PENGARUH KONSENTRASI H2O2 DAN KONSENTRASI
ASAM ASETAT DALAM PROSES PEMBUATAN KITOSAN
SKRIPSI
OLEH:
ALBERT
050305028/THP
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
PENGARUH KONSENTRASI H2O2 DAN KONSENTRASI
ASAM ASETAT DALAM PROSES PEMBUATAN KITOSAN
SKRIPSI
OLEH:ALBERT 050305028/THP
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
Disetujui Oleh Komisi Pembimbing,
Ir. Terip Karo Karo, MS Mimi Nurmiah, STP, M.Si Ketua Anggota
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
ALBERT : PENGARUH KONSENTRASI H2O2 DAN KONSENTRASI
ASAM ASETAT DALAM PROSES PEMBUATAN KITOSAN Dibimbing oleh :
Ir. Terip Karo-Karo, MS Mimi Nurminah, STP, M.Si ABSTRAK
Penelitian dilakukan untuk mengetahui adanya pengaruh konsentrasi H2O2
dan konsentrasi asam asetat dalam proses pembuatan kitosan. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan dua faktor, yaitu konsentrasi H2O2
(K) : (5%, 6%, 7% dan 8%) dan konsentrasi asam asetat (A): (2%, 4%, 6% dan 8%). Parameter yang dianalisa adalah kejernihan, viskositas, total mikroba, uji organoleptik warna dan aroma, rendemen, konsentrasi larutan jenuh dan kestabilan relatif kitosan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi H2O2
memberi pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kejernihan, viskositas, total mikroba, uji organoleptik warna dan aroma. Konsentrasi asam asetat memberi pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kejernihan, viskositas, total mikroba, uji organoleptik warna dan aroma. Interaksi antara konsentrasi H2O2 dan Konsentrasi
asam asetat memberi pengaruh tidak nyata terhadap kejernihan, viskositas, total mikroba, uji organoleptik warna dan aroma.
Kata kunci: Kitosan, H2O2, Asam Asetat.
ALBERT : EFFECT OF H2O2 CONCENTRATION AND ACETIC ACID
CONCENTRATION IN THE PROCESS OF MAKING CHITOSAN SUPERVISED by : Ir. Terip Karo-Karo, MS
Mimi Nurminah, STP, M.Si
ABSTRACT
The aim of this research was to know the effect of H2O2 concentration and
acetic acid concentration in the process of making chitosan. The research had been performed using factorial completely randomized design (CRD) with two factors, i.e. : H2O2 concentration (K): (5%, 6%, 7% and 8%) and acetic acid concentration
(A): (2%, 4%, 6% dan 8%). Parameters analysed were clarity, viscosity, total microbial, organoleptic values (color and flavor), yield, saturated solution concentration and stability of chitosan solution. The results showed that H2O2
concentration had highly significant effect on the clarity, viscosity, total microbial and organoleptic values (color and flavor). Acetic acid concentration had highly significant effect on the clarity, viscosity, total microbial and organoleptic values (color and flavor). The interaction of H2O2 concentration and acetic acid
concentration had no significant effect on the clarity, viscosity, total microbial and organoleptic values (color and flavor).
RINGKASAN
ALBERT, “ Pengaruh Konsentrasi H2O2 dan Konsentrasi Asam Asetat Dalam
Proses Pembuatan Kitosan” dibimbing oleh Ir. Terip Karo-Karo, MS dan
Mimi Nurminah, STP, M.Si sebagai ketua dan anggota pembimbing.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi H2O2 dan
konsentrasi asam asetat dalam proses peembuatan kitosan.
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan 2
faktor, yaitu: faktor 1: Konsentrasi H2O2 terdiri dari 4 taraf yaitu K1 = 5%:
K2 = 6%: K3 = 7%: K4 = 8%, dan faktor 2: Konsentrasi Asam Asetat terdiri dari 4
taraf yaitu A1 = 2% : A2 = 4%: A3 = 6%: A4 = 8%.
1. Kejernihan
Konsentrasi H2O2 memberi pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01)
terhadap kejernihan. Kejernihan tertinggi terdapat pada perlakuan K4 sebesar
29,67%T dan terendah pada perlakuan K1 sebesar 28,87%T.
Konsentrasi asam asetat memberi pengaruh yang berbeda sangat nyata
(P<0,01) terhadap kejernihan. Kejernihan tertinggi terdapat pada perlakuan A4
sebesar 29,34%T dan terendah pada perlakuan A1 sebesar 29,21%T.
Interaksi antara konsentrasi H2O2 dengan konsentrasi asam asetat memberi
pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kejernihan.
2. Viskositas
Konsentrasi H2O2 memberi pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01)
terhadap viskositas. Viskositas tertinggi terdapat pada perlakuan K4 sebesar 40,98
Konsentrasi asam asetat memberi pengaruh yang berbeda sangat nyata
(P<0,01) terhadap viskositas. Viskositas tertinggi terdapat pada perlakuan A4
sebesar 39,29 CPs dan terendah pada perlakuan A1 sebesar 39,01 CPs.
Interaksi antara konsentrasi H2O2 dengan konsentrasi asam asetat memberi
pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap viskositas.
3. Total Mikroba
Konsentrasi H2O2 memberi pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01)
terhadap total mikroba. Total mikroba tertinggi terdapat pada perlakuan K1
sebesar 32,75 x 103 CFU/ml dan terendah pada perlakuan K4 sebesar 11,25 x 103
CFU/ml.
Konsentrasi asam asetat memberi pengaruh yang berbeda sangat nyata
(P<0,01) terhadap total mikroba. Total mikroba tertinggi terdapat pada perlakuan
A1 sebesar 24,25 x 103 CFU/ml dan terendah pada perlakuan A4 sebesar 19,13 x
103 CFU/ml.
Interaksi antara konsentrasi H2O2 dengan konsentrasi asam asetat memberi
pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap total mikroba.
4. Uji Organoleptik Warna
Konsentrasi H2O2 memberi pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01)
terhadap uji organoleptik warna. Uji Organoleptik warna tertinggi terdapat pada
perlakuan K4 sebesar 3,75 dan terendah pada perlakuan K1 sebesar 3,05.
Konsentrasi asam asetat memberi pengaruh yang berbeda sangat nyata
(P<0,01) terhadap uji organoleptik warna. Uji Organoleptik warna tertinggi
3,30. Interaksi antara konsentrasi H2O2 dengan konsentrasi asam asetat memberi
pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap uji organoleptik warna.
5. Uji Organoleptik Aroma
Konsentrasi H2O2 memberi pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01)
terhadap uji organoleptik aroma. Uji Organoleptik aroma tertinggi terdapat pada
perlakuan K1 sebesar 2,38 dan terendah pada perlakuan K4 sebesar 1,67.
Konsentrasi asam asetat memberi pengaruh yang berbeda sangat nyata
(P<0,01) terhadap uji organoleptik aroma. Uji Organoleptik aroma tertinggi
terdapat pada perlakuan A1 sebesar 2,13 dan terendah pada perlakuan A4 sebesar
1,94. Interaksi antara konsentrasi H2O2 dengan konsentrasi asam asetat
memberi pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap uji organoleptik aroma.
Rendemen Kitosan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh rendemen kitosan
dari tepung kulit udang sebesar 11,2%.
Konsentrasi Larutan Kitosan Jenuh dalam Asam Asetat 2%
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh bahwa konsentrasi
larutan kitosan jenuh adalah sebesar 6 gram dalam 50 ml asam asetat 2%.
Kestabilan Relatif Larutan Kitosan Larut Asam Jenuh
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kestabilan relatif dari
RIWAYAT HIDUP
ALBERT dilahirkan di Medan pada tanggal 16 April 1987. Anak pertama
dari 2 (dua) bersaudara dari Bapak Karolus (†) dan Ibu Tjioe Hui Fang.
Pada tahun 2005 lulus dari SMU Swasta Methodist-2 dan diterima di
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, melalui jalur SPMB.
Penulis telah mengikuti praktek kerja lapangan di PT. Multimas Nabati
Asahan (MNA) di Kuala Tanjung. Selama mengikuti kuliah, penulis aktif di
keanggotaan IMTHP (Ikatan Mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian) di
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
sebaik-baiknya.
Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Ir. Terip Karo Karo MS., selaku Ketua Komisi Pembimbing dan
Ibu Mimi Nurminah, STP. M.Si., selaku Anggota Komisi Pembimbing
atas saran dan bimbingan yang diberikan kepada penulis selama
penyusunan skripsi ini.
2. Ibu Dr. Ir. Herla Rusmarilin, M.Si dan Ibu Linda Masniary Lubis,
STP.M.Si., selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Ilmu dan Teknologi
Pertanian, serta seluruh staf pengajar dan pegawai di Fakultas pertanian
Universitas Sumatera Utara atas bantuan dan dukungannya selama penulis
melaksanakan studi di Departemen Teknologi Pertanian.
3. Kepada keluarga tercinta yang telah memberikan cinta kasih,
pengorbanan, dukungan moral dan material dan doa yang tulus kepada
penulis.
4. Buat sahabat-sahabatku, khususnya stambuk 2005, terima kasih atas
dukungannya.
Penulis berharap kiranya Tuhan yang Maha Esa memberkati dan
membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu penulis dalam
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan
skripsi ini, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini
bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Agustus 2011
DAFTAR ISI
Pendayagunaan Limbah Udang ... 6
Kandungan Kimia Limbah Udang ... 7
Kitin dan Kitosan ... 7
Kitin ... 7
Kitosan ... 9
Sifat Kimia Kitin dan Kitosan... 11
Ekstraksi Kitin... 13
BAHAN DAN METODA
Pelaksanaan Penelitian ... 30
Pembuatan Tepung Kulit Udang ... 30
Ekstraksi Kitin dari Tepung Kulit Udang ... 30
Ekstraksi Kitosan dari Kitin ... 31
Pembuatan Larutan Kitosan ... 31
Pengamatan Dan Pengukuran Data ... 32
Kejernihan Larutan Kitosan Larut Asam Asetat ... 32
Viskositas Larutan Kitosan Larut Asam Asetat ... 33
Penentuan Densitas Larutan ... 33
Penentuan Waktu Alir ... 33
Uji Aktifitas Anti Mikroba dan Anti Jamur Metode Agar ... 34
Uji Organoleptik Warna dan Aroma ... 34
Penentuan Rendemen ... 35
Konsentrasi Larutan Kitosan Jenuh dalam Asam Asetat 2% 35 Kestabilan Relatif Larutan Kitosan Larut Asam Asetat ... 35
Skema Pembuatan Tepung Kulit Udang ... 36
Skema Ekstraksi Kitin dari Tepung Kulit Udang ... 37
Skema Ekstraksi Kitosan dari Kitin ... 38
Skema Pembuatan Larutan Kitosan ... 39
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Konsentrasi H2O2 terhadap Parameter yang Diamati ... 40
Pengaruh Konsentrasi Asam Asetat terhadap Parameter yang Diamati . 41 Kejernihan ... 42
Pengaruh Konsentrasi H2O2 terhadap Kejernihan... 42
Pengaruh Konsentrasi Asam Asetat terhadap Kejernihan ... 43
Pengaruh Interaksi antara Konsentrasi H2O2 dan Konsentrasi Asam Asetat terhadap Kejernihan ... 45
Viskositas ... 45
Pengaruh Konsentrasi H2O2 terhadap Viskositas... 45
Pengaruh Konsentrasi Asam Asetat terhadap Viskositas ... 47
Pengaruh Interaksi Konsentrasi H2O2 dan Konsentrasi Asam Asetat terhadap Viskositas ... 48
Total Mikroba ... 49
Pengaruh Konsentrasi H2O2 terhadap Total Mikroba ... 49
Pengaruh Konsentrasi Asam Asetat terhadap Total Mikroba ... 50
Asam Asetat terhadap Total Mikroba ... 52
Uji Organoleptik Warna ... 52 Pengaruh Konsentrasi H2O2 terhadap Uji Organoleptik
Warna ... 52 Pengaruh Konsentrasi Asam Asetat terhadap Uji Organpleptik
Warna ... 54 Pengaruh Interaksi Konsentrasi H2O2 dan Konsentrasi
Asam Asetat terhadap Uji Organoleptik Warna ... 56
Uji Organoleptik Aroma ... 56 Pengaruh Konsentrasi H2O2 terhadap Uji Organoleptik
Aroma ... 56 Pengaruh Konsentrasi Asam Asetat terhadap Uji Organpleptik
Aroma ... 58 Pengaruh Interaksi Konsentrasi H2O2 dan Konsentrasi
Asam Asetat terhadap Uji Organoleptik Aroma ... 59
Rendemen Kitosan Kasar………. 60
Konsentrasi Larutan Kitosan Jenuh dalam Asam Asetat 2% ……... 60
Kestabilan Relatif Larutan Kitosan Larut Asam Asetat………….. 60
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 61 Saran ... 61
DAFTAR TABEL
No Judul Hal
1. Perkembangan Produksi Udang Nasional
Pada Tahun 1997-2001 ... 2
2. Kandungan Kimia Limbah Udang ... 7
3. Kandungan Kitin dan Protein Berdasarkan Berat Kering Pada Limbah Crustaceae … ... 9
8. Pengaruh Konsentrasi Asam Asetat terhadap Parameter yang diamati……... 41
9. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi H2O2 terhadap Kejernihan ………. 42
10.Uji LSR Efek Utama Konsentrasi Asam Asetat terhadap Kejernihan ... 44
11. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi H2O2 terhadap Viskositas ... 46
12. Uji LSR Efek Utama Konsentrasi Asam Asetat terhadap Viskositas ... 47
13. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi H2O2 terhadap Total Mikroba ... 49
14. Uji LSR Efek Utama Konsentrasi Asam Asetat terhadap Total Mikroba …… ... 51
16. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Asam Asetat
terhadap Uji Organoleptik Warna ... 54
17. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi
H2O2 terhadap Uji Organoleptik Aroma ... 56
18. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Asam Asetat
terhadap Uji Organoleptik Aroma ... 58
DAFTAR GAMBAR
No Judul Hal
1. Struktur Kitin ... 8
2. Struktur Kitosan ... 10
3. Perubahan Kitin Menjadi Kitosan ... 17
4. Proses Pembuatan Tepung Kulit Udang ... 36
5. Proses Ekstraksi Kitin dari Tepung Kulit Udang ... 37
6. Proses Ekstraksi Kitosan dari Kitin ... 38
7. Proses Pembuatan Larutan Kitosan ... 39
8. Hubungan Konsentrasi H2O2 dengan Kejernihan . ... 43
9. Hubungan Konsentrasi Asam Asetat dengan Kejenihan …….. 44
10.Hubungan Konsentrasi H2O2 dengan Viskositas . ... 46
11.Hubungan Konsentrasi Asam Asetat dengan Viskositas ……. 48
12. Hubungan Konsentrasi H2O2 dengan Total Mikroba ... 50
13. Hubungan Konsentrasi Asam Asetat dengan Total Mikroba ... 51
14. Hubungan Konsentrasi H2O2 dengan Uji Organoleptik Warna ... 53
15. Hubungan Konsentrasi Asam Asetat dengan Uji Organoleptik Warna ... 55
16. Hubungan Konsentrasi H2O2 dengan Uji Organoleptik Aroma . ... 57
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Hal
1. Data Pengamatan Analisa Kejernihan (%T) ... 66
2. Data Pengamatan Analisa Viskositas (CPs) ... 67
3. Data Pengamatan Analisa Total Mikroba ( x104 CFU/ml)... 68
4. Data Pengamatan Analisa Uji Organoleptik Warna (Numerik) 69
ALBERT : PENGARUH KONSENTRASI H2O2 DAN KONSENTRASI
ASAM ASETAT DALAM PROSES PEMBUATAN KITOSAN Dibimbing oleh :
Ir. Terip Karo-Karo, MS Mimi Nurminah, STP, M.Si ABSTRAK
Penelitian dilakukan untuk mengetahui adanya pengaruh konsentrasi H2O2
dan konsentrasi asam asetat dalam proses pembuatan kitosan. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan dua faktor, yaitu konsentrasi H2O2
(K) : (5%, 6%, 7% dan 8%) dan konsentrasi asam asetat (A): (2%, 4%, 6% dan 8%). Parameter yang dianalisa adalah kejernihan, viskositas, total mikroba, uji organoleptik warna dan aroma, rendemen, konsentrasi larutan jenuh dan kestabilan relatif kitosan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi H2O2
memberi pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kejernihan, viskositas, total mikroba, uji organoleptik warna dan aroma. Konsentrasi asam asetat memberi pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kejernihan, viskositas, total mikroba, uji organoleptik warna dan aroma. Interaksi antara konsentrasi H2O2 dan Konsentrasi
asam asetat memberi pengaruh tidak nyata terhadap kejernihan, viskositas, total mikroba, uji organoleptik warna dan aroma.
Kata kunci: Kitosan, H2O2, Asam Asetat.
ALBERT : EFFECT OF H2O2 CONCENTRATION AND ACETIC ACID
CONCENTRATION IN THE PROCESS OF MAKING CHITOSAN SUPERVISED by : Ir. Terip Karo-Karo, MS
Mimi Nurminah, STP, M.Si
ABSTRACT
The aim of this research was to know the effect of H2O2 concentration and
acetic acid concentration in the process of making chitosan. The research had been performed using factorial completely randomized design (CRD) with two factors, i.e. : H2O2 concentration (K): (5%, 6%, 7% and 8%) and acetic acid concentration
(A): (2%, 4%, 6% dan 8%). Parameters analysed were clarity, viscosity, total microbial, organoleptic values (color and flavor), yield, saturated solution concentration and stability of chitosan solution. The results showed that H2O2
concentration had highly significant effect on the clarity, viscosity, total microbial and organoleptic values (color and flavor). Acetic acid concentration had highly significant effect on the clarity, viscosity, total microbial and organoleptic values (color and flavor). The interaction of H2O2 concentration and acetic acid
concentration had no significant effect on the clarity, viscosity, total microbial and organoleptic values (color and flavor).
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Saat ini budidaya udang berkembang dengan pesat sehingga udang
dijadikan komoditas ekspor non migas yang dapat dihandalkan dan merupakan
biota laut yang bernilai ekonomis tinggi. Udang pada umumnya dimanfatkan
sebagai bahan makanan yang memiliki nilai gizi tinggi. Udang di Indonesia
umumnya diekspor dalam bentuk beku yang telah dibuang kepala, ekor dan
kulitnya. Limbah udang dapat dimanfaatkan menjadi senyawa kitosan. Namun
hingga saat ini limbah tersebut belum diolah dan dimanfaatkan secara maksimal,
sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan khususnya bau dan estetika
lingkungan yang buruk.
Sebagian besar limbah udang yang dihasilkan pengusaha udang berasal
dari kepala, kulit dan ekornya. Kulit udang mengandung protein (25% - 40%),
kitin (15% - 20%) dan kalsium karbonat (45% - 50%). Kandungan kitin dari kulit
udang lebih sedikit dibanding kulit atau cangkang kepiting. Kandungan kitin pada
limbah kepiting mencapai (50% - 60%). Namun karena bahan baku yang mudah
diperoleh adalah udang, maka proses pembuatan kitin dan kitosan biasanya lebih
memanfaatkan limbah udang (Soetomo, 1990).
Produksi udang nasional relatif stabil. Kondisi ini menunjukkan usaha
tambak udang memberikan nilai ekonomi yang layak dan menguntungkan.
Sentra-sentra produksi utama tambak udang adalah Jawa Timur, Sulawesi Selatan,
Sumatera Utara, Lampung dan Jawa Barat. Perkembangan produksi udang
Tabel 1 . Perkembangan Produksi Udang Nasional Pada Tahun 1997 - 2001.
Tahun Volume (Ton) Pertumbuhan (%)
1997 368.190
Sumber: Badan Pusat Statistik, Jakarta 2003
Indonesia diprediksikan mampu menghasilkan kitin dan kitosan dari
limbah udang dan rajungan 12.000 hingga 17.000 ton per tahun. Produksi itu
dapat menghasilkan pendapatan sebesar 60 hingga 89 juta dolar AS. Potensi
tersebut merupakan estimasi dari jumlah potensi bahan baku kitin dan kitosan di
dua pulau, yaitu Sumatera dan Bali. Di Sumatera, dari komoditas udang, 40%
hingga 60% adalah limbah cangkang (shrimp shell). Potensi bahan baku kitin dan
kitosan di pulau Sumatera 76.657 hingga 114.986 ton per tahun. Sedangkan di
Bali, dari komoditas kepiting 75% hingga 85% berupa cangkang (scrab shell).
Potensi bahan baku adalah 3.643 hingga 4.128 ton per tahun.
Kitosan yang berada di pasar Indonesia berasal dari Korea, India dan
Jepang. Dengan besarnya potensi limbah untuk dimanfaatkan, Indonesia sebagai
negara penyedia udang seharusnya mampu mengolah limbah udang yang
dihasilkan secara maksimal menjadi kitosan. Kitosan dapat dimanfaatkan dalam
pengolahan limbah cair industri, pangan, kesehatan dan industri-industri lainnya.
Disamping karena masalah limbah pengolahan udang, banyaknya
kegunaan kitosan dengan berbagai kelebihan membuat pemanfaatan kitosan layak
berbahaya bagi kesehatan, lebih fleksibel karena bisa digunakan dalam berbagai
bentuk. Bahkan dibanding lilin sebagai pelapis kitosan lebih unggul karena
bersifat anti mikroba.
Kitin dan kitosan dapat digunakan di berbagai macam aplikasi industri
diantaranya : Bahan tambahan dan penolong di bidang farmasi, kesehatan dan
kosmetik. Kitosan bisa juga berfungsi sebagai pengawet dan penyerap lemak.
Manfaat lain di bidang industri adalah menyerap logam berat.
Dalam proses pembuatan kitosan konsentrasi NaOH dan suhu pemanasan,
akan mempengaruhi mutu kitosan yang dihasilkan. Menurut Yunizal, dkk (2001)
ekstraksi kitosan dari kulit udang dengan kondisi perlakuan yang tepat adalah
deproteinasi dengan NaOH 3%, demineralisasi dengan HCl dan deasetilasi dengan
NaOH 50% dengan suhu 80 - 140oC).
Ada beberapa metode yang dapat diterapkan dalam menghasilkan kitosan
yang larut dalam air, diantaranya adalah penggunaan H2O2 dimana larutan tersebut
berfungsi sebagai peroksida kuat yang dapat mengubah sifat kitosan yang tidak
larut air menjadi larut air tetapi dengan bantuan asam asetat sebagai pelarutnya.
Sehingga H2O2 juga berfungsi sebagai katalisator yang akan menghilangkan bau
dan aroma dari asam asetat tersebut dan menjernihkan warna dari kitosan larut air,
karena H2O2 juga berfungsi sebagai bleaching agent yang dapat memutihkan
suatu larutan apabila dilakukan pencampuran dengan bahan tersebut.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi
Kegunaan Penelitian
• Sebagai sumber informasi pada proses pembuatan kitosan.
• Sebagai sumber data dalam penyusunan skripsi di Program Studi
Teknologi Hasil Pertanian, Departemen Teknologi Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Hipotesa Penelitian
• Diduga adanya pengaruh konsentrasi H2O2 terhadap karakteristik kitosan.
• Diduga adanya pengaruh konsentrasi asam asetat terhadap karakteristik
kitosan.
• Diduga adanya interaksi antara konsentrasi H2O2 dan asam asetat terhadap
TINJAUAN PUSTAKA
Udang (Penaeus modonon)
Udang merupakan jenis ikan konsumsi air payau, badan beruas
berjumlah 13 (5 ruas kepala dan 8 ruas dada) dan seluruh tubuh ditutupi oleh
kerangka luar yang disebut eksosketelon. Umumnya udang yang terdapat di
pasaran sebagian besar terdiri dari udang laut. Hanya sebagian kecil saja yang
terdiri dari udang air tawar, terutama di daerah sekitar sungai besar dan rawa
dekat pantai. Udang air tawar pada umumnya termasuk dalam keluarga
Palaemonidae, sehingga para ahli sering menyebutnya sebagai kelompok udang
palaemonid. Udang laut, terutama dari keluarga Penaeidae, yang biasa disebut
udang penaeid oleh para ahli
(Menristek, 2003).
Udang dapat kita klasifikasikan sebagai berikut:
Klas : Crustacea (binatang berkulit keras)
Sub Kelas : Malacostraca (udang-udangan tingkat tinggi)
Super Ordo : Eucarida
Ordo : Decapoda (binatang berkaki sepuluh)
Sub Ordo : Natantia (kaki digunakan untuk berenang)
Famili: : Palaemonidae, Penaeidae
(Menristek, 2003).
Tubuh udang terbagi atas tiga bagian besar, yakni kepala dan dada, badan,
keseluruhan (24% - 41%) dan kulit ekor (17% - 23%) dari seluruh berat badan,
tergantung juga dari jenis udangnya (Suparno dan Nurcahaya, 1984).
Pendayagunaan Limbah Udang
Limbah udang yang mencapai (30% - 40%) dari produksi udang beku
belum banyak dimanfaatkan. Moelyanto (1979) mengatakan bahwa pemanfaatan
limbah udang menjadi produk udang yang bernilai ekonomis tinggi merupakan
contoh yang sangat baik untuk memperoleh bahan makanan dengan kandungan
protein tinggi.
Selama ini jengger udang telah dimanfaatkan sebagai bahan pembuat
terasi, keripik udang dan petis serta pasta udang dan hidrolisat protein yang
merupakan produk jenis baru dari limbah jengger udang. Akan tetapi pemanfaatan
limbah ini hanya 3% dari skala limbah udang (Suparno dan Nurcahaya, 1974).
Menurut Moelyanto (1979), limbah udang selain dimafaatkan sebagai
bahan pangan, dapat juga dipergunakan untuk keperluan industri. Pembuatan
kitosan dari kulit udang dapat dipakai sebagai bahan kimia untuk industri dan
kertas.
Kepala udang yang menyatu dengan jengger udang sebagai limbah industri
udang beku baru sebagian kecil yang dimafaatkan, yaitu dibuat tepung kepala
udang yang dibuat sebagai pencampur bahan dalam pembuatan pellet untuk pakan
ternak (Mudjiman, 1982).
Kulit udang mengandung unsur yang bermanfaat yaitu protein kalsium dan
kitin yang mempunyai kegunaan dan prospek yang baik dalam industri. Protein
ternak, sedang kitin dapat dimanfaatkan sebagai surfaktan, zat pengemulsi, bahan
tambahan untuk antibiotika dan kosmetik (Knorr, 1984).
Kandungan Kimia Limbah Udang
Produk hasil perikanan mengandung dua unsur utama, yaitu air dan
protein selain unsur lain yang terdapat dalam jumlah kecil. Susunan kimia limbah
udang dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan Kimia Limbah Udang (%)
Unsur Kepala udang Jengger udang
Air 78,51 69,30
Protein 12,28 20,70
Lemak 1,27 8,40
Abu 5,34 1,50
Sumber: Juhairi, 1986.
Kulit udang yang terdapat pada kepala, jengger dan tubuh udang
mengandung protein 34,9%, kalsium 26,7%, kitin 18,1% dan unsur lain seperti zat
terlarut, lemak dan protein tercerna sebesar 19,4% (Casio, et al.,1982).
Kitin dan Kitosan Kitin
Kitin sebagai prekursor kitosan pertama kali ditemukan pada tahun 1811
oleh Henri Braconnot (Perancis) sebagai hasil isolasi dari jamur. Sedangkan kitin
dari kulit serangga ditemukan kemudian pada tahun 1820. Kitin merupakan
polimer kedua terbesar di bumi selelah selulosa. Kitin adalah senyawa amino
polisakarida berbentuk polimer gabungan.Kitosan ditemukan C. Roughet pada
tahun 1859 dengan cara memasak kitin dengan basa. Perkembangan penggunaan
diperlukannya bahan alami oleh berbagai industri sekitar tahun 1970-an.
Penggunaan kitosan untuk aplikasi khusus, seperti farmasi dan kesehatan dimulai
pada pertengahan 1980 - 1990.
Umumnya kitin diisolasi melalui rangkaian proses produksi. Pertama,
demineralisasi atau proses penghilangan mineral menggunakan asam. Kedua,
deproteinasi atau proses penghilangan protein menggunakan basa. Ketiga,
dekolorisasi atau proses penghilangan warna menggunakan oksidator atau pelarut
organik (Rismana, 2006).
Kitin merupakan salah satu biopolimer homopolisakarida yang tersedia
sangat banyak di alam. Kitin terutama terdapat pada invertebrata laut, serangga,
kapang dan beberapa jenis khamir. Kitin biasanya banyak ditemukandalam
keadaan bergabung dengan protein (Knorr, 1984). Struktur kitin dapat dilihat pada
Gambar 1.
Gambar 1. Struktur Kitin (Iranian Polimer Jurnal,2002)
Kitin merupakan biopolimer alami yang melimpah dari kulit luar kepiting,
udang dan juga dinding sel jamur dan serangga. Pada saat ini hanya sedikit jumlah
limbah dan cangkang yang dimanfaatkan sebagai pakan ternak, sumber bahan
kitin atau sebagai absorben atau penjerat enzim harus didahului oleh proses
dimineralisasi sehingga pengolahan kerang - kerangan menimbulkan pencemaran
Kandungan kitin dan protein pada limbah Crustaceae dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. KandunganKitin dan Protein Berdasarkan Berat Kering Pada Limbah Crustaceae (%)
Sumber Kitin Protein Kitin
Kepiting: Collnectes sapidus 21,5 13,5
Chinocetes opilio 29,2 26,6
Udang: Pandanus borealis 41,9 17,0
Crangon crangon 40,6 17,8
Penaeus monodon 47,4 40,4
Udang karang: Procamborus clarkii 29,8 13,2
Krill: Euphausia superba 41,0 24,0
Udang biasa 61,6 33,0
Sumber: Synowiecky and Al-Khateeb (2003)
Kitosan
Kitosan adalah senyawa polimer alam turunan kitin yang diisolasi dari
limbah perikanan, seperti kulit. udang dan cangkang kepiting dengan
kandungan kitin antara 65 - 70 persen. Sumber bahan baku kitosan yang lain di
antaranya kalajengking, jamur, cumi, gurita, serangga, laba - laba dan ulat sutera
dengan kandungan kitin antara 5 - 45 persen. Kitosan merupakan bahan kimia
multiguna berbentuk serat dan merupakan kopolimer berbentuk lembaran tipis,
berwarna putih atau kuning, tidak berbau. Kitosan merupakan produk deasetilasi
kitin melalui proses kimia menggunakan basa natrium bidroksida atau proses
enzimatis menggunakan enzim chitin deacetylase. Serat ini bersifat tidak dicerna
dan tidak diserap tubuh. Sifat menonjol kitosan adalah kemampuan mengabsorpsi
lemak hingga 4 - 5 kali beratnya (Rismana, 2006).
Kitosan adalah senyawa kimia yang berasal dari bahan hayati kitin, suatu
senyawa organik yang melimpah di alam ini setelah selulosa. Kitin ini umumnya
Molusca sp, Coelenterata sp, Annelida sp, Nematoda sp, dan beberapa dari
kelompok jamur. Selain dari kerangka hewan invertebrata, juga banyak ditemukan
pada bagian insang ikan, trakea, dinding usus dan pada kulit cumi-cumi. Sebagai
sumber utamanya ialah cangkang Crustaceae sp, yaitu udang, lobster, kepiting,
dan hewan yang bercangkang lainnya, terutama asal laut. Sumber ini diutamakan
karena bertujuan untuk memberdayakan limbah udang (Hawab, 2005). Struktur
kitosan dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur Kitosan (Iranian Polimer Jurnal,2002)
Kitosan adalah produk terdeasetilasi dari kitin yang merupakan biopolimer
alami kedua terbanyak di alam setelah selulosa, yang banyak terdapat pada
serangga, krustasea, dan jamur (Sanford and Hutchings, 1987). Diperkirakan lebih
dari 109 - 1.010 ton kitosan diproduksi di alam tiap tahun. Sebagai negara
maritim, Indonesia sangat berpotensi menghasilkan kitin dan produk turunannya.
Limbah cangkang rajungan di Cirebon saja berkisar 10 ton perhari yang berasal
dari sekurangnya 20 industri kecil. Kitosan tersebut masih menjadi limbah yang
dibuang dan menimbulkan masalah lingkungan. Data statistik menunjukkan
negara yang memiliki industri pengolahan kerang menghasilkan sekitar 56.200
ton limbah. Pasar dunia untuk produk turunan kitin menunjukkan bahwa oligomer
kitosan adalah produk yang termahal, yaitu senilai $ 60.000/ton.
Kitosan merupakan senyawa turunan kitin, senyawa penyusun rangka luar
kitin termasuk senyawa kelompok polisakarida. Senyawa lain yang termasuk
kelompok polisakarida yang sudah tidak asing bagi kita adalah pati dan sellulosa.
Polisakarida ini berbeda dalam jenis monosakarida penyusunnya dan cara
monosakarida berikatan membentuk polisakarida (Rismana, 2006).
Sifat – sifat Kimia Kitin dan Kitosan
Sebagian besar polisakarida yang terdapat secara alami seperti sellulosa,
dekstran, pektin, asam alginat, agar, karangenan bersifat netral atau asam di alam,
sedangkan kitosan merupakan polisakarida yang bersifat basa (Kumar, 2000).
Kitin dicirikan oleh sifatnya yang sangat susah larut dalam air dan
beberapa pelarut organik, rendahnya reaktivitas kimia dan sangat hidrofobik.
Ketiga sifat tersebut menyebabkan penggunaan kitin relatif lebih sedikit
dibandingkan kitosan dan derivatnya. Aplikasi kitin yang utama adalah sebagai
senyawa pengkelat logam dalam instalasi pengolahan air bersih atau limbah,
kosmetik sebagai fungisida dan fungistatik penyembuh luka (Rismana 2006).
Menurut Rismana (2006) sifat alami kitosandapat dibagi menjadi dua sifat
besar yaitu, sifat kimia dan biologi. Sifat kimia kitosan sama dengan kitin tetapi
yang khas antara lain:
• Merupakan polimer poliamin berbentuk linear.
• Mempunyai gugus amino aktif.
• Mempunyai kemampuan mengikat beberapa logam.
Sifat biologi kitosan antara lain:
• Bersifat biokompatibel artinya sebagai polimer alami sifatnya tidak
mempunyai akibat samping, tidak beracun, tidak dapat dicerna, mudah
• Dapat berikatan dengan sel mamalia dan mikroba secara agresif.
• Bersifat hemostatik, fungistatik, spermisidal, antitumor, antikolesterol.
• Bersifat sebagai depresan pada sistem saraf pusat. Berdasarkan kedua sifat
tersebut maka kitosan mempunyai sifat fisik khas yaitu mudah dibentuk
menjadi spons, larutan, pasta, membran, dan serat. yang sangat
bermanfaat.
Dalam hal kelarutan kitin berbeda dengan selulosa karena kitin merupakan
senyawa yang stabil terhadap pereaksi kimia. Kitin bersifat hidrofobik, tidak larut
dalam air, alkohol dan hampir semua pelarut organik. Kitin dapat larut dalam
asam klorida, asam sulfat dan asam fosfat pekat (Roberts, 1992).
Kitosan dengan bentuk amino bebas tidak selalu larut dalam air pada pH
lebih dari 6,5 sehingga memerlukan asam untuk melarutkannya. Kitosan larut
dalam asam asetat dam asam formiat encer. Adanya dua gugus hidroksil pada
kitin sedangkan kitosan dengan 1 gugus amino dan 2 gugus hidroksil merupakan
target dalam modifikasi kimiawi (Hirano, dkk.,1987).
Sifat kation kitosan adalah linier polielektrolit, bermuatan positif, flokulan
yang sangat baik, pengkelat ion - ion logam. Sifat biologi kitosan adalah non
toksik, polimer alami, sedangkan sifat kimia seperti linier poliamin, gugus
amino dan gugus hidroksil yang reaktif. Aplikasi kitosan dalam
berbagai bidang tergantung sifat kationik, biologi dan kimianya
Standard mutu kitosan yang beredar di pasaran dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Standard Mutu Kitosan
Sifat-sifat Kitosan Mutu yang Dikehendaki
Ukuran partikel Butiran atau bubuk
Kadar protein (%) < 20
Kadar air (%) < 10
Kadar abu (%) < 2
Derajat deasetilasi > 70
Sumber: Unhas (2003)
Ekstraksi Kitin
Kitin secara komersil umumnya diekstraksi dari kulit udang, cangkang
kepiting yang diperoleh dari limbah industri pengolahan. Proses ekstraksi kitin
dari kulit udangdan cangkang kepiting adalah proses reaksi kimia yang sederhana.
Alternatif lain untuk menggantikan proses ekstraksi kimia yaitu dengan proses
fermentasi dengan menggunakan mikroorganisme bakteri proteolitik atau bakteri
asam laktat (Peberdy, 1999).
Proses isolasi kitin biasanya terdiri dari demineralisasi, deproteinisasi dan
pemutihan (bleaching). Dua tahap pertama dapat dilakukan dengan urutan yang
sebaliknyaatau saling dipertukarkan tergantung kepada pemisahan karateonida
dan protein dan penggunaan kitin yang dihasilkan. Kitin yang akan digunakan
untuk absorben atau penjerat enzim harus didahului oleh didemineralisasi, karena
pemisahan garam akan mengisi dan melindungi struktur materi kitin menjamin
deasetilasi polisakarida pada penembahan alkali selama depeoteinisasi. Akan
tetapi deprotenisasi harus dilakukan lebih dulu untuk mempross cangkang yang
sebelumnya telah diekstraksi dengan minyak untuk memisahkan karotenoidanya
(Synoweiecky and Al-Khateeb, 2003).
Menurut Yunizal, dkk (2001) ekstraksi kitosan dari kulit udang dengan
demineralisasi dengan HCl 1,25 N dan proses deasetilasi menggunakan NaOH
50%.
Demineralisasi
Demineralisasi biasanya dapat dilakukan dengan HCl 1 - 8% selama 1 - 3
jam pada suhu kamar. Demineralisasi sempurna dapat dicapai dengan memakai
asam yang secara stokiometrik melebihi kandungan mineral. Jika reaksi
demineralisasi terlampau lama sampai 24 jam maka degradasi kitin akan terjadi
(Synoweiecky and Al-Khateeb, 2003).
Proses demineralisasi menggunakan berbagai pereaksi asam seperti HCl,
HNO3, H2SO4, CH3COOH, dan HCOOH, umumnya menggunakan HCl dengan
konsentrasi 0,275 - 1 N, dengan kisaran suhu perendaman 20oC sampai dengan
22oC. Perendaman pada suhu kamar lebih banyak dilakukan untuk meminimalkan
hidrolisis pada rantai polimer. Proses ini bertujuan memisahkan kitin dari CaCO3
(Roberts, 1992).
Deproteinisasi
Untuk deproteinisasi digunakan larutan natrium atau kalium hidroksida
dalam air. Efektivitas deproteinisasi tergantung pada suhu selama proses,
konsentrasi basa dan rasio larutan dengan cangkang. Limbah kulit
krustacean diproses dengan natrium hidroksida dengan konsentrasi
yang berkisar antara (1% - 10%) dan suhu dinaikan sampai 65 ke 100oC
(Synoweiecky and Al-Khateeb, 2003).
Proses deproteinisasi menggunakan berbagai pereaksi seperti Na2CO3,
banyak digunakan. Perlakuan dengan larutan NaOH bervariasi antara
0,25N - 2,5N (Roberts, 1992).
Deproteinisasi dapat juga dilakukan dengan cara enzimatisuntuk
mempertahankan nilai biologis protein yang dihasilkan. Tetapi cara ini tidak
menjamin pemisahan protein secara sempurna. Pada pemisahan protein secara
enzimatik, demineralisasi terlebih dahulu sangat menguntungkan. Hal ini akan
meningkatkan permeabilitas jaringan untuk penetrasi enzim dan mengeluarkan
mineral (Synoweiecky and Al-Khateeb, 2003).
Proses ekstraksi kitosan dimulai dengan mencuci kulit udang dengan air
tawar bersih. Selanjutnya dihancurkan dengan blender, untuk kemudian dilakukan
deproteinasi menggunakan larutan alkali (0,5 N NaOH) sambil dipanaskan, dan
disaring.Residu (padatan), lanjutnya, dicuci dengan aquades, untuk memasuki
proses demineralisasi menggunakan 1 N HCl pada suhu kamar. Setelah itu
dilakukan penyaringan, residu dicuci dengan aquades. Residu kemudian
diputihkan menggunakan larutan NaOCl 0,5%, kemudian dilakukan penyaringan
dan pencucian serta pengeringan pada suhu 30 - 40oC selama 8 - 12 jam. Dari
tahap ini akan diperoleh senyawa antara yang disebut kitin (Djagal, 2003).
Ekstraksi Kitosan
Proses pengolahan cangkang menjadi kitin dan kitosan, adalah sebagai
berikut: cangkang demineralisasi yaitu dikurangi kandungan mineralnya dengan
HCL. Kedua, deproteinisasi, yaitu mengurangi kandungan protein dengan NaOH
dalam suhu medium. Cuci netral lalu dikeringkn, dinamakan kitin. Pengolahan
Kitin dideasetilasi menggunakan NaOH 40%, dilanjutkan dengan
penyaringan dan pencucian sampai bersih lalu dikeringkan. Bubuk Kitosan yang
dihasilkan disimpan dalam wadah yang kedap udara. Pemanfaatan kitosan dalam
bidang budidaya pertanian, antara lain sebagai pelapis benih gandum sehingga
relatif lebih tahan terhadap kerusakan ketika disimpan. Selain itu, kualitas benih
tetap terjaga baik sehingga mampu meningkatkan produksi (Djagal, 2003).
Kitosan dapat diperoleh dengan mengkonversi kitin. Sedangkan kitin
dapat kita peroleh dari kulit udang, kulit kepiting dan serangga. Kitin banyak juga
terdapat pada jamur. Konversi kitin menjadi kitosan pertama kali dilakukan tahun
1859 oleh C. Rouget (Lampungpost 2004).
Deasetilasi
Kitin yang diperoleh dari proses deproteinisasi tidak dapat larut dalam
sebagian besar pereaksi kimia. Untuk memudahkan kelarutannya, maka kitin
dideasetilasi dengan pelarut alkali menjadi kitosan. Setelah melalui proses
deasetilasi maka daya adsorbsi kitin meningkat dengan bertambahnya gugus
amina. Perubahan kitin menjadi kitosan dapat dilakukan secara enzimatis dan
kimiawi (Muzzarelli, 1977). Proses perubahan kitin menjadi kitosan dapat dilihat
Gambar 3. Perubahan Kitin Menjadi Kitosan (Iranian Polimer Jurnal,2002)
Biasanya kitosan dibuat dengan proses deasetilasi dari kitin kepiting dan
udang halus. Proses ini dilakukan pada kombinasi yang berbeda dari suhu
(80 - 140oC) selama 10 jam dengan menggunakan larutan natrium atau kalium
hidroksida 30 - 60%. (Synoweiecky and Al-Khateeb, 2003).
Proses deasetilasi kimiawi dilakukan untuk menghilangkan gugus asetil
kitin melalui perebusan dalam larutan alkali konsentrasi tinggi. Larutan NaOH
40% dalam proses deasetilasi kitin, pada suhu 70oC selama 6 jam menghasilkan
kitosan dengan derajat deasetilasi 92%. Derajat deasetilasi kitosan tergantung dari
konsentrasi alkali yang digunakan, lama reaksi, ukuran partikel kitin dan berat
jenis (Hwang and Shin, 2000).
Makin tinggi konsentrasi alkali yang digunakan, makin rendah suhu atau
makin singkat waktu yang diperlukan untuk proses ini. Beberapa variasi
Tabel 5. Variasi Deasetilasi
NaOH (%) Suhu (oC) LamaPemanasan (Jam)
5 150 24
40 100 18
50 100 1
Sumber : Roberts (1992).
Kitosan Larut Air
Penggunaan H2O2 menunjukkan potensi yang luar biasa dalam
mendegradasi kitosan kasar yang tidak larut dalam air menjadi kitosan yang larut
dalam air.Faktor yang digunakan adalah konsentrasi H2O2, lama pemanasan dan
suhu pemanasan menunjukkan efek yang signifikan terhadap pemulihan kitosan
yang larut dalam air. Kondisi yang paling optimal dengan pemulihan kitosan yang
larut dalam air adalah pada konsentrasi 5,5% H2O2 dengan lama pemanasan 3,5
jam dan suhu yang digunakan adalah 42,8oC (Yunjian, et al., 2008).
Larutan yang ideal untuk tujuan pengemasan harus mempunyai sifat inert
absolute dan tidak mempunyai efek sama sekali terhadap daging buah dan warna
pada jaringan buah. Apabila pH dari larutan kitosan meningkat maka, reaksi
pembusukan akan terhambat. Walaupun pada penggunaan pH rendah yang
penting untuk mendapatkan larutan kitosan yang bagus dan membentuk gel yang
homogeny. Pada teorinya derajat dari kerusakan dapat di seimbangkan dengan
penambahan alkali yang tepat berfungsi untuk menaikkan pH ke tingkat yang
agak tinggi (Banker, 1996).
Kitosan larut air dapat juga diperoleh dengan cara dilarutkan
menggunakan gas karbon dioksida (CO2) dengan cara mempersiapkan kitosan
yang menunjukkan bahwa kitosan tersebut larut dalam CO2. Sel - sel seluloik
dengan mudah terlapisi dengan kitosan menggunakan larutan kitosan-CO2
(Sakai, et al., 2001).
Pemanfaatan Kitosan
Kitosan dewasa ini banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, baik
sebagai makanan yang menjaga kesehatan maupun industri. Kitosan dipakai untuk
mengawetkan biji-bijian dari serangan hama, membersihkan dan menjernihkan
air, bahan baku kosmetik, bahan baku industri pangan, pemupukan lahan
pertanian, dan pengolahan lingkungan. Dewasa ini manfaat kitosan sebagai
makanan kesehatan (bukan obat) banyak diteliti, bahkan sudah diaplikasikan
(Hawab, 2004).
Fungsi kitosan pada penjernihan air limbah telah banyak digunakan di
Jepang dengan volume penggunaan mencapai 500 ton pada 1986. Dalam dunia
farmasi, kitosan telah banyak digunakan sebagai drug-delivery vehicle, dimana
kitosan mudah dicampur dengan obat sebagai pembentuk obat dan bahan aktif
obat akan dilepas ketika terjadi kontak dengan cairan dalam tubuh. Penelitian
dalam bidang kesehatan, juga menunjukkan bahwa kitosan mampu berfungsi
sebagai health-promoting agents (agen peningkat kesehatan) dengan memberikan
efek penurunan kolesterol (hyphocholesterolemic) dan lemak (hypolipidemic)
pada hewan percobaan maupun manusia (Djagal 2003).
Medis
Dalam dunia medis, kitosan dipakai sebagai bahan benang operasi. Di
Malaysia, sudah dikembangkan pemanfaatan kitosan untuk pelapis luka.
yang juga dikembangkan Malaysia. Sementara itu, upaya menambah nilai dari
produk perikanan itu sendiri kurang optimal. Di dunia medis, kitosan memiliki
keunggulan yaitu dapat melepas senyawa berdasarkan waktu. Jika kitosan menjadi
campuran dalam obat, ketika di pencernaan maka melepas senyawa obat dalam
tahapan berbeda. (Hawab 2004).
Menurut Krissentiana (2004), pemanfaatan Kitosan pada industri sudah
hampir mencakup semua ruang lingkup industri seperti: Industri tekstil, bidang
fotografi, industri fungisida, kosmetik, pengolahan pangan dan kesehatan.
Industri Tekstil.
Serat tenun dapat dibuat dari kitin dengan cara membuat suspensi kitin
dalam asam format, kemudian ditambahkan triklor asam asetat dan segera
dibekukan pada suhu 20oC selama 24 jam. Jika larutan ini dipintal dan
dimasukkan dalam etil asetat maka akan terbentuk serat tenun yang potensial
untuk industri tekstil. Pada kerajinan batik, pasta kitosan dapat menggantikan
''malam'' (wax) sebagai media pembatikan (Krissentiana, 2004).
Bidang Fotografi.
Jika kitin dilarutkan dalam larutan dimetilasetamida, maka dari larutan ini
dapat dibuat film untuk berbagai kegunaan. Pada industri film untuk fotografi,
penambahan tembaga kitosan dapat memperbaiki mutu film yaitu untuk
meningkatkan fotosensitivitasnya (Krissentiana, 2004).
Industri Fungisida.
Kitosan mempunyai sifat antimikrobia melawan jamur lebih kuat dari
kitin. Jika Kitosan ditambahkan pada tanah, maka akan menstimulir pertumbuhan
langsung pada tanaman. Misalnya larutan 0,4% kitosan jika disemprotkan pada
tanaman tomat dapat menghilangkan virus tobacco mozaik (Krissentiana, 2004).
Industri Kosmetika.
Kini telah dikembangkan produk baru shampo kering mengandung kitin
yang disuspensi dalam alkohol. Termasuk pembuatan lotion dan shampo cair yang
mengandung (0,5% - 6,0%) garam kitosan. Shampo ini mempunyai kelebihan
dapat meningkatkan kekuatan dan berkilaunya rambut, karena adanya interaksi
antara polimer tersebut dengan protein rambut (Krissentiana, 2004).
Industri Pengolahan Pangan.
Karena sifat kitin dan kitosan yang dapat mengikat air dan lemak, maka
keduanya dapat digunakan sebagai media pewarnaan makanan. Mikrokristalin
kitin jika ditambahkan pada adonan akan dapat meningkatkan pengembangan
volume roti tawar yang dihasilkan. Selain itu juga sebagai pengental dan
pembentuk emulsi lebih baik dari pada mikrokristalin sellulosa. Pada pemanasan
tinggi kitin akan menghasilkan pyrazine yang potensial sebagai zat penambah cita
rasa.(Krissentiana, 2004).
Kitosan memiliki sifat unik yang digunakan sebagai komposis yang ideal
untuk perkembangan edible film yang memiliki sifat antimikroba. Kitosan
memiliki karakteristik film yang lebih bagus dan sifat antibacterial yang hampir
sama denga sifat antibakterial dari desinfektan, ratio dari pemusnahan
bakteri/jamur yang lebih tinggi dan toksitas yang rendah bagi sel mamalia.
Laporan menyatakan bahwa ikatan antara kitosan dengan endotoksin dari bakteri
Pemasaran produk-produk olah minimal semakin meningkat dan telah
didapati terjadinya keracunan makanan, seperti Listeria monocytogenes dalam
bahan pangan yang berasal dari daging. Meningkatnya permintaan pasar terhadap
bahan pangan yang segar telah mencetuskan ide untuk meningkatkan kemampuan
bahan pengemas dalam mencegah pertumbuhan mikroba dan memperpanjang
masa simpan dari bahan pangan. Oleh karena itu kitosan dipilih sebagai salah satu
bipolimoer yang sangat menjanjikan untuk digunakan sebagai edible film atau
bahan pelapis yang mana apabila dilihat sangat menguntungkan karena
mempunyai sifat pelindung oksigen yang sangat bagus dan fleksibilitas lapisan
film yang sangat baik (Gallstedt, et al., 2009).
Kesehatan
Sifat kitosan sebagai polimer alami mempunyai sifat menghambat absorpsi
lemak Sifat ini sangat potensial untuk dijadikan obat penurun lemak, penurun
kolesterol, pelangsing tubuh atau pencegahan penyakit lainnya. Kitosan juga
bersifat tidak dicernakan dan tidak diabsorpsi tubuh, sehingga lemak dan
kolesterol makanan terikat menjadi bentuk non - absorpsi yang tak berkalori,
Tidak seperti serat alam lain, kitosan mempunyai sifat unik karena memberikan
daya pengikatan lemak yang sangat tinggi. Pada kondisi normal kitosan mampu
menyerap 4 - 5 kali lemak dibandingkan serat lain. Kapasitas yang tinggi ini juga
diakibatkan gugus kitosan yang relatif bersifat basa dengan adanya gugus amino.
Sebagai contoh jumlah lemak yang dieksresi oleh kitosan sekitar 51% sedangkan
oleh pektin dan selulosa hanya mencapai (5% - 7%) (Krissentiana, 2004).
Kitosan tidak bisa dicerna sehingga tidak mempunyai nilai kalori. Sifat ini
lain, kitosan mempunyai daya pengikatan lemak yang sangat tinggi
(superabsorbance) sehingga mampu menghambat absorpsi lemak oleh tubuh.
Kitosan adalah serat yang tidak diabsorpsi sehingga bila lemak terikat dengannya
akan menjadi senyawa yang tak diabsorpsi. Hasil penelitian pada hewan
percobaan menunjukkan, hewan yang diberi makanan mengandung kitosan
mampu mengekskresi lemak di kotorannya hingga 5 - 10 kali serat lain. Kitosan
mampu menurunkan kolesterol LDL (low density lipoprotein) sekaligus
meningkatkan komposisi perbandingan kolesterol HDL (high density lipoprotein)
terhadap LDL (Rismana, 2006).
Kitin dan turunannya (karboksimetil kitin, hidroksietil kitin dan etil kitin)
dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan benang operasi. Benang operasi
ini mempunyai keunggulan dapat diurai dan diserap dalam jaringan tubuh, tidak
beracun, dapat disterilisasi dan dapat disimpan lama. Kitin dan kitosan dapat
digunakan sebagai bahan pemercepat penyembuhan luka bakar, lebih baik dari
yang terbuat dari tulang rawan. Selain itu juga sebagai bahan pembuatan
garam-garam glukosamin yang mempunyai banyak manfaat di bidang kedokteran.
Misalnya untuk menyembuhkan influenza, radang usus dan sakit tulang.
Glukosamin terasetilasi merupakan bahan antitumor, sedangkan glukosamin
sendiri bersifat toksik terhadap sel-sel tumor sehingga dapat menurunkan kadar
kolesterol darah dan kolesterol liver. Kitin tidak dapat dicerna dalam pencernaan,
sehingga berfungsi sebagai dietary fiber yang berguna melancarkan pembuangan
Penelitian Sebelumnya
Menurut Roberts (1992), standar mutu kitosan belum ada, sehingga analisa
kitosan ditujukan untuk menentukan karakterisasi yang berhubungan dengan
sumber bahan kitosan dan tujuan penggunaannya.
Secara umum grade kitosan dikelompokkan atas pemanfaatannya pada
berbagai bidang dan sumber bahan, seperti untuk farmasi dan kosmetika, untuk
bahan pangan dan untuk aplikasi bahan teknis lainnya. Kitosan yang hendak
diaplikasikan di bidang farmasi dan medis tidak boleh tercemar logam berat dan
residu protein (Roberts, 1992).
Pada penelitian Sirait (2002), parameter yang diuji adalah kadar air,
rendemen, kadar abu, kadar protein dan uji kelarutan dalam asam asetat.
Deasetilasi kitin menjadi kitosan dilakukan dengan menggunakan larutan NaOH
40%.
Isolasi kitin dan kitosan dengan perbandingan sampel dan NaOH 1:10
dengan lama pemansan 90 menit menghasilkan rendemen sebesar 13,49% dan
kadar total nitrogen terendah 8,81%. Hasil ini lebih baik dari penggunaan
perbandingan sampel dan NaOH 1:8 dengan lama pemansan 60 menit
(Unhas,2003).
Spektrofotometer di disain untuk menghitung jumlah cahaya yang diserap
oleh sampel. Alat ini bekerja dengan cara melewatkan pancaran cahaya melewati
sebuah sampel dan mengukur intensitas cahaya yang mencapai detektor.
Pengertian transmitansi secara singkat adalah fraksi cahaya dari sumber cahaya
yang melewati sampel dan sampai ke detektor. Pada banyak aplikasi, ada yang
serapan molekul. Jika tidak ada cahaya yang diserap, absorbansi adalah 0, maka
transmitansi adalah 100% (Blauch, 2009).
Warna dari 10 varietas kacang kedelai dari Brazil di teliti. Warna dari
kacang kedelai tergantung kepada varietas dan biasanya berwarna merah yang
lebih kuat daripada kacang kedelai dari Jepang. Pencucian sebanyak dua kali
selama perendaman tidak menimbulkan perubahan yang signifikan terhadapa
warna. Ketika menggunakan asam asetat pada konsentrasi 0,1% untuk
perendaman, terjadi penurunan warna merah pada kacang kedelai. Bagaimanapun,
ketika menggunakan konsentrasi asam asetat lebih tinggi dari 0,5%, dapat
menyebabkan kerusakan aroma pada kacang kedelai dan pemasakan kacang
kedelai dan kacang kedelai yang dimasak tersebut menjadi lebih keras pada waktu
yang sama (Saito, et al., 2004).
Penggunaan asam organik untuk dekontaminasi mikroorganisme pada
karkas ayam digunakan untuk mengurangi jumlah mikroorganisme dalam karkas
ayam. Penggunaan asam organik untuk dekontaminasi pada penelitian ini karena
asam organik dikenal sebagai agen mikroba yang efektif dan aman untuk aplikasi
pangan. Pengurangan total mikroba bisa dikarenakan penurunan pH pada
permukaan karkas yang telah direndam dalam asam laktat, sitrat dan asetat. Sifat
antimikroba dari asam organik tergantung kepada tingkat kerendahan keasaman
masing-masing asam organic tersebut (Sumarmono dan Rahardjo, 2008).
Badan pengkajian literatur membenarkan klaim atas kemungkinan
efisiensi POAA (asam peraksid, peroxyacetic acid) sebagai agen antimikroba
dalam penanganan pencucian secara komersial yang di targetkan pada konsentrasi
antimikroba dari POAA. Laporan menunjukan bahwa konsentrasi 40 - 200 ppm
POAA komersial, yang dikeluarkan dari badan pengkajian literatur
mengindikasikan POAA, digunakan sendiri ataupun dengan kombinasi dengan
komponen lain, dapat memberikan efek 2 - 9 kali pengurangan total mikroba
yang didasarkan pada analisis total mikroba yang terkontaminasi dan terhadap
beberapa sepsis mikroorganisme pathogen termasuk Listeria monocytogenes,
Escherichia coli O157:H7 dan Salmonella spp. pada buah-buahan dan makanan
atau dalam media kimia yang telah ditentukan (Patricia and Azanza, 2004).
Dengan konsentrasi asam asetat, viskositas lebih sedikit dipengaruhi dari
konsentrasi asam daripada dengan HCl. Untuk konsentrasi polimer yang bebeda,
derajat protonasi yang dihasilkan hampir mencapai maksimum bila dibandingkan
dengan konduktivitasnya. Sifat yang paling menarik dari kitosan dalam asam
asetat adalah pada konsentrasi asam asetat yang tinggi, viskositas dari kitosan
hampir konstan, bukan hanya karena protonasi yang sempurna, tetapi juga karena
konsentrasi ionik yang rendah dalam hubungannya dengan pK asam asetat
(Rinaudo, et al., 1999).
Penelitian yang lebih lanjut dari kitosan menunjukkan bahwa kitosan
dengan berat molekul kecil, yang mana tidak memiliki rumus kimia yang tetap,
menunjukkan kelarutan dalam air dan fungsi biologis, kimia dan fisik yang sangat
bagus bila dibandingkan dengan penggunaan kitosan dengan berat molekul tinggi.
Untuk meningkatkan kelarutan dari kitosan dan komponen lainnya, variasi teknik
oksidasi dengan H2O2 biasanya digunakan. Metode ini didasarkan pada formasi
radikal bebas yang dipecah oleh H2O2, yang mana secara efektif menyerang ikatan
digunakan secara tunggal. Untuk meningkatkan efisiensinya, kombinasi metode
degradasi menggunakan H2O2 dan teknik fisik dan kimia telah dipelajari
(Huang, et al., 2010).
Fenomena ini didasarkan kepada formasi paralel dari permukaan warna
pada katalis. Disarankan bahwa bahan pendukung memiliki sifat untuk
menghambat kehilangan warna. Untuk lebih lanjut, rasio dari reaksi ditemukan
bergantung kuat pada pH larutan dan kekuatan ikatan ionik dan konsentrasi
BAHAN DAN METODA
Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit udang dari
industri pengolahan udang beku PT. Centra Windu Sejahtera di Kawasan Industri
Medan II.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2009 di Laboratorium
Analisa Kimia Bahan Pangan Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Reagensia
- HCl - Media agar oxoid CM463
- NaOH
- Aquadest
- H2SO4
- CH3COOH
- H2O2
- Etanol absolut
Alat Penelitian
- Beaker Glass - Termometer
- Erlemenyer - Baskom
- Gelas ukur - pH meter
- Labu Ukur - Blender
- Petridish - Pisau stainless stell
- Oven - Viscosimeter Ostwald Sibata
- Timbangan - Colony Counter
- Kain saring - Alumanium foil
- Magnetic stirrer - Spektrofotometer Genesys 20
- Sendok - Statif
- Tampah - Bola hisap
Metoda Penelitian
Penelitian ini menggunakan Metoda Rancang Acak Lengkap (RAL)
faktorial yang terdiridari 2 faktor, yaitu:
Faktor I : Konsentrasi H2O2 (K)
K1 = 5 %
K2 = 6 %
K3 = 7%
K4 = 8 %
FaktorII :KonsentrasiAsamAsetat (A)
A1 = 2%
A2 = 4%
A3 = 6%
A4 = 8%
Banyaknya kombinasi perlakuan (Tc) adalah 4 x 4 = 16, dengan jumlah ulangan
Model Rancangan (Bangun, 2001)
Penelitian ini dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) factorial
dengan model :
Ŷijk= µ + αi+ βj+ (αβ)ij+ εijk
Ŷijk : Hasil Pengamatan dari Faktor K dari taraf ke-I dan Faktor A
pada taraf ke–j dengan ulangan k
µ : Efek nilai tengah
αi : Efek dari Faktor Konsentrasi H2O2 (K) pada taraf ke–i
βj : Efek dari Faktor Konsentrasi Asam Asetat (A) pada Taraf
ke–j
(αβ)ij : Efek interaksi faktor K pada taraf ke–I dan faktor A pada
taraf ke–j
εijk : Efek galat dari faktor K pada taraf ke–I dan faktor A pada
taraf ke–j dalam ulangan ke-k.
Pelaksanaan Penelitian
1. Pembuatan Tepung Kulit Udang
- Dicuci dan dibersihkan kulit udang dengan menggunakan air mengalir - Dilakukan pengeringan dengan oven pada suhu 105oC selama 24 jam
- Dihaluskan kulit udang menggunakan mesin penepung
- Diperoleh tepung kulit udang
- Secara skematis dapat dilihat pada Gambar 4
2. Ektraksi Kitin dari Tepung Kulit Udang
- Direndam 100 gram tepung kulit udang dalam larutan NaOH 10% 1:10
- Disaring menggunakan kain saring
- Dicuci residu sisa penyaringan dengan air mengalir sampai bersih.
- Diambil 64 gr residu sisa penyaringan kemudian direndam dalam larutan HCl
8% 1:10 selama 6 jam
- Disaring menggunakan kain saring
- Dicuci residu sisa penyaringan dengan air mengalir sampai bersih
- Dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 24 jam
- Diperoleh 28 gr kitin kasar
- Secara skematis dapat dilihat pada Gambar 5
3. Ekstraksi Kitosan dari Kitin
- Direndam 28 gr kitin dalam larutan NaOH 50% 1:10 kemudian dipanaskan
pada suhu100oC selama1 jam
- Disaring menggunakan kain saring
- Dicuci residu sisa penyaringan dengan air mengalir sampai bersih.
- Dikeringkan pada suhu 105oC selama 24 jam
- Diperoleh 11,2 gr kitosan kasar
- Secara skematis dapat dilihat pada Gambar 6
4. Pembuatan Larutan Kitosan
- Disiapkan sebanyak 4 beaker glass yang telah berisi 20 ml asam asetat
(2%, 4%, 6% dan 8%)
- Ditambahkan H2O2 glasial ke masing-masing beaker glass yang telah berisi
20 ml asam asetat masing-masing sejumlah 5%, 6%, 7% dan 8% dari jumlah
- Ditambahkan sebanyak 1 gr kitosan dari tepung kulit udang ke dalam beaker
glass.
- Dilakukan pengamatan dan pengukuran data sebanyak 2 kali
- Secara skematis dapat dilihat pada Gambar 7
Pengamatan dan Pengukuran Data
Pengamatan dan pengukuran data dilakukan dengan cara analisis terhadap
parameter:
1. Kejernihan Larutan Kitosan Larut Asam Asetat
2. Viskositas Larutan Kitosan Larut Asam Asetat
3. Uji Aktifitas Anti Bakteri dan Anti Jamur Metode Agar
4. Uji Organoleptik (Warna, Aroma)
5. Rendemen Kitosan Kasar
6. Konsentrasi Larutan Kitosan Jenuh dalam Asam Asetat 2%
7. Kestabilan Relatif Larutan Kitosan Larut Asam Asetat
Kejernihan Larutan Kitosan Larut Asam Asetat (Apriyantono, dkk., 1989)
Diambil sebanyak 10 ml larutan kitosan dari setiap perlakuan kemudian
dimasukkan ke dalam kuvet 10 ml, lalu kuvet dimasukkan kedalam
spektrofotometer kemudian dihitung nilai transmitansinya. Nilai transmitansi
(%T) dibaca pada spektofotometer dengan panjang gelombang 600 nm. Aquadest
Viskositas (Yazid, 2005) 1.Penentuan Densitas Larutan
- Dibilas piknometer dengan aquadest
- Ditimbang piknometer dengan neraca analitik dan dicatat beratnya
- Dimasukan larutan kitosan dari setiap perlakuan sebanyak 10 ml sesuai
dengan kapasitas piknometer 10 ml lalu ditimbang dengan neraca analitik dan
dicatat hasilnya
- Dihitung densitas larutan dengan rumus :
- Vpiknometer = 10 ml 2. Penentuan Waktu Alir
- Dicuci viscosimeter Ostwald dengan aquadest dan dikeringkan
- Dirangkai alat viscosimeter Ostwald dengan statif
- Dimasukan 10 ml larutan kitosan dari setiap perlakuan kedalam viscosimeter
Ostwald
- Dihisap dengan bola karet sampai larutan mencapai batas atas
- Dihidupkan stopwatch pada saat larutan mencapai batas atas
- Dimatikan stopwatch setelah larutan mencapai batas bawah
- Dicatat waktu alir yang diperoleh sebagai t
Uji Aktifitas Anti Mikroba dan Anti Jamur Metode Agar (Lay, 1995)
Larutan kitosan dari setiap perlakuan diambil sebanyak 1 ml lalu
dimasukkan kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan aquadest sebanyak 9
ml dan diaduk sampai merata. Hasil pengenceran diambil sebanyak 1 ml
kemudian ditambahkan aquadest sebanyak 9 ml. Hasil pengenceran diambil
sebanyak 1 ml kemudian ditambahkan aquadest sebanyak 9 ml. Pengenceran
dilakukan sebanyak 3 kali.
Dari hasil pengeceran pada tabung reaksi terakhir diambil sebanyak 1 ml
dan diratakan pada medium agar yang telah disiapkan, selanjutnya diinkubasi
selama 2 hari lalu diamati. Jumlah koloni yang ada dihitung dengan colony
counter.
Total mikrobia (CFU/ml) = Jumlah koloni x pengenceran
Uji Organoleptik Warna dan Aroma (Soekarto, 1989)
Uji organolpetik dilakukan dengan uji hedonik (kesukaan). Kitosan larut
asam asetat yang akan diuji ditempatkan dalam wadah yang diberi kode sesuai
dengan kode sampel. Setelah itu sampeldisajikan kepada 10 orang panelis dengan
menguji warna dan aroma dengan menggunakan kriteria sebagai berikut :
Tabel 6. Uji Organoleptik Warna dan Aroma (Numerik)
Penentuan Rendemen (Sudarmaji, dkk., 1989)
Rendemen ditentukan sebagai persentase perbandingan berat kitosan yang
diperoleh dengan berat bahan (kulit udang).
100%
udang kulit Berat
kitosan Berat
Rendemen= ×
Konsentrasi Larutan Kitosan Jenuh dalam Asam Asetat 2% (Zulfikar, 2010)
Ditimbang 1 gram kitosan kemudian dilarutkan kedalam 50 ml
asam asetat 2% dan diaduk sampai larut, kemudian ditambahkan 1 gram kitosan
secara bertahap ke dalam larutan asam asetat sampai titik dimana kitosan tersebut
tidak larut lagi dalam asam asetat.
Kestabilan Relatif Larutan Kitosan Larut Asam Asetat (Sarmoko, 2009)
Dilarutkan sebanyak 1 gram kitosan dalam 10 ml aquadest sampai terlarut
sempurna, kemudian larutan kitosan yang telah bercampur sempurna diletakkan di
ruangan terbuka sampai terbentuk endapan antara kitosan dengan air. Di catat
Skema Pembuatan Tepung Kulit Udang
Gambar 4. Proses Pembuatan Tepung Kulit Udang
1000 gr Kulit Udang
Pencucian
Pembersihan
Pengeringan dengan oven pada suhu 105oC
Penggilingan
Pengayakan dengan Shive Shaker 60 Mesh
100 gr Tepung Kulit Udang
Rendam Dalam 1000 ml NaOH 10% 1: 10
Biarkan Selama 12 Jam
Penyaringan Dengan Kertas Saring
Pengambilan Residu Sisa Penyaringan
Rendam 64 gr Dalam 1000 ml HCl 8% 1: 10
Rendam Selama 6 Jam
Penyaringan Dengan Kertas Saring
Residu Cuci Sampai Bersih
Keringkan Pada Suhu 105oC Selama 24 jam
28 gr Kitin Kasar
Skema Ekstraksi Kitin dari Tepung Kulit Udang
Skema Ektraksi Kitosan Dari Kitin
Gambar 6. Proses Ekstraksi Kitosan Dari Kitin
28 gr Kitin
Campurkan Dalam NaOH 50% 1: 10 Kemudian Panaskan Pada Suhu 60oC
Selama 8 jam
Penyaringan Dengan Kertas Saring
Residu Dicuci Sampai Bersih
Pengeringan Pada Suhu 105oC Selama
24 jam
Skema Pembuatan Larutan Kitosan
Gambar 7. Proses Pembuatan Larutan Kitosan
Disiapkan beaker glass yang berisi 20 ml asam asetat
Ditambahkan H2O2glasial ke masing-masing beaker glass yang telah berisi 20 ml asam asetat dari
jumlah asam asetat
Ditambahkan 1 gr kitosan ke masing-masing beaker glass
1. Kejernihan Larutan Kitosan Larut Asam Asetat
2. Viskositas Larutan Kitosan Larut Asam Asetat
3. Uji Aktifitas Anti Bakteri dan Anti Jamur Metode Agar
4. Uji Organoleptik(Warna, Aroma) 5. Rendemen Kitosan Kasar
6. Konsentrasi Larutan Kitosan Jenuh dalam Asam Asetat 2%
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Konsentrasi H2O2 terhadap Parameter yang Diamati
Dari hasil penelitian dan analisis yang dilakukan, secara umum
menunjukan bahwa konsentrasi Hidrogen Peroksida memberi pengaruh terhadap
kejernihan, viskositas, total mikroba, uji organoleptik warna dan rasa. Dapat
dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Pengaruh Konsentrasi H2O2 terhadap Parameter yang Diamati
Konsentrasi Kejernihan Viskositas Total Mikroba Warna
kejernihan, viskositas dan uji organoleptik warna semakin meningkat sedangkan
total mikroba dan uji organoleptik aroma, semakin menurun dengan
bertambahnya konsentrasi H2O2. Kejernihan tertinggi diperoleh pada perlakuan K4
yaitu sebesar 29.67 %T dan terendah diperoleh pada perlakuan K1 yaitu sebesar
28.87 %T. Viskositas tertinggi diperoleh pada perlakuan K4 yaitu sebesar 40.98
CPs dan terendah pada K1 yaitu sebesar 36.84 CPs. Uji organoleptik warna