIDANG BINA M ARGA. DINAS PEKERJAAN UM UM KABUPATEN KLATEN

14/PSE/VIII/PBJ-DCT/2012 tanggal 8 Agustus 2012 untuk Seleksi Sederhana Pekerjaan Jasa Konsultansi Penyusunan Study Ecotourism Kabupaten Kendal, bersama ini disampaikan nama-nama

PEJABAT PENGADAAN BARANG/ JASA BIDANG BINA M ARGA.. DINAS PEKERJAAN UM UM KABUPATEN KLATEN

Bersama ini kami sampaikan dengan hormat bahwa sehubungan dengan pelelangan ulang pekerjaan Interpretasi Citra Satelit dan Digitasi Hutan Rakyat dan Lahan Kritis pada APBD

Apabila peser ta lelang kegiatan ter sebut diatas keber atan atas hasil pelelangan ini, diber ikan kesempatan untuk mengajukan sanggahan secar a ter tulis ditujukan kepada

• Garis pengaruh merepresentasikan efek dari beban bergerak pada titik tertentu dalam struktur sedangkan diagram gaya dalam (Momen, Lintang dan Normal) merupakan

pendidikan dan layanan penunjang pendidikan lainnya oleh Badan Layanan Umum Politeknik Kesehatan pada Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu kepada pengguna jasa.. Pasal

In the first phase, data pre-processing steps are performed, which include the Aero-Triangulation (AT) of UAV images based on GCPs, road area extraction from MLS